Analisa Pemilihan Moda Transportasi Dengan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) Studi Kasus [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Analisa Pemilihan Moda Transportasi Dengan Metode Analytic Hierarchy Process ( AHP ) Studi Kasus : Kuala Namu - Medan 1. Home



2. Pendidikan 0 4 107



ANALISA PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI DENGAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS ( AHP ) STUDI KASUS : KUALA NAMU - MEDAN Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Penyelesaian Sarjana Teknik Sipil Disusun oleh: PATRICA ANITA SIAGIAN 110424028 DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014 LEMBAR PENGESAHAN ANALISA PEMILIHAN MODA TRANSPORTASI DENGAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS ( AHP ) STUDI KASUS : KUALA NAMU - MEDAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Ujian Sarjana Teknik Sipil Dikerjakan oleh: PATRICA ANITA SIAGIAN 110 424 028 Pembimbing Penguji I Ir. Indra Jaya Pandia, M.T. NIP. 19560618 198601 1 001 Penguji II Ir. Joni Harianto NIP. 19591110 198701 1 002 Ir. Syahrizal, M.T. NIP. 19611231 198111 1 001 Mengesahkan Koordinator PPSE Departemen T. Sipil FT. USU Ketua Departemen T. Sipil FT. USU Ir. Zulkarnain A. Muis, M. Eng.Sc NIP. 19560326 198103 1 003 Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan NIP. 19561224 198103 1 002 PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 ABSTRAK



Pemilihan moda transportasi ini bertujuan untuk mendapatkan alasan – alasan apa saja yang paling penting yang mempengaruhi penumpang dalam memilih moda transportasi untuk melakukan perjalanan dari Kuala Namu menuju Medan antara angkutan umum atau angkutan pribadi dan mendapatkan moda transportasi terbaik yang menjadi pilihan penumpang berdasarkan kriteria yang ditentukan dalam melakukan perjalanannya. Survei dilakukan dengan menyebarkan 125 quisoner pada pengguna jasa angkutan umum dan angkutan pribadi di bandara ketibaan Kuala Namu mulai dari pukul 08.00 Wib s/d 22.00 Wib. Dengan pembagian waktu pukul 08.00 Wib s/d 13.00 Wib, 13.00 Wib s/d 18.00 Wib, dan 18.00 Wib s/d 22.00 Wib. Parameter dari responden untuk mengisi quisoner adalah penumpang yang sudah pernah menggunakan transportasi bus, kereta api, taksi dan kendaraan pribadi. Hasil survei dianalisis dengan Analytical Hierarchy Process ( AHP ) untuk menentukan urutan faktor pemilihan moda. Hasil analisa menunjukkan faktor utama yang mempengaruhi pemilihan moda untuk perjalanan ke Medan : pukul 08.00 Wib s/d 13.00 Wib adalah faktor waktu ( 25,21 % ) dan faktor keamanan ( 18,04 % ), pukul 13.00 Wib s/d 18.00 Wib adalah faktor biaya ( 24,04 %) dan faktor keamanan ( 18,86 % ) dan pukul 18.00 Wib s/d 22.00 Wib adalah faktor keamanan ( 27,59 % ) dan faktor kenyamanan ( 16,72 % ). Ditinjau dari berbagai faktor, pukul 08.00 Wib s/d 13.00 Wib alternatif menggunakan kendaraan pibadi dan kereta api merupakan alternatif yang terbaik ( 29,86 % dan 29,70 % ), pukul 13.00 Wib s/d 18.00Wib alternatif menggunakan bus merupakan alternatif yang terbaik ( 36,38 % ), dan pukul 18.00 Wib s/d 22.00 Wib alternatif menggunakan kendaraan pribadi merupakan alternatif yang terbaik ( 33,23 % ). Kata Kunci : Pemilihan Moda, angkutan umum, angkutan pribadi, dan Analytic Hierarchy Process KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat TUHAN YANG MAHA ESA yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan. Adapun judul dari tugas akhir ini adalah “Analisa Pemilihan Moda Transportasi dengan Metode Analytical Hierarcy Process (AHP)” Studi Kasus : Kuala Namu - Medan. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata I (S1) di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak. Ungkapan terima kasih atas segala jerih payah, motivasi dan doa yang diberikan sehingga dapat menyelesaikan studi di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, terutama kepada: • Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, MT., selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran untuk membantu, membimbing dan mengarahkan penulis hingga selesainya tugas akhir ini. • Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Kepala Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. • Bapak Ir. Syahrizal, MT., selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. • Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M. Eng Sc , selaku Koordinator PPSE Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.



• Bapak Yusandi Aswad, ST., MT., dan Bapak Ir. Joni H., selaku Dosen Pembanding/Penguji yang telah memberikan masukan dan kritikan yang membangun dalam menyelesaikan tugas akhir ini serta kepada Bapak/Ibu Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. • Ayahanda Drs. Maladi Siagian , Ibu Mian Raulina Barimbing tercinta, dan abang- kakakku yang selalu mendukung, membimbing, dan memotivasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini. • Buat Bang Sinar yang telah memberi semangat, dukungan dan mengajari sampai tugas akhir ini dapat terselesaikan. • Buat semua teman-temanku Ekstension 2011, Ekstension 2012 dan Efraim Jurusan Teknik Industri yang telah memberi semangat dan mengajari. Semoga TUHAN YANG MAHA ESA membalas dan melimpahkan rahmat dan karuniaNya kepada kita semua, dan atas dukungan yang telah diberikan diucapkan terima kasih. Akhirnya, semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Medan, September 2014 Hormat Saya Patrica Anita Siagian DAFTAR ISI Abstrak ……………………………………………………………………… i Kata Pengantar ………………………………………………………………. ii Daftar Isi …………………………………………………………………….. iv Daftar Tabel …............................ ……………………………………………… viii Daftar Gambar ………………………………………………………………… xii BAB I PENDAHULUAN ………. …………………………………………. 1 1.1 Latar Belakang ……………………………………………………. 1 1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………. 1 1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………………….. 3 1.4 Manfaat Penelitian …………. ……………………………………. 3 1.5 Batasan Penelitian ………………………………………………….. 4 1.6 Studi Pendahuluan ………………………………………………… 5 1.7 Sistematika Tulisan ……….. ……………………………………. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………..…………………………………… 9 2.1 Proses Hirarki Analitik (Analitycal Hierarchy Process) ………….. 9 2.1.1 Manfaat Analytical Hierarchy Process………………………. 10 2.1.2 Aksioma-aksioma Analytic Hierarchy Process……………… 10 2.1.3 Prinsip-Prinsip Dasar Analytic Hierarchy Process…………. 12 2.1.4 Penyusunan Prioritas ……………………………………… 15 2.1.5 Eigen value dan Eigen vector ……………………………... 18 2.1.6 Uji Konsistensi Indeks dan Rasio ……………...................... 23 2.2 Moda Transportasi ……………………………………………… 25 2.2.1 Pengertian Moda Transportasi ………………………….. 25 2.2.2 Tahapan Pemilihan Moda (Moda Choice) …….................. 28



2.2.3 Pemilihan Moda Transportasi …………………………….. 29 2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Moda……… 33 2.3 Angkutan Umum Penumpang ……………….…………………… 35 2.3.1 Kondisi Angkutan Umum ………………………………….. 37 2.4 Angkutan Pribadi ………………………………………………. 39 BAB III METODOLOGI PENELITIAN …………………………………… 41 3.1 Tahap-Tahap Proses Penelitian ……………………………….. 41 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA …………………. 45 4.1 Pelaksanaan Survei Pengumpulan Data ………………………. 45 4.2 Pengumpulan Data ……………………………………………. 45 4.3 Langkah-langkah Mewawancarai ……………………………… 46 4.4 Pembuatan Daftar Quisioner …………………………………… 46 4.5 Populasi dan Sampel Penelitian ………………………………… 47 4.6 Struktur Hirarki Pemilihan Alternatif Moda Terbaik …………… 50 4.7 Matriks Perbandingan Berpasangan (Pairwise Comparison) …… 51 4.7.1 Level 2 (alasan) …………………………………………... 51 4.7.2 Level 3 (Alternatif) ……………………………………… 51 4.8 Pengolahan Data ……………………………………………….. 53 4. 8.1 Perhitungan Rata-rata Pembobotan untuk Setiap Kriteria dan Alternatif .…………………………………. 53



4.8.2 Perhitungan Bobot Parsial dan Konsistensi Matriks…… 56 4.8.2.1 Perhitungan Bobot Parsial dan Konsistensi Matriks untuk Elemen Level 2 ( Kriteria)…………………………… 57 4.8.2.2 Perhitungan Bobot Parsial dan Konsistensi Matriks untuk Alternatif pada Kriteria Biaya………………………… 60 4.8.2.3 Perhitungan Bobot Parsial dan Konsistensi Matriks untuk Alternatif pada Kriteria Waktu………………………. 63 4.8.2.4 Perhitungan Bobot Parsial dan Konsistensi Matriks untuk Alternatif pada Kriteria Headway…………………… 66 4.8.2.5 Perhitungan Bobot Parsial dan Konsistensi Matriks untuk Alternatif pada Kriteria Kemudahan………………… 70 4.8.2.6 Perhitungan Bobot Parsial dan Konsistensi Matriks untuk Alternatif pada Kriteria Keamanan…………………... 73 4.8.2.7 Perhitungan Bobot Parsial dan Konsistensi Matriks untuk Alternatif pada Kriteria Kenyamanan………………... 76 4.8.3 Penentuan Bobot Prioritas………………………………… 83 4.8.3.1 Level 3 …………………………………………. 83 4.8.3.2 Level 2 ………………………………………….. 84 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………. 86 5.1 Kesimpulan ……………………………………………………… 86 5.2 Saran ……………………………………………………………. 89 Daftar Pustaka …………………………………………………………………. 90 Lampiran ………………………………………………………………………. 91 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Matriks Perbandingan Berpasangan ………………………………… 16 Tabel 2.2 Skala Saaty …………………………………………………………. 17 Tabel 2.3 Nilai Random Indeks (RI) …….. …………………………………… 24 Tabel 2.4 Jadual Kereta Api Kuala Namu – Medan …………………………… 39 Tabel 4.1 Jumlah penerbangan dan Jumlah penumpang ……………………… 47 Tabel 4.2 Data sampel sementara untuk pengambilan sampel yang sebenarnya…. 48 Tabel 4.3 Contoh Hasil Kuisoner Matriks Perbandingan Antar Kriteria dari Responden 1…………………………………………………………… 51 Tabel 4.4 Contoh Hasil Kuisoner Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Biaya Setiap Alternatif dari Responden 1…………………………….. 51 Tabel 4.5 Contoh Hasil Kuisoner Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Waktu Setiap Alternatif dari Responden 1……………………………. 52 Tabel 4.6 Contoh Hail Kuisoner Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Headway Setiap Alternatif dari Responden 1…………………… 52 Tabel 4.7 Contoh Hasil KuisonerMatriks Perbandingan Berpasangan



Antar Kemudahan Setiap Alternatif dari Responden 1……………….. 52 Tabel 4.8 Contoh Hsil Kuisoner Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Keamanan Setiap Alternatif dari Responden 1…………………. 53 Tabel 4.9 Contoh Hasil Kuisoner Matriks Perbandingan Berpasangan Antar Kenyamanan Setiap Alternatif dari Responden 1……………………. 53 Tabel 4.10 Perhitungan Rata-rata Pembobotan untuk Kriteria…………………… 54 Tabel 4.11 Perhitungan Rata-rata Pembobotan Alternatif Moda Kriteria Biaya………………………………………………….. 54 Tabel 4.12 Perhitungan Rata-rata Pembobotan Alternatif Moda Kriteria Waktu.............................................................................. 55 Tabel 4.13 Perhitungan Rata-rata Pembobotan Alternatif Moda Kriteria Headway……………………………………………….. 55 Tabel 4.14 Perhitungan Rata-rata Pembobotan Alternatif Moda Kriteria Kemudahan …………………………………………. 55 Tabel 4.15 Perhitungan Rata-rata Pembobotan Alternatif Moda Kriteria Keamanan …………………………………………… 55 Tabel 4.16 Perhitungan Rata-rata Pembobotan Alternatif Moda Kriteria Kenyamanan ………………………………………… 56 Tabel 4.17 Penjumlahan Rata-rata Pembobotan untuk Elemen Level 2……… 57 Tabel 4.18 Matriks Normalisasi dan Bobot Setiap Baris Elemen Level 2…….. 58 Tabel 4.19 Rekapitulasi Perhitungan Bobot Parsial dan Konsistensi Matriks untuk Elemen Level 2 ( Kriteria)…………………………………… 60 Tabel 4.20 Penjumlahan Rata-rata Pembobotan untuk Alternatif Kriteria Biaya… 60 Tabel 4.21 Matriks Normalisasi dan Bobot untuk Alternatif Moda pada Kriteria Biaya. ………………………..………………………. 61 Tabel 4.22 Rekapitulasi Perhitungan Bobot Parsial dan Konsistensi Matriks untuk Alternatif pada Kriteria Biaya.................. 63 Tabel 4.23 Penjumlahan Rata-rata Pembobotan untuk Alternatif Moda pada Kriteria Waktu……………………………………….. 64 Tabel 4.24 Matriks Normalisasi dan Bobot untuk Alternatif pada Kriteria Waktu……………………………………………… 65 Tabel 4.25 Rekapitulasi Perhitungan Bobot Parsial dan Konsistensi Matriks untuk Alternatif pada Kriteria Waktu……… 66 Tabel 4.26 Penjumlahan Rata-rata Pembobotan untuk Alternatif pada Kriteria Headway…………………………………………………… 67 Tabel 4.27 Matriks Normalisasi dan Bobot untuk Alternatif pada Kriteria Headway………………………………………………. 68 Tabel 4.28 Rekapitulasi Perhitungan Bobot Parsial dan Konsistensi



Matriks untuk Alternatif pada Kriteria Headway…………………… 69 Tabel 4.29 Penjumlahan Rata-rata Pembobotan untuk Alternatif pada Kriteria Kemudahan ………………………………………….. 70 Tabel 4.30 Matriks Normalisasi dan Bobot untuk Alternatif pada Kriteria Kemudahan……………………………………………. 71 Tabel 4.31 Rekapitulasi Perhitungan Bobot Parsial dan Konsistensi Matriks untuk Alternatif pada Kriteria Kemudahan……. 73 Tabel 4.32 Penjumlahan Rata-rata Pembobotan untuk Alternatif pada Kriteria Keamanan…………………………………………….. 73 Tabel 4.33 Matriks Normalisasi dan Bobot untuk Alternatif pada Kriteria Keamanan……………………………………………… 74 Tabel 4.34 Rekapitulasi Perhitungan Bobot Parsial dan Konsistensi Matriks untuk Alternatif pada Kriteria Keamanan……. 76 Tabel 4.35 Penjumlahan Rata-rata Pembobotan untuk Alternatif pada Kriteria Kenyamanan………………………………………….. 76 Tabel 4.36 Matriks Normalisasi dan Bobot untuk Alternatif pada Kriteria Kenyamanan………………………………………….. 77 Tabel 4.37 Rekapitulasi Perhitungan Bobot Parsial dan Konsistensi Matriks untuk Alternatif pada Kriteria Kenyamanan……………… 79 Tabel 4.38 Rekapitulasi Bobot Parsial Setiap Level Pukul 08.00 Wib s/d 13.00 Wib…………………………………….. 80 Tabel 4.39 Rekapitulasi Bobot Parsial Setiap Level Pukul 13.00 Wib s/d 18.00 Wib……………………………………. 81 Tabel 4.40 Rekapitulasi Bobot Parsial Setiap Level Pukul 18.00 Wib s/d 22.00 Wib……………………………………. 82 Tabel 4.41 Bobot Prioritas Level 3 Pukul 08.00 Wib s/d 13.00 Wib…………... 83 Tabel 4.42 Bobot Prioritas Level 3 Pukul 13.00 Wib s/d 18.00 Wib ………….. 84 Tabel 4.43 Bobot Prioritas Level 3 Pukul 18.00 Wib s/d 22.00 Wib ………….. 84 Tabel 4.44 Bobot Prioritas Level 2 Pukul 08.00 Wib s/d 13.00 Wib ………….. 85 Tabel 4.45 Bobot Prioritas Level 2 Pukul 13.00 Wib s/d 18.00 Wib ………….. 86 Tabel 4.46 Bobot Prioritas Level 2 Pukul 18.00 Wib s/d 22.00 Wib …………... 86 Tabel 4.50 Analisa Pencapaian SPM untuk Indeks Kondisi Jalan ………………. 91 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Struktur Hirarki yang complete……………………………………. 13 Gambar 2.2 Struktur Hirarki yang Incomplete………………………………….. 14 Gambar 2.3 Proses pilihan lebih dari 2 moda yang dipilih…………………….... 32 Gambar 3.1 Diagram alir (Flow Chart) Penelitian……………………………… 44 Gambar 4.1 Struktur Hierarki Pemilihan Moda Terbaik………………………… 50



ABSTRAK Pemilihan moda transportasi ini bertujuan untuk mendapatkan alasan – alasan apa saja yang paling penting yang mempengaruhi penumpang dalam memilih moda transportasi untuk melakukan perjalanan dari Kuala Namu menuju Medan antara angkutan umum atau angkutan pribadi dan mendapatkan moda transportasi terbaik yang menjadi pilihan penumpang berdasarkan kriteria yang ditentukan dalam melakukan perjalanannya. Survei dilakukan dengan menyebarkan 125 quisoner pada pengguna jasa angkutan umum dan angkutan pribadi di bandara ketibaan Kuala Namu mulai dari pukul 08.00 Wib s/d 22.00 Wib. Dengan pembagian waktu pukul 08.00 Wib s/d 13.00 Wib, 13.00 Wib s/d 18.00 Wib, dan 18.00 Wib s/d 22.00 Wib. Parameter dari responden untuk mengisi quisoner adalah penumpang yang sudah pernah menggunakan transportasi bus, kereta api, taksi dan kendaraan pribadi. Hasil survei dianalisis dengan Analytical Hierarchy Process ( AHP ) untuk menentukan urutan faktor pemilihan moda. Hasil analisa menunjukkan faktor utama yang mempengaruhi pemilihan moda untuk perjalanan ke Medan : pukul 08.00 Wib s/d 13.00 Wib adalah faktor waktu ( 25,21 % ) dan faktor keamanan ( 18,04 % ), pukul 13.00 Wib s/d 18.00 Wib adalah faktor biaya ( 24,04 %) dan faktor keamanan ( 18,86 % ) dan pukul 18.00 Wib s/d 22.00 Wib adalah faktor keamanan ( 27,59 % ) dan faktor kenyamanan ( 16,72 % ). Ditinjau dari berbagai faktor, pukul 08.00 Wib s/d 13.00 Wib alternatif menggunakan kendaraan pibadi dan kereta api merupakan alternatif yang terbaik ( 29,86 % dan 29,70 % ), pukul 13.00 Wib s/d 18.00Wib alternatif menggunakan bus merupakan alternatif yang terbaik ( 36,38 % ), dan pukul 18.00 Wib s/d 22.00 Wib alternatif menggunakan kendaraan pribadi merupakan alternatif yang terbaik ( 33,23 % ). Kata Kunci : Pemilihan Moda, angkutan umum, angkutan pribadi, dan Analytic Hierarchy Process BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan transportasi, atau dengan kata lain kebutuhan manusia dan barang akan jasa transportasi, bukanlah merupakan kebutuhan langsung ( tujuan akhir yang diinginkan ). Sesungguhnya kebutuhan akan jasa transportasi timbul disebabkan oleh adanya keinginan untuk mencapai/memenuhi tujuan lain yang sebenarnya. Jasa transportasi hanyalah media mencapai perantara untuk mencapai tujuan lain dimaksud ( Miro, 2005 ). Faktor pemilihan moda memegang peranan yang cukup penting. Seseorang yang akan bergerak tentu akan mempertimbangkan banyak hal yaitu apakah pergerakan yang dilakukan menggunakan angkutan pribadi maupun angkutan umum. Dalam menggunakan angkutan tersebut, banyak pilihan moda transportasi yang dapat digunakan. Semua hal tersebut terkait erat dengan berbagai karakteristik baik moda, jenis perjalanan maupun karakteristik dari pelaku perjalanan itu sendiri. Pemilihan moda dapat dikatakan tahap terpenting dalam perencanaan transportasi. Ini karena peran kunci dari angkutan umum dalam berbagai kebijakan transportasi. Tidak seorang pun dapat menyangkal bahwa moda angkutan umum menggunakan ruang jalan jauh lebih efisien dari pada moda angkutan pribadi ( Tamin, 2008 ). Bandar udara internasional Kuala Namu adalah sebuah bandar udara yang terletak di Provinsi Sumatera Utara, yang menggantikan bandar udara Polonia yang terletak di Kota Medan. Dalam melakukan perjalanan dari Kuala Namu ke Medan para penumpang dihadapkan pada banyaknya pilihan jenis moda transportasi, yaitu



angkutan umum dan angkutan pribadi. Angkutan umum berupa angkutan bus, kereta api dan taksi sedangkan angkutan pribadi berupa mobil. Permasalahan yang terjadi adalah para penumpang yang melakukan perjalanannya dari Kuala Namu menuju Medan lebih banyak memilih menggunakan moda transportasi bus karena moda transportasi bus dapat menurunkan penumpang disepanjang rute serta biaya perjalanan yang lebih murah. Tetapi pada malam harinya, transportasi bus kurang diminati karena adanya rasa ketidaknyamanan dalam melakukan perjalanannya, sehingga para penumpang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Untuk menentukan pilihan jenis angkutan inilah, pelaku perjalanan mempertimbangkan berbagai faktor, seperti maksud perjalanan, waktu , biaya, keandalan, keamanan dan kenyamanan. 1.2 Rumusan Masalah Pemilihan moda merupakan suatu tahapan proses perencanaan angkutan yang bertugas untuk menentukan pembebanan perjalanan atau mengetahui jumlah ( dalam arti porsi ) orang dan barang yang akan menggunakan atau memilih berbagai moda transportasi yang tersedia untuk melayani suatu titik asal-tujuan tertentu, demi beberapa maksud perjalanan tertentu pula. Untuk menentukan pilihan jenis moda transportasi, pelaku perjalanan mempertimbangkan berbagai faktor seperti maksud perjalanan, waktu , biaya, keandalan, keamanan dan kenyamanan. Penelitian ini menganalisa alasan – alasan apa saja yang paling penting yang mempengaruhi penumpang lebih memilih angkutan umum atau lebih memilih angkutan pribadi berdasarkan ktriteria yang telah ditentukan. Dalam studi ini juga akan didapat moda transportasi terbaik yang menjadi pilihan penumpang berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dalam melakukan perjalanan dari Kuala Namu ke Medan. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang akan dikaji, maka tujuan dari penelitian adalah: 1. Mendapatkan alasan – alasan apa saja yang paling penting yang mempengaruhi penumpang dalam memilih moda transportasi untuk perjalanan dari Kuala Namu menuju Medan antara angkutan umum atau angkutan pribadi. 2. Mendapatkan moda transportasi terbaik yang menjadi pilihan penumpang berdasarkan kriteria yang ditentukan dalam melakukan perjalanan dari Kuala Namu ke Medan. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui alasan – alasan apa saja yang paling penting yang memepengaruhi penumpang dalam memilih moda transportasi untuk perjalanan dari Kuala Namu menuju Medan antara angkutan umum atau angkutan pribadi. Hasil yang didapat dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memilih moda transportasi yang digunakan dalam melakukan perjalanan dari Kuala Namu – Medan. 1.5 Batasan Penelitian Untuk menghindari penelitian yang terlalu luas dan terbatasnya waktu, maka pembatasan dalam penelitian ini menitikberatkan pada beberapa hal yaitu:



1. Moda transportasi yang diteliti adalah kendaraan pribadi, taksi, bus, dan kereta api. 2. Penelitian ini dilakukan hanya mengambil pergerakan dari bandara Kuala Namu menuju Medan. 3. Data yang didapat dari hasil pengisian kuisoner oleh para responden. 4. Penelitian dilakukan dari pukul 08.00 WIB – 22.00 WIB, dengan pembagian waktu : a. Pukul 08.00 WIB s/d 13.00 WIB b. Pukul 13.00 WIB s/d 18.00 WIB c. Pukul 18.00 WIB s/d 22.00 WIB 5. Penyebaran kuisoner dilakukan pada hari senin, selasa, rabu, kamis, jumat, sabtu, dan minggu di bandara ketibaan Kuala Namu. 6. Alasan - alasan atau kriteria yang ditinjau dalam pemilihan moda yaitu: biaya, waktu, headway (frekuensi), kemudahan (aksesibilitas), keamanan dan kenyamanan. • Biaya : biaya yang harus dikeluarkan untuk pembayaran pengeluaran transportasi dalam satuan rupiah perorang, yang merupakan biaya perjalanan



dari bandara Kuala Namu ke Medan. • Waktu : waktu keberangkatan dari bandara Kuala Namu menuju Medan pada waktu tertentu. • Headway : jarak waktu keberangkatan saat meninggalkan terminal, antara satu kendaraan dengan kendaraan berikutnya • Kemudahan : derajat kemudahan dicapai untuk mendapatkan angkutan umum serta kemudahan untuk mencapai tempat pemberhentian. • Keamanan : terhindar dari tindakan kriminalitas. • Kenyamanan : fasilitas yang tersedia selama dalam perjalanan, misalnya pelayanan, AC, interior yang menarik , tempat duduk yang terjamin dan nyaman selama dalam perjalanan. 1.6 Studi Pendahuluan 1. Judul : Penggunaan Metode Analytic Hierarchy Process Dalam Menganalisa Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Moda ke Kampus oleh : Kardi Teknomo, Universitas Kristen Petra, 1999 Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan moda, dan besar pengaruhnya. Pada penelitian ini, kriteria yang digunakan adalah aman, nyaman, biaya, dan waktu. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi pemilihan moda untuk berangkat kuliah adalah faktor keamanan ( 49,3 % ) dan faktor waktu ( 27,3 % ). Ditinjau dari berbagai faktor, alternatif jalan kaki dari pondokan merupakan alternatif yang terbaik ( 33,2% ) , sedangkan carpool ( 16 % ), sedikit lebih rendah dari pada penggunaan mobil pribadi ( 18 % ). Angkutan kampus (antar jemput) justru lebih rendah dari pada carpool ( 12,4 % ) 2. Pemodelan Pemilihan Moda Untuk Perjalanan Menuju Kampus Menggunakan Kendaraan Pribadi dan Kendaraan Umum ( Studi Kasus Universitas Surabaya ), oleh Rudy Setiawan, ST, MT, Universitas Hasanuddin Makassar, 2003. Hasil analisis terhadap 697 responden memperlihatkan bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam memilih moda mobil pribadi adalah kenyamanan, sepeda motor adalah waktu dan kendaraan umum adalah biaya. Model pemilihan moda untuk mobil pribadi adalah YMP = 0,452 Aman + 0,441 Selamat + 0,499 Fasilitas + 0,367 Privasi + 0,304 Biaya + 0,336 Waktu, sedangkan untuk bemo adalah YBM = 0,097 Aman + 0,114 Selamat +0,107 Fasilitas + 0,121 Privasi + 0,138 Biaya + 0,097 Waktu, dimana: YMP = % Pengguna Mobil Pribadi, YBM =% Pengguna Bemo. 3. Pemodelan Pemilihan Moda Untuk Perjalanan Menuju Kampus Menggunakan Kendaraan Pribadi dan Kendaraan Umum ( Studi Kasus Universitas Surabaya ), oleh Rudy Setiawan, ST, MT, Universitas Hasanuddin Makassar, 2003. Hasil analisis terhadap 697 responden memperlihatkan bahwa faktor yang paling berpengaruh dalam memilih moda mobil pribadi adalah kenyamanan, sepeda motor adalah waktu dan kendaraan umum adalah biaya. Model pemilihan



moda untuk mobil pribadi adalah YMP = 0,452 Aman + 0,441 Selamat + 0,499 Fasilitas + 0,367 Privasi + 0,304 Biaya + 0,336 Waktu, sedangkan untuk bemo adalah YBM = 0,097 Aman + 0,114 Selamat +0,107 Fasilitas + 0,121 Privasi + 0,138 Biaya + 0,097 Waktu, dimana: YMP = % Pengguna Mobil Pribadi, YBM =% Pengguna Bemo. 1.7 SISTEMATIKA TULISAN Untuk mencapai tujuan penelitian ini dilakukan beberapa tahapan yang dianggap perlu. Sistematika penulisannya secara garis besar adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah, tujuan, dan manfaat penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisikan tentang kajian berbagai literatur serta hasil studi terdahulu yang relevan dengan pembahasan ini. Selain itu pada bab ini juga akan dibahas mengenai acuan ataupun pedoman yang dipakai dalam penyusunan tugas akhir ini. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisikan tentang metode yang dipakai dalam penelitian ini termasuk pemilihan lokasi penelitian, pengumpulan data yang relavan



dengan penelitian ini dan langkah penelitian analisis data. BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bab ini berisikan pembahasan mengenai data-data yang dikumpulkan dari hasil survey lapangan ataupun data sumber dari dinas terkait yang di olah dengan microsoft excel kemudian dianalisis dengan metode AHP dan Standar Pelayanan Minimal BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan dan analisis bab sebelumnya, yang menjadi dasar untuk menyusun suatu saran sebagai suatu usulan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Hirarki Analitik ( Analitycal Hierarchy Process ) Analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk mengetahui bobot atau nilai optimalnya masing-masing moda yang berute Kuala Namu – Medan. Analitycal Hierarchy Process adalah salah satu metode yang digunakan dalam menyelesaikan masalah yang mengandung banyak kriteria ( Multi-Criteria Decision Making ). AHP bekerja dengan cara memberi prioritas kepada alternatif yang penting mengikuti kriteria yang telah ditetapkan. Lebih tepatnya, AHP memecah berbagai peringkat struktur hirarki berdasarkan tujuan, kriteria, subkriteria, dan pilihan atau alternatif ( decompotition ). AHP juga memperkirakan perasaan dan emosi sebagai pertimbangan dalam membuat keputusan. Suatu set perbandingan secara berpasangan ( pairwise comparison) kemudian digunakan untuk menyusun peringkat elemen yang diperbandingkan. Penyusunan elemen - elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting. AHP menyediakan suatu mekanisme untuk meningkatkan konsistensi logika ( logical consistency ) jika perbandingan yang dibuat tidak cukup konsisten. AHP memberikan suatu skala untuk menunjukkan hal-hal, mewujudkan metode penetapan prioritas dan melacak konsistensi logis dari pertimbanganpertimbangan yang digunakan dalam menetapkan prioritas tersebut. AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah elemenelemen suatu sistem ke dalam berbagai tingkat berlainan, mengelompokkan unsur serupa dalam setiap tingkat dan memberi model



tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk berbagai permasalahan yang tak terstruktur. AHP menuntun ke suatu perkiraan menyeluruh tentang kebaikan dan keburukan setiap alternatif, mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dan berbagai faktor, dan memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan dalam pengambilan keputusan. Hal-hal tersebut menjadikan metode AHP sebagai cara yang efektif dalam pengambilan keputusan dan dapat digunakan secara luas. 2.1.1 Manfaat Analytical Hierarchy Process Adapun manfaat dari penggunaan Analytical Hierarchy Process ,antara lain yaitu: a. Memadukan intuisi pemikiran, perasaan dan penginderaan dalam menganalisis pengambilan keputusan b. Memperhitungkan konsistensi dari penilaian yang telah dilakukan dalam membandingkan faktor-faktor yang ada, c. Memudahkan pengukuran dalam elemen, d. Memungkinkan perencanaan ke depan. 2.1.2 Aksiomaaksioma Analytic Hierarchy Process Analytic Hierarchy Process mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri dari: 1. Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan.Misalnya, jika A adalah k kali lebih penting dari pada B maka B adalah 1/k kali lebih penting dari A. 2. Homogenity, yaitu mengandung arti kesamaan dalam melakukan perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat. 3. Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan ( complete hierarchy ) walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna ( incomplete hierarchy ). 4. Expectation, yang berarti menonjolkon penilaian yang bersifat ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan data kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif. Secara umum pengambilan keputusan dengan metode AHP didasarkan pada langkah-langkah berikut: 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. 2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria–kriteria dan alternaif–alternatif pilihan yang ingin di rangking. 3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing–masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. 4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom. 5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data ( preferensi ) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh dengan menggunakan matlab maupun dengan manual. 6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki. 7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis pilihan dalam penentuan prioritas elemen–elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan. 8. Menguji konsistensi



hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0, 100; maka penilaian harus diulang kembali.. 2.1.3 PrinsipPrinsip Dasar Analytic Hierarchy Process Dalam menyelesaikan persoalan dengan metode Analytic Hierarchy Process ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain: 1. Decomposition Pengertian decomposition adalah memecahkan atau membagi problema yang utuh menjadi unsur– unsurnya ke bentuk hirarki proses pengambilan keputusan, dimana setiap unsur atau elemen saling berhubungan. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur–unsur sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan yang hendak dipecahkan. Struktur hirarki keputusan tersebut dapat dikategorikan sebagai complete dan incomplete. Suatu hirarki keputusan disebut complete jika semua elemen pada suatu tingkat memiliki hubungan terhadap semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya, sementara hirarki keputusan incomplete kebalikan dari hirarki yang complete yakni tidak semua unsur pada masing-masing jenjang mempunyai hubungan lihat gambar 2.1 dan 2.2. Pada umumnya problem nyata mempunyai karakteristik struktur yang incomplete. Bentuk struktur decomposition yakni : Tingkat pertama : Tujuan keputusan ( Goal ) Tingkata kedua : Kriteria – kriteria Tingkat ketiga : Alternatif – alternatif Tujuan Krieria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 Kriteria N Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif M Gambar 2.1 Struktur Hirarki yang complet ( Sumber : Saaty, 1994 ) Tujuan Kriteria 1



Kriteria 2 Kriteria N Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Alternatif 4 Alternatif M Sub-alternatif 1 Sub-alternatif 2 Sub-alternatif P Gambar 2.2 Struktur Hirarki yang Incomplete ( Sumber : Saaty, 1994 ) Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem. Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem dengan suatu struktur tertentu. 2. Comparative Judgement Comparative Judgement dilakukan dengan penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan di atasnya. penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap urutan prioritas dari elemen–elemennya. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matrix pairwise comparisons yaitu matriks perbandingan berpasangan memuat tingkat preferensi beberapa alternatif untuk tiap kriteria. Skala preferensi yang digunakan yaitu skala 1 yang menunjukkan tingkat yang paling rendah (equal importance) sampai dengan skala 9 yang menunjukkan tingkatan yang paling tinggi (extreme importance). 3. Synthesis of Priority Dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari nilai eigen vectornya untuk mendapatkan local priority. Karena matriks-matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis antara local priority. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis dinamakan priority setting. 4. Logical Consistency Logical Consistency merupakan karakteristik penting AHP. Hal ini dicapai dengan mengagresikan seluruh eigen vektor yang diperoleh dari berbagai tingkatan hirarki dan selanjutnya diperoleh suatu vektor



composite tertimbang yang menghasilkan urutan pengambilan keputusan. 2.1.4 Penyusunan Prioritas Menentukan susunan prioritas elemen adalah dengan menyusun perbandingan berpasangan yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh elemen untuk setiap sub hirarki. Perbandingan tersebut ditransformasikan dalam bentuk matriks. Contoh, terdapat n objek yang dinotasikan dengan ( A1, A2, …, An ) yang akan dinilai berdasarkan pada nilai tingkat kepentingannya antara lain Ai dan Aj dipresentasikan dalam matriks Pair-wise Comparison. Tabel 2.1 Matriks Perbandingan Berpasangan A1 A2 A1 a11 a12 A2 a21 a22 ... ... ... An a1n a2n ... ... ... ... ... An am1 ( Sumber : Saaty, 1994 ) am2 ... Amn Nilai a11 adalah nilai perbandingan elemen A1 ( baris ) terhadap A1 ( kolom ) yang menyatakan hubungan : 1. Seberapa jauh tingkat kepentingan A1 ( baris ) terhadap kriteria C dibandingkan dengan A1 ( kolom ) atau 2. Seberapa jauh dominasi Ai ( baris ) terhadap Ai ( kolom ) atau 3. Seberapa banyak sifat kriteria C terdapat pada A1 ( baris ) dibandingkan dengan A1 ( kolom ). Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala perbandingan 1 sampai 9 yang telah ditetapkan oleh Saaty, seperti pada tabel berikut ini.



Tabel 2.2 Skala Saaty Tingkat Kepentingan 1 Defenisi Sama pentingnya Keterangan Kedua aktifitas menyumbangkan sama pada tujuan Pengalaman dan keputusan 3 Agak lebih penting yang satu menunjukkan kesukaan atas satu atas lainnya aktifitas lebih dari yang lain. Pengalaman dan keputusan 5 cukup penting menunjukkan kesukaan atas satu aktifitas lebih dari yang lain Pengalaman dan keputusan sangat penting menunjukkan kesukaan yang kuat



7 atas satu aktifitas lebih dari yang lain Bukti menyukai satu aktifitas atas kepentingan yang ekstrim 9 yang lain sangat kuat 2,4,6,8 Nilai tengah diantara dua nilai keputusan yang berdekatan Jika aktifitas i mempunyai nilai yang lebih tinggi dari aktifitas j Berbalikan maka j mempunyai nilai berbalikan ketika dibandingkan dengan i Rasio Rasio yang didapatkan langsung dari pengukuran (Sumber : Saaty, 1994 ) Bila kompromi dibutuhkan Model AHP didasarkan pada pair-wise comparison matrix, dimana elemenelemen pada matriks tersebut merupakan judgement dari decision maker. Seorang decision maker akan memberikan penilaian, mempersepsikan, ataupun memperkirakan kemungkinan dari suatu hal/peristiwa yang dihadapi. Matriks tersebut terdapat pada setiap level of hierarchy dari suatu struktur model AHP yang membagi habis suatu persoalan. 2.1.5 Eigen value dan Eigen vector Apabila decision maker sudah memasukkan persepsinya atau penilaian untuk setiap perbandingan antara kriteria – kriteria yang berada dalam satu level ( tingkatan ) atau yang dapat diperbandingkan maka untuk mengetahui kriteria mana yang paling disukai atau paling penting, disusun sebuah matriks perbandingan di setiap level ( tingkatan ).



Untuk melengkapi pembahasan tentang eigen value dan eigen vector maka akan diberikan definisi – definisi mengenai matriks dan vektor. ( Saaty,1994 ) 1. Matriks Matriks adalah sekumpulan himpunan objek (bilangan riil atau kompleks, variabel–variabel) yang disusun secara persegi panjang (yang terdiri dari baris dan kolom) yang biasanya dibatasi dengan kurung siku atau biasa. Jika sebuah matriks memiliki m baris dan n kolom maka matriks tersebut berukuran (ordo) m x n. Matriks dikatakan bujur sangkar (square matrix) jika m = n. Dan skala– skalarnya berada di baris ke-i dan kolom ke-j yang disebut (ij) matriks entri. ���11 A = � ���21 ⋮ ������1 ���12 ���22 ⋮ ������2 … ���1��� …⋱ ���2��� ⋮ �……………………….. …………… 1 … ��������� 2. Vektor dari n dimensi Suatu vektor dengan n dimensi merupakan suatu susunan elemen – elemen yang teratur berupa angka–angka sebanyak n buah, yang disusun baik menurut baris, dari kiri ke kanan ( disebut vektor baris atau Row Vector dengan ordo 1 x n ) maupun



menurut kolom, dari atas ke bawah ( disebut vektor kolom atau Colomn Vector dengan ordo n x 1). Himpunan semua vektor dengan n komponen dengan entri riil dinotasikan dengan ������ Untuk vektor u dirumuskan sebagai berikut: U Ԑ ������ ����⃗ Ԑ ������ ���1 ����⃗ = ����⋮2� Ԑ ������…………………………………… ������ 2 3. Eigen value dan Eigen vector Defenisi: jika A adalah matriks n x n maka vektor tak nol x di dalam ������dinamakan eigen vector dari A jika Ax kelipatan skalar x, yakni: ������= ������ ………………………………………………. 3 Skalar ��� dinamakan eigen value dari A dan x dikatakan eigen vector yang bersesuaian dengan ���. Untuk mencapai eigen value dari matriks A yang berukuran n x n, maka dapat ditulis pada persamaan berikut: ������= ������ Atau secara ekivalen (������ − ���)��� = 0…………………………………………. 4 Agar ��� menjadi eigen value, maka harus ada pemecahan tak nol dari persamaan ini. Akan tetapi, persamaan di atas akan mempunyai pemecahan nol jika dan hanya jika:



det(������ − ���)��� = 0…………………………………….. 5 Ini dinamakan persamaan karakteristik A, skalar yang memenuhi persamaan ini adalah eigen value dari A. Bila diketahui bahwa nilai perbandingan elemen Ai terhadap elemen Aj adalah aij, maka secara teoritis matriks tersebut berciri positif berkebalikan, yakni aij = 1/aij. Bobot yang dicari dinyatakan dalam vektor ��� = � ���1,���2, ���3, … , ������ �Nilai ������ menyatakan bobot kriteria An terhadap keseluruhan set kriteria pada sub sistem tersebut. Jika aij mewakili derajat kepentingan i terhadap faktor j dan ajk menyatakan kepentingan dari faktor j terhadap k, maka agar keputusan menjadi konsisten, kepentingan i terhadap faktor k harus sama dengan a ij . a jk atau jika a ij . a jk = a ik untuk semua i, j, k maka matriks tersebut konsisten. Untuk suatu matriks konsisten dengan vektor w , maka elemen aij dapat ditulis menjadi: a ij = ������ ������ ; ∀���, ��� = 1,2,3,……………………………………. 6 Jadi matriks konsisten adalah:



a ij . a jk = ������ ������ . ������ ������ = ������ ������ = ��� ik………. Seperti yang diuraikan di atas, maka untuk pair-wise comparison matrix diuraikan seperti berikut ini: ���ij = ������ ������



= ������/1������= ���1������………………………………. 7 Dari persamaan tersebut di atas dapat dilihat bahwa: ���ij . ������ ������ = 1 ; ∀���, ��� = 1,2,3, … , ��� …………………... 8



Dengan demikian untuk pair-wise comparison matrix yang konsisten menjadi ∑������=1 ���������. ���������. 1 ��������� = ��� ; ∀���, ��� = 1,2,3, … , ��� … … … …. ∑������=1 ���������. ���������. = ������������ ; ∀���, ��� = 1,2,3, … , ��� … … … … … .. 9 10 Persamaan di atas ekivalen dengan bentuk persamaan matriks di bawah ini: ��� . ��� = ��� . ��� …………………………………………. 11 Dalam teori matriks, formulasi ini diekspresikan bahwa ��� adalah eigen vector dari matriks A dengan eigen value n. Perlu diketahui bahwa n merupakan dimensi matriks itu sendiri. Dalam bentuk persamaan matriks dapat ditulis sebagai berikut: ⎢⎢⎢⎢⎡⎣⋮������������������11���211 ���1 ���2 ���2 ���2 ⋮ ������ ���2



… …⋱… ������ ������ ������ ������ ⋮ ������ ������ ⎤⎥⎥⎥⎥ ���1 ����⋮1 � = ������ ⎦ ���1 ��� ����⋮1 � ������ ……………. 12 Pada prakteknya, tidak dapat dijamin bahwa : a ij = ������ ������ …………………………………………………. 13 Salah satu faktor penyebabnya yaitu karena unsur manusia ( decision maker )



tidak selalu dapat konsisten mutlak ( absolute consistent ) dalam mengekspresikan preferensinya terhadap elemen-elemen yang dibandingkan. Dengan kata lain, bahwa judgement yang diberikan untuk setiap elemen persoalan pada suatu level hierarchy dapat saja inconsistent. Jika: a) Jika ���1, ���2,…,n adalah bilangan-bilangan yang memenuhi persamaan: A . X = . X …………………………………………. 14 Dengan eigen value dari matriks A dan jika aij = 1 ; ∀���, ��� = 1,2, … , ��� ; maka dapat ditulis: ∑ ������ = n ………………………………………………… 15 Misalkan jika suatu pair-wise comparison matrix bersifat ataupun memenuhi kadiah konsistensi seperti pada persamaan ( 12 ), maka perkalian elemen matriks sama dengan 1. A = �������1211 ���12 ���22 � ���21 = 1 ���12 ……………………….. 16



Eigen value dari matriks A, AX – ���X = 0 (A – ���I)X = 0 ……………………………………………... 17 |��� − ������| = 0 Jika diuraiakan lebih jauh untuk persamaan ( 17 ), hasilnya adalah: ����1���12−1 ��� ���12 ���22 − ���� = 0 …………………………………. 18 Dari persamaan ( 18 ) jika diuraikan untuk mencari harga eigen value maximum (���-max) yaitu: (1 – ���)² = 0 1 – 2��� + ���² = 0 ………………………………………………………. 19 ���² – 2��� + 1 = 0 (��� – 1) (��� – 1) = 0



���1,2 = 1 ���1 = 1 ; ���2= 1 nilai ���-max sama dengan harga dimensi matriksnya. Jadi untuk n > 2, maka semua harga eigen value-nya sama dengan nol dan hanya ada Dengan demikian matriks pada persamaan ( 16 ) merupakan matriks yang konsisten, dimana satu eigen value yang sama dengan n (konstanta dalam kondisi matriks konsisten). b) Bila ada perubahan kecil dari elemen matriks aij maka eigen value-nya akan berubah menjadi semakin kecil pula. Dengan menggabungkan kedua sifat matriks (aljabar linier), jika: i) Elemen diagonal matriks A (��������� − 1) ; ∀���, ��� = 1,2,3, … , ��� ii) Dan jika matriks A yang konsisten, maka variasi kecil dari ��������� ∀���, ��� = 1,2,3, … , ��� akan membuat harga eigen value yang lain mendekati nol. 2.1.6 Uji Konsistensi Indeks dan Rasio Salah satu utama model AHP yang membedakannya dengan model pengambilan keputusan yang lainnya adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Pengumpulan pendapat antara satu faktor dengan yang lain adalah bebas satu sama lain, dan hal ini dapat mengarah pada ketidakkonsistenan jawaban yang diberikan responden. Namun, terlalu banyak ketidakkonsistenan juga tidak diinginkan. Pengulangan wawancara pada sejumlah responden yang sama kadang diperlukan



apabila derajat tidak konsistensinya besar. (Saaty, 1994) telah membuktikan bahwa Indeks Konsistensi dari matriks berordo n dapat diperoleh dengan rumus: CI = (��� max − (���−1) ���) ………………………………………. 20 Keterangan : CI = Rasio penyimpangan ( deviasi ) konsistensi (consistency index) ���max = Nilai eigen terbesar dari matriks berordo n n = Orde matriks Apabila CI bernilai nol, maka pair wise comparison matrix tersebut konsisten. Batas ketidakkonsistenan ( inconsistency ) yang telah ditetapkan oleh Thomas L. Saaty ditentukan dengan menggunakan Rasio Konsistensi ( CR ), yaitu perbandingan indeks konsistensi dengan nilai random indeks ( RI ) yang didapatkan dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National Laboratory kemudian dikembangkan



oleh Wharton School dan diperlihatkan seperti tabel 2.3. Nilai ini bergantung pada ordo matriks n. Dengan demikian, Rasio Konsistensi dapat dirumuskan sebagai berikut : Keterangan CR = ������������………………………………………… 21 CR = rasio konsistensi RI = indeks random Tabel 2.3 Nilai Random Indeks (RI) N1 2 3 4 5 6 7 8 9 RI 0,000 0,000 0,80 0,900 1,120 1,240 1,320 1,140 1,450 N 10 11 12 13 14 15 RI 1,490 1,510 1,480 1,560 1,570 1,590 ( Sumber : Saaty, 1994 ) Bila matriks pair–wise comparison dengan nilai CR lebih kecil dari 0,100 maka ketidakkonsistenan pendapat dari decision maker masih dapat diterima jika tidak akan penilaian perlu diulang. 2.2 Moda Transportasi 2.2.1. Pengertian Moda Transportasi Jalan merupakan prasarana transportasi yang penting buat pendukung kehidupan ekonomi, sosial budaya, politik dan pertahanan keamanan. Evaluasi sistem jaringan jalan dilakukan guna menyelaraskan pertumbuhan penduduk dengan prasarana yang ada sehingga tidak menimbulkan konflik lalulintas dan bisa membentuk jaringan jalan yang berstandar. Transportasi atau pengangkutan dapat didefenisikan sebagai suatu proses pergerakan atau perpindahan orang/barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan suatu teknik atau cara terte