Contoh Pembahasan Laporan Proyek [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Aping
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEMBAHASAN Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan penelitian yaitu pertama, hasil penelitian sangat dipengaruhi oleh kejujuran responden dalam menjawab pertanyaan setiap variabel khususnya pada variabel personal hygiene (kebersihan kulit dan kebersihan tangan dan kuku). Kedua, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain studi cross sectional. Dalam desain ini hanya menjelaskan hubungan keterkaitan, tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat. Meskipun demikian, desain ini dipilih karena paling sesuai dengan tujuan penelitian dan efektif dari segi waktu. Ketiga, kerangka konsep yang digunakan pada penelitian ini hanya menghubungkan variabel yang diperkirakan memiliki hubungan dengan variabel dependen sehingga masih tedapat kemungkinana variabel lain yang belum masuk dalam kerangka konsep. Keluhan gangguan kulit disini diartikan keluhan yang dirasakan berupa rasa gatal, muncul bintik merah yang berisi cairan bening ataupun nanah pada kulit, serta timbulnya ruam pada permukaan tubuh (Graham, 2005: 453). Keluhan gangguan kulit dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan kuisioner yang berisi pertanyaan yang berhubungan dengan definisi keluhan gangguan kulit. Dengan hasil sebagai berikut. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pemulung sebagai responden di TPA Jabon Sidoarjo (76%) mengalami gangguan kulit berupa gatal dan kemerahan pada kulit dengan intensitas kejadian tergolong sering. Hal ini sejalan dengan penelitian Faridawati (2013) yang menyatakan bahwa sebagian besar 32 orang petugas sampah (61,2%) mengalami keluhan gangguan kulit. Jumlah pemulung yang mengalami keluhan gangguan kulit pada penelitian ini dapat dikatakan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pemulung yang tidak mengalami keluhan gangguan kulit. Hal ini dapat terjadi dikarenakan banyak pemulung yang kurang memperhatikan kebersihan diri. Menurut Dinas Kebersihan Kota Malang (2009) dalam Listautin (2012), pengaruh negatif sampah salah satunya adalah penyakit jamur (penyakit kulit) yang disebabkan tempat pengumpulan dan pembuangan sampah yang kurang baik. Penyakit yang biasanya ditemukan pada pekerja yang berkontak dengan sampah salah satunya adalah gangguan kulit. Gangguan kulit disini disebabkan karena kontak dengan sampah ataupun dengan air yang tercemar disekitar lokasi kerja TPA. Hal ini sangat terkait dengan kondisi air yang digunakan, kebersihan diri, dan lingkungan kerja.



Hubungan Karakteristik Individu dan Kejadian Penyakit Kulit Hubungan antara karakteristik individu dengan kejadian gangguan kulit yang diteliti meliputi hubungan umur dengan keluhan gangguan kulit, hubungan jam kerja (lama kerja) dengan keluhan gangguan kulit, dan hubungan masa kerja dengan keluhan gangguan kulit. Hubungan Umur dan Keluhan Gangguan Kulit Pada hubungan umur dan keluhan gangguan kulit dapat dijelaskan bahwa umur merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari karakteristik individu. Pada penelitinan ini rerata umur responden yang mengalami keluhan gangguan kulit yaitu pada di atas umur 30 tahun. Hasil penelitian tersebut dapat didukung dengan adanya teori menurut HSE Industri (2000) bahwa kondisi kulit menglami proses penuaan mulai dari usia 40 tahun. Pada usia tersebut, sel kulit lebih sulit menjaga kelembabannya karena menipisnya lapisan basal. Selain itu produksi sebum juga menurun, sehingga banyak sel mati yang menumpuk karena pergantian sel menurun. Selain itu menurut Aisyah (2012) terjadinya keluhan gangguan kulit pada umur yang telah berusia lanjut dikarenakan lebih rentan terserang penyakit karena sistem kekebalna tubuh yang mulai menurun sehingga mudah terpapar penyakit. Dari hasil uji statistik dengan menggunakan uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara umur dengan keluhan gangguan kulit, dengan hasil korelasi sebesar 0,653. Hal ini sesuai dengan pendapat Cahyawati (2011) bahwa pada umumnya proporsi keluhan gangguan kulit terbesar dirasakan oleh pemulung yang memiliki umur >30 tahun. Hal tersebut dimungkinkan karena umur yang semakin tua dapat mempengaruhi elastisitas dan kekebalan kulit. Pada beberapa literatur menyatakan bahwa kulit manusia mengalami degenerasi seiring bertambahnya usia, sehingga kulit kehilangan lapisan lemak diatasnya dan menjadi lebih sensitive dan kering. Kekeringan pada kulit ini memudahkan berbagai bahan kimia maupun organik untuk menginfeksi kulit (Cohen, 1999 dalam Aisyah, 2012). Namun, menurut Erliana (2008) dermatitis dapat menyerang semua kelompok umur tidak hanya pada kelompok umur tua saja.



Hubungan Masa Kerja dan Kejadian Gangguan Kulit Pada hubungan masa kerja dengan keluhan gangguan kulit dijelaskan bahwa masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu bekerja disuatu tenpat. Masa kerja yang dimaksud pada penelitia ini adalah jangka waktu pemulung mulai menjadi pemulung sampai waktu penelitian. Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang telah terapapar dengan berbagai sumber penyakit yang dapat mengakibatkan keluhan gangguan kulit (Handoko (1992) dalam Suwondo et al., (2010)). Berdasarkan data pada tabel distribusi untuk masa kerja pemulung dikeathui bahwa masa kerja responden cukup bervariasi, dengan rerata masa kerja adalah 12 tahun. Dari hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan keluhan gangguan kulit, dengan nilai korelasi sebesar 0,128. Hasil penelitian lain yang sejalan yaitu menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan dermatitis (Suwondo et al., 2010). Faktor lain yang memungkinkan pekerja dengan masa kerja yang lebih awal terkena dermatitis adalah masalah kepekaan atau kerentanan kulit terhadap bahan iritan maupun infeksi. Jika dilihat dari hasil analisis statistik pemulung yang mengalami keluhan gangguan kulit adalah pemulung yang memiliki masa kerja yang lebih awal. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan pada awal mereka bekerja sebagai pemulung, mereka merasakan keluhan gangguan kulit yang cukup bervariasi seperti gatal, kemerahan, bentol, dan terdapat cairan di kulit. Namun pada tahun berikutnya mereka sudah terbiasa dan kebal sehingga keluhan gatal punjarang terjadi. Menurut Chandra (2009: 23), faktor pada manusia dalam proses terjadinya penyakit tergantung pada karakteristik yang dimiliki oleh individu salah satunya adalah status kekebalan, dimana reaksi tubuh terhadap oenyakit tergantung pada status kekebalan yang dimiliki sbelumnya oleh seseorang. Hubungan Lama Kerja dan Kejadian Gangguan Kulit Pada hubungan lama kerja dan kejadian gangguan kulit dijelaskan bahwa lama kerja adalah waktu yang digunakan pemulung untuk bekerja dalam hitungan jam/hari baik siang atau malam hari (Suma’mur, 2009: 19). Jam kerja atau lama kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang terpapar dengan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan seseorang (Notoatmodjo, 2010: 45).



Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara lama kerja dengan keluhan gangguan kulit, dengan nilai korelasi sebesar 0,000214. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Suwondo et al., (2010) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara jam kerja dengan kejadian dermatitis. Kemudian pada penelitian lain yang dilakukan oleh Lubis (2011) menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jam kerja dengan keluhan gangguan kulit pada pemulung di TPA Jabon Sidoarjo. Tidak adanya hubungan yang bermakna antara jam kerja dengan keluhan gangguan kulit pada penelitian ini diduga sebagian besar pemulung di TPA Jabon Sidoarjo bekerja tidak lebih dari 9 jam. Hal tersebut berdasarkan hasil analisis statistik yang menyatakan bahwa pemulung bekerja rata-rata 8 jam. Berdasarkan teori yang dikemukkan oleh Suma’mur (2009 : 20), memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan lama kerja bisa terjadi penurunan kualitas dan hasil kerja, begitu juga dengan waktu yang berkepanjangan akan menimbulkan terjadinya kelelahan, dan gangguan kesehatan. Kemudian menurut Mahyuni (2012) jam kerja atau lama kerja pemulung yang tinggi merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit kulit. Namun dalam penelitian ini diketahui bahwa lebih banyak pemulung yang bekerja tidak lebih dari 9 jam. Selain itu yang menyebabkan tidak terlihatnya hubungan antara jam kerja dengan keluhan gangguan kulit adalah berdasarkan hasil wawancara kepada pemulung, umumnya mereka mulai bekerja pada pukul 07.00 pagi dan istirahat makan siang pada pukul 12.00, kemudian melanjutkan pekerjaan lagi pukul 13.30 sampai pukul 16.00. Jika dilihat dari jam istirahat mereka, sudah dapat dikatakan cukup dan maksimal. Karena dengan melakukan istirahat yang cukup, maka kondisi tubuh yang sebelumnya lelah akan menjadi pulih kembali. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Latifah et al., (2002) dalam Widyaningsih (2008) tubuh memerlukan istirahat cukup, dengan istirahat siang yang paling baik dilakukan maksimal 2 jam. Istirahat siang yang dilakukan oleh pemulung pada penelitian ini selama satu setengah jam dan itu sudah dapat dikatakan cukup. Hubungan Personal Higiene dan Kejadian Gangguan Kulit Hubungan personal hygiene dengan keluhan gangguan kulit meliputi hubungan kebersihan kulit dengan keluhan gangguan kulit dan hubungan kebersihan tangan, kaki, dan kuku dengan keluhan gangguan kulit.



Hubungan Kebersihan Kulit dan Kejadian Gangguan Kulit Pada hubungan kebersihan kulit dan keluhan gangguan kulit dapat diketahui bahwa kebersihan kulit yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keadaan kulit dan kegiatan yang dilakukan untuk melindungi bagian tubuh dari pengaruh akibat kerja dan lingkungan kerja pemulung. Berdasarkan tabel 2 didapatkan sebanyak 28 responden memiliki kebersihan kulit yang sangat baik. Hasil dari uji korelasi Spearman, menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebersihan kulit dengan keluhan gangguan kulit, dengan nilai 0,958. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Listautin (2012), dimana ada hubungan antara kebersihan dengan keluhan gangguan kulit. Hasil penelitian lain yang sejalan adalah penelitian Sajida et al., (2012) dengan hasil terdapat hubungan yang bermakna antara kebersihan kulit dengan keluhan gangguan kulit. Kebersihan kulit pada penelitian ini juga dikategorikan menjadi baik dan tidak baik. Namun kebersihan kulit yang paling banyak pada penelitian ini pun masuk ke dalam kategori baik dimana diperoleh banyak responden yang rajin untuk mandi minimal 2 hari sekali sebagai bentuk perawatan kulit. Menurut Harahap (2000 : 26) salah satu penyebab gangguan kulit yaitu pekerjaan dan kebersihan perorangan yang kurang baik. Untuk memelihara kebersihan kulit, kebiasaan yang sehat harus selalu diperhatikan seperti menjaga kebersihan pakaian, mandi secara teraur, mandi menggunakan air yang bersih dan sabun, menggunakan barang keperluan milik sendiri, makan yang bergizi terutama banyak sayur dan buah, dan menjaga kebersihan lingkungan. Hubungan Kebersihan Tangan, Kaki dan Kuku dan Kejadian Gangguan Kulit Pada hubungan kebersihan tangan, kaki, dan kuku dengan keluhan gangguan kulit yang dimaksud dengan kebersihan tangan dan kuku yang dimaksud pada penelitian ini adalah kebersihan yang dilakukan pemulung dengan cara mencuci tangan dan kaki memakai sabun, memotong kuku pada tangan dan kaki secara teratur. Berdasarkan tabel 3 didapatkan sebanyak 47 responden memiliki kebersihan tangan, kaki, dan kuku yang buruk dan responden yang memiliki kebersihan tangan dan kuku yang baik sebanyak 3 responden. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebersihan tangan, kaki, dan kuku dengan keluhan gangguan kulit dengan nilai 0,436. Hasil penelitian ini sejalan dengan Hersi et al., (2015) dimana ada hubungan antara kebersihan tangan dan kuku dengan keluhan gangguan kulit pada petugas pengelola sampah. Pada



penelitian ini diketahui kebersihan tangan, kuku, dan kaki paling banyak masuk dalam kategori buruk. Hasil wawancara dan observasi ditemukan umumnya responden mencuci tangan dan kaki di tempat kerja tidak menggunakan sabun di tempat kerja, kemudian kebiasaan memotong kuku seminggu sekali juga jarang dilakukan. Faktor inilah yang menyebabkan banyak tejadinya gangguan kulit pada pemulung di TPA Jabon Sidoarjo tahun 2018. Seperti yang diungkapkan oleh Perry (2005 : 12), pemeliharaan kebersihan perorangan diperlukan untuk kenyamanan individu dan terhindarnya dari beberapa masalah gangguan kesehatan salah satunya adalah gangguan kulit.