Cupping Therapy [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Tugas kelompok Terapi-Terapi Komplementer Dalam Keperawatan Dosen Fasilitator : Ns. Abdul Majid, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep.MB



CUPPING THERAPY



Disusun Oleh : KELOMPOK 10 AWAL DARMAWAN R012182016



PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2020 1



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Cupping Therapy” sebagai salah satu tugas kelompok pada mata kuliah terapi-terapi komplementer dalam keperawatan pada Program Pascasarjana Magister Ilmu Keperawatan Universitas Hasanuddin Makassar. Semoga makalah ini dapat berguna bagi institusi pendidikan pada umumya dan kami mahasiswa pada khususnya dengan memberikan informasi tambahan mengenai terapi komplementer dalam keperawatan untuk membantu mahasiswa dalam pembelajaran praktik klinis di berbagai tatanan pelayanan kesehatan untuk menghasilkan tenaga perawat yang profesional. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan makalah ini.



Makassar, Februari 2020 Penulis Kelompok 10



2



DAFTAR ISI



Halaman Judul .



i



………………………………………………………................. Kata Pengantar



ii



……………………………………………………...................... Daftar Isi



iii



………………………………………………………………............... BAB I PENDAHULUAN



1



……………………………………………................ A. Latar belakang .



1



……………………………………………….................



2



B. Tujuan …………………………………………………………………... BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………….............. A. SEJARAH



CUPPING



……………………………………… B. DEFINISI CUPPING THERAPY………………………………………. C. TEKHNIK CUPPING THERAPY………………………………………. D. TITIK-TITIK BEKAM………………………………………………….. E. DASAR ILMIAH CUPPING THERAPY……………………………….. F. KONTRAINDIKASI CUPPING THERAPY……………………………



3 3



THERAPY.



7 7 1 3 1 4 1 6 1 3



G. EFEK SAMPING CUPPING



6



THERAPY……………………………….. H. PENELITIAN-PENELITIAN TERKAIT EFEK CUPPING THERAPY TERHADAP



1



PENYAKIT……………………………………………….



7



BAB III PENUTUP..... .



1



………………………………………………................



9



A. Kesimpulan……………………………………………………………. .... B. Saran …………………………………………………………………….. Daftar Pustaka



1 9 1 9



4



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Terapi komplementer telah lama digunakan dalam kalangan medis maupun masyarakat awam dalam pelayanan kesehatan di Indonesia dan negara-negara maju lainnya khususnya di Barat. Di Amerika Serikat saja, dilaporkan dalam data dari survei wawancara kesehatan Nasional 2007 (NHIS), didapatkan sekitar 38% orang dewasa (sekitar empat dalam 10 orang pasien) dan sekitar 12% anak-anak (sekitar satu dalam sembilan orang pasien) menggunakan beberapa bentuk terapi komplementer dan alternatif (Barnes, Bloom, & Nahin, 2008). Lebih dari setengah (53%) orang berusia 50 dan lebih tua melaporkan menggunakan terapi komplementer dan alternatif di dalam perawatan dan penyembuhan kesehatan mereka, dan hampir sebanyak (47%) melaporkan menggunakannya dalam 12 bulan terakhir (Barnes et al., 2008, dalam bukunya (Ruth. L, Mary. F, 2018). Kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, menyebabkan munculnya berbagai metode perawatan komplementer dan alternatif dimana salah satu cara yang dilakukan adalah dengan melakukan cupping therapy (bekam). Cupping therapy adalah metode pengobatan yang banyak digunakan dan diklasifikasikan mendapatkan popularitas di seluruh dunia. Beberapa negara yang sudah mempraktikkan cupping therapy diantaranya Mesir, India, China, Arab Saudi, Jerman, Norwegia, dan Denmark. Terapi ini diklaim berhasil mengobati berbagai gangguan, penyakit pada sistem musculoskeletal 5



seperti fibromyalgia dan fibrositis, nyeri pada tulang belakang, nyeri pada leher dan bahu, penyakit kardiovaskuler seperti hipertensi, atherosclerosis, hipotensi, penyakit gastrointestinal seperti diare, irritable bowel syndrome, intoksikasi obat dan makanan, penyakit auto imun seperti theumatoid artritis, dan vilitigo (Lowe, 2017). Cupping therapy atau lebih dikenal di Indonesia dengan terapi bekam, menempati kedudukan populer di jajaran berbagai metode terapi lain yang ada di berbagai negara, karena banyak ahli pengobatan yang mengetahui khasiat cupping therapy dalam mengobati berbagai macam penyakit, selain itu cupping therapy merupakan terapi yang disunnahkan oleh Rasulullah SAW. Oleh sebab itu, berdasarkan dari latar belakang tersebut maka penulis akan menjelaskan tentang cupping therapy. B. Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi, sejarah, manfaat cupping therapy. 2. Untuk mengetahui dasar ilmiah cupping therapy. 3. Untuk mengetahui penelitian-penelitian terkait cupping therapy.



6



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. SEJARAH CUPPING THERAPY Masyarakat Mesir kuno telah mempraktikkan cupping therapy lebih dulu dari peradaban tua mana pun, di mana cupping therapy merupakan salah satu terapi kedokteran yang diketahui paling tua di Mesir kuno. Laporan pertama penggunaaan cupping therapy di Mesir kuno pada tahun 1550 SM, ditemukan pada gambar-gambar di lembaran papyrus Mesir dan candi Mesir kuno. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Mesir telah maju dalam pengobatan menggunakan cupping therapy. Cupping therapy juga digunakan dalam pengobatan kuno bangsa Yunani. Pada tahun 400 SM, Herodotus menemukan bahwa dokterdokter Mesir kuno yang merekomendasikan penggunaan dari mangkok hisap di tubuh sudah menggunakan baik cupping therapy basah maupun kering. Penyakit-penyakit yang diobati adalah nyeri kepala, kurang nafsu makan, gangguan penyerapan makanan, pingsan, evakuasi abses, dan narcolepsy (keinginan tidur yang berulang). Pada tahun 3300 SM, di Macedonia, cupping therapy telah digunakan sejak masa prasejarah untuk mengobati penyakitpenyakit dan gangguan kesehatan. (Qureshi, N. A., Ali, G. I., Abushanab, T. S., El-Olemy, A. T., Alqaed, M. S., El-Subai, I. S., & Al-Bedah, 2017) Cupping therapy sudah dikenal bangsa-bangsa purba sejak kerajaan Sumeria berdiri, sekitar 4.000 tahun sebelum Masehi. Lalu cupping therapy berkembang di Babilonia, Mesir, Saba, dan Persia. Sumeria adalah daerah yang masuk wilayah Irak, yaitu negeri yang dialiri Sungai Eufrat dan Sungai Tigris. Pada saat itu para tabib menggunakan cupping therapy untuk pengobatan para raja. Tabib-tabib termasyhur hanya menurunkan ilmu pengobatannya kepada murid-murid terpilih. Terdapat banyak relief yang mengilustrasikan cupping therapy di bangunan-bangunan ibadah Dinasti Pharaoh (Fir’aun). Setiap bangsa memiliki metode cupping therapy yang berbeda-beda. Sejak dahulu hingga sekarang, beberapa suku menggunakan tanduk hewan (tanduk kerbau atau sapi, 7



tulang onta atau gading gajah) sebagai alat menghisap darah, dengan cara melubangi ujung tanduk, menghisap udara dari dalam dan menyumbatnya dengan pasta. Mereka menyebutnya horn therapy (terapi tanduk) (Qureshi, N. A., Ali, G. I., Abushanab, T. S., El-Olemy, A. T., Alqaed, M. S., El-Subai, I. S., & Al-Bedah, 2017). Bangsa Romawi dan Yunani menggunakan gelas kaca untuk praktik cupping therapy. Mereka menyalakan api di dalam gelas yang telah diisi dengan secarik kain guna melakukan penghisapan. Banyak masyarakat awam yang masih menggunakan metode ini sampai sekarang. Sebagian orang menggunakan peralatan tertentu yang terhubung dengan tabung berisi air dan pipa kaca. Mereka memanasi air tersebut sehingga mengeluarkan uap air dan udara dari dalam gelas (Ziyin, S. & Zelin, 2014b). Sejak tahun 1550 sebelum Masehi, bekam sudah dikenal sebagai pengobatan tradisional yang sangat populer dan vital oleh masyarakat Mesir. Hal ini dibuktikan oleh adanya dokumentasi teknik bekam pada lembar papyrus yang ditemukan di dekat Sungai Nil. Terapi bekam berkembang dan menyebar secara tradisi sampai ke Yunani dan Roma. Bahkan pengelompok bekam menjadi bekam basah dan kering telah dilakukan oleh Hippocrates yang dikenal sebagai bapak kedokteran modern (Ziyin, S. & Zelin, 2014a). Di wilayah Asia, Cupping therapy di Cina berkembang sekitar 2.500 tahun sebelum Masehi, sebelum berkuasanya Kaisar Yao dan berkembang dengan berdasarkan titik-titik akupunktur (Qureshi et al., 2017). Di dalam sebuah buku tua tulisan Bo Shu yang hidup pada zaman Dinasti Han pada 1973 tercantum juga tulisan mengenai metode pengobatan Bekam. Sekitar abad 1819 Masehi, bekam kemudian berkembang sampai ke Barat dan benua Amerika. Bekam digunakan oleh dokter untuk mengobati berbagai kondisi pasien sampai dengan tahun 1860. Popularitas bekam mulai menurun setelah tahun 1860 tetapi tidak menghilang sama sekali. Bekam menyebar sampai ke daerah Timur Tengah dan kemudian disyariatkan oleh Nabi Muhammad SAW. Risalah bekam kemudian menyebar ke seluruh dunia seiring dengan menyebarnya ajaran Islam. Beberapa hadits yang berkaitan dengan bekam antara lain: 8



“Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya pada bekam itu terkandung kesembuhan." (HR. Muslim). “Dari Jabir bin Abdillah ra bahwa dia berkata kepada orang sakit yang dijenguknya,”Tidak akan sembuh kecuali dengan berbekam. Sungguh aku mendengar Rasulullah SAW berkata bahwa pada berbekam itu ada kesembuhan. (HR Bukhari dan Muslim). “Kesembuhan bisa diperoleh dengan 3 cara yaitu: sayatan pisau bekam, tegukan madu, sundutan api. Namun aku tidak menyukai berobat dengan sundutan api” (HR. Muslim). Asal mula cupping therapy masih menjadi kontroversi. Ilmuwan China melaporkan dalam literatur mereka bahwa cupping therapy adalah bagian dari pengobatan tradisional Cina sejak 2000 tahun yang lalu. Di Timur Tengah, penulis Arab melaporkan bahwa cupping therapy sudah ada sejak 3500 SM, dimana orang-orang Asyur adalah populasi Arab pertama yang menggunakan alat dari tanduk binatang atau batang bambu untuk cupping therapy di mana dokter China, Jee Hong (381-281 SM) merupakan tokoh dalam seni pengobatan tersebut. Peradaban Arab menyebut cupping therapy dengan alhijâmah (dalam bahasa Arab berarti mengembalikan ke ukuran semula), yang digunakan dalam mengobati hipertensi, polisitemia, sakit kepala, migrein dan keracunan obat. Tidak ada catatan resmi mengenai kapan metode ini masuk ke Indonesia, diduga kuat pengobatan ini masuk seiring dengan masuknya para pedagang Gujarat dan Arab yang menyebarkan agama Islam. Metode ini dulu banyak dipraktikkan oleh para kyai (ulama agama islam) dan santri (murid) yang mempelajarinya dari "kitab kuning” dengan tehnik yang sangat sederhana yakni menggunakan api dari kain/kapas/kertas yang dibakar untuk kemudian ditutup secepatnya dengan gelas (botol). Saat itu banyak dimanfaatkan untuk mengobati keluhan sakit/pegal-pegal di badan, dan sakit kepala atau yang dikenal dengan istilah “masuk angin”. Tren pengobatan ini kembali berkembang pesat di Indonesia sejak tahun 90-an terutama dibawa oleh para mahasiswa dan pekerja Indonesia yang pernah belajar di Malaysia, India, dan Timur Tengah. Kini, pengobatan ini dimodifikasi dengan sempurna dan mudah pemakaiannya sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah dengan menggunakan suatu 9



alat yang higienis, praktis, dan efektif. Saat ini mulai dilakukan pendekatanpendekatan akademis untuk menjelaskan mekanisme kerja bekam, bukan hanya dari sudut pandang spiritual (Al qur'an dan Al Hadist) dan budaya (kebiasaan bangsa Timur Tengah dan China) tetapi juga menjelaskan dari sudut pandang medis (kedokteran konvensional). Disamping itu telah ada beberapa tokoh dari kalangan akademisi, psikolog klinis dan praktisi kesehatan yang semakin mempelopori perkembangan bekam di Indonesia seperti Zaidul Akbar (JSR Jalan Sehat Ala Rosul), Ustad Kathur Suhardi (Bekam Steril Assabil), Ali Ridho (Bekam Sinergi), Wada A. Umar (Sembuh Dengan Satu Titik), Al Amin Ibnu (NHT Natural Health Therapy), Agus Rahmadi (Kitab Pedoman Pengobatan Nabi), dll.



Gambar.1. Jenis-jenis cupping 10



B. DEFINISI CUPPING THERAPI Cupping therapy/bekam telah didefinisikan berbeda dipraktek pengobatan tradisional dan komplementer dari berbagai peradaban, namun elemen umum diantara kegunaannya adalah mengeluarkan zat beracun (detoksifikasi) dari tubuh dengan menciptakan tekanan negatif dalam cangkir (El Sayed SM, Alquliti, A.-S., Salah Mahmoud, H., Baghdadi, H., A. Maria, R., Mohamed Helmy Nabo, M., & Hefny, 2014). Cupping therapy mempunyai beberapa sebutan, seperti canduk, canthuk, kop, atau mambakar; di Eropa disebut fire bottle; dalam bahasa Mandarin disebut pa hou kuan; dalam bahasa Arab disebut hijâmah. Kata ini berasal dari kata al-hijm yang berarti pekerjaan menghisap atau menyedot, yaitu membekam. Al-Hajjâm berarti ahli bekam. Al-mihjâm atau almihjamah merupakan alat untuk membekam, yang berupa gelas untuk menampung darah yang dikeluarkan dari kulit, atau gelas untuk mengumpulkan darah hîjamâh. Menurut bahasa, cupping therapy berarti menghisap. Menurut istilah, cupping therapy berarti peristiwa penghisapan kulit, penyayatan, dan mengeluarkan darah dari permukaan kulit yang kemudian ditampung dalam gelas (Qureshi et al., 2017). C. TEKHNIK CUPPING THERAPY Beragam catatan sejarah yang berbeda menunjukkan prosedur dan metode bekam yang bervariasi. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari sejarah asal dan budayanya. Menurut (El Sayed SM, Al-quliti, A.-S., Salah Mahmoud, H., Baghdadi, H., A. Maria, R., Mohamed Helmy Nabo, M., & Hefny, 2014), secara umum bekam terbagi menjadi dua jenis bekam yaitu bekam kering (Dry Cupping) dan bekam basah (Wet Cupping). Kedua jenis bekam ini diyakini dapat mngeluarkan cairan dan toksin, membantu peredaran darah pada otot dan kulit serta mampu menstimulasi sistem saraf tepi. Dalam penelitian terkait metode bekam, bekam kering dan basah dijabarkan dalam beberapa perbedaan mendasar. Salah satu poin yang dijabarkan adalah perbedaan langkah-langkah yang digunakan dalam praktek perlakuan bekam kering dan basah. Pada perlakuan bekam kering langkah yang dilakukan hanya terdiri dari penghisapan 11



atau penyedotan pada titik yang telah ditentukan, sedangkan pada bekam basah terdiri dari penghisapan atau penyedotan disertai oleh perlukaan area tersebut. Beberapa jenis bekam yang berkembang antara lain: 1.



Retained Cupping (dry cupping) therapy Dry cupping atau bekam kering adalah perlakuan bekam yang paling umum digunakan pada pengobatan Cina. Pada jenis bekam ini tidak ada darah yang keluar atau tidak dilakukan perlukaan pada kulit. Bekam kering dilakukan dengan menghisap permukaan kulit dan memijat tempat sekitarnya tanpa mengeluarkan darah kotor. Bekam



kering



baik



bagi



orang yang tidak tahan suntikkan jarum dan takut melihat darah. Kulit yang dibekam akan tampak merah kehitaman selama 3 hari. Untuk menghilangkan tanda lebam pada kulit yang selesai dibekam dapat digunakan minyak jinten hitam (habbatusyasyauda). a. Manfaat bekam kering menurut (Master Wong, 2010): 1). Menghilangkan pegal-pegal dan linu-linu pada sendi dan otot karena masuk angin. 2). Mengurangi rasa sakit kepala, migrain, kaku leher, nyeri punggung, dan kaku pundak karena angin. 3). Meningkatkan kekebalan tubuh 4). Pelepasan neurotransmiter (rasa nyeri) 5). Melenturkan otot-otot yang tegang 6). Mengurangi penumpukkan darah b. Cara melakukan bekam kering menurut (Wong, 2010): 1). Pilih titik bekam berdasarkan kondisi pasien. 2). Pilih gelas bekam (cup) berdasarkan tingkat penyakit pasien dan postur tubuh. Semakin besar gelas yang digunakan maka tingkat rasa sakit akan semakin besar namun efeknya akan semakin baik. 3). Pijat bagian yang akan dibekam dengan dilumuri minyak zaitun atau minyak jinten hitam selama lebih kurang 5 menit.



12



4). Pompa gelas bekam dengan piston pada pasien yang dikehendaki sebanyak 2-3 kali tarikan, atau sampai piston tidak dapat ditarik lagi. 5). Biarkan selama 10 menit (bagi pria), 7 menit (bagi wanita), atau 3 menit (bagi anak-anak). 6). Lepas gelas bekam dan pijat kembali dengan minyak zaitun atau minyak jinten hitam selama 2-3 menit untuk menghilangkan bercak-bercak hitam



Gambar.2. Retained Cupping (dry cupping) therapy 2.



Bleeding Cupping (wet cupping) therapy Prosedur yang dilakukan pada wet cupping atau bekam basah terdiri dari 2 langkah yaitu melakukan bekam kering dahulu/penghisapan pada permukaan kulit kemudian dilanjutkan dengan perlukaan yang menjadi jalan keluarnya cairan darah. Melukai permukaan kulit dengan jarum tajam (lancet) atau sayatan pisau steril (surgical blade), lalu di sekitarnya dihisap 13



dengan alat cupping set dan hand pump untuk mengeluarkan darah kotor dari dalam tubuh. Lamanya setiap hisapan 3-5 menit, lalu darah kotornya dibuang. Bekam jenis ini banyak dilakukan oleh mayoritas muslim di dunia dan dikenal dengan istilah hijamah. a. Cara bekam basah/wet cupping menurut (Wong, 2010): 1). Mempersiapkan peralatan yang sudah disterilkan dengan alat sterilisator standar. 2). Mensterilkan bagian tubuh yang akan dibekam dengan desinfektan, misalnya alkohol. 3). Dilanjutkan dengan penghisapan kulit meggunakan kop/ gelas bekam. Kekuatan penghisapan pada setiap pasien berbeda-beda. Lama penghisapan 5 meint, tindakan ini sekaligus berfungsi sebagai anastesi (pembiusan) lokal. 4). Dengan menggunakan pisau bedah standar atau jarum bekam steril, kemudian dilakukan penyayatan atau penusukan (jumlah sayatan 5-15 untuk satu titik tergantung diameter kop yang dipakai, panjang sayatan 0,3-0,5 cm, tipis dan tidak boleh terlalu dalam, serta dilakukan sejajar dengan garis tubuh). Salah satu tanda bahwa sayatannya baik adalah sesaat setelah disayat, kulit tidak mengeluarkan darah, tetapi setelah disedot dengan alat darahnya baru keluar. 5). Kemudian penghisapan dilakukan kembali dan membiarkan darah kotor mengalir didalam kop selama 5 menit. 6). Darah yang tertampung dalam kop dibersihkan menggunakan tissue lalu dibuang, dan jika perlu bisa lakukan penghisapan ulang. Tetapi tidak dianjurkanmelakukan pengulangan sayatan. 7). Membersihkan bekas luka sayatan atau tusukan dengan bola kapas. b. Manfaat bekam basah/ wet cupping menurut (Wong, 2010): 1). Membuang dan membersihkan darah kotor (racun yang berbahaya) dari dalam tubuh melalui permukaan kulit.



14



2). Mengurangi darah kental pada bagian meridian tubuh agar Qi tubuh menjadi lancer. 3). Mengatasi tekanan darah yang tidak normal (aterosklerosis), mengurangi pusing, migrain, menghilangkan kejang pada otot, memperbaikki peredaran



permeabilitas



darah,



mengurangi



pembuluh sakit



darah,



bahu



dan



melancarkan punggung,



melancarkan haid pada wanita, mengeluarkan angin/ toksik, mengurangi nyeri pinggang, sinusitis/ gangguan pendengaran. 4). Dengan melakukan penghisapan, terbentuklah tekanan negatif didalam kop sehingga terjadi drainase cairan tubuh berlebih (darah kotor) dan toksin, menghilangkan perlengketan jaringan ikat, mengalirkan darah bersih ke permukaan kulit jaringan otot yang mengalami kemacetan Qi, serta merangsag sistem syaraf perifer.



Gambar.3. Bleeding Cupping (wet cupping) therapy 3.



Moving Cupping adalah metode bekam yang menggerakan cawan secara lembut pada satu arah.



4.



Empty Cupping Therapy adalah bekam yang dilakukan dengan cara melepaskan cawan bekam dengan segera setelah dilakukan penghisapan.



5.



Needle Cupping adalah perpaduan antara penggunaan metode bekam dengan jarum akupuntur.



15



6.



Medicinal (Herbal) Cupping adalah metode bekam yang menggunakan gelas/cawan bambu dengan rebusan obat herbal selama 30 menit yang diikuti dengan penghisapan pada titik tertentu dan penggunaan batang yang berapi (Moxibusi).



7.



Water Cupping Therapy adalah metode bekam dengan menggunakan cawan bambu dan air hangat.



8.



Magnetic cupping atau bekam magnetik, disebut demikian karena adanya magnet di dalam gelas bekam yang membantu pergerakan kekuatan elektro magnetik di dalam tubuh



9.



Fire cupping bekam api, yaitu dengan menggunakan mangkok kaca dan bola kapas yang diberikan alcohol 70% kemudian dibakar dan dimasukkan kedalam mangkok tersebut dan secepatnya bola api dipindahkan dari mangkok tersebut sehingga mangkok panas dan segera diaplikasikan di kulit yang akan dibekam.



Gambar.4. Fire cupping 16



D. TITIK-TITIK BEKAM Beberapa pendapat ahli bekam menyatakan bahwa penentuan titik bekam dapat dilakukan berdasarkan titik sunah Rasululllah, titik anatomi tubuh, titik meridian dan area nyeri.



Gambar. 5. Titik Bekam



17



E. DASAR ILMIAH CUPPING THERAPY Menurut (Yasin, 2011), dalam bukunya tentang bekam Sunnah Nabi dan Mukjizat Medis, dalam kedokteran tradisional dijelaskan bahwa di bawah kulit, otot, maupun fascia terdapat suatu poin atau titik yang mempunyai sifat istimewa. Antara poin satu dengan poin lainnya saling berhubungan membujur dan melintang membentuk jaring-jaring atau jala. Jaring ini dapat dapat disamakan dengan meridian atau habl. Dengan adanya jala ini, akan memberikan hubungan yang erat antara satu bagian dengan bagian lainnya. Sebagian dari titik-titik ini berada di atas saraf, sebagian di atas pembuluh darah, sebagian berada di atas titik akupuntur, sebagian di titik-titik refleksi (refleksiologi) di atas punggung, sebagian di tempat-tempat kelenjar limpa,



sebagian



untuk



mengumpulkan



darah,



sebagian



lagi



untuk



meningkatkan aktivitas produksi kelenjar-kelenjar, sebagian untuk menguatkan imunitas (daya tahan tubuh), dan sebagian untuk mengaktifkan pusat-pusat saraf, dan sebagainya. Sedangkan dalam kedokteran modern telah melakukan penelitian tentang kebenaran pengobatan diatas. Poin istimewa yang dimaksudkan di atas merupakan “motor points” pada perlekatan neuromuskuler (neuromuscular attachements) yang mengandung banyak mitokondria, kaya pembuluh darah, mengandung



tinggi



mioglobin,



sebagian



besar



selnya



menggunakan



metabolisme oksidatif dan lebih banyak mengandung cell mast, kelenjar limfe, kapiler, venula, bundle dan pleksus saraf serta ujung saraf akhir. Dalam kedokteran modern telah dibuktikan bahwa apabila dilakukan pembekaman pada satu poin, maka kulit (kutis), jaringan bawah kulit (sub kutis), fascia dan ototnya akan terjadi kekusakan dari mast cell dan lain-lain. Akibat kerusakan ini akan dilepaskan beberapa zat seperti serotonin, histamin, bradikinin, slow reacting substance (SRS), serta zat-zat lain yang belum diketahui. Zat –zat ini menyebabkan terjadinya dilatasi kapiler dan arteriol, serta flare reaction pada daerah yang dibekam. Dilatasi kapiler juga dapat terjadi ditempat yang jauh dari pembekaman. Ini menyebabkan terjadinya perbaikan mikrosirkualsi pembuluh darah. Akibatnya timbul efek relaksasi 18



(pelemasan) otot-otot yang kaku serta akibat vasodilatasi umum akan menurunkan tekanan darah secara stabil. Yang terpenting adalah dilepaskannya corticotropin releasing factor (CRF), serta releasing factors lainnya oleh adenohipofise. CRF selanjutnya akan menyebabkan terbentuknya ACTH, cortocotrophin, dan corticosteroid. Corticosteroid ini mempunyai efek menyembuhkan peradangan serta menstabilkan permeabilitas sel. Golongan histamin yang ditimbulkannya mempunyai manfaat dalam proses reparasi (perbaikan) sel dan jaringan yang rusak, serta memacu pembentukkan reticulo endothelial cell, yang akan meninggikan daya reisistensi (daya tahan) dan imunitas (kekebalan) tubuh. Sistem imun ini terjadi melalui pembentukkan interleukin dari cell karena faktor neural, peningkatan jumlah sel T karena peningkatan sel-enkephalin, enkhepalin dan endorphin yang merupakan mediator antara susunan saraf pusat dan sistem imun, substansi P yang mempunyai fungsi parasimpatis dan sistem imun, serta peranan kelenjar pituitary dan hyphothalamus anterior yang memproduksi CRF. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa pembekaman dikulit akan menstimulasi kuat syaraf permukaan kulit yang akan dilanjutkan pada cornu posterior medulla spinalis melalui syaraf A delta dan C, serta traktus spino thalamicus kearah thalamus yang akan menghasilkan endorphin. Sedangkan sebagian rangsangan lainnya akan diteruskan melalui serabut aferen simpatik menuju ke motor neuron dan menimbulkan reflek intubasi nyeri. Pada sistem endokrin terjadi pengaruh pada sistem sentral melalui hypothalamus dan pituitary sehingga menghasilkan ACTH, TSH, FSH-LH, ADH. Sedang melalui sistem perifer langsung berefek pada organ untuk menghasilkan hormon-hormon insulin, thyroxin, adrenalin, cortricotrophin, estrogen, progesteron, testosteron. Hormon-hormon inilah yang bekerja jauh dari yang dibekam.



19



F. KONTRAINDIKASI CUPPING THERAPY 1. Kontara indikasi obsulut: Terapi bekam tidak boleh dilakukan pada kulit yang meradang (luka, borok, oedem), area dimana terdapat pembuluh darah besar, daerah abdomen, anak dibawah umur 4 tahun, pasien yang sedang mengkonsumsi obat pengencer darah, pasien yang mengalamai gangguan sistem pengecer darah yang berat, koma, dehidrasi berat, renjatan/syok, pasien yang baru menjalani transfusi darah, donor darah, cuci darah kurang dari 48 jam dari pelaksanaan bekam, penderita jantung yang menggunakan alat bantu pengatur detak jantung, pasien dengan demam tinggi dan kejang, pasien kanker (metastasis), pasien dengan patah tulang, serta perdarahan karena trauma. (Risky Candara Swari, 2019) 2. Kontraindikasi relative: Adalah kondisi/kelainan penyakit tertentu yang disarankan untuk tidak bekam terkecuali dilakukan oleh ahli bekam professional yang sudah berpengalaman, diantaranya adalah : pasien anemia, pasien kencing manis dengan kadar gula darah sewaktu lebih dari 300, pasien tumor/kanker, hipertensi dengan systole lebih dari 200mmHg, penderita gagal jantung (Decomp. Cordis) yang berat, pasien kesurupan (terkena sihir), penderita phobia berat terhadap peralatan medis dan wanita hamil, haidh, nifas atau menyusui. (Risky Candara Swari, 2019) G. EFEK SAMPING CUPPING THERAPY Terapi bekam cukup aman, selama Anda melakukannya di tempat yang memang profesional. Efek samping yang dialami biasanya terjadi selama perawatan atau setelahnya. Selama perawatan, Anda mungkin akan merasakan ketidaknyamanan ringan saat cangkir menyentuh kulit. Bisa juga terjadi luka bakar, memar, dan infeksi kulit. Di samping itu, Anda juga dapat merasa pusing, mual, dan berkeringat. (Risky Candara Swari, 2019) Setelah perawatan, kulit bekas bekam bisa mengalami iritasi dan memar dalam pola melingkar. Anda mungkin juga akan merasa pusing tak lama setelah terapi. Namun, risiko infeksi akibat bekam termasuk kecil dan 20



biasanya dapat dihindari jika praktisi Anda mengikuti metode yang tepat. (Risky Candara Swari, 2019) H. PENELITIAN-PENELITIAN TERKAIT EFEK CUPPING THERAPY TERHADAP PENYAKIT 1. Wet Cupping Therapy Restores Sympathovagal Imbalances in Cardiac Rhythm (Mu ̈ zeyyen Arslan, MSc, Nesibe Yesxilc ̧ am, BSc, Duygu Aydin, MD, Ramazan Yu ̈ksel, MD, and Sxenol Dane, 2014). Dari hasil penelitian diatas dapat dikatakan bahwa banyak HRVparameter meningkat setelah terapi bekam dibandingkan dengan sebelum terapi bekam.Efek bekam terhadap nyeri tengkuk/nyeri bahu. 2. Randomized Controlled Trial of Pulsating Cupping (Pneumatic Pulsation Therapy) for Chronic Neck Pain (Holger Cramer, Romy Lauche, 2011). Hasil penelitian ini mengatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap perubahan nyeri setelah dilakkukan bekam. 3. Cupping for Hypertension: A Systematic Review (Myeong Soo Lee,1 TaeYoung Choi, 2010). Hasil penelitian menunjukkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam mendukung bekam pada kepatuhan vaskular dan tingkat pengisian vaskular. Satu penelitian observasional yang tidak terkontrol (UOS) menguji bekam basah untuk hipertensi akut dan menemukan bahwa perawatan satu kali mengurangi tekanan darah. 4. Treatment of Acute Gouty Arthritis by Blood-letting Cupping plus Herbal Medicine (Shi-jun Zhang , Jian-ping Liu, 2010). Hasil penelitian menunjukkan 21 kasus disembuhkan dan 13 kasus membaik. Kesimpulan: Efek terapeutik dari terapi ini memuaskan untuk artritis gout. 5. Effect of Cupping Complex Therapy on Peripheral Facial Paralysis (Oh Hyun Jun, 2011). Dalam hasil penelitiannya didapatkan bahwa pada kelompok cupping dan kelompok non-cupping, dibandingkan dengan baseline, pada akhirnya, kelompok cupping menunjukkan penurunan skor HB yang signifikan dan 21



peningkatan skor Y yang signifikan dibandingkan dengan kelompok yang tidak



cupping.



Kesimpulan:



Terapi



bekam



dapat



tersedia



untuk



menghilangkan gejala yang berhubungan dengan kelumpuhan wajah perifer.



22



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Cupping therapy adalah proses penghisapan kulit, penyayatan, dan mengeluarkan darah dari permukaan kulit yang kemudian ditampung dalam gelas yang berguna mengeluarkan zat beracun (detoksifikasi) dari tubuh dengan menciptakan tekanan negatif dalam cangkir 2. Cupping Therapy sangat bermanfaat untuk digunakan dalam berbagai penyakit diantaranya Kelumpuhan pada otot wajah, hipertensi, nyeri tengkuk dan nyeri pada bahu, menormalkan irama jantung. B. Saran Mengingat bekam masih belum banyak dilakukan penelitian di Indonesia maka diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut terkait cupping therapy di Indonesia dan dapat menerapkan cupping therapy pada berbagai kasus penyakit.



23



DAFTAR PUSTAKA El Sayed SM, Al-quliti, A.-S., Salah Mahmoud, H., Baghdadi, H., A. Maria, R., Mohamed Helmy Nabo, M., & Hefny, A. (2014). Therapeutic Benefits of Alhijamah: in Light of Modern Medicine and Prophetic Medicine. American Journal of Medical and Biological Research, 2(2), 46–71. Retrieved from https://doi.org/10.12691/ajmbr-2-2-3 Holger Cramer, Romy Lauche, et al. (2011). Randomized Controlled Trial of Pulsating Cupping (Pneumatic Pulsation Therapy) for Chronic Neck Pain. https://doi.org/10.1159/000335294 Lowe, D. T. (2017). Cupping therapy: An analysis of the effects of suction on skin and the possible influence on human health. Complementary Therapies in Clinical



Practice,



29,



162–168.



Retrieved



from



https://doi.org/10.1016/j.ctcp.2017.09.008 Master Wong. (2010). 9 Terapi Pengobatan Terdahsyat. Jakarta: Penebar Plus. Mu ̈ zeyyen Arslan, MSc, Nesibe Yesxilc ̧ am, BSc, Duygu Aydin, MD, Ramazan Yu ̈ksel, MD, and Sxenol Dane, M. (2014). Wet Cupping Therapy Restores Sympathovagal



Imbalances



in



Cardiac



Rhythm.



https://doi.org/doi:



10.1089/acm.2013.0291 Myeong Soo Lee,1 Tae-Young Choi, et al. (2010). Cupping for Hypertension: A Systematic Review. https://doi.org/10.3109/10641961003667955 Oh Hyun Jun, S. H. (2011). Effect of Cupping Complex Therapy on Peripheral Facial Paralysis. Retrieved from http://kmbase.medric.or.kr/Main.aspx? d=KMBASE&i=0615720110280040119&m=VIEW Qureshi, N. A., Ali, G. I., Abushanab, T. S., El-Olemy, A. T., Alqaed, M. S., ElSubai, I. S., & Al-Bedah, A. M. N. (2017). History of cupping (Hijama): a narrative review of literature. Journal of Integrative Medicine, 15(3), 172– 181. Retrieved from https://doi.org/10.1016/S2095-4964(17)60339-X Qureshi, N. A., Ali, G. I., Abushanab, T. S., El-Olemy, A. T., Alqaed, M. S., ElSubai, I. S., & Al-Bedah, A. M. N. (2017). History of cupping (Hijama): a narrative review of literature. Journal of Integrative Medicine, 15(3), 172– 24



181. https://doi.org/10.1016/S2095-4964(17)60339-X Risky Candara Swari. (2019). Mengenal manfaat dan efek samping terapi bekam. Retrieved from https://hellosehat.com/hidup-sehat/fakta-unik/apa-itu-bekammanfaat-dan-risiko/ Ruth. L, Mary. F, M. S. (2018). Complementary and Alternative Th erapies in Nursing (Eighth; Springer Publishing Company, Ed.). New York: Springer Publishing Company, LLC. Shi-jun Zhang , Jian-ping Liu, K. H. (2010). Treatment of Acute Gouty Arthritis by



Blood-letting



Cupping



plus



Herbal



Medicine.



https://doi.org/https://doi.org/10.1016/S0254-6272(10)60005-2 Wong, M. (2010). 9 Terapi Pengobatan Terdahsyat. Jakarta: Penebar Plus. Yasin, A. B. (2011). Bekam Sunnah Nabi & Mukjizat Medis. Jakarta: Al.Qowam. Ziyin, S. & Zelin, C. (2014a). Traditional Chinese Medicine Cupping Therapy (3rd ed.). Elsevier Ltd. Ziyin, S. & Zelin, C. (2014b). Traditional Chinese Medicine Cupping Therapy (3rd ed.). Elsevier Ltd.



25