Adaptasi, Jejas, Penuaan Sel, Kelainan Kongenital [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ILMU DASAR KEPERAWATAN ADAPTASI, JEJAS, PENUAAN SEL,DAN KELAINAN KONGENITAL



Agra Abilio Andi Irawan Asti Winda Wati Hanna Kristin Picauli Esa Lisa Megawati Messa Prayoga Nadia Nusafarmi Rasidah Suci Desrianti Suriadi Titimardianti Safitri



Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Payung Negeri Pekanbaru 2017



1



KATA PENGANTAR Penulis mengucapkan terimakasih kepada Allah Swt yang telah memberikan



taufik



dan



hidayah-Nya,



sehingga



makalah



berjudul



Adaptasi, Jejas, Penuaan Sel,Dan Kelainan Kongenital bisa terselesaikan. Penulis berharap makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan menjadi gambaran bagi pembaca mengenai ilmu pendidikan khususnya yang berkaitan dengan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Oleh karena itu, penulis mengaharapkan kritik dan saran yang mendukung, demi lebih sempurnanya makalah ini. Akhir kata, penulis hanya berharap agar hasil makalah ini dapat berguna bagi semua pihak dan menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi pembaca.



Pekanbaru,



Maret 2017 Penulis



2



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR............................................................................. i DAFTAR ISI............................................................................................ ii BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1 A. Latar belakang .......................................................................... 1 B. Rumusan masalah...................................................................... 2 C. Tujuan....................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN.......................................................................... 3 A. Stimulus Penyebab Cedera Atau Adaptasi Seluler................... 3 B. Perubahan Intra Dan Ekstraseluler Akibat Adaptasi Atau Cedera Seluler ................................................................................................... C. Perubahan Sel Akibat Stimulus Berbahaya............................... 5 D. Cedera Dan Kematian Sel......................................................... 7 E. Mekanisme Degenerasi Selular Dan Nekrosis.......................... 8 F. Pengertian Jejas Sel...................................................................10 G. Penyebab Jejas Sel....................................................................10 H. Mekanisme Jejas Sel.................................................................11 I. Adaptasi Selular Terhadap Jejas...............................................12 J. Sel Reversible Dan Ireversibel...................................................14 K. Penuaan Sel............................................................................... 15 L. Kelainan Kongenital.................................................................. 18 BAB III PENUTUP.................................................................................. 23 A. Simpulan............................................................................................. 23 B. Saran................................................................................................... 23 DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 24



3



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adaptasi adalah cara mahkluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan hidup dimana mereka tinggal. Adaptasi ini diperlukan oleh makhluk hidup dibumi memiliki karakteristik sendiri.misalkan di kutub suhunya sangat dingin, serta banyak terdapat air sedangkan sebaliknya didaerah gurun suhunya panas, gersang, dan sulit untuk mendapatkan air. Dalam kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan sel, kematian menjadi salah satu aspek yang tidak terelakkan. Beberapa faktor dapat menjadi alasan kematian, yaitu akibat penuaan, kematian terprogram, dan pengaruh dari lingkungan luar. Kematian sekelompok sel atau jaringan pada lokasi tertentu dalam tubuh disebut NEKROSIS. Nekrosis biasanya disebabkan karena stimulus yang bersifat patologis. Selain karena stimulus patologis, kematian sel juga dapat terjadi melalui mekanisme kematian sel yang sudah terprogram dimana setelah mencapai masa hidup tertentu maka sel akan mati. Cedera sel terjadi apaila bila suatu sel tidak lagi beradaptasi terhadap rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut terlalulama atau terlalu berat sel dapat pulih dari cedera atau mati . bergantung pada sel tersebut dan besar sel jenis cedera. Hipoksia(kekurangan oksigen), infeksi mikroorganisme, suhu yang berlebihan,trauma fisik radiasi, oleh radikal bebas semuanya menyebabkan cedera sel. Apabila suatu sel mengalami cedera, maka sel tersebut dapat mengalami perubahan dalam ukuran, bentuk, sintesis protein, susunan genetika dan sifat transfortasinya.



4



B. Rumusan Masalah Apa Itu Adaptasi, Jejas, Penuaan Sel,Dan Kelainan? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui Stimulus Penyebab Cedera Atau Adaptasi Seluler.. 3 2. Untuk mengetahui Perubahan Intra Dan Ekstraseluler Akibat Adaptasi Atau Cedera Seluler 3. Untuk mengetahui Perubahan Sel Akibat Stimulus Berbahaya..... 4. Untuk mengetahui Cedera Dan Kematian Sel 5. Untuk mengetahui Mekanisme Degenerasi Selular Dan Nekrosis. 6. Untuk mengetahui Pengertian Jejas Sel 7. Untuk mengetahui Penyebab Jejas Sel 8. Untuk mengetahui Mekanisme Jejas Sel. 9. Untuk mengetahui Adaptasi Selular Terhadap Jejas. 10. Untuk mengetahui Sel Reversible Dan Ireversibel 11. Untuk mengetahui Penuaan Sel 12. Untuk mengetahui Kelainan Kongenital



BAB II PEMBAHASAN A. Stimulus Penyebab Cedera Atau Adaptasi Seluler Karena sel secara konstan mengadakan penyesuaian terhadap perubahan dan lingkungan yang mengganggu, beberapa agens secara kuat



5



dapat menyebabkan cedera atau adaptasi seluler. Stimulus yang dapat mempengaruhi tubuh manusia dikategorikan sebagai agens fisik, agens kimiawi, mikroorganisme. hipoksia, defek genetik. ketidakseimbangan nutrisi, dan reaksi imunologis. Stimulus yang dapat menimbulkan adaptasi atau cidera sel adalah sebagai berikut: a. Fisik: Trauma, perubahan suhu, listrik, tekanan atmosfer, radiasi b. c. d. e. f.



Kimiawi: obat, racun, makanan, substansi toksik Mikroorganisme: Virus, bakteri, fungus, protozoa Hipoksia: Syok, pasokan darah yang tidak mencukupi, hipoksemia Efek genetik: kelainan metabolism,malformasi Reaksi imunologis: reaksi hipersentivitas terhadap protein asing.



B. Perubahan Intaseluler Dan Ekstraseluler Akibat Adaptasi Atau Cedera Seluler. Pada umumnya proses isyarat seluler terdiri dari tiga tahap yaitu: a. Transduksi; menimbulkan perubahan konformasi pada pencerap yang menyebabkan interaksi antara pencerap dengan molekul intraselular. Transduksi juga dapat menyebabkan perubahan konformasi/struktural pada protein seluler lainnya, misalnya aktivasi enzim. b. Pencerap; mirip dengan mekanisme reaksi kimiawi antara enzim dengan substrat yang membentuk kompleks enzim-substrat, seperti analogi kunci dan gembok. Molekul ligan yang biasanya bersifat hidrofilik hanya dikenali oleh satu pencerap protein yang terikat dengan membran sel. c. Respon; berupa aktivitas seluler, sebagai katalisis enzim atau penyusunan kembali sitoskeleton atau aktivitas gen yang bersifat spesifik. ekstraselular, umumnya meliputi 6 tahapan: sintesis, pelepasan molekul isyarat, transpor isyarat menuju sel target, deteksi molekul isyarat oleh protein pencerap khusus, perubahan pada metabolisme, fungsi dan perkembangan seluler, peluruhan molekul isyarat yang seringkali disertai dengan terhentinya respon seluler.



6



Pada eukariota, transduksi ekstraselular terjadi oleh sekresi molekul tertentu yang diklasifikasikan menjadi tiga bagian endokrin, parakrin, dan otokrin berdasarkan jarak tempuh isyarat.



C. Perubahan Sel Akibat Stimulus Berbahaya 1. Sel berpartisipasi dalam lingkungan mereka 2. Secara konstan mengatur struktur dan fungsi untuk mengkoordinasi 3. Cenderung mempertahankan internal mileu dalam rentang yang cukup sempurna



dari



para



meter



para



meter



fisiologis.



Mereka



mempertahankan homeostatis normal. 4. Saat menghadapi stres fisiologis atau stimulifatalogis mereka melakukan adaptasi, menerima keadaan tetap dan memelihara fungsi dan kelangsungan hidup. 5. Prinsip-prinsip



preston



adaptasi



meliputi



:



hipertropi,



hyperlasia,artropi,metaflasia. 6. Bila kapabilitas adaptasi terlewati atau stres eksternal berbahaya, sel berkembang mejadi terluka (injuri) 7. Pada batas tertentu injuri adalah reversible, dan sel kembali keda fungsi awal. 8. Stres yang terus-menerus dapat menyebabkan injuri yang irreversible Dan mengakibatkan kematian sel. D. Cidera Dan Kematian Sel a. Pengertian cidera sel Jejas sel (cedera sel) terjadi apabila suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi terhadap rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut terlalu lama atau terlalu berat. Sel dapat pulih dari cedera atau mati bergantung pada sel tersebut dan besar serta jenis cedera. Apabila suatu sel mengalami cedera, maka sel tersebut dapat mengalami perubahan dalam ukuran, bentuk, sintesis protein, susunan genetik, dan sifat transportasinya. Berdasarkan tingkat kerusakannya, cedera atau jejas sel dikelompokkan menjadi 2 kategori utama yaitu jejas reversible 7



(degenerasi sel) dan jejas irreversible (kematian sel). Jejas reversible adalah suatu keadaan ketika sel dapat kembali ke fungsi dan morfologi semula jika rangsangan perusak ditiadakan. Sedangkan jejas irreversible adalah suatu keadaan saat kerusakan berlangsung secara terus-menerus, sehingga sel tidak dapat kembali ke keadaan semula dan sel itu akan mati. Cedera menyebabkan hilangnya pengaturan volume pada bagianbagian sel. b.



Proses kematian sel Akibat  jejas yang paling ekstrim adalah kematian sel ( cellular death ). Kematian sel dapat mengenai seluruh tubuh ( somatic death ) atau kematian umum dan dapat pula setempat, terbatas mengenai suatu daerah jaringan teratas atau hanya pada sel-sel tertentu saja. Terdapat dua jenis utama kematian sel, yaitu apoptosis dan nekrosis. Apoptosis (dari bahasa yunani apo = “dari” dan ptosis = “jatuh”) adalah kematian sel terprogram (programmed cell death), yang normal terjadi dalam perkembangan sel untuk menjaga keseimbangan pada organisme multiseluler. Sel-sel yang mati adalah sebagai respons dari beragam stimulus dan selama apoptosis kematian sel-sel tersebut terjadi secara terkontrol



dalam



suatu



regulasi



yang



teratur.



1.   Apoptosis    



Adalah suatu proses yang ditandai dengan terjadinya urutan



teratur tahap molekular yang menyebabkan disintegrasi sel. Apoptosis tidak ditandai dengan adanya pembengkakan atau peradangan, namun sel yang akan mati menyusut dengan sendirinya dan dimakan oleh oleh sel di sebelahnya. Apoptosis berperan dalam menjaga jumlah sel relatif konstan dan merupakan suatu mekanisme yang dapat mengeliminasi sel yang tidak diinginkan, sel yang menua, sel berbahaya, atau sel pembawa    



transkripsi



DNA



yang



salah.



Kematian sel terprogram dimulai selama embriogenesis dan



terus berlanjut sepanjang waktu hidup organisme. Rangsang yang menimbulkan apoptosis meliputi isyarat hormon, rangsangan antigen,



8



peptida imun, dan sinyal membran yang mengidentifikasi sel yang menua atau bermutasi. Virus yang menginfeksi sel akan seringkali menyebabkan apoptosis, yang pada akhirnya akan menyebabkan kematian virus dan sel pejamu (host). Hal ini merupakan satu cara yang dikembangkan oleh organisme hidup untuk melawan infeksi virus. Perubahan morfologi dari sel apoptosis diantaranya sebagai berikut: a. Sel mengkerut b. Kondesasi kromatin c. Pembentukan gelembung dan apoptotic bodies d. Fagositosis oleh sel di sekitarnya 1.



Nekrosis    



Adalah kematian sekelompok sel atau jaringan pada lokasi



tertentu dalam tubuh. Nekrosis biasanya disebabkan karena stimulus yang bersifat patologis. Faktor yang sering menyebabkan kematian sel nekrotik adalah hipoksia berkepanjangan, infeksi yang menghasilkan toksin dan radikal bebas, dan kerusakan integritas membran sampai pada pecahnya sel. Respon imun dan peradangan terutama sering dirangsang oleh nekrosis yang menyebabkan cedera lebih lanjut dan kematian sel sekitar. Nekrosis sel dapat menyebar di seluruh tubuh tanpa menimbulkan kematian pada individu. Istilah nekrobiosis digunakan untuk kematian yang sifatnya fisiologik dan terjadi terusmenerus. Nekrobiosis misalnya terjadi pada sel-sel darah dan epidermis. Indikator Nekrosis diantaranya hilangnya fungsi organ, peradangan disekitar nekrosis, demam, malaise, lekositosis, peningkatan enzim serum. Dua proses penting yang menunjukkan perubahan nekrosis yaitu: a. Disgestif enzimatik sel baik autolisis (dimana enzim berasal dari sel mati) atau heterolysis(enzim berasal dari leukosit). Sel mati dicerna dan sering meninggalkan cacat jaringan yang diisi oleh leukosit imigran dan menimbulkan abse.



9



b. Denaturasi protein, jejas atau asidosis intrasel menyebabkan denaturasi



protein



struktur



dan



protein



enzim



sehingga



menghambat proteolisis sel sehingga untuk sementara morfologi sel



dipertahankan.



Kematian sel menyebabkan kekacauan struktur yang parah dan akhirnya organa sitoplasma hilang karena dicerna oleh enzym litik intraseluler (autolysis). c. Akibat Kematian Sel Kematian sel dapat mengakibatkan gangren. Gangren dapat diartikan sebagai kematian sel dalam jumlah besar. Gangren dapat diklasifikasikan sebagai kering dan basah. Gangren kering sering dijumpai



diektremitas,



umumnya



terjadi



akibat



hipoksia



berkepanjangan. Gangren basah adalah suatu area kematian jaringan yang cepat perluasan, sering ditemukan di organ dalam dan berkaitan dengan infasi bakteri kedalam jaringan yang mati tersebut. Gangren ini menimbulkan bau yang kuat dan biasanya disertai oleh manivestasi sistemik. Gangren basah dapat timbul dari gangren kering. Gangren ren gas adalah jenis gangren khusus yang terjadi sebagai respon terhadap infeksi jaringan oleh suatu jenis bakteri anaerob yang disebut clostridium. Gangren gas cepat meluas kejaringan disekitarnya sebagai akibat dikeluarkannya toksin yang mematikan oleh bakteri yang membunuh sel-sel disekitarnya. Sel-sel otot sangat rentan terhadap toksin ini dan apabila terkena akan mengeluarkan gas hidrogen sulfida yang khas. Gangren



jenis



ini



dapat



mematikan.



E. Mekanisme Degenerasi Seluler Dan Nekrosis 1. Mekanisme degenerasi Iskemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan suplai oksigen terhadap suatu jaringan atau organ tertentu. Iskemia dapat



10



disebabkan oleh oklusi (bendungan) terhadap aliran darah misal karena ateroskleorosis, trombus atau emboli dan spasma pembuluh darah. Iskemia merupakan penyebab cedera sel yang sering terjadi. Iskemia pada suatu organ menyebabkan terjadinya hipoksia pada sel-selnya, karna sel mengalami penurunan suplai O2 sehiggamenyebabkan metabolisme didalam sel berubah anaerob. Akibatnya terjadi penurunan produksi ATP(adenosime trifospad) sebagai sumber energi terhadap aktifitas sel, termasuk didalamnya ialah penurunan energi untuk aktivitas transfor aktif. Transfor aktif menggerakan natrium memompa natrium dari intrasel keluar sel, karena adanya penurunan sumber energi untuk menggerakan pompa natrium maka terjadi kelebihan ion natrium didalam sel. Sebagai dampak kelebihan ion natrium intraseluler ini terjadi perpindahan air dari ekstrasel kedalam intrasel sehingga terjadilah penumoukan cairan sel atau oedema sel(pembengkakan sel). Pada kondisi ini sitoplasma secara mikroskopit akan tampak pucat. Apabila kondisi berlangsung terus menerus oranel organela dapat mengalami pembengkakan, termasuk RE . bila penyebab keadaan ini segera teratasi maka sel akan berangsur kepada fungsi dan struktus semula, akan tetapi kala faktor penyebabnt=ya tidak hilang dan terus menerus (presiste) terjadi kondi yang kekurangan oksigen maka bisa terjadi penurunan fungsi mitrokondria dan organe lain seperti RE yang mensintesa protein dan lipid untuk regenerasi membran sel. (kerusakan membran sel juga terjadi karena tidak berfungsinya pompa kalsium juga menyebabka kl bebas masuk keintrasel dan mengatifkan poshpolifase sehingga mengakibatkan kerusakan membran se. Selain hal tersebut diatas iskemia menyebabkan metabolisme anaerob. Dampak negatib metabolisme anaerob penumpukan asam laktat intrasel, selanjutnya menurunkan ph CIS dan mengganggu kerja dari enzim intrasel. 2. Mekanisme Nekrosis



11



proses



Nekrosis adalah kematian sel dan jaringan secara tidak alami. Berikut adalah mekanisme nekrosis yang terjadi antara lain: a. b. c. d. e. f. g. h.



pembengkakan sel digesti kromatin rusaknya membran (plasma dan organel) hidrolisis DNA  vakuolasi oleh ER  penghancuran organel  lisis sel  Pelepasan isi intrasel setelah rusaknya membran plasma adalah penyebab dari inflamasi / peradangan pada nekrosis.



F. Pengertian Jejas Sel Jejas sel (cedera sel) terjadi apabila suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi terhadap rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut terlalu lama atau terlalu berat. Sel dapat pulih dari cedera atau mati bergantung pada sel tersebut dan besar serta jenis cedera. Apabila suatu sel mengalami cedera, maka sel tersebut dapat mengalami perubahan dalam ukuran, bentuk, sintesis protein, susunan genetik, dan sifat transportasinya.     Berdasarkan tingkat kerusakannya, cedera atau jejas sel dikelompokkan menjadi 2 kategori utama yaitu jejas reversible (degenerasi sel) dan jejas irreversible (kematian sel). Jejas reversible adalah suatu keadaan ketika sel dapat kembali ke fungsi dan morfologi semula jika rangsangan perusak ditiadakan. Sedangkan jejas irreversible adalah suatu keadaan saat kerusakan berlangsung secara terus-menerus, sehingga sel tidak dapat kembali ke keadaan semula dan sel itu akan mati. Cedera menyebabkan hilangnya pengaturan volume pada bagian-bagian sel. 



G. Penyebab Jejas Sel Penyebab jejas sel terjadi adalah sebagai berikut: 1. Hipoksia (pengurangan oksigen) terjadi sebagai akibat dari :



12



a.  Iskemia (kehilangan pasokan darah) Dapat terjadi bila aliran arteri atau aliran vena dihalangi oleh penyakit vaskuler atau bekuan didalam lumen. b. Oksigenisasi tidak mencukupi karena kegagalan kardiorespirasi. Misalnya pneumonia. c. Hilangnya kapasitas pembawa oksigen darah misalnya anemia, keracunan karbon monooksida. Tergantung pada derajat keparahan hipoksi, sel-sel dapat menyesuaikan, terkena jejas atau mati. Sebagai contoh, bila arteri femoralis menyempit, sel-sel otot skelet tungkai akan mengisut ukurannya



(atrofi).



Penyusutan



massa



sel



ini



mencapai



keseimbangan antara kebutuhan metabolik dan perbekalan oksigen yang



tersedia.



Hipoksi



yang



lebih



berat



tentunya



akan



menyebabkan jejas atau kematian sel. 2. Faktor fisik a.  Trauma Trauma mekanik dapat menyebabkan sedikit pergeseran tapi nyata, pada organisasi organel intrasel atau pada keadaa lain yang ekstrem, dapat merusak sel secara keseluruhan. b.    Suhu rendah Suhu rendah mengakibatkan vasokontriksi dan mengacaukan perbekalan darah untuk sel. Jejas pada pengaturan vasomotor dapat disertai vasodilatasi, bendungan aliran darah dan kadang-kadang pembekuan intravaskular. Bila suhu menjadi cukup rendah



aliran



intrasel



akan



mengalami



kristalisasi.



c.    Suhu Tinggi Suhu tinggi yag merusak dapat membakar jaringan, tetapi jauh sebelum titik bakar ini dicapai, suhu yang meningkat berakibat jejas dengan akibat hipermetabolisme. Hipermetabolisme menyebabkan penimbunan asam metabolit yang merendahkan pH sel sehingga d.   



Radiasi



mencapai Kontak



dengan



13



tingkat radiasi



secara



bahaya.  fantastis



dapat



menyebabkan jejas, baik akibat ionisasi langsung senyawa kimia yang dikandung dalam sel maupun karena ionisasi air sel yang menghasilkan radikal “panas” bebas yang secara sekunder bereaksi dengan komponen intrasel. Tenaga radiasi juga menyebabkan berbagai



mutasi



yang



dapat



menjejas



atau



membunuh



sel.



e.  Tenaga Listrik Tenaga listrik memancarkan panas bila melewati tubuh dan oleh karena itu dapat menyebabkan luka bakar dan dapat mengganggu jalur konduksi saraf dan berakibat kematian karena aritmi jantung. 3.



Bahan kimia dan obat-obatan



Banyak bahan kimia dan obat-obatan yang berdampak terjadinya perubahan pada beberapa fungsi vital sel, seperti permeabilitas selaput, homeostasis osmosa atau keutuhan enzim dan kofaktor. Masing-masing agen biasanya memiliki sasaran khusus dalam tubuh, mengenai beberapa sel dan tidak menyerang sel lainnya. Misalnya barbiturat menyebabkan perubahan pada sel hati, karena sel-sel ini yang terlibat dalam degradasi obat tersebut. Atau bila merkuri klorida tertelan, diserap dari lambung dan dikeluarkan melalui ginjal dan usus besar. Jadi dapat menimbulkan dampak utama pada alat-alat tubuh ini. Bahan kimia dan obat-obatan lain yang dapat menyebabkan jejas sel : a.    Obat terapeotik misalnya, asetaminofen (Tylenol). b.    Bahan bukan obat misalnya, timbale dan alkohol. 4. Bahan penginfeksi atau mikroorganisme



Mikroorganisme yang menginfeksi manusia mencakup berbagai virus, ricketsia, bakteri, jamur dan parasit. Sebagian dari organisme ini menginfeksi manusia melalui akses langsung misalnya inhalasi, sedangkan yang lain menginfeksi melalui transmisi oleh vektor perantara, misalnya melalui sengatan atau gigitan serangga. Sel tubuh dapat mengalami kerusakan secara langsung oleh mikroorganisme, melalui toksis yang dikeluarkannya, atau secara tidak langsung akibat



14



reaksi imun dan perandangan yang muncul sebagai respon terhadap mikroorganisme. 5. Reaksi imunologik, antigen penyulut dapat eksogen maupun endogen. Antigen endogen (misal antigen sel) menyebabkan penyakit autoimun. 6. Kekacauan genetik misalnya mutasi dapat menyebabkan mengurangi suatu enzim kelangsungan. 7. Ketidakseimbangan nutrisi, antara lain : a. Defisiensi protein-kalori. b. Avitaminosis. c. Aterosklerosis, dan obesitas. 9. Penuaan. H. Mekanisme Jejas Sel 1. Mekanisme Biokimiawi Beberapa prinsip biokimiawi dasar yang muncul pada penyebab jejas:  a. Deplesi ATP Hilangnya ATP dan sintesis ATP (baik melalui fosforilasin oksidatif mitokondrial maupun glikolisis anaerob) menyebabkan penutupan jalur homeostasis selular yang paling kritis. b. Deprivasi Oksigen atau pembentukan spesies oksigen reaktif Deprivasi Oksigen menyebabkan terbentuknya spesies oksigen reaktif atau yang biasa disebut radikal bebas (Superoksida, Hidrogen Peroksida, Hidroksi Radikal). Spesies radikal bebas ini menyebabkan peroksidasi lipid dan efek delesi lainnya pada struktur sel. c. Hilangnya homeostasis kalsium Konsentrasi kalsium pada cairan intraseluler 10.000x lebih rendah dari konsentrasi kalsium pada cairan ekstrasel. Iskemia akan menyebabkan kalsium ekstrasel masuk ke dalam sitosol yang mengaktifkan fosfolipasi yang akan merusak membran, ATPase yang mempercepat laju deplesi ATP, dan endonuklease yang menyebabkan pemecahan materi genetik yang menyebabkan mutasi.



15



d. Defek pada permeabilitas membrane plasma Hilangnya sintesis ATP dan masuknya kalsium ekstrasel ke sitosol menyebabkan defek pada permeabilitas membran plasma. Hilangnya barier membrab menimbulkan kerusakan gradient konsentrasi metabolit yang diperlukan untuk mempertahankan aktivitas metabolic normal. e. Kerusakan Mitokondria Peningkatan kalsium pada sitosol, stress oksidatif intrasel, dan produk pemecahan lipid menyebabkan mebran mitokondria memiliki kemampuan konduksi yang tinggi atau transisi permeabilitas mitokondrial. Membrane mitokondria yang memiliki kemampuan konduksi ini memungkinkan proton pada sitosol masuk ke dalam mitokondria yang akan menyebabkan pencegahan pembentukan ATP. Lalu sitokrom yang ada pada mitokondria akan keluar ke sitosol dan menyebabkan jalur kematian apoptotic.   2. Jejas Iskemik dan Hipoksik   a. Penurunan aktivitas pompa Natrium Deplesi ATP menyebabkan penurunan aktivitas pompa Natrium . selanjutanya terjadi akumulasi natrium intrasel dan difusi kalium keluar sel. Penurunan aktivitas pompa natrium ini akan menyabkan pembengkakan akut yang diikuti oleh peningkatan beban osmotic dari akumulasi metabolic lain seperti fosfat anorganik, asam laktat, dan nukleosida purin .   b. Peningkatan Glikolisis Anaerob Ketika terjadi deplesi ATP, terjadi peningkatan AMP (Adenosin Monofosfat) dan terjadi glikolisis anaerob. Glikolisis anaerob menyebabkan akumulasi asam laktat dan fosfat anorganik akibat hidrolisis ester fosfat. Peningkatan asam laktat dan fosfat anorganik menyebabkan penurunan pH intrasel.



16



c. Penurunan pH intrasel Penuruan pH intrasel menyebabkan ribosom lepas dari retikukulum endoplasma kasar. Akibatnya, terjadi penuruna sintesis protein. 3. Jejas Sel Melalui Radikal Bebas Radikal bebas merupakan molekul yang memiliki satu electron bebas pada orbit luarnya yang bereaksi dengan segala unsure kimia organic maupun anorganik. 3 radikal bebas utama pada sel ada Superoksida, Hidrogen Peroksida, dan Hidroksi Radikal. Efek radikal bebas terhadap sel: a. Peroksidasi membran lipid (terutama oleh Hidroksi Radikal) b. Kerusakan protein: cross linking antar asam amino dan peningkatan aktifitas enzim protease c.  Kerusakan DNA: pembentukan strand tunggal yang berakhir dengan kematian sel atau malah transformasi ganas 4. Cedera Kimiawi Zat kimia menginduksi jejas sel dengan salah satu dari dua mekanisme umum berikut ini: a. Beberapa zat kimia bekerja secara langsung dengan cara bergabung dengan



komponen



molecular



kritis



atau



organel



seluler.



Contohnya, pada keracuna merkuri, merkuri akan berikatan dengan gugus



sulfuhidril



berbagai



protein



membrane



sel,



yang



menyebabkan inhibisi transport yang bergantung pada ATPase dan meningkatkan permeabilitas membrane. b. Banyak zat kimia lain yang tidak aktif dalam sel. Lalu zat kimia tersebut di konversi menjadi metabolit toksik reaktif yang kemudia bekerja pada sel target menyebabkan jejas



I. Adptasi Seluler Terhadap Jejas



17



Adaptasi sel dibagi menjadi beberapa kategori yaitu: 1. Antrofi Adalah berkurangnya ukuran suatu sel atau jaringan. Atrofi dapat terjadi akibat sel atau jaringan tidak digunakan misalnya, otot individu yang mengalami imobilisasi atau pada keadaan tanpa berat (gravitasi 0). Atrofi juga dapat timbul sebagai akibat penurunan rangsang hormon atau saraf terhadap sel atau jaringan 2. Hipertrofi  Adalah bertambahnya ukuran suatu sel atau jaringan. Hipertrofi merupakan suatu respon adaptif yang terjadi apabila terdapat peningkatan beban kerja suatu sel. Terdapat 3 jenis utama hipertrofi yaitu : a. Hipertrofi fisiologis terjadi sebagai akibat dari peningkatan beban kerja suatu sel secara sehat. b. Hipertrofi patologis terjadi sebagai respons terhadap suatu keadaan sakit c. Hipertrofi kompensasi terjadi sewaktu sel tumbuh untuk mengambil alih peran sel lain yang telah mati. 3. Hiperplasia     Adalah peningkatan jumlah sel yang terjadi pada suatu organ akibat peningkatan mitosis. Hiperplasia dapat terbagi 3 jenis utama yaitu: a. Hiperplasia fisiologis terjadi setiap bulan pada sel endometrium uterus selama stadium folikuler pada siklus mentruasi. b. Hiperplasia patologis dapat terjadi akibat kerangsangan hormon yang berlebihan. c. hiperplasia kompensasi terjadi ketika sel jaringan bereproduksi untuk mengganti jumlah sel yang sebelumnya mengalami penurunan. 4. Metaplasia     Adalah berbahan sel dari satu subtipe ke subtipe lainnya. Metaplasia terjadi sebagai respon terhadap cidera atau iritasi continue yang menghasilkan peradangan kronis pada jaringan. 



18



5. Displasia     Adalah kerusakan pertumbuhan sel yang menyebabkan lahirnya sel yang berbeda ukuran, bentuk dan penampakannya dibandingkan sel asalnya.Displasia tampak terjadi pada sel yang terpajan iritasi dan peradangan kronik. J. Sel Reversible Dan Ireversibel Sel



revesible



dan



ireversible



merupakan



mekanisme



molekular yang menghubungkan sebagian besar bentuk jejas sel dengan kematiansel terbukti sukar dipahami. Pertama, jelas terdapat banyak cara untuk membuat sel cedera, tidak semuanya bersifat fatal. kedua, banyak makromolekul enzim dan organela dalam sel sangat saling bergantung sehingga sukar untuk membedakan efek reaksi cedera primer dengan cederasekunder. ketiga “point of no return”(titik



tidak



dapat



kembali



normal



lagi)



Pada



kerusakanireversibel yang telah terjadi masih tidak dapat ditentukan akhirnya kemungkinan tidak terdapat jalur akhir kematian sel K. Pengertian Penuaan Sel Penuaan sel mewakili akumulasi progresif cedera subletal yang menggangu fungsi sel dan dapat menimbulkan kematian sel, atau sekurang kurangnya penurunan kapasitas sel memberikan respon terhadap cedera. Sejumlah fungsi sel menurun secara progresif seiring penuaan. fosforilasi oksidatif mitokondriamenurun, seperti sintesis protein structural dan reseptor. Sel yang mengalami penuaan memilikikapasitas untuk ambilan nutrient dan perbaikan kerusakan kromosom yang berkurang. Dua mekanisme penuaan sel: 1. Ceplikasi inkomplet ujung-ujung kromosom (pemendekan telomer). Oleh karena mekanismereplikasi DNA, setiap pembelahan sel normal menghasilkan kopi tiap kromosom dengan agak  sedikit terpotong. Tanpa beberapa mekanisme untuk melindungi ketepatan proses replikasi, gendidekat ujung kromosom akan secara bertahap menghilang setelah sejumlah normalnya.



pembelahan Strategi



dan selrupa-rupanya molecular



19



untuk



menghentikan



mengatasi



fungsi



masalah



ini



menggunakan telomer. gan kecil tiap susunan telomere tidak berduplikasi, dan telomerememendek secara progresif. &khirnya, setelah pembelahan sel yang multiple, telomere yang terpotong parah diperkirakan mensinyalkan proses penuaan sel.



2. Jam Gen Konsep bahwa control waktu genetic terhadap massa penuaan didukung oleh identifikasi jamgen, terutama pada makhluk hidup, misalnya pada nematode :aenorhabditis elegans, mengubahkecepatan pertumbuhan dan waktu multiplikasi proses pertumbuhan. :acing dengan mutasi clk-1mengalami penurunan kecepatan pertumbuhan sampai 50% dari masa hidupnya, dibandingkan dengan cacing normal. mamalia



homolog



gen



semangat.mekanisme



ini



sedang



penuaan



sel



diteliti



dengan



melibatkan



penuh



kejadian



terprogram, dan konsekuensi cedera lingkungan yang progresif. Penuaan terprogram, menanggung urutan kejadian yang ditetapkan sebelumnya,termasuk spesifik,



yang



refresi



akhirnya



dan



depresi



berakibat



program



pada



genetic



proses  penuaan



(senescence).



L. Kelainan Kongenital Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulanbulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alamu terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenitaI besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa 20



kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira



20%



meninggal



dalam



minggu



pertama



kehidupannya. Disamping pemeriksaan fisik, radiologik dan laboratorik untuk menegakkan diagnose kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosisi pre/- ante natal kelainan kongenital dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban dan darah janin. a. Angka kejadian Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis kelainan saja atau dapat pula berupa beberapa kelainan kongenital secara bersamaan sebagai kelainan kongenital multipel. Kadangkadang suatu kelainan kongenital belum ditemukan atau belum terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan beberapa waktu setelah kelahiran



bayi.



Sebaliknya



dengan



kermajuan



tehnologi



kedokteran,kadang- kadang suatu kelainan kongenital telah diketahui selama kehidupan fetus. Bila ditemukan satu kelainan kongenital besar pada bayi baru lahir, perlu kewaspadaan kemungkian adanya kelainan kongenital ditempat lain. Dikatakan bahwa bila ditemukan dua atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditetemukannya kelainan kongenital besar di tempat lain sebesar 15% sedangkan bila ditemukan tiga atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditemukan kelainan kongenital besar sebesar 90%. b. Faktor Etiologi Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan embryonal dan fetaI dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan. Faktor etologi yang mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital. 1.



Kelainan Genetik dan Khromosom.



21



Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan ("dominant traits") atau kadang-kadang sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah selanjutya. 2. Faktor mekanik Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan hentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ cersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki sepcrti talipes varus, talipes valgus, talipes equinus dan talipes equinovarus (clubfoot) 3. Faktor infeksi. Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu organ rubuh. Infeksi pada trimesrer pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester pertama ialah infeksi oleb virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat 22



menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus,



infeksi



toksoplasmosis,



kelainan-kelainan



kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia. 4. Faktor Obat Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada



trimester



pertama



kehamilan



diduga



sangat



erat



hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya



kelainan



kongenital,



walaupun



hal



ini



secara



laboratorik belum banyak diketahui secara pasti. Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang tidak dapat dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan



sebaik-baiknya



sebelum



kehamilan



dan



akibatnya terhadap bayi. 5. Faktor umur ibu 6. Faktor hormonal Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan



23



untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal. 7. Faktor radiasi Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda. 8. Faktor gizi Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain dapat menaikkan kejadian &elainan kongenital. 9. Faktor-faktor lain Banyak



kelainan



kongenital



yang



tidak



diketahui



penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui.



24



c. Diagnosa  Pemeriksaan untuk menemukan adanya kelainan kongenital dapat dilakukan pada -pemeriksaan janin intrauterine, dapat pula ditemukan pada saat bayi sudah lahir. Pemeriksaan pada saat bayi dalam kandungan berdasarkan atas indikasi oleh karena ibu mempunyai



faktor



misalnya: riwayat



resiko:



pernah melahirkan bayi dengan kelainan



kongenital, riwayat adanya kelainan-kongenital dalam keluarga, umur ibu



hamil



yang



mendekati



menopause.



Pencarian dilakukan pada saat umur kehamilan 16 minggu. Dengan bantuan alat ultrasonografi dapat dilakukan tindakan amniosentesis untuk mengambil contoh cairan amnion Beberapa kelainan kongenital yang dapat didiagnose dengan cara ini misalnya: kelainan kromosome, phenylketonuria, galaktosemia, defek tuba neralis terbuka seperti anensefali Pemeriksaan



serta darah



janin



meningocele.  pada



kasus



thallasemia.



Untuk kasus2 hidrosefalus pemeriksaan dapat diketemukan pada saat periksa hamil d. Penanganan  Kelainan kongenital berat dapat berupa kelainan kongenital yang memerlukan tindakan bedah, kelainan kongenital bersifat medik, dan kelainan kongenital yang memerlukan koreksi kosmetik. Setiap ditemukannya kelainan kongenital pada bayi baru lahir, hal ini harus dibicarakan dengan orang tuanya tentang jenis kemungkinan faktor penyebab, langkah-langkah penanganan dan prognosisnya.



25



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Adaptasi adalah cara mahkluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan hidup dimana mereka tinggal. Cedera sel terjadi apaila bila suatu sel tidak lagi beradaptasi terhadap rangsangan B. Saran Dengan mempelajari ini diharapkan mahasiswa mampu memamahami dan menerapkannya dalam kehidupan



26



DAFTAR PUSTAKA Azis, Alimul H.2006.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia.Jakarta:Salemba Medika. Ester, Monica.2005.Pedoman Perawatan Pasien.Jakarta:EGC



27