Contoh PTK Komplit [PDF]

  • Author / Uploaded
  • aulia
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan yang maju akan menghasilkan masyarakat yang maju dan berkualitas, begitu pula dalam masyarakat yang maju dan berkualitas pasti terdapat pendidikan yang bermutu juga. Di tangan masyarakat yang berpendidikanlah terdapat masa depan bangsa yang aman, karena pendidikan berperan dalam pembangunan sosial dan pertumbuhan ekonomi bangsa (Haryati, 2014: Online). Undang-undang Dasar 1945 merupakan hukum tertinggi di Indonesia. Semua hukum harus berdasarkan UUD 1945, termasuk pendidikan. Pendidikan bangsa Indonesia sendiri yang telah diatur dalam UUD 1945 dan diperjelas dengan adanya rumusan tentang norma-norma pokok yang menjiwai usaha pendidikan dan pengembangan kebudayaan oleh penyelenggara negara, di mana pendidikan dan kebudayaan merupakan dua unsur yang saling mendukung satu sama lain. Norma-norma tersebut tersirat dan tersurat dalam Bab XIII Pasal 31 dan 32 UUD 1945. Salah satu landasan yuridis pendidikan yang paling banyak membicarakan tentang pendidikan adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang ini mengatur segala hal yang berkaitan dengan pendidikan, mulai dari prasekolah sampai dengan pendidikan tinggi. Pada Pasal 1 ayat 1 dan 2 dalam UU RI No. 20 Tahun 2003, menyatakan bahwa, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan



1



suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangakan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam ayat 2, pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Dalam rangka menghasilkan warga negara yang bermoral dan beretika diselenggarakanlah pendidikan. Penyelenggara pendidikan di Indonesia dilakukan suatu lembaga pendidikan yang dinamakan sekolah. Sekolah merupakan tempat peserta didik untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya. Sekolah merupakan lembaga resmi yang didirikan oleh pemerintah yang memiliki tahapan jenjang pendidikan. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar disebutkan bahwa “pendidikan dasar merupakan pendidikan sembilan tahun, terdiri atas program pendidikan enam tahun di sekolah dasar dan program pendidikan tiga tahun di sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP)” (Bafadal, 2012: 3). Dengan demikian, sekolah dasar merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar. Berkaca pada tujuan pendidikan sekolah dasar, menurut Mikasa dkk dalam Susanto (2015: 70) “dimaksudkan sebagai proses pengembangan kemampuan yang paling mendasar setiap siswa, di mana setiap siswa belajar



2



secara aktif karena adanya dorongan dalam diri dan adanya suasana yang memberikan kemudahan (kondusif) bagi perkembangan dirinya secara optimal”. Jadi, pendidikan di sekolah dasar merupakan media penyalur kebutuhan dan pelepas dahaga akan hausnya rasa ingin tahu mereka akan halhal baru di sekitarnya, serta pengembang keterampilan yang dimilikinya. Pendidikan dasar pada masa sekolah dasar merupakan masa di mana anak menerima bekal untuk kehidupannya di masa mendatang. Masa ini berlangsung dari usia 6 – 12 tahun. Jadi, pada masa anak berusia 6 – 12 tahun, secara psikologis anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan secara fisik dan mental. Perkembangan mental meliputi perkembangan intelektual, emosi, bahasa, sosial, dan moral keagamaan (Susanto, 2015: 71). Sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan anak pada usia 6 sampai 12 tahun, karakteristik anak pada anak tersebut menurut Susanto (2015: 86), yaitu suka bermain, memiliki rasa ingin tahu yang besar, mudah terpengaruh oleh lingkungan, dan gemar membentuk kelompok sebaya. Berdasarkan karakteristik tersebut, pembelajaran di sekolah dasar harus diusahakan tercipta secara kondusif dan menyenangkan selama proses pembelajaran berlangsung (Susanto, 2015: 86). Proses belajar mengajar yang tercipta di kelas mempengaruhi makna pembelajaran yang diterima anak, karena belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku anak terhadap pengalaman yang didapatnya secara berulang-ulang (Susanto, 2014: 1). Jadi, belajar berhubungan dengan stimulus yang diterima anak sedemikian rupa, sehingga perbuatannya berubah dari



3



waktu sebelum ia menerima pengetahuan tersebut sesudah ia menerima pengetahuan tersebut. Bentuk nyata dari kegiatan belajar ini adalah hasil belajar. “Hasil belajar adalah perubahan perilaku yang berupa pengetahuan atau pemahaman, keterampilan dan sikap yang diperoleh peserta didik selama berlangsungnya proses belajar mengajar atau yang lazim disebut dengan pembelajaran” (Susanto, 2014: 1). Hasil belajar inilah yang dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan peserta didiknya dalam rangka mencapai tujuantujuan belajarnya. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang ada di sekolah dasar. Cakupan kajian IPS sangatlah luas, namun sesuai dalam Kurikulum Pendidikan Dasar Tahun 1993, “disebutkan bahwa IPS adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian geografi, ekonomi, sejarah, antropologi, sosiologi, dan tata negara” (Susanto, 2015: 139). Luasnya kajian tentang IPS, maka dibutuhkan pembelajaran yang berkesinambungan dari setiap jenjang pendidikan anak, agar tercapainya tujuan utama IPS, yaitu membantu dan mengembangkan kemampuan dan wawasan siswa secara komprehensif tentang berbagai aspek ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan (Susanto, 2015: 138). Pelajaran IPS sangat mempengaruhi terhadap perkembangan sosial anak di masa depan. Sejalan dengan hal tersebut, pembelajaran pendidikan IPS memiliki tujuan, yaitu untuk memahami dan mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, keterampilan sosial, kewarganegaraan, fakta, peristiwa, konsep dan



4



generalisasi serta mampu merefleksikan dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara (Susanto, 2014: 2). Tujuan pembelajaran IPS secara khusus dikemukakan oleh Chapin & Messick dalam Susanto (2015: 147) terdapat empat komponen, yaitu: 1) memberikan kepada siswa pengetahuan tentang pengalaman manusia dalam kehidupan bermasyarakat pada masa lalu, sekarang, dan masa yang akan datang; 2) menolong siswa untuk mengembangkan keterampilan untuk mencari dan mengolah atau memproses informasi; 3) menolong siswa untuk mengembangkan nilai/sikap demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat; dan 4) menyediakan kesempatan kepada siswa untuk berperan serta dalam kehidupan sosial. Sejalan dengan pernyataan di atas, dalam KTSP dalam Susanto (2015:149), pemerintah telah memberikan arah yang jelas pada tujuan dan ruang lingkup pembelajaran IPS, yaitu: 1) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya; 2) memliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial; 3) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; dan 4) memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. Dalam



proses



pembelajaran



IPS



disusun



secara



sistematis,



komprehensif dan terpadu. Tujuan mata pelajaran IPS, sebagaimana telah dikemukakan di atas, salah satunya adalah agar peserta didik memiliki kemampuan dasar berpikir logis dan kritis, serta memiliki keterampilan sosial. Susanto (2014: 41) menyatakan bahwa, “keterampilan sosial adalah perilaku yang perlu dipelajari dan dikuasai atau dimiliki oleh peserta didik, karena dengan itu memungkinkan individu dapat berinteraksi untuk memperoleh respons positif dan menghindari respons negatif”.



5



Dengan demikian, pengembangan keterampilan sosial yang terdapat di mata pelajaran IPS sangatlah penting diajarkan di sekolah dasar sebagai salah satu tujuan pendidikan di sekolah. “Nilai-nilai (keterampilan) sosial sangat penting bagi peserta didik, karena berfungsi sebagai acuan bertingkah laku terhadap sesamanya, sehingga dapat diterima di masyarakat” (Susanto, 2014: 45). Keterampilan sosial juga berfungsi sebagai sarana untuk memperoleh hubungan yang baik dalam berinteraksi dengan orang lain, misalnya melakukan penyelamatan lingkungan, membantu orang lain, kerja sama, mengambil keputusan, berkomunikasi, dan partisipasi. Pentingnya mata pelajaran IPS di sekolah dasar telah menjadi urgensi pembelajaran itu sendiri. Melihat fakta yang ada di kelas, masih banyak yang terjebak dalam pembelajaran yang bersifat konvensional, entah itu menekankan pada ingatan dan penghafalan, pembelajaran yang hanya di lakukan satu arah, dan lain sebagainya. Berdasarkan pengamatan di SDN-SN ......... 7 Banjarmasin kelas VB, siswa belum bisa memahami konsep-konsep yang berkaitan dengan masyarakat dan lingkungannya dikarenakan pembelajaran hanya dilaksanakan satu arah, tidak ada umpan balik selama proses pembelajaran berlangsung, dan hanya beberapa siswa saja yang berperan aktif selama pembelajaran berlangsung. Selama proses pembelajaran juga siswa cendrung pasif menerima pelajaran, siswa tidak diajak berpikir logis dan kritis. Pembelajaran juga kurang menarik bagi siswa, sehingga tidak memunculkan rasa keingintahuannya akan pelajaran tersebut dan hal itu membuat siswa tidak menemukan dan



6



membangun



sendiri



pengetahuan



yang



diterimanya,



akibatnya



pembelajaranpun menjadi tidak bermakna. Selama pembelajaran pun tidak ditanamkannya komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial, yang menjadikan siswa hanya menerima pelajaran apa adanya. Kesan terhadap pembelajaranpun belum tercipta dan belum adanya penanaman karakter dari pembelajaran yang diajarkan. Dalam pembelajaran, siswa cendrung menunjukkan egonya masingmasing, sehingga komunikasi dan interaksi serta kerja sama kurang terjalin. Meskipun dengan ego yang tinggi, terlihat kompetisi satu sama lain untuk membuktikan siapa yang lebih baik., namun masih belum diarahkan dengan baik. Berdasarkan hal di atas, siswa yang seharusnya memiliki rasa ingin tahu yang dimulai dari menggali informasi melalui bertanya sedetail mungkin mengenai berbagai permasalahan yang disajikan, berinteraksi dan saling bertukar informasi dengan teman sejawat, sehingga bisa menemukan pemecahan dari masalah yang disajikan, tidak terlaksana sepenuhnya dengan baik. Tingkat rasa ingin tahu akan sesuatu pada diri siswa masih rendah meski ada beberapa siswa yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Selain itu, kurangnya kerja sama dan interaksi antarsesama, sehingga permasalahan yang disajikan menjadi sulit untuk diatasi, dan semua ini dikarenakan pembelajaran yang dilaksanakan masih bersifat konvensional. Berdasarkan wawancara dengan guru kelas dan hasil observasi pada bulan November 2015 di kelas VB SDN-SN ......... 7 Banjarmasin, aktifitas



7



siswa di dalam kelas memang telah menerapkan pendekatan scientific, namun pembelajaran tidak diselingi dengan pemakaian model pembelajaran yang dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran, hal ini berdampak pada jumlah siswa yang aktif hanya sekitar 28% dari jumlah siswa yang ada di dalam kelas, sedangkan sisanya belum menunjukkan partisipasi yang mendalam. Menurut penjelasan guru sekaligus wali kelas VB SDN-SN ......... 7 Banjarmasin, ibu Fitri Noormawati, S.Pd., sebagian siswa yang aktif tersebut memang mempunyai antusias yang tinggi terhadap proses pembelajaran, mereka mempunyai inisiatif sendiri dalam menentukan solusi dalam setiap permasalahan yang ada di dalam kegiatan pembelajaran. Namun menurut penuturan beliau, guru masih merasa belum mahir dan menguasai dalam penerapan Kurikulum 2013 karena kurikulum ini baru-baru saja diterapkan di sekolah tersebut, sehingga perkembangan potensi siswa yang telah memiliki kemampuan lebih dan kreatif dalam memecahkan masalah belum mendapat banyak perhatian. Hal ini didukung dengan perolehan hasil belajar siswa pada muatan IPS, yang menunjukkan bahwa sekitar 65% siswa belum menguasai konsep secara mendalam. Hal ini terlihat dari hasil ulangan tiap subtema yang di dalamnya ada memuat soal-soal yang berhubungan dengan konsep IPS. Sementara itu, hasil belajar secara keseluruhan yang diteliti melalui perolehan nilai ulangan tema 7 pada tahun ajaran 2014/2015, hasil belajar siswa di kelas VB SDN-SN ......... 7 Banjarmasin masih tergolong kurang memuaskan, yaitu nilai rata-rata yang diperoleh siswa adalah 60 dan diperoleh presentasi



8



sebesar 77,41% yang tidak memenuhi nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada tiap tema yang seharusnya KKMnya adalah 75 dan hanya 22.59% siswa yang tuntas sebelum diadakan remedial. Dari hasil analisis yang dilakukan, pembelajaran yang dilaksanakan di dalam kelas hanya bersifat satu arah, sehingga siswa kesulitan memahami konsep-konsep sosial yang diberikan. Jika konsep-konsep sosial yang berkaitan dengan masyarkat dan lingkungan sekitar tidak tertanam dalam diri siswa, misalnya berinteraksi dengan masyarakat, saling membantu jika ada kesulitan, tentunya hal ini akan mengakibatkan rendahnya partisipasi siswa dalam kehidupan bermasyarakat dan siswapun akan menganggap tidak perlunya bersosialisasi dalam masyarakat, serta menutup diri dari dunia luar. Pembelajaran juga hanya bersifat hafalan dan siswa cendrung pasif. Siswa hanya diberikan materi lalu dibiarkan begitu saja. Siswa belum diajak untuk berpikir logis dan kritis selama pembelajaran. Siswa yang tidak terlatih sejak dini untuk berpikir secara logis dan kritis akan mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Siswa yang cendrung pasif dalam kehidupannya juga hanya akan menerima dan tidak mau mencari sendiri akan sesuatu hal. Hal ini tentu berdampak buruk jika tidak dilatih secara berkesinambungan. Kurangnya partisipasi siswa selama pembelajaran, membuat siswa menerima pelajaran apa adanya. Tidak ada proses konstruksi ilmu yang menjadikan ilmu lebih bermakna, sehingga nilai-nilai sosial yang terkandung dalam pembelajaran belum dapat ditangkap oleh siswa. Nilai-nilai sosial



9



kemanusiaan yang tidak ditanamkan sejak dini juga akan berdampak untuk kehidupannya di masyarakat. Siswa akan menjadi tidak mengerti nilai-nilai sosial dan bahkan akan dikesampingkannya selama hidup bermasyarakat. Yang mana hal ini akan berdampak pada tingkah laku anak dan cara pandangnya di dalam kehidupan bermasyarakat. Selama pembelajaran berlangsung, tidak terlihat adanya arahan untuk mengerjakan tugas secara berkelompok, yang mana hal ini akan meningkatkan ego siswa masing-masing, sehingga kurang tertanam hasrat untuk bekerja sama satu sama lain. Dalam kehidupan bermasyarakat juga sangat penting untuk berkomunikasi dan bekerja sama, namun jika ini tidak dilatih dan ditanamkan di diri anak, akan membuat anak menjadi sulit berbicara atau bergaul dengan masyarakat dan memiliki ego yang tinggi untuk tidak bekerja sama dengan orang lain. Kondisi demikian apabila diteruskan akan berdampak buruk terhadap kualitas pembelajaran di kelas, khususnya kelas VB, SDN-SN ......... 7 Banjarmasin. Proses pembelajaran akan terhambat dan hasilnya akan menjadi kurang maksimal dan juga akan berdampak pada prestasi belajar siswa yang kian menurun. Hal ini juga berdampak kepada siswa ke depannya yang belum memahami sepenuhnya konsep-konsep pembelajaran IPS di tingkat sekolah dasar, akan mengalami kesulitan lagi nantinya dalam memahami konsepkonsep yang lebih rumit. Mengingat dalam setiap situasi selalu ada jalan keluar berupa solusi yang bisa menyelesaikan berbagai persoalan yang sedang kita hadapi seperti di



10



atas. Caranya adalah menggunakan metode, model, dan strategi pembelajaran yang dapat memacu siswa lebih aktif selama proses pembelajaran berlangsung yang dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar dan berkomunikasi antarsiswa, serta memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada siswa untuk mengembangkan kreatifitas dan berpikir kritis dalam memecahkan masalah. Dari berbagai macam model pembelajaran yang tersedian, peneliti menggunakan model utama, yaitu model pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL), yang mana model ini mengajak siswa menemukan masalah dari materi yang sedang dipelajarinya dan menemukan sendiri solusi untuk masalah tersebut. Model pembelajaran PBL ini melatih siswa untuk berpikir kritis dan logis, karena dalam setiap pemecahan masalah yang mereka hadapi, siswa harus mengamati, meneliti, menggali informasi lebih dalam, mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, dan mengujinya, serta menarik kesimpulan atas apa yang telah ditemukannya. Dengan begitu, terjadinya konstruksi ilmu pengetahuan dalam diri anak, yang mana anak membangun sendiri pengetahuan yang didapatnya, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Selain menggunakan model pembelajaran PBL, peneliti juga mengkombinasikan model tersebut dengan model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) dan Time Token. Tujuan dari pengkombinasian model pembelajaran ini adalah sebagai upaya peneliti dalam mengatasi permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya. Model pembelajaran TGT merupakan model pembelajaran yang mengajak siswa secara aktif berkelompok dan



11



berkompetisi. Model ini melatih kerjasama siswa melalui permainan dan tournament, yang mana selain menyenangkan juga lebih meningkatkan keaktifan siswa. Di samping itu, model pembelajaran Time Token dipilih peneliti karena model ini dapat mengatasi siswa yang malu dan tidak mau mengemukakan pendapatnya. Salah satu dari keterampilan sosial yang ingin diterapkan peneliti, yaitu komunikasi. Selama observasi di kelas juga menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang malu-malu dalam menyampaikan pendapatnya, hanya beberapa siswa saja yang aktif menyampaikan pendapat. Maka dari itu, model pembelajaran Time Token ini mengajak seluruh siswa untuk mengemukakan pendapatnya dengan batasan waktu yang diberikan, sehingga semua pendapat siswa dapat didengar dan menjadi pertimbangan dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Oleh karena itu, peneliti mengkombinasikan ketiga model di atas dalam upaya mengatasi masalah pembelajaran yang ada di kelas VB, SDN-SN ......... 7 Banjarmasin tersebut. Dengan demikian, peneliti mencoba memecahkan permasalahan tersebut melalui penelitian tindakan kelas dengan judul: “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar pada Tema Lingkungan Sahabat Kita dengan Muatan IPS melalui Kombinasi Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token pada Siswa Kelas VB SDN-SN ......... 7 Banjarmasin”.



B. Rumusan Masalah



12



Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini dapat dirumuskan dengan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana aktivitas guru dalam pembelajaran pada tema Lingkungan Sahabat Kita dengan Muatan IPS melalui Kombinasi Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token pada siswa kelas VB SDN-SN ......... 7 Banjarmasin? 2. Bagaimana aktivitas siswa dalam pembelajaran tema Lingkungan Sahabat Kita dengan Muatan IPS melalui Kombinasi Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token pada siswa kelas VB SDN-SN ......... 7 Banjarmasin? 3. Apakah terdapat peningkatan hasil belajar dalam tema Lingkungan Sahabat Kita dengan Muatan IPS melalui Kombinasi Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token pada siswa kelas VB SDN-SN ......... 7 Banjarmasin?



C. Rencana Pemecahan Masalah Masalah yang ditemukan di lapangan berkaitan dengan pembelajaran di kelas yang bersifat konvensional dalam artian siswa hanya menghafal dan mengingat materi yang disampaikan, sehingga membuat siswa kesulitan dalam memahami



konsep-konsep



yang



berkaitan



dengan



masyarakat



dan



lingkungannya. Pembelajaran yang hanya bersifat satu arah yang menjadikan pembelajaran jadi kurang bermakna. Tingkat partisipasi siswa juga kurang tinggi, sebagian besar hanya bersifat pasif, walaupun ada beberapa siswa yang



13



aktif. Hal ini menyebabkan siswa kurang diajak untuk berpikir logis dan kritis. Selama pembelajaran juga belum terlihat siswa diarahkan untuk bekerja secara kelompok yang menyebabkan siswa mengikuti egonya masing-masing. Sesuai dengan permasalahan dalam latar belakang dan rumusan masalah yang telah dinyatakan, maka pemecahan masalah dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL). Model ini dipilih karena pembelajaran berbasis masalah berdasarkan tujuan mata pelajaran IPS yang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang seharihari baik yang terjadi pada dirinya maupun masyarakat. Sehubungan dengan tujuan pembelajaran IPS tersebut, maka mata pelajaran IPS yang seyogianya berhubungan dengan topik masalah-masalah sosial dapat disajikan dengan cara yang menarik. Hal ini sesuai dengan pendapat Susanto (2014: 65) yang menyatakan bahwa Dengan menggunakan permasalahan riil yang disajikan dengan cara yang menarik dapat menjadi suatu konteks bagi siswa untuk berpikir kritis, mampu belajar memecahkan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial, sehingga siswa merasa tertarik dan melibatkan diri secara aktif dalam proses belajar mengajar. Sejalan dengan pernyataan di atas, menurut Woods dalam Amir (2015: 13) yang menyatakan bahwa “PBL lebih dari sekedar lingkungan yang efektif untuk mempelajari sesuatu. Ia dapat membantu pemelajar membangun



14



kecakapan sepanjang hidupnya dalam memecahkan masalah, kerja sama tim, dan berkomunikasi”. Adapun langkah-langkah model pembelajaran PBL ini menurut Suriansyah dkk (2014: 173-174), yaitu 1) menyadari masalah; 2) merumuskan masalah; 3) merumuskan hipotesis; 4) mengumpulkan data; 5) menguji hipotesis; dan 6) menentukan pilihan penyelesaian. Selain itu, peneliti juga berupaya untuk memberikan solusi terbaik dengan



mengombinasikan



model



pembelajaran



PBL



dengan



model



pembelajaran Team, Games, Tournament (TGT) dan Time Token. Alasan peneliti menggunakan model pembelajaran TGT ini adalah untuk memberi kesempatan siswa secara kelompok untuk berkompetisi antarkelompok dengan cara yang menyenangkan dalam menguji pengetahuan yang didapatkannya selama proses pemecahan masalah yang disajikan sebelumnya. TGT ini juga dipilih karena mengandung unsur permainan yang mana akan meningkatkan aktfivitas siswa selama pembelajaran berlangsung. Adapun langkah-langkah model pembelajaran TGT ini adalah sebagai berikut, 1) penyajian kelas atau presentasi guru, guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas; 2) kelompok belajar (team), kelompok dibentuk terdiri dari 5 – 6 siswa; 3) permainan (games); 4) kompetisi (tournament); dan 5) penghargaan kelompok (team recognize) (Trianto, 2015: 132). Model pembelajaran Time Token juga menjadi model yang dikombinasikan dengan model PBL. Hal ini dikarenakan agar partisipasi siswa selama pembelajaran dan khususnya mengemukakan pendapat dapat terlaksana



15



secara merata, sehingga tidak ada siswa yang aktif sekali atau mendominasi kelas dan siswa tidak aktif sama sekali. Langkah-langkah model pembelajaran Time Token adalah sebagai berikut, 1) guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD; 2) guru mengondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi klasikal; 3) guru memberi tugas kepada siswa; 4) guru memberikan sejumlah kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik/kupon pada tiap siswa; 5) guru meminta siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu sebelum berbicara atau memberi komentar; dan 6) guru memberi sejumlah nilai sesuai waktu yang digunakan tiap siswa (Shoimin, 2014: 67). Untuk langkah-langkah kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token adalah sebagai berikut: 1. Guru menunjukkan gambar yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari, kemudian meminta siswa untuk mengamati gambar tersebut dengan seksama. (Mengamati dan Menyadari Masalah dalam model pembelajaran PBL) 2. Orientasi, membina iklim pembelajaran yang responsif dengan meminta siswa untuk melontarkan pertanyaan dari gambar yang diamati, kegiatan ini merupakan tanya jawab rebutan sebelum memasuki materi pelajaran. (Menanya – Orientasi dalam model pembelajaran PBL) 3. Membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah anggota 5 – 6 orang. (Team dalam model pembelajaran TGT)



16



4. Merumuskan masalah, membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. (Langkah Merumuskan Masalah – model pembelajaran PBL) 5. Merumuskan hipotesis, mengajak siswa merumuskan jawaban sementara dari permasalahan yang dikaji. Siswa juga diberikan kupon berbicara yang akan



digunakan



dalam



menyampaikan



hipotesisnya.



(Langkah



Merumuskan Hipotesis – model pembelajaran PBL dan membagikan kupon berbicara - model pembelajaran Time Token) 6. Mengumpulkan data, melakukan aktivitas menjaring data yang relevan berdasarkan



lembar



kerja



kelompok



yang



tersedia.



(Langkah



Pengumpulan Data – model pembelajaran PBL) 7. Menguji hipotesis, siswa menelaah data dan sekaligus membahasnya untuk melihat hubungannya dengan masalah yang dikaji, serta dituangkan ke dalam lembar kerja kelompok. (Menalar dan langkah Menguji Hipotesis – model pembelajaran PBL) 8. Merumuskan kesimpulan dan presentasi, mendeskripsikan solusi yang diperoleh berdasarkan pengujian hipotesis dan mempresentasikannya di depan kelas. Namun, hanya beberapa siswa yang masing mempunyai kupon yang harus mempresentasikannya. (Mengkomunikasikan – Pendekatan Scientific dan langkah model pembelajaran Time Token) 9. Mengadakan permainan, permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan. (Langkah Game – model pembelajaran TGT)



17



10. Kompetisi, dilaksanakan dengan mempertemukan setiap perwakilan anggota kelompok berdasarkan tingkat kecerdasan yang sama dan akan diberikan pertanyaa untuk menguji pengetahuan. Setiap perwakilan yang terlebih dahulu mengangkat tangan, dialah yang berhak menjawab pertanyaan. (Langkah Tournament – model pembelajaran TGT) 11. Memberikan penghargaan kepada kelompok dengan skor tertinggi. (Langkah Team Recognize – model pembelajaran TGT)



D. Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui aktivitas guru dalam pembelajaran tema Lingkungan Sahabat Kita dengan muatan IPS menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token pada siswa kelas VB SDN-SN ......... 7 Banjarmasin. 2. Mengetahui aktivitas siswa dalam pembelajaran tema Lingkungan Sahabat Kita dengan muatan IPS menggunakan kombinasi kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token pada siswa kelas VB SDN-SN ......... 7 Banjarmasin. 3. Mengetahui hasil belajar siswa dalam tema Lingkungan Sahabat Kita dengan muatan IPS menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token pada kelas VB SDN-SN ......... 7 Banjarmasin.



18



E. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Bagi Guru Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan pandangan tentang kebaikan melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) dan menjadi bahan referensi guru untuk menggunakan model pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa. 2. Bagi Kepala Sekolah Semoga hasil dari penelitian ini menjadi materi dalam memberikan pelatihan kepada guru-guru dalam melakukan pengembangan profesi berkaitan dengan peningkatan kemampuan merancang proses pembelajaran yang inovatif. 3. Bagi Peneliti Penelitian ini merupakan sarana belajar bagi peneliti untuk menjadi calon pengajar yang profesional di masa depan.



4. Bagi Peneliti Lain Semoga penelitian ini menjadi referensi yang dapat membantu peneliti lain dalam melaksanakan penelitiannya.



19



20



BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar Menurut Djamarah dalam Suriansyah dkk (2014: 40) menyatakan bahwa, “usia sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam tahun hingga kira-kira sebelas atau dua belas tahun”. Karakteristik anak usia sekolah dasar masih tergolong anak usia dini, terutama di kelas awal. Pada masa ini merupakan masa yang sangat penting bagi anak. Anak perlu mendapat dorongan agar dapat berkembang secara optimal (Susanto, 2015: 70). Masa sekolah dasar menurut Suryosubroto (Suriansyah dkk, 2014: 41-42) dapat dibagi menjadi dua fase, yaitu: a. Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar (6 tahun sampai umur 10 tahun). Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini antara lain adalah sebagai berikut: 1) adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi sekolah; 2) sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan yang tradisional; 3) adanya kecendrungan memuji diri sendiri, suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain, kalau hal ini dirasa menguntungkan, dalam hal ini ada kecendrungan untuk meremehkan anak lain; 4) kalau tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggapnya tidak penting; 5) pada masa ini (terutama pada umur 6-8 tahun), anak menghendaki nilai atau Rapor yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak. b. Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar, kira-kira umur 9 tahun sampai kira-kira umur 13 tahun. Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini adalah sebagai berikut: 1) adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit, hal ini menimbulkan adanya kecendrungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis; 2) amat realistis,



21



ingin tahu, ingin belajar; 3) menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan mata pelajaran-mata pelajaran khusus; 4) sampai kira-kira 11 tahun, anak membutuhkan seorang guru atau orangorang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugasnya dan memenuhi keinginannya, setelah kira-kira umur 11 tahun pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebeas dan berusaha menyelesaikannya sendiri; 5) pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah; dan 6) anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebagai sarana untuk dapat bermain bersama-sama. Menurut Piaget (Djamarah, 2008: 9), “karakteristik belajar anakanak tingkat SD mempunyai kecendrungan sebagai berikut: beranjak dari hal-hal yang konkrit, memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu kebutuhan, terpadu, dan melalui proses manipulasi”. Berdasarkan uraian di atas, siswa sekolah dasar berada pada tahap operasional konkrit yang masih tergantung pada objek-objek sebenarnya, memiliki rasa ingin tahu yang besar, dan senang bermain berkelompok. Karakteristik peserta didik adalah totalitas kemampuan dan perilaku yang ada pada pribadi mereka sebagai hasil dari interaksi antara pembawaan dengan lingkungan sosialnya, sehingga menentukan pola aktivitasnya dalam mewujudkan harapan dan meraih cita-citanya. Karena itu, upaya memahami perkembangan peserta didik harus dikaitkan atau disesuaikan dengan karakteristik siswa itu sendiri. Ada empat hal dominan dari karateristik siswa menurut Danim (2010: 4), yaitu (1) kemampuan dasar, misalnya kemampuan kognitif atau intelektual, afektif, dan psikomotor; (2) Latarbelakang kultural lokal, status sosial, status ekonomi, agama, dan sebagainya; (3) Perbedaan-perbedaan kepribadian, seperti sikap, perasaan,



22



minat, dan lain-lain; dan (4) cita-cita, pandangan ke depan, keyakinan diri, daya tahan, dan lain-lain. Dari



karakteristik



anak



sekolah



dasar



inilah



kita



dapat



mengembangkan model pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan siswa, sehingga dapat menyajikan pembelajaran yang efektif dan efisien agar tercapainya hasil belajar yang optimal.



2. Hakikat Belajar dan Pembelajaran a. Konsep Belajar Ada banyak pendapat para ahli mengenai definisi belajar, di antaranya ada menurut R. Gagne (Susanto, 2015: 1) yang menyatakan bahwa, “belajar dapat didefinisi kan sebagai suatu proses di mana suatu organism berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”. Adapun menurut Burton yang menyatakan bahwa, “belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu lain dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka mampu berinteraksi dengan lingkungannya” (Susanto, 2015: 3). Hilgard (1962) juga menyatakan bahwa, “belajar adalah suatu perubahan kegiatan reaksi terhadap lingkungan …. Belajar juga merupakan proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan, pembiasaan, pengalaman, dan sebagainya” (Susanto, 2015: 3).



23



Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku (Slameto, 2010: 2). Sementara menurut Hamalik (2003) menjelaskan bahwa “belajar adalah memodifikasi atau memperteguh perilaku seseorang pengalaman” (Susanto, 2015: 3-4). Sejalan



dengan



pendapat



sebelumnya,



James



O.



Whittaker



mengemukakan belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latiahn atau pengalaman. Belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya (Aunurrahman, 2012: 35) Menurut W.S. Winkel (2002) menyatakan bahwa, “belajar adalah suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan



lingkungan,



dan



menghasilkan



perubahan-perubahan



dalam



pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap yang bersifat relative konstan dan berbekas” (Susanto, 2015: 4). Menurut Jackson (1991), “belajar merupakan proses membangun pengetahuan melalui transformasi pengalaman, … . Proses belajar itu sendiri bersifat individual dan kontekstual, artinya proses belajar tersebut terjadi dalam diri individu sesuai dengan perkembangan dan lingkungannya” (Rusman, 2014: 252).



24



Dari beberapa pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang dilakuakan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru, sehingga memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang yang relative baik dalam berpikir, merasa, maupun bertindak. Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran siswa. Berdasarkan teori belajar ini, diharapkan suatu proses belajar akan dapat lebih meningkatkan perolehan siswa sebagai hasil belajar. Berdasarkan teori belajar di atas juga, berkaitan dengan belajar bermakna (meaningfull learning). Menurut Rusman (2014: 252), “belajar bermakna pada dasarnya merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang”. Rusman (2014: 252-253) juga menyatakan, “Proses belajar tidak sekedar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belakang (root learning), namun berusaha menghubungkan konsep-konsep tersebut untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan”. Dengan demikian, agar terjadi pembelajaran bermakna, maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu memadukannya secara harmonis konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan. Bila tidak dilakukan usaha untuk memadukan pengetahuan baru dengan konsep-konsep relevan yang



25



sudah dimiliki siswa, maka pengetahuan baru tersebut cendrung akan dipelajari secara hafalan. Maka dari itu, belajar akan lebih bermaknsa jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. b. Konsep Pembelajaran Kata pembelajaran merupakan perpaduan dari dua aktivitas, yaitu belajar dan mengajar. Dengan kata lain, menurut Susanto (2015: 18-19), “pembelajaran adalah penyederhanaan dari kata belajar dan mengajar (BM), proses belajar mengajar (PBM), atau kegiatan belajar mengajar (KBM)”. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tertulis bahwa, “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Pembelajaran biasanya diidentikkan dengan kata “mengajar” yang berasal dari kata dasar “ajar”, yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui. Dilihat dari aspek kegunaannya, pengertian mengajar dapat dipandang dari dua aspek, yaitu mengajar secara tradisional dan modern. Pertama, mengajar secara tradisional adalah menyampaikan kepada siswa atau murid di sekolah (Susanto, 2015: 19-20).



26



Sejalan dengan pendapat di atas, Slameto (2003) juga menyatakan bahwa, “mengajar adalah penyerahan kebudayaan kepada anak didik yang berupa pengalaman dan kecakapan atau usaha untuk mewariskan kebudayaan masyarakat kepada generasi berikutnya” (Susanto, 2015: 20). Dengan kata lain, aktivitas sepenuhnya ada di guru, siswa hanya mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru. Kedua, pengertian mengajar dalam konteks dunia modern sekarang ini, mengajar diartikan sebagai usaha mengorganisasi lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa (Susanto, 2015: 20). Hal ini sejalan dengan pendapat Howard (2003) yang menyatakan bahwa, “mengajar adalah suatu aktivitas membimbing atau menolong seseorang untuk mendapatkan, mengubah, atau mengembangkan keterampilan, sikap (attitude), cita-cita (ideals), pengetahuan (knowledge), dan penghargaan (appreciation)” (Susanto, 2015: 20). Dengan mengacu kepada konsep mengajar secara modern ini, maka dapat dimengerti bahwa mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moral yang cukup berat. Di mana guru harus mampu menciptakan kondisi belajar yang baik, menarik, dan bermakna. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa orientasi mengajar dalam konteks belajar mengajar (pembelajaran) diarahkan untuk pengembangan aktivitas siswa dalam belajar.



27



c. Konsep Aktivitas Guru Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tertulis bahwa, “guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”. Sejalan dengan pendapat di atas, Suriansyah dkk (2014: 4) menyatakan bahwa, “guru merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran di kelas”. Seperti yang telah dikemukan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, disebutkan bahwa guru merupakan pendidik profesional. Robert F. McNergney (dari University of Virginia) dan Carol A. Carrier (dari University of Minnesota) menyatakan bahwa, “ada dua tugas dan perilaku guru yang merupakan refleksi profesional dalam tugas: (1) mempunyai komitemen yang tinggi terhadap siswa, dan (2) mempunyai komitmen yang tinggi terhadap profesi itu sendiri (Suriansyah dkk, 2014: 5). Guru yang profesional juga memiliki kemampuan-kemampuan tertentu. Kemampuan-kemampuan itu diperlukan dalam membantu siswa dalam belajar. Susanto (2015: 18) menyatakan bahwa, “guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompeten dalam bidangnya dan menguasai dengan baik bahan yang akan diajarkan serta mampu memilih metode belajar mengajar yang tepat, sehingga pendekatan itu bisa berjalan dengan semestinya”.



28



Sejalan dengan guru yang profesional seperti yang diuraikan di atas, Indra Jati Sidi (2001) mengungkapkan bahwa, “guru masa depan tidak hanya tampil sebagai pengajar (teacher) seperti fungsinya selama ini yang menonjol, melainkan juga sebagai pelatih (coach), pembimbing (counselor), dan manajer belajar (learning manager)” (Suriansyah dkk, 2014: 6). Suriansyah dkk (2014: 7) menyatakan bahwa, Sebagai pelatih, guru mendorong peserta didik untuk bekerja keras dan mencapai prestasi yang setinggi-tingginya, membantu menghargai nilai belajar dan pengetahuan. Sebagai konselor, guru berperan sebagai sahabat siswa, menjadi teladan dalam pribadi yang mengandung rasa hormat dan keakraban dari siswa. Sebagai manajer belajar, guru membimbing peserta didik untuk selalu belajar, mengambil prakarsa dan mengeluarkan ide-ide yang baik yang dimilikinya. Dengan demikian, di zaman yang semakin maju ini, peran guru tidak hanya sebatas menyampaikan materi di sekolah, namun benar-benar dalam membimbing, membina, dan mengajarkan siswa membangun pengetahuan yang diterimanya dengan sebaik-baiknya agar dapat membentuk karakter dan mengembangkan potensi yang dimiliki anak secara optimal. d. Konsep Aktivitas Siswa Siswa sebagai peserta didik adalah sebagai subjek didik, bukan objek yang siap diisi dengan ilmu pengetahuan dari otak guru (Suriansyah dkk, 2014: 7). Dalam kehidupannya sebagai subjek didik, anak memiliki kekuasaan atas dirinya sendiri yang merasa ingin diakui keberadaannya. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang tertulis bahwa, “peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha



29



mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu”. Sejalan dengan kutipan di atas, bahwa melalui proses pembelajaranlah siswa diharapkan mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pasal 19 (ayat 1) yang berbunyi, “proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik dan fisiologi peserta didik”. Upaya meningkatkan aktivitas belajar siswa merupakan tantangan yang selalu dihadapi oleh setiap orang yang berkecimpung dalam profesi keguruan dan pendidikan. Proses pembelajaran dikatakan berlangsung, apabila ada aktvitas siswa di dalamnya. Dave Meier mengemukakan bahwa “belajar harus dilakukan dengan aktvitas, yaitu menggerakkan fisik ketika belajar dan memanfaatkan indera siswa sebanyak mungkin dan membuat seluruh tubuh/pikiran terlibat dalam proses belajar” (Rusman, 2014: 389). Sejalan dengan pendapat di atas, Kunandar (2010: 277) menyatakan “aktivitas siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian dan aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut”.



30



Dipandang dari sisi proses belajar, pembelajaran berbasis aktivitas siswa menekankan pada aktivitas siswa yang optimal, seimbang antara aktivitas fisik, mental, emosional, dan intelektual. Dipandang dari hasil belajar, pembelajaran berbasis aktivitas siswa menghendaki hasil belajar yang seimbang dan terpadu antara kemampuan intelektual (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik) (Djamarah, 2014: 255). Dengan demikian, siswa berhak mendapatkan pembelajaran yang dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Melalui aktivitas pembelajaran di kelaslah, siswa dapat mencurahkan segala kreativitas dan belajar mandiri, untuk bekal di masa yang akan datang. e. Hakikat Hasil Belajar Secara sederhana, Susanto (2015: 5) menyatakan bahwa, “yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar”. Nawawi dalam Susanto (2015: 5) menyatakan bahwa, “hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah pelajaran tertentu”. Berdasarkan tujuan belajar yang ditetapkan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran ataupun kegiatan instruksional inilah yang menjadi acuan siswa berhasil atau tidaknya dalam belajar. Skor juga bukan menjadi patokan mutlak siswa berhasil dalam belajar atau penguasaan ilmu pengetahuan, tetapi juga sikap dan keterampilan. Seperti



31



yang dinyatakan oleh Susanto (2015: 5), “berdasarkan konsep belajar, dapat dipahami tentang makna hasil belajar, yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar”. Untuk mengetahui apakah tujuan pembelajaran tercapai atau tidak, makan dilakukanlah evaluasi. Evaluasi adalah kegiatan mengidentifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau tida, dan dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya (Poerwanti, 2009: 19). Selain itu, dengan dilakukannya evaluasi ini dapat dijadikan feedback atau tindak lanjut, atau bahkan cara mengukur tingkat penguasaan siswa. Kemajuan prestasi belajar siswa tidak saja diukur dari tingat penguasaan ilmu pengetahuan, tetapi juga dari keterampilan. Dengan demikian, penilaian hasil belajar siswa mencakup segala hal yang dipelajari di sekolah, baik itu menyangkut pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang berkaitan dengan mata pelajaran yang diberikan kepada siswa (Susanto, 2015: 5). Jadi, hasil belajar adalah suatu penilaian akhir terhadap kemampuan siswa dari proses dan pengenalan yang berulang-berulang, baik dari segi kognitif, afektif, dan psikomotor, serta akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya, karena hasil belajar tutr serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi, sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik.



32



3. Konsep Kurikulum 2013 Menurut Kurinasih & Berlin (2014: 1), “istilah kurikulum bukanlah asli bahasa Indonesia …. Istilah kurikulum itu sendiri diambil dari bahasa Yunani, yaitu curriculum, yang pada zaman Yunani dulu istilah ini dipakai untuk dunia olahraga, yaitu berupa jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari, dari start-finish”. Istilah ini kemudian mengalami perkembangan dan meluas merambah ke dunia pendidikan. Di Indonesia, pengertian kurikulum terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 butir 19, yaitu “kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggara kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Kurikulum itu bersifat dinamis, kurikulum tidak harus terus beradaptasi dengan berbagai perubahan dan perkembangan yang ada. Kurikulum tidak dapat bersifat stagnan karena kurikulum itu sendiri terkait erat dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Sejalan dengan yang dikemukakan Kurinasih & Berlin (2014: 3), yaitu “kurikulum akan terus menerus mengalami perubahan agar suatu kurikulum mampu menjawab tantangan zaman yang terus berubah tanpa dapat dicegah, dan untuk mempersiapkan peserta didik yang mampu bersaing di masa depan dengan segala kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi”.



33



Indonesia sudah beberapa kali berganti kurikulum. Kurikulum yang sekarang sedang dicanangkan adalah Kurikulum 2013. Berdasarkan paparan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Ir. Muhammad Nuh, menegaskan bahwa, “kurikulum 2013 lebih ditekankan pada kompetensi dengan pemikiran kompetensi berbasis sikap, keterampilan, dan pengetahuan” (Kurinasih & Berlin, 2014: 7). Kurinasih & Berlin (2014: 7) juga menyatakan bahwa, Ciri kurikulum 2013 yang paling mendasar ialah menuntut kemampuan guru dalam berpengetahuan dan mencari tahu pengetahuan sebanyakbanyaknya karena siswa zaman sekarang telah mudah mencari informasi dengan bebas melalui perkembangan teknologi dan informasi. Sedangkan untuk siswa lebih didorong untuk memiliki tanggung jawab kepada lingkungan, kemampuan interpersonal, antarpersonal, maupun memiliki kemampuan berpikir kritis. Tujuannya adalah terbentuk generasi produktif, kreatif, inovatif, dan afektif”. Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan scientific atau ilmiah dalam pembelajaran. Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengisyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan scientific atau ilmiah. Upaya penerapan pendekatan scientific atau ilmiah dalam proses pembelajaran ini menjadi ciri khas dari keberadaan Kurikulum 2013. Pendekatan scientific dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal dan memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak tergantung pada informasi dari guru saja. Menurut Kurinasih & Berlin (2014: 30), “penerapan pendekatan scientific dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses seperti



34



mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan”. Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, tugas guru adalah membimbing peserta didik, agar mereka belajar mandiri dan membangun pengetahuannya sendiri. Ada beberapa karakteristik pembelajaran dengan metode scientific menurut Kurinasih & Berlin (2014: 33), di antaranya sebagai berikut: 1) berpusat pada siswa; 2) melibatkan keterampilan proses sains dalam mengkontruksi konsep, hukum, atau prinsip; 3) melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa; dan 4) dapat mengembangkan karakter siswa. Kurinasih & Berlin (2014: 33-34) juga menyatakan Tujuan dari pembelajaran dengan pendekatan scientific, yang di antaranya adalah: 1) untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa; 2) untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematis; 3) terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan; 4) diperolehnya hasil belajar yang tinggi; 5) untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah; dan 6) untuk mengembangkan karakter siswa. Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan scientific, yaitu:



a. Mengamati (Observasi)



35



Metode



mengamati



mengutamakan



kebermaknaan



proses



pembelajaran (meaningfull learning). Dengan metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru. Kegiatan mengamati menurut Kurinasih & Berlin (2013: 39) menempuh langkah-langkah seperti berikut ini: 1) Menentukan objek apa saja yang akan diobservasi; 2) Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi; 3) Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer ataupun sekunder; 4) Menentukan di mana tempat objek yang akan diteliti; 5) Menentukan secara jelas bagaimana observasi dilakuak untuk mengumpulkan data agar berjalan dengan mudah dan lancer; 6) Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi, seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya. b. Menanya Guru yang profesional mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing siswa belajar dengan baik. Pertanyaan guru yang baik dan benar menginspirasi peserta didik untuk memberikan jawaban yang baik dan benar pula. Guru harus memahami kualitas pertanyaan, sehingga pertanyaan tersebut tepat sasaran ke ranah kognitif yang akan disentuh. Kurinasih & Berlin (2013: 44-47) menyatakan kriteria pertanyaan yang baik, di antaranya: 1) singkat dan jelas; 2) mengispirasi jawaban; 3) memiliki fokus; 4) bersifat probing atau divergent; 5) bersifat validatif atau



36



penguatan; 6) memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir ulang; 7) merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif; dan 8) merangsang potensi interaksi. c. Mengumpulkan informasi Kegiatan mengumpulkan informasi merupakan tindak lanjut dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi



dari



berbagai



sumber



melalui



berbagai



cara.



Dalam



Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, “aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek atau kejadian, aktivitas wawancara dengan narasumber dan sebagainya”. d. Mengasosiasikan/Mengolah Informasi/Menalar Pengolahan informasi dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut. Kurinasih & Berlin (2014: 52) menyatakan bahwa, “aktivitas pengolahan informasi ini juga diisitilahkan dengan kegiatan menalar, yaitu proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan”. e. Menarik Kesimpulan Kegiatan menyimpulkan dalam pembelajaran dengan pendekatan scientific merupakan lanjutan dari kegiatan mengolah data atau informasi. Setelah menemukan keterkaitan antar informasi dan menemukan berbagai



37



pola dari keterkaitan tersebut, selanjutnya secara bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok, atau secara individual membuat kesimpulan dengan bimbingan guru. f. Mengkomunikasikan Pada pendekatan scientific guru diharapkan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Menurut Kurinasih & Berlin (2014: 53) menyatakan bahwa, “kegiatan mengomunikasikan dapat dilakuakan dengan menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola, serta hasil tersebut disampaikan di kelas dan nilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik ataupun kelompok yang bersangkutan”. Dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, “mengomunikasikan adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya”.



4. Konsep Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar a. Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial Menurut Susanto (2014: 6), “Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial dan humaniora, yaitu sosiologi, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya”. IPS dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan suatu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu sosial di atas.



38



Menurut Zuraik dalam Susanto (2015: 137-138) menyatakan bahwa, “hakikat IPS adalah harapan untuk mampu membina suatu masyarakat yang baik di mana para anggotanya benar-benar berkembang sebagai insane sosial yang rasional dan penuh tanggung jawab, sehingga oleh karenanya diciptakan nilai-nilai”. Hakikat IPS di sekolah dasar memberikan pengetahuan dasar dan keterampilan sebagai media pelatihan bagi siswa sebagai warga negara sedini mungkin. Pelajaran IPS di SD mengajarkan konsep-konsep esensi ilmu sosial untuk membentuk subjek didik menjadi warga negara yang baik. Karena luasnya cakupan ilmu sosial pembinaan harus dilakukan secara berkesinambungan mulai dari tingkat terendah sampai ke tingkat yang lebih tinggi. Oleh karena itu, pengajaran tentang kehidupan manusia di masyarakat harus dimulai dari tingkat sekolah dasar bahkan sebelum SD. Tekanan yang dipelajari IPS berkenaan dengan gejala dan masalah kehidupan masyarakat yang nyata. Sejalan dengan Sanusi (1971) dalam Susanto (2014: 9) yang menyatakan bahwa, “studi sosial (IPS) lebih menitikberatkan pada masalah-masalah yang dapat dibahas dengan meninjau berbagai sudut yang ada hubungannya satu sama lain”. Jarolimek (1977) mengisyaratkan bahwa, “studi sosial lebih bersifat praktis, yaitu memberikan kemampuan kepada anak didik dalam mengelola dan memanfaatkan kekuatan-kekuatan fisik dan sosial dalam menciptakan kehidupan yang serasi juga mempersiapkan anak didik untuk mampu



39



memecahkan masalah sosial dan memiliki keyakinan akan kehidupan masa mendatang” (Susanto, 2014: 9). Jadi, pengertian studi sosial adalah bidang pengetahuan dan penelaahan gejala dan masalah sosial di masyarakat yang ditinjau dari berbagai aspek kehidupan sosial, dalam usaha mencari jalan keluar dari masalah-masalah tersebut. Hakikat IPS pada dasarnya adalah untuk mengembangkan konsep pemikiran yang berdasarkan realita kondisi sosial yang ada di lingkungan siswa, sehingga dengan memberikan pendidikan IPS diharapkan dapat melahirkan warga negara yang baik dan bertanggung jawab terhadap bangsa dan negaranya. b. Karakteristik Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar 1) Karateristik Dilihat dari Aspek Tujuan Menurut Susanto (2014: 10) menyatakan bahwa, “tujuan utama pembelajaran IPS adalah untuk membentuk dan mengembangkan pribadi warga negara yang baik (good citizenship)”. Oleh karena itu, tujuan pendidikan IPS adalah mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menguasai disiplin ilmu-ilmu sosial untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih tinggi.



Menurut Chapin & Messick (1992) menyatakan bahwa, Tujuan pembelajaran IPS dapat dikelompokkan ke dalam enam komponen, yaitu: 1) memberikan pengetahuan tentang



40



pengalaman manusia dalam bermasyarakat pada masa lalu, sekarang, dan yang akan datang; 2) mengembangkan keterampilan untuk mencari dan mengolah informasi; 3) mengembangkan nilai sikap demokrasi dalam bermasyarakat; 4) menyediakan kesempatan siswa untuk berperan serta dalam kehidupan sosial; 5) ditujukan pada pembekalan pengetahuan, pengembangan berpikir dan kemampuan berpikir kritis, melatih kebebasan keterampilan dan kebiasaan; dan 6) ditujukan kepada peserta didik untuk mampu memahami hal yang bersifat konkret, realistis dalam kehidupan sosial (Susanto, 2014: 10). Sementara Awan Mutakin (2003) menyatakan bahwa, “tujuan pembelajaran IPS secara keseluruhan membantu setiap individu untuk meningkatkan aspek ilmu pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai keterampilan. Di samping juga memenuhi kebutuhan human relationship, civic responsibility, economic competence, dan thinking ability” (Susanto, 2014: 10). Tujuan pendidikan IPS di atas pada intinya diarahkan pada proses pengembangan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari, baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.



2) Karakteristik Dilihat dari Aspek Ruang Lingkup Materi Susanto meninjau dari lingkup materinya (2014: 22), maka



41



Bidang studi IPS memiliki karakteristik sebagai berikut: a) menggunakan pendekatan lingkungan yang luas; b) menggunakan pendekatan terpadu antarmata pelajaran yang sejenis; c) berisi materi konsep, nilai-nilai sosial, kemandirian, dan kerja sama; d) mampu memotivasi peserta didik untuk aktif, kreatif, dan inovatif dan sesuai dengan perkembangan anak; e) mampu meningkatkan keterampilan peserta didik dalam berpikir dan memperluas cakrawala budaya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kajian bidang studi IPS ini mencakup lingkungan sosial, ilmu bumi, dan ekonomi pemerintahan. 3) Karakteristik Dilihat dari Aspek Pendekatan Pembelajaran Bidang studi IPS sejak dulu menggunakan pendekatan integratif. Susanto (2014: 22) menyatakan, “pendekatan lain dalam bidang studi IPS cendrung bersifat praktik di masyarakat dan keluarga atau antarteman di sekolah”. Susanto (2014: 24) juga menyatakan bahwa, “ dalam praktiknya sehari-hari, karateristik materi IPS yang bersifat generalisasi ini dapat terlihat dari bentuk-bentuk perilaku implementasi peserta didik maupun pendidik dalam menunjukkan perilaku yang memang diambil dari hasil piker dan belajar berdasarkan kajian-kajian ilmu sosial dalam bidang studi IPS ini”.



5. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) a. Pengertian dan Konsep Model Pembelajaran PBL



42



Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa, melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahaptahap metode ilmiah, sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut, sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah (Ngalimun, 2013: 89). Duch (1995) menyatakan bahwa, “Problem Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah model pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan” (Shoimin, 2014: 130). Finkle & Torp (1995) menyatakan bahwa, “PBM merupakan pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran yang mengembangkan secara simultan strategi pemecahan masalah dan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan dengan menempatkan para peserta didik dalam peran aktif sebagai pemecah permasalahan sehari-hari yang tidak terstruktur dengan baik” (Shoimin, 2014: 130). b. Langkah-langkah Model Pembelajaran PBL Menurut Shoimin (2014: 131) memamparkan langkah-langkah model pembelajaran PBL sebagai berikut: 1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.



43



2) Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll). 3) Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, dan pemecahan masalah. 4) Guru membantu siswa dalam merencanakan serta menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya. 5) Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan. Menurut Amir (2015: 24-25) umumnya ada tujuh langkah proses pembelajaran PBL, yaitu: 1) Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas; 2) Merumuskan masalah; 3) Menganalisis masalah; 4) Menata gagasan Anda dan secara sistematis menganalisisnya dengan dalam; 5) Memformulasikan tujuan pembelajaran; 6) Mencari informasi tambahan dari sumber yang lain (di luar diskusi kelompok); dan 7) Mensintesa (menggabungkan) dan menguji informasi baru, dan membuat laporan untuk dosen/kelas.



44



c. Kelebihan Model Pembelajaran PBL Menurut Shoimin (2014: 132) ada beberapa kelebihan model pembelajaran PBL, di antaranya: 1) Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata. 2) Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar. 3) Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada hubungannya tidak perlu dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi beban siswa dengan menghafal atau menyimpan informasi. 4) Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok. 5) Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan, baik dari perpustakaan, internet, wawancara, dan observasi. 6) Siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri. 7) Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah dalam kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka. 8) Kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui kerja kelompok dalam bentuk peer teaching.



d. Kekurangan Model Pembelajaran PBL Terdapat beberapa kekurangan dari model pembelajaran PBL, yaitu: 1) PBM tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian guru berperan aktif dalam menyajikan materi. PBM lebih cocok untuk



45



pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya dengan pemecahan masalah. 2) Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas (Shoimin, 2014: 132).



6. Model Pembelajaran Team, Games, Tournament (TGT) a. Pengertian dan Konsep Model Pembelajaran TGT TGT merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh David de Vries & Keath Edward (1995). Pada model ini siswa memainkan permainan dengan anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka (Trianto, 2015: 131). Shoimin (2014: 203-205) menyatakan bahwa, Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Dalam TGT siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 3-5 siswa yang heterogen, baik dalam prestasi akademik, jenis kelamin, ras, maupun etnis. Dalam TGT digunakan turnamen akademik, di mana siswa berkompetisi sebagai wakil dari timnya melawan anggota tim lain yang mencapai hasil atau prestasi serupa pada waktu yang lalu. Komponen-komponen dalam TGT adalah penyajian materi, tim, game, turnamen, dan penghargaan kelompok. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat bekerja leih rileks di samping menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat, dan keterlibatan belajar. Ada lima komponen utama dalam TGT, yaitu: 1) Penyajian Kelas



46



Pada awal pembelajaran, guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas, siswa harus benar-benar memerhatikan dan memahami yang disampaikan guru karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan game karena skor game akan menentukan skor kelompok.



2) Kelompok (Team) Kelompok biasanya terdiri dari 4 – 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin, dan rasa tau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game. 3) Games Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar akan mendapat skor. Skor ini nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan. 4) Turnament Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II, dan seterusnya.



5) Team Recognize Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing tim akan mendapatkan sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. b. Langkah-langkah Model Pembelajaran TGT Shoimin (2014: 205-207) memaparkan langkah-langkah TGT adalah sebagai berikut:



47



1) Penyajian Kelas (Class Presentations), guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, pokok materi, dan penjelasan singkat tentang LKS yang dibagikan kepada kelompok. 2) Belajar dalam Kelompok (Team), guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok berdasarkan kriteria kemampuan (prestasi) peserta didik, jenis kelamin, etnik, dan ras. Kelompok biasanya terdiri dari 5 – 6 orang. 3) Permainan (Games), permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan materi dan dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat peserta didik dari kegiatan sebelumnya. 4) Pertandingan atau Lomba (Tournament), atau lomba adalah struktur belajar, di mana game atau permainan tadi terjadi. 5) Penghargaan



Kelompok



(Team



Recognition),



memberikan



penghargaan kepada kelompok yang menang dan memenuhi kriteria yang telah ditentukan.



c. Kelebihan Model Pembelajaran TGT 1) Model TGT ini tidak hanya membuat peserta didik yang cerdas (berkemampuan



akademis



tinggi)



lebih



menonjol



dalam



pembelajaran, tetapi peserta didik yang berkemampuan akademi



48



lebih rendah juga ikut aktif dan mempunyai peranan penting dalam kelompoknya. 2) Dengan model pembelajaran ini, akan menumbuhkan rasa kebersamaan dan saling menghargai sesame anggota kelompoknya. 3) Dalam model pembelajaran ini, membuat peserta didik lebih bersemangat



dalam



mengikuti



pelajaran.



Karena



dalam



pembelajaran ini, guru menjanjikan sebuah penghargaan pada peserta didik atau kelompok terbaik. 4) Dalam model pembelajaran ini, membuat peserta didik menjadi lebih senang dalam mengikuti pelajaran karena ada kegiatan permainan berupa turnamen dalam model ini (Shoimin, 2014:207208). d. Kekurangan Model Pembelajaran TGT 1) Membutuhkan waktu yang lama. 2) Guru dituntut untuk pandai memilih materi pelajaran yang cocok untuk model ini. 3) Guru harus mempersiapkan model ini dengan baik sebelim diterapkan. Misalnya, membuat soal untuk setiap meja turnamen atau lomba, dan guru harus tahu urutan akademis peserta didik dari yang tertinggi hingga terendah (Shoimin, 2014:208).



7. Model Pembelajaran Time Token a. Pengertian dan Konsep Model Pembelajaran Time Token



49



Eliyana (2009) menyatakan bahwa Time Token adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif. Siswa dibentuk ke dalam kelompok belajar, yang dalam pembelajaran ini mengajarkan keterampilan sosial untuk menghindari siswa mendominasi pembicaraan atau menghindarkan siswa diam sama sekali dalam berdiskusi. Guru memberikan materi pembelajaran dan selanjutnya siswa bekerja dalam kelompok masing-masing untuk memastikan semua anggota kelompok telah menguasai materi pembelajaran yang diberikan. Kemudian, siswa melaksanakan tes atas materi yang diberikan dan mereka harus mengerjakan sendiri tanpa bantuan siswa lainnya (Shoimin, 2014:216). Menurut Rahmat Widodo (2009), “model pembelajaran time token sangat tepat untuk pembelajaran struktur yang dapat digunakan untuk mengajarkan keterampilan sosial, untuk menghindari siswa mendominasi pembicaraan atau siswa diam sama sekali” (Shoimin, 2014: 216). Menurut Shoimin (2014: 216) menyatakan bahwa, “model pembelajaran ini mengajak siswa aktif sehingga tepat digunakan dalam pembelajaran berbicara di mana pembelajaran ini benar-benar mengajak siswa untuk aktif dan belajar berbicara di depan umum, mengungkapkan pendapatnya tanpa harus merasa takut atau malu”. b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Time Token Shoimin (2014: 216-217) menyebutkan langkah-langkah model pembelajaran Time Token, yaitu sebagai berikut: 1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran;



50



2) Guru mengondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi dengan anggota kelompok 4 - 5 orang siswa; 3) Guru memberi tugas kepada siswa; 4) Guru memberi sejumlah kupon berbicara dengan waktu + 30 detik per kupon pada tiap siswa; 5) Guru meminta siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu sebelum berbicara atau memberi komentar. Setiap tampil berbicara satu kupon. Siswa dapat tampil lagi setelah bergiliran dengan siswa lainnya. Siswa yang telah habis kuponnya tak boleh berbicara lagi. Siswa yang masih memegang kupon harus bicara sampai semua kuponnya habis. Demikian seterusnya hingga semua anak menyampaikan pendapatnya; dan 6) Guru memberi sejumlah nilai sesuai waktu yang digunakan tiap siswa. c. Kelebihan Model Pembelajaran Time Token 1) Mendorong siswa untuk meningkatkan inisiatif dan partisipasi; 2) Siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali; 3) Siwa menjadi aktif dalam kegiatan pembelajaran; 4) Meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi (aspek berbicara); 5) Melatih siswa mengungkapkan pendapatnya; 6) Menumbuhkan kebiasaan pada siswa untuk saling mendengarkan, berbagi, memberikan masukan, dan keterbukaan terhadap kritik;



51



7) Mengajarkan siswa untuk menghargai pendapat orang lain; 8) Guru dapat berperan untuk mengajak siswa mencari solusi bersama terhadap permasalahan yang ditemui; dan 9) Tidak memerlukan banyak media (Shoimin, 2014: 217-218). d. Kekurangan Model Pembelajaran Time Token 1) Hanya dapat digunakan untuk mata pelajaran tertentu; 2) Tidak bisa digunakan pada kelas yang jumlah siswanya banyak; 3) Memerlukan banyak waktu untuk persiapan dan dalam proses pembelajaran karena semua siswa harus berbicara satu per satu sesaui jumlah kupon yang dimilikinya; dan 4) Siswa yang aktif tidak bisa mendominasi dalam kegiatan pembelajaran (Shoimin, 2014: 218).



8. Penelitian yang Relevan Penelitian-penelitian tentang model yang terkait adalah sebagai berikut: a. Penelitian Fathuzzakirah (2014) dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Pengaruh Gaya Terhadap Gerak dan Bentuk Benda Menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dengan variasi Talking Stick di Kelas IV SDN Sungai Tuan Kecamatan Astambul”. b. Penelitian Wahyu Kusniadi (2014) dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan dengan Menggunakan



52



Model Problem Based Learning (PBL) di Kelas V SDN Anjir Serapat Muara Kabupaten Bariot Kuala”. c. Penelitian Ernie Selviyanie (2014) dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar Matematikan Penjumlahan Bilangan Bulat dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Learning (PBL) pada Siswa Kelas IV SDN Berangas Timur 2 Barito Kuala”. d. Penelitian Aristika Widaswara (2013) dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa tentang Sistem Pemerintahan Pusat Melalui Model Team Games Tournament (TGT) di Kelas IV SDN Kandangan Utara 3 Kabupaten Hulu Sungai Selatan”. e. Penelitian Alfiya Fajar Maghfirah (2013) dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Melalui model Kooperatif Team Games Tournament (TGT) pada Kelas IV SDN Sungai Pitung Kabupaten Barito Kuala”. f. Penelitian Arinda Ayu Safitri (2013) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas VA SDN Rambipuji 02 Mata Pelajaran PKn Materi Kebebasan Berorganisasi”.



53



BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan dalam penelitan ini adalah pendekatan kualitatif. Menurut Sukmadinata (2010:60), “penelitian dengan pendekatan kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok. Beberapa deskripsi digunakan untuk menemukan prinsip-prinsip dan penjelasan yang mengarah pada penyimpulan.” Penelitian kualitatif melakukan penelitian dalam skala kecil, kelompok yang memiliki kekhususan, keunggulan, inovasi atau juga bermasalah. Kelompok yang diteliti merupakan satuan sosial-budaya yang saling berinteraksi secara individual atau kelompok. Kadang-kadang kelompok yang diteliti adalah sub kelompok yang memiliki kelainan atau perbedaan dengan kelompok besarnya, kelas yang lambat, mata pelajaran yang tidak disukai siswa atau prestasi belajarnya yang rendah (Sukmadinata, 2010:99). Penelitian kualitatif yang dilakukan secara cermat, mendalam, dan rinci, sehingga dapat mengumpulkan data yang sangat lengkap dan dapat menghasilkan informasi yang menunjukan kualitas tertentu. Hasil penelitian kualitatif hanya berlaku bagi wilayah yang diteliti itu saja (Aqib, 2009: 15).



2. Jenis Penelitian



54



Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Mahmud, penelitian tindakan kelas merupakan bentuk penelitian reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu untuk memperbaiki atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara lebih profesional. Penelitiaan tindakan kelas berupaya meningkatkan dan mengembangkan



profesionalisme



guru



dalam



menunaikan



tugasnya



(Salahudin, 2011: 227). Pengumpulan data atau informasi dalam PTK tidak boleh terlalu banyak menyita waktu dan terlalu rumit karena dikhawatirkan dapat mengganggu tugas utama guru sebagai pengajar dan pendidik. Kemmis & Mc Taggart (Arikunto dkk, 2010: 137) mengemukakan adanya empat langkah yang disajikan dalam melaksanan PTK yaitu berikut ini:



Model PTK (Arikunto dkk, 2010: 18)



55



Ada 4 tahapan yang lazim dilalui di dalam model penelitian tindakan kelas yaitu : 1. Tahap 1: Perencanaan (Planning) Tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Penelitian tindakan yang ideal sebetulnya dilakukan secara berpasangan antara pihak yang melakukan tindakan dan pihak yang mengamati proses jalannya tindakan. Istilah untuk cara ini adalah penelitian kolaborasi. Penelitian kolaborasi ini sangat disarankan kepada para guru yang belum pernah atau masih jarang melakukan penelitian, dalam penelitian kolaborasi pihak yang melakukan tindakan adalah guru itu sendiri sedangkan yang diminta melakukan pengamatan terhadap berlangsungnya proses tindakan adalah peneliti, bukan guru yang sedang melakukan tindakan. 2. Tahap 2: Pelaksanaan Tindakan (Acting) Tahap ini adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan, yaitu mengenakan tindakan di kelas. Hal yang perlu diingat adalah bahwa dalam tahap ke-2 ini pelaksana guru harus ingat dan berusaha mentaati apa yang sudah dirumuskan dalam rancangan, tetapi harus pula berlaku wajar, tidak dibuat-buat. 3. Tahap 3 : Pengamatan (Observing) Tahap ini yaitu kegiatan pengamatan yang dilaksanakan oleh pengamat. Sedikit kurang tepat kalau pengamatan ini dipisahkan dengan pelaksanaan tindakan karena seharusnya pengamatan yang dilakukan pada



56



waktu tindakan sedang dilakukan. Jadi keduanya berlangsung dalam waktu yang sama. 4. Tahap 4 : Refleksi (Reflecting) Tahap ini merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. Kegiatan refleksi ini sangat tepat dilakukan ketika guru pelaksana sudah mendiskusikan implementasi rancangan tindakan (Arikunto, dkk, 2010:138). Keberhasilan PTK ini tergantung dari kinerja guru menerapkan di kelas. Jika hasil tindakan pada siklus pertama belum mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan, maka guru dapat melakukan perbaikan dengan cara melanjutkan ke siklus berikutnya dan mengulang PTK sampai pada hasil yang diinginkan.



B. Setting atau Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada tema Lingkungan Sahabat Kita dengan Muatan IPS di kelas V SD-SN ......... 7 Banjarmasin, semester genap, tahun ajaran 2015/2016 dengan jumlah siswa 35 orang yang terdiri dari 17 orang siswa laki-laki dan 19 orang siswa perempuan. Peneliti memilih SD-SN ......... 7 Banjarmasin untuk dijadikan tempat penelitian karena berdasarkan wawancara pada tanggal 5 November dengan wali kelas VB, ibu Fitri Noormawati, S.Pd yang menyatakan bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan kurikulum 2013 belum berjalan dengan maksimal dengan indikator keberhasilan yang hanya berada pada kategori



57



cukup baik. Di samping itu, berdasarkan hasil observasi peneliti aktivitas siswa dalam proses pembelajaran masih belum optimal karena kurangnya antusias sebagian besar siswa untuk terlibat aktif dala mengikut proses pembelajaran, sebagian siswa yang aktif tersebut memang mempunyai antusias yang tinggi terhadap proses pembelajaran, mereka mempunyai inisiatif sendiri dalam menentukan solusi dalam setiap permasalahan yang ada di dalam kegiatan pembelajaran. Namun menurut penuturan beliau, guru masih merasa belum mahir dan menguasai dalam penerapan Kurikulum 2013, sehingga perkembangan potensi siswa yang telah memiliki kemampuan lebih dan kreatif dalam memecahkan masalah belum mendapat banyak perhatian.



C. Faktor yang diteliti Berdasarkan permasalahan yang peneliti amati, ada beberapa faktor yang perlu diteliti, yaitu: 1. Aktivitas Guru Sehubungan dengan faktor guru, dilihar bagaimana materi pelajaran dipersiapkan dan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token yang diterapkan guru, sehingga dalam pembelajaran anak dapat aktif dan berpartisipasi secara penuh dalam proses pembelajaran berdasarakan kriteria yang telah ditetapkan. Aktivitas guru yang akan diamati adalah:



58



a. Aktivitas guru menunjukkan gambar yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari, kemudia meminta siswa untuk mengamati gambar tersebut dengan seksama. b. Aktivitas guru memberikan orientasi, membina iklim pembelajaran yang responsive dengan meminta siswa untuk melontarkan pertanyaan dari gambar yang diamati, kegiatan ini merupakan tanya jawab rebutan sebelum memasuki materi pelajaran. c. Aktivitas guru dalam membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah anggota 5-6 orang. d. Aktivitas guru dalam merumuskan masalah, membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. e. Aktivitas guru membimbing siswa dalam merumuskan hipotesis, mengajak siswa merumuskan jawaban sementara dari permasalahan yang dikaji. Siswa juga diberikan kupon berbicara yang akan digunakan dalam menyampaikan hipotesisnya. f. Aktivitas guru membina siswa dalam mengumpulkan data, melakukan aktivitas menjaring data yang relevan berdasarkan lembar kerja kelompok yang tersedia. g. Aktivitas guru membimbing siswa dalam menguji hipotesis, siswa menelaah data dan sekaligus membahasnya untuk melihat hubungannya dengan masalah yang dikaji, serta dituangkan ke dalam lembar kerja kelompok.



59



h. Aktivitas guru membimbing siswa dalam merumuskan kesimpulan dan presentasi, mendeskripsikan solusi yang diperoleh berdasarkan pengujian hipotesis dan mempresentasikannya di depan kelas. Namun, hanya beberapa siswa yang masing mempunyai kupon yang harus mempresentasikannya. i. Aktivitas guru dalam mengadakan permainan, permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan dalam bentuk sederhana bernomor. j. Aktivitas guru dalam melaksanakan turnamen/kompetisi, yang dilaksanakan dengan mempertemukan setiap perwakilan anggota kelompok berdasarkan tingkat kecerdasan yang sama dan akan diberikan pertanyaa untuk menguji pengetahuan. Setiap perwakilan yang terlebih dahulu mengangkat tangan, dialah yang berhak menjawab pertanyaan. k. Aktivitas guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang memperoleh skor tertinggi. 2. Aktivitas Siswa Sehubungan dengan faktor siswa, dengan melihat dan mengamati proses pembelajaran dan aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran, dalam kerja kelompok ataupun kinerja siswa secara individual pada saat melakanakan pembelajaran dengan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token apakah terjadi peningkatan atau tidak. Aktivitas siswa yang akan diamati adalah sebagai berikut:



60



a. Aktivitas siswa mengamati gambar yang ditayangkan guru dengan seksama. b. Aktivitas siswa mengajukan pertanyaan dari gambar yang telah diamati. c. Aktivitas siswa memberi masukan dalam merumuskan masalah. d. Aktivitas siswa merumuskan hipotesis, dengan menggunakan kupon berbicaranya. e. Aktivitas siswa berdiskusi dalam mengumpulkan data, melakukan aktivitas menjaring data yang relevan berdasarkan lembar kerja kelompok yang tersedia. f. Aktivitas siswa dalam menguji hipotesis, menelaah data dan sekaligus membahasnya untuk melihat hubungannya dengan masalah yang dikaji, serta dituangkan ke dalam lembar kerja kelompok. g. Aktivitas siswa dalam merumuskan kesimpulan dan presentasi, mendeskripsikan solusi yang diperoleh berdasarkan pengujian hipotesis dan mempresentasikannya di depan kelas. Namun, hanya beberapa siswa



yang



masing



mempunyai



kupon



yang



harus



mempresentasikannya. h. Aktivitas siswa bekerja sama dalam menjawab pertanyaan dalam permainan yang diberikan dalam kelompok. i. Aktivitas



siswa



dalam



mengikuti



turnamen/kompetisi,



yang



dilaksanakan dengan mempertemukan setiap kelompok teratas untuk menguji pemahaman materi yang diberikan. 3. Faktor Hasil Belajar



61



Sehubungan dengan hasil belajar, yaitu mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada tema Lingkungan Sahabat Kita dengan Muatan IPS melalui kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token pada tiap pertemuannya. Apakah terjadi peningkatan yang cukup signifikan.



D. Skenario Tindakan Pada proses penelitian tindakan kelas ini dibagi menjadi 2 siklus, yaitu dilandasi dengan proses perencanaa, pelaksanaan, observasi dan evaluasi, serta refleksi. Proses tersebut dapat dilihat dari: 1. Siklus 1 a. Perencanaan 1) Guru membuat rencana pengajaran yang berhubungan dengan tema Lingkungan Sahabat Kita dengan menggunakan subtema Manusia & Lingkungan dan Perubahan Lingkungan. 2) Membuat bahan yang sesuai dengan materi pembelajaran dan menerapkan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Game Tournament (TGT), dan Time Token pada proses pengajaran kepada siswa. Perencanaan dapat disiapkan dengan: 1) Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. 2) Menyiapkan lembar observasi penilaian aktivitas guru. 3) Menyiapkan lembar observasi penilaian aktivitas siswa.



62



4) Menyiapkan lembar penilaian hasil belajar siswa. 5) Menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS). 6) Menyiapkan instrumen pra-test. 7) Menyiapkan instrumen post test. b. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan dari pembelajaran tersebut adalah guru membuat penjelasan kepada siswa tentang pelajaran yang akan diajarkan, menerapkan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Game Tournament (TGT), dan Time Token dalam proses pembelajaran yang berhubungan dengan tema Lingkungan Sahabat Kita, subtema Manusia dan Lingkungan. 1) Siklus I a) Pertemuan Pertama (7 x 35 menit) Materi : Subtema 1 – Pembelajaran 4 Kegiatan Awal (1) Menyiapkan fisik dan psikis siswa, (2) Melakukan apersepsi dengan melakukan tanya jawab dengan siswa. (3) Menyampaikan tujuan pembelajaran. (4) Menyampaikan uraian kegiatan yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran.



Kegiatan Inti



63



(1) Guru menunjukkan gambar yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari, kemudia meminta siswa untuk mengamati gambar tersebut dengan seksama. (Mengamati – Pendekatan Scientific) (2) Orientasi, membina iklim pembelajaran yang responsif dengan meminta siswa untuk melontarkan pertanyaan dari gambar yang diamati, kegiatan ini merupakan tanya jawab rebutan sebelum memasuki materi pelajaran. (Menanya – Pendekatan Scientific dan langkah Orientasi dalam model pembelajaran PBL) (3) Membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah anggota 5 – 6 orang. (4) Merumuskan masalah, membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. (Langkah Merumuskan Masalah – model pembelajaran PBL) (5) Merumuskan hipotesis, mengajak siswa merumuskan jawaban sementara dari permasalahan yang dikaji. Siswa juga diberikan kupon berbicara yang akan digunakan dalam menyampaikan hipotesisnya. (Langkah Merumuskan Hipotesis – model pembelajaran PBL dan membagikan kupon berbicara - model pembelajaran Time Token) (6) Mengumpulkan data, melakukan aktivitas menjaring data yang relevan berdasarkan lembar kerja kelompok yang tersedia. (Langkah Pengumpulan Data – model pembelajaran PBL) (7) Menguji hipotesis, siswa menelaah data dan sekaligus membahasnya untuk melihat hubungannya dengan masalah yang dikaji, serta dituangkan ke dalam lembar kerja kelompok. (Menalar – Pendekatan



64



Scientific dan langkah Menguji Hipotesis – model pembelajaran PBL) (8) Merumuskan kesimpulan dan presentasi, mendeskripsikan solusi yang diperoleh berdasarkan pengujian hipotesis dan mempresentasikannya di depan kelas. Namun, hanya beberapa siswa yang masing mempunyai kupon yang harus mempresentasikannya. (Mengkomunikasikan – Pendekatan Scientific dan langkah model pembelajaran Time Token) (9) Mengadakan permainan, permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan dalam bentuk sederhana bernomor. (Langkah Game – model pembelajaran TGT) (10) Kompetisi, dilaksanakan dengan mempertemukan setiap perwakilan anggota kelompok berdasarkan tingkat kecerdasan yang sama dan akan diberikan pertanyaa untuk menguji pengetahuan. Setiap perwakilan yang terlebih dahulu mengangkat tangan, dialah yang berhak menjawab



pertanyaan.



(Langkah



Tournament







model



pembelajaran TGT) (11) Memberikan penghargaan kepada kelompok dengan skor tertinggi. (Langkah Team Recognize – model pembelajaran TGT)



Kegiatan Akhir (1) Bersama-sama dengan seluruh siswa membuat kesimpulan dari materi yang telah dipelajari.



65



(2) Melakukan kegiatan evaluasi akhir pembelajaran. (3) Melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan. (4) Pemberian tugas pada siswa untuk menyempurnakan hasil pekerjaannya dan memberi motivasi kepada siswa untuk lebih giat dalam belajar. (5) Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan selanjutnya.



b) Pertemuan Kedua (7 x 35 menit) Materi : Subtema 1 – Pembelajaran 6 Kegiatan Awal (1) Menyiapkan fisik dan psikis siswa, (2) Melakukan apersepsi dengan melakukan tanya jawab dengan siswa. (3) Menyampaikan tujuan pembelajaran. (4) Menyampaikan uraian kegiatan yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran. Kegiatan Inti (1) Guru menunjukkan gambar yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari, kemudia meminta siswa untuk mengamati gambar tersebut dengan seksama. (Mengamati – Pendekatan Scientific) (2) Orientasi, membina iklim pembelajaran yang responsif dengan meminta siswa untuk melontarkan pertanyaan dari gambar yang diamati, kegiatan ini merupakan tanya jawab rebutan sebelum memasuki materi pelajaran.



66



(Menanya – Pendekatan Scientific dan langkah Orientasi dalam model pembelajaran PBL) (3) Membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah anggota 5 – 6 orang. (4) Merumuskan masalah, membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. (Langkah Merumuskan Masalah – model pembelajaran PBL) (5) Merumuskan hipotesis, mengajak siswa merumuskan jawaban sementara dari permasalahan yang dikaji. Siswa juga diberikan kupon berbicara yang akan digunakan dalam menyampaikan hipotesisnya. (Langkah Merumuskan Hipotesis – model pembelajaran PBL dan membagikan kupon berbicara - model pembelajaran Time Token) (6) Mengumpulkan data, melakukan aktivitas menjaring data yang relevan berdasarkan lembar kerja kelompok yang tersedia. (Langkah Pengumpulan Data – model pembelajaran PBL) (7) Menguji hipotesis, siswa menelaah data dan sekaligus membahasnya untuk melihat hubungannya dengan masalah yang dikaji, serta dituangkan ke dalam lembar kerja kelompok. (Menalar – Pendekatan Scientific dan langkah Menguji Hipotesis – model pembelajaran PBL) (8) Merumuskan kesimpulan dan presentasi, mendeskripsikan solusi yang diperoleh berdasarkan pengujian hipotesis dan mempresentasikannya di depan kelas. Namun, hanya beberapa siswa yang masing mempunyai kupon yang harus mempresentasikannya. (Mengkomunikasikan –



67



Pendekatan Scientific dan langkah model pembelajaran Time Token) (9) Mengadakan permainan, permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan dalam bentuk sederhana bernomor. (Langkah Game – model pembelajaran TGT) (10) Kompetisi, dilaksanakan dengan mempertemukan setiap perwakilan anggota kelompok berdasarkan tingkat kecerdasan yang sama dan akan diberikan pertanyaa untuk menguji pengetahuan. Setiap perwakilan yang terlebih dahulu mengangkat tangan, dialah yang berhak menjawab



pertanyaan.



(Langkah



Tournament







model



pembelajaran TGT) (11) Memberikan penghargaan kepada kelompok dengan skor tertinggi. (Langkah Team Recognize – model pembelajaran TGT) Kegiatan Akhir (1) Bersama-sama dengan seluruh siswa membuat kesimpulan dari materi yang telah dipelajari. (2) Melakukan kegiatan evaluasi akhir pembelajaran. (3) Melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan. (4) Pemberian tugas pada siswa untuk menyempurnakan hasil pekerjaannya dan memberi motivasi kepada siswa untuk lebih giat dalam belajar. (5) Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan selanjutnya. 2) Siklus 2



68



a) Pertemuan Pertama (7 x 35 menit) Materi : Subtema 2 – Pembelajaran 4 Kegiatan Awal (1) Menyiapkan fisik dan psikis siswa, (2) Melakukan apersepsi dengan melakukan tanya jawab dengan siswa. (3) Menyampaikan tujuan pembelajaran. (4) Menyampaikan uraian kegiatan yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran. Kegiatan Inti (1) Guru menunjukkan gambar yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari, kemudian meminta siswa untuk mengamati gambar tersebut dengan seksama. (Mengamati – Pendekatan Scientific) (2) Orientasi, membina iklim pembelajaran yang responsif dengan meminta siswa untuk melontarkan pertanyaan dari gambar yang diamati, kegiatan ini merupakan tanya jawab rebutan sebelum memasuki materi pelajaran. (Menanya – Pendekatan Scientific dan langkah Orientasi dalam model pembelajaran PBL) (3) Membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah anggota 5 – 6 orang. (4) Merumuskan masalah, membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. (Langkah Merumuskan Masalah – model pembelajaran PBL) (5) Merumuskan hipotesis, mengajak siswa merumuskan jawaban sementara dari permasalahan yang dikaji. Siswa juga diberikan kupon



69



berbicara yang akan digunakan dalam menyampaikan hipotesisnya. (Langkah Merumuskan Hipotesis – model pembelajaran PBL dan membagikan kupon berbicara - model pembelajaran Time Token) (6) Mengumpulkan data, melakukan aktivitas menjaring data yang relevan berdasarkan lembar kerja kelompok yang tersedia. (Langkah Pengumpulan Data – model pembelajaran PBL) (7) Menguji hipotesis, siswa menelaah data dan sekaligus membahasnya untuk melihat hubungannya dengan masalah yang dikaji, serta dituangkan ke dalam lembar kerja kelompok. (Menalar – Pendekatan Scientific dan langkah Menguji Hipotesis – model pembelajaran PBL) (8) Merumuskan kesimpulan dan presentasi, mendeskripsikan solusi yang diperoleh berdasarkan pengujian hipotesis dan mempresentasikannya di depan kelas. Namun, hanya beberapa siswa yang masing mempunyai kupon yang harus mempresentasikannya. (Mengkomunikasikan – Pendekatan Scientific dan langkah model pembelajaran Time Token) (9) Mengadakan permainan, permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan dalam bentuk sederhana bernomor. (Langkah Game – model pembelajaran TGT) (10) Kompetisi, dilaksanakan dengan mempertemukan setiap perwakilan anggota kelompok berdasarkan tingkat kecerdasan yang sama dan akan diberikan pertanyaa untuk menguji pengetahuan. Setiap perwakilan



70



yang terlebih dahulu mengangkat tangan, dialah yang berhak menjawab



pertanyaan.



(Langkah



Tournament







model



pembelajaran TGT) (11) Memberikan penghargaan kepada kelompok dengan skor tertinggi. (Langkah Team Recognize – model pembelajaran TGT) Kegiatan Akhir (1) Bersama-sama dengan seluruh siswa membuat kesimpulan dari materi yang telah dipelajari. (2) Melakukan kegiatan evaluasi akhir pembelajaran. (3) Melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan. (4) Pemberian tugas pada siswa untuk menyempurnakan hasil pekerjaannya dan memberi motivasi kepada siswa untuk lebih giat dalam belajar. (5) Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan selanjutnya. b) Pertemuan Kedua (7 x 35 menit) Materi : Subtema 2 – Pembelajaran 6 Kegiatan Awal (1) Menyiapkan fisik dan psikis siswa, (2) Melakukan apersepsi dengan melakukan tanya jawab dengan siswa. (3) Menyampaikan tujuan pembelajaran. (4) Menyampaikan uraian kegiatan yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran. Kegiatan Inti



71



(1) Guru menunjukkan gambar yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari, kemudia meminta siswa untuk mengamati gambar tersebut dengan seksama. (Mengamati – Pendekatan Scientific) (2) Orientasi, membina iklim pembelajaran yang responsif dengan meminta siswa untuk melontarkan pertanyaan dari gambar yang diamati, kegiatan ini merupakan tanya jawab rebutan sebelum memasuki materi pelajaran. (Menanya – Pendekatan Scientific dan langkah Orientasi dalam model pembelajaran PBL) (3) Membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah anggota 5 – 6 orang. (4) Merumuskan masalah, membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. (Langkah Merumuskan Masalah – model pembelajaran PBL) (5) Merumuskan hipotesis, mengajak siswa merumuskan jawaban sementara dari permasalahan yang dikaji. Siswa juga diberikan kupon berbicara yang akan digunakan dalam menyampaikan hipotesisnya. (Langkah Merumuskan Hipotesis – model pembelajaran PBL dan membagikan kupon berbicara - model pembelajaran Time Token) (6) Mengumpulkan data, melakukan aktivitas menjaring data yang relevan berdasarkan lembar kerja kelompok yang tersedia. (Langkah Pengumpulan Data – model pembelajaran PBL) (7) Menguji hipotesis, siswa menelaah data dan sekaligus membahasnya untuk melihat hubungannya dengan masalah yang dikaji, serta dituangkan ke dalam lembar kerja kelompok. (Menalar – Pendekatan



72



Scientific dan langkah Menguji Hipotesis – model pembelajaran PBL) (8) Merumuskan kesimpulan dan presentasi, mendeskripsikan solusi yang diperoleh berdasarkan pengujian hipotesis dan mempresentasikannya di depan kelas. Namun, hanya beberapa siswa yang masing mempunyai kupon yang harus mempresentasikannya. (Mengkomunikasikan – Pendekatan Scientific dan langkah model pembelajaran Time Token) (9) Mengadakan permainan, permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan dalam bentuk sederhana bernomor. (Langkah Game – model pembelajaran TGT) (10) Kompetisi, dilaksanakan dengan mempertemukan setiap perwakilan anggota kelompok berdasarkan tingkat kecerdasan yang sama dan akan diberikan pertanyaa untuk menguji pengetahuan. Setiap perwakilan yang terlebih dahulu mengangkat tangan, dialah yang berhak menjawab



pertanyaan.



(Langkah



Tournament







model



pembelajaran TGT) (11) Memberikan penghargaan kepada kelompok dengan skor tertinggi. (Langkah Team Recognize – model pembelajaran TGT) Kegiatan Akhir (1) Bersama-sama dengan seluruh siswa membuat kesimpulan dari materi yang telah dipelajari. (2) Melakukan kegiatan evaluasi akhir pembelajaran.



73



(3) Melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan. (4) Pemberian tugas pada siswa untuk menyempurnakan hasil pekerjaannya dan memberi motivasi kepada siswa untuk lebih giat dalam belajar. (5) Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan selanjutnya.



c. Observasi dan Evaluasi Observasi selama proses pelakasanaan pengajaran di kelas VB dalam tema Lingkungan Sahabat Kita menggunakan kombinasi model Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token. Observasi juga dilaksanakan kepada guru dalam menerapkan RPP yang telah direncakan sebelumnya oleh observer. d. Refleksi Refleksi



dalam



kegiatan



ini



mengkaji,



melihat,



dan



merenungkan kembali hasil dan dampak dari kegiatan tindakan yang telah dicatat dalam observasi. Selanjutnya hasilnya dianalisis, diinterpretasikan dan disimpulkan. Kesimpulan merupakan dasar untuk merevisi rencana pada tindakan berikutnya.



74



Kegiatan refleksi ini dilakukan pada setiap akhir pertemuan masing-masing siklus, serta setiap akhir siklus pelaksanaan penelitian.



E. Data dan Cara Pengambilan Data 1. Sumber Data Sumber data penelitian ini diperoleh dari guru wali kelas VB SDNSN ......... 7 Banjarmasin tahun ajaran 2015/2016. Data juga diperoleh dari observasi aktivitas siswa selama pembelajaran dan hasil belajar siswa.



2. Jenis Data Jenis data yang didapatkan adalah data kualitatif dan data kuantitatif, yang mana kedua data tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: a. Data Kualitatif, adalah data tentang aktivitas guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan kombinasi model Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token pada tema Lingkungan Sahabat Kita. Data kualitatif diambil dari data observasi berupa: 1) Observasi untuk data aktivitas guru/peneliti pada saat melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token pada tema Lingkungan Sahabat Kita di kelas VB SD-SN ......... 7 Banjarmasin.



75



2) Observasi untuk data aktivitas siswa pada saat pembelajaran berlangsung dengan menerapkan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token pada tema Lingkungan Sahabat Kita di kelas VB SDN-SN ......... 7 Banjarmasin, baik itu data aktivitas kelompok maupun individu. b. Data Kuantitatif, adalah data tentang hasil belajar siswa kelas VB SDNSN ......... 7 Banjarmasin pada tema Lingkungan Sahabat Kita dengan menerapkan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token. Data kuantitatif diambil dari data yang dikumpulkan berdasarkan angka melalui nilai hasil belajar siswa. Jenis data kuantitatif berupa data hasil belajar yang dilaksanakan di akhir pembelajaran setiap kali pertemuan yang terdiri dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik secara individu dan kelompok. 3. Cara Pengambilan Data a. Data observasi terhadap aktivitas yang dilakukan guru pada saat pembelajaran berlangsung dengan menerapkan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token pada tema Lingkungan Sahabat Kita di kelas VB SDN-SN ......... 7 Banjarmasin, diobservasi menggunakan lembar observasi aktivitas guru dalam pembelajaran dengan rubrik yang sudah disiapkan dengan empat kategori penilaian,



76



yaitu Kurang Baik, Cukup Baik, Baik, dan Sangat Baik, menyesuaikan hasil ketercapaian langkah-langkah model dengan aspek yang termuat dalam kegiatan inti pada lembar observasi aktivitas guru dalam pembelajaran yang telah disiapkan. b. Data observasi terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran pada tema Lingkungan Sahabat Kita dengan menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token di kelas VB SDN-SN ......... 7 Banjarmasin, diobservasi menggunakan lembar aktivitas siswa secara individu dalam pembelajaran dengan rubrik penilaian yang sudah disiapkan. Ada empat kategori penilaian, yaitu Tidak Aktif, Cukup Aktif, Aktif, dan Sangat Aktif, menyesuaikan partisipasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran yang telah disiapkan. c. Data hasil belajar siswa diperoleh dari penilaian tugas evaluasi pada akhir proses pembelajaran. Adapun untuk hasil belajar kelompok nantinya setiap kelompok diberikan lembar kerja kelompok untuk setiap pertemuannya. Sedangkan untuk hasil belajar individu, penilaian dilakukan pada setiap pertemuan pada saat evaluasi, yaitu siswa diberikan soal isian yang jumlahnya disesuaikan dengan tingkat kesulitan untuk dijawabnya tentang apa yang sudah dipelajarinya. 4. Teknik Analisis Data Setelah data-data yang diperlukan terkumpul, diadakan suatu analisis data dengan tujuan agar dapat menarik kesimpulan ada atau



77



tidaknya peningkatan pada hasil belajar siswa menggunakan kombinasi model Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token pada tema Lingkungan Sahabat Kita. a. Analisis Aktivitas Guru Analisis data kualitatif, yaitu observasi aktivitas guru dalam melaksanakan pembelajaran. Data ini dikumpulkan kemudian disajikan dalam bentuk tabel persentase. Aktivitas guru =



𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙



× 100 %



Tabel 3.1. Rentang Skor Pengamatan Aktivitas Guru Rentang Skor



Keterangan



76% - 100%



Sangat Baik



51% - 75%



Baik



26% - 50%



Cukup Baik



1% – 25%



Kurang Baik



b. Analisis Aktivitas Siswa Analisis data kualitatif, yaitu observasi aktivitas siswa dalam melaksanakan pembelajaran. Data ini dikumpulkan kemudian disajikan dalam bentuk tabel persentase. Tabel 3.2. Rentang Skor Penilaian Aktivitas Siswa



78



Rentang Skor



Kategori



27 – 36



Sangat Aktif



21 - 26



Aktif



15 - 20



Cukup Aktif



9 – 14



Kurang Aktif



c. Analisis Hasil Belajar Analisis data kuantitatif, yaitu nilai hasil belajar dengan menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token pada tema Lingkungan Sahabat Kita subtema Manusia dan Lingkungan diperoleh berdasarkan aspek yang menjadi penilaian yaitu aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan). 1) Kriteria Ketuntasan Belajar Ketuntasan Individu: Jika siswa mencapai nilai > 80, sedangkan untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa digunakan perhitungan ketuntasan klasikal dengan ketentuan sebagai berikut: 𝑃=



Σ𝑥 × 100% 𝑁



Keterangan: P



= Ketuntasan Klasikal



∑x



= Jumlah siswa yang tuntas belajar (nilai > 80)



N



= Jumlah seluruh siswa



79



F. Indikator Keberhasilan 1. Indikator Kualitatif a. Aktivitas Guru Aktivitas guru dalam pembelajaran dikategorikan berhasil apabila mencapai skor pada lembar observasi dengan rentang antara 75% – 100% dengan kategori Sangat Baik. b. Aktivitas Siswa Adanya peningkatan keaktifan siswa dalam proses belajar melalui kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token pada tema Lingkungan Sahabat Kita di kelas VB SD-SN ......... 7 Banjarmasin. Indikator proses belajar-mengajar adalah apabila aktivitas siswa sudah menjadi lebih aktif, yakni apabila 80% dari jumlah seluruh siswa mencapai skor dengan kategori Sangat Aktif dengan rentang skor 27 – 36. 2. Indikator Kuantitatif Penelitian ini dinyatakan berhasil jika memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Ketuntasan Individual Ketuntasan belajar siswa kelas VB semester genap SD-SN ......... 7 Banjarmasin tahun ajaran 2015/2016 pada tema Lingkungan Sahabat Kita dianggap selesai secara menyeluruh jika mencapai nilai > 80 yang dilihat dari hasil belajar aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan). b. Ketuntasan Klasikal



80



Penyelesaian daya serap klasikal yang dilihat dari hasil semua siswa kelas VB SD-SN Sungan Miai 7 Banjarmasin pada tema Lingkungan Sahabat Kita yang mencapai 80% dari seluruh jumlah siswa yang mencapai nilai > 80 aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan).



81



BAB IV PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN TEMUAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian Uraian tentang keadaan tempat/lokasi dilaksanakannya Penelitian Tindakan Kelas mencakup aspek-aspek berikut, yaitu: 1. Gambaran Umum Kelas VB SDN SN ......... 7 Banjarmasin Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di kelas VB SDN SN ......... 7 Banjarmasin pada semester genap tahun ajaran 2015/2016. Alamat sekolah ini berada di Jalan Akasia Blok B2 No. 25 RT. 15, Kelurahan ........., Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin. Adapun fasilitas sekolah terdiri dari 12 ruang kelas, 1 ruang kantor, 1 ruang kepala sekolah, 1 ruang multimedia dan bahasa, 1 ruang peralatan seni dan olahraga, 1 ruang UKS, 1 ruang mushola, 1 ruang perpustakaan dan 1 buah koperasi sekolah. Staf SDN SN ......... 7 Banjarmasin terdiri dari Kepala Sekolah, guru tetap sebanyak 16 orang dan 1 orang petugas keamanan sekolah. Keadaan siswa di kelas VB SDN SN ......... 7 Banjarmasin pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016 ini berjumlah 35 orang, yang terdiri dari 17 orang laki-laki dan 18 orang perempuan. Keadaan siswa yang terbilang cukup banyak tersebut merupakan salah satu tantangan yang menarik bagi guru karena dengan jumlah siswa seperti itu akan memberikan kesempatan kepada guru untuk mengorganisir kelas dengan lebih terencana agar pembelajaran yang dilaksanakan lebih kondusif dan ditargetkan berjalan dengan optimal.



82



Kemudian, di dalam kelas terdapat 35 meja dan kursi siswa yang ditata sedemikian rupa, 1 meja dan kursi guru, papa tulis, daftar keadaan siswa, 1 buah lemari buku dan alat tulis, dan 1 buah meja untuk meletakkan Al-Quran serta beberapa pajangan media gambar di sekeliling ruang kelas. Di depan setiap kelas terdapat keran air, tempat sampah, dan rak sepatu. 2. Masalah-masalah yang Menjadi Kendala Masalah yang terjadi dan menjadi kendala dalam pembelajaran di kelas VB SDN-SN ......... 7 Banjarmasin adalah sebagai berikut: a. Pembelajaran masih dilaksanakan satu arah, sehingga masih banyak siswa yang masih belum terlatih dalam menggali informasi melalui pertanyaan, hanya terpaku pada materi yang ada di buku dan hanya beberapa siswa yang telah menunjukkan sikap ilmiah dalam menggali informasi. b. Pembelajaran masih bersifat konvensional dan belum menarik, terlihat dari siswa yang pasif menerima pelajaran, sehingga tidak memunculkan rasa keingintahuannya untuk menemukan dan membangun pengetahuan yang diterimanya. c. Sumber pembelajaran yang digunakan lebih banyak hanya bersumber pada buku guru dan buku siswa dan jarang menggunakan literature tambahan. d. Aktivitas siswa di dalam kelas memang telah menerapkan pendekatan scientific,



namun



tanpa



diselingi



dengan



pemakaian



model



pembelajaran yang dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam proses



83



pembelajaran, yang berdampak pada jumlah siswa yang aktif lebih sedikit dari jumlah siswa yang ada di dalam kelas, sedangkan sisanya belum menunjukkan partisipasi yang mendalam. e. Dalam proses pembelajaran hamper selalu tidak ada menggunakan media pembelajaran yang dapat mendukung penyajian materi ajar secara maksimal.



B. Persiapan Penelitian 1. Izin Penelitian Peneliti sebelum melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), terlebih dahulu membuat rencana penelitian (proposal) yang diajukan kepada Dosen Pembimbing I, Dr. Hj. ........., M.Pd., Ph.D., dan Dosen Pembimbing II, M. ........., S.Pd.I., M.Pd. Setelah proposal disetujui, langkah selanjutnya adalah mempersiapkan izin penelitian secara tertulis yang diajukan kepada: a. Pengelola Program PG-PSD FKIP Unlam Banjarmasin b. Berdasarkan surat permohonan izin penelitian tersebut, Pengelola Program PG-PSD FKIP Unlam Banjarmasin memberikan surat pengantar



tanggal



2



April



2016



dengan



nomor



0346/UN8.1.2.5.3/KM/2016 yang diajukan kepada Kepala Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin c. Berdasarkan surat pengantar dari Pengelolan Program PG-PSD FKIP Unlam Banjarmasin tersebut, maka keluarlah rekomendasi dari Dinas



84



Pendidikan Kota Banjarmasin dengan nomor 070/987-Sekr/Dipendik pada tanggal 5 April 2016 yang memberikan izin penelitian di SDN-SN ......... 7 Banjarmasin d. Dengan membawa surat izin penelitian dari Dinas Pendidikan, peneliti kemudian melakukan permohonan izin penelitian kepada Kepala SDNSN ......... 7 Banjarmasin, keluarlah surat izin penelitian dari Kepala SDN-SN



.........



7



Banjarmasin



dengan



nomor



422/042/018/SDN.SM7/Dipendik/V/2016. 2. Penunjukkan Observer Sebelum melaksanakan penelitian tindakan kelas, peneliti terlebih dahulu menunjuk observer dalam penelitian tersebut. Peneliti memilih guru wali kelas VB sebagai observer dalam penelitian yakni ibu Fitri Noormawati, S.Pd, beliau telah memiliki kualifikasi pendidikan S1 dan merupakan lulusan Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin. Beliau merupakan wali kelas VB, sehingga beliau lebih mengetahui karakteristik siswa di kelas VB SDN-SN ......... 7 Banjarmasin, serta mau bekerjasama dengan peneliti untuk menyukseskan penelitian tindakan kelas ini melalui surat pernyataan bersedia menjadi observer.



C. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas



85



Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan ini terdiri dari dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari dua pertemuan. Setiap selesai siklus diadakan tes akhir siklus yang materinya merupakan gabungan dari pertemuan 1 dan pertemuan 2. Adapun rinciannya, yaitu: 1. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas Siklus I Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) siklus I ini akan dilaksanakan selama dua kali pertemuan dengan jadwal sebagai berikut: Tabel 4.1 Jadwal Penelitian Tindakan Kelas Siklus I No Hari/Tanggal



Pertemuan Alokasi KeWaktu



1.



Senin, 18 April 2016



1



7 × 35 menit



2.



Kamis, 21 April 2016



2



7 × 35 menit



3.



Kamis, 21 April 2016



2



7 × 35 menit



Materi



Penilaian



Tema Lingkungan Sahabat Kita Subtema 1 – Manusia dan Lingkungan Pembelajaran 4 Tema Lingkungan Sahabat Kita Subtema 1 – Manusia dan Lingkungan Pembelajaran 6



Tes tertulis (Essay), unjuk kerja (performance), keterampilan per orangan, dan sikap Tes tertulis (Essay), unjuk kerja (performance), keterampilan per orangan, dan sikap Tes tertulis berupa pilihan ganda dan essay



Tes Akhir Siklus I



a. Siklus I Pertemuan 1 Kegiatan yang akan dilaksanakan pada pertemuan 1 ini adalah sebagai berikut:



1) Skenario Kegiatan



86



Adapun kegiatan yang dilakukan untuk mempersiapkan pembelajaran pada pertemuan ini adalah sebagai berikut: (a) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token dengan pokok bahasan tema Lingkungan Sahabat Kita subtema Manusia dan Lingkungan, pembelajaran 4. (b) Menyiapkan lembar observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa. (c) Menyiapkan alat evaluasi untuk melihat dan mengukur hasil belajar siswa dalam pembelajaran, antara lain LKK (Lembar Kerja Kelompok) dan LKS (Lembar Kerja Siswa) yang berupa soal-soal evaluasi untuk seluruh siswa dalam memahami dan menguasai materi ajar. (d) Menyiapkan dan membuat media yang akan digunakan pada saat pembelajaran. (e) Mempersiapkan catatan lapangan dan dokumentasi terhadap model pembelajaran. Kemudian peneliti mempersiapkan rencana kegiatan yang akan dilakukan pada pembelajaran siklus I pertemuan 1 ini dengan rancangan kegiatan awal guru menyiapkan siswa secara fisik dan psikis, yaitu dengan memeriksa kerapian siswa dan mengajak siswa berdo’a bersama, mengabsen kehadiran siswa, kemudian guru memberikan apersepsi dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran, menyampaikan garis besar materi dan langkah-langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan.



87



Selanjutnya pada kegiatan inti, Guru menunjukkan gambar yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari, melakukan kegiatan Orientasi, membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah anggota 4-5 orang, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis dengan menggunakan kupon berbicara, mengumpulkan data, menguji hipotesis, presentasi, mengadakan



permainan



(games),



selanjutnya



mengadakan



kompetisi



(tournament), dan terakhir memberikan penghargaan kepada kelompok dengan skor tertinggi. Selanjutnya pada kegiatan akhir, guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran. Kemudian guru membagi soal evaluasi kepada seluruh siswa, melakukan refleksi, memberikan tindak lanjut, dan menyampaikan rencana pembelajaran yang akan dipelajari selanjutnya. 2) Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan ini dibagi menjadi 3 (tiga) kegiatan, yaitu kegiatan awal (pendahuluan), kegiatan inti, dan kegiatan akhir (penutup). Adapun uraian kegiatan pada siklus I pertemuan 1dengan RPP dari kegiatan awal sampai kegiatan akhir sebagai berikut: (a) Kegiatan Awal Kegiatan pembelajaran dimulai dengan guru masuk kelas dengan mengucapkan salam yang dijawab serentak oleh siswa. Selanjutnya guru mengajak siswa untuk berdoa bersama-sama yang dipimpin oleh M. Nashir Hernadi yang pada saat itu mengajukan diri untuk memimpin doa. Selanjutnya guru menanyakan kabar siswa dan melakukan absensi siswa,



88



“Bagaimana keadaan kalian hari ini?, apakah ada yang tidak hadir?”. Siswa secara serentak menjawab “Baik Pak, Tidak ada Pak”. Guru melakukan apersepsi dengan mengantar siswa ke dalam cerita mengenai seputar kejadian yang sering mereka dengar atau baca di berbagai macam media tentang kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh manusia. Selanjutnya, guru menyampaikan garis besar materi melalui penjelasan awal tentang gambar apa yang dipasang di papan tulis. Guru bertanya kepada siswa, “Anak-anak gambar apa ini?”. Semua serentak menjawab, “Penebangan Hutan, Pak!”. Kemudian, guru bertanya, “Apakah gambar ini menunjukkan sifat menjaga lingkungan?”, dan semua siswa menjawab, “Tidak, Pak!”. Dari gambar tersebutlah guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai hari ini, yaitu siswa mampu menggali informasi tentang teks bacaan Manusia dan Lingkungan dengan tepat, siswa mampu menguraikan akibat jika manusia tidak melaksanakan kewajiban terhadap lingkungan alam dengan benar, , siswa mampu menyimpulkan akibat jika manusia tidak menjaga lingkungan alam, siswa mampu menjelaskan pentingnya menjaga lingkungan, siswa mampu mendiagramkan data tersebut ke dalam diagram lingkaran dengan tepat, dan , siswa mampu menghitung rata-rata dari data tersebut dengan tepat. (b) Kegiatan Inti Pada kegiatan inti, siswa kembali diajak untuk mengamati gambar tentang penebangan hutan tadi. Kemudian siswa diberikan kesempatan



89



untuk mengajukan pertanyaan untuk menggali lebih banyak lagi informasi dari gambar tersebut. Kegiatan tanya jawab ini merupakan kegiatan awal sebelum memasuki materi pelajaran sambil guru memberi arahan dan memancing siswa untuk melontarkan pertanyaan seputar gambar yang ada di papan tulis. Guru memberikan motivasi dalam mengidentifikasi gambar dan mengajukan pertanyaan dan memberi inspirasi bagi siswa untuk terus menggali informasi dari gambar. Dengan begitu, siswa telah termotivasi dan memiliki gambaran tentang pertanyaan yang akan diajukan, sehingga sebagian besar siswa antusias dalam mengajukan pertanyaan yang ditunjuk secara acak, meskipun masih ada beberapa siswa yang belum terlihat antusias saat temannya mengajukan pertanyaan. Kemudian, guru membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah anggota 5 – 6 orang, sesuai dengan kriteria ideal, yaitu heterogen baik secara jenis kelamin dan prestasinya, namun dalam jumlah anggota yang rata. Sebelumnya guru telah mempersiapkan nama-nama siswa yang akan dibentuk kelompok. Dari jumlah siswa 35 orang, dibagi menjadi 7 kelompok, yang masing-masing kelompok berisi 5 anggota. Meskipun pada saat pembagian dan tempat duduk kelompok, guru masih belum sepenuhnya mengarahkan karena kurangnya persiapan dalam menata tempat duduk. Kegiatan dilanjutkan dengan mengajak siswa membaca teks bacaan yang ada di buku siswa dengan judul “Manusia dan Lingkungan”. Semua siswa membaca teks tersebut secara bergantian dan bersambung. Dari kegiatan membaca teks tersebut, guru memberikan pertanyaan kepada siswa



90



yang mengarah kepada permasalahan yang ada pada teks bacaan tersebut. Guru membimbing dengan menggunakan peta konsep untuk memudahkan siswa memahami dan menggali lebih dalam tentang informasi yang dibacanya. Kegiatan pembelajaran selanjutnya adalah merumuskan hipotesis. Guru mengajak siswa merumuskan jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Dari peta konsep yang telah disediakan di buku siswa, guru membimbing siswa mengajukan pendapatnya tetang masalah tersebut dan mengemukakan solusi. Guru mengarahkan siswa untuk menggunakan kupon yang telah diberikan sebelumnya sebagai media pembelajaran dari model pembelajaran yang tengah digunakan, yaitu Time Token. Dengan menggunakan kupon tersebut siswa menyampaikan hipotesisnya selama ± 30 detik, dan diperoleh hipotesis berupa “ada hubungan antara manusia dengan lingkungan”. Kegiatan berlanjut pada saat guru mengajarkan salah satu cara dalam memperoleh informasi, yaitu dengan wawancara, untuk membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Melalui kegiatan wawancara yang telah dipraktikkan oleh guru di depan kelas sebelumnya, siswa diajarkan untuk mengeksplorasi lebih dalam agar mendapatkan informasi sedetail mungkin. Siswa bebas menanyai siapa saja, boleh teman satu kelompok, dari kelompok lain, bahkan guru. Hasil wawancara tersebut ditulis sedemikian rupa dan kemudian siswa diminta membacakan hasil wawancara tersebut.



91



Selanjutnya, yaitu menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya, kalau “ada hubungan antara manusia dan lingkungan”, dan setelah siswa melakukan pengumpulan data melalui kegiatan wawancara, maka mereka menemukan jawaban atas permasalahan yang sedang dihadapi dan menemukan bahwa memang benar ada hubungan antara manusia dengan lingkungan. Setelah semua informasi telah terkumpul, kegiatan dilanjutkan dengan merumuskan kesimpulan dan presentasi. para siswa di dalam kelompok dipersilakan untuk mempresentasikan hasil diskusinya ke depan kelas, namun hanya siswa yang belum menggunakan kuponnya saja yang boleh mempresentasikannya ke depan. Guru memberikan koreksi dan menyamakan persepsi terhadap jawaban siswa apabila terdapat hal-hal yang masih kurang tepat. Kegiatan selanjutnya, yaitu permainan (games). Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor yang dilontarkan kepada siswa di dalam kelompok. Setiap kelompok berlomba adu kecepatan mengangkat tangan. Kelompok yang menjawab dengan benar akan mendapatkan poin 10 untuk setiap pertanyaan. Dalam games ini yang unggul adalah kelompok 2 dengan skor 50 poin, diikuti oleh kelompok 3, 6, 7 dengan skor masingmasing kelompok 10 poin, sedangkan yang lainnya masih nol. Kegiatan dilaksanakam



selanjutnya



dengan



kompetisi



mempertemukan



(tournament). setiap



perwakilan



Kompetisi anggota



kelompok berdasarkan tingkat kecerdasan yang sama, secara bergantian dan



92



akan



diberikan



pertanyaan



untuk



menguji



pengetahuan



seputar



pembelajaran yang telah diajarkan sebelumnya. Peraturannya, anggota kelompok diberikan buku dan alat tulis, jadi saat guru memberikan pertanyaan, bagi peserta yang sudah tahu jawabannya bisa menulis jawaban tersebut di buku yang telah disediakan, kemudian diangkat. Jika jawaban benar maka akan mendapatkan poin 10, dan jika belum tepat, maka akan dilempar ke anggota kelompok lainnya yang mengangkat nomor dua tercepat setelah yang pertama. Kegiatan ini merupakan kelanjutan memperoleh poin pada kegiatan sebelumnya. Hasil akhir yang didapatkan adalah kelompok 2 menjadi pemenang dengan skor 90. Kelompok pemenang ini diberikan penghargaan oleh guru berupa piagam penghargaan. (c) Kegiatan Akhir Pada kegiatan akhir, guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran yang telah dipelajari, yaitu tentang hubungan manusia dan lingkungan. Kemudian untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa, guru memberikan soal evaluasi secara individu berupa soal essay sebanyak 4 buah (terlampir). Guru kemudian melaksanakan refleksi dan tindak lanjut. Selanjutnya guru menyampaikan rencana pembelajaran yang akan dipelajari selanjutnya, yaitu masih dalam subtema yang sama, yaitu Manusia dan Lingkungan, dalam pembelajaran 6. Kemudian ditutup dengan salam. 3) Hasil Observasi



93



Hasil observasi merupakan uraian dari temuan-temuan yang didapatkan setelah kegiatan pembelajaran dari kegiatan awal hingga kegiatan akhir, yang nanti akan berfungsi sebagai bahan refleksi untuk meningkatkan pembelajaran yang lebih baik lagi. Berikut hasil observasi yang didapatkan dari siklus I pertemuan 1. (a) Observasi Aktivitas Guru dalam Kegiatan Pembelajaran Hasil pengamatan aktivitas guru dari observer dalam kegiatan pembelajaran di kelas pada siklus I pertemuan pertama dapat digambarkan sebagai berikut:



Tabel 4.2 Observasi Aktivitas Guru dalam Kegiatan Pembelajaran Siklus I Pertemuan 1 No. 1.



2.



Aspek yang Diamati Aktivitas guru menunjukkan gambar yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari, kemudian meminta siswa untuk mengamati gambar tersebut dengan seksama. Aktivitas guru melakukan kegiatan orientasi, membina iklim pembelajaran yang responsif dengan meminta siswa untuk melontarkan pertanyaan dari gambar yang diamati, kegiatan



Skor 2



4



94



berupa tanya jawab rebutan sebelum memasuki materi pelajaran. Aktivitas guru membagi siswa ke dalam kelompok dengan 3. jumlah 5–6 orang. Aktivitas guru membimbing siswa merumuskan masalah, 4. membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung tekateki. Aktivitas guru membimbing siswa merumuskan hipotesis. 5. Siswa juga diberikan kupon berbicara yang akan digunakan dalam menyampaikan hipotesisnya. 6. Aktivitas guru membimbing siswa mengumpulkan data. 7. Aktivitas guru membimbing siswa menguji hipotesis. Aktivitas guru membimbing siswa merumuskan kesimpulan dan presentasi, mendeskripsikan solusi yang diperoleh 8. berdasarkan pengujian hipotesis dan mempresentasikannya di depan kelas. Namun, hanya siswa yang masih mempunyai kupon yang harus mempresentasikannya. 9. Aktivitas guru mengadakan permainan (games). 10. Aktivitas guru mengadakan kompetisi (tournament). Aktivitas guru memberikan penghargaan kepada kelompok 11. dengan skor tertinggi. Total Skor Kriteria: Baik



3 3



2 3 3



3



4 4 3 34



Berdasarkan data hasil observasi tentang tahapan-tahapan pembelajaran yang dilaksanakan guru pada proses pembelajaran sesuai tabel 4.2 dapat dilihat bahwa nilai yang diperoleh adalah 34. Skor aktivitas guru dalam proses pembelajaran tersebut termasuk pada kategori baik. Hasil observasi oleh observer pada kegiatan pembelajaran dengan tema Lingkungan Sahabat Kita subtema Manusia dan Lingkungan yang telah dilakukan oleh guru dapat diketahui bahwa masih belum maksimal dan masih perlu adanya perbaikan-perbaikan pada pertemuan selanjutnya. Hal tersebut dikarenakan guru hanya memperoleh skor 4 (skor maksimal setiap aspek) sebanyak 3 kali, sedangkan 6 aspek memiliki skor 3, dan ada 2 aspek yang memiliki skor 2.



95



Ada beberapa aspek yang sudah mendapat skor maksimal, di antaranya aktivitas guru pada saat melakukan kegiatan orientasi dalam membina iklim pembelajaran dalam melontarkan pertanyaan dari gambar yang disajikan di depan. Aspek ini telah mendapat skor maksimal, karena empat aspek yang telah dimuat dalam rubrik aktivitas guru telah terlaksana semuanya. Pada aspek ini, guru telah melakukan arahan dan memancing siswa untuk melontar pertanyaan seputar gambar yang telah disajikan di depan. Dengan memberikan semangat juga memotivasi siswa dalam mengajukan pertanyaan dari gambar, dan juga sambutan yang hangat atas pertanyaan siswa jugadilakukan guru, tanpa kritik negatif dari guru, serta guru terus memberikan inspirasi siswa untuk terus menggali informasi dari gambar dengan kata kunci yang berhubungan dengan gambar. Kemudian, aspek berikut yang memperoleh nilai maksimal adalah pada saat aktivitas guru dalam mengadakan permainan (games), dimana guru memberikan pertanyaan kuis secara urut kepada setiap kelompok secara bergantian dan dilakukan secara sistematis, sehingga permainan dilakukan dengan suasana belajar yang kondusif. Dalam menyampaikan pertanyaan, guru juga sudah menyampaikan secara jelas dan mudah dimengerti. Tidak lupa guru memberikan motivasi kepada siswa untuk tetap semangat dari awal sampai akhir permainan. Aspek terakhir di siklus I pertemuan 1 ini yang mendapat skor maksimal untuk aktivitas guru, yaitu aspek aktivitas guru dalam mengadakan kompetisi (tournament). Pada aspek ini, juga telah melaksanakan segala aktivitas yang relevan dengan aktivitas ini, dimana telah memberikan arahan sebelum kompetisi diadakan dengan menyampaikan aturan-aturan kepada semua siswa, yang mana kompetisi ini



96



merupakan babak lanjutan dari permainan yang telah dilakukan sebelumnya. Guru juga telah memberikan pertanyaan secara jelas kepada semua siswa, dan terus memberikan semangat kepada siswa, meskipun jawaban siswa belum benar, serta guru telah membimbing jalannya kompetisi secara tertib. Dari pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan ini, untuk aktivitas guru ada juga beberapa aspek yang masih belum memperoleh skor maksimal. Aspek yang masih belum memperoleh skor maksimal pertama adalah pada aktivitas guru menunjukkan gambar yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. Pada kegiatan ini, guru seharusnya menunjukkan beberapa macam gambar yang berhubungan dengan materi, memberikan ilustrasi dengan bercerita mengenai keadaan yang ada di dalam gambar, menyebar pandangan dan mendekati siswa untuk memancing siswa agar mereka memperhatikan gambar dengan detail, dan membuka wawasan siswa untuk mengamati gambar dan mempersiapkan pertanyaan untuk mengidentifikasi gambar dengan rinci. Namun, guru hanya menunjukkan satu gambar dan berdasarkan catatan observer gambar yang ditampilkan cukup kecil, sehingga sulit dilihat dari belakang, dan guru juga tidak memberikan ilustrasi dengan bercerita tentang keadaan yang ada di dalam gambar. Aspek selanjutnya adalah aktivitas guru membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah 5 – 6 orang. Dalam kegiatan ini, guru seharusnya membagi kelompok secara heterogen, membagi kelompok dengan jumlah yang pas dan merata, membagi kelompok dengan tertib agar tidak membuang-buang waktu, dan guru dengan cepat menyusun posisi kelompok dengan sigap. Namun, pada kegiatan



97



ini, guru masih terlihat bingung dan belum bisa dengan sigap mengondisikan posisi kelompok, sehingga waktu yang digunakan pun menjadi lebih lama. Aspek yang masih belum memperoleh skor maksimal lainnya adalah pada aktivitas guru membimbing siswa merumuskan masalah, membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Seharusnya dalam kegiatan ini, guru memberikan cerita berupa suatu kasus yang berkaitan dengan materi, memberikan pertanyaan berupa teka-teki yang memancing siswa kepada suatu permasalahan, memberikan arahan agar siswa memberikan jawaban dari teka-teki dengan menjuruskan siswa pada jawaban yang diinginkan serta memancing para siswa untuk memberikan rumusan masalah berdasarkan cerita dan arahan yang diberikan. Namun, guru tidak melaksanakan kegiatan memancing para siswa untuk memberikan rumusan masalah dikarenakan guru terfokus pada pertanyaan dan mengharapkan jawaban dari siswa. Berikutnya adalah aktivitas guru membimbing siswa merumuskan hipotesis, mengajak siswa merumuskan jawaban sementara dari permasalahan yang dikaji dan siswa juga diberikan kupon berbicara yang akan digunakan untuk menyampaikan hipotesisnya. Pada kegiatan ini, guru seharusnya memberikan pancingan melalui gambar ilustrasi khayalan apa yang seharusnya dilakukan untuk mengatasi masalah yang diberikan, memotivasi siswa untuk mengungkapkan pendapat dalam bentuk hipotesis tentang permasalahan yang sedang dibahas, memberikan penjelasan mengenai bagaiman hipotesis seharusnya diberikan agar siswa memahami apa yang seharusnya dilakukan, dan menggunakan bahasa yang jelas dan tidak berbelit-belit. Namun, pada aspek ini guru tidak melakukan kegiatan



98



memotivasi siswa utnuk mengungkapkan pendapat dalam bentuk hipotesis tentang permasalahan yang sedang dibahas karena dguru memberikan fokus perhatian pada penjelasan mengenai apa itu hipotesis dan memberikan gambaran kasus agar siswa dapat memberikan hipotesis yang diharapkan, dan juga guru masih menggunakan bahasa yang berbelit-belit. Aspek lainnya adalah aktivitas guru membimbing siswa mengumpulkan data, melalui aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan berdasarkan lembar kerja kelompok yang tersedia. Pada kegiatan ini, guru seharusnya memberikan pancingan melalui penjelasan materi yang sedang dipelajari, memotivasi siswa untuk mencari berbagai informasi tambahan dari berbagai literatur berdasarkan permasalahan yang sedang dibahas dan terus berperan aktif di dalam kelompok, mendekati siswa dengan melakukan bimbingan secara pribadi dan mandiri dan memberi penjelasan kepada setiap kelompok apabila siswa masih belum mengerti dengan materi yang dibahas sekaligus mengecek pekerjaan siswa, serta menggunakan bahasa yang jelas dan tidak berbelit-belit sehingga siswa mengerti dengan penjelasan guru. Namun, ada satu komponen yang tidak dilaksanakan oleh guru, yaitu memotivasi siswa untuk mencari berbagai informasi tambahan dari berbagai literatur berdasarkan permasalahan yang sedang dibahas. Hal ini dikarenakan, guru lebih menekankan bimbingan siswa secara pribadi agar tujuan kerja kelompok tercapai, sehingga hal ini terlupakan. Berikutnya, aspek yang masih belum mendapat skor maksimal adalah aktivitas guru membimbing siswa menguji hipotesis, menelaah data dan sekaligus



99



membahasnya untuk melihat hubungan dengan masalah yang dikaji, serta dituangkan ke dalam lembar kerja siswa. Seharusnya, dalam kegiatan ini guru memberikan gambaran dan membuka wawasan siswa melalui penjelasan hasil diskusi atau pencarian informasi yang telah dilakukan, memberi bimbingan kepada siswa yang kesulitan menjawab pertanyaan dengan cara berkeliling ke setiap kelompok, memberikan respon positif terhadap jawaban siswa dan memberikan saran apabila masih terdapat kekurangan dalam jawaban siswa secara berkelompok, dan memberikan motivasi kepada seluruh kelompok agar bersama-sama memberikan jawaban dan saran untuk menyempurnakan jawaban hasil kerja kelompok. Tetapi, pada kegiatan memotivasi siswa untuk bekerjasama dan lebih aktif di dalam kelompok tidak terlaksana, dikarenakan guru melihat sebagian besar siswa sudah melakukan kerjasama dengan baik, sehingga guru lebih menekankan pada memberi bimbingan terhadap siswa dalam menjawab pertanyaan yang diberikan dalam lembar kerja kelompok. Pada aspek ini juga belum mendapat skor maksimal, yaitu aktivitas guru membimbing siswa merumuskan kesimpulan dan presentasi, mendeskripsikan solusi yang diperoleh berdasarkan pengujian hipotesis dan mempresentasikannya di depan kelas, dengan menggunakan kupon bicara yang masih tersisa. Seharusnya, pada kegiatan ini guru memberikan arahan dan gambaran kepada seluruh siswa mengenai apa yang sudah dilakukan di dalam kelompok dari awal hingga sekarang diserta kegiatan tanya jawab, berkeliling ke tiap-tiap kelompok untuk memastikan semuanya mampu menyimpulkan hasil kegiatan diskusi dan memperbaiki jika ada terdapat kekeliriuan, mempersilakan siswa utnuk mempresentasikan hasil diskusi



100



kelompok satu persatu, dan memberikan respon positif terhadap hasil kerja kelompok yang dipresentasikan serta menyempurnakan jawaban jika terdapat kekurangan atau kekeliruan. Namun, yang terjadi guru terlewat dalam melakukan kegiatan berkeliling ke tiap-tiap kelompok untuk memastikan seluruh kelompok mampu menyimpulkan hasil kegiatan diskusi dan memperbaikinya jika ada terdapat kekeliruan. Hal ini dikarenakan guru terfokus pada siswa yang harus mempresentasikan hasil diskusinya dan dirasa semua jawaban yang disampaikan siswa sudah bagus, sehingga kegiatan tersebut terlupakan. Aspek yang terakhir yang belum mendapat skor maksimal adalah kegiatan guru memberikan penghargaan kepada kelompok dengan skor tertinggi. Dalam kegiatan ini, seharusnya guru memberikan penghargaan secara objektif, tertib, teratur, memberikan motivasi kepada kelompok yang mendapat skor rendah dan teru memberi semangat untuk games dan tournament selanjutnya, serta memberikan pesan-pesan tentang apa yang sudah dilakukan selama kegiatan tadi. Namun, dalam kegiatan ini guru terlewat tidak menyampaikan pesan-pesan tentang apa yang sudah dilakukan selama kegiatan tadi dikarenakan guru terbawa suasana semangat dalam melakukan games dan tournament sebelumnya. (b) Observasi Aktivitas Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran Hasil observasi aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran di kelas pada siklus I pertemuan 1 dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 4.3 Persentase Setiap Aspek Observasi Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Siklus I Pertemuan 1



No



Aspek



Sangat Aktif f %



Kategori Aktif Cukup Aktif f % f %



Kurang Aktif F %



101



1 2 3 4



5



6



7



8 9



Mengamati gambar yang ditayangkan guru dengan seksama Mengajukan pertanyaan dari gambar yang telah diamati Memberi masukan dalam merumuskan masalah Merumuskan hipotesis dengan menggunakan kupon berbicara Berdiskusi dalam mengumpulkan data, melakukan aktivitas menjaring data yang relevan berdasarkan lembar kerja kelompok Menguji hipotesis, menelaah data, dan melihat hubungan dengan masalah yang dikaji Merumuskan kesimpulan dan presentasi dengan menggunakan kupon berbicara Bekerjasama dalam menjawab pertanyaan dalam games yang diberikan Mengikuti kompetisi (tournament)



35



100%



-



0%



-



0%



-



0%



15



42,9%



6



17,1%



-



0%



14



40%



9



25,7%



11



31,4%



10



28,6%



5



14,3%



18



51,4%



17



48,6%



-



0%



-



0%



35



100%



-



0%



-



0%



-



0%



9



25,7%



16



45,7%



10



28,6%



-



0%



20



57,1%



14



40%



1



2,9%



-



0%



35



100%



-



0%



-



0%



-



0%



35



100%



-



0%



-



0%



-



0%



Pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa persentase yang diperoleh siswa pada setiap aspek masih banyak yang berada pada kategiori kurang aktif dan cukup aktif. Memang untuk skor akhir yang diperoleh siswa adalah aktif dan sangat aktit, tetapi masih banyak aspek yang perlu perhatian agar siswa dapat melakukannya sampai pada kategori sangat aktif. Hal tersebut sesuai dengan indikator hasil penelitian yang menyaratkan bahwa penelitan dinyatakan berhasil apabila ≥ 80% siswa mencapa kategori sangat aktif. Dari sembilan aspek yang diamati dalam aktivitas siswa, sudah ada empat aspek yang semua siswa memperoleh kategori sangat aktif. Meskipun tidak semua aspek mendapat siswa memperoleh kategori sangat aktif, namun untuk pertemuan pertama di siklus I ini, hal ini sudah menunjukkan sesuatu yang bagus, karena antusias siswa dalam beberapa kegiatan dalam mengikuti pembelajaran. Salah satu aspek yang mendapati seluruh siswa mendapat kategori sangat aktif, yaitu aktivitas 102



siswa mengamati gambar yang disajikan oleh guru. Dalam aspek ini seluruh siswa mengamati gambar dengan teliti dan dengan arahan dan pancingan-pancingan dari guru, siswa mengamati gambar penuh perhatian dengan siap mengajukan pertanyaan seputar gambar yang diamati. Aspek berikutnya, yaitu aktivitas siswa berdiskusi dalam mengumpulkan data yang relevan yang dituangkan dalam lembar kerja kelompok yang telah diberikan. Dalam aspek ini, siswa dibantu dengan bimbingan dari guru, telah mengumpulkan data dan memberikan masukan tanpa diminta, dan juga guru memotivasi siswa serta memberikan arahan, sehingga menumbuhkan dalam diri siswa rasa bertanggung jawab mengerjakan tugas yang telah diberikan hingga selesai. Aspek selanjutnya, yaitu aktivitas siswa bekerja sama dalam menjawab pertanyaan dari permainan yang diberikan. Sangat terlihat siswa terlihat antusias dalam kegiatan ini, sehingga semua siswa turut berpartisipasi aktif mengikuti kegiatan. Dengan bimbingan dan arahan dari guru, kegiatan permainan dapat berjalan dengan tertib dan tetap terjaga kondusif, yang membuat siswa jadi semakin semangat dalam bekerja sama menjawab pertanyaan, dan juga memberikan masukan-masukan kepada teman sekelompoknya tentang pertanyaan yang diberikan, dan tidak lupa karena ini permainan menjawab pertanyaan secara berkelompok, siswa berembuk dahulu sebelumnya menjawab pertanyaan, sebagai bukti antusias mereka dalam memperoleh nilai tertinggi dan kemenangan. Yang terakhir, adalah aktivitas siswa mengikuti kompetisi. Setelah disampaikan guru, bahwa kelas akan mengadakan kompetisi, seluruh siswa



103



langsung bersemangat, dan tentunya siswa di sini berlomba-lomba untuk meraih peringkat tertinggi. Dengan fokus yang dimiliki masing-masing peserta perwakilan kelompok, mereka masing-masing berusaha membuktikan siapa yang terbaik dengan menjawab pertanyaan dengan cepat dan tepat. Untu aspek yang belum memenuhi indikator keberhasilan adalah kegiatan mengajukan pertanyaan dari gambar yang telah diamati, memberi masukan dalam merumuskan masalah, merumuskan hipotesis dengan menggunakan kupon berbicara, menguji hipotesis dan menelaah data serta melihat hubungan dengan masalah yang sedang dikaji, dan merumuskan kesimpulan dan presentasi dengan menggunakan kupon berbicara. Aspek mengajukan pertanyaan dari gambar yang telah diamati hanya 42,9% dari jumlah siswa yang memperoleh kategori sangat aktif. Artinya, hanya beberapa siswa saja yang telah menyiapkan dan bersedia mengajukan pertanyaan dengan mengangkat tangan terlebih dahulu tanpa ditunjuk oleh guru dan tanpa menunggu teman. Masih ada beberapa siswa yang masih menunggu temannya dulu sebelum mengajukan pertanyaan dan menunggu ditunjuk oleh guru dahulu, bahkan ada beberapa siswa yang masih belum terlihat menyiapkan pertanyaan. Hal ini dikarena karena guru belum memberikan motivasi dan pancingan-pancingan berupa kata kunci yang membuka pikiran siswa tentang pertanyaan seputar gambar yang disajikan. Aspek memberikan masukan dalam merumuskan masalah hanya 25,7% dari jumlah siswa yang memperoleh kategori sangat aktif. Artinya, sedikit siswa yang secara inisiatif memberikan masukan sendiri tentang rumusan masalah yang



104



diharapkan guru, tanpa ditunjuk oleh guru. Juga ada beberapa siswa yang mau memberikan masukan namun menunggu temannya dulu, bahkan ada beberapa siswa yang tidak melibatkan diri dalam memberikan masukan dan melakukan kegiatan lain yang tidak berhubungan dengan kegiatan. Ini dikarenakan perhatian yang diberikan oleh guru masih belum menyeluruh, dan siswa masih terlihat takut disalahkan oleh guru, meskipun guru telah memberikan arahan untuk berani mengajukan pendapat tanpa takut salah. Pada aspek merumuskan hipotesis dengan kupon berbicara diperoleh presentase 51,4% dari jumlah siswa yang memperoleh kategori sangat aktif. Artinya, hanya setengah dari jumlah siswa yang memberikan masukan tentang hipotesis secara inisiatif dan menggunakan kupon berbicaranya secara maksimal. Meskipun ada beberapa siswa yang masih belum mengerti apa itu hipotesis, dengan penjelasan guru, siswa sudah mulai mengerti. Setelah mengerti apa itu hipotesis, siswa sudah mulai berani mengajukan pendapatnya, namun siswa masih menunggu temannya dahulu sebelum mengajukan pendapatnya, dan waktu yang diberikan oleh kupon berbicarapun masih belum dimanfaatkan secara maksimal. Dalam aspek menguji hipotesis, menelaah data, dan melihat hubungan dengan masalah yang dikaji hanya diperoleh persentase sebesar 25,7% dari jumlah siswa yang memperoleh kategori sangat aktif. Artinya, kurang dari setengah jumlah siswa yang memiliki rasa tanggung jawab dalam menyelesaikan tugasnya dalam menguji hipotesis, menelaah data, dan melihat hubungan dengan masalah yang sedang dikaji. Sisanya yang lain, masih ada siswa yang masih mengharapkan anggota kelompoknya yang terpandai untuk menyelesaikan tugasnya, bahkan masih



105



ada beberapa yang belum fokus terhadap tugas yang diberikan dengan berbicara hal yang tidak perlu, yang tidak berhubungan dengan masalah yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan guru hanya bisa memberikan bimbingan ke beberapa kelompok saja, sehingga jika ditinggal akan terulang kembali. Aspek yang terakhir pada aspek merumuskan kesimpulan dan presentasi dengan menggunakan kupon berbicara dengan persentase 57,1% dari jumlah siswa yang memperoleh kategori sangat aktif. Artinya, setengah dari jumlah siswa telah melakukan presentasi dan menyampaikan kesimpulan dengan menggunakan waktu yang diberikan kupon berbicara secara maksimal. Meskipun telah diberikan motivasi oleh guru dan semangat untuk menyampaikan kesimpulan pembelajaran dengan maksimal. Bahkan ada seorang siswa yang terlihat enggan menyampaikan kesimpulan ke depan kelas. Hal ini, menjadi perhatian guru, karena masih ada siswa yang masih malu-malu. Dari data tersebut terlihat bahwa aspek-aspek tersebut perlu mendapat perhatian lebih agar setiap aspeknya mampu mencapai kategori sangat aktif, walaupun secara klasikal sebagian siswa memang sudah mendapat kategori sangat aktif. Berikut gambaran hasil analisis observasi aktivitas siswa secara klasikal: Tabel 4.4 Hasil Aktivitas Siswa Mengikuti Pembelajaran pada Siklus I Pertemuan 1 secara Klasikal No Kriteria 1. Sangat Aktif 2. Aktif 3. Cukup Aktif 4. Kurang Aktif Jumlah Siswa dengan Kategori Sangat Aktif Persentase Keaktifan Klasikal



f 9 26 -



% 25,7% 74,3% 0% 0% 9 25,7%



106



Dari tabel 4.4 terlihat bahwa siswa yang aktif lebih banyak dari siswa dengan kategori sangat aktif. Tentu hasil tersebut perlu ditingkatkan lagi pada pertemuan selanjutnya. Hasil tersebut dapat digambarkan dengan grafik berikut:



Persentase Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan 1 74.30%



80.0% 60.0% 40.0%



25.70%



20.0% 0.0%



0% Sangat Aktif



Aktif



Cukup Aktif



0%



Kurang Aktif



Gambar 4.1 Grafik Aktivitas Siswa Mengikuti Pembelajaran pada Siklus I Pertemuan 1 Siswa yang berada pada kategori aktif tercatat ada 26 orang dan yang sangat aktif ada 9 orang. Kondisi ini sebetulnya merupakan kondisi yang bagus, namun kriteria yang ditetapkan guru adalah ≥ 80% siswa mendapat kategori sangat aktif. Hasil ini belum tercapai karena sebagian besar siswa masih memiliki kendala untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran. Seperti halnya pada aspek mengajukan pertanyaan dari gambar yang diamati, hanya 15 orang siswa yang memiliki skor 4. Pada aspek berikutnya, yaitu memberikan masukan dalam merumuskan masalah, hanya 9 orang siswa yang berperan sangat aktif dan yang lainnya meski ada beberapa yang mengemukakan pendapatnya, namun hanya sekali dan baru mau berbicara saat ditunjuk. Pada aspek merumuskan hipotesis dengan menggunakan 107



kupon berbicara, siswa yang terlihat sangat aktif berjumlah 18 orang, dan sisanya berkategori aktif ada 17 orang siswa. Namun, pada aspek berdiskusi dalam mengumpulkan data melalui lembar kerja kelompok, semua anggota kelompok terlihat sangat fokus dalam berdiskusi, sehingga masuk dalam kategori sangat aktif. Dalam aspek menguji hipotesis, menelaah data, dan melihat hubungan dengan masalah yang sedang dikaji, siswa yang sangat aktif dalam menguji hipotesis hanya 9 orang, sisanya menyampaikan hasilnya, namun masih harus ditunjuk dahulu, yang mana siswa yang aktif berjumlah 16 orang dan siswa yang masuk kategori cukup aktif berjumlah 10 orang. Selanjutnya, dalam merumuskan kesimpulan dan presentasi dengan menggunakan kupon berbicara, siswa yang tanpa perlu ditunjuk untuk menyampaikan hasil kesimpulannya dan menyajikan di depan terdapat 20 orang, sisanya yang masuk kategori aktif, yaitu harus ditunjuk terlebih dahulu ada 14 orang, dan ada 1 orang yang terlihat sedang tidak fokus, melakukan hal-hal diluar pembelajaran. Namun, dalam kegiatan menjawab pertanyaan yang dikemas dalam permainan dan kompetisi (tournament), semua siswa terlihat sangat aktif dan antusias dalam berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. (c) Observasi Hasil Belajar Siswa Data hasil belajar siswa meliputi nilai yang didapat pada pengerjaan tugas dalam kelompok dan nilai pada evaluasi akhir pertemuan. Hasil belajar tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: (1) Nilai Hasil Kerja Kelompok Siklus I Pertemuan 1 Tabel 4.5 : Nilai Hasil Kerja Kelompok Siklus I Pertemuan 1 No 1.



Kelompok I



Nilai 100



108



2. 3. 4. 5. 6. 7.



II III IV V VI VII



60 80 100 100 100 70



Pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa kelompok II mendapat nilai terendah, yaitu 60. Hal ini dikarenakan, kelompok ini masih memiliki kendala pada tahap mengamati gambar untuk menggali informasi lebih dalam, dan pada tahap merumuskan masalah juga memiliki kendala, sehingga dalam tahap pemecahan masalah, kelompok ini belum dapat menentukan adakah hubungan antara manusia dengan lingkungan. Kelompok berikutnya adalah kelompok VII yang mendapat nilai 70. Kelompok ini mengalami kendala pada tahap merumuskan masalah, dan juga ini menyebabkan kelompok VII kesulitan dalam menentukan adakah kaitan antara manusia dengan lingkungan. Selanjutnya, kelompok III yang mendapat skor 80. Kelompok ini mengalami kendala pada tahap pemecahan masalah, sehingga kelompok ini kesulitan dalam memahmi soal dan sedikit kesulitan dalam menentukkan hubungan manusia dengan lingkungan. Namun, untuk yang lainnya, kelompok sudah baik dalam mengerjakan tugas yang lainnya dan menunjukkan kerjasama yang baik satu sama lain. Untuk memperjelas hasil belajar kelompok pada siklus I pertemuan 1, dapat digambarkan dalam grafik sebagai berikut:



109



Hasil Belajar Kelompok Siklus I Pertemuan 1



Frekuensi



100 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0



100



100



100



80 70



60



Kelompok



I



II



III



IV



V



VI



VII



Kelompok



Gambar 4.2 Grafik Nilai Hasil Kerja Kelompok Siswa Siklus I Pertemuan 1 Berdasarkan gambar 4.2, dapat diketahui ada empat kelompok yang mendapatkan nilai tertinggi, sedangkan masih ada beberapa kelompok yang mendapat nilai 60, 70, dan 80. Hasil ini tentunya belum menunjukkan hasil yang memuaskan karena guru menetapkan standar nilai untuk ketuntasan adalah ≥ 80, jadi hanya lima kelompok saja yang dinyatakan tuntas, sedangkan yang lainnya belum mencapai skor yang telah ditetapkan. Perolehan nilai kelompok pada siklus I pertemuan 1 ini tentu masih perlu ditingkatkan, agar pada pertemuan selanjutnya seluruh kelompok dapat memperoleh hasil yang maksimal. (2) Nilai Hasil Belajar Siswa secara Individu Siklus I Pertemuan 1 Tabel 4.6 Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus I Pertemuan 1 No. 1. 2. 3. 4.



Nilai Skala 100 Skala 1 - 4 86 – 100 3,67 – 4,00 81 – 85 3,34 – 3,66 76 – 80 3,01 – 3,33 71 – 75 2,67 – 3,00



Frekuensi Nilai dan Persentase K % A % P % 10 28,6 3 8,5 2 5,7 2 5,7 2 5,7 5 14,3 1 3 4 11,4 6 17,1 11 31,4 16 45,7 3 8,3



110



66 – 70 2,34 – 2,66 7 20 9 25,7 61 – 65 2,01 – 2,33 5 14,3 2 5,7 4 11,4 56 – 60 1,67 – 2,00 1 3 2 5,7 51 – 55 1,34 – 1,66 2 5,7 4 11,4 46 – 50 1,01 – 1,33 3 8,3 41 – 45 0,67 – 1,00 1 3 35 100 35 100 35 100 Jumlah 13 orang 9 orang 13 orang Ketuntasan Individu 37,1% 25,7% 37,1 % Ketuntasan Klasikal 76,34 Rata-rata Nilai Keterangan: K = Kognitif, A = Afektif, P = Psikomotorik, % = Persentase 5. 6. 7. 8. 9. 10.



Hasil tes tertulis yang dilakukan pada akhir pertemuan 1 siklus I ini masih sangat rendah. Siswa yang memperoleh nilai antara 41 – 45 ada 1 orang (3%), siswa yang memperoleh nilai antara 46 – 50 ada 3 orang (8,3%), siswa yang memperoleh nilai antara 51 – 55 ada 2 orang (5,7%), siswa yang memperoleh nilai antara 61 – 65 ada 5 orang (14,3%), siswa yang memperoleh nilai antara 71 – 75 ada 11 orang (31,4%), siswa yang memperoleh nilai antara 76 – 80 ada 1 orang (3%), siswa yang memperoleh nilai antara 81 – 85 ada 2 orang (5,7%), dan siswa yang memperoleh nilai antara 86 – 100 ada 10 orang (28,6%). Jadi, hanya 13 orang siswa saja yang dinyatakan tuntas. Hal ini dikarenakan, guru belum ada memberikan penekanan tentang materi-materi atau poin-poin penting yang akan keluar di soal tes akhir di setiap pembelajaran. Sedangkan untuk penilaian pada aspek afektif (sikap), guru menentukan patokan penilaian pada aspek sosial, yaitu Gotong Royong, Jujur, Disiplin, dan Percaya Diri, dengan skor patokan Belum Terlihat (skor 1), Mulai Terlihat (skor 2), Mulai Berkembang (skor 3), dan Sudah Membudaya (skor 4). Siswa yang memperoleh nilai gabungan antara 76 – 100 dengan rentang skor gabungan 3,01 – 4,00 berada pada kategori Sudah Membudaya ada 9 orang, sedangkan siswa yang



111



memperoleh gabungan antara 61 – 75 dengan rentang skor gabungan 2,01 – 3,00 berada pada kategori Mulai Berkembang ada 25 orang, dan ada 1 orang yang termasuk dalam kategori Mulai Terlihat pada rentang skor ≤ 2,00. Hal ini dikarenakan, dalam aspek gotong royong, siswa masih banyak yang masih belum aktif membantu dalam kerja kelompok ataupun melakukan diskusi. Untuk aspek jujur, masih ada beberapa siswa yang tidak menyampaikan hasil temuan atau data dengan apa adanya. Dalam aspek disiplin, siswa masih ada beberapa belum patuh terhadap peraturan yang ditetapkan sebelum pembelajaran dan mengumpul tugas sesuai waktu yang telah ditentukan. Sedangkan aspek percaya diri, kebanyakan siswa masih malu-malu dalam presentasi ke depan atau bahkan mengemukakan pendapatnya, masih menunggu temannya dahulu atau bahkan menunggu ditunjuk terlebih dahulu. Untuk



penilaian



pada



aspek



psikomotorik



(keterampilan),



guru



menggunakan instrumen penilaian wawancara, dengan penilaian yang sudah tertera di buku guru, yaitu rubrik wawancara dan dengan skor patokan Perlu Bimbingan (skor 1), Cukup Baik (skor 2), Baik (skor 3), dan Baik Sekali (skor 4). Siswa yang memperoleh nilai gabungan antara 76 – 100 dengan rentang skor gabungan 3,01 – 4,00 berada pada kategori Sudah Membudaya ada 13 orang, sedangkan siswa yang memperoleh gabungan antara 61 – 75 dengan rentang skor gabungan 2,01 – 3,00 berada pada kategori Baik ada 16 orang, dan ada 6 orang yang termasuk dalam kategori Cukup Baik dengan skor gabungan 46 – 60 dan rentang skor 1,01 – 2,00. Hal ini dikarenakan masih banyak siswa yang belum menguasai sikap, teknik dan urutan wawancara dengan baik.



112



Dari data di atas, maka dapat diakumulasikan jumlah siswa yang tuntas pada ketiga aspek penilaian dalam tabel berikut: Tabel 4.7 Akumulasi Ketuntasan Hasil Belajar Siklus I Pertemuan 1 No



Kriteria Ketuntasan



K



%



A



%



P



%



Tuntas (≥ 80) 13 37,1% 9 25,7% 13 37,1% Tidak Tuntas (≤ 80) 22 62,9% 26 74,3% 22 62,9% 35 100% 35 100% 35 100% Jumlah Keterangan: K = Kognitif, A = Afektif, P = Psikomotorik, % = Persentase 1. 2.



Hasil belajar siswa pada siklus I pertemuan 1, dalam aspek kognitif ada 13 orang siswa atau 37,1% yang sudah memenuhi kriteria ketuntasan minimal, sedangakan 22 orang lainnya atau sebanyak 62,9% masih berada di bawah kriteria ketuntasan minimal. Sedangkan untuk aspek afektif, hanya 9 orang siswa atau sebanyak 25,7% sudah memperoleh nilai di atas kriteria ketuntasan minimal atau memperoleh kriteria sudah membudaya, dan 26 orang lainnya atau sebanyak 74,3% masih berada pada kategori mulai berkembang dan mulai terlihat. Penilian ini diperoleh berdasarkan akumulasi nilai antara 76 – 100 atau skor 3,01 – 4,00 pada rentang skor penilaian kurikulum 2013. Untuk aspek psikomotorik, dari data tersebut dapat diketahui bahwa sebanyak 13 orang siswa atau 37,1% telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal, yaitu ≥ 80, sedangkan 22 orang lainnya masih berada di bawah kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan. Hasil belajar siswa secara individu dapat dilihat pada lampiran. Untuk memperjelas hasil belajar siswa secara individu pada siklus I pertemuan 1, dapat dilihat dari grafik dibawah ini:



113



Hasil Belajar Siswa Siklus I Pertemuan 1 16 14



12



Frekuensi



10 8 6 4 2 0 Kognitif



100 86 10



85 81 2



80 76 1



75 71 11



70 66 0



65 61 5



60 56 0



55 51 2



50 46 3



45 41 1



Afektif



3



2



4



16



7



2



1



0



0



0



Psikomotorik



2



5



6



4



9



6



2



1



0



0



Gambar 4.3 : Hasil Belajar Siswa Siklus I Pertemuan 1



Gambar 4.3 menunjukkan bahwa pada aspek penilaian kognitif (pengetahuan), siswa yang memperoleh nilai di atas kriteria ketuntasan minimal, yaitu antara 80 – 100 sebanyak 13 orang siswa atau sebesar 37,1% telah dinyatakan tuntas dalam pembelajaran di siklus I pertemuan 1 ini. Pada aspek afektif, data tersebut memberikan gambaran bahwa 9 orang siswa atau sebesar 25,7% memperoleh kriteria Sudah Membudaya yang tergambar dalam nilai gabungan antara 76 – 100 atau pada rentang skor ketetapan kurikulum



114



2013 antara 3,01 – 4,00, dan 26 siswa lainnya masih berada pada kategori Mulai Berkembang dan Mulai Terlihat. Untuk aspek psikomotorik, dari data tersebut tergambar bahwa sebanyak 13 orang siswa atau sebesar 37,1% telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal, yaitu ≥ 80, sedangkan 22 siswa lainnya masih berada di bawah kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan. 4) Analisis Soal Tes Akhir Siklus I Pertemuan 1 Pada akhir pembelajaran siklus I pertemuan 1 diadakan tes akhir pembelajaran yang mengambil tes pada ranah kognitif untuk mengetahui sejauh mana siswa menyertap materi yang diberikan pada hari itu. Tes diberikan dengan menggunakan instrumen soal berjumlah 4 buah dengan beberapa variasi kata kerja ranah kognitif yang diberikan. Analisis soal ini digambarkan untuk menginformasikan ranah kognitif mana yang telah dan belum sepenuhnya berhasil terjawab oleh siswa sebagai bahan pertimbangan dalam pemberian tes di pertemuan berikutnya. Untuk memperjelas hasil yang diraih oleh siswa dalam setiap soal tes akhir pertemuan 1 pada siklus I ini, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.8 Analisis Hasil Tes Akhir Pertemuan 1 pada Siklus I setiap Butir Soal No. Soal 1 2 3 4



Kategori Ranah Kognitif C2 C4 C4 C2



Bobot Skor 25 25 25 25



Frekuensi Siswa Persentase Menjawab Benar (%) 23 33 18 30



65,7% 94,3% 51,4% 85,7%



Keterangan Menggali Menyimpulkan Mendiagramkan Menghitung



115



Dari data di atas, diketahui bahwa dari 4 soal yang ada, hanya setengahnya yang berhasil mencapai indikator keberhasilan, yaitu ≥ 80. Siswa menjawab dengan benar pada soal nomor 2 dan 4 dengan kategori menyimpulkan dan menghitung. Untuk soal nomor 1 dan 3 dengan kategori menggali dan mendiagramkan masih belum memenuhi indikator keberhasilan. Dari data tersebut dapat diketahui pula bahwa para siswa masih memiliki kendala dalam menjawab soal dengan tingkat kesulitan berbeda, yaitu pada soal nomor 1. Soal ini menggali informasi yang telah disajikan sebelumnya tentang fungsi lingkungan bagi manusia dan arti pentingnya lingkungan bagi manusia. Pada soal nomor 3, siswa diminta menghitung data yang telah disajikan, kemudian diubah ke dalam bentuk diagram lingkaran. Kesulitan terletak pada membaca data tersebut, yang kemudian dihitung dan hasilnya diubah ke bentuk diagram. 5) Refleksi Siklus I Pertemuan 1 Berdasarkan temuan yang diperoleh melalui observasi kegiatan pembelajaran dan hasil belajar siswa dapat direfleksikan sebagai berikut: (a) Aktivitas Guru Kegiatan pembelajaran yang direncanakan dengan alokasi waktu 7×35 menit sudah dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Dari lembar observasi penilaian guru, guru memperoleh skor 4 (skor maksimal) sebanyak 3 kali, yaitu pada kegiatan orientasi, melontarkan pertanyaan dari gambar berupa tanya jawab rebutan. Kemudian aspek yang mendapat skor 4, yakni kegiatan guru mengadakan permainan dan mengadakan kompetisi.



116



Sedangkan pada aspek lainnya guru masih memperoleh skor 3 dan skor 2. Skor yang diperoleh guru dalam kegiatan pembelajaran, yaitu 34 dengan kriteria baik. Tentunya, guru masih belum maksimal dalam menjalankan langkah-langkah pembelajaran, terutama saat menunjukkan gambar yang berhubungan dengan materi dan pada saat membimbing siswa merumuskan hipotesis. Penyebab dari kurang optimalnya aktivitas yang dilakukan guru dalam melaksanakan kombinasi model Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token adalah karena guru terlalu terfokus pada pencapaian keberhasilan proses dan perolehan hasil belajar siswa. Hal ini terlihat pada saat melaksanakan aspek menunjukkan gambar yang berhubungan denga materi yang akan dipelajari. Pada kegiatan ini guru tidak memberikan ilustrasi atau cerita yang berkaitan tentang gambar yang disajikan. Hal ini disebabkan karena guru terfokus pada jawaban akhir siswa tentang informasi apa saja yang terdapat dari gambar. Juga pada kegiatan ini guru hanya menunjukkan satu gambar saja dan gambar tersebut relatif kecil, sehingga tidak terlalu jelas jika dilihat dari belakang. Maka, langkah perbaikan yang akan dilakukan guru adalah menggunakan media yang bisa diakses oleh semua siswa, dan juga lebih memberikan banyak ilustrasi tentang gambar, sehingga siswa bisa lebih menggali lebih dalam lagi informasi yang diinginkan.



117



Selanjutnya, pada aspek membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah 5 – 6 orang. Dalam kegiatan ini, guru masih belum sigap mengondisikan posisi kelompok, karena kurangnya persiapan tentang peletakkan posisi kelompok, dan guru juga hanya terfokus pada pembagian anggotanya saja, sehingga dalam penempatan kelompok lebih banyak waktu yang digunakan. Maka, langkah perbaikan yang akan dilakukan guru adalah dengan menetapkan terlebih dahulu anggota kelompok dan tata letak penempatan duduk masing-masing kelompok, agar pada saat pembagian kelompok, guru langsung dapat mengarahkan setiap kelompok ke tempatnya masing-masing, tanpa membuang-buang waktu. Pada aspek berikutnya, yaitu membimbing siswa merumuskan masalah. Dalam kegiatan ini guru telah melakukan kegiatan yang relevan dengan aspek tersebut, namun guru tidak melaksanakan kegiatan memberikan arahan kepada siswa agar siswa memberikan jawaban dari teka-teki dengan menjuruskan siswa pada jawaban yang diinginkan, padahal kegiatan inilah yang seharusnya diutamakan oleh guru, agar memperoleh jawaban dari siswa tentang masalah yang tengah dihadapi. Hal ini disebabkan guru terfokus pada rumusan masalah akhir yang harus diberikan siswa, sehingga lupa untuk mengarahkan siswa pada jawaban yang diinginkan. Maka dari itu, perbaikan yang akan dilakukan guru di pertemuan selanjutnya adalah guru akan lebih menguasai setiap kegiatankegiatan dari setiap aspek yang diteliti, sehingga setiap aspek dapat



118



terlaksana dengan optimal. Khususnya dalam memberikan teka-teki agar siswa terarah menuju ke masalah yang diharapkan. Aspek selanjutnya adalah aktivitas guru membimbing siswa merumuskan hipoteses. Pada kegiatan ini guru menggunakan kupon berbicara sebagai syarat siswa yang ingin mengajukan pendapatnya tentang masalah yang telah ditentukan. Namun, aspek ini belum mendapat skor maksimal, karena guru tidak memotivasi siswa untuk mengungkapkan pendapat dalam bentuk hipotesis dan juga karena guru terfokus pada penjelasan mengenai apa itu hipotesis dan memberikan gambaran kasus agar siswa dapat memberikan hipotesis yang diharapkan. Maka, perbaikan yang akan dilakukan guru guna meningkatkan kualitas pembelajaran adalah guru akan memotivasi siswa untuk berani mengemukakan pendapatnya di depan, dan terus memberikan pengertian dan sambutan yang hangat kepada siswa, agar siswa tidak merasa malu dan merasa takut disalahkan atas apa yang ia sampaikan. Kemudian pada aspek membimbing siswa mengumpulkan data, guru memang sudah melakukan kegiatan yang relevan dengan aspek ini, Namun, pada kegiatan ini guru tidak memotivasi siswa untuk mencari sumber informasi tambahan dari berbagai literatur yang sesuai dengan permasalahan yang sedang dibahas. Hal ini dikarenakan guru lebih menekankan bimbingan siswa secara individu agar tujuan kerja kelompok tercapai, sehingga hal ini terlupakan. Maka, perbaikan yang akan dilakukan pada pertemuan selanjutnya adalah guru akan mencoba memberikan arahan



119



dan bimbingan secara klasikal, sehingga dapat dilakukan secara menyeluruh untuk mencari informasi dari berbagai sumber. Aspek berikutnya yaitu aktivitas guru membimbing siswa menguji hipotesis. Pada aspek ini guru tidak melaksanakan memotivasi siswa untuk bekerjasama dan lebih aktif di dalam kelompok. Hal ini dikarenakan guru melihat sebagian besar siswa sudah melakukan kerjasama dengan baik, sehingga guru lebih menekankan pada memberi bimbingan terhadap siswa dalam menjawab pertanyaan yang diberikan dalam lembar kerja kelompok. Karena guru terfokus melihat sebagian besar siswa telah melakukannya dengan baik, sehingga guru melupakan siswa yang masih belum melakukan tugasnya dengan baik, maka dari itu, guru akan lebih menyebar pandangan ke seluruh siswa, sehingga bisa memantau dan memperbaiki serta meningkatkan aktivitas siswa dengan melibatkan seluruh siswa di dalam setiap kegiatan. Untuk aspek membimbing siswa merumuskan kesimpulan dan presentasi, guru sudah melakukan berbagai hal yang relevan dengan aspek ini. Tetapi, dalam hal ini guru terlewat dalam melakukan kegiatan berkeliling kelompok untuk memastikan seluruh kelompok mampu menyimpulkan hasil kegiatan diskusi dan memperbaiki jika ada terdapat kekeliruan. Hal ini disebabkan karena guru terfokus pada siswa yang harus mempresentasikan hasil diskusinya dan dirasa semua jawaban yang dipaparkan siswa sudah bagus, sehingga kegiatan tersebut terlupakan. Maka



120



dari itu, guru akan lebih memantau dengan cara berjalan ke tiap-tiap kelompok untuk memantau perkembangan belajar kelompok. Aspek yang terakhir yang belum mendapat skor maksimal, yaitu kegiatan guru memberikan penghargaan kepada kelompok dengan skor tertinggi. Pada aspek ini guru telah melakukan berbagai hal yang relevan dengan aspek ini. Namun, dalam kegiatan ini guru tidak menyampaikan pesan-pesan tentang apa yang sudah dilakukan selama kegiatan tadi dikarenakan guru terbawa suasana semangat dalam melakukan kegiatan games dan tournament sebelumnya. Maka dari itu, guru akan lebih menyiapkan kembali kegiatan yang akan dilakukan pada pertemuan selanjutnya, terutama hal-hal yang akan disampaikan setelah pemberian penghargaan dilakukan, sebagai pesan yang dapat siswa ambil pelajarannya. (b) Aktivitas Siswa Aktivitas siswa pada siklus I pertemuan 1 belum maksimal. Hal tersebut terlihat dari hasil pengamatan aktivitas siswa yang menunjukkan bahwa siswa yang mendapat kategori sangat aktif hanya berjumlah 9 orang atau keaktifan klasikal sebesar 25,7% saja. Hal tersebut dikarenakan siswa belum terlalu beradaptasi dengan kombinasi model Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token yang diajarkan oleh peneliti. Seperti halnya dalam kegiatan mengajukan pertanyaan dari gambar yang diamati, hanya ada 15 orang siswa saja yang sangat aktif atau 42,9%, walaupun dalam kegiatan mengamati gambar yang berkaitan dengan masalah sudah mencakup sangat aktif keseluruhan, namun dalam memberi masukan untuk



121



rumusan masalah siswa masih mencapai 25,7% atau sebanyak 9 orang. Dalam merumuskan hipotesis juga belum maksimal, karena hanya 18 orang saja yang berperan sangat aktif atau sebesar 51,4%. Namun, dalam kegiatan berdiskusi dalam pengumpulan data, siswa menunjukkan keaktifan yang serius. Tetapi, dalam pengujian hipotesis, banyak siswa yang masih belum menunjukkan keaktifannya secara keseluruhan, yang mana hanya 9 orang saja yang masuk kategori sangat aktif atau sekitar 25,7% saja. Dalam merumuskan kesimpulan dan presentasi juga sama, hanya 20 orang saja atau sebesar 57,1% yang turut serta aktif selama pembelajaran. Namun, hal berbeda ditunjukkan pada saat siswa mengikuti permainan (games) dan kompetisi antarkelompok, di mana tampak siswa terlihat antusias mengikuti kegiatan ini, yang berdasarkan penilaian di lapangan keaktifan siswa mencapai 100%. Jadi, aspek yang masih memerlukan perhatian adalah aspek mengajukan pertanyaan dari gambar yang telah diamati, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, menguji hipotesis, dan merumuskan kesimpulan serta presentasi. Penyebab dari aspek mengajukan pertanyaan dari gambar yang telah diamati mendapat skor rendah dikarenakan sebagian besar siswa masih belum berinisiatif dalam mengajukan pertanyaan dari gambar yang diamati. Maka dari itu, guru akan lebih memberikan pancingan-pancingan, baik dari ilustrasi, pertanyaan-pertanyaan, dan kata kunci yang dapat mengarahkan siswa untuk mengajukan pertanyaan dari gambar yang mereka amati. Di samping itu, pada aspek memberikan masukan dalam merumuskan masalah juga menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Hal ini disebabkan



122



karena dalam merumuskan masalah, sebagian besar siswa masih menunggu arahan dari guru, belum sepenuhnya mau memberikan aspirasi dan berinisiatif dalam mengemukakan pendapatnya. Hal ini di indikasi pula banyak siswa yang masih malu dan khawatir apabila nantinya salah dalam mengemukakan pendapatnya. Untuk mengatasi hal ini, guru akan lebih memotivasi siswa dan memberikan kepercayaan diri dengan cara pendekatan secara personal agar siswa tersebut berani dan tidak malu untuk menyampaikan pendapatnya di depan kelas. Dalam aspek merumuskan hipotesis, siswa masih terlihat kebingungan dalam merumuskan hipotesis terhadap masalah yang dihadapi, karena kurangnya pemahaman siswa terhadap apa itu hipotesis. Setelah diberikan pengertian tentang apa itu hipotesis di pertemuan pertama ini, siswa telah mengerti apa itu hipotesis, sehingga guru akan terus mengulang dan memberikan kata kunci agar siswa dapat merumuskan hipotesis dari permasalahan yang sedang dikaji. Dalam pengujian hipotesis juga terlihat siswa masih malu-malu dan cendrung saling menunjuk temannya. Hal ini juga terlihat saat merumuskan kesimpulan dan presentasi, siswa cendrung menunjuk temannya untuk menyampaikan hasil diskusi, dan sebagian besar menunggu ditunjuk oleh guru, hanya sebagian yang mau mengajukan diri secara aktif. Maka dari itu, di pertemuan selanjutnya guru akan memberikan terus motivasi siswa, terutama bagi siswa yang masih malu dan menunjuk temannya. Guru juga akan terus



123



membimbing siswa yang masih merasa belum bisa tentang apa yang dia kerjakan, sehingga tidak ada rasa malu untuk melakukan sesuatu. Dari paparan di atas, terlihat bahwa kurangnya motivasi dari guru dan kondisi pembelajaran yang kondusif, sehingga siswa masih merasa malu-malu dan takut untuk menyampaikan pendapatnya di depan. Jadi, guru akan terus memotivasi siswa dan juga mengajak semua siswa untuk terus memberikan apresiasi kepada teman-temannya yang berani maju, agar mereka tidak merasa takut untuk menyampaikan pendapatnya di depan kelas. c) Hasil Belajar Siswa Hasil belajar siswa pada siklus I pertemuan 1, dalam aspek kognitif ada 13 orang atau 37,1% yang memenuhi kriterian ketuntasan minimal dan 22 orang lainnya atau 62,9% belum mencapai kriteria ketuntasan minimal. Hal ini disebabkan karena kurang fokus terhadap materi yang diajarkan dan belum begitu memahami materi pada tema Lingkungan Sahabat Kita subtema Manusia dan Lingkungan. Sebagian besar siswa memang telah mengikuti pembelajaran dengan tertib dan sesuai dengan prosedur, tetapi mereka kurang mempersiapkan diri untuk mengingat materi yang sudah diajarkan. Pada saat proses pembelajaran mereka memang cepat dalam memahami materi, tetapi karena guru juga tidak mengingatkan bahwa ada evaluasi akhir sehingga siswa kurang siap dalam menjawab soal tes evaluasi. Oleh karena itu, solusi yang diperlukan adalah guru akan lebih mengontrol penyerapan materi siswa dan mengawal mereka agar terfokus serta mengingat-ingat materi yang sudah di berikan guru pada saat sesi penjelasan



124



materi, dan memberi penekanan pada materi-materi penting dari pembelajaran tersebut. Guru juga akan membuat pembelajaran lebih berkesan lagi agar siswa termotivasi dan hasil belajar pada pertemuan berikutnya dapat meningkat. Keberhasilan pada ranah kognitif ini dapat diuraikan lagi dalam setiap butir soal. Dari 4 soal yang diberikan siswa, hanya setengahnya yang berhasil mencapai indikator keberhasilan, yakni ≥ 80%, yang mana siswa menjawab dengan benar kebanyakan dari soal nomor 2 dan 4, dengan kategori menyimpulkan dan menghitung. Sedangkan pada soal nomor 1 dan 3 dengan kategori menggali dan mendiagramkan masih belum memenuhi indikator keberhasilan. Hal ini disebabkan siswa masih memiliki kendala dalam menjawab soal nomor 1 dengan kategori menggali. Dalam soal ini siswa diminta untuk menggali apa-apa saja fungsi lingkungan bagi manusia dan arti pentingnya lingkungan bagi manusia. Selama pembelajaran, siswa sudah dibimbing untuk menggali materi tersebut, namun hanya beberapa siswa saja yang ikut serta dalam menggali materi tersebut. Tentunya hal ini menjadi bahan pertimbangan bagi guru di pertemuan selanjutnya untuk lebih mengajak siswa dalam menggali informasi sedetail-detailnya. Untuk soal nomor 3 dengan kategori mendiagramkan.. Pada soal ini, siswa diminta menghitung data yang telah disajikan, kemudian diubah ke dalam bentuk diagram lingkaran. Kesulitan terletak pada membaca data tersebut, yang kemudian dihitung dan hasilnya diubah ke bentuk diagram. Hal ini juga berasal dari guru yang belum mengarahkan siswa secara bertahap dalam proses



125



pembacaan data, penghitungan data sampai dengan pengolahan data tersebut ke bentuk diagram. Solusi untuk meningkatkan keberhasil dalam soal ranah kognitif soal menggali dan mendiagramkan adalah yang pertama untuk penggalian, guru akan membimbing semua siswa untuk memiliki masing-masing jawaban untuk setiap pertanyaan yang bermaksud menggali informasi tersebut sedetail mungkin. Penggalian informasi ini juga akan dikemas dengan tanya jawab santai untuk memberikan kesan tidak terlalu tegang selama pembelajaran. Solusi berikutnya, yakni pada ranah kognitif mendiagramkan. Guru akan lebih membimbing siswa secara perlahan dan bertahap dari proses awal hingga proses akhirnya, dan akan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya dari setiap langkah yang dijelaskan. Sedangkan untuk aspek afektif, 9 orang atau 25,7% yang memenuhi kriteria sudah membudaya, sedangkan 26 orang lainnya atau 74,3% masih berada pada kategori mulai berkembang. Penilaian ini diperoleh berdasarkan akumulasi nilai antara 76 – 100 atau skor 3,01 – 4,00 pada rentang skor penilaian kurikulum 2013. Dalam penilaian afektif, guru menggunakan aspek gotong royong, jujur, disiplin, dan percaya diri. Dalam aspek gotong royong, hanya ada 6 orang siswa yang memperoleh kriteria sudah membudaya, 14 orang berada pada kategori mulai berkembang, dan 15 orang lainnya masih berada pada kategori mulai terlihat. Pada aspek jujur, ada 7 orang yang sudah memperoleh kategori sudah membudaya, 21 orang berada pada kategori mulai berkembang, dan 6 orang



126



lainnya masih berada dalam kategori mulai terlihat. Untuk aspek disiplin, hanya ada 2 orang yang masuk kategori sudah membudaya, sedangkan 29 orang masuk kategori mulai berkembang dan 4 orang sisanya masih berada pada kategori mulai terlihat. Aspek yang terakhir, yaitu percaya diri, masih belum ada siswa yang masuk pada kategori sudah membudaya, hampir semua siswa, yaitu pada kategori mulai berkembang sebanyak 29 orang siswa, sedangkan 6 sisanya, 4 orang berada pada kategori mulai terlihat dan 2 orang berada pada kategori belum terlihat. Hal ini disebabkan siswa masih belum bekerja sama dengan baik dalam proses pembelajaran, khususnya komunikasi yang terjalin antarsiswa. Mereka cenderung masih kaku dalam berkomunikasi satu sama lain, bahkan ada salah satu kelompok yang hanya mengandalkan 1 orang siswa untuk menyelesaikan masalah yang ada di lembar kerja kelompok. Hal serupa juga ditunjukkan pada aspek kerjasama. Para siswa cenderung masih kurang mengedepankan kerjasama, mereka masih mengedepankan mengandalkan teman yang bisa daripada memilih untuk bekerjasama. Dan teman yang bisa ini juga tidak terlalu peduli dengan teman-temannya yang belum terlalu mahir di kelompok tersebut. Karena hal tersebut, akhirnya mereka semua belum memiliki kriteria yang sangat memuaskan dalam aspek teliti. Hal ini dikarenakan mereka tidak saling mengoreksi dan mengingatkan satu sama lain. Dalam aspek jujur, sebagian masih menyontek dengan temannya dan masih ada yang melaporkan data atau informasi tidak sesuai dengan apa yang mereka temukan. Untuk aspek disiplin, siswa masih menyepelekan aturan-aturan yang diberlakukan selama proses



127



pembelajaran berlangsung, masih banyak siswa yang melanggar peraturan yang telah ditetapkan. Untuk aspek percaya diri, masih banyak dan hampir semua siswa masih menyampaikan pendapat dengan ragu-ragu, malu-malu dalam presentasi, dan masih perlu ditunjuk untuk mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan. Maka dari itu, guru akan melakukan upaya pemberian motivasi dan semangat bagi seluruh siswa untuk terus mengingkatkan mereka ketika berada di dalam kelompoknya untuk saling berkomunikasi dan bekerja sama dengan baik, dan untuk penyampaian data selama diskusi juga harus apa adanya. Sebelum pembelajaran dimulai, guru juga akan membuat peraturan bersamasama dengan siswa, sehingga dengan peraturan yang telah mereka buat sendiri, besar kemungkinan mereka akan menaatinya dan tidak melanggarnya, serta untuk aspek kepercayaan diri, guru akan berusaha meningkatkan motivasi dan percaya diri siswa dengan memberikan suasana belajar yang kondusif tanpa adanya paksaan, sehingga siswa akan lebih percaya diri dalam mengajukan setiap pendapatnya. Untuk aspek psikomotorik ada 13 orang siswa atau 37,1% yang memenuhi indikator ketuntasan ≥ 80%, sedangkan 22 orang lainnya masih belum atau sekitar 62,9%. Penilaian ini diambil dengan menggunakan instrumen melakukan wawancara seputar dampak dari ulah manusia terhadap lingkungan. Hasil yang ditunjukkan masih belum maksimal. Hal ini disebabkan karena hasil wawancara siswa sebagian besar memang sudah sesuai dengan



128



topik dan tujuan yang diberikan, namun masih belum menunjukkan penguasaan dan pemahaman atas materi yang diberikan. Teknik yang digunakan dalam wawancara dan urutan-urutan wawancara sebagian besar masih belum runtut dan menguasai keterampilan wawancara dengan baik. Namun, dari segi bahasa yang digunakan yaitu bahasa Indonesia, sudah diguankan secara keseluruhan selama wawancara, dan wawancara dilaksanakan secara mandiri dan penuh tanggung jawab dalam memenuhi tugasnya sebagai pewawancara. Untuk itu, dalam pertemuan berikutnya guru akan memberikan perhatian pada penilaian psikomotorik. Hal ini dikarenakan instrumen penilaian aspek psikomotorik yang berbeda di setiap pertemuan dalam pemeblajaran tematik. Guru juga akan lebih memberikan arahan sebagaimana perintah, kompetensi, dan kriteria yang diinginkan rubrik penilaian.



b. Siklus I Pertemuan 2 Kegiatan yang telah dilaksanakan pada pertemuan 2 ini adalah sebagai berikut: 1) Skenario Kegiatan Adapun



kegiatan



yang



dilakukan



untuk



mempersipakan



pembelajaran pada pertemuan ini adalah sebagai berikut: a) Membuat



Rencana



Pelaksanaan



Pembelajaran



(RPP)



dengan



menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token dengan pokok



129



bahasan tema Lingkungan Sahabat Kita subtema Manusia dan Lingkungan, pembelajaran 4. b) Menyiapkan lembar observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa. c) Menyiapkan alat evaluasi untuk melihat dan mengukur hasil belajar siswa dalam pembelajaran, antara lain LKK (Lembar Kerja Kelompok) dan LKS (Lembar Kerja Siswa) yang berupa soal-soal evaluasi untuk seluruh siswa dalam memahami dan menguasai materi ajar. d) Menyiapkan dan membuat media yang akan digunakan pada saat pembelajaran. e) Mempersiapkan catatan lapangan dan dokumentasi terhadap model pembelajaran. Kemudian peneliti mempersiapkan rencana kegiatan yang akan dilakukan pada pembelajaran siklus I pertemuan 2 ini dengan rancangan kegiatan awal guru menyiapkan siswa secara fisik dan psikis yaitu dengan memeriksa kerapian siswa dan mengajak siswa berdo’a bersama, mengabsen kehadiran siswa, kemudian guru memberikan apersepsi dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran, menyampaikan garis besar materi dan langkah-langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan. Selanjutnya pada kegiatan inti, Guru menunjukkan gambar yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari, melakukan kegiatan Orientasi, membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah anggota 4-5 orang, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis dengan menggunakan



130



kupon berbicara, mengumpulkan data, menguji hipotesis, presentasi, mengadakan permainan (games), selanjutnya mengadakan kompetisi (tournament), dan terakhir memberikan penghargaan kepada kelompok dengan skor tertinggi. Selanjutnya pada kegiatan akhir, guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran. Kemudian guru membagi soal evaluasi kepada seluruh siswa, melakukan refleksi, memberikan tindak lanjut, dan menyampaikan rencana pembelajaran yang akan dipelajari selanjutnya. 2) Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan ini dibagi menjadi 3 (tiga) kegiatan, yaitu: kegiatan awal (pendahuluan), kegiatan inti, dan kegiatan akhir (penutup). Adapun uraian kegiatan pada siklus I pertemuan 2 dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dari kegiatan awal sampai kegiatan akhir sebagai berikut: (a) Kegiatan Awal Kegiatan pembelajaran dimulai dengan guru masuk kelas dengan mengucapkan salam yang dijawab serentak oleh siswa. Selanjutnya guru mengajak siswa untuk berdoa bersama-sama yang dipimpin oleh M. Nashir Hernadi yang pada saat itu mengajukan diri untuk memimpin doa. Selanjutnya guru menanyakan kabar siswa dan melakukan absensi siswa, “Bagaimana keadaan kalian hari ini ? “Baik Pak!” “Apakah ada yang tidak hadir?”. Siswa secara serentak menjawab, “Tidak ada Pak”.



131



Guru melakukan apersepsi dengan mengajak siswa bernyanyi lagu daerah Aceh, yaitu Bungong Jeumpa, bersama-sama. Selanjutnya, guru menyampaikan garis besar materi melalui lagu daerah Aceh yang dinyanyikan bersama tadi. Selanjutnya, guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan diharapkan dari pembelajaran hari ini, yaitu siswa mampu menghafal lagu daerah dengan baik dan benar, siswa mampu menerapkan teknik bernyanyi yang diajarkan oleh guru dengan baik dan benar, siswa mampu menyebutkan karakteristik bunga cempaka dengan tepat, dan siswa mampu menemukan keterikatan antara manusia dengan kondisi lingkungan geografisnya. (b) Kegiatan Inti Pada



kegiatan



inti,



guru



memulai



pembelajaran



dengan



menunjukkan lirik lagu Bungong Jeumpa, beserta gambar bunga di sampingnya. Pada kegiatan inti, siswa kembali diajak untuk mengamati gambar tentang gambar bunga tadi. Kemudian siswa diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan untuk menggali lebih banyak lagi informasi dari gambar tersebut. Kegiatan tanya jawab ini merupakan kegiatan awal sebelum memasuki materi pelajaran sambil guru memberi arahan dan memancing siswa untuk melontarkan pertanyaan seputar gambar yang ada di papan tulis. Guru memberikan motivasi dalam mengidentifikasi gambar dan mengajukan pertanyaan dan memberi inspirasi bagi siswa untuk terus menggali informasi dari gambar. Dengan begitu, siswa telah termotivasi dan



132



memiliki gambaran tentang pertanyaan yang akan diajukan, sehingga sebagian besar siswa antusias dalam mengajukan pertanyaan yang ditunjuk secara acak. Kemudian, guru membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah anggota 5 – 6 orang, sesuai dengan kriteria ideal, yaitu heterogen baik secara jenis kelamin dan prestasinya, namun dalam jumlah anggota yang rata. Sebelumnya guru telah mempersiapkan nama-nama siswa yang akan dibentuk kelompok. Dari jumlah siswa 35 orang, dibagi menjadi 7 kelompok, yang masing-masing kelompok berisi 5 anggota. Meskipun pada saat pembagian dan tempat duduk kelompok, guru masih belum sepenuhnya mengarahkan karena kurangnya persiapan dalam menata tempat duduk. Kegiatan dilanjutkan dengan mengajak siswa membaca ilustrasi percakapan tentang karakteristik bunga cempaka. Perwakilan siswa membaca teks tersebut. Dari kegiatan membaca teks tersebut, guru memberikan pertanyaan kepada siswa yang mengarah kepada permasalahan yang ada pada teks bacaan tersebut. Guru membimbing dengan menggunakan peta konsep untuk memudahkan siswa memahami dan menggali lebih dalam tentang informasi yang dibacanya. Kegiatan pembelajaran selanjutnya adalah merumuskan hipotesis. Guru mengajak siswa merumuskan jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Dari peta konsep yang telah disediakan di buku siswa, guru membimbing siswa mengajukan pendapatnya tetang masalah tersebut dan mengemukakan solusi. Guru mengarahkan siswa



133



untuk menggunakan kupon yang telah diberikan sebelumnya sebagai media pembelajaran dari model pembelajaran yang tengah digunakan, yaitu Time Token. Dengan menggunakan kupon tersebut siswa menyampaikan hipotesisnya selama ± 30 detik, dan diperoleh hipotesis berupa “ada keterkaitan antara manusia dengan kondisi geografis lingkungannya”. Kegiatan berlanjut pada saat guru mengajarkan salah satu cara dalam memperoleh



informasi,



yaitu



dengan



diskusi



kelompok,



untuk



membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Melalui kegiatan diskusi kelompok, siswa dibimbing untuk mendapatkan informasi dari berbagai sumber. Selanjutnya, yaitu menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya, kalau “ada keterkaitan antara manusia dengan kondisi geografis lingkungannya”, dan setelah siswa melakukan pengumpulan data melalui kegiatan diskusi kelompok, maka mereka menemukan jawaban atas permasalahan yang sedang dihadapi dan menemukan bahwa memang benar ada keterkaitan antara manusia dengan kondisi geografis lingkungannya. Setelah semua informasi telah terkumpul, kegiatan dilanjutkan dengan merumuskan kesimpulan dan presentasi. Para siswa di dalam kelompok dipersilakan untuk mempresentasikan hasil diskusinya ke depan kelas, namun hanya siswa yang belum menggunakan kuponnya saja yang boleh mempresentasikannya ke depan. Guru memberikan koreksi dan



134



menyamakan persepsi terhadap jawaban siswa apabila terdapat hal-hal yang masih kurang tepat. Kegiatan selanjutnya, yaitu permainan (games). Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor yang dilontarkan kepada siswa di dalam kelompok. Setiap kelompok berlomba adu kecepatan mengangkat tangan. Kelompok yang menjawab dengan benar akan mendapatkan poin 10 untuk setiap pertanyaan. Dalam games ini yang unggul adalah kelompok 2 dengan skor 400 poin, selanjutnya kelompok 5 mendapat skor 200, dan kelompok 1, 4, dan 6 memperoleh skor 100, sedangkan kelompok lainnya masih nol. Kegiatan dilaksanakam



selanjutnya



dengan



kompetisi



mempertemukan



(tournament). setiap



Kompetisi



perwakilan



anggota



kelompok berdasarkan tingkat kecerdasan yang sama, secara bergantian dan akan



diberikan



pertanyaan



untuk



menguji



pengetahuan



seputar



pembelajaran yang telah diajarkan sebelumnya. Peraturannya, anggota kelompok diberikan buku dan alat tulis, jadi saat guru memberikan pertanyaan, bagi peserta yang sudah tahu jawabannya bisa menulis jawaban tersebut di buku yang telah disediakan, kemudian diangkat. Jika jawaban benar maka akan mendapatkan poin 10, dan jika belum tepat, maka akan dilempar ke anggota kelompok lainnya yang mengangkat nomor dua tercepat setelah yang pertama. Kegiatan ini merupakan kelanjutan memproleh poin pada kegiatan sebelumnya. Hasil akhir yang didapatkan adalah kelompok 2 keluar sebagai pemenang dengan skor 500, juara ke dua



135



adalah kelompok 5 dengan skor 300. Kelompok pemenang ini diberikan penghargaan oleh guru berupa piagam penghargaan. (c) Kegiatan Akhir (Penutup) Pada



kegiatan



akhir,



guru



bersama



siswa



menyimpulkan



pembelajaran hari ini, yaitu tentang Manusia dan Lingkungan. Kemudian untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa, guru memberikan soal evaluasi secara individu berupa soal essay sebanyak 7 buah (soal evaluasi terlampir). Guru kemudian melaksanakan kegiatan refleksi dan tindak lanjut. Selanjutnya, guru menyampaikan rencana pembelajaran yang akan dipelajari, yaitu masih dalam tema yang sama yaitu Lingkungan Sahabat Kita, dengan subtema Perubahan Lingkungan, pembelajaran 4. Pelajaran kemudian ditutup dengan salam.



3) Hasil Observasi Hasil observasi merupakan uraian dari temuan-temuan yang didapatkan setelah kegiatan pembelajaran dari kegiatan awal hingga kegiatan akhir yang nantinya akan berfungsi sebagai bahan refleksi untuk meningkatkan pembelajaran yang lebih baik lagi. Berikut hasil observasi yang didapatkan dari siklus I pertemuan 2. a) Observasi Aktivitas Guru dalam Kegiatan Pembelajaran



136



Hasil pengamatan aktivitas guru dari observer dalam kegiatan pembelajaran di kelas pada siklus I pertemuan 2 dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 4.9 Observasi Aktivitas Guru dalam Kegiatan Pembelajaran Siklus I Pertemuan 2 No.



Aspek yang Diamati Aktivitas guru menunjukkan gambar yang berhubungan dengan materi yang akan 1. dipelajari, kemudian meminta siswa untuk mengamati gambar tersebut dengan seksama. Aktivitas guru melakukan kegiatan orientasi, membina iklim pembelajaran yang responsif dengan meminta siswa untuk melontarkan pertanyaan dari gambar yang 2. diamati, kegiatan berupa tanya jawab rebutan sebelum memasuki materi pelajaran. 3. Aktivitas guru membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah 5–6 orang. Aktivitas guru membimbing siswa merumuskan masalah, membawa siswa pada 4. suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Aktivitas guru membimbing siswa merumuskan hipotesis. Siswa juga diberikan 5. kupon berbicara yang akan digunakan dalam menyampaikan hipotesisnya. 6. Aktivitas guru membimbing siswa mengumpulkan data. 7. Aktivitas guru membimbing siswa menguji hipotesis. Aktivitas guru membimbing siswa merumuskan kesimpulan dan presentasi, mendeskripsikan solusi yang diperoleh berdasarkan pengujian hipotesis dan 8. mempresentasikannya di depan kelas. Namun, hanya siswa yang masih mempunyai kupon yang harus mempresentasikannya. 9. Aktivitas guru mengadakan permainan (games). 10. Aktivitas guru mengadakan kompetisi (tournament). 11. Aktivitas guru memberikan penghargaan kepada kelompok dengan skor tertinggi. Total Skor Kriteria: Sangat Baik



Skor 3



4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 41



Berdasarkan data hasil observasi tentang tahapan-tahapan pembelajaran yang dilaksanakan guru pada proses pembelajaran sesuai tabel 4.9 dapat dilihat bahwa nilai yang diperoleh adalah 41. Skor aktivitas guru dalam proses pembelajaran tersebut termasuk pada kategori sangat baik. Hasil observasi oleh observer pada kegiatan pembelajaran dengan tema Lingkungan Sahabat Kita, subtema Manusia dan Lingkungan yang telah dilakukan oleh guru dapat diketahui bahwa sudah sangat meningkat dari pertemuan sebelumnya.



137



Pada pertemuan kedua di siklus I ini, telah menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Terutama dari aspek yang sebelumnya masih belum memperoleh skor maksimal. Dari pertemuan pertama yang hanya ada empat aspek yang memperoleh skor maksimal, namun pada pertemuan kedua ini meningkat menjadi ada delapan aspek yang memperoleh nilai maksimal. Untuk



aspek



mengajukan



pertanyaan



dari



gambar,



guru



dapat



mempertahankan skor maksimal dari pertemuan sebelumnya, yang juga memperoleh skor maksimal. Hal ini dikarenakan guru berusaha menciptakan pembelajaran yang aktif dan kondusif, sehingga pada aspek ini, guru telah melakuakan segala kegiatan yang relevan dengan aspek yang bersangkutan. Untuk aspek berikutnya, yaitu aktivitas guru membimbing siswa mengumpulkan datayang dituangkan ke dalam lembar kerja kelompok. Aspek ini meningkat dari pertemuan sebelumnya yang hanya memperoleh skor 3. Hal ini dikarenakan guru telah memberikan motivasi kepada siswa dan juga memberikan bimbingan agar siswa menggunakan segala maca bentuk cara agar mendapatkan informasi, baik itu dari buku-buku, artikel, wawancara, dan juga dari internet. Aspek yang berhasil memperoleh hasil maksimal adalah aspek membimbing siswa dalam menguji hipotesis . Dengan bimbingan secara menyeluruh dan masing-masing kelompok yang dilakukan oleh guru, serta terus memberikan motivasi kepada siswa, pada akhirnya guru dapat membimbing siswa untuk



bersama-sama



memberikan



jawaban



dan



saran



untuk



saling



menyempurnakan jawaban dari tugas yang diberikan.



138



Untuk aspek aktivitas guru membimbing siswa presentasi dan merumuskan kesimpulan juga memperoleh skor maksimal. Hal ini dikarenakan guru telah melakukan keliling kelompok untuk memastikan kelompok mampu menyimpulkan hasil kegiatan dari diskusi dan memperbaikinya jika ada kekeliruan. Aspek guru mengadakan permainan juga pada pertemuan ini dapat dipertahankan dengan memperoleh skor maksimal. Hal ini dikarenakan guru telah melakukan kegiatan yang relevan dengan aspek yang diteliti dengan baik. Khususnya dalam membimbing siswa dalam menjawab pertanyaan dan menjaga kondisi pembelajaran tetap terkontrol dan terkondisi dengan baik dan peraturanperaturan yang telah dibuat sebelum permainan dimulai, tanpa menimbulkan kegaduhan yang dapat mengganggu pembelajaran di kelas lain. Selanjutnya aspek guru dalam melakukan kompetisi. Aspek ini juga dapat dipertahankan dengan mendapatkan skor 4 lagi di pertemuan kedua ini. Hal ini dikarenakan guru telah melakukan kegiatan yang relevan dengan aspek yang diteliti, juga guru telah menyampaikan peraturan-peraturan dan arahan sebelum kompetisi dimulai, sehingga suasana belajar tetap terkondisi dengan baik tanpa menghilangkan antusias dan keaktifan siswa selama kompetisi berlangsung. Ini juga dikarenakan guru dapat memotivasi siswa untuk saling berkompetisi meraih yang terbaik. Yang terakhir, aspek dalam guru dalam memberikan penghargaan terhadap kelompok dengan skor tertinggi. Aspek ini memperoleh skor 4 dibanding pertemuan sebelumnya yang hanya memperoleh skor 3. Hal ini dikarenakan pada aspek ini guru telah memberikan pesan-pesan dari tentang apa yang sudah



139



dilakukan selama permainan tadi. Guru telah menyiapkan pesan-pesan yang akan disampaikan pada saat istirahat pembelajaran, sehingga dengan pesan-pesan ini pembelajaran menjadi lebih bermakna. Namun, masih ada beberapa aspek yang harus menjadi sorotan, yaitu aktivitas guru dalam menunjukkan gambar. Aspek ini tidak mendapat skor maksimal karena guru hanya menunjukkan satu gambar saja, walaupun sudah memberikan ilustrasi dari gambar tersebut, yang merupakan salah satu kekurangan dari pertemuan sebelumnya. Selanjutnya, aktivitas guru membimbing siswa merumuskan masalah, membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki, dan aktivitas guru membimbing siswa merumuskan hipotesis yang hanya mendapat skor 3. Hal tersebut dikarenakan pada aspek merumuskan masalah guru belum memberikan arahan kepada siswa untuk memberikan jawaban yang menjurus kepada jawaban yang diinginkan. Berikutnya, yaitu pada aspek membimbing siswa merumuskan hipotesis. Pada aspek ini, guru masih menggunakan bahasa yang berbelit-belit, walaupun guru sudah memberikan pancingan, memotivasi siswa, dan memberikan penjelasan bagaimana hipotesis seharusnya diberikan. Dengan demikian, pada pertemuan 2 siklus I dengan menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token sudah berjalan dengan optimal, walaupun ada beberapa aspek yang masih mendapat skor 3, maka dalam pelaksanaan langkahlangkah pembelajaran, guru harus menitikberatkan pada aspek ini, sehingga



140



pembelajaran berlangsung lebih efektif dan efisien, serta hasil yang dicapai bisa seoptimal mungkin. Hal ini akan diperbaiki dengan lebih berfokus pada aspek yang belum memperoleh skor maksimal. b) Observasi Aktivitas Siswa dalam Kegiatan Pemebelajaran Hasil observasi aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran di kelas pada siklus I pertemuan 2 dapat digambarkan sebagai berikut:



Tabel 4.10 Persentase Setiap Aspek Observasi Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Siklus I Pertemuan 2



No 1 2 3 4



5



Aspek Mengamati gambar yang ditayangkan guru dengan seksama Mengajukan pertanyaan dari gambar yang telah diamati Memberi masukan dalam merumuskan masalah Merumuskan hipotesis dengan menggunakan kupon berbicara Berdiskusi dalam mengumpulkan data, melakukan aktivitas menjaring data yang relevan berdasarkan lembar kerja kelompok



Sangat Aktif f %



Kategori Aktif Cukup Aktif f % f %



Kurang Aktif F %



35



100%



-



0%



-



0%



-



0%



35



100%



-



0%



-



0%



-



0%



20



57,1%



15



42,9%



-



0%



-



0%



18



51,4%



17



48,6%



-



0%



-



0%



35



100%



-



0%



-



0%



-



0%



141



6



7



8 9



Menguji hipotesis, menelaah data, dan melihat hubungan dengan masalah yang dikaji Merumuskan kesimpulan dan presentasi dengan menggunakan kupon berbicara Bekerjasama dalam menjawab pertanyaan dalam games yang diberikan Mengikuti kompetisi (tournament)



21



60%



14



40%



-



0%



-



0%



35



100%



-



0%



-



0%



-



0%



35



100%



-



0%



-



0%



-



0%



35



100%



-



0%



-



0%



-



0%



Pada tabel 4.10 dapat dilihat bahwa skor yang diperoleh siswa pada setiap aspek sudah banyak yang mencapai nilai 3 dan 4 yang berada pada kategori aktif dan sangat aktif. Sementara itu, untuk skor akhir yang diperoleh siswa adalah sangat aktif. Terlihat adanya peningkatan dari pertermuan sebelumnya. Dari sembilan aspek aktivitas siswa yang diamati, ada enam aspek yang semua siswa memperoleh kategori sangat aktif. Hal ini merupakan peningkatan dari pertemuan sebelumnya yang hanya ada empat aspek yang semua siswa memperoleh kategori sangat aktif. Aspek pertama yang mendapati semua siswa mendapat kategori sangat aktif adalah aktivitas siswa mengamati gambar yang disajikan oleh guru. Aspek ini juga memperoleh persentase 100% dari jumlah siswa yang memperoleh kategori sangat aktif. Hal ini dikarenakan dengan penyajian gambar yang diselingi ilustasi dari guru, dapat meningkatkan fokus siswa untuk lebih menggali informasi dari gambar dalam rangka mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan seputar gambar. Aspek berikutnya adalah aktivitas siswa dalam mengajukan pertanyaan dari gambar yang telah diamati. Aspek ini meningkat dari pertemuan sebelumnya. Pada pertemuan kedua ini, jumlah siswa yang mendapat kategori sangat aktif adalah 100% atau seluruh siswa mendapat kategori sangat aktif. Hal ini dikarenakan



142



pancingan-pancingan yang dilakukan guru telah membuat siswa menjadi lebih penasaran dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar gambar. Oleh karena itu, aktivitas siswa mengajukan pertanyaan dari gambar yang mereka amati, dapat memperoleh persentase 100% dari jumlah siswa yang memperoleh kategori sangat aktif. Selanjutnya, aspek aktivitas siswa berdiskusi dalam mengumpulkan data yang relevan yang dituangkan dalam lembar kerja kelompok. Dalam aspek ini dapat dipertahankan siswa yang memperoleh kategori sangat aktif adalah 100% atau seluruh siswa memperoleh kategori sangat aktif. Di aspek ini juga dengan bimbingan dari guru siswa dapat melaksanakan pengumpulan data dengan baik, tidak dari satu sumber buku, melainkan dari banyak sumber, dan juga siswa tetap menjaga tanggung jawabnya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan hingga selesai. Untuk aspek berikutnya, yaitu aspek merumuskan kesimpulan dan presentasi yang memperoleh persentase 100% siswa dengan kategori sangat aktif. Perbaikan yang dilakukan oleh guru dalam memberikan motivasi dan bimbingan secara individu, serta kehangatan dalam menyambut pendapat yang disampaikan siswa di depan yang telah direncanakan sebelumnya, dapat meningkatkan aktivitas siswa menjadi 100% siswa yang memperoleh kategori sangat aktif. Aspek selanjutnya, yaitu aktivitas siswa bekerja sama dalam menjawab pertanyaan dari permainan yang diberikan dapat dipertahankan dengan baik. Sangat terlihat siswa terlihat antusias dalam kegiatan ini, sehingga semua siswa turut berpartisipasi aktif mengikuti kegiatan. Dengan bimbingan dan arahan dari guru,



143



kegiatan permainan dapat berjalan dengan tertib dan tetap terjaga kondusif, yang membuat siswa jadi semakin semangat dalam bekerja sama menjawab pertanyaan, dan juga memberikan masukan-masukan kepada teman sekelompoknya tentang pertanyaan yang diberikan, dan tidak lupa karena ini permainan menjawab pertanyaan secara berkelompok, siswa secara inisiatif berembuk dahulu sebelumnya menjawab pertanyaan, sebagai bukti antusias mereka dalam memperoleh nilai tertinggi dan kemenangan. Aspek selanjutnya, yaitu aktivitas siswa mengikuti tournament atau kompetisi. Aspek ini juga dapat dipertahankan dari pertemuan sebelumnya. Siswa terlihat sangat antusias dan sangat bersemangat mengikuti kompetisi. Dengan fokus yang sangat bagus, siswa mendengarkan pertanyaan yang dibacakan, dan berlomba untuk memperoleh skor tertinggi. Namun, berdasarkan dari tabel di atas juga, ada beberapa aspek yang masih belum memenuhi indikator keberhasilan, di antaranya memberi masukan dalam merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, dan mnguji hipotesis. Pada aspek memberikan masukan dalam merumuskan masalah 57,1% dari jumlah siswa atau 20 orang sudah memperoleh kategori sangat aktif. Untuk aspek merumuskan hipotesis dengan menggunakan kupon berbicara sebesar 51,4% sudah memperoleh kategori sangat aktif. Untuk aspek berikutnya, yaitu pada kegiatan menguji hipotesis, sebesar 60% atau sebanyak 21 orang siswa memperoleh kategori sangat aktif. Hal tersebut dikarenakan siswa yang bersangkutan masih mengalami kesulitan dalam berinteraksi dan menggali pengetahuan, namun skor yang rendah tersebut tertutupi dengan perolehan skor di aspek lain yang sebagian besar banyak



144



memperoleh nilai sempurna. Berikut gambaran hasil analisis observasi aktivitas siswa: Tabel 4.11 Hasil Aktivitas Siswa Mengikuti Pembelajaran pada Siklus I Pertemuan 2 secara Klasikal No Kriteria 1. Sangat Aktif 2. Aktif 3. Cukup Aktif 4. Kurang Aktif Jumlah Siswa dengan Kategori Sangat Aktif Persentase Keaktifan Klasikal



f 27 8 -



% 77,1% 22,9% 0% 0% 27 77,1%



Dari tabel 4.11 terlihat ada 27 orang siswa yang mendapat kategori sangat aktif. Tentunya hasil tersebut merupakan peningkatan dari hasil yang sebelumnya, namun masih ada 8 orang yang masih berada pada kategori aktif, maka persentase keaktifan klasikal masih sebesar 77,1%. Hasil ini dapat digambarkan dengan grafik berikut:



145



Persentase Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan 2 80.0%



77.10%



60.0% 40.0% 22.90% 20.0% 0.0%



0% Sangat Aktif



Aktif



Cukup Aktif



0%



Kurang Aktif



Gambar 4.4 Grafik Aktivitas Siswa Mengikuti Pembelajaran pada Siklus I Pertemuan 2 Siswa yang berada pada kategori sangat aktif tercatat ada 27 orang. Kondisi ini menunjukkan adanya peningkatan walaupun belum sesuai dengan indikator keberhasilan yang ditetapkan guru, yaitu ≥ 80% siswa mendapat kategori sangat aktif. Hasil ini memang belum tercapai, tetapi hasil ini sudah menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan pertemuan sebelumnya. Namun, ada 8 orang siswa yang masih berada pada kategori aktif. Hasil ini tentunya akan ditingkatkan lagi pada pertemuan berikutnya.



c) Observasil Hasil Belajar Siswa Data hasil belajar siswa meliputi nilai yang didapat pada pengerjaan tugas dalam kelompok dan nilai pada evaluasi akhir pertemuan. Hasil belajar tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: (1) Nilai Hasil Kerja Kelompok Siklus I Pertemuan 2 146



Tabel 4.12 : Nilai Hasil Kerja Kelompok Siklus I Pertemuan 2 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Kelompok I II III IV V VI VII



Nilai 100 100 100 100 100 100 100



Pada tabel 4.12 menunjukkan bahwa seluruh kelompok memperoleh nilai 100. Seluruh kelompok telah menyelesaikan lembar kerja kelompok sesuai dengan prosedur yang ditentukan. Dengan motivasi dan bimbingan yang tepat, siswa dapat mencapai nilai yang sempurna. Untuk memperjelas hasil belajar kelompok pada siklus I pertemuan 2 dapat digambarkan dalam grafik sebagai berikut:



Hasil Belajar Kelompok Siklus I Pertemuan 2 100



100



100



100



100



100



100



Frekuensi



100



50 Kelompok 0 I



II



III



IV



V



VI



VII



Kelompok



Gambar 4.5 Grafik Nilai Hasil Kerja Kelompok Siswa Siklus I Pertemuan 2 Berdasarkan gambar 4.5, dapat diketahui bahwa seluruh kelompok sudah memperoleh nilai tertinggi. Hal ini menjunjukkan bahwa hasil yang mereka tunjukkan sudah berada pada skor nilai yang sangat memuaskan karena sudah lebih dari standar nilai yang ditetapkan guru yakni ≥ 80. Perolehan nilai kelompok pada



147



siklus I pertemuan 2 ini harus dipertahankan agar tetap memperoleh hasil yang maksimal. (2) Nilai Hasil Belajar Siswa secara Individu Tabel 4.13 Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus I Pertemuan 2 Nilai Frekuensi Nilai dan Persentase Skala 100 Skala 1 - 4 K % A % P % 1. 86 – 100 3,67 – 4,00 22 62,9 19 54,2 10 28,6 2. 81 – 85 3,34 – 3,66 5 14,3 18 51,4 3. 76 – 80 3,01 – 3,33 4 11,4 3 8,6 4. 71 – 75 2,67 – 3,00 2 5,7 7 20 5. 66 – 70 2,34 – 2,66 7 20 4 11,4 6. 61 – 65 2,01 – 2,33 2 5,7 7. 56 – 60 1,67 – 2,00 2 5,7 8. 51 – 55 1,34 – 1,66 9. 46 – 50 1,01 – 1,33 10. 41 – 45 0,67 – 1,00 35 100 35 100 35 100 Jumlah 26 orang 27 orang 28 orang Ketuntasan Individu 74,3% 77,1% 80% Ketuntasan Klasikal 88,3 Rata-rata Nilai Keterangan: K = Kognitif, A = Afektif, P = Psikomotorik, % = Persentase No.



Hasil tes tertulis yang dilakukan pada siklus I pertemuan 2 ini tergolong sangat baik, hal ini dikarenakan siswa yang memperoleh nilai antara 56 – 60 ada 2 orang (5,7%), siswa yang memperoleh nilai antara 66 – 70 ada 7 orang (20%), siswa yang memperoleh nilai antara 76 – 80 ada 4 orang (11,4%), dan siswa yang memperoleh nilai antara 86 – 100 ada 22 orang (62,9%). Jadi, pada siklus I pertemuan 2 ini terdapat 26 orang siswa yang dinyatakan lulus. Sedangkan untuk penilaian pada aspek afektif, guru menentukan patokan penilaian pada aspek sosial, yaitu Gotong Royong, Jujur, Disiplin, dan Percaya Diri, dengan skor patokan Belum Terlihat (skor 1), Mulai Terlihat (skor 2), Mulai Berkembang (skor 3), dan Sudah Membudaya (skor 4). Siswa yang



148



memperoleh nilai gabungan antara 76 – 100 dengan rentang skor gabungan 3,01 – 4,00 berada pada kategori Sudah Membudaya ada 27 orang, sedangkan siswa yang memperoleh gabungan antara 61 – 75 dengan rentang skor gabungan 2,01 – 3,00 berada pada kategori Mulai Berkembang ada 8 orang. Pencapaian ini merupakan peningkatan dari pertemuan sebelumnya, namun, belum memenuhi indikator keberhasilan yang telah ditetapkan. Hal ini dikarenakan siswa sebagian kecil masih ada siswa yang belum bekerjasama dengan baik, masih belum bisa fokus terhadap tugas. Oleh karena itu, langkah perbaikan yang akan guru lakukan adalah terus meningkatkan kinerja, motivasi terhadap siswa, serta memberikan bimbingan di bagian-bagian pembelajaran yang masih belum dikuasai siswa, serta mempertahankan semua yang telah dilakukan pada pertemuan sebelumnya yang membuat penilaian aspek pada afektif menjadi meningkat. Untuk penilaian pada aspek psikomotorik, guru menggunakan instrumen penilaian dari menyanyikan lagu daerah Nanggroe Aceh Darussalam, Bungong Jeumpa, dengan skor patorkan Perlu Bimbingan (skor 1), Cukup Baik (skor 2), Baik (skor 3), dan Baik Sekali (skor 4). Siswa yang memperoleh nilai gabungan antara 76 – 100 dengan rentang skor gabungan 3,01 – 4,00 berada pada kategori Baik Sekali ada 28 siswa (80%). Sedangkan siswa yang memperoleh nilai gabungan antara 61 – 75 dengan rentang skor gabungan 2,01 – 3,00 kategori Baik, ada sebanyak 7 orang. Siswa telah mencapai indikator keberhasil, yaitu ≥80%. Hal ini dikarenakan sebagian besar siswa di kelas VB adalah paduan suara yang sering mengisi pada saat upacara bendera setiap hari



149



Senin, sehingga menyanyi bukanlah hal asing lagi bagi mereka. Dan karena, penilaian pada aspek psikomotorik menggunakan instrumen yang berbeda-beda setiap pertemuannya, maka guru akan terus membimbing siswa sebaik-baiknya sesuai aspek yang diinginkan pada rubrik penilaian, agar tercapai hasil yang maksimal. Dari data di atas, maka dapat diakumulasikan jumlah siswa yang tuntas pada ketiga aspek penilaian dalam tabel berikut: Tabel 4.14 Akumulasi Ketuntasan Hasil Belajar Siklus I Pertemuan 2 No 1. 2.



Kriteria Ketuntasan K % A % P % Tuntas (≥ 80) 26 74,3% 27 77,1% 28 80% Tidak Tuntas (≤ 80) 9 25,7% 8 22,9% 7 20% 35 100% 35 100% 35 100% Jumlah Keterangan: K = Kognitif, A = Afektif, P = Psikomotorik, % = Persentase Hasil belajar siswa pada siklus I pertemuan 2, dalam aspek kognitif ada 26



orang siswa atau 74,3% yang sudah memenuhi kriteria ketuntasan minimal, sedangkan 9 orang lainnya atau 25,7% masih belum mencapai kriteria ketuntasan minimal. Untuk aspek afektif, 27 orang siswa atau 77,1% sudah memperoleh kriteria sudah membudaya, dan 8 orang lainnya atau 22,9% masih berada pada kriteria mulai berkembang. Penilaian ini diperoleh berdasarkan akumulasi nilai antara 76 – 100 atau skor 3,01 – 4,00 pada rentang skor penilaian kurikulum 2013.Sedangkan aspek psikomotorik, ada 28 orang siswa atau sebesar 80% yang memenuhi kriteria ketuntasan minimal, dan ada 7 orang lagi atau 20% yang masih berada di bawah kriteria ketuntasan minimal. Untuk hasil belajar siswa secara individu dapat diperjelas dengan grafik sebagai berikut:



150



Hasil Belajar Siswa Siklus I Pertemuan 2 25



20



Frekuensi



15



10



5



0 Kognitif



100 86 24



85 81 2



80 76 0



75 71 6



70 66 0



65 61 0



60 56 0



55 51 0



50 46 2



45 41 1



Afektif



19



5



3



2



4



2



0



0



0



0



Psikomotorik



25



3



7



0



0



0



0



1



0



0



Gambar 4.6: Grafik Hasil Belajar Siswa Siklus I Pertemuan 2 Dari gambar 4.6 menunjukkan bahwa pada aspek penilaian kognitif, siswa memperoleh nilai di atas KKM yaitu 80 – 100 sebanyak 26 orang atau 74,3% telah dinyatakan tuntas dalam pembelajaran di siklus I pertemuan 2 ini. Untuk aspek afektif, data tersebut menggambarkan bahwa 27 orang atau sebesar 77,1% sudah memiliki klasifikasi sudah membudaya, dalam nilai gabungan 76 – 100 atau pada rentang skor 3,01 – 4,00 pada ketetapan kurikulum 2013. Sedangkan untuk aspek psikomotorik, dari data di atas tergambar bahwa sebanyak 28 orang siswa atau sebeser 80% telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal, yaitu ≥ 80.



151



4) Analisis Soal Tes Akhir Siklus I Pertemuan 2 Pada akhir pembelajaran siklus I pertemuan 2 kembali diadakan tes akhir pembelajaran yang mengambil tes pada ranah kognitif untuk mengetahui sejauh mana siswa menyerap materi yang diberikan pada hari itu. Tes diberikan dengan menggunakan instrumen soal berjumlah 7 buah dengan beberapa variasi kata kerja ranah kognitif yang diberikan. Analisis soal ini digambarkan untuk menginformasikan ranah kognitif mana yang telah dan belum sepenuhnya berhasil terjawab oleh siswa sebagai bahan pertimbangan dalam pemberian tes di pertemuan berikutnya. Untuk memperjelas hasil yang diraih oleh siswa dalam setiap soal tes akir pertemuan 2 siklus I dapat dilihat pada tabel berikut:



Tabel 4.15 Analisis Hasil Tes Akhir Pertemuan 2 pada Siklus I setiap Butir Soal No. Soal



Kategori Ranah Kognitif



Bobot Skor



1 2 3 4 5. 6. 7.



C1 C1 C1 C1 C1 C4 C4



10 10 10 10 10 20 30



Frekuensi Siswa Menjawab Benar 35 35 25 35 31 35 26



Persentase (%)



Keterangan



100 100 71,4 100 88,5 100 74,2



Menyebutkan Menghafal Menghafal Menyebutkan Menyebutkan Menemukan Menganalisis



152



Dari data di atas, diketahui bahwa dari 7 soal, 5 soal telah berhasil mencapai indikator keberhasilan ≥ 80% dengan kategori menyebutkan, menghafal, menemukan, dan menganalisis, yakni pada soal nomor 1, 2, 4, 5, dan 6. Ada 2 soal yang masih belum mencapai indikator keberhasilan, yaitu pada soal nomor 3 dan 7 dengan kategori menghafal dan menganalisis. Dari data tersebut juga diketahui pula masih ada beberapa siswa yang memiliki kendala dalam menghafal lagu daerah dari Aceh tersebut dikarenakan bahasa yang digunakan merupakan bahasa daerah tersebut. Sedangkan pada nomor 7, siswa pada dasarnya semuanya tahu, hanya saja mereka kurang teliti. 5) Refleksi Siklus I Pertemuan 2 Berdasarkan temuan yang diperoleh melalui observasi kegiatan pembelajaran dan hasil belajar siswa dapat direfleksikan sebagai berikut: (a) Aktivitas Guru Kegiatan pembelajaran yang direncanakan dengan alokasi waktu 7×35 menit sudah optimal. Hal ini dapat dilihat dari lembar observasi aktivitas guru yang semua aspeknya memperoleh skor 4 (skor maksimal), kecuali pada aspek membimbing siswa merumuskan masalah – membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki, dan pada aspek membimbing siswa merumuskan hipotesis. Hal tersebut dikarenakan pada aspek merumuskan masalah guru belum memberikan arahan kepada siswa untuk memberikan jawaban yang menjurus kepada jawaban yang diinginkan. Guru terfokus dalam memberikan teka-teki saja yang memancing siswa ke suatu permasalahan.



153



Maka dari itu, guru akan melakukan perbaikan pada pertemuan selanjutnya dengan memberikan teka-teki dan arahan agar siswa menjurus ke suatu permasalahan yang diinginkan. Guru dapat menyiapkan teka-teki dan pertanyaan yang akan diajukan sebelumnya agar pada saat pembelajaran dapat dilaksanakan dengan baik. Berikutnya, yaitu pada aspek membimbing siswa merumuskan hipotesis. Pada aspek ini, guru masih menggunakan bahasa yang berbelitbelit, walaupun guru sudah memberikan pancingan, memotivasi siswa, dan memberikan penjelasan bagaimana hipotesis seharusnya diberikan. Oleh karena itu, solusi untuk menangani hal ini adalah peneliti akan berupaya lebih menyiapkan dengan matang materi sebelum mengajar, agar dapat memberikan arahan kepada siswa untuk merumuskan masalah, dan juga lebih menggunakan bahasa yang lugas, tidak berbelit-belit, agar lebih mudah dipahami oleh siswa.



(b) Aktivitas Siswa Aktivitas siswa pada siklus I pertemuan 2 telah berjalan dengan optimal. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan aktivitas siswa yang menunjukkan bahwa siswa dengan kategori sangat aktif ada 27 orang, dengan persentase klasikal 77,1%. Skor yang diperoleh siswa hampir mendekati indikator keberhasilan, yaitu ≥ 80% siswa memperoleh kategori sangat aktif. Tentunya hasil ini merupakan peningkatan dari pertemuan



154



sebelumnya yang hanya 9 orang saja memperoleh kategori sangat aktif atau dengan persentase klasikal sebesar 25,7% saja. Perolehan skor ini dikarenakan



siswa



sudah



mulai



mengenal



proses



pembelajaran



menggunakan kombinasi model Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token yang diajarkan oleh peneliti. Dari semua aspek yang dilaksanakan, masih ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan. Terutama pada aspek memberi masukan dalam merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, dan menguji hipotesis. Dalam aspek memberi masukan dalam merumuskan hipotesis 15 siswa (42,9%) memperoleh kriteria aktif dan sisanya sudah memperoleh kriteria sangat aktif, sebanyak 20 orang atau 57,1%. Hal ini dikarenakan pada saat kegiatan memberikan masukan dalam merumuskan masalah dan hipotesis, siswa yang bersangkutan masih enggan berbicara, namun ia memberikan masukan kepada temannya, sehingga masukan yang diberikan harus disampaikan oleh temannya tanpa mengangkat tangan langsung atau menjawab sendiri secara langsung. Di samping itu, dalam merumuskan masalah, sebagian siswa masih saja menunggu arahan dari guru, belum seluruhnya mau memberikan aspirasi dan berinisiatif dalam mengemukakan pendapatnya. Hal ini diindikasi pula masih ada siswa yang masih malu dan khawatir apabila nantinya salah dalam mengemukakan pendapatnya. Maka, langkah perbaikan yang akan dilakukan oleh guru adalah terus memberikan motivasi, dan juga akan menciptakan suasana belajar yang kondusif dan



155



ceria, dengan bernyanyi atau yel-yel, sehingga tidak ada siswa yang malumalu lagi. Dalam merumuskan hipotesis juga menjadi perhatian karena hampir setengah dari jumlah siswa atau 17 siswa masih memperoleh kriteria aktif atau sebesar 48,6% dan 18 orang lainnya sudah memperoleh kriteria sangat aktif atau sebesar 57,1%. Pada aspek merumuskan hipotesis, siswa cendrung masih kebingungan dalam menentukan hipotesis. Guru sudah memberikan penjelasan tentang bagaimana hipotesis tersebut, namun kebanyakan masih pasif, dan harus ditunjuk terlebih dahulu untuk mengemukakan pendapatnya. Oleh karena itu, langkah perbaikan yang akan guru lakukan adalah dengan menciptakan suasana yang kental akan kompetisi, sehingga setiap siswa berusaha mengajukan diri untuk maju ke depan. Untuk aspek menguji hipotesis juga, kurang dari setengah dari jumlah siswa, masih memperoleh kriteria aktif yang berjumlah 14 orang atau 40%, dan yang mendapat kriteria sangat aktif sebanyak 21 orang atau 60%. Pada saat menguji hipotesis, siswa terlihat masih saling dorong mendorong dalam menelaah data dan melihat hubungan dari permasalahan yang dihadapi. Oleh sebab itu, solusi yang akan dilaksanakan guru adalah pada pertemuan selanjutnya adalah guru akan kembali memberikan pancingan dan apresisasi bagi siswa yang belum ter libat dalam kegiatan merumuskan masalah dan hipotesis. Selain itu, guru akan kembali berusaha untuk mendorong dan memotivasi siswa agar lebih banyak mengemukakan



156



pendapatnya, dengan pancingan-pancingan yang dikemas dengan tanyajawab berebut. (c) Hasil Belajar Siswa Hasil belajar siswa pada siklus I pertemuan 2 ini, dalam aspek kognitif siswa yang mencapai kategori tuntas sebanyak 26 orang siswa dan yang belum tuntas sebanyak 9 orang. Adapun ketuntasan klasikal hanya mencapai 74,3%. Meskipun hasil ini merupakan peningkatan dari pertemuan sebelumnya, namun hasil ini masih dibawah dari indikator keberhasilan yang ditetapkan oleh peneliti, yaitu ≥ 80%. Hal ini disebabkan, siswa memiliki kendala dalam menghafal lirik lagu daerah dari Aceh, Bungong Jeumpa yang merupakan materi pada hari itu, dan juga merupakan soal yang berkaitan pada tes akhir pertemuan 2 di siklus I tersebut. Hal ini dikarenakan sebagian dari mereka masih belum mengenal lagu ini, sehingga mereka sedikit kesulitan dalam menghafalkan lagu ini, ditambah lagi lirik lagu yang menggunakan bahasa daerah yang mereka belum pernah dengar sebelumnya. Dengan demikian, solusi yang akan dilakukan guru adalah meningkatkan kinerja dalam penyampaian materi dan membantu siswa dalam membangun pengetahuan yang didapatnya dalam pembelajaran dengan memfokuskan pada setiap langkah kegiatan untuk memotivasi siswa yang belum mencapai kategori tuntas. Guru akan lebih mengawal siswa dalam menerima materi dan menekankan pada setiap informasi yang



157



sifatnya lebih penting, sehingga memudahkan siswa dalam menjawab soal tes evaluasi di akhir pembelajaran. Keberhasilan siswa pada ranah kognitif ini juga dapat diuraikan dalam setiap butir soal yang disajikan oleh guru. Dari 7 soal yang diberikan, 6 soal dijawab dengan benar dan tiap-tiap soal telah mencapai indikator keberhasilan, yakni ≥ 80%, antara lain pada soal nomor 1, 2, 4, 5, 6, dan 7. Meskipun ada satu soal yang belum mencapai indikator keberhasilan, yaitu soal nomor 3, dengan kategori menghafal. Soal nomor 3 ini berisi tentang melengkapi lirik lagu daerah Aceh, Bungong Jeumpa, dari akhir bait pertama ke awal bait kedua. Siswa masih kesulitan menghafal lirik tersebut, sehingga soal nomor 3 ini masih banyak mengalami kesalahan, yang mana tidak menjadikan soal nomor 3 ini mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu ≥ 80%. Solusi yang akan dilakukan guru untuk meningkatkan keberhasilan soal dengan ranah kognitif soal menghafal adalah guru akan lebih memberikan lebih banyak waktu untuk menghafal yang kemudian dipraktikkan ke depan agar siswa lebih bisa mengingatnya. Tentunya dengan pengulangan terus menerus untuk membantu siswa lebih bisa menyerap informasi yang dipelajarinya. Sedangkan, untuk ranah afektif, 27 orang atau sebesar 77,1% sudah mencapai kriteria sudah membudaya, dan sisanya masih dalam tahap mulai



158



berkembang. Penilaian ini diperoleh berdasarkan akumulasi nilai antara 76 – 100 atau skor 3,01 – 4,00 pada rentang skor penilaian kurikulum 2013. Dalam penilaian psikomotorik, guru menggunakan penilaian dari aspek sosial, yaitu gotong royong, jujur, disiplin, dan percaya diri. Dalam aspek gotong royong, ada 19 orang yang memiliki kriteria sering membudaya dan 16 orang berada pada kategori mulai berkembang. Pada aspek jujur, 28 orang siswa sudah menunjukkan sikap sering membudaya, 7 siswa berada pada kategori mulai berkembang. Untuk aspek disiplin, hampir seluruh siswa sudah menunjukkan sikap sering membudaya, 31 orang telah memiliki kriteria sering membudaya dan hanya ada 4 orang yang masih berada pada kriteria mulai berkembang. Untuk aspek percaya diri, 21 orang sudah berada pada kriteria sering membudaya sedangkan 14 orang lainnya berada pada kriteria mulai berkembang. Hal tersebut dikarenakan siswa sudah mulai bekerja sama dengan baik, khususnya komunikasi telah terjalin baik antarsiswa, walaupun masih ada sebagian yang kaku dalam berkomunikasi, dan terlihat tidak ada lagi kelompok yang hanya mengandalkan 1 orang saja untuk menyelesaikan masalah. Dalam aspek jujur, sejalan dengan aspek disiplin, di mana siswa diajak membuat peraturannya sendiri yang disepakati oleh semua siswa, sehingga jalannya pembelajaran dapat dikondisikan secara kondusif. Untuk aspek percaya diri, seiring pembelajaran berlangsung sudah mulai tumbuh dan terlihat rasa percaya diri dari masing-masing siswa, walaupun masih



159



ada sebagian kecil siswa yang masih malu-malu dan berbisik kepada temannya tentang jawabannya. Maka dari itu, guru akan melakukan upaya pemberian motivasi dan semangat bagi seluruh siswa untuk terus mengingkatkan mereka ketika berada di dalam kelompoknya untuk lebih saling berkomunikasi dan bekerja sama dengan baik, dan untuk penyampaian data selama diskusi juga harus apa adanya. Dapat dilihat dari pertemuan 2 di siklus I ini, dengan peraturan yang siswa buat sendiri, siswa lebih menaatinya karena hal tersebut dibuat untuk mereka sendiri dan oleh mereka sendiri. Tentunya hal ini akan dipertahankan karena menunjukkan hasil yang signifikan, serta untuk aspek kepercayaan diri, guru akan lebih berusaha meningkatkan motivasi dan percaya diri siswa dengan memberikan suasana belajar yang kondusif tanpa adanya paksaan, sehingga siswa akan lebih percaya diri dalam mengajukan setiap pendapatnya. Untuk aspek psikomotorik, ada 28 siswa atau 80% yang telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal, sedangkan 7 orang lainnya (20%) masih berada di bawah kriteria ketuntasan minimal. Penilaian ini diambil dengan menggunakan instrumen menyanyikan lagu daerah secara kelompok. Hasil yang ditunjukkan memuaskan. Hal ini dikarenakan siswa kelas VB SDN-SN ......... 7 Banjarmasin sangat suka bernyanyi, dan dari mereka sebagian besar berasal dari orang-orang pilihan dari paduan suara di sekolahnya, sehingga ketika diberikan tugas menyanyikan lagu daerah, mereka terlihat antusias. Arahan guru tentang teknik menyanyi pun



160



sebagian besar sudah mereka pahami dan kuasai, sehingga memudahkan selama penjelasan indikator penilaian yang harus dicapai. Untuk itu, dalam pertemuan berikutnya, guru akan memberikan lebih banyak variasi dalam pembelajaran dengan menggunakan lagu-lagu agar meningkatkan keaktifan dan antusias siswa dalam belajar. Guru juga akan kembali memberikan arahan sebagaimana perintah yang diinginkan rubrik penilaian dalam pembelajaran tematik, agar hasil yang sudah diperlihatkan siswa ini dapat dipertahankan, bahkan ditingkatkan lebih tinggi. c. Tes Akhir Siklus I Hasil belajar siswa dari tes akhir siklus I berupa tes secara tertulis dan diperoleh data sebagai berikut: Tabel 4.16 Hasil Tes Akhir Siklus I No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.



Nilai



Frekuensi



51 – 55 56 – 60 61 – 65 66 – 70 71 – 75 76 – 80 81 – 85 86 – 90 91 – 95 96 – 100



0 1 2 4 7 0 4 7 4 6



Jumlah



35



Persentase Ketuntasan (%) Tuntas Tidak Tuntas 3 5,7 11,4 20 11,4 20 11,4 17,1 59,9% 40,1% 100%



Berdasarkan data di atas dapat diketahui nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah antara 96 – 100 sebanyak 6 orang dengan persentase 17,1%. Sedangkan nilai antara 91 – 95 sebanyak 4 orang (11,4%), nilai antara 86 – 90 ada 7 orang (20%), untuk nilai antara 81 – 85 sebanyak 4 orang (11,4%), , sedangkan untuk nilai antara



161



71 – 75 ada 7 orang (20%), untuk nilai antara 66 – 70 ada 4 orang (11,4%), dan nilai antara 61 – 65 ada 2 orang (5,7%), serta nilai antara 51 – 55 ada 1 orang (3%). Dari perolehan nilai di atas dapat diketahui bahwa dari 35 siswa, yang memperoleh nilai ≥ 80 ada 21 orang dengan persentase 59,9% yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dan 14 orang yang masih belum mencapai KKM. Ketuntasan belajar individu pada tes akhir siklus I ini belum mencapai indikator keberhasilan, karena indikator keberhasilan yang ditetapkan adalah pembelajaran dikatakan berhasil jika 80% siswa memperoleh nilai ≥ 80. Ketuntasan klasikal tes akhir siklus I ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.17 Rekapitulasi Hasil Evaluasi Tes Akhir Siklus I No 1. 2.



Ketuntasan Tuntas Tidak Tuntas Jumlah



Frekuensi 21 14 35



Persentase (%) 60 40 100



Dari hasil belajar tes akhir siklus I ini disajikan dalam bentuk grafik berikut ini:



Hasil Tes Akhir Siklus I



40.00%



60.00%



Tuntas Tidak Tuntas



162



Gambar 4.7: Grafik Hasil Tes Akhir Siklus I d. Refleksi Pembelajaran Siklus I Pembelajaran pada siklus I terdiri dari dua kali pertemuan. Adapun perbandingan antara pertemuan pertama dengan pertemuan kedua dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Aktivitas Guru Aktivitas guru pada siklus I pertemuan pertama dan kedua dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.18 Perbandingan Aktivitas Guru pada Siklus I Pertemuan 1 34 Baik



Skor Kategori Tabel



4.18



ini



menunjukkan



Pertemuan 2 41 Sangat Baik bahwa



pelaksanaan



pembelajaran



menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token pada pertemuan 1 sudah terlaksana dan mendapat kategori Baik dengan skor 34, kemudian pada pertemuan 2 meningkat menjadi kategori Sangat Baik dengan perolehan skor 42. Hal ini disebabkan pada pertemuan 1, hanya 3 langkah yang mendapat skor 4, sedangkan langkah lainnya untuk skor 3 diperoleh 6 langkah, dan 2 langkah sisanya mendapat skor 2. Pada pertemuan 2, skor meningkat, dari 11 langkah pembelajaran yang mendapat skor 4 ada 9 langkah, dan 2 langkah lainnya mendapat skor 3. Oleh karena itu, langkah perbaikan yang akan dilakukan guru adalah memperbaiki kualitas pembelajaran, agar tahapan-tahapan pembelajaran dapat



163



terlaksana dengan optimal. Khususnya pada aspek-aspek penilaian aktivitas guru yang masih mendapat skor di bawah maksimal. Diharapkan pada pertemuan berikutnya guru dapat memperoleh nilai sempurna pada setiap aspek penilaian aktivitas guru. Data hasil aktivitas guru pada siklus I ini dapat digambarkan dengan grafik sebagai berikut:



Perbandingan Aktivitas Guru pada Siklus I 60



34



41 Pertemuan 1



40



Pertemuan 2



20 0 Pertemuan 1



Pertemuan 2



Gambar 4.8 Grafik Perbadingan Aktivitas Guru pada Siklus I 2) Aktivitas Siswa Aktivitas siswa pada siklus I pertemuan pertama dan kedua dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.19 Perbandingan Aktivitas Siswa pada Siklus I Kriteria Sangat Aktif Aktif Cukup Aktif Kurang Aktif



Pertemuan 1 25,7% 74,3% 0% 0%



Pertemuan 2 77,1% 22,9% 0% 0%



Tabel 4.19 menunjukkan bahwa pada pertemuan 1 siswa yang aktif ada 26 orang (74,3%) dan siswa dengan kriteria sangat aktif ada 9 orang (25,7%).



164



Kemudian, pada pertemuan 2 mengalami peningkatan yang cukup signifikan, di mana ada 27 siswa yang memperoleh kriteria sangat aktif dengan persentase 77,1% dan 8 siswa (22,9%) dengan kriteria aktif. Hal ini disebabkan karena pada pertemuan 1, para siswa masih memiliki kendala dalam aspek mengajukan pertanyaan dari gambar yang ditayangkan, memberikan masukan dalam merumuskan masalah dan hipotesis, serta pengujian hipotesis, menyimpulkan dan mempresentasikan hasil kerja di depan kelas. Dalam pertemuan ini, seluruh aspek tersebut tidak ada yang memenuhi indikator keberhasilan. Akan tetapi, aktivitas siswa ini meningkat pada pertemuan 2, terlihat dari beberapa aspek yang sudah meningkat dari sebelumnya. Sehingga aspek yang belum memenuhi indikator keberhasilan, yaitu aspek merumuskan masalah dan hipotesis, serta pengujian hipotesis. Untuk itu, pada pertemuan berikutnya, guru akan memberikan perhatian lebih pada aspek-aspek yang masih belum memenuhi indikator ketuntasan, agar kriteria yang diperoleh siswa dapat lebih ditingkatkan. Guru akan berupaya membimbing siswa dalam setiap langkah pembelajaran dengan motivasi dan apresiasi serta penjelasan sedetail mungkin dan bimbingan, agar pada setiap pelaksanaan aspek tersebut terlaksana lebih efektif, efisien, dan mendapat hasil yang optimal. Data hasil aktivitas siswa pada siklus I ini dapat digambarkan dengan grafik sebagai berikut:



165



Perbandingan Persentase Aktivitas Siswa pada Siklus I Sangat Aktif



Aktif



Cukup Aktif



Kurang Aktif



77.10%



74.30%



22.90%



25.70% 0%



0%



0%



Pertemuan 1



0%



Pertemuan 2



Gambar 4.9 Grafik Perbandingan Aktivitas Siswa pada Siklus I 3) Hasil Belajar Hasil belajar siklus I ini digunakan sebagai patokan apakah nantinya penelitian dilanjutkan pada siklus berikutnya atau tidak. Jika hasil yang diperoleh tidak memenuhi indikator yang ditetapkan maka penelitian akan dilanjutkan pada siklus berikutnya. Hasil evaluasi individu yang dilakukan disetiap akhir dari pertemuan pada siklus I pertemuan pertama dan kedua maka diperoleh data sebagai berikut: Tabel 4.20 Perbandingan Hasil Belajar Siswa pada Siklus I No Pertemuan 1.



Pertama



2.



Kedua



3.



Tes Akhir Siklus



Kriteria Ketuntasan Tuntas (≥ 80) Tidak Tuntas (≤ 80) Tuntas (≥ 80) Tidak Tuntas (≤ 80) Tuntas (≥ 80) Tidak Tuntas (≤ 80)



K



%



A



%



P



%



13 22 26 9 26 9



37,1% 62,9% 74,3% 25,7% 74,3% 25,7%



9 26 27 8



25,7% 74,3% 77,1% 22,9%



13 22 28 7



37,1% 62,9% 80% 20%



166



Tabel 4.20 menunjukkan bahwa pada hasil belajar siswa pada pertemuan 1 dalam aspek kognitif terdapat 13 orang (37,1%) siswa yang memperoleh nilai di atas KKM dan meningkat pada pertemuan 2 menjadi 26 orang (74,3%) siswa yang memperoleh nilai di atas KKM. Untuk aspek afektif, pada pertemuan 1 terdapat 9 orang (25,7%) siswa yang memperoleh kategori sudah membudaya yang diakumulasikan pada perolehan skor sebagaimana panduan dalam kurikulum 2013, yang kemudian pada pertemuan 2 hasil ini meningkat secara signifikan menjadi 27 orang siswa (77,1%). Sedangkan pada aspek psikomotorik, di pertemuan 1 terdapat 13 orang (37,1%) siswa yang memeoleh nilai di atas kriteria ketuntasan minimal, hasil ini juga meningkat di pertemuan 2 menjadi 28 orang (80%) siswa yang memenuhi kriteria ketuntasan minimal. Namun, pada tes akhir siklus I, ketuntasan klasikal siswa belum mencapai indikator keberhasilan, yaitu ≥ 80% siswa memperoleh nilai di atas KKM, yang mana hanya 74,3% dari jumlah seluruh siswa. Ini berarti pada siklus I, hasil belajar siswa belum mencapai ketuntasan secara klasikal. Berdasarkan temuan penelitian pada siklus I terhadap aktivitas guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar siswa dinyatakan belum berhasil sepenuhnya, namun sudah mengalami peningkatan yang signifikan. Untuk itu, perlu perbaikan pada siklus II dengan menitik beratkan pada berbagai aspek dalam aktivitas siswa serta perbaikan pada hasil belajar siswa agar benar-benar meningkat sesuai dengan indikator keberhasilan penelitian.



2. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas Siklus II



167



Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) siklus II ini akan dilaksanakan selama dua kali pertemuan dengan jadwal sebagai berikut: Tabel 4.21 Jadwal Penelitian Tindakan Kelas Siklus II No Hari/Tanggal



Pertemuan Alokasi KeWaktu



1.



Senin, 25 April 2016



1



7 × 35 menit



2.



Kamis, 28 April 2016



2



7 × 35 menit



3.



Kamis, 28 April 2016



2



7 × 35 menit



Materi



Penilaian



Tema Lingkungan Sahabat Kita Subtema 2 – Perubahan Lingkungan Pembelajaran 4 Tema Lingkungan Sahabat Kita Subtema 2 – Perubahan Lingkungan Pembelajaran 6



Tes tertulis (Essay), unjuk kerja (performance), keterampilan per orangan, dan sikap Tes tertulis (Essay), unjuk kerja (performance), keterampilan per orangan, dan sikap Tes tertulis berupa pilihan ganda dan essay



Tes Akhir Siklus II



a. Siklus II Pertemuan 1 Kegiatan yang akan dilaksanakan pada pertemuan 1 ini adalah sebagai berikut: 1) Skenario Kegiatan Adapun



kegiatan



yang



dilakukan



untuk



mempersiapkan



pembelajaran pada pertemuan ini adalah sebagai berikut: a) Membuat



Rencana



Pelaksanaan



Pembelajaran



(RPP)



dengan



menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning



168



(PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token dengan pokok bahasan



tema



Lingkungan



Sahabat



Kita



subtema



Perubahan



Lingkungan, pembelajaran 4. b) Menyiapkan lembar observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa. c) Menyiapkan alat evaluasi untuk melihat dan mengukur hasil belajar siswa dalam pembelajaran, antara lain LKK (Lembar Kerja Kelompok) dan LKS (Lembar Kerja Siswa) yang berupa soal-soal evaluasi untuk seluruh siswa dalam memahami dan menguasai materi ajar. d) Menyiapkan dan membuat media yang akan digunakan pada saat pembelajaran. e) Mempersiapkan catatan lapangan dan dokumentasi terhadap model pembelajaran. Kemudian peneliti mempersiapkan rencana kegiatan yang akan dilakukan pada pembelajaran siklus II pertemuan 1 ini dengan rancangan kegiatan awal guru menyiapkan siswa secara fisik dan psikis, yaitu dengan memeriksa kerapian siswa dan mengajak siswa berdo’a bersama, mengabsen kehadiran siswa, kemudian guru memberikan apersepsi dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran, menyampaikan garis besar materi dan langkah-langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan. Selanjutnya pada kegiatan inti, guru menunjukkan gambar yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari, melakukan kegiatan Orientasi, membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah anggota 4-5



169



orang, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis dengan menggunakan kupon berbicara, mengumpulkan data, menguji hipotesis, presentasi, mengadakan permainan (games), selanjutnya mengadakan kompetisi (tournament), dan terakhir memberikan penghargaan kepada kelompok dengan skor tertinggi. Selanjutnya pada kegiatan akhir, guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran. Kemudian guru membagi soal evaluasi kepada seluruh siswa, melakukan refleksi, memberikan tindak lanjut, dan menyampaikan rencana pembelajaran yang akan dipelajari selanjutnya. 2) Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan ini dibagi menjadi 3 (tiga) kegiatan, yaitu kegiatan awal (pendahuluan), kegiatan inti, dan kegiatan akhir (penutup). Adapun uraian kegiatan pada siklus II pertemuan 1dengan RPP dari kegiatan awal sampai kegiatan akhir sebagai berikut:



a) Kegiatan Awal Kegiatan pembelajaran dimulai dengan guru masuk kelas dengan mengucapkan salam yang dijawab serentak oleh siswa. Selanjutnya guru mengajak siswa untuk berdoa bersama-sama yang dipimpin oleh M. Nashir Hernadi lagi, yang pada saat itu mengajukan diri untuk memimpin doa. Selanjutnya guru menanyakan kabar siswa dan melakukan absensi siswa, “Bagaimana keadaan kalian hari ini?, apakah ada yang tidak hadir?”. Siswa secara serentak menjawab “Baik Pak, Tidak ada Pak”.



170



Guru melakukan apersepsi dengan mengantar siswa ke dalam cerita mengenai seputar kejadian yang sering mereka dengar atau baca di berbagai macam media tentang perubahan apa saja yang terjadi pada zaman dahulu sekitar 10 – 15 tahun yang lalu, dengan saat ini, baik itu di bidang ekonomi, komunikasi, dan teknologi. Selanjutnya, guru menyampaikan garis besar materi melalui penjelasan awal tentang gambar apa yang dipasang di papan tulis. Guru bertanya kepada siswa, “Anak-anak, apa perbedaan dari gambar ini?”. Siswa menjawab, “Rumah zaman dulu menggunakan kayu, kalau zaman sekarang lebih banyak menggunakan semen atau material keras lainnya, Pak!”. Kemudian, guru bertanya, “Apakah ada lagi?”, dan siswa menjawab, “Dahulu orang lebih banyak menggunakan sepeda sebagai transportasi, sekarang sudah menggunakan kendaraan bermotor, Pak!”. Dari gambar tersebutlah guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai hari ini, yaitu siswa mampu menemukan informasi penting dari bacaan tersebut dengan tepat, siswa juga mampu menemukan perubahan bentuk dan sifat sosial dan budaya yang terjadi pada masyarakat Indonesia saat ini dibandingkan 10 – 15 tahun yang lalu dengan tepat, serta siswa mampu mengubah data ke dalam tabel frekuensi relatif dengan tepat. b) Kegiatan Inti Pada kegiatan inti, siswa kembali diajak untuk mengamati gambar tentang perbedaan zaman dulu dengan sekarang. Kemudian siswa diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan untuk menggali lebih banyak



171



lagi informasi dari gambar tersebut. Kegiatan tanya jawab ini merupakan kegiatan awal sebelum memasuki materi pelajaran sambil guru memberi arahan dan memancing siswa untuk melontarkan pertanyaan seputar gambar yang ada di papan tulis. Guru memberikan motivasi dalam mengidentifikasi gambar dan mengajukan pertanyaan dan memberi inspirasi bagi siswa untuk terus menggali informasi dari gambar. Dengan begitu, siswa telah termotivasi dan memiliki gambaran tentang pertanyaan yang akan diajukan, sehingga sebagian besar siswa antusias dalam mengajukan pertanyaan yang ditunjuk secara acak, meskipun masih ada beberapa siswa yang belum terlihat antusias saat temannya mengajukan pertanyaan. Kemudian, guru membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah anggota 5 – 6 orang, sesuai dengan kriteria ideal, yaitu heterogen baik secara jenis kelamin dan prestasinya, namun dalam jumlah anggota yang rata. Sebelumnya guru telah mempersiapkan nama-nama siswa yang akan dibentuk kelompok. Dari jumlah siswa 35 orang, dibagi menjadi 7 kelompok, yang masing-masing kelompok berisi 5 anggota. Pada saat pembagian dan tempat duduk kelompok, guru sudah sepenuhnya mengarahkan siswa dalam menata tempat duduk. Kegiatan dilanjutkan dengan mengajak siswa membaca teks bacaan yang ada di buku siswa dengan judul “Desa Unik di Bali” dan mengamati gambar setiap desa yang ada di teks tersebut. Semua siswa membaca teks tersebut secara bergantian dan bersambung. Dari kegiatan membaca teks tersebut, guru memberikan pertanyaan kepada siswa yang mengarah kepada



172



permasalahan yang ada pada teks bacaan tersebut. Guru membimbing dengan menggunakan peta konsep untuk memudahkan siswa memahami dan menggali lebih dalam tentang informasi yang dibacanya. Kegiatan pembelajaran selanjutnya adalah merumuskan hipotesis. Guru mengajak siswa merumuskan jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Dari peta konsep yang telah disediakan di buku siswa, guru membimbing siswa mengajukan pendapatnya tetang masalah tersebut dan mengemukakan solusi. Guru mengarahkan siswa untuk menggunakan kupon yang telah diberikan sebelumnya sebagai media pembelajaran dari model pembelajaran yang tengah digunakan, yaitu Time Token. Dengan menggunakan kupon tersebut siswa menyampaikan hipotesisnya selama ± 30 detik, dan diperoleh hipotesis berupa “ada perubahan yang terjadi pada bentuk dan sifat sosial dan budaya yang terjadi pada masyarakat Indonesia saat ini dibanding 10 – 15 tahun lalu”. Kegiatan berlanjut dengan diskusi kelompok. Melalui kegiatan diskusi, siswa diajarkan untuk mengeksplorasi lebih dalam agar mendapatkan informasi sedetail mungkin. Siswa bebas mencari informasi dari berbagai sumber, baik dari buku maupun melalui kegiatan wawancara, baik itu dengan teman kelompok lain dan juga guru. Hasil diskusi tersebut ditulis sedemikian rupa dan kemudian siswa diminta membacakan hasil wawancara tersebut.



173



Selanjutnya, yaitu menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya, kalau “ada perubahan yang terjadi pada bentuk dan sifat sosial dan budaya yang terjadi pada masyarakat Indonesia saat ini dibanding 10 – 15 tahun lalu”, dan setelah siswa melakukan pengumpulan data melalui kegiatan diskusi dan wawancara, maka mereka menemukan jawaban atas permasalahan yang sedang dihadapi dan menemukan bahwa memang benar ada perubahan yang terjadi pada bentuk dan sifat sosial dan budaya pada masyarakat Indonesia saat ini dibanding 10 – 15 tahun lalu. Setelah semua informasi telah terkumpul, kegiatan dilanjutkan dengan merumuskan kesimpulan dan presentasi. Para siswa di dalam kelompok dipersilakan untuk mempresentasikan hasil diskusinya ke depan kelas, namun hanya siswa yang belum menggunakan kuponnya saja yang boleh mempresentasikannya ke depan. Guru memberikan koreksi dan menyamakan persepsi terhadap jawaban siswa apabila terdapat hal-hal yang masih kurang tepat. Kegiatan selanjutnya, yaitu permainan (games). Games terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor yang dilontarkan kepada siswa di dalam kelompok. Setiap kelompok berlomba adu kecepatan mengangkat tangan. Kelompok yang menjawab dengan benar akan mendapatkan poin 10 untuk setiap pertanyaan. Kegiatan dilaksanakam



selanjutnya



dengan



kompetisi



mempertemukan



(tournament). setiap



perwakilan



Kompetisi anggota



kelompok berdasarkan tingkat kecerdasan yang sama, secara bergantian dan



174



akan



diberikan



pertanyaan



untuk



menguji



pengetahuan



seputar



pembelajaran yang telah diajarkan sebelumnya. Peraturannya, anggota kelompok diberikan buku dan alat tulis, jadi saat guru memberikan pertanyaan, bagi peserta yang sudah tahu jawabannya bisa menulis jawaban tersebut di buku yang telah disediakan, kemudian diangkat. Jika jawaban benar maka akan mendapatkan poin 10, dan jika belum tepat, maka akan dilempar ke anggota kelompok lainnya yang mengangkat nomor dua tercepat setelah yang pertama. Kegiatan ini merupakan kelanjutan memperoleh poin pada kegiatan sebelumnya. Kelompok pemenang diberikan penghargaan oleh guru berupa piagam penghargaan.



c) Kegiatan Akhir Pada kegiatan akhir, guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran yang telah dipelajari, khususnya tentang perubahan bentuk dan sifat sosial dan budaya masyarakat Indonesia saat ini dan beberapa tahun yang lalu. Kemudian untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa, guru memberikan soal evaluasi secara individu berupa soal essay sebanyak 10 buah (terlampir). Guru kemudian melaksanakan refleksi dan tindak lanjut. Selanjutnya guru menyampaikan rencana pembelajaran yang akan dipelajari selanjutnya, yaitu masih dalam subtema yang sama, yaitu



175



Perubahan Lingkungan, dalam pembelajaran 6. Kemudian ditutup dengan salam. 3) Hasil Observasi Hasil observasi merupakan uraian dari temuan-temuan yang didapatkan setelah kegiatan pembelajaran dari kegiatan awal hingga kegiatan akhir yang nantinya akan berfungsi sebagai bahan refleksi untuk meningkatkan pembelajaran yang lebih baik lagi. Berikut hasil observasi yang didapatkan dari siklus II pertemuan 1. a) Observasi Aktivitas Guru dalam Kegiatan Pembelajaran Hasil pengamatan atau observasi aktivitas guru dari observer dalam kegiatan pembelajaran di kelas pada siklus II pertemuan pertama dapat digambarkan sebagai berikut:



Tabel 4.22 Observasi Aktivitas Guru dalam Kegiatan Pembelajaran Siklus II Pertemuan 1 No. 1.



2.



3. 4. 5.



Aspek yang Diamati Skor Aktivitas guru menunjukkan gambar yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari, kemudian meminta siswa untuk 4 mengamati gambar tersebut dengan seksama. Aktivitas guru melakukan kegiatan orientasi, membina iklim pembelajaran yang responsif dengan meminta siswa untuk 4 melontarkan pertanyaan dari gambar yang diamati, kegiatan berupa tanya jawab rebutan sebelum memasuki materi pelajaran. Aktivitas guru membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah 4 5–6 orang. Aktivitas guru membimbing siswa merumuskan masalah, 4 membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Aktivitas guru membimbing siswa merumuskan hipotesis. Siswa juga diberikan kupon berbicara yang akan digunakan dalam 4 menyampaikan hipotesisnya. 176



6. 7.



Aktivitas guru membimbing siswa mengumpulkan data. Aktivitas guru membimbing siswa menguji hipotesis. Aktivitas guru membimbing siswa merumuskan kesimpulan dan presentasi, mendeskripsikan solusi yang diperoleh berdasarkan 8. pengujian hipotesis dan mempresentasikannya di depan kelas. Namun, hanya siswa yang masih mempunyai kupon yang harus mempresentasikannya. 9. Aktivitas guru mengadakan permainan (games). 10. Aktivitas guru mengadakan kompetisi (tournament). Aktivitas guru memberikan penghargaan kepada kelompok dengan 11. skor tertinggi. Total Skor Kriteria: Sangat Baik



4 4



4



4 4 4 44



Berdasarkan data hasil observasi tentang tahapan-tahapan pembelajaran yang dilaksanakan guru pada proses pembelajaran sesuai tabel 4.22, dapat dilihat bahwa nilai yang diperoleh adalah 44. Skor aktivitas guru dalam proses pembelajaran termasuk dalam kategori sangat baik.



Hasil observasi oleh observer pada kegiatan pembelajaran dengan tema Lingkungan Sahabat Kita dan subtema Perubahan Lingkungan yang telah dilakukan oleh guru dapat diketahui bahwa sudah meningkat dari pertemuan sebelumnya. Seluruh aspek telah mendapatkan skor maksimal, yaitu 4. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas guru dalam pertemuan 1 siklus II telah terlaksana dengan sempurna. Hal tersebut dikarenakan pada aspek sebelumnya yang mendapat skor 3, guru telah melakukan perhatian penuh dan melaksanakan solusi yang direncanakan sehingga pada pertemuan ini seluruh aspek yang sebelumnya belum maksimal dapat diperbaiki dan terlaksana dengan sempurna, begitu pula dengan aspek-aspek yang sudah terlaksana dengan sempurna terus dipertahankan pelaksanaannya. 177



Untuk aspek pertama aktivitas guru menunjukkan gambar yang berhubungan dengan materi. Pada pertemuan sebelumnya, aspek ini hanya mendapat skor 3 karena guru hanya menunjukkan atau memberikan satu gambar untuk diamati, namun pada pertemuan pertama di siklus II ini, guru telah menunjukkan beberapa gambar di dalam pembelajaran, serta tetap memberikan ilustrasi dari setiap gambar untuk merangsang pemikiran siswa agar menggali lebih dalam informasi yang dilihatnya dari gambar. Hal itulah yang membuat aspek ini mendapat skor maksimal. Selanjutnya, aspek yang pada pertemuan selanjutnya hanya mendapat skor 3 adalah aspek aktivitas guru membimbing siswa merumuskan masalah dan membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Pada pertemuan sebelumnya, guru tidak memberikan arahan yang menjuruskan siswa pada jawaban yang diinginkan, sehingga guru hanya menunggu jawaban dari siswa sampai siswa memberikan jawaban yang diinginkan. Namun, hal ini telah dilakukan pada pertemuan pertama di siklus II ini, jadi pada kegiatan ini dengan bimbingan dan arahan dari guru, sehingga siswa jadi lebih cepat dalam memberikan jawaban yang diinginkan. Untuk aspek aktivitas guru membimbing merumuskan hipotesis, pada pertemuan sebelumnya juga mendapat skor 3. Hal ini dikarenakan dalam penyampaian arahan, guru masih menggunakan bahasa yang berbelit-belit dan kurang jelas. Namun, pada pertemuan kali ini, guru telah memperbaiki hal tersebut, sehingga siswa lebih mudah dan terarah dalam merumuskan hipotesis.



178



Untuk aspek seperti orientasi (meminta siswa melontarkan pertanyaan dari gambar), membagi kelompok, merumuskan masalah, membimbing siswa dalam mengumpulkan data, membimbing dalam menguji hipotesis, membimbing dalam presentasi dan merumuskan kesimpulan, mengadakan games dan tournament, serta pemberian penghargaan kepada kelompok dengan skor tertinggi, telah berhasil dipertahankan oleh guru. Hal ini dikarenakan, guru terus melatih penyampaian dan pelaksanaan pembelajaran di rumah untuk perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran, sehingga pada saat pelaksanaan pembelajaran di kelas, guru dapat melaksanakan pembelajaran dengan optimal. Dengan demikian, pada pertemuan pertama siklus II dengan menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token sudah berjalan dengan optimal, dan tentunya hal ini akan dipertahankan pada pertemuan berikutnya agar pelaksanaan pembelajaran kembali berlangsung dengan optimal. b) Observasi Aktivitas Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran Hasil observasi aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran di kelas pada pertemuan pertama di siklus II ini dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 4.23 Persentase setiap Aspek Observasi Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran pada Siklus II Pertemuan 1



No 1 2 3



Aspek Mengamati gambar yang ditayangkan guru dengan seksama Mengajukan pertanyaan dari gambar yang telah diamati Memberi masukan dalam merumuskan masalah



Sangat Aktif f %



Kategori Aktif Cukup Aktif F % f %



Kurang Aktif F %



35



100%



-



0%



-



0%



-



0%



35



100%



-



0%



-



0%



-



0%



28



80%



7



20%



-



0%



-



0%



179



4



5



6



7



8 9



Merumuskan hipotesis dengan menggunakan kupon berbicara Berdiskusi dalam mengumpulkan data, melakukan aktivitas menjaring data yang relevan berdasarkan lembar kerja kelompok Menguji hipotesis, menelaah data, dan melihat hubungan dengan masalah yang dikaji Merumuskan kesimpulan dan presentasi dengan menggunakan kupon berbicara Bekerjasama dalam menjawab pertanyaan dalam games yang diberikan Mengikuti kompetisi (tournament)



25



71,4%



10



28,6%



-



0%



-



0%



35



100%



-



0%



-



0%



-



0%



27



77,1%



8



22,9%



-



0%



-



0%



35



100%



-



0%



-



0%



-



0%



35



100%



-



0%



-



0%



-



0%



35



100%



-



0%



-



0%



-



0%



Pada tabel 4.23 dapat dilihat bahwa skor yang diperoleh siswa pada setiap aspek sudah sudah seluruhnya yang mencapai kategori aktif dan sangat aktif. Sementara itu, untuk skor akhir yang diperoleh masing-masing siswa adalah sangat aktif. Hal ini dikarenakan siswa lebih bersemangat dalam proses pembelajaran, walaupun dalam beberapa aspek ada siswa yang masih memperoleh skor 3, tetapi ini lebih meningkat dibandingkan dengan pertemuan sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan siswa yang bersangkutan telah berupaya memperbaiki gaya belajar dan ingin menjadi yang terbaik dibantu dengan motivasi dan arahan dari guru. Oleh karena itu, hampir seluruh siswa telah memperoleh kategori sangat aktif. Untuk aspek aktivitas siswa mengamati gambar, mengajukan pertanyaan dari gambar, berdiskusi dalam mengumpulkan data, merumuskan kesimpulan, bekerjasama dalam games dan tournament, pada pertemuan ini terlihat aktivitas siswa dalam keaktifan dapat dipertahankan dari pertemuan sebelumnya yang juga mendapat persentase 100% siswa aktif selama pembelajaran. Seperti yang telah dilakukan pada pertemuan sebelumnya, guru terus melakukan perbaikan dalam hal



180



pembelajaran, dengan terus mempersiapkan dengan matang, mengulang dan melatih proses pembelajaran di rumah, sehingga implementasi di kelas menjadi maksimal. Sementara itu, masih ada 2 aspek yang masih belum memenuhi indikator keberhasilan yang ditetapkan. Aspek-aspek tersebut adalah merumuskan hipotesis, karena masih ada beberapa siswa yang menyampaikan hipotesisnya ≤ 30 detik, yang artinya beberapa siswa masih belum menggunakan kesempatannya dengan maksimal. Hal ini dikarenakan, siswa masih belum terlalu menggali informasi dari hal yang harusnya diamati, sehingga dalam penyampaian hipotesis, siswa masih menyampaikan informasi yang belum terlalu mendalam, dan ini menyebabkan penggunaan waktu yang diberikan untuk penyampaian hipotesis masih belum maksimal. Selanjutnya, yaitu aspek menguji hipotesis, hal ini sama dengan aspek sebelumnya, hanya 77,1% yang mendapat kategori sangat aktif, dan ini belum menunjukkan hasil yang diinginkan. Hal ini dikarenakan, sebagian siswa masih belum bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan, terutama terhadap tenggat waktu yang diberikan untuk menyelesaikan tugas tersebut. Namun, skor yang belum maksimal tersebut, tertututpi dengan perolehan skor di aspek lain yang sebagian besar banyak memperoleh nilai sempurna. Berikut gambaran hasil analisis observasi aktivitas siswa: Tabel 4.24 Hasil Aktivitas Siswa Mengikuti Pembelajaran pada Siklus II Pertemuan 1 secara Klasikal No 1. 2.



Kriteria Sangat Aktif Aktif



f 29 6



% 82,9% 17,1% 181



3. Cukup Aktif 4. Kurang Aktif Jumlah Siswa dengan Kategori Sangat Aktif Persentase Keaktifan Klasikal



-



0% 0% 29 82,9%



Dari tabel 4.24 terlihat bahwa hampir seluruh siswa mendapat kriteria sangat aktif. Hasil ini meripakan peningkatan dari keaktifan siswa dari pertemuan sebelumnya. Kondisi ini merupakan target yang diharapkan bisa tercapai, yaitu ≥ 80% siswa mendapat kategori sangat aktif. Data di atas bisa digambarkan sebagai berikut:



Persentase Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan 1 100.0%



82.90%



80.0% 60.0% 40.0% 17.10%



20.0%



0%



0.0% Sangat Aktif



Aktif



Cukup Aktif



0%



Kurang Aktif



Gambar 4.10 Grafik Aktivitas Siswa Mengikuti Pembelajaran pada Siklus II Pertemuan 1 Hasil ini telah tercapai dikarenakan sebagian besar siswa berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik. Hasil ini memang sudah sangat memuaskan, tetapi guru akan melihat perkembangan aktivitas siswa di pertemuan berikutnya dan berupaya mempertahankan dan lebih meningkatkan lagi hasil yang sudah



182



didapatkan, serta meningkatkan lagi pada beberapa aspek yang belum seluruhnya mencapai skor maksimal. c) Observasi Hasil Belajar Siswa Data hasil belajar siswa meliputi nilai yang didapat pada pengerjaan tugas dalam kelompok dan nilai pada evaluasi akhir pertemuan. Hasil belajar tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:



(1) Nilai Hasil Kerja Kelompok Siklus II Pertemuan 1 Tabel 4.25 Nilai Hasil Kerja Kelompok Siklus II Pertemuan 1 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Kelompok I II III IV V VI VII



Nilai 100 100 100 100 100 100 100



Pada tabel 4.25 menunjukkan bahwa seluruh kelompok memperoleh nilai 100 atau nilai sempurna. Seluruh kelompok telah menyelesaikan lembar kerja kelompok sesuai dengan prosedur yang ditentukan. Hal ini dipengaruhi pula karena setiap kelompok berlomba-lomba ingin menjadi yang terbaik. Untuk memperjelas hasil belajar kelompok pada siklus II pertemuan 1 dapat digambarkan dalam grafik sebagai berikut:



183



Hasil Belajar Kelompok Siklus II Pertemuan 1



Frekuensi



100



100



100



100



100



100



100



100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0



Kelompok



I



II



III



IV



V



VI



VII



Kelompok



Gambar 4.11 Grafik Nilai Hasil Kerja Kelompok Siswa Siklus II Pertemuan 1 Berdasarkan gambar 4.11 dapat diketahui bahwa seluruh kelompok sudah memperoleh nilai tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa hasil yang mereka tunjuukan sudah berada pada skor nilai yang sangat memuaskan, karena sudah lebih dari standar nilai yang ditetapkan guru, yakni ≥ 80. Perolehan nilai kelompok pada siklus II pertemuan 1 ini harus dipertahankan agar tetap memperoleh hasil yang maksimal. (2) Nilai Hasil Belajar Siswa secara Individu Tabel 4.26 Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus II Pertemuan 1 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Nilai Skala 100 Skala 1 - 4 86 – 100 3,67 – 4,00 81 – 85 3,34 – 3,66 76 – 80 3,01 – 3,33 71 – 75 2,67 – 3,00 66 – 70 2,34 – 2,66 61 – 65 2,01 – 2,33 56 – 60 1,67 – 2,00



Frekuensi Nilai dan Persentase K % A % P % 27 77,1 20 57,1 30 85,7 7 20 3 8,6 5 14,3 1 2,8 3 8,6 4 11,4 5 14,3 184



51 – 55 1,34 – 1,66 46 – 50 1,01 – 1,33 41 – 45 0,67 – 1,00 35 100 35 100 35 100 Jumlah 30 orang 32 orang 31 orang Ketuntasan Individu 85,7% 91,4% 88,6% Ketuntasan Klasikal Rata-rata Nilai Keterangan: K = Kognitif, A = Afektif, P = Psikomotorik, % = Persentase 8. 9. 10.



Dari hasil tertulis pada akhir pertemuan pertama di siklus II ini, tergolong sangat baik, hal ini dikarenakan pada aspek kognitif siswa yang memperoleh nilai antara 71 – 75 ada 5 orang (14,3%), siswa yang memperoleh nilai antara 76 – 80 ada 3 orang (8,6%), siswa yang memperoleh nilai antara 81 – 85 ada 2 orang (5,7%), dan siswa yang memperoleh nilai antara 86 – 100 ada 25 orang (71,4%). Jadi, pada pertemuan pertama di siklus II ini, terdapat 30 orang siswa yang dinyatakan tuntas. Hal ini dikarenakan, guru telah melakukan bimbingan dan penekanan pada materimateri atau poin-poin yang penting, sehingga pada saat instrumen tes diberikan, siswa dengan mudah menjawab. Untuk peninalain pada aspek afektif, guru menentukan patokan penilaain pada aspek sosial, yaitu gotong royong, juju, disiplin, dan tanggung jawab. Skor patokan yang digunakan adalah Belum Terlihat (skor 1), Mulai Terlihat (skor 2), Mulai Berkembang (skor 3) dan Sudah Membudaya (skor 4). Siswa yang memperoleh nilai gabungan antara 76 – 100 dengan rentang skor gabungan 3,01 – 4,00 yang berada pada kategori sudah membudaya ada sebanyak 32 orang (91,4%), yang mana hampir seluruh siswa memiliki kualifikasi afektif sudah membudaya pada saat proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan siswa yang telah sangat aktif telah mencapai lebih dari setengahnya, sehingga siswa-siswa yang lain merasa



185



tertantang untuk lebih aktif, sembari guru terus memberikan motivasi agar mereka semakin bersemangat mengikuti setiap kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Sedangkan untuk penilaian pada aspek psikomotorik, guru menggunakan instrumen penilaian menyelesaikan soal matematika, yang mana soal ini merupakan soal cerita, jadi siswa harus menjawab sesuai data yang disajikan. Dengan skor patorkan Perlu Bimbingan (skor 1), Cukup Baik (skor 2), Baik (skor 3), dan Baik Sekali (skor 4). Siswa yang memperoleh nilai gabungan antara 76 – 100 dengan rentang skor gabungan 3,01 – 4,00 berada pada kategori Baik Sekali ada 31 siswa (88,6%). Sedangkan siswa yang memperoleh nilai gabungan antara 61 – 75 dengan rentang skor gabungan 2,01 – 3,00 kategori Baik, ada sebanyak 4 orang. Pada aspek ini juga menunjukkan peningkatan yang bagus. Hal ini dikarenakan guru memberikan



bimbingan



dan



arahan



kepada



siswa



tentang



bagaimana



menyelesaikan tugas yang diberikan, sesuai dengan rubrik penilaian yang telah tersedia, sehingga guru bisa memberikan arahan yang tidak lepas dari patokan penilaian tersebut, dan terciptalah situasi yang efektif dan efisien. Dari data di atas, maka dapat diakumulasikan jumlah siswa yang tuntas pada ketiga aspek penilaian dalam tabel berikut: Tabel 4.27 Akumulasi Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Siklus II Pertemuan 1 No 1. 2.



Kriteria Ketuntasan K % A % P % Tuntas (≥ 80) 30 85,7% 32 91,4% 31 88,6% Tidak Tuntas (≤ 80) 5 14,3% 3 8,6% 4 11,4% 35 100% 35 100% 35 100% Jumlah Keterangan: K = Kognitif, A = Afektif, P = Psikomotorik, % = Persentase Hasil belajar siswa pada siklus II pertemuan 1, dalam aspek kognitif ada 30



orang siswa atau 85,7% yang sudah memenuhi kriteria ketuntasan minimal,



186



sedangkan 5 orang atau 14,3% masih berada di bawah kriteria ketuntasan minimal. Untuk aspek afektif, 32 orang siswa atau 91,4% sudah memperoleh nilai di atas kriteria ketuntasan minimal atau memperoleh kriteria sudah membudaya sedangkan 3 orang masih berada pada kategori mulai berkembang. Penilaian ini diperoleh berdasarkan akumulasi nilai antara 76 – 100 atau skor 3,01 – 4,00 pada rentang skor penilaian kurikulum 2013. Pada aspek psikomotorik ada 31 orang siswa atau 88,6% yang telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal, yang sesuai penilaian berdasarkan rentang skor penilaian kurikulum 2013, yaitu 76 – 100 atau skor 3,01 – 4,00, sedangkan 4 orang lainnya atau 11,4% masih berada di bawah kriteria ketuntasan minimal. Untuk memperjelas hasil belajar siswa (individu) pada siklus II pertemuan 1 ini, dapat digambarkan dengan grafik sebagai berikut:



187



Hasil Belajar Siswa Siklus II Pertemuan 1 30



28 25



25 20



Frekuensi



20



15



10



7



5 5



0



2



2



5



3



3



4



1



Kognitif



100 - 86 25



85 - 81 2



80 - 76 3



75 - 71 5



Afektif



20



7



5



3



Psikomotorik



28



2



1



4



Gambar 4.12 Hasil Belajar Siswa Siklus II Pertemuan 1 Gambar 4.11 menunjukkan bahwa pada aspek kognitif, siswa yang memperoleh nilai di atas KKM, yaitu 80 – 100 sebanyak 30 orang (85,7%) dan telah dinyatakan tuntas dalam pembelajaran di siklus II pertemuan 1 ini. Untuk aspek afektif, data tersebut menggambarkan bahwa 32 siswa (91,4%) sudah memiliki klasikifkasi sudah membudaya yang tergambar dalam nilai 76 – 100 atau pada rentang skor 3,01 – 4,00 yang sesuai dengan ketetapan penilaian kurikulum 2013. Sedangkan sebanyak 3 orang masih berada pada kategori mulai berkembang.



188



Pada aspek psikomotorik, dari data tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 31 orang siswa atau 88,6% telah memenuhi kriteria baik sekali, yaitu pada rentang nilai antara 76 – 100 atau 3,01 – 4,00. Sedangkan 4 orang lainnya masih berada di bawah kriteria baik. 4) Analisis Soal Tes Akhir Siklus II Pertemuan 1 Pada akhir pembelajaran siklus II pertemuan 1 kembali diadakan tes akhir pembelajaran yang mengambil tes pada ranah kognitif untuk mengetahui sejauh mana siswa menyerap materi yang diberikan pada hari itu. Tes diberikan dengan menggunakan instrumen soal berjumlah 10 buah dengan beberapa variasi kata kerja pada ranah kognitif. Analisis soal ini untuk menginformasikan ranah kognitif mana yang telah dan belum sepenuhnya berhasil terjawab oleh siswa, dan juga sebagai bahan acuan apakah tujuan pembelajaran pada hari ini tercapai atau belum. Sehingga menjadi bahan pertimbangan dalam pemberian tes di pertemuan selanjutnya. Untuk memperjelas hasil yang diraih siswa dalam setiap soal tes akhir pada pembelajaran di siklus II pertemuan 1 ini, dapat dilihat pada tabel berikut:



Tabel 4.28 Analisis Hasil Tes Akhir Pertemuan 1 pada Siklus II setiap Butir Soal No. Soal



Kategori Ranah Kognitif



Bobot Skor



Frekuensi Siswa



Persentase (%)



Keterangan



189



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.



C2 C1 C2 C2 C2 C4 C4 C4 C2 C2



10 10 10 10 10 10 10 10 10 10



Menjawab Benar 35 31 35 35 25 35 35 35 29 24



100 88,5 100 100 71,4 100 100 100 82,8 68,5



Mencirikan Menjelaskan Mencirikan Menjelaskan Menjelaskan Menemukan Menemukan Menemukan Menghitung Menghitung



Dari data di atas, diketahui bahwa dari 10 soal yang telah diberikan, ada 8 soal yang telah berhasil mencapai indikator keberhasilan, yakni ≥ 80% siswa menjawab dengan benar, yaitu pada soal nomor 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, dan 9, dengan kategori soal mencirikan, menjelaskan, menemukan, dan menghitung. Soal yang belum berhasil dijawab sesuai indikator keberhasilan adalah soal nomor 5 dan 10, dengan kategori menjelaskan dan menghitung. Dari data tersebut dapat diketahui pula bahwa siswa masih kesulitan dalam menjelaskan kemudian menuangkannya ke dalam kata-kata, di mana di soal nomor 5, siswa diminta untuk menjelaskan apa saja tujuan dari ngaben. Pada soal yang berikutnya, yaitu soal nomor 10. Pada soal ini siswa diminta menghitung rata-rata dari data yang telah diberikan. Kesulitan siswa terletak pada pembacaan data tersebut, siswa cendrung terburu-buru, dan terlihat enggan untuk menyelesaikan soal tersebut setelah melihatnya.



5) Refleksi Siklus II Pertemuan 1 Berdasarkan temuan yang diperoleh melalui observasi kegiatan pembelajaran dan hasil belajar siswa, dapat direfleksikan sebagai berikut: 190



a) Aktivitas Guru Kegiatan pembelajaran yang direncanakan dengan alokasi waktu 7×35 menit sudah berlangsung dengan optimal. Hal ini dapat dilihari dari lembar observasi penilaian guru dimana guru memperoleh skor 4 pada semua aspek. Artinya, seluruh aspek yang ditetapkan dalam pembelajaran ini telah dilaksanakan dengan maksimal. Hal ini dikarenakan pada saat proses pembelajaran berlangsung, guru sangat mempertahankan aspek-aspek yang sebelumnya telah memperoleh skor maksimal dan meningkatkan pelaksaan aspek yang masih memperoleh skor 3 pada pertemuan sebelumnya. Hasil yang didapatkan oleh guru pada akhirnya adalah pembelajaran yang sudah kondusif, menciptakan suasana belajar yang sesungguhnya. Untuk itu, guru akan mempertahankan perolehan hasil ini pada pembelajaran selanjutnya, untuk melihat apakah proses pembelajaran yang dilakukan dapat dipertahankan atau bahkan terjadi penurunan. b) Aktivitas Siswa Aktivitas siswa pada siklus II pertemuan 1 telah berjalan dengan lancar dan sesuai rencana. Hal tersebut terlihat pada hasil pengamatan aktvitas siswa yang menunjukkan bahwa siswa yang sangat aktif berjumlah 29 orang atau dalam persentase klasikal sebesar 82,8%. Skor yang diperoleh tentunya sudah mencapai indikator keberhasilan ≥ 80% siswa memperoleh kategori sangat aktif. Perolehan skor ini juga dikarenakan siswa sudah mulai terbiasa dengan proses pembelajaran menggunakan kombinasi model



191



pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token, yang diajarkan oleh peneliti. Namun, masih ada 2 aspek yang harus diperhatikan oleh guru, yaitu aspek merumuskan hipotesis dan menguji hipotesis. Yang mana untuk aspek merumuskan hipotesis hanya 25 orang (71,4%) yang mendapat kategori sangat aktif, dan 10 orang lainnya (28,6%) mendapat kategori aktif. Untuk aspek menguji hipotesis, ada 27 orang (77,1%) yang mendapat kategori sangat aktif, dan 8 orang atau sebesar 229% masih berada pada kategori aktif. Hal ini dikarenakan dalam merumuskan hipotesis, beberapa siswa masih tergantung pada teman sekelompoknya yang lebih pandai untuk merumuskan hipotesis. Mereka cendrung menunggu jawaban dari teman yang lain dan belum berinisiatif dalam membantu merumuskan hipotesis terhadap masalah yang tengah mereka hadapi. Maka dari itu, guru akan lebih menekankan kepada tiap-tiap kelompok untuk lebih bekerja sama untuk pekerjaan yang lebih baik. Begitu pula pada saat menguji hipotesis, para siswa masih terlihat malu-malu. Mereka memang sudah tidak mewakilkan kepada salah satu anggota kelompok untuk membacakan hasil diskusi mereka, tetapi sebagian besar siswa masih kurang percaya diri dan disertai rasa khawatir apabila dalam hasil diskusi mereka terdapat kekeliruan. Oleh karena itu, pada pertemuan selanjutnya guru akan kembali memberikan bimbingan kepada siswa untuk lebih semangat dan percaya pada diri sendiri dalam



192



mengemukakan pendapat dan memberi masukan solusi terhadap masalah yang dihadapi. c) Hasil Belajar Siswa Hasil belajar siswa pada pertemuan pertama di siklus II ini, dalam aspek kognitif yang mencapai kategori tuntas sebanyak 30 orang atau 85,7% dari ketuntasan klasikal, sedangkan siswa yang belum dinyatakan tuntas masih ada 5 orang atau sekitar 14,3%. Ketuntasan klasikal sudah memenuhi indikator yang ditetapkan. Dalam hal ini, siswa telah meningkatkan pemusatan perhatian kepada materi yang disampaikan serta penggalian informasi lebih dalam saat diskusi kelompok, walaupun masih ada beberapa siswa yang masih memperoleh nilai di bawah KKM. Dengan demikiam. solusi yang akan dilakukan guru adalah mempertahankan kinerja dalam penyampaian materi dan membantu siswa membangun pengetahuannya sendiri, agar siswa bisa lebih mengingat materi yang diajarkan. Keberhasilan siswa pada ranah kognitif ini dapat diuraikan lagi dalam setiap butir soal. Dari 10 soal yang diberikan, 8 soal yang telah berhasil mencapai indikator keberhasilan, yakni ≥ 80% siswa menjawab dengan benar, yaitu pada soal nomor 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, dan 9, dengan kategori soal mencirikan, menjelaskan, menemukan, dan menghitung. Soal yang belum berhasil dijawab sesuai indikator keberhasilan adalah soal nomor 5 dan 10, dengan kategori menjelaskan dan menghitung.



193



Dari data tersebut dapat diketahui pula bahwa siswa masih kesulitan dalam menjelaskan kemudian menuangkannya ke dalam kata-kata, di mana di soal nomor 5, siswa diminta untuk menjelaskan apa saja tujuan dari ngaben. Pada soal yang berikutnya, yaitu soal nomor 10. Pada soal ini siswa diminta menghitung rata-rata dari data yang telah diberikan. Kesulitan siswa terletak pada pembacaan data tersebut, siswa cendrung terburu-buru, dan terlihat enggan untuk menyelesaikan soal tersebut setelah melihatnya. Untuk itu, solusi yang akan dilakukan guru adalah membimbing siswa dan mengarahkan kepada siswa yang sudah paham untuk membantu menjelaskan kepada temannya yang belum bisa. Dengan begitu, semua siswa pada akhirnya bisa memahami materi yang diberikan secara menyeluruh. Sedangkan untuk aspek afektif, 32 orang siswa atau 91,4% sudah memperoleh nilai di atas kriteria ketuntasan minimal atau memperoleh kriteria sudah membudaya, sedangkan 3 orang lainnya memiliki kriteria mulai berkembang. Penilaian ini diperoleh berdasarkan akumulasi nilai antara 76 – 100 atau skor 3,01 – 4,00 pada rentang skor penilaian kurikulum 2013. Dalam penilaian afektif, guru menggunakan aspek penilaian sikap sosial, khususnya gotong royong, jujur, disiplin, dan percaya diri. Dalam aspek gotong royong, ada 28 orang yang memiliki kriteria sudah membudaya dan 7 orang berada pada kategori mulai berkembang. Untuk aspek jujur, seluruh siswa sudah menunjukkan sikap sudah membudaya. Pada aspek disiplin, 27 orang siswa sudah menunjukkan sikap sudah membudaya, 8 siswa berada pada kategori mulai berkembang. Untuk aspek percaya diri, 29 orang sudah berada



194



pada kriteria sudah membudaya sedangkan 6 orang lainnya berada pada kriteria mulai berkembang. Di dalam aspek gotong royong terdapat indikator komunikasi dan kerjasama, maka dari itulah, berkaca dari pertemuan sebelumnya, para siswa sudah semakin maksimal dalam melakukan komunikasi di dalam proses pembelajaran, khususnya komunikasi yang harusnya terjalin antarsiswa. Sebagian besar dari mereka sudah melakukan komunikasi dengan baik, tetapi masih ada siswa yang terkesan masih kaku dalam berkomunikasi satu sama lain, dan tidak ada lagi kelompok yang hanya mengandalkan 1 orang siswa untuk menyelesaikan masalah yang ada di lembar kerja kelompok. Hal serupa juga ditunjukkan pada kerjasama. Sebagian besar siswa sudah mengedepankan kerjasama, namun sebagian lagi masih ada yang masih canggung dalam bekerjasama. Siswa juga berusaha untuk saling mengoreksi dan mengingatkan satu sama lain. Dalam aspek percaya diri juga siswa terlihat tidak malu-malu lagi, sebagian besar tidak merasa enggan lagi maju menyampaikan pendapatnya, karena siswa juga sudah tumbuh rasa menghargai satu sama lain. Untuk itu, guru kembali akan melakukan upaya memberikan motivasi dan semangat bagi seluruh siswa dan terus mengingatkan mereka ketika berada di



dalam



kelompoknya



untuk



berkomunikasi



dengan



maksimal,



mengedepankan kerjasama dan membimbing mereka untuk lebih teliti. Dalam aspek psikomotorik, ada 31 siswa atau 88,6% telah memenuhi KKM, sedangkan 4 orang lainnya atau 11,4% belum mencapai KKM. Penilaian ini diambil dengan menggunakan penilaian menyelesaikan soal matematika,



195



yang mana siswa ditugaskan untuk membaca data dari diagram yang telah disajikan. Sebagian besar siswa, telah mengerti bagaimana cara membaca data baik itu dari tabel maupun dari diagram, meskipun ada beberapa yang masih kebingungan dan kurang teliti, sehingga menyebabkan kesalahan dalam pembacaan data tersebut. Untuk itu, pada pertemuan berikutnya, guru akan kembali memberikan pengawalan kepada hasil yang sudah ditunjukkan siswa pada penilaian psikomotorik dan memberikan siswa arahan untuk tidak terburu-buru dalam mengerjakan tugasnya. Guru juga akan kembali memberikan arahan sebagaimana perintah yang diinginkan rubrik penilaian dalam pembelajaran tematik agar hasil yang sudah diperlihatkan siswa ini dapat dipertahankan bahkan lebih ditingkatkan.



b. Siklus II Pertemuan 2 Kegiatan yang akan dilaksanakan pada pertemuan 2 ini adalah sebagai berikut:



196



1) Skenario Kegiatan Adapun



kegiatan



yang



dilakukan



untuk



mempersiapkan



pembelajaran pada pertemuan ini adalah sebagai berikut: a) Membuat



Rencana



Pelaksanaan



Pembelajaran



(RPP)



dengan



menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token dengan pokok bahasan



tema



Lingkungan



Sahabat



Kita



subtema



Perubahan



Lingkungan, pembelajaran 6. b) Menyiapkan lembar observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa. c) Menyiapkan alat evaluasi untuk melihat dan mengukur hasil belajar siswa dalam pembelajaran, antara lain LKK (Lembar Kerja Kelompok) dan LKS (Lembar Kerja Siswa) yang berupa soal-soal evaluasi untuk seluruh siswa dalam memahami dan menguasai materi ajar. d) Menyiapkan dan membuat media yang akan digunakan pada saat pembelajaran. e) Mempersiapkan catatan lapangan dan dokumentasi terhadap model pembelajaran. Kemudian peneliti mempersiapkan rencana kegiatan yang akan dilakukan pada pembelajaran siklus II pertemuan 2 ini dengan rancangan kegiatan awal guru menyiapkan siswa secara fisik dan psikis, yaitu dengan memeriksa kerapian siswa dan mengajak siswa berdo’a bersama, mengabsen kehadiran siswa, kemudian guru memberikan apersepsi dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran, menyampaikan



197



garis besar materi dan langkah-langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan. Selanjutnya pada kegiatan ini, guru menunjukkan gambar yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari, melakukan kegiatan Orientasi, membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah anggota 4-5 orang, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis dengan menggunakan kupon berbicara, mengumpulkan data, menguji hipotesis, presentasi, mengadakan permainan (games), selanjutnya mengadakan kompetisi (tournament), dan terakhir memberikan penghargaan kepada kelompok dengan skor tertinggi. Selanjutnya pada kegiatan akhir, guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran. Kemudian guru membagi soal evaluasi kepada seluruh siswa, melakukan refleksi,



memberikan tindak lanjut,



dan memberikan



kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan pesan dan kesan selama pembelajaran dengan peneliti berlangsung. 2) Pelaksaaan Tindakan Pelaksanaan tindakan ini dibagi menjadi tiga kegiatan, yaitu kegiatan awal (pendahuluan), kegiatan inti, dan kegiatan akhir (penutup). Adapun uraian pada pertemuan 2 di siklus II ini dengan RPP dari kegiatan awal sampai kegiatan akhir: a) Kegiatan Awal Kegiatan dimulai dengan guru masuk kelas dengan mengucapkan salam yang dijawab serentak oleh siswa. Selanjutnya guru mengajak siswa



198



untuk berdoa bersama-sama yang dipimpin oleh M. Nashir Hernadi lagi, yang pada saat itu mengajukan diri untuk memimpin doa. Selanjutnya guru menanyakan kabar siswa dan melakukan absensi siswa, “Bagaimana keadaan kalian hari ini?, apakah ada yang tidak hadir?”. Siswa secara serentak menjawab “Baik Pak, Tidak ada Pak”. Guru melakukan apersepsi dengan mengantar siswa ke dalam tempat tinggal mereka, dan juga dari gambar yang ada di buku siswa tentang hubungan manusia dengan lingkungan alam. Selanjutnya, guru menempel satu buah gambar tentang kehidupan masyarakat di pinggir pantai. Guru bertanya kepada siswa, “Anak-anak gambar apa ini?”. Siswa menjawab, “Gambar orang yang tinggal di pesisir pantai”. Kemudian, guru menempel gambar satunya lagi, yaitu kehidupan masyarakat di daerah pegunungan, dan menanyakan kembali, “Kalau ini gambar apa?”. Siswa menjawab, “Gambar orang yang tinggal di daerah pegunungan”. Dari gambar tersebutlah guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada hari ini, yaitu siswa mampu menganalisis kegiatan pendekatan manusia terhadap lingkungannya dengan tepat, siswa mampu menyimpulkan langkah-langkah menulis artikel dengan baik dan benar, dan juga siswa mampu menemukan pengertian dan contoh-contoh karya kerajinan dengan tepat. b) Kegiatan Inti



199



Pada kegiatan inti, siswa kembali diajak untuk mengamati kedua gambar tentang masyarakat yang tinggal di daerah pesisir pantai dan pegunungan. Kemudian siswa diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan untuk menggali lebih banyak lagi informasi dari gambar tersebut. Kegiatan tanya jawab ini merupakan kegiatan awal sebelum memasuki materi pelajaran sambil guru memberi arahan dan memancing siswa untuk melontarkan pertanyaan seputar gambar yang ada di papan tulis. Guru memberikan motivasi dalam mengidentifikasi gambar dan mengajukan pertanyaan dan memberi inspirasi bagi siswa untuk terus menggali informasi dari gambar. Dengan begitu, siswa telah termotivasi dan memiliki gambaran tentang pertanyaan yang akan diajukan, sehingga sebagian besar siswa antusias dalam mengajukan pertanyaan yang ditunjuk secara acak, meskipun masih ada beberapa siswa yang belum terlihat antusias saat temannya mengajukan pertanyaan. Kemudian, guru membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah anggota 5 – 6 orang, sesuai dengan kriteria ideal, yaitu heterogen baik secara jenis kelamin dan prestasinya, namun dalam jumlah anggota yang rata. Sebelumnya guru telah mempersiapkan nama-nama siswa yang akan dibentuk kelompok. Dari jumlah siswa 35 orang, dibagi menjadi 7 kelompok, yang masing-masing kelompok berisi 5 anggota. Pada saat pembagian dan tempat duduk kelompok, guru sudah sepenuhnya mengarahkan siswa dalam menata tempat duduk.



200



Kegiatan dilanjutkan dengan mengajak siswa menulis artikel sederhana tentang aktivitas masyarakat yang hidup di daerah pegungungan, dengan berisi kepandaian yang dimiliki orang yang hidup berdekatan dengan pegungungan, alat transportasi yang ada di daerah pegunungan, dan mata pencahariannya. Guru membimbing dengan menggunakan peta konsep untuk memudahkan siswa memahami dan menggali lebih dalam tentang tugas yang diberikan. Kegiatan pembelajaran selanjutnya adalah merumuskan hipotesis. Guru mengajak siswa merumuskan jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Dari peta konsep yang telah disediakan di buku siswa, guru membimbing siswa mengajukan pendapatnya tetang masalah tersebut dan mengemukakan solusi. Guru mengarahkan siswa untuk menggunakan kupon yang telah diberikan sebelumnya sebagai media pembelajaran dari model pembelajaran yang tengah digunakan, yaitu Time Token. Dengan menggunakan kupon tersebut siswa menyampaikan hipotesisnya selama ± 30 detik, dan diperoleh hipotesis berupa “ada keselarasan antara hubungan manusia dengan daerah tempat tinggalnya/lingkungannya”. Kegiatan berlanjut dengan diskusi kelompok. Melalui kegiatan diskusi, siswa diajarkan untuk mengeksplorasi lebih dalam agar mendapatkan informasi sedetail mungkin. Siswa bebas mencari informasi dari berbagai sumber, baik dari buku maupun melalui kegiatan wawancara, baik itu dengan teman kelompok lain dan juga guru. Hasil diskusi tersebut ditulis sedemikian rupa dan kemudian siswa diminta membacakan hasil wawancara tersebut.



201



Selanjutnya,



yaitu



menguji



hipotesis



yang



telah



dirumuskan



sebelumnya, kalau “ada keselarasan antara hubungan manusia dengan daerah tempat tinggalnya/lingkungannya”, dan setelah siswa melakukan pengumpulan data melalui kegiatan diskusi dan wawancara, maka mereka menemukan jawaban atas permasalahan yang sedang dihadapi dan menemukan bahwa memang benar ada keselarasan hubungan antara manusia dengan daerah tempat tinggalnya/lingkungannya. Setelah semua informasi telah terkumpul, kegiatan dilanjutkan dengan merumuskan kesimpulan dan presentasi. Para siswa di dalam kelompok dipersilakan untuk mempresentasikan hasil diskusinya ke depan kelas, namun hanya siswa yang belum menggunakan kuponnya saja yang boleh mempresentasikannya ke depan. Guru memberikan koreksi dan menyamakan persepsi terhadap jawaban siswa apabila terdapat hal-hal yang masih kurang tepat. Kegiatan selanjutnya, yaitu permainan (games). Games terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor yang dilontarkan kepada siswa di dalam kelompok. Setiap kelompok berlomba adu kecepatan mengangkat tangan. Kelompok yang menjawab dengan benar akan mendapatkan poin 10 untuk setiap pertanyaan.



Kegiatan selanjutnya kompetisi (tournament). Kompetisi dilaksanakam dengan mempertemukan setiap perwakilan anggota kelompok berdasarkan tingkat kecerdasan yang sama, secara bergantian dan akan diberikan pertanyaan



202



untuk menguji pengetahuan seputar pembelajaran yang telah diajarkan sebelumnya. Peraturannya, anggota kelompok diberikan buku dan alat tulis, jadi saat guru memberikan pertanyaan, bagi peserta yang sudah tahu jawabannya bisa menulis jawaban tersebut di buku yang telah disediakan, kemudian diangkat. Jika jawaban benar maka akan mendapatkan poin 10, dan jika belum tepat, maka akan dilempar ke anggota kelompok lainnya yang mengangkat nomor dua tercepat setelah yang pertama. Kegiatan ini merupakan kelanjutan memperoleh poin pada kegiatan sebelumnya. Kelompok pemenang diberikan penghargaan oleh guru berupa piagam penghargaan. c) Kegiatan Akhir (Penutup) Pada kegiatan akhir, guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran yang telah dipelajari, yaitu tentang hubungan manusia terhadap tempat tinggalnya/lingkungannya. Kemudian, untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa, guru memberikan soal evaluasi secara individu berupa soal essay sebanyak 7 buah. Guru kemudian melaksanakan kegiatan refleksi dan tindak lanjut. Pelajaran ditutup dengan salam.



3) Hasil Observasi Hasil observasi merupakan uraian dari temuan-temuan yang didapatkan setelah kegiatan pembelajaran dari kegiatan awal hingga kegiatan akhir yang nantinya akan berfungsi sebagai bahan refleksi untuk meningkatkan



203



pembelajaran yang lebih baik. Berikut hasil observasi yang didapatkan dari siklus II pertemuan 2: a) Observasi Aktivitas Guru dalam Kegiatan Pembelajaran Hasil pengamatan atau observasi aktivitas guru dari observer dalam kegiatan pembelajaran di kelas pada siklus II pertemuan kedua dapat disajikan sebagai berikut: Tabel 4.29 Observasi Aktivitas Guru dalam Kegiatan Pembelajaran Siklus II Pertemuan 2 No.



Aspek yang Diamati Aktivitas guru menunjukkan gambar yang berhubungan dengan materi yang akan 1. dipelajari, kemudian meminta siswa untuk mengamati gambar tersebut dengan seksama. Aktivitas guru melakukan kegiatan orientasi, membina iklim pembelajaran yang responsif dengan meminta siswa untuk melontarkan pertanyaan dari gambar yang 2. diamati, kegiatan berupa tanya jawab rebutan sebelum memasuki materi pelajaran. 3. Aktivitas guru membagi siswa ke dalam kelompok dengan jumlah 5–6 orang. Aktivitas guru membimbing siswa merumuskan masalah, membawa siswa pada 4. suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Aktivitas guru membimbing siswa merumuskan hipotesis. Siswa juga diberikan 5. kupon berbicara yang akan digunakan dalam menyampaikan hipotesisnya. 6. Aktivitas guru membimbing siswa mengumpulkan data. 7. Aktivitas guru membimbing siswa menguji hipotesis. Aktivitas guru membimbing siswa merumuskan kesimpulan dan presentasi, mendeskripsikan solusi yang diperoleh berdasarkan pengujian hipotesis dan 8. mempresentasikannya di depan kelas. Namun, hanya siswa yang masih mempunyai kupon yang harus mempresentasikannya. 9. Aktivitas guru mengadakan permainan (games). 10. Aktivitas guru mengadakan kompetisi (tournament). 11. Aktivitas guru memberikan penghargaan kepada kelompok dengan skor tertinggi. Total Skor Kriteria: Sangat Baik



Skor 4



4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 44



Berdasarkan data hasil observasi tentang tahapan-tahapan pembelajaran yang dilaksanakan guru pada proses pembelajaran sesuai dengan tabel 4.29 diperoleh skor 44, dengan kategori sangat baik. Hasil observasi oleh observer pada kegiatan pembelajaran 6 ini dengan tema Lingkungan Sahabat Kita, subtema Perubahan Lingkungan yang dilakukan oleh



204



guru diketahui dapat dipertahankan. Hal ini menunjukkan aktivitas guru dalam pertemuan 2 di siklus II ini kembali terlaksana dengan sempurna. Hal tersebut dikarenakan guru berupaya semaksimal mungkin untuk mempertahankan hasil yang sudah didapatkan pada pertemuan sebelumnya. Setiap aspek diperhatikan secara detail dan diupayakan dapat dipertahankan keberhasilan pelaksanaannya. Hal tersebut dibuktikan dengan perolehan skor akhir yang kembali mendapatkan nilai sempurna, yaitu 44. Dengan demikian, pada pertemuan kedua di siklus II dengan menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token sudah berjalan dengan optimal dan pembelajaran dapat berlangsung dengan maksimal. b) Observasi Aktivitas Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran Hasil observasi aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran di kelas pada pertemuan 2 siklus II ini dapat digambarkan sebagai berikut:



Tabel 4.30 Persentase Setiap Aspek Observasi Aktivitas Siswa pada Siklus II Pertemuan 2



No 1 2



Aspek Mengamati gambar yang ditayangkan guru dengan seksama Mengajukan pertanyaan dari gambar yang telah diamati



Sangat Aktif F %



Kategori Aktif Cukup Aktif F % f %



Kurang Aktif F %



35



100%



-



0%



-



0%



-



0%



35



100%



-



0%



-



0%



-



0%



205



3 4



5



6



7



8 9



Memberi masukan dalam merumuskan masalah Merumuskan hipotesis dengan menggunakan kupon berbicara Berdiskusi dalam mengumpulkan data, melakukan aktivitas menjaring data yang relevan berdasarkan lembar kerja kelompok Menguji hipotesis, menelaah data, dan melihat hubungan dengan masalah yang dikaji Merumuskan kesimpulan dan presentasi dengan menggunakan kupon berbicara Bekerjasama dalam menjawab pertanyaan dalam games yang diberikan Mengikuti kompetisi (tournament)



33



94,3%



2



5,7%



-



0%



-



0%



29



82,9%



6



17,1%



-



0%



-



0%



35



100%



-



0%



-



0%



-



0%



30



85,7%



5



14,3%



-



0%



-



0%



35



100%



-



0%



-



0%



-



0%



35



100%



-



0%



-



0%



-



0%



35



100%



-



0%



-



0%



-



0%



Pada tabel 4.30 dapat dilihat bahwa skor yang diperoleh siswa pada setiap aspek sudah seluruhnya mencapai kategori aktif dan sangat aktif. Sementara itu, untuk skor akhir yang diperoleh masing-masing siswa adalah sangat aktif. Hal ini dikarenakan siswa lebih bersemangat dalam proses pembelajaran, walaupun pada 3 aspek ada siswa yang masih memperoleh kriteria aktif tetapi sudah sangat meningkat dibandingkan dengan pertemuan sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan siswa yang bersangkutan telah berupaya memperbaiki giat lagi dalam proses pembelajaran dan ingin menjadi yang terbaik dibantu dengan motivasi dan arahan dari guru. Oleh karena itu, seluruh siswa telah memperoleh kategori sangat aktif. Berikut gambaran hasil analisis observasi aktivitas siswa: Tabel 4.31 Hasil Aktivitas Siswa Mengikuti Pembelajaran pada Siklus II Pertemuan 2 secara Klasikal No 1. 2. 3. 4.



Kriteria Sangat Aktif Aktif Cukup Aktif Kurang Aktif



f 35 -



% 100% 0% 0% 0%



206



Jumlah Siswa dengan Kategori Sangat Aktif Persentase Keaktifan Klasikal



35 100%



Dari tabel 4.31terlihat bahwa seluruh siswa mendapat kriteria sangat aktif. Tentu hasil tersebut merupakan hasil yang sangat memuaskan, karena persentase keaktifan klasikal siswa telah mencapai 100%. Hasil tersebut dapat digambarkan dengan grafik berikut:



Persentase Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan 2 100.00% 100.0% 80.0% 60.0%



40.0% 20.0% 0.00%



0.0% Sangat Aktif



Aktif



0% Cukup Aktif



0%



Kurang Aktif



Gambar 4.13 Grafik Aktivitas Siswa Mengikuti Pembelajaran pada Siklus II Pertemuan 2 Siswa yang berada pada kategori sangat aktif kembali tercatat ada 35 orang. Kondisi ini merupakan kondisi yang sesuai dengan harapan, karena kembali sesuai dengan kriteria yang ditetapkan guru yaitu ≥ 80% siswa mendapat kategori sangat aktif. Hasil ini kembali tercapai dikarenakan sebagian besar siswa meningkatkan semangatnya dan berlomba-lomba untuk kembali menjadi yang terbaik. Hasil ini sudah sangat memuaskan, hal tersebit dibuktikan dengan para siswa yang kembali mencapai skor maksimal dan lebih meningkat dari pertemuan sebelumnya hingga



207



hanya 6 orang yang masih mendapat skor 3 dalam beberapa aspek. Tetapi, hal tersebut sudah merupakan hasil yang sangat memuaskan karena seluruh siswa telah mendapatkan kriteria sangat aktif tanpa ada satu pun yang tertinggal. c) Observasi Hasil Belajar Siswa Data hasil belajar siswa meliputi nilai yang didapat pada pengerjaan tugas dalam kelompok dan nilai pada evaluasi akhir pertemuan. Hasil belajar tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: (1) Nilai Hasil Kerja Kelompok Siklus II Pertemuan 2 Tabel 4.32 Nilai Hasil Kerja Kelompok Siklus II Pertemuan 2 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Kelompok I II III IV V VI VII



Nilai 100 100 100 100 100 100 100



Pada tabel 4.32 menunjukkan bahwa seluruh kelompok kembali memperoleh nilai 100 atau nilai sempurna. Seluruh kelompok telah menyelesaikan menyelesaikan lembar kerja kelompok sesuai dengan prosedur yang ditentukan. Untuk memperjelas hasil kerja kelompok pada siklus II pertemuan 2 ini dapat digambarkan dalam grafik sebagai berikut:



208



Hasil Belajar Kelompok Siklus II Pertemuan 2



Frekuensi



100



100



100



100



100



100



100



100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0



Kelompok



I



II



III



IV



V



VI



VII



Kelompok



Gambar 4.14 Grafik Nilai Hasil Kerja Kelompok Siswa Siklus II Pertemuan 2 Berdasarkan gambar 4.14 dapat diketahui bahwa seluruh kelompok sudah memperoleh nilai tertinggi. Hal ini menjunjukkan bhwa hasil yang mereka tunjukkan sudah berada pada skor nilai yang sangat memuaskan karena sudah lebih dari standar nilai yang ditetapkan guru, yakni ≥ 80. Perolehan nilai kelompok pada siklus II pertemuan 2 ini harus dipertahankan agar tetap memperoleh hasil yang maksimal.



(2) Nilai Hasil Belajar Siswa secara Individu Tabel 4.33 Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus II Pertemuan 2 No. 1. 2. 3. 4. 5.



Nilai Skala 100 Skala 1 - 4 86 – 100 3,67 – 4,00 81 – 85 3,34 – 3,66 76 – 80 3,01 – 3,33 71 – 75 2,67 – 3,00 66 – 70 2,34 – 2,66



Frekuensi Nilai dan Persentase K % A % P % 33 94,3 32 91,4 35 100 2 5,7 3 8,6 209



61 – 65 2,01 – 2,33 56 – 60 1,67 – 2,00 51 – 55 1,34 – 1,66 46 – 50 1,01 – 1,33 41 – 45 0,67 – 1,00 35 100 35 100 35 100 Jumlah 35 orang 35 orang 35 orang Ketuntasan Individu 100% 100% 100% Ketuntasan Klasikal Rata-rata Nilai Keterangan: K = Kognitif, A = Afektif, P = Psikomotorik, % = Persentase 6. 7. 8. 9. 10.



Pada tabel 4.33, hasil tes tertulis yang dilakukan pada akhir pertemuan 2 siklus II ini tergolong sangat baik, hal ini dikarenakan pada aspek kognitif siswa yang memperoleh nilai antara 81 – 85 ada 2 orang (5,7%) dan siswa yang memperoleh nilai antara 86 – 100 ada 33 orang (94,3%). Jadi, pada pertemuan 2 siklus II ini terdapat 35 orang siswa yang dinyatakan tuntas, yang mana ketuntasan klasikal siswa sudah mencapai 100%. Hal ini dikarenakan, siswa telah terbiasa menemukan poin-poin yang penting selama pembelajaran dengan bimbingan guru, sehingga mereka lebih mudah menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang diberikan sebelumnya. Sedangkan untuk penilaian pada aspek afektif (sikap), guru menentukan patokan penilaian pada aspek sosial, yaitu gotong rotong, jujur,disiplin, dan percaya diri dengan skor patokan Belum Terlihat (skor 1), Mulai Terlihat (skor 2), Mulai Berkembang (skor 3), dan Sudah Membudaya (skor 4). Siswa yang memperoleh nilai gabungan antara 76 – 100 dengan rentang skor gabungan 3,01 – 4,00 berada pada kategori sudah membudaya ada 35 orang, artinya seluruh siswa kembali terlihat memiliki kualifikasi aspek afektif sering membudaya pada saat proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan, semua siswa sudah terlihat terbiasa dengan pembelajaran dengan kombinasi model pembelajaran yang diterapkan oleh guru, 210



sehingga selama pembelajaran siswa juga terlihat aktif mengikutinya, tanpa ada rasa malu lagi ataupun takut mengemukakan pendapat. Hal ini dikarenakan juga lingkungan pembelajaran yang kondusif. Untuk



penilaian



pada



aspek



psikomotorik



(keterampilan),



guru



menggunakan instrumen penilaian membuat artikel. Hasil penilaian menunjukkan bahwa siswa yang memperoleh nilai antara 76 – 100 atau rentang skor 3,01 – 4,00 ada 35 orang (100%). Artinya, dalam aspek psikomotorik seluruh siswa sudah memiliki kriteria Baik Sekali. Hal ini dikarenakan, siswa telah mendapat pengalaman membuat artikel sebelumnya, sehingga siswa terlihat lebih mudah dalam mengerjakan tugas yang diberikan, dan tetap sembari guru memberikan arahan sesuai dengan aspek penilaian yang telah tersedia di rubrik penilaian, sehingga hasil yang dicapai siswa dapat lebih maksimal pula. Dari data di atas, maka dapat diakumulasikan jumlah siswa yang tuntas pada tiga aspek penilaian dalam tabel berikut:



Tabel 4.34 Akumulasi Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Siklus II Pertemuan 2 No 1. 2.



Kriteria Ketuntasan K % A % P % Tuntas (≥ 80) 35 100% 35 100% 35 100% Tidak Tuntas (≤ 80) 0% 0% 0% 35 100% 35 100% 35 100% Jumlah Keterangan: K = Kognitif, A = Afektif, P = Psikomotorik, % = Persentase Hasil belajar siswa pada siklus II pertemuan 2, dalam aspek kognitif, afektif



dan psikomotorik seluruh siswa telah mencapai nilai di atas kriteria ketuntasan



211



minimal. Untuk memperjelas hasil belajar siswa (individu) pada siklus II pertemuan 2, dapat digambarkan dengan grafik berikut:



Hasil Belajar Siswa Siklus II Pertemuan 2 35



34



33



32



30



Frekuensi



25 20 15 10 5 0



3



2



1



Kognitif



100 - 86 33



85 - 81 2



Afektif



32



3



Psikomotorik



34



1



Gambar 4.15 Hasil Belajar Siswa Siklus II Pertemuan 2 Gambar 4.15 menunjukkan bahwa pada aspek penilaian kognitif (pengetahuan), siswa yang memperoleh nilai di atas kriteria ketuntasan minimal yaitu antara 80-100 sebanyak 35 orang atau 100% siswa telah dinyatakan tuntas dalam pembelajaran di siklus II pertemuan 2 ini. Sedangkan untuk aspek afrektif, data tersebut memberikan gambaran bahwa 35 orang siswa dengan persentase 100% sudah memiliki klasifikasi



212



gabungan sering membudaya yang tergambar dalam nilai 76 – 100 atau pada rentang skor ketetapan kurikulum 2013 antara 3,01 – 4,00. Untuk aspek psikomotorik, dari data tersebut tergambar bahwa sebanyak 35 orang siswa atau 100% telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal, yaitu ≥ 80. 4) Analisis Soal Tes Akhir Siklus II Pertemuan 2 Pada akhir pembelajaran siklus II pertemuan 2 kembali diadakan tes akhir pembelajaran yang mengambil tes pada ranah kognitif untuk mengetahui sejauh mana siswa menyerap materi yang diberikan pada hari itu. Tes diberikan dengan menggunakan instrumen soal berjumlah 7 buah dengan beberapa variasi kata kerja ranah kognitif yang diberikan. Analisis soal ini digambarkan untuk menginformasikan ranah kognitif mana yang telah dan belum sepenuhnya berhasil terjawab oleh siswa sebagai bahan pertimbangan dalam pemberian tes berikutnya, untuk menciptakan alat ukur pencapaian siswa yang ideal, yang selaras dengan tujuan pembelajaran. Untuk memperjelas hasil yang diraih oleh siswa dalam setiap soal tes akir pertemuan 2 siklus II dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.35 Analisis Hasil Tes Akhir Pertemuan 2 pada Siklus II setiap Butir Soal



No. Soal 1. 2. 3. 4. 5.



Kategori Ranah Kognitif



Bobot Skor



C4 C4 C4 C4 C4



20 10 20 20 20



Frekuensi Siswa Menjawab Benar 35 35 35 35 35



Persentase (%)



Keterangan



100 100 100 100 100



Menganalisis Menganalisis Menganalisis Menganalisis Menganalisis



213



6. 7.



C1 C1



6 4



35 35



100 100



Menyebutkan Menyebutkan



Dari data di atas, diketahui dari 10 soal yang ada, seluruh soal telah berhasil mencapai indikator keberhasilan, yakni ≥ 80% siswa menjawab benar dengan kategori soal menganalisis dan menyebutkan. Dari data tersebut dapat diketahui pula bahwa para siswa tidakmemiliki kendala dalam menjawab soal dengan tingkat kesulitan yang ditentukan. Seluruh soal telah dijawab dengan benar dan antusias oleh seluruh siswa. Hal ini dikarenakan para siswa saling berlomba untuk mendapatkan predikat nilai terbaik. Para siswa sangat antusias dalam menjawab soal. Hal ini disebabkan pula karena pada pembelajaran 6 ini, tidak ada sub bahasan matematika yang mana merupakan kendala bagi sebagian siswa di pertemuan-pertemuan sebelumnya, yang juga berpengaruh kepada nilai akhir mereka. 5) Refleksi Siklus II Pertemuan 2 Berdasarkan temuan yang diperoleh melalui observasi kegiatan pembelajaran dan hasil belajar siswa dapat direfleksikan sebagai berikut:



a) Aktivitas Guru Kegiatan pembelajaran yang direncanakan dengan alokasi waktu 7×35 menit sudah berlangsung dengan optimal. Hal ini dapat dilihat dari lembar observasi penilaian guru dimana guru kembali memperoleh skor 4 (skor maksimal) sebanyak 12 kali atau pada setiap aspek. Artinya, seluruh aspek yang ditetapkan dalam pembelajaran ini telah dipertahankan



214



pelaksanaannya dengan maksimal dan memperoleh skor sempurna, yaitu 4 pada tiap aspeknya. Hal ini dikarenakan pada saat proses pembelajaran berlangsung, guru sangat mempertahankan aspek-aspek yang sebelumnya telah memperoleh skor maksimal. Hasil yang didapat oleh guru pada akhirnya adalah pembelajaran kembali dapat dikategorikan sangat baik, karena setiap aspek sudah memperoleh skor 4 atau skor maksimal yang ditetapkan. Oleh karena itu, pembelajaran yang dilakukan pada siklus II pertemuan 2 berjalan dengan maksimal dan dapat dipertahankan sebagaimana perolehan skor pada pertemuan sebelumnya. b) Aktivitas Siswa Aktivitas siswa pada siklus II pertemuan 2 telah berjalan dengan maksimal. Hal tersebut terlihat pada hasil pengamatan aktivitas siswa yang menunjukkan bahwa siswa sangat aktif kembali berjumlah 35 orang atau dalam persentase klasikal sebesar 100%. Skor yang diperoleh siswa secara klasikal kembali menunjukkan hasil yang sangat memuaskan karena skor yang diperoleh menunjukkan angka di atas indikator keberhasilan, yaitu ≥ 80% siswa memperoleh kategori sangat aktif. Perolehan skor ini dikarenakan siswa sudah mengenal proses pembelajaran dengan menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token yang diajarkan oleh peneliti.



215



Hal ini dikarenakan pada saat kegiatan pembelajaran, seluruh siswa semakin termotivasi untuk menjadi yang terbaik dan mendapatkan hasil yang maksimal. Hal ini semakin diperkuat dengan keinginan para siswa untuk mengikuti kuis turnament yang soal-soalnya diambil dari materi pembelajaran hari itu dengan semaksimal mungkin. Oleh sebab itu, pada pertemuan 2 siklus II ini aktivitas siswa dapat dikatakan meningkat tajam karena hanya 6 orang siswa yang memperoleh skor 3 pada beberapa aspek, sedangkan yang lainnya telah memperoleh skor 4 pada setiap aspeknya dan pembelajaran pada pertemuan 2 ini berhasil lebih ditingkatkan daripada pertemuan sebelumnya. c) Hasil Belajar Siswa Hasil belajar siswa pada pertemuan 2 di siklus II ini, dalam aspek kognitif siswa mencapai kategori tuntas sebanyak 35 orang dengan ketuntasan klasikal mencapai 100%. Ketuntasan klasikal pada pertemuan ini sangat memuaskan karena kembali memenuhi indikator yang ditetapkan. Hal ini dikarenakan setiap siswa kembali berupaya meningkatkan pemusatan perhatiannya pada penyampaian materi dan diskusi kelompok dalam menggali informasi serta kegiatan-kegiatan lainnya. Bahkan siswa yang sebelumnya mengalami kesulitan dalam menyerap materi, pada pertemuan ini telah mencapai nilai lebih dari 80 sebagaimana kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan. Hal ini disebabkan karena dalam proses pembelajaran guru telah memberikan perhatian lebih kepada siswa yang mempunyai kendala dalam



216



penyerapan materi dan terus memantau mereka melalui berbagai pertanyaan yang digunakan untuk menggali pengetahuan mereka dan membantu proses mengingat materi yang diajarkan dengan cara mereka membangun sendiri pengetahuan yang dimilikinya dengan cara mencoba, melakukan sendiri, mengalami sendiri, dan lain sebagainya. Keberhasilan siswa pada ranah kognitif ini dapat diuraikan lagi dalam setiap butir soal. Dari 7 soal yang ada, seluruh soal telah berhasil mencapai indikator keberhasilan yakni ≥ 80% siswa menjawab dengan benar pada kategori soal menganalisis dan menyebutkan. Dari data tersebut dapat diketahui pula bahwa para siswa tidak memiliki kendala dalam menjawab soal dengan tingkat kesulitan yang ditentukan. Seluruh soal telah dijawab dengan benar dan antusias oleh seluruh siswa. Hal tersebut juga tak luput dari upaya guru untuk terus mengingatkan para siswa bahwa setiap materi yang diberikan dan didiskusikan akan dikeluarkan dalam evaluasi akhir pembelajaran. Dengan peraturan yang ditetapkan guru bahwa setiap siswa harus memperhatikan pemberian materi dan tidak boleh ada yang melakukan hal-hal lain pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung memberikan efek yang positif bagi seluruh siswa. Begitu pula dengan aspek afektif, seluruh siswa telah memperoleh nilai di atas kriteria ketuntasan minimal. Penilaian ini diperoleh berdasarkan akumulasi nilai antara 76 – 100 atau skor 3,01 – 4,00 pada rentang skor penilaian kurikulum 2013.



217



Dalam penilaian afektif tersebut guru menggunakan aspek sosial, yaitu gotong royong, jujur, disiplin, dan percaya diri. Dalam aspek gotong royong, semua siswa sudah memiliki kriteria sudah membudaya. Pada aspek jujur, juga semua siswa sudah menunjukkan sikap sudah membudaya. Untuk aspek disiplin, seluruh siswa sudah menunjukkan sikap sudah membudaya. Begitu pula untuk aspek percaya diri, dari seluruh siswa, 33 menunjukkan sikap sudah membudaya, dan 2 lainnya masih dalam kategori mulai berkembang. Hal tersebut disebabkan karena para siswa telah menunjukkan sikap gotong royong, dalam hal ini kerjasama kelompok dan berkomunikasi dengan cara yang baik, sehingga tidak terlihat lagi kelompok yang hanya mengandalkan 1 orang siswa saja untuk menyelesaikan masalah. Dalam aspek jujur juga siswa menunjukkan cara bekerja yang menyampaikan informasi sesuai apa yang ditemukannya tanpa mengurang atau melebih-lebihkannya. Untuk aspek disiplin, dapat dipertahankan oleh guru dan siswa, karena siswa bersama-sama membuat peraturan mereka sendiri, sehingga mereka lebih mematuhi peraturan yang mereka buat bersama tersebut, dan tentunya hal ini efektif dalam menjaga kondisi kelas saat pembelajaran berlangsung. Untuk aspek percaya diri, meskipun masih ada beberapa siswa yang malu-malu, namun mereka sudah mulai berani dalam mengemukakan pendapatnya, serta semua siswa berpartisipasi dalam mengikuti pembelajaran. Untuk aspek psikomotorik, seluruh siswa atau 100% siswa telah memenuhi kriteria Baik Sekali. Penilaian ini diambil dengan menggunakan



218



instrumen membuat artikel tentang hubungan manusia dengan tempat tinggalnya/lingkungannya. Hasil yang ditunjukkan siswa sangat memuaskan. Hal ini dikarenakan siswa sudah dibuka pikirannya tentang kehidupan masyarakat di berbagai tempat dan lingkungan pada saat mengamati gambar yang disajikan di depan, sehingga memudahkan mereka dalam membuat artikel sesuai dengan arahan yang diberikan. Dengan demikian, pembelajaran pada pertemuan 2 di siklus II ini dapat dikategorikan berjalan dengan sangat optimal, didukung pula oleh para siswa yang semakin bersemangat dalam proses pembelajaran.



c. Tes Akhir Siklus II Hasil belajar siswa dari tes akhir siklus II berupa tes tertulis, dan diperoleh data sebagai berikut: Tabel 4.36 Hasil Tes Akhir Siklus II No



Nilai



Frekuensi



Persentase Ketuntasan (%) Tuntas Tidak Tuntas



219



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.



51 – 55 56 – 60 61 – 65 66 – 70 71 – 75 76 – 80 81 – 85 86 – 90 91 – 95 96 – 100 Jumlah



0 0 0 0 0 9 11 15 35



25,7 31,4 42,9 100



0 100%



Berdasarkan data di atas dapat diketahui nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah antara 96 – 100 sebanyak 15 orang dengan persentase 42,9%, nilai antara 86 – 90 ada 11 orang atau 31,4%, dan yang mendapatkan nilai antara 76 – 80 ada 9 orang atau 25,7%. Dari perolehan nilai di atas dapat diketahui bahwa dari 35 siswa, yang memperoleh nilai ≥ 80 ada 35 orang dengan persentase 100% yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Ketuntasan belajar individu pada tes akhir siklus II ini sudah sesuai dengan dengan harapan peneliti, yakni mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan, yaitu pembelajaran dikatakan berhasil jika 80% siswa memperoleh nilai ≥ 80. Ketuntasan klasikal tes akhir siklus II ini dapat dilihat pada tabel berikut:



Tabel 4.37 Rekapitulasi Hasil Evaluasi Tes Akhir Siklus II No 1. 2.



Ketuntasan Tuntas Tidak Tuntas Jumlah



Frekuensi 35 0 35



Persentase (%) 100 0 100



220



Data dari hasil tes akhir siklus II ini dapat disajikan dalam bentuk grafik sebagai berikut:



Hasil Tes Akhir Siklus I 0.00%



Tuntas Tidak Tuntas 100.00%



Gambar 4.16 Grafik Hasil Tes Akhir Siklus II



d. Refleksi Pembelajaran Siklus II Pembelajaran pada siklus II terdiri dari dua kali pertemuan. Adapun perbandingan antara pertemuan pertama dengan pertemuan kedua dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Aktivitas Guru Aktivitas guru pada siklus II pertemuan pertama dan kedua dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.38 Perbandingan Aktivitas Guru Siklus II



Skor Kategori



Pertemuan 1 44 Sangat Baik



Pertemuan 2 44 Sangat Baik



221



Tabel



4.38



ini



menunjukkan



bahwa



pelaksanaan



pembelajaran



menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token sudah terlaksana dengan optimal, dimana pada pertemuan 1 dan pertemuan 2, guru mendapat kriteria sangat baik dengan skor sempurna, 42. Hal ini disebabkan karena pada pertemuan 1, guru telah melakukan perbaikan proses pembelajaran dengan menitikberatkan pada aspek yang belum memperoleh skor maksimal, sehingga hasil akhir yang diperoleh guru adalah pembelajaran yang berjalan dengan maksimal dan memperoleh nilai sempurna. Sedangkan pada pertemuan 2 guru berupaya mempertahankan skor yang telah diraih pada pertemuan 1. Dengan demikian, hasil yang didapatkan oleh guru adalah kembali mendapatkan nilai sempurna di semua aspek dengan skor 48. Oleh karena itu, pembelajaran pada siklus II ini telah dilaksanakan guru dengan sempurna, berhasil ditingkatkan dan dipertahankan di setiap pertemuannya. Data hasil aktivitas guru pada siklus II ini dapat digambarkan dengan grafik sebagai berikut:



222



Perbandingan Aktivitas Guru pada Siklus II 44



44 50 40



Pertemuan 1



30



Pertemuan 2 20 10 0 Pertemuan 1



Pertemuan 2



Gambar 4.17 Grafik Perbandingan Aktivitas Guru Siklus II 2) Aktivitas Siswa Aktivitas siswa pada siklus II pertemuan pertama dan kedua dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.39 Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus II Kriteria Sangat Aktif Aktif Cukup Aktif Kurang Aktif



Pertemuan 1 82,9% 17,1% 0% 0%



Pertemuan 2 100% 0% 0% 0%



Tabel 4.39 menunjukkan pada pertemuan 1 siswa dengan kategori sangat aktif ada 29 orang atau 82,9% dan siswa dengan kategori aktif ada 6 orang atau 17,1%. Kemudian, pada pertemuan 2 aktivitas siswa meningkat menjadi 100%. Dengan demikian, perolehan nilai skor aktivitas siswa pada siklus II dapat dikatakan sangat maksimal karena seluruh siswa sudah menempati klasifikasi



223



sangat aktif. Data hasil aktivitas siswa pada siklus II ini dapat digambarkan dengan grafik sebagai berikut:



Perbandingan Persentase Aktivitas Siswa pada Siklus II Sangat Aktif



Aktif



Cukup Aktif



Kurang Aktif



100.00% 82.90%



17.10%



0%



0%



0.00% 0%



Pertemuan 1



0%



Pertemuan 2



Gambar 4.18 Grafik Perbandingan Aktivitas Siswa Siklus II 3) Hasil Belajar Hasil evaluasi individu yang dilakukan di setiap akhir dari pertemuan pada siklus II pertemuan pertama dan kedua menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dari data sebagai berikut: Tabel 4.40 Perbandingan Hasil Belajar Siswa Siklus II No Pertemuan 1.



Pertama



2.



Kedua



3.



Tes Akhir Siklus



Kriteria Ketuntasan Tuntas (≥ 80) Tidak Tuntas (≤ 80) Tuntas (≥ 80) Tidak Tuntas (≤ 80) Tuntas (≥ 80) Tidak Tuntas (≤ 80)



K



%



A



%



P



%



30 5 35 0 35 0



85,7% 14,3% 100% 0% 100% 0%



32 3 35 0



91,4% 8,6% 100% 0%



31 4 35 0



88,6% 11,4% 100% 0%



224



Pada tabel 4.40 menunjukkan bahwa pada hasil belajar siswa pada siklus II pertemuan 1, dalam aspek kognitif terdapat 30 siswa atau 85,7% yang memperoleh nilai di atas KKM, dan meningkat pada pertemuan 2 menjadi seluruh siswa atau 100% yang mendapat nilai di atas KKM. Sedangkan aspek afektif, pada pertemuan 1 ada 32 siswa atau 91,4% siswa yang memperoleh kriteria sudah membudaya, yang diakumulasikan pada perolehan skor sebagaimana panduan dalam kurikulum 2013. Hasil ini meningkat pada pertemuan 2, yakni seluruh siswa atau 100% memperoleh kriteria sudah membudaya. Untuk aspek psikomotorik, pada pertemuan 1 ada 31 siswa atau 88,6% siswa yang memperoleh nilai di atas KKM, hasil ini juga meningkat pada pertemuan 2, yaitu 100% atau seluruh siswa mendapat nilai di atas KKM. Berdasarkan data di atas, berarti pada siklus II ini, hasil belajar telah mencapai ketuntasan secara klasikal di akhir siklusnya dan sudah mengalami ketuntasan di ketigas aspek penilaian. Berdasarkan temuan penelitian pada siklus II terhadap aktivitas guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar siswa dinyatakan telah berhasil sepenuhnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan yang signifikan di setiap aktivitas yang diamati. Untuk itu, seluruh rangkaian pembelajaran yang dilakukan pada siklus II memberikan hasil yang sangat memuaskan, yakni seluruhnya telah mencapai indikator keberhasilan penelitian baik itu aktivitas guru, aktivitas siswa dan hasil belajar siswa. Tetapi peneliti sebagai guru harus lebih meningkatkan pengetahuan dan terus belajar lebih banyak lagi tentang cara mengajar agar perolehan hasil



225



belajar siswa terus meningkat dari waktu ke waktu dan dapat diaplikasikan ketika nanti sudah terjun langsung sebagai guru di sekolah dasar.



D. Analisis Hasil Penelitian Analisis hasil penelitian ini merupakan perbandingan hasil penelitian yang meliputi tiga faktor yang diteliti, yaitu aktivitas guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II. 1. Aktivitas Guru Hasil observasi penilaian aktivitas guru dalam siklus I dan siklus II dapat digambarkan dalam tabel berikut: Tabel 4.41 Perbandingan Perolehan Skor Aktivitas Guru Siklus I dan Siklus II No 1. 2. 3. 4.



Siklus I II



Pertemuan Perolehan Skor 1 34 2 41 1 44 2 44



Kriteria Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik



Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa skor yang diperoleh dari setiap pertemuan mengalami peningkatan. Dimulai dari siklus I pertemuan 1 skor yang diperoleh guru adalah 34. Hasil ini meningkat pada siklus I pertemuan 2 menjadi 41. Berlanjut pada siklus II pertemuan 1 skor yang diperoleh guru kembali meningkat menjadi 44 atau merupakan skor maksimal yang diperoleh dari seluruh aspek yang di observasi. Hasil ini dapat dipertahankan pada siklus II pertemuan 2, yaitu guru kembali mendapatkan skor 44. Hasil pengamatan aktivitas guru tersebut menunjukkan bahwa pada saat pertama kali melakukan kegiatan penelitian guru sudah memperoleh kriteria Baik. 226



Hasil ini terus ditingkatkan melalui perbaikan-perbaikan dari setiap aspek yang memiliki kekurangan, sampai pada akhirnya guru memperoleh skor maksimal pada saat pelaksanaan penelitian di siklus II. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian tindakan kelas yang menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token, berlangsung dengan optimal dan mendapatkan hasil yang sangat memuaskan serta telah memenuhi indikator keberhasilan yang ditetapkan, yaitu aktivitas guru dalam pembelajaran dikategorikan berhasil apabila mencapai skor pada lembar observasi dengan rentang antara 35 – 44, dengan kategori Sangat Baik. Untuk melihat peningkatan yang terjadi dalam penilaian aktivitas guru, dapat dilihat dalam grafik berikut:



Perbandingan Skor Aktivitas Guru pada Siklus I dan Siklus II Skor Perolehan



50 40



41



44



44



34



30



Siklus I Pertemuan 1



20



Siklus I Pertemuan 2



10



Siklus II Pertemuan 1



0 Siklus I Siklus I Siklus II Siklus II Pertemuan Pertemuan Pertemuan Pertemuan 1 2 1 2



Siklus II Pertemuan 2



Waktu Pelaksanaan



Gambar 4.19 Grafik Perbandingan Skor Aktivitas Guru pada Siklus I dan Siklus II



2. Aktivitas Siswa



227



Hasil observasi penilaian aktivitas siswa dalam siklus I dan siklus II dapat digambarkan dalam tabel berikut: Tabel 4.42 Persentase Klasikal Aktivitas Siswa pada Kategori “Sangat Aktif” dalam Pembelajaran di Siklus I dan Siklus II No 1. 2. 3. 4.



Siklus I II



Pertemuan 1 2 1 2



Persentase Klasikal Kategori “Sangat Aktif” 25,7% 77,1% 82,9% 100%



Dari hasil observasi yang dilakukan oleh guru, terlihat bahwa aktivitas siswa dari setiap pertemuan terus mengalami peningkatan. Dimluai dari siklus I pertemuan 1 yang hanya menempatkan 25,7% siswa dalam kategori sangat aktif. Hal ini kemudian diperbaiki di setiap aspek pelaksanaan yang masih belum terlaksana dengan maksimal, sehingga pada siklus I pertemuan 2 mengalami peningkatan hasil yang sangat drastis yaitu 77,1% siswa telah mencapai kategori sangat aktif, meskipun belum memenuhi indikator keberhasilan yang ditetapkan. Pada pembelajaran berikutnya guru terus berupaya meningkatkan kinerja dalam proses pembelajaran, sehingga hasil yang diperoleh pada siklus II pertemuan 1 kembali meningkat menjadi 82,9% siswa memperoleh kategori sangat aktif. Hasil ini berhasil ditingkatkan pada siklus II pertemuan 2 yang menempatkan 100% siswa dalam kategori sangat aktif. Peningkatan persentase klasikal siswa yang memperoleh kategori sangat aktif dapat dilihat pada grafik berikut:



228



Perbandingan Persentase Klasikal Siswa dengan Kategori "Sangat Aktif" 100% 100.00%



77.10%



82.90%



80.00% Siklus I Pertemuan 1



60.00% 40.00%



Siklus I Pertemuan 2



25.70%



Siklus II Pertemuan 1



20.00%



Siklus II Pertemuan 2



0.00% Siklus I Siklus I Siklus II Siklus II Pertemuan Pertemuan Pertemuan Pertemuan 1 2 1 2



Gambar 4.20 Grafik Perbandingan Persentase Klasikal Siswa dengan Kategori “Sangat Aktif”



3. Hasil Belajar Siswa Hasil belajar siswa dalam siklus I dan siklus II dapat digambarkan dalam tabel berikut ini. Tabel 4.43 Perbandingan Ketuntasan Belajar Siswa dalam Pembelajaran Siklus I dan Siklus II No 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Siklus



Pertemuan 1 I 2 1 II 2 I Tes Akhir Siklus II



K 13 26 30 35 26 35



% 37,1% 62,9% 85,7% 100% 74,3% 100%



A 9 27 32 35



% 25,7% 77,1% 91,4% 100%



P % 13 37,1% 28 80% 31 88,6% 35 100%



Dari data tersebut, terlihat bahwa terhadi peningkatan pada setiap aspek penilaian di setiap pertemuannya. Aspek kognitif pada siklus I pertemuan 1 menempatkan 37,1% siswa pada kategori tuntas, hasil ini kemudian meningkat dipertemuan 2 menjadi 62,9% untuk siswa yang mendapat kategori tuntas. Pada



229



siklus II pertemuan 1, pada nilai kognitif siswa yang berada pada kategori tuntas kembali meningkat menjadi 85,7%, dan pada pertemuan 2, meningkat menjadi 100% atau seluruh siswa mendapat kategori tuntas. Pada aspek afektif di siklus I pertemuan 1 hanya ada 25,7% siswa yang memperoleh kategori Sudah Membudaya untuk seluruh akumulasi sikap yang ditetapkan dengan menggunakan rentang skor antara 3,01 – 4,00 pada skala 1 – 4 atau nilai antara 76 – 100 pada skala 100 dalam ketentuan penilaian kurikulum 2013. Hasil ini juga meningkat secara drastis seperti pada aspek kognitif pada siklus I pertemuan 2 yang menempatkan 77,1% siswa pada kategori Sudah Membudaya. Hasil yang diperoleh kembali meningkat pada siklus II pertemuan 1 yang menempatkan 91,4% siswa pada kategori sudah membudaya. Kemudian dapat disempurnakan pada siklus II pertemuan 2 yakni 100% siswa sudah memperoleh kategori sudah membudaya. Hasil serupa juga ditunjukkan oleh aspek psikomotorik yang pada siklus I pertemuan 1 menempatkan 37,1% siswa pada kategori tuntas. Hasil ini meningkat drastis pada siklus I pertemuan 2 yang menempatkan 80% siswa pada kategori tuntas. Hasil yang telah diperoleh kembali ditingkatkan pada siklus II pertemuan 1 yang menempatkan 88,6% siswa pada kategori tuntas. Pada siklus II pertemuan 2 hasil ini dapat disempurnakan dengan 100% siswa memperoleh kategori tuntas. Hasil belajar siswa juga diukur dengan menggunakan tes akhir siklus. Tes akhir siklus ini menggunakan instrumen soal essay dengan komponen soal meliputi materi yang diajarkan dalam 2 pertemuan di setiap siklusnya. Hasil tes akhir siklus I yang diperoleh siswa adalah 74,3% atau 26 siswa telah berada pada kategori



230



tuntas. Hasil ini memang belum memenuhi indikator keberhasilan yang ditetapkan guru, namun pada tes akhir siklus II, hasil ini meningkat hingga seluruh siswa atau 100% dari jumlah siswa mendapatkan kategori tuntas. Perbandingan hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II dapat dilihat pada grafik berikut:



Persentase



Perbandingan Hasil Belajar Siswa pada Siklus I dan Siklus II 100.00% 80.00% 60.00% 40.00% 20.00% 0.00%



Kognitif



Siklus I Pertemuan 1 37.10%



Siklus I Pertemuan 2 62.90%



Siklus II Pertemuan 1 85.70%



Siklus II Pertemuan 2 100%



Afektif



25.70%



77.10%



91.40%



100%



Psikomotorik



37.10%



80%



88.60%



100%



Gambar 4.21 Perbandingan Hasil Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II Kemudian, untuk perbandingan hasil tes akhir pada siklus I dan siklus II dapat dilihat dari grafik berikut:



231



Perbandingan Hasil Tes Akhir Siklus I dan Siklus II 100% 100.00%



74.30%



80.00% 60.00%



Hasil Tes Akhir



40.00% 20.00% 0.00% Siklus I



Siklus II



Gambar 4.22 Perbandingan Hasil Tes Akhir Siklus I dan Siklus II Berdasarkan hasil temuan dan teori yang mendasari, maka tindakan kelas yang dilakukan pada penelitian ini dinyatakan berhasil dan hipotesis yang disampaikan sebelumnya, dengan ini menyatakan “Dengan menerapkan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token, maka hasil belajar siswa pada tema Lingkungan Sahabat Kita di Kelas VB SDN-SN ......... 7 Banjarmasin meningkat” dapat diterima.



E. Pembahasan Hasil Penelitian Pembahasan hasil penelitian meliputi tiga faktor yang diteliti, yaitu aktivitas guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar.



232



1. Aktivitas Guru Berdasarkan pengamatan pada siklus I dan siklus II dalam kegiatan pembelajaran menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token, yang setiap siklus terdiri dari 2 kali pertemuan dapat disimpulkan bahwa aktivitas guru terus mengalami peningkatan dan berhasil mencapai kriteria sangat baik, sesuai dengan yang diharapkan oleh peneliti. Aktivitas yang dilakukan oleh guru telah menerapkan pembelajaran dengan pendekatan scientific dalam kurikulum 2013. Dimulai dengan aspek menunjukkan gambar yang berhubungan dengan materi pelajaran, serta menginstruksikan para siswa untuk mengamati berbagai hal yang ada di dalam dalam rangka menggali informasi lebih banyak. Dengan tanya-jawab dari guru, menuntun siswa ke dalam suatu persoalan/permasalahan yang diharapkan siswa mampu memecahkannya selama proses pembelajaran berlangsung. Pandangan tersebut sejalan dengan pendapat Husamah dan Yanur (2013:15) yang menyatakan bahwa, “guru dituntut melakukan tiga hal, yaitu guide, teach, dan explain”. Guru diharapkan dapat membimbing siswa, mengajarkan mereka, dan menjerlaskan berbagai kegiatan yang dilakukan, sehingga tidak terbatas mengeluarkan isi buku dan dimasukkan ke kepala siswa, tetapi peran aktf guru lebih dituntut untuk menuntun siswa mendapatkan apa yang seharusnya mereka dapat di sekolah.



233



Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, guru juga telah mengajak siswa untuk mengajukan pertanyaan dari gambar yang telah mereka amati. Artinya, guru memberikan kesempatan bagi para siswa untuk mengungkapkan pendapatnya melalui kegiatan tanya jawab dengan guru. Kegiatan tanya jawab seperti ini sangat bermanfaat bagi para siswa, disamping untuk melatih keterampilan berbicara di hadapan temantemannya, mereka juga tertantang untuk memberikan pendapat yang menarik seputar hasil pengamatannya. Dengan kegiatan ini para siswa diajak menjadi seseorang yang mampu berpikir secara mendalam terhadap suatu permasalahan yang ada di dalam gambar. Hal tersebut juga selaras dengan pendapat Susanto (2015: 18) menyatakan bahwa, “guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompeten dalam bidangnya dan menguasai dengan baik bahan yang akan diajarkan serta mampu memilih metode belajar mengajar yang tepat, sehingga pendekatan itu bisa berjalan dengan semestinya”. Metode pembelajaran dengan melatih siswa untuk menggali pertanyaan dari sebuah gambar tersebut tentu merupakan paduan cara mengajar yang dapat meningkatkan potensi sikap ilmiah siswa dengan beranjak dari hal-hal ringan. Pembelajaran



juga



dilakukan



dengan



berkelompok



secara



heterogen. Pembagian kelompok didasarkan pada jenis kelamin, prestasi belajar, latar belakang sosial, ras dan suku. Pembelajaran dengan cara berkelompok memberikan makna bahwa setiap siswa harus mampu



234



bersosialisasi dengan siapa saja, dimana saja dan kapan saja. Guru telah melatih para siswa untuk mampu bersosialisasi dengan seluruh siswa yang mempunyai latar belakang yang berbeda. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Indra Jati Sidi (2001) mengungkapkan bahwa, “guru masa depan tidak hanya tampil sebagai pengajar (teacher) seperti fungsinya selama ini yang menonjol, melainkan juga sebagai pelatih (coach), pembimbing (counselor), dan manajer belajar (learning manager)” (Suriansyah dkk, 2014: 6). Dalam pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, guru tidak hanya mengajar siswa, melainkan juga membiming, dan memanajemeni baik siswa maupun kelas, agar tercipta kondisi pembelajaran yang kondusif. Pembelajaran yang dilaksanakan guru juga dilengkapi dengan kegiatan merumuskan masalah. Guru berupaya mengajak para siswa untuk memikirkan bersama mengenai hal-hal yang sedang hangat terjadi di sekitar kita sehubungan dengan materi pembelajaran yang diberikan pada hari itu. Kegiatan ini mengindikasikan para siswa dapat menjadi pribadi yang peka dan tanggap terhadap permasalahan yang terjadi serta tertantang untuk memikirkan permasalahan di sekitarnya. Hal ini tentu dapat menumbuhkan sikap kepedulian di dalam diri para siswa. Keberhasilan proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dengan membawa siswa untuk peduli terhadap permasalahan yang terjadi tidak lepas dari pernyataan yang dikemukakan oleh Eggen dan Kauchak (2012:87) yang menekankan bahwa, “terlepas dari kepribadian, latar



235



belakang, atau pengalaman guru, tingkat kelas siswa, atau topik yang sedang dipelajari, beberapa tindakan guru akan meningkatkan pembelajaran secara lebih baik dibandingkan dengan tindakan-tindakan lain”. Kita menyebut tindakan-tindakan ini strategi mengajar yang penting, yaitu perilaku, keyakinan dan keterampilan guru yang diperlukan untuk memastikan siswa belajar sebanyak mungkin. Pernyataan tersebut memberikan gambaran bahwa keberhasilan proses pembelajaran utamanya berasal dari tindakan-tindakan yang dilakukan guru secara tepat. Tindakan tersebut tergambar secara nyata dari kesungguhan guru ketika menyajikan pembelajaran dengan menggunakan kombinasi model Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token. Hal tersebut juga didasari dengan tekad, keyakinan dan perilaku guru pada saat melaksanakan pembelajaran sehingga di setiap proses pembelajaran terjadi peningkatan aktivitas guru yang signifikan. Para siswa juga diajak untuk merumuskan jawaban dari berbagai permasalahan yang sedang hangat dibicarakan berupa solusi yang dituangkan ke dalam hipotesis. Hipotesis membantu para siswa untuk mengambil patokan jawaban dan pemecahan dari permasalahan yang terjadi. Hal ini tentu akan meningkatkan kreativitas siswa dalam berpikir serta membantu mereka untuk belajar menjadi pribadi yang memiliki pemikiran ilmiah sebagaimana tuntutan kurikulum 2013.



236



Hal ini sejalan dengan pendapat Suriansyah, dkk (2014: 7) menyatakan bahwa, “…sebagai konselor, guru berperan sebagai sahabat siswa, menjadi teladan dalam pribadi yang mengandung rasa hormat dan keakraban dari siswa. Sebagai manajer belajar, guru membimbing peserta didik untuk selalu belajar, mengambil prakarsa dan mengeluarkan ide-ide yang baik yang dimilikinya”. Tugas guru dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah adalah mengarahkan siswa ke dalam masalah yang sering ditemuinya dalam kehidupan sehari-hari. Diharapkan dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah ini, siswa mampu membangun sendiri informasi yang didapatnya, sehingga siswa akan lebih ingat materi yang dipelajarinya. Dalam proses pembelajaran yang telah dilaksanakan, guru memegang peranan penting dalam menunjang keberhasilan proses pembelajaran. Contoh nyata yang telah dilakukan peneliti yang bertindak sebagai orang yang memberikan solusi tentunya memerlukan berbagai persiapan dan strategi khusus untuk menangani permasalahan yang sedang dihadapi.



Hal



tersebutlah



yang



mendorong



keberhasilan



proses



pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Guru juga menyajikan pembelajaran dengan membimbing siswa mengumpulkan data. Tidak hanya bersumber dari buku yang dipegang saja, namun dari berbagai sumber buku lain di perpustakaan, internet, dan



237



wawancara, yang tentunya akan membangkitkan gairah belajar siswa karena mereka yang telibat langsung dalam pencarian materi tersebut. Pembelajaran juga tentunya disertai dengan presentasi kelas yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk tampil di depan kelas menyajikan hasil diskusinya secara berkelompok. Dengan menggunakan model Time Token, siswa secara bergiliran dengan menggunakan kupon berbicaranya , menyampaikan pendapatnya masing-masing dengan batas waktu yang telah ditentukan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk melatih keberanian siswa untuk berbicara di depan teman-temannya serta saling mengomentari hasil pekerjaan antar kelompok yang tentunya dapat mengasak keterampilan berpikir dan mengoreksi jawaban untuk mencari yang lebih baik. Meski sebagian besar siswa masih malu-malu, namun guru tetap memotivasi yang terus mendorong agar siswa berani tampil di depan, dengan melakukan pengulangan, sehingga siswa menjadi terbiasa maju ke depan. Hal ini sejalan dengan pendapat Hilgard (1962) juga menyatakan bahwa, “belajar adalah suatu perubahan kegiatan reaksi terhadap lingkungan …. Belajar juga merupakan proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan, pembiasaan, pengalaman, dan sebagainya” (Susanto, 2015: 3). Pembelajaran dilengkapi pula dengan games dan tournament yang dikemas dalam kuis secara kelompok dan juga perorangan dengan tingkat kemampuan yang sama. Games kelompok dilakukan untuk melatih



238



kerjasama siswa dalam memecahkan masalah atau menjawab pertanyaan dengan cepat dan tepat, sedangkan turnament kelompok dimaksudkan agar para siswa mampu berkompetisi antar individu melalui kegiatan menjawab pertanyaan berebut untuk mencari yang tercepat dan paling tepat menjawab pertanyaan. Hal ini tentu dapat meningkatkan motivasi belajar dalam diri individu siswa sebagai tindak lanjut dari hasil mempelajari materi pelajarran pada hari itu. Hal ini sejalan dengan pendapat Shoimin (2014: 203-205) yang menyatakan bahwa dengan pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat bekerja lebih rileks di samping menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat, dan keterlibatan belajar. Dengan demikian, jelaslah bahwa peneliti telah mempersiapkan berbagai hal untuk mengoptimalkan proses pembelajaran, sehingga aktivitas guru dapat meningkat di setiap pertemuannya. Dengan menggunakan kombinasi ketiga model tersebut, peneliti berkesimpulan bahwa pembelajaran menjadi semakin berkualitas karena perpaduan ketiga model pembelajaran ini yang memberikan wawasan baru bagi siswa dengan mengajak mereka melakukan kegiatan merumuskan masalah, mencari pemecahan masalah dengan melakukan hipotesis, pengumpulan informasi dari berbagai sumber, dan diakhiri dengan games dan tournament sebagai tambahan motivasi untuk berkompetisi antarsiswa. Observasi aktivitas guru ini didukung dengan penelitian yang dilakukan



oleh



beberapa



peneliti



sebelumnya,



yaitu:



penelitian



239



Fathuzzakirah (2014) dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) menunjukkan adanya peningkatan kualitas aktivitas guru dari siklus I memperoleh persentase sebesar 74,% dengan kualifikasi baik, dan menjadi 89% yang tergolong sangat baik pada siklus II. Hasil penelitian oleh Ernie Selviyanie (2014) dengan menggunakan model pembelajaran PBL, juga menunjukkan peningkatan pada kualitas aktivitas guru, yang mana pada siklus I sebesar 78% dengan kriteria Baik dan meningkat pada siklus II menjadi 97% dengan kriteria Sangat Baik. Hasil penelitian dari Wahyu Kusnia(2014) dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), menunjukkan aktivitas guru pada siklus I sebesar 70% dengan kategori baik, dan pada siklus II meningkat menjadi 95% dengan kategori sangat baik. Untuk penggunaan model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) juga didukung dengan penelitian para peneliti sebelumnya, yaitu: hasil penelitian Aristika Widaswara (2013) menggunakan model pembelajaran



TGT (Team Games Tournament) menunjukkan bahwa



adanya peningkatan kualitas aktivitas guru dari siklus I yang memperoleh persentase 76% dengan kriteria baik dan meningkat pada siklus II dengan persentase 93% dengan kriteria sangat baik. Hasil penelitian Alifiya Fajar Magfirah (2013) model pembelajaran TGT (Team Games Tournament) menunjukkan bahwa adanya peningkatan kualitas aktivitas guru, dari siklus I memperoleh persentase 81% dengan kriteria baik dan meningkat pada siklus II dengan persentase 92% dengan kriteria sangat baik.



240



Disamping itu, penggunaan model Time Token didukung pulan oleh penelitian dari beberapa peneliti yang telah menerapkan model ini, yaitu penelitian dari Arinda Ayu Safitri (2013) dengan menggunakan model Time Token yang menunjukkan pada siklus I mendapat persentase 73% dan meningkat pada siklus II menjadi 84%. 2. Aktivitas Siswa Berdasarkan hasil pengamatan aktivitas siswa pada siklus I dan siklus II dalam kegiatan pembelajaran menggunkan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token yang setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan diperoleh informasi bahwa aktvitas siswa meningkat di setiap pertemuannya dan berhasil mencapai indikator keberhasilan, yakni ≥ 80% siswa mencapai kriteria sangat aktif. Berdasarkan peningkatan-peningkatan yang terjadi pada aktivitas siswa dalam proses pembelajaran saat menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token dari siklus I sampai ke siklus II hingga mampu mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan oleh peneliti menunjukkan bahwa pemilihan model dan strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran dan lebih meningkatkan aktivitas siswa daripada pembelajaran biasa. Peningkatan aktivitas siswa ini tidak luput dari strategi yang dilakukan guru untuk memancing para siswa agar lebih aktif di dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam proses



241



pembelajaran ini terbukti mampu memaksimalkan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Hal ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pasal 19 (ayat 1) yang berbunyi, “proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik dan fisiologi peserta didik”. Keberhasilan dalam meningkatkan aktivitas siswa ini juga tidak luput dari kontribusi maksimal dari guru untuk menciptakan suasana yang menumbuhkan gairah belajar, meningkatkan prestasi belajar siswa, dengan mengorganisasikan proses belajar dengan maksimal. Seperti yang kita ketahui, dalam mengorganisasikan kelas diperlukan pengaturan ruang, pengaturan perlengkapan yang akan dipergunakan, menata siswa di dalam kelompok belajar, serta penggunaan model pembelajaran yang tepat. Hal inilah yang diterapkan oleh peneliti guna memancing partisipasi maksimal dari siswa disertai dengan pemilihan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token dalam proses pembelajaran. Hal tersebut tidak luput dari pandangan mengenai karakteristik anak sekolah dasar yang lebih menyukai kegiatan permainan, bergerak dan mencoba bereksplorasi langsung dalam proses pembelajaran. Hal ini sejalan dengan yang dipaparkan Suryosubroto (Suriansyah dkk, 2014: 41-42) yang menyatakan



242



bahwa, “…anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebagai sarana untuk dapat bermain bersama-sama”. Mengingat karateristik anak sekolah dasar yang senang berkelompok untuk bermain, maka peneliti memilih model pembelajaran Team Games Tournament (TGT), karena dalam model pembelajaran ini pembelajaran dikemas dalam kelompok, juga dikemas dengan permainan. Sehingga siswa bisa bermain berkelompok juga sambil belajar. Di samping itu, untuk meningkatkan kemampuan anak dalam berkomunikasi sebagaimana dari tujuan pembelajaran IPS, seperti yang dipaparkan oleh Awan Mutakin (Susanto, 2014: 10), yaitu “tujuan pembelajaran IPS secara keseluruhan membantu setiap individu untuk meningkatkan aspek ilmu pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai keterampilan. Di samping juga memenuhi kebutuhan human relationship, civic responsibility, economic competence, dan thinking ability”. Sehingga, selain dari ilmu pengetahuan, IPS juga bertujuan untuk meningkatkan keterampilan, salah satunya keterampilan berkomunikasi, maka dari itu, peneliti juga menggunakan model Time Token dalam rangka meningkatkan kemampuan berbicara siswa dan menumbuhkan rasa percaya diri pada anak. Dengan mengombinasikan ketiga model tersebut, peneliti berhasil meningkatkan apresiasi, motivasi dan partisipasi siswa di dalam proses pembelajaran. Pemilihan model-model pembelajaran tersebut diyakini peneliti sebagai salah satu model pembelajaran yang bisa disebut paket komplit karena terdiri atas model pembelajaran yang menekankan pada pemecahan masalah



243



melalui permasalahan yang terjadi di sekitar kita, memecahkannya dan mencari solusinya bersama-sama dengan menggunakan kupon berbicara sebagai salah satu media penyampaian pendapat, dan tentunya ditambah dengan games dan kompetisi di akhir rangkaian kegiatan ini yang menambah kemeriahan proses pembelajaran dan membangkitkan gairah belajar siswa dengan kelengkapan predikat dan penghargaan untuk kelompok terbaik di akhir pembelajaran. Disamping itu, ketika pembelajaran selesai dilaksanakan guru selalu merefleksi apa saja kekurangan dalam proses pembelajaran hari itu. Hasil refleksi tersebut kemudian dicatat dan diberikan solusi untuk setiap poin kekurangan yang ada dalam pembelajaran pada hari itu. Dengan demikian, proses pembelajaran yang dilaksanakan guru menjadi lebih sempurna dari satu pertemuan ke pertemuan berikutnya. Observasi aktivitas siswa ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, yaitu: penelitian Fathuzzakirah (2014) dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) menunjukkan adanya peningkatan kualitas aktivitas guru dari siklus I memperoleh persentase sebesar 67,5% dengan kualifikasi aktif, dan menjadi 91,7% yang tergolong sangat aktif pada siklus II. Hasil penelitian oleh Ernie Selviyanie (2014) dengan menggunakan model pembelajaran PBL, juga menunjukkan peningkatan pada kualitas aktivitas siswa, yang mana pada siklus I sebesar 74.1% dengan kriteria aktif dan meningkat pada siklus II menjadi 98,5% dengan kriteria sangat aktif. Hasil penelitian dari Wahyu Kusnia(2014) dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL),



244



menunjukkan aktivitas siswa pada siklus I sebesar 56,6% dengan kategori aktif, dan pada siklus II meningkat menjadi 87,2% dengan kategori sangat aktif. Untuk penggunaan model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) juga didukung dengan penelitian para peneliti sebelumnya, yaitu: hasil penelitian Aristika Widaswara (2013) menggunakan model pembelajaran TGT (Team Games Tournament) menunjukkan bahwa adanya peningkatan kualitas aktivitas siswa dari siklus I yang memperoleh persentase 77,6% dengan kriteria aktif dan meningkat pada siklus II dengan persentase 91,3% dengan kriteria sangat aktif. Hasil penelitian Alifiya Fajar Magfirah (2013) model pembelajaran TGT (Team Games Tournament) menunjukkan bahwa adanya peningkatan kualitas aktivitas siswa, dari siklus I memperoleh persentase 76,8% dengan kriteria aktif dan meningkat pada siklus II dengan persentase 95,1% dengan kriteria sangat aktif. Disamping itu, penggunaan model Time Token didukung pulan oleh penelitian dari beberapa peneliti yang telah menerapkan model ini, yaitu penelitian dari Arinda Ayu Safitri (2013) dengan menggunakan model Time Token yang menunjukkan pada siklus I mendapat persentase 73,7% dan meningkat pada siklus II menjadi 84,2%. 3. Hasil Belajar Siswa Berdasarkan hasil pengamatan hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik dalam kegiatan pembelajaran menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token yang setiap



245



siklus terdiri dari dua kali pertemuan, diperoleh informasi bahwa hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran saat menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token dari siklus I sampai siklus II, mampu mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan oleh peneliti menunjukkan bahwa pemilihan model dan strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran dan lebih meningkatkan hasil belajar siswa daripada pembelajaran biasa. Peningkatan hasil belajar siswa tidak lepas dari peran guru yang memberikan presentasi informasi yang akan memberikan ilustrasi-ilustrasi tentang topik yang akan dipelajari siswa, sehingga siswa mempunyai parameter dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Ketika siswa telah mempunyai gambaran umum tentang materi pelajaran, guru membimbing siswa untuk menemukan konsep tertentu dari ilustrasi yang diberikan, sehingga pemerataan pemahaman siswa lebih luas dengan adanya pertanyaan-pertanyaan antara siswa dengan guru. Disamping itu, penggunaan kombinasi model Problem Based Learning (PBL), Team Games Tournament (TGT), dan Time Token ternyata efektif untuk memicu keterlibatan siswa yang lebih mendalam dalam hal proses belajar karena model yang digunakan dapat dikatakan mencakup berbagai daya tarik yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak sekolah dasar. Hal ini juga memicu adanya keterkaitan antara motivasi dan hasil belajar siswa. Semakin tinggi motivasi siswa untuk mendapatkan sesuatu maka semakin tinggi pula



246



hasil yang akan dicapainya. Siswa termotivasi dengan kegiatan yang bervariasi sehingga menimbulkan semangat belajar yang berdampak pada hasil belajar siswa yang mengalami peningkatan dalam setiap perteuan hingga mencapai indikator keberhasilan di setiap aspek penilaian yakni ≥ 80% siswa mencapai nilai di atas kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan yaitu ≥ 80. Disamping itu, skor bukan menjadi patokan mutlak siswa berhasil dalam belajar atau penguasaan ilmu pengetahuan, tetapi juga sikap dan keterampilan. Seperti yang dinyatakan oleh Susanto (2015: 5), “berdasarkan konsep belajar, dapat dipahami tentang makna hasil belajar, yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar”. Kombinasi model ini, juga dalam rangka mengobservasi ketiga aspek dalam pembelajaran, yaitu aspek kogniti,



afektif,



dan



psikomotoriknya.



Selain



menggunakan



model



pembelajaran Problem Based Learning (PBL), peneliti juga melengkapi dengan model pembelajaran Team Games Tournament (TGT), dan Time Token dengan maksud memberikan kelengkapan satu sama lain, untuk terciptanya pembelajaran yang optimal. Observasi hasil belajar siswa ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, yaitu: penelitian Fathuzzakirah (2014) dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) menunjukkan adanya peningkatan kualitas aktivitas guru dari siklus I memperoleh persentase sebesar 67,7% siswa memperoleh kriteria tuntas dan menjadi 100% yang tergolong tuntas pada siklus II. Hasil penelitian oleh Ernie



247



Selviyanie (2014) dengan menggunakan model pembelajaran PBL, juga menunjukkan peningkatan pada kualitas aktivitas guru, yang mana pada siklus I sebesar 75,4% yang memperoleh ketuntasan dan meningkat pada siklus II menjadi 100% tuntas secara klasikal. Hasil penelitian dari Wahyu Kusnia(2014) dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), menunjukkan aktivitas guru pada siklus I sebesar 70% siswa yang tuntas, dan pada siklus II meningkat menjadi 100%. Dan untuk penggunaan model pembelajaran Team Game Tournament (TGT) juga didukung dengan penelitian para peneliti sebelumnya yaitu : hasil penelitian Aristika Widaswara (2013) menggunakan model pembelajaran TGT (Team Game Tournament) menunjukkan bahwa adanya peningkatan kualitas hasil belajar siswa, dari siklus I sebanyak 61% siswa memperoleh kriteria tuntas dan meningkat pada siklus II dengan persentase 100% siswa memperoleh kriteria tuntas. Hasil penelitian Alifiya Fajar Magfirah (2013) model pembelajaran TGT (Team Game Tournament) menunjukkan bahwa adanya peningkatan kualitas hasil belajar siswa, dari siklus I sebanyak 72,8% siswa memperoleh kriteria tuntas dan meningkat pada siklus II dengan persentase 100% siswa memperoleh kriteria tuntas. Disamping itu, penggunaan model Time Token didukung pulan oleh penelitian dari beberapa peneliti yang telah menerapkan model ini, yaitu penelitian dari Arinda Ayu Safitri (2013) dengan menggunakan model Time Token yang menunjukkan pada siklus I mendapat persentase 68,1% siswa yang



248



tuntas dan meningkat pada siklus II meningkat menjadi 100% atau seluruh siswa tuntas.



249



BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di SDN-SN ......... 7 Banjarmasin pada pembelajaran dengan tema Lingkungan Sahabat Kita dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Aktivitas guru menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Teams Games Tournament (TGT), dan Time Token dalam pembelajaran tema Lingkungan Sahabat Kita dengan muatan IPS pada siswa kelas 5B SDN-SN ......... 7 Banjarmasin telah terlaksana sesuai dengan harapan, dengan kriteria sangat baik. 2. Aktivitas siswa pada saat melaksanakan pembelajaran menggunakan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Teams Games Tournament (TGT), dan Time Token dalam pembelajaran tema Lingkungan Sahabat Kita dengan muatan IPS mengalami peningkatan, hingga mencapai kriteria sangat aktif. 3. Penggunaan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), Teams Games Tournament (TGT), dan Time Token dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam tema Lingkungan Sahabat Kita dengan muatan IPS dan mencapai ketuntasan hasil belajar yang diinginkan.



B. Saran



250



Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1. Kepada guru, hendaknya dapat menggunakan model pembelajaran yang bervariasi untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran tematik. Model pembelajaran tersebut selain dapat meningkatkan aktivitas siswa juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam setiap kegiatan pembelajaran. 2. Kepada kepala sekolah, hendaknya dapat membantu guru dalam meningkatkan kualitas belajar siswa dengan memberikan bimbingan dan pembinaan dalam menerapkan model pembelajaran yang bervariasi untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran yang mampu meningkatkan kualitas hasil belajar dan mutu pendidikan. 3. Kepada peneliti, hendaknya dapat memanfaatkan hasil penelitian ini dengan sebaik-baiknya dan dapat menerapkan hasil temuan yang diperoleh untuk kepentingan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. 4. Kepada peneliti lain, hendaknya hasil penelitian ini bisa dimanfaatkan sedemikian rupa dan menjadi salah satu bahan referensi untuk membantu penulisan karya tulis ilmiah atau tugas-tugas lainnya yang sedang dikerjakan.



251



DAFTAR PUSTAKA Amir, Taufiq. (2015). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning – Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan. Jakarta: Kencana. Aqib, Zainal. (2009). Penelitian Tindakan Kelas Untuk Guru. Bandung: Yrama Widya. Arikunto, Suharsimi, Suhardjono, dan Supardi. (2010). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Aunurrahman. (2012). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Alfabeta. Bafadal, Ibrahim. 2012. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar – Dari Sentralisasi Menuju Desentralisasi. Jakarta: Bumi Aksara. Fathuzzakirah. (2014). Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Pengaruh Gaya Terhadapt Gerak dan Bentuk Benda Menggunakan Model Problem Based Learning (PBL) dengan Variasi Talking Stick di Kelas IV SDN Sungai Tuan Kecamatan Astambul. Banjarmasin: S1 PGSD FKIP ULM Banjarmasin. Danim, Sudarwan. (2010). Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Alfabeta. Djamarah, Syaiful Bahri. (2014). Guru & Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta. Haryati, Heny. 2014. 5 Alasan Pentingnya Pendidikan, (Online), (http://m.kompasiana.com/henyharyati/5-alasan-pentingnya-pendidikan, diakses 2 Maret 2016). Kunandar. (2010). Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: PT Raja Gafindo Persada. Kurinasih, Imas & Berlin Sani. (2014). Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013 – Memahami Berbagai Aspek dalam Kurikulum 2013. Jakarta: Kata Pena. Kusniadi, Wahyu. (2014). Meningkatkan Hasil Belajar Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan dengan Menggunakan Model Problem Based Learning (PBL) di Kelas V SDN Anjir Serapat Muara Kabupaten Barito Kuala. Banjarmasin: S1 PGSD FKIP ULM Banjarmasin.



252



Maghfirah, Alfiya Fajar. (2013). Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Melalui model Kooperatif Teams Games Tournament (TGT) pada Kelas IV SDN Sungai Pitung Kabupaten Barito Kuala. Banjarmasin: S1 PGSD FKIP ULM Banjarmasin. Ngalimun. (2013). Strategi dan Model Pembelajaran. Banjarbaru: Scripta Cendikia. Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013. Poerwanti, Endank, dkk. (2009). Asesmen Pembelajaran SD. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Rusman, (2014). Model-model Pembelajaran – Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers. Safitri, Arinda Ayu. (2013). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas VA SDN Rambipuji 02 Mata Pelajaran PKn Materi Kebebasana Berorganisasi. Jember: S1 PGSD FKIP Universitas Jember. Salahuddin, Anas. (2011). Filsafat Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia. Selviyanie, Ernie. (2014). Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Penjumlahan Bilangan Bulat dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Learning (PBL) pada Siswa Kelas IV SDN Berangas Timur 2 Barito Kuala. Shoimin, Aris. (2014). 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. PT Rineka Cipta.



Jakarta:



Sukmadinata, Nana Syaodih. (2011). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sukmadinata, Nana. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Suriansyah, Ahmad, ........., Sulaiman, Noorhafizah. (2014). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. Susanto, Ahmad. (2014). Pengembangan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana.



253



Susanto, Ahmad. (2015). Teori Belajar & Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana. Trianto. (2015). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan Kontekstual – Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum 2013 (Kurikulum Tematik Integratif/KTI). Jakarta: Kencana. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Widaswara, Aristika. (2013). Meningkatkan Hasil Belajar Siswa tentang Sistem Pemerintahan Pusat Melalui Model Teams Games Tournament (TGT) di Kelas IV SDN Kandangan Utara 3 Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Banjarmasin: S1 PGSD FKIP ULM Banjarmasin.



254



255