9 Aspek Perpajakan Migas [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASPEK PERPAJAKAN ATAS PERUSAHAAN PENGEBORAN MINYAK, GAS DAN PANAS BUMI



Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perpajakan Lanjutan DOSEN PEMBIMBING: Drs. Rinaldi Munaf, MM., Ak., CPA., CA.



OLEH KELOMPOK 9: Nirda Andika



(1810532014)



Valentin



(1810532017)



Sultan Muhammad Arsyad



(1810532057)



JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2020



KATA PENGANTAR



Puji syukur disampaikan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesempatan dan kekuatan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Aspek Perpajakan atas Perusahaan Pengeboran Minyak, Gas Dan Panas Bumi” ini pada waktu yang telah ditentukan. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini terutama kepada Bapak Drs. Rinaldi Munaf, MM., Ak., CPA., CA selaku dosen pembimbing pada mata kuliah Perpajakan Lanjutan. Kami menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat di dalam makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Untuk itu kami mengharapakan kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini. Kami harap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.



Padang, Maret 2020



Penulis



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR…………………………………………………………………...i DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang…………………………………………………………..…1-2 B. Rumusan Masalah……………………………………………………………2 C. Tujuan ………………………………………………………………….……3 D. Metode ………………………………………………………………….......3 BAB II : PENGKAJIAN……………………………………………………………...4-6 BAB III : LANDASAN TEORI…………………………..……………………….…...7 BAB IV : PEMBAHASAN A. Pengertian Minyak Bumi……………………………………………………8 B. Pengertian Gas Bumi……………………………………………………......8 C. Pengertian Panas Bumi……………………………………………………...8 D. Aspek Perpajakan Minyak, Gas dan Panas Bumi Indonesia……….……9-23 BAB V : PENUTUP Kesimpulan……………………………………………………………………..24 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………...…..25



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Salah satu dari pajak ini adalah Pajak atas Perusahaan Pengeboran Minyak, Gas dan Panas Bumi. Indonesia identik dengan kekayaan alam yang melimpah, baik dari sumber daya alam hayati maupun sumber daya alam tambang. Melihat besarnya potensi kekayaan alam tambang yang dimiliki oleh Indonesia, membuatnya menduduki peringkat ke enam akan kekayaan alam tambang di dunia. Hal tersebut membuat investor baik lokal maupun asing tertarik untuk terjun ke dalam industri pertambangan. Secara umum, industri pertambangan yang ada di Indonesia terbagi atas dua bagian besar, yaitu industri minyak dan gas (migas) dan industri mineral dan batubara (minerba). Meski banyak pihak yang memprediksi bahwa industri pertambangan di Indonesia tidak akan bertahan selamanya dengan mengingat cadangan hasil tambang terutama dari sektor minyak dan gas semakin menipis. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa keduanya memiliki peranan penting dalam pembangunan dan perekonomian nasional, yaitu sebagai penjamin sumber pasokan



1



energi dan bahan baku bagi pengembangan industri dalam negeri, serta menjadi salah satu sumber penerimaan negara. Industri minyak dan gas bumi (migas), sebagai primadona dalam industri pertambangan memiliki karakteristik unik yang berbeda dengan industri pertambangan lain pada umumnya, terutama terkait dengan konsep industri hulu migas. Bisnis ini memiliki empat karakter utama (SKK Migas, 2013). Pertama, pendapatan baru diterima bertahun-tahun setelah pengeluaran direalisasikan. Kedua, bisnis ini memiliki risiko dan ketidakpastian tinggi serta melibatkan teknologi canggih. Ketiga, merupakan usaha yang memerlukan investasi yang sangat besar. Namun di balik semua risiko tersebut, industri ini memiliki karakter keempat, yakni menjanjikan keuntungan yang sangat besar. Panas Bumi merupakan sumber energi panas (berasal dari pemanasan batuan, air, dan unsur-unsur lainnya) yang terbentuk secara alamiah dibawah permukaan bumi. Agar panas bumi dapat dimaanfaatkan, maka perlu dilakukan kegiatan penambangan panas bumi, sehingga energi panas bumi dapat ditransfer ke permukaan bumi dalam bentuk uap dan air panas atau kombinasi dari keduanya plus unsur-unsur lainnya.



B. Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan pajak? 2. Apakah yang dimaksud dengan pengeboran minyak, gas dan panas bumi? 3. Apa saja aspek perpajakan atas perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi?



2



C. Tujuan 1. Mengetahui tentang pajak 2. Mengetahui tentang pengeboran minyak, gas dan panas bumi 3. Mengetahui dan memahami aspek-aspek perpajakan atas perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi D. Metode Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah studi pustaka. Dilakukan dengan mengumpulkan berbagai informasi yang bersumber dari buku, ebook, artikel, jurnal ataupun website resmi kementrian keuangan.



3



BAB II PENGKAJIAN Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan Negara yang paling potensial bagi kelangsungan pembangunan Negara, khususnya Indonesia. Undang-undang tentang Minyak dan Gas Bumi terdapat di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2017. Dalam pasal 1 disebutkan pengertian Minyak dan Gas Bumi sebagai berikut: 



Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batu bara atau endapan hidrokarbon yang lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha migas.







Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperature atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan gas.



Pasal 2, mengenai azas: 



Penyelenggaraan usaha Minyak dan Gas Bumi yang diatur dalam undang-undang ini berasaskan ekonomi kerakyatan, keterpaduan, manfaat, keadilan, keseimbangan, pemerataan, kemakmuran bersamadan kesejahteraan rakyat banyak, keamanan, keselamatan, dan kepastian hukum serta berwawasan lingkungan.



Pasal 3, mengenai tujuan:



4







Menjamin efisiensi dan efektivitas tersedianya Minyak Bumi dan Gas Bumi , baik sebagai sumber energi maupun sebagai bahan baku, untuk kebutuhan dalam negeri







Mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional untuk lebih mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas bumi



menjelaskan: 



Pasal 1 Ayat (1) Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, serta batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem Panas Bumi.







Pasal 9 (1) Pengusahaan Panas Bumi terdiri atas: a. pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung; dan b. pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung. (2) Pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk: wisata; agrobisnis; industri; dan kegiatan lain yang menggunakan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung. (3) Dalam hal pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berada di dalam Kawasan Hutan konservasi, pengusahaan Panas Bumi hanya dapat digunakan untuk kegiatan wisata alam. (4) Pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan untuk pembangkitan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri atau kepentingan umum. 5







Pasal 23 (1) Badan Usaha yang melakukan pengusahaan Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b wajib terlebih dahulu memiliki Izin Panas Bumi. (2) Izin Panas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Menteri kepada Badan Usaha berdasarkan hasil penawaran Wilayah Kerja. Pasal 24 (1) Izin Panas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) harus memuat ketentuan paling sedikit: a. nama Badan Usaha; b. nomor pokok wajib pajak Badan Usaha; c. jenis kegiatan pengusahaan; d. jangka waktu berlakunya Izin Panas Bumi; e. hak dan kewajiban pemegang Izin Panas Bumi; f. Wilayah Kerja; dan g. tahapan pengembalian Wilayah Kerja



6



BAB III LANDASAN TEORI Menurut ahli dari Negara Perancis (Macqiur, 1758), minyak bumi adalah sumber daya alam yang berasal dari berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang mengendao dalam kurun waktu jutaan tahun. Menurut Barthelot (1886), minyak bumi adalah sumber daya alam yang mengandung logam alkali di dalam keadaan bebas dengan memiliki temperatur tinggi sehingga hal itu akan bersentuhan pada CO2 dan membentuk asitilena keduanya. Hingga akhirnya hubungan antara logam alkali dan asitilena dalam proses ini tidak dapat dipisahkan. Menurut Interantional Monetary Fund (IMF), minyak bumi adalah minyak yang digunakan untuk memproduksi berbagai macam barang dan material yang menjadi kebutuhan manusia. Pengertian gas alam menurut UU Migas Nomor 22 tahun 2000, pasal 1 angka 2 adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fase gas yang diperoleh dari proses penambangan minyak dan gas alam. Gas alam merupakan bahan bakar fosil berbentuk gas. Pada dasarnya gas alam terkumpul di bawah tanah dengan berbagai macam komposisi yang terdapat di dalam kandungan minyak bumi. Pengertian panas bumi menurut UU Nomor 27 tahun 2003 adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik semuanya tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem panas bumi dan untuk pemanfaatannya diperlukan proses penambangan. Energi panas bumi adalah energi yang diekstraksi dari panas yang tersimpan di dalam bumi. Energi panas bumi ini berasal dari aktivitas tektonik di dalam bumi. Panas ini juga berasal dari panas matahari yang diserap oleh permukaan bumi.



7



BAB IV PEMBAHASAN A. Pengertian Minyak Bumi Minyak bumi adalah campuran berbagai senyawa hidrokarbon ynag terdapat dalam lapisan batuan dan dapat diekstrak untuk keperluan bahan bakar. Minyak bumi berasal dari bahan bakar fosil yang terendapkan di dalam batuan sedimen. Bahan bakar fosil ialah sisa jasad renik, mikroorganisme dan tumbuhan yang telah mati jutaan tahun yang lalu dan mengendap ke dalam bumi. Manfaat utama minyak bumi adalah sebagai bahan bakar industri. B. Pengertian Gas Bumi Gas bumi adalah bahan bakar fosil berbentuk gas sebagai sumber daya alam penghasil energi yang ditemukan tersimpan di bawah permukaan bumi. Komponen utama gas alam adalah metana (CH4) yang merupakan molekul hidrokarbon rantai terpendek dan teringan. Manfaat utama sumber energi ini adalah sebagai bahan bakar. Diantaranya bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Gas/Uap, bahan bakar industri ringan, menengah dan berat, bahan bakar kendaraan bermotor, sebagai gas kota untuk kebutuhan rumah tangga hotel, restoran, dan sebagainya C. Pengertian Panas Bumi Panas bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik semuanya tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem panas bumi dan untuk pemanfaatannya diperlukan proses penambangan (UU Nomor 27 tahun 2003).



8



D. Aspek Perpajakan Minyak, Gas, dan Panas Bumi Indonesia 1.



Aspek Perpajakan Hulu a)



Prinsip Pengenaan Pajak 1)



Block Basis Perhitungan bagi hasil dan Pajak Penghasilan (PPh) dihitung berdasarkan kegiatan usaha pada suatu wilayah kerja (blok) pertambangan.



2)



Ring Fence Policy Ring Fence Policy adalah kebijakan yang membatasi hak dan kewajiban suatu KKKS di satu wilayah kerja pertambangan (WKP) tidak bisa dikonsolidasikan ke WKP lainnya yang dimiliki oleh KKKS yang sama. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1994 tentang Syarat-syarat dan Pedoman Kerjasama Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi, yang menyatakan “kepada setiap kontraktor diberikan satu wilayah kerja pertambangan (WKP”). Setiap block (wilayah kerja) harus diusahakan oleh satu entity dan setiap entity baik operator maupun partner yang mempunyai penyertaan di suatu block wajib memiliki NPWP sendiri. Dalam hal Wajib Pajak mengelola beberapa block, maka Wajib Pajak tersebut harus membentuk badan hukum yang terpisah untuk setiap WKP dan wajib memiliki NPWP sendiri untuk tiap-tiap WKP.



3)



Uniformity Priciple Sesuai



dengan



surat



Menteri



Keuangan



nomor



S-



44a/MK.012/1982 tentang interpretasi dari Keputusan Menteri Keuangan nomor 267/KMK.012/1978, yaitu biaya-biaya dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak harus diartikan sama dengan biaya yang dihitung berdasarkan PSC (biaya yang diatur dalam Exhibit C Kontrak Bagi Hasil). Dengan demikian cost of oil harus sama dengan cost of tax, artinya bahwa biaya-biaya operasi harus sama dengan biaya-biaya yang boleh dibebankan menurut UU PPh (tax deductible) dengan beberapa pengecualian.



9



4)



Assume and discharge Pemerintah menanggung dan membebaskan kontraktor dari pajak-pajak Indonesia lainnya termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pungutan ekspor dan impor terhadap barang-barang, peralatan, dan barang-barang persediaan yang dibawa ke Indonesia oleh kontraktor. Undang-Undang



No.



36



Tahun



2008



tentang



Pajak



Penghasilan (UU PPh) yang merupakan perubahan keempat UndangUndang No. 7 Tahun 1983, menyatakan bahwa kerugian yang diderita dalam satu tahun pajak dapat dikompensasikan ke penghasilan tahun pajak berikutnya selama lima tahun berturut-turut (Pasal 6 ayat 2). Pembatasan jangka waktu kerugian yang dapat dikompensasikan tidak dikenal dalam PSC (Production Sharing Contract) sesuai dengan PP 79 Tahun 2010. Atas biaya operasi yang belum di-recover pada tahun-tahun sebelumnya diizinkan untuk dilakukan recovery setiap tahun berjalan dengan ketentuan yang berlaku. Aspek perpajakan pada Kegiatan Usaha Hulu minyak dan Gas bumi dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split (PP Nomor 53 Tahun 2017) Perhitungan Bagi Hasil Pasal 17 ayat 1 menyatakan, bagi hasil migas dihitung berdasarkan jumlah gross produksi dengan mekanisme bagi hasil awal (base split) yang dapat disesuaikan berdasarkan komponen variabel dan komponen progresif. Dalam ayat 2 ditetapkan bahwa kontraktor wajib memenuhi kewajiban DMO (Domestic Market Oblogation) dengan menyerahkan 25% bagiannya dari produksi migas yang dihasilkannya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. “Kontraktor mendapat imbalan DMO atas penyerahan migas sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dengan harga yang ditetapkan oleh menteri yang



10



menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ESDM,” bunyi pasal 17 ayat 3. Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran bagi hasil awal (base split), komponen variabel dan komponen progresif, ditetapkan oleh Menteri ESDM. Penghitungan Pajak Penghasilan Dalam pasal 18 ayat 1 dinyatakan, penghasilan neto untuk satu tahun pajak bagi kontraktor, dihitung berdasarkan penghasilan ditambah penghasilan penghasilan lainnya dan dikurangi biaya operasi. Kemudian dalam hal penghasilan setelah pengurangan biaya operasi didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 10 tahun. “Penghasilan kena pajak bagi kontraktor dihitung berdasarkan penghasilan neto dikurangi dengan kompensasi kerugian,” tertulis di Pasal 18 ayat 3. Besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi kontraktor, dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif pajak yang ditentukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan. Penghasilan kena pajak tersbeut setelah dikurangi pajak penghasilan, maka terutang pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan. Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Lainnya Selain Dalam Rangka Bagi Hasil Migas Pasal 19 ayat 1 menyatakan, Penghasilan lain kontraktor berupa uplift atau imbalan lain yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 3 huruf a, dikenai pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif 20% dari jumlah bruto.



11



Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak penghasilan yang bersifat final yang berasal dari uplift atau imbalan lain yang sejenis, tidak dikenai pajak penghasilan. Penghasilan kontraktor dari pengalihan Participating Interest (PI), dikenai pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif: a. 5% dari jumlah bruto, untuk pengalihan PI selama masa eksplorasi. b. 7% dari jumlah bruto, untuk pengalihan PI selama masa eksploitasi. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemotongan dan pembayaran atas pajak penghasilan diatur dengan Permen. Sementara Pasal 20 mengatur, dalam masa eksplorasi, penghasilan dari pengalihan PI tidak termasuk penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 1 apabila memenuhi kriteria: a. b. c. d. b)



Tidak mengalihkan seluruh PI yang dimilikinya. PI telah dimiliki lebih dari 3 tahun. Di WK telah dilakukan eksplorasi (telah ada pengeluaran investasi). Pengalihan PI tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan. Aspek Perpajakan (Pajak Penghasilan-Ketetentuan Terbaru) Dengan berlakunya Undang-Undang No. 36 Tahun 2008, tarif PPh berubah menjadi 25% dan pajak dividen tetap 20%. Dengan adanya penurunan tarif tersebut, maka penetapan besarnya bagian kontraktor sebagai dasar perhitungan Penghasilan Kena Pajak (PKP) harus disesuiakan lagi agar hak Pemerintah tidak berkurang sebagai akibat penurunan pendapatan pajak. Besarnya bagian hasil pemerintah sebesar 71,16%, besarnya tarif PPh 25%.



berdasarkan tarif efektif besarnya



PBDR adalah 40%. Kewajiban perpajakan kontraktor meliputi kewajiban formal dan kewajiban materil. 1)



Kewajiban Formal Kewajiban formal perpajakan yang diatur dalam UndangUndang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomo16 Tahun 2009, berlaku sama terhadap seluruh Wajib Pajak, sebagai berikut:



12



(1) Mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP (2) Menyelenggarakan



pembukuan



dan



wajib



menyimpan



pembukuan tersebut selama 10 tahun di Indonesia (3) Melakukan pembayaran dan pelaporan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku 2)



Kewajiban Material (1) PPh Badan -



Kontraktor harus membayar PPh Badan dan Pajak Final atas laba setelah pajak



-



Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan serta penyusutan sebagaimana dimaksud dalam UU PPh dan PP Nomor 79 Tahun 2010



(2) Pasal 21/22/23/26/4(2) Final Ketentuan mengenai pemotongan dan pemungutan untuk kontraktor secara umum mengikuti ketentuan perpajakan yang berlaku (3) PPN, PBB, dan Pajak Lainnya -



Pemerintah menanggung dan membebaskan pajak lainnya (PPN, PBB, Bea Masuk) untuk kontrak yang ditandatangani sebelum PP No. 79 Tahun 2010



-



Sesuai



dengan



ketentuan



UU



PPN



serta



peraturan



pelaksanaannya, crued oil, dan gas bumi bukan merupakan Barang Kena Pajak -



Untuk kontrak-kontrak yang ditangani sebelum UU Migas No.



22



Tahun



2001



diatur



dengan



PMK



No.



20/PMK.03/2005 bahwa PPN tidak dipungut atas impor barang untuk kegiatan eksplorasi -



Untuk kontrak-kontrak yang ditangani setelah UU No. 2001, atas impor barang modal untuk kegiatan eksplorasi sesuai dengan PMK No. 27/PMK.011/2012 diatur bahwa atas



13



impor barang modal untuk kegiatan eksplorasi dibebaskan dari pengenaan PPN -



Berdasarkan PMK No. 73/PMK.03/2010, kontraktor migas ditunjuk sebagai pemungut PPN dengan tarif umum 10% dikalikan Dasar Pengenaan Pajak. Pengecualiaan atas ketentuan tersebut dituangkan dalam pasal 5 ayat 1, di mana PPN dan PPnBM tidak dipungut oleh kontraktor dalam hal : 



Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 10.000.000,- dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah







Pembayaran atas BKP/JKP yang mendapatkan fasilitas tidak



dipungut



dan/atau



dibebaskan



dari



PPN



berdasarkan UU 



Pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak dan bukan Bahan Bakar Minyak oleh PT Pertamina (Persero)







Pembayaran atas rekening telepon







Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan







Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan UU yang berlaku tidak dikenakan PPN.



-



Sama halnya dengan PPN, maka kontraktor tidak akan dibebani dengan PBB, Pajak Daerah, dan Retribusi daerah untuk kontrak-kontrak yang ditandatangani sebelum PP No. 79 Tahun 2010



-



Pemerintah akan membayar pajak-pajak tersebut yang diambil dari bagian pemerintah (govverment share) sesuai dengan tagihan yang diterima oleh kontraktor.



c) Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 Peraturan ini berisi ketentuan khusus di bidang pertambangan minyak dan gas bumi, utamanya tentang cost recovery untuk menghitung



14



bagi hasil dan sekaligus untuk perpajakan yang wajib dijadikan dasar dalam kontrak dibidang pertambangan minyak dan gas bumi. Dalam menghitung penghasilan kena pajak untuk 1 tahun pajak bagi kontraktor dalam rangka kontrak bagi hasil, penghasilan bruto tersebut dikurangi: 



Biaya bukan modal tahun berjalan;







Penyusutan biaya capital tahun berjalan;







Biaya operasi yang belum dapat dikembalikan dari tahun-tahun sebelumnya. Dalam hal jumlah pengurang tersebut lebih besar dari penghasilan



bruto, sisa kurangnya diperhitungkan pada tahun pajak berikutnya sampai dengan berakhirnya kontrak. Penghitungan besarnya penghasilan pajak terutang bagi kontraktor adalah Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan tarif sebagaimana dimaksud dalam UU Pajak Penghasilan. 2.



Aspek Perpajakan Drilling Mengingat untuk menghitung penghasilan neto dari BUT yang melakukan kegiatan usaha di bidang pengeboran minyak dan gas bumi secara internasional, sukar dilaksanakan dengan seksama karena adanya kesulitan untuk menghitung besarnya penyusutan atas peralatan pengeboran (drilling rings) dan biaya operasional lainnya, maka diperlukan perlakuan khusus mengenai perpajakan, hal ini terutama sekali ditujukan kepada perusahaan pengeboran minyak asing (Foreign Drilling Company). Perlakuan perpajakan khusus untuk Jasa Pengeboran (terutama ditujukan untuk Foreign Drilling Company) diatur dalam berbagai ketentuan yang saling berkaitan, yaitu: a)



FDC Sebagai BUT, sebuah entitas yang diakui hak dan kewajiban perpajakannya



b)



Pajak Penghasilan Badan dan Pajak Keuntungan Cabang 1)



Penghitungan penghasilan neto dengan Norma Penghitungan Khusus



15



Atas



penghasilan



neto



tersebut



(Foreign



Drilling



Company/FDC) dikenakan pajak penghasilan sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008.......................................................................... tentang Pajak Penghasilan. Hal ini juga menegaskan bahwa penghasilan Jasa Drilling bukan sebagai penghasilan dari royalty ataupun sewa. Dengan demikian kontrak drilling secara eseluruhan dianggap sebagai kegiatan jasa drilling dengan alasan bahwa kegiatan tersebut merupakan satu kesatuan yang nilai kontraknya tidak dapat dipisah dan dirinci antara nilai penggunaan dengan jasa, dan kewajiban pajak dihitung sesuai dengan KMK No. 628/KMK.04/1991 2)



Perhitungan PPh pasal 21 bagi para tenaga kerja asing melalui hal-hal penting dalam penerapan Norma/Deem Salary Dasar hukum : (1) KMK RI No. 433/KMK.04/1994 tanggal 26 Agustus 1994 dan (2) butir 1 Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE17/PJ.43/1994,



mengatur



tentang



norma



perhitungan



khusus



penghasilan kena pajak sebagai dasar perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 ditetapkan sebagai berikut: (1) Kelompok General Manager



: US$ 11.275 per



bulan (2) Kelompok Manager



: US$



9.350 per



bulan (3) -Kelompok Rig Supervisor/Rig Superintendent atau



Tool Pusher



: US$ 5.830



per bulan -Kelompok Asistent Rig Supervisor/Asistent Rig Superintendent atau Asistent Tool Pusher : US$



4.510 per



bulan



(4) Kelompok Crew Lainnya



: US$ 3.245 per



bulan



16



Ketentuan Deem Salary ini berdasarkan juga pada hal-hal di bawah ini : (1) Berlaku bagi tenaga kerja asing (2) Penghasilan kena pajak tersebut telah meliputi seluruh jenis penghasilan yang diterima expatriate termasuk pemberian dalam bentuk natura (3) Dalam menerapkan tarif tidak boleh dikurangi lagi dengan PTKP (4) Fiskal LN oleh expatriate hanya dapat dikreditkan atas PPh Pasal 21 karyawan yang bersangkutan sepanjang telah ditambahkan terlebih dahulu sebagai tunjangan pajak di atas norma. Dalam



meneliti



laporan



pemotongan



PPh



Pasal



21



diperhatikan jumlah rig yang beroperasi, kelompok kerja/shift dalam suatu unit kerja, sistem penggiliran kerja masing-masing unit dan lain-lain yang mempengaruhi jumlah expatriate yang dipekerjakan. 3)



Perhitungan PPh Pemungutan dan Pemotongan (Withholding Tax) aspek pajak penghasilan withholding tax seperti PPh Pasal 21, 22, 23, dan 26 Dalam kaitannya dengan pembayaran PPh Pasal 26 atas laba yang diberikan kepada pihak Head Office, pihak BUT Foreign Drilling Company diwajibkan membayar pajak final atas laba setelah pajak, sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 26 (4) UU PPh. Pemotongan pajak penghasilan seperti pembayaran/akrual dividen, bunga, royalty, biaya teknis & manajemen untuk jasa yang dilakukan di Indonesia dan oleh badan usaha Indonesia maka dikenakan pajak pemotongan dan pemungutan sebagaimana yang diatur di dalam UU PPh. (1) Tarif Pajak/Tarif Pajak Efektif Pemotongan pajak yang meliputi PPh Pasal 4 (2), 15, 22, 23, 26 dikenakan tarif yang beragam, tergantung pada jenis obyek pajak dan atau lawan transaksi. Tarif yang diterapkan pada pembayaran WPDN ataupun BUT bervariasi dari 1,5% sampai



17



15%. Pemotongan pajak yang bersifat final dan non-final dikenakan tarif 20% lebih tinggi atas pajak yang terhutang bila WP tidak memiliki NPWP. (2) Periode Pemotongan Pajak Pajak-pajak harus dipungut pada tanggal pembayaran biaya atau pada tanggal tersebut biaya terutang, tergantung mana yang lebih dahulu. Karena tanggal pembayaran dan mengisi Surat



Pemberitahuan



FDC



harus



membayarkan



pajak



penghasilan yang dipotong ke Kas Negara maksimal pada tanggal 10 bulan berikutnya setelah pemotongan pajak dan menyerahkan SPT ke kantor pajak pada tanggal 20 bulan beriktunya. Denda bunga atas keterlambatan pembayaran adalah 2% per bulan selama 2 tahun, dan adanya denda atas keterlambatan penyampaian SPT. (3) Perlakuan Penghasilan Jasa Drilling Ketika KPS/PSC melakukan pembayaran ke pihak BUT FDC maupun NDC : -



Tidak dipotong PPh Pasal 23 atas Jasa Pengeboran yang dilakukan BUT. (PER-70/PJ/2007)



-



Dipotong PPh Pasal 23 atas jasa keagenan yang diberikan oleh NDC. Dasar pengenaan pajaknya adal 30% dari jumlah imbalan jasa tidak termasuk PPN. (PER-70/PJ/2007)



-



PPN dan PPnBM 



Atas PPN Masukan yang harus dibayar oleh kontraktor Production Sharing akan dikembalikan oleh Pertamina / BP Migas. Hal ini memiliki dasar PMK RI No. 64/PMK.02/2005 tentang tata cara pembayaran kembali PPN dan PPnBM atas perolehan BKP/JKP yang digunakan oleh badan usaha atau BUT dalam pengusahaan minyak dan gas bumi. Demikian juga halnya dengan impor barang modal oleh kontraktor production sharing tidak



18



dikenakan PPN impor. Mengingat barang modal tersebut adalah milik pemerintah (Pasal 15d UU 8/1971). Berdasarkan PMK RI No. 97/PMK.010/2006 tentang pembebasan bea masuk atas impor barang untuk kegiatan usaha hullu minyak dan gas bumi, bahwa atas barang modal yang diimpor oleh kontraktor production sharing dikenakan tarif bea masuk 0%. PBB dan Pajak/Retribusi Daerah sama halnya dengan PPN, maka kontraktor production sharing tidak akan dibebani dengan PBB, Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan sebagainya. Pertamina atau BP Migas akan membayar pajak-pajak tersebut yang diambil dari bagian pemerintah (Government Share) sesuai dengan tagihan yang diterima oleh kontraktor production sharing. Ketika KPS/PSC melakukan pembayaran ke pihak BUT : -



KPS/PSC memungut PPN atas Jasa Pengeboran tersebut. (SE-09/PJ.531/2000).



-



NDC wajib memungut PPN dan membuat Faktur Pajak atas penyerahan jasa keagenan sebesar 10% dari komisi yang diterima, dan menyetorkan serta melaporkannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku (mekanisme biasa). (SE09/PJ.531/2000).



-



Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Kontraktor Utama (NDC) selaku agen hanya yang berhubungan langsung denga keagenan.



3.



Lain-lain



Aspek Perpajakan Jasa Penunjang (Kontruksi) a)



PPh Pasal 4 ayat 2 Objek Penghasilan atas kegiatan usaha jasa konstruksi sebagai usaha jasa penunjang minyak dan gas bumi adalah Pajak Penghasilan yang bersifat final. Tarif pajak penghasilan untuk usaha jasa konstruksi adalah sebagai berikut:



19



1)



2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil;



2)



4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kuallifikasi usaha;



3)



3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b;



4)



4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha, dan



5)



6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha. Dalam hal Penyedia Jasa adalah bentuk usaha tetap, tarif pajak



penghasilan tersebut, tidak termasuk pajak penghasilan atas sisa laba bentuk usah tetap setelah pajak penghasilan yang bersifat final. Yang dimaksud dengan “kualifikasi usaha” adalah stratifikasi yang ditentukan berdasarkan sertifikasi yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi. Ketentuan kualifikasi usaha pada pajak penghasilan untuk usaha jasa konstruksi diatur dalam PP No. 40 Tahun 2009 tentang Perubahan atas PP No. 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Pengasilan dari Usaha Jasa Konstruksi mengamanatkan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi yang mengeluarkan sertifikasi sesuai dengan Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi No. 02 Tahun 2011 dan Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi No. 3 Tahun 2011. Pelunasan Pajak Penghasilan yang bersifat final atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi melaui cara: 1)



Dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran, dalam hal ini pengguna jasa merupakan pemotong pajak; atau



2)



Disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal ini Pengguna Jasa bukan merupakan pemotong pajak;



20



3)



Dalam hal: (1) Pemotongan oleh Pengguna Jasa terdapat selisih kurang PPh yang terutang berdasarkan Nilai Kontrak Jasa Konstruksi dengan PPh berdasarkan pembayaran yang telah dipotong atau disetor sendiri, selisih kekurangan tersebut disetor sendiri oleh Penyedia Jasa; (2) Nilai Kontrak Jasa Konstruksi tidak dibayar sepenuhnya oleh Pengguna Jasa, atas Nilai Kontrak Jasa Konstruksi yang tidak dibayar tersebut tidak terutang PPh yang bersifat final, dengan syarat Nilai Kontrak Jasa Konstruksi yang tidak dibayar tersebut dicatat sebagai piutang yang tidak dapat ditagih; -



Piutang yang tidak dapat ditagih merupakaan piutang yang nyata-nyata tidak dapat dapat ditagih,



-



Dalam hal piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat ditagih kembali, tetap dikenakan PPh yang bersifat final.



1) Batas waktu penyetoran PPh Pasal 4 ayat 2 atas kegiatan untuk usaha jasa konstruksi adalah sebagai berikut: PPh Pasal 4 ayat 2 yang dipotong oleh Pemotong Pajak Penghasilan harus disetor paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan. 2) PPh Pasal 4 ayat 2 yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak harus disetor paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan. Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Batas waktu pelaporan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat 2 atas kegiatan usaha jasa konstruksi adalah Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan, baik yang melakukan pembayaran pajak tersendiri maupun yang ditunjuk sebagai pemotong PPh wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa



21



paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir. Dalam hal batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur, pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Bentuk formulir surat pemeritahuan masa pajak penghasilan final pasal 4 ayat 2 sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak



nomor



PER-53/PJ/2009



tentang



Bentuk



Formulir



Surat



Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Final Pasal 4 Ayat 2, Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/atau Pasal 26 serta Bukti Pemotongan/Pemungutannya. Penyampaian SPT Masa PPh Pasal 4 ayat 2 atas kegiatan usaha jasa konstruksi pada Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus wajib menyampaikan SPT dalam bentuk elektronik (e-SPT) sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2009 Tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Dalam Bentuk Elektronik. Penyampaian e-SPT oleh Wajib Pajak ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dapat dilakukan secara langsung atau melalui pos/perusahan jasa ekspedisi/kurir dengan bukti pengiriman surat dengan membawa atau mengirimkan formulir Induk SPT Masa PPh hasil cetakan e-SPT yang telah ditandatangani dan File data SPT yang tersimpan dalam bentuk elektronik serta dokumen lain yang wajib dilampirkan. Dalam pemberian penjelasan tentang Jasa Konstruksi sebagai Jasa Penunjang Bidang Perminyakan dan Gas Bumi, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian khusus, antara lain : a)



Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi termasuk Engineering,Procurement, dan Construction (EPC) di bidang Minyak dan Gas Bumi menurut ketentuan peraturan perundang-undangan dijelaskan sebagai berikut: 1)



Dasar Pengenaan Pajak untuk PPh Pasal 4 ayat berdasarkan UU No. 40 Tahun 2009 adalah Nilai Kontrak Jasa Konstruksi sebagai jasa Pelaksanaan Konstruksi tidak termasuk PPN.



2)



Dasar Pengenaan Pajak untuk PPN Jasa Konstruksi adalah sebesar penggantian yaitu nilai berupa uang termasu semua biaya yang diminta oleh pemberi jasa konstruksi.



22



b)



Bentuk Usaha Tetap yang mendapatkan tarif Jasa Pelaksanaan Konstruksi sebesar 3% adalah wajib memiliki Sertifikasi Badan Usaha (SBU) dengan Kualifikasi Usaha Besar Jasa Pelaksanaan Konstruksi dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi dan Surat Izin Usaha Jasa Konstruksi dari Menteri Pekerjaan Umum. Apabila Bentuk Usaha Tetap tidak memiliki Sertifikasi Badan Usaha, maka tarifnya menjadi 4%.



c)



Kewajiban Perpajakn Badan bagi Bentuk Usaha Tetap atas kegiatan Jasa Konstruksi adalah Pajak Penghasilan Pasal 26 ayat 4 Undang-Undang Pajak Penghasilan.



d)



Wajib Pajak yang melaksanakan Jasa Konstruksi Penunjang Bidang Minyak dan Gas Bumi wajib memiliki Surat Keterangan Terdaftar dari Direktur Teknik dan Lingkungan Minyak dan Gas Bumi.



23



BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pada dasarnya aspek perpajakan atas kegiatan usaha di bidang pengeboran minyak, gas, dan panas bumi sama dengan usaha di bidang lainnya. Begitu juga dengan tata cara pemotongan, pelaporan, pembayaran kewajiban pajak yang terutang bagi Wajib Pajak Badan, Orang Pribadi, dan Bentuk Usaha Tetap. Untuk PPh atas WPOP yang bekerja di lingkungan bisnis tersebut dipotong pajaknya oleh perusahaan pemberi kerja (withholding system), kemudian WPOP melaporkan kewajiban pajaknya melalui aplikasi e-SPT yang disediakan oleh DJP, lalu atas kewajiban pajak orang pribadi yang telah dipotong oleh pemberi kerja disetorkan ke kas negara. Untuk PPh atas Badan atau Bentuk Usaha Tetap, kewajiban pajaknya dapat dipotong disetorkan oleh pihak ketiga atau dibayarkan sendiri ke kas negara, namun tetap melaporkan kewajiban pajaknya melalui aplikasi e-SPT yang disediakan oleh DJP. Adapun tarif yang berlaku atas pajak penghasilan bagi seluruh wajib pajak mengacu pada UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.



24



DAFTAR PUSTAKA Fandari, Andiesta El, (2014). Pengembangan Energi Panas Bumi yang Berkelanjutan. Jurnal Ilmiah Semesta Teknika. Vol.17, No.1: (70). Migasnet, “Teori Minyak Bumi”,http://migasnet11Rizki8002.blogspot.sg/2010/01/teori pembentukan-minyak-bumi.html. Ginrey Shandy Algam dan Hendra Triantoro, 2015. Proses Bisnis dan Aspek Perpajakan: Perusahaan Minyak dan Gas Bumi di Indonesia. Makalah. Dikutip dari http://id.scribd.com/doc/304943507/Makalah-Aspek-Perpajakan-PerusaaanMigas. 21 Maret 2019. Kasbani. Sumber Daya Panas Bumi Indonesia: Status Penyelidikan, Potensi, dan Tipe Sistem Panas Bumi. http://psdg.bgl.essdm.go.id (diakses pada 21 Maret 2019). Maria, Lousia. 2007. Perlakuan Perpajakan di Sektor Pertambangan Panas Bumi (Geothermal). Vol. 11 No. 1. Bandung: Universitas Katolik Parahyangan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014. https://kelembagaan.ristekdikti.go.id/wpcontent/uploads/2017/01/UU_NO_21_2014.pdf PP Nomor 53 Tahun 2017 tentang Perlakuan Perpajakan Pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak



dan



Gas



Bumi



dengan



Kontrak



Bagi



Hasil



Gross



Split.



https://migas.esdm.go.id/post/read/pp-nomor-53-tahun-2017-tentang-perlakuanperpajakan-pada-kegiatan-usaha-hulu-minyak-dan-gas-bumi-dengan-kontrakbagi-hasil-gross-split Maria, Louisa I.M, (2007). Perlakuan Perpajakan Di Sektor Pertambangan Panas Bumi (Geothermal).Jurnal Bina Ekonomi.Vol.11,No.1:(80).



25