A3 KLP 11 MIOMA UTERI [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN MIOMA UTERI Tugas pada Mata Kuliah Keperawatan Maternitas PSIK Ners Reg A3 semester 1



Koordinator Mata Kuliah : Ns. Sutrisari Sabrina Nainggolan, S.Kep., M.Kes., M.Kep Disusun oleh : Fingkan Pratiwi Junika 20149011219 Fatrecia Ari Hartati 20149011204



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA PALEMBANG 2020



LAPORAN PENDAHULUAN MIOMA UTERI A. Pengertian Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibromioma uteri, ieiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini merupakan neoplasma jinak yang sering ditemukan pada traktus genitalia wanita, terutama wanita sesudah produktif (menopause). Mioma uteri jarang ditemukan pada wanita usia produktif tetapi kerusakan reproduksi dapat berdampak karena mioma uteri pada usia produktif berupa infertilitas, abortus spontan, persalinan premature dan malpresentasi (Aspiani, 2017) B. Etiologi Menurut aspiani ada beberapa faktor yang diduga kuat merupakan faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu : 1. Umur Ditemukan sekitar 20% pada wanita usia produktif dan sekitar 40%-50% pada wanita usia diatas 40 tahun. Mioma uteri jarang ditemukan sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid). 2. Hormone endogen (endogonus hormonal) Konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi daripada jaringan miometrium normal. 3. Riwayat keluarga Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. 4. Makanan Dilaporkan bahwa daging sapi, daging setengah matang, dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran hijau menurunkan insiden mioma uteri. 5. Kehamilan Dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar estrogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Hal ini mempercepat pembesaran mioma uteri. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin



berhubugan dengan respond an faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesterone, dan faktor pertumbuhan epidermal. 6. Paritas Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara dibandingkan dengan wanita yang mempunyai riwayat melahirkan satu kali atau dua kali. Faktor terbentuknya tumor : 1. Faktor internal Merupakan faktor yang terjadinya reflikasi pada saat sel-sel yang mati diganti oleh sel yang baru merupakan kesalahan genetika yang diturunkan dari orang tua. Kesalahan ini biasanya mengakibatkan kanker pada usia dini. Jika seorang ibu mengidap kanker payudara, tidak serta merta semua anak gadisnya akan mengalami hal yang sama. Karena sel yang mengalami kesalahan genetic harus mengalami kerusakan terlebih dahulu sebelum berubah menjadi sel kanker. Secara internal, tidak dapat mencegah namun faktor eksternal dapat dicegah. Menurut WHO, 10%015%



kanker disebabkan oleh faktor internal dan 85%



disebabkan oleh faktor eksternal (Apiani, 2017). 2. Faktor eksternal Faktor ekternal yang dapat merusak sel adalah virus, polusi udara, makanan, radiasi dan berasala dari bahan kimia, baik bahan kimia yang ditambahkan pada makanan ataupun bahan makanan yang berasal dari polusi. Bahan kimia yang ditambahkan dalam makanan seperti pengawet dan pewarna makanan cara memasak juga dapat mengubah makanan menjadi senyawa kimia yang berbahaya. Kuman yang hidup dalam makanan juga dapat menyebarkan racun, misalnya aflatoksin pada kacang kacangan, sangat erat hubungannya dengan kanker hati. Makin sering tubuh terserang virus maka semakin besar kemungkinan sel normal menjadi sel kanker. C. Gejala mioma uteri Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari llokasi, arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 20-5-% saja mioma uteri menimbulkan keluhan sedangkan sisanya tidak mengeluhkan apapun. Hipermenore,



menonmetroragia merupakan gejala klasik dari mioma uteri. Dari penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 penderita ditemukan 44% gejala perdarahan, yang paling sering adalah jenis mioma submukosa, sekitar 65% wanita dengan mioma mengeluh dismenore, nyeri perut bagian bawah serta sakit pinggang. Tergantung dari lokasi dan arah pertumbuhan mioma, maka kandung kemih, ureter, dan usus dapat terganggu. Dimana peneliti melaporkan keluhan disuri 14%, keluhan obstipasi 13%. Mioma uteri sebagai penyebab infertilitas hanya dijumpai pada 2-10% kasus. Infertilitas terjadi bila mioma uteri menghalangi pembesaran uterus. Dimana menyebabkan kontraksi uterus yang abnormal dan mencegah terlepas atau tertahannya uterus didalam panggul (Goodwin, 2009). 1. Massa di perut bawah Penderita mengeluhkan merasa adanya massa atau benjolan di perut bagian bawah. 2. Perdarahan abnormal Diperkirakan 30% wanita dengan mioma uteri mengalami kelainan menstruasi, menoragia atau menstruasi yang lebih sering. Tidak ditemukan bukti yang menyatakan perdarahan ini berhubungan dengan peningkatan luas permukaan endometrium atau kkarena meningkatnya insiden disfungsi ovulasi. 3. Nyeri perut Gejala nyeri tidak khas untuk mioma, walaupun sering terjadi. Hal ini timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai dengan nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosa yang akan dilahirkan, pada pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan dismenore. Dapat juga rasa nyeri disebabkan karena torsi mioma uteri yang bertangkai. Dalam hal ini sifatnya akut, disertai dengan rasa nek dan muntah-muntah. Pada mioma yang sangat besar, rasa nyeri dapat disebebkan karena tekanan pada syaraf yaitu pleksus uterovaginalis menjalar ke pinggang dan tungkai bawah (Pradhan. 2006). 4. Pressure effects (efek tekanan) Pembesaran mioma dapat menyebabkan adanya efek tekanan pada organ sekitar uterus. Gejala ini merupakan gejala yang tak biasa dan sulit untuk dihubungkan



langsung dengan mioma. Penekanan pada kkandung kencing, pollakisuria dan dysuria. Bila utera tertekan bias menimbulkan retensio urinae, bila berlarut-larut dapat menyebabka hydroureteronephrosis. Tekanan pada rectum tidak begitu besar, kadang-kadang menyebabkan konstipasi atau nyeri saat defekasi. 5. Penurunan kesuburan dan abortus Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan kesuburan masih belum jelas. Penurunan kkesuburan dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars intertilitas tuba, sedangkan mioma submukosa dapat memudahkan terjadinya abortus karena distorsi rongga uterus. D. Patofisiologi Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam miometrium dan lambat laun membesar



karena



pertumbuhan



miometrium



mendesak



menyusun



semacam



pseudokapsula atau sampai semua mengelilingu tumor didalam uterus mungkin terdapat satu mioma, akan tetapi mioma biasanya banyak. Bila ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam korpus uteri maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila terletak pada dinding depan uterus mioma dapat menonjol kedepan sehingga menekan dan mendorong kandung kemih keatas sehingga sering menimbulkan keluha miksi (Aspiani, 2017). Secara makroskopis, tumor ini biasanya berupa massa abu-abu putih, padat, berbatas tegas dengan permukaan potongan memperlihatkan gambaran kumparan yang khas. Tumor mungkin hanya satu, tetapi umumnya jamak dan tersebar di dalam uterus, dengan ukuran berkisar dari benih kecil hingga neoplasma massif yang juah lebih besar daripada ukuran uterusnya. Sebagian terbenam didalam miometrium, sementara yang lain terletak tepat dibawah endometrium (subkumosa) atau tepat dibawah serosa (subserosa). Terakhir membentuk tangkai, bahkan kemudian melekat ke organ sekitarnya, dimana tumor tersebut mendapat pasokan darah dan kemudian membebaskan diri dari uterus untuk menjadi lemioma “parasitic”. Neoplasma yang berukuran besar memperlihatkan focus nekrosis iskemik disertai daerah perdarahan dan perlunakan kistik, dan setelah menopause tumor menjadi padat kolagenosa, bahkan mengalami kalsifikasi (Robbins, 2007)



Hormonal, usia, paritas, herediter, obesitas Reseptor estrogen Hyperplasia sel imatur (otot polos dan jaringan ikat)



Mioma Uteri



Myoma intramural



myoma submukosum



myoma subserosum



Tanda/Gejala



Perdarahan Pervaginam Massa



suhu tubuh



Proses nekrosis



informasi mengenai



tindakan operasi



penyakit HB



gangguan



Anemia



nyeri akibat inflamasi



keseimbangan



Ansietas Nyeri akut



cairan penekanan organ sekitar Syok hipovolemik



vesika urinaria pola eliminasi urin



Retensi urin



rektum pola eliminasi alvi



Konstipasi



E. Komplikasi 1. Perdarahan sampai terjadi anemia 2. Torsi tangkai mioma dari : mioma uteri subserosa, mioma uteri subkumosa. 3. Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi. 4. Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan. Pengaruh mioma terhadap kehamillan : a. Infertilitas b. Abortus c. Persalinan prematuritas dan kelainan letak d. Inersia uteri e. Gangguan jalan persalinan f. Perdarahan post partum g. Retensi plasenta Pengaruh kehamilan terhadap mioma uuteri : a. Mioma cepat membesar karena merangsang estrogen b. Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai F. Pemeriksaan diagnostic 1. USG untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan CT Scan ataupun MRI, tetapi keua pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG. 2. Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola gemanya pada beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga bergabung dengan uterus, lebih lanjut uterus membesar dan berbentuk tak teratur. 3. Foro BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter. 4. Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai dengan infertilitas. 5. Laparoskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis



6. Laboratorium, darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi hati. Ureum, kreatinin darah. 7. Tes kehamilan G. Pengkajian keperawatan 1. Pengkajian a. Anamnesa 1) Identitas klien yang meliputi nama, jenis kelamin, agama,suku bangsa, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, alamat. 2) Identitas penanggugjawab meeliputi nama, umur, jenis kelamin, hubungan dengan keluarga, pekerjaan, alamat. 2. Riwayat kesehatan a. Keluhan utama, keluhan yang paling utama dirasakan oleh pasien mioma uteri. Misalnya timbul bejolan diperut bagian bawah yang rekatif lama, kadangkadang disertai gangguan haid. b. Riwayat penyakit sekarang, keluhan yang dirasakan oleh ibu penderita mioma saat dilakukan pengkajian, seperti rasa nyeri karena terjadi tarikan, manipulasi jaringan organ. Rasa nyeri setelah bedah dan adapun yang perlu dikaji pada rasa nyeri adalah skala nyeri, lokasi nyeri, itensitas nyeri, waktu dan durasi serta kualitas nyeri. c. Riwayat penyakit dahulu, tanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita dan jenis pengobatan yang dilakukan oleh pasien mioma uteri, tanyakan penggunaan obat-obatan, riwayat alergi, kehamilan dan riwayat persalinan dahulu, penggunaan alat kontrasepsi, pernah dirawat/dioperasi sebelumnya. d. Riwayat penyakit keluarga, tanyakan kepada keluarga apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit keturunan seperti diabetes mellitus, hipertensi, jantung, penyakit kelainan darah dan riwayat kelainan kembar serta penyakit mental. e. Riwayat obstetric, untuk mengetahui riwayat obstetric pada pasien mioma uteri yang perlu diketahui adalah :



1) Keadaan haid, tanyakan tentang riwayat menarhae dan haid terakhir. Sebab mioma uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarche dan megalami atrofi pada masa menopauase. 2) Riwayat kehamilan dan persalinan, kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri. Dimana mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan dengan hormone estrogen, pada masa ini dihasilkan dalam jumlah yang besar. f. Faktor psikososial 1) Tanyakan tentang persepsi pasien mengenai penyakitnya, faktor-faktor budaya yang mempengaruhi, tingkat pengetahuan yang dimiliki pasien mioma uteri, dan tanyakan mengenai seksualitas dan perawatan yang pernah dilakukan oleh pasien mioma uteri. 2) Tanyakan tentang konsep diri : body image, ideal diri, harga diri, peran diri,personal identity, keadaan emosi, perhatian dan hubungan terhadap orang lain atau tetangga, kegemaran atau jenis kegiatan yang disukai oleh pasien mioma uteri, mekanisme pertahanan diri, dan interaksi social pasien mioma uteri dengan orang lain. g. Pola kebiasaan sehari-hari, pola nutrisi sebelum dan sesudah mengalami mioma uteri, yang harus dikaji adalah frekuensi, jumlah, tanyakan perubahan nafsu makan yang terjadi. h. Pola eliminasi, tanyakan tentang frekuensi, waktu, konsistensi, warna, BAB terakhir. Sedangkan pada BAK yang harus dikaji adalah frekuensi, warna, dan bau. i. Pola aktivitas, latihan dan bermain, tanyakan jenis kegiatan dan pekerjaannya, jenis olahraga dan frekuensinya, tanyakan kegiatan perawatan seperti mandi, berpakaian, eliminasi, makan dan minum, serta mobilisasi. j. Pola istirahat dan tidur, tanyakan waktu dan lamanya tidur pasien mioma uteri saat siang dan malam hari, masalah yang ada pada saat tidur. 3. Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum, kaji tingkat kesadaran pasien mioma uteri



b. Tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu, pernapasan. c. Pemeriksaan fisik head to toe : 1) Kepala dan rambut : lihat kebersihan kepala dan keadaan rambut 2) Mata : lihat konjungtiva anemis, pergerakan bola mata simetris 3) Hidung : lihat kesimetrisan dan kebersihan, lihat adanya pembengkakan konka nasal/tidak. 4) Mulut : lihat mukosa mulut kering atau lembab, lihat kebersihan rongga mulut, lidah dan gigi, lihat adanya pembesaran tonsil. 5) Telinga : lihat kebersihan telinga 6) Leher dan tenggorokan : raba leher dan rasakan adanya pembengkakan kelenjar getah bening/tidak. 7) Dada/thorax : paru-paru/respirasi, jantung/kardiovaskulerdan sirkulasi, ketiak dan abdomen. 8) Abdomen : Insfeksi : bentuk dan ukuran, adanya lesi, terlihat menonjol Palpasi : terdapat nyeri tekan pada abdomen Perkusi : timpani, pekak Auskultasi : bagaimana bising usus 9) Ekstremitas/muskuloskletal : terjadi pembengkakan pada ekstremitas atas dan bawah pasien mioma uteri. 10) Genetalia dan anus : perhatikan kebersihan, adanya lesi, perdarahan diluar siklus menstruasi. H. Diagnosa keperawatan 1. Nyeri akut berhubungan dengan nekrosis atau trauma jaringan dan reflex spasme otor sekunder akibat tumor 2. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan 3. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun tubuh sekunder akibat gangguan hematologis (perdarahan) 4. Retensi urine berhubunagn dengan penekanan oleh massa jaringan neoplasma pada organ sekitarnya, gangguan sensorik motorik. 5. Resiko konstipasi berhubungan dengan penekanan pada rectum (prolaps rectum)



6. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, ancaman pada status kesehatan, konsep diri (kurangnya sumber informasi terkait penyakit). I. Intervensi No 1



Diagnose Keperawatan Nyeri akut berhubungan dengan nekrosis atau trauma jaringan dan reflex spasme otor sekunder akibat tumor. Definisi : Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan actual atau potensial atau yyang digambarkan sebagai kerusakan (International Association for the Study of pain) awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi. Batasan Karakteristik : a. Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri untuk pasien yang tidak dapat mengungkapkannya. b. Ekspresi wajah nyeri (missal : mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata berpencar atau tetap focus pada satu fous, meringis) c. Focus menyempit missal :persepsi waktu, proses berpikir,interaksi



Intervensi NOC NOC : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, pasien mioma uteri mampu mengontrol nyeri, dengan criteria hasil : Mengontrol nyeri a. Mengenali kapan nyeri terjadi b. Menggambarkan faktor penyebab nyeri c. Menggunakan tindakan pencegahan nyeri d. Menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa analgesic e. Menggunakan analgesic yang direkomendasikan f. Melaporkan perubahan terhadap gejala nyeri pada professional kesehatan g. Melaporkan gajala yyang tidak terkontrol pada professional kesehatan h. Menggunakan sumber daya yang tersedia untuk menangani nyeri i.Mengenali apa yang terkait dengan gejala nyeri j.Melaporkan nyeri yang terkontrol



NIC Manajemen nyeri : 1. Lakukan lakukan pengkajian nyeri yang meliputi lokasi, karakteristik, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif 3. Pastikan perawatan analgesic bagi pasien dilakukan dengan pemantauan yang ketat 4. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri dan sampaikan penerimaan pasien terhadap nyeri 5. Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri 6. Pertimbangkan pengaruh budaya terhadap respon nyeri 7. Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup pasien misalnya tidur, nafsu makan, pengertian,perasaan, performa kerja dan tanggungjawab peran. 8. Gali bersama pasien faktorfaktor yang dapat menurunkan atau memperbaiki nyeri 9. Evaluasi pengalaman nyeri



dengan orang dan lingkungan. d. Focus pada diri sendiri e. Keluhan tentang intensitas menggunakan standar kala nyeri f. Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar instrument nyeri g. Laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas h. Perubahan posisi untuk menghindari nyeri i. Putus asa j. Sikap melindungi area nyeri Faktor yag berhubungan : a. Agens cidera biologis b. Agens cedera fisik c. Agens cedera kimiawi



dimasa lalu 10.Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lainnya mengenai efektivitas pengontrolan nyeri yang ppernah digunakan sebelumnya 11.Bantu keluarga dalam mencari dan menyediakan dukungan 12.Gunakan metode penelitian yang sesuai dengan tahapan perkembangan yang memungkinkan untuk meemonitor perubahan nyeri dan akan dapat membantu mengidentifikasi faktor pencetus actual dan potensial 13.Tentukan kebutuhan frekuensi untuk melakukan pengkajiian ketidkanyamanan pasien dan mengimplementasikan rencana monitor 14.Berikan informasi mengenai penyebab nyeri, berapa nyeri yang dirasakan, dan antisipasi dari ketidaknyamanan akibat prosedur 15.Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien dari ketidaknyamanan seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan suara bising 16.Ajarkan prinsip manajemen nyeri 17.Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri ketika memilih strategi penurunan nyeri 18.Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan tim kesehatan lainnya untuk memilih dan



2



Resiko syok berhubungan dengan perdarahan Definisi : Beresiko terhadap ketidakcukupanaliran darah kejaringan tubuh yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang mengancam jiwa Faktor resiko : 1. hipotensi 2. hipovolemi 3.hipoksemia 4. hipoksia 5. infeksi 6. sepsis 7. sindrom respon inflamasi sistemik



NOC : Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam diharpkan tidak terjadi syok hipovolemik dengan criteria hasil : 1. TTV dalam batas normal 2. Tugor kulit baik 3. Tidak ada sianosis 4. Suhu kulit hangat 5. Tidak ada diaphoresis 6. Membrane mukosa kemarahan



mengimplementasikan tindakan penurunan nyeri nonfarmakologi sesuai kebutuhan. 19.Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk membantu penurunan nyeri Pencegahan syok 1. Monitor adanya respon kompensasi terhadap syok (misalnya tekanan darah mormal, tekanan nadi melemah, perlambatan pengisian kapiler, pucat/dingin pada kulit atau kulit kemerahan, takipnea ringan, mual dan muntah, peningkatan rasa haus, dan kelemahan) 2. Monitor adanya tanda-tanda respon sindroma (misalnya peningkatan suhu, takikardi, takipnea, hipokarbia, leukositosis, leukopnia) 3. Monitor terhadap adanya tanda awal reaksi alergi 4. Monitor terhadap adanya tanda ketidakadekuatan perfusi oksigen ke jaringan 5. Monitor suhu dan status respirasi 6. Periksa urin terhadap adanya darah dan protein sesuai kebutuhan 7. Monitor terhadap tanda/gejala asites dan nyeri abdomen atau punggung 8. Lakukan skin-test untuk mengetahu agen yang menyebabkan anaphiylaxis atau reaksi alergi sesuai kebutuhan



9. Berikan saran kepada pasien yang ebresiko untuk memakai atau membawa tanda informasi kondisi medis 10. Anjurkan pasien dan keluarga mengetahui tanda/gejala syok 3



Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun tubuh sekunder akibat gangguan hematologis (perdarahan) Definisi : mengalami peningkatan resiko terserang organism patogenik Faktor yang beruhubungan : a. Penyakit kronis : DM, obesitas b. Pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari pemanjangan pathogen c. Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat -gangguan peristalsis -kerusakan integritas kulit -Perubahan sekresi PH -penurunan kerja siliaris -pecah ketuban dini -Merokok -Statis cairan tubuh -trauma jaringan d. Ketidakadekuatan jaringan sekunder -penurunan hemoglobin -supresi respon inflamasi e. Vaksinasi tidak adekuat f. Pemajanan terhadap pathogen lingkungan



NOC : setelah dilakukan Manajemen alat terapi per tindakan keperawatan selama vaginam 1x24 jam, pasien mioma uteri 1. kaji ulang riwayat menunjukkan mampu kontraindikasih pemasangan melakukan pencegahan infeksi alat pervaginam pada pasien secara mandiri dengan criteria (misalnya infeksi pelvis, hasil : laserasi, atau adanya massa 1. kemerahan tidak ditemukan sekitar vagina) pada tubuh 2. diskusikan mengenai aktivitas 2. vesikel yang tidak mengeras seksual yang sesuai sebelum permukaannya memilih alat yang dimasukkan 3. cairan tidak berbau busuk 3. lakukan pemeriksaan pelvis 4. piuria/nanah tidak ada dalam 4. intruksikan pasien untuk urin melaporkan ketidaknyamanan, 5. demam berkurang disuria, perubahan warna, 6. nyeri berkurang konsistensi, dan frekuensi 7. nafsu makan meningkat cairan vagina 5. berikan obat berdasarkan resep dokter untuk mengurangi iritasi 6. kaji kemampuan pasien untuk melakukan kegiatan secara mandiri 7. observasi ada tidaknya cairan vagina yang tidak mormal dan berbau 8. infeksi adanya lubang, laserasi, ulserasi pada vagina. Control infeksi 1. bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan untuk setiap pasien 2. isolasi orang yang terkena



meningkat g. Prosedur invasive h. malnutrisi



4



Retensi urine brhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan neoplasma pada organ sekitarnya, gangguan sensorik motorik. Definisi : pengosongan kantung kemih tidak komplit Batasan karakteristik : 1. tidak ada keluaran urin 2. distensi kandung kemih 3. menetes 4. disuria 5. sering kemih 6. inkonteinensia aliran berlebih 7. residu urin 8. sensasi kandung kemih penuh 9. berkemih sedikit faktor yang beruhubungan : 1. sumbatan



NOC :setelah dilakukan perawatan 1x24 jam diharapkan eliminasi urine kembali normal dengan criteria hasil : 1. pola eliminasi kembali normal 2. bau urine tidak ada 3. jumlah urine dalam batas normal 4. warna urine normal 5. intake cairan dalam batas normal 6. nyeri saat kencing tidak ditemukan



penyakit menular 3. batasi jumlah pengunjung 4. anjurkan pasien untuk mencuci tangan yang benar 5. gunakan sabun antimikroba untuk mencuci tangan 6. pakai sarung tangan steril dengan tepat 7. cukur dan siapkan untuk daerah persiapan prosedur invasive 8. pastikan teknik perawatan luka yang tepat 9. tingkatkan intake nutrisi yang tepat 10. dorong intake cairan yang sesuai 11. dorong untuk beristirahat 12. ajarkan pasien dan keluarga bagaimana menghindari infeksi Manajemen eliminasi urine : 1. monitor eliminasi urine termasuk frekuensi, konsistensi, bau, volume an warna 2. monitor tanda dan gejala retetio urin 3. ajarkan pasien tanda dan gejala infeksi saluran kemih 4. anjurkan pasien atau keluarga untuk melaporkan urine output sesuai kebutuhan 5. anjurkan pasien untuk banyak minum saat makan dan waktu pagi hari 6. bantu pasien dalam mengembangkan rutinitas toileting sesuai kebutuhan 7. anjurkan pasien utuk memonitor tanda dan gejala infeksi saluran kemih kateterisasi urine



2. tekanan ureter tinggi 3. inhibishi arkus reflex



5



Konstipasi berhubungan dengan penekanan pada rectum Definisi : penurunan pada frekuensi normal defekasi yang disertai kesulitan atau pengeluaran tidak lengkap feses atau pengeluaran feses yyang kerig, keras dan banyak Batasan karakteristik 1. nyeri abdomen 2. nyeri tekan abdomen dengan teraba resistensi otot 3. nyeri tekan abdomen tanpa teraba resistensi otot 4. anoreksia



NOC : setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam diharapkan konstipasi tidak ada dengan criteria hasil : 1. tidak ada iritabilitas 2. tidak mual tekanan darah dalam batas normal 4. berkeringat keparahan gejala 1. intensitas gejala 2. frekuensi gejala 3. terkait ketidaknyamanan 4. gangguan mobilitas fisik 5. tidur yang kurang cukup 6. kehilangan nafsu makan



1. jelaskan prosedur dan alas an dilakukan kateterisasi urin 2. pasang kateter sesuai kebutuhan 3. pertahankan teknik aseptic yang ketat 4. posisikan pasien senyaman mungkin 5. pastikan bahwa kateter yang dimasukkan cukup jauh dalam kandung kemih untuk mencegah trauma pada jaringan uretra dengan inflasi balon 6. isi balon kateter untuk menetapkan kateter 7. amankan kateter pada kulit dengan plester yang sesuai 8. monitor intake dan output 9. dokumentasikan perawatan termasuk ukuran kateter, jenis dan pengisian bola kateter. Manajemen saluran cerna 1. monitor bising usus 2. lapor peningkatan frekuensi dan bising usus bernada tinggi 3. lapor berkurangnya bising usus 4. monitor adanya tanda dan gejala diare, konstipasi dan impaksi 5. catat masalah BAB yang sudah ada sebelumnya, BAB rutin dan penggunaan alat laksatif 6. masukan supositoral rectal, sesuai dengan kebutuhan 7. intruksikan pasien mengenai makanan tinggi serat dengan cara yang tepat 8. evaluasi profil medikasi terkait dengan efek samping gastrointestinal



5. penampilan tidak khas pada lansia 6. darah mera pada feses 7. perubahan pola defekasi 8. penurunan frekuensi 9. penurunan volume feses 10. distensia abdomen 11. rasa rectal penuh 12. rasa tekanan rectal 13. keletihan umum 14. feses keras dan berbentuk 15. sakit kepala 16. bising usus hiperaktif 17. bising usus hipoaktif 18. peningkatan tekanan abdomen 19. tidak dapat makan, mual 20. rembesan feses cair 21. nyeri defekasi 22. massa abdomen yang dapat diraba faktor yang berhubungan 1. fungsional -kelemahan otot abdomen -ketidakadekuatan toileting -kurang aktifitas fisik -kebiasaan defekasi tidak teratur 2. psikologis -depresi, stress, emosi -konfusi mental 3. farmakologi 4. mekanis 5. fisiologis



manajemen konstipasi/inpaksi 1. monitor tanda dan gejala konstipasi 2. monitor tanda dan gejala inpaksi 3. monitor bising usus 4. jeaskan penyebab dari masalah dan rasionalisasi tindakan pada pasien 5. dukung peningkatan asupan cairan 6. evaluasi pengobatan yang memiliki efek samping pada gastrointestinal 7. intruksikan pada pasien atau keluarga mengenai hubungan antara diet latihan dan asupan cairan terhadap kejadian konstipasi/inpaksi 8. evaluasi catatan asupan untuk apa saja nutrisi yang telah dikonsumsi 9. ajarkan pasien dan keluarga mengenai proses pencernaan normal



DAFTAR PUSTAKA



https://www.academia.edu/38013475/LAPORAN_PENDAHULUAN_MIOMA_UTERI Aspiani, Y, R. (2007). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: TIM Nanda. (2015). Diagnosa keperawatan definisi & klasifikasi 2015-2017 edisi(budi ana keliatdkk, penerjemah). Jakarta : EGC Robbins. (2007). Buku ajar patologi. Edisi 7. Jakarta : EGC