9 Jan 21 Suhaini Final [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Karol
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KARYA ILMIAH AKHIR NERS



ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN PADA PASIEN POST APPENDIKTOMI YANG DIBERIKAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM UNTUK MENGURANGI NYERI DI RUANG BEDAH WANITA RSUD JAYAPURA



Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners (Ns)



DISUSUN OLEH: SUHAINI SUDDING, S.Kep NIM: 2019086026031



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH 2020



i



HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS



Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama



: Suhaini Sudding



NIM



: 2019086026031



Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Karya Ilmiah Akhir Ners yang saya tulis ini merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atas pemilikan orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa keseluruhan Karya Ilmiah Akhir Ners ini merupakan hasil karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggung jawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi perbuatan tidak terpuji tersebut. Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tanpa ada paksaan.



Jayapura, Januari 2021 Yang membuat pernyataan



Suhaini Sudding



ii



HALAMAN PERSETUJUAN ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN PADA PASIEN POST APPENDIKTOMI YANG DIBERIKAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM UNTUK MENGURANGI NYERI DI RUANG BEDAH WANITA RSUD JAYAPURA



Oleh:



SUHAINI SUDDING Nim: 2019086026031 Karya Ilmiah Akhir Ners ini telah disetujui untuk diseminarkan Jayapura,



Januari 2021



Dosen Pembimbing



Pembimbing I



Angela L. Thome, S.Kep., Ns., M.Kep NUP: 9914011909



Pembimbing II



Ns. Ramadhan T. Sugiharno, M.Kep NIP: -



iii



HALAMAN PENGESAHAN



ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN PADA PASIEN POST APENDIKTOMI YANG DIBERIKAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM UNTUK MENGURANGI NYERI DI RUANG BEDAH WANITA RSUD JAYAPURA Telah dipertahankan di hadapan Sidang Tim Penguji Akhir



Hari/Tanggal : Kamis, 21 Januari 2021 Pukul



: 13.00 – Selesai Oleh : SUHAINI SUDDING Nim: 2019086026031



Dan yang bersangkutan dinyatakan LULUS TIM PENGUJI Penguji I Penguji II Penguji III



Angela L. Thome, Skep., Ns., M.Kep Ramadhan T. Sugiharno, Ns., M.Kep Juliawati S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.An



(………………) (………………) (………………)



Mengetahui, Ketua Program Studi Profesi Ners Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih



Juliawati, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.An NIP. 19710712 200912 2 001 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah banyak melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya yang tak terhingga membuat penulis mampu menyelesaikan penyusunan karya ilmiah akhir ners (KIAN) yang berjudul “Analisis Praktik iv



Klinik Keperawatan Pada Pasien Post Appendiktomi Yang Diberikan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Untuk Mengurangi Nyeri Di Ruang Bedah Wanita RSUD Jayapura”. Karya Ilmiah Akhir Ners ini diajukan guna menyelesaikan pendidikan profesi ners. Dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir Ners ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu pada kesempatan yang baik ini menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Apolo Safanpo, ST., M.T selaku Rektor Universitas Cenderawasih. 2. dr. Trajanus L. Jembise, Sp.B selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih Jayapura dan Para pembantu Dekan. 3. Juliawati, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.An selaku Ketua Program Studi Profesi Ners. 4. Fransisca B. Batticaca, S.Pd., Ns., M.Kep., Sp.Kep.Kom selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan. 5. Bapak dr. Alosius Giay, M.Kes selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura Papua yang telah memberikan ijin praktik kepada penulis 6. Kepala Ruangan Bedah Wanita yang telah banyak membantu dalam praktik penulis selama ini. 7. Ibu Ns. Angela Librianty Thome S.Kep., M.Kep Selaku Pembimbing I yang telah banyak memberikan masukan dan saran serta meluangkan waktu dalam bimbingan Karya Ilmiah Akhir Ners ini. 8. Bapak Ns. Ramadhan Trybahari Sugiharno, S.Kep.,M.Kep selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan Karya Ilmiah Akhir Ners ini. 9. Seluruh Dosen dan Staf pengajar dan pembimbing pada Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah banyak membantu dan membimbing selama menempuh pendidikan di Universitas Cenderawasih. 10. Spesial untuk kedua orang tua saya, suami (Rusdawal) dan anak-anakku (Dhani, Difa, dan Fitrah) yang telah sangat luar biasa memberikan moral dan material serta motivasi selama menempuh pendidikan ini hingga selesai menjadi Ners. 11. Kepada teman-teman seperjuangan profesi ners angkatan 2019, terima kasih untuk kekompakan semuanya dan telah banyak memberikan



v



masukan dan bantuan berharga dalam penyelesaian Karya Ilmiah Akhir Ners ini.



Semoga Allah SWT membalas kebaikan semuanya dan memberikan karunia yang berlimpah. Penulis menyadari bahwa KIAN ini masih banyak kekurangan, memohon untuk mendapatkan masukan dan saran yang membangun.Semoga karya ilmiah akhir ners ini bermanfaat dalam memberikan informasi di bidang kesehatan terutama bidang keperawatan.



Jayapura,



Januari 2021



Penulis



ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN PADA PASIEN POST APPENDIKTOMI YANG DIBERIKAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM UNTUK MENGURANGI NYERI DI RUANG BEDAH WANITA RSUD JAYAPURA



vi



Suhaini Sudding¹, Angela Librianty Thome², Ramadhan Trybahari Sugiharno³



ABSTRAK Appendisitis merupakan proses peradangan akut maupun kronis yang terjadi pada appendiks vermiformis oleh karena adanya sumbatan yang terjadi pada lumen appendiks. Risiko perkembangan appendisitis bisa seumur hidup sehingga diperlukan tindakan pembedahan. Appendiktomi merupakan pengobatan melalui prosedur tindakan operasi hanya untuk penyakit appendisitis atau penyingkiran/pengangkatan usus buntu yang terinfeksi. Salah satu akibat dari pembedahan klien akan merasakan nyeri. Nyeri pada klien harus segera ditangani. Tujuan: mengetahui tindakan relaksasi nafas dalam untuk menurunkan nyeri klien post appendiktomi. Hasil: Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam nyeri klien berkurang paska pemberian relaksasi nafas dalam yang rutin pada klien yang merasakan nyeri. Masalah keperawatan lain pada klien appendiktomi Ny. N yaitu hambatan mobilitas fisik, kerusakan integritas kulit dan resiko infeksi. Kesimpulan: Relaksasi nafas dalam pada klien post appendiktomi untuk menurunkan nyeri efektif apabila dilakukan secara benar. Kata Kunci : Relaksasi Nafas Dalam, Nyeri, Appendiktomi.



ANALYSIS OF NURSING CLINICAL PRACTICES IN POST APPENDICTOMYPATIENTS PROVIDED BY TAKE DEEP BREATHING TO REDUCE PAIN IN WOMEN’S SURGERY ROOM RSUD JAYAPURA Suhaini Sudding¹, Angela Librianty Thome², Ramadhan Trybahari Sugiharno³



vii



ABSTRACT Appendicitis is an acute and chronic inflammatory process that occurs in the appendix vermiformis due to a blockage that occurs in the appendix lumen. The risk of developing appendicitis can be lifelong, so surgery is needed. Appendectomy is a treatment through surgical procedures only for appendicitis or the removal/removal of the infected appendix. One of the consequences of surgery the clientwill feel pain. Pain in klient should be treated immediately. Purpose: to determine the action of deep breath relaxation to reduce pain in post appendectomy klient. Result: after 3x24 hours of action the client pain was reduced after giving routine deep breath relaxation every patient felt pain. Another nursing problem in the appendectomy of Mrs. N, namely physical mobility impediments, damage to skin integrity and risk of infection. Conclusion: relaxation of deep breath in post appendectomy surgery client to reduce pain is effective if done correctly. Keyword: Deep Breath Relaxation, Pain, Appendictomy.



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL …………………………………………………….. HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ………………………... HALAMAN PERSETUJUAN …………………………………………...



viii



i ii iii



HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………….... KATA PENGANTAR …………………………………………………… ABSTRAK ……………………………………………………………….. ABSTRACT ……………………………………………………………… DAFTAR ISI ……………………………………………………………... DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….. DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………….. DAFTAR SINGKATAN …………………………………………………



iv v vii viii ix xi xiii xiv



BAB I PENDAHULUAN………………………………………………… 1.1. Latar Belakang



1 1



……………………………………………………….. 1.2. Tujuan



Penulisan



3



Penulisan



3



……………………………………………………… Manfaat



1.3.



…………………………………………………….. BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………... 2.1. Konsep Penyakit Apendisitis ………………………………………… 2.2. Konsep Dasar Masalah Keperawatan ………………………………… 2.3. Asuhan Keperawatan Pasien Pos Apendiktomi ……………………… 2.4. Kerangka Konsep …………………………………………………….. BAB III TINJAUAN KASUS …………………………………………... 3.1. Pengkajian ……………………………………………………………. 3.2. Analisa Data ………………………………………………………….. 3.3. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul ……………………………….. 3.4. Rencana Keperawatan………………………………………………… 3.5. Catatan Perkembangan ……………………………………………….. BAB IV PEMBAHASAN ……………………………………………….. 4.1. Analisa Kasus Terkait Teori ………………………………………….. 4.2. Analisa Kasus Berdasarkan Masalah Keperawatan Resiko Infeksi …. 4.3. Alternatif Berdasarkan Evidence Based Practice ……………………. 4.4. Alternatif Pemecahan Masalah ………………………………………. BAB V PENUTUP ………………………………………………………. 5.1. Kesimpulan …………………………………………………………... 5.2. Saran ………………………………………………………………….. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN



ix



4 4 12 14 22 23 23 31 33 34 38 45 45 46 47 49 50 50 50



DAFTAR GAMBAR Judul Gambar 2.1. Pathways Appendiktomi Gambar 2.2. Kerangka Konsep Asuhan Keperawatan Appendiktomi



x



Hal 7 22



DAFTAR TABEL Judul Tabel 3.1. Kebutuhan Bio-psiko-sosio-kultural Spiritual Tabel 3.2. Pengkajian Head To Toe Tabel 3.3. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Tabel 3.4. Analisa Data Tabel 3.5. Rencana Asuhan Keperawatan (Intevensi Keperawatan) Tabel 3.6. Catatan Perkembangan (Implementasi dan Evaluasi)



xi



Hal 25 28 30 31 34 38



DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1



: Standar Operasional Prosedur Relaksasi Nafas Dalam.



Lampiran 2



: Dokumentasi Pengkajian dan Pelaksanaan Teknik Relaksasi



Lampiran 3



Nafas Dalam Pada Klien. : Laporan Operasi Appendiktomi.



xii



DAFTAR SINGKATAN ADLs BAB BAK BB CFR Cm HB DEPKES RI DO DS DPP EBN EMV GDS GDPP



: Activity Daily Living’s :Buang Air Besar : Buang Air Kecil : Berat Badan : Case Fertility Rate : Centimeter : Hemoglobin : Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Data Obyektif : Data Subyektif : Dewan Pimpinan Pusat : Evidence Based Practice : Eye, Movement, Verbal : Gula Darah Sewaktu : Glukosa Darah Post Prandial



GV IASP ICS IGD IVFD:



: Ganti Verban : International Association For Study of Pain : Intercosta Space : Instalasi Gawat Darurat : Intra Venous Fluid Distribution xiii



gr KU MCH MCHC MCV MPV mg mmHg ml NaCl NANDA NIC NOC Ny PH POKJA P,Q,R,S,T PPNI Puskesmas PT RBC RDW RL RR RS RSUD SDKI SGOT SGPT SMA SOAP SOP TB TD Tn tts TTV WBC WHO WIT



: gram : Keadaan Umum : Mean Corpuscular Hemoglobin : Mean Corpuscular Hemoglobin Consenteration :Mean Corpuscular Volume : Mean Platelet Volume : milligram : milimeterhidroginon : milliliter : Natrium Clorida : North American Nursing Diagnosis Association : Nursing Interventions Classification : Nursing Outcomes Classifisation : Nyonya : Power of Hydrogen (derajat keasaman) : Kelompok Kerja : Provokatif/Paliatif, Quality, Region, Severity, Time : Persatuan Perawat Nasional Indonesia : Pusat Kesehatan Masyarakat : Prothrombin Time : Red Blood Cell (Sel Darah Merah) : Red Cell Distribution Width : Ringer Laktat : Respiratory Rate : Rumah Sakit : Rumah Sakit Umum Daerah : Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase : Serum Glutamic Pyruvic Transaminase : Sekolah Menengah Atas : Subyektif, Obyektif, Asssesment, Planning : Standar Operasional Prosedur : Tinggi Badan : Tekanan Darah : Tuan : tetes : Tanda Tanda Vital : White Blood Cell (Sel Darah Putih) : World Health Organization : Waktu Indonesia Timur



xiv



BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Appendisitis merupakan proses peradangan akut maupun kronis yang terjadi pada appendiks vermiformis oleh karena adanya sumbatan yang terjadi pada lumen appendiks. Appendisitis merupakan penyakit yang menjadi perhatian oleh karena angka kejadian appendisitis tinggi di setiap negara. Risiko perkembangan appendisitis bisa seumur hidup sehingga memerlukan tindakan pembedahan (Bhangu, 2017). Angka kejadian penderita appendisitis pada umur 5-45 tahun dan terbanyak di atas 28 tahun yang diperkirakan dengan prevalensi 233/100,000 orang. Penderita tertinggi pada pria sebesar 8,6% dan 6,7% pada wanita. Di Amerika Serikat pada tahun 2019 diperkirakan sebanyak 300.000 orang mengunjungi rumah sakit akibat appendisitis (WHO, 2019). Survey di 15 provinsi di Indonesia dari data Kemenkes RI tahun 2018 menunjukan jumlah appendisitis yang dirawat di rumah sakit sebanyak 4.351 kasus. Jumlah ini meningkat drastis dibandingkan dengan tahun 2017 sebelumnya, yaitu sebanyak 3.236 orang dengan case fatality rate (CFR) 3,61%. Kementerian Kesehatan menganggap appendisitis merupakan isu prioritas kesehatan di tingkat lokal dan nasional karena mempunyai dampak besar pada kesehatan masyarakat (Kemenkes RI, 2018). Kasus penderita appendisitis di RSUD Jayapura pada tahun 2018 sebanyak 88 orang dan tahun 2019 sebanyak 91 orang. Pada bulan September hingga November 2020 sebanyak 20 orang kasus appendisitis. Diruang bedah wanita sendiri appendisitis masuk dalam 10 besar penyakit dan menempati urutan ke-4 pada bulan September 2020 (RSUD Jayapura, 2020). Appendiktomi merupakan pengobatan melalui prosedur tindakan operasi hanya untuk penyakit appendisitis atau penyingkiran/pengangkatan usus buntu yang terinfeksi. Appendiktomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi lebih lanjut seperti peritonitis atau abses (Pristahayuningtyas, 2016). Nyeri akut post operasi appendiktomi adalah suatu reaksi yang kompleks pada jaringan yang terluka pada proses



1



pembedahan yang dapat menstimulasi hipersensitivitas pada sistem syaraf pusat, nyeri ini hanya dapat dirasakan setelah adanya prosedur operasi. Lokasi pembedahan mempunyai efek yang sangat penting yang hanya dapat dirasakan oleh klien yang mengalami nyeri post appendiktomi (Potter, 2012). Berdasarkan hasil studi pendahuluan di ruang bedah wanita RSUD Jayapura dengan melakukan observasi dan wawancara pada dua orang klien post appendiktomi diperoleh data bahwa klien selalu mengatakan sakit (nyeri) dan tampak meringis kesakitan saat klien bergerak. Selain itu, saat klien juga mengeluh nyeri saat dilakukan penggantian balutan dan selalu melindungi daerah yang sakit saat akan dilakukan penggantian balutan. Saat akan dilakukan penggantian balutan luka operasi, perawat ruangan tak jarang mengalami kesulitan untuk menenangkan klien, perawat menganjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam, perawat juga meminta klien agar tetap tenang dan sabar. Tindakan untuk mengatasi nyeri pada klien post appendiktomi dilakukan dengan terapi famakologi dan non-farmakologi. Teknik relaksasi sangat dibutuhkan bila efek dari obat yang diberikan berkurang dan mengalami nyeri sebelum waktu minum obat, sehingga diperlukan teknik relaksasi untuk mengurangi rasa nyeri (Waisani, 2020). Teknik relaksasi merupakan salah satu tindakan keperawatan non-farmakologi yang bertujuan untuk mengurangi nyeri dengan cara merelaksasikan ketegangan otot yang dapat membuat klien mampu mengontrol diri saat rasa ketidaknyamanan atau nyeri, stress fisik, dan emosi pada nyeri muncul (Potter & Perry, 2012). Penelitian yang dilakukan Waisani (2020) mengungkapkan bahwa teknik relaksasi dapat mengurangi intensitas nyeri, tanda-tanda vital dalam rentang normal, ekspresi klien tampak tenang dan rileks yang ditemukan rata– rata pada hari pertama dan hari kedua. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengambil judul tentang ”Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien Post Appendiktomi Yang Diberikan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Untuk Mengurangi Nyeri Di Ruang Bedah Wanita RSUD Jayapura.



2



1.2. Tujuan 1.2.1. Tujuan Umum Untuk menggambarkan masalah nyeri akut yang terjadi pada kasus post appendiktomi serta mengetahui efektivitas teknik relaksasi nafas dalam terhadap tingkat nyeri klien post appendiktomi di Ruang Bedah Wanita RSUD Jayapura. 1.2.2. Tujuan Khusus a. Memperoleh gambaran kasus post appendiktomi. b. Memperoleh gambaran masalah nyeri pada kasus klien post appendiktomi. c. Memperoleh gambaran tentang pengertian, keuntungan, dan kerugian teknik relaksasi nafas dalam pada klien post appendiktomi. d. Menggambarkan hasil penerapan evidence based practice teknik relaksasi nafas dalam setelah operasi terkait nyeri pada klien post appendiktomi. 1.3. Manfaat Penulisan 1.3.1. Manfaat Teoritis Penulisan ini bermanfaat sebagai bahan pengembangan teknik relaksasi nafas dalam pada klien untuk mengurangi nyeri post appendiktomi. 1.3.2. Manfaat Praktis a. Bagi Mahasiswa Keperawatan Universitas Cenderawasih Penulisan ini bermanfaat bagi mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan untuk memperoleh gambaran tentang asuhan keperawatan yang diberikan pada klien post operasi termasuk post appendiktomi dengan mengurangi rasa nyeri melalui teknik relaksasi. b. Bagi Penulis Penulisan ini bermanfaat bagi penulis untuk menambah pengalaman dan pengetahuan, terutama dalam hal pemberian relaksasi untuk mengurangi nyeri pada klien dengan post appendiktomi. c. Bagi Institusi Penulisan ini dapat menjadi tambahan referensi kepustakaan dibagian ilmu kesehatan khususnya di bidang keperawatan.



3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Penyakit 2.1.1. Definisi Appendiktomi Appendiktomi merupakan pengobatan melalui prosedur tindakan operasi hanya untuk penyakit appendisitis atau penyingkiran/pengangkatan usus buntu yang terinfeksi. Appendiktomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi lebih lanjut seperti peritonitis atau abses (Pristahayuningtyas, 2016). Klien dengan Post appendiktomi merupakan peristiwa setelah dilakukannya tindakan pembedahan pada appendiks yang mengalami inflamasi. Klien yang telah menjalani pembedahan dipindahkan ke ruang perawatan untuk pemulihan post pembedahan (memperoleh istirahat dan kenyamanan), dimana klien akan merasakan adanya nyeriakibat adanya kerusakan jaringan dilakukan insisi saat operasi (Black & Hawks, 2014). Appendisitis adalah Peradangan pada apendiks yang berbahaya jika tidak ditangani dengan segera dimana terjadi infeksi berat yang bisa menyebabkan pecahnya lumen usus (Williams, 2011). 2.1.2. Etiologi Etiologi



dilakukannya



tindakan



pembedahan



pada



penderita



appendiksitis dikarenakan appendiks mengalami peradangan. Appendiks yang meradang dapat menyebabkan infeksi dan perforasi apabila tidak dilakukan tindakan pembedahan.Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen appendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus. Disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor appendiks, dan cacing askariasis dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendisitis ialah erosi mukosa appendiks akibat parasit seperti E.histolytica (Sjamsuhidayat, 2011). Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya radang appendiks menurut Haryono (2012) diantaranya: 1. Faktor sumbatan



Faktor



sumbatan



merupakan



4



faktor



terpenting



terjadinya



appendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid submukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. 2. Faktor bakteri



Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada appendisitis akut. Adanya fekolit dalam lumen appendiks yang telah terinfeksi dapat memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen appendiks, pada kultur yang banyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragilis dan E.coli, Splanchius, Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus, sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob lebih dari 10%. 3. Kecenderungan familiar



Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter dari organ, appendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi appendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makan dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekalit dan menyebabkan obstruksi lumen. 4. Faktor ras dan diet



Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa kulit putih yang dulunya mempunyai resiko lebih tinggi dari negara yang pola makannya banyak serat, namun saat sekarang kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah mengubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru negara berkembang yang dulunya mengonsumsi tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat, kini memiliki risiko appendisitis yang lebih tinggi. 2.1.3. Patofisiologi Appendisitis



biasanya



disebabkan



5



oleh



penyumbatan



lumen



appendiks, penyumbatan tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks memiliki keterbatasan sehingga terjadi peningkatan tekanan intralumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang menyebabkan edema,diaporesis bakteri dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi appendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat dan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang meluas dan mengenai peritoneum setempat akan menyebabkan nyeri perut kanan bawah. Keadaan ini disebut appendisitis supuratif akut. Bila aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding appendiks yang diikuti dengan gangren, stadium ini disebut appendisitis gangrenosa. Bila dinding appendiks yang rapuh tersebut pecah maka akan terjadi appendisitis perforasi. Tindakan yang dilakukan adalah dengan pembedahan, salah satunya adalahappendiktomi. 2.1.4. Komplikasi Post Appendiktomi Komplikasi yang terjadi pada appendisitis menurut Smeltzer dan Bare (2012), yaitu : 1. Infeksi



Infeksi pada luka, ditandai luka mengeluarkan cairan kuning atau nanah, kulit di sekitar luka menjadi merah, panas, bengkak & terasa semakin sakit. 2. Abses (nanah)



terdapat kumpulan nanah di dalam rongga perut dengan gejala demam dan nyeri perut. 3. Komplikasi yang jarang muncul adalah ileus dan gangren usus.



2.1.5. Masalah Yang Timbul Post Appendiktomi Masalah yang banyak terjadi pada penderita post appendiktomi menurut Wilkinson & Ahern (2013): 1. Nyeri akut 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 3. Hambatan mobilitas fisik



6



4. Konstipasi, ansietas 5. Kerusakan integritas jaringan kulit 6. Resiko infeksi 7. Defisit pengetahuan 2.1.6. Pathway Appendiktomi



Gambar 2.1. Patways Appendiktomi



7



Sumber: Mansjoer (2010) 2.1.7. Konsep Nyeri Nyeri merupakan ketidaknyamanan sensori dan pengalaman emosional berkaitan dengan jaringan yang rusak secara potensial dan aktual atau dipersepsikan dalam bentuk kerusakan. Nyeri adalah perasaan yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional ditandai dengan jaringan rusak baik secara aktual atau potensial yang diartikan kerusakan tersebut (Demir, 2012). Nyeri setelah pembedahan merupakan hal yang biasa terjadi, yang perlu diwaspadai jika nyeri disertai dengan komplikasi setelah pembedahan seperti luka jahitan yang tidak menutup, infeksi pada luka operasi, dan gejala lain yang berhubungan dengan jenis pembedahan (Potter & Perry, 2012). 2.1.8. Klasifikasi nyeri Menurut smeltzer dan Bare (2012), terdapat dua tipe nyeri: 1. Nyeri akut.



Nyeri



ini



bersifat



mendadak,



durasi



singkat,



biasanya



berhubungan dengan kecemasan. Orang biasa meresponnya dengan cara



fisiologis



yaitu



diaforesis,



peningkatan



denyut



jantung,



peningkatan pernafasan, peningkatan tekanan darah dan dengan perilaku. Nyeri akut merupakan mekanisme yang berlangsung kurang dari enam bulan, secara fisiologis terjadi perubahan denyut jantung, frekuensi nafas, tekanan darah, aliran darah perifer, tekanan otot, keringat pada telapak tangan dan perubahan pada ukuran pupil. 2. Nyeri Kronik.



Nyeri ini bersifat dalam, tumpul, diikuti dengan berbagai macam gangguan. Terjadi lambat dan meningkat secara perlahan, dimulai setelah detik pertama dan meningkat perlahan sampai beberapa detik atau menit. Nyeri ini biasanya berhubungan dengan kerusakan jaringan yang sifatnya terus menerus atau intermitten. Nyeri kronik merupakan nyeri yang konsisten yang menetap sepanjang satu periode waktu dan tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dan sering sulit untuk diobati



8



karena biasanya nyeri ini tidak mempunyai respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri kronik ini sering di definisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih. 2.1.9. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri Post Appendiktomi Faktor–faktor yang mempengaruhi nyeri post appendiktomi (Aulawi, 2014) adalah sebagai berikut: 1. Usia



Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak–anak dan lansia. Anak kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang sedang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri.Anak–anak juga mengalami kesulitan secara verbal dalam mengungkapkan dan mengekspresikan nyeri, sedangkan klien yang berusia lanjut, memiliki resiko tinggi mengalami situasi yang membuat mereka merasakan nyeri akibat adanya komplikasi penyakit dan degeneratif. 2. Jenis kelamin



Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin misalnya menganggap bahwa seorang anak laki–laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama, namun secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berspon terhadap nyeri. 3. Kebudayaan



Beberapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri adalah sesuatu yang alamiah. Kebudayaan lain cenderung untuk melatih perilaku yang tertutup (introveri). 4. Makna nyeri



Individu akan mempersepsikan berbeda–beda apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan tantangan. Makanya nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang berdaptasi dengan nyeri. 5. Perhatian



Tingkat seseorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat



mempengaruhi



persepsi 9



nyeri.Perhatian



yang



meningkat



dihubungkan dengan



nyeri yang



meningkat



sedangkan



upaya



pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. 6. Ansietas



Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri terapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas.Apabila rasa cemas tidak



mendapat



perhatian



dapat



menimbulkan



suatu



masalah



penatalaksanaan nyeri yang serius. 7. Keletihan



Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin dan menurunkan kemampuan koping sehingga menimbulkan persepsi nyeri. 8. Pengalaman sebelumnya



Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya namun tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah di masa yang akan datang. 9. Gaya koping



Individu yang memiliki fokus kendali internal mempersepsikan diri mereka sebagai individu yang dapat mengendalikan lingkungan mereka dan hasil akhir suatu peristiwa seperti nyeri. 10. Dukungan keluarga dan sosial



Kehadiran orang–orang terdekat dan bagaimana sikap mereka terhadap klien mempengaruhi respon nyeri. Klien dengan nyeri memerlukan dukungan, bantuan dan perlindungan walaupun nyeri tetap dirasakan namun kehadiran orang yang dicintai akan meminimalkan kesepian dan ketakutan. 2.1.10. Konsep Relaksasi Nafas Dalam Aktivitas keperawatan post operasi berfokus pada peningkatan penyembuhan klien dan melakukan penyuluhan. Peran perawat yang mendukung proses kesembuhan klien yaitu dengan memberikan dorongan kepada klien untuk melakukan mobilisasi setelah operasi (Potter & Perry, 2012). Perawat berperan besar dalam penanggulangan nyeri secara non-farmakologi yakni melatih teknik relaksasi nafas dalam yang merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan (Smeltzer & Bare, 2012). 10



1. Definisi Relaksasi Nafas Dalam Salah satu penanganan nyeri non-farmakologi yaitu relaksasi nafas dalam. Relaksasi nafas dalam adalah cara menghirup udara secara dalam, nafas perlahan (inspirasi secara optimal) dan nafas dikeluarkan secara perlahan (Smeltzer & Bare). Teknik ini berguna agar ventilasi paru lebih maksimal dan oksigenasi darah yang optimal. Beberapa penelitian telah menunjukkan nyeri post operasi menurun setelah melakukan relaksasi nafas dalam secara efektif seperti penelitian Yusrizal (2012) meneliti nyeri menurun setelah klien dilakukan relaksasi nafas dalam pada klienpost appendiktomi di RSUD Dr. Zein. Keuntungan teknik relaksasi nafas dalam antara lain dapat dilakukan setiap saat,kapan saja,caranya sangat mudah dan dapat dilakukan secara mandiri oleh klien tanpa media serta merilekskan otototot yang tegang dan mengurangi nyeri, teknik ini tidak dapat dilakukan pada klien yang mengalami gangguan pernafasan seperti sesak (Tomy, 2017). 2. Tujuan dan Manfaat Smeltzer & Bare (2012) tujuan relaksasi nafas dalam yaitu untuk mengontrol ventilasi paru dan efisien serta kerja nafas berkurang, inflasi alveolar maksimal, relaksasi otot meningkat, ansietas berkurang, frekuensi pernafasan menjadi lambat, udara yang terperangkap berkurang serta kerja nafas berkurang. Manfaat relaksasi pada klien post Appendiktomi, saat relakasasi pernafasan klien menjadi lebih baik dan teratur serta konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh yang membuat darah mengalir ke jaringan yang rusak dapat terpenuhi. Otot–otot abdomen menjadi berfungsi lebik baik. Saat relaksasi perhatian klien tidak pada nyeri post operasi melainkan ke sensasi dari efek relaksasi tersebut (Smeltzer & Bare, 2012). 3. Mekanisme Relaksasi Nafas Dalam Smeltzer & Bare (2012) teknik ini bekerja dengan intensitas nyeri diturunkan melalui metode: pertama, otot rangka direlaksasikan 11



yang merasakan spasme disebabkan oleh prostaglandin yang meningkat maka terjadi pembuluh darah mengalami vasodilatasi dan aliran darah menuju ke daerah yang mengalami tegang dan kekurangan oksigen. Kedua, ini dipercaya dapat menstimulus tubuh untuk melepaskan opioid endogen berupa hormon enkefalin dan endorpin. Pemberian teknik relaksasi menjadi kebijakan setiap klien dilakukan suatu rumah sakit. 4. Prosedur teknik relaksasi nafas dalam Langkah-langkah teknik relaksasi nafas dalam menurut Aulawi (2014) adalah sebagai berikut : a. Atur klien pada posisi yang nyaman. b. Minta klien untuk menarik nafas melalui hidung secara perlahan dan



merasakan kembang kempisnya perut. c. Minta klien untuk menahan nafas selama beberapa detik kemudian



keluarkan nafas secara perlahan melalui mulut. d. Beritahukan klien bahwa pada saat mengeluarkan nafas, mulut pada



posisi mecucu. e. Minta klien untuk mengeluarkan nafas sampai perut mengempis f. Lakukan latihan nafas ini 2-4 kali.



Supaya relaksasi dapat dilakukan dengan efektif, maka diperlukan partisipasi dan kerjasama individu. Teknik relaksasi diajarkan hanya saat klien sedang tidak merasakan rasa tidak nyaman, hal ini dikarenakan ketidakmampuan dalam berkonsentrasi membuat latihan nafas menjadi tidak efektif. 2.2. Konsep Dasar Masalah Keperawatan Appendiktomi merupakan pengobatan melalui prosedur tindakan operasi hanya untuk penyakit appendisitis atau penyingkiran/pengangkatan usus buntu yang terinfeksi. Appendiktomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi lebih lanjut seperti peritonitis atau abses (Pristahayuningtyas, 2016). Nyeri terjadi akibat luka, penarikan, manipulasi jaringan serta organ. Nyeri pasca operasi hebat dirasakan pada pembedahan intratoraks,intraabdomen, dan pembedahan ortopedi mayor. Nyeri adalah sensasi yang tidak 12



menyenangkan dan sangat individual yang tidak dapat dibagi kepada orang lain. Nyeri dapat memenuhi seluruh pikiran seseorang, mengatur aktivitasnya, dan mengubah kehidupan orang tersebut.Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik atau mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego individu (Potter & Perry, 2012). Bila klien mengeluh nyeri, maka hanya satu yang mereka inginkan yaitu mengurangi rasa nyeri. Hal itu wajar, karena nyeri dapat menjadi pengalaman yang kurang menyenangkan akibat pengelolaan nyeri yang tidak adekuat.



Teknik



farmakologi



adalah



cara



yang



paling



efektif



untukmenghilangkan nyeri terutama untuk nyeri yang sangat hebat yangberlangsung selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari (Smeltzer and Bare,2012). Pemberian analgesik biasanya dilakukan untuk mengurangi nyeri. Selain itu, untuk mengurangi nyeri umumnya dilakukan dengan memakai obat tidur. Namun pemakaian yang berlebihan membawa efek samping kecanduan, bila overdosis dapat membahayakan pemakainya (Pinandita 2012). Teknik relaksasi sangat dibutuhkan bila efek dari obat yang diberikan berkurang dan mengalami nyeri sebelum waktu minum obat, sehingga diperlukan teknik relaksasi untuk mengurangi rasa nyeri. Beberapa penelitian, telah menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri pascaoperasi. Ini mungkin karena relatif kecilnya peran otot-otot skeletal dalam nyeri pasca operatif atau kebutuhan klien untuk melakukan teknik relaksasi tersebut agar efektif. Periode relaksasi yang teraturdapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri (Smeltzer and Bare 2012). Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress, karena dapat mengubah persepsi kognitif dan motivasi afektif klien. Teknik relaksasi nafas dalam membuat klien dapat mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri (Potter & Perry 2012). Secara fisiologis, keadaan relaksasi ditandai dengan penurunan kadar epinefrin dalam darah, menyebabkan penurunan ketegangan



13



otot, metabolisme menurun, vasodilatasi dan peningkatan temperatur pada extremitas. Teknik relaksasi nafas dalam sangat efektif dilakukan pada klien post appendiktomi (Chandra, 2013). 2.3. Asuhan Keperawatan Post Appendiktomi 2.3.1. Pengkajian Keperawatan Pengkajian pada penderita post operasi (Haryono, 2012) adalah: 1. Jalan nafas dan pernafasan. Agen



anestesi



tertentu



menyebabkan



depresi



pernafasan.



Waspadai pernafasan dangkal, lambat, dan batuk lemah. Kaji patensi jalan nafas, irama, kedalaman ventilasi, simetri gerakan dinding dada, suara nafas, dan warna mukosa. 2. Sirkulasi Penderita berisiko mengalami komplikasi kardiovaskular yang disebabkan oleh hilangnya darah aktual atau potensial dari tempat pembedahan, efek samping anestesi, ketidakseimbangan elektrolit, dan depresi mekanisme yang mengatur sirkulasi normal. Masalah umum awal sirkulasi adalah perdarahan. Kehilangan darah dapat terjadi secara eksternal melalui saluran atau sayatan internal. Kedua tipe ini menghasilkan perdarahan dan penurunan tekanan darah, jantung, dan laju pernapasan meningkat, nadi terdengar lemah, kulit dingin, lembab, pucat, dan gelisah. 3. Kontrol suhu 4. Keseimbangan cairan dan elektrolit. Kaji status hidrasi dan pantau fungsi jatung dan saraf untuk tanda-tanda perubahan elektrolit. Monitor dan bandingkan nilai-nilai laboratorium dengan nilai-nilai dasar dari penderita. Catatan yang akurat dari asupan dan keluaran dapat menilai fungsi ginjal dan peredaran darah. Ukur semua sumber keluaran, termasuk urin, keluaran dari pembedahan, drainase luka dan perhatikan setiap keluaran yang tidak terlihat dari diaphoresis. 5. Intergritas kulit dan kondisi luka Perhatikan jumlah, warna, bau dan konsistensi drainase diperban. Pada penggantian perban pertama kalinya perlu dikaji area insisi, jika tepi luka berdekatan dan untuk



14



perdarahan atau drainase. 6. Fungsi perkemihan Anestesi epidural atau spinal sering mencegah penderita dari sensasi kandung kemih yang penuh. Raba perut bagian bawah tepat di atas simfisis pubis untuk mengkaji distensi kandung kemih. Jika penderita terpasang kateter urin, harus ada aliran urin terus menerus sebanyak 30-50 ml/jam pada orang dewasa. 7. Fungsi gastrointestinal Inspeksi abdomen untuk memeriksa perut kembung akibat akumulasi gas. Kaji kembalinya peristaltik setiap 4 sampai 8 jam. Auskultasi perutsecara rutin untuk mendeteksi suara usus kembali normal, 5-30 bunyi keras per menit pada masing-masing kuadran menunjukkan gerak peristaltik yang telah kembali. 8. Kenyamanan Penderita merasakan nyeri sebelum mendapatkan kembali kesadaran penuh. Kaji nyeri penderita dengan skala nyeri. 2.3.2. Diagnosa Keperawatan Diagnosis keperawatan dengan penderita post operasi appendisitis menurut Wilkinson, J dan Ahern (2013): 1. Nyeri akut Batasan karakteristik a. Subjektif: mengungkapkan nyeri secara verbal. b. Objektif: posisi untuk menghilangkan nyeri, perubahan tonus otot (dengan rentang lemas tidak bertenaga sampai kaku), respon autonomik



(misalnya



diaphoresis, perubahan tekanan



darah,



pernapasan atau nadi, dilatasi pupil), perubahan selera makan, gangguan tidur. c. Faktor yang berhubungan Agen-agen penyebab cedera (biologis, kimia, fisik, dan psikologis). 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Batasan karakteristik a. Subjektif: kram abdomen, nyeri abdomen, menolak makan, persepsi ketidakmampuan untuk mencerna makanan, merasa cepat kenyang setelah makan. b. Objektif: bising usus hiperaktif, kurangnya minat terhadap makanan, 15



membran mukosa pucat, tonus otot buruk. c. Faktor yang berhubungan Ketidakmampuan untuk menelan atau menerima makanan atau menyerap nutrien akibat faktor biologis, psikologis, atau ekonomi. Contoh menurut NANDA yaitu kesulitan mengunyah dan menelan, hilangnya nafsu makan, mual, dan muntah. 3. Hambatan mobilitas fisik. Batasan karakteristik a. Objektif: kesulitan membolak-balik posisi tubuh, dispnea saat beraktivitas, keterbatasan rentang gerak sendi, ketidakstabilan postur tubuh (saat melakukan rutinitas aktivitas kehidupan seharihari), melambatnya pergerakan, gerakan tidak teratur atau tidak terkoordinasi. b. Faktor yang berhubungan: Perubahan metabolisme sel, gangguan kognitif,



penurunan



kekuatan/kendali/massa



otot,



ansietas,



ketidaknyamanan dan nyeri, intoleransi aktivitas dan penurunan kekuatan,



kaku



sendi/kontaktur,



gangguan



muskuluskeletal,



gangguan neuromuskuler, nyeri, program pembatasan pergerakan, gaya hidup yang kurang gerak, malnutrisi, gangguan sensori persepsi. 4. Konstipasi Batasan karakteristik a. Subjektif: nyeri abdomen, nyeri tekan pada abdomen dengan atau tanpa resistansi otot yang dapat dipalpasi, perasaan penuh dan tekanan pada rektum, nyeri saat defekasi. b. Objektif: perubahan pola defekasi,distensi abdomen, bising usus hipoaktif, tidak mampu mengeluarkan feses, feses yang kering, keras dan padat. c. Faktor yang berhubungan: 1) Kebiasaan mengabaikan desakan untuk defekasi. 2) Asupan serat dan cairan tidak mencukupi. 3) Perubahan pola makan dan jenis makanan yang dikonsumsi. 4) Antikolinergis, antidepresan, diuretik, sedatif.



16



5. Ansietas Batasan karakteristik a. Perilaku: penurunan produktivitas, mengekspresikan kekhawatiran akibat peristiwa dalam hidup, gelisah, memandang sekilas, insomnia, kontak mata buruk, resah, menyelidik dan tidak waspada. b. Afektif: gelisah, kesedihan yang mendalam, fokus pada diri sendiri, gugup, marah, menyesal, perasaan takut, ketidakpastian, khawatir. c. Fisiologis: wajah tegang, peningkatan keringat, gemetar atau tremor di tangan, suara bergetar. d. Parasimpatis: nyeri abdomen, penurunan tekanan darah, penurunaan nadi, pingsan, sering berkemih. e. Simpatis: mulut kering, jantung berdebar-debar, dilatasi pupil, kelemahan. f. Kognitif: konfusi, kesulitan untuk berkonsentrasi. g. Faktor yang berhubungan: 1) Terpajan toksin 2) Stres 3) Ancaman atau perubahan pada status peran, fungsi peran, lingkungan, status kesehatan. 6. Risiko Infeksi Faktor yang berhubungan: a. Penyakit kronis. b. Penekanan sistem imun. c. Pertahanan primer tidak adekuat. 7. Defisit Pengetahuan Batasan karakteristik a. Ketidakakuratan mengikuti perintah. b. Perilaku tidak tepat (misal histeria, bermusuhan, agitasi, apatis) Pengungkapan masalah. c. Sering bertanya. d. Faktor yang berhubungan: 1) Keterbatasan kognitif. 2) Kurang minat dalam belajar. 3) Kurang dapat mengingat. 17



2.3.3. Intervensi Keperawatan Intervensi atau rencana keperawatan dengan penderita post operasi appendiktomi menurut Wilkinson, J dan Ahern (2013): 1. Nyeri akut a) Kriteria hasil (1) Memperlihatkan pengendalian nyeri yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu). (2) Mengenali awitan nyeri. (3) Menggunakan tindakan pencegahan. (4) Melaporkan nyeri dapat dikendalikan. b) Menunjukkan tingkat nyeri. (1) Ekspresi nyeri pada wajah. (2) Gelisah atau ketegangan otot. (3) Durasi episode nyeri. (4) Merintih dan menangis. (5) Gelisah. c) Intervensi (1) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada mereka yang tidak mampu berkomunikasi efektif. (2) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor presipitasinya. (3) Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologi (misalnya, umpan balik biologis, relaksasi, imajinasi terbimbing, terapi musik, distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas, kompres hangat atau dingin, massase sebelum dan sesudah, dan jika memungkinkan selama aktivitas yang menimbulkan nyeri. (4) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon penderita terhadap ketidaknyamanan (misalnya, suhu ruangan, pencahayaan, dan kegaduhan). (5) Pastikan pemberian analgesik, terapi atau strategi nonfarmakologi sebelum melakukan prosedur yang menimbulkan 18



nyeri. 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. a) Kriteria hasil: 1) Memperlihatkan status gizi: asupan makanan dan cairan, yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak adekuat, sedikit adekuat, cukup adekuat, adekuat, sangat adekuat). 2) Makanan oral, pemberian makanan lewat selang, atau nutrisi parenteral total. 3) Asupan cairan oral/IV. 4) Mempertahankan berat badan ideal. 5) Memiliki nilai laboratorium (misalnya, transferin, albumin, dan elektrolit dalam batas normal). b) Intervensi 1) Timbang pada interval yang tepat. 2) Instruksikan penderita agar menarik napas dalam, perlahan, dan menelan secara sadar untuk mengurangi mual dan muntah. 3) Tentukan dengan melakukan kolaborasi bersama ahli gizi, jika diperlukan, jumlah kalori dan jenis zat gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi (khususnya untuk penderita dengan kebutuhan energi tinggi, seperti penderita pascabedah dan luka bakar, trauma, demam, dan luka). 4) Berikan obat antiemetik dan atau analgesik sebelum makan atau sesuai jadwal yang dianjurkan. 3. Hambatan mobilitas fisik. a. Kriteria hasil: 1) Klien meningkat dalam aktivitas fisik. 2) Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas. 3) Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah. 4) Memperagakan penggunaan alat. 5) Bantu untuk mobilisasi. b. Intervensi



19



1) Monitor vital sign sebelum dan sesudah latihan dan lihat respon klien saat latihan. 2) Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan. 3) Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera. 4) Ajarkan klien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi. 5) Kaji kemampuan klien dalam mobilisasi. 6) Latih klien dalam pemenuhan kebutuhan ADL secara mandiri sesuai kemampuan. 7) Damping dan bantu klien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADL klien. 8) Berikan alat bantu jika memerlukan. 9) Ajarkan klien bagaimana mengubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan. 4. Konstipasi a. Kriteria hasil: 1) Konstipasi menurun, yang dibuktikan oleh defekasi. 2) Pola eliminasi (dalam rentang yang diharapkan). 3) Feses lunak dan berbentuk. b. Intervensi 1) Dapatkan data dasar mengenai program defekasi, aktivitas, pengobatan, dan pola kebiasaan penderita. 2) Kaji dan dokumentasikan a) Warna dan konsistensi feses pertama pasca operasi. b) Frekuensi, warna dan konsistensi feses. c) Keluarnya flatus. d) Ada atau tidak ada bising usus. 3) Identifikasi factor yang dapat menyebabkan konstipasi. 4) Informasikan kepada penderita kemungkinan konstipasi akibat obat. 5) Tekankan pentingnya menghindari mengejan selama defekasi



20



untuk mencegah perubahantanda vital, perdarahan. 6) Konsultasi dengan ahli gizi untuk meningkatkan serat dan cairan dalam diet. 5. Ansietas a. Kriteria hasil 1) Ansietas berkurang, dibuktikan oleh bukti tingkat ansietas hanya ringan sampai sedang, konsentrasi. 2) Meneruskan aktivitas yang dibutuhkan mengalami kecemasan. 3) Memiliki tanda-tanda vital dalam batas normal. b. Intervensi 1) Kaji faktor budaya (misalnya konflik nilai) yang menjadi penyebab ansietas. 2) Berikan penguatan positif kepada penderita. 3) Berikan sikap empatik secara verbal dan nonverbal. 4) Berikan informasi kepada kelurga tentang gejala ansietas. 5) Ajarkan relaksasi distraksi. 6) Kolaborasi pemberian obat ansietas jika diperlukan. 6. Defisit pengetahuan a. Kriteria hasil 1) Klien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis, dan program pengobatan. 2) Klien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar. 3) Klien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan. b. Intervensi 1) Kaji sejauh mana pengetahuan klien mengenai penyakitnya. 2) Jelaskan patofisiologi, tanda, dan gejala dari penyakit. 3) Berikan penjelasan yang mudah dimengerti apabila klien bertanya 4) Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi. 5) Diskusikan pilihan terapi atau penanganan.



21



2.3.4. Implementasi Keperawatan Implementasi



keperawatan



adalah



serangkaian



kegiatan



yang



dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dalam masalah status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter & Perry, 2012). 2.3.5. Evaluasi Menurut Doengoes (2014), evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan Antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon perilaku yang ditunjukkan klien. 2.4. Kerangka Konsep Pengkajian



Diagnosa Keperawatan Terapi Relaksasi nafas dalam



Rencana Tindakan Keperawatan



Intervensi/Implementasi



Evaluasi



Gambar 2.2. Kerangka Konsep Asuhan Keperawatan



22



Pasien Post Appendiktomi



BAB III TINJAUAN KASUS Tanggal dan Waktu Pengkajian



: 13 Desember 2020, pukul 10.00 WIT



Teknik pengumpulan data



: Wawancara, observasi &Pemeriksaan fisik



Ruang



: Bedah Wanita RSUD Jayapura



Pengkaji



: Suhaini Sudding, S.Kep



3.1. Pengkajian 3.1.1. Data Demografi Pasien a. Identitas Pasien Nama



: Ny. N



Umur



: 28 tahun



Alamat



: Dok IX



Jenis Kelamin



: Perempuan



Status Perkawinan



: Menikah



Pendidikan



: SMA



Pekerjaan



: Ibu Rumah Tangga



Agama



: Islam



Suku/Bangsa



: Fakfak/Indonesia



Tanggal Masuk



: 11 Desember 2020



Pukul



: 20.30 WIT



No. RM : 21 89 36 Diagnosa Medis



: Appendisitis Akut



Diagnosa Post Op



: Appendiktomi H+1



b. Identitas Penanggung Jawab Nama



: Tn. A



Umur



: 30 Tahun



Alamat



: Dok IX



Hubungan



: Suami



23



3.1.2. RIWAYAT KESEHATAN a. Keluhan Saat Masuk Rumah Sakit Klien mengeluh nyeri pada perut kanan bawah. b. Keluhan Saat dikaji Pada saat dikaji, klien mengatakan nyeri didaerah perut kanan bawah bekas operasi, nyeri terasa tersayat-sayat, skala nyeri 6, nyeri semakin bertambah saat bergerak dan berkurang setelah disuntik obat anti nyeri. Nyeri dirasakan bisa muncul 5–10 menit, nyeri hilang timbul klien mengatakan sekarang takut bergerak karena ada luka di perut setelah tindakan operasi appendiktomi. c. Riwayat Penyakit Sekarang Klien diantar keluarga ke IGD RSUD Jayapura pada tanggal 11 Desember 2020 pukul 20.30 WIT. Di IGD RSUD Jayapura klien mengatakan sudah mengalami nyeri sekitar 5 hari yang lalu.Klien dilakukan pemeriksaan oleh dokter dan klien di diagnosis terkena appendisitis akut, dokter menyarankan agar klien rawat inap untuk persiapan operasi appendiks (usus buntu). Klien dibawa ke Ruang Bedah Wanita RSUD Jayapura pada tanggal 11 Desember 2020 pukul 23.00 WIT untuk mendapatkan perawatan. Rencana tindakan Appendiktomi pada tanggal 12 Desember 2020. Hasil pemeriksaan Laboratorium diperoleh Leukosit 13.980 mikroliter. Klien mengeluh nyeri pada perut kanan bawah sejak 5 hari yang lalu, klien mengalami demam tinggi, lemas, pusing dan di perut bagian kanan bawah terasa nyeri semakin bertambah sakit ketika bergerak dan nyeri timbul sewaktu-waktu. Nyeri seperti di tusuk-tusuk.Nyeri perut kanan saat ditekan. Skala nyeri 6. Klien mengatakan demam/panas sejak 2 hari yang lalu dan badannya meriang. Klien mengatakan takut dengan rencana tindakan operasi yang dijadwalkan tanggal 12 Desember 2020. Klien menyatakan cemas bila mengingat penyakitnya. Pemeriksaan tanda-tanda vital klien didapat TD: 120/70mmHg, Nadi: 80 x/menit, Suhu: 37ºC, RR: 20x/menit.



24



d. Riwayat Penyakit Dahulu Klien mengatakan belum pernah mengalami sakit yang sama sebelumnya dan belum pernah melakukan operasi apapun. e. Riwayat Penyakit Keluarga Klien mengatakan tidak ada keluarga yang mempunyai penyakit yang sama. 3.1.3. KEBUTUHAN BIO-PSIKO-SOSIO-SPIRITUAL Kebutuhan Oksigenasi/Bernafas



Sebelum Sakit Sebelum



sakit



Saat Sakit dan



saat RR: 20 x/menit tanpa



pengkajian klien mengatakan menggunakan tidak



mengalami



alat



gangguan bantu nafas.



baik saat menarik nafas atau menghembuskan nafas.



Eliminasi



Sebelum



sakit



klien



Saat pengkajian klien



mengatakan BAB 2 kali



mengatakan



sehari dan BAK 4 kali



lunak 2 kali sehari



sehari.



dan



BAK



BAB 4



kali



sehari. Makan dan Minum



Sebelum



sakit



klien



Saat



biasa



mengatakan makan bubur



makan 3x sehari dengan



hanya ½ porsi dari yang



nasi, lauk,jarang makan



disediakan RS dan minum 6-



sayur dan minum 8



7 gelas sehari.



mengatakan



pengkajian



gelas air putih sehari. Tidak



ada pantangan



makanan apapun. Istirahat tidur



Sebelum



sakit



klien



Saat pengkajian klien



mengatakan biasa tidur



mengatakan bisa tidur



malam dari jam 22.00



tetapi



WIT-05.00 WIT tidak



pulas,karena kadang



25



tidak



klien



ada



gangguan



tidur.



merasa



Klien jarang tidur siang Gerak dan aktifitas



Sebelum



sakit



nyeri



saat



tidur malam. klien



Saat pengkajian klien



mengatakan dapat beraktifitas



mengatakan



gerak



dengan baik.



aktifitasnya



terbatas



akibat



nyeri



yang



dideritanya



dan



bertambah sakit jika bergerak dan hanya berbaring di tempat tidur. Personal Hygiene



Sebelum



sakit



mengatakan



klien



Saat



biasa



mengatakan hanya di lap 2x



mandi 2x sehari pagi



pengkajian



klien



sehari oleh keluarganya.



dan sore. Berpakaian



Sebelum



sakit



klien Saat



pengkajian



klien



mengatakan biasa memilih dan mengatakan saat memakai memakai baju sendiri.



baju



dan



celana



klien



dibantu keluarganya.



Pengaturan tubuh



suhu Sebelum



sakit



mengatakan



suhu



klien Saat



tubuhnya mengatakan



normal 37°C.



Rasa nyaman



aman



dan Sebelum



suhu



klien tubuh



biasa sj tidak panas 37°C.



Sakit



mengatakan mengalami



pengkajian



klien



Saat



tidak



tampaktidak



gangguan



rasa aman dan nyaman.



pengkajian



klien



nyaman,merasa nyeri di daerah operasi seperti disayat, bertambah sakit jika klien bergerak dan klien mengatakan tidak



26



nyaman



dengan



kondisinya. Interaksi Sosial



Saat



pengkajian



klien Saat



produktifitas



klien



mengatakan interaksi dengan mengatakan



interaksi



keluarga



ataupun



tenaga dengan



keluarga



ataupun



kesehatan lainnya baik baik tenaga



kesehatan



lainnya



saja.



Prestasi



pengkajian



baik baik saja.



dan Sebelum



sakit



klien Saat



pengkajian



mengatakan dapat beraktifitas mengatakan masak dan menyapu rumah.



tidak



klien dapat



melakukan aktivitas masak dan



menyapu



karena



nyeri/sakit di daerah bekas operasi.



Rekreasi



Sebelum



sakit



mengatakan rekreasi



klien Saat sakit klien mengatakan melakukan tidak



bersama



dapat



berekreasi



keluarga seperti biasanya.



kadang-kadang. Ibadah



Tidak



ada



masalah



dalam Saat



menjalankan sholat 5 waktu.



pengkajian



mengatakan beribadah



tidak



dapat



karena



sakit,



hanya berdoa saja.



27



klien



3.1.4. PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan Umum



: Lemah



2. Kesadaran



: Compos Mentis



3. Tanda–tanda vital



:



Suhu : 37°C Nadi : 80 x /menit RR : 20 x /menit TD : 120/70 mmHg 4. Pengkajian Fisik Head to Toe Pemeriksaan Fisik



Keterangan (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi)



Kepala



I: Bentuk mesochepal, kulit kepala bersih, pertumbuhan rambut merata, warna rambut hitam, tidak ada lesi atau benjolan, klien tampak gelisah, ekspresi wajah tegang, tampak meringis kesakitan. P: Tidak ada nyeri tekan dikepala, rambut tidak rontok



Mata



I: Bentuk simetris kanan dan kiri, pupil isokor, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pergerakan mata terkoordinasi. P: Tidak ada nyeri tekan pada bola mata.



Hidung



I: Bentuk hidung simetris, tidak terdapat lumen, penciuman baik, mukosa hidung lembap, tidak ada pernafasan cuping hidung. P: Tidak terdapat nyeri tekan.



Mulut



I: Bentuk mulut simetris, mukosa bibir lembap, gigi bersih rapi, dan lidah bersih, tidak ada stomatitis.



Telinga



I: Bentuk telinga simetris, dan pendengaran baik. P: Tidak terdapat nyeri tekan.



Leher



I: Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada



28



pembengkakan. P: tidak ada nyeri tekan. Thorax (dada)



I: Bentuk dada simetris, tidak ada retraksi otot/dinding dada. P: Vokal fremitus penyebaran sama kanan dan kiri. P: Terdengar suara redup pada area jantung, sonor pada area paru. A: Suara paru vesikuler.



Jantung



I: Saat dilakukan inspeksi tidak ada pembesaran vena jugularis P: Batas batas jantung jelas. P: Tidak ada pulsasi di ICS II sebelah kanan katup aorta, ICS II sebelah kiri katup pulmonalis. A: Bunyi Jantung S1 lub (katup trikuspidalis & katup mitral) dan S2 dup (katup aorta & pulmonalis). Tidak ada suara bunyi tambahan dan tidak ada mur-mur.



Abdomen



I: Tidak ada pembesaran abdomen. Ada luka post appendiktomi. A: Pada abdomen klien didapat bising usus aktif di empat kuadran dengan frekuensi 10 x/menit. P : Pemeriksaan pada area kanan bawah terdapat nyeri tekan dan nyeri saat klien bergerak. P: Perkusi yang dilakukan terdapat bunyi timpani. Klien sering memegangi perutnya yang sakit. Terdapat luka post operasi appendiktomi,luka tampak bersih.



Genitalia



Jenis kelamin perempuan, kelainan tidak terkaji



Anus



Tidak ada tanda tanda peradangan



Ekstremitas



Atas: Tangan kanan terpasang IVFD RL 20 tts/menit, kekuatan otot: 4



29



Bawah: Tidak terdapat luka, edema, ataupun sianosis pada kuku,kekuatan otot 4



A. PEMERIKSAAN PENUNJANG Jenis Pemeriksaan Hemoglobin Leukosit Hematocrit Eritrosit Trombosit



Hasil pemeriksaan Tanggal 11 -12-2020 14.6 13.98 43 4.8 250000



Satuan g/dl 10^3/µL % 10^6/uL /uL



Nilai Normal



MCV MCH MCHC RDW MPV



90,2 27,7 31,3 22,8 9.2



Fl pg % % Fl



12.0 – 16.0 4.000 – 10.800 37 – 47 4.2 – 5.2 150000 40000 79 – 99 27 – 31 33 – 37 11.5 – 14.5 7.2 – 11.1



Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit



0.4 1,9 3.2 86.8 5.6 4.9



% % % % % %



0-1 2-4 2 -5 40 – 70 25 – 40 2.0 – 8.0



Ureum Darah Kreatinin Darah GDS Urin Lengkap Fisis Warna Kejernihan Bau Kimia Berat jenis PH Leukosit



20.8 0.91 101



mg/dl mg/dl mg/dl



Kuning Jernih Khas amoniak



Kuning Jernih Khas amoniak



1.016 8.0 500



1.010 – 1.030 4.6 – 7.8 Negatif



B. TERAPI 1.



Ceftriaxone



: 2 x 1 gram



2.



IVFD RL



: 20 tts/menit



30



3.



Ranitidine injeksi : 2 x 50 mg



4.



Ketorolac injeksi : 3 x 30 mg



3.2. Analisa Data No 1.



Data Fokus DS:



Masalah Nyeri Akut



Etiologi Agen cedera biologis



Klien mengatakan nyeri didaerah.



Adanya insisi luka post



P: nyeri bertambah saat bergerak.



pembedahan.



Q: nyeri terasa disayat-sayat. R: nyeri didaerah perut kanan bekas operasi. S: skala nyeri 6. T: nyeri dirasakan kurang lebih 5–10 menit, nyeri hilang timbul. DO: 1. Ekspresi



wajah



tampak



meringis



kesakitan. 2. Tampak gelisah dan terlihat memegang perut bagian kanan bawah. 3. TTV: TD: 120/70mmHg, Nadi: 80 x/menit, RR: 20x/menit , Suhu: 37ºC. 2.



4. Ada luka post operasi panjang 5 cm. DS:



Kerusakan



1. Klien mengatakan nyeri di daerah bekas Kulit. operasi. 2. Klien mengatakan operasi 1 hari yang lalu. 3. Klien mengatakan ada luka operasi di perut sebelah kanan. DO: 1. Tampak luka operasi di perut kanan



31



Integritas Adanya insisi jaringan kulit paska operasi.



bawah, terdapat verban. 2. TTV: TD: 120/70mmHg, Nadi: 80 x/menit, 3.



Suhu: 37°C, RR: 20x/menit. DS:



Hambatan



Mobilitas Adanya luka operasi



1. Klien mengatakan takut bergerak karena Fisik. nyeri bekas operasi masih sakit. 2. Klien mengatakan belum bisa duduk. 3. Klien mengatakan hanya bisa baring saja. DO: 1. Klien tampak lemah, meringis kesakitan. 2. Klien malas menggerakan badannya. 3. Klien tampak berbaring, melindungi daerah yang sakit. 4. terpasang infus Rl 20 tts/menit, terdapat luka post appendiktomi dikuadran kanan 4.



bawah. DS: 1. Klien mengatakan belum berani bergerak karena sakit. 2. Klien mengatakan ada luka operasi di perut. 3. Klien mengatakan saat ini ingin berbaring saja. DO: 1. Suhu 37ºC, TD: 120/70mmHg, N:80 x/menit, RR: 20 x/menit. 2. Ada luka operasi appendiktomi tertutup verban sepanjang 5 cm di perut. 3. Leukosit 13.980 mikroliter. 4. Terpasang infus RL 20 tts/menit.



32



Resiko Infeksi



Adanya luka operasi



3.3. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut berhubungan dengan adanya luka insisi post operasi. 2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi. 3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan luka post operasi. 4. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan kulit sekunder post operasi.



33



3.4. Rencana Asuhan Keperawatan (Intervensi Keperawatan) No 1



Diagnosa Keperawatan Nyeri Akut



Tujuan & Kriteria Hasil Tujuan umum: nyerinya hilang/



2. Observasi



3x24 jam



reaksi



nonverbal



dari



2. Mengetahui ketidaknyamanan klien.



ketidaknyamanan.



Kriteria hasil: 1. Klien akan tampakrileks, istirahat dengan tenang.



3. Mengatur posisi yang nyaman bagi



3. Klien



mengatakannyeri



sudah



berkurang/hilang



dengan skala 0. dapat



melakukan



relaksasi



secara



3. Memberi kenyamanan pada klien.



klien. 4. Observasi TTV.



2. TTV stabil.



mandiri.



secara



kualitas dan faktor presipitasi).



terkontrol dalam waktu



teknik



Rasional



komprehensif 1. Mengkonfirmasi letak nyeri, kapan terjadi nyeri, skala nyeri yang dirasakan klien. (Lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,



Klien menyatakan



4. Klien



Intervensi Mandiri 1. Kaji nyeri



4. Mengetahui status hemodinamika klien.



5. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam. 5. Memberikan kenyamanan pada klien. 6. Anjurkan klien melakukan teknik 6. Memberikan rasa rileks pada sehingga mengurangi nyeri klien. relaksasi nafas dalam.



tubuh



Kolaborasi 7. Beri analgetik sesuai program.



34



7. Menghilangkan rasa nyeri pasca operasi.



No 2



Diagnosa Keperawatan Kerusakan Integritas Kulit



Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Tujuan umum: Mandiri Tidak terjadi kerusakan 1. Kaji keadaan luka. kulit,integritas 2. Kaji tanda-tanda infeksi pada luka kulit membaik dalam operasi. waktu 3x24 jam 3. Kaji TTV. Kriteria hasil: 4. Ganti balutan dengan tekhnik bersih 1. Tepi luka dan steril. semakinmerapat. 5. Beri pendidikan kesehatan terkait 2. Tidak ada bengkak, pentingnya mobilisasi dini setelah kemerahan, nyeri, pus operasi. pada luka. 6. Anjurkan klien untuk melakukan 3. Luka sembuh dengan mobilisasi dini secara bertahap. adekuat.



Rasional 1. Sebagai data dasar menetukan intervensi selanjutnya. 2. Untuk mengetahui ada tidaknya infeksi pada luka. 3. Mengetahui status hemodinamika klien. 4. Mencegah pertumbuhan mikroorganisme. 5. Memberikan pengetahuan untuk menerapkan hasil evidence based practice.



6. Memberikan dukungan dan bantuan keluarga dan klien untuk melakukan mobilisasi dini secara bertahap.



4. Nyeri berkurang/hilang.



No



Diagnosa Keperawatan



Tujuan & Kriteria Hasil



Intervensi



35



Rasional



3



Hambatan mobilitas fisik



Tujuan:



Mandiri



Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji keperawatan



selama



2x24



kemampuan



klien



dalam



1. untuk mengetahui mobilisasi klien.



mobilisasi.



mengembalikan dapat 2. Ajarkan klien dan keluarga tentang 2. untuk aktivitas klien. meningkatkan dan melakukan teknik mobilisasi dini sesuai jam,



klien



aktifitas sesuai kemampuan dan tahapannya. mampu



meningkatkan



melakukan



fisiknya



klien



kebutuhan



3. untuk mengetahui kondisi kesehatan klien.



ADLs



pemenuhan



secara



aktivitas



posisi



dan



mandiri



berikan



bantuan



jika



5. untuk memberikan pengetahuan kepada klien mengenai perubahan posisi



saat



6. sebagai support sistem agar semangat untuk segera pulih.



diperlukan. mobilisasi



Tujuan & Kriteria Hasil Tujuan umum:



4. untuk mempercepat proses penyembuhan dan segera memandirikan klien.



sesuai kemampuan (latihan duduk).



6. Dampingi



Diagnosa Keperawatan Resiko Tinggi Infeksi



dalam



mampu 5. Ajarkan klien bagaimana merubah



secar bertahap.



No 4



sign



respon klien saat latihan. 4. Latih



secara mandiri. 2. Klien



vital



sebelum/sesudah latihan dan lihat



1. Klien aktivitas



kemampuan



tahapanya. 3. Monitoring



Dengan kriteria hasil:



perkembangan



dan dan



Bantu



bantu



kebutuhan klien. Intervensi Mandiri



36



klien



penuhi Rasional



klien



Tidak terjadi infeksi pada luka



insisi



bedah



dalam



waktu 3x24 jam



2. Kaji TTV.



Kriteria hasil: 1. Luka insisi utuh, tidak ada bengkak,



kemerahan,



nyeri, pus. 2. Luka



1. Kaji tanda-tanda infeksi pada luka 1. Memonitoring ada tidaknya infeksi pada operasi. luka.



sembuh



dengan



2. Mengetahui status hemodinamik klien.



3. Berikan asuhan keperawatan dengan 3. Mencegah kontaminasi atau penyebaran teknik bersih dan steril. mikroorganisme. 4. Dorong klien dan keluarga menjaga 4. Mencegah penyebaran mikroorganisme area balutan luka tetap bersih dan pada klien dan dari klien ke keluarga. kering.



adekuat.



5. Ajarkan dan anjurkan keluarga cuci 5. Memutus infeksi nasokomial. tangan menggunakan sabun atau 3. Nyeri berkurang/hilang, handrub sebelum dan setelah skala nyeri 0. menyentuh klien sesuai “five moment” 4. Suhu tubuh normal (36Kolaborasi 37°C). 6. Beri antibiotik sesuai program. 6. Menghindari/mencegah infeksi



37



3.5. Catatan Perkembangan ( Implementasi dan Evaluasi) Tanggal 13



Diagnosa Kep Nyeri akut



Implementasi 1. Mengkaji tanda-tanda vital.



S:



Desember



Kerusakan integritas kulit



2. Mengkaji nyeri secara komprehensif (lokasi



1. Klien mengatakan ada luka operasi di area perut.



2020



Hambatan mobilitas fisik Resiko infeksi



Evaluasi



nyeri, durasi, frekuensi, kualitas dan skala).



2. Klien mengatakan nyerinya hilang timbul, durasinya 5-10



3. Mengkaji reaksi nonverbal klien.



menit sepertitersayat ,skala nyeri 6 (Numeric rating scale).



4. Memberikan posisi yang nyaman (miki).



3. Klien mengatakan dengan berbaring nyerinya berkurang.



5. Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam.



4. Klien mengatakan dengan nafas dalam nyerinya berkurang



6. Menganjurkan melakukan teknik relaksasi nafas dalam bila nyeri.



dari 6 menjadi 4. O:



7. Mengkaji keadaan luka.



1. Klien tampak meringis menahan sakit.



8. Mengkaji tanda-tanda infeksi pada luka



2. Klien tampak gelisah.



operasi.



3. Klien dapat melakukan teknik napas dalam dengan baik.



9. Memberikan pendidikan kesehatan terkait pentingnya mobilisasi dini setelah operasi. 10.Menganjurkan



klien



untuk



melakukan



mobilisasi dini secara bertahap. 11.Mengkaji



kemampuan



klien



mobilisasi.



4. Klien mengikuti Health Education yang diberikan. 5. Luka operasi tampak kering, tidak ada rembesan di balutan. 6. TD: 120/70 mmHg,N: 80x/menit, R:20 x/menit, S: 37ºC. 7. Klien dapat melakukan miring kanan dan miring kiri.



dalam A: 1. Nyeri akut belum teratasi.



38



12.Mengajarkan klien dan keluarga tentang 2. Kerusakan integritas kulit belum teratasi. teknik mobilisasi dini sesuai tahapannya.



3. Hambatan mobilitas fisik belum teratasi.



13.Memonitoring vital sign sebelum/sesudah 4. Resiko Infeksi. latihan dan lihat respon klien saat latihan. 14.Melatih klien dalam pemenuhan kebutuhan P: Lanjutkan Intervensi ADLs secara mandiri sesuai kemampuan. 15.Mengajarkan klien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan. 16.Mendampingi



dan



Bantu



klien



saat



1. kaji tanda-tanda vital. 2. kaji nyeri secara komprehensif (lokasi nyeri, durasi, frekuensi, kualitas dan skala). 3. kaji reaksi nonverbal klien.



mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan



4. Beri posisi yang nyaman.



klien.



5. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam.



17.Memberikan asuhan keperawatan dengan teknik bersih dan steril.



6. Anjurkan melakukan tekhnik relaksasi nafas dalam bila nyeri.



18.Menganjurkan klien dan keluarga menjaga area balutan luka tetap bersih dan kering. 19.Mengajarkan dan anjurkan keluarga cuci tangan menggunakan sabun atau handscrub sebelum dan setelah menyentuh klien.



7. kaji keadaan luka. 8. kaji tanda-tanda infeksi pada luka operasi. 9. Beri pendidikan kesehatan terkait pentingnyaa mobilisasi dini setelah operasi. 10. Anjurkan klien untuk melakukan mobilisasi dini secara bertahap.



39



Kolaborasi



11. kaji kemampuan klien dalam mobilisasi.



20.Memberikan obat ketorolac 3x30 mg IV.



12. Ajarkan klien dan keluarga tentang teknik mobilisasi dini



21.Memberikan antiobiotik ceftriaxone 2x1 gr IV.



sesuai tahapannya. 13. Monitor vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon klien saat latihan. 14. Latih klien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan. 15. Ajarkan klien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan. 16. Dampingi dan bantu klien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan klien. 17. Beri asuhan keperawatan dengan teknik bersih dan steril. 18. Anjurkan klien dan keluarga menjaga area balutan luka tetap bersih dan kering. 19. Ajarkan dan anjurkan keluarga cuci tangan menggunakan sabun atau handrub sebelum dan setelah menyentuh klien. Kolaborasi 20. Beri obat ketorolac 3x30 mg IV. 21. Beri antiobiotik ceftriaxone2x1 gr IV.



40



14 Dsmber Nyeri akut



1. Mengkaji tanda-tanda vital.



2020



2. Mengkaji nyeri secara komprehensif (lokasi



Kerusakan integritas kulit Hambatan mobilitas fisik Resiko infeksi



S: 1. Klien mengatakan masih sakit pada daerah operasi saat bergerak, skala 4, hilang timbul.



nyeri, durasi, frekuensi, kualitas dan skala).



2. Klien mengatakan sudah bisa duduk, turun dari tempat tidur



3. Mengkaji reaksi nonverbal klien.



dan jalan ke kamar mandi.



4. Memberikan posisi yang nyaman. 5. Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam



3. Klien dan keluarga mengatakan akan mencuci tangan dan menjaga lingkungan tetap bersih.



6. Menganjurkan melakukan teknik relaksasi



4. Klien mengatakan sudah bisa makan sendiri.



nafas dalam bila nyeri. 7. Mengkaji keadaan luka. 8. Mengkaji tanda-tanda infeksi pada luka



O: 1. Tidak ada tanda infeksi (merah,pus, demam, nyeri,



operasi.



bengkak).



9. Memberikan pendidikan kesehatan terkait pentingnyaa mobilisasi dini setelah operasi. 10.Menganjurkan



klien



untuk



kemampuan



Suhu : 37°C.



melakukan



3. Nyeri tekan (+)



mobilisasi dini secara bertahap. 11.Mengkaji



2. TTV: TD: 120/80 mmHg, N: 80 x/menit, P: 20 x/menit,



klien



dalam



4. Klien tampak meringis kesakitan. 5. Klien tampak duduk di tempat tidur.



mobilisasi. 12.Mengajarkan klien dan keluarga tentang teknik mobilisasi dini sesuai tahapanya.



41



6. Tidak tampak rembesan pada balutan luka. A:



13.Memonitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon klien saat latihan. 14.Melatih klien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan.



1. Nyeri akut belum teratasi. 2. Resiko infeksi tidak terjadi. 3. Kerusakan integritas kulit belum teratasi. 4. Hambatan mobilitas fisik teratasi.



15.Mengajarkan klien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan. 16.Mendampingi



dan



bantu



klien



saat



mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan klien.



P: Lanjutkan intervensi 1. Kaji tanda-tanda vital. 2. Kaji nyeri secara komprehensif (lokasi nyeri, durasi, frekuensi, kualitas dan skala).



17.Memberikan asuhan keperawatan dengan teknik bersih dan steril.



3. Kaji reaksi nonverbal klien. 4. Anjurkan melakukan teknik relaksasi nafas dalam bila nyeri



18.Menganjurkan pasien dan keluarga menjaga area balutan luka tetap bersih dan kering. 19.Mengajarkan dan anjurkan keluarga cuci tangan menggunakan sabun atau handscrub sebelum dan setelah menyentuh klien.



5. Ganti balutan luka dengan tekhnik steril (GV). 6. Kaji keadaan luka. 7. Beri asuhan keperawatan dengan teknik bersih dan steril. 8. Anjurkan klien dan keluarga menjaga area balutan luka tetap bersih dan kering.



Kolaborasi 20.Memberikan obat ketorolac 3x30 mg IV. 21.Memberikan antiobiotik ceftriaxone 2x1 gr Kolaborasi



42



IV.



9. Beri obat ketorolac 3x30 mg IV.



15 Dsember Nyeri akut



1. Mengkaji tanda-tanda vital.



10. Beri antiobiotik ceftriaxone 2x1 gr IV. S:



2020



2. Mengkaji nyeri secara komprehensif (lokasi



1. Klien mengatakan verban sudah di ganti.



Kerusakan integritas kulit



nyeri, durasi, frekuensi, kualitas dan skala). Resiko infeksi



2. Klien dan keluarga mengatakan akan mencuci tangan dan



3. Mengkaji reaksi nonverbal klien. 4. Menganjurkan melakukan teknik relaksasi nafas dalam bila nyeri.



menjaga lingkungan tetap bersih. 3. Klien mengatakan nyeri sudah berkurang, skala 1. 4. Klien mengatakan hari ini sudah boleh pulang.



5. Mengganti balutan luka dengan tekhnik steril.



O:



6. Mengkaji keadaan luka.



1. Klien tampak rileks.



7. Memberikan asuhan keperawatan dengan 2. Tidak ada tanda-tanda infeksi (merah,pus, demam, nyeri, teknik bersih dan steril.



bengkak).



8. Menganjurkan klien dan keluarga menjaga 3. Luka tampak bersih dan kering. area balutan luka tetap bersih dan kering.



4. TTV: TD: 120/80 mmHg, N: 80X/menit, P: 20 x/menit, Suhu: 37oC.



Kolaborasi 9. Beri obat ketorolac 3x30 mg IV. 10.Beri antiobiotik ceftriaxone 2x1 gr IV. A:



43



1. Nyeri akut teratasi. 2. Resiko infeksi tidak terjadi. 3. Kerusakan integritas kulit teratasi. P: Intervensi dihentikan. Pasien BPL



44



BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kasus Terkait Teori Setelah



dilakukan



pengkajian



pada



kasus



yang



dipaparkan



sebelumnya, didapatkan data subjektif keluhan nyeri pada perut kanan bawah bekas operasi. Menurut Syamsuhidajat & Wong de jong (2010) nyeri timbul karena robeknya jaringan tubuh disebabkan oleh benda tajam atau tumpul yang membuat ujung–ujung saraf rusak atau terputus gejala klasik post appendiktomi adalah nyeri akut. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan post operasi menjadi diagnosis pertama pada pasien appendiktomi (SDKI, 2015). Alasan Nyeri akut diambil sebagai diagnosis pertama dikarenakan post operasi klien merasakan nyeri berat dan kerusakan jaringan kulit. Tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan klien mengatakan nyeri berkurang, tanda-tanda vital dalam batas normal, klien tampak tenang (rileks). Nyeri akan berkurang apabila ada intervensi secara farmakologi dan non-farmakologi (Smeltzer & Bare, 2012). Keluhan utama klien mengatakan nyeri pada daerah bekas operasi. Setiap pembedahan selalu berkaitan dengan insisi atau sayatan yang merupakan trauma atau kekerasan bagi penderita yang menimbulkan berbagai keluhan dan gejala. Salah satu keluhan yang sering ditemukan adalah nyeri (Sjamsuhidayat, 2010 ). Hal ini sesuai dengan teori bahwa nyeri pasca operasi disebabkan oleh luka operasi (Dermawan, 2010). Pada kasus Ny. N juga di dapatkan data adanya luka post appendiktomi, nyeri pada luka operasi data ini disebabkan karena adanya tindakan pembedahan yang mengakibatkan kerusakan integritas kulit dan jaringan. Diagnosis kedua kerusakan atau gangguan integritas kulit/jaringan ini berhubungan dengan adanya luka operasi. Tujuan dari diambilnya diagnosis keperawatan agar integritas kulit/jaringan segera teratasi dengan kriteria hasilnya elastisitas kulit lembab dan baik, hidrasi baik, perfusi jaringan baik (SDKI, 2015). Jaringan tubuh setelah dioperasi akan kembali normal, proses regenerasi jaringan akan cepat jika luka post operasi dirawat



45



dengan baik dan nutrisi tercukupi sesuai kebutuhan sehingga antara fakta dan teori ada kesamaan (Samsuhidayat & Wong de jong, 2010). Diagnosis keperawatan yang ketiga adalah hambatan mobilitas fisik didapatkan data yaitu klien mengatakan badan masih lemas, nyeri pada luka operasi dan aktivitas dibantu keluarga setelah post operasi appendiktomi. Diagnosis hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidaknyamanan (nyeri) didapatkan data dari keluhan yang dirasakan oleh klien, dimana keberadaan nyeri pada klien dapat mencetuskan masalah keperawatan yang lain seperti gangguan pola tidur, defisit perawatan diri, ansietas dan ketidakberdayaan, hambatan mobilitas fisik atau nyeri yang dialami klien menyebabkan klien tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari (seperti toileting, makan, minum) secara mandiri (Prasetyo, 2010). Diagnosis keempat adalah risiko infeksi dimana di dapatkan data pada kasus yaitu adanya luka post appendiktomi, luka bersih, tidak merembes dan tidak bengkak. Infeksi luka operasi merupakan luka yang disebabkan karena faktor invasive.Infeksi merupakan kejadian ketika mikroorganisme mendapatkan akses ke area tubuh yang terkna atau yang dibedah, kemudian imbul berkali-kali lipat dalam jaringan. Risiko infeksi berhubungan dengan port de entry atau pintu masuknya kuman. Tujuan dan kriteria hasilnya agar tidak terjadi infeksi yang ditandai dengan tidak ada tanda-tanda infeksi seperti kalor, dolor, rubor, tumor dan fungsileosa (SDKI, 2015). Diagnosis keperawatan ini ditegakkan karena pada kasus klien memiliki resiko mengalami infeksi pada luka post appendiktomi dan belum didapatkan tandatanda infeksi pada kasus. Pada kasus Ny. N tidak terjadi tanda-tanda infeksi pada daerah luka post operasinya. 4.2. Analisis Kasus Klien Ny. N.R (28 tahun) didiagnosis appendisitis akut kemudian dilakukan pembedahan appendiktomi berupa pengobatan melalui prosedur tindakan operasi untuk pengangkatan usus buntu yang terinfeksi. Klien merupakan seorang ibu rumah tangga dan tergantung dari suami yang cenderung kurang mandiri sehingga nyeri yang dirasakan lebih terlihat berat.



46



Menurut Carpenito (2012), 90% klien post operasi pasti akan mengalami nyeri akut karena proses adanya insisi jaringan kulit. Berdasarkan pengamatan dan berbagai sumber penelitian klien yang akan dilakukan tindakan pembedahan mengalami nyeri yang meningkat hingga operasi dikerjakan bahkan hingga operasi selesai dilakukan klien merasa nyeri, klien tidak menggerakkan anggota tubuh guna meninimalkan rasa nyeri pada area luka operasi. Kejadian nyeri akut akan dialami oleh semua orang yang dilakukan operasi/pembedahan. Pada umumnya ditemukan pada klien yang dilakukan tindakan pembedahan atau operasi yang lebih dikenal dengan klien post operasi. Operasi merupakan tindakan yang telah memutus jaringan atau mungkin pembuluh darah yang mungkin akan menimbulkan berbagai macam efek pasca bedah seperti nyeri. Terjadinya efek pembedahan tersebut disebabkan berbagai macam hal, salah satu pengobatan non-farmakologi yang dapat dilakukan adalah dengan teknik relaksasi nafas dalam. 4.3. Analisis Evidence Based Nursing (EBN) Sesuai dengan realita yang terjadi bahwa hal ini banyak ditemukan dilapangan, klien yang mengalami nyeri akibat proses pembedahan sebanyak 80% mengeluh nyeri. Nyeri merupakan suatu keluhan yang sering terjadi ataupun dialami oleh penderita post operasi adalah nyeri akut yang diakibatkan oleh luka insisi post operasi (Potter & Perry, 2012). Penanganan nyeri biasanya hanya diberikan pengobatan farmakologi saja sedangkan pemberian non-farmakologi tidak diperhatikan dalam keperawatan padahal salah satu penanganan perawat yang perlu diperhatikan yaitu pemberian terapi non-farmakologi (Satrio, 2013). Terapi non-farmakologi belum banyak diterapkan oleh perawat dirumah sakit padahal perawat banyak mendapat kesempatan dibandingkan oleh tenaga kesehatan dalam penanganan nyeri. Relaksasi nafas dalam merupakan suatu tindakan untuk membebaskan mental maupun fisik dari ketegangan dan stres sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri (Andarmoyo, 2013). Perawat dengan menggunakan pengetahuannya dapat mengatasi masalah nyeri setelah operasi bedah baik secara mandiri maupun



47



berkolaborasi dalam pemberian obat sehingga dapat mengatasi masalah nyeri salah satunya latihan nafas dalam yaitu bentuk latihan nafas yang terdiri dari pernapasan abdominal (diafragma) dan pursed lip breathing (Lusianah, Indaryani, & Suratun, 2012) dengan menggunakan terapi non-farmakologi yaitu relaksasi nafas dalam. Relaksasi nafas dalam merupakan salah satu bentuk asuhan keperawatan yang dalam hal ini perawat mengajarkan klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas secara perlahan. Relaksasi nafas dalam dapat meningkatkan ventilisasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah. Tujuan dari teknik nafas dalam menurut Lusianah, Indaryani & Suratun (2012), yaitu untuk mengatur frekuensi pola nafas, memperbaiki fungsi diafragma, menurunkan kecemasan, meningkatkan relaksasi otot, mengurangi udara yang terperangkap, meningkatkan inflasi alveolar, memperbaiki kekuatan otot-otot pernapasan, dan memperbaiki mobilitas dada dan vertebra thorakalis. Selain itu relaksasi nafas dalam mempengaruhi klien yang mengalami nyeri kronis. Otak yang relaksasi itulah yang akan merangsang tubuh untuk menghasilkan hormon endorfin untuk menghambat transmisi impuls nyeri ke otak dan dapat menurunkan sensasi terhadap nyeri yang akhirnya menyebabkan intensitas nyeri yang dialami responden berkurang (Widiatie, 2015). Relaksasi nafas dalam dapat mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh dan kecemasan yang dapat menghambat stimulus nyeri. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan (Kusumawati, 2010). Teknik relaksasi nafas dalam dipercaya mampu merangsang tubuh untuk melepaskan opoid endogen yaitu endorfin dan enkefalin. Endorfin dan enkefalin merupakan substansi di dalam tubuh yang berfungsi sebagai inhibitor terhadap transmisi nyeri (Smeltzer & Bare, 2012). Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi napas dalam terletak pada fisiologi sistem saraf otonom yang merupakan bagian dari sistem saraf perifer yang mempertahankan homeostasis lingkungan internal individu (Azizah, Zumrotun, Fanianurul, & Nisa, 2015).



48



4.4. Alternatif Pemecahan Masalah Pendidikan kesehatan atau edukasi terkait latihan relaksasi nafas dalam seharusnya dilakukan sebelum pembedahan agar klien setelah operasi mampu melakukan dan menjadi salah satu alternatif perawatan setelah klien melakukan operasi appendiktomi khususnya dan bedah apapun pada umumnya. Selain cara ini merupakan tindakan keperawatan terutama perawat bedah dan tindakan ini dapat meminimalkan kecemasan pada klien setelah operasi serta klien dapat termotivasi untuk melakukan relaksasi nafas dalam guna mengurangi rasa nyeri post operasi. Pada penerapan relaksasi nafas dalam masih ada beberapa kendala terkait tindakan ini yaitu kurangnya dukungan keluarga untuk melatih klien setelah operasi dilakukan. Relaksasi nafas dalam dapat ditawarkan kepada perawat bedah digestif khususnya dalam menangani klien dengan post appendiktomi yaitu melibatkan keluarga klien dalam pendidikan kesehatan terkait relaksasi nafas dalam setelah operasi. Diharapkan setelah adanya contoh sederhana ini, keluarga dan klien termotivasi untuk melakukan relaksasi nafas dalam setelah operasi apapun untuk mengurangi nyeri.



49



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN Berdasarkan uraian dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 5.1.1. Appendisitis merupakan penyakit pada masyarakat perkotaan dan perkampungan akibat pola makan yang kurang sehat yaitu makanan yang tinggi lemak dan rendah serat. Hal tersebut menyebabkan tumbuhnya jaringan limfoid, fekalit saluran gastrointestinal dan klien dengan appendisitis diperlukan tindakan operasi appendiktomi. 5.1.2. Tindakan appendiktomi dapat menimbulkan masalah kerusakan integritas kulit, nyeri akut dan resiko infeksi. Intervensi keperawatan berupa pemberian teknik relaksasi nafas dalam secara bertahap keuntungan untuk mengurangi nyeri akut post operasi appendiktomi. 5.1.3. Implementasi inovasi yang dilakukan pada klien Ny. N adalah melakukan teknik relaksasi nafas dalamdan didapatkan hasil bahwa klien yang menderita nyeri post appendiktomi mengalami penurunan tingkat nyeri dari nyeri sedang menjadi nyeri ringan. Klien juga mengatakan dengan melakukan teknik relaksasi nafas dalam dapat membantu klien merasa lebih rileks. 5.1.4. Relaksasi nafas dalam merupakan tindakan non-farmakologi yang mudah dan murah sehingga dapat dilakukan oleh siapapun pada klien post operasi guna menurunkan nyeri appendiktomi. 5.2. SARAN 5.2.1. Bagi Mahasiswa Keperawatan. Dapat digunakan sebagai referensi dan dapat menambah pengetahuan tentang intervensi inovasi salah satunya teknik relaksasi nafas dalam untuk membnatu mengontrol/mengurangi nyeri. Mahasiswa juga harus lebih banyak belajar dan mencari referensi lebih banyak baik dari buku maupun dari jurnal penelitian terbaru mengenai teknik relaksasi.



50



5.2.2. Bagi Penulis Selanjutnya. Dapat melakukan relaksasi sesuai dengan bagan protokol yang ada.Selain itu penulis selanjutnya dapat mencari jurnal yang lebih banyak dengan metode yang lebih baru lagi sehingga didapatkan hasil penulisan yang lebih optimal yang dapat memberi informasi yang lebih luas lagi kepada pembaca. 5.2.3. Bagi Institusi Rumah Sakit. Seharusnya menambah sumber daya perawat khususnya perawat bedah sebaiknya dapat memberikan latihan teknik relaksasi nafas dalam sebagai pengobatan non-farmakologi untuk mengurangi nyeri pada klien setelah operasi appendiktomi khususnya dan klien bedah lainnya pada umumnya. Perawat bedah juga supaya dapat menjadi masukan lebih kreatif lagi dalam menyusun asuhan keperawatan khususnya dalam memberikan intervensi keperawatan sesuai dengan penelitian terbaru. 5.2.4. Bagi Institusi Pendidikan. Seharusnya memberikan tambahan informasi dan masukan kepada mahasiswa mengenai penggunaan inovasi teknik relaksasi nafas dalam sebagai salah satu cara untuk mengurangi nyeri serta mempraktikkan di laboratorium keperawatan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih.



51



DAFTAR PUSTAKA Andarmoyo, S. (2013). Pemberian Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Post Operasi Appendiktomy. Karanganyar. Diakses 10 Desember 2020. Aulawi, K. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha Publishing. Azizah, N. dkk. (2015). Teknik Relaksasi Nafas Dalam Dan Terapi musik Sebagai Upaya Penurunan Intensitas Nyeri Haid (Dysmenorrhea). Diakses 14 Desember 2020. Bhangu, A. dkk. (2017). Acute Appendicitis Modern Understanding of Pathogenesis, Diagnosis, and Management. Black, J.M. & Hawks, J.H. (2014). Medical surgical nursing clinical management for positive outcomes. (7th ed). St.Louis, Missouri: Elsevier Saunders. Carpenito, L.J. (2012). Diagnosis Keperawatan: Buku saku edisi 13. Jakarta: EGC. Chandra, K. (2013). Efektifitas Relaksasi Nafas Dalam Dan Guided Imagery Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Post Operasi Sectio Caesare Di Irna Blu RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou. Diakses 14 Desember 2020. Demir, Y. (2012). Non-Pharmacological therapies in Pain Management. Turkey. Dermawan, D. & Rahayuningsih, T. (2010). Keperawatan Medikal Bedah (Sistem Pencernaan). Yokyakarta: Gosyon Publishing. Doenges, Marilynn E. (2014). Nursing diagnosis manual. F. A. Davis Company. Philadelphia.



Herdman, T. Heather. (2012). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC. Haryono, Rudi. (2012). Keperawatan Medical Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta: Gosyen Publisher. Kusumawati. (2010). Buku Ajar Keperawtan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika. Lusianah, Indaryani, E.D. & Suratun. (2012). Prosedur Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media. Mansjoer, A. (2010). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: EGC. Pinandita, I., Purwanti, E. & Utoyo, B. (2012). Pengaruh Teknik Relaksasi Genggam Jari Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Laparatomi, Jurusan Keperawatan STIKes Muhammadiyah Gombong. (Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No.1, Februari 2012). Prasetyo, S.N. (2010). Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Graha Ilmu. Potter, P.A., & Perry, A.G. (2012). Fundamental keperawatan buku 3 edisi 7. Diterjemahkan oleh Diah Nur Fitriani, Onny Tampubolon dan Farah Diba Jakarta: Salemba Medika. Pristahayuningtyas, C.Y. (2016). Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap Perubahan Tingkat Nyeri Klien Post Operasi Appendektomi di Rumah Sakit Baladhika HusadaKabupaten Jember.e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. 4. Diakses 14 Desember 2020.



Satrio. (2013). Penurunan Tingkat Nyeri Pasien Post Op Appendicitis, lamongan. Diakses 14 Desember 2020. Sjamsuhidajat, R. dkk. (2011). Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi 3. Jakarta: EGC. Smeltzer, Suzanne C. & Brenda, G. Bare. (2012). Buku ajar keperawatan medikal bedah: Brunner Suddarth, Alih bahasa: Agung Waluyo, dkk. Vol. 1. Jakarta: EGC. Tim Kemenkes RI (2018). Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar. Kemenkes RI, Jakarta. Tim Pokja SDKI. (2015). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Tim RM RSUD Jayapura. (2020). Dokumen Rekam Medik RSUD Jayapura. Tomy. (2017). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas dalam Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Pada Lansia. Dipulikasikan tanggal 6 juni 2020. Tsamsuhidayat & Wim De Jong. (2010). At a Glance Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: Erlangga. Waisani, S. (2020). Studi Kasus. Penurunan Intensitas Skala Nyeri Pasien Appendiks Post Appendiktomi Menggunakan Teknik Relaksasi Benson. Ners Muda. Vol 1 No 1. Diakses 23 Desember 2020. WHO, (2019). Current Issues Appendiktomi. http:www//who.int.com. Diakses 16 Desember 2020. Wilkinson & Ahern. (2013). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan: Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif (edisi 9). Jakarta: EGC.



Widiatie, W. (2015). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Ibu Post Sectio Sesarea Di Rumah Sakit Unipdu. Jombang: Medika. Williams. (2011). Nursing: Menafsirkan Tanda-Tanda Dan Gejala Penyakit. PT. Indeks Jakarta. Yusrizal. (2012). Pengaruh Teknik Relaksasi Napas Dalam dan Masase terhadapPenurunan Skala Nyeri pada Pasien Apendiktomi di Ruang BedahRSUD DR. M. Zein Painan Tahun 2012. Diakses 14 Desember 2020.



Lampiran 1 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR RELAKSASI NAFAS DALAM / DEEP BREATHING EXERCISE



Definisi



Deep breathing exercise merupakan latihan pernapasan dengan teknik bernapas secara perlahan dan dalam, menggunakan otot diafragma, sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh.



Tujuan



1. Untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta mengurangi kerja pernafasan. 2. Meningkatkan inflasi alveolar maksimal, relaksasi otot dan menghilangkan ansietas dan menurunkan nyeri. 3. Mencegah pola aktifitas otot pernapasan yang tidak berguna, melambatkan frekuensi pernapasan, mengurangi udara yang terperangkap serta mengurangi kerja bernafas.



Indikasi Kontra Deep



dan 1. Indikasi Indikasi



Dapat diberikan kepada seluruh penderita dengan status pasien



breathing



yang hemodinamik stabil, klien CHF II dan III, klienpost



exercise



operasi. 2. Kontraindikasi Klien mengalami perubahan kondisi nyeri berat, sesak nafas berat dan emergency, asma.



Tahap Persiapan a. Persiapan Perawat: perawat harus siap dan tahu cara (4 persiapan)



melakukan latihan relaksasi nafas dalam. b. Persiapan alat: Bantal sesuai kebutuhan dan kenyamanan klien, Tempat tidur dengan pengaturan sesuai kenyamanan klien. c. Persiapan klien: kontrak topik, waktu, tempat dan tujuan dilaksanakan latihan nafas/deep breathing exercise d. Persiapan lingkungan : ciptakan lingkungan yang nyaman bagi klien, jaga privacy klien.



Fase Orientasi



1. Mengucapkan salam terapeutik kepada Klien. 2. Memperkenalkan diri bila pertemuan pertama kali. 3. Menjelaskan kepada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilakukan. (selama berkomuikasi gunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak mengancam). 4. Inform consent (memvalidasi kembali) apakah klien setuju dilakukan tindakan atau tidak. 5. Klien diberikan kesempatan kepada klien atau keluarga jika ada hal yang ingin ditanyakan terkait prosedur tindakan. 6. Membuat kontrak waktu dengan klien.



Fase kerja (tahap 1. Mencuci tangan sesuai dengan prosedur. kerja)



2. Mengatur posisi yang nyaman bagi klien dengan posisi setengah duduk di tempat tidur atau di kursi atau dengan posisi lying position (posisi berbaring) di tempat tidur atau di kursi dengan satu bantal. 3. Memfleksikan (membengkokkan) lutut klien untuk merilekskan otot abdomen. 4. Meminta klien untuk menarik nafas dalam melalui hidung, menjaga mulut tetap tertutup. Hitunglah sampai 3 selama inspirasi. 5. Meminta klien untuk berkonsentrasi dan merasakan gerakan naiknya abdomen sejauh mungkin, tetap dalam kondisi rileks dan cegah lengkung pada punggung. Jika ada kesulitan menaikkan abdomen, tarik nafas dengan cepat, lalu nafas kuat melalui hidung. 6. Meminta klien untuk menghembuskan udara melalui bibir, seperti meniup dan ekspirasikan secara perlahan dan kuat sehingga terbentuk suara hembusan tanpa mengembungkan pipi, teknik pursed lip breathing ini menyebabkan resistensi pada pengeluaran udara paru, meningkatkan tekanan di bronkus (jalan



napas utama) dan meminimalkan kolapsnya jalan napas yang sempit. 7. Meminta klien untuk berkonsentrasi dan merasakan turunnya abdomen ketika ekspirasi. Hitunglah sampai 7 selama ekspirasi. 8. Menganjurkan klien untuk menggunakan latihan ini dan meningkatkannya secara bertahap 5-10 menit. Latihan ini dapat dilakukan dalam posisi tegap, berdiri, dan berjalan. 9. Merapikan lingkungan dan kembalikan klien pada posisi semula. 10.Membereskan alat. 11.Mencuci tangan. Tahap terminasi



1. Tanyakan perasaan kliensetelah dilakukan tindakan teknik relaksasi nafas dalam. 2. Akhiri kegiatan dengan memberikan reward atau mengucapkan terima kasih kepada klien. 3. Diskusikan kontrak waktu selanjutnya dengan klien. 4. Mengucapkan salam terapeutik. 5. Catat hari tanggal waktu dilakukan tindakan, serta identitas klien dan nama perawat. 6. Catat tindakan yang dilakukan serta hasil dan respon klien pada catatan perkembangan



Sumber referensi : Lusianah, Indaryani and Suratun (2012)



Lampiran 2



Dokumentasi Pengkajian dan Pelaksanaan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Pada klien.



Penulis



sedang



Appendiktomi.



melakukan



Pengkajian



Pada



klien



Post



Operasi



Penulis sedang melakukan dokumnetasi hasil pengukuran tanda-tanda vital kliendan pengkajian fisik pada klien.



Klien sedang melakukan tindakan relaksasi nafas dalam dibimbimg Oleh Penulis



Penulis sedang mengajarkan untuk purst lift breathing pada saat mengeluarkan nafas lewat mulut.



Lampiran 3 Laporan Pembedahan Apendiktomi Langkah – Langkah Pembedahan Apendiktomi (laporan Operasi) 1. Informed



consent,



posisi



klien



supine-spinal



profilaksis. 2. Betadine 3. Insisi Gridinen Didapatkan :  APP letak antecaecal, merah meradang, fecalith  Perforasi (tidak ada) Lakukan:  Lakukan apendictomi double ligase  Cuci cavum abdomen sampai bersih 4. Rawat perdarahan 5. Luka pada operasi di jahit lapis demi lapis •



Infus RL : DS



2:3







Injeksi Ceftriaxone



2x 1 grm







Injeksi ketorolac



3x1 ampul







Injeksi ranitidine



2 x 1 ampul







Sadar baik kembali ke ruangan.



anestesi–antibiotik



LEMBAR KONSULTASI Nama



: Suhaini Sudding



NIM



: 2019086026031



Pembinbing I : Angela Librianty Thome, S.Kep., Ns., M.Kep No Tanggal 1 9 Desember 2020



2



3



Uraian Bimbingan -



Konsultasi Judul KIAN



-



ACC Judul KIAN



2020



-



Konsultasi Bab 1 & 2



14



-



Gunakan data yang



13Desember



desember 2020



terupdate -



Perbaiki sistematika penulisan



-



Tambahkan Keuntungan & Kerugian Teknik Relaksasi Nafas Dalam



4



19 &22 Desember 2020



-



Revisi Bab 3,4 & 5



Dokumentasi



Paraf



5



28Desember 2020



- Perbaiki sistematika penulisan



6



29Desember 2020



- Perbaiki sistematika penulisan - Tambahkan keuntungan teknik relaksasi nafas dalam



7



3 Januari 2021 - Revisi Bab 4 &5



8



4 Januari 2021 - Perbaiki sistematika penulisan



9



7 Januari 2021 - Revisi Bab 4 & 5



10



8 Januari 2021 - Revisi Daftar Pustaka



11



9 Januari 2021 - ACC



LEMBAR KONSULTASI Nama



: Suhaini Sudding



NIM



: 2019086026031



Pembimbing II : Ramadhan T. Sugiharno, S.Kep., Ns., M.Kep No



Tanggal



Uraian Bimbingan



Dokumentasi



Paraf



1



6 Desember 2020



- Konsultasi Judul KIAN - ACC Judul KIAN



2



13Desember 2020



3



- Konsul Bab I & 2



19desember 2020



- Revisi Bab 1 dan 2 - Tambahkan Definisi Appendisitis dan peran perawat.



4



20 Desember



- Revisi Bab 1 & 2



2020



5



22Desember 2020



6



- Konsul Bab 3,4 & 5



27Desember 2020



- Rapikan sistematika penulisan



7



28 Desember



- Revisi Bab 3,4,& 5



2020



8



29 Desember 2020



- Lengkapi kata pengantar, Daftar pustaka,dan dokumentasi.



9



03 Januari 2021



- ACC