10 Mitos Di Kota Cirebon [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwert yuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopa sdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghj klzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcv HALIMAH.F NISA bnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq MITOS-MITOS DI KOTA CIREBON wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty X.IPS4 uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopas dfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjkl zxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbn mqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwe rtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuio pasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfg hjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxc vbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq wertyuiopasdfghjklzxcvbnmrtyuiop asdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfgh



1.Kisah Misteri Jalan Karanggetas Cirebon Bagi masyarakat Cirebon dan sekitarnya Jalan Karanggetas Kota Cirebon bukanlah hal yang asing sebab di deretan bangunan toko yang berjejer di kawasan tersebut ada sebuah masjid yang diberi nama Jagabayan. Masjid Jagabayan yang terletak di Jalan Karanggetas ini memiliki kisah mistis pada zaman dulu yang hingga kini pun masih dipercaya oleh masyarakat sekitar bahwa kesaktian yang dimiliki seseorang setinggi apapun akan luntur ketika melewati Jalan Karanggetas tersebut. Salah satu pengelola Masjid Jagabayan di Jalan Karanggetas Kota Cirebon mengatakan cerita mistis Jalan Karanggetas bermula ketika seorang yang memiliki kesaktian tinggi melontarkan sesumbar bahwa tidak ada seorang pun yang dapat memotong rambutnya yang terurai panjang.Dirinya menuturkan pria sakti tersebut bernama Syekhmagelung yang akhirnya keangkuhannya runtuh di Jalan Karanggetas oleh seorang kakek yang ternyata adalah Syarif Hidayatullah/ Sunan Gunung Jati (salah satu Wali Songo). “Kemudian Syekmagelung berguru tentang ajaran islam kepada Syarif Hidayatullah di Masjid Jagabayan,” katanya. Jalan Karanggetas dijadikan simbol terpotongnya rambut Syekhmagelung yang sesumbar (sombong) sedangkan makna Karanggetas sendiri artinya patah atau terpotong. “Hingga kini Jalan Karanggetas menjadi semacam tempat steril dari berbagai ilmu ghaib, apalagi bagi mereka yang memiliki ilmu ghaib dan sombong, maka akan luntur atau sial ketika melintasi Jalan Karanggetas,”



2.MITOS PUSER BUMI DI GUNUNG JATI CIREBON Puser Bumi atau yang biasa dikenal dengan sebutan bahasa jawa Wudel Lemoh adalah tempat legenda di atas puncak Gunung Jati. Gunung Jati yang terletak di sebelah timur dari komplek wisata jiarah makam Sunan Gunung Jati ini penuh dengan cerita legenda. Menurut warga sekitar, bahwa puser bumi ini merupakan sebuah paku yang menancap di atas permukaan bumi agar keseimbangan bumi dapat terjaga. Konon menurut warga sekitar juga, sejarah berdirinya bukit yang juga bisa disebut Gunung Sembung/Gunung Jati ini bermula dari Sunan Gunung Jati yang mendengar cerita dari warga nelayan sekitar susah untuk kembali ke daerahnya. Karena tidak ada penanda daratan, jika



hendak pulang setelah melaut. Maka Sunan Gunung Jati pun pergi ke puncak Gunung Ciremai untuk mengambil pucuk dari Gunung Ciremai tersebut. Setelahnya sampai di sana, Sunan Gunung Jati mengambil satu genggam tanah dari Gunung Ciremai lalu disimpannya dalam kain. Setelah kembali ke Gunung Jati, lalu tanah dari pucuk Gunung Ciremai diletakkannya di pinggiran laut, sehingga tumbuhlah pesisir laut itu menjadi sebuah bukit yang biasa dikenal dengan sebutan Gunung Sembung (Gunung Sambungan) atau Gunung Jati yang penuh dengan pohon jati. Puser bumi yang terletak di puncak Gunung Jati tersebut konon memiliki sambungan penyeimbang, antara Gunung Jati dengan Gunung Ciremai. Agar setiap kali terjadi gempa bumi, daerah Cirebon dan sekitarnya tidak mengalami gempa yang serius. Ketika sampai di puncak Gunung Jati, Anda dapat melihat pantai Laut Jawa dan daeah kota Cirebon dengan mata telanjang. Untuk sampai ke puncak Gunung Jati Anda perlu menaikai tangga yang cukup lebar dan luas, sekitar 5 menit untuk sampai ke atas jika Anda berjalan dengan santai. Disamping masuk ke situs ini masih gratis, hanya perlu membayar parkir untuk kesejahteraan dan kebersihan tempat wisata Rp 2.000,3.Mitos “ Makam Balong” Makam Balong yang memiliki arti makam adalah kuburan dan balong adalah kolam. makam ini berbeda dari makam makam lainnya, karena makam ini berada di dalam kolam yang



kering dan makam ini juga tidak menjadi satu dengan makam umum lainnya. Makam itu adalah makam buyut lantaran, istrinya dan anaknya yang bernama buyut kalam.



Makam Balong terletak di blok “Umbul Balong” yang ada di desa sindang jawa kecamatan dukupuntang kabupaten Cirebon. tidak semua masyarakat Cirebon mengetahui keberadaan makam balong ini, karena mitos ini hanya berlaku pada penduduk sindang jawa khususnya warga “Umbul Balong”. Warga setempat meyakini bahwa, ketika ada warga yang hendak memiliki hajat, seperti pernikahan, tasakuran atau perayaan- perayaan lain. warga hendaknya meminta izin



terdahulu ke makam balong dengan cara tahlil agar acara dapat berjalan dengan lancar. Ketika si pemilik hajat tidak meminta izin maka acara nya akan ada hambatan. Beberapa kejadian yang menunjukan mitos itu ada, ketika salah satu keturunannya akan mengadakan hajat menikahkan anaknya, namun ia lupa tidak minta izin kepada pada leluhur. Dengan sadar hajat itu tidak lancar dan salah satu anggota keluarganya di datangi lewat mimpi. Kejadian seperti ini pernah menimpa pendatang baru di umbul balong, selang



beberapa hari Ia mengadakan acara pernikan anaknya dengan mengadakan organ tunggal yang kebanyakaan para tamu secara diam-diam minum-minuman yang di larang di dekat



makam itu. Selang beberapa hari keluarga itu mendapat musibah kecelakaan dan salah satu dari mereka meninggal dunia.



Adanya kejadian itu warga mempercayai penghuni Makam Balong marah karena tempatnya di gunakan dengan kemaksiatan. Setelah kejadian itulah warga setempat semakin meyakini



bahwa mitos itu benar benar ada. Keturunannya menyimpulkan bahwa leluhur menginginkan tempat nya suci dan tidak di lakukan untuk hal yang kuranng baik, secara tidak langsung warga mengikuti apa yang keturunannya lakukan tanpa adanya intruksi dari salah satu keturunannya.



4.PLANGON, WISATA MISTIK DI DAERAH CIREBON Plangon merupakan obyek wisata yang terletak di sebelah selatan pusat pemerintahan Kabupaten Cirebon, tepatnya di wilayah Sumber kurang lebih 2 km dari Kantor Bupati



Cirebon. Sedangkan dari arah Kuningan diperkirakan kurang lebih 10 Km dengan akses jalan yang baik sehingga dapat dimasuki oleh bus. Plangon sendiri berada pada ketinggian sekitar 500 m diatas permukaan laut, obyek wisata ini menempati lahan milik Keraton Kasepuhan Cirebon yang pengelolaannya saat ini dilakukan oleh pemerintah Kab. Cirebon.



Obyek wisata Plangon saat ini termasuk cagar wisata Budaya Alam yang dilindungi oleh pemerintah Kabupaten Cirebon dan ditetapkan sebagai tujuan wisata yang mempuyai keunikan tersendiri.



Keunikan tersebut dikarenakan terdapatnya ribuan pohon rindang serta tanaman perdu yang berusia ratusan bahkan mungkin ribuan tahun yang mungkin belum mempunyai nama dan merupakan tempat tinggal ratusan monyet-monyet yang berkeliaran secara bebas.



Menurut khabar yang beredar monyet-monyet tersebut merupakan jelmaan dari orang yang mencari Pesugihan dari Siluman Monyet. Monyet tersebut sendiri sangat jinak dan sangat dekat dengan manusia. Dia tidak mengganggu dan akan mendekati manusia jikalau kita



memberikannya makanan seperti kacang, roti ataupun makanan lain kesukaan mereka. Konon khabarnya jikalau ada sanak famili yang telah tergabung dalam komunitas monyet tersebut,



kita dapat memanggil namanya dan nama yang kita panggil tersebut akan datang kepada kita. Hal ini biasanya hanya dapat diketahui secara diam-diam tanpa publikasi karena menyangkut nama baik seseorang.



Monyet tersebut tergabung dalam beberapa kelompok dan diperkirakan berjumlah 230 ekor yang terbagi menjadi 6 kelompok. Dengan masing-masing kelompok di pimpin oleh seekor



monyet dengan sebutan mandor, diantaranya mandor Robert, mandor Kampleng, mandor Jefry dan sebagainya. Diantara mandor-mandor itu adalah mandor Robert yang paling banyak



dicari dan disukai oleh pengunjung karena mandor Robert lah monyet yang paling besar dan paling jinak. Jabatan mandor ini disebabkan karena usia dan ukuran dari monyet tersebut yang karena lebih tua dan lebih besar sehingga monyet yang lain takut kepadanya. Dan jabatan ini akan terus disandangnya entah sampai kapan lagipula belum ada riset tentang monyet tersebut



apakah mereka bertambah secara alamiah, mati secara alamiah atau tetap berjumlah serperti itu hingga akhir zaman. Bagi sebagian orang yang percaya dikatakan bahwa monyet tersebut adalah abadi. Dia tidak akan mati karena terkena kutukan dari Tuhan hingga akhir zaman akibat pesugihan yang telah dilakukannya sehingga ini merupakan azab yang terus ditanggungnya hingga akhir zaman.



Selain menikmati pemandangan alam dan udara sejuk dengan bercengkrama dengan monyetmonyet yang jinak tersebut, pengunjung juga dapat berziarah ke makam keramat, Pangeran Panjunan dan Pangeran Kejaksan yang wafat ditahun yang sama yakni 1527 M. bagi



pengunjung yang akan berjiarah ke makam keramat, akan dipandu oleh seorang juru kunci. Makam tersebut sangat kramat karena menurut beberapa pengunjung dapat memberikan



pengaruh terhadap kehidupan kita. Hal ini biasanya juga terjadi pada beberapa makam kramat lainnya yang dipercaya memberikan manfaat bagi kehidupan mereka.



Makam kramat inilah awal mula pesugihan siluman monyet. Entah mengapa kedua makam pangeran tersebut dikaitkan dengan siluman monyet. Apakah karena ilmu yang mereka miliki ataukah karena mereka juga menjelma menjadi monyet yang memiliki ilmu yang luar biasa seperti dalam pewayangan yaitu Hanoman.



Hal ini memang akan terus menjadi mitos yang tidak akan terpecahkan. Hal ini karena



kepercayaan tersebut memang sudah menjadi bagian hidup dari masyarakat kita yang sangat pekat terhadap kehidupan mistik dan selalu saja percaya tanpa ditelaah dan dikaji secara lebih ilmiah.



5.Cibulan Objek wisata Cibulan terletak di desa manis kidul sekitar 10 km dari pusat kota kuningan dan



merupakan salah satu objek wisata tertua di Kuningan. Obyek wisata ini diresmikan pada 27 Agustus 1939 oleh Bupati Kuningan saat itu, yaitu R.A.A. Mohamand Achmad.



Objek wisata Cibulan menawarkan wisata air yang cukup menyenangkan, disana terdapat 2 kolam renang yang berukuran besar. jadi pengunjung bisa berenang dengan bebas dan ada sensasi tersendiri kalo berenang di kolam renang cibulan ini. Menurut mitos yang berkembang di masyarakat sekitar, ikan yang ada di kolam Cibulan ini konon dahulunya adalah prajurit-prajurit yang membangkang atau tidak setia pada masa pemerintahan Prabu Siliwangi. yang akhirnya membuat prabu siliwangi murka dan mengutuk para prajurit tersebut menjadi ikan. yg menjadi keunikan dari ikan ini adalah jumlahnya yg



tidak berkurang dan tidak bertambah jadi jumlahnya tetap dan kalo kolamnya dikuras ikannya akan menghilang dan berpindah ke obyek wisata lain yaitu kolam renang cigugur dan obyek wisata darmaloka (itu sih konon katanya ) tp setiap kolam dikuras ikannya pasti menghilang tanpa jejak. selain kolam renang dan ikan dewa, di cibulan juga terdapat 7 sumur /mata air yang di keramatkan dan masing-masing sumur itu memilki nama. berikut nama dari ketujuh sumur tersebut. 1. Sumur kejayaan 2. Sumur Kemulyaan 3. Sumur pengabulan 4. Sumur Cirancana 5. Sumur Cisadane



6. Sumur Kemudahan 7. Sumur Keselamatan pengunjung diperbolehkan untuk mencuci muka di 7 sumur tersebut dan konon katanya kalau cuci muka disana dan mempunyai niat yang baik niscaya niatannya tersebut akan dapat terkabul. tapi kita mesti ingat semuanya tergantung kepada yang maha kuasa jangan percaya kepada mitos.



6.Kera Mistik di Kanoman Plangon KRAMAT (makam) Kanoman Plangon di desa Babakan, Cirebon punya keunikan dibanding lokasi peziarahan lain. Di tempat yang sekaligus jadi obyek wisata ini, terdapat ribuan ekor kera tersebar di berbagai lokasi. Saking banyaknya dan terdorong naluri mempertahankan diri, kera-kera itu menghimpun diri dalam beberapa kelompok. Menurut pandangan awam, kera-kera itu satwa biasa. Tapi menurut kacamata paranormal dan ‘orang pintar’, satwa berekor panjang ini sebagian terdiri siluman. Dari cerita turun-



temurun, monyet-monyet ini berasal dari peliharaan Pangeran Kejaksaan. Ketika pangeran ini meninggal, kera-kera itu masih menetap di Kanoman Plangon, kemudian beranak pinak mencapai ribuan. Apabila kita mulai menginjakkan kaki di kompleks Kramat, langsung akan disambut para



‘monyet’ ini. Agar mereka jadi sahabat, berilah mereka oleh-oleh beberapa ikat kacang rebus. Karena memang sudah terbiasa, mereka tak risih lagi berdekatan dengan manusia. Kalau pun ada yang hanya duduk-duduk, mereka selalu memandangi kita seolah-olah ingin menyapa atau mengajak bicara.



Komunitas kera ini dibagi menjadi 3 geng besar. Menetap di kompleks bagian barat, tengah dan timur. Masing-masing anggota kelompok tahu diri dengan tidak merambah daerah



tetangganya. Plangon tak bedanya dengan ‘Keraton Kera’. Seperti umumnya kerajaan, kerakera itu juga punya raja. Raja mereka berpostur tinggi besar dibanding rata-rata monyet. Sehari-hari hanya ongkang-ongkang di atas pucuk pohon jambu mengawasi rakyatnya.



Jurukunci makam menamai raja kera itu dengan Werman. Sedang dua panglima-nya dinamai Dorji dan Acing.



Meski kera, ternyata mereka punya ‘konstitusi’. Namanya juga kera, setiap tahun jabatan raja diperebutkan melalui duel keroyokan tanpa aturan. Mereka yang bisa mendominasi dan



memenangkan cakar-cakaran, otomatis menjadi raja. Pertanyaan dalam fit and propper testnya barangkali justru begini : “Apakah sudah pernah mbrakot kera lain?” Kalau sudah calon ini pasti okey. Tapi kalau belum, no way! Selama 3 kali ‘pemilu’, Werman keluar sebagai pemenang. Hingga sekarang, dia masih berkuasa. Soal istri, Werman tak perlu susah-susah mencari. Kapan dan di mana saja, dia bisa memilih sendiri. Maka di ‘Keraton Kera’ Plangon, tidak ada istilah permaisuri.



Karena sekti dan kebal gigitan, Werman dianggap bukan sembarang ‘monyet’. Banyak yang



menilai sebagai kera siluman. Anggapan itu setidaknya diberikan Kang Bani, paranormal desa Sumber, tak jauh dari Babakan. “Sebagian dari kera-kera itu adalah siluman. Berasal dari jadijadian pesugihan, termasuk Werman, Dorji dan Acing,” jelas Kang Bani. Karena kekuatannya, Werman amat disegani warga kera. Bahkan manusia pengganggu ‘keraton’-nya akan dilabrak habis-habisan. “Pernah suatu kali ada warga mengambil seekor anak monyet. Karena ketahuan anggota ‘biro intelijen’ kera, Werman dan dua panglimanya langsung turun tangan sendiri menuntaskan masalah. Orang itu dikeroyok hingga luka berat. Beberapa hari dirawat di salah satu rumah sakit di Cirebon, akhirnya tewas,” kata Kang Bani. Pernah ada warga Bandung bisa lolos membawa seekor anak monyet. Tapi beberapa hari kemudian balita kera itu dikembalikan ke Kramat Kanoman Plangon. Pasalnya, tiba-tiba seluruh anggota keluarganya menderita sakit. Percaya atau tidak, kera-kera itu ternyata punya kekuatan mistik.



7.Kera di Kalijaga Wuluh Cirebon, Katanya Jelmaan Pelaku Pesugihan Sebuah lokasi yang rimbun dan dihuni oleh banyak kera, menjadi daya tarik tersendiri untuk dikunjungi karena pengunjung bisa langsung berinteraksi dan memberi makan kera. Lokasi Kalijaga Wulu tidak jauh dari Terminal Harjamukti, kalau memakai kendaraan sendiri, paling hanya 10 menit untuk sampai di lokasi, dan dengan kendaraan umum, bisa diakses dengan ojek yang ada di depan terminal.



Kalijaga Wulu konon katanya menjadi tempat peristirahatan para wali pada masa penyebaran agama islam di Tanah Jawa, terlihat dari nama tempatnya yang bernama Kalijaga (Sunan Kalijaga).



Sedangkan kera-kera penghuni tempat ini entah dari mana asal-muasalnya, berdasarkan cerita mitos dari masyarakat sekitar, konon katanya kera-kera yang berkeliaran dan



berinteraksi di Kalijaga Wulu adalah jelmaan para pelaku pesugihan yang tidak bisa kembali berwujud manusia. Kepercayaan masyarakat pun didasarkan pada interaksi para kera yang sangat dekat dengan pengunjung saat datang dan membawa makanan kesukaan kera (kacang kering). Dan yang membuat Kalijaga Wulu menjadi mistis adalah dari populasi kera yang ada, katanya memiliki jumlah tetap, meskipun kera-kera betina terus beranak-binak. Namun anehnya, berkurangnya jumlah kera di Kalijaga Wulu tidak terllihat dari adanya



bangkai kera yang mati, seolah ketika betina kera melahirkan, ada salah satu anggota kera lainnya menghilang entah kemana.



8.Cerita Budug Basu Bagi masyarakat pesisir Cirebon, khususnya para nelayan, ritual Nadran adalah bagian dari siklus hidup mereka yang kehidupannya bergantung pada lautan. Ritual ini merupakan



kesatuan dari suatu rangkaian kegiatan: melarung sesajen ke tengah laut, pementasan wayang



purwa disertai ruwatan, dan makan-makan bersama. Selain ritual, kegiatan lainnya berupa pertunjukan berbagai kesenian siang dan malam. Namun, dalam konteks ritual komunitas



nelayan tersebut, perhatian kami tertuju pada pementasan wayang purwa dengan lakon Budug Basu.



Lakon Budug Basu menuturkan kisah Dewi Sri, sang dewi padi, dengan jodohnya yang bernama Budug Basu, sang raja ikan. Ditinjau dari perspektif folklor, cerita ini adalah cerita rakyat yang dikelompokkan sebagai mitos. Transmisi cerita ini terdapat dalam dua cara; pertama, secara lisan: dituturkan oleh dalang dalam sarana pertunjukan wayang purwa di upacara Nadran. Kedua, secara tertulis dalam lembaran naskah-naskah kuno yang ditulis sendiri oleh anggota dari masyarakatnya.



Sebagai teks yang ditulis pada sebuah media, cerita Budug Basu sebagai folklor artinya, secara tidak langsung, telah didokumentasikan dalam naskah-naskah oleh anggota masyarakat



pemilik folklor tersebut. Seperti kita ketahui, masyarakat Cirebon dengan pemerintahan negara yang berpusat di keraton adalah masyarakat dengan tradisi menulis. Pada umumnya, para penulis tersebut berasal dari kalangan keraton atau bangsawan.



Sejauh ini, kami telah memiliki enam buah naskah yang memuat teks cerita Budug Basu. Dari enam naskah tersebut, dijumpai dua nama penulis. Satu nama tertera jelas disertai dengan



jabatan sebagai Wakil Sultan Sepuh II, yakni Pangeran Adipati Mohamad Alaida dalam naskah Lampahan Ringgit Budug Basu. Naskah lain dengan judul Serat Satriya Budug



Basu memuat nama Ratu Mas Ugnyana Resminingrat beserta keterangan bahwa naskah ini diperoleh dari orang tuanya bernama Pangeran Sujatmaningrat. Berkenaan dengan naskah cerita Budug Basu, tulisan ini berusaha untuk mengetahui informasi tentang penulis naskah dari kalangan keraton yang, secara tidak langsung, mengambil peran dalam dokumentasi khazanah folklor masyarakatnya. Tulisan ini bertolak dari kajian tesis filologi Ridwan berjudul Serat Satriya Budug Basu: Mitos Masyarakat Pesisir Cirebon (2011). Penelitian tersebut menggunakan enam naskah kuno sebagai bahan kajian. Dari bahan-bahan itu, didapatkan dua versi penulisan yang ditulis oleh penulis dari kalangan keraton, yaitu Pangeran Sujatmaningrat dan Pangeran Adipati Mohamad Jamaludin Alaida. Gagasan mendasar dalam tulisan ini berangkat dari pendapat Ikram[i] tentang peran naskahnaskah kuno sebagai dokumentasi folklor di Nusantara. Menurut Ikram, karya sastra lama di Nusantara yang ditulis dalam naskah-naskah kuno merupakan dokumentasi folklor masyarakatnya karena karya sastra yang ditulis itu pada dasarnya adalah sastra yang beredar secara lisan. Hal itu dikarenakan dalam dunia tradisional, hubungan antara sastra dan masyarakat tempat sastra itu lahir amat erat. Maka, batas antara sastra lisan dan tulisan



menjadi samar. Para penulis lama yang menulis sastra lisan tidak akan merasa dirinya sebagai pencipta karena cerita yang ia tulis merupakan tradisi lisan yang beredar pada masa itu.



9.Inilah Mitos Patung Batu Perawan Sunti di Gua Sunyaragi Cirebon Patung batu perawan sunti yang berada di lokasi wisata Gua Sunyaragi Kota Cirebon memiliki sebuah mitos yang katanya bisa membuat anak gadis (perawan) sulit mencari jodoh apabila dia memegang patung batu tersebut.



Menurut penuturan pemandu wisata di sana, meskipun tidak dapat dibuktikan secara logika akan tetapi hadirnya kekuatan transenden pada benda-benda tertentu kiranya perlu diperhatikan agar dampak buruknya tidak mengenai manusia.



Mitos patung batu perawan sunti tetap dijaga oleh para pemandu dan selalu memberikan



imbauan kepada pengunjung agar tidak berperilaku sembarangan ketika berada di lokasi Gua Sunyaragi apalagi sampai memegang patung batu perawan sunti.



Dulu, patung batu perawan sunti diberi tanda khusus agar pengunjung tahu betul keberadaan patung batu perawan sunti sehingga pada saat mendekatinya pengunjung tidak memegang batu tersebut. Pemandu atau penjaga tiket masuk biasanya memberitahukan bawah letak patung batu perawan sunti terletak tepat di depan Gua Peting, dan bentuk patung batu perawan sunti seperti patung perempuan yang sedang berdiri. 10.Mitos Watu Kilan di Keraton Kasepuhan Cirebon Kota – Jika anda sedang berjalan-jalan di Keraton Kasepuhan, jangan anda lewatkan mencoba watu kilan. Konon, siapa yang mengukur dengan kilan (jengkal tangan) sama jumlahnya saat maju dan mundur, keinginannya akan tercapai. Benarkah? Watu kilan, konon adalah salah dasar bangunan Keraton Pakungwati yang sudah runtuh. Batu ini berbentuk persegi panjang yang membujur ke kiblat. Konon batu ini juga pernah difungsikan sebagai sajadah oleh Sunan Gunung Jati. “Batu batu segi empat seperti papan banyak didapati di Keraton Kasepuhan dan Astana Gunung Jati. Di Astana Gunung Jati sebagai penutup makam kemudian diatasnya ditempatkan nisan. Makam Suuan Gunung Jati dan makam Sultan-sultan diantaranya memakai batu ini, jadi batu ini umurnya sudah ratusan



tahun,” jelas Pangeran Raja Adipati Arief Natadiningrat, Sultan Sepuh ke-14 keraton Kasepuhan.



Sedangkan batu di Keraton Kasepuhan adalah bekas bagian dasar bangunan Keraton



Pakungwati yg sudah runtuh. “Batu ini jadi pondasi tiang, pintu, tangga, dinding, dan lain-lain.



Juga untuk hamparan tempat sholat dimana batu-batu ini melintang ke arah kiblat,” tambah Sultan. Ada cerita lain dari batu yang berada di komplek Patilasan Dalem Agung Pakungwati ini. Dengan mengucapkan ayat-ayat tertentu dalam Alquran, lalu orang tersebut mengukur



dengan kilan atau mengukur dengan jengkal tangan. Jika dia mengukur, sama ukurannya saat mengukur maju dan mundur. Maka keinginannya akan terkabul. Ali Indra, pengunjung Kerton Kasepuhan, penasaran dengan mitos tersebut. Ali Indra, lalu mengukur dengan jengkal tangannya. “Beda jumlahnya saat mengukur maju dan mundur,” tutur Ali Indra.



Mengenai mitos itu, Sultan menerangkan, bahwa batu ini dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menanyakan nasib dengan cara mengilan (mengukur dengan jengkal) tangan. “Ini tentu



ini salah kaprah dan tidak sesuai ajaran agama islam,” tutur Sultan. Oleh karena itu, untuk menghindari syirik muncul dari mitos itu, rencana batu-batu ini akan di pagar agar tidak dipakai menghilang.