Desain Inovatif Gadar Pijat Kaki Vin [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DESAIN INOVATIF KEPERAWATAN GAWAT DARURAT STUDI KASUS : IMPLEMENTASI FOOT MASSAGE DALAM PENATALAKSANAAN TEKANAN DARAH TINGGI PADA PASIEN DENGAN HIPERTENSI EMERGENCY



NAMA : VINDY ADESTYA PUTRI



PROGRAM STUDI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG POLTEKKES KEMENKES SEMARANG 2019



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit hipertensi emergency merupakan penyakit yang tidak menunjukkan tanda dan gejala sehingga menjadi pembunuh diam-diam (the silent killer of death) dan menjadi pencetus utama timbulnya penyakit jantung, stroke dan ginjal (Sutanto, 2010). Pada penyakit ini, tekanan darah melonjak terlalu tinggi dan terjadi secara tiba-tiba. Studi di Amerika berdasarkan data kunjungan di IGD pasien dewasa tahun 2006-2013 didapatkan sebanyak 809 juta kasus emergensi. Dari 809 juta, ternyata sebanyak 2.4 juta merupakan hipertensi akut. Dari 2.4 juta hipertensi akut diperoleh sebanyak 900 ribu mengalami kerusakan organ target (hipertensi emergensi). Berdasarkan studi ini diperoleh bahwa prevalensi hipertensi emergensi jarang terjadi (Janke et al., 2016). Insiden hipertensi emergensi di Amerika Serikat menurun dari 7% menjadi 1%. Tingkat kelangsungan hidup 1 tahun (survival rate) meningkat dari 20% tahun 1950 menjadi 90% dengan perawatan yang bagus (Hopkins, 2018). Walaupun demikian kunjungan hipertensi emergensi meningkat lebih dari 2 kali lipat dari 2006 sampai 2013 (Janke et al., 2016). Secara global, hipertensi diperkirakan menjadi penyebab 7,5 juta kematian, sekitar 12,8% dari total seluruh kematian. Tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko utama pada penyakit jantung koroner dan stroke iskemik serta hemoragik. Tingkat tekanan darah telah terbukti positif dan terus berhubungan dengan risiko stroke dan penyakit jantung koroner. Selain penyakit jantung koroner dan stroke, komplikasi hipertensi termasuk gagal jantung, penyakit pembuluh darah perifer, gangguan ginjal, perdarahan retina dan gangguan penglihatan (WHO, 2014). Prevalensi keseluruhan tekanan darah tinggi pada orang dewasa berusia ≥25 tahun sekitar 40% pada tahun 2008. Prevalensi hipertensi tertinggi berada di Afrika yaitu sebesar 46% pada pria dan wanita (WHO, 2014). Di Inggris, 34% pria dan 30% wanita menderita hipertensi (diatas 140/90 mmHg) atau sedang mendapatkan pengobatan hipertensi. Prevalensi hipertensi di dunia hampir satu miliar orang dan



diperkirakan pada tahun 2025, jumlahnya mencapai 1,6 miliar orang (Palmer dan William, 2007). Morbiditas dan mortalitas yang terjadi pada pasien hipertensi dapat dicegah dengan intervensi yang mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg. Intervesi yang dilakukan salah satunya dengan tehnik nonfarmakologis. Tehnik nonfarmakologis yaitu intervensi dengan selain obat-obatan, dimana salah satunya yaitu dengan teknik relaksasi.Teknik relaksasi dapat menurunkan denyut jantung dan TPR dengan cara menghambat respons stres saraf simpatis (Corwin, 2009). Teknik relaksasi memiliki pengaruh yang sama dengan obat antihipertensi dalam menurunkan tekanan darah. Prosesnya yaitu dimulai dengan membuat otot-otot polos pembuluh darah arteri dan vena menjadi rileks bersama dengan otot-otot lain dalam tubuh. Efek dari relaksasi otot-otot dalam tubuh ini akan menyebabkan kadar norepinefrin



dalam



darah



menurun



(Mills,



2012).



Berkenaan



dengan



penatalaksanaan hipertensi di atas, terapi konservatif dengan terapi komplementer merupakan pilihan yang bisa dipertimbangkan untuk meminimalkan efek samping yang ditimbulkan dari terapi farmakologis. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1109 tahun 2007 menyebutkan pengobatan komplementer merupakan pengobatan meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dengan keamanan dan efektifitas tinggi salah satu terapi kompelementer tersebut adalah terapi pijat refleksi. Pijat refleksi merupakan suatu metode memijat titik-titik tertentu pada tangan dan kaki. Manfaat pijat refleksi untuk kesehatan sudah tidak perlu diragukan lagi. Salah satu khasiatnya yang paling populer adalah untuk mengurangi rasa sakit pada tubuh. Manfaat lainnya adalah mencegah berbagai penyakit, meningkatkan daya tahan tubuh, membantu mengatasi stress, meringankan gejala migrain, membantu penyembuhan penyakit kronis, dan mengurangi ketergantungan terhadap obat obatan. Teknik-teknik dasar yang sering dipakai dalam pijat refleksi diantaranya: teknik merambatkan ibu jari, memutar tangan dan kaki pada satu titik, serta teknik menekan dan menahan. Rangsangan rangsangan berupa tekanan pada tangan dan kaki dapat memancarkan gelombang gelombang relaksasi ke seluruh tubuh (Wahyuni, 2014).



Penelitian lain yang dilakukan oleh Rezki, Hasneli, dan Hasanah (2015) tentang pengaruh terapi pijat refleksi kaki terhadap tekanan darah pada penderita hipertensi primer yang dilakukan Pada kedua kelompok tekanan darah sistolik dan diastolik dihitung dengan menggunakan alat sphygmomanometer digital. Penelitian dilakukan pada jam yang sama, dimana peneliti telah menentukan rentang waktu pengambilan data untuk setiap responden yaitu dari jam 15.00 – 17.00 WIB menunjukan pijat refleksi dapat menurunkan tekanan darah, namun reponden masih dalam kategori hipertensi. Berdasarkan hal tersebut, Saya tertarik untuk membuat Evidence Based Practice tentang “Studi Kasus : Implementasi Foot Massage Dalam Penatalaksanaan Tekanan Darah Tinggi Pada Pasien Dengan Hipertensi Emergency” B. Tujuan 1. Umum Tujuan umum adalah untuk mengidentifikasi respon klien dengan implementasi foot massage pada klien hipertensi emergency selama diberikan intervensi berdasar Evidence Based Practice di Ruang IGD RS Kensaras Kabupaten Semarang. 2. Khusus a. Mengidentifikasi gambaran respon klien sebelum diberikan foot massage b. Mengidentifikasi gambaran respon klien setelah diberikan foot massage C. Manfaat 1.



Sebagai bahan kajian untuk meningkatkan pelayanan keperawatan hipertensi emergency di IGD.



2.



Sebagai salah satu bacaan ilmiah penerapan evidence based nursing pada keperawatan gawat darurat di IGD



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Hipertensi emergency a. Pengertian hipertensi emergensi Hipertensi emergensi adalah keadaan gawat medis ditandai dengan tekanan darah sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik > 120 mmHg, disertai kerusakan organ target akut (Aronow, 2017). Hipertensi emergensi juga didefinisikan sebagai peningkatan berat pada tekanan darah (> 180/120 mmHg) yang terkait dengan bukti kerusakan organ target yang baru atau memburuk (Whelton et al., 2017). Hipertensi emergensi ditandai oleh peningkatan tekanan darah sistolik atau diastolik atau keduanya, yang terkait dengan tanda atau gejala kerusakan organ akut (yaitu sistem saraf, kardiovaskular, ginjal). Kondisi ini memerlukan pengurangan tekanan darah segera (tidak harus normalisasi), untuk melindungi fungsi organ vital dengan pemberian obat antihipertensi secara intravena (Cuspidi and Pessina, 2014). Hipertensi emergensi adalah peningkatan tekanan darah utama dan sering mendadak, terkait dengan disfungsi organ target progresif dan akut. Hal ini dapat terjadi sebagai kejadian serebrovaskular akut atau fungsi serebral yang tidak teratur, sindrom koroner akut dengan iskemia atau infark, edema paru akut, atau disfungsi ginjal akut. Tekanan darah sangat tinggi pada pasien dengan kerusakan organ target akut yang sedang berlangsung, dan merupakan keadaan gawat medis yang sebenarnya, yang memerlukan penurunan tekanan darah segera (walaupun jarang ke kisaran normal) (Elliott et al., 2013). Hipertensi emergensi merupakan kenaikan



tekanan darah mendadak yang disertai kerusakan organ target akut yang progresif. Pada keadaan ini diperlukan tindakan penurunan tekanan darah yang segera dalam kurun waktu menit-jam. (Turana et al., 2017). b. Karakteristik Hipertensi Emergensi 1) Tekanan darah Tekanan hipertensi emergensi sangat tinggi, biasanya mencapai > 220/140 mmHg (Alwi et al., 2016), ada pula yang menyebutkan > 180/120 mmHg sudah termasuk hipertensi emergensi (Aronow, 2017). Hipertensi emergensi bukan hanya tergantung tingginya tekanan darah tetapi juga kecepatan peningkatan tekanan darah (Sowers, 2001). Biasanya pasien dengan hipertensi kronis dapat mentolerir tingkat tekanan darah yang lebih tinggi daripada individu normotensi (Elliott et al., 2013; Whelton et al., 2017). 2) Temuan funduscopy Pada hipertensi emergensi dapat ditemukan pendarahan, eksudat dan edema papil (Alwi et al., 2016). 3) Status neurologi Status neurologis pada hipertensi emergensi adalah rasa sakit di kepala, terjadi kebingungan, mengantuk, pingsan, gangguan pada penglihatan, kejang, gangguan neurologi fokal, koma (Vidt, 2004; Alwi et al., 2016). 4) Gejala ginjal Terdapat gejala gangguan ginjal pada hipertensi emergensi seperti azotemia, proteinuria, oliguria, AKI (Alwi et al., 2016). 5) Gejala saluran cerna Terjadi gejala saluran cerna sepert mual, muntah pada pasien dengan tekanan darah tinggi merupakan karakteristik dari hipertensi emergensi (Alwi et al., 2016). Hipertensi emergensi termasuk



salah satu kelompok krisis hipertensi. Sindroma klinis krisis hipertensi meliputi (Alwi et al., 2016): 1. Hipertensi gawat (hypertensive emergency): peningkatan tekanan darah yang disertai kerusakan organ akut. 2. Hipertensi mendesak (hypertensive urgency): peningkatan tekanan darah tanpa disertai kerusakan organ akut. 3. Hipertensi akselerasi (accelerated hypertension): peningkatan tekanan darah yang berhubungan dengan pendarahan retina atau eksudat. 4. Hipertensi maligna (malignant hypertension): peningkatan tekanan darah yang berkaitan dengan edema papil. Dari klasifikasi di atas, jelas terlihat bahwa tidak ada batasan yang tajam antara hipertensi gawat dan mendesak, selain tergantung penilaian klinis. Hipertensi gawat



(hypertensive



emergency)



selalu



berkaitan



dengan



kerusakan organ, tidak dengan level spesifik tekanan darah. Manifestasi



klinisnya



berupa



peningkatan



tekanan



darah



mendadak sistolik > 180 mmHg atau diastolik > 120 mmHg dengan adanya atau berlangsungnya kerusakan target organ yang bersifat progresif seperti perubahan status neurologis, hipertensif ensefalopati, infark serebri, pendarahan intrakranial, iskemi miokard atau infark, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi aorta, insufisiensi renal, atau eklampsia. Istilah hipertensi akselerasi dan hipertensi maligna sering dipakai pada



hipertensi mendesak (Alwi et al., 2016). Beratnya hipertensi emergensi bukan hanya tergantung tingginya tekanan darah tetapi juga kecepatan peningkatan tekanan darah karena sistem 10 autoregulasinya tidak berjalan. Seperti pada peningkatan tekanan darah yang berkaitan dengan glomerulonefritis pada anak atau preeklamsia/eklamsia wanita muda sudah terjadi gangguan mental walaupun tekanan diastoliknya baru 110 mmHg (Sowers, 2001). c. Foot Massage a. Pengertian Massage (pijat) adalah suatu tindakan penekanan oleh tangan pada jaringan lunak, biasanya pada otot tendon atau ligamen, tanpa menyebabkan pergeseran atau perubahan posisi sendi yang bertujuan untuk menurunkan



nyeri,



menghasilkan



relaksasi,serta



meningkatkan



sirkulasi.Gerakan-gerakan dasar foot massage meliputi gerakan memutar, gerakan



menekan,



mendorong



kedepan



nepuk,memotong-motong,meremas-remas,



dan dan



kebelakang,menepukgerakan



meliuk-liuk



(Henderson, 2006). Foot-massage atau refleksi kaki merupakan terapi yang berasal dari Cina. Prinsip foot-massage terletak pada jaringan yang menghubungkan semua jaringan, organ dan sel-sel dalam tubuh kita. Setiap organ dalam tubuh terhubung ke titik refleksi tertentu pada kaki melalui perantara 300 saraf. Gerakan foot massage ini terdiri dari 5 teknik dasar yaitu effleurage (gosokan), petrissage (pijatan), tapotement (pukulan), friction (gerusan), dan vibration (getaran) (Haakana, 2008).



Foot-massage dapat merangsang organ-organ dan kelenjar yang terkait dengan saraf. Foot-massage dapat dilakukan sendiri di rumah baik menggunakan ibu jari atau ruas jari telunjuk untuk menekan dan menggosok dengan dalam secara berirama di berbagai titik kaki yang penting. Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Chulay dan Burns (2006) mengemukakan bahwa kondisi yang sering terjadi pada pasien di ICU adalah hemodinamik yang tidak stabil yang ditandai dengan peningkatan MAP, denyut jantung, dan frekuensi pernafasan serta penurunan saturasi oksigen. Peningkatan MAP pada pasien di ICU disebabkan karena peningkatan aktivitas vasomotor di medula yang menyebabkan vasokonstriksi arterial dan meningkatkan resistensi perifer (Jevon & Ewens, 2009). Sementara peningkatan denyut jantung dipengaruhi oleh stres, kecemasan, nyeri, kondisi yang menghasilkan kompensasi pelepasan katekolamin



endogen



seperti



hipovolemia,



demam,



anemia,



dan



hipotensi(Chulay & Burns, 2006).Pada kondisi disfungsi jantung, peningkatan denyut jantung dapat mengurangi waktu pengisian ventrikel yang menghasilkan penurunan volume sekuncup dan pada akhirnya membuat penurunan curah jantung. Penurunan curah jantung tersebut dapat mengakibatkan pengiriman dan penggunaan oksigen ke dalam jaringan tidak mencukupi sehingga terjadi hipoksia jaringan (Morton & Fontaine, 2009).



Apabila kondisi hipoksia jaringan berlangsung terus-menerus, maka dapat menyebabkan disfungsi sel dan organ yang pada akhirnya menyebabkan kematian sel atau kegagalan organ (Morton & Fontaine, 2009). Oleh karena itu, sebagai bagian dari interdisiplin di ICU, perawat dituntut agar dapat memberikan perawatan non farmakologi yang tidak memiliki pengaruh negatif dan dapat melengkapi terapi farmakologi yang selama ini sudah diberikan dalam pengelolaan pasien di ICU (Morton & Fontaine, 2009). Sehingga sebagai tim medis di Ruang ICU khususnya perawat bisa mengimplimentasikan tindakan foot massage yang secara fisiologis dapat berpengaruh terhadap sirkulasi darah. b. Manfaat foot-massage 1. Melancarkan Sirkulasi Gaya hidup sebagian besar orang-orang saat ini memungkinkan orang-orang utuk selalu melakukan mobilisasi dengan cepat. Otot-otot dikaki hampir setiap hari digunakan, namun sirkulasi perdarahannya sering kali mengalami masalah. Suatu tindakan Foot-massage dapat meningkatkan sirkulasi di ekstremitas bawah 2. Membantu mencegah cedera kaki dan pergelangan tangan Massage pada kaki dapat membantu nyeri sendi dan membantu pemulihan setelah mengalami cedera serta mengurangi nyeri otot. Namun, ketika foot-massage dikombinasikan dengan pergelangan kaki seperti latihan, penguatan dan peregangan dapat mencegah



dan



meminimalkan resiko cedera dimasa yang akan datang



dan



mempercepat pemulihan cedera yang ada. 3. Mengurangi efek depresi dan kecemasan Beberapa studi tentang foot-massage yang telah dilakukan, menyimpulkan bahwa foot-massage dalam menempatkan orang dalam keadaan santai dan rileks selama pemijatan. Salah satu bukti yang signifikan adalah mengurangi kecemasan pada pasien kanker. Teknikteknik yang diajarkan cukup cepat dan dapat berfungsi secara efektif untuk mengatasi depresi dan kecemasan. 4. Mengobati sakit kepala dan migrain Sebuah studi yang dilakukan di Denmark menunjukkan bahwa orang yang menderita sakit kepala dan migrain menunjukkan perbaikan yang besar setelah melakukan terapi ini. Para subjek penelitian berhenti minum obat mereka dan mulai menggunakan foot-massage. Setelah 3 bulan, 65% penderita telah mengatakan bahwa gejala sakit kepala dan migrain mereka berkurang. Mereka juga menyatakan mengalami perubahan gaya hidup yang lebih baik sehingga berkontribusi dalam hasil penyembuhan. 5. Menurunkan tekanan darah tinggi Tekanan darah tinggi (hipertensi) saat ini sudah menjadi masalah bagi seorang wanita maupun pria disegala usia. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal seperti stres dan diet yang tidak sehat. Beberapa kasus ditemukan bahwa penderita tekanan darah tinggi ini bukan merupakan



hasil genetik dan lingkungan. Dalam hal ini Foot-massage dapat meningkatkan suasana hati, mengurangi kecemasan dan menurunkan tekanan darah tinggi. 6. Membantu orang dengan kaki datar dan plantar fascitis Orang-orang dengan kaki datar tidak memiliki lengkungan seperti kaki normal karena kelemahan ligamen yang menyebabkan lengkungan runtuh. Hal ini dapat menyebabkan efek besar bagi penderitanya, seperti akan merasa sakit kaki setelah melakukan aktivitas ringan. Nyeri tumit kronis dapat disebabkan oleh peradangan atau kerusakan plantar fascitis (jaringan ikat yang mendukung lengkungan kaki). Footmassage yang ditambah dengan pijat yang mendalam dengan memberikan tekanan yang kuat pada lengkungan dapat membantu secara signifikan dalam mengurangi sakit bahkan bisa menyembuhkan juga. 7. Membantu meringankan gejala PMS dan menopause Gejala paling umum yang sering diderita selama PMS adalah perasaan sedih, tidak bahagia, cepat marah, cemas, tegang, insomia, cepat lelah, sakit kepala, dan perubahan suasana hati. Menopause juga memiliki gejala yang hampir sama, namun ditambah dengan mengalami hot flashes (gejala umum yang dirasakan oleh wanita di masa premenopause atau setelah memasuki masa menopause seperti rasa panas di dalam tubuh, diikuti dengan keluarnya keringat, serta jantung yang berdebar-debar. Sensasi panas karena perubahan hormonal. Saat



kadar estrogen berkurang, berpengaruh langsung pada hypothalamus) dan depresi. Gejala-gejala ini dapat diatasi dengan melakukan footmassage secara rutin ketika mengalami periode tersebut. 8. Mengurangi efek edema pada ibu hamil Edema adalah pembengkakan akibat retensi cairan di kaki dan pergelangan kaki. Hal ini sangat umum pada wanita hamil, terutama pada trimester terakhir. Kondisi ini dapat diatasi dengan foot-massage setiap hari, ditambah dengan banyak istirahat dan diet yang tepat. 9. Indikasi Foot Massage a. Pasien stroke ringan b. Pasien dengan reumatik c. Ibu post natal untuk melancarkan asi 10. Kontraindikasi Foot Massage Tekanan dan gesekan harus dihindari pada luka dan memar serta pada kondisi kulit seperti ruam, luka bakar, dan sengatan matahari. Gerakan menekan di sekitar pergelangan kaki dan cedera tulang lainnya harus dibatasi.Tindakan foot-massage digunakan untuk membantu menormalkan jaringan tubuh dan organ, oleh karena itu hal-hal yang menjadi kontraindikasi harus dihindari sehingga tidak menyebabakan potensi bahaya ke daerah tubuh yang lain.



BAB III METODE PENULISAN A. Rancangan solusi yang ditawarkan Step 0: Menumbuhkan semangat berpikir kritis (bertanya dan menyelidiki) Perancang mengobservasi tatalaksana nonfarmakologi hipertensi emergency di ruang IGD. Step 1: Menanyakan pertanyaan klinik dengan menggunakan PICO/PICOT format P : tatalaksana non farmakologi pada pasien dengan tekanan darah tinggi I : Foot massage C:O : Menstabilkan tekanan darah T:Step 2: Mencari dan mengumpulkan bukti-bukti (artikel penelititan) yang paling relevan dengan PICO/PICOT Perancang mencari artikel mengenai tatalaksana non farmakologi tekanan darah tinggi dari jurnal dan buku Step 3: Melakukan penilaian kritis terhadap bukti-bukti (artikel penelititan) Menerapkan kritisi jurnal dengan prinsip validity, reability, importance pada format critical appraisal yang terlampir dengan yes 9. Step 4: Mengintegrasikan bukti-bukti (artikel penelititan) terbaik dengan pandangan ahli di klinik serta memperhatikan keinginan dan manfaatnya bagi pasien dalam membuat keputusan atau perubahan Perancang menentukan keputusan dengan konsultasi bersama pembimbing klinik, sesuai kebutuhan pasien dan artikel penelitian yang terbaik. Step 5: Mengevaluasi outcome dari perubahan yang telah diputuskan berdasarkan bukti-bukti. Perancang melakukan evaluasi intervensi dan mengkaji ulang manfaat intervensi dalam perubahan pelayanan berdasar EBP dengan kualitas baik. Step 6: Menyebarluaskan hasil dari EBP Perancang menyusun proposal hingga presentasi laporan hasil dari intervensi yang telah dilakukan sebagai penerapan EBP



B. Target dan luaran Target ditujukan pada klien yang mengalami tekanan darah tinggi lebih dari 140/90 mmHg. Luaran dengan (kriteria hasil) adalah aliran darah lancar sehingga menstabilkan tekanan darah. C. Prosedur pelaksanaan



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pengkajian 2. Analisis Keperawatan 3. Diagnosis Keperawatan 4. Intervensi Keperawatan 5. Implementasi Keperawatan 6. Evaluasi B. PEMBAHASAN



BAB V PENUTUP



DAFTAR PUSTAKA Hayati, T., Nur, B. M., Rayasari, F., Sofiani, Y., & Irawati, D. (2019). Perbandingan Pemberian Hiperoksigenasi Satu Menit Dab Dua Menit Pada Proses Suction Terhadap Saturasi Oksigen Pasien Terpasang Ventilator. Journal of Telenursing (JOTING), 1(1), 67–79. Muhaji, Santoso, B., & Putrono. (2017). Comparison Of The Effectiveness Of Two Levels Of Suction Pressure On Oxygen Saturation In Patients With Endotracheal Tube. Belitung Nursing Journal, 3(6), 693–696. Rodrigues, J., Amorim, V., Lourenc¸o, M. M., & Jamami, M. (2017). Comparing the Effects of Two Different Levels of Hyperoxygenation on Gas Exchange During Open Endotracheal Suctioning : A Randomized Crossover Study. Respiratory Care, 62(1), 92–101. https://doi.org/10.4187/respcare.04665 Smeltzer, S. C. (2013). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth (8th ed.). Jakarta: EGC. Stilwell, S. B. (2011). Pedoman keperawatan kritis. Jakarta: EGC.



LAMPIRAN