Diskusi Splinting [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BIDANG ILMU PERIODONSIA LAPORAN KASUS SPLINTING



Supervisor drg. Inneke Cahyani, M. DSc., Sp. Perio



Oleh Agung Prabowo Dhartono G4B 016 008



KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM PROFESI DOKTER GIGI PURWOKERTO



2019



BAB I PENDAHULUAN



Kegoyangan gigi merupakan keluhan yang sering dijumpai oleh penderita penyakit periodontal karena kegoyangan gigi menyebabkan pasien sulit mengunyah. Kegoyangan gigi dapat terjadi karena berkurangnya tinggi tulang alveolar, atau karena pelebaran ligamentum periodontal, dan dapat pula merupakan kombinasi keduanya. Kehilangan perlekatan dan bertambahnya kerusakan tulang serta meningkatnya kegoyangan gigi dapat diperberat oleh trauma oklusi. (Takajuk dkk., 2006) Secara klinis gigi goyang atau luksasi juga dapat dibedakan atas luksasi reversibel ataupun luksasi irreversibel. Terjadinya peningkatan gigi luksasi dapat disebabkan oleh banyak faktor. Namun terjadinya inflamasi yang disebabkan oleh akumulasi plak dan trauma oklusi merupakan faktor penyebab yang paling sering terlibat sebagai penyebab terjadinya gigi luksasi (Caputo dan Wylie, 2000). Diagnosa yang tepat terhadap faktor penyebab terjadinya gigi luksasi sangat dibutuhkan sehingga keberhasilan perawatan dapat tercapai. Terdapat berbagai bentuk perawatan yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah gigi luksasi. Untuk kasus gigi luksasi yang disebabkan inflamasi plak maka dapat dilakukan penyingkiran terhadap faktor penyebab inflamasi seperti scaling dan root planning, penggunaan obat lokal dan sistemik serta terapi pembedahan (Ranney, 1981). Pada kasus gigi luksasi yang disebabkan karena adanya trauma oklusi maka harus dilakukan perawatan berupa penyelarasan oklusal, perbaikan terhadap kebiasaan parafungsi, stabilisasi gigi. Ekstraksi terhadap gigi luksasi juga dapat dilakukan apabila dukungan terhadap gigi luksasi tidak diperoleh meskipun telah dilakukan perawatan (AAP, 2000). Splin pada gigi sebagai salah satu perawatan terhadap gigi luksasi memiliki berbagai bentuk. Splin dalam bentuk lepasan ataupun cekat yang dapat dibuat dari bahan tambalan komposit, akrilik, kawat, ataupun kombinasi bahan komposit dengan fiber memiliki keuntungan dan kerugian yang berbeda serta diindikasikan untuk tujuan yang berbeda.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



Gigi luksasi adalah masalah dental yang terjadi karena penyakit ataupun cedera terhadap gingiva dan tulang alveolar. Masalah ini menyebabkan nyeri akut pada gigi khususnya ketika gigi digunakan untuk mengunyah dan memungkinkan terjadinya kehilangan gigi. Gigi luksasi sering terjadi pada pasien yang menderita periodontitis kronis, trauma karena oklusi dan juga pada pasien dengan trauma oklusi yang disertai periodontitis kronis (Takajuk dkk., 2006). A. Pengertian Gigi Luksasi Gigi luksasi merupakan pergerakan gigi pada dataran vertikal atau horizontal. Derajatnya tergantung pada lebar ligamen periodontal, area perlekatan akar, elastisitas prosesus alveolar dan fungsi dari masing-masing gigi. Gigi yang berakar tunggal umumnya lebih mudah goyang dibandingkan dengan gigi yang berakar banyak. Oleh karena itu, gigi insisivus merupakan gigi yang paling sering mengalami luksasi. Dalam keadaan yang normal gigi juga memiliki derajat luksasi (Caputo dan Wylie, 2000). Luksasi ini disebut sebagai luksasi fisiologis. Luksasi fisiologis paling besar terjadi di pagi hari karena adanya peningkatan sewaktu tidur dan secara perlahan berkurang di siang hari setelah gigi menerima tekanan fungsional dari pengunyahan, penelanan, dan ketika berkontak dengan antagonisnya. Batas luksasi fisiologis ini adalah 0,15 mm. Luksasi yang melebihi rentang fisiologis disebut sebagai luksasi yang abnormal atau patologis. Disebut patologis karena melebihi batas nilai luksasi normal yang mampu diterima oleh periodonsium. Secara klinis, gigi luksasi dapat dibedakan atas luksasi reversibel dan luksasi irreversibel. Luksasi reversibel adalah jenis luksasi pada gigi yang terjadi akibat tekanan yang abnormal atau inflamasi. Luksasi yang terjadi dapat berkurang atau dihilangkan dengan menyingkirkan faktor penyebab. Sedangkan luksasi irreversibel merupakan jenis luksasi yang ditandai dengan berkurangnya dukungan periodonsium. Derajatnya dapat dikurangi tetapi tidak dapat dihilangkan meskipun telah dilakukan perawatan (Caputo dan Wylie, 2000).



B. Faktor Penyebab Terjadinya Gigi Luksasi Terjadinya peningkatan gigi luksasi yang patologis dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti kehamilan, status penyakit (lokal atau sistemik), trauma (akibat pergerakan ortodonti), kebiasaan hiperfungsi dan hipofungsi. Namun, dua faktor yang paling sering terlibat adalah inflamasi yang disebabkan akumulasi plak dan tekanan oklusal yang berlebihan. (Caputo dan Wylie, 2000). 1. Inflamasi yang disebabkan akumulasi plak Inflamasi yang terjadi pada penyakit periodontal seperti gingivitis dan periodontitis merupakan akibat dari akumuasi plak dan mikroorganisme yang menempel pada gigi (AAP, 2001). Penjalaran inflamasi dari tepi gingiva ke struktur periodontal pendukung lebih lanjut akan berakibat terhadap hilangnya perlekatan jaringan pendukung dan resorpsi tulang alveolar. Pada keadaan ini juga dapat terbentuk saku infraboni dan kehilangan tulang angular sehingga meningkatnya luksasi akibat berkurangnya tinggi tulang alveolar (Bhola dkk.,2008). 2. Trauma karena oklusi Trauma



karena



oklusi



diartikan



sebagai



trauma



terhadap



periodonsium karena tekanan fungsional ataupun parafungsional yang menyebabkan kerusakan terhadap perlekatan periodonsium karena melebihi kapasitas adaptif dan reparatifnya. Lesi yang terjadi akibat trauma karena oklusi dapat terjadi bersamaan dengan, atau pada periodonsium yang mengalami inflamasi (Bernal dkk., 2002). Menurut penelitian Ericcson dan Linde, trauma oklusi yang berlebihan ketika dikombinasi dengan periodontitis akan mempercepat kehilangan perlekatan. Namun pada keadaan tanpa inflamasi, tekanan oklusal yang berlebihan akan meningkatkan terjadinya kehilangan tulang dan luksasi pada gigi (Bhola dkk.,2008). Secara umum dikenal dua bentuk trauma karena oklusi: a. Trauma karena oklusi primer Trauma oklusi primer diartikan sebagai cedera atau kerusakan akibat dari tekanan oklusal yang berlebihan pada gigi dengan dukungan periodonsium yang sehat atau normal (Bernal dkk., 2002).



b. Trauma karena oklusi sekunder Trauma oklusi sekunder diartikan sebagai cedera atau kerusakan akibat dari tekanan oklusal yang normal yang diterima gigi pada gigi dengan dukungan periodonsium yang inadekuat atau lemah (Bernal dkk., 2002). Tanda klinis yang paling umum terjadi pada pasien trauma karena oklusi adalah meningkatnya derajat luksasi gigi. Terjadinya luksasi ini adalah sebagai adaptasi periodonsium terhadap tekanan berlebihan yang diterimanya (Bhola dkk.,2008). Selain itu, tanda klinis lain yang mungkin ditemui pada pasien dengan trauma karena oklusi adalah migrasi gigi, nyeri pada gigi atau ketidaknyamanan pada waktu pengunyahan atau perkusi, lemahnya otot-otot pengunyahan, timbulnya keausan pada gigi, retaknya enamel atau fraktur pada mahkota atau akar, dan fremitus (AAP, 2000). Gambaran radiografis seperti pelebaran ruang ligamen periodontal, kerusakan lamina dura, radiolusensi pada daerah furkasi atau pada apeks gigi yang vital dan resorpsi pada daerah akar sering menyertai pasien dengan trauma karena oklusi. Untuk menegakkan diagnosa terhadap pasien dengan trauma karena oklusi, sejumlah tanda dan gejala klinis maupun radiologis harus ditemukan, namun prosedur tambahan seperti tes pulpa vital dan evaluasi terhadap kebiasaan parafungsi dapat membantu menegakkan diagnosa (AAP, 2000).



C. Perawatan Terhadap Gigi Luksasi Meningkatnya luksasi gigi akibat inflamasi periodonsium harus dibedakan dengan luksasi yang terjadi akibat trauma oklusi. Meskipun luksasi gigi dapat terjadi secara bersamaan namun perawatan terhadap keadaan ini dilakukan secara terpisah. Perawatan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi ataupun menghilangkan luksasi yang ada, menghindari terjadinya migrasi gigi yang lebih jauh, mengurangi perubahan radiografis yang terjadi, memperbaiki kontak prematur dan fremitus serta memperoleh kenyamanan dalam pengunyahan (AAP, 2000). Untuk itu satu atau beberapa perawatan berikut dapat dilakukan;



1. Penyembuhan faktor inflamasi Perawatan yang dilakukan terhadap pasien dengan inflamasi periodonsium adalah menyingkirkan faktor inflamasi yang terdapat pada jaringan periodonsium sehingga diperoleh jaringan yang lebih sehat. Bentuk perawatan periodontal berupa terapi bedah dan non bedah bisa dilakukan agar tujuan dari perawatan dapat diperoleh, diantaranya: a. Scaling dan root planing Efek menguntungkan dari scaling dan root planing yang dikombinasi dengan kontrol plak yang adekuat dari pasien telah terbukti mampu mengurangi inflamasi, mengurangi keberadaan mikroba patogen, mengurangi kedalaman saku dan mengurangi terjadinya perkembangan penyakit (AAP, 2001). b. Penggunaan obat lokal dan sistemik Kontrol dengan menggunakan agen kemoterapi pada perawatan saku periodontal dapat mengubah keadaan flora patogen dan memperbaiki tanda klinis yang terjadi akibat periodontitis. Penggunaan serat etilen vinil asetat yang mengandung tetrasiklin, lempeng gelatin yang mengandung klorheksidin dan formula polimer minoksiklin sebagai tambahan pada perawatan scaling dan root planing dapat mengurangi kedalaman saku, perdarahan sewaktu probing dan meningkatkan perlekatan klinis. Penggunaan obat antibiotik sistemik yang mengandung anti inflamasi non steroid dan sub antimikrobial dosis rendah seperti doksisiklin diperkirakan mampu menghentikan atau memperlambat perkembangan penyakit periodontal dan memperbaiki keadaan atau status periodontal. (AAP, 2001). c. Terapi bedah Perawatan dengan pembedahan dilakukan untuk memperoleh akses yang lebih baik dalam menyingkirkan faktor etiologi luksasi, mengurangi kedalaman saku serta regenerasi atau perbaikan terhadap jaringan periodonsium yang hilang. Beberapa percobaan klinis



menunjukkan bahwa kombinasi perawatan bedah dan non bedah memberikan hasil yang lebih efektif dalam pengembalian level perlekatan (AAP, 2001). 2. Penghilangan penyebab trauma karena oklusi Perawatan terhadap gejala trauma karena oklusi harus dilakukan bersamaan dengan terapi periodontal. Karena penyingkiran tekanan oklusi yang traumatik pada keadaan periodontitis tidak akan membantu mengurangi luksasi gigi dan regenerasi tulang alveolar. Oleh karena itu, sejumlah perawatan yang berhubungan harus dipertimbangkan termasuk satu atau beberapa hal dibawah ini: (AAP, 2000) a. Penyelarasan oklusal, merupakan terapi yang efektif untuk mengurangi luksasi gigi dan memperbaiki kehilangan tulang yang terjadi akibat trauma karena oklusi. Penyelarasan oklusal mampu mengurangi luksasi gigi sebesar 18%-28% setelah perawatan selama 30 hari (Bernal dkk., 2002). b. Memperbaiki kebiasaan parafungsi . c. Stabilisasi temporer, provisional atau jangka panjang menggunakan alat lepasan atau cekat. Splin dental merupakan alat yang didisain untuk menstabilisasi gigi luksasi dan membantu gigi untuk berfungsi normal meskipun jumlah periodonsium terbatas. Dasar dari perawatan dengan splin adalah mengurangi luksasi gigi dan membantu gigi menjadi lebih stabil serta memperbaiki kerusakan periodontal. Splin diklasifikasikan berdasarkan waktu dan tujuan pemakaian yaitu splin temporer, provisional dan permanen. Apabila luksasi gigi yang terjadi tidak memberi respon terhadap perawatan yang telah dilakukan, gigi tersebut dapat diekstraksi untuk selanjutnya dilakukan perawatan definitif yaitu dengan pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan atau gigi tiruan cekat (Bernal dkk., 2002). Untuk memperoleh hasil perawatan yang maksimal, sejumlah perawatan periodontal pendukung wajib dilakukan. Kontrol plak harian yang efektif serta kontrol berkala harus dilakukan oleh pasien sehingga jaringan periodonsium yang sehat dapat diperoleh (AAP, 2001).



D. Splinting pada perawatan gigi luksasi Splin adalah alat yang digunakan untuk mendukung jaringan periodonsium yang lemah serta bertujuan untuk memberikan sandaran terhadap jaringan pendukung gigi selama proses penyembuhan setelah cedera atau proses pembedahan. Splin juga membantu gigi dalam melakukan fungsinya ketika gigi dan jaringan pendukungnya tidak dapat berfungsi secara adekuat (Eley dan Manson, 2004). 1. Indikasi dan Kontraindikasi Splinting Perdebatan mengenai peranan splin pada perawatan periodontal masih belum jelas (Eley dan Manson, 2004). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa meskipun splinting pada gigi dapat memperbaiki status luksasi untuk sementara waktu tetapi tidak dapat mengurangi luksasi apabila alat tersebut dilepaskan. Menurut Tarnow dan Fletcher ada beberapa indikasi untuk mengurangi gigi luksasi dengan penggunaan splinting periodontal: (Kao dkk., 1998). a. Trauma karena oklusi primer b. Trauma karena oklusi sekunder c. Luksasi progresif, migrasi gigi dan nyeri ketika berfungsi. Splinting terhadap gigi yang luksasi tidak dianjurkan apabila stabilitas oklusal dan kondisi periodontal yang baik tidak mungkin diperoleh (Bernal dkk., 2002). 2. Jenis splinting dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan yaitu, splin temporer, splin provisional dan splin permanen (Bui, 2006). a) Splin temporer Splin temporer adalah jenis splin yang dapat digunakan untuk membantu penyembuhan setelah cedera atau setelah perawatan bedah. Umumnya tidak menyebabkan kerusakan jaringan. Splin ini harus dapat dipakai dengan mudah pada gigi yang goyang dan juga dengan mudah dilepaskan setelah penyembuhan diperoleh. Splin temporer tidak boleh ditempatkan pada gigi lebih dari 6 bulan. Jika pada waktu yang ditentukan stabilisasi gigi belum adekuat maka dibutuhkan bentuk splin permanen (Bui, 2006)



b) Splin provisional Splin provisional adalah jenis splin memiliki kegunaan yang hampir sama dengan splin temporer. Splin ini sering digunakan untuk tujuan diagnostik atau dalam kasus-kasus dengan hasil perawatan yang tidak dapat diperkirakan. Splin provisional dapat digunakan selama beberapa waktu tertentu, dari beberapa bulan sampai beberapa tahun (Bui, 2006). c) Splin permanen Splin permanen adalah jenis splin yang digunakan dalam jangka waktu yang lama.



Alat ini diindikasikan apabila perawatan dengan



menggunakan splin temporer ataupun splin provisional mengalami kegagalan atau tidak menunjukkan keberhasilan perawatan. Bentuk splin permanen ini bisa berupa splin cekat atau lepasan (Kao dkk., 1998) 3. Klasifikasi splint berdasarkan bahan yang digunakan yaitu: Berdasarkan bahan yang digunakan, dikenal wire-composite splint, resin splint, dan Kevlar/fiber glass splint. Wire-composite splint meliputi kawat lentur yang diadaptasikan pada kurvatura lengkung gigi dan difiksasi ke gigi dengan komposit adesif. Metode resin splint dilakukan dengan pemasangan full resin splint ke permukaan gigi. Kevlar/fiber glass splint menggunakan fiber nilon, Kevlar bands atau fiber glass yang dibasahi dalam resin dan dipasang dengan serangkaian polimerisasi ke permukaan gigi yang telah dietsa (Von, 2005). 4. Klasifikasi splint berdasarkan lamanya pemakaiannya yaitu: a. Permanent splint: 1) Removable external permanent splint a) Cast metal continuous splint Termasuk alat permanen yang removable, alatnya berbentuk sebagai lengkung metal pada gigi-gigi dengan beberapa klamer dan oklusal rest. Diusahakan alat splint dapat mencakup semua gigi agar stabilisasi gigi dapat tercapai secara penuh. Bahan yang digunakan, dari emas, crom, cobalt, dan acrylic (Henry dkk., 1980).



A



B



Gambar 2.1 Cast metal continuous splint (A: metal dan B: akrilik)



b) Acrylic continuous splint Splint ini umumnya untuk gigi depan dan untuk keperluan estetika, diperlukan



transparan acrylic/ warna menyerupai gigi.



Dapat mencakup beberapa gigi yang goyang.



Gambar 2.2 Acrylic continuous splint



2) Fixed internal permanent splint a) Interdental reinforced splint Untuk gigi depan dengan keterlibatan beberapa gigi goyang. Gigi bagian lingual dapat dilakukan preparasi dan alat dipakai secara permanen. Bahan yang dibutuhkan monomer, polimer, dan klamer (Henry dkk., 1980).



Gambar 2.3 Interdental reinforced splint



b) Gold post (staple splint) Untuk gigi anterior Anatomis gigi relative besar Bahan yang dibutuhkan stainlesstel, acrylic resin, dan bur untuk preparasi.



Gambar 2.4 Gold post (staple splint)



c) Crown dan bridge Merupakan bentuk splin permanen yang paling dapat diandalkan untuk mengimobilisasi gigi. Bentuk splin ini adalah bentuk yang sangat dianjurkan namun harus disertai perhatian terhadap



oral



hygiene.



Dalam



pembuatannya



crown



ini



membutuhkan preparasi terhadap gigi, keahlian dari dokter gigi dan waktu yang lebih lama (Henry dkk., 1980).



b. Temporary splint 1) Extra coronal splint a) Wire ligature splint Splint dibuat langsung pada



pasien, yaitu dengan



menempatkan kawat di bagian distal dari gigi pegangan, melingkar ke lingual, dan masuk proksimal gigi, melingkar ke bukal bertemu dengan ujung lain, kemudian diikat. Indikasinya adalah gigi goyah baik rahang atas dan bawah, ada gigi abutment yang masih kuat (Henry dkk., 1980).



Gambar 2.5 Wire ligature splint



b) Orthodontic band splint Merupakan temporer splint yang efektif dan dapat dibuat dari strip logam stenlesteel, dengan beberapa bagian disatukan Indikasinya adalah gigi goyah yang agak menyeluruh diutamakan gigi posterior (Grant dkk., 1988).



Gambar 2.6 Orthodontic band splint



c) Removable acrylic appliance



Gambar 2.7 Removable acrylic appliance



d) Acrylic Bite Guards (Night Guards) Perawatan bruxism dan clenching, splint ini menutupi permukaan oklusal tambahan dukungan dengan menutupi palatal (Grant dkk., 1988).



Gambar 2.8 Acrylic Bite Guards (Night Guards)



e) Removable Cast Appliances Biasanya casting dengan chrome cobalt atau emas (Grant dkk., 1988).



Gambar 2.9 Removable Cast Appliances



2) Intra coronal splint a) Wire & Acrylic (A-Splint)



Gambar 2.10 Wire & Acrylic (A-Splint)



b) Cast Chrome-Cobalt Alloy Bars Sebuah saluran di buat dioklusal dan kemudian bar alloy dimasukan dengan akrilik



Gambar 2.11 Cast Chrome-Cobalt Alloy Bars c) Acrylic crown splint Biasa untuk gigi anterior, gigi yang akan dibuat splint dipreparasi seperti jaket crown. Selanjutnya splint disemen pada gigi yang dipreparasi (Grant dkk., 1988).



Gambar 2.12 Acrylic crown splint



LAPORAN KASUS



Inisial pasien



: Ny. T



Jenis kelamin



: Perempuan



Usia



: 56 tahun



Pekerjaan



: Ibu Rumah Tangga



Subjective 1. Chief complain Pasien datang ke RSGM Unsoed dengan keluhan gigi depan bawah goyang. 2. Present illness Pasien merasa tidak nyaman terutama saat makan dan keluhan tersebut sudah terasa sejak beberapa tahun terakhir. 3. Post medical history Pasien memiliki riwayat Hipertensi dengan mengkonsumsi obat Amlodipin dan Captopril. 4. Post dental history Pasien pernah dilakukan pembersihan karang gigi. 5. Family history Orang tua dan keluarga pasien tidak dicurigai memiliki alergi. 6. Social history Pasien adalah seorang ibu rumah tangga.



Objective 1. Keadaan umum compos mentis 2. Tekanan darah 150/90 mmHg 3. Denyut nadi 70x/ menit 4. Pernafasan 20x/menit 5. Suhu tubuh: 36,5°C 6. Tinggi Badan: 150 cm 7. Berat Badan: 60 kg



8. Inspeksi : Ekstra Oral



: Tidak ada kelainan



Intra Oral



: Gigi anterior bawah 31, 42, 43 mengalami kegoyangan



derajat 1 dan gigi 32, 41 mengalami kegoyangan derajat 2 perkusi (-), palpasi (-), vitalitas (+), probing depth 3-5 mm, resesi gingiva 2-3 mm, CAL 3-4 mm, dan terdapat kalkulus supragingiva pada area interdental (Gambar 3. 1).



Gambar 3. 1. Keadaan intra oral pada pasien Pemeriksaan penunjang rontgen panoramik menunjukkan terdapat gambaran penurunan tulang alveolar secara horizontal menyeluruh pada gigi rahang bawah terutama area insisivus rahang bawah (Gambar 3. 2).



Gambar 3. 2 Gambaran Radiografi Panoramik



Assessment Periodontitis Kronis generalisata disertai Hipertensi



Planning 1. Scalling and root planning pada gigi 44, 43, 42, 41, 31, 32, 33, 34 2. Temporary splint Extra coronal splint with Wire ligature splint teknik Essig wiring pada gigi 44, 43, 42, 41, 31, 32, 33, 34.



Desain perawatan



Penatalaksanaan Kasus Prosedur splinting menggunakan material Wire ligature splint teknik Essig wiring. 1. Siapkan Alat berupa needle holder, tang potong, klem lurus/bengkok, ligatur, wire primer diameter 0,3 panjang 10 cm @ 1 buah, wire sekunder diameter 0,28 panjang 5 cm @ 7 buah 2. Cek oklusi pasien sebelum dilakukan perawatan. 3. Lakukan scaling dan pembersihan debridement pada gigi yang akan dipasang wire. 4. Memasukkan wire primer ukuran 10 cm pada distal 44 dari arah bukal tarik menggunakan needle holder mengitari lingual gigi lainnya hingga sampai menembus interdental bagian distal gigi 34. 5. Kedua ujung wire area gigi 34 dipilin tidak terlalu kuat pada sisi labial menggunakan needle holder. 6. Memasukkan wire sekunder ukuran 5 cm ditiap interdental gigi 44-43, 43-42, 42-41, 41-31, 31-32, 32-33, 33-34 menggunakan klem, masuk dari bawah wire



primer setelah sampai lingual dilewatkan diatas wire primer hingga keluar ke labial. 7. Dilakukan pilinan kuat pada wire sekunder yang mengarah ke bukal di tiap interdental menggunakan needle holder dengan cara memutar searah jarum jam dan ujung dibengkokan ke interdental gigi. 8. Ujung wire primer area gigi 34 dipilin kuat pada sisi labial menggunakan needle holder. 9. Pilinan wire dipotong secukupnya dan diarahkan ke margin gingiva menggunakan ligature. 10. Pada gigi 41 dan 32 dilakukan penekanan ke arah akar untuk mengembalikan gigi yang mengalami supraposisi. 11. Setelah selesai dilakukan scaling kembali pada gigi tersebut. 12. Cek oklusi pasien setelah dilakukan perawatan. 13. Jika terdapat traumatik oklusi dilakukan selective grinding. 14. Edukasi mengenai intruksi post perawatan terhadap pasien mengenai cara menjaga kesehatan rongga mulut dan kontrol. 15. Intruksi kontrol 1 minggu untuk dievaluasi pada gigi-gigi yang displinting dan gigi-gigi tersebut tidak mengalami kegoyahan. 16. Intruksi kontrol 1 bulan untuk melepas splinting jika stabilitas gigi sudah didapatkan.



DAFTAR PUSTAKA



Bernal, G., Carvajal J. C., Munoz C. A., 2002, A Review Of Clinical Management Of Mobile Teeth, J Contemp Dent Pract. Bhola, M., Cabanilla L., Kolhatkar S., 2008, Dental Occlusion And Periodontal Disease: What Is The Real Relationship, J California Dent Ass. Bui, D. X., 2006, Temporary And Permanent Splinting, Available at: http://www.drbui.com/artsplinting.html. Caputo, A., Wylie R., 2000, Force Generation And Reaction Within The Periodontium, Available at: http://www.dent.ucla.edu/pic/member. Eley, B. M., Manson J. D., 2004, Periodontics 5th Ed., Elsevier Limited. Grant, D. A., Stern I. B., Listgarten M. A., 1988, Periodontic The Tradition Of Gottlieb And Orban 6th Ed., Louis: Mosby. Henry, M., Goldman D., Walter Cohen, 1980, Periodontal Theraphy 6th Ed. St. Louis: Mosby. Kao, R. T., Chu R., Curtis D. A., 1998, Occlusal Consideration In Determining treatmenprognosis.http://www.cda.org/library/cda_member/pubs/journal/j our1000/rea tment.html. Nyman, S., Lang N., 1994, Tooth Luxation And The Biological Rationale For Splinting Teeth, J Periodontol. Ranney, R. R., Debski B. F., Tew J. G., 1981, Pathogenesis Of Gingivitis And Periodontal Disease In Children And Young Adults, Pediatr Dent. Ranney, R. R., Loe H., Brown J., 2000, Classification Periodontal Disease, J Periodontol. Strassler, H. E., Brown C., 2001, Periodontal Splinting With Thin High Modulus. Takajuk, G. M., Pawinska M. W., Stokowskaw W., Wilczkom B. A., Kendra B. A., 2006, The Clinical Assesment Of Mobile Teeth Stabilization With FibreKor, J Adv Med Sci. The American Academy of Periodontology, 2000, Parameter On Occlusal Traumatism In Patient With Chronic Periodontitis, J Periodontol. The American Academy of Periodontology, 2001, Treatment Of Plaque Induced Gingivitis Chronis Periodontitis And Other Clinical Condition, J Periodontol.



Von Arx, T., 2005, Splinting Of Traumatized Teeth With Focus On Adhesive Techniques, J Calif Dent Assoc.