CRS Tetraparese Tipe UMN [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Case Report Session



Tetraparese Tipe Upper Motor Neuron



Oleh: Duilla Husaina 1110312046



Preseptor: Prof. dr. H. Basjirudin A, Sp.S (K) dr. Lydia Susanti, Sp.S, M. Biomed



Periode 21 November – 21 Desember 2016



BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF RSUP DR. M. DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 2016



1



BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Anatomi Medula Spinalis



Segmen medulla spinalis dan radiks berhubungan dengan corpus vertebrae dan prosessus spinosus. Radiks servikal kecuali C8 keluar melalui foramen diatas corpus vertebrae dan radiks lainnya di bawah korpus vertebrae.3 Medula spinalis dimulai dari akhir medulla oblongata di foramen magnum sampai konus medullaris di Tulang Belakang L1-L2. Medulla Spinalis berlanjut menjadi Kauda Equina. Medula spinalis diperdarahi oleh 2 susunan arteri yaitu arteri spinalis dan arteri radikularis. Arteri spinalis dibagi menjadi arteri spinalis anterior dan posterior yang



berasal



dari



arteri



vertebralis,



sedangkan arteri radikularis dibagi menjadi arteri radikularis posterior dan anterior yang dikenal juga ramus vertebromedularis arteria interkostalis. Medula Spinalis disuplai oleh arteri spinalis anterior dan arteri spinalis posterior. Nervus spinalis yang berasal dari medula spinalis melewati suatu lubang di vertebra yang disebut foramen dan membawa informasi dari medula spinalis sampai ke bagian tubuh dan dari tubuh ke otak. Gambar 1.1. Segmen Medula Spinalis dan Corpus Vertebrae



2



1.2. Fisiologi Neuromuskular



Otot-otot skeletal dan neuron-neuron menyusun susunan neuromuscular voluntary, yaitu sistem yang mengurus dan sekaligus melaksanakan gerakan yang dikendalikan oleh kemauan. Secara anatomik sistem tersebut terdiri dari (1) upper motoneuron (UMN), (2) lower motoneuron (LMN), (3) penghubung unsur saraf dan unsur otot, (4) otot skeletal.1 1.2.1. Upper Motor Neuron (UMN) Semua neuron yang menyalurkan impuks motorik ke LMN tergolong ke dalam UMN. Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik UMN dibagi menjadi traktus piramidalis dan traktus ekstapiramidal.1 Upper motor neuron merupakan suatu kompleks sistem desenden yang menghantarkan impuls dari daerah motorik serebrum dan batang otak subkortikal ke sel kornu anterior medula spinalis, berperan untuk memulai aktivitas otot volunter. Komponen utama UMN adalah traktus piramidalis yang berjalan melalui kapsula interna, batang otak, medulla spinalis anterior ke lower motor neuron medulla spinalis. Komponen lainnya adalah traktus kortikobulbar yang berproyeksi ke nukleus saraf kranial di batang otak yang mempersarafi otot lurik.2 Traktus Piramidalis. Traktus piramidalis disebut juga dengan traktus kortikospinalis. Neuronneuron yang menyalurkan impuls motorik merupakan penghuni girus presentralis (korteks motorik). Neuron ini berada dilapisan ke-V dan masing-masing berhubungan dengan gerak otot. Kortek motorik yang menghadap ke fisura longitudinalis serebri mempunyai koneksi dengan gerak otot kaki dan tungkai bawah. Neuron korteks motorik yang dekat dengan fisura lateralis serebri mengurus otot laring, faring, dan lidah. Gerakan otot seluruh anggota tubuh ini dapat dipetakan dalam bentuk homukulus motorik (gambar 1.1).



1,3



Traktus



kortikobulbar berfungsi untuk gerakan-gerakan otot kepala dan leher, sedangkan traktus kortikospinal berfungsi untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan anggota gerak.2



3



Melalui aksonnya neuron korteks motorik mengubungkan motoneuron yang membentuk inti motorik saraf kranial dan motoneuron di kornu anterior medulla



spinalis.



Akson



tersebut



menyusun



traktus



kortikospinal



dan



kortikobulbar. Sebagian berkas saraf turun dari kortek motorik menuju bagian diantara talamus dan ganglia basalis yang disebut kapsula interna. Dari kapsula interna jaras akan berlanjut ke mesensefalon, pons dan medulla oblongata. Di medulla oblongata bagian ventral jaras berkumpul di piramis. Sepanjang batang otak, serabut-serabut kortikobulbar meninggalkan kawasan untuk menyilang dan berakhir di motoneuron saraf kranialis motorik sisi kontralateral ( n.III, n.IV, n.V, n.VI, n.VII, n.IX, n. X, n.XI, n.XII) (gambar 1.2).1,3



Gambar 1.2. Homukulus Motorik. A. Korteks sensoris, B. Kortek motoris.3



Pada perbatasan medulla oblongata dan medulla spinalis, traktus kortikospinal sebagian besar menyilang dan membentuk traktus kortikospinal lateral (traktus piramdalis lateralis), yang berjaalan di funikulus posterolateralis kontralateralis. Sebagian lagi tidak menyilang dan berlanjut ke traktus kortikospinal



ventral.



Pada



bagian



servikal



disampaikan



55%



serabut



kortikospinal, sedangkan pada torakal dan lombosakral adalah 20% dan 25 %.



4



Mayoritas motoneuron yang menerima impuls motorik berada di intumesensia servikalis dan lumbalis yang mengurus otot anggota gerak atas dan bawah.1,3



Gambar 1.3. Traktus Kortikospinal dan Kortikobulbar.3



Traktus Ektrapiramidal Traktus ekstrapiramidal terdiri dari korpus striatum, globus palidus, inti talamik, nukleus subtalamikus, substansia nigra, formation retikularis batang otak, serebelum berikut dengan korteks motorik tambahan, yaitu area 4, area 6 dan area 8. Komponen tersebut dihubungkan satu dengan yang lain dalam bentuk sirkuit yang disebut sirkuit striatal.1



5



Fungsi traktus ekstrairamidalis berhubungan dengan gerakan-gerakan kasar stereotipik terutama pada otot proksimal, traktus ini juga bertanggung jawab untuk gerakan asosiasi mendukung aktivitas volunteer, mengatur tonus otot, dan sikap tubuh. Traktus ini banyak terlibat dalam pengendalian gerakan supaya gerakan menjadi komplek seperti melangkah, berjalan dan berbicara.2



1.2.2. Lower Motor Neuron (LMN) LMN terletak pada substansia grisea anterior dari medulla spinalis atau batang otak yang mempunyai akson yang berjalan menuju saraf kranial atau perifer ke motor end plate otot. Disebut juga dengan “final common pathway” karena



berada



dibawah



pengaruh



traktus



kortikospinalis,



rubrospinalis,



olivospinalis, vestibulospinalis, retikulospinalis, dan tektospinalis, serta neuron reflex segmental dan intesegmental.2 LMN terdiri dari α -motoneuron (serabut tebal) dan



γ -motoneuron



(serabut halus). Tiap motoneuron ini menjulurkan hanya satu akson. Tiap motoneuron berperan dalam keseimbangan tonus otot untuk menciptakan gerakan tangkas. Setiap akson bercabang mensarafi seutas serabut otot membentuk unit motorik. Tugas motoneuron hanya menimbulkan gerak otot, sedangkan yang menghambat gerak otot disebut interneuron. Interneuron menjadi sel penghubung antara motoneuron dengan pusat eksitasi dan inhibisi di formasio retikularis batang otak. Interneuron dikenal dengan sel Renshaw (gambar 1.3).1 Bila terjadi kerusakan pada motoneuron, maka serabut otot yang tergabung dalam unit motorik tidak dapat berkontraksi karena motoneuron adalam satu-satunya saluran untuk menghantarkan impuls motorik. Bila terjadi kerusakan otot yang terkena akan menjadi atrofi dan akan muncul aktifitas abnormal pada otot yang sehat yang disebut dengan fasikulasi.1



6



Gambar 1.4. Sel Renshaw.



1.3. Definisi Berdasarkan kamus kedokteran, “parese” merupakan suatu keadaan terdapatnya kelemahan otot akibat kerusakan atau penyakit yang menyerang saraf. Sedangkan “plegia” merupakan suatu keadaan hilangnya kekuatan otot akibat kerusakan saraf.4 Tetraparese juga diistilahkan juga sebagai quadriparese, yang keduanya merupakan parese dari keempat ekstremitas.”Tetra” dari bahasa yunani sedangkan “quadra” dari bahasa latin. Tetraparese/plegik dapat terjadi karena gangguan pada nervus perifer, otot maupun myoneural junction; substansia grisea medulla spinalis; atau upper motor neuron bilateral di segmen servikal medulla spinalis, batang otak, maupun otak besar.3 1.4. Epidemiologi Motor defisit paling banyak disebabkan oleh trauma pada medulla spinalis dan manifestasi sesuai dengan level yang terkena. Medula spinalis segmen C1-C4 mempersarafi otot kepala dan leher, mengatur diafragma, dan dilewati oleh jaras asenden maupun desenden. Lesi pada daerah servikal ini berakibat fatal karena dapat menimbulkan paralisis diafragma dan paralisis total keempat ekstremitas (tetraplegik).4 Telah dilaporkan insiden dari trauma medulla spinalis antara 10,4 sampai 83 per 1.000.000 penduduk pertahun. Sepertiga pasien dengan trauma medulla spinalis dilaporkan mengalami tetraplegik dan 50 persen diantaranya mengalami lesi komplit. Di Amerika Serikat insiden trauma medulla spinalis mencapai 906 per 1.000.000 perduduk‘, setara dengan 230.000 penduduk dengan tetraplegi atau paraplegi dan angka tetraparese 200.000 per tahunnya. 50 % trauma terjadi pada level servikal menghasilkan tetraplegi.4



7



Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi. Pembagian ini penting untuk meramalkan prognosis dan penanganan selanjutnya.. Data di Amerika Serikat menunjukkan urutan frekuensi disabilitas neurologis karena cedera medula spinalis traumatika sbb : (1) tetraparese inkomplit (29,5%), (2) paraparese komplit (27,3%), (3) paraparese inkomplit (21,3%), dan (4) tetraparese komplit (18,5%).5 1.5. Etiologi Berikut ini adalah penyebab umum dari tetraparase, yaitu : 1. Tipe UMN a. Kompresi spinal cord oleh tumor. b. Trauma dengan lesi komplit atau inkomplit.1,3 2. Tipe LMN a. Infeksi seperti Guillain-Barre Syndrome, acute



myelitis,



polymielitis. b. Gangguan metabolisme tubuh. 1,3 1.6. Klasifikasi Tetraparese dapat disebabkan oleh karena kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) atau kerusakan Lower Motor Neuron (LMN). Kelumpuhan atau kelemahan yang terjadi pada kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) disebabkan karena adanya lesi di medula spinalis. Kerusakan terjadi karena tekanan dari vertebra atau diskus intervetebralis. Hal ini berbeda dengan lesi pada LMN yang berpengaruh pada serabut saraf yang berjalan dari anterior medula spinalis sampai ke otot.6



Pembagian tetraparese berdasarkan lokasi kerusakan: a. Tetraparese spastik Tetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertoni.1 b. Tetraparese flaksid



8



Tetraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus atot atau hipotoni.2 1.7. Patofisiologi Tetraparese tipe UMN oleh Tumor Medula Spinalis Neoplasma dan space occupying lesion (SOL) lainnya pada kanalis spinalis dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu; (1) yang berasal dari komponen medulla spinalis baik tumor primer maupun metastase yang mendesak dan merusak traktus dan substansia grisea medulla spinalis (intramedulari) dan (2) tumor yang berasal dari luar medulla spinalis (ekstramedulari), yang dapat berasal dari corpus vertebral dan jaringan epidural (ekstradural) atau dari leptomeningeal maupun radiks (intradural). Secara epidemiologi prevalensi dari tumor medulla spinalis yaitu 5% intramedular, 40% intradural (ekstramedular), dan 55% ekstradural, sebagian besar tumor merupakan metastasis dari bagian tubuh lain.3 Pasien dengan tumor medula spinalis memiliki tiga gejala kardinal, yaitu (1) sindroma sensorimotor traktus spinalis, (2) sindroma nyeri radikular spinal, (3) sindrom intramedular siringomielik. Gejala sindroma sensorimotor traktus spinalis adalah kelemahan anggota gerak asimetris yang bersifat spastik, menurun, atau hilangnya sensasi nyeri dan suhu sesuai level medulla spinalis, tidak mampu menahan buang air kecil yang muncul secara bertahap dan progresif dalam hitungan mingu dan bulan, terkadang diikuti dengan nyeri pada daerah yang terkena. Gejala sindroma nyeri radikular spinal, nyeri seperti ditusuk pisau atau benda tajam lainnya yang bersifat radier kearah distal lesi. Selain nyeri juga ditemukan kekakuan pada punggung. Sindroma intramedular siringomielik paling banyak disebabkan oleh ependimoma dan astrositoma dengan gejala utama kehilangan sensasi, amiotropi, inkontinensia dan kelemahan kortikospinal.3



9



Gambar 1.5. Tumor medulla spinalis. (a,b) Tumor ekstradural: a. dari dorsal ke medulla spinalis, b. dari ventral ke medulla spinalis, c. Tumor intraduralekstramedular, d. Tumor intradural-intramedular.



Tumor ekstadural baik primer maupun sekunder, harus dibedakan dengan spondilosis servikalis, granuloma tuberkulosis, sarkoidosis, piogenik kronis dari granulomatosa jamur, lipoma dan lain sebagianya, Tumor ekstradural bisa menimbulkan low back pain dengan sedikit atau tanpa gejala gangguan motorik, sensorik, reflek, atau sfingter. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan lumbal pungsi dan MRI untuk menyingkirkan diagnosis banding.3 1.8. Gambaran Klinik Adapun gambaran klinis dari lesi UMN adalah:1,2,3 a. Peningkatan tonus otot atau hipertonia Gejala ini terjadi karena hilangnya pengaruh inhibisi korteks motorik tambahan terhadap inti medulla spinalis. Hipertonia merupakan ciri khas dari disfungsi komponen ekstrapiramidal susunan UMN. Hipertonia tidak akan terjadi pada lesi paralitik yang hanya menyerang korteks motorik primer saja (traktus piramidalis). Hipertonia tidak melibatkan semua otot skeletal. Apabila lesi merusak impuls piramidalis maka hipertonia akan terjadi pada posisi ekstensi. Apabila impuls ekstrapiramidal ikut terlibat, maka akan muncul hipertonia posisi fleksi.1 b. Hiperefleksia



10



Reflek adalah gerak otot skeletal yang timbul sebagai jawaban atas suatu perangsangan. Pada kerusakan UMN, reflek tendon lebih peka dari pada keadaan biasa (hiperefleks). Hiperekfleks terjadi karena impuls inhibisi dari susunan piramidal dan ekstrapiramidal tidak dapat disampaikan ke motoneuron.1 c. Klonus Hiperefleksia sering diiringi dengan klonus. Klonus merupakan gerak otot reflektorik yang muncul berulang-ulang selama perangsangan masih berlangsung.1,3 d. Refleks patologis Mekanisme reflek patologis masih belum jelas. Reflek patologis di antaranya adalah reflek Hoffman-tromner, reflek babinski, reflek chaddock, reflek oppenheim, reflek Gordon, dan reflek scaeffer.1,2 e. Tidak ada atrofi pada otot yang lumpuh Atrofi terjadi akibat kerusakan pada motoneuron yang mempersarafi unit motorik. Rusaknya motoneuron akan diikuti dengan mengecilnya sel otot. Pada lesi UMN motoneuron tidak terlibat sehingga tidak menimbulkan atrofi. Namun otot yang terkena masih dapat mengalami atrofi akibat otot tidak bergerak (disuse atrophy).1



11



Tabel 1.1. Tanda dan gejala tumor medula spinalis menurut lokasi.7 Lokasi Foramen magnum



Servikal



Torakal



Lumbosakral



Kauda ekuina



Tanda dan gejala Asimptopmatis. Gejala awal adalah nyeri servikalis posterior disertai Hiperestesia pada dermatom vertebra servikalis kedua (C2). Peningkatan tekanan intra kranial akibat aktivitas (contoh; batuk, mengedan, mengangkat barang, atau bersin) dapat memperburuk nyeri. Gejala tambahan adalah gangguan sensorik dan motorik pada tangan. Perluasan tumor menyebabkan kuadriplegia spastik dan hilangnya sensasi secara bermakna. Gejala-gejala lainnya adalah pusing, disartria, disfagia, nistagmus, kesulitan bernafas, mual dan muntah, serta atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Temuan neurologik tidak selalu timbul tetapi dapat mencakup hiperrefleksia, rigiditas nuchal, gaya berjalan spastik, palsi N.IX hingga N.XI, dan kelemahan ekstremitas Tanda-tanda sensorik dan motorik mirip lesi radikular dengan keterlibatan bahu dan lengan. Keterlibatan tangan pada lesi servikalis bagian atas (misal, diatas C4) disebabkan oleh kompresi suplai darah ke kornu anterior melalui arteria spinalis anterior. Pada umumnya terdapat kelemahan dan atrofi gelang bahu dan lengan. Tumor servikalis yang lebih rendah (C5, C6, C7) menyebabkan refleks tendon ekstremitas atas (biseps, brakioradialis, triseps) menjadi hilang. Defisit sensorik membentang sepanjang tepi radial lengan bawah dan ibu jari pada kompresi C6, melibatkan jari tengah dan jari telunjuk pada lesi C7, dan lesi C7 menyebabkan hilangnya sensorik jari telunjuk dan jari tengah. Kelemahan spastik yang timbul perlahan pada ekstremitas bagian bawah kemudian mengalami parestesia. Nyeri, perasaan terjepit dan tertekan pada dada dan abdomen. Pada lesi torakal bagian bawah, refleks perut bagian bawah dan tanda Beevor (umbilikus menonjol apabila penderita pada posisi telentang mengangkat kepala melawan suatu tahanan) dapat menghilang. Kompresi medula spinalis lumbal bagian atas menghilangkan refleks kremaster dan menyebabkan kelemahan fleksi panggul dan spastisitas tungkai bawah. Refleks lutut, refleks pergelangan kaki dan tanda Babinski bilateral dapat menghilang. Nyeri dialihkan keselangkangan. Lesi yang melibatkan lumbal bagian bawah dan segmen-segmen sakral bagian atas menyebabkan kelemahan dan atrofi otot-otot perineum, betis dan kaki, serta kehilangan refleks pergelangan kaki. Hilangnya sensasi daerah perianal dan genitalia yang disertai gangguan kontrol usus dan kandung kemih merupakan tanda khas lesi yang mengenai daerah sakral bagian bawah. Menyebabkan gejala-gejala sfingter dini dan impotensi. Tanda-tanda khas lainnya adalah nyeri tumpul pada sakrum atau perineum, yang kadang-kadang menjalar ke tungkai. Paralisis flaksid terjadi sesuai dengan radiks saraf yang terkena dan terkadang asimetris.



12



1.9. Diagnosis



Diagnosis ditegakkan berdasarkan : a. Anamnesis (Riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga). b. Pemeriksaan penunjang :  Foto vertebrae servikal/lumbal dilakukan untuk mengetahui adanya trauma, penyempitan maupun pergeseran susunan tulang 



belakang. Pungsi lumbal dilakukan untuk menyingkirkan beberapa penyakit pembanding seperti sindrom guillain barre, adanya peningkatan







protein sito albumin yang disertai peningkatan jumlah selnya. Elektromiografi dapat menunjukan adanya fibrilasi, fasikulasi,







atrofi dan denervasi (pada penyakit ALS) MRI untuk melihat jaringan lunak pada bagian medulla spinalis, untuk menentukan etiologi dan lokasi lesi.5



1.10. Terapi a. Terapi Farmakologi Penanganan farmakologis utama untuk tumor medulla spinalis adalah dengan pemberian kortikosteroid, bisa diberikan deksametason atau metilprednisolon untuk mengurangi nyeri pada 85% kasus dan kemungkinan juga menghasilkan perbaikan neurologis.7 b. Terapi non farmakologi Terapi non farmakologi tumor adalah pembedahan dan radioterapi. Penatalaksanaan pembedahan maupun radiasi disesuaikan berdasarkan derajat blok dan kecepatan munculnya kemunduran. Terapi radiasi direkomendasikan untuk tumor intramedular yang tidak dapat diangkat dengan sempurna.7



13



BAB 2 LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama



: Tn. A



Umur



: 26 Tahun



Pekerjaan



: Mahasiswa



Alamat



: Batang Kampar, Riau



No MR



: 962168



Seorang pasien laki-laki berumur 26 tahun datang ke IGD RSUP DR.M Djamil Padang pada tanggal 17 November 2016 dengan : ANAMNESIS Keluhan Utama : Lemah keempat anggota gerak. Riwayat Penyakit Sekarang : 



Lemah keempat anggota gerak sejak 8 bulan yang lalu, terjadi berangsur-angsur. Awalnya pasien merasa kebas pada tangan dan kaki kanan diikuti kebas pada tangan kiri sekitar 2 minggu kemudian. Awalnya pasien masih bisa berjalan, namun 3 bulan ini pasien tidak bisa lagi berjalan dan aktifitas pasien harus dibantu oleh keluarga.







Gangguan buang air besar dan kecil tidak ada







Gangguan berkeringat tidak ada







Gangguan keseimbangan tidak ada







Demam dalam 3 bulan terakhir tidak ada



Riwayat Penyakit Dahulu : 



Riwayat nyeri pada leher



±



1 tahun yang lalu, awalnya hanya saat



menoleh ke kanan namun sekarang pasien hanya bisa menoleh ke kiri. 



Riwayat trauma pada leher dan kepala tidak ada.







Riwayat keganasan di bagian tubuh lain tidak ada.



14



Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat keganasan







Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan : 



Pasien seorang mahasiswa dengan aktifitas fisik sedang







Pasien tidak merokok.



PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis : Keadaan Umum



:Buruk



Kesadaran



: Komposmentis kooperatif



Tekanan Darah



: 120/70 mmHg



Frekuensi Nadi



: 80 x/menit



Frekuensi Nafas



: 18 x/menit



Suhu



: 36,8C



Tinggi Badan



:165 cm



Berat Badan



: 50 kg



Status Gizi



: kurang



Status Internus : Kepala



:Normochepal



KGB



:Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening



Mata



:Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik



Leher



:JVP 5-2 cm H2O



Thorak



:



Paru



: Inspeksi



: simetris, statis dan dinamis



Palpasi



: fremitus normal kiri sama dengan kanan



Perkusi



: sonor



Auskultasi : vesikuler, rokhi (-), wheezing (-) Jantung



: Inspeksi



: iktus tidak terlihat



Palpasi



: iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V



Perkusi



: batas-batas jantung dalam batas normal



Auskultasi : irama teratur, bising (-) 15



Abdomen :



Inspeksi



: Tidak tampak membuncit



Palpasi



: Suppel, NT (-), NL (-),Hepar dan lien tidak teraba



Perkusi



: Timpani



Auskultasi : Bising usus (+) Normal Corpus Vertebrae : Inspeksi



: Deformitas (-), Gibbus (-), Tanda radang (-)



Palpasi



: Nyeri tekan (+)



Status Neurologis : 1.



GCS 15 : E4 M6 V5



2.



Tanda rangsangan meningeal : sulit dinilai



3.



Tanda peningkatan tekanan intrakranial : - muntah proyektil (-) - sakit kepala progresif (-)



4.



Nn Kranialis : N. I (Olfaktorius) Penciuman Subjektif Objektif (dengan bahan)



Kanan + + (normosmia)



Kiri + + (normosmia)



Kanan 5/5 Normal Normal Tidak dilakukan



Kiri 5/5 Normal Normal Tidak dilakukan



N. II (Optikus) Penglihatan Tajam penglihatan Lapangan pandang Melihat warna Funduskopi N. III (Okulomotorius) Kanan



Kiri



Bola mata



Bulat



Bulat



Ptosis Gerakan bulbus Strabismus Nistagmus



Bebas -



Bebas -



16



Ekso/endotalmus Pupil  Bentuk  Refleks cahaya  Refleks akomodasi  Refleks konvergensi



-



-



Bulat + + +



Bulat + + +



Kanan Baik Orto -



Kiri Baik Orto -



Kanan Baik Orto -



Kiri Baik Orto -



Kanan



Kiri



+ + + +



+ + + +



+ +



+ +



+ +



+ +



+



+



N. IV (Trochlearis)



Gerakan mata ke bawah Sikap bulbus Diplopia N. VI (Abdusen)



Gerakan mata ke lateral Sikap bulbus Diplopia N. V (Trigeminus)



Motorik  Membuka mulut  Menggerakkan rahang  Menggigit  Mengunyah Sensorik  Divisi oftalmika - Refleks kornea - Sensibilitas  Divisi maksila - Refleks masetter - Sensibilitas  Divisi mandibula - Sensibilitas



N. VII (Fasialis) Plica nasolabialis kiri lebih datar



Raut wajah Sekresi air mata



Kanan Simetris +



17



Kiri Simetris +



Fissura palpebra Menggerakkan dahi Menutup mata Mencibir/ bersiul Memperlihatkan gigi Sensasi lidah 2/3 depan Hiperakusis



Normal + + + + + -



Normal + + + + + -



N. VIII (Vestibularis) Kanan Kiri + + + + Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan



Suara berbisik Detik arloji Rinne tes Weber tes Schwabach tes - Memanjang - Memendek Nistagmus - Pendular - Vertikal - Siklikal Pengaruh posisi kepala



-



-



-



-



Kanan + +



Kiri + +



Kanan Simetris Ditengah Normal Normal Normal



Kiri Simetris Ditengah Normal Normal Normal



Kanan + + + +



Kiri + + + +



N. IX (Glossopharyngeus)



Sensasi lidah 1/3 belakang Refleks muntah (Gag Rx) N. X (Vagus)



Arkus faring Uvula Menelan Suara Nadi N. XI (Asesorius)



Menoleh ke kanan Menoleh ke kiri Mengangkat bahu kanan Mengangkat bahu kiri



18



N. XII (Hipoglosus) Kanan Simetris Simetris -



Kedudukan lidah dalam Kedudukan lidah dijulurkan Tremor Fasikulasi Atropi



Kiri Simetris Simetris -



5. Pemeriksaan koordinasi Cara berjalan Romberg tes Ataksia Rebound phenomen Test tumit lutut



Sulit dilakukan Sulit dilakukan Sulit dilakukan Sulit dilakukan Sulit dilakukan



6. Pemeriksaan fungsi motorik a. Badan b. Berdiri dan berjalan c. Ekstremitas Gerakan Kekuatan Tropi Tonus



normal normal



normal normal



Superior Kanan Kiri Hipoakti Hipoaktif f 333 444 eutropi eutropi eutonus eutonus



Inferior Kanan Kiri Hipoaktif Hipoakti f 333 444 eutropi eutropi eutonus eutonus



7. Pemeriksaan sensibilitas Sensibiltas taktil Sensibilitas nyeri Sensiblitas termis Sensibilitas kortikal Stereognosis Pengenalan 2 titik Pengenalan rabaan



baik baik baik baik baik baik baik



8. Sistem refleks a. Fisiologis Kornea



Dinding perut



Kanan +



Kiri +



Biseps Triseps KPR APR Bulbokvernosus



19



Kanan ++ ++ ++ ++



Kiri



-



  



Cremaster Sfingter



Atas Tengah Bawah



b.Patologis Lengan HoffmannTromner



Kanan



Kiri



-



-



9. Fungsi otonom - Miksi - Defekasi - Sekresi keringat



Kanan



Kiri



Tungkai Babinski



+



+



Chaddocks Oppenheim Gordon Schaeffer Klonus paha Klonus kaki



+ + + + + +



+ + + + + +



: neurogenik bladder (-) : baik : baik



10. Fungsi Luhur Glasgow Coma Scale



:E4 M6 V5= 15



Reaksi Bicara



: baik



Reaksi Intelek



: baik



Reaksi Emosi



:Stabil



Pemeriksaan Laboratorium Darah Rutin : Hb



: 13,7 gr/dl



Leukosit : 7.500 /mm3 Trombsit: 388.000 /mm3 Ht



: 40%



Kimia Klinik: GDS: 89 gr/dl Ureum



: 12 mg/dl



Kreatinin



: 0,6 mg/dl



Na



: 136 Mmol/L



20



K



:4,2Mmol/l



Rencana Pemeriksaan Tambahan 1. Ro Thorak  dalam batas normal



2. Ro cervical 3. Anjuran MRI Diagnosis Kerja : 



Diagnosis Klinis



: Tetraparese tipe UMN







Diagnosis Topik



: Medula Spinalis Segmen C







Diagnosis Etiologi



: Suspek Tumor Medula Spinalis



Terapi : Umum  



IVFD NaCl 0,9% 12 jam / kolf MB 1800 kkal



Khusus   



Methylprednisolone 4 x 125 mg (iv) Ranitidin 2 x 50 mg (iv) Ibuprofen 3 x 400 mg (po) 21



Prognosis   



Quo ad vitam Quo ad functionam Quo ad sanationam



: bonam : dubia ad malam : dubia ad malam



FOLLOW UP PASIEN Hari/ Tanggal Jumat/ 17 November 2016



Perkembangan



Terapi



S/ - Pasien sadar -Lemah keempat anggota gerak -Nyeri dan kaku pada leher O/ KU Kes TD Nd Nf sdg cm 110/70 97 18 c mmH x/i x/i g



T 37.10C



P/ - IVFD NaCl 0,9% 12 jam / kolf - MB 1800 kkal - Methylprednisolone 4 x 125 mg (iv) - Ranitidin 2 x 50 mg (iv) - Ibuprofen 3 x 400 mg (po)



SI: Rh -/-, Wh -/SN: GCS: E4M6V5 (15) -TRM sulit dinilai, Peningkatan TIK (-) - Pupil isokor,



ø



3 mm/3 mm, RC +/+, RK



+/+ - N. kranialis dalam batas normal - Motorik 33 33 3 3 44 44 4 4



Sabtu/ 18 November 2016



RF +++



RP +++



++++ ++++



-



-



+



+



A/ Tetraparese tipe UMN ec Susp tumor medula spinalis S/ - Pasien sadar -Lemah keempat anggota gerak -Nyeri dan kaku pada leher VAS 2-3 O/ KU Kes TD Nd Nf T sdg cm 120/7 92 18 36,70C c 0 x/i x/i mmH g



22



P/ - IVFD NaCl 0,9% 12 jam / kolf - MB 1800 kkal - Methylprednisolone 4 x 125 mg (iv) - Ranitidin 2 x 50 mg (iv) - Ibuprofen 3 x 400 mg (po)



SI: Rh -/-, Wh -/SN: GCS: E4M6V5 (15) -TRM sulit dinilai, Peningkatan TIK (-) - Pupil isokor,



ø



3 mm/3 mm, RC +/+, RK



+/+ - N. kranialis dalam batas normal - Motorik RF RP 33 33 +++ +++ 3 3 44 44 ++++ ++++ + 4 4



Minggu/ 19 November 2016



+



A/ Tetraparese tipe UMN ec Susp tumor medulaspinalis S/ - Pasien sadar -Lemah keempat anggota gerak -BAK dan BAB (+) O/ KU sdg



Kes cm c



TD 120/7 0 mmH g



Nd 72 x/i



Nf 19 x/i



T 36,60C



P/ - IVFD NaCl 0,9% 12 jam / kolf - MB 1800 kkal - Methylprednisolone 4 x 125 mg (iv) - Ranitidin 2 x 50 mg (iv) - Ibuprofen 3 x 400 mg (po)



SI: Rh -/-, Wh -/SN: GCS: E4M6V5 (15) -TRM sulit dinilai, Peningkatan TIK (-) - Pupil isokor, +/+ - Motorik 33 33 3 3 44 44 4 4



ø



3 mm/3 mm, RC +/+, RK



RF +++



RP +++



++++ ++++



-



-



+



+



A/ Tetraparese tipe UMN ec Susp tumor medulaspinalis



Senin/ 20 November 2016



S/ - Pasien sadar -Lemah keempat anggota gerak -Nyeri dan kaku pada leher VAS 2-3 O/ KU Kes TD Nd Nf



23



T



P/ - IVFD NaCl 0,9% 12 jam / kolf - MB 1800 kkal - Methylprednisolone 3 x



sdg



cm c



120/7 0 mmH g



92 x/i



18 x/i



36,70C



125 mg (iv) - Ranitidin 2 x 50 mg (iv) - Ibuprofen 3 x 400 mg (po)



SI: Rh -/-, Wh -/SN: GCS: E4M6V5 (15) -TRM sulit dinilai, Peningkatan TIK (-) - Pupil isokor,



ø



3 mm/3 mm, RC +/+, RK



+/+ - N. kranialis dalam batas normal - Motorik RF RP 33 33 +++ +++ 3 3 44 44 ++++ ++++ + 4 4



+



A/ Tetraparese tipe UMN ec Susp tumor medulaspinalis Selasa/ 21 November 2016



S/ - Pasien sadar -Lemah keempat anggota gerak -Nyeri dan kaku pada leher VAS 2-3 O/ KU Kes TD Nd Nf sdg cm 120/7 92 18 c 0 x/i x/i mmH g



T 36,70C



SI: Rh -/-, Wh -/SN: GCS: E4M6V5 (15) -TRM sulit dinilai, Peningkatan TIK (-) - Pupil isokor,



ø



3 mm/3 mm, RC +/+, RK



+/+ - N. kranialis dalam batas normal - Motorik RF RP 33 33 +++ +++ 3 3 44 44 ++++ ++++ + 4 4 A/ Tetraparese tipe UMN ec Susp tumor medulla spinalis



24



+



P/ - IVFD NaCl 0,9% 12 jam / kolf - MB 1800 kkal - Methylprednisolone 4 x 125 mg (iv) - Ranitidin 2 x 50 mg (iv) - Ibuprofen 3 x 400 mg (po)



25



BAB 3 DISKUSI



Telah dirawat seorang pasien laki-laki berusia 26 tahun dengan diagnosa tetraparese tipe UMN ec susp tumor medulla spinalis. Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis ditemukan pasien mengeluh lemah pada keempat anggota gerak. Kelemahan dirasakan berangsur-angsur, diawali dengan rasa kebas pada kedua telapak tangan diikuti kelemahan berangsur. Awalnya pasien merasa kebas pada tangan dan kaki kanan diikuti dengan kebas pada tangan kiri sekitar 2 minggu kemudian. Awalnya pasien masih bisa berjalan, namun 3 bulan ini tidak bisa lagi berjalan dan aktifitas pasien harus dibantu oleh keluarga. Pasien memiliki riwayat nyeri pada leher



±



1 tahun yang lalu, awalnya hanya saat menoleh ke kanan,



sekarang pasien hanya bisa menoleh ke kiri. Berdasarkan anamnesis dapat dipikirkan kemungkinan adanya lesi pada medulla spinalis yang berada dilokasi servikal pasien. Penyebab yang mungkin adalah trauma, infeksi, penyakit autoimun maupun tumor pada medulla spinalis yang berada pada leher sebelah kanan. Sesuai anamnesis pasien tidak memiliki riwayat trauma pada leher sebelumnya sehingga kemungkinan trauma dapat disingkirkan. Pada pasien juga tidak ada demam dalam 3 bulan terakhir sehingga kemungkinan infeksi medulla spinalis maupun mekanisme autoimun yang umumnya diawali oleh infeksi dapat disingkirkan. Proses munculnya kelumpuhan yang bertahap dalam hitungan beberapa bulan ini sangat mungkin disebabkan karena kompresi terhadap medulla spinalis oleh massa tumor. Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah normal 120/80 mmHg, nadi 80 kali permenit, dan suhu normal 36,8 0C. Konjungtiva tidak anemis dan tidak ditemukan perbesaran KGB. Pemeriksaan paru dan jantung dalam batas normal. Pemeriksaan reflex patologis (babinski group) positif pada kedua tungkai dan pemeriksaan klonus positif. Sesuai dengan literatur dapat disimpulkan lesi terletak pada upper motor neuron. Sesuai anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat



26



disimpulkan pasien mengalami tetraparese tipe UMN ec susp tumor medulla spinalis. Untuk menunjang diagnosis dianjurkan pemeriksaan rontgen thorak dan rontgen servikal. Pada pemeriksaan rontgen thorak dan rontgen servikal tidak ditemukan adanya kelainan. Sehingga kemungkinan tumor pada medula spinal adanya tumor primer. Maka dianjurkan pemeriksaan MRI cervical. Terhadap pasien diberikan metilprednisolon injeksi 4 x 125 mg, injeksi ranitidin 2 x 50 mg, dan ibuprofen 3 x 400 mg peroral. Pemberian kortikosteroid merupakan farmakoterapi pilihan sebelum dilakukan operasi maupun radiasi. Ranitidin diberikan untuk mengatasi efek samping dari kortikosteroid dan NSAID yang diberikan, berupa iriasi lambung.



27



DAFTAR PUSTAKA 1. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta; 1994. 2. A. Basjirudin, Amir D. Buku Ajar Penyakit Saraf (Neurologi) untuk Mahasiswa Kedokteran. FKUnand. Padang: 2008 3. Ropper AH, Samuel MA, Klein JP. Adam and Victor’s Principle of Neurology 10th Edition. Mc Graw Hill Education. New York; 2014. Pg 45-63. 4. Goodrich A.J., Lower cervical Spine Fractures and Dislocation, Department of Surgery, section of Orthopedic Surgery, medical college of Georgia, www.emedicine.com, July 1, 2008. 5. Davenport M., Fracture Cervical Spine, department of Emergency medicine and Orthopedic Surgery, Allegeny General Hospital, www.emedicine.com, Apr 1, 2008. 6. Harsono. 2010. Buku Ajar Neurologi Klinis. Jakarta : Gadjah Mada University Press. Hal 44-7. 7. Fitri, RF. Tumor Medula Spinalis Intradural Ekstramedular. FKUnila. 2016



28