LP Distress Spiritual [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DISTRESS SPIRITUAL LAPORAN PENDAHULUAN Disusun untuk memenuhi tugas Profesi Jiwa



Disusun Oleh: Bagus Lanang Sejati



200070300111015



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2020



A. DEFINISI Gangguan pada keyakinan atau sistem nilai berupa kesulitan merasakan makna dan tujuan hidup melalui hubungan dengan diri, orang lain, lingkungan atau Tuhan. (SDKI) B. ETIOLOGI Penyebab: 1) Menjelang ajal 2) Kondisi penyakit kronis 3) Kematian orang terdekat 4) Perubahan pola hidup 5) Kesepian 6) Pengasingan diri 7) Pengasingan sosial 8) Gangguan sosio-kultural 9) Peningkatan ketergantungan pada orang lain 10) Kejadian hidup yang tidak diharapkan (SDKI) Faktor Predisposisi : a. Gangguan pada dimensi biologis akan mempengaruhi fungsi kognitif seseorang sehingga akan mengganggu proses interaksi dimana dalam proses interaksi ini akan terjadi transfer pengalaman yang pentingbagi perkembangan spiritual seseorang. b. Faktor Prediposisi sosiokultural meliputi usia, gender, pendidikan, pendapattan, okupasi, posisi sosial, latar belakang budaya, keyakinan, politik, pengalaman sosial, tingkatan sosial. Faktor Presipitasi : a) Kejadian Stresful Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang dapat terjadi karena perbedaan tujuan hidup, kehilangan hubungan dengan orang yang terdekat karena kematian, kegagalan dalam menjalin hubungan baik dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan dan zat yang maha tinggi. b) Ketegangan Hidup Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap terjadinya distres spiritual adalah ketegangan dalam menjalankan ritual keagamaan, perbedaan keyakinan dan ketidakmampuan menjalankan peran spiritual baik dalam keluarga, kelompok maupun komunitas C. RENTANG RESPON Kauman dan Nipan (2018). Respon adaptif spiritual, meliputi: 1. Harapan yang realistis 2. Tabah dan sabar 3. Pandai mengambil hikmah D. PSIKOPATOLOGI Patofisiologi distress spiritual tidak bisa dilepaskan dari stress dan struktur serta fungsi otak. Stress adalah realitas kehidupan manusia sehari-hari. Setiap orang tidak dapat dapat menghindari stres, namun setiap orang diharpakan melakukan penyesuaian terhadap



perubahan akibat stres. Ketika kita mengalami stres, otak kita akan berespon untuk terjadi. Konsep ini sesuai dengan yang disampikan oleh Cannon, W.B. dalam Davis M, dan kawan-kawan (2012) yang menguraikan respon “melawan atau melarikan diri” sebagai suatu rangkaian perubahan biokimia didalam otak yang menyiapkan seseorang menghadapi ancaman yaitu stres. Stres akan menyebabkan korteks serebri mengirimkan tanda bahaya ke hipotalamus. Hipotalamus kemudian akan menstimuli saraf simpatis untuk melakukan perubahan. Sinyal dari hipotalamus ini kemudian ditangkap oleh sistem limbik dimana salah satu bagian pentingnya adalah amigdala yang bertangung jawab terhadap status emosional seseorang. Gangguan pada sistem limbik menyebabkan perubahan emosional, perilaku dan kepribadian. Gejalanya adalah perubahan status mental, masalah ingatan, kecemasan dan perubahan kepribadian termasuk halusinasi (Kaplan et all, 1996), depresi, nyeri dan lama gagguan (Blesch et al, 2011). Kegagalan otak untuk melakukan fungsi kompensasi terhadap stresor akan menyebabkan seseorang mengalami perilaku maladaptif dan sering dihubungkan dengan munculnya gangguan jiwa. Kegagalan fungsi kompensasi dapat ditandai dengan munculnya gangguan pada perilaku sehari-hari baik secara fisik, psikologis, sosial termasuk spiritual. Gangguan pada dimensi spritual atau distres spritual dapat dihubungkan dengan timbulnya depresi. Tidak diketahui secara pasti bagaimana mekanisme patofisiologi terjadinya depresi. Namun ada beberapa faktor yang berperan terhadap terjadinya depresi antara lain faktor genetik, lingkungan dan neurobiologi. Perilaku ini yang diperkirakan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan spiritualnya sehingga terjadi distres spritiual karena pada kasus depresi seseorang telah kehilangan motivasi dalam memenuhi kebutuhannya termasuk kebutuhan spritual. E. TANDA DAN GEJALA Gejala dan tanda mayor 1) Subjektif a) Mempertanyakan makna/tujuan hidupnya b) Menyatakan hidupnya terasa tidak/kurang bermakna c) Merasa menderita/tidak berdaya 2) Objektif c) Tidak mampu beribadah d) Marah pada Tuhan Gejala dan tanda minor 1) Subjektif a) Menyatakan hidupnya terasa tidak/kurang tenang b) Mengeluh tidak dapat menerima (kurang pasrah) c) Merasa bersalah e) Merasa terasing f) Menyatakan telah diabaikan 2) Objektif a) Menolak berinteraksi dengan orang terdekat/pemimpin spiritual b) Tidak mampu berkreativitas (mis. Menyanyi, mendengarkan musik, menulis) c) Koping tidak efektif d) Tidak berminat pada alam/literatur spiritual



Berbagai perilaku dan ekspresi yang dimanifestasikan klien seharusnya diwaspadai oleh perawat, karena mungkin saja klien sedang mengalami masalah spiritual. 1. Verbalisasi distress Individu yang mengalami gangguan fungsi spiritual biasanya memverbalisasikan distress yang dialaminya atau mengekspresikan kebutuhan untuk mendapatkan bantuan. Misalnya seorang istri mengatakan, “Saya merasa bersalah karena saya seharusnya mengetahui lebih awal bahwa suami saya mengalami serangan jantung.” Biasanya klien meminta perawat untuk berdoa bagi kesembuhannya atau memberitahu pemuka agama untuk mengunjunginya. Peawat juga perlu peka terhadap keluhan klien tentang kematian atau merasa tidak berharga dan kehilangan arti hidup. Kepekaan perawat sangat penting dalam menarik kesimpulan dari verbalisasi klien tentang distress yang dialami klien. 2. Perubahan perilaku Perubahan perilaku juga dapat merupakan manifestasi gangguan fungsi spiritual. Klien yang merasa cemas dengan hasil pemeriksaan atau menunjukkan kemarahan setelah mendengar hasil pemeriksaan mungkin saja sedang menderita distress spiritual. Ada yang bereaksi dengan mengintrospeksi diri dan mencari alasan terjadinya suatu situasi dan berupaya mencari fakta yang dapat menjelaskan situasi tersebut, tetapi ada yang bereaksi secara emosional dan mencari informasi serta dukungan dari keluarga atau teman. 3. Perasaan bersalah, rasa takut, depresi, dan ansietas mungkin menunjukkan perubahan fungsi spiritual. F. ASUHAN KEPERAWATAN Pengkajian: 1. F : Faith atau keyakinan (apa keyakinan saudara?) Apakah saudara memikirkan diri saudara menjadi sesorang yang spritual ata religius? Apa yang saudara pikirkan tentang keyakinan saudara dalam pemberian makna hidup? 2. I : Impotance dan influence. (apakah hal ini penting dalam kehidupan saudara). Apa pengaruhnya terhadap bagaimana saudara melakukan perawatan terhadap diri sendiri? Dapatkah keyakinan saudara mempengaruhi perilaku selama sakit? 3. C : Community (Apakah saudara bagian dari sebuah komunitas spiritual atau religius?) Apakah komunitas tersebut mendukung saudara dan bagaimana? Apakah ada seseorang didalam kelompok tersebut yang benar-benar saudara cintai atua begini penting bagi saudara? 4. A : Adress bagaimana saudara akan mencintai saya sebagai seorang perawat, untuk membantu dalam asuhan keperawatan saudara? 5. Pengkajian aktifitas sehari-hari pasian yang mengkarakteristikan distres spiritual, mendengarkan berbagai pernyataan penting seperti : a. Perasaan ketika seseorang gagal b. Perasaan tidak stabil c. Perasaan ketidakmmapuan mengontrol diri d. Pertanyaan tentang makna hidup dan hal-hal penting dalam kehidupan e. Perasaan hampa



Intervensi dan Implementasi Intervensi : Sp. 1-P : 1. Bina hubungan saling percaya dengan pasien 2. kaji faktor penyebab distress spiritual pada pasien 3. bantu pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran terhadap agama yang diyakininya 4. bantu klien mengembangkan kemampuan untuk mengatasi perubahan spritual dalam kehidupan. Sp. 2 : 1. Fasilitas klien dengan alat-alat ibadah sesuai keyakinan klien, 2. fasilitas klien untuk menjalankan ibadah sendiri atau dengan orang lain 3. bantu pasien untuk ikut serta dalam kegiatan keagamaan. Orientasi Selamat pagi pak bagaimana keadaan bapak saat ini? Sudah dicoba melakukan ibadah? Bagaimana perasaan bapak setelah mencobanya? Hari ini kita akan mendiskusikan tentang persiapan alat-alat solat dan cara-cara menjalankan solat baik sendiri maupun berjamaah bersama orang lain. Bagaimana kalau kita ngobrol selama 30 menit? Dimana bapak mau ngobrolnya? Bagaimana kalau disini saja? Kerja Pak, sepengetahuan bapak apa saja persiapan solat baik alat maupun diri kita. Bagus sekali menyiapkan kopiah, sejdah dan sarung. Dan sebelum solat bapak harus mandi dulu dan berwudhu. Coba bapak sebutkan solat lima waktu sehari semalam solat subuh jam berapa? Bagaimana ucapannya, sampai dengan solat isa. Selain itu, bapak dapat melakukan solat berjamaah dirumah. Bagaimana kalau kita buat tempat solat dirumah bapak ini. Setujukan pak? Baik, kalau begitu kamar depan ini bapak siapkan untuk tempat solat lima waktu nanti dan dapat bersama-bersama. Mulai hari ini bapak sudah bisa melakukan solat dan berdoa secara teratur agar diberikan ketenangan oleh tuhan dalam menghadapi masalah ini. Pada hari jumat nanti bapak bisa pergi bersama dengan warga lain untuk solat jumat di masjid. Bagaimana pak? Terminasi Bagaimana perasaan bapak setelah diskusi tentang cara-cara menyiapkan alat solat dan mengerjakan solat dirumah berapa kali sehari bapak mencobanya? Mari kita buat jadwalnya, kalau sudah dilakukan, beri tanda ya! Tiga hari lagi,saya akan datang untuk mendiskusikan tentang perasaan bapak dalam melakukan solat serta membahas kegiatan ibadah yang lain. Kalau begitu saya permisi dulu. Samai jumpa. Selamat pagi Evaluasi 1. Klien dapat melakukan spiritual yang tidak mengganggu kesehatan 2. Klien dapat mengekspresikan pengguguran perassaan bersalah dan ansietas



3. Klien dapat mengekspresikan kepuasan dengan kondisi spiritual. 4. Mengidentifikasi masalah yang dihadapi dalam merawat pasien dengan masalah spiritual. 5. Mengetahui proses terjadinya masalah spiritual yang dihadapi oleh pasien. 6. Mengetahui tentang cara merawat anggota keluarga yang mengalami masalah spiritual. 7. Melakukan rujukan pada tokoh agama apabila diperlukan.



Daftar Pustaka Manajemen kasus gangguan jiwa : CMHN ( intermadiate course )/ editor, Budi Ana Keliat, Akemat Pawiro Wiyono, Herni Susanti ; editor penyelaras, Monica Ester, Egi Komara Yudha – Jakarta : EGC, 2011 Stuart, G. W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Edisi 5). Jakarta: EGC. Stuart, G. W., Keliat, B. A., Pasaribu, J. 2013. Prinsip-prinsip Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Edisi I. Jakarta : DPP PPNI