Alat Bukti Sumpah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KATA PENGANTAR



ALAT BUKTI SUMPAH Sumpah sebagai alat bukti yang terakhir sesuai dengan apa yang tercantum dalam Pasal 1866 BW yang menyatakan bahwa alat-alat bukti dalam perkara perdata meliputi Alat Bukti Surat, Saksi, Persangkaan-persangkaan, Pengakuan dan Sumpah. Alat bukti yang terakhir inilah yang akan menjadi pembicaraan terkahir mengenai Alat-alat bukti yang terdapat dalam Hukum Acara Perdata. Sumpah sendiri dalam KUHPerdata diatur dalam Pasal 1929 sampai dengan Pasal 1945 KUHPerdata. Yang dimaksud dengan sumpah oleh HIR maupun KUHAP tidak diberikan definisi. Undang-undang hanya mengatur tentang sumpah pada pasal 155-158 dan 177 HIR dan pasal 1929-1945 KUHPerdata. Walaupun Undang-undang tidak menjelaskan arti sumpah para ahli hukum memberikan pengertiannya yaitu antara lain Prof. Mr.A.Pitlo dengan mengatakan bahwa, “ sumpah adalah hal menguatkan suatu keterangan dengan berseru kepada tuhan. Sedangkan Sudikno Mertokusumo S.H berpendapat bahwa : “sumpah pada umumnya adalah suatu pernyataan yang khidmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janju atau keterangan dengan mengingat akan sifat maha kuasa daripada tuhan, dan percaya bahwa siapa yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum olehnya.” Berdasarkan undang – undang maka sumpah ada dua macam yaitu sumpah yang diperintahkan oleh hakim dan sumpah yang dimohonkan oleh pihak lawan. Sumpah yang dimohonkan oleh pihak lawan diatur dalam pasal 1930 – 1939 KUHPerdata dan sumpah yang diperintahkan oleh hakim diatur dalam pasal 1940 – 1943 KUHPerdata yang selanjutnya sumpah ini masih dapat dibedakan dalam sumpah tambahan ( sumpah supletoir ) dan sumpah penaksiran ( sumpah aestimatoir ).



Dalam Hukum Acara Perdata Dikenal 3 macam Sumpah, yaitu :



A. SUMPAH PEMUTUS (Decesoir) Yaitu sumpah yang dilakukan karena tidak alat bukti yang lain sama sekali.Perlu diketahui bahwa sumpah juga dapat dilakukan di luar pengadilan, akan tetapi sumpah tersebut mempunyai daya kekuatan sebagai alat bukti jika sumpah tersebut dilakukan di depan Hakim baik itu di depan Hakim Ketua yang memeriksa perkara maupun di depan Hakim Anggotanya. Sumpah inilah yang disebut sumpah pemutus: 



Merupakan sumpah yang di ucapkan oleh salah satu pihak atas perintah atau permintaan pihak lawan







Pihak yang memintakan atau meminta mengucapkan sumpah disebut deferent, yaitu orang atau pihak yang memerintahkan sumpah pemutus, sedangkan pihak yang di perintahkan bersumpah disebut delaat , atau gedefereerde



Pengertian Sumpah Pemutus Makna sumpah pemutus memiliki daya kekuatan memutuskan perkara atau mengakhiri perselisihan. SP mempunyai sifat dan daya litis decisoir, yang berarti dengan pengucapan SP: 



Dengan sendirinya mengakhiri proses pemeriksaan perkara;







Diikuti dengan pengambilan dan menjatuhkan putusan berdasarkan ikrar sumpah yang diucapkan;







Dan undang-undang melekatkan kepada SP tersebut nilai kekuatan pembuktian sempurna, mengikat, dan menetukan.



Ruang Lingkup Sumpah Pemutus 



Ruang Lingkup penerapan SP menurut pasal 1930 KUHPerdata:



1. Meliputi segala sengketa; 2. Olehkarena itu, dapat diperintahkan dalam segala jenis sengketa yang berupa apa pun. 



Syarat Formil Sumpah Pemutus: 1. Tidak ada bukti apapun (Pasal 1930 ayat (2) KUHPerdata, Pasal 156 ayat (1) HIR) 2. Inisiatif berada pada pihak yang memerintahkan (Pasal 1929 ayat (1) KUHPerdata, Pasal 156 ayat (1) HIR). 3. Suatu perbuatan yang dilakukan sendiri (Pasal 1331 KUHPerdata, 156 ayat (1) HIR).







Yang berhak memerintahkan, menerima, menolak, dan mengambil Sumpah Pemutus: 1. Pihak yang berpekara sendiri (Pasal 1934 KUHPerdata atau Pasal 157 HIR) 2. Kuasa berdasarkan surat kuasa khusus (Pasal 1934 KUHPerdata) 3. Wali dapat bertindak melakukan SP (Pasal 355 KUHPerdata , Pasal 50 undang-undang no.1 tahun 1974 4. Kurator dalam pailit memerlukan persetujuan hakim komisaris (Pasal 100 uu kepailitan no.4 tahun 1998) 5. Direksi mewakili perseroan (Pasal 1 butir 4 dan pasal 82 uu no. 1 tahun 1995(UU PT)



B. SUMPAH PENAKSIR (Aestimatoir) Pasal 155 HIR mengatur tentang sumpah penaksiran, yaitu sumpah yang di perintahkan oleh hakim karena jabatannya kepada penggugat untuk menentukan jumlah uang ganti kerugian. Di dalam praktek sering terjadi bahwa jumlah uang ganti kerugian yang diajukan oleh pihak yang bersangkutan itu simpang siur, maka soal ganti rugi ini harus di pastikan dengan pembuktian. Hakim tidaklah wajib untuk membebani sumpah penaksiran ini kepada penggugat. Sumpah penafsiran ini barulah dapat dibebankan oleh hakim kepada penggugat apabila penggugat telah dapat membuktikanhaknya atas dasar kerugian itu serta jumlahnya masih belum pasti dan tidak ada cara lain untuk menentukan jumlah ganti kerugian tersebut kecuali dengan taksiran.



“Kekuatan pembuktian sumpah aestimatoir ini sama dengan sumpah suppletoir adalah Bersifat sempurna dan masih memungkinkan pembuktian lawan”







Objek Sumpah Penaksir Pasal 1940 KHUPerdata maupun Pasal 155 ayat (1) HIR hanya menjelaskan agar dengan pengangkatan sumpah dapat ditentukan jumlah yang akan dikabulkan namun tidak disebutkan secara tegas objek yang menjadi landasan menetapkan jumlah yang akan di taksir untuk di kabulkan. Secara logika, objek yang mengandung nilai perhitungan jumlah, hanya terdiri dari: 1) ganti rugi, baik yang timbul sebgai akibat wanprestasi atau perbuatan melawan hukum; 2) harga suatu barang dalam transaksi jual-beli sebagaimana yang disebutkan pada pasal 1942 KUHPerdata. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan pada sengketa ini, seperti sewa yang dapat dikabulkan atau jumlah yang dapat dikabulkan dalam sengketa pengangkutan dan sebagainya.







Harus Dibuktikan “HAK” dan Syarat-Syaratnya Syarat formil utama agar sumpah penaksir dapat diterapkan: 1. Apabila penggugat telah mampu membuktikan haknya atas dalil pokok gugutan 2. Karena sumpah penaksir tersebut asesor kepada hak yang menimbulkan adanya tuntutan atas sejumlaj ganti rugi atau sejumlah harga barang maka selama belum dapat dibuktikannya hak, tidaklah mungkin menuntu ganti rugi atau harga barang. Dengan demikian, kalau hak yang menjadi dasar tututan ganti rugi atau harga barang belum belum atau tidak terbukti, tidak ada dasar landasan hukumuntuk menuntut ganti rugi atau harga barang.







Hakim Yang Berwenang Memerintahkan



Sumpah penaksir dengan ST, sma-sama diatur dalam pasal 1940 KUHPerdata yang menegaskan, yang berwenang memerintahkan pembebanannya adalah hakim. Kewenangan tidak diberikan kepada para pihak sebagainama halnya SP. Penerapan tidak wajib. Artinya undang-undang tidak mewajibkan hakim untuk menerapkannya. Tetapi hakim dapat dan berwenang memerintahkannya apabila penggugat sudah dapat membuktikan haknya, tetapi tidak mampu membuktikan jumlah yang dituntutnya. Artinya jumlah yang dituntunya: 1. Belum dapat dipastikan berdasarkan alat bukti lain. 2. Tidak ada cara lain untuk menetukan jumlah ganti rugi atau harga barang yang dituntutnya kecuali debfab jalan sumpah penaksir. 



Nilai Kekuatan Pembuktian Sumpah Penaksir Kekuatan pembuktian SP dan ST adalah bersifat sempurna, mengikat, dan menetukan sedemikian kuat yang mengakibatkannya sehingga pasal 1935 KUHPerdata menegaskan, alat bukti sumpah tidak dapat dilawan dengan alat bukti apa pun. Begitu juga pasal 177 HIR menyatakan, apabila pihak lawan mengucapkan SP atau ST maka tidak dapat diminta lagi alat bukti lain untuk menguatkan kebenaran sumpah yang diucapkannya. Namun demikian ada juga yang berpendapat, bahwa yang memiliki nilai sempurna, mengikat, dan menentukan hanya SP saja. ST hanya mempunyai nilai kekuatan sepurna dana mengikat saja, sehingga terhadapnya dapat diajukan bukti lawan. Pihak lawan dapat membuktikan bahwa sumpah itu palsu.



C. SUMPAH TAMBAHAN (Suppletoir) Sumpah suppletoir atau pelengkap adalah sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena jabatannya kepada salah satu pihak untuk melengkapi pembuktian peristiwa yang menjadi sengketa sebagai dasar putusannya. Untuk dapat diperintahkan bersumpah suppletoir kepada salah satu pihak harus ada pembuktian dan tidak ada alat bukti lainnya, sehingga apabila ditambah dengan sumpah suppletoir pemeriksaan perkaranya menjadi selesai, sehingga hakim dapat menjatuhkan putusannya, misalnya hanya ada seorang saksi saja. Karena sumpah suppletoir ini mempunyai fungsi menyelesaikan perkara, makanya mempunyai kekuatan pembuktian sempurna, yang memungkinkan adanya bukti lawan.



Pihak lawan boleh membuktikan bahwa sumpah itu palsu apabila putusan yang disasarkan atas sumpah suppletoir itu telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti, maka bagi pihak yang dikalahkan terbuka kesempatan mengajukan request civilsetelah putusan pidana yang menyatakan bahwa sumpah itu palsu ( dilihat pasal 385 Rv ). Selanjutnya undang-undang membedakan sumpah atas perintah hakim kedalam dua jenis yaitu, sumpah tambahan dan sumpah penafsiran. Kedua jenis sumpah ini seperti sumpah pemutus yaitu, diucapkan oleh para pihak untuk menyatakan kebenaran dari sesuatu dengan secara hikmat dan pertanggungjawabannya berhubungan langsung kepada tuhan. Dan juga kedua sumpah ini dapat menyelesaikan suatu pemeriksaan perkara, hanya saja jenis sumpah perintah hakim bukan merupakan bukti yang memutuskan suatu perkara seperti sumpah pemutus. Khusus perihal sumpah tambahan diatur dalam pasal 155 HIR dan pasal 1940 KUHAPerdata. Untuk jelasnya berikut ini isi pasal 155 HIR yaitu: (1) Jika kebenaran tuntutan atau kebenaran pembelaan atas itu tiada secukupnya terang akan tetapi tidak pula hampa dari segala keterangan, dan sekali-sekali tidak ada jalan akan meneguhkannya lagi dengan upaya, keterangan yang lain, maka bolehlah pengadilan negeri karena jabatannya menyuruh salah satu pihak bersumpah dihadapan hakim, supaya karena sumpah itu dapat diputuskan perkara itu atau dapat ditentukan jumlah uang yang akan diperkenankan.



(2) Dalam hal yang kemudian itu di pengadilan negeri harus menentukan jumlah uang, yang sehingga itulah penggugat boleh dipercayai karena sumpahnya Begitu pula pasal 1945 KUHPerdata menentukan : Hakim dapat, karena jabatan memerintahkan sumpah kepada satu pihak yang berperkara untuk menggantungkan pemutusan perkara pada penyumpahan itu, atau untuk menetapkan jumlah yang akan dikabulkan.



Letak Perbedaan antara Sumpah Pemutus Dengan Sumpah Tambahan Terdapat beberapa perbedaan pokok antara SP dengan ST, yang terpenting di antaranya sebagai berikut: 1. Yang memerintahkan pengangkatan sumpah Perbedaan



pertama:



pihak



yang



memerintahkan



pengangkatan



atau



pengucapan sumpah:  Pada SP yang berhak dan berwenang memerintahkan, adalah pihak yang berperkara.  Pada ST



yang berwenag memerintahkan adalah hakim karena



jabatannya



2. Pengambilan Pengucapan Sumpah Perbedaan yang lain, bertitik tolak dari ketentuan pasal 1932 KUHPerdata berkenaan dengan pengambilan sumpah.  Pada SP dimungkinkan mengembalikan sumpah kepada yang memerintahkan semula.  Pada ST undang-undang tidak memeperbolehkan mengembalikan sumpah



3. Perbedaan dari kualitas pumbuktian Sumpah sebagai alat bukti baru dapat diterapkan apabila para pihak tidak mampu membuktikan dalil gugatan atau bantaan dengan alat bukti lain:  Pada SP para pihak sama sekali tidak mampu mengajukan bukti apapun .  Pada ST, para pihak atau salah satu pihak



mampu mengajukan



pembuktian tetapi tidak mencapai batas minimal pembuktian. 



Syarat Formil Sumpah Tambahan Dari penjelasan perbedaan SP dengan ST di atas, telah tergambarkan syarat formil Sumpah Tambahan



1. Alat Bukti Yang Di ajukan Tidak Mencukupi Inilah syarat utama, harus ada lebih dahulu permulaan pembuktian sebagai landasan menerapkan Sumpah Tambahan. Dengan demikian, Sumpah Tambahan tidak dapat berdiri sendiri sebagai alat bukti. Dia baru dapat didirikan apabila ada permualaan pembuktia hal ini di gaririskan dalam pasal 1941 KUHPerdata yang menyatakan hakim baru berweang memerintahkan pengucapan ST, apabila: a) Dalil gugatan yang diajukan penggugat atau bantahan yang dikemukakan tergugat tidak terbukti dengan sempurna; b) Jika dalil gugatan penggugat atau bantahan tergugat tidak sama sekali tak terbukti



2. Atas Perintah Hakim Syarat kedua diatur dalam pasal 1929 ayat (2) dan pasal 1940 KUHPerdata. Sumpah Tambahan harus atas perintah hakim berdasarkan jabatannya. Hakim berwenang



menilai dan mempertimbangkan apakah perlu atau tidak



diperintahkan pengucapan ST. 



Sumpah Tambahan Diucapkan Sendiri atau Kuasa Sama halnya dengan ketentuan pasal 1931 KUHPerdata, pasal 157 HIR yang menegaskan SP harus diucapkan sendiri oleh pihak uang berpekara atau kuasa, pasal 1946 KUHPerdata juga menegaskan perinsip yang tidak berbeda pengucapan ST.  Diucapkan sendiri secara pribadi oleh pihak yang berpekara  Dapat diucapkan oleh kuasa







Kebolehan Berdasarkan Alasan Penting Menurut pasal 1945 ayat (2) KUHPerdata, kebolehan kuasa bertindak mengangkat ST sebagai pihak formil untuk dan atas nama pihak materil. Didasarkan atas alasan penting. jika ada alasan penting, hakim memperbolehkan kuasa mengangkat ST mewakili pihak yang berperkara. Hanya saja pasal itu tidak menjelaskan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan alasan penting.







Surat kuasanya berbentuk akta otentik



Supaya kedudukan kuasa sah mewakili pihak yang berperkara mengangkat ST, pemberian kedudukan kuasa harus dibuat dalam pembuktukan kata otentik. Hal itu ditegaskan dalam pasal 1945 ayat (2) KUHPerdata apabila pihak yang berperkaramempunyai alasan penting tidak dapat mengucapkan ST yang di perintahkan hakim kepadanya: a) Dapat mewakili pelaksanaan pengangkatan ST itu kepada seseorang yang khusus dikuasakan untuk itu; b) Surat kuasa khusus untuk itu dituangkan dalam bentuk akta otentik, 



Dapat dibebankan kepada ahli waris Selama pihak yang berperkara masih hidup, pengangkatan ST tidak dapat dilakukan ahli waris, akan tetapi , apabila pihak yang berperkara meninggalkan dunia dan ST yang diperintahkan hakim kepadanya belum dilaksanakan,



pengangkatan ST



tersebuat dapat dibebankan pelaksanaannya kepada ahli waris berdasarkan titel umum yang menmpatkan ahli waris demi hukum menggantikan pewaris dalam penyeselesaian proses perkara tersebut. 



Keabsahan formil ST dicatatkan dalam berita acara Keabsahan formil ini bukan hanya berlaku pada ST, tetapi juga pada SP, agar pelaksanaan pengucapan sumpah sah secara formil, tindakan dan peristiwa serta rumusan sumpah yang diucapkan, dicatat dalam berita acara sidang. Membatalkan putusan dan menyatakan dalil atau bantahan tidak terbukti alternatif



pertama, membatalkan putusan atas alasan putusan PN bertentangan hukum pembuktian, karena telah menjadikan ST sebahgai alat bukti yang menetukan. padahal alat bukti itu secara formil tidak sah, sebab pelaksanaannya ST itu tidak tercantum dalam berita acara sidang. Menyuruh ulang pengucapan sumpah kedua, tingkat banding atau kasasi menjatuhkan putusan sela yang berisi perintah melakukan pemeriksaan tambahan kepada PN: 1. Untuk mengulangi pengucapan ST sekali lagi; 2. Dan mencatat pelaksanaan dalam berita acara pemeriksaan tambahanh alternatif ini, dianggap lebih rasional memenuhi kepentingan para pihak yang berpekara.