Coumponding Dan Dispensing [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS PROBLEMA & SOLUSI DALAM COMPOUNDING & DISPENSING SEDIAAN CAIR



Dosen Pengampu: apt. Farida Rahim, M.Farm Disusun Oleh: KELOMPOK 3 1. Viora Lusiana Satri, S.Farm



(2130122154)



2. Anggelia Pratiwi, S.Farm



(2130122123)



3. Fanti nof etika, S.Farm



(2130122133)



4. Bilmilaa Hayati, S.Farm



(2130122126)



5. Nina Fitriya, S.Farm



(2130122140)



6. Adila Fitri, S. Farm



(2130122121)



7. Darma Fadri, S. Farm



(2130122127)



8. Riyan Juliansyah, S.Farm



(2130122143)



9. Dimas Gilang Prakoso



(2130122130)



10. Weli Hastuti



(2130122156)



PROGAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA PADANG 2021



KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Compounding dan Dispensing yang berjudul “Problema & Solusi Dalam Compounding & Dispensing Sediaan Cair”. Makalah tersebut disusun untuk memenuhi syarat mata kuliah Compounding dan Dispensing di Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas Perintis Indonesia. Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih sebesar besarnya kepada Ibu apt. Farida Rahim, M.Farm yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan serta kelemahan dalam menyusun makalah ini. Demikian akhir kata, bukan pujian yang kami harapkan melainkan kritik dan saran guna memperbaiki makalah ini. Akhirnya kami ucapkan terima kasih.



Padang, Juni 2021



Penulis



BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apoteker dalam mengindividualisasi terapi pasien meliputi fungsi klinis dan compounding. Keahlian apoteker harus digunakan untuk penyesuaian dosis dan frekuensi pemberian obat, serta pemilihan bentuk sediaan untuk meningkatkan kepatuhan pasien. Apoteker terkait moral dan hukum untuk bertanggung jawab atas pelayanan pasien dengan melakukan compounding dan dispensing suatu preskripsi dengan tepat. Compounding melibatkan pembuatan (preparation), pencampuran (mixing), pemasangan (assembling), pembungkusan, dan pemberian label (labelling) dari obat atau alat sesuai dengan resep dokter yang berlisensi atas inisiatif yang didasarkan atas hubungan dokter/pasien/farmasis/compounder dalam praktek profesional. Sedangkan Dispensing merupakan proses sejak diterimanya resep sampai obat diberikan kepada pasien diikuti dengan pemberian informasi yang memadai. Oleh karena itu akan dibahas berbagai permasalahan yang terjadi pada sediaan cair beserta solusinya. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimanakah permasalahan compounding dan dispensing sediaan cair 1.3 Tujuan Untuk mengetui permasalahan compounding dan dispensing pada sediaan cair.



BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Compounding & Dispensing 2.1.1 Compounding a. Definisi Merupakan proses melibatkan pembuatan (preparation), pencampuran (mixing), pemasangan (assembling), pembungkusan (packaging), dan pemberian label (labelling) dari obat atau alat sesuai dengan resep dokter yang berlisensi atas inisiatif yang didasarkan atas hubungan dokter/pasien/ farmasis/compounder dalam praktek profesional. b. Teknik Compounding Pencampuran Pencampuran merupakan salah satu pekerjaan yang sangat umum dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Pencampuran adalah proses yang menggabungkan bahan-bahan yang berbeda untuk menghasilkan produk yang homogen. Pencampuran dalam sediaan farmasi dapat diartikan sebagai proses penggabungan dua atau lebih komponen sehingga setiap partikel yang terpisah dapat melekat pada partikel dari komponen lain. Tujuan pencampuran selain untuk menghomogenkan bahanbahan juga untuk memperkecil ukuran partikel, melakukan reaksi kimia, melarutkan komponen, membuat emulsi, dan lain-lain, sehingga tidak jarang dalam teknologi farmasi digunakan beberapa alat pencampur / mixer dengan jenis yang berbeda untuk mengolah bahan-bahan obat. Tidak hanya bahan-bahan obat yang akan mempengaruhi produk suatu obat, teknik pencampuran pun dapat mempengaruhi produk obat yang dihasilkan. Menurut Bhatt dan Agrawal (2007), beberapa contoh pencampuran skala besar dalam bidang farmasi : 1. Pencampuran bubuk/sebuk dalam pembuatan granul dan tablet 2. Pencampuran kering dalam proses kompresi langsung sediaan tablet dan kapsul 3. Pencampuran bubuk/serbuk dalam pembuatan sediaan kosmetik seperti bedak 4. Pembuatan serbuk yang larut dalam larutan untuk pengisian dalam kapsul lunak dan sirup



5. Pencampuran dua cairan yang tidak saling larut, seperti sediaan emulsi. Mekanisme pencampuran cairan secara esensial masuk dalam empat kategori, yaitu : transpor bulk, aliran turbulen, aliran laminer, dan difusi molekuler. Biasanya lebih dari satu dari proses – proses ini yang dilakukan pada proses pencampuran. Menurut Lachman,. (1989) ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam pencampuran yaitu : 1. Sifat fisik dari bahan yang akan dicampur, seperti kerapatan, viskositas, dan kemampuan bercampur 2. Segi ekonomi, menyangkut pemrosesan 3. Waktu, waktu yang dibutuhkan untuk mencampur 4. Alat, kemudahan mencampur, perawatan, dan pembersihannya. c. Tanggung Jawab Componder atau Peracik o Compounder (peracik) dalam peracikan obat atau peracikan makanan (nutriceutical) harus ahli dalam peracikan dan harus terus mengembangkan ilmunya dengan mengikuti seminar dan/atau mempelajari literatur yang cocok. o Seorang compounder harus tidak asing secara detail dengan semua Pharmaceutical Compounding – Nonsterile Preparations, Pharmaceutical Compounding – Sterile Preparations. Sebagai tambahan: o Compounder harus bertanggung jawab dalam:  Mengesahkan semua pesanan resep  Menyetujui atau menolak semua komponen, pengemas produk obat,



penutup, material dalam proses, dan pelabelan.  Membuat dan mengkaji ulang semua catatan compounding untuk



menjamin bahwa tidak terjadi kesalahan dalam proses compounding.  Menjamin pemeliharaan yang cocok, kebersihan, dan pemakaian semua



peralatan yang dipakai dalam praktek peracikan obat.  Menjamin bahwa hanya personil yang diberi wewenang oleh supervisor



compounding akan dekat daerah operasi peracikan obat.



 Menjamin bahwa produk obat dan komponen produk obat adalah tidak



termasuk daftar produk obat yang telah ditarik dari peredaran untuk alasan kesehatan masyarakat. o



Compounder harus menjamin bahwa personil yang diperkerjakan dalam peracikan memakai pakaian yang bersih sesuai dengan tipe sepatu atau item lain yang diperlukan untuk melindungi personil dari kena bahan kimia dan mencegah kontaminasi obat.



o



Compounder harus melaksanakan prosedur untuk mencegah kontaminasi silang bila meracik dengan obat (misalnya penisilin) yang membutuhkan perhatian khusus untuk mencegah kontaminasi silang.



2.1.2. Dispensing a. Definisi Dispensing merupakan proses sejak diterimanya resep sampai obat diberikan kepada pasien diikuti dengan pemberian informasi yang memadai. Hal yang harus diperhatikan dalam dispensing :  Kualitas lingkungan kerja  Proses dispensing  Ketersediaan obat  Alur kerja  Penataan obat



Praktek Dispensing yang baik adalah suatu praktek yang memastikan suatu bentuk yang efektif dari obat yang benar, ditujukan kepada pasien yang benar, dalam dosis dan kuantitas sesuai instruksi yg jelas, dan dalam kemasan yang memelihara potensi obat Lingkungan Dispensing o Yang termasuk lingkungan dispensing adalah staf, sekeliling lingkungan fisik, rak, ruang peracikan, ruang penyimpanan, peralatan, permukaan yang digunakan selama bekerja, dan bahan pengemas. o Lingkungan dispensing harus bersih dan diorganisasikan. Bersih karena umumnya obat digunakan secara internal dan diorganisasikan agar dispensing dapat dilakukan dengan aman, akurat, dan efisien.



o Staf harus memiliki kebersihan diri dan harus memakai baju kerah putih/baju kerja. Sekeliling lingkungan fisik, ruang peracikan, dan ruang penyimpanan harus bebas debu dan kotoran; sebaiknya dibersihkan setiap hari. Wadah dan obat-obattan sebaiknya diorganisasikan dalam rak; sebaiknya obat dalam dan obat luar diletakkan secara terpisah; bahan kimia cair dan padat juga sebaiknya disimpan secara terpisah; semua wadah dan obat harus diberi etiket secara jelas untuk memastikan pemilihan yang aman dari sediaan dan meminimalkan kesalahan. Semua peralatan untuk meracik, seperti lumpang dan alu, spatula, timbangan, dll harus dibersihkan hingga bersih dan kering sebelum pemakaian sediaan selanjutnya. Timbangan sebaiknya dikalibrasi sesuai dengan peraturan yang ada. o Lingkungan dispensing harus memiliki ruangan yang memungkinkan gerakan yang longgar bagi staf selama proses dispensing, tetapi pergerakan harus diminimalkan untuk memelihara efisiensi. o



Sistem perputaran sediaan harus ditetapkan berbasis obat yang digunakan



terlebih dahulu, misalnya yang masuk dulu/keluar dulu. (First In/First Out) Personel Dispensing Selain membaca, menulis, menghitung, dan menuang, personel dispensing harus memiliki kemampuan sebagai berikut: o Pengetahuan tentang obat yang mau didispensing, seperti penggunaan umum, dosis yang digunakan, efek samping yang ditimbulkan, mekanisme kerja obat, interaksi dengan obat lain/makanan, penyimpanan yang baik, dll. o Keterampilan kalkulasi dan aritmatik yg baik. o Keterampilan mengemas yang baik. o Bersifat bersih, teliti, dan jujur. o Memiliki sikap dan keterampilan yang baik dalam berkomunikasi dengan penderita dan profesional kesehatan lain. Proses Dispensing : o Menerima & melakukan konfirmasi resep o Menerjemahkan dan analisis resep



o Menyiapkan obat yg diperlukan & memberi label o Mencatat dan mendokumentasikan kegiatan yg dilakukan o Memberikan konseling dan informasi serta obat kepada pasien Hal-hal yang diperhatikan dalam siklus dispensing dalam menerima resep pastikan: o



Identitas pasien



o



Keabsahan resep (jika kurang, konform ke pasien/dokter).



Dalam menerjemahkan & analisis resep pastikan: o



Ada/tdknya DRP (drug related problem)



o



Dosis, indikasi, kontraindikasi, interaksi obat



o



Kondisi pasien (usia, hamil, menyusui, liver, ginjal)



o



Terapi yang rasional



o



Ketersediaan obat.



Hal yang harus diperhatikan dalam proses peracikan pastikan yaitu: o



Nama obat



o



Macam sediaan



o



Kekuatan obat



o



Jumlah obat



o



Fokus pada obat yang diambil, utk menghindari kesalahan (gunakan sistem barcode)



o



Obat tdk kontak langsung dengan tangan



o



Lingkungan higienis



o



Ketepatan pengukuran miniskus sediaan cair



Dalam mencatat dan dokumentasi pastikan label obat berisi tanggal, nama pasien, nama obat, kekuatan obat, aturan pakai, keterangan tambahan. Label disiapkan satu persatu sesuai obat. Penyerahan obat dengan informasi yang lengkap : o Jadwal minum obat (hubungan dengan makan & obat lain) o Cara minum obat (kunyah, telan, dilarutkan) o Cara menyimpan & menjaga kestabilan



2.2 Sediaan Cair 2.2.1 Pengertian Sediaan Cair Sediaan cair atau potio adalah obat minum dengan penggunaan secara oral yang berupa sirup, larutan suspensi, atau emulsi. 2.2.2 Pembagian Sediaan Cair 1. Larutan (Solutions) Menurut FI IV, solutions atau larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut. Larutan biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaannya, tidak dimasukkan dalam golongan produk lainnya. Misalnya terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang caling bercampur (FI ed IV). Contoh dari larutan antara lain, Larutan penyegar cap kaki tiga dan Iodine povidon solution. Larutan



dibagi



menjadi



beberapa



bentuk,



antara



lain



:



a. Berdasarkan cara penggunaannya : o Larutan oral adalah sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral, mengandung satu atau lebih zat dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis atau pewarna yang larut dalam air atau campuran kosolven air. o Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain dalam kadar tinggi (sirop simplex adalah sirop yang hamper jenuh dengan sukrosa). Larutan oral yang tidak mengandung gula tetapi bahan pemanis buatan seperti sorbitol atau aspartam, dan bahan pengental, seperti gom selulosa, sering digunakan untuk penderita diabetes. o



Eliksir adalah larutan oral yang mengandung etanol (95%) sebagai kosolven (pelarut). Untuk mengurangi kadar etanol yang dibutuhkan untuk pelarut, dapat ditambahkan kosolven lain seperti gliserin dan propilen glikol.



o Larutan topikal adalah larutan yang biasanya mengandung air, tetapi sering kali mengandung pelarut lain seperti etanol dan poliol untuk penggunaan pada kulit, atau dalam larutan lidokain oral topikal.



o Larutan otik adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain dan bahan pendispersi. Penggunaan telinga luar, misalnya larutan otik benzokain dan antipirin, larutan otik neomisin B sulfat, dan larutan otik hidrokortison. b. Berdasarkan sistem pelarut dan zat terlarut o Spirit adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol dari zat mudah menguap umumnya digunakan sebagai bahan pengaroma. o Tingtur adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol yang dibuat dari bahan tumbuhan atau senyawa kimia. Air aromatik adalah larutan jernih dan jenuh dalam air, dari minyak, mudah menguap atau senyawa aromatik, atau bahan mudah menguap lainnya. c. Berdasarkan jumlah zat A yang dilarutkan dalam air atau pelarut lain o Larutan encer yaitu larutan yang mengandung sejumlah kecil zat A yang terlarut. o Larutan yaitu larutan yang mengandung sejumlah besar zat A yang terlarut. o Larutan jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah maksimum zat A yang dapat larutdalam air pada tekanan dan temperatur tertentu. o Larutan lewat jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah zat A yang terlarut melebihi batas kelarutannya di dalam air pada temperatur tertentu. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam sediaan larutan : 1. Kelarutan zat aktif 2. Kestabilan zat aktif dalam larutan 3. Penyimpanan Faktor– faktor yang mempengaruhi kelarutan 1. Sifat polaritas zat terlarut dan pelarut Memiliki pengertian bahwa molekul polar (zat terlarrut) larut dalam pelarut polar, sebaliknya molekul non polar (zat terlarut) akan larut dalam pelarut non polar. 2. Co-solvency



Adalah suatu peristiwa terjadinya kenaikan kelarutan dengan penambahan pelarut lain, atau modifikasi pelarut. Misalnya luminal tidak larut dalam air tetapi larut dalam campuran air + gliserin (Syamsuni, A., 2006). Syarat – Syarat Larutan 1. Zat terlarut harus larut sempurna dalam pelarutnya 2. Zat harus stabil, baik pada suhu kamar dan pada penyimpanan 3. Jernih 4. Tidak ada endapan 2.



Suspensi Ada beberapa defenisi mengenai suspense : o Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa (Anief, Moh., 2004. Halaman 149). o Suspensiones (suspensi) adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bendtuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat mengendap. Kekentalan suspensi tidak boleh terlali tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang (Anonim a., 1979. Halaman 32) o Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel tidak larut dalam bentuk halus yang terdispersi ke dalam fase cair (Syamsuni, A., 2006. Halaman 135) Dari beberapa definisi yang tertera dapat disimpulkan bahwa suspensi adalah



sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut yang terdispersi ke dalam fase cair serta kekentalan suspenditidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang. Suspense terdiri dari beberapa bagian : a. Suspensi oral Adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus yang terdispersi dalam fase cair dengan penambahan bahan pengaroma. b. Suspensi topical Adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus yang terdispersi dalam fase cair, di tunjukan untuk pemakian di permukaan kulit.



c. Suspensi tetes telinga Adalah sediaan cair yang mengandung partikel dalam bentuk halus yang terdispersi dalam fase cair yang di teteskan pada telinga. d. Suspensi oftalmik Sediaan cair yang mengandung partikel sangat halus yang terdispersi dalam cair pembawa untuk pemakaian pada mata. e. Suspensi injeksi Adalah sediaan padat dan kering dengan bahan pembawa yang sesuai persyaratan suspensi steril. (Syamsuni, A. 2006). Syarat-syarat Suspensi adalah sebagai berikut : a. Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap b. Jika dikocok harus segera terdispersi kembali c. Dapat mengandung zat dan bahan menjamin stabilitas suspense d. Kekentalan suspensi tidak bolah terlalu tinggi agar mudah dikocok atau sedia dituang e. Ukuran partikel, erat hubungannya dengan luas penampang partikel serta daya tekan ke atas dari cairan suspense f. Jumlah partikel, makin besar konsentrasi maka semakin besar kemungkinan terjadinya endapan partikel dalam waktu yang singkat g. Sifat atau muatan partikel, terjadinya interaksi antara bahan yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan tertentu. Metode atau cara Pembuatan Suspensi : a. Metode Dispersi metode ini dilakukan dengan cara menambahkan serbuk bahan obat kedalam misilago yang telah terbentuk, kemudian baru di encerkan. b. Metode Prestipitasi zat yang hendak didespersiakan di larutkan terlebih dulu kedalam pelarut organik yang hendak di campur dengan air. (Syamsuni, A. 2006) Sistem Pembentukan Suspensi : a. Sistem defukolasi, partikel defukolasi mengendap perlahan akhir nya membentuk sedimen,akan terjadi agregasi, dan akhirnya terbentuk cake yang



keras dan sukar tersuspensi kembali. b. Sistem flokulasi, partikel flokulasi terikat lemah, cepat mengendap dan pada penyimpanan tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi kembali. (Syamsuni, A. 2006) 3. Emulsi Ada beberapa pengertian mengenai emulsi : a. Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispersinya terdiri9 dari bulatanbulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur. (Ansel, Howard. 2005. Halaman 376 ) b. Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan lainnya dalam bentuk tetesan kecil. (Anonim b. 1995. Halaman 6 ) c. Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. (Anonim a. 1979. Halaman 9 ) d. Emulsi adalah sediaan yang mengandung dua zat cair yang tidak tercampur, biasanya air dan minyak, cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain (sistem dispersi, formulasi suspensi dan emulsi Halaman 56 ) Dari beberapa defini yang tertera dapat disimpulkan bahwa emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan pembawa yang membentuk butiran-butiran kecil dan distabilkan dengan zat pengemulsi/surfaktan yang cocok. Ada beberapa jenis emulsi sebagai berikut : a. Oral Umumnya emulsi tipe o/w, karena rasa dan bau minyak yang tidak enak dapat tertutupi, minyak bila dalam jumlah kecil dan terbagi dalam tetesan-tetesan kecil lebih mudah dicerna. b. Topikal Umumnya emulsi tipe o/w atau w/o tergantung banyak faktor misalnya sifat zatnya atau jenis efek terapi yang dikehendaki. Sediaan yang penggunaannya di kulit dengan tujuan menghasilkan efek lokal. c. Injeksi



Sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan secara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Contoh : Vit. A diserap cepat melalui jaringan, bila diinjeksi dalam bentuk emulsi (Syamsuni, A. 2006) Emulsi terbagi dalam beberapa tipe : a. Tipe emulsi o/w atau m/a : emulsi yang terdiri atas butiran minyak yang tersebar atau terdispersi ke dalam air. Minyak sebagai fase internal, air sebagai fase eksternal. b. Tipe emulsi w/o atau m/a : emulsi yang terdiri atas butiran air yang tersebar atau terdispersi ke dalam minyak. Air sebagai fase internal, minyak sebagai fase eksternal (Syamsuni, A. 2006) Ada beberapa contoh kerusakan emulsi yang tidak memenuhi persyaratan : a. Creaming terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, yaitu nagian mengandung fase dispersi lebih banyak dari pada lapisan yang lain. Creaming bersifat reversibel artinya jika dikocok perlahan akan terdispersi kembali. b. Koalesensi dan cacking (breaking) pecahnya emulsi karena film yang meliputi partikel rusak dan butiran minyak berkoalesensi/menyatu menjadi fase tunggal yang memisah. Emulsi ini bersifat irreversible. Hal ini terjadi karena : • Peristiwa kimia : penambahan alkohol, perubahan pH • Peristiwa fisika : pemanasan, pendinginan, penyaringan • Peristiwa biologi : fermentasi bakteri, jamur, ragi c. Inversi fase peristiwa berubahnya tipe emulsi o/w menjadi w/o secara tiba-tiba atau sebaliknya sifatnya irreversible. Ada beberapa metode pembuatan emulsi : a. Metode GOM kering b. Metode GOM basah c. Metode botol C. Manfaat Dan Kerugian Sediaan Cair



1. Larutan a. Keuntungan • Merupakan campuran homogeny • Dosis dapat diubah – ubah dalam pembuatan • Dapat diberikan dalam larutan encer, sedangkan kapsul dan tablet sulit diencerkan • Kerja awal obat lebih cepat, karena obat cepat di absorbs • Mudah diberi pemanis, pengaroma, pewarna • Untuk pemakaian luar mudah digunakan b. Kerugian • Ada obat yang tidak stabil dalam larutan • Ada obat yang sukar ditutupi rasa dan baunya dalam larutan (Syamsuni, A., 2006). 2. Emulsi a. Keuntungan • Meningkatkan bioavalailibilitas obat • Memberikan perlindungan terhadap obat yang rentan terhadap oksidasi dan hidrolis • Mentupi rasa tidak enak • Sebagai topikaal : membersihkan, pembawa air (pelembut yang excellent) ke kulit. • Viskositas, penampilan dan tingkat lemak dari emulsi kosmetik atau dermatologi dapat di control. • Emulsi parenteral, karena tetesan harus dipertahankan stabil dengan ukuran < 1 µ untuk mencegah emboli. 3. Suspensi a. Keuntungan • Bahan obat tidak larut dapat bekerja sebagai depo, yang dapat memperlambat terlepasnya obat. • Beberapa bahan obat tidak stabil jika tersedia dalam bentuk larutan. Obat dalam sediaan suspensi rasanya lebih enak dibandingkan dalam larutan, karena rasa obat



yang tergantung kelarutannya. b. Kerugian • Rasa obat dalam larutan lebih jelas. • Tidak praktis bila dibandingkan dalam bentuk sediaan lain, misalnya pulveres, tablet, dan kapsul. • Rentan terhadap degradasi dan kemungkinan terjadinya reaksi kimia antar kandungan dalam larutan di mana terdapat air sebagai katalisator .



   



PROBLEMA COMPOUNDING&DISPENSING SEDIAAN CAIR No 1.



KASUS



MASALAH



SOLUSI



Seorang pasien datang ke apotek ingin



cara pemikiran pasien yang



sebagai apoteker memberikan penjelasan tentang



membeli obat batuk yang paten tetapi pada



menyebutkan obat paten lebih



obat paten dan obat generic yang memiliki



apotek tersebut obat paten yang paisen



baik dari pada obat generik



khasiat yang sama



Seorang Apoteker atau Asisten Apoteker



Pasien atau wali pasien tidak



Sebagai Apoteker atau Asisten Apoteker harus



memberikan obat untuk pasien. Obat



selalu tahu tentang obat. Bisa saja



sigap untuk memberikan informasi ke pasien



tersebut berupa antibiotic sirop kering



obat antibiotic sirop kering tadi



terkait obat yang telah diberikan, contohnya



sebanyak 60ml. Setelah itu Apoteker lupa



langsung ditambahkan air



memberitahu jika air yang ditambahkan cukup



tersebut maksudkan sedang restock dan kemudian Apoteker pada apotek tersebut menawarkan obat generic yang memiliki komposisi dan khasiat yang sama tetapi pasien tidak mau karena menurutnya obat paten lebih mahal sehingga memiliki khasiat yang lebih baik 2



memberikan informasi untuk pasien kalau



3



4



obat tersebut harus ditambahkan air.



sebanyak yang ia inginkan



batas tanda panah ataupun 60ml.



Ada beberapa jenis obat khususnya sirup



Dikhawatirkan pasien tidak



Apotek menyiapkan tutup takar sendiri untuk



yang tidak menyediakan tutup takar.



memiliki tutup takar sendiri



diberikan kepada pasien disertai edukasi



Seperti amoxicillin dry sirup, zink kids



dirumah sehingga bisa terjadi



mengenai jumlah yang diminum



sirup, dan lain-lain.



ketidaktepatan terhadap dosis.



Pada sebuah apotek yang memiliki praktek



Sirup amoksisilin hanya tahan 7



dokter anak setiap setiap hari



hari setelah tutup botol dibuka dan ataudiencerkan apabila ada resep masuk saja



mengencerkan/melarutkan 20 botol



sirup diencerkan, jadi bisa saja



Amoksisilin kering sirup. setiap sirup yang



sirup amoksisilin terkontaminas



di encerkan sekarang tidak selalu habis



iselamat penyimpanan diapotek



diberikan untuk pasien dalam sehari-hari



yang dapat menyebabkan



jadi ada sirup yang telah diencerkan tersisa



menurun atau gudang khasiat dari



di apotek.



obat



R/ Amoxicillin dry syr I



Diperlukan ketepatan penambahan pelarut



Sirup amoksisilin diencerkan seperlunya saja untuk mengindari kontaminasi dari luar



5 S.3dd.5cc



diukur 60ml air dengan menggunakan gelas ukur kemudian dimasukkan ¾ kedalam botol lalu kocok hingga terlarut dan homogen



setelah itu tambahkan sisa air hingga tanda batas. Pro : Nindi (5th)



6



Melepaskan etiket obat asli pada botol sirup Pasien tidak tahu dengan jelas



Etiket tidak perlu diganti, atau walaupun diganti



lalu diganti dengan etiket apotek sendiri



dilengkapi dengan informasi yang jelas



obat apa yang digunakannya, sehingga pasien jadi kurang mandiri untuk melakukan swamedikasi



7



Seorang pasien menerima resep dari dokter



Pasien belum mengerti kalau



Apoteker memberikan informasi kepada pasien



clamixin forte (3x1 sendok), sedangkan



clamixin biasa jika diberikan 2



bahwa clamixin forte dengan clamixin biasa itu



sediian yang ada di instalasi farmasi



sendok dosisnya akan sama



zat aktif nya sama, yg membedakan adalah kadar



clamixin biasa, lalu apoteker memberikan



dengan clamixin forte 1 sendok.



zat aktifnya, sehingga clamixin biasa jika



clamixin dengan aturan pakai menjadi 2



diberikan 2 sendok maka dosis nya akan sama



sendok, sehingga pasien tidak mau



dengan clamixin forte 1 sendok.



mengambil obat karna obat yang diberikan berbeda.



8



Kebiasaaan meminum obat sesudah makan



pasien kurangnya mengerti bahwa



seharusnya diberikan edukasi yang jelas tentang



ex: gol antasida syr



tidak smua obat syr diminum



aturan makan obat maag



langsung sesudah makan. 9



Obat cair diguakan kembali oleh pasien



Kurangnya pengetahun pasien



Seharus diberikan edukasi yang jelas tentang



walapun rasa,warna, bau dan kejernihan



tentang lama jangka waktu obat



rentan waktu penggunaan dan penyimpanan obat



dari larutan obat sudah berubah



masih dapat digunakan dan cara



cair.



penyimpanannya. 10



 



Penggunaan obat cair orang lain karena



Kurangnya pengetahuan pasien



Apotker Sebaiknya memeberikan edukasi yang



gejala yang sama



bahwa menggunakan obat cair



jelas bahwa penggunaan obat cair orang lain



orang lain tidak dapat dilakukan



tidak tepat untuk dilakukan



BAB III. PENUTUP 3.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa seorang pharmacist yang berada dilapangan bisa saja menemukan berbagai macam masalah mengenai compunding dan dispensing dan kita dituntut untuk mencari solusi dengan cepat agar tidak terjadi kesalahan yang fatal ketika obat tersebut sampai ke tangan pasien. 1.



Compounding adalah melibatkan pembuatan (preparation), pencampuran (mixing), pemasangan (assembling), pembungkusan, dan pemberian label (labelling) dari obat atau alat sesuai dengan resep dokter yang berlisensi atas inisiatif yang didasarkan atas hubungan dokter/pasien/farmasis/compounder dalam praktek profesional.



2.



Dispensing adalah proses sejak diterimanya resep sampai obat diberikan kepada pasien diikuti dengan pemberian informasi yang memadai.



3.



Sediaan cair atau potio adalah obat minum dengan penggunaan secara oral yang berupa sirup, larutan suspensi, atau emulsi.



3.2 Saran Disarankan kepada pembaca untuk dapat menggunakan makalah ini dengan baik. Agar makalah ini bisa dijadikan sebagai referensi.



DAFTAR PUSTAKA Bhatt, Bhawna and Agrawal, S.S. (2007). Pharmaceutical Engineering-Mixing. Dehli Institute of Pharceutical Science and Research Sector-3. Pushp Vihar. New Delhi. Dirjen Binfar. (2010). Pedoman Pencampuran Obat Suntik dan Penanganan Sediaan Sitostatiska. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Dinas Kesehatan RI (1995). Farmakope edisi III. Jakarta Lachman, L, Lieberman, H.A, Kanig, J.L. (1989). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Universitas Indonesia. Jakarta. Anief, Moh. 1987. Ilmu Meracik Obat. Universitas Gadjah Mada Press : Yogyakarta. Anief, Moh. (2004). Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta. Ansel, Howard. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Erlangga : Jakarta. Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta. Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta. Syamsuni, A. 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. EGC : Jakarta. Syamsuni, A. 2006. Ilmu Resep. EGC : Jakarta. Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.