Analisis Fiqih Perbandingan (Resensi Buku) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Resensi buku : Fiqih Munakahat Perbandingan (dari Tekstualisasi sampai Legislasi) Oleh : Ahmad Ridho1



A. Data Buku 1) Judul : Fiqih Munakahat Perbandingan (dari Teksualisasi sampai Legislasi) 2) Pengarang : Dedi Supriyadi, M. Ag. 3) Penerbit : CV Pustaka Setia 4) Tahun Terbit : Mei 2011 5) Cetakan : 1 6) Tebal halaman : 264 halaman 7) Harga Buku : 50.0000



B. Resensi buku Buku ini ditulis oleh seorang Dosen Universitas Sunan Gunung Djati Bandung bacgraound keilmuan beliau adalah Perbandingan Madzhab dan Hukum. Maka tidak 1



Gunung



Penulis adalah Mahasiswa PMH SMT VI {NIM 1153040007} Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Djati Bandung Seluruh Penyataan tentang isi tulisan ini dapat dialamatkan ke email:



[email protected]



heran didalam buku ini membahas secara luas bab munakahat. Mulai dari dimensi ke islaman sampai dengan dimensi ke hukum positif. Didalam buku ini juga terdapat bab dan sub bab yang menerangkan berbagai perbandingan pendapat imam maddzhab dan qanun dalam mengkaji suatu masalah. Dalam pemaparannya mengenai buku ini Pengarang buku ini mengatakan “untuk membahas bab munakahat, jangan sesekali kalian membahasnya dari dimensi keislaman secara mutlak” maksudnya hanya mengambil hukum yang tersurat didalam alquran dan sunnah. atau bahkan fiqih-fiqih salaf. Tanpa memperhatikan transformasi hukum islam tersebut kedalam Qanun. Karena sejatinya ilmu fiqih itu dihasilkan karena adanya transformasi hukum. Maka berangkat dari pemaparan ini. Disini penulis mendapatkan point untuk ingin lebih dalam mengakaji isi yang terdapat didalam buku ini dengan kajian penekatan ilmu perbandingan madzhab dan pendekatan tranformasi hukum dari tekstualis sampai legislasi. Kelebihan buku. dalam penggunaan bahasa yang digunakan oleh pengarang bahasanya sangat mudah dimengerti dan sistematis sehingga buku ini sangat mudah dipahami oleh orang yang awam/baru belajar. Buku ini juga menggunakan refrensi yang ashah dan kuat. Setiap paragraf dicantumkan darimana refrensi yang digunakan sehingga terlihat bahwa dalam penulisan buku ini apa yang terdapat didalamnya sangat bisa dipertanggungjawabkan. Bahasa yang sederhana menjadi ciri khas yang digunakan pengarang dalam buku ini. Selain itu, buku ini juga sangat terperinci disaat mengulas sebuah hukum dan sebuah permasalahan yang diahadapi seperti contoh ketika pengarang menjelaskan masalah “Nafkah menurut Imam madzhab – ketentuan Nafkah dalam Kompilasi Islam” disini pengarang menjelaskan sampai menyebutkan pasal-pasal didalam kompilasi dan menjelaksannya secara rinci (Dedi Supriyadi.2011: 120-121) Komentar mengenai buku ini juga datang dari para dosen-dosen Uiniversitas Sunan kali Jaga, mengatakan bahwa Buku ini memberikan wawasan baru bagaimana sebuah hukum yang tadinya digali dari pendapat para ulama, yang dalam prosesnya tidak terlepas dari "perbandingan dan pertandingan " pendapat fuqaha sampai terbentuk menjadi legal drafting hingga legislasi. Diawali dengan pembahasan seputar Wali pada bab 1, yang menyajikan ragam pendapat dari empat mazhab fiqh yang dianalisis dari titik persamaan dan perbedaan ijtihad masing-masing mazhab. Langkah kedua pada bab 2



memaparkan Profil perundang-undangan dunia Islam yang berjumlah 11 negara dimulai dari Turki dan Cyprus, Lebanon dan Israel, Mesir dan Sudan, Yordania dan Siria, Irak dan Iran hingga Indonesia. Semua negara tersebut membahas batasan usia perkawinan, baik dari sudut tektual maupun kontektual hukum kenegaraan. Langkah serupa ditampilkan pada bab 3 yang menganalisis konsep kafaah (equality) sebuah perkawinan dari ottoman law of family rights dan Undang-undang nomor 1 tahun 1974 dengan membandingkan kedua konsep tersebut hubungannya dengan pendapat fuqaha. Pembahasan yang sama dalam kajian konsep dipaparkan pada bab 4, yang menganalisis Konsep Nafkah (Maintenance) menurut the maroccan code of personal status 1958; the Irak law of personal status 1959; dan kompilasi hukum Islam Indonesia. Kajian hukum perkawinan yang selalu hangat sampai sekarang, yaitu Poligami dan Nikah Mut'ah dibahas pada bab 5 dan bab 6 dari prespektif fuqaha sampai perundang-undangan. Kajian konsep ditampilkan pada bab 7 yang membahas seputar Hadhonah (custody of chidren) yang ada pada Tunisian code of personal status 1958 dan kompilasi hukum Islam di Indonesia. Akhir pembahasan memprofilkan kembali empat negara dari kawasan ASEAN : Indonesia, Malaysia, Brunai dan Singapura, dimulai dari keberadaan umum tentang hukum perkawinan Islam di masing-masing negara sampai pada ketentuan perceraian dan problematikanya. Kelemahan buku, jika penulis analisis kembali isi buku ini penulis sulit menemukan kelemahan buku ini, namun ada hal yang penulis garis bawahi dalam buku ini yaitu, tidak adanya teks dari kitab-kitab yang menjadi refrensi ulama mujtahid mutlak yang dipakai. Karena hal ini mungkin akan menjadi penguat pendapatnya, dan juga didalam buku ini juga jarang menyebutkan pendapat mana yang lebih kuat dan lemah. Buku ini terdiri dari IX Bab. Berikut penulis akan ulas sedikit bahasan dalam buku ini; Bab I membahas tentang Profil Empat Madzhab Dalam Hukum Islam Dalam bab ini menjelaskan biografi imam Mujtahid Mutlak mulai dari Imam abu Hanifah, Imam Malik, Imam syafi’i dan Imam Hanbali. Buku ini menjelaskan secara rinci biografi keempat imam tersebut tidak hanya itu didalam buku ini juga menjelaskan



Tipologi dan karakterisik dari pemikiran keempat imam tersebut seperti contoh perbedaan Tipologi Pemikiran Abu Hanifah didalam buku ini mengatakan bahwa pemikiran Imam Abu hanifah memegang riqayat-riwayat yang terpercaya, orang-orang menjauhkan diri dari urf (Dedi Supriyadi. 2011. 13). Begitupun dengan imam yang lainnya. Selain menjelaskan karakteristik/tipologi pemikiran Imam Mujtahid Mutlak, pengarang buku ini juga menjelaskan secara rinci metode ijtihad yang digunakan oleh masing masing imam. Seperti metode Ijtihad Imam Syafi’i yang dijelaskan dalam kitan Al Umm. Bahwa imam Syafi’i menggunakan Al Quran, As Sunnah, Ijma’ dan Qiyas ini merupakan Pondasi, adapaun metode ini dikelola dengan Istinbath Al Ahkam seperti Sadd Azzari’ah, Istihsan dan lainnya (Dedi Supriyadi. 201. 25)



Bab II membahas tentang Perwalian Dalam Pandangan Empat Madzhab dan Kompilasi Hukum Islam Dalam bab ini terdapat pemgakajian Perbandianga Pendapat anatara Imam Abu Hanifah dengan Jumhur ulama (Maliki, Syafi’i dan Hanbali) Pendapat Imam Abu Hanifah Di kalangan ulama terdapat perbedaan pendapat di dalam harus atau tidak adanya wali dalam nikah, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa sah nikah wanita dewasa yang berakal tanpa adanya wali, wanita dewasa dapat menjadi wali dalam nikahnya juga nikah wanita lain, dengan syarat calon suaminya sekufu, dan maharnya tidak kurang dari mahar yang berlaku pada masyarkat sekitar. Apabila wanita itu menikah dengan orang yang tidak sekufu dengannya maka walinya boleh membatalkan nikah. Adapun argumentasi yang diajukan oleh Abu Hanifah dan Abu Yusuf adalah Nash Quran surat al Baqarah ayat 232 yang artinya : Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka



kawin



lagi



dengan



bakal



suaminya…(al-Baqarah:



232)



Kekurangan dan kelebihan dari pendapat Abu Hanifah adalah : Kekurangan : jika nikah tidak diharuskan dengan adanya wali, maka akan banyak orang-orang yang menikah seenaknya tanpa izin wali yang bersangkutan. - Kelebihan : pendapat Imam Abu Hanifah tentang wanita boleh menikahkan dirinya sendiri mengangkat derajat wanita kepada derajat yang lebih terhormat, dimana wanita pada pergeseran zaman dan keadaan



mengalami perkembangan sehingga wanita berada pada posisi yang sama dengan lakilaki. Pendapat Jumhur (Imam Syafi,i, Maliki dan Hanbali), Pendapat jumhur ulama (Imam Syafi’i, Maliki dan Hanbali) berpendapat bahwa nikah tidak sah tanpa adanya wali. Sebagian besar ulama fikih berpendapat bahwa seorang perempuan tidak boleh menikahkan dirinya sendiri atau orang lain. Jika dia menikah tanpa wali, maka pernikahannya batal atau tidak sah. Dan ini merupakan pendapat banyak sahabat seperti Ibnu Umar, Ali Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Abu Hurairah dan Aisyah r.a. Dan begitu juga menurut Said bin Musayyab, Umar bin Abdul Aziz, Jabir bin Zaid, Tsauri, Ibnu Abi Layla, Ibnu Syibrimah, ibnu Mubarok, Ubaidullah bin Anbari, Ishaq dan Abu Ubaidah Asy-Syafi’i menggunakan hadis ahad yang menyatakan tidak sah suatu pernikahan kecuali atas izin walinya.”La nikaha illa bi wali.” Sedangkan Abu Hanifah, tidak mau menerima hadis ini karena dinilai tidak memenuhi syarat untuk dijadikan hujjah atau dalil. Sebabnya, menurut Abu Hanifah, sebuah hadis yang bisa diterima haruslah mencapai tingkatan mutawatir, yaitu hadis Nabi yang tidak mungkin terjadinya penipuan atau kebohongan atas hadis yang dibawa. Kekurangan dan kelebihan dari pendapat Jumhur ulama (Imam Syafi’i, Hanbali dan Maliki) adalah : Kekurangan : adanya diskriminasi terhadap perempuan dimana ia tidak boleh melakukan transaksi untuk dirinya, serta menganggap wanita berada pada derajat yang lebih rendah dari pada kaum pria. Kelebihan : adanya rasa aman yang timbul sebab adanya izin dari wali, sebab pernikahan merupakan sebuah pilihan hidup yang akan dijalani seseorang, maka wanita dengan pilihan hidupnya harus berdasarkan pengetahuan wali. disebutkan bahwa urutan wali nikah adalah sebagai berikut: a) Ayah kandung. b) Ayah dari ayah (Kakek). c) Saudara laki-laki seayah dan seibu (saudara kandung) d) Saudara laki-laki seayah. e) Anak laki-laki dari saudara sekandung yang laki-laki. f) Anak laki-laki dari saudara seayah.



g) Saudara laki-laki ayah (paman). h) Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah (sepupu). Daftar urutan wali di atas tidak boleh dilangkahi atau diacak-acak. Sehingga jika ayah kandung masih hidup, maka tidak boleh hak kewaliannya itu diambil alih oleh wali pada nomor urut berikutnya. Kecuali bila pihak yang bersangkutan memberi izin kepada urutan yang setelahnya. Pada akhir buku ini menjelaskan bagaimana KHI mengatur pasal demi Pasal yang dimulai pada Pasal 107-112 bab XV tentang perwalian dan pasal 19-23 KHI bagian ketiga tentang Wali Nikah. (Dedi Supriyadi. 2011.53)



Bab III Membahas tentang Kreteria baligh menurut Fuaha dalam penerapannya dalam Perundang-undangan di Indonesia dan dunia Islam



Dalam bab ini Pengarang menjelaskan problematika perbikahan usia dini baik dalam pandangan Islam maupun dalam pandangan undang-undang dimana dalam bahasannya mengkaji bagaimana kreteria baligh yang sebenarnya 2 tolak ukur dalam islam ketika baigh yaitu Rasyidin dan shalihin maksudnya cerdas dan mampu material dan spritual hal ini juga dalam bab ini akan dipaparkan bagiamana maksud dari hadits tentang kriteria memilih pasangan. Selain itu juga dalam bab ini akan dipaparkan juga bagaimana penerapan usia perkawinan dalam perundang-undangan di dunia Islam mulai dari Turki, Cyprus, Lebanon, Israel, Mesir, Sudan, Yordania, Syiria, Irak, Iran sampai Indoensia



Bab IV Membahas tentang Ketentuan Kafaah di Turki, UU No 1 tahun 1974 dan pandangan Fuqaha



Dalam bab ini akan dibahas bagaimana konsep kafaah di Turki dengan mengkajinya dan membandingkan dengan UU no 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Bagaimana implementasi kafaah atau sederajat, pantas atau tidaknya dan tolak ukur mencari sebuah pasangan. Yang dalam islam sangat dianjurkan. Hal inilah yang menjadi



penekanan di Turki. Kafaah menjadi sebuah hal yang harus di prioritaskan. Bahkan dalam Undang-undang Perkawinan no 1 tahun 1974 di jelaskan bagaimana konsep kafaah. Harus benar-benar mengakkan prinsip dalam perkwainan yaitu “calon suami Isteri



itu



harus



telah



masak



jiwa



raganya



untuk



dapat



melangsungkan



perkawinan...”(Dedi Supriyadi. 2011: 100) Selain itu juga dalam bab ini akan dibahas mengenai konsep kafaah yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang dalam hal ini tranformasi hukum dari para fuqaha. Dalam hal kafaah para imam madzhab sangat rinci bahkan dalam hal memilih pasanganpun harus benar benar pasti . karena nanti akan berujung kepada tujuan dan ekspestasi rumah tangga. Supaya tidak ada hal-hal yang menjadi penguasa dalam rumah tangga.



Bab V Membahas tentang Ketentuan dan Mekanisme Nafkah dalam Perundang-undangan Bab ini membahas masalah bagaimana mekanisme pemberian nafkah dalam perundang-undangan bukan hanya itu tapi didalam bab ini juga akan dibahas bagaimana konsep ketentuan nafkah ketentuan nafkah di Maroko dan Irak. Kenapa hanya dua negara ini yang bahasan?. Pertama di Maroko sistem nafkahnya mengambil dari ottoman of rights. Yang hal ini diatur dalam The Moroccan Code of Personal Status 1958 mulai dari pasal 53, 115-129 dalam hal ini ringkasnya seorang isteri bisa menggugat seorang suami ketika tidak bisa menakahi isterinya. Namun dengan berbagai catatan tertentu. Kedua di Irak kosnep nafkahnya diatur dalam perundang-undangan khususnya the Code personal Status and Supplementary Laws 959-1984. Ringkasnya bahwa nafkah adalah hal yang wajib diberikan oleh seorang suami walaupun sang isteri tingga bersama orangtuanya. Dalam hal ini juga dengan berbagai macam kriteria tertentu (Dedi Supriyadi.2011: 114) Sub bahasan yang ketiga dalam bab ini membahas tentang ketentuan nafkah yan g diatur dalam Kompilas Hukum Islam (KHI).



Bab VI Membahas tentang Status



Hukum Poligini dalam Pandangan Fuqaha dan Aplikasinya dalam perundangundangan di Indonesia dalam bab ini menguraikan kajian historis mengenai Poligini, bab ini juga akan menjelaskan bagaimana konsep turunnya ayat alquram QS: annisa ayat 4 mengenai Poligini. Bukan hanya itu dalam bab ini juga dirincikan bagaimana hukum poligini menurut para fuqaha baik para fuqaha klasik maupun kontemporer seperti Sayyid Sabiq, Al Maraghi dan lain-lain. Bab ini menerangkan bagaimana Aplikasi Poligini atau tranformasi hukum poligini dari hukum islam ke fiqih sampai lanjut ke Qanun atau Undang-undang. Bahkan diadopsi dalam UU no 1 tahun 1974 tentang perkawinan serta Kompilasi Hukum Islam. Serta prosedur dan UU bagaimana mekanisme Poligini.(Dedi Supryiadi.2011. 135)



Bab VII Membahas tentang Pro dan Kontra Nikah Mut’ah Bab ini menjelaskan masalah Nikah Mut’ah (kawin Kontrak) atau pernikahan yang akadnya dikaitkan dengan waktu. Dalam pembahasan nikah mut’ah ini baik sunni maupun syi’ah sepakat bahwa hukum nikah mut’ah adalah halal dan pernah ada. Akan tetapi dalam hal ketentuan apakah masih dihalalkan sampai sekarang atau tidak hal inilah yang menjadi Objek kajian dan pembahasan dalam bab ini. Sunni yang mengatakan bahwa hukum nikah mut’ah itu telah di Mansukh dan Syi’ah yang berpendapat sebaliknya bahwa nikah Mut’ah masih tetap ada sampai sekarang dengan landasan/dalil bahwa “Para sahabat pada masa nabi SAW,. Melakukan nikah Mut’ah demikian juga pada masa Abu bakar dan Umar....(Dedi Supriyadi.2011: 142) Kedua dalil ini lah yang dibahas jelas dan rinci dalam bab ini kontroversial mengenai hukum nikah mut’ah bahkan dalam bab ini juga dikemukakan pendapat pendapat imam Syiah mengai hukum halalnya nikah Mut’ah. Bab ini diakhiri dengan penjeasan dari Syiah mengenai ketentuan Nikah Mutah “..mut’ah tidak halal kecuali bagi orang yang mengetahuiya dan haram bagi orang yang tidak mengetahui hukumnya” menurut Syi’ah dalam lafaz akad mut’ah wajib disebutkan ketentuan upah, batas waktu, tidak adanya hak untuk mewarisi dan kewajiban beriddah selama empat puluh lima hari.(Dedi Supriyadi.2011: 151)



Bab VIII Membahas tentang Mekanisme hadhonah (pemeliharaan) di Tunisiadan Kompilasi Hukum islam Dalam bab ini kita menemukan bagaimana penjelasan Pengarang mengeni Hadhonah (pemeliharaan) bahkan dijelaskan dari aspek Historisnya juga. Pengarang mengarahkan kajian mengenai Hadhonah ini lebih kepada negara Tunisia kenapa demikian?. Karena hadhonah ini sangat rentan di Tunisia bahkan diatur dengan ketentuan-ketentuan yang sangat ketat.(Dedi Supriyadi.2011: 158) Bab ini juga menjelaskan mengenai aturan-aturan yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam mengenai Konsep Hadhonah yang dalam hal ini kita akan temukan pada halaman 164 aat pengarang melampirkan Bab XIV tentang Pemeliharaan Anak mulai dari pasal 98-106. Bahkan pasal inipun diakitkan dan dijelaskan oleh pengarang dengan penjelasan ayat al Quran



Bab IX Membahas tentang Ketentuan dan Prosedur perceraian dalam perundang-undangan di Asia Bab ini menjelaskan bagaimana ketentuan dan prosedur mengenai perceraian mulai dari Malasya, Brunei, Singapura sampaiIndoensia. Mulai dari masing-masing sejarah dari setiap negara, peta politik dalam perceraiannya, sampai prosedur yang dilakukan dalam setiap negaranya sampai dengan ketentuan hukum pada masing-masing negara. dalam bab ini juga dijelaskan masing-masing tindakan yang diambil oleh setia negara keika menghadapi sebuah kasus perceraian. Dan dalam bab ini diakhir oleh aturan aturan mengenai perceraian dalam UU Perkawinan No 1 tahun 1974.



Pada akhirnya Penulis menyimpulkan bahwa begitu banyak ilmu yang akan didapat ketika membaca dan mengkaji buku ini, karena pemahaman yang sangat luas dan baasa yang lugas. Buku ini ditujukan oleh Pengarang bukan hanya untuk kalangan mahasiswa namun juga untuk masyarakat umum siapapun yang mau mempelajir fiqih munakahat. Buku sangat bagus untuk dipahami terutama dalam kajian Perbandingan Madzhab fiqih baik klasik dan Kontemporer



Daftar Pustaka



Supriyadi, Dedi, Fiqih Munakahat Perbandingan, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009. Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat (Kajian Fikih Nikah Lengkap), Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2009. Umar Nawawi, Muhammad Ibnu, Nihayatuzzain, Beirut Libanon : Darul Kutub AlIlmiah, 2006.