Analisis Model Konseptual [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Model PENDEKATAN SPIRITUAL Model pendekatan spiritual memiliki 4 komponen utama yaitu religious, inner peace, existential dan actively giving. Model ini memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan spiritual care pada klien. Menurut Hawari (2004) serta Burkhardt dan Nagai-Jacobson (2005), spiritualitas bersifat personal atau individual. Terdapat berbagai hal yang melatarbelakanginya, yang mana setiap individu memiliki cara pandang dan pemahaman tersendiri tentang spiritualitas. Perbedaan konsep spiritual dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup dan persepsi seseorang tentang hidup dan kehidupan Gambar 1. Betty Neuman Models



Kebutuhan spiritualitas merupakan kebutuhan yang penting untuk dipenuhi pada pasien dengan penyakit kanker selain aspek kebutuhan lainnya, karena penyakit ini dapat berdampak terhadap seluruh aspek kehidupan penderitanya baik fisik, psikologis maupun spiritual. Spiritualitas menurut Puchalski (2001) dapat digunakan sebagai salah satu sumber koping selain itu spiritualitas memberikan dampak yang positif bagi kesehatan dan dapat dijadikan sebagai sumber penyembuhan (healing). Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Bussing et al (2010) bahwa sebagian besar pasien kanker memerlukan spiritualitas ataupun religiusitas sebagai sumber koping untuk menghadapi kondisi tersebut, sehingga pengetahuan yang baik tentang kebutuhan spiritual pasien oleh perawat menjadi penting untuk dimiliki. Menurut Bussing et al (2010) kebutuhan spiritual meliputi: kebutuhan religi atau keagamaan; kebutuhan mendapatkan kedamaian; eksistensi diri; serta kebutuhan untuk memberi. Setiap orang memiliki kebutuhan ini namun demikian berbeda dalam aspek maupun tingkat



kebutuhannya masingmasing, sehingga penting untuk dilakukan kajian terlebih dahulu dalam menentukan kebutuhan spiritual pasien. Kelebihan model : Model pendekatan spiritual memungkinkan seorang klien / pasien untuk mampu menerima kondisi kesehatan dan penyakit yang dialaminya saat ini. Model ini juga dapat meningkatkan motivasi yang dimiliki oleh klien dalam mencari pengobatan yang tepat bagi dirinya. Implementasi model ini dalam praktik keperawatan pada klien hemodialisa masih dapat dilakukan karena mampu meningkatkan penerimaan diri / self acceptance yang dimiliki berdasarkan konsep spiritual dan religuitas Kelemahan model : Model pendekatan spiritual memfokuskan diri pada subjek klien / pasien yang mengalami gangguan kesehatan. Namun dalam model ini tidak melibatkan anggota keluarga klien guna peningkatan self acceptance pada klien. Suatu program yang dilakukan tanpa melibatkan keluarga, cenderung mengalami hambatan untuk berhasil sesuai dengan harapan REFERENSI : Nuraeni, A., Nurhidayah, I., Hidayati, N., Sari, C. W. M., & Mirwanti, R. (2015). Kebutuhan Spiritual pada Pasien Kanker. Jurnal Keperawatan Padjadjaran, 3(2).



Model PALLIATIVE CARE Perawatan paliatif merupakan pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual. Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju ke arah kematian yang membutuhkan pendekatan dengan perawatan Palliative sehingga menambah kualitas hidup seseoran. Sasaran kebijakan pelayanan paliatif Seluruh pasien (dewasa dan anak) dan anggota keluarga, lingkungan yang memerlukan perawatan paliatif di mana pun pasien berada di seluruh Indonesia.Pelaksana perawatan paliatif : dokter, perawat, tenaga kesehatan lainnya dan tenaga terkait serta Institusi-institusi terkait. Prinsip perawatan palliative adalah menghormati atau menghargai martabat dan harga diri dari pasient dan keluarga pasien,dukungan untuk caregiver, Palliative care merupakan accses yang competent dan compassionet, mengembangkan professional dan social support untuk pediatric palliative care Gambar 2. Palliative Care Model



Sumber : https://aspe.hhs.gov/advisory-council-august-2016-meeting-presentation-cmmipalliative-care-project Kelebihan Model : Paliative model merupakan model terapi berkesinambungan. Dalam model ini, setiap unsur ataupun sumberdaya yang dimungkinkan untuk memberikan dukungan atas peningkatan kualitas hidup klien seluruhnya diberdayakan. Mulai dalam tatatan keluarga, masyarakat, penyedia jasa layanan kesehatan, hingga petugas kesehatan terlibat untuk mengupayakan adanya peningkatan kualitas hidup pasien terutama yang berhubungan dengan kondisi fisik



Kekurangan Model : Paliative model dikembangkan untuk penanganan penyakit kritis. Model ini menyasar pada peningkatan kondisi fisik pasien. Salah satu kekurangan dalam model ini adalah mekanisme untuk peningkatan kualitas hidup pasien tidak menyasar pada kebutuhan spiritual. Selain itu pengembangan terapi komplementer tidak dapat dilakukan untuk mendukung terapi farmakologi yang dilakukan pada klien REFERENSI : Fitria, C. N. (2010). Palliative care pada penderita penyakit terminal. Gaster| Jurnal Ilmu Kesehatan, 7(1), 527-537.



Model Adaption Roy Model adaptasi Roy adalah sistem model yang esensial dan banyak digunakan sebagai falsafah dasar dan model konsep dalam pendidikan keperawatan. Roy menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk biopsikososial sebagai satu kesatuan yang utuh. Dalam memenuhi kebutuhannya, manusia selalu dihadapkan berbagai persoalan yang kompleks, sehingga dituntut untuk melakukan adaptasi. Penggunaan koping atau mekanisme pertahanan diri, adalah berespon melakukan peran dan fungsi secara optimal untuk memelihara integritas diri dari keadaan rentang sehat sakit dari keadaan lingkungan sekitarnya. Model Adaptasi dari Roy ini dipublikasikan pertama pada tahun 1970 dengan asumsi dasar model teori ini adalah : 1. Setiap orang selalu menggunakan koping yang bersifat positif maupun negatif. Kemampuan beradaptasi seseorang dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu ; penyebab utama terjadinya perubahan, terjadinya perubahan dan pengalaman beradaptasi. 2. Individu selalu berada dalam rentang sehat – sakit, yang berhubungan erat dengan keefektifan koping yang dilakukan untuk memelihara kemampuan adaptasi. Model teori ini menjelaskan bahwa respon yang menyebabkan penurunan integritas tubuh akan menimbulkan suatu kebutuhan dan menyebabkan individu tersebut berespon melalui upaya atau perilaku tertentu. Setiap manusia selalu berusaha menanggulangi perubahan status kesehatan dan perawat harus merespon untuk membantu manusia beradaptasi terhadap perubahan ini. Terdapat 3 tingkatan stimuli adaptasi pada manusia, diantaranya : 1. Stimuli Fokal yaitu stimulus yang langsung beradaptasi dengan seseorang dan akan mempunyai pengaruh kuat terhadap seorang individu. 2. Stimuli Kontekstual yaitu stimulus yang dialami seseorang dan baik internal maupun eksternal yang dapat mempengaruhi, kemudian dapat dilakukan observasi, diukur secara subyektif. 3. Stimuli Residual yaitu stimulus lain yang merupakan ciri tambahan yang ada atau sesuai dengan situasi dalam proses penyesuaian dengan lingkungan yang sukar dilakukan observasi. Gambar 3. Model Adaptasi Roy



Gambar 4. Skema Model Adaptasi Roy



Proses adaptasi yang dikemukakan dalam model teori ini adalah : 1. Mekanisme koping. Pada sistem ini terdapat dua mekanisme yaitu pertama mekanisme koping bawaan yang prosesnya secara tidak disadari manusia tersebut, yang ditentukan secara genetik atau secara umum dipandang sebagai proses yang otomatis pada tubuh. Kedua yaitu mekanisme koping yang didapat dimana coping tersebut diperoleh melalui pengembangan atau pengalaman yang dipelajarinya 2. Regulator subsistem. Merupakan proses koping yang menyertakan subsistem tubuh yaitu saraf, proses kimiawi, dan sistem endokrin. 3. Cognator subsistem. Proses koping seseorang yang menyertakan empat sistem pengetahuan dan emosi: pengolahan persepsi dan informasi, pembelajaran, pertimbangan, dan emosi. Sistem adaptasi memiliki empat model adaptasi yang akan berdampak terhadap respon adaptasi diantaranya, sbb : 1. Fungsi Fisiologis; Sistem adaptasi fisiologis diataranya adalah oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat, integritas kulit, indera, cairan dan elektrolit, fungsi neurologis dan endokrin. 2. Konsep diri; Bagaimana seseorang mengenal pola-pola interaksi sosial dalam berhubungan dengan orang lain. 3. Fungsi peran; Proses penyesuaian yang berhubungan dengan bagaimana peran seseorang dalam mengenal pola-pola interaksi sosial dalam berhubungan dengan orang lain. 4. Interdependen; Kemampuan seseorang mengenal pola-pola tentang kasih sayang, cinta yang dilakukan melalui hubungan secara interpersonal pada tingkat individu maupun kelompok. Terdapat dua respon adaptasi yang dinyatakan Roy yaitu : 1. Respon yang adaptif dimana terminologinya adalah manusia dapat mencapai tujuan atau keseimbangan sistem tubuh manusia.



2. Respon yang tidak adaptif dimana manusia tidak dapat mengontrol dari terminologi keseimbangan sistem tubuh manusia, atau tidak dapat mencapai tujuan yang akan diraih. Respon tersebut selain menjadi hasil dari proses adaptasi selanjutnya akan juga menjadi umpan balik terhadap stimuli adaptasi. Kelebihan Model Teori Adaptasi Callista Roy Dalam model teori adaptasi Roy, kelebihan yang dimiliki terletak pada teori praktek dan model adaptasinya dimana seorang perawat dapat melakukan suatu pengkajiandan menegakan diagnosa lebih akurat khususnya pada pasien dengan gangguan jiwa.Dengan teori ini, perawat dapat mengetahui faktor presipitasi dan faktor predisposisi dari masalah yang dihadapi pasien yang akan dijelaskan sebagai berikut :a) Perawat mampu mengkaji respon perilaku pasien terhadap stimulus fisiologisadaptase mode, konsep diri adaptasi mode, peran adaptasi mode danketergantungan adaptasi mode b) Perawat mampu mengkaji stressor yang dihadapi pasien baik stimulus fokalmaupun kontekstual yang merupakan faktor presipitasi dari masalah pasien danstimulus residual yang pada dasarnya merupakan faktor predisposisi dari masalah pasien.Dalam hal tersebut, perawat mampu melakukan pengkajian hingga menegakan suatudiagnosa yang lebih lengkap dan akurat, dimana dalam praktiknya perawat tidakhanya mampu mengintervensi tanda dan gejala namun juga dapat mengetahui danmemberikan intervensi pada faktor presipitasi dan faktor predisposisi dari masalahyang dihadapi pasien. Sehingga, dalam hal ini perawat dapat mencegah pasien dalammasalah resiko dan gangguan jiwa, meningkatkan individu yang sehat agar tidakmengalami masalah resiko dan gagguan jiwa. Selain itu, dengan mengaplikasikanteori adaptasi Roy ini perawat dalam asuhannya mampu lebih memahami tentang proses adaptasi yang terjadi pada individu yang dimulai dari adanya stimullus ataustr essor yang dapat menjadikan individu mengalami stress, proses mekanisme kopingdan effektor sebagai upaya individu dalam mengatasi stressor, sehingga dalamtujuannya penerapan model tersebut dapat membantu individu terhadap perubahan baik dalam kebutuhan fisiologis konsep diri, fungsi peran, maupun hubunganinter dependensi selama sehat-sakit. Dalam praktik keperawatan khususnyakeperawatan jiwa, berdasarkan penelitian penerapan assertiveness training efektifdalam meningkatkan pencegahan perilaku kekerasan dimana pengkajian dalam penerapan tersebut menggunakan pendekatan model adaptasi Roy. B. Kelemahan Model Adaptasi Callista Roy Kelemahan dari model adaptasi Roy ini berfokus pada sasarannya. Model adaptasi inihanya berfokus dalam proses adaptasi dan bagaimana pemecahan masalah pasiendengan menggunakan proses keperawatan tanpa menjelaskan sikap caring terhadap pasien, padahal perawat tanpa sikap caring akan menimbulkan stressor pada pasien nya. Oleh karena itu perlunya penerapan perilaku caring perawat untukmenunjang model adaptasi tersebut, dimana caring akan menjadi sangat pentingdalam membina hubungan interpersonal antara perawat dengan pasiennya (Tomey &Alligood, 2006).



Model Adaptive Conservation Upaya untuk mencapai tujuan keperawatan di atas, peneliti akan melakukan blended 2 (dua) model keperawatan yaitu adaptation dan conservation, kedua model tersebut mempunyai beberapa komponen yang sama dan saling melengkapi satu dengan yang lain dan diharapkan dapat diterapkan menjadi satu model keperawatan keluarga (adaptive conservation models) sebagai salah satu pedoman perawat dalam menanggulangi TB Paru di masyarakat melalui peningkatan dukungan keluarga dan kepatuhan berobat. Mengingat sampai saat ini belum ada model keperawatan yang diterapkan untuk penanggulangan TB Paru Model Konseling Realita



Yusuf, A. TERAPI KELUARGA DENGAN PENDEKATAN SPIRITUAL TERHADAP MODEL KEYAKINAN KESEHATAN KELUARGA DALAM MERAWAT PASIEN SKIZOFRENIA (The Effect of Family Therapy with Spiritual Approach Toward Family’S Health Belief Model in Taking Care of Patient with Schizophrenia). Jurnal Ners.