15 0 434 KB
MAKALAH KELOMPOK ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PRE POST TONSILEKTOMI Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Perioperatif Dosen Mata Ajar : Rudi Haryono, S.Kep., Ns., M.Kep
Disusun Oleh : KELAS 3B
Aprilia Titis Dwi R
(2920183282)
Intan Amartya Nuraini
(2920183300)
Oviana Rizki Linawati
(2920183311)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NOTOKUSUMO YOGYAKARTA 2020
KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA
PASIEN
DENGAN
PRE
POST
TONSILEKTOMI”. Kami berharap makalah ini dapat dijadikan referensi bagi kita untuk menambah pengetahuan tentang konsep penyakit dan asuhan keperawatan pada pasien pre post tonsilektomi. Makalah ini juga sebagai persyaratan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Keperawatan Perioperatif. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi para mahasiswa, pelajar umum khususnya, pada diri kami sendiri dan semua yang membaca. Makalah ini semoga bisa dipergunakan dengan semestinya. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Yogyakarta, September 2020
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii DAFTAR ISI.........................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.............................................................................................4 B. Tujuan..........................................................................................................6 BAB II KONSEP DASAR PENYAKIT A. Pengertian Tonsilitis....................................................................................7 B. Etiologi Tonsilitis.........................................................................................7 C. Klasifikasi Tonsilitis....................................................................................8 D. Manifestasi Klinis Tonsilitis........................................................................9 E. Patofisiolog Tonsilitis................................................................................10 F. Pathway Tonsilitis......................................................................................11 G. Komplikasi Tonsilitis.................................................................................12 H. Pemeriksaan Tonsilitis...............................................................................12 I. Penatalaksanaan Tonsilitis.........................................................................13 J. Konsep Asuhan Keperawatan ...................................................................18 BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. Kasus..........................................................................................................27 B. Pengkajian Keperawatan............................................................................28 C. Diagnosa Keperawatan..............................................................................34 D. Rencana Keperawatan................................................................................35 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan................................................................................................44 B. Saran...........................................................................................................44 DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tonsilitis merupakan pembengkakan dan peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok A Streptococcus beta hemolitikus, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri jenis lainatau infeksi virus. Tonsilitis dapat terjadi pada semua usia akan tetapi banyak ditemui pada anak-anak hingga remaja. Tonsilitis menempati urutan kedua tertinggi untuk penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan di Indonesia. Secara global, tonsilitis yang menjadi masalah kesehatan adalah tonsilitis kronis yang dapat menyebabkan apneu obstruksi saat tidur dengan hipoksia ringan sampai berat. Gejala yang dapat ditemui pada anak berupa mengantuk di siang hari, perhatian kurang, gelisah, penurunan fungsi intelektual, dan prestasi belajar turun. Hal ini disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas yang tidak mendapatkan terapi yang adekuat (Fakh, Novialdi & Elmartis, 2016). Terapi yang sering dilakukan pada tonsilitis kronis adalah tindakan operasi pengangkatan tonsil atau tonsilektomi yang dilakukan dalam kondisi anastesi umum untuk mengangkat tonsil palatina secara keseluruhan termasuk kapsulnya dengan cara diseksi ruang peritonsilar antara kapsul tonsil dan dinding muskular (Imanto, 2016). World Health Organization memperkirakan sebanyak 287.000 anak berusia di bawah 15 tahun mengalami tonsilektomi (operasi tonsil) dengan atau tanpa adenoidektomi
dan
sebanyak
248.000
anak
(86,4%)
mengalami
tonsiloadenoidektomi serta 39.000 lainnya (13,6%) menjalani tonsilektomi saja (Nadhilla & Sari, 2016). Saat ini di Indonesia belum terdapat data yang bersifat nasional mengenai kejadian tonsilektomi dikarenakan banyaknya kontroversi dikalangan para ahli mengenai prosedur tonsilektomi dibandingkan dengan prosedur operasi pada bidang lain sehingga dibutuhkan penilaian
kasus demi kasus untuk setiap keadaan. Pilihan terapi dengan tonsilektomi dilakukan dengan indikasi yang tepat sehingga mendapatkan keuntungan yang nyata, mengingat tonsil sebagai bagian sistem pertahanan tubuh yang menjadi faktor penentu kualitas hidup pasien tonsilitis terutama setelah melakukan terapi bedah dari intervensi terapeutik dan pemngembalian ke fungsi awal (Nadhilla & Sari, 2016). Kualitas hidup pasien tonsilitis kronis yang di tonsilektomi lebih baik daripada tonsilitis kronis yang tidak di tonsilektomi, hal ini didukung oleh peneliti Goldstein (2008) di American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery Foundation dengan sampel anak-anak dibawah 15 tahun dengan menggunakan alat instrumen TASHI. Didapatkan hasil adanya perubahan yang signifikan secara global pada kualitas hidup anak setelah tonsilektomi. Perubahan tersebut antara lain peningkatan jalan nafas, penurunan infeksi, pengurangan pemanfaatan perawatan kesehatan, peningkatan makan dan menelan, penurunan biaya perawatan dan peningkatan tingkah laku. Tonsilektomi merupakan salah satu tindakan operatif yang sering dilakukan pada kasus tonsilitis kronis. Studi yang ada menunjukkan bahwa tonsilektomi dapat membawa manfaat yang signifikan pada kualitas hidup pasien dengan tonsilitis kronis, dimana manfaat yang ada tampak semakin besar pada pasien dengan keluhan yang semakin berat. Walaupun terjadi perubahan pada sistem imun post operatif, tonsilektomi tidak memiliki efek yang terlalu bermakna secara klinis terhadap sistem imun jangka panjang. Namun, harus diingat bahwa komplikasi perdarahan adalah komplikasi yang cukup sering terjadi dan pada sebagian kecil asien dapat menyebabkan perlunya operasi ulang. Oleh karena itu, sebelum melakukan tindakan operatif ini, dokter perlu mengevaluasi efek tonsilitis terhadap kualitas hidup pasien dan melakukan seleksi untuk menentukan pasien mana yang akan mendapatkan manfaat lebih dari tonsilektomi (Muhaimin, 2010).
Berdasarkan uraian di atas kami ingin mengetahui lebih dalam tentang konsep penyakit tonsilitis serta proses asuhan keperawatan pada pasien dengan pre post tonsilektomi B. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui konsep penyakit dan asuhan keperawatan pada pasien dengan pre post tonsilektomi. 2. Tujuan Khusus Untuk mengetahui : a. Pengertian tonsilitis b. Etiologi tonsilitis c. Klasifikasi tonsilitis d. Manifestasi klinis tonsilitis e. Patofisiologi tonsilitis f. Pathway tonsilitis g. Komplikasi tonsilitis h. Pemeriksaan penunjang tonsilitis i. Penatalaksanaan tonsilitis
BAB II KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Pengertian Tonsilitis Tonsilitis merupakan peradangan dari tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin waldayer. Cincin waldayer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang berada dalam rongga mulut yaitu : tonsil farengeal (adenoid), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba eustachius (gerlach’s tonsil). Berdasarkan durasi waktu tonsilitis diklasifikasi menjadi tonsilitis akut dan tonsilitis kronis. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi. Tonsil mempunyai dua fungsi yaitu menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif kontroversi dikalangan para ahli dibandingkan prosedur operasi pada bidang lain sehingga dibutuhkan penilaian kasus demi kasus untuk setiap keadaan (Imanto, 2016). Tonsilitis merupakan peradangan yang terjadi pada tonsil yang disebabkan oleh virus atau bakteri sehingga tonsil menjadi bengkak , merah, melunak, dan memiliki bintik – bintik putih di permukaannya. Tonsilitis merupakan salah satu infeksi saluran pernafasan (ISPA) yang sering terjadi pada balita. Hal ini dikarenakan sistem imunologis pada tonsil manusia paling aktif pada usia 4 sampai 10 tahun (Prasetya, 2018). B. Etiologi Tonsilitis Penyebab tonsilitis adalah infeksi kuman streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridans, dan pyogens. Bakteri penyebab tonsilitis kronis pada umumnya sama dengan tonsilitis akut yaitu bakteri aerob Gram positif dan Gram negatif. Tonsilitis dapat meneybar dari orang ke orang melalui kontak tangan, menghirup udara setelah seseorang dengan onsilitis bersin atau berbagi peralatan seperti sikat gigi dari orang yang terinfeksi.anak-anak dan remaja usia sekolah adalah yang paling
rentan untuk menderita tonsilitis, tetapi dapat menyerang siapa saja (Shalihat, 2015). C. Klasifikasi Tonsilitis Menurut Yuliyani (2015), macam-macam tonsilitis yaitu: 1. Tonsilitis Akut a. Tonsilitis viral Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai commond cold yang disertai rasa nyeri tenggorokan. Virus Epsten Barr adalah penyebab paling sering. Hemofilus influenza merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil, pasien sangat merasa nyeri. b. Tonsilitis bakterial Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grub A Streotokokus, β hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat, pneumokokus, streptokokus viridan, stretokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel
jaringan tonsil akan
menimbulkan reaksi radang berupa kluarganya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. 2. Tonsilitis Membranosa a. Tonsilitis difteri Tonsilitis difteri merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman Coryne bacterium diphteriae. Penularannya melalui udara, benda, dan makanan yang terkontaminasi. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak-anak berusia kurang dari 10 tahun biasanya pada usia 2-5 tahun. b. Tonsilitis septik Tonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus hemolitikus yang terdapat dalam susu sapi.
c. Tonsilitis kronik Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. D. Manifestasi Klinis Tonsilitis Menurut Shalihat (2015), Penderita tonsilitis memiliki keluhan utama nyeri ketika menelan. Keluhan utama yang diutarakan penderita tonsilitis kronis beragam karena gejala tonsilitis beragam. Berikut adalah tanda dan gejala tonsilitis : 1. Gejala lokal, yaitu rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat adanya pembesaran ukuran tonsil sehingga ada rasa mengganjal di tenggorok, susah menelan, nyeri atau sakit ketika menelan. 2. Gejala sistemik, yaitu rasa tidak enak badan, nyeri kepala, demam, nyeri otot dan persendian. 3. Gejala klinis yaitu tonsil dengan kripta melebar, plikatonsilaris anterior hiperemis, pembengkakan kelenjar limfe regional dan hipertrofi tonsil yang dapat menyebabkan obstructive sleep apnea (OSA) dengan gejala mendengkur/ mengorok ketika tidur, terbangun tiba-tiba karena sesak atau henti nafas, sering mengantuk, gelisah, perhatian berkurang dan prestasi belajar menurun. Tonsilitis kronis dapat juga terjadi karena penyebaran infeksi kronis dari tempat lain yang berhubungan dengan rongga tenggorok. Selain itu keluhan yang dirasakan adalah hidung tersumbat sampai sulit bernafas, telinga berdengung, telinga pekak, telinga berair dan telinga bernanah. Banyaknya ditemukan keluhan utama nyeri atau sakit menelan Karena ada beberapa penderita dating dengan tonsillitis kronis eksa serbasi akut, tonsil dalam keadaan radang akut menyebabkan nyeri atau sakit ketika menelan (Shalihat et all, 2015).
E. Patofisiologi Tonsilitis Menurut Imanto (2016), patofisiologi terjadinya tonsilitis yaitu: Infeksi pada tonsil terjadi jika antigen baik inhalan ataupun ingestan dengan mudah masuk ke dalam tonsil dan terjadi perlawan tubuh kemudian terbentuk fokus infeksi. Pada awalnya infeksi bersifat akut yang umumnya disebabkan oleh virus yang tumbuh di membran mukosa kemudian diikuti oleh infeksi bakteri. Jika daya tahan tubuh penderita menurun, maka peradangan tersebut akan bertambah berat. Setelah terjadi peradangan akut ini, tonsil dapat benar-benar sembuh atau bahkan tidak dapat kembali seperti semula. Penyembuhan yang tidak sempurna ini akan mengakibatkan peradangan berulang pada tonsil. Bila hal ini terjadi maka bakteri patogen akan bersarang di dalam tonsil dan terjadi peradangan yang bersifat kronis. Akibat peradangan kronis tersebut, ukuran tonsil akan membesar akibat hiperplasia parenkim atau degenerasi fibrinoid dengan obstruksi kripte tonsil. Infeksi yang berulang dan sumbatan pada kripte tonsil akan menyebabkan peningkatan stasis debris maupun antigen di dalam kripte, sehingga memudahkan bakteri masuk dalam parenkim tonsil. Pada tonsilitis kronis akan dijumpai bakteri yang berlipat ganda.
F. Pathway Tonsilitis
Streptococcus hemolitikus tipe A Virus hemolitikus influenza Reaksi antigen dan antibody dalam tubuh Antibody dalam tubuh tidak dapat melawan antigen kuman Virus dan bakteri menginfeksi tonsil Epitel terkikis Inflamasi tonsil
Nyeri saat menelan Anoreksia Intake makanan tidak adekuat
Respon inflamasi v
Pembengkakan tonsil
Merangsang termoregulasi hipotalamus
Sumbatan jalan nafas dan cerna
Suhu tubuh meningkat
Tindakan tonsilektomi
Nyeri
Defisit nutrisi
Ansietas
Hipertermi
Imanto, 2016
G. Komplikasi Tonsilitis Menurut Yuliyani (2015), peradangan kronis pada tonsil dapat menimbulkan beberapa komplikasi antara lain: a. Abses peritonsilar. Abses ini terjadi karena adanya perluasan infeksi ke kapsul tonsil hingga mengenai jaringan sekitarnya. Pasien akan mengeluhkan demam, nyeri tenggorok, sulit menelan, pembesaran tonsil unilateral, kesulitan membuka mulut (trismus) dan membutuhkan penanganan berupa insisi dan drainase abses, pemberian antibiotik dan tonsilektomi. Komplikasi ini paling sering terjadi pada kasus tonsilitis berulang. b. Abses parafaring. Terjadi karena proses supurasi kelenjar getah bening leher bagian dalam, gigi, tonsil, faring, hidung, sinus paranasal dan mastoid. c. Obstruksi jalan napas atas (Obstructive sleep apnea) biasanya terjadi pada anak-anak, tetapi tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada orang dewasa. Hal ini dapat terjadi jika terdapat pembesaran pada tonsil dan adenoid terutama pada anak-anak, sehingga tonsilektomi atau adenoidektomi harus segera dilakukan. d. Tonsilolith adalah kalkulus di tonsil akibat deposisi kalsium, megnesium karbonat, fosfat, dan debris pada kripta tonsil membentuk benjolan keras. Biasanya menyebabkan ketidaknyamanan, bau mulut, dan ulserasi (ulkus bernanah).
H. Pemeriksaan Penunjang Tonsilitis Menurut Yuliyani (2015), pemeriksaan penunjang pada pasien tonsilitis
yaitu
dengan
pemeriksaan
mikrobiologi
melalui
swab
permukaaan
tonsil maupun
jaringan
inti
tonsil.
Gold
standard
pemeriksaan tonsil adalah kultur dari dalam tonsil. Pemeriksaan kultur dari inti tonsil dapat memberikan gambaran penyebab tonsilitis yang lebih akurat karena bakteri yang menginfeksi tonsil adalah bakteri yang masuk ke dalam parenkrim tonsil, sedangkan pada permukaan tonsil mengalami kontaminasi dengan flora normal di saluran nafas atas sehingga bisa jadi bukan bakteri yang menginfeksi. Pemeriksaan permukaan tonsil dilakukan sesaat setelah swab dengan lidi kapas steril. Pemeriksaan inti tonsil dilakukan dengan mengambil swab sesaat setelah tonsilektomi.
I. Penatalaksanaan Tonsilitis Menurut Muttaqin & Sari (2017), penatalaksanaan pada pasien tonsilitis sebagai berikut. 1. Penatalaksanaan tonsilitis akut: a. Abtibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin atau klidomisin. b. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik. c. Pasien diidolasi karena menular, tirah barig yntuk menghindari komplikasi kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorokan 3x negatif. d. Pemberian antipiretik 2. Penatalaksanaan tonsilitis kronis: a. Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur atau hisap. b. Terapi
radikal
dengan
tonsilektomi
bila
terapi
medikamentosa atau terapi konservatif tidak berhasil. Operasi pengangkatan tonsil (tonsilektomi) dilakukan jika:
1) Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih per tahun 2) Tonsilitis
terjadi sebanyak 5 kali atau lebih per
tahun dalam kurun waktu 2 tahun 3) Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih per tahun dalam kurun waktu 3 tahun 4) Tonsilitis
tidak
memberikan
respon
terhadap
pemberian antibiotik
Tonsilektomi
didefinisikan
sebagai
prosedur
bedah
untuk
menyingkirkan tonsil secara keseluruhan termasuk kapsulnya dengan cara diseksi ruang peritonsilar antara kapsul tonsil dan dinding muskuler (Tanjung & Imanto, 2016).
Tonsilektomi dilakukan jika pengobatan
medis tidak ada hasil, tonsilitis berulang, terdapat abses hipertrofi, tonsilitis berat yang menyumbat faring, menimbulkan kesulitan menelan dan membahayakan jalan nafas (Muttaqin & Sari, 2017). The American Academy of Otolaryngology - Head and Neck Surgery Clinical Indikators Compendium menetapkan indikasi dilakukan tonsilektomi yaitu: 1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapatkan terapi yang adekuat. 2. Tonsilitis hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial. 3. Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil yang menyumbat jalan nafas, sleep apnea, gangguan menelan, dan gangguan bicara. 4. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak hilang dengan pengobatan. 5. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.
6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grub A Sterptococcus β Hemoliticus. 7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan. 8. Otitis mediaa efusa atau otitis media supuratif. Menurut Marbun (2016), kontraindikasi tindakan tonsilektomi sebagai berikut. 1. Diskrasia darah kecuali di bawah pengawasan ahli hematologi 2. Usia di bawah 2 tahun bila tim anesesi dan ahli bedah fasilitasnya tidak mempunyai pengalaman khusus terhadap bayi 3. Infeksi saluran nafas atas yang berulang 4. Perdarahan atau penderita dengan penyakit sistemik yang tidak terkontrol 5. Celah pada palatum Menurut Marbun (2016). Komplikasi dari tindakan tonsilektomi sebagai berikut. 1. Komplikasi anestesi seperti spasme laring, gelisah pasca operasi, mual dan muntah, kematian saat iduksi pada pasien dengan hipovolemi, hipotensi dan henti jantung dapat terjadi pada induksi intravena dengan pen total. Hipersensitif terhadap obat anestesi. 2. Komplikasi bedah dapat berupa perdarahan intra dan pasca operasi, nyeri pasca operasi. 3. Komplikasi lain seperti dehidrasi, demam, kesulitan, bernafas, gangguan suara, aspirasi, otalgia, pembengkakan uvula, insufisiensi velofaringeal, stenosis faring, lesi di bibir, lidah dan gigi serta pneumonia. Menurut Marbun (2016), prosedur pembedahan tonsilektomi dilakukan dengan posisi duduk dengan menggunakan anestesi lokal. Pertama, faring disemprot dengan anestesi topikal. Kemudian 2 cc Xilocain dengan adrenalin
1/100.000 disuntikkan. Dilakukan aspirasi terlebih dahulu untuk memastikan ada tidaknya pus, kemudian pisau tonsil no 12 atau no 11 dengan plester untuk mencegah penetrasi yang dalam yang digunakan untuk membuat insisi melalui mukosa dan submukosa dekat kutub atau fosa tonsilaris. Lokasi insisi biasanya dapat diidentifikasi dengan palpasi pada daerah yang paling fluktuatif dan paling menonjol, kedua pada titik yang terletak dua pertiga dari garis khayal yang dibuat antara dasar uvula dengan molar terakhir pada sisi yang sakit, ketiga pada pertengahan garis horizontal antara pertengahan baris uvula dan M3 atas. Hemostat tumpul dimasukkan melalui insisi ini dan dengan lmbut direntangkan. Pengisapan tonsil sebaiknay segera diediakan untuk mengumpulkan pus yang dikeluarkan. Jia erdapat trimus, maka untuk mengatasi nyeri diberikan analgetik (lokal) dengan menyuntikkan Xylocain atau novocain 1% di ganglin sfenopalatinum. Penatalaksanaan tonsilektomi dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Perawatan Pra Operasi a. Lakukan pemeriksaan telinga, hidung dan tenggorokan secara seksama dan dapatkan kultur yang diperlukan untuk menentukan ada tidaknya infeksi. b. Ambil spesimen darah untuk pemeriksaan praoperasi untuk menentukan adanya risiko perdarahan: waktu pembekuan, pulasan trombosit, masa protrombin, masa tromboplastin parsial. c. Lakukan pengkajian praoperasi: Perdarahan pada anak, kaji status hidrasi, siapkan anak secara khusus untuk menghadapi apa yang diharapkan pada masa pascaoperasi, gunakan teknik-teknik yang sesuai dengan tingkat perkembanga anak (buku, boneka, gambar). Bicaralah pada anak tentang hal-hal baru yang akan dilihat di kamar operasi, dan jelaskan jika terdapat konsep-konsep yang salah, bantu orang tua menyiapkan anak mereka dengan membicarakan istilah yang
umum terlebih dahulu mengenai pembedahan dan berkembang ke informasi yang lebih spesifik. Yakinkan orang tua bahwa tingkat komplikasi rendah dan masa pemulihan biasanya cepat, anjurkan orang tua untuk tetap bersma anak dan membantu memberikan perawatan. d. Berikan kompres hangat pada leher e. Anjurkan pasien istirahat cukup f. Anjurkan pasien kumur air garam g. Berikan cairan adekuat, perbanyak minum air hangat 2. Perawatan Pasca Operasi a. Kaji nyeri dengan sering dan berikan analgesik sesuai indikasi. b. Kaji dengan sering adanya tanda-tanda perdarahan pasca operasi. c. Siapkan alat pengisap dan alat-alat nasal untuk berjaga-jaga seandainya terjadi kedaruratan. d. Pada saat anak masih berada dalam pengaruh anestesi, beri posisi telungkup atau semi telungkup dengan kepala dimiringkan ke samping untuk mencegah aspirasi. e. Biarkan anak mencari posisi yang nyaman sendiri setelah sadar (orangtua boleh menggendong anak). f. Pada awalnya anak dapat mengalami muntah darah. Jika perlu lakukan pengisapan, hindari trauma pada orofaring. g. Ingatkan anak untuk tidak batuk atau membersihkan tenggorokan kecuali jika perlu. h. Berikan asupan cairan yang adekuat, beri es batu 1-2 jam setelah sadar dari anestesi. Saat muntah susah berhenti, berikan air jernih dengan hati-hati. i. Berikan asupan diet cair atau lunak sesuai kondisi pasien j. Anjurkan orang tua agar tetap bersama anak ketika anak sadar.
J. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Menurut Muttaqin & Sari (2017), fokus pengkajian pada pasien tonsilektomi sebagai berikut. Pre Operatif a. Identitas pasien yang terdiri dari nama, umur, suku/bangsa, status perkawinan, agama, pendidikan, alamat, nomor RM, tanggal masuk rumah sakit. b. Keluhan utama adalah gejala yang menyebabkan pasien berobat. Keluhan utama pada pasien tonsilitis biasanya nyeri pada tenggorokan dan saat menelan, demam. c. Riwayat adanya alergi terhadap obat atau makanan d. Riwayat kesehatan sekarang adalah faktor yang melatar belakangi dan mendahului keluhan, bagaimana sifat terjadinya gejala (mendadak, perlahan-lahan, terus meneus atau berupa serangan, hilang timbul atau berhubungan dengan waktu), lokalisasi gejalanya dimana dan sifatnya bagaimana (menjalar, menyebar, berpindah-pindah atau menetap). Bagaimana berat ringannya keluhan berkurang, lamanya keluhan berlangsung atau mulai kapan serta upaya yang telah dilakukan apa saja. e. Riwayat kesehatan masa lalu seperti riwayat pemakaian obat, jumlah dosis dan pemakaiannya, riwayat penyakit tonsilitis
akut
atau
kronis
dan
riwayat
menjalani
tonsilektomi. f. Riwayat kesehatan keluarga seperti ada keluarga yang menderita penyakit tonsilitis.
g. Status sosial ekonomi atau pendidikan akan berpengaruh terhadap pola hidup dan kebiasaan sehari-hari yang akan mencerminkan tingkat kesehatan pasien. h. Pola fungsi kesehatan 1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan Adanya tanda dan gejala yang menyebabkan pasien mencari pertolongan kesehatan seperti nyeri pada tenggorokan, susah untuk menelan, peningkatan suhu tubuh. 2) Pola nutrisi dan metabolik Anoreksia, mual, muntah, BB menurun karena intake kurang, nyeri saat menelan, nafas berbau, membran mukosa kering. 3) Pola eliminasi Warna urin kuning pekat, ureum meningkat. 4) Pola aktivitas dan latihan Kelelahan, kelemahan. 5) Pola tidur dan istirahat Gelisah, tidur terganggu karena nyeri pada tenggorokan. 6) Pola persepsi sensor dan kognitif Perhatian terhadap lingkungan berkurang, kemampuan berfikir menurun yang disebabkan sakit kepala. 7) Nyeri atau keamanan Geisah, perilaku berhati-hati, sakit tenggorokan kronik, penyebaran nyeri ke telinga. 8) Hygiene Kebersihan gigi dan mulut buruk. 9) Pernafasan Riwayat menghisap asap rokok (mungkin ada anggota keluarga yang merokok), tinggal di tempat yang berdebu
10) Integritas ego Perasaan takut, khawatir, ansietas, depresi, menolak. i. Pemeriksaan fisik 1) Tenggorokan Inspeksi: tonsil membesar dan berwarna kemerahan Palpasi: terdapat nyeri tekan, pembesaran kelenjar limfoid Post Operatif a. Sistem persyarafan Kepatenan jalan nafas, perubahan pernafasan (rata-rata, pola dan kedalaman), auskultasi paru, inspeksi dada, thorax drain. b. Sistem kardiovaskular Kaji sirkulasi perifer, nadi, tekanan darah, suara jantung c. Keseimbangan cairan dan elektrolit Inspeksi membran mukosa, kaji intake dan output cairan, monitor cairan intravena d. Sistem persyarafan Kaji fungsi serebral dan tingkat kesadaran e. Sitem perkemihan Kontrol volunter fungsi perkemihan, dower catheter f. Sistem gastrointestinal Mual muntah, kaji fungsi gastrointestinal dengan auskultasi suara usus, kaji paralitic ileus, insersi Ng tube intra operatif g. Sistem integumen Luka bedah sembuh sekitar 2 minggu, penyembuhan sempurna sekitar 6 bulan h. Drain Drain dikaji setiap 15 menit pada saat di ruang PAR i. Pengkajian nyeri
Kaji tanda fisik dan emosi, peningkatan nadi dan tekanan darah, hipertensi, diaforesis, gelisah, menangis, kualitas nyeri sebelum dan sesudahpemberian analgetik j. Pemeriksaan laboratorium Dilakukan untuk memonitor adanya komplikasi. Pmeriksaan berdasarkan prosedur pembedahan, riwayat kesehatan, dan manifestasi post operatif. Pemeriksaan yang dilakukan seperti elektrolit, glukosa, dan darah lengkap.
2. Diagnosa Keperawatan Menurut Muttaqin & Sari (2017), masalah keperawatan pada pasien dengan tonsilitis sebagai berikut. a. Pre Operasi 1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis 2) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit 3) Gangguan menelan berhubungan dengan obstruksi mekanis 4) Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan tonsilektomi b. Post Operasi 1) Nyeri akut berhubungan dengan post tonsilektomi 2) Risiko kekurangan volume cairan yang ditandai perdarahan berlebih 3) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk menelan 4) Risiko infeksi yang ditandai dengan luka post operasi terbuka 3. Rencana Keperawatan
Menurut Muttaqin & Sari (2017), intervensi pada pasien dengan tonsilitis sebagai berikut. a. Pre Operasi 1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat terkontrol. Kriteria hasil : pasien tampak rileks, skala nyeri berkurang
Intervensi
Rasional
Kaji nyeri secara komprehensif
Menentukan intervensi
Monitor tanda-tanda vital pasien
selanjutnya Megetahui keadaan pasien
Latih teknik relaksasi nafas dalam
Teknik relaksasi nafas dalam
Kaji perubahan karakteristik
dapat mengurangi nyeri Mengetahui terjadinya
nyeri, periksa mulut dan
komplikasi yang memerlukan
teggorokan
evaluasi lebih lanjut
2) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh normal. Kriteria hasil : pasien tidak gelisah, kulit tidak kemerahan, suhu tubuh dalam batas normal (36,5˚C - 37,5˚C)
Intervensi Monitor suhu lingkungan
Rasional Suhu lingkungan harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal
Ukur suhu pasien
Mengetahui perubahan suhu dan menentukan intervensi selanjutnya
Berikan kompres hangat
Kompres hangat menyebabkan dilatasi pembuluh darah sehingga mepercepat pengeluaran panas
Kolaborasikan pemberian
tubuh Antipiretik dapat menurunkan
antipiretik
demam
3) Gangguan menelan berhubungan dengan obstruksi mekanis Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mampu menelan dengan baik. Kriteria hasil : reflek menelan baik, tidak tersedak saat menelan, tidak muntah. Intervensi
Rasional
Kaji kemampuan menelan
Menentukan jenis makanan yang
pasien
diberikan pasien
Berikan makanan lunak
Memudahkan pasien saat menelan
Cek adanya sisa makanan di
Mengetahui adanya gangguan
mulut
dalam menelan
Bantu pasien makan dengan
Menghindari pasien tersedak
posisi duduk
saat makan
4) Ansietas
berhubungan
dengan
prosedur
pembedahan
tonsilektomi Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan cemas dapat berkurang.
Kriteria hasil : wajah pasien rileks, tampak tenang, pasien mengatakan kecemasannya berkurang.
Intervensi
Rasional
Jelaskan prosedur bedah kepada
Memberikan informasi kepada
anak dan orang tua dengan
anak dan orang tua dapat
menggunakan bahasa sederhana Jelaskan bahwa sebelum operasi
mengurangi kecemasan Anak mungkin merasa takut jika
anak mungkin harus berpuasa
tidak memperoleh makanan atau
terlebih dahulu Beri tahu orang tua tentang
minuman sebelum pembedahan Tidak mengetahui lama operasi
waktu pembedahan dan tempat
dapat membuat orang tua cemas
mereka menunggu Jelaskan kepada anak dan orang
Mengetahui kondisi pasca
tua tentang kondisi pasca operasi operasi dapat mengurangi cemas Beritahu pasien tentang peran Pasien merasa tenang dan tidak perawat intra operasi
cemas
b. Post operasi 1) Nyeri akut berhubungan dengan post tonsilektomi Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
nyeri
berkurang Kriteria hasil : wajah pasien rileks, skala nyeri berkurang Intervensi Kaji nyeri secara komprehensif Ajarkan teknik distraksi dan
Rasional Menentukan intervensi selanjutnya Teknik distraksi dan relaksasi
relaksasi nafas dalam
nafas dalam dapat mengurangi
Anjurkan untuk minum air es atau
nyeri Air dingin dapat mengurangi nyeri
air dingin, hindari makanan panas
dan menghilangkan
dan pedas Ciptakan lingkungan tenan dan
ketidaknyamanan Menurunkan stress, mengurangi
nyaman
nyeri dan meningkatkan istirahat
2) Risiko kekurangan volume cairan yang ditandai perdarahan berlebih Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan risiko kekurangan volume cairan teratasi Kriteria hasil : tanda-tanda vital dalam batas normal, membran mukosa lembab, turgor kulit elastis, CRT < 2 detik
Intervensi Kaji, ukur dan catat jumlah
Rasional Perdarahan yang banyak
perdarahan
menyebabkan pasien kehilangan
Monitor tanda-tanda vital pasien
banyak cairan Perubahan tekanan darah dan nadi dapat digunakan untuk
Catat respon fisiologis pasien
memperkirakan kehilangan darah Memburuknya gejala dapat
terhadap perdarahan
menunjukkan perdarahan masih berlanjut atau tidak adekuatnya
Edukasi pasien untuk tidak batuk
penggantian cairan Batuk dan bicara dapat
dan bicara
meningkatkan tekanan intra abdomen dan dapat mencentuskan perdarahan langit-langit
3) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk menelan Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi terpenuhi dan seimbang Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Intervensi Berikan makanan sedikit dan
Rasional Memudahkan pasien saat menelan
lunak Berikan makanan dalam bentuk
makanan Kandungan makanan dapat
kecil dan sesuai toleransi Anjurkan untuk tidak minum
mengakibatkan ketoleransian Suction dapat menyebabkan
dengan sedotan Anjurkan pasien untuk tidak
perdarahan Dapat mengakibatkan rasa panas di
makan dan minum panas serta
tenggorokan, memicu perdarahan,
yang berbumbu
memperberat rasa nyeri
4) Risiko infeksi yang ditandai dengan luka post operasi terbuka Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan risiko infeksi dapat teratasi Kriteria hasil : tidak ada tanda – tanda infeksi, tanda – tanda vital dalam batas normal Intervensi Monitor tanda-tanda vital
Rasional Peningkatan suhu tubuh salah satu
Lakukan perawatan luka aseptik
tanda terjadinya infeksi Mengurangi risiko terjadinya
dan anjurkan pasien untuk cuci
infeksi
tangan Lakukan perawatan terhadap
Mengurangi risiko terjadinya
prosedur invasif Kolaborasi pemberian antibiotik
infeksi nosokomial Antibiotik dapat mencegah dan mengatasi infeksi bakteri
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 1. Kasus Pada tanggal 10 Sepetember 2020, seorang pasien An. N umur 11 tahun datang ke poliklinik Telinga Hidung Tenggorokan (THT) Rumah Sakit Panembahan Senopati. Pasien datang dengan keluhan panas selama 3 hari, nyeri pada bagian tenggorokan terutama saat menelan, nyeri seperti ditusuk-tusuk skala 5, nyeri yang dirasakan hilang timbul selama 5 menit. Pasien mengatakan dirinya menderita tonsilitis sejak kelas 4 SD. Pasien mengeluh pilek, hidung tersumbat dan disertai demam. Orang tua pasien mengaku anaknya tidur mengorok dan napasnya berbau ketika kambuh. Keluarga pasien tidak memiliki riwayat penyakit yang sama. Pasien mengaku sering mengkonsumsi makanan pedas dan gorengan. Pasien sudah berobat dengan dokter spesialis THT dan mendapat terapi farmakologis. Pada saat dikaji pasien tampak lemas, pucat, mukosa bibir kering. Selama di rawat pasien makan 3 kali sehari dengan menu bubur, sayur, dan lauk. Porsi makan setengah, tidak pernah habis. Minum 7-9 gelas perhari. Pola BAK pasien normal, yaitu 4-5 kali sehari, baik sebelum dan sesudah dirawat. BAB 1 kali sehari. Pasien terlihat cemas dan tegang ketika ditanya pasien mengatakan takut akan dilakukan tindakan operasi. Dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil : keadaan umum baik, dengan kesadaran compos mentis, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 88x/menit, laju pernapasan 20x/menit, suhu 38,9 oC. TB 125 cm, BB 35 kg. Pada status generalis dalam batas normal, pada status lokalis didapatkan hasil : tonsil T3-T3, hiperemis -/-, kripta melebar +/+, detritus -/-, dengan uvula berada ditengah dengan warna mukosa non hiperemis. Berdasarkan kasus tersebut pasien di diagnosa tonsilitis kronik hipertrofi. Pada tanggal 12 September 2020 pasien direncanakan untuk menjalani operasi tonsilektomi.
2. Pengkajian Keperawatan Pre Operatif a. Identitas 1) Nama Pasien
: An. N
2) Tgl lahir/ Umur
:-
3) Agama
: Islam
4) Pendidikan : SD 5) Alamat
: Bantul
6) No RM
:-
7) Diagnosa Medis
: Tonsilitis kronis
b. Keluhan utama Pasien mengatakan badannya panas selama 3 hari. Pasien mengatakan nyeri di tenggorokan, terutama saat menelan. Pasien mengatakn nyeri pada tenggorokan saat menelan, nyeri ditusuk-tusuk, skala nyeri 5, nyeri hiang timbul selama 5 menit. c. Riwayat alergi: pasien mengataka tidak mempunyai alergi terhadap makanan atau obat. d. Riwayat penyakit dahulu: pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit dan belum pernah menjalani operasi. e. Tanda-tanda vital pasien: TD : 110/80 mmHg N : 88x/menit RR : 20x/menit S : 38,9oC TB/BB
: 135cm / 35kg
f. Status emosional Pasien mengatakan takut dengan tindakan operasi. Pasien tampak tegang dan pucat. Post Operatif
a. Keluhan utama Pasien mengatakan nyeri pada area pembedahan saat digunakan untuk menelan. Nyeri seperti disayat-sayat, nyeri di area pembedahan, skala nyeri 7, nyeri hilang timbul. b. Tanda-tanda vital pasien TD : 110/80 mmHg N : 88x/menit RR : 20x/menit S : 37oC c. Pola makan Pasien mengatakan makan tidak pernah habis karena sakit untuk menelan. Makanan habis ½ porsi. Mukosa bibir tampak kering.
3. Pengelompokkan Data Senjang NO
Data Subjektif Pre Operatif
1.
Pasien mengatakan badannya panas
-
Kulit tampak merah
selama 3 hari
-
TD : 110/80 mmHg
-
N : 88x/menit
-
RR : 20x/menit
-
S : 38,9oC
-
Pasien tampak meringis
2.
Pasien mengatakan nyeri di
Data Objektif
tenggorokan, terutama saat menelan -
P : Nyeri pada tenggorokan saat
kesakitan -
menelan
Pasien tampak memegangi tenggorokannya.
-
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk
-
TD : 110/80 mmHg
-
R : Nyeri pada bagian
-
N : 88x/menit
tenggorokan
-
RR : 20x/menit
S : Skala nyeri 5
-
Hasil pemeriksaan tonsil
-
-
T : Nyeri hilang timbul selama 5
T3-T3, hiperemis -/-, kripta
menit
melebar +/+, detritus -/-, dengan uvula berada ditengah dengan warna mukosa non hiperemis
3.
Pasien mengatakan cemas dan takut
-
dengan tindakan operasi
Pasien tampak tegang dan gelisah
-
Wajah tampak pucat
-
Pasien tampak diam, tidak
Post Operatif -
Pasien mengatakan nyeri pada area pembedahan
berbicara, terdapat luka
P : Nyeri post op tonsilektomi,
bekas operasi di kedua
terutama saat menelan
tonsil
Q : Nyeri seperti disayat-sayat R : Nyeri pada area pembedahan S : Skala nyeri 7 T : Nyeri yang dirasakan hilang timbul 5.
5. -
Pasien mengatakan makan tidak
-
TB :125cm
pernah habis
-
BB :35 kg
Pasien mengatakan sakit untuk
-
Makanan habis ½ porsi
menelan
-
Pasien tampak lemas, pucat
-
Mukosa bibir tampak kering
4. Analisa Data
Pre Operatif TANGGAL Kamis, 10
DATA
ETIOLOGI Proses penyakit
PROBLEM Hipertermi
DS :
September
Pasien mengatakan
2020
badannya panas selama 3
Pukul 08.00
hari
WIB
DO :
Kamis, 10
- S : 38,9oC DS :
Agen injuri
Nyeri Akut
September
Pasien mengatakan nyeri
biologis
2020
pada tenggorokan,
Pukul 08.30
terutama saat menelan
WIB
-
-
Kulit tampak merah
-
TD : 110/80 mmHg
-
N : 88x/menit
-
RR : 20x/menit
P : Nyeri pada tenggorokan saat menelan
-
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk
-
R : Nyeri pada bagian tenggorokan
-
S : Skala nyeri 5
-
T : Nyeri hilang timbul selama 5 menit
DO : -
Pasien tampak meringis ketika sakit
-
Pasien tampak
memegangi leher bagian tenggorokan -
TD : 110/80 mmHg
-
N : 88x/menit
-
RR : 20x/menit
-
Haasil pemeriksaan tonsil T3-T3, hiperemis -/-, kripta melebar +/+, detritus -/-, dengan uvula berada ditengah dengan warna mukosa non
Kamis, 10
hiperemis DS :
Prosedur
September
Pasien mengatakan takut
pembedahan
2020
dengan tindakan operasi
tonsilektomi
Pukul 09.00
DO :
WIB
Pasien tampak tegang,
Ansietas
raut wajah pucat, dan gelisah
Post Operatif TANGGAL Sabtu, 12
DATA DS :
ETIOLOGI Agen cidera fisik
PROBLEM Nyeri Akut
September
Pasien mengatakan
2020
nyeri pada area
Pukul 09.00
pembedahan
WIB
P : Nyeri post op
(post tonsilektomi)
tonsilektomi, terutama saat menelan Q : Nyeri seperti disayat-sayat R : Nyeri pada area pembedahan S : Skala nyeri 7 T : Nyeri yang dirasakan hilang timbul DO : Pasien tampak diam, tidak berbicara, terdapat luka bekas Sabtu, 12
operasi di kedua tonsil DS :
Ketidakmampuan
Ketidakseimbangan
September
-
menelan
nutrisi kurang dari
Pasien mengatakan
2020
makan tidak
Pukul 09.30
pernah habis
WIB
-
Pasien mengatkan sakit untuk menelan
DO : -
TB :125cm
-
BB :35 kg
-
Makanan habis ½ porsi
kebutuhan tubuh
-
Pasien tampak lemas, pucat
-
Mukosa bibir tampak kering
5. Diagnosa Keperawatan Pre Operatif 1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit 2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis 3. Ansietas berhubungan dengan prosedur pembedahan tonsilektomi Post Operatif 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post tonsilektomi) 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
6. Rencana Asuhan Keperawatan Pre Operatif Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
Hipertermi berhubungan
Thermoregulasi
Pengaturan Suhu
dengan proses penyakit
Kriteria hasil:
1. Kaji keluhan pasien
dasar konsisi pasien dan
1. Suhu tubuh normal 36,5
2. Kaji pengetahuan pasien dan
memandu intervensi
o
C - 37,5oC
2. Tubuh tidak teraba panas
keluarga 3. Observasi suhu tubuh,
1. Informasi ini menentukan
keperawatan 2. Pengkajian semacam ini
3. Kulit tidak kemerahan
pernapasan, denyut nadi, dan
berfungsi sebagai dasar
4. Haus berkurang
teknanan darah setiap 4 jam
untuk memulai penyuluhan
sekali 4. Kompres dengan air suhu
ruang (tanpa es) 5. Berikan cairan yang adekuat,
3. Peningkatan denyut dadi,
mepenurunan tekanan vena sentral, dan penurunan tekanan darah dapat
jika perlu tambahkan cairan
mengindikasikan
intra vena
hypovolemia yang
6. Lakukan water tapid sponge
mengarah pada penurunan
7. Kenakan anak pakaian tipis dan
perfusi jaringan,
menyerap keringat 8. Berikan antipiretik jika perlu
peningkatan frekuensi pernapasan berkompensasi pada hipoksia jaringan 4. Kompres air biasa akan
mendinginkan permukaan tubuh dengan cara konsukdi Berguna untuk menghindari kehilangan cairan natrium klorida dan kalium yang berlebihan 5. Tindakan tersebut
meningkatakan kenyamanan dan menurunkan suhu tubuh 6. Antipiretik (asitaminofen)
efektif dalam menurunkan demam
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
Nyeri akut berhubungan dengan
Kontrol Nyeri
Manajemen Nyeri
agen cidera biologis
Tingkat Nyeri
1. Kaji nyeri secara komprehensif
kualitas, kapan waktu nyeri
Kriteria hasil:
2. Kaji perubahan karakteristik nyeri,
dirasakan, faktor pencentus,
1. Mengenal faktor-faktor penyebab nyeri 2. Pasien mampu mengontrol nyeri dengan teknik
periksa mulut dan tenggorokan 3. Observasi reaksi non verbal 4. Berikan posisi yang nyaman pada pasien 5. Kontrol lingkungan yang
nonfarmakologi
memperberat rasa nyeri
3. Melaporkan skala,
6. Fasilitasi istirahat dan tidur
frekuensi dan lamanya nyeri 4. Skala nyeri berkurang 5. Wajah pasien tampak rileks 6. Tanda-tanda vital dalam batas normal 7. Pasien dapat istirahat
7. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri 8. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri (relaksasi nafas dalam dan guided imagery) 9. Kolaborasi pemberian analgetik
1. Mengetahui daerah nyeri,
berat ringan nyeri yang dirasakan pasien 2. Menunjukkan terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi lanjutan 3. Respon non verbal membantu mengevaluasi tingkat nyeri yang dirasakan pasien 4. Memberi kenyamanan dan mengurangi nyeri 5. Lingkungan yang tenang dapat meringankan nyeri yang dirasakan pasien
dan tidur
6. Istirahat yang cukup dapat mengurangi tingkat nyeri 7. Pasien dapat menghindari hal yang memicu terjadinya nyeri 8. Teknik relaksasi nafas dalam dan guided imagery dapat mengurangi nyeri 9. Pemberian analgetik yang tepat dapat mengurangi rasa nyeri
Diagnosa Keperawatan Ansietas berhubungan dengan
Tujuan Kontrol Kecemasan
Intervensi Reduksi Ansietas
Rasional 1. Meningkatkan kepercayaan
prosedur pembedahan
Level Kecemasan
tonsilektomi
Koping Kriteria hasil : 1. Pasien mampu mengidentifikasi dan
1. Gunakan pendekatan yang menenangkan 2. Identifikasi tingkat kecemasan pasien 3. Informasikan pasien atau orang
pasien dengan perawat 2. Mengetahui tingkat kecemasan pasien 3. Mengembangkan rasa percaya diri
mengungkapkan gejala
terdekat tentang peran advokat
cemas
perawat intraoperasi
katakutan yang spesifik
4. Dorong pasien untuk
5. Pasien yang teradaptasi
2. Pasien mampu
4. Mengetahui penyebab
menunjukkan cara
mengungkapkan perasaan,
dengan prosedur
mengontrol cemas
ketakutannya
pembedahan akan merasa
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal 4. Ekspresi wajah rileks 5. Pasien daapat beristirahat
5. Informasikan tentang prosedur pembedahan 6. Diskusikan perihal lamanya pembedahan 7. Lakukan pendidikan kesehatan praoperatif 8. Siapkan informed consenst 9. Dorong keluarga untuk menemani pasien
lebih tenang 6. Penundaan dapat terjadi karena berbagai alasan. Apabila pasien tidak kembali dalam waktu yang diharapkan dapat membuat keluarga cemas 7. Setiap pasien diajarkan sebagai individu dengan
10. Instruksikan pasien untuk
mempertimbangkan segala
melakukan teknik relaksasi nafas
keunikan tingkat ansietas,
dalam
kebutuhan dan harapanharapannya. 8. Sebagai bukti bahwa pasien menyetujui tindakan operasi yang akan dilakukan 9. Dukungan dari orang terdekat membuat pasien merasa tenang 10. Teknik relaksasi nafas dalam dapat mengurangi rasa cemas pasien
Post Operatif Diagnosa Keperawatan Nyeri akut berhubungan
Tujuan Kontrol Nyeri
Intervensi Manajemen Nyeri
Rasional 1. Membantu menentukan kebutuhan
dengan agen cidera fisik
Tingkat Nyeri
1. Tentukan karakteristik nyeri
(post tonsilektomi)
Kriteria hasil:
misalnya tajam, konstan, ditusuk,
2. Mengetahui faktor yang
1. Mengenal faktor-faktor
selidiki perubahan karakter, lokasi
meningkatkan nyeri
penyebab nyeri 2. Pasien mampu mengontrol
atau intensitas nyeri 2. Kaji faktor yang meningkatkan
nyeri dengan teknik nonfarmakologi
atau menurunkan nyeri. 3. Anjurkan pasien untuk
3. Melaporkan skala, frekuensi
terapi.
3. Tindakan non analgetik diberikan untuk mengurangi nyeri dan menghilangkan ketidaknyamanan 4. Tujuan peningkatan pergerakan
mengurangi nyeri dengan:
tubuh secara hati-hati setelah
dan lamanya nyeri
-
Minum air dingin atau air es
operasi adalah untuk memperbaiki
4. Skala nyeri berkurang
-
Hindari makanan pedas, panas,
sirkulasi, mencegah statis vena,
asam dan keras
menunjang fungsi pernapasan yang
Lakukan teknik relaksasi nafas
optimal
5. Wajah pasien tampak rileks 6. Tanda-tanda vital dalam batas normal
-
dalam
7. Pasien dapat istirahat dan tidur 4. Ajarkan pasien untuk melakukan latihan tungkai 5. Atur posisi imobilisasi pada area pembedahan 6. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang
5. Imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen tulang yang menjadi unsur utama saraf dan nyeri 6. Menurunkan stress dan rasa nyeri, meningkatkan istirahat
7. Kolaborasikan dalam pemberian analgetik.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
sehingga dapat mengurangi nyeri.
Intervensi
Ketidakseimbangan nutrisi
Tujuan: Kebutuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
tubuh terpenuhi
berhubungan dengan
Kriteria hasil :
ketidakmampuan menelan
Status Nutrisi
2. Auskultasi bunyi usus
1. Nafsu makan
3. Mulai dengan makanan kecil dan
meningakat Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan
7. Analgetik memblok lintasan nyeri
Manajemen Nutrisi 1. Awasi masukan dan beraat sesuai indikasi
tingkatkan sesuai toleransi 4. Berikan diet nutrisi seimbang (makanan cair atau halus) 5. Anjurkan tirah baring/ pembatasan aktivitas selama fase akut. 6. Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk pemberian diet.
Rasional 1. Memberikan informasi sehubungn dengan kebutuhan nutrisi dan keefektifan terapi 2. Makan hanya dimulai setelah bunyi usus membaik setelah operasi 3. Kandungan makanan dapat mengakibatkan ketidaktoleransian 4. Memenuhi kebutuhan nutrisi pasien 5. Penghematan tenaga dan
mengurangi kerja tubuh 6. Mengetahui makanan apa saja yang dianjurkan dan makanan yang tidak boleh dikonsumsi.
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Tonsilitis merupakan peradangan yang terjadi pada tonsil yang disebabkan oleh virus atau bakteri sehingga tonsil menjadi bengkak , merah, melunak, dan memiliki bintik–bintik putih di permukaannya. Salah satu penatalaksanaan pada pasien dengan tonsilitis kronis adalah tonsilektomi.
Tonsilektomi
merupakan
prosedur
bedah
untuk
menyingkirkan tonsil secara keseluruhan termasuk kapsulnya dengan cara diseksi ruang peritonsilar antara kapsul tonsil dan dinding muskuler. B. Saran Untuk mencegah terjadinya tonsilitis kita dapat melakukan beberapa cara, yaitu dengan mencuci tangan sesering mungkin, menghindari berbagi alat makan dengan orang lain, dan mengganti sikat gigi setelah didiagnosis tonsilitis. Selain itu kita juga harus menjaga pola makan sehat, hindari makanan pedas dan berminyak, rajin minum air putih serta kumur air gaam untuk membersihkan mulut.
DAFTAR PUSTAKA
AAO-HNSF. 2011. Clinical Practice Guideline: Tonsillectomy In Children diakses pada tanggal 19 September 2020 pukul 10.00 WIB [https://www.entnet.org/content/tonsillectomy-children] Fakh, M.I, Vovialdi, Elmartis. 2016. Karakteristik Pasien Tonsilitis Kronis Pada Anak Di Bagian THT-KL RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 5(2), 436-437. Imanto, M. 2016. Infikasi Tonsilektomi Pada Anak Laki-Laki Usia 19 Tahun Dengan Tonsilitis Kronis. Jurnal Medula Unila, 5(2), 22-25. Marbun, E. M. 2016. Diagnosis, Tata Laksan dan Komplikasi Abses Peritonsil. Jurnal Kedokteran Meditek 22(60). Muhaimin, T. 2010. Mengukur Kualitas Hidup Anak. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 5(2), 51-58. Muttaqin, A & Sari, K. 2017. Asuhan keperawatan Perioperatif: Konsep, Proses, dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika. Nadhilla, N. F & Sari, M. I. 2016. Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut Pada pasien Dewasa. Jurnal Medula Unila, 5(1), 107-112. Prasetya. 2018. Pengaruh Suplementasi Seng Terhadap Kejadian Tonsilitis Pada Balita: Journal Of Nutrition Collage, 7(4), 186-194. Shalihat, A. O. 2015. Hubungan Umur, Jenis Kelamin Dan Perlakuan Penatalaksanaan Dengan Ukuran Tonsil Pada Penderita Tonsilitis Kronis Di Bagian THT-KL RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun 2013: Jurnal Kesehatan Andalas, 4(3), 786-794. Yuliyani, E. A. 2015. “Distribusi Penderita Tonsilitis Kronis Yang Telah Menjalani Tonsilektomi Di RSUP Sanglah Denpasar Periode Januari
2014-2015”.
Laporan penelitian, Fakultas Kedokteran, Universitas
Udayana, Bali. LAMPIRAN