Al-Idraj, Al-Ittirab, Al-Qalb Dan Al-Ziyadah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PEMBAGIAN HADIS DAN FENOMENA AL-IDRAJ, AL-ITTIRAB, AL-QALB DAN AL-ZIYADAH PENDAHULUAN Hadis yang dipahami sebagai pernyataan, perbuatan, persetujuan dan hal yang berhubungan dengan Nabi Muhammad saw. Dalam tradisi Islam, hadis diyakini sebagai sumber ajaran agama kedua setelah al-Quran. Disamping itu hadis juga memiliki fungsi sebagai penjelas terhadap ayat-ayt al-Qur’an sebagaimana dijelaskan dalam QS: an-Nahl ayat 44. Hadis tersebut merupakan teks kedua, sabda-sabda nabi dalam perannya sebagai pembimbing bagi masyarakat yang beriman. Akan tetapi, pengambilan hadis sebagai dasar bukanlah hal yang mudah. Mengingat banyaknya persoalan yang terdapat dalam hadis itu sendiri. Sehingga dalam berhujjah dengan hadis tidaklah serta merta asal comot suatu hadis sebagai sumber ajaran. Adanya rentang waktu yang panjang antara Nabi dengan masa pembukuan hadis adalah salah satu problem. Perjalanan yang panjang dapat memberikan peluang adanya penambahan atau pengurangan terhadap materi hadis. Selain itu, rantai perawi yang banyak juga turut memberikan kontribusi permasalahan dalam meneliti hadis sebelum akhirnya digunakan sebagai sumber ajaran agama. Mengingat banyaknya permasalahan, maka kajian-kajian hadis semakin meningkat, sehingga upaya terhadap penjagaan hadis itu sendiri secara historis telah dimulai sejak masa sahabat yang dilakukan secara selektif.1 Para muhaddisin, dalam menentukan dapat diterimanya suatu hadis tidak mencukupkan diri hanya pada terpenuhinya syarat-syarat diterimanya rawi yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena mata rantai rawi yang teruntai dalam sanad-sanadnya sangatlah panjang. Oleh karena itu, haruslah terpenuhinya syaratsyarat lain yang memastikan kebenaran perpindahan hadis di sela-sela mata rantai sanad tersebut. 1



Muhammad A’jaj al-Khatib, Al-Sunnah Qabl al-Tadwin, (Beirut: Dar al-Fikr 1981), hal.



92-92



1



Tulisan ini mencoba mengelompokkan dan menguraikan secara ringkas pembagian-pembagian hadis ditinjau dari berbagai aspek Disamping itu, sedikit mengungkap fenomena al-idraj, al-ittirab dan al-qalb yang masih layak didiskusikan dan diperdebatkan keberadaanya. PEMBAGIAN HADIS Pembagian hadis di klasifikasikan berdasarkan A.Pembagian hadis dari segi diterima dan ditolaknya Secara otomatis, kajian ulama dalam bidang pengetahuan hadis-hadis yang kuat dari yang lemah dan tentang hal ihwal para perawi yang diterima hadisnya atau ditolak menghasilkan kesimpulan-kesimpulan ilmiah dan istilah–istilah khusus yang mengindikasikan kesahihan atau kedaifan suatu hadis. Dengan secara otomatis pula, hadis terbagi menjadi yang maqbul dan yang mardud. Maqbul adalah memenuhi syarat-syarat diterimanya riwayat. Sedang mardud adalah yang tidak memenuhi semua atau sebagian syarat yang diterimanya riwayat itu. Dan secara otomatis pula masing-masing bagian itu memiliki jenis-jenis yang berbeda-beda dari segi kuat ataupun lemahnya karena perbedaan kondisi para perawi dan riwayatnya. Pembagian ini terdiri dari 3 bagian; a) Sahih: Hadis yang bersambung sanadnya, yang diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dabit2 dari rawi lain yang adil dan dabit sampai akhir sanad, dah hadis itu tidak janggal serta tidak mengandung illat (cacat).3 b) Hasan: Hadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh rawi yang adil, yang rendah tingkat kekuatan daya hafalnya, tidak rancu dan tidak bercacat.4



2



Dabit adalah bahwa rawi hadis yang bersangkutan dapat menguasai hadisnya dengan baik, baik bersangkutan hafalanya yang kuat ataupun dengan kitabnya kemudian ia mampu mengungkapkannya kembali ketika meriwayatkanya. 3 Nuruddin Itr, Manhaj fi Ulum al-Hadis, (Damaskus: Dar al-Fikr 1998), hal. 242 4 Pendapat ini dari Zarqani dalam syarah Baiquniyah dan dikutip oleh Nuruddin Itr. Lihat Nuruddin Itr, Manhaj fi Ulum al-Hadis………...Hal. 263



2



c) Daif:: Hadis yang kehilangan salah satu syaratnya sebagai hadis maqbul.5 B..Pembagian hadis berdasarkan jumlah rawi6 a) Mutawatir: Hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang secara tradisi tidak mungkin mereka sepakat untuk berdusta dari sejumlah perawi yang sepadan dari awal sanad sampai ahirnya, dengan syarat jumlah itu tidak kurang pada setiap tingkatan sanadnya. b) Masyhur :Hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi dari golongan mencapai jumlah sahabat yang tidak mencapai batas mutawatir, kemudian setelah sahabat dan sesudahnya lagi jumlah perawi mutawatir. c) Ahad



:Khabar yang diriwayatkan oleh satu atau dua perawi ataupun lebih, yang tidak memenuhi syarat-syarat masyhur ataupun mutawatir, dan tidak diperhitungkan lagi jumlah perawinya setelah itu



C. Pembagian hadis berdasarkan bentuk dan penisbahan matan a)



Dari segi bentuk atau wujud matannya, hadis dapat dibagi lima macam;7 1. Qauli



:Hadis yang matannya berupa perkataan yang pernah diucapkan



2. Fi’li



:Hadis



yang



matannya



berupa



perbuatan



sebagai



penjelasan praktis terhadap peraturan syariat 3. Taqriri :Hadis yang matannya berupa tarir, sikap atau keadaan mendiamkan,



tidak



mengadakan



tanggapan



atau



menyetujui apa yang telah dilakukan



5



Syarat hadis maqbul ada enam; 1) Rawinya adil 2)Rawi dabit 3)Sanadnya bersambung 4) Hadis tersebut tidak dapat kerancuan 5)Hadis tersebut tidak terdapat illat yang merusak 6)Pada saat dibutuhkan, hadis tersebut menguntungkan (tidak mencelakakan) 6 Ajaj al-Khatib, terj: Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, Ushulul Hadis: Pokok-Pokok Ilmu Hadis, (Jakarta: Gaya Media Pratama 1998), hal. 271-273 dan Endang Soetari AD, Ilmu Hadis, (Bandung: Amal Bakti Press 1997), hal.119 7 Endang Soetari AD, Ilmu Hadis………hal. 132



3



4. Qawni :Hadis yang matannya berupa keadaan hal ihlwal dan sifat tertentu 5. Hammi :Hadis yang matannya berupa rencana atau cita-cita yang belum dikerjakan, sebetulnya berupa ucapan b) Dari penyandaran terhadap matan, hadis dapat dibagi pada;8 1.



Marfu’: Hadis yang matannya dinisbahkan pada Nabi Muhammad, baik berupa perkataan, perbuatan, atau taqrir Nabi Muhammad



2.



Mauquf:Hadis yang matannya dinisbahkan pada sahabat, baik berupa perkataan, perbuatan, atau taqrir



3.



Maqtu’:Hadis yang matannya dinisbahkan kepada tabiin, baik berupa perkataan, perbuatan atau taqrir



4.



Qudsi: Hadis yang matannya dinisbahkan pada nabi Muhammad dalam lafad pada Allah dalam makna



5.



Maudu’i:Hadis yang matannya dinisbahkan pada selain Allah, Nabi Muhammad, sahabat dan tabiin. Ini bisa disebut fatwa



D. Pembagian hadis berdasarkan persambungan dan keadaan sanad Pembagian hadis berdasarkan sanad, yang ditinjau dari segi persambungan sanad, dan dari segi sifat-sifat yang ada pada sanad dan secara periwayatannya, dapat dikemukan di bawah ini. Hadis ditinjau dari segi persambungan sanad terbagi pada jenis-jenis.9 a) Hadis Muttasil; Hadis yang sanadnya bersambung sampai kepada Nabi Muhammad SAW b) Hadis Munfasil: Bila sanadnya tidak bersambung terdapat inqitaha’ (gugur rawi) dalam sanad. 1.



Muallaq: Hadis yang gugur rawinya seorang atau lebih dari awal sanad (mudawin)



8



Muhammad ‘Ajaj al-Khatib, Ushul al-Hadis: ‘Ulumuhu wa Musthalahuhu, (Beirut: Dar al-‘Ilmu li al-Malayin 1977) 9 Endang Soetari AD, Ilmu Hadis………hal. 136-137



4



2.



Mursal: Hadis yang gugur rawi pertama atau ahir sanadnya



3.



Munqathi’:Hadis yang gugur rawi di satu tabaqat atau gugur dua orang pada dua ttabaqat dalam keadaan tidak berturut-turut



4.



Mu’dhal: Hadis yang gugur rawi-rawinya dua orang atau lebih secara berturut-turut dalam tabaqat sanad, baik sahabat bersama tabiin, tabiin bersama tabin tabiin, namun dua orang sebelum sahabat dan tabiin



5.



Mudallas: Hadis yang gugur guru seorang rawi karena untuk menutup noda



HADIS MUDRAJ Idraj menurut bahasa adalah memasukkan sesuatu dalam lipatan sesuatu yang lain. Menurut istilah muhaddisin, yaitu segala sesuatu yang tersebut dalam kandungan suatu hadis dan bersambung dengannya tanpa ada pemisah, padahal ia bukan bagian dari hadis itu.gampangnya adalah hadis yang disisipkan ke dalam matannya sesuatu perkataan orang lain, baik orang itu sahabat ataupun tabiin untuk menerangkan maksud makna.10 Para ulama membagi idraj sesuai dengan tempatnya menjadi dua bagian 11. Pertama, Mudraj matan adalah ucapan sebagian rawi dari kalangan sahabat atau dari generasi setelahnya yang tercatat dalam matan hadis dan bersambung dengannya. Idraj dalam matan adakalanya terjadi di akhir matan dan ini yang terbanyak, di tengah-tengah atau di awalnya. Kebanyakan idraj dalam matan dilakukan dalam menafsirkan maksud suatu ungkapan hadis., tidak jarang merupakan hasil kesimpulan hukum yang darinya pendengar menganggap sebagai bagian dari hadis sehingga deisertakan dengannya. Kedua Mudraj isnad. Dalam hal ini, para ulama menyebutkan beberapa bentuk yang secara garis besarnya adalah sebagai berikut; 1) Seorang rawi 10



Tengku Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Semarang: Pustaka Rizki Putra 1999), hal. 199 11 Nuruddin Itr, Manhaj fi Ulum al-Hadis…….hal.440-442



5



mendengar suatu hadis dari banyak guru dengan beraneka ragam jalur sanadnya, kemudian ia meriwayatkannya dengan satu jalur sanad tanpa menjelaskan perbedaannya. 2) Seorang rawi memiliki sebagian matan, namun ia juga memiliki sebagian matan lainnya dari sanad lain, kemudian matan tersebut diriwayatkan oleh salah seorang muridnya secara sempurna dengan satu sanad. Jelasnya adalah bila ia memiliki dua hadis dengan dua sanad berbeda, lalu keduanya digabungkan dalam satu sanad. 3) Seorang muhaddis membacakan suatu sanad hadis, kemudian terjadilah sesuatu sehingga ia mengeluarkan kata-katanya sendiri, kemudian katakatanya itu dianggap oleh sebagai orang yang mendengarnya sebagai matan, sehingga mereka meriwayatkan kata-kata tersebut dengan sanad yang dibaca muhaddis. Idraj dalam hadis memiliki dampak yang sangat bahaya, lantaran kadangkadang berakibat menjadikan sesuatu yang bukan hadis sebagai hadis, maka para ulama sangat keras menyoroti dan mengkajinya dengan serius serta menanganinya dengan sangat hati-hati. Sehubungan dengan itu mereka menetapkan beberapa pedoman untuk mengetahui dan menyingkapnya dengan pasti. Pedoman itu adalah sebagai berikut; 1) Adanya riwayat yang memisahkan lafad yang mudraj dari pokok hadis, hal ini sangat jelas. 2) Adanya penegasan tentang kejadian itu dari rawi yang bersangkuta, atau dari salah seorang imam yang luas wawasannya. 3) Idraj dapat diketahui dari lahiriyah susunan hadis. Seperti hadis yang menyatakan bahwa Hilal melakukan adcan di waktu malam. Sesuatu hadis yang dapat diketahui mana kata-kata yang disisipkan ke dalamnya, dapat dipandang sahih dengan mengeluarkan kata-kata kata itu. Tetapi jika tidak lagi, maka fenomena hadis mudraj oleh para ulama digolongkan hadis daif. Karena tercampur dengan sesuatu yang bukan hadis. Disamping itu, seandainya kata-kata yang di idrajkan itu sahih atau hasan karena dimungkinkan datang melalui sanad lain yang sahih, namun hal ini tidak mengubah kedhoifannya karena dinilai sebagai sesuatu bercampur dalam sebuah hadis yang terjadi idraj. Padahal jelas bahwa ia bukan bagian dari hadis itu. Namun, al-Suyuthi mengecualikan kesengajaan dalam idraj apabila dalam rangka menafsirkan suatu kata yang asing, maka hal ini tidak haram. Pendapat ini



6



didukung oleh tindakan para imam hadis yang dapat dipegangi, seperti al-Zuhri. Akan tetapi yang lebih utama memastikan mana kata-kata asing yang di idrajkan itu sebagai upaya penafsiran; sementara orang yang mengetahuinya hendaklah menjelaskan.12 HADIS MUDLTARIB Kata mudtarib adalah isim fail dari fiil madi idtaraba yaitu perbedaan perkara dan rusaknya aturan. Kata dasarnya daraba. Secara istilah, bermakna sesuatu yang diriwayatkan dalam bentuk yang berbeda dalam satu tema sebagai penguat.13 Jelasnya, hadis mudltarib adalah hadis yang diriwayatkan dari seorang rawi atau lebih dengan beberapa redaksi yang berbeda dengan kualitas yang sama, sehingga tidak ada yang dapat diunggulkan dan tidak dapat dikompromikan. Perbedaan tersebut periwayatnya atau matannya, baik dilakukan oleh seorang perawi atau oleh banyak perawi, dengan mendahulukan, mengemudiankan, menambah, mengurangi, ataupun mengganti, serta tidak dapat dikuatkan salah satu riwayatnya atau salah satu matannya. 14 Singkatnya, hadis mudltarib adalah hadis yang memiliki perbedaan dari berbagai riwayatnya dengan dua catatan. Pertama, antara hadis tersebut seimbang kualitasnya sehingga tidak dapat diunggulkan salah satunya. Karena bila ada yang dapat diunggulkan, maka hukumnya pada hadis yang unggul tersebut disebut dengan mahfuz, atau ma’ruf lawan dari syadz atau munkar. Kedua, antara hadis tersebut tidak dapat dikompromikan. Karena bila perbedaannya dapat dihilangkan dengan cara benar, maka status ke-mudltaribannya hilang.15 Diantara contoh hadis mudltarib adalah hadis Zaid bin Arqam dari Rasululllah. Bersabda:



‫نع ع‬ ‫خب ععرن عععداع ة‬ ‫ن‬ ‫قع أ ع ن‬ ‫قت عععدادع ع‬ ‫ةع ع‬ ‫ةع ع‬ ‫حددث ععنداع ع‬ ‫عب ع ة‬ ‫شعع ن‬ ‫ع‬ ‫ععع ن‬ ‫ععع ن‬ ‫مةرقوع ب ن ة‬ ‫نع ع‬ ‫ع ن‬ ‫مععنرةزقو ق‬ ‫ع‬ ‫ع‬ ‫د‬ ‫د‬ ‫ع‬ ‫صععلا ى‬ ‫مع ع‬ ‫سع ع‬ ‫لع الل ه‬ ‫نع عزي ن ه‬ ‫الن د ه‬ ‫نع عر ة‬ ‫ع ن‬ ‫ع ن‬ ‫نع أنرق ع‬ ‫هع ع‬ ‫سلو ه‬ ‫ض ه‬ ‫دع ب ن ه‬ ‫نع أن ع ق‬ ‫رع ب ن ه‬ ‫ن‬ ‫د‬ ‫ع‬ ‫ع‬ ‫ع‬ ‫ة‬ ‫ع‬ ‫ةع فععإ ه ع‬ ‫ذا‬ ‫ضعععر ة‬ ‫هع ع‬ ‫نع ع‬ ‫حت ع ع‬ ‫ذ ه‬ ‫ه ه‬ ‫مع قدالع إ ه د‬ ‫علي ن ه‬ ‫م ن‬ ‫هع ال ة‬ ‫قو ع‬ ‫شع ة‬ ‫سل ع‬ ‫الل د ة‬ ‫حشععلو ع‬ ‫هع ع‬ 12



Pendapat ini dikutip oleh Mahmud Tohan dalam Taisir Musthalah Hadis, hal.88 Mahmud Tohan dalam Taisir Mustalah Hadis…hal. 93 14 Subhi al-Salih, Ulum al-Hadis wa Mustalahuhu, (Beirut: Darul Ilmi lil Malayin 1977), 13



hal. 187 15



Nuruddin Itr ter: Mujiyo, Ulum Hadis, (Bandung: Remaja Rosdakarya 1997), hal.235



7



‫ع‬ ‫ع‬ ‫فل ني ع ة‬ ‫ءع ع‬ ‫قعع ن‬ ‫عععلو ة‬ ‫ث‬ ‫نع ال ن ة‬ ‫مع ال ن ع‬ ‫لع أ ع ة‬ ‫خعل ع‬ ‫خةبعع ه‬ ‫هع ه‬ ‫ذع هبععدالل د ه‬ ‫أعتععا ىع أ ع‬ ‫معع ن‬ ‫حععدةك ة ن‬ 16 ‫ث‬ ‫قوال ن ع‬ ‫خعبدائ ه ه‬ ‫ع‬ “Sesungguhnya taman ini terkena bencana. Apabila salah seorang di antara kamu memasuki kakus, berdoalah: Aku berlindung kepada Allah dari Mahluk jahat laki-laki dan mahluk jahat perempuan”17 Menurut Turmudzi, hadis Zaid bin Arqam sanadnya mengandung ke mudltariban. Sebab kemudltariban hadis ini adalah adanya perselisihan yang cukup banyak tentang dari siapa Qatadah menerima hadis tersebut. Said bin Abi ‘Arubah meriwayatkan bahwa Qatadah menerimanya dari Qasim bin ‘Auf alSyaibani, dari Zaid bin Arqam. Hisyam Dastuwa’i berkata: dari Qatadah dari Zaid bin Arqam. Syu’bah meriwayatkan dari Qatadah dari al-Nadhr bin Anas dari Zid bin Arqam. Mu’amar meriwayatkannya dari Qatadah dari al-Nahar dari ayahnya dari Rasululllah. Ditinjau dari segi hukum, maka hadis mudltarib adalah daif, karena kemudltariban itu mengesankan tidak adanya ke-dhabitan seorang periwayat terhadap hadis yang bersangkutan. Karena apabila suatu saat meriwayatkan hadis demikian, lalu pada kesempatan lain meriwayatkanya dalam bentuk lain, maka hal yang demikian menunjukkan bahwa hadis tersebut tidak terekam kuat dalam hafalannya. Demikian pula bila terjadi pertentangan di antara beberapa riwayat, maka tidak dapat memastikan perawi mana yang paling dhabit terhadap hadis yang diriwayatkan.18 HADIS MAQLUB Menurut etimologi, berubahnya sesuatu dari bentuknya. Kata maqlub adalah isim maf’l dari akar kata qalaba,. Secara terminologi adalah mengganti lafad dengan lafad yang lain pada sanad atau matan hadis. 19 Jelasnya hadis maqlub 16



Abu Dawud., Sunan Abu Dawud, Kitab al-Taharah, Bab Ma Yaqum al-Rojul Izda Dahkola al-Khola, no. 5Hukm Wulugh al-Kalb, no. 418 Dalam Gisco, Mausu’ah al-Hadith alSharif II (Mesir: Shirkah al-Baramij al-Islamiyyah al-Dauliyyah, 1991-1997) 17 Terjemahan dari hadis yang dikeluarkan oleh Abu Dawud pada pendahuluan kitab Sunan-nya dan oleh Ibnu Majjah. 18 Nuruddin Itr, Manhaj fi Ulum al-Hadis…….hal. 434-435 19 Mahmud Tohan dalam Taisir Mustalah Hadis…hal.89



8



adalah sesuatu hadis yang telah terjadi kesilapan pada seeorang perawi dengan mendahulukan yang semestinya diahir, atau mengemudiankan yang semestinya lebih dulu baik berupa matan atau sanad20 Nuruddin memberikan definisi hadis maqlub adalah hadis yang rawinya menggantikan suatu bagian darinya dengan yang lain, baik dalam sanad atau matan, dan bila karena lupa atau sengaja. Menurutnya, definisi ini yang paling tepat. Berdasarkan definisi ini dapat membagi hadis maqlub menjadi beberapa bagian dengan pembagian yang dapat mempersatukan berbagia keterangan yang beranekaragam dalam berbagai sumber pembahasan bidang ini. Yakni, maqlubnya suatu hadis bila ditinjau dari posisinya dapat diklasifikasikan menjadi dua. Pertama, maqlub sanad, yakni pergantian pada sanad. Kedua, maqlub matan yakni pergantian pada matan



Masing-masing dari keduanya adalakanya terjadi karena kelalaian rawinya atau karena kesengajaanya. 21 Para muhaddisin menaruh perhatian besar terhadap kedua klasisfikasi hadis maqlub terahir. Karena dugaannya dapat diketahui mana yang dapat diterima dan mana yang ditolak, serta dapat dijadikan dalil dalam al-jarh wa at ta’dil22. Pertama, hadis maqlub yang terjadi karena kelupaan rawinya. Seperti matan suatu hadis yang diriwayatkan dengan sanad tertentu oleh rawinya sehingga meriwayatkannya dengan menggunakan sanad lain. Diantara contoh hadis maqlub jenis ini hadis yang diriwayatkan dari Ishaq bin Isa al-Thabab’



‫ع‬ ‫قدا ع‬ ‫ن‬ ‫تع ع‬ ‫مع ه‬ ‫ثع ث عععداب ه ق‬ ‫دي ه‬ ‫حعع ه‬ ‫قو ه‬ ‫فعع يع ع‬ ‫نع ع‬ ‫مع ع‬ ‫م ة‬ ‫م ع‬ ‫ععع ن‬ ‫ريةرع ب ن ة‬ ‫ه ع‬ ‫ح د‬ ‫لع ة‬ ‫دع ع‬ ‫ج ه‬ ‫ز ق‬ ‫حععدا ه‬ ‫ة‬ ‫مع ع‬ ‫قععدا ع‬ ‫لع إ ه ع‬ ‫ت‬ ‫هع ع‬ ‫سع ع‬ ‫ذاع أ ه‬ ‫أ عن ع‬ ‫عل عي ن ه‬ ‫معع ن‬ ‫قو ع‬ ‫ع ن‬ ‫قي ع‬ ‫سععل د ع‬ ‫صدلا ىع الل د ة‬ ‫ يع ع‬ ‫هع ع‬ ‫نع الن دب ه ي‬ ‫ق‬ 23 ‫فعلع ت ع ة‬ ‫ةع ع‬ ‫قوهن ي‬ ‫صعل ة‬ ‫ملواع ع‬ ‫قلو ة‬ ‫ال د‬ ‫حدتا ىع ت ععر ن‬ “Meriwayatkan hadis kepada kami Jarir bin Hazxim dari Sabit dari Anas r.a katanya, Rasululullah bersabda: Apabila sholat telah siap didirikan, maka janganlah kamu berdiri sehingga kamu melihatku”



20



Subhi al-Salih, Ulum al-Hadis wa … 191 dan Tengku Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar …… hal. 199 21 Nuruddin Itr ter: Mujiyo, Ulum Hadis……Hal.237 22 Jarh wa at ta’dil adalah hal ihwal para perawi dari segi diterima atau ditolaknya riwayat 23 Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, Kitab al-Jum’ah ‘an Rosulillah bab Ma Jaa fi al-Kalam ba’da Nuzul al-Imam mi al-Minbar, no.475Dalam Gisco, Mausu’ah al-Hadith al-Sharif II (Mesir: Shirkah al-Baramij al-Islamiyyah al-Dauliyyah, 1991-1997)



9



Ishaq bin Isa berkata: Kemudian saya datang kepada Hammad dan bertanya kepadanya perihal hadis ini. Ia menjawab; Abu al-Nadhar salah duga. Sesungguhnya kami berada di majelis Sabit al-Banni dan Hajjaj bin Abu Usman ada bersama kami. Hajjaj al-Shawwaf meriwayatkan hadis kepada kami dari Yahya bin Abu Bakar dari Abdullah bin Abu Qatradah dari bapaknya bahwa Rasulullah berkata “Apabila sholat telah siap didirikan, maka janganlah kamu berdiri sehingga kamu melihatku”. Abu Nadhar menduga bahwa hadis tersebut termasuk hadis yang diriwayatkan kepada kami oleh Sabit dari Anas. Jelaslah bagimana tertukarnya suatu sanad oleh rawinya, dimana dia telah menempatkan matan pada selain sanad yang sebenarnya.24 Hukum hadis maqlub jenis ini adalah daif, karena hal demikian timbul akibat kacaunya hafalan rawi, sehingga ia memalingkannya dari yang sebenarnya. Apabila terjadi berulang kali, maka akan mengurangi ke-dhabitannya dan semua hadisnya akan di daifkan25 Kedua, hadis maqlub yang terjadi karena kesengajaannya rawinya. Hadis maqlub jenis ini adalah yang paling bahaya, sehingga para ulama sangat besar perhatiannya untuk mengkaji dan membongkar rahasianya serta menjelaskan latar belakang dan motif para rawi yang melakukan hal itu. Diantara latar belakang dan motif tersebut adalah;26 a.



Keinginan perawi untuk mengemukakan hal-hal yang aneh kepada orang lain, sehingga diduga meriwayatkan hadis yang tidak pernah diriwayatkan oleh rawi lain. Dengan itu orang-orang akan menerima dan menghafalkanya.



b.



Keinginan seorang rawi untuk menguji ahli hadis yang lain, ia hafal atau tidak dan apakah hafalannya masih baik atau sudah kacau. Di samping dimaksudkan untuk menguji kecerdasan rawi lain, apakah ia 24



Hadis yang benar diriwayatkan oleh Bukhori pada bab Mata Yaqumu an Nasu Idza Ra’u al-Imam, 1:125 dan Muslim 2:101. Hadis yang diriwayatkan oleh Ishaq dengan sanad yang tidak sebenarnya itu diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitab al-‘Ilal wa Ma’rifat al-Rijal, 1:243 dan diriwayatkan oleh Turmudzi dari Bukhori dalam kitab al-Jum’ah bab al-Kalam ba’da Nuzul al-Imam min al-Minbar, 2:395 25 Nuruddin Itr ter: Mujiyo, Ulum Hadis…hal. 240 26 Nuruddin Itr, Manhaj fi Ulum al-Hadis…….hal.437-439



10



menerima indoktrinasi atau tidak. Sebab untuk mengetahui hadis maqlub dibutuhkan hafalan yang luas dan ketekunan yang tinggi guna menguasai sejumlah riwayat dan sanad. HADIS ZIYADAH Secara umum, ziyadah al-thiqah adalah penyendirian seorang siqoh dalam periwayatan hadis terhadap lafaz atau jumlah baik dalam sanad maupun matan.27 Sehingga pada nantinya ziyadah al-thiqah ini berdasarkan tempatnya terbagi menjadi dua, yaitu al-ziyadah fi al-sanad dan al-ziyadah fi al-matan. Ziyadah fi al-matan—adalah ketika seorang perawi secara menyendiri meriwayatkan tambahan lafaz atau jumlah dalam matan hadis yang mana tambahan tersebut tidak diriwayatkan oleh perawi lainnya.28 Menurut al-Tahhan, ziyadat al-thiqat adalah lafaz-lafaz yang dapat kita pandang sebagai tambahan dalam riwayat sebagian rawi siqoh untuk suatu hadis yang diriwayatkan oleh rawi-rawi soqoh yang lain untuk hadis tersebut.29 Adapun menurut Musfar, ziyadah al-thiqah adalah ketika seorang muhadis memberikan tambahan lafaz pada sebagian riwayat—atau salah satu riwayat—yang mana tidak disebutkan dalam riwayat yang lain. Konkritnya adalah ketika sekelompok orang meriwayatkan satu hadis dengan sanad dan lafaz yang sama, kemudian sebagian perawi memberikan tambahan yang mana tidak disebutkan olah perawi-perawi yang lain.30 Dengan demikian dapat dipetik kesimpulan bahwasannya ziyadah althiqah adalah tambahan seorang perawi baik berupa lafaz maupun jumlah (kalimat atau frase) pada hadis yang dia riwayatkan secara menyendiri, penambahan ini bisa terjadi pada sanad maupun matan hadis



27



Nuruddin ‘Itr, Manhaj al-Naqd Fi ‘Ulum al-Hadis (Beirut: Dar al-Fikr, 1997), hal. 423 Ibid, 425 29 Mahmud al-Thohhan, Taisir Mushthalah Hadith, terj. Zainul Muttaqin (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997) hal. 146 30 Musfar ‘Azamullah, Maqayis Naqd Mutun al-Sunnah (Riyad}: Jami’ al-Huquq Mahfuz ahli al-Mu’allif, 1984) hal. 154 28



11



Ibn Salah membagi hadis ziyadah menurut apa yang diriwayatkan secara menyendiri oleh seorang thiqah menjadi tiga, yaitu31: 1. Jika menafikan apa yang diriwayatkan oleh thiqah-thiqah yang lain, hukumnya ditolak. Al-Shafi’i berkata: “Tidak termasuk shad jika seorang thiqah meriwayatkan apa yang tidak diriwayatkan oleh thiqah-thiqah yang lain. Yang dinamakan shad adalah jika seorang thiqah meriwayatkan hadis yang ternyata menyalahi apa yang diriwayatkan perawi-perawi yang lain.” Ibn Hajar memberikan gambaran yang mungkin masuk dalam kategori yang pertama ini, yaitu ketika salah seorang periwayat menafikan yang lainnya sehingga bisa menyebabkan riwayatnya diterima dan yang lainnya ditolak, maka yang terjadi antara keduanya adalah Tarjih, sehingga diterima yang rajih dan ditolak yang marjuh, dan tarjih ini bisa berupa ziyadah aldabtatau kathrah al-‘adad ataupun yang lain.32 Contohnya adalah tambahan lafaz ‫ يوم عرفة‬pada hadis:



‫صنلا ى انلم يعيلحيره يويسلنيم يحوم يعيريفية يويحوم النححرر‬ ‫يعحن معحقيبية حبرن يعلارمرر يقلايل يقلايل يرمسومل انلر ي‬ ‫ي‬ ‫ي‬ ‫لحسيلرم يورهيي أينيلام أيحكرل يومشحررب‬ ‫يوأنيلام النتحشرريرق رعيمدينلا أحهيل ا ح ر‬ Hadis tersebut dalam seluruh jalurnya tanpa tambahan ‫ يوم عرفة‬dan hanya datang dari jalur Musa bin ‘Ali bin Rabbah dari ayahnya dari ‘Uqbah bin ‘Amir, dan hadis ini diriwayatkan oleh al-Tirmidhi, Abu Dawud dan yang lainnya.33 2. Jika riwayat tersebut pada dasarnya tidak menafikan dan tidak menyalahi apa yang diriwayatkan yang lainnya—seperti hadis yang diriwayatkan sekelompok orang thiqah—dan tidak bertentangan dengan periwayatan yang lainnya, maka periwayatan seperti ini dapat diterima.



31



Musfar ‘Azamullah, Maqayis Naqd…, hal. 156, pembagian ini tidak jauh berbeda dengan pembagian yang dilakukan Muhammad bin Ibrahim bin Juma’ah dalam Minahil al-Rawi, hal. 59 32 Musfar ‘Azamullah, Maqayis Naqd…… hal. 158 33 Mahmud al-Thohhan, Taisir Mushthalah Hadis….hal. 148



12



Contonya adalah hadis riwayat Muslim dari jalan ‘Ali bin Mushir dari alA’mash dari Abi Razin dan Abi Sa>ih dari Abi Hurairah ra. berikut ini:



‫صنلا ى انلم يعليحيره يويسلنيم إريذا يولييغ احليكحلمب رفي إرينلارء أييحردمكحم يفحلميررحقمه مثنم رليحغرسحلمه‬ ‫يقلايل يرمسومل انلر ي‬ ‫صنبلاح يحنديثينلا إرحسيمرعيمل حبمن يزيكررنيلايء يعحن ا ح ي‬ ‫ي‬ ‫لحعيمرش ربيهيذا‬ ‫يسحبيع رميرارر و يحندثرني ميحنممد حبمن ال ن ر‬ 34 ‫لحسينلارد رمحثليمه يوليحم يمقحل يفحلميررحقمه‬ ‫ا حر‬ Yang menjadi ziyadah pada hadis tersebut adalah lafaz ‫ يفحلميررحقمه‬yang ternyata tidak diriwayatkan oleh murid-murid al-A’mash yang lain, sedangkan ‘Ali bin Mushir adalah seorang rawi yang thiqah, sehingga ziyadah ini dapat diterima.35 3. Jika menempati kedua derajat di atas, seperti penambahan lafaz} pada suatu hadith yang tidak disebutkan oleh para periwayat yang lain. Contohnya: riwayat Malik dari Nafi’ dari Ibn ‘Umar:



‫صلاععلا رمحن يتحمرر أيحو‬ ‫صنلا ى انلم يعيلحيره يويسنليم يفير ي‬ ‫ض يزيكلاية احلرفحطرر رمحن يريم ي‬ ‫ضلاين ي‬ ‫أينن يرمسويل انلر ي‬ 36 ‫صلاععلا رمحن يشرعيرر يعيلا ى مكلل محرر أيحو يعحبرد يذيكرر أيحو أمحنيثا ى رمحن احلمحسرلرميين‬ ‫ي‬ Abu ‘Isa al-Turmudhi menyatakan bahwa hanya Malik yang telah meriwayatkan di antara para thiqah tentang tambahan ‫ رمين احلمحسرلرمحيين‬Abdullah bin Umar dan Ayyub serta yang lainnya telah meriwayatkan h}adi>th ini dari Nafi’ dari Ibn ‘Umar tanpa penambahan ini. Menanggapi hal ini para imam berkomentar, salah satunya al-Syafi’i dan Ahmad. Hadis ini dan yang serupa dengannya menyerupai yang pertama dari sisi bahwa yang diriwayatkan sekelompok orang jama’ah bersifat umum, sedangkan yang diriwayatkan secara menyendiri bersifat khusus, di dalamnya pun terdapat perubahan sifat, dan perbedaan hukum, inipun menyerupai yang kedua dari sisi tidak adanya penafian antara keduanya.



34



Muslim, Sahih Muslim, Kitab al-Taharah, Bab Hukm Wulugh al-Kalb, no. 418 Dalam Gisco, Mausu’ah al-Hadith al-Sharif II (Mesir: Shirkah al-Baramij al-Islamiyyah al-Dauliyyah, 1991-1997) 35 Mahmud al-Thohhan, Taisir Mushthalah Hadith….. hal. 147-148 36 Al-Turmudhi, Sunan al-Turmudhi, Kitab al-Zakah ‘an Rasulillah, Bab Ma Ja’a fi Sadaqah al-Fitr, no. 612. Dalam Gisco, Mausu’ah al-Hads al-Sharif II (Mesir: Shirkah al-Baramij al-Islamiyyah al-Dauliyyah, 1991-1997)



13



Ibn Salah pun tidak memberikan kejelasan hukum terhadap jenis yang terakhir ini karena ihtimal, jika ternyata lebih condong pada yang pertama maka ditolak, jika pada yang kedua maka diterima. Pada jenis ketiga ini terdapat perbdeaan pendapat, dan itulah yang dimaksud dengan generalisasi mereka terhadap ziyadah al-thiqah, namun kebanyakan mereka menerima ziyadah PENUTUP Sebagai akhir pembahasan tulisan ini, penulis sajikan kesimpulan umum sebagai berikut; Pertama, dalam perkembangan masa hadis dikelompakkan sesuai kriteria masing-masing. Secara garis besar hadis dapat dibagi dengan melihat sanad dan matan. Sehingga dapat dirumuskan, berdasarkan diterima dan ditolaknya, jumlah rawi, bentuk dan penisbahan matan dan berdasarkan persambungan dan keadaan sanad. Kedua, munculnya fenomena penambahan, perbedaan redaksi, penukaran urutan kalimat terdapat uncur positive dan lebih banyak negatifnya. Positif bila dilihat dari penambah penjelas dari kalimat yang masih perlu ditafsirkan. Negatifnya membuat keraguan sang pengkaji, disebabkan berbagai hal, diantaranya kemungkinan sang perawi memang tidak dabit, dan kemungkinan rawi menafsirkan secara obyektif, sehingga tidak sesuai makna dan maksud sebenarnya. Dengan munculnya fenomena diatas memiliki dampak yang sangat bahaya, lantaran kadang-kadang berakibat menjadikan sesuatu yang bukan hadis sebagai hadis, maka para ulama sangat keras menyoroti dan mengkajinya dengan serius serta menanganinya dengan sangat hati-hati. Dan ahirnya para pecinta hadis agar tergugah untuk lebih berhati-hati dalam menelaah dan mengamalkan isi hadis sehingga dapat membedakan mana yang termasuk bagian hadis dan yang bukan



DAFTAR PUSTAKA



14



Azamullah, Musfar., Maqayis Naqd Mutun al-Sunnah, Riyad: Jami’ al-Huquq Mahfuz ahli al-Mu’allif, 1984 CD Mausu’ah al-Hadis al-Sharif II, Mesir: Shirkah al-Baramij al-Islamiyyah alDauliyyah, 1991-1997 Endang Soetari AD, Ilmu Hadis, Bandung: Amal Bakti Press 1997 Mahmud Tohan dalam Taisir Mustalah Hadis Muhammad ‘Ajaj al-Khatib, terj: Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, Ushulul Hadis: Pokok-Pokok Ilmu Hadis, Jakarta: Gaya Media Pratama 1998 -------------, Ushul al-Hadis: ‘Ulumuhu wa Musthalahuhu, Beirut: Dar al-‘Ilmu li al-Malayin 1977 -------------, Al-Sunnah Qabl al-Tadwin, Beirut: Dar al-Fikr 1981 Nuruddin Itr ter: Mujiyo, Ulum Hadis, Bandung: Remaja Rosdakarya 1997 ------------, Manhaj fi Ulum al-Hadis, Damaskus: Dar al-Fikr 1998 Subhi al-Salih, Ulum al-Hadis wa Musthalahuhu, Beirut: Darul Ilmi lil Malayin 1977 Tengku Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Semarang: Pustaka Rizki Putra 1999



15