Dasar-Dasar Hak Guna Air [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 1 KONSEP DASAR DAN PELUANG IMPLEMENTASI HAK GUNA AIR Milik siapakah air itu? Apakah ia milik pribadi? milik bersama? milik pengusaha? Milik negara? Lalu apa hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat? apa pula kewajibannya? Kita selalu dihadapkan kepada pertanyaan-pertanyaan tersebut. Pada saat air mulai terasa langka dan terbatas berbagai upaya untuk mendefinisikan hak atas air mulai dilakukan. Masing-masing wilayah mempunyai praktek dalam penentuan hak atas air yang spesifik. Praktek penetapan hak guna air yang dilaksanakan merupakan wujud kebudayaan dan sejarah panjang penerapan hak guna air pada wilayah tersebut. Makalah ini membahas beberapa pengertian mengenai hak guna air, pengalaman penerapan hak guna air di Amerika dan Indonesia. Beberapa Pengertian Hak Guna Air Bruns (1997) merumuskan beberapa aspek menyangkut batasan pengertian hak guna air, yaitu (1) siapa yang harus memberi/memperoleh air, (2) seberapa banyak air dapat diperoleh / diberikan, (3) kapan air dialirkan/diberikan, dan (4) dimana dapat memperoleh air. Dari pengertian tersebut hak guna air dapat ditafsirkan baik secara implisit, eksplisit, formal dan informal, seperti berikut. 1. Secara implisit hak guna air terkait dengan prasarana dan sarana pengairan seperti waduk, bendung, saluran, bangunan bagi dan bangunan lainnya. 2. Secara eksplisit hak guna air terkait dalam sistem pembagian air, banyaknya air, serta pengaturan giliran pemberian air irigasi. 3. Secara informal hak guna air ada dan melekat pada praktek lokal 4. Secara formal hak guna air berkaitan dengan penentuan perijinan air. 1



Hak-hak tersebut biasanya tidak berlaku tetap, tapi disusun berdasarkan kondisi lokal dan pengaruh berbagai keadaan seperti hidroklimatologi, topografi, praktek irigasi serta kondisi lainnya. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Ketentuan pokok Agraria, dalam Pasal 47 (ayat 1) mengatakan bahwa hak guna air adalah hak memperoleh air untuk keperluan tertentu dan/atau mengalirkan air itu di atas tanah orang lain. Ayat (2) menyebutkan hak guna air akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Sampai akhir tahun 2003 Peraturan Pemerintah tentang hak guna air sebagai tindak lanjut pasal 47 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1960 belum pernah terbit. Istilah hak guna air selanjutnya termuat dalam Peraturan Pemerintah No 22 Tahun 1982 sebagai peraturan pelaksanaan UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan. UU No. 11 Tahun 1974 sendiri tidak menyinggung mengenai hak guna air. Menurut pasal 1 huruf g PP 22 Tahun 1982, Hak Guna Air adalah hak untuk memperoleh dan menggunakan air untuk keperluan tertentu. Pasal 2 ayat 2 ditegaskan bahwa hak atas air adalah hak guna air. Dalam penjelasan peraturan ini kembali ditegaskan bahwa sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria Pasal 16 ayat (2) huruf a jo. Pasal 47, landasan hak atas air adalah hak guna air yakni hak untuk memperoleh air untuk keperluan tertentu. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tentang Irigasi, hak guna air irigasi didefinisikan sebagai hak yang diberikan oleh pejabat yang berwenang kepada perkumpulan petani pemakai air, badan hukum, badan sosial, perorangan dan pemakai air irigasi untuk keperluan lainnya untuk memakai air irigasi guna menunjang usaha pokoknya. Peraturan terbaru mengenai sumberdaya Air, sebagaimana tertuang dalam UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, memberi pengertian hak guna air adalah hak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan air untuk berbagai keperluan. Hak guna air terdiri dari hak guna pakai air dan hak guna usaha air. Dengan pengertian, hak guna pakai air adalah hak untuk memperoleh dan memakai air, sedangkan hak guna usaha air adalah hak untuk memperoleh dan mengusahakan air. Doktrin Hak Atas Air Penetapan hak guna air telah dipraktekkan di berbagai negara bagian Amerika Serikat bagian barat sejak era pencarian emas pada abad ke 18. Sejarah hak guna air terkait erat dengan pemukiman dan kepemilikan lahan. Jika seseorang 2



memiliki lahan mereka dapat dengan tanpa ragu-ragu menggunakan air atau mengambilnya sebagai kepunyaannya. Lama-lama alokasi air secara sederhana ini tidak dapat berlangsung baik, karena orang-orang mulai tinggal pada wilayah tersebut, sebelah hulu dari penempat pertama. Warga baru tertsebut, meskipun datang belakangan mulai menggunakan air. Pada suatu waktu air langka, pengguna di sebelah hilir menerima air lebih kecil daripada pada saat mereka menemukan. Konflik terjadi antara tetangga dengan tetangga untuk merebutkan air. Dan akhirnya menghasilkan perkelahian untuk mempertahankan kebutuhan dasar. Getches (1990) dalam Grigg (1996) mengemukakan hukum penetapan hak guna air mengikuti 3 (buah) sistem utama, yaitu riparian, appropriations dan hybrid. Wilayah-wilayah di bagian timur pada umumnya mengikuti riparian doctrine. Sembilan wilayah (Alaska, Arizona, Colorado, Idaho, Montana, Nevada, New Mexico, Utah dan Wyoming) mengilkuti appropriation doctrine. Sepuluh wilayah lainnya (California, Kansas, Mississipi, Nebraska, North Dakota, Oklahoma, Oregon, South Dfakota, Texas dan Washington) mengikuti hybrid system. Hawai mengikuti suatu sistem penetapan hak atas air berdasarkan peninggalan sejarah kerajaan Hawai, dan Lousiana mengikuti sistem berdasarkan peraturan sipil Perancis. Duapuluh sembilan negara bagian lainnya mengikuti riparian doctrine. Pada umumnya riparian doctrine dipraktekkan pada wilayah basah (humid) di bagian timur Amerika serikat. Sedangkan apropriaion doctrine digunakan pada wilayah semi arid di bagian barat Amerika Serikat. Sistem hybrid berkembang pada beberapa wilayah yang berbeda, meliputi penggunaan ijin dan alat bantu untuk menentukan hak atas air sebagai mekanisme untuk penjatahan (alokasi) air dan perselisihan. Alokasi air kepada para pengguna merupakan kepentingan negara bagian, oleh karenanya pemerintah negara bagian mengembangkan sistem administrasi untuk mengendalikan hak atas air (water rights). Di negara bagian Colorado dan negara bagian lainnya di bagian barat, sistem ini dilaksanakan oleh State Engineers Office. Pada negara bagian di wilayah timur, sistem administrasi riparian dan hybrid, meski sudah dilaksanakan tetapi belum diorganisir secara baik sebagaimana di wilayah barat. Riparian doctrine adalah penetapan hak berdasarkan kepemilikan lahan. Sebagaimana arti kata “riparian” adalah daerah yang berhubungan dekat dengan tebing sungai. Berdasarkan doktrin ini pemilik lahan yang berdekatan dengan suatu sungai atau sumber air lainnya mempunyai hak untuk menerima aliran dari sumber air tersebut, untuk menggunakan air untuk hal-hal yang bermanfaat (reasonable 3



use) selama lahan di tepi sungai tersebuit tidak rusak. secara bermanfaat, memperoleh akses air, membangun dermaga, dan mengolah air. Asal riparian doctrine ini diduga dari Eropa. Perancis dan Inggris mempunyai versi doktrin ini. Beberapa perselisiahan antar mereka yang mengkuti doktrin ini selalu terjadi. Doktrin ini merupakan versi dasar yang mengikuti prinsip common law dan tidak dapat dijadikan undang-undang ataupun konstitusi negara bagaian akan tetapi digunakan sebagai dasar dalam keputusan pengadilan. Bentuk asli doktrin ini telah mengalami modifikasi yang bervariasi.. Salah satu aspek riparian murni adalah aturan aliran alami, dimana memberikan hak pemilik lahan untuk mengalirkan sungai tanpa batasan jumlah atau mutu. Pada perkembangannya doktrin ini diperbaiki yaitu penggunaan air dilakukan dalam jumlah yang layak dan untuk penggunaan yang menguntungkan. Prior appropriation doctrine penetapan hak ditentukan berdasarkan senioritas. Konsepsi yang digunakan adalah siapa yang lebih awal, maka haknya didahulukan (first in time, first in rights). Konsepsi ini berkembang sejak era perburuan tambang emas pada tahun 1849 di Amerika belahan barat. Hak pemakai pertama mendapat prioritas untuk mendapatkan pelayanan air, sedangkan pengguna berikutnya hanya mendapatkan pelayanan air jika masih terdapat sisa. Sedangkan sistem hybrid pada dasarnya merupakan penggabungan dari dua doktrin yang sudah disebut sebelumnya, yaitu mengambil apa yang dipandang baik dari riparian doctrine dan prior appropriation doctrine. Linsley (1979) menyebut system hybrid ini dengan sistem ijin, penetapan hak guna air berdasarkan suatu pengaturan yang ditindaklanjuti dengan pemberian ijin untuk mempergunakan air dalam jumlah tertentu pada tempat tertentu dan waktu yang telah ditetapkan. Terdapat beberapa aspek penting dalam pengaturan dan pemberian ijin hak penggunaan air, yaitu kepastian jumlah air, jenis penggunaan, batas waktu, serta kemungkinan peralihan hak dan sebagainya. Pemahaman Hak atas air di Indonesia Pemahaman hak guna air di Indonesia terkait erat dengan aktivitas irigasi. Masyarakat yang mengusahakan budidaya sawah beririgasi dapat dikatakan sebagai masyarakat hidrolik (Suryo dan Kartodirdjo, 1991, dalam Sigit 2001). Pandangan mereka tentang air adalah sebagai sumber kehidupan dan sebagai faktor yang sangat penting bagi keberhasilan pertanian. Bagaimana memperoleh air dalam jumlah yang cukup merupakan masalah yang sangat menentukan dan selalu dihadapi oleh masyarakat hidrolik ini. Dalam wujud sosial masyarakat hidrolik secara tradisionil berada hampir di seluruh wilayah Indonesia, dinyatakan dengan keberadaan organisasi irigasi 4



pada masing-masing daerah, seperti subak di Bali, panitia siring di Sumatera Selatan, panriakan pamokkahan di Sumatera Utara. Atau kadang-kadang lebih dikenal berdasarkan sebutan bagi pemuka organisasi seperti keujrueng blang (Pidie Aceh), raja bondar (Tapanuli Selatan, Sumatera Utara), tuo banda (Sumatera Barat), raksa bumi (Jawa Barat), ulu-ulu (Jawa Timur), jaga tirta (Jawa Tengah) tudung sipulung (Sulawesi selatan), dan malar atau punggawa (Sumbawa). Sampai sekarang ini keberadaan masyarakat tradisional masih dapat diterima di tengah masyarakat secara luas, salah satu contoh adalah irigasi subak di Bali (Arif dan Sutrisno, 1999). Sistem irigasi subak mengikuti filososfi Tri Hita Karana mengandung makna tiga penyebab kebahagiaan, yaitu : 1. Parhyangan : hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa 2. Pawongan : hubungan yang harmonis antara manusia dengan manusia 3. Palemahan: hubungan yang harmonis antara manusia dengan lingkungannya., yaitu bahwa sistem irigasi subak dikelola atas dasar keseimbangan sebagai perwujudan hasil karya manusia untuk mengelola alam sebagai perwujudan untuk menyembah Tuhan. Sebagai dasar manajemen irigasi subak adalah keharmonisan manusia dalam mengelola sistem irigasi secara harmonis berkesinambungan dengan alam dan masyarakat penggunanya secara adil terbuka, akuntable dan berwawasan lingkungan sebagai perwujudan ketakwaan terhadap Tuhan (Arif dan Sutrisno, 1999). Gelpke (1874) dalam Sajogyo (1986) melaporkan bahwa sistem irigasi pedesaan di Jawa pada abad 19 juga mempunyai karakteristik manajemen yang mirip dengan subak. Hal ini diperlihatkan dengan adanya upacara-upacara ritual dalam pengelolaan sawah termasuk pengaturan air serta perhitungan untuk memperkirakan ketersediaan air berdasarkan pranata mangsa. Secara historis, pada awalnya masyarakat tidak mempunyai hak kepemilikan (property rights), mereka menganggap bahwa kepemilikan adalah di tangan Tuhan penguasa alam semesta. Kuasa pengaturan sumberdaya berdasarkan komunitas (communal Property Rights). Perkembangan berikutnya, property rights bergeser dari penguasa alam semesta kepada penguasa negara (dalam sistem monarki). Rakyat tidak memiliki akan tetapi dapat menggunakan atas kuasa negara. Ketika negara menjadi republik dengan sistem demokrasi, rakyat secara individual memiliki hak milik, akan tetapi hak milik yang bersifat untuk kepentingan hajat 5



hidup orang banyak diatur oleh negara. Khusus sumber alam yang menyangkut kebutuhan dasar (kalau tidak menggunakan manusia akan mati), hak kepemilikannya bukan individual tetapi menjadi milik masyarakat luas dalam suatu wilayah negara. Masyarakat memiliki hak untuk menggunakan dan memakai dengan aturan berdasarkan kesepakatan bersama ataupun oleh aturan negara. (Susetiawan, dkk, 2001) Selanjutnya konsep tersebut diwujudkan dalam UUD 1945 pasal 33 yang menyatakan bahwa tanah dan air dikuasai negara dan dikelola untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Khusus mengenai sumberdaya air, konsep umum tersebut telah diakomodasi dalam UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air dalam pasal 6, yaitu (1) Sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. (2) Penguasaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan tetap mengakui hak ulayat masyarakat hukum adat setempat dan hak yang serupa dengan itu, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan peraturan perundang-undangan. (3) Hak ulayat masyarakat hukum adat atas sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetap diakui sepanjang kenyataannya masih ada dan telah dikukuhkan dengan peraturan daerah setempat. Pengaturan hak atas air diwujudkan melalui penetapan hak guna air, yaitu hak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan air untuk berbagai keperluan. Hak guna air dengan pengertian tersebut bukan merupakan hak pemilikan atas air, tetapi hanya terbatas pada hak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan sejumlah (kuota) air sesuai dengan alokasi yang ditetapkan oleh pemerintah kepada pengguna air, baik untuk yang wajib memperoleh izin maupun yang tidak wajib izin. Hak guna air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, pertanian rakyat, dan kegiatan bukan usaha disebut dengan hak guna pakai air, sedangkan hak guna air untuk memenuhi kebutuhan usaha, baik penggunaan air untuk bahan baku produksi, pemanfaatan potensinya, media usaha, maupun penggunaan air untuk bahan pembantu produksi, disebut dengan hak guna usaha air. Lebih lanjut menurut UU No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya air, jumlah alokasi air yang ditetapkan tidak bersifat mutlak dan harus dipenuhi sebagaimana yang tercantum dalam izin, tetapi dapat ditinjau kembali apabila 6



persyaratan atau keadaan yang dijadikan dasar pemberian izin dan kondisi ketersediaan air pada sumber air yang bersangkutan mengalami perubahan yang sangat berarti dibandingkan dengan kondisi ketersediaan air pada saat penetapan alokasi. Hak guna pakai air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan dan pertanian rakyat yang berada di dalam sistem irigasi dijamin oleh Pemerintah atau pemerintah daerah. Hak guna pakai air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan dan pertanian rakyat tersebut termasuk hak untuk mengalirkan air dari atau ke tanahnya melalui tanah orang lain yang berbatasan dengan tanahnya. Pemerintah atau pemerintah daerah menjamin alokasi air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan dan pertanian rakyat tersebut dengan tetap memperhatikan kondisi ketersediaan air yang ada dalam wilayah sungai yang bersangkutan dengan tetap menjaga terpeliharanya ketertiban dan ketentraman. Kebutuhan masyarakat terhadap air yang semakin meningkat mendorong lebih menguatnya nilai ekonomi air dibanding nilai dan fungsi sosialnya. Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan antarsektor, antarwilayah dan berbagai pihak yang terkait dengan sumber daya air. Di sisi lain, pengelolaan sumber daya air yang lebih bersandar pada nilai ekonomi akan cenderung lebih memihak kepada pemilik modal serta dapat mengabaikan fungsi sosial sumber daya air. Berdasarkan pertimbangan tersebut undang-undang No. 7 Tahun 2004, Tentang Sumber Daya Air ini lebih memberikan perlindungan terhadap kepentingan kelompok masyarakat ekonomi lemah dengan menerapkan prinsip pengelolaan sumber daya air yang mampu menyelaraskan fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi. Pelajaran Dari Hasil Sosialisasi Dan Simulasi Implementasi Konsep Hak Guna Air Irigasi Pada Tahun 2003 berlokasi di Propinsi Jawa Tengah, tepatnya pada Daerah Irigasi Glapan Kabupaten Grobogan dan Demak dilakukan Implementasi Konsep Hak Guna Air Irigasi. Pelaksanaan implementasi konsep Hak Guna Air Irigasi dilakukan melalui 2 (dua) tahap, yaitu sosialisasi mengenai konsep Hak Guna Air Irigasi serta simulasi proses pengajuan dan penetapan Hak Guna Air Irigasi. Kegiatan sosialisasi implementasi konsep hak guna air irigasi yang dilaksanakan, tidak hanya memaparkan berbagai wacana yang berkembang mengenai hak guna air irigasi secara searah saja akan tetapi juga menampung respon balik (feed back) dari audiens mengenai berbagai isu strategis berkaitan 7



dengan hak guna air irigasi. Sedangkan dari kegiatan simulasi implementasi hak guna air diperoleh hasil evaluasi dan proses pembelajaran terhadap implementasi hak guna air irigasi. Berikut ini disampaikan beberapa pelajaran dari kegiatan sosialisasi dan simulasi implementasi hak guna air irigasi, meliputi isu-isu startegis mengenai hak guna air, hasil evaluasi implementasi hak guna air irigasi, dampak positif penetapan hak guna air serta pelajaran dari Sosialisasi dan Simulasi Hak Guna Air Isu-isu Strategis Berkaitan Implementasi Hak Guna Air Dalam rangka merumuskan isu-isu strategis berkaitan dengan rencana implementasi hak guna air khususnya atau pengelolaan irigasi pada umumnya, dilakukan curah pendapat (brainstorming) dengan menggunakan bantuan kartu metaplan. Dari kegiatan curah pendapat ini terkumpul kurang lebih 166 buah kartu metaplan yang menyatakan berbagai persoalan serta gagasan kunci yang berkaitan dengan rencana implementasi hak guna air khususnya atau pengelolaan irigasi pada umumnya. persolan dan gagasan kunci dikumpulkan dari audiens Camat, Kepala Desa dan Ketua P3A dan instansi teknis yang berasal dari wilayah kabupaten Grobogan dan wilayah kabupaten Demak. Berdasarkan hasil curah gagasan dapat dirangkum 5 kelompok persoalan berkaitan dengan implementasi hak guna air dan pengelolaan irigasi, yaitu. 1. 2. 3. 4. 5.



Persoalan berkaitan semakin menurunnya ketersediaan air Persoalan berkaitan infrastruktur / bangunan irigasi Persoalan berkaitan pengaturan / pengelolaan air Persoalan berkaitan dengan rencana penetapan hak guna air, Persoalan berkaitan dengan penegakan hukum



Berikut ini disampaikan beberapa pokok pikiran yang diungkapkan dalam curah pendapat mengenai implementasi hak guna air. Persoalan berkaitan semakin menurunnya ketersediaan air Hampir sebagian responden sepakat bahwa semakin menurunnya ketersediaan air merupakan masalah yang dihadapi dalam pengelolaan air irigasi. Dampak yang dirasakan akibat kondisi ini adalah tidak tercapainya rencana tanam, berkaitan dengan luas eral yang terairi dan mundurnya jadwal pemberian air. Kondisi terbatasnya air dan meningkatnya kebutuhan air adalah adanya potensi air sebagai komoditas ekonomi dan permainan uang untuk mendapatkan air. Implikasi 8



lainnya dengan ketersediaan air yang semakin berkurang akan menyulitkan dalam memberi jaminan ketersediaan air irigasi atas hak guna air yang ditetapkan. Persoalan berkaitan infrastruktur / bangunan irigasi Persoalan berkaitan infrastruktur / bangunan irigasi yang terungkap dari hasil brainstorming pada umumnya berupa menurunnya kinerja infrastruktur, antara lain disebabkan rusaknya bangunan, berubahnya profil saluran, adanya corongan dan bangunan pompa liar serta kurangnya kesadaran terhadap pemeliharaan infrastruktur. Implikasi persoalan berkaitan infrastruktur / bangunan irigasi terhadap implementasi hak guna air irigasi adalah adanya kendala dalam memberikan pelayanan dan pengaturan dalam penyediaan air irigasi kepada pemegang hak guna air irigasi. Persoalan berkaitan pengaturan / pengelolaan air Mengenai pengaturan / pengelolaan air, dari hasil brainstorming terungkap beberapa pokok masalah, antara lain menyangkut pengaturan sistem mikro (dalam jaringan irigasi) dan sistem makro (menyangkut sistem dalam DAS Tuntang). Persoalan-persoalan yang bersifat mikro antara lain air sering terlambat, pola tanam tidak terpenuhi (padi-padi-bero) serta adanya pembagian air dianggap tidak merata/kurang adil. Sedangkan persoalan yang bersifat makro antara lain pembagian air dari hulu dan hilir, belum adanya koordinasi antar pengguna air di hulu dengan hilir, sistem yang kompleks, serta kondisi hidroklimatologi. Implikasi persoalan pengaturan air terhadap implementasi hak guna air irigasi adalah masih adanya kendala dalam memberikan pelayanan dan pengaturan dalam penyediaan air irigasi kepada pemegang hak guna air irigasi. Persoalan berkaitan dengan rencana penetapan hak guna air, Beberapa persoalan umum berkaitan dengan rencana penetapan hak guna air antara lain adalah kesadaran dalam penggunaan air, potensi konflik antar pemegang ijin, kondisi organisasi P3A, birokrasi dan biaya pengurusan hak guna air. Mencermati beberapa persoalan berkaitan dengan rencana implementasi hak guna air memberikan implikasi bahwa implementasi hak guna air irigasi harus dilaksanakan secara hati-hati, bertahap, transparan dan akuntabel. Persoalan berkaitan dengan penegakan hukum Persoalan berkaitan dengan penegakan hukum yang terungkap dalam btainstorming adalah masih rendahnya penegakan hukum dalam praktek pengaturan air irigasi. Hal ini diindikasikan terjadinya pelanggaran penggunaan air 9



dengan disertai pengrusakan jaringan irigasi. Khusus mengenai aspek hukum dalam implementasi hak guna air masih terdapat kekhawatiran terhadap pengguna air yang tidak mau mengikuti peraturan hak guna air dan menggunakan air secara sembunyi-sembunyi. Simulasi Implementasi Konsep Hak Guna Air Irigasi Simulasi proses implementasi konsep hak guna Air irigasi dimaksudkan untuk memperagakan proses pengajuan ijin sampai dengan terbitnya surat keputusan mengenai hak guna air. Simulasi ini diperagakan oleh unsur pengguna air P3A/GP3A/IP3A, Balai PSDA dan instansi teknis yang terkait. Pihak-pihak yang terkait dengan penerbitan Hak Guna Air yang diperankan dalam simulasi meliputi 4 (empat) kelompok berikut ini : 1. 2. 3. 4.



Pengguna air yang diwakili oleh P3A/GP3A/IP3A; Pihak yang berwenang mengeluarkan Hak Guna Air; Balai PSDA, pihak yang melaksanakan pengelolaan sumberdaya air; Forum Koordinasi, pihak yang melaksanakan pertemuan/koordinasi dalam pengelolaan irigasi / sumberdaya air wilayah sungai.



Proses penerbitan Hak Guna Air yang dilaksanakan dalam simulasi melalui tahapan sebagai berikut. 1. Pemohon mengajukan permohonan izin kepada institusi pemberi izin dengan mengisi formulir permohonan. Pemohon izin adalah para penerima Hak Guna Air, sedangkan institusi pemberi izin adalah bupati, gubernur dan menteri sesuai kewenangannya. 2. Institusi pemberi izin melakukan pendaftaran dan meneruskan permohonan tersebut kepada institusi pemberi rekomendasi teknis (Balai PSDA / instansi teknis lain) 3. Institusi pemberi rekomendasi teknis mempelajari berkas permohonan izin, apabila terdapat kekurangan informasi / data, maka formulir permohonan izin dikembalikan kepada pemohon untuk dilengkapi. 4. Setelah melakukan pemeriksaan dan identifikasi, institusi pemberi rekomendasi teknis menerbitkan rekomendasi teknis kepada institusi pemberi izin. Rekomendasi teknis diberikan dengan mempertimbangkan data dasar air permukaan dan / atau data dasar air tanah, kebutuhan air, operasi prasarana dan sarana serta data lain yang relevan. 10



5. Institusi pemberi izin setelah menerima rekomendasi teknis tersebut segera menerima / menolak permohonan izin penggunaan air, dengan disertai alasan dan pertimbangan sebagaimana tertera dalam rekomendasi teknis. Alat peraga yang digunakan simulasi berupa : 1. 2. 3. 4.



surat permohonan pengajuan hak guna air; surat permohonan rekomendasi teknis; rekomendasi teknis; surat Keputusan Hak Guna Air.



7



Komisi Irigasi / Forum Koordinasi DPS



4



5



2



3



Bupati, Gubernur, Menteri sesuai dengan kewenangannya



7



1



Instansi Pemberi Rekomendasi Teknis / Balai PSDA



6 Keterangan :



Petani/Pengguna air melalui Badan Hukum/ P3A / GP3A/ IP3A



1. 2. 3. 4. 5.



Pengajuan ijin penggunaan air / hak guna air Permintaan rekomendasi teknis Pemberian rekomendasi teknis Tembusan permintaan rekomendasi Informasi mengenai permasalahan, kebutuhan dan aspirasi stakeholders (rekomendasi non teknis) Pemberian / penolakan ijin penggunaan air / hak guna air Kenggotaan dalam Forum Koordinasi



6. 7.



Gambar 1 Proses Simulasi Penerbitan Hak Guna Air 11



Hasil Evaluasi Simulasi Implementasi Hak Guna Air Dari kegiatan simulasi implementasi hak guna air yang dilaksanakan dapat diperoleh evaluasi dan proses pembelajaran terhadap implementasi hak guna air. Dalam rangka evaluasi simulasi implementasi konsep hak guna air irigasi disebarkan kusisiner beberapa aspek penting dalam implementasi hak guna air. Berikut ini disampaikan beberapa hasil evaluasi dari kegiatan simulasi implementasi hak guna air. Urgensi Penerbitan Hak Guna Air Dengan latar belakang bahwa hak guna air irigasi dimaksudkan sebagai aspek legal untuk melindungi petani untuk mendapatkan air irigasi serta peningkatan efisiensi pengaturan air, hampir seluruh peserta simulasi yang berasal dari petani menyetujui untuk menerapkan hak guna air. Hal ini dapat dilihat pada polling terhadap 36 peserta yang mewakili P3A, GP3A dan IP3A, yang menanyakan apakah hak guna air ini perlu dilaksanakan, 50,00 % menyatakan sangat setuju dan 50,00 % lainnya setuju. Birokrasi Proses Penerbitan Hak Guna Air Proses pengajuan hak guna air yang disimulasikan sebagaimana ditampilkan dalam Gambar 1, dapat diperagakan selama kegiatan simulasi. Salah satu hal yang dikhawatirkan oleh peserta simulasi terutama yang mewakili petani adalah terlalu lamanya waktu yang dibutuhkan dari proses serta membutuhkan biaya untuk pengurusan. Berdasarkan kuisiner yang disebarkan kepada 36 peserta yang mewakili P3A, GP3A dan IP3A, diperoleh informasi bahwa 36,11 % menganggap sulit, 33,33 % menyatakan sangat sulit, 16,67 % mudah dan 13, 89 sangat mudah. Dari fakta tersebut dapat ditarik pelajaran bahwa masih diperlukan upaya-upaya untuk menyederhanakan birokrasi pengurusan hak guna air. Formulir Pengajuan Hak Guna Air Penetapan hak guna air diawali oleh adanya pengajuan permohonan hak guna air oleh pengguna. Dalam simulasi yang dilakukan telah disediakan formulir pengajuan permohonan hak guna air. Secara umum formulir tersebut berisi beberapa informasi sebagai berikut : 12



1. 2. 3. 4.



Identitas pemohon dan badan usaha/badan hukum yang diwakili Sumber air / bangunan dan lokasi yang diajukan hak guna airnya Jenis penggunaan Rencana penggunaan



Berdasarkan kuisiner yang disebarkan kepada 36 peserta yang mewakili P3A, GP3A dan IP3A, mengenai tingkat kesulitan pengisian formulir pengajuan hak guna air, diketahui bahwa 36,10 % menganggap sangat mudah, 30,60 % menyatakan sulit, 27,80 % menyatakan mudah dan 5, 56 menyatakan sangat sulit. Memperhatikan hasil tersebut formulir survei sudah cukup difahami oleh 66,70 % responden dan hanya 5,56 % yang menyatakan kesulitan dalam memahami formulir, sehingga diperlukan suatu petunjuk penjelasan pengisian formulir yang jelas dan informatif. Disamping itu juga diperlukan pendampingan / pembimbingan dalam penulisan formulir oleh petugas pendamping/pembina P3A/GP3A/IP3A. Rekomendasi Teknis Penerbitan hak guna air memerlukan berbagai pertimbangan yang bersifat teknis. Balai PSDA merupakan institusi yang mempunyai kewenangan dalam pengelolaan sumberdaya air dalam suatu wilayah sungai, diantaranya mempunyai tugas dalam menghimpun data mengenai ketersediaan air, kebutuhan air, pola pemanfaatan air, kualitas air serta data lainnya. Disamping itu juga menjadi tugas Balai PSDA untuk memberikan rekomendasi yang bersifat teknis terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya air pada wilayah sungai. Terhadap tugas dan kewenangan balai PSDA untuk memberikan rekomendasi teknis ini tidak ada keberatan dari peserta sosialisasi. Hanya harapannya birokrasi penerbitan rekomendasi teknis cukup ringkas dan cepat. Forum Koordinasi Pengguna Air / Komisi Irigasi Dari kegiatan sosialisasi dan simulasi implementasi hak guna air diperoleh adanya peningkatan kesadaran untuk meningkatkan intensitas pertemuan antar P3A,IP3A,GP3A antar masing-masing wilayah. Hampir semua peserta sepakat untuk membentuk suatu forum yang mempertemukan petani di hulu, tengah dan hilir. Pada sosialisasi telah mulai dirintis dengan mengajak petani Daerah Irigasi Tuntang untuk meninjau mata air Sungai Tuntang di Rawa Pening. Disamping itu Balai PSDA Jragung Tuntang juga sudah merintis adanya Forum Peduli Tuntang 13



yang akan secara rutin mempertemukan petani di hulu, tengah dan hilir Sungai Tuntang. Berkaitan dengan penetapan hak guna air, salah satu tugas forum koordinasi adalah memberikan rekomendasi berdasarkan kesepakatan para pengguna. Bentuk Surat Keputusan Hak Guna Air Maksud surat keputusan mengenai hak guna air adalah untuk memberikan kekuatan legal terhadap akses air dari suatu sumber air. Dalam simulasi ini surat keputusan hak guna air dibuat sebagaimana surat keputusan lainnya (seperti surat ijin HO, Surat Ijin Mendirikan Bangunan, dan sebagainya) yang didalamnya berisi : 1. Berbagai pertimbangan atas penerbitan Surat Keputusan, seperti surat permohonan pengajuan, hak guna air, rekomendasi teknis, rekomendasi non teknis serta pertimbangan lain yang relevan 2. Berbagai dasar hukum yang mengatur hak guna air, meliputi Undangundang, Peraturan Pemerintah, Kepres, Inpres, Kepmen dsb. 3. Menetapkan :  Mengabulkan permohonan hak guna air  Jumlah pemberian air berdasarkan ketersediaan air dan kebutuhan air serta kesepakatan antar masing-masing pemilik hak guna air.  Keputusan ini mulai berlaku terhitung mulai tanggal ditetapkannya sampai dengan berakhirnya masa berlaku dan dapat diperbaharui kembali  Apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini, maka akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya Terhadap konsep surat keputusan hak guna air tersebut tidak ada keberatan ataupun masukan dari peserta simulasi. Dalam surat keputusan tersebut yang dimaksud dengan hak guna air adalah hak untuk dapat memperoleh akses untuk mengambil air dari suatu sumber air ataupun bangunan pengambil air. Besar debit pengambilan tidak diatur dalam Surat Keputusan Hak Guna Air tersebut, tetapi diatur tersendiri berdasarkan ketersediaan air dan kebutuhan air serta kesepakatan antar masing-masing pemilik hak guna air dalam mekanisme alokasi air Masa Berlaku Surat Keputusan Hak Guna Air 14



Ketika ditanyakan berapa lama sebaiknya surat keputusan mengenai hak guna air berlaku, 91,67 % responden menyatakan bahwa hak guna air berlaku 5 tahun, 5,55 % mengusulkan 3 tahun dan hanya 2,78 % yang menginginkan hanya berlaku 1 tahun. Beberapa alasan yang dikemukakan mereka yang menghendaki agas hak guna air berlaku 5 tahun antara lain adalah (1) jangka waktu tersebut cukup ideal , (2) iklim relatif tidak begitu berubah, dan (3) jika setiap tahun mengurus hak guna air akan menyita waktu dan tenaga. Dampak Positif Penetapan Hak Guna Air Berdasarkan beberapa indikator yang diperoleh dari hasil kuisiner terhadap auiden serta antusiasme audien dalam mengikuti kegiatan sosialisasi dan simulasi implementasi hak guna air, secara umum kegiatan ini dapat dikatakan cukup berhasil. Dari kegiatan sosialisasi dan simulasi dapat dirasakan adanya peningkatan kesadaran audiens terhadap beberapa hal yang berkaitan dengan penggunaan air, antara lain (1) kesadaran akan semakin langkanya air sehingga diperlukan berbagai upaya konservasi dan peningkatan efisiensi penggunaan air, (2) kesadaran untuk meningkatkan pengaturan air , (3) kesadaran akan perlunya penegakan hukum. Meningkatnya jaminan untuk mendapatkan air Salah satu tujuan ditetapkannya hak guna air irigasi adalah sebagai aspek legal untuk melindungi petani untuk mendapatkan air irigasi serta peningkatan efisiensi pengaturan air. Dengan ditetapkannya hak guna air 54,29 % responden menyatakan setuju akan lebih terjamin untuk mendapatkan air, 34,29 % menyatakan setuju, dan 11,43 % menyatakan tidak setuju. Meningkatnya Aktivitas Organisasi dan Forum Koordinasi Salah satu syarat implementasi hak guna air adalah kuatnya kelembagaan petani dan adanya forum-forum koordinasi. Sebanyak 50 % responden setuju bahwa penetapan hak guna air ini akan mengaktifkan organisasi petani dan forumforum koordinasi, 41,67 % sangat setuju dan hanya 8,33 % yang menyatakan tidak setuju. Mampu menekan konflik antar pengguna Ketika ditanyakan apakah dengan diperlakukannya hak guna air akan mampu mengatasi konflik, Sebanyak 38,89 % menyatakan sangat setuju, yang 15



menyatakan setuju sebanyak 47,22 % responden, sebanyak 13,88 % menyatakan kurang setuju dan 36,11 % menyatakan tidak setuju. Lebih menyadari hak dan kewajiban Dampak positif dari implementasi hak guna air lainnya adalah meningkatnya kesadaran akan hak dan kewajiban dalam pengelolaan irigasi, 47,22 % responden sangat setuju bahwa dengan mendapatkan hak guna air maka petani akan lebih menyadari hak dan kewajibannya, sedangkan 52,78 % lainnya menyatakan setuju. Pelajaran dari Sosialisasi dan Simulasi Hak Guna Air Dari kegiatan sosialisasi dan simulasi implementasi hak guna air ini diperoleh beberapa isu-isu strategis, evaluasi pelajaran yang sangat berharga untuk implementasi hak guna air lebih lanjut, khusunya sebagai acuan dalam penetapan Hak Guna Air Irigasi, perencanaan prosedur perizinan penggunaan air pada suatu Daerah Irigasi, dan masukan produk hukum mengenai hak guna air. Berdasarkan isu-isu strategis yang diungkapkan oleh peserta, secara umum dapat diidentifikasi persoalan utama dalam implementasi hak guna air meliputi : 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Persoalan/kendala yang berkaitan dengan aspek alamiah, Persoalan/kendala yang berkaitan infrastruktur, Persoalan/kendala yang berkaitan aspek pengaturan, Persoalan berkaitan dengan sanksi dan penegakan hukum Persoalan berkaitan dengan implementasi hak guna air Persoalan/kendala yang berkaitan dengan aspek sumberdaya manusia dan kelembagaan.



Disamping itu juga diperoleh gagasan-gagasan kunci meliputi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Peningkatan pengaturan/pengelolaan air Peningkatan pembangunan dan pemeliharaan bangunan air Penegakan hukum dan kesadaran masyarakat Penyuluhan, sosialisasi dan implementasi hak guna air Peningkatan kesejahteraan, SDM dan keterlibatan P3A Penegakan hukum dan kesadaran masyarakat Konservasi Peningkatan kesejahteraan petugas 16



9. Koordinasi/pertemuan antar petani Isu dan gagasan kunci tersebut memperlihatkan bahwa yang menjadi persoalan adalah aspek ketersediaan air, infrastruktur dan pengaturan air di lapangan. Sebelum hak guna air diterapkan perlu diperhatikan aspek ketersediaan air, infrastruktur dan pengaturan air. Pelajaran yang dapat diambil adalah penetapan hak guna air membutuhkan beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain 1. 2. 3. 4. 5.



Adanya ketersediaan air Adanya sarana dan prasarana yang memadai Adanya sistem pengelolaan yang baik Adanya personil / SDM yang handal, termasuk masyarakat Adanya organisasi yang berkoordinasi



Secara umum petani DI Glapan setuju terhadap implementasi hak guna air, dengan alasan akan lebih terjamin perolehan airnya. Satu hal yang dikhawatirkan adalah berbelit-belitnya birokrasi dan panjangnya waktu yang dibutuhkan untuk mengurus hak guna air sampai terbitnya surat keputusan bupati/ gubernur. Sedangkan dari kalangan petugas instansi teknis pengelola air irigasi, meskipun pada satu sisi merasa setuju dengan penerapan hak guna air, tetapi masih ada suatu kekhawatiran apabila nanti hak guna air diterapkan akan sering mendapat komplain dari petani. Salah satu yang paling dikhawatirkan adalah apabila air benar-benar tidak ada, petani tetap akan minta kebutuhannya terpenuhi, padahal ketiadaan air disebabkan oleh aspek alami. Salah satu jalan keluar yang diusulkan terhadap persoalan tersebut adalah dengan menempatkan hak guna air secara terbatas, yaitu sebagai hak untuk mendapatkan (akses) air. Selanjutnya jumlah pemberian air (alokasi air) diatur berdasarkan beberapa aspek yaitu (1) ketersediaan air, (2) kebutuhan air dan (3) kesepakatan antar masing-masing pemilik hak guna air.



DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim, 2003, Kajian Implemtasi Konsep Hak Guna Air Irigasi DI Glapan, Laporan Akhir, Bagian Proyek Penyuluhan dan Tata Guna Air, Proyek Iriigsi Andalan Propinsi Jawa Tengah.



17



2. Anonim, 2001, Studi Hak Guna Air Irigasi DI Glapan Timur DPS Tuntang, Laporan Utama, Fakultas Teknik UGM –Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air Propinsi Jawa Tengah.. 3. Anonim, 2001, Pokok-pokok Subtansi Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Hak Guna Air, Bahan Konsultasi Publik, Kelompok Kerja Reformasi Kebijakan Sektor Pengairan. 4. Anonim, 2000, Bahan Diskusi Kekerasan di Bidang Pengelolaan Sumberdaya Air, Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Propinsi Jawa Tengah. 5. Anonim, 1994, Penelitian Water Management dan Pemantapan Rencana Tata Tanam Tentang Pedoman Operasi DPS Tuntang, Fakultas Teknik UGM – Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Jawa Tengah. 6. Asnawi S., 1993, Masalah dan Kebijaksanaan Irigasi Pengalaman Indonesia, (pengantar), LP3ES, Jakarta. 7. Britha Mikkelsen, 1999, Metode Penelitian Partisipatoris dan UpayaUpaya Pemberdayaan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. 8. Bryan Randolph Bruns and Ruth Meinzen-Dick, Negotiating Water Rights in Contexts of Legal Pluralism: Priorities for Research and Action, (http://www.BryanBruns.com) 9. Bryan Randolph Bruns, 1997, Water Rights Questions, The National Seminar on Farmer Water Use Rights Bandung Indonesia, 15-17 December 1997, (http://www.BryanBruns.com) 10. Pramudarno, 1997, Daya Dukung Air, Balai Pustaka, Jakarta 11. Ruth, S. Meinzen-Dick and Brent M. Swallow, Multiple Functions of Common Property Regimes, Panel presented at International Association for the Study of Common Property 6 th Annual Conference, Washington,D.C., 1997 12. Robert Chambers, 1996, PRA Participatory Rural Appraisal, Memahami Desa Secara Partisipatif, Kanisius, Yogyakarta,. 13. Sartono Kartodiharjo dkk, 1996, Dinamika Sosial Ekonomi Pedesaan, Aditya Media, Yogyakarta. 14. Sajogyo dan Collier L. William, 1986, Budidaya Padi di Jawa, Gramedia, Jakarta 15. Sigit Supadmo Arief, 2000, Penerapan Teknologi Tata Air, Peluang, Kendala dan Prospek, Bahan Kursus Singkat Sistem Sumberdaya air Dalam Otonomi Daerah ke III, Jurusan Teknik Sipil FT UGM, Yogyakarta. 18



16. Sudjarwadi,1990, Management of Irrigation Water at Farm Level in Indonesia, Civil Departement, Faculty of Engineering UGM, Yogyakarta.



19