Contoh Rancangan Asesmen Psikologi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Latar Belakang Kepolisian adalah salah satu lembaga penting yang memainkan tugas utama sebagai penjaga keamanan, ketertiban dan penegakan hukum, sehingga lembaga kepolisian pasti ada di seluruh negara berdaulat. Kadangkala pranata ini bersifat militaristis, seperti di Indonesia sebelum Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) dilepas dari ABRI. Menurut UndangUndang Nomor 2 Tahun 2002 Pasal 5 ayat (1), Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Sedangkan suatu pranta umum sipil yang menjaga ketertiban, keamaan dan penegakan hukum di seluruh wilayah negara disebut dengan polisi. Istilah polisi berasal dari bahasa Latin politia berasal dari kata Yunani politeia yang berarti warga kota atau pemerintahan kota. Kata ini pada mulanya dipergunakan untuk menyebut “orang yang menjadi warga negara dari kota Athena”, kemudian pengertian tersebut berkembang menjadi “kota” dan dipakai untuk menyebut “semua usaha kota”. Oleh karena pada zaman itu kota merupakan negara yang berdiri sendiri yang disebut dengan istilah polis, maka politea atau polis diartikan sebagai semua usaha dan kegiatan negara, juga termasuk kegiatan keagaamaan (Wikipedia, 2019). Sejak pemisahan Polri dari TNI (ABRI) menimbulkan pertanyaan, mengapa polisi masih menggunakan kekerasan dalam menghadapi gejolak di masyarakat? Dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Polri dinyatakan, tugas polisi adalah penegak hukum, Pembina ketertiban dan keamanan masyarakat, serta pelayanan masyarakat. Kemampuan dalam penegakan hukum merupakan faktor penting bagi polisi mewujudkan semaksimal mungkin perlindungan bagi setiap warga masyarakat. Seorang polisi yang tidak memiliki kepribadian yang matang, niscaya godaan untuk tergelincir melakukan tindakan agresif menjadi lebih besar. Akibat dipicu atau dimotivasi oleh kejengkelan, seorang polisi yang frustasi, menghadapi ulah penjahat yang makin berbahaya, akhirnya bukan tidak mungkin terdorong melakukan aksi jalan pintas. Menggunakan senjata api dilakukan sebagai bentuk diskresi untuk menjaga keselamatan diri. Sekaligus didorong kejengkelan dan kekhawatiran yang saling tumpangtindih. Tugas yang berat dan penuh risiko, tetapi belum juga diimbangi dengan taraf kesejahteraan yang memadai, sering membuat polisi rawan stress, dan bahkan mengalami gangguan mental. Kasus polisi yang membunuh istri dan anaknya, polisi yang bunuh diri, polisi



yang menembak mati anggota keluarganya, dan lain sebagainya adalah bukti-bukti yang memperlihatkan bahwa ada persoalan psikologis yang perlu ditata kembali. Agar polisi dapat memperlihatkan kinerja yang professional. Kevin Howells (2000) menyatakan peristiwa amarah yang menyulut agresi fisik sebetulnya berjumlah kurang dari 10%. Akan tetapi, kejengkelan dan amarah yang kemudian diekspresikan dengan tindakan fisik karena dipicu ulah orang lain, jumlahnya mencapai 90% lebih. Jadi, ketika polisi menghadapi objek yang bergerak dan tidak bisa diduga, maka kemungkinan polisi tersebut untuk melakukan tindakan penanganan fisik memang menjadi lebih besar (Krogja.com, 2017). Stabilitas emosi yang kuat semestinya menjadi prasyarat bagi polisi , sebelum menjalankan tugas sehari-hari yang penuh risiko. Berbeda dengan profesi lain di bidang sipil. Menjadi polisi yang diberi otoritas memegang senjata api benar-benar membutuhkan pribadi yang tangguh, tidak mudah stress, dan mampu memainkan peran ganda: Kapan harus bertindak tegas, dan kapan harus memerankan diri sebagai pelayan masyarakat yang ramah. Kasus MEDAN – Perwira polisi Kompol Fah (41) menembak adik iparnya Jumingan (33) setelah mendengar ada bisikan. Fakta ini terungkap setelah Penyidik Ditreskrimum Polda Sumut memeriksa tersangka (33) Bisikan itu terdengan di telinga sebelah kanan pelaku yang mengatakan, "Ini Jahat Tembak Saja". Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Rina Sari Ginting, Sabtu (7/4/2018), mengatakan untuk mengetahui kondisi kejiwaan tersangka itu, telah dilakukan pemeriksaan tes kejiwaan. Tes Kejiwaan MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory) terhadap oknum perwira Polri itu, menurut dia, dilakukan oleh dokter ahli jiwa. "Pemeriksaan tersangka Fah, dilaksnakan di sebuah ruangan Reskrimum Polda Sumatera Utara, Jumat (6/4)," ujar Kombes Pol Rina. Ia mengatakan, tes pemeriksaan kejiwaan terhadap Kompol Fah, dan keluarga akan dilanjutkan oleh Dokter Ahli Jiwa Pusdokkes Mabes Polri. "Penyidik Polda Sumut juga telah melakukan pemeriksaan terhadap 10 orang saksi, yang terdiri dari 6 orang tetangga, dan 4 orang dari pihak keluarga," kata mantan Kapolres Binjai itu.



Sebelumnya, Personel Subdit III Jahtanras Ditreskrimum Polda Sumut mengamankan oknum perwira berpangkat Kompol berinisial Fah (41) yang menembak hingga tewas adik iparnya bernama Jumingan (33) di kediamannya Jalan Tirtosari, Kelurahan Bantan, Kecamatan Medan Tembung. Oknum Kompol Fah, saat ini bertugas sebagai sekretaris pribadi (sespri) di Polda Nusa Tenggara Barat (NTB). Kompol Fah juga pernah bertugas sebagai Wakapolres Lombok Tengah, Polda NTB. Peristiwa penembakan terhadap korban Jumingan, terjadi Rabu (4/4) sekitar pukul 19.30 WIB. Setelah kejadian tersebut, pelaku Kompol Fah menyerahkan diri beserta senjata apinya ke Wakapolrestabes Medan. Kasus penembakan tersebut sudah ditangani Ditreskrimum Polda Sumut dan telah memeriksa sejumlah saksi-saksi. Petugas saat ini masih terus menyelidiki motif penembakan yang dilakukan oknum perwira Polri itu. Polda Sumut juga telah mengamankan barang bukti, berupa satu pucuk senjata revolver, enam butir selongsong amunisi, dua butir proyektil utuh, empat butir pecahan proyektil, dan satu buah kartu senpi. Pelaku penembakan tersebut dipersangkakan melanggar Pasal 340 dan Pasal 338 KUH Pidana.



Need Assessment



Identifikasi Masalah Pada kasus tersebut terulang kembali polisi yang melakukan tindak kekerasan kepada orang lain atau anggota keluarganya sendiri, dimana polisi yang seharusnya menjaga dan mengayomi masyarakat namun ia melakukan hal yang tidak berperikemanusiaan yang dapat menghilangkan nyawa korbannya. Dari kasus di atas dapat dilihat jika terjadi ketidakstabilan emosi maupun kondisi mental pelaku dalam menjalankan perannya sebagai polisi. Meskipun pelaku penembakan hingga menewaskan korban adalah seorang anggota polisi, hukum akan tetap berlaku bagi siapapun yang melakukan tindak kekerasan hingga menghilangkan nyawa orang lain.



Pelaku mengaku melakukan hal tersebut setelah mendengan adanya bisikan yang mendorong ia untuk segera menghabisi nyawa orang di depannya. Sehubungan dengan kasus tersebut, perlu dilakukan asesmen untuk mengetahui apakah pelaku mengalami gangguan psikologis/kejiwaan dan untuk mengetahui penyebab/alasan pelaku melakukan pembunuhan. Alternatif Solusi Tindakan asesmen yang akan dilakukan bertujuan untuk membantu mengetahui bahwa pelaku atau subjek mengidap gangguan kejiwaan / disfungsi psikologis atau tidak. Metode dan Teknik yang Digunakan Metode dan teknik yang akan digunakan dalam asesmen terhadap polisi pelaku penembakan anggota keluarganya yaitu menggunakan metode tes dan metode non-tes. Metode Tes, meliputi: 1) MMPI (Minnesota Multiphasic Personality) 2) TAT ( Thematic Apperception Test) 3) Tes Grafis (DAP, HTP, BAUM) Metode Non-Tes, meliputi: 1) Interview / wawancara 2) Observasi 3) Life record