7 0 259 KB
AKSARA LAMPUNG DAN ANAK HURUF a. Pengertian Aksara Lampung Aksara merupakan bentuk tulisan yang mempunyai hubungan dengan aksara Pallawa dari India Selatan. Macam tulisannya fonetik berjenis suku kata yang merupakan huruf hidup seperti dalam Huruf bahasa Arab, dengan menggunakan tanda-tanda fathah pada baris atas dan tanda-tanda kasrah pada baris bawah, akan tetapi tidak menggunakan tanda dammah pada baris depan, melainkan dengan menggunakan tanda di belakang, di mana masingmasing tanda memiliki nama tersendiri. Aksara Lampung atau juga di kenal dengan Had Lampung dipengaruhi dua unsur, diantaranya yaitu Aksara Pallawa dan juga Huruf Arab. Had Lampung mempunyai bentuk kekerabatan dengan aksara Rencong, Aksara Rejang Bengkulu, aksara Sunda, dan juga aksara Lontara. Had Lampung terdiri dari huruf induk, anak huruf ganda, anak huruf, dan gugus konsonan, juga terdapat lambang, angka dan juga tanda baca. Had Lampung disebut juga dengan istilah Kaganga ditulis dan dibaca dari kiri ke kanan dengan Huruf Induk berjumlah 20 buah. Aksara lampung sudah mengalami perkembangan/perubahan. Sebelumnya Had Lampung kuno jauh lebih kompleks, sehingga dilakukan penyempurnaan sampai yang dikenal sekarang. Huruf atau Had Lampung yang diajarkan di sekolah sekarang merupakan hasil dari penyempurnaan tersebut.
Aksara Lampung adalah aksara yang dipelajari di Provinsi Lampung sebagai muatan lokal. hingga saat ini, Aksara Lampung belum terdaftar di Unicode sehingga penulisan Aksara ini Lampung belum dikenal oleh komputer. Usaha komputerisasi Aksara Lampung sudah dilakukan oleh masyarakat termasuk oleh orang Lampung itu sendiri dengan membuat software/font yang dapat diaplikasikan langsung dalam pengetikan komputer. Komputerisasi Aksara Lampung pada awalnya dilakukan oleh Wawan Supriadi dan juga Hery Fajar Isnawan. Kemudian Komputerisasi berikutnya dilakukan oleh Mohammad Yuzariyadi dengan sedikit penyempurnaan.
Pada masa silam, gadis-gadis asli Lampung mempunyai kemampuan memikat lawan jenisnya. Memang kata kata (mantra-mantra) pengasih ini ditorehkan dalam Aksara Lampung kaganga di atas media kulit kayu. Aksara Lampung juga di pakai untuk menulis surat, surat resmi untuk mengesahkan hak kepemilikan tanah tradisional, mantra, guna-guna,cara sesajian, syarat menjadi pemimpin, obat-obatan, hingga syair mistik Islam. Ada pula syair percintaan, yang dikenal juga sebagai bandung atau hiwang. Media penulisan selain kulit kayu, juga memakai bilah bambu,daun lontar, dalung (kepingan logam), kulit hewan, tanduk kerbau, dan juga batu. Syair percintaan yang berbentuk dialog ditulis pada keping atau lembar bambu —disebut dengan gelumpai— diikat jadi satu dengan tali melalui lubang di ujung satu serta diberi nomor berdasarkan urutan abjad. Ada juga yang menorehkannya pada tabung bambu dan juga kulit kayu berlipat. Karya-karya ilmiah tentang bahasa dan juga aksara Lampung semuanya memakai “ra” untuk menuliskan huruf atau fonem ke-16 aksara Lampung. Gelar (adok) dan juga nama tempat harus dituliskan dengan ejaan ra, meski dibaca mendekati bunyi kha/gha, misalnya adalah Pangiran Raja Purba, Batin Sempurna Jaya, Radin Surya Marga, Minak Perbasa, Marga Pertiwi. Penulisan “radu rua rani mak ratong” adalah ejaan baku, sedangkan penulisan “khadu khua khani mak khatong” tidaklah baku. Sementara itu, penelitian ilmiah tentang bahasa dan aksara Lampung ini dipelopori oleh Prof. Dr. Herman Neubronner van der Tuuk melalui artikel nya yaitu “Een Vergelijkende Woordenlijst van Lampongsche Tongvallen” dalam jurnal ilmiah Tijdschrift Bataviaasch Genootschap (TBG), volume 17, 1869, hal. 569-575, dan juga artikel “Het Lampongsch en Zijne Tongvallen”, dalam TBG, volume 18, 1872, hal. 118-156, kemudian diikuti juga oleh penelitian Prof. Dr. Charles Adrian van Ophuijsen melalui artikel “Lampongsche Dwerghertverhalen” dalam jurnal Bijdragen Koninklijk Instituut (BKI), volume 46, 1896, hal. 109-142. Juga Dr. Oscar Louis Helfrich pada tahun 1891 menerbitkan kamus Lampongsch-Hollandsche Woordenlijst. Lalu ada tesis Ph.D. dari Dale Franklin Walker pada Universitas Cornell, Amerika Serikat, yang berjudul A Grammar of the Lampung Language (1973). Menurut Prof. C.A. van Ophuijsen, bahasa Lampung tergolong bahasa tua dalam rumpun Melayu-Austronesia, karena masih banyak sekali melestarikan kosakata Austronesia purba, seperti: apui, bah, balak, hirung, hulu, bingi, buok, heni, ina, ipon, iwa, luh, telu, tuha, pedom, pira, pitu, tutung, siwa, walu, dsb. Prof. H.N. van der Tuuk meneliti kekerabatan bahasa Lampung dengan bahasa-bahasa Nusantara lainnya. Bahasa Lampung dan bahasa Sunda mempunyai kata awi (bambu), bahasa Lampung dan juga bahasa Sumbawa mempunyai kata punti (pisang), bahasa Lampung dan bahasa Batak memiliki kata bulung (daun). Hal ini membuktikan bahwa bahasa-bahasa Nusantara memang satu rumpun, yaitu rumpun Austronesia yang meliputi kawasan dari Madagaskar sampai pulau-pulau di Pasifik. Pada saat ini, Penggunaan Aksara Lampung tidak seumum penggunaan Huruf Latin. Ulun Lampung sendiri lebih banyak memakai Huruf Latin untuk menulis Bahasa Lampung. Oleh kaum muda, Penggunaan Aksara Lampung biasanya digunakan untuk menulis hal yang bersifat pribadi seperti buku harian dan juga surat cinta. Selain itu, tidak sedikit yang menulis Bahasa Indonesia dengan menggunakan Aksara Lampung.
Penggunaan Aksara Lampung dapat kita lihat pada penulisan nama jalan di Provinsi Lampung. Selain itu, penggunaan Aksara Lampung bisa kita lihat pada logo Provinsi, Kabupaten, dan juga Kota di Provinsi Lampung. Lampung merupaan bahasa MalayoPolinesia yang diucapkan di provinsi Indonesia Lampung di Sumatera bagian selatan. Ada dialek Lampung, Abung / Pepadun ( Lampung Nyo ) di Lampung barat, Pesisir / Say Batin ( Lampung Api ) di Lampung timur, dan juga Komering, yang cukup berbeda untuk dianggap bahasa yang berbeda. Lampung Api dianggap sebagai ragam prestise. b. Lampung tertulis Lampung ditulis dengan alfabet Latin, akan tetapi di masa lalu ditulis dengan aksara sendiri, yang dikenal dengan Aksara Lampung atau disebut dengan Had Lampung , yang mirip sekali dengan naskah lain di Sumatera yaitu Rejang, Bugis dan juga Sunda. Skrip Lampung dipakai untuk menulis mantra, hukum adat, surat, karya keagamaan dan puisi. Itu tertulis di kulit kayu, pelat logam, kulit binatang, tanduk, daun palem, batu dan bambu. Setelah Islam menyebar ke Indonesia naskah Lampung diganti dengan aksara Arab. Harihari ini naskah Lampung dipakai sampai batas tertentu pada rambu-rambu jalan, logo pemerintah dan juga tempat lain, dan diajarkan di beberapa sekolah. c. Anak Huruf Aksara Lampung Dalam anak huruf aksara lampung, di bedakan menjadi 3 bagian yaitu : 1. Anak huruf yang terletak di atas huruf: ulan, bicek, tekelubang (ang), rejenjung (ar), datas (an). 2. Anak huruf yang terletak dibawah huruf: bitan dan tekelungau (au). 3. Anak huruf yang terletak di belakang huruf: tekelingai (ai), keleniah (ah), nengen (tanda huruf mati). 1. Anak Huruf di bagian atas
2. Anak Huruf di bagian bawah
3. Anak Huruf di bagian samping
d. Tanda Baca Aksara Lampung Tanda baca aksara lampung ini bisa kamu gunakan untuk memberikan tanda seperti tanda titik, tanda koma dan yag lainnya, berikut untuk tanda baca aksara lampung.
e. Aksara Lampung Angka
f. Aksara Lampung dan Contoh Penulisannya Dalam menggunakan atau menulis aksara lampung di awali dari kiri ke kanan, dengan menggunakan huruf dasar sebagai suku kata dan anak huruf sebagai penyambungnya, berikut untuk beberapa contoh cara menulis aksara lampung.
MARGA DI LAMPUNG Lampung mengenal marga-marga yang mulanya bersifat geneologis-territorial. Tapi, tahun 1928, pemerintah Belanda menetapkan perubahan marga-marga geneologi-teritorial menjadi marga-marga teritorial-genealogis, dengan penentuan batas-batas daerah masingmasing. Setiap marga dipimpin oleh seorang kepala marga atas landasan pemilihan oleh dan dari punyimbang-punyimbang yang bersangkutan. Demikian pula, kepala-kepala kampung diambil keputusan sesuai hasil pemilihan oleh dan dari para punyimbang. Di seluruh keresidenan Lampung, terdapat marga-marga teritorial sebagai berikut: No Nama Marga .
Kecamatan sekarang Beradat
Berbahasa(Dialek)
1.
Melinting
Labuhan Maringgai
Peminggir Melinting
A (api)
2.
Jabung
Jabung
idem
idem
3.
Sekampung
idem
idem
idem
4.
Ratu
Dataran Ratu
Peminggir Darah Putih idem
5.
Dataran
idem
idem
idem
6.
Pesisir
Kalianda
idem
idem
7.
Rajabasa
idem
idem
idem
8.
Ketibung
Way Ketibung
idem
idem
9.
Telukbetung
Telukbetung
Peminggir Teluk
idem
10. Sabu Mananga
Padangcermin
idem
idem
11. Ratai
idem
idem
idem
12. Punduh
idem
idem
idem
13. Pedada
idem
idem
idem
14. Badak
Cukuhbalak
Peminggir Pemanggilan (Semaka)
idem
15. Putih Doh
idem
idem
idem
16. Limau Doh
idem
idem
idem
17. Kelumbayan
idem
idem
idem
18. Pertiwi
idem
idem
idem
19. Limau
Talangpadang
idem
idem
20. Gunungalip
idem
idem
idem
21. Putih
Kedondong
idem
idem
22. Beluguh
Kotaagung
idem
idem
23. Benawang
idem
idem
idem
24. Pematang Sawah
idem
idem
idem
25. Ngarip Semuong
Wonosobo
idem
idem
Kotabumi
Pepadun
O (nyou)
27. Buay Unyi
Gunungsugih
idem
idem
28. Buay Subing
Terbanggi
idem
idem
29. Buay Nuban
Sukadana
idem
idem
30. Buay Beliyuk
Terbanggi
idem
idem
31. BuayNyerupa
Gunungsugih
idem
idem
32. Selagai
Abung Barat
idem
idem
33. Anak Tuha
Padangratu
idem
idem
34. Sukadana
Sukadana
idem
idem
35. Subing Labuan
Labuan Maringgai
idem
idem
36. Unyi Way Seputih
Seputihbanyak
idem
idem
37. Gedongwani
Sukadana
idem
idem
38. Buay Bolan Udik
Karta (Tulangbawang Udik)
Pepadun (Megou-pak) idem
39. Buay Bolan
Menggala
idem
idem
40. Buay Tegamoan
Tulangbawang Tengah
idem
idem
41. Buay Aji
Tulangbawang Tengah
idem
idem
42. Buay Umpu
Tulangbawang Tengah
idem
idem
26.
Buay (Abung)
Nunyai
43.
Buay Pemuka Negeri Akbar Bangsa Raja
Pepadun
A (api)
44.
Buay Pemuka Pakuonratu Pangeran Ilir
idem
idem
45.
Buay Pemuka Pakuonratu Pangeran Udik
idem
idem
46.
Buay Pemuka Belambangan Umpu idem Pangeran Tuha
idem
47. Buay Bahuga
Bahuga (Bumiagung) idem
idem
48. Buay Semenguk
Belambangan Umpu idem
idem
49. Buay Baradatu
Baradatu
idem
idem
50. Bungamayang
Negararatu
Pepadun (Sungkai)
idem
51. Balau
Kedaton
idem
idem
52. Merak-Batin
Natar
idem
idem
53. Pugung
Pagelaran
idem
idem
54. Pubian (Nuat)
Padangratu
idem
idem
55. Tegineneng
Tegineneng
idem
idem
56. Way Semah
Gedongtataan
idem
idem
57. Rebang Pugung
Talangpadang
Semende
Sumatera Selatan
58. Rebang Kasui
Kasui
idem
idem
59. Rebang Seputih
Tanjungraya
idem
idem
60. Way Tube
Bahuga
Ogan
idem
61. Mesuji
Wiralaga
Pegagan
idem
62. Buay Belunguh
Belalau
Peminggir (Belalau)
A (api)
63. Buay Kenyangan
Batubrak
idem
idem
64. Kembahang
Batubrak
idem
idem
65. Sukau
Sukau
idem
idem
66. Liwa
Belakang Bukit Liwa idem
idem
67. Suoh
Suoh
idem
idem
68. Way Sindi
Karya Penggawa
idem
idem
69. La'ai
Karya Penggawa
idem
idem
70. Bandar
Karya Penggawa
idem
idem
71. Pedada
Pesisir Tengah
idem
idem
72. Ulu Krui
Pesisir Tengah
idem
idem
73. Pasar Krui
Pesisir Tengah
idem
idem
74. Way Napal
Pesisir Selatan
idem
idem
75. Tenumbang
Pesisir Selatan
idem
idem
76. Ngambur
Bengkunat
idem
idem
77. Ngaras
Bengkunat
idem
idem
78. Bengkunat
Bengkunat
idem
idem
79. Belimbing
Bengkunat
idem
idem
80. Pugung Penengahan
Pesisir Utara
idem
idem
81. Pugung Melaya
Lemong
idem
idem
82. Pugung Tampak-
Pesisir Utara
idem
idem
83. Pulau Pisang
Pesisir Utara
idem
idem
84. Way Tenong
Way Tenong
Semendo
Sumatera Selatan
Susunan marga-marga territorial yang sesuai keturunan kerabat tersebut, pada saat kekuasaan Jepang sampai saat kemerdekaan pada tahun 1952 dihapus dan menjadi bentuk pemerintahan negeri. Sejak tahun 1970, nampak susunan negeri sebagai persiapan persiapan pemerintahan daerah tingkat III tidak lagi diaktifkan, sehingga sekarang kecamatan langsung mengurus pekon-pekon/kampung/desa sebagai bawahannya.
PAKAIAN ADAT LAMPUNG