16 0 155 KB
MAKALAH KEPERAWATAN JIWA “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DISTRESS SPIRITUAL”
DISUSUN OLEH : 1. Ginandjar Aziz Pangestu 2. Novia Dwi Rachmawati 3. Handika Dwi Hermawan 4. Ayu Tri Wilujeng Akbar 5. Yosi Arsita Anggraini 6. Oktavia Dharma Suryani 7. Putri Widyasari 8. Maulana Adi Zhulian 9. Anggi Nur Amalia 10. Vivin Affrilliana Handayani 11. Suci Ambar Zuhriya
S1 KEPERAWATAN STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKETO
JI.RAYA JABON KM.06 MOJOAYAR KABUPATEN PRODI MOJOKERTO TELP/FAX: (0321) 390203 EMAIL : [email protected] WEBSITE : WWW.STIKESPPNI.AC.ID KATA PENGANTAR
Segala Puji hanya milik Allah S.W.T shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad S.A.W. Berkat limpahan dan rahmat-Nya kami mampu menyelesaikan tugas makalah Keperawatan Jiwa yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Distress Spiritual”. Makalah ini disusun bertujuan agar dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam belajar sebuah pemahaman Keperawatan Medikal Bedah 2 dalam kehidupan, serta dapat memahami keperawatan dasar yang direfleksikan dalam berpikir dan bertindak. Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan – kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi. Dengan demikian kritik dan saran dari semua pihak sangat membantu kami dengan harapan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Dengan demikian, semoga dengan mempelajari makalah ini, mahasiswa – mahasiswi Stikes Bina Sehat PPNI Mojokerto akan mampu menghadapi masalah atau kesulitan yang timbul dalam belajar pemahaman sebuah Keperawatan Jiwa khususnya pemahaman Asuhan Keperawatan Pada Pasien Distress Spiritual, dengan harapan semoga mahasiswa – mahasiswi Stikes Bina Sehat PPNI Mojokerto mampu berpikir dan menunjukkan sikap dengan potensi yang dimilik pada kehidupan sehari – hari.
Mojokerto, April 2020
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang paling tinggi derajatnya dibandingkan makhluk Tuhan yang lainnya. Karena manusia diberkahi dengan akal dan fikiran yang bisa membuat manusia tampil sebagi khalifah dimuka bumi ini. Akal dan fikiran inilah yang membuat manusia bisa berubah dari waktu ke waktu. Setiap manusia kepercayaan akan sesuatu yang dia anggap agung atau maha. Kepercayaan inilah yang disebut sebagai spiritual. Spiritual ini sebagai control manusia dalam bertindak, jadi spiritual juga bisa disebut sebagai norma yang mengatur manusia dalam berperilaku dan bertindak. Dalam ilmu keperawatan spiritual juga sangat diperhatikan. Berdasarkan konsep keperawatan, makna spiritual dapat dihubungkan dengan kata-kata: makna harapan, kerukunan, dan system kepercayaan (Dyson, Cobb, Forman, 1997). Dyson mengamati bahwa perawat menemukan aspek spiritual tersebut dalam hubungan seseorang dengan dirinya sendiri, orang lain, dan dengan Tuhan. Menurut Reed (1992) spiritual mencakup hubungan intraa-, inter-, dan transpersonal. Spiritual juga diartikan sebagai inti dari manusia yang memasuki dan mempengaruhi kehidupannya dan dimanifestasikan dalam pemikiran dan prilaku serta dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, alam, dan Tuhan. (Dossey & Guzzetta, 2000) 1.2 Tujuan 1. Untuk membantu mahasiswa mengerti tentang distress spiritual 2. Untuk membantu mahasiswa bisa mengerti bagaimana konsep distress spiritual dalam keperawatan 1.3 Pokok Bahasan 1. Apa yang dimaksud distress spiritual? 2. Apa penyebab distress spiritual?
1.4 Manfaat 1. Agar mahasiswa mampu memahami materi yang diberikan 2. Agar mahasiswa mempunyai wawasan yang luas mengenai materi yang diberikan 3. Agar mahasiswa aktif dalam pembelajaran yangan telah diberikan
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Definisi Distress spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorng dengan diri, orang lain, seni, musik, literature, alam dan kekuatan yang lebih besar dari dirinya. (Nanda, 2005) Distress spiritual adalah gangguan dalam prinsip hidup yang meliputi seluruh kehidupan seseorang dan diintegrasikan biologis dan psikososial. (Varcarolis, 2000) 2.2 Etiologi Menurut Vacorolis (2000) penyebab distress spiritual adalah : 1.
Pengakajian fisik : Abuse
2.
Pengkajian Psikologis : Status mental, mungkin adanya depresi, marah, kecemasan, ketakutan, makna nyeri, kehilangan control, harga diri rendah, dan pemikiran yang bertentangan. (Otis-Green, 2002)
3.
Pengkajian Sosial-Budaya : Dikingan social dalam memahami keyakinan klien. (Spencer, 1998)
2.3 Tanda dan Gejala (NANDA, 2012-2014)
Marah
Mengungkapkan kurangnya motivasi
Mengungkapkan kekurangan rasa dicinta
Mengungkapkan kurangnya makna hidup
Mengungkapkan kekurangan tujuan hidup
Mengungkapkan telah diabaikan
Mengungkapkan penderitaan
Mengungkapkan rasa tersaingi
Mengungkapkan dengan kata-kata telah terpisah dari system pendukung
Mengungkapkan ketidakberdayaan
Ketidakmampuan mengintropeksi diri
Ketidakmampuan berpartisipasi dalam aktivitas keagamaan
2.4 Pathway Penyakit kronis / akut
Putus asa
Prubahan persepsi (halusinasi, mencederai diri, lingkungan)
Isolasi social (menarik diri)
Aktivitas menurun
Gangguan konsep diri
Gangguan gperawatan diri
Ketidakefektifan koping Individu
keluarga
Distres Spiritual
komunikasi verbal (-)
2.5 Karakteristik Spiritualitas Untuk memudahkan perawatan dalam memberikan asuhan keperawatan, maka perawat mutlak perlu memiliki kemampuan megidentifikasi atau mengenal karakteristik spiritual sebagai berikut : a. Hubungan dengan diri sendiri
Kekuatan dalam dan self-reliance
Pengetahuan diri (siapa dirinya, apa yang bisa dilakukannya)
Sikap (percaya pada diri sendiri, ketenangan fikiran, keselarasan dengan diri sendiri)
b. Hubungan dengan alam
Mengetahui tentang tanaman, margasatwa, iklim
Berkomunikasi dengan alam (mengabadikan, melindungi alam)
c. Hubungan dengan orang lain
Berbagi waktu, pengetahuan secara timbal balik
Mengasuh anak, orang tua, dan orang sakit
Mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari suatu kejadian atau penderitaan
d. Hubungan dengan ketuhanan Secara singkat dapat dinyatakan bahwa seseorang terpenuhi kebutuhan spiritualnya apabila mampu :
Merumuskan arti personal yang positif, tentang tujuan keberadaannya didunia
Mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari suatu kejadian atau penderitaan
Dengan mengembangkan hubungan antara manusia yang positif
2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi Spiritual Menurut Taylor, Lilis dan Le Mone (1997) dan Cravendan Hirnk (1996) factor penting yang mempengaruhi spiritualitas adalah : a. Pertimbangan bahan perkembangan Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak-anak dengan empat agama yang berbeda ditemukan bahwa mereka mempunyai persepsi tentang Tuhan dan bentuk sembahyang yang berbeda menurut usia, eks, agama, dan kepribadian anak. b. Keluarga Peran orang tua sangat menentukan dalam perkembangan spiritualitas anak. Yang penting bukan apa yang diajarkan oleh orang tua tapi apa yang dipelajari anak mengenai tuhan c. Latar Belakang Etnik dan Budaya Sikap keyakinan dan dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan social budaya. Pada imimnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga d. Pengalaman Hidup Sebelumnya Pengalaman hidup baik yang positif maupun negative dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang. Sebaliknya juga dipengaruhi oleh sebagaimana seseorang mengartikan secara spiritual kejadian atau pengalaman tersebut e. Krisis dan Perubahan
Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalaman spiritual sesorang (Toth 1993) dan Craven da Hirnk (1996). Krisis sering dialami ketika seseorang menhadapi penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan bahkan kematian f. Terpisah dari Ikatan Spiritual Menderita sakit terutama yang bersifat akit seringkali membuat individu merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi dan system dukungan social g. Isu Moral Terkait dengan Terapi Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara tuhan untuk menunjukkan kebesarannya walaupun ada juga agama yang menolak intervensi pengobatan h. Asuhan Keperawatan yang Kurang Sesuai Ketika memberikan asuhan keperawatan pada klien, perawat diharapkan untuk peka terhadap kebutuhan spiritual klien, tapi dengan berbagai alas an ada kemungkinan perawat justru menghindar untuk memberikan asuhan spiritual 2.7 Konsep Asuhan Keperawatan Distress Spiritual A. Pengkajian Salah satu instrument yang dapat digunakan adalah Puchalski’s FICA Spiritual History Tool (Pulschalski, 1999):
F : Faith atau keyakinan (apa keyakina klien?) Apakah klien memikirkan diri klien menjadi seseorang yang spiritual atau religious?
I : Impotance dan influence. (apakah hal ini penting bagi kehidupan klien). Dapatkan keyakinan klien mempengaruhi perilaku selama sakit?
C : Community (Apakah saudara bagian dari sebuah komunitas spiritual atau religius?) Apakah komunitas tersebut mendukung saudara dan bagaimana? Apakah ada seseorang didalam kelompok tersebut yang benarbenar saudara cintai atua begini penting bagi saudara?
A : Adress bagaimana saudara akan mencintai saya sebagai seorang perawat, untuk membantu dalam asuhan keperawatan saudara?
Pengkajian aktifitas sehari-hari pasian yang mengkarakteristikan distres spiritual, mendengarkan berbagai pernyataan penting seperti :
Perasaan ketika seseorang gagal
Perasaan tidak stabil
Perasaan ketidakmmapuan mengontrol diri
Pertanyaan tentang makna hidup dan hal-hal penting dalam kehidupan
Perasaan hampa
Faktor Predisposisi :
Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi kognitif seseorang sehingga akan mengganggu proses interaksi dimana dalam proses interaksi ini akan terjadi transfer pengalaman yang pentingbagi perkembangan spiritual seseorang. Faktor frediposisi sosiokultural meliputi usia, gender, pendidikan, pendapattan, okupasi, posisi sosial, latar belakang budaya, keyakinan, politik, pengalaman sosial, tingkatan sosial.
Faktor Presipitasi :
Kejadian Stresful Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang dapat terjadi karena perbedaan tujuan hidup, kehilangan hubungan dengan orang yang terdekat karena kematian, kegagalan dalam menjalin hubungan baik dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan dan zat yang maha tinggi. Ketegangan Hidup Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap terjadinya distres spiritual adalah ketegangan dalam menjalankan ritual keagamaan, perbedaan keyakinan dan ketidakmampuan menjalankan peran spiritual baik dalam keluarga, kelompok maupun komunitas.
Penilaian Terhadap Stressor :
Respon Kognitif Respon Afektif Respon Fisiologis Respon Sosial Respon Perilaku
Sumber Koping : Menurut Safarino (2002) terdapat lima tipe dasar dukungan sosial bagi distres spiritual : 1. Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring, memfokuskan pada kepentingan orang lain. 2. Tipe yang kedua adalah dukungan esteem yang terdiri atas ekspresi positif thingking, mendorong atau setuju dengan pendapat orang lain. 3. Dukungan yang ketiga adalah dukungan instrumental yaitu menyediakan pelayanan langsung yang berkaitan dengan dimensi spiritual. 4. Tipe keempat adalah dukungan informasi yaitu memberikan nasehat, petunjuk dan umpan balik bagaimana seseorang harus berperilaku berdasarkan keyakinan spiritualnya. 5. Tipe terakhir atau kelima adalah dukungan network menyediakan dukungan kelompok untuk berbagai tentang aktifitas spiritual. Taylor, dkk (2003) menambahkan dukungan apprasial yang membantu seseorang untuk meningkatkan pemahaman terhadap stresor spiritual dalam mencapai keterampilan koping yang efektif. B. Diagnosis
Distress spiritual
C. Intervensi Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakanuntuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994:20) Intervensi dan implementasi pada pasien dengan Distress Spiritual adalah : NOC : a. Menunjukkan harapan b. Menunjukkan kesejahteraan spiritual :
Berarti dalam hidup
Pandangan tentang spiritual
Ketentraman, kasih sayang dan ampunan
Berdoa atau beribadah
Berinteraksi dengan pembimbing ibadah
Keterkaitan dengan orang lain, untuk berbagi pikiran, perasaan dan kenyataan
c. Klien tenang NIC :
Kaji adanya indikasi ketaatan dalam beragama
Tentukan konsep ketuhanan klien
Kaji sumber-sumber harapan dan kekuatan pasien
Dengarkan pandangan pasien tentang hubungan spiritual dan kesehatan
Berikan waktu dan privasi bagi pasien untuk mengamati praktik keagamaan
Kolaborasi dengan pastoral
D. Implementasi Perawat menerapkan prinsip asuhan keperawatan sebagai berikut :
Periksa keyakinan spiritual pribadi perawat
Fokuskan perhatian pada persepsi klien terhadap kebutuhan spiritualnya
Mengetahui pesan non verbal tentang kebutuhan spiritual klien
Berespon secara singkat, spesifik dan factual
Mendengarkan secara aktif dan menunjukkan empati yang berarti menghargai masalah klien
E. Evaluasi
Perawat
mengevaluasi
apakah
intervensi
keperawatan
membantu
menguatkan spiritualitas klien
Perawat membandingkan tingkat spiritualitas dengan perilaku dan kebutuhan yang tercatat dalam pengkajian keperawatan
Bagi klien dengan penyakit terminal serius, evaluasi difokuskan pada keberhasilan membantu klien meraih kembali harapan hidup (Potter and Perry, 1997)
BAB III TINJAUAN KASUS 3.1 Tinjauan Kasus Seorang pasien wanita berusia 25th bernama Nina didiagnosa medis menderita AIDS. Px tersebut dibawa keluarganya ke RS dalam keadaan lemas, pucat dan kurus. Setelah dilakukan perawatan px menolak untuk makan, px juga sering menangis dan berteriak-teriak. Setelah dilakukan pengkajian keluarganya mengatakan bahwa dia belum menikah dan memiliki seorang kekasih. Namun sejak px sakit kekasihya tidak pernah datang kerumahnya baik untuk menjenguk ataupun bertemu basa. Keluarganya mengatakan juga bhwa px tidak mau berdoa lagi karena px berkata bahwa tuhan sudah jahat kepadanya. Px tersebut ingin cepat meninggal karena ingin segera bertemu tuhan untuk protes mengenai masalahnya. Saat dilakukan pengkajian px tampak lemas, wajah tampak kusut. Px tampak putus asa dan bersedih, px juga susah berkonsentrasi dan sering diam saat perawat bertanya. TD: 120/80 N: 80 S: 37.5 RR: 20. 3.2 Model Keperawatan yang Cocok Model eksistensi ( peris, rogers, glasser, ellis dll ) a. Pandagan tentang penyimpangan perilaku Hidup ini akan sangat berarti apabila seseorang dapat mengalami dan menerima self (diri) sepenuhnya. Penyimpangan perilaku terjadi jia individu gagal dalam upayanya menemukan dan menerima diri b. Proses terapeutik Individu dibantu untuk mengalami kemurnia hubungan. Terapi dilakukan di dalam kelompok dan klien dianjurkan untuk menggali dan menerima diri dan dibantu mengendalikan perilakunya c. Peran klien dan terapis Klien bertanggung jawab terhadap perilakunya dan berperan aerta dalam suatu pengalaman yang berarti untuk mempelajari tentang dirinya. Terapis membantu klien
menegnal nilai diri dan mengklarifikasi realitas situasi dan menegnalkan pada klien dengan perasaan tulus dan memperluas kesadaran diri
3.3 Proses Keperawatan Jiwa 3.3.1 pengkajian 1. identitas klien
Nama: Nn. N (P) 2. alasan masuk
Keluhan utama: klien merasa sedih saat didiagnosa penyakit aids
Faktor precipitasi: diagnose penyakit AIDS 3. faktor predisposisi
Riwayat penyakit dahulu: pernah sakit dan masuk rumah sakit dengan diagnose thypoid
Pengpbatan sebelumnya: tidak ada pengobatan yang dijalani sebelumnya 4. masalah keperawatan: resiko harga diri rendah situasional 5. anggota keluarga yang gangguan jiwa? Tidak ada 6. pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan? Px didiagnosa penyakit AIDS sedangkan dia belum menikah dan
kekasihnya tidak pernah menjenguknya atau menemuinya saat ia sakit 7. pemeriksaan fisik TD: 120/80
N: 80
S: 37.5
RR: 20
8. Hubungan social
Orang yang berarti Bagi px orang berarti dalam hidupnya adalah tidak ada
Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain Px tidak mau berhubungan dengan orang lain bahkan dengan keluarganya dan selalu mengurung diri dikamar
9. status mental
Penampilan: klien tidak mau makan dan tidak mau keluar kamarnya
Masalah keperawatan: sindroma deficit perawatan diri (makan, mandi, toilet training)
Pembicaraan: pasien sulit berkonsentrasi dan banyak diam
Aktivitas motoric: lesu Masalah keperawatan: deficit aktivitas deversional/hiburan
Afek dan emosi -afek: luas Px menunjukan perasaan diekspresikan sepenuhnya yaitu sedih dan kecewa Masalah keperawatan: isolasi sosial -alam perasaan (emosi) Px terus menangis dan mengurng diri dikamar tidak mau makan Masalah keperawatan:
Interaksi selama wawancara: px tidak kooperatif dan banyak diam saat ditanya Masalah keperawatan: kerusakan interaksi sosial
Persepsi sensori Apakah ada gangguan: tidak Halusinasi: tidak Tingkat konsentrasi dan berhitung: px tidak mampu berkonsentrasi karena dia hanya memikirkan dirinya agar cepat meninggal dan bertemu dengan tuhan
ANALISIS DATA t
data
etiologi
gl 3
Data subyektif:
Kecemasan
0-03-
-Keluarga
klien
2020
mengatakan klien merasa
kamar.
Pola kurang efektif
-klien mengatakan ingin
meninggal
dan
bertemu dengan tuhan
Kurangya
Data obyektif: -wajah
dukungan sosial
tampak
kusut -klien tampak putus asa dan sedih -klien
berkonsentrasi dan sering diam saat ditanya -ttv TD: 120/80 N: 80 S: 37.5 RR: 20
Resiko Ketidakberdayaan
tidak
keperawatan Resiko ketidakberdayaan
sangat terpukul, dia terus menangis, tidak mau keluar
Masalah
koping
t td
Diagnosa Keperawatan 1. Resiko ketidakberdayaan berhubungan dengan pola koping kurang efektif ditandai dengan adanya keputusasaan pada individu
INTERVENSI N o.
Masalah Keperawatan
NOC
NIC
1 .
Resiko
-Bantu
ketidakberdayaan
untuk
pasien
yang
dapat
terhadap pengalaman hidup menimbulkan kendali
situasi,
termasuk
persepsi
bahwa
-Body -Enhanced
suatu
-Coping, inffective
tindakan
-Diskusikan
secara dengan
pasien
-Death axiety
seseorang
tidak
bermakna
mempengaruhi pilihan yang realistis dalam sedentary
tentang
perawatan. Batasan karateristik
:
-Libatkan a. Ansietas
dalam
b. Pemberi asuhan
keputusan
c. Harga diri rendah
perawatan.
pasien
pengambilan tentang
kronik d. Kurang pengetahuan e. Kekurangan secara ekonomi f. Penyakit
-Jelaskan
alasan
setiap
perubahan
perencanaan
perawatan
terhadap pasien.
g. Pla koping tidak efektif h. Kurang dukungan
image,
disturbed
terhadap ketidakberdayaan.
hasil
esteem
mengidentifikasi situasional low
Definisi : beresiko faktor-faktor kurang
-Self
-Dukung pengambilan keputusan .
sosial -Kaji
kemampuan
untuk
mengambil
keputusan. -Beri kepada
pasien
proses penyakit
penjelasan tentang
-Life
style,
IMPLEMENTASI T gl/waktu 3 0-032020
Diagnosa
Implementa
Keperawatan Resiko ketidakberdayaan
Evaluasi
si Membantu
td S: pasien
mengidentifikasi
-klien mengatakan
masih
faktor- faktor yang merasa sangat terpukul dapat menimbulkan dan sedih ketidakberdayaan .
-Keluarga
- Mengajak klien mengatakan klien pasien
untuk sudah
berdiskusi
mau
keluar
tentang kamar
pilihan yang realistis dalam perawatan. -
-Keluarga klien mengatakan klien sudah
Memberikan
tidak
lagi
mengatakan
ingin
penjelaskan kepada bertemu tuhan pasien
terkait
O:
perubahan
-klien tampak
perencanaan perawatan
sedih pada
pasien.
-Klien sudah bisa sedikit konsentrasi
-
saat diajak berbicara
Memberikan dukungan
A: penuh
untuk pasien. - Mengkaji
masalah teratasi sebagian P:
kemampuan pasien dalam
T
mengambil intervensi
lanjutkan
keputusan.
STRATEGI PELAKSANAAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DISTRESS SPIRITUAL 1. Orientasi “Selamat pagi Ibu. A, saya perawat B. Saya perawat dari STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto yang dinas hari ini dari 13.00 sampai 18.00 WIB nanti saya yang merawat ibu. Nama ibu siapa, senang dipanggil siapa?” “bagaimana perasaan ibu pagi ini? Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang perasaan atau keluhan ibu? Ibu senangnya bercakap-cakap dimana? Bagaimana kalau disini? Baiklah tidak lama kok, hanya setengah jam saja” 2. Kerja “baik bu, apa yang ibu rasakan saat ini?” “sepertinya ibu terlihat gelisahh?” “ibu bisa menceritakan kepada saya” “saya mengerti ibu sangat sulit menerima kenyataan ini, saya mengerti dengan apa yang ibu rasakan” “apa yang menyebabkan ibu dikucilkan?” “jika boleh tau siapa yang mengucilkan ibu? Apakah keluarga atau orang lain diluar keluarga?” “apa ibu yakin itu yang menyebabkan ibu dikucilkan?” “mengapa ibu berfikir demikian?” “saya mengerti apa yang ibu maksudkan. Bisakah ibu menceritakan kembali hal tersebut untuk saya?” “ibu jangan cemas, jangan terlalu dipikirkan karena tidak semua orang mengucilkan ibu”
“masih ada saya yang menemani ibu” “apakah ibu masih merasakan gelisah? Jika masih ijinkan saya memfasilitasi ibu dalam spiritual dan membantu ibu dalam spiritual, agar ibu merasa tenang dan nyaman” 3. Terminasi “bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap dan saya temani?” “apakah ibu bisa memahaminya?” “saya anjurkan ibu kalau merasa orang lain tidak mengerti maksud ibu, ibu bisa mennuliskan dikertas atau menggambarkan dengan isyarat” “baik bu, karena waktu saya sudah habis untuk menemani ibu, kita lanjutkan besok ya bu” “sampai jumpa lagi bu”