Difenhidramin [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Diphenhydramine Latar belakang Pada tahun 1940, George Rieveschl menerima jabatan di departemen teknik kimia di Universitas cincinnati. Rieveschl melakukan banyak penelitian, tetapi fokus utama penelitiannya adalah untuk penyembuhan spasme otot. Penelitiannya menghasilkan ditemukannya benadryl (dipenhidramine), sebuah antihistamin yang digunakan untuk mengatasi alergi. Benadril mengurangi jumlah histamin didalam tubuh manusia, zat yang menimbulkan gejala alergi. Benadryl di patenkan 1946, dan hanya dapat digunakan dengan resep dokter. Saat paten benadryl habis masa berlakunya tahun 1964, perusahaan obat lainnya mulai memproduksi obat tersebut. Pada tahun 1980, balai makanan dan obat-obatan menyetujui benadryl untuk di perjualbelikan secara bebas. Penderita alergi tidak perlu lagi resep dokter untuk membeli obat ini. (yosef,2010) Dipenhidramin merupakan generasi pertama obat antihistamin. Dalam proses terapi difenhidramin termasuk kategori antidotum, reaksi hipersensitivitas, antihistamin dan sedatif. Memiliki sinonim Diphenhydramine HCl dan digunakan untuk mengatasi gejala alergi pernapasan dan alergi kulit, memberi efek mengantuk bagi orang yang sulit tidur, mencegah mabuk perjalanan dan sebagai antitusif, anti mual dan anestesi topikal. (yosef,2010) Histamin di temukan di sistem saraf pusat, didalam jaringan lambung, dan di jaringan perifer lainnya. Histamin di sintesis melalui proses dekarboksilasi oleh asam amino histidine. Saraf histaminergik banyak terdapat di hipotalamus posterior tetapi memiliki proyeksi yang luas di dalam otak. Histamin juga memainkan peran penting dalam sekresi asam hidroklorik oleh sel parietal didalam perut. Konsetrasi histamin tertinggi terdapat didalam granul penyimpanan basofil dan sel mast di seluruh tubuh. Sel mast biasanya ditemukan berkumpul di jaringan ikat dibawah permukaan epitel (mukosa). Pelepasan histamin (degranulasi) dari sel



ini



dapat



dipicu



oleh



stimulasi



kimiawi,



mekanik,



dan



imunologis.



(Butterworth,Mackey,Wasnick 2013 Beberapa reseptor menjadi mediator dari efek histamin. Reseptor H1 mengaktifkan fosfolipase C, sedangkan reseptor H2 meningkatkan siklus adenosin monifosfat intraseluler (cAMP). Reseptor H3 banyak ditemukan di sel yang mensekresikan histamin dan memediasi rangsangan balik yang negatif, menekan sintesis dan elepasan histamin tambahan. Histamin-



N-methyltransferase memproses histamin untuk menghentikan metabolis yang di eksresikan dalam urin. (Butterworth,Mackey,Wasnick 2013) A. Cardiovaskular Histamin mengurangi tekanan darah arteri tetapi meningkatkan denyut nadi dan kontraktilitas otot jantung. Stimulasi reseptor H1 meningkatkan permeabilitas kapiler dan meningkatkan iritabilitas ventrikuler, sedangkan stimulasi reseptor H2 meningkatkan denyut nadi dan meningkatkan kontraktilitas. Kedua reseptor tersebut memediasi dilatasi arteri perifer dan vasodilatasi koroner. B. Pernafasan Histamin membuat otot polos bronkus menyempit via reseptor H1. Stimulasi reseptor H2menyebabkan bronkodilatasi ringan. Histamin mempunyai beberapa jenis efek terhadap pembuluh darah di paru-paru; reseptor H1 memediasi vasodilatasi pulmonal, sedangkan reseptor H2 menyebabkan vasokontriksi pulmonal. C. Saluran cerna Aktivasi reseptor H2 dalam sel parietal meningkatkan sekresi asam lambung. Stimuasi reseptor H1 menyebabkan kontraksi pada otot polos usus D. Kulit Respon klasik urtikaria pada kulit karena histamin disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas kapiler dan vasodilatasi, terutama karena aktivasi reseptor H1 E. Imunologis Histamin merupakan mediator reaksi hipersensitivitas tipe 1. Stimulasi reseptor H1 menarik leukosit dan memicu sintesis prostaglandin. Sedangkan reseptor H2 bertugas untuk mengaktifasi limfosit T. (Butterworth,Mackey,Wasnick 2013)



Farmakokinetika Difenhidramin merupakan amine stabil dan cepat diserap pada pemberian secara oral, dengan konsentrasi darah puncak terjadi pada 2 jam. Di dalam tubuh dapat terdistribusi meluas dan dapat dengan segera memasuki system pusat saraf, sehingga dapat menimbulkan efek sedasi dengan onset maksimum 1-3 jam. Diphenhydramine memiliki waktu kerja/durasi selama 4-7 jam. Obat tersebut memiliki waktu paruh eliminasi 2-8 jam dan 13,5 jam pada pasien geriatri. Bioavailabilitas pada pemakaian oral mencapai 40%-60% dan sekitar 78% hingga 99% terikat pada protein. Sebagian besar obat ini dimetabolisme dalam hati dan



mengalami first-pass efect, namun beberapa dimetabolisme dalam paru-paru dan system ginjal, kemudian diekskresikan lewat urin. (yosef,2010)



Farmakodinamika Difenhidramin ini memblokir aksi histamin, yaitu suatu zat dalam tubuh yang menyebabkan gejala alergi. Difenhidramin menghambat pelepasan histamin (H1) dan asetilkolin (menghilangkan ingus saat flu). Hal ini memberi efek seperti peningkatan kontraksi otot polos vaskular, sehingga mengurangi kemerahan, hipertermia dan edema yang terjadi selama reaksi peradangan. Difenhidramin menghalangi reseptor H1 pada perifer nociceptors sehingga mengurangi sensitisasi dan akibatnya dapat mengurangi gatal yang berhubungan dengan reaksi alergi. Memberikan respon yang menyebabkan efek fisiologis primer atau sekunder atau kedua-duanya. Efek primer untuk mengatasi gejala-gejala alergi dan penekanan susunan saraf pusat (efek sekunder). (yosef,2010) Kerja antihistaminika H1 akan meniadakan secara kompetitif kerja histamin pada reseptor H1, dan tidak mempengaruhi histamin yang ditimbulkan akibat kerja pada reseptor H2. Reseptor H1 terdapat di saluran pencernaan, pembuluh darah, dan saluran pernapasan. Difenhidramin bekerja sebagai agen antikolinergik (memblok jalannya impuls-impuls yang melalui saraf parasimpatik), spasmolitik, anestetika lokal dan mempunyai efek sedatif terhadap sistem saraf pusat. (yosef,2010)



Indikasi Di dalam tubuh difenhidramin memiliki berbagai indikasi antara lain yaitu : - Reaksi Alergi: Obat antihistamin H1 sering merupakan obat pertama yang dipakai untuk mencegah reaksi alergi atau untuk mengobati gejalanya. Pada rinitis alrgika atau urtikaria, tempaat histamin merupakan zat perantara utama, antagonis H1 merupakan obat ini pilihan dan sering efektif. - Mabuk dan Gangguan Keseimbangan: Skopolamin dan antagonis H1 tertentu merupakan obat terefektif yang tersedia untuk mencegah mabuk. Obat antihistamin dengan kemampuan terbesar untuk pemakaian ini adalah difenhidramin dan prometazin. - Mual dan Muntah pada Kehamilan: Beberapa obat antagonis H1 tealah diselidiki bagi kemungkinan penggunaan untuk mengobati “morning sickness”. Turunan piperzin telah ditolak bagi poenggunaan seperti itu sewaktu terbukti mempunyai efek teratogenik pada rodensia. Doksilamin, suatu antagonis H1 etanolamin, telah dipromosikan untuk kegunaan ini



sebagai suatu komponen bendectin, suatu obat resep yang juga mengandung piridoksin. (Katzung, 2004)



Kontra indikasi Kontra indikasi dari difenhidramin di dalam tubuh yaitu : - Hipersensitif terhadap difenhidramin atau komponen lain dari formulasi; asthma akut karena aktivitas antikolinergik antagonis H1 dapat mengentalkan sekresi bronkial pada saluran pernapasan sehingga memperberat serangan asma akut; - Pada bayi baru lahir karena potensial menyebabkan kejang atau menstimulasi SSP paradoksikal.



Mekanisme kerja Difenhidramin adalah salah satu dari kelompok obat yang memblok reseptor H1 secara kompetitif. Banyak obat dengan reseptor H1 antagonis mempunyai sifat yang antimuskarinik atau aktivitas seperti atropin seperti mulut kering dan aktivitas anti-serotogenik. (Butterworth,Mackey,Wasnick 2013) Difenhidramin memiliki dua cara kerja di dalam tubuh yaitu sebagai : - Kerja Antikolinoseptor, Kebanyakan antagonis H1, terutama dari subgrup etanolamin dan etilendiamin, mempunyai efek seperti atropin yang bermakna atas reseptor muskarinik perifer. Kerja ini mungkin bertanggung jawab bagi beberapa (bukan pasti) manfaat yang dilaporkan bagi rinore nonalergi tetapi bisa juga menyebabkan retensio urina dan kaburnya penglihatan. - Anstesi Lokal, Sebagian besar antagonis H1 merupakan anestesi lokal yang efektif. Ia menghambat saluran natrium pada membran yang dapat dirangsang dengan cara yang sama seperti prokain dan lidokain. Sebernarnya difenhidramin dan prometazin lebih kuat sebagai anestesi lokal daripada prokain. Kadangkadang dipakai untuk menimbulkan anestesi lokal pada penderita yang alergi terhadap obat anestesi lokal konvensional.



Penggunaan klinis Seperti reseptor H1 antogonis lainnya, dipenhidramin mempunyai banyak kegunaan: menekan reaksi alergi dan gejala infeksi saluran nafas atas (seperti urtikaria, rinitis,



konjungtivitis); vertigo, mual, dan muntah; sedasi; menekan batuk; dan diskinesia ( seperti parkinson dan sindrom ektrapiramidalis akibat obat). Beberapa efek ini dapat diprediksi dengan pengertian pada fisiologi histamin, sedangkan yang lainnya akibat dari efek antimuskarinik dan antiserotonergik obat. Walaupun H1 bloker mencegah bronkokonstriksi akibat histamin, obat ini tidak efektif sebagai pengobatan asma bronkial, yang mana diakiabtkan oleh mediator yang lain. H1 bloker pun tidak dapat mencegah efek hipotensi akibat histamin secara menyeluruh kecuali diberikan H2 bloker secara bersamaan. (Butterworth,Mackey,Wasnick 2013) Anti emetik dan efek hipnotik ringan dari obat antihistamin yang membuat obat ini digunakan sebagai premedikasi. Walaupun banyak H1 bloker menyebabkan sedasi yang signifikan, tanpa adanya obat sedatif lainnya, sistem pernafasan biasanya tidak terpengaruh. Anti histamin yang terbaru ( generasi kedua) biasanya hanya menyebabkan sedikit sedasi bahkan tidak sama sekali karena sedikitnya penetrasi melewati sawar darah otak.kelompok obat ini biasanya digunakan pada rhinitis alergi dan urtikaria. (Butterworth,Mackey,Wasnick 2013)



Dosis Dosis dipenhidramin normal bagi orang dewasa adalah 25-50mg (0,5-1,5mg/kg) secara oral, intramuskular, atau intravena setiap 4-6jam. (Butterworth,Mackey,Wasnick 2013)



Interaksi obat Efek sedatif dari reseptor H1antagonis dapat meningkatkan efek obat yang menekan sistem



saraf



pusat



lainnya



(Butterworth,Mackey,Wasnick 2013)



seperti



barbiturat,



benzodiazepin



dan



opioid.



Daftar Pustaka 1. Butterworth,Mackey,Wasnick



2013,morgan&mikhail’s



clinical



anestesiology,5th



edn,Mc Graw-Hill Companies Inc, San Francisco 2. Katzung, B. G., 2001, Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi 8, 476, Mc Graw-Hill Companies Inc, San Francisco 3. Yosef



2010,



Dipenhidramine,



wordpress,



dilihat



8



Desember



https://yosefw.wordpress.com/2010/03/26/apa-yang-anda-ingin-tahu-tentangdiphenhydramine/



2017,