16 0 221 KB
MODUL Terapi Supportif Pada Penderita Skizofrenia Residual I.Pendahuluan Skizofrenia adalah gangguan psikis/ kejiwaan yang disebabkan oleh kelainan pada jaringan syaraf otak sebelah kanan, yang mengganggu fungsi sistemik dan impuls syaraf otak. kondisi ini mengakibatkan kegagalan dalam mengolah informasi ke otak sehingga timbul proyeksi yang tidak seharusnya. Skizofrenia alias penyakit yang diakibatkan gangguan susunan sel-sel syaraf pada otak manusia, ternyata bisa dikendalikan, tanpa harus memasukkan penderita ke rumah sakit jiwa. Dukungan keluarga dan teman, menjadi salah satu obat penyembuh yang sangat berarti, selain dukungan para ahli medis. Seperti itu dari hasil penelitian dalam dekade terakhir menunjukkan bahwa gangguan skizofrenia memang lebih dominan akibat faktor genetik, stres dan lingkungan pada awal perkembangan anak (selama kehamilan dan kelahiran, dan / atau anak usia dini). Faktor-faktor ini mengakibatkan perubahan halus dalam otak yang membuat seseorang rentan untuk mengalami skizofrenia.Tekanan fakor lingkungan dan stres berkepanjangan (selama masa kanak-kanak, remaja dan dewasa muda), dapat merusak otak lebih lanjut dan memicu skizofrenia. Bahkan para ahli sekarang mengatakan bahwa skizofrenia (dan semua penyakit mental lainnya) disebabkan oleh kombinasi biologis, psikologis dan faktor-faktor sosial dan pemahaman tentang penyakit mental disebut bio-psiko-model sosial. Gejala penderita skizofrenia seperti delusi, halusinasi, cara bicara/berpikir yang tidak teratur, perilaku negatif, seperti kasar, kurang termotivasi, muram, perhatian menurun. Hal yang dapat dilakukan adalah menunjukkan sikap menerima yang merupakan langkah awal penyembuhan. Penderita perlu tahu penyakit apa yang diderita dan bagaimana melawannya. Dukungan keluarga akan sangat berpengaruh. Perawatan yang dilakukan para ahli bertujuan mengurangi gejala skizpofrenia dan kemungkinan gejala psychotic. Penderita skizofrenia biasanya menjalani pemakaian obat-obatan selama waktu tertentu, bahkan mungkin harus seumur hidup. Meskipun mekanisme yang tepat yang mendasari perkembangan skizofrenia baru saja mulai dipahami, penelitian menunjukkan tindakan penting individu dan keluarga dapat mengambil (atau menghindari) untuk menurunkan risiko skizofrenia dan penyakit mental lainnya. Salah satu terapi yang dapat diberikan kepada penderita skizoprenia adalah terapi supportif. Terapi Supportif (Supportive Therapy) merupakan terapi dalam psikoterapi yang mempunyai tujuan untuk menguatkan daya tahan mental yang dimilikinya, mengembangkan mekanisme daya tahan mental yang baru dan yang lebih baik untuk mempertahankan fungsi pengontrolan diri (Maramis, 2005). Selain itu terapi supportif dapat meningkatkan kemampuan adaptasi lingkungan, mengevaluasi situasi kehidupan pasien saat ini, beserta kekuatan serta kelemahannya, untuk selanjutnya
membantu pasien melakukan perubahan realistik apa saja yang memungkinkan untuk dapat berfungsi lebih baik (Tomb, 2004). Terapi supportif ini dapat menggunakan beberapa metode dan teknik pendekatan, diantaranya dengan bimbingan (guidance), mengubah lingkungan (environmental manipulation), pengutaraan dan penyaluran arah minat, tekanan dan pemaksaan, penebalan perasaan (desensitization), penyaluran emosional, sugesti dan penyembuhan inspirasi berkelompok (inspirational group therapy).
II.Pengertian Menurut Rockland (dalam Setyoadi & Kusharyadi, 2011), terapi suportif (relationship oriented psychotherapy) merupakan jenis psikoterapi individual yang lazim dilakukan dan terdapat dalam orientasi yang berpusat pada penyampaian pemahaman. Terapi suportif menjadi terapi keperawatan terhadap klien dengan kemampuan bersosialisasi yang rendah dan merupakan salah satu tindakan terapi yang efektif pada klien Skizofrenia (Angriani, dkk, 2013) Lebih lanjut menurut Kaplan, Sadock & Grebb (2010), Psikoterapi suportif menawarkan dukungan kepada pasien dari terapis selama periode penyakit, kekacauan atau dekompensasi sementara. Pendekatan ini memiliki tujuan untuk memulihkan dan memperkuat pertahanan pasien dan mengintegrasikan kapasitas yang telah terganggu. Cara ini memberikan suatu periode penerimaan dan ketergantungan bagi pasien yang membutuhkan bantuan untuk menghadapi rasa bersalah, malu, dan kecemasan dan dalam menghadapi frustasi atau tekanan eksternal yang mungkin terlalu kuat untuk di hadapi. Adapun hal penting dalam terapi suportif menurut Peterson & Zderad (dalam Setyoadi & Kusharyadi, 2011) antara lain: 1.
Kongruen
2.
Penghargaan positif yang terkondisi
3.
Empati
Cara ini menggunakan teknik membantu klien agar merasa diterima, terlindungi, terdorong dan aman serta tidak merasa cemas (Kaplan, Sadock & Grebb, 2010). Klien memerlukan terapi soportif karena kurang dapat mengekspresikan dirinya dalam menghadapi tekanan eksternal yang membuat klien mengalami gangguan. Lingkungan membuat klien menjadi individu yang tertutup dan tidak terbiasa untuk menjalin hubungan sosial dengan orang lain sehingga klien mengalami kesulitan saat berada di dalam lingkungan. Klien akan merasa tidak nyaman saat berada dikeramaian karena ia tidak percaya
diri dan rendah diri. Dengan terapi suportif diharapkan klien akan mendapatkan kepercayaan diri dan dapat meningkatkan harga dirinya saat berada dalam lingkungan sosial serta mencari jalan keluar mengenai masalah yang dihadapi klien. Tahapan dalam memberikan terapi suportif yaitu: 1.
Ventilasi/ katarsis
Ventilasi merupakan suatu bentuk psikoterapi suportif yang membiarkan kesempatan seluas-luasnya kepada klien untuk mengemukakan apa yang ada di dalam hatinya, dan sebagai hasilnya klien merasa lebih lega karena keluhan yang dirasakannya sudah berkurang. Sikap terapis saat berhadapan dengan klien adalah menjadi pendengar yang baik, menunjukkan adanya empati sehingga klien akan merasa tenang dan mempercayai terapis. Topik pembincaraan yang dibahas yaitu permasalahan yang menjadi stres utamanya. 2.
Persuasi
Suatu bentuk psikoterapi suportif yang dilakukan dengan memberikan penjelasan secara masuk akal tentang gejala penyakit yang timbul akibat dari cara berpikir, perasaan dan sikapnya terhadap masalah yang dihadapinya yang diinterpretasikan secara negatif. Dalam memberikan terapi, terapis berusaha untuk membangun, mengubah dan menguatkan impuls tertentu yang ada pada klien serta berusaha menyakinkan klien bahwa gejalanya akan hilang dan membebaskannya dari impuls yang mengganggu secara masuk akal dengan tidak menyinggung perasaan klien. 3.
Sugestif
Suatu bentuk psikoterapi suportif yang berusaha menanamkan kepercayaan pada pasien bahwa gejala dari gangguannya akan hilang, dengan sikap terapis yang menyakinkan secara tegas bahwa gejala yang dialaminya pasti akan hilang. Pada terapi ini, terapis menjelaskan kepada klien bahwa gejala yang muncul merupakan hasil dari pemikiran yang salah terhadap diri sendiri dan orang lain. 4.
Reassurance
Suatu bentuk psikoterapi suportif yang berusaha menyakinkan klien bahwa klien memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi. Sikap terapis adalah dengan menyakinkan dengan menunjukkan hasil-hasil yang pernah dicapai klien sebelum gangguan. Topik pembicaraan adalah pengalaman klien yang berhasil secara nyata. 5.
Bimbingan
Suatu bentuk psikoterapi suportif dimana saat terapis menyampaikan dan memberi nasihat atau masukan secara halus, lugas dan mudah dimengerti oleh klien. Terapis mencoba memberikan pandangan tentang cara berfikir, menentukan sikap, cara menjalin relasi dan cara komunikasi yang baik.
III.Tujuan Intervensi
Membantu klien untuk mengevaluasi situasi kehidupan klien saat ini
Membantu klien dalam mengevaluasi kekuatan dan kelemahannya
Memberikan dukungan ego
Membantu klien untuk dapat bersosialisasi dengan baik
Membantu klien untuk dapat menghadapi rasa bersalah, malu, dan kecemasan
Membantu klien menghadapi frustasi atau tekanan eksternal yang mungkin terlalu kuat untuk
di hadapi.
Membantu klien agar dapat mengekspresikan dirinya pada lingkungan
Membantu klien agar dapat menjalin hubungan baik dengan orang lain
Menumbuhkan rasa aman, nyaman dan percaya diri pada diri klien saat berada di lingkungan
sekitarnya
Membantu klien untuk dapat mencari pemecahan dari masalahnya
IV.Rancangan intervensi Tabel Rancangan Intervensi Tritmen
Tujuan
Target perilaku
Terapi Membantu klien untuk Klien dapat Supportif mengevaluasi situasi kehidupan klien mengeluarkan keluh kesahnya saat ini tanpa ganjalan Membantu klien dalam mengevaluasi kekuatan dan kelemahannya
Memberikan dukungan ego
Membantu klien untuk dapat bersosialisasi dengan baik
Klien dapat memahami bahwa kecemasan yang dirasakanya dapat berdampak buruk bagi kesehatan jiwanya. Klien dapat lebih nyaman dan percaya diri saat berada di keramaian.
Membantu klien untuk dapat menghadapi rasa bersalah, malu, dan klien dapat kecemasan mengevaluasi mengevaluasi Membantu klien menghadapi kekuatan dan kelemahannya frustasi atau tekanan eksternal yang
Klien dapat menghadapi mungkin terlalu kuat untuk di hadapi. kecemasan dan frustasinya Membantu klien agar dapat serta dapat menyelesaikan mengekspresikan dirinya pada masalahnya dengan baik. lingkungan Klien dapat Membantu klien agar dapat mengekspresikan dirinya dan menjalin hubungan baik dengan orang dapat menjalin hubungan baik lain dengan orang lain Menumbuhkan rasa aman, nyaman dan percaya diri pada diri
Rancangan pertemuan 3 kali pertemuan
klien saat berada di lingkungan sekitarnya Membantu klien untuk dapat mencari pemecahan dari masalahnya
1.
Target perilaku terapi suportif
Klien dapat mengeluarkan keluh kesahnya tanpa ganjalan
Klien dapat memahami bahwa kecemasan yang dirasakanya dapat berdampak buruk bagi
kesehatan jiwanya.
Klien dapat lebih nyaman dan percaya diri saat berada di keramaian.
klien dapat mengevaluasi mengevaluasi kekuatan dan kelemahannya
Klien dapat menghadapi kecemasan dan frustasinya serta dapat menyelesaikan masalahnya
dengan baik.
Klien dapat mengekspresikan dirinya dan dapat menjalin hubungan baik dengan orang lain 2.
Tata ruang
Sebuah ruangan dengan ventilasi udara dan cahaya yang cukup
Satu set kursi tamu
Klien dan terapis dalam posisi berhadapan 3.
Media
Alat tulis, meja dan kursi 4.
Materi
Dalam terapi suportif, klien diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengungkapkan perasaannya, apa yang dipikirkan mengenai masalah yang bersumber stresor utama klien. Terapis memberikan kesempatan kepada klien untuk melakukan review mengenai masalah yang menjadi stressor utama klien yang paling klien rasakan mengganggu klien selama ini. Dengan demikian diharapkan klien merasakan kelegaan dan kecemasan terhadap masalah yang dihadapinya akan berkurang serta mengetahui bagaimana caranya supaya klien dapat meningkatkan kepercayaan diri dan harga dirinya. Terapis membantu klien untuk melihat proporsi masalah yang sebenarnya. Adapun sikap dari terapis adalah menunjukkan sikap empatinya baik dalam bentuk verbal maupun non verbal serta tidak terlalu banyak menginterupsi pembicaraan dari klien. Terapis menjelaskan mengenai dampak dari emosi negatif yang dirasakan klien akibat terlalu memikirkan masalah yang dihadapi klien. Pemberian sanjungan kepada klien untuk lebih banyak melakukan interaksi dengan lingkungan seosialnya serta
memberikan pemahaman tentang pentingnya melakukan interaksi dengan lingkungan sosialnya sebagai kegiatan positif yang dapat dilakukan oleh klien.
5.
Prosedur
1.
Intake raport
Terapis membuka sesi pertemuan dengan membangun rapport yang baik dengan klien
dengan cara melakukan pembincaraan ringan seputar kabar klien dan kesibukan klien selama beberapa hari terakhir agar klien merasa nyaman. 2.
Ventilisasi
Terapis kemudian mengarahkan pembicaraan kearah yang lebih serius dengan topik
pembicaraan seputar masalah yang menjadi stressor utama klien.
Klien diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk menceritakan masalah yang dihadapinya
serta perasaan klien selama ini. .
Terapis menjadi pendengar yang baik dan tidak memotong pembicaraan klien memberikan
empati dan dukungan kepada klien. 3.
Persuasi
Klien diminta untuk menjelaskan bagaimana cara berpikir, perasaan dan sikapnya ketika klien
menghadapi masalah yang menjadi sumber stressor utama klien.
Menerangkan secara masuk akal tentang gejala-gejala penyakit yang timbul akibat masalah
yang dihadapinya.
Terapis berusaha untuk membangun, mengubah dan menguatkan apa yang menjadi
kelebihan klien dengan tujuan dapat mengurangi gejala yang mengganggu.
Memberikan anjuran kepada klien untuk melakukan kegiatan yang lebih positif, termasuk
melakukan interaksi sosial dengan lingkungan sosialnya. 4.
Sugestif
Terapis secara halus menanamkan pikiran positif pada klien agar dapat meningkatkan harga
dirinya.
Memberikan motivasi kepada klien untuk membuat hidupnya menjadi lebih positif dengan
memperbaiki dan melakukan interaksi sosial dengan lingkungan sosialnya. 5.
Reassurance
Terapis berusaha menyakinkan klien bahwa klien memiliki kemampuan untuk mengatasi
masalah yang sedang dihadapi.
Sikap terapis adalah dengan menyakinkan dengan menunjukkan hasil-hasil yang pernah
dicapai klien sebelum gangguan dan pengalaman klien yang berhasil secara nyata. 6.
Bimbingan
Terapis menyampaikan dan memberi nasihat atau masukan secara halus, lugas dan mudah
dimengerti oleh klien.
Terapis mencoba memberikan pandangan tentang cara berfikir, menentukan sikap, cara
menjalin relasi dan cara komunikasi yang baik. 7.
Terapis menutup sesi pertemuan dengan tetap menjaga raport yang baik dengan klien 6.
Metode
Ceramah dan katarsis 7.
Penutup
Waktu :
± 160 menit
DAFTAR PUSTAKA Angriani, S., Dahrianis. & Jallo, A., H. (2013). Pengaruh terapi suportif terhadap kemampuan bersosialisasi pada klien isolasi sosial di rumah sakit khusus daerah provinsi sulawesi selatan. Jurnal e-STIKES Nani Hasanuddin, Vol 2 No.6. Makasar: Stikes Hani Hasanuddin.
Kaplan. HI., Saddock, BJ. & Grebb. JA. (2010). Synopsis of psychiatry (Jilid 2). Jakarta: Binarupa Aksara.
Maramis, W. F. (2005). Catatan ilmu kedokteran jiwa. Surabaya: Airlangga University Press
Pinsker, H (1997). A Prime of supportive psychotherapy, The Analytic. New Jersey: Press Inc., Hillsdale.
Tomb, D. A. (2004). Buku saku psikiatri. Edisi keenam. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.
Winston, Rosenthal dan Pinsker (2004). Introduction to supportive psychotherapy. USA: American Psychiatric Publishing,Inc.