Makalah Splinting Periodonsia Susanti Dewi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PERIODONSIA KOMPOSIT FIBER SEBAGAI METODE PENATALAKSANAAN SPLINTING KEGOYANGAN GIGI PADA PERIODONTITIS KRONIS



Dosen Pembimbing: drg. Dhedy Widyabawa



Oleh: Ni Kadek Susanti Dewi



(2106129012137)



FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR 2023



KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat yang telah dilimpahkan berupa kesehatan, kesempatan serta pengetahuan sehingga penulis mampu menyelesaikan



laporan kasus



yang berjudul “Komposit fiber sebagai metode



penatalaksanaan splinting, Kegoyangan gigi pada periodontitis kronis” dengan baik dan tepat pada waktunya.



Rasa terimakasih penulis ucapkan kepada seluruh teman dan keluarga atas saran dan masukan yang sangat bermanfaat dalam proses penyelesaian laporan kasus ini. Penulis berharap laporan kasus mengenai Bedang Minor (Odontektomi) dapat membentu dan memberikan manfaat sebagaimana mestinya. Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih dan berharap laporan kasus yang telah berhasil penulis susun ini dapat dengan mudah dipahami oleh siapapun yang membacanya. Sebelumnya penulis meminta maaf bilamana terdapat kesalahan kata atau kalimat yang kurang berkenan. Serta tak lupa penulis juga berhadap adanya masukan serta kritikan yang membangun dari pembaca agar penulis dapat mengembangkan dan memperbaikinya menjadi lebih baik.



Denpasar, 14 Februari 2023



Penulis



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR .............................................................................................. i DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 BAB II LAPORAN KASUS ................................................................................. 2 BAB III KAJIAN TEORI 3.1 Periodontitis ...................................................................................................... 7 3.1.1 Pengertian Periodontitis ................................................................................ 7 3.1.2 Klasifikasi Periodontitis ................................................................................ 7 3.2 Splinting .......................................................................................................... 10 3.2.1 Pengertian Splinting ..................................................................................... 10 3.2.2 Indikasi dan Kontraindikasi Splinting.......................................................... 11 3.2.3 Biomedika Splinting .................................................................................... 13 3.2.4 Klasifikasi Splinting ..................................................................................... 14 3.2.5 Kuntungan dan Kerugian Splinting Fiber-resin Komposit .......................... 16 BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 18 4.1 Kesimpulan ............................................................................................. 18 4.2 Saran ....................................................................................................... 18



ii



BAB I PENDAHULUAN



Mobilitas gigi (kegoyangan gigi) merupakan salah satu masalah yang sering terjadi pada gigi dan dapat sebagai gejala penyakit periodontal yang ditandai dengan hilangnya perlekatan disertai kerusakan tulang vertikal. Kegoyangan gigi dapat disebabkan karena adanya kerusakan tulang yang mendukung gigi, trauma dari oklusi maupun adanya perluasan peradangan dari gingiva ke jaringan pendukung yang lebih dalam serta proses patologik rahang (Suwandi, 2010). Cara untuk mengontrol dan menstabilkan kegoyangan gigi adalah dengan splinting. Indikasi utama penggunaan splint dalam mengontrol kegoyangan yaitu imobilisasi kegoyangan yang menyebabkan ketidaknyamanan pasien, perpindahan gigi, protesa gigi tiruan yang memerlukan banyak cantilever. Menurut Strassler dan Brown (2001, dalam Lilies 2015) splinting juga dapat digunakan untuk mengurangi gangguan oklusal dan fungsi mastikasi. Tetapi jika kegoyangan gigi dengan kondisi ligament periodontal yang normal dan tidak mengganggu fungsi mastikasi serta kenyamanan dari pasien, maka tidak diperlukan splint. Diagnosis yang tepat mengenai faktor-faktor yang dapat menyebabkan kegoyangan gigi diperlukan untuk mencapai keberhasilan perawatan (Dewi, 2016). Berbagai bahan dan teknik restorasi telah digunakan dalam prosedur splinting gigi. Sebelum bahan restorasi adhesif dicetuskan, cara paling optimal untuk splinting gigi adalah dengan menggunakan mahkota penuh pada setiap gigi yang akan di-splint kemudian disambungkan satu dengan lainnya. Keuntungan dari teknik ini adalah gigi-geligi mendapat stabilisasi oleh restorasi mahkota akrilik sementara selama proses perawatan periodontal. Di sisi lain, teknik ini menyebabkan perlunya pengurangan atau preparasi untuk mereduksi ukuran gigigeligi yang akan direstorasi oleh mahkota sementara. Teknik lain yang digunakan adalah menggunakan bahan konservatif dan dilakukan dalam sekali kunjungan seperti dengan menggunakan kawat yang diulir di sekitar gigi, kemudian ditambahkan resin atau resin dengan campuran metal atau nilon. Namun, kegagalan seringkali terjadi karena bahan-bahan tersebut mudah patah akibat 1



tekanan oklusi. Kekurangan tersebut dapat diatasi dengan menggunakan resin komposit yang diberi tambahan suatu bahan berkekuatan tinggi, biokompabilitas dan estetik yang baik, yang dikenal dengan fiber reinforced komposit (Suwandi, 2010). Berdasarkan kasus yang diteliti oleh Dewi L. Ichwana (2016) pada Journal of Dentomaxillofacial Science (J Dentomaxillofac Sci), peneliti menyajikan kasus mengenai penatalaksanaan kegoyangan gigi pada periodontitis kronis dengan splinting fiber komposit.



2



BAB II LAPORAN KASUS



Seorang wanita berusia 52 tahun datang ke departemen periodonsia Rumah Sakit Ubuntu dengan keluhan gigi mandibula goyang sejak tiga bulan lalu, gigi terasa sakit ketika digunakan untuk mengunyah atau menggigit sehingga mengganggu kenyamanan. Selain itu, gingiva mudah berdarah dan permukaan gigi terasa kasar. Hasil pemeriksaan ekstra-oral tidak ditemukan adanya kelainan dan pemeriksaan intra-oral menemukan gingiva mengalami peradangan, diikuti oleh resesi pada hampir seluruh bagian gingiva di rongga mulut, kedalaman poket tidak lebih dari 4 mm, mobilitas derajat dua pada gigi 41, 31, 32. Diagnosa yang ditetapkan yaitu periodontitis kronis generalisata dengan prognosis yang baik (gambar 1).



Gambar 1. Keadaan intraoral gigi anterior mandibula bagian fasial dan lingual



Sebagai rencana perawatan awal, fase perawatan non-bedah dilakukan instruksi kebersihan mulut, scaling dan root planing, serta splinting dengan fiber komposit untuk mencegah pergerakan gigi dengan mobilitas derajat dua. Pada rencana perawatan tidak memerlukan bedah periodontal. PROSEDUR FIBER REINFORCED KOMPOSIT Setelah scaling dan root planing, dilakukan preparasi groove pada gigi yang akan di splinting menggunakan diamond bur. Perhatikan bagian yang akan dipreparasi untuk menghindari cedera pada pulpa. Tempat meletakkan fiber splint 3



disiapkan, dibilas dan dikeringkan dengan hati-hati. Fiber strip disiapkan, dipotong dengan gunting tajam atau pisau bedah dan sangat didukung oleh panjang jari yang tepat dari groove gigi yang akan displint dan telah diukur sebelumnya dengan dental floss. Keuntungan menggunakan fiber dalam teknik ini yaitu dapat mengikat secara kimia dengan resin komposit. Setelah grooves pada gigi dipreparasi, dietsa, dibilas dan dikeringkan, maka bonding diaplikasikan pada daerah tersebut. Gambar 2 sebelum polymerized fiber strip bonding diaplikasikan pada groove dan dipolimerisasi. Lalu resin komposit diaplikasikan dengan memperhatikan bentuk anatomis dan ketebalan komposit, lalu di curing. Gambar 3 dan 4 pemasangan fiber komposit, splint, dan dilakukan pengecekan oklusi dengan menggunakan articulation paper dan dipoles. Gambar 5 untuk kasus splint gigi posterior, fiber diaplikasian secara terpisah, harus ditempatkan pada oklusal, tetapi juga dapat ditempatkan pada permukaan labial seperti pada kasus ini yang melibatkan karies disto-labial gigi 43.



Gambar 2. Bagian lingual yang telah dipreparasi, dilakukan etsa dan rebonding, setelah itu diaplikasikan fiber



4



Gambar 3. Fiber sudah diadaptasikan pada groove, dilapisi dengan resin komposit, gigi 43 dan 44 siap untuk diaplikasikan fiber



Gambar 4. Fiber dipotong sesuai dengan ukuran, diletakan wedge pada interdental gigi 43-44



Gambar 5. Fiber diaplikasikan setelah dilakukan etsa dan rebonding, lalu dilapisi dengan resin komposit



5



DISKUSI Mobilitas gigi dapat dikatakan sebagai parameter klinis yang penting dalam memprediksi prognosis. Karena hal tersebut dan untuk kenyamanan pasien, splinting telah menjadi terapi yang direkomendasikan untuk menstabilkan gigi. Dahulu, stabilisasi langsung dan splinting dari gigi yang menggunakan teknik adhesif membutuhkan penggunaan kawat, pin, atau nilon. Bahan-bahan tersebut hanya mampu mengunci secara mekanik di sekeliling restorasi resin, sehingga berpotensi membentuk irisan tipis dan konsentrasi tekanan yang akan menyebabkan fraktur dari komposit dan kegagalan perawatan. Kegagalan splint dapat menyebabkan masalah klinis yaitu traumatik oklusi, perkembangan penyakit periodontal, dan karies. Dengan diperkenalkannya bahan yang mudah berikatan seperti fiber polietilen, masalah dapat diselesaikan. Rochette melaporkan kekuatan fraktur secara signifikan lebih tinggi dengan bahan fiber splint Ribbond® yang direstorasi dengan ProvipontTM DCH, yaitu bahan restorasi sementara yang mirip dengan resin akrilik dan saat terdapat celah pada bahan restorasi ProvipontTM DC, celah tersebut tidak meluas keluar fiber polietilen dan splint diperbaiki. Miller menggambarkan kejadian berkurangnya fraktur dari short fiber splint di area yang retak. Area ini menyerap energi dan menyebabkan berkurangnya fraktur serta penyebaran retakan. Hal tersebut menjelaskan kekuatan fiber komposit terhadap fraktur. Evaluasi dari fungsi penggunaan bahan restoratif fiber splint yaitu stabilisasi di gigi menunjukkan hasil yang baik dengan adanya peningkatan kekuatan fleksural dan modulus fleksural komposit. Semua splinting/splints yang menggunakan bahan ini menunjukkan hasil yang baik setelah pemakaian setahun. Penelitian lain yang menggunakan fiber splint selama 72-84 bulan juga menunjukkan hasil yang baik.



6



BAB III KAJIAN TEORI



3.1 Periodontitis 3.1.1 Pengertian Periodontitis Periodontitis merupakan peradangan pada jaringan pendukung gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik. Periodontitis menyebabkan terjadinya destruksi jaringan yang permanen yang dikarakteristikan dengan inflamasi kronis, migrasi epitelium, kehilangan jaringan ikat dan kehilangan tulang alveolar. Periodontitis biasanya berkembang dari gingivitis yang sudah terjadi, namun tidak semua gingivitis akan berlanjut menjadi periodontitis (Newman dkk, 2012). Keadaan klinis yang membedakan periodontitis dengan gingivitis yaitu adanya kehilangan perlekatan pada jaringan penyangga yang disertai dengan terbentuknya poket periodontal, perubahan kepadatan dan tinggi tulang alveolar serta terjadi kegoyangan gigi (Newman dkk, 2012). Mikroorganisme utama yang menyebabkan penyakit periodontal yang banyak ditemukan pada plak subgingiva yaitu Porphyromonas gingivalis, Treponema denticola dan Bacteriodes forsythus. Aktivitas mikroorganisme pada plak subgingiva menghasilkan endotoksin sehingga mengaktifkan respon imun dengan melibatkan neutrofil, makrofag dan limfosit (Quamilla N., 2016). 3.1.2 Klasifikasi Periodontitis Periodontitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Newman dkk, 2012): 1. Periodontitis Kronis Karakteristik pada pasien dengan periodontitis kronis: a. Lebih banyak terjadi pada orang dewasa tetapi dapat terjadi pada anak-anak. b. Dipengaruhi banyak faktor lokal yang mampu memperparah. c. Banyak kalkulus subgingival ditemukan.



7



d. Perkembangan



lambat



ke



sedang



yang



berkemungkinan



memperparah kondisi. Faktor yang dapat mendukung terjadinya periodontitis: 1) Faktor penyakit sistemik, seperti: diabetes mellitus dan infeksi human immunodeficiency virus (HIV). 2) Faktor lokal predisposisi periodontitis. 3) Faktor lingkungan, seperti: merokok dan stress.



Periodontitis kronis dapat disubklasifikasikan menjadi lokal dan general dengan karakteristik, seperti: ringan, sedang, dan berat tergantung dari bentuk dan kondisi, sebagai berikut: A. Lokal: 30% bagian yang terlibat. C. Ringan: 1 sampai 2 mm clinical attachment loss (CAL). D. Sedang: 3 sampai 4 mm CAL. E. Berat: ≥5 mm CAL.



2. Periodontitis Agresif Karakteristik pada pasien dengan periodontitis agresif: a. Oral hygiene menurun. b. Lepasnya perlekatan jaringan secara cepat dan kerusakan tulang. c. Jumlah deposit bakteri meningkat.



Karakteristik berikut mungkin tetapi jarang terjadi pada kondisi periodontitis agresif: a. Infeksi penyakit oleh Actinobacillus actinomycetemcomitans. b. Abnormalitas fungsi fagosit. c. Hiperresponsif macrofag, melepaskan prostaglandin E2 (PGE2) dan interleukin-1β (IL-1β). d. Pada beberapa kasus, perkembangan penyakit dapat berhenti sendiri.



8



Periodontitis agresif dapat diklasifikasikan menjadi lokal dan general dengan karakteristik, sebagai berikut: -



Lokal 1) Circumpubertal onset pada penyakit. 2) Permasalahan pada molar pertama atau insisivus dengan lepasnya perlekatan proksimal 3) Respon antibodi yang kuat dengan terhadap agen infeksi.



-



General 1) Biasanya akan menyerang orang di bawah 30 tahun atau lebih tua. 2) Kehilangan perlekatan proksimal yang berkaitan dengan paling sedikit 3 gigi selain molar pertama dan insisivus. 3) Kerusakan jaringan yang bersifat episodik. 4) Respon antibodi yang lemah terhadap agen infeksi.



3. Periodontitis sebagai Manifestasi Penyakit Sistemik dari Periodontitis Dapat berupa manifestasi dari penyakit sistemik, sebagai berikut: a. Penyakit Perdarahan 1). Acquired neutropenia 2). Leukemia b. Penyakit Genetik 1). Familial and cyclic neutropenia 2). Down syndrome 3). Leukocyte adhesion deficiency syndromes 4). Papillon-Lefèvre syndrome 5). Chédiak-Higashi syndrome 6). Histiocytosis syndromes 7). Glycogen storage disease 8). Infantile genetic agranulocytosis 9). Cohen syndrome 10). Ehlers-Danlos syndrome 11). Hypophosphatasia 3. Penyakit Sistemik Lainnya



9



3.2 Splinting 3.2.1 Pengertian Splinting Splinting merupakan suatu piranti yang dibuat untuk menstabilkan atau mengencangkan gigi-gigi yang goyang akibat suatu trauma atau penyakit. Splinting berperan sebagai perawatan pendukung yang dilakukan bersama dengan perawatan periodontal lainnya. Splint dilakukan dengan cara menghubungkan satu atau beberapa gigi sehingga membentuk satu kesatuan. Splint sementara dilakukan pada tahap pertama perawatan periodontal sebelum tindakan bedah, sedangkan splint permanen berupa restorasi yang dilakukan sebagai bagian dari tahap restorasi atau rekonstruksi dari perawatan periodontal (Djais, 2011). Splinting merupakan bagian integral dari perawatan periodontal karena digunakan untuk mempertahankan gigi yang dimigrasi secara periodik yang telah direposisi dan juga digunakan sebelum pembedahan periodontal untuk menstabilkan gigi yang bergerak selama penyembuhan pasca pembedahan. Splinting dapat digunakan untuk meningkatkan kenyamanan pasien dan pemulihan fungsi selama pengunyahan dengan mendistribusikan kekuatan pengunyahan dan oklusal secara merata (Azodo dan Erhabor, 2016). Splinting yang ideal yaitu dapat melindungi jaringan, pemulihan oklusi fisiologis, distribusi kekuatan pengunyahan, dan memastikan kenyamanan fungsional selama pengunyahan seperti: (Azodo dan Erhabor, 2016) 1. Melindungi struktur gigi 2. Melindungi pulpa 3. Menetapkan oklusi fisiologis 4. Berfungsi sebagai prosedur evaluasi 5. Berfungsi sebagai anchorage dan dapat menstabilkan dalam kasus yang membutuhkan pergerakan gigi minor



10



6. Mengobati kasus-kasus periodontal yang diperlukan baik terapi restoratif dan periodontal yang dilakukan secara bersamaan, diperlukan imobilisasi, atau untuk mempertahankan hasil perawatan periodontal 7. Menetapkan prognosis dari gigi yang akan mempengaruhi rencana perawatan nantinya 3.2.2 Indikasi dan Kontraindikasi Splinting Tujuan utama splinting adalah untuk memberikan istirahat di mana penyembuhan luka sedang dalam proses dan memungkinkan fungsi di mana jaringan saja tidak dapat melakukan secara adekuat. Berikut indikasi dan kontraindikasi splinting: Indikasi 1. Imobilisasi kegoyangan yang menyebabkan ketidaknyamanan pasien serta menstabilkan gigi pada tingkat kegoyangan yang makin bertambah 2. Migrasi gigi 3. Prostetik yang memerlukan gigi abutment yang banyak. 4. Untuk mempertahankan gigi yang dimigrasi secara periodik yang telah direposisi 5. Biasanya diperlukan sebagai tambahan terhadap penyesuaian oklusal dalam periodontitis sedang hingga berat ketika trauma akibat oklusi progresif 6. Mobilitas gigi sedang sampai berat yang tidak dapat direduksi dengan cara lain, belum merespon penyesuaian oklusal, terapi periodontal, dan ketika ada gangguan pada fungsi normal dan kenyamanan pasien. 7. Dalam kasus di mana prosedur periodontal non-surgical dan bedah tanpa adanya stabilisasi gigi. Splinting memfasilitasi perawatan gigi yang bergerak dengan diikat sebelum instrumentasi periodontal dan prosedur penyesuaian oklusal



11



8. Splinting digunakan untuk menghilangkan gerakan di area penyembuhan setelah operasi periodontal karena micromovement pada area bedah dapat menghambat perbaikan yang terjadi di area penyembuhan 9. Splinting gigi dapat diindikasikan untuk satu atau lebih gigi bergerak di mana ekstraksi dan terapi implant bukan alternatif yang terbaik. 10. Pencegahan drifting teeth setelah perawatan ortodontik atau ketika gigi hilang 11. Pencegahan mobilitas setelah trauma akut seperti pada subluksasi dan avulsi Azodo dan Erhabor, 2016; Astuti, 2015). Menurut Tarnow dan Fletcher indikasi splinting meliputi: 1. Trauma karena oklusi primer 2. Trauma karena oklusi sekunder 3. Mobility progresif, migrasi gigi, dan nyeri ketika berfungsi Splinting dilakukan untuk mengontrol mobilitas gigi, inflamasi gingiva, pembentukan poket periodontal, karena peningkatan mobilitas gigi adalah akibat langsung trauma oklusi, bruxism, dan clenching (Strassier, 2001).



Kontraindikasi 1. Splinting terhadap gigi yang mobiliti tidak dianjurkan apabila stabilitas oklusal dan kondisi periodonsi yang baik tidak mungkin diperoleh 2. Pengobatan penyakit periodontal inflamasi belum ditangani 3. Penyesuaian oklusal untuk mengurangi trauma dan / atau gangguan belum ditangani sebelumnya 4. Tujuan splinting adalah untuk mengurangi gigi (Azodo dan Erhabor, 2016 ; Strassier, 2001).



12



3.2.3 Biomekanika Splinting Splinting dapat meningkatkan daerah ketahanan akar, periodontal dan gaya mesiodistal dengan mengubah pusat rotasi (center of rotation) beberapa gigi. Splinting membuat distribusi yang lebih baik dengan mengarahkan gaya ke area splintng yang memiliki dukungan periodontal yang adekuat. Maka dari itu, fungsi mastikasi akan diarahkan ke area yang mudah dan efisien untuk mastikasi. Pada gigi penyangga splinting diusahakan menghindari gaya lateral/tipping pada saat pengunyahan. Gaya mesiodistal merupakan efek dari kegunaan beberapa bagian yang melekatkan gigi secara kaku. Gaya mesiodistal akan cenderung menyebabkan rotasi seluruh unit gigi. Sebuah akar tidak bisa dimiringkan secarah terpisah namun harus secara vertical dan bodily. Distribusi gaya mesiodistal akan lebih baik jika dua gigi yang mesih memiliki akar di splinting bersama. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk mendapat kestabilan melalui kecendrungan memiringkan gigi secara mesiodistal (Azado, 2016; Mangla, 2018).



Gambar 6. Biomekanika Splinting. (M) mengindikasikan gaya mesiodistal, garis putus-putus (m) mengindikasikan sumbu antara gigi indicates axis between teeth Splinting diperluas hingga sekitar lengkung untuk menghubungkan daerah posterior dan anterior atau untuk menghubungkan gigi pada sisi yang berlawanan dengan lengkung sehingga gaya anteroposterior dan gaya fasiolingual dapat dinetralkan dan didapatkan stabilitas pada arah mesiodistal dan fasiolingual (Azodo, 2016). 13



3.2.4 Klasifikasi Splinting Berdasarkan



Kathariya



dkk.



(2016)



splint



periodontal



dapat



diklasifikasikan berdasarkan periode penggunaannya menjadi: 1. Short-term temporary splint 2. Medium-term provisional splint 3. Long-term permanent splint Berdasarkan lokasi pemasangan, splint dapat dibagi menjadi: 1. Splint Eksternal 2. Splint Internal Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada tabel 1 dan 2 Tabel 1 Type Short-term temporary splint



Keterangan Digunakan kurang dari 6 bulan



Medium-term Beberapa bulan hingga provisional beberapa tahun splint



Long-term permanent splint



Digunakan untuk menjaga stabilitas



Indikasi Digunakan saat masa perawatan periodontal aktif, dapat dilanjutkan dengan splinting tipe lain



Rekomendasi Direkomendasikan



Digunakan untuk membantu diagnosa, biasanya dilanjutkan dengan splinting menggunakan tipe yang lebih stabil



Direkomendasikan



Digunakan tanpa jangka waktu tertentu dengan periode lama, dapat berupa lepasan maupun cekat



Direkomendasikan



14



Tabel 2 Type



Keterangan



Ligature wires, night Splint guards, External protesa cekat interim



Komposit dengan atau tanpa kawat dan campuran fiber



Splint Internal



Komposit atau kompositfiber



Indikasi Ligature wires Indikasi untuk gigi anterior yang mengalami mobilitas. Menggunakan kawat dead-soft round stainless steel (0,25-0,30 mm) atau kawat brass Night guards Indikasi untuk pasien dengan riwayat bruxism atau clenching. Stabilisasi gigi pasca perawatan occlusal adjustment. Occlusal splint tipe heat polymerized polymethylmethacrylate. Protesa cekat interim Indikasi pada gigi dengan masalah periodontal yang belum ditetapkan rencana perawatan pasti. Dapat merestorasi estetika dan kondisi oklusa untuk mendukung pemasangan protesa nantinya. Memberikan waktu untuk evaluasi desain dan kondisi oklusal sebelum penetapan restorasi permanen. Indikasi pada gigi yang sangat goyang dan gigi anterior karena keperluan estetik. Untuk meningkatkan kemampuan menahan shear stress resin komposit ditambahkan dengan fiber high strength yang dapat dibentuk dan berwarna estetik Disebut juga splint intra-koronal. Melibatkan gigi tetangga serta menghilangkan celah interproksimal. Dapat diperkuat dengan menggunakan kawat metal, pin, atau fiber glassreinforced.



Rekomendasi



Direkomendasikan



Direkomendasikan



Kurang direkomendasikan



15



Gambar 7. Macam-macam Splinting 3.2.5 Keuntungan dan Kerugian Splinting Fiber-resin Komposit Keuntungan splinting dengan menggunakan fiber-resin komposit (Kini dkk, 2011): a. Mudah diaplikasikan dengan preparasi gigi yang minimal b. Biaya yang rendah sampai menengah jika dibandingkan dengan stabilisasi dengan mahkota dan bridge c. Reversibel: mudah dilepas ketika splint tidak lagi diperlukan



16



d. Mudah diperbaiki jika terdapat kesalahan saat bonding ulang atau aplikasi bahan baru e. Mendukung perawatan yang lebih agresif yang dilakuka pada gigi geligi dengan prognosis yang diragukan berdasarkan stabilisasi jangka panjang f. Nilai estetik yang tinggi g. Mudah dibersihkan sendiri oleh pasien dirumah sehari-hari Kerugian utama dari splinting adalah mengontrol plak karena setelah penggunaan splinting akan lebih sulit membersihkan rongga mulut sehingga dokter gigi harus menginstruksikan pasien tentang peningkatan tindakan untuk kebersihan rongga mulut setelah pemasangan splinting. Ini didasarkan pada fakta bahwa akumulasi plak pada margin splinting dapat menyebabkan iritasi gingiva dan kerusakan periodontal lebih lanjut pada pasien dengan dukungan periodontal yang sudah terganggu. Risiko periodontal dan karies, debridement periodontal, dan intervensi preventif selama perawatan sangat penting untuk mempertahankan gigi. Kerugian lain dari splinting yaitu gangguan splinting dengan fonetik, keausan interproksimal, dan penyimpangan mesial. Splinting diketahui dapat memperburuk dalam kesehatan periodontal jika dilakukan secara tidak benar (Clement & Paul, 2016).



17



BAB IV PENUTUP 4.1 KESIMPULAN Periodontitis merupakan peradangan pada jaringan pendukung gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik ditandai dengan adanya kehilangan perlekatan pada jaringan penyangga yang disertai dengan terbentuknya poket periodontal, perubahan kepadatan dan tinggi tulang alveolar serta terjadi kegoyangan gigi. Periodontitis dapat diklasifikasikan menjadi periodontitis kronis dan periodontitis agresif. Salah satu perawatan yang digunakan pada kasus kegoyangan gigi akibat periodontitis kronis adalah dengan



menggunakan



splinting. Splinting merupakan suatu piranti yang dibuat untuk menstabilkan atau mengencangkan gigi-gigi yang goyang akibat suatu trauma atau penyakit. Pada kasus, splinting yang dilakukan menggunakan komposit fiber yang memiliki keuntungan mudah diaplikasikan dengan preparasi gigi yang minimal, nilai estetik tinggi, mudah dibersihkan oleh pasien, serta mudah diperbaiki jika terjadi kesalahan pemasangan.



4.2 SARAN Saran Pasien menggunakan perawatan splint hendaknya lebih memelihara kebersihan mulutnya karena alat splint bisa menjadi sumber retensi plak dan hendaknya pasien lebih hatihati saat makan dan minum agar splint tidak mudah lepas. Selain itu, fasilitas yang digunakan dalam prosedur pelaksanaan splinting perlu ditambah agar mendukung perawatan yang dilakukan.



18



DAFTAR PUSTAKA



Astuti, L. A., 2015, Alternatif Splinting pada Kegoyangan Gigi Akibat Penyakit Periodontal. As-Syifaa journal, Vol 07 (02). Azodo, C.C., and Erhabor, P., 2016, Management of Tooth Mobility in the Periodontology Clinic: An Overview and Experience from a Tertiary Healthcare Setting, African Journal of Medical and Health Science, 15(1):50-56. Clement Chinedu Azodo, Paul Erhabor, 2016, Management of tooth mobility in the periodontology clinic: An overview and experience from a tertiary healthcare setting, Journal of Medical and Health Sciences, 15(1):53. Djais, A.I., 2011, Berbagai Jenis Splint untuk Mengurangi Kegoyangan Gigi Sebagai Perawatan Penunjang Pasien Penyakit Periodontal, Dentofasial, 10(2):124-127. Ichwana, Dewi L., 2016, Fiber Composites as A Method of Treatment Splinting Tooth Mobility in Chronic Periodontitis, Journal of Dentomaxillofacial Science (J Dentomaxillofac Sci), 1(3):190-192. Kathariya, Rahul & Devanoorkar, Archana & Golani, Rahul & Shetty, Nandita & Venu, Vallakatla & Yunis Saleem Bhat, Mohammad. (2016). To Splint or Not to Splint: The Current Status of Periodontal Splinting. Journal of the International Academy of Periodontology. 18. 45-56. Kini, Vineet, Patil, Sanjiv M., dan Jagtap, Rasika., 2011, Bonded Reinforcing Materials for Esthetic Anterior Periodontal Tooth Stabilization: A Case Report, International Journal of Dental Clinics,3(1): 90-91. Mangla, C. and Kaur, S., 2018, Splinting- A Dilemma in Periodontal Therapy, International Journal of Research in Health and Allied Sciences., 4(3): hal 76-82 Newman, M. Takei, H. Klokkevold, P. Carranza, F., 2012, Carranza’s Clinical Periodontology, 11th ed., Elsevier Saunders, hal. 41-41. Quamilla, N., 2016, Stres dan Kejadian Periodontitis (Kajian Literatur), Journal of Syiah Kuala Dentistry Society, 1(2):161-168.



19



Strassler, H. E., Brown, C., 2001, Periodontal Splinting with a Thin-HighModulus Polyethylene Ribbon. Compendium Journal, Vol 22, No 8 Suwandi, Trijani., 2010, The Initial Treatment of Mobile Teeth Closure Diastema in Chronic Adult Periodontitis, PDGI Jour, 59:105-109.



20