Analisis Fisikokimia Beras Anaog Berbahan Dasar Tepung Pisang Kepok [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISIS FISIKOKIMIA BERAS ANALOG BERBAHAN DASAR TEPUNG PISANG KEPOK (Musa Paradisiaca forma Typical) DENGAN PENAMBAHAN PATI SAGU



SKRIPSI



NURUL PRATIWI HIOLA 651415097



PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2021



ANALISIS FISIKOKIMIA BERAS ANALOG BERBAHAN DASAR TEPUNG PISANG KEPOK (Musa Paradisiaca forma Typical) DENGAN PENAMBAHAN PATI SAGU



SKRIPSI



NURUL PRATIWI HIOLA



Skiripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan pada Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo



PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO GORONTALO 2021



HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ANALISIS FISIKOKIMIA BERAS ANAOG BERBAHAN DASAR TEPUNG PISANG KEPOK (Musa Paradisiaca forma Typical) DENGAN PENAMBAHAN PATI SAGU



NURUL PRATIWI HIOLA NIM. 651415097



Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji Pembimbing I



Pembimbing II



Dr. Muh. Tahir, S.Tp, M.Si



Marleni Limonu, SP, M.Si



NIP. 19721114200501102



NIP. 196911152008122001



Mengetahui:



Ketua Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan



Marleni Limonu, SP, M.Si NIP. 196911152008122001



PENGESAHAN SKRIPSI Judul Skripsi



:



Analisis Fisikokimia Beras Analog Berbahan Dasar Tepung Pisang Kepok (Musa Paradisiaca forma Typical) dengan Penambahan Pati Sagu



Nama



:



Nurul Pratiwi Hiola



NIM



:



651415097



Telah Diperiksa dan Disetujui oleh Komisi Pembimbing:



Pembimbing Utama



Pembimbing Pendamping



Dr. Muh. Tahir, S.TP, M.Si



Marleni Limonu, SP, M.Si



NIP. 19721114200501102



NIP. 196911152008122001



Menyetujui



Mengetahui



Dekan Fakultas Pertanian



Ketua Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan



Dr. Ir. Asda Rauf, M,Si



Marleni Limonu, SP, M.Si



NIP.196207061994032001



NIP. 196911152008122001



Tanggal Ujian: 05-01-2021



i



DAFTAR TIM KOMISI PENGUJI Judul Skripsi



:



Analisis Fisikokimia Beras Analog Berbahan Dasar Tepung Pisang Kepok (Musa Paradisiaca forma Typical)) dengan Penambahan Pati Sagu



Nama



:



Nurul Pratiwi Hiola



NIM



:



651415097



Telah diuji dan dinyatakan lulus dalam sidang ujian pada: 05 Januari 2021 di Depan Komisi Penguji



Nama



Jabatan



Tanggal



Dr. Muh. Tahir, S.TP, M.Si



Ketua



05-01-2021



Marleni Limonu, SP, M.Si



Anggota



05-01-2021



Ir. Zainudin Antuli, M.Si



Anggota



05-01-2021



Siti Aisa Liputo, S.Si, M.Si



Anggota



05-01-2021



Tanda Tangan



Gorontalo, Menyetujui,



Mengetahui,



Dekan Fakultas Pertanian



Ketua Jurusan



Dr. Ir. Asda Rauf, M,Si



Marleni Limonu, SP, M.Si



NIP.196207061994032001



NIP. 196911152008122001



ii



PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama



: Nurul Pratiwi Hiola



NIM



: 651415097



Program Studi



: Teknologi Pangan



Judul



: Analisis Fisikokimis Beras Analog Berbahan Dasar Tepung Pisang Kepok (Musa Paradisiaca forma Typical) Dengan Penambahan Pati Sagu Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi ini benar-benar merupakan



hasil karya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan bukan merupakan pengambilan tulisan atau pemikiran orang lain. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan atau tidak diterbitkan oleh penulis lain telah dituliskan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar putaka. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan skripsi ini merupakan hasil karya orang lain atau terbukti melakukan plagiasi, maka saya bersedia menerima sanksi akademik/hukum atas perbuatan tersebut.



Gorontalo, 05 Januari 2021 yang menyatakan



Nurul Pratiwi Hiola NIM: 651415097



ABSTRAK



iii



Nurul Pratiwi Hiola. 651415097. Analisis Fisikokimia Beras Analog Berbahan Dasar Tepung Pisang Kepok (Musa Paradisiaca forma Typical) Dengan Penambahan Pati Sagu. Hasil Penelitian, Program Studi Teknologi Pangan, Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Negeri Gorontalo. Dibawah Bimbingan Muh. Tahir dan Marleni Limonu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan proksimat, daya serap air, dan kerapatan curah dari beras analog yang berbahan dasar tepung pisang kepok dengan penambahan pati sagu. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal dan 5 perlakuan masingmasing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 (Dua) bulan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Poligon ( Politeknik Gorontalo ) dan di Balai Riset Industri Manado, dimana tahapan pertama adalah persiapan bahan baku yang meliputi pembuatan tepung pisang kepok yang merupakan bahan dasar dari beras analog. Data dianalisis dengan uji statistik Analisis of Variance (ANOVA) pada taraf α = 5% menggunakan program Microsoft Excel 2007, dan data analisis yang berbeda nyata diuji dengan menggunakan metode Duncan Multiple Range Test (DMRT) dan aplikasi SPSS 16.0. Hasil penelitian menunjukan bahwa beras analog berbahan dasar tepung pisang kepok dengan penambahan pati sagu memberikan pengaruh nyata pada kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, daya serap air, kerapatan curah. Beras analog berbahan dasar tepung pisang kepok penambahan pati sagu menghasilkan kadar air berkisar 4,25-5,47%, kadar abu berkisar 1,922,34%, kadar lemak berkisar 82,66-79,18%, kadar protein 1,75 – 0,89%, kadar karbohidrat berkisar 82,36-85,07%, serta daya serap air berkisar 68-7-76,2% dan kerapatan curah 0,5-0,6 g/cm3. Kata kunci : Beras Analog, Tepung Pisang Kepok, Pati Sagu



RIWAYAT HIDUP iv



Penulis dilahirkan di Timbuolo pada tanggal 19 Februari 1998. Penulis adalah anak tunggal dari Bapak Syafrudin Hiola dan Ibu Ritna Nurkamiden. Penulis memulai pendidikan pada tahun 20042009 di SDN INPRES BOTUPINGGE, lalu melanjutkan pendidikan di SMPN 01 BOTUPINGGE pada tahun 2009-2012, kemudian melanjutkan pendidikan pada tahun 2012-2015 di SMA NEGERI 1 KABILA. Dan penulis melanjutkan jenjang pendidikan program sarjana di Universitas Negeri Gorontalo Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian melalui jalur SBMPTN tahun 2015. Penulis pernah mengikuti kegiatan diantaranya adalah MOMB UNG tahun 2015, sebagai peserta pelatihan komputer dan internet di UNG, peserta seminar nasional PATPI cabang Gorontalo dengan tema “Meningkatkan daya saing produk lokal di era masyarakat ekonomi Asean (MEA)” pada tahun 2016, sebagai pengurus ORMAWA Jurusan Ilmu dan Teknologi pangan pada tahun 2016, penulis juga pernah mengikuti praktek kerja lapangan (PKL/Magang) di Pt. Nurza Bersama Sejahtera Provinsi Gorontalo, mengikuti KKS didesa Hutamoputi, Kecamatan Dengilo, Kabupaten Pohuwato tahun 2018. Penulis melaksanakan penelitian sebagai tugas akhir dengan judul “ANALISIS FISIKOKIMIA BERAS ANALOG BERBAHAN DASAR TEPUNG PISANG



KEPOK



(Musa



Paradisiaca



forma



Typical)



DENGAN



PENAMBAHAN PATI SAGU” dibawah bimbingan Dr. Muh. Tahir, S.TP, M.Si dan Marleni Limonu, SP, M.Si



KATA PENGANTAR v



‫َّحي ِْم‬ Tِ ‫بِس‬ ِ ‫هللا الرَّحْ َم ِن الر‬ ِ ‫ْــــــــــــــــــم‬ Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis sehingga bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Fisikokimia Beras Analog Berbahan Dasar Tepung Pisang Kepok (Musa Paradisiaca Forma Typical) Dengan Penambahan Pati Sagu” untuk memenuhi persyaratan dalam menempuh ujian sarjana di Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Negeri Gorontalo. Dibawah bimbingan Bapak Dr. Muh. Tahir, S.TP, M.Si dan Ibu Marleni Limonu, SP, M.Si. Dalam menyusun skripsi ini, penulis banyak mengalami hambatan, serta rintangan namun pada akhirnya dapat melaluinya berkat bimbingan, dukungan, bantuan, serta Doa dari berbagai pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1. Kedua orang tua, papa dan mama tercinta (Syafrudin Hiola dan Ritna Nurkamiden), yang selama ini membesarkan, mengasuh, mendidik, memberikan motivasi dengan segala ketulusan dan kasih sayang, serta doa yang tak pernah terhenti demi keberhasilan untuk mencapai gelar sarjana. 2. Dr. Eduart Wolok, ST, MT selaku Rektor Universitas Negeri Gorontalo. 3. Dr. Ir. Asda Rauf, M.Si selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo. 4. Ibu Marleni Limonu, SP, M.Si dan Ibu Siti Aisa Liputo, S.Si, M.Si selaku Ketua dan Sekertaris Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo. 5. Ibu Siti Aisa Liputo, S.Si, M.Si dan Bapak Ir. Zainudin Antuli, M.Si yang telah bersedia menjadi penguji saya. 6. Ibu Siti Aisa Liputo, S.Si, M.Si selaku dosen Penasehat Akademik (PA) yang sabar dan pengertian dalam membimbing penulis selama penulis



vi



menempuh kuliah di Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo. 7. Wakil Dekan serta Staf dilingkungan Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo. 8. Bapak dan Ibu di lingkungan Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Program Studi Teknologi Pangan Fakulas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo, terimakasih atas kesabaran serta bimbingannya kepada penulis selama penulis menempuh kuliah di Ilmu dan Teknologi Pangan. 9. Sahabat terbaik, Nurvitro Mahmud, Nurhikma S. Uday, Mona Suleman, Restin E. Gemu, Puja Ladja yang selalu memberikan dorongan, dan motivasi hingga terselesainya skripsi ini. 10. Teman-teman ITP kelas C angkatan 2015 Intan Mooduto, Fony Yusuf, Ayin Yusuf, Dita Idrak, Devi Karim, Zulpin Mii, Indri Ahmad, Karmila, Sukma Uday, Tina Madina, Fita Harun, Osi Kidamu, Putri Olii, Rais Paramata, Jafar Ayuba, Afris Mohi, Edy Abdullah, Irsan Adam, Hendra Mohi, Idrus Umar, Suaib Latawa, terima kasih sudah menjadi teman yang bisa berbagi cerita dan selalu membantu selama perjalanan kuliah. 11. Teman-teman Pengurus HIMITEPA tahun 2013-2020 yang tidak bisa saya sebut satu persatu. 12. Teman-teman KKS Destana Desa Hutamoputi, Kecamatan Dengilo, Kabupaten Pohuwato yang tidak bisa saya sebut satu persatu. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan menambah ilmu pengetahuan khususnya penulis serta dapat menjadi inspirasi bagi pembaca inginmengembangkan ilmu pengetahuan. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu. Gorontalo, Januari 2021



Nurul Pratiwi Hiola



vii



DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... i DAFTAR KOMISI PENGUJI .................................................................. ii PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .................................................... iii ABSTRAK .................................................................................................... iv ABSTRACK ................................................................................................. v RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... vi KATA PENGANTAR ................................................................................. vii DAFTAR ISI ................................................................................................ viii DAFTAR TABEL ........................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR ................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xi DAFTAR LAMBANG, SINGKATAN DAN DEFINISI .......................... xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 2 1.3 Tujuan .......................................................................................... 3 1.4 Manfaat ........................................................................................ 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisang Kepok................................................................................ 4 2.2 Tepung Pisang Kepok ................................................................. 5 2.3 Beras Padi .................................................................................... 6 2.4 Beras Analog ............................................................................... 8 2.4 Pati Sagu ...................................................................................... 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ...................................................................... 10 3.2 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................... 10 3.3 Rancangan Penelitian .................................................................. 11 3,4 Tahapan Penelitian ...................................................................... 12 3.5 Perlakuan Penelitian ................................................................... 16 3.6 Parameter Yang Diamati ............................................................. 16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air ..................................................................................... 20 4.2 Kadar Abu ................................................................................... 23 4.3 Kadar Lemak ............................................................................... 25 4.4 Kadar Protein ............................................................................... 28 4.5 Kadar Karbohidrat ....................................................................... 30 4.6 Daya Serap Air ............................................................................ 32



viii



4.7 Kerapatan Curah .......................................................................... 34 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan .................................................................................. 38 5.2 Saran ............................................................................................ 38 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 39 LAMPIRAN.................................................................................................. 45



ix



DAFTAR TABEL No.



Judul



Halaman



1. Kandungan Zat Nutrisi Pada Pisang Kepok Dalam 100gr ....................... 5 2. Standar Mutu Beras Berdasarkan SNI Beras 6218:2015 .......................... 7 3. Kandungan gizi yang terkandung pada beras padi dalam 100 g ............... 7 4. Variasi Pati Sagu Pada Beras Analog Dari Tepung Pisang Kepok ........... 10 5. Rancangan Awal Perlakuan ....................................................................... 11 6. Tata Letak RAL ......................................................................................... 12 7. Rekapan Data Hasil Analisis Beras Analog .............................................. 37 8. Rekapan Data Analisis SPSS .................................................................... 37



x



DAFTAR GAMBAR No.



Judul



Halaman



1. Prosedur Kerja Pembuatan Tepung Pisang Kepok ...................................... 13 2. Prosedur Kerja Pembuatan Beras Analog..................................................... 15 3. Beras Analog Maisng-Masing Perlakuan .................................................... 20 4. Kadar Air Beras Analog Bahan Dasar Tepung Pisang Kepok dengan Penambahan Pati Sagu .............................................................................. 21 5. Kadar Abu Beras Analog Bahan Dasar Tepung Pisang Kepok dengan Penambahan Pati Sagu............................................................................... 23 6. Kadar Lemak Beras Analog Bahan Dasar Tepung Pisang Kepok dengan Penambahan Pati Sagu............................................................................... 26 7. Kadar Protein Beras Analog Bahan Dasar Tepung Pisang Kepok dengan Penambahan Pati Sagu............................................................................... 28 8. Kadar Karbohidrat Beras Analog Bahan Dasar Tepung Pisang Kepok dengan Penambahan Pati Sagu............................................................................... 30 9. Daya Serap Air Beras Analog Bahan Dasar Tepung Pisang Kepok dengan Penambahan Pati Sagu............................................................................... 33 10. Kerapatan Curah Beras Analog Bahan Dasar Tepung Pisang Kepok dengan Penambahan Pati Sagu............................................................................... 35



xi



DAFTAR LAMPIRAN No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



Judul



Halaman



Hasil Analisis Kadar Air ........................................................................... 45 Hasil Analisis Kadar Abu ......................................................................... 46 Hasil Analisis Kadar Lemak ..................................................................... 47 Hasil Analisis Kadar Protein .................................................................... 48 Hasil Analisis Kadar Karbohidrat ............................................................. 49 Hasil Analisis Kadar Daya Serap Air ....................................................... 50 Hasil Analisis Kerapatan Curah ............................................................... 51 Proses Pembuatan Beras Analog .............................................................. 52 Pengujian Daya Serap Air dan Kerapatan Curah ..................................... 55



xii



DAFTAR LAMBANG, SINGKATAN DAN DEFINISI Lambang/Singkatan C Cm Dkk DMRT G H2SO4 H3BO3 HCl HNO3 Mg Ml Mm N NaOH PT RAL RI SNI TP



Arti dan Keterangan Celcius Senti Meter Dan kawan-kawan Duncan Multiple Range Test Gram Asam Sulfat Asam Borat Asam Klorida Asam Nitrat Mili Gram Mili Liter Mili Meter Nitrogen Natrium Hidroksida Pati Sagu Rancangan Acak Lengkap Republik Indonesia Standar Nasional Indonesia Tepung Pisang



xiii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan satu kebutuhan pokok dari setiap individu untuk mampu bertahan hidup. Di Indonesia memiliki permasalahan pangan yang besar dan kompleks yaitu khususnya terdapat pada beras. Karena, adanya istilah belum makan nasi maka belum dianggap sudah makan. Sehingga dapat menyebabkan tingginya tingkat ketergantungan konsumsi beras terhadap masyarakat Indonesia. Dengan adanya hal tersebut telah menyebabkan Negara Indonesia merupakan Negara yang mengimpor beras yang bisa mencapai 500.000 ton pada tahun 2018 (Badan ketahanan pangan kementerian pertanian, 2018) Kebijakan utama ketahanan pangan merupakan faktor utama yang saat ini sangat membutuhkan perhatian yang lebih banyak untuk membangun sektor pertanian, salah satunya yaitu melalui program untuk mendiversifikasi produk dan untuk mengkonsumsi pangan. Oleh karena itu, perlu adanya deversifikasi pangan yang tidak akan bertentangan dengan budaya makan orang-orang Indonesia, yaitu dengan cara pembuatan beras tiruan yang memiliki sumber karbohidrat selain dari beras padi. Pada produk pangan lain yang memiliki kandungan karbohidrat selain beras seperti dari batang pohon seperti sagu, umbi-umbian, serealia selain beras, gandum, dan buah-buahan salah satunya pisang. Pisang merupakan tanaman ekonomis karena memiliki sifat pertumbuhan yang cepat yaitu pada umur rata-rata satu tahun dapat berbuah. Sifat tanaman pisang yang kedua yaitu cepat berkembang biak, sehinga dalam satu tahun berikutnya tanaman sudah dapat berlipat ganda. Di Asia, Indonesia termasuk Negara yang menghasilkan jumlah pisang yang terbesar. Karena, 50% dari produksi Asia dihasilkan Indonesia dan tiap tahun produksinya terus meningkat (Rosmawati, 2011), menurut Badan Pusat Statistika (2015) produksi pisang mencapai 7,29 juta ton. Indonesia merupakan daerah yang hampir seluruh wilayahnya penghasil pisang, hal ini karena adanya iklim yang Indonesia sangat cocok untuk pertumbuhan dari tanaman pisang. Salah satunya



1



yaitu di Provinsi Gorontalo memiliki potensi di bidang pertanian khususnya buah pisang Pada umumnya masyarakat paling sering menjadikan pisang menjadi olahan pisang goreng dan dalam berbagai variasi lainnya. Pisang kepok memiliki keunggulan kandungan karbohidrat sebanyak 79,6 g, zat besi 2,6 mg, serat 4,5 g, kalsium 35 mg, fosfor 94 mg, namun lemak yang ada pada kandungan pisang kepok hanya mengandung 1 g saja, dan protein dari pisang kepok sebesar 3,9 g (Anwar & Kristiatuti, 2019). Karena adanya kandungan karbohidrat yang tinggi pada pisang kepok sangat cocok diolah menjadi beras analog. Mengkonsumsi beras analog memakan nasi yang berasal dari beras padi. Beras analog dapat dirancang khusus sehingga memiliki kandungan gizi yang hampir sama bahkan mengkonsumsi beras analog dapat melebihi kandungan gizi dari beras padi, dan juga beras analog dapat memiliki sifat fungsional yang sesuai dari bahan baku yang akan digunakan. Pada penelitian ini, pengolahan tepung pisang kepok dalam beras analog ditambahkan pati sagu. Penambahan pati sagu pada penelitian ini, karena pati yang berasal dari sagu dapat digunakan sebagai bahan perekat yang tujuannnya untuk mendapatkan hasil dari butiran beras menjadi kokoh sehingga beras analog tidak akan mudah hancur dan tidak akan mudah rapuh saat dimasak (Herawati dkk., 2014). Pada pengolahan pati sagu menjadi beras analog dipengaruhi sifat gelatinisasi. Sifat gelatinisasi pati antara lain dipengaruhi oleh rasio amilosa dan amilopektinnya. Kandungan amilopektin dan amilosa dalam setiap jenis-jenis pati berbeda tergantung pada sumber botani yang dihasilkan. Menurut Karouw dkk., (2015); Polnaya, dkk., (2008) kadar amilosa pati sagu sekitar 42%-28%, bahkan mencapai 31% (Karouw dkk., 2015; Nafchi dkk., 2012) Amilosa amilopektin tidak larut dalam air dingin dan dapat larut bila dipanaskan. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1



Menguji kandungan proksimat yang ada pada beras analog berbahan dasar tepung pisang kepok dengan penambahan pati sagu



1.2.2



Menguji karakteristik dari beras analog yang meliputi daya serap air dan kerapatan curah.



2



1.3 Tujuan 1.3.1



Untuk dapat mengetahui kandungan proksimat dari beras analog berbahan dasar tepung pisang kepok dengan penambahan pati sagu.



1.3.2



Untuk dapat mengetahui karakteristik dari beras analog yang berbahan dasar tepung pisang kepok.



1.4 Manfaat Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat bagi : 1.4.1



Memberikan alternatif bentuk olahan pangan yang berbahan dasar dari tepung pisang kepok dibuat menjadi beras analog yang dapat mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap beras padi.



1.4.2



Memberikan informasi bahwa tepung pisang kepok dapat berfungsi sebagai beras analog yang kaya akan kandungan gizi.



3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pisang Kepok Pisang merupakan jenis buah paling umum yang dapat ditemukan tak hanya di perkotaan tetapi pisang juga dapat ditemukan di desa sampai dipelosok-pelosok desa. Berbagai macam buah pisang yang dapat ditemukkan salah satunya yaitu jenis pisang kepok (Musa Paradisiaca forma typical). Pisang kepok memiliki ciri-ciri bentuk buah yang cenderung pipih dan tidak bulat memanjang seperti jenis pisang lainnya. Oleh karena itu, pisang kepok ini disebut juga dengan nama pisang gepeng. Pisang mempunyai kandungan gizi sangat baik, antara lain pisang dapat menyediakan energi yang cukup dan dibandingkan dengan buah-buahan lainnya. Pisang memiliki kandungan gizi mineral seperti magnesium, kalium, besi, kalsium, dan fosfor. Pisang juga memiliki kandungan vitamin seperti vitamin C, B6, B Kompleks, dan serotonin yang aktif sebagai neurotransmiter dalam kelancaran fungsi dari otak. Kandungan energi yang ada pada pisang merupakan energi yang instan yang mudah tersedia dalam waktu singkat, sehingga bermanfaat dalam menyediakan kebutuhan kalori tubuh. Karbohidrat yang ada pada buah pisang merupakan karbohidrat yang kompleks tingkat sedang dan tersedia secara bertahap, sehingga dapat menyediakan energi dalam waktu tidak terlalu cepat. Pisang kepok memiliki keunggulan kandungan karbohidrat sebanyak 79,6 g, serat 4,5 g, kalsium 35 mg, zat besi 2,6 mg, fosfor 94 mg, namun kandungan lemak yang ada pada kandungan pisang kepok hanya 1 g, dan kandungan protein pisang sebanyak 3,9 g (Anwar & Kristiatuti, 2019). Pisang kepok memiliki kandungan serat, maupun menurunkan kolestrol dan membantu untuk meringankan sembelit sehingga bisa digunakan untuk mencegah terjadinya kanker usus besar (Asuquo & Udobi, 2016; Isabelita, 2018). Menurut Isabelita (2018); Lakshmi dkk., (2015), menyatakan bahwa daging buah yang ada pada pisang kepok memiliki manfaat sebagai anti ulkus, hepatoprotektif, antioksidan, analgesik, penyembuh luka serta mampu merangsang pertumbuhan dari rambut.



4



Tabel 1. Kandungan zat nutrisi pada pisang kepok dalam 100 g (Lolodatu dkk., 2014; Morton, 1987): No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10



Kandungan Pisang Kepok Kalori Air Protein Lemak Karbohidrat Serat Abu Kalsium Fosfor Zat besi



Berat 340 11,2-13,5 3,84-4,1 0,9-1,0 79,6 3,2-4,5 3,1 30-39 93-94 2,6-2,7



Satuan kal g g g g g g mg mg mg



2.2 Tepung Pisang Kepok Pisang kepok (Musa Paradisiaca forma typical) merupakan produk yang cukup prospektif dalam mengembangkan sumber pangan lokal karena pisang dapat tumbuh disembarangan tempat sehingga produksi buahnya selalu tersedia. Proses klimaterik pada buah pisang setelah lepas panen akan cepat sehingga dapat menyebabkan kerusakan, untuk dapat mengatasinya tersebut maka pisang diolah menjadi tepung pisang. Tepung pisang merupakan hasil penggilingan dari buah pisang yang telah dikeringkan. Tepung pisang dapat mempermudah pemasaran, mengawetkan pisang dan memperluas pemanfaatan dari buah pisang. Pisang yang akan dibuat mejadi tepung adalah pisang yang dengan tingkat kematangannya tiga per empat matang, yang daging buahnya masih keras dan masih berwarna hijau (Setyarini, 2013). Pembuatan tepung pisang bisa digunakan dengan pengeringan menggunakan sinar matahari atau juga bisa menggunakan alat pengering, setelah dikeringkan pisang dapat dihancurkan dengan menggunakan mesin penghancur dan selanjutnya disaring dengan menggunakan alat penyaring tepung. Namun tepung pisang matang memiliki sifat fisik yang kurang baik seperti tingkat rendemennya akan rendah, sifat higrokopisnya, dan warnanya akan lebih coklat dibandingkan dengan tepung pisang mentah yang diakibatkan oleh proses pencoklatan enzimatis selama proses



5



penggilingan. Menurut Kaleka (2013) & Rangkuti (2015), tepung pisang memiliki kandungan amilosa yang cukup tinggi yaitu sekitar 9,1%-17,2%, selain itu juga tepung pisang mempunyai kandungan vitamin C yang tidak dimiliki oleh tepung terigu. Tepung pisang merupakan produk setengah jadi yang dapat juga dimanfaatkan untuk pembuatan roti, pembuatan cake dan juga tepung pisang bisa digunakan untuk menjadi bahan pembuatan beras analog. 2.2 Beras Padi Beras adalah butiran padi yang kulit luarnya (sekamnya) telah dibuang melalui proses penggilingan dan penyosohan menggunakan alat pengupas dan penggilingan serta alat penyosoh, sehingga menjadi dedak kasar (Astawan, 2004; Sediaoetama, 1985). Penggunaan beras dalam bentuk nasi sebagai sumber pangan telah ada sejak zaman dahulu. Beras berasal dari kata weas dalam bahasa jawa kuno. Pemilihan beras menjadi sumber bahan pangan pokok dikarenakan proses pengolahannya yang mudah dan cepat, dapat memberi kenikmatan pada saat menyantap, aman dari segi kesehatan, serta sumber daya alam lingkungan mendukung penyediaannya dalam jumlah yang cukup (Haryadi, 2006). Karbohidrat yang terkandung dalam beras ialah pati sebagai komponen penyusun terbesar dan hanya sebagian kecil pentosan selulosa, hemiselulosa, dan gula. Pati yang terkandung dalam berat kering beras sekitar antara 85% - 90%. Sedangkan kandungan pentosan berkisar 2,0%-2,5% dan gula 0,6%-1,4% dari berat beras pecah kulit. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa sifat fisikokimia beras terutama ditentukan oleh sifat patinya, karena penyusun utamanya adalah pati (Haryadi, 2006). Kelas mutu beras di Indonesia distandarkan dalam SNI 6128 tahun 2015 tentang beras, dan pada tahun 2017, Menteri Pertanian RI telah mengeluarkan Permentan no. 31 tentang beras sebagai upaya pemutakhiran standar beras nasional. Parameter mutu beras yang diuji dalam SNI 6128:2015 dan permentan 31/2017 pada dasarnya serupa, walaupun pada Permentan 31/2017 terdapat penyederhanaan parameter dari 10 pada SNI 6128:2015 menjadi 7. Tabel 2. Standar kelas mutu beras berdasarkan SNI Beras 6128:2015.



6



Jenis Uji Derajat Sosoh (%) Beras Kepala (%) Beras Patah (%) Butir Menir (%) Butir Merah (%) Butir Kuning (%) Butir Kapur (%) Butir Gabah (butir/100 g) Benda Asing (%) Kadar Air (Maksimal) (%)



Premium 100 95 5 0 0 0 0 0 0 14



Kelas Mutu Medium 1 Medium 2 95 90 78 73 20 25 2 2 2 3 2 3 2 3 0,02 0,05 1 2 14 14



Medium 3 80 60 35 5 3 5 5 0,2 3 14



Tabel 3. Kandungan gizi yang terkandung dalam beras padi dalam 100 gram. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10



Komposisi Kalori Protein Lemak Karbohidrat Serat Kalsium Fosfor Besi Vitamin B1 Air



Berat 357 8,4 1,7 77,1 0,2 147 81 1,8 0,2 12



Satuan Kal g g g g Mg Mg g Mg g



2.3 Beras Analog Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari bahan-bahan seperti umbi-umbian, dan buah salah satunya pisang. Beras analog dapat dijadikan sebagai produk diversifikasi pangan yang dapat dikonsumsi seperti layaknya mengkonsumsi nasi yang berasal dari beras padi. untuk memanfaatkan pangan lokal sebagai sumber karbohidrat yang dapat menghasilkan beras analog dengan kandungan gizi yang lebih baik, dan tidak kalah dengan beras yang berasal dari beras padi (Budijanto & Yuliyanti, 2012). Sedangkan menurut Mishra dkk., (2012); Noviasari dkk., (2017) beras analog yaitu berupa olahan yang dapat dibuat dari sebagian atau seluruhnya berbahan dasar non-beras.



7



Beras analog dapat dibuat dengan menggunakan dua cara yaitu metode granulasi dan metode ekstruksi. Perbedaan dua metode pembuatan beras analog ini yaitu terletak pada tahapan gelatinisasi adonannya dan tahapan pencetakannya. Pada metode granulasi hasil cetakannya masih berupa butiran, sedangkan metode ekstruksi ini hasil cetakannya sudah berbentuk bulat lonjong yang mirip dengan beras yang berasal dari padi (Ismail, dkk., 2017). Menurut Adicandra & Estiasih (2016), ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mutu dari beras analog yaitu perbandingan amilosa dan amilopektin. Perbandingan dari amilosa dan amilopektin beras menentukan tekstur, pera atau lengket pada nasi serta cepat atau tidaknya nasi tersebut akan mengeras. Semakin tinggi kadar amilosanya maka semakin keras atau pera nasi yang dihasilkan sehingga akan cenderung kurang disukai. Sementara menurut Septianingrum, dkk., (2016) apabila kadar amilosa semakin rendah maka semakin pulen nasi yang dihasilkan dan semakin lunak juga teksturnya. Beras analog akan dapat mendorong proses percepatan penganekaragaman konsumsi pangan yang sekaligus dapat menurunkan tingkat konsumsi beras padi 1,5% per tahun (Sibuea, 2012; Sihombing dkk., 2018). Menurut penelitian Yudanti dkk., (2015) menyatakan bahwa beras analog dari tepung pisang pada perlakuan 80% dan tepung tapioka 20% memperoleh perlakuan terbaik antara lain kadar air sebanyak 13,08%, daya serap air 36,98%, diameter beras > 4,70 mm, kerapatan curah 0,774 %, daya kembang 5,4%. 2.4 Pati Sagu dapat diperoleh dari batang pohon sagu atau rumbia (Metroxylon sago Rottb). Pohon sagu yang pada umumnya banyak dijumpai dikawasan Asia Tenggara dan Asia Pasifik dan ditanam secara luas diberbagai Negara seperti Malaysia, Indonesia, Papua Nugini dan berbagai daerah tropis lainnya (Albert dkk., 2008; Amalia, 2014). Menurut Auliah, (2012) pati sagu merupakan salah satu sumber karbohidrat dan mengandung beberapa komponen lainnya seperti fosfor dan mineral. Pati merupakan polisakarida yang terdiri dari unit-unit glukosa anhidrat. Unit glukosa yang satu



8



dengan yang lain dihubungkan melalui ikatan 1,4--D-glukosidic (Albert dkk., 2008; Amalia, 2014). Pati Sagu merupakan salah satu bentuk karbohidrat yang dapat diaplikasikan secara luas dalam berbagai industri dan sangat bergantung pada karakteristik fisikokimia dan fungsionalnya (Amalia, 2014; Jading dkk., 2011). Pati sagu merupakan bahan pangan unggulan karena kandungan karbohidratnya paling tinggi jika dibandingkan dengan tanaman penghasil karbohidrat lainnya, seperti jagung, ubi kayu dan tebu (Adisti, 2016; Syakir & Karmawati, 2013). Pati yang berasal dari sagu dapat digunakan sebagai bahan perekat yang bertujuan untuk mendapatkan butiran beras yang kokoh sehingga beras tidak mudah untuk rapuh dan tidak mudah untuk hancur pada saat akan dimasak (Herawati dkk., 2014). Menurut



penelitian



Noviasari



dkk.,



(2013)



dia



menyatakan



bahwa



pengembangan beras analog dengan memanfaatkan jagung putih dengan penambahan pati sagu memperoleh formula yang terbaik berdasarkan uji sensoris adalah formula dengan pati sagu 30%, perbandingan jagung Pulut dan jagung Lokal 4,34%:65,66%. Beras analog yang dihasilkan memiliki bentuk paling mendekati beras, dan nasi berwarna putih agak krem serta memiliki tekstur yang pas (tidak pera dan tidak pulen). Komposisi formula terbaik adalah kadar air 9,32%, kadar abu 0,38%, kadar protein 6,86%, kadar lemak 1,22%, kadar karbohidrat 91,54%, serat pangan larut 1,49%, serat pangan tidak larut 3,85% dan serat pangan total 5,35%, nilai L* menunjukkan tingkat kecerahan 71,66%, °Hue beras sosoh 88,94 dan derajat putih 66,81%. Waktu pemasakan yang dibutuhkan adalah 4.06 menit. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri Manado untuk pengujian proksimat, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Poligon (Politeknik Gorontalo), Pengujian karakteristik beras analog, dan pembuatan beras analog serta pembuatan tepung pisang kepok di Laboratorium Pertanian Terpadu Universitas Negeri Gorontalo. Waktu pelaksanaan penelitian ini dimulai dari bulan Oktober-November 2019. 9



3.2 Alat dan Bahan Alat Alat Pembuatan Beras Analog Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu oven, thermometer, grinder, pisau, wadah plastik/baskom, saringan/ayakan 80 mesh, alat pengukur waktu, kompor, toples, mesin pasta, timbangan analitik. Alat Analisis Alat analisis yang digunakan yaitu cawan, oven listrik, desikator, tanur, labu erlenmeyer, kertas saring, kapas woll, alat destilasi, labu takar, labu bulat, kertas lakmus. Bahan Bahan Pembuatan Beras Analog Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pisang kepok, air, minyak kelapa dan pati sagu. Bahan Analisis Bahan yang digunakan dalam analisis yaitu HNO3 pekat, H2SO4 (9698% bebas N), aquades, NaOH asam borat H3BO3 4%, HCl 0,1 N.



3.3



Rancangan Penelitian. Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)



dengan perlakuan penambahan pati sagu (10 g, 20 g, 30 g, 40 g) masing-masing dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan. Hasil perhitungan F-hitung lebih besar dari F-tabel (berpengaruh secara signifikan) maka harus dilakukan uji lanjut dengan menggunakan analisa Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf signifikan 5%. Dalam pembuatan beras analog masing-masing percobaan terdiri 1 faktor yaitu pati sagu. Rancangan percobaan tersebut dilihat pada tabel 2. Tabel 4. Variasi pati sagu pada beras analog dari tepung pisang kepok



10



Tepung Pisang



Konsentrasi Pati



Kepok



Sagu



P0



200 g



0g



200 g



P1



190 g



10 g



200 g



P2



180 g



20 g



200 g



P3



170 g



30 g



200 g



P4



160 g



40 g



200 g



Perlakuan



Total Bahan



3.3.1 Tabel Rancangan Awal Perlakuan Tabe 5. Rancangan Awa Perlakuan Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4



U1 P0U1 P1U1 P2U1 P3U1 P4U1



Ulangan U2 P0U2 P1U2 P2U2 P3U2 P4U2



U3 P0U3 P1U3 P2U3 P3U3 P4U4



11



3.3.2 Tabel Tata Letak RAL (Pengacakan) Tabel 6. Tata Letak RAL (Pengacakan) Blok Ulangan



P0U3 P4U2 P4U1



P3U2 P3U1 P1U1



Perlakuan P2U1 P4U2 P0U1



P3U3 P2U2 P0U2



P1U2 P1U3 P2U3



3.4 Tahapan Penelitian 3.4.1 Pembuatan Tepung Pisang Kepok Pertama-tama pisang kepok diblansir yaitu dengan cara dimasukkan pisang kepok beserta kulitnya ke dalam air mendidih dengan suhu 90°C selama 5 menit. Kemudian pisang kepoknya didinginkan dikupas dan ditimbang. Setelah itu pisang kepok diiris tipis-tipis dengan menggunakan pisau. Irisan pisang kepok selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 60°C selama 10 jam. Setelah kering kepingan pisang kepok dikeluarkan dan dianginkan pada suhu ruang. Setelah dingin, kemudian dihaluskan dengan menggunakan mesin grinder, selanjutnya diayak menggunakan ayakan 80 mesh.







Prosedur Kerja Pembuatan Tepung Pisang Kepok



12



Pisang Kepok



Diblansir beserta kulit dengan suhu 90°C selama 5 menit



Didinginkan



Dikupas



Ditimbang



Diiris tipis-tipis



Dikeringkan pada oven suhu 60°C selama 10 jam



Didinginkan



Dihaluskan



Diayak



Tepung Pisang Kepok



Gambar 1 Diagram Alir Pembuatan Tepung Pisang Kepok



13



3.4.2



Pembuatan Beras Analog



1) Tepung pisang kepok dan pati sagu ditimbang sesuai perlakuan 2) Kemudian ditambahkan air sebanyak 150 ml. 3) Adonan diaduk sampai tercampur rata. 4) Setelah itu tepung pisang kepok ditambahkan minyak kelapa 20 ml dicampurkan lalu diaduk sampai adonan menjadi kalis 5) Kemudian dicetak dengan menggunakan mesin pasta dengan diameter 2 mm. Untaian adonan dipotong-potong dengan panjang ±1 cm sehingga menyerupai ukuran beras. 6) Hasil pencetakan beras analog dikukus selama 15 menit. 7) Selanjutnya dikeringkan pada suhu 80 0C selama 8 jam. 8) Beras analog yang siap diuji.



14







Prosedur Kerja Pembuatan Beras Analog Campuran bahan sesuai perlakuan



P0: Tepung Pisang Kepok 100% : Pati Sagu 0% P1: Tepung Pisang Kepok 95% : Pati Sagu 5% P2: Tepung Pisang Kepok 90% : Pati Sagu 10% P3: Tepung Pisang Kepok 85% : Pati Sagu 15% P4: Tepung Pisang Kepok 80% : Pati Sagu 20% Dicampur air 150 ml



Ditambah Minyak kelapa 20 ml



Dicetak dengan diameter 2 mm lalu di potong-potong ± 1 cm



Dikeringkan lagi pada suhu 80°c selama 8 jam



Dikemas diwadah yang tertutup Beras Analog dari Tepung Pisang Kepok



Gambar 2 Diagram Alir pembuatan beras analog.



15



3.5 Perlakuan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan penambahan pati sagu yang berbeda sebagai berikut : P0 : Tepung Pisang Kepok 100%, Pati Sagu 0% P1 : Tepung Pisang Kepok 95%, Pati Sagu 5% P2 : Tepung Pisang Kepok 90%, Pati Sagu 10% P3 : Tepung Pisang Kepok 85%, Pati Sagu 15% P4 : Tepung Pisang Kepok 80%, Pati Sagu 20% 3.6 Parameter Yang Diamati Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah untuk menguji proksimat, pengujian daya serap air dan kerapatan curah. 3.6.1 Kadar Air Sebanyak 5 g sampel ditimbang dengan cepat ke dalam cawan kering, kemudian dihomogenkan, dikeringkan dalam oven suhu 100-105°C selama 6 jam. Kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang kembali. Cawan dimasukkan kembali ke dalam oven sampai diperoleh berat konstan (Andarwulan dkk., 2011) Kadar air dalam bahan dihitung dengan rumus berikut: kadar air % =



b−(c−a) × 100% b



Dimana : a = berat cawan kering yang sudah konstan (g) b = berat sampel awal (g) c = berat cawan dan sampel kering yang sudah konstan (g) 3.6.2 Kadar Abu Sebanyak 5-10 g sampel ditimbang didalam cawan, kemudian dimasukkan ke dalam tanur dan dipanaskan pada suhu 300°C, kemudian suhu dinaikkan menjadi 420-550°C dengan waktu sesuai karakteristik bahan (umumnya 5-7 jam). Jika diperkirakan semua karbon belum teroksidasi, cawan diambil dari dalam tanur, lalu



16



didinginkan dan ke dalam desikator dapat ditambahkan 1-2 ml HNO3 pekat. Sampel diuapkan sampai kering dan dimasukkan kembali ke dalam tanur sampai pengabuan dianggap selesai. Selanjutnya tanur dimatikan dan dapat dibuka setelah suhunya mencapai 250°C atau kurang. Cawan diambil dengan hati-hati dari dalam tanur kemudian ditimbang (Andarwulan dkk., 2011). Kadar abu dalam sampel dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: % kadar abu =



W 2−W 0 × 100% W 1−W 0



Dengan : W2 = Berat cawan + sampel setelah pengabuan (g) W0 = Berat cawan kosong (g) W1 = Berat cawan + sampel sebelum pengabuan (g) 3.6.3 Kadar Protein Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode mikro Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 1-2 g, kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml, lalu ditambahkan 0,25 g selenium dan 3 ml H2SO4 pekat. Contoh didestruksi pada suhu 410°C selama kurang lebih 1 jam sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin, ke dalam labu Kjeldahl ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40%, kemudian dilakukan proses destilasi dengan suhu destilator 100°C. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer 125 ml yang berisi campuran 10 ml asam borat (H3BO3) 2% dan 2 tetes indikator bromcherosol green-methyl red yang berwarna merah muda. Setelah volume destilat mencapai 40 ml dan berwarna hijau kebiruan, maka proses destilasi dihentikan. Lalu destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat (Andarwulan dkk., 2011). Larutan blanko dianalisis seperti contoh. Persen nitrogen pada sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : %N=



( ml sampel−blangko ) xNormalitas x 14,007 x 100 mg contoh



17



Kadar protein dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : % Protein = % N× F Dimana : F = faktor konversi = 100/ % N dalam protein sampel. Faktor konversi (6,25 untuk tepung dan mie) 3.6.4. Kadar Lemak Sebanyak 5 g sampel dibungkus dengan kertas saring, kemudian ditutup dengan kapas woll yang bebas lemak. Kertas saring yang berisi sampel tersebut dimasukkan dalam alat ektraksi soxhlet, kemudian dipasang alat kondensor diatasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran yang digunakan. Selanjutnya dilakukan refluks minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Kemudian labu lemak yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C, untuk menguapkan sisa pelarut yang mungkin masih tertinggal. Selanjutnya didinginkan dalam desikator dan dilakukan penimbangan hingga diperoleh bobot tetap (Andarwulan dkk., 2011). Dari hasil penimbangan tersebut presentase lemak dalam sampel dapat dihitung :



% lemak ¿



wc−wa x 100% wb



Dengan : Wc = Berat labu + lemak setelah ekstraksi (g) Wa = Berat labu awal (g) Wb = Berat sampel (g) 3.6.5 Kadar Karbohidrat (by difference) Kadar karbohidrat (bb) = 100 % – (kadar protein + lemak + air + abu)



18



3.6.6 Daya Serap Air Pengukuran daya serap air dilakukan dengan menimbang beras analog sebanyak 10 gr (WA) dari bahan masing-masing perlakuan, kemudian di rendam ke dalam air hangat dengan suhu (75°C) selama 5 menit. Beras analog yang sudah direndam kemudian di tiriskan dengan menggunakan saringan. Setelah di tiriskan sampai air tidak menetes lagi dari lubang saringan, beras analog kemudian ditimbang kembali (WB) untuk mengetahui penambahan berat yang terjadi setelah perendaman dengan air hangat (Yudanti dkk., 2015) : Daya serap air di hitung dengan persamaan sebagai berikut Daya Serap Air (%) =



(WB−WA) x 100% WA



Keterangan : WA



= Berat Sampel sebelum Perendaman (g)



WB



= Berat sampel sesudah perendaman (g)



3.6.7 Kerapatan Curah Kerapatan curah adalah perbandingan berat bahan dengan volume yang ditempatinya, termasuk ruang kosong diantara butiran bahan. Gelas ukur atau wadah disiapkan kemudian beras wadah ditimbang (W1) dan volume wadah (V). Wadah tersebut kemudian diisi dengan beras analog hingga rata di permukaan dan ketukketuk sebanyak 10 kali untuk memadatkan beras analog dan jika terjadi penurunan, maka ditambahkan sampel bahan hingga rata permukaan wadah lalu ditimbang (W 2) (Yudanti dkk., 2015) Kerapatan curah dihitung dengan persamaan sebagai berikut : Kerapatan cuarh (ρ) =



W W 2−W 1 = (g/cm3) V V



Keterangan : W1



= berat awal (g)



W2



= berat akhir (g)



19



V



= volume gelas ukur (cm3)



20



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada peneitian ini dilakukan pembuatan produk kemudian dilanjutkan dengan menganalisis gizi produk beras analog berbahan dasar tepung pisang kepok dengan penambahan pati sagu. Berikut gambar beras analog tepung pisang kepok. (A)



(B)



TP100% TP 80% PT 0%



TP 95%



TP



PT 5%



PT 10%



Ket :



TP PT



(C)



(D)



90%



(E)



TP 85% PT 15%



PT 20%



= Tepung Pisang = Pati Sagu



Gambar 3. Beras analog masing-masing perlakuan 4.1 Kadar Air Kadar air merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi standar mutu dari bahan. Kadar air juga sangat berpengaruh pada penanganan bahan karena dapt menentukan umur simpan dari pangan tersebut. Hasil analisis dari kadar air pada Beras Analog berbahan dasar Tepung Pisang dapat dilihat pada gambar 4.



21



Kadar Air Pada Setiap Perlakuan



Kadar Air (%)



6.00 5.00 4.25



4.81



4.86



tp:95%: pt:5%



tp:90%: pt:10%



5.14



5.47



4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 tp:100%: pt:0%



Perlakuan



tp:85%: pt:15%



tp:80%: pt:20%



Gambar 4. Kadar Air Beras Analog Bahan Dasar Tepung Kepok dengan Penambahan Pati Sagu Gambar 4 menunjukkan kisaran kadar air pada beras analog berbahan dasar tepung pisang kepok dengan penambahan pati sagu. Kadar air yang dihasilkan berkisar dari 4,25%-5,47%. Kadar air tertinggi pada beras analog yakni pada perlakuan tepung pisang 80% dan pati sagu 20% sebesar 5,47%, sedangkan kadar air terendah pada beeras analog yakni pada perlakuan tepung pisang kepok 100% dan pati sagu 0% sebesar 4,25. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kadar air berbanding lurus dengan banyaknya tepung pisang kepok dengan penambahan pati sagu. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan F taraf 0,05 berpengaruh nyata terhadap kadar abu beras analog yang dihasilkan, sehingga dilakukan uji lanjut Duncan untuk dapt mengetahui perbedaan dari masing-masing perlakuan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan masing-masing perlakuan tepung pisang kepok dengan penambahan pati sagu berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan kadar abu pada beras analog mengandung pati yang cukup tinggi. Produksi pati sagu melalui proses ekstraksi dengan air akan mengakibatkan kandungan mineral yang ada dalam pati sagu menjadi ikut larut dengan terbuang, sehingga kadar mineralnya akan menjadi berkurang (Widara, 2012). Penurunan kadar abu juga dipengaruhi oleh adanya pemanasan pada suhu tinggi dalam pembuatan pati sagu. Menurut Gunorubon & Kekpugile (2012); Picauly dkk., (2017) bahwa komponen abu mudah mengalami dekomposisi atau bahkan menguap pada suhu tinggi. Kadar abu pada beras analog ini berada pada kisaran 2,34-1,92% lebih tinggi dibandingkan dengan beras analog dari tepung dan pati ubi ungu oleh (Handayani dkk., 2017) yaitu 2,62-2,82%. Kadar abu beras analog pada penelitian ini dipengaruhi oleh tepung pisang kepok dan pati sagu, dimana menurunnya konsentrasi tepung pisang kepok dengan meningkatnya penambahan pati sagu menyebabkan kadar abu pada beras analog menurun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Palupi (2012) yang menyatakan bahwa kadar abu pada tepung pisang kepok sebesar 2,69%. Sementara itu kadar abu pada pati sagu hanya sebesar 0,26% (Cornelia dkk., 2013). Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan pati sagu namun kadar abu pada beras analog cenderung lebih rendah. Sehingga semakin banyak penambahan pati sagu menghasilkan penurunan terhadap kadar abu pada beras analog. Hal ini ditunjukkan kadar abu beras analog pada penelitian ini berkisar 1,91-2,34%, dimana kadar abu tertinggi ditunjukkan pada perlakuan 100% tepung pisang kepok. Semakin banyak



25



penambahan pati sagu menghasilkan kadar abu yang lebih rendah dari pada penggunaan 100% tepung pisang kepok. Penentuan kadar abu sangat berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan pangan. Kadar abu yang tertinggi pada suatu bahan pangan menunjukkan tingginya kandungan mineral pada bahan tersebut (Sudarmadji dkk., 2006). Kadar abu pada bahan pangan dipengaruhi oleh beberapa kandungan ineral, kalsium, fosfor, dan besi (Palupi, 2012). Pati sagu memiliki komposisi mineral yang terdiri dari kalsium 11 mg, fosfor 13 mg, dan besi 1,5 mg (Auliah, 2012 ; Rahma dkk., 2017). 4.3 Kadar Lemak Lemak merupakan salah satu komponen dalam tubuh yang digunakan dalam berbagai proses kimiawi. Lemak merupakan bagian integral dari hampir semua bahan pangan. Lemak dapat berperan sebagai bahan dasar pembuatan sumber energi, hormon, sebagai komponen struktural membran sel dan juga berperan dalam membantu proses pencernaan (Suwandi dkk., 2010). Kadar lemak pada beras analog berbahan dasar tepung pisang kepok dengan penambahan pati sagu dapat dilihat pada gambar 6.



26



Kadar Lemak %



Kadar Lemak Pada Setiap Perlakuan 10 9.29 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 tp:100%: pt:0%



8.88



8.46 7.56 6.66



tp:95%: pt:5%



tp:90%: pt:10%



Perlakuan



tp:85%: pt:15%



tp:80%: pt:20%



Gambar 6. Kadar Lemak Beras Analog Berbahan Dasar Tepung Pisang Kepok Dengan Penambahan Pati Sagu. Gambar 6 menunjukkan kisaran lemak pada beras analog berbahan dasar tepung pisang kepok dengan penambahan pati sagu. Lemak yang dihasilkan berkisar 9,29%-6,69%. Lemak tertinggi beras analog yakni pada perlakuan tepung pisang kepok 100% dan pati sagu 0% sebesar 9,29%, sedangkan lemak terendah pada beras analog yakni pada perlakuan tepung pisang 80% dan pati sagu 20% sebesar 6,69%. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan F> taraf 0,05 berpengaruh nyata terhadap kadar lemak beras analog yang dihasilkan, sehingga dilakukan uji lanjut Duncan untuk mengetahui perbedaan setiap perlakuan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan masing-masing perlakuan tepung pisang kepok dengan penambahan pati sagu berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan kadar lemak pada beras analog di pengaruhi oleh adanya pati yang cukup tinggi yang terkandung dalam beras analog. Semakin banyak penggunaan pati sagu, maka kadar lemak semakin menurun karena pati sagu yang digunakan hanya mengandung 1,71% kandungan lemak (Bittin, 2009). Sedangkan berdasarkan penelitian Polnaya dkk., (2015) dimana kadar lemak pati



27



sagu hanya sebesar 0,26%, serta Cornelia dkk., (2013) mendapatkan hasil kadar lemak pada pati sagu hanya sebesar 0,04%. Menurut Polnaya dkk., (2015) yang berpendapat bahwa kadar lemak dari pati sagu yang rendah disebabkan karena lemak yang larut dalam air sebagian ikut terbuang dalam air pencucian pada proses ekstraksi pati dan sebagian lemak juga terdapat dalam ampas yang dibuang. Meskipun dari hasil analisis kadar lemak rendah, lemak dalam pati dari umbian maupun sagu tidak dapat dihilangkan sama sekali. Rendahnya kadar lemak pada pati sagu menghasilkan kadar lemak pada beras analog pada penelitian juga semakin rendah seiring banyaknya penambahan pati sagu. Kadar lemak pada beras analog pada penelitian ini berada pada kisaran 9,296,66% lebih tinggi dibandingkan dengan kadar lemak beras analog dari tepung jagung putih yaitu 1,92-1,98% (Noviasari dkk., 2013). Hal tersebut menunjukkan kandungan lemak beras analog pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Noviasari dkk., (2013) karena disebabkan oleh penggunaan minyak dalam pembuatan beras analog. Menurut Mandei, & Indriayty, (2017) kandungan lemak saling berkaitan dengan protein karena protein mempunyai gugus yang bersifat non polar (bersifat lipofilik) sehingga dapat mengikat lemak/minyak. Pemanasan merupakan salah satu proses pengolahan. Salah s;atu komponen gizi yang dipengaruhi oleh pemanasan adalah lemak. Lebih tingginya kadar lemak pada beras analog ini disebabkan pada proses pembuatan beras analog ini menggunakan minyak, fungsi minyak tersendiri untuk membuat adonan tidak menempel pada alat yang digunakan dalam pencetakan beras analog. Kandungan lemak yang rendah juga dapat menghambat proses ketengikan pada beras analog akibat terjadi oksidasi lemak tersebut sehingga dapat memperpanjang daya simpan beras analog (Widara 2012 ; Sutanto, 2015). Adanya kandungan lemak dalam beras analog akan menghambat pembengkakan pada granula pati pada saat pemanasan dengan air, hal ini dikarenakan sifat non polar dari lemak



28



yang menyebabkan lemak tidak dapat larut dalam air yang sifatnya polar (Winarsa dkk 2013 : Sutanto, 2015). 4.4 Kadar Protein Protein merupakan salah satu kelompok mikronutrien. Molekul pada protein mengandung Belerang, Fosfor dan ada juga jenis protein yang mengandung unsur Logam seperti Tembaga dan Besi. Molekul protein yang tersusun dari satuan-satuan dasar kimia yaitu asam amino. Dalam molekul protein, asam-asam amino saling berhubungan dengan suatu ikatan yang disebut juga dengan ikatan peptida C,O,N, dan H, (Budianto, 2002). Kadar protein pada beras analog berbahan dasar tepung pisang kepok dengan penambahan pati sagu dapat dilihat pada gambar 7.



Kadar Protein %



Kadar Protein Pada Setiap Perlakuan 2 1.75 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 tp:100%: pt:0%



1.60 1.43 1.16 0.89



tp:95%: pt:5%



tp:90%: pt:10%



Perlakuan



tp:85%: pt:15%



tp:80%: pt:20%



Gambar 7. Kadar Protein Beras Analog Berbahan Dasar Tepung Pisang Kepok Dengan Penambahan Pati Sagu. Gambar 7 menunjukkan kisaran protein pada beras analog berbahan dasar tepung pisang kepok dengan penambahan pati sagu. Protein yang dihasilkan berkisar 1,75%-0,89%. Protein tertinggi beras analog yakni pada perlakuan tepung pisang kepok 100% dan pati sagu 0% sebesar 1,75%, sedangkan protein terendah pada beras analog yakni pada perlakuan tepung pisang 80% dan pati sagu 20% sebesar 0,89%. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan F> taraf 0,05 berpengaruh nyata terhadap 29



kadar protein beras analog yang dihasilkan, sehingga dilakukan uji lanjut Duncan untuk mengetahui perbedaan setiap perlakuan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan perlakuan 95% tepung pisang kepok dengan penambahan 5% pati sagu tidak berbeda nyata dengan perlakuan 90% tepung pisang kepok dengan penambahan 10% pati sagu, namun berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sedangkan, pada perlakuan tepung pisang kepok 85% dengan penambahan 15% pati sagu berbeda nyata dengan perlakuan tepung pisang 80% dengan penambahan pati sagu 20%. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penurunan kadar protein disebabkan oleh adanya kandungan pati sagu yang ada beras analog. Semakin banyak penambahan pati sagu maka semakin rendah juga kadar protein dari beras analog. Hal ini, disebabkan karena hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kadar protein pati sagu yang rendah yaitu 0,1%-1,0% (Wattanachant, dkk., 2002). Penelitian Polnaya dkk., (2015) mendapatkan nilai kadar protein pati sagu hanya sebesar 0,24%, serta penelitian Cornelia dkk., (2013) menyebutkan kadar protein pada pati sagu sebesar 0,35%. Berdasarkan data penelitian-penelitian tersebut yang menunjukkan secara keseluruhan bahwa kadar protein pati sagu sangat rendah sehingga hal ini mempengaruhi kadar protein yang ada pada beras analog dalam penelitian ini. Semakin banyak penambahan pati sagu tidak menyebabkan peningkatan terhadap kadar protein pada beras analog, melainkan hanya terjadi penurunan kadar protein seiring banyaknya penambahan pati sagu. Sedangkan kadar protein beras analog yang tertinggi ada pada perlakuan 100% tepung pisang kepok karena tepung pisang kepok mengandung protein sebesar 3,83% (Damayanti & Hersoelistyorini, 2020). Kadar protein juga akan menurun diakibatkan oleh adanya penambahan air pada proses pengolahan. Karena, air dapat mengikat protein dan akan ikut hilang pada proses pemanggangan. Penurunan protein berhubungan dengan peningkatan pada kadar air. Proses pemasakan juga ikut mempengaruhi kadar protein, karena selama pemasakan terjadi susut masak yang menyebabkan kehilangan nutrisi selama



30



pemasakan. Selain itu juga proses pemasakan juga memberikan pengaruh terhadap denaturasi protein. Kadar protein pada beras analog ini berada pada kisaran 0,89%-1,75% lebih rendah dibandingkan dengan beras analog dari tepung jagung-kacang merah menggunakan agar-agar sebagai pengikat oleh (Aini dkk., 2019) yaitu 10,44%13,25%. Rendahnya kadar protein pada penelitian ini karena proses pemanggangan dan rendahnya kadar protein dalam bahan. Menurut Ishima dkk (1984) ; Sutanto (2015) menyatakan bahwa kandungan protein dalam beras berdampak pada tekstur nasi pada beras analog setelah dimasak. Kadar protein yang rendah dapat menyebabkan nasi yang dihasilkan memiliki struktur yang lebih lunak. 4.5 Kadar Karbohidrat Karbohidrat pada penelitian ini menggunakan metode carbohydrate by difference untuk menganalisa jumlah dari karbohidrat yang dapat diperoleh dari selisih hasil pengujian meliputi kadar abu, air, protein, dan lemak. Karbohidrat merupakan sumber energi yang utama bagi manusia dan hewan. Perkembangan karbohidrat di Negara-negara yang sedang berkembang yaitu kurang lebih 80% (Almatsier, 2009).



Kadar Karbohidrat %



Karbohidrat Pada Setiap Perlakuan 85.50 85.07 85.00 84.50 84.14 84.00 83.50 83.18 83.00 82.52 82.36 82.50 82.00 81.50 81.00 tp:100% : pt:0% tp:95% : pt:5% tp:90% : pt:10%tp:85% : pt:15%tp:80% : pt:20%



Perlakuan Gambar 8. Kadar Karbohidrat Beras Analog Berbahan Dasar Tepung Pisang Kepok Dengan Penambahan Pati Sagu.



31



Gambar 8 menunjukkan kisaran kadar karbohidrat pada beras analog berbahan dasar tepung pisang kepok dengan penambahan pati sagu. Kadar karbohidrat yang dihasilkan berkisar dari 82,36-85,07% Kadar karbohidrat tertinggi pada beras analog yakni pada perlakuan tepung pisang 80% dan pati sagu 20% sebesar 85,07%, sedangkan kadar karbohidrat terendah pada beras analog yakni pada perlakuan tepung pisang kepok 100% dan pati sagu 0% sebesar 82,36%. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan F> taraf 0,05 berpengaruh nyata terhadap kadar karbohidrat beras analog yang dihasilkan, sehingga dilakukan uji lanjut Duncan untuk mengetahui perbedaan setiap perlakuan. Hasil dari uji lanjut Duncan menunjukkan perlakuan 95% tepung pisang kepok dengan penambahan 5% pati sagu tidak berbeda nyata dengan perlakuan 100% tepung pisang dengan penambahan 0% pati sagu, namun berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi kenaikan kandungan karbohidrat pada beras analog penelitian ini. Perhitungan kadar karbohidrat beras analog pada penelitian ini dilakukan secara by diffrence yang artinya faktor yang menentukan tinggi-rendahnya kadar karbohidrat yang dihasilkan bergantung pada faktor pengurangan terhadap kandungan lemak, protein, serta kadar air beras analog. Berdasarkan data di atas diketahui bahwa kadar karbohidrat tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan penambahan 20% pati sagu, dimana semakin banyak penambahan pati sagu menghasilkan kenaikan terhadap karbohidrat pula. Akan tetapi jika dilihat secara komposisi penyusun bahan baku pembuatan beras analog pada penelitian ini, penggunaan pati sagu memegang peranan dalam peningkatan kadar karbohidrat karena pati sagu sendiri mengandung karbohidrat sebesar 88,94% berdasarkan penelitian Cornelia dkk., (2013). Serta berdasarkan penelitian Mahmud dkk., (2009) yang menyebutkan bahwa kandungan karbohidrat pada pati sagu sebesar 84,7%.Serta penelitian yang dilakukan Huwae & Papilaya (2014) mendapatkan nilai karbohidrat pati sagu (jenis Ihur, Molat, dan Tuni) berkisar 77,4%-89,13%.



32



Berdasarkan data beberapa penelitian tersebut dapat diketahui bahwa pati sagu mengandung karbohidrat yang cukup tinggi. Hal ini yang menyebabkan terjadi kenaikan kadar karbohidrat pada beras analog dengan penambahan pati sagu yang lebih banyak dibanding perlakuan lainnya. Hal ini berdasarkan data penelitian Damayanti & Hersoelistyorini (2020) yang menyebutkan bahwa karbohidrat pada tepung pisang kepok hanya sebesar 49,64%. Kandungan karbohidrat pati sagu tersusun atas amilosa dan amilopektin dengan komposisi masing-masing sebesar 31,15% dan 56,32% (Teja dkk., 2008). Kadar karbohidrat pada beras analog ini berada pada kisaran 82,36-85,07% lebih rendah jika dibandingkan dengan beras analog dari tepung jagung oleh (Noviasari, dkk., 2013) yaitu 90,06%-92,41%. 4.6 Daya Serap Air Daya serap air adalah kemampuan dari suatu bahan yang dapat menyerap atau mengikat air dari bahan tersebut. Kemampuan dari butiran beras analog untuk menyerap kembali air pada saat butiran beras kering dapat ditentukan dari komposisi bahan penyusun dari beras analog yang dihasilkan. Semakin banyak penambahan campuran yang ada dalam pembuatan beras analog maka semakin rendah juga daya serap air dari butiran beras analog pada masing- masing perlakuan. Menurut (Dewi, 2008) Daya Serap air merupakan kemampuan produk suatu bahan untuk menyerap air yang secara maksimal.



33



Daya Serap Air Pada Setiap Perlakuan 78.0



Daya Serap Air %



76.0



74.5



75.3



76.2



74.0 72.0



71.6



70.0 68.0



68.7



66.0 64.0 tp:100%: pt:0%



tp:95%: pt:5%



tp:90%: pt:10%



Perlakuan



tp:85%: pt:15%



tp:80%: pt:20%



Gambar 9. Daya serap air Beras Analog Berbahan Dasar Tepung Pisang Kepok Dengan Penambahan Pati Sagu. Gambar 9 menunjukkan kisaran daya serap air pada beras analog berbahan dasar tepung pisang kepok dengan penambahan pati sagu. Daya serap air yang dihasilkan berkisar dari antara 68,7%-76,2%. Daya serap air tertinggi pada beras analog yakni pada perlakuan tepung pisang 80% dan pati sagu 20% sebesar 76,2%, sedangkan daya serap air terendah pada beras analog yakni pada perlakuan tepung pisang kepok 100% dan pati sagu 0% sebesar 68,7%. Hal ini jika dibandingkan dengan kadungan pati yang ada pada pati sagu mengandung pati sekitar 15-20%, Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan daya serap air berbanding lurus dengan banyaknya pati sagu dengan penambahan tepung pisang kepok. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan F