Analisis Preferensi Kepuasan Konsumen Beras [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR



Oleh : Endang Pudji Astuti A14104065



PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008



RINGKASAN ENDANG PUDJI ASTUTI. Analisis Preferensi dan Kepuasan Konsumen Terhadap Beras Di Kecamatan Mulyorejo Surabaya Jawa Timur (Di bawah bimbingan RITA NURMALINA). Bustaman (2003) menyatakan bahwa beras sangat penting terkait jumlah produsen dan konsumennya di Indonesia. Dari sisi produsen, usahatani padi di Indonesia melibatkan 25,4 juta rumah tangga. Sedangkan dari sisi konsumen, lebih dari 90 persen penduduk Indonesia mengkonsumsi beras, bahkan 30 persen dari total pengeluaran rumah tangga miskin dipergunakan untuk membeli beras. Ini menunjukkan posisi beras yang sangat strategis sebagai penopang ketahanan pangan di Indonesia, stabilitas ekonomi, dan lapangan kerja. Konsumsi beras perkapita yang tinggi, disertai jumlah penduduk Indonesia yang sebagian besar mengkonsumsi beras menyebabkan total konsumsi beras nasional yang tinggi setiap tahunnya. Bagi negara dengan kebutuhan beras yang besar seperti Indonesia, bergantung pada pasar impor jelas berisiko. Perilaku konsumen dalam pembelian bahan pangan terus berkembang. Peningkatan pendapatan masyarakat mengakibatkan terjadinya tuntutan terhadap kualitas. Perubahan struktur demografi seperti tingkat pendidikan, pengetahuan, gaya hidup, teknologi, transportasi, dan komunikasi mempengaruhi preferensi dan kepuasan konsumen. Sejalan dengan upaya peningkatan produktivitas bagi pemenuhan kebutuhan, beras yang dihasilkan seharusnya dapat memenuhi keinginan konsumen yang terus berkembang seiring berjalannya waktu. Konsumen beras terdiri dari beragam kelas sosial, baik ditinjau dari pekerjaan, pendapatan, kekayaan, dan variabel kelas sosial lainnya. Menurut Selamet (2003), kelas sosial sangat berpengaruh terhadap perbedaan sikap serta tindakan yang diambil konsumen dalam proses keputusan pembelian beras dan atribut-atribut yang dianggap penting. Hal ini mengakibatkan adanya kebutuhan strategi pemasaran yang berbeda bagi setiap kelas sosial. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengkaji karakteristik konsumen beras, (2) menganalisis proses pengambilan keputusan yang dilakukan konsumen dalam pembelian beras, (3) menganalisis preferensi konsumen terhadap atribut-atribut beras, dan (4) menganalisis kepuasan konsumen terhadap atribut-atribut beras, dan (5) menyusun rekomendasi bauran pemasaran yang sesuai berdasarkan studi perilaku konsumen. Pemilihan tempat dilakukan dengan sengaja dengan mempertimbangkan Kecamatan Mulyorejo memiliki responden dengan latar belakang status sosial ekonomi yang beragam. Penelitian dilakukan bulan Februari-Maret 2008. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Convinience Sampling. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk meringkas dan mempermudah pemahaman mengenai karakteristik dan proses pengambilan keputusan dalam pembelian beras oleh responden. Selain itu, digunakan juga Important&Performance Analisis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI) untuk melihat preferensi dan kepuasan konsumen terhadap atribut-atribut beras. Hasil dari analisis karakteristik responden adalah sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan, telah menikah, pekerjaan ibu rumah tangga, bersuku



Jawa, dan berada dalam usia matang sebagai pengambil keputusan terkait dengan konsumsi beras. Beberapa perbedaan karakteristik responden berdasarkan kelas sosial terkait tingkat pendidikan dan pendapatan keluarga per bulan. Semakin tinggi kelas sosial, tingkat pendidikan dan rata-rata pendapatan per bulan keluarganya akan semakin tinggi. Hal ini mempengaruhi perilaku konsumen dalam mengkonsumsi beras. Motivasi utama mengkonsumsi beras adalah kebiasaan, Responden mendapatkan informasi sebagian besar dari penjual, namun informasi yang paling dipercaya adalah informasi dari diri sendiri (ingatan). Pertimbangan awal yang utama bagi kelas bawah dalam membeli beras adalah harga beras, sedangkan bagi kelas menengah dan kelas atas adalah penampakan fisik. Beras yang dikonsumsi adalan beras domestik dan pembelian direncanakan. Kelas bawah melakukan pembelian hampir setiap hari dan tempat pembelian terbanyak adalah warung. Kelas menengah melakukan pembelian sebulan sekali dan tempat pembelian terbanyak adalah pasar tradisional. Kelas atas melakukan pembelian sebulan sekali dan tempat pembelian terbanyak adalah supermarket/mall. Sebagian besar responden berniat melakukan pembelian berulang. Semakin tinggi kelas sosial, rata-rata harga beras yang dikonsumsi semakin tinggi. Berdasarkan perhitungan CSI dan IPA pada seluruh responden, diketahui bahwa kepuasan total konsumen yang telah terpenuhi oleh atribut-atribut beras yang berada dalam penelitian ini sebesar 70,03 persen. Sisanya belum terpuaskan karena atribut-atribut yang dianggap penting oleh konsumen seperti keseragaman butir, daya tahan beras, dan harga beras kinerjanya belum memuaskan. Setelah dilakukan analisis pada masing-masing kelas, nilai CSI menunjukkan bahwa kepuasan total pada ketiga kelas sosial seluruhnya berada pada range ”puas”. Semakin tinggi kelas sosial kepuasan konsumen terhadap beras yang dikonsumsi semakin tinggi. Nilai CSI kelas atas sebesar 77,05 persen. Sisanya belum terpuaskan oleh atribut-atribut beras yang selama ini dikonsumsi. Berdasarkan hasil dari proses keputusan pembelian dan IPA, diketahui bahwa sebagian besar gap tersebut dipengaruhi oleh kinerja dua atribut beras yang dianggap penting namun kinerjanya belum memuaskan, yaitu kemudahan mendapatkan beras dan pelayanan di tempat pembelian beras. Nilai CSI kelas menengah 67,87 persen. Sisanya belum terpuaskan oleh atribut-atribut beras yang selama ini dikonsumsi, yaitu broken, keseragaman butir beras, dan daya tahan beras untuk disimpan. Nilai CSI kelas bawah 67,86 persen. Sisanya belum terpuaskan oleh atribut-atribut beras yang selama ini dikonsumsi, yaitu aroma nasi saat dimasak, kebersihan beras, broken, dan harga beras. Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini, diperoleh rekomendasi bauran pemasaran yang terdiri dari strategi produk, harga, distribusi, dan promosi. Kualitas produk sebaiknya terus ditingkatkan. Kontinyuitas dan pelayanan di tempat penjualan beras penting bagi kelas atas. Bagi kelas bawah, sangat penting untuk menyediakan beras yang terjangkau. Promosi sebaiknya dilakukan melalui penjual beras, spanduk, dan katalog harga supermarket.



ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR



Oleh : Endang Pudji Astuti A14104065



Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor



PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008



Judul Skripsi Nama NRP



: Analisis Preferensi dan Kepuasan Konsumen terhadap Beras Di Kecamatan Mulyorejo Surabaya Jawa Timur : Endang Pudji Astuti : A14104065



Mengetahui, Dosen Pembimbing Skripsi



Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS NIP. 131 685 542



Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian



Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019



Tanggal lulus :



PERNYATAAN



DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR” BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA APAPUN.



Bogor, Mei 2008 Endang Pudji Astuti A14104065



RIWAYAT HIDUP



Penulis dilahirkan di Sorong, tanggal 25 Januari 1986. Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan Edy Mukair dan Kasriati. Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Yayasan Islam Fak-Fak Irian Jaya sejak tahun 1990 selama dua tahun. Pada tahun 1992, penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Yapis Fak-Fak sampai tahun 1997. Setelah itu, penulis melanjutkan Sekolah Dasar di SDN Tambakromo II Malo Bojonegoro Jawa Timur sampai tahun 1998. Penulis menempuh pendidikan menengah di SLTP I Bojonegoro Jawa Timur sampai tahun 2001, dilanjutkan di SMUN I Bojonegoro jawa Timur sampai tahun 2004. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Peranian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa kepanitiaan kampus dan organisasi kemahasiswaan, yaitu Paguyuban Angkling Darmo (PAD) tahun 2004-2008, Rohis Program Studi Manajemen Agribisnis tahun 2004-2008, Gentra Kaheman tahun 2005-2008, dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian periode 2006-2007.



KATA PENGANTAR



Bismillahhirrahmanirrahiim Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Semoga setiap langkah selalu dihaturkan untuk senantiasa beribadah kepada-Nya. Penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Preferensi dan Kepuasan Konsumen terhadap Beras di Kecamatan Mulyorejo Surabaya Jawa Timur” bertujuan untuk menganalisis proses pengambilan keputusan, preferensi dan kepuasan konsumen terhadap atribut-atribut beras, serta menyusun rekomendasi bauran pemasaran yang tepat berdasarkan hasil analisis perilaku konsumen. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna mengingat keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi dan dimiliki penulis selama berlangsungnya penelitian. Semoga hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat dimanfaatkan dengan baik oleh pihak-pihak yang membutuhkannya.



Bogor, Mei 2008 Penulis



UCAPAN TERIMA KASIH Atas terselesaikannya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah dengan sabar membimbing, memberikan motivasi, kritik, saran, dan solusi atas terselesaikannya skripsi ini. 2. Ir. Joko Purwono, MS, selaku dosen penguji utama dan pembimbing akademik, yang telah berkenan memberikan bimbingan kepada penulis selama menjadi mahasiswa. 3. Arif Karyadi, SP, selaku dosen penguji wakil departemen, yang telah berkenan memberikan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini. 4. Seluruh staf pengajar yang telah memberikan cucuran ilmu kepada penulis dan Sekretariat Agribisnis atas segala bantuannya. 5. Biblio Butaflika, selaku pembahas seminar yang telah memberi masukanmasukan yang berarti dalam penyempurnaan skripsi ini. 6. Bapak dan Ibu yang paling hebat, yang tiada henti mengalirkan do’a, semangat, dukungan, dan cinta yang tanpa syarat. Terima kasih, ananda tak akan bisa membalas semua kebaikan bapak dan ibu. 7. Maulvi Nazir dan keluarga, yang telah membantu pengerjaan skripsi. 8. Temen-temen AGB’41 yang telah menemani penulis selama 4 tahun masa kuliah. 9. Sahabat dan rekan di Surabaya (Mbak Di2, Hendik, Gion, Tya, Kantor Kelurahan & Kecamatan Mulyorejo) yang telah membantu pengumpulan data di Surabaya. 10. Teman-teman Cendana yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini. 11. Semua pihak yang telah membantu namun tak dapat disebutkan satu persatu.



Bogor, Mei 2008 Penulis



DAFTAR ISI



Halaman DAFTAR ISI..................................................................................................



vii



DAFTAR TABEL..........................................................................................



ix



DAFTAR GAMBAR.....................................................................................



xii



DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................



xiii



I.



II.



PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………………………………………………….. 1.2 Perumusan Masalah.……………………………………………... 1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………... 1.4 Kegunaan Penelitian…………………………………………….. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian……………………………………….



1 6 10 11 11



TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asal Usul dan Klasifikasi Padi………………………………….. 2.2 Teknologi Pascapanen Padi……………………………………... 2.3 Karakteristik Beras……………………………………………… 2.4 Standardisasi Beras di Indonesia………………………………... 2.5 Penelitian Terdahulu………………………………………….....



12 13 15 16 18



III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis………………………………….... 3.1.1 Konsumen dan Perilaku Konsumen…….…………..…… 3.1.2 Karakteristik………………………………….………….. 3.1.3 Proses Pengambilan Keputusan…………..……………... 3.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pengambilan Keputusan……………………………………………..…. 3.1.5 Atribut Produk……………………………………..…….. 3.1.6 Preferensi Konsumen…………………..………………... 3.1.7. Kepuasan Konsumen.......................................................... 3.1.8 Garis Anggaran dan Kurva Indiferen................................. 3.1.9 Skala Likert………………..…………………………….. 3.1.10 Analisis Deskriptif…………....………………………… 3.1.11 Customer Satisfaction Index (CSI) ……………………… 3.1.12 Important and Performance Analisys (IPA) …………... 3.1.13 Bauran Pemasaran……………………………………….. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional……………………………….. IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Tempat Penelitian…………………...……………... 4.2 Jenis dan Sumber Data………...……………………………......



24 24 25 28 30 34 35 36 38 42 43 43 43 44 47 51 51



4.3 Metode Pengambilan Sampel……...…………………………… 4.4 Metode Pengumpulan Data…………………………………….. 4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data……………...…...……... 4.5.1 Analisis Deskriptif……...……………………………….. 4.5.2 Customer Satisfaction Index (CSI) ……………………... 4.5.3 Important and Performance Analisys (IPA) …………… 4.6 Definisi Operasional…………………………………………….



52 53 54 55 55 57 60



KARAKTERISTIK UMUM DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK UMUM SAMPEL 5.1 Karakteristik Umum Daerah Penelitian …………..…………… 5.2 Karakteristik Umum Responden……..……………………........



64 67



PROSES KEPUTUSAN PEMBELIAN BERAS 6.1 Pengenalan Kebutuhan………………..………………...……… 6.2 Pencarian Informasi……………………..……….……………... 6.3 Evaluasi Alternatif………………………..….…………………. 6.4 Proses Pembelian……………………………..………………… 6.5 Pasca Pembelian...............................................…………………



73 76 79 84 91



VII. TINGKAT KEPENTINGAN DAN KINERJA ATRIBUT BERAS 7.1 Customer Satisfaction Index...………………………………….. 7.2 Tingkat Kepentingan Atribut Beras………………….........…… 7.2.1 Tingkat Kepentingan Atribut Beras Kelas Atas………… 7.2.2 Tingkat Kepentingan Atribut Beras Kelas Menengah.…. 7.2.3 Tingkat Kepentingan Atribut Beras Kelas Bawah...……. 7.3 Tingkat Kinerja Atribut Beras.………………….…………….... 7.3.1 Tingkat Kinerja Atribut Beras Kelas Atas........................ 7.3.2 Tingkat Kinerja Atribut Beras Kelas Menengah.….......... 7.3.3 Tingkat Kinerja Atribut Beras Kelas Bawah.………........ 7.4 Important and Performance Matrix.....……….………………... 7.5 Rekomendasi Bauran Pemasaran.......................……………….. 7.5.1 Strategi Produk……………………………....………...... 7.5.2 Strategi Harga…………………………………..….......... 7.5.3 Strategi Distribusi………………………..…………........ 7.5.4 Strategi Promosi…………………………………............



99 104 104 105 106 108 109 110 111 114 135 135 137 137 138



V.



VI.



VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan…………..................…….………………...……… 139 8.2 Saran..........................…………………..……….……………... 140 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………....



141



LAMPIRAN………………………………………………………………



145



DAFTAR TABEL



Halaman 1. 2. 3 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31 32. 33.



Rata-Rata Konsumsi Pangan Berdasarkan Jenis Pangan di Indonesia Tahun 2006………......……...………………………………………… 3 Data Konsumsi Beras di Indonesia Tahun 2000-2005………………... 4 Komposisi Zat Gizi Beras Per 100 gram................................................ 15 Persyaratan Kualitas Beras Pengadaan Dalam Negeri Tahun 2003…... 17 Penggunaan Lahan di Kelurahan Mulyorejo.......................................... 64 Komposisi Penduduk Berdasarkan Status Kesejahteraan Keluarga di Kelurahan Mulyorejo............................................................................. 65 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Penduduk di Kelurahan Mulyorejo............................................................................. 66 Karakteristik Responden Beras Berdasarkan Kelas Sosial.................... 71 Alasan Utama Responden Mengkonsumsi Beras dalam Pemenuhan Karbohidrat............................................................................................. 74 Frekuensi Responden Mengkonsumsi Nasi Dalam Sehari.................... 75 Sumber Informasi Tentang Beras Yang Akan Dibeli............................ 77 Sumber Informasi Yang Paling Mempengaruhi Responden.................. 78 Varietas Beras Yang Diingat Responden............................................... 79 Total Nilai Terhadap Variabel-variabel Awal Yang Dipertimbangkan 80 Responden Sebelum Membeli Beras...................................................... Urutan Variabel-variabel Awal Yang Dipertimbangkan Responden 81 Sebelum Membeli Beras........................................................................ Jenis Beras Yang Dikonsumsi Responden............................................. 84 Alasan Utama Konsumen Lebih Memilih Mengkonsumsi Beras Domestik atau Beras Impor.................................................................... 85 Cara Responden Memutuskan Pembelian Beras.................................... 86 Varietas Beras Yang Sering Dikonsumsi Responden............................ 87 Jangka Waktu Pembelian Beras Dalam Satu Bulan............................... 88 Ukuran Pembelian Beras Dan Harga Rata-Rata Yang Sering Dibeli.... 88 Tempat Pembelian Beras Yang Biasa Dikunjungi Responden.............. 89 Pertimbangan Utama Responden Membeli Beras di Tempat Tertentu.................................................................................................. 90 Pengambil Keputusan Pembelian Beras................................................. 91 Keluhan Responden Terhadap Beras Yang Dibelinya........................... 91 Keluhan Dalam Pembelian Beras Yang Sering Dialami Responden..... 92 Cara Responden Menanggapi Keluhan.................................................. 93 Perilaku Konsumen Beras Apabila Harga Beras Naik........................... 94 Perlakuan Responden Apabila Beras Yang Diinginkan Tidak Tersedia 94 Perilaku Konsumen Beras Pada Niat Pembelian Berulang.................... 95 Perhitungan CSI Total............................................................................ 97 Perhitungan IPA Total............................................................................ 98 Perhitungan Customer Satisfaction Index Atribut Beras Kelas Atas…. 100



34. 35. 36. 37. 38. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40.



Perhitungan Customer Satisfaction Index Atribut Beras Kelas Menengah……………………………………………………………... Perhitungan Customer Satisfaction Index Atribut Beras Kelas Bawah Tingkat Kepentingan Atribut Beras Responden Kelas Atas.................. Tingkat Kepentingan Atribut Beras Responden Kelas Menengah......... Tingkat Kepentingan Atribut Beras Responden Kelas Bawah……….. Tingkat Kinerja Atribut Beras Responden Kelas Atas........................... Tingkat Kinerja Atribut Beras Responden Kelas Menengah................. Tingkat Kinerja Atribut Beras Responden Kelas Bawah....................... Hasil Important and Performance Matrix Responden Kelas Atas...…. Hasil Important and Performance Matrix Responden Kelas Menengah……………………………………………………………... Hasil Important and Performance Matrix Responden Kelas Bawah..................................................................................................... Hasil Important and Performance Matrix Seluruh Kelas Sosial……...



101 102 105 106 107 110 111 112 117 118 119 120



DAFTAR GAMBAR



Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 11.



Tahap-Tahap Proses Pengambilan Keputusan……………..………….. 28 Tingkat Kepuasan Konsumen.................................................................. 36 Garis Anggaran........................................................................................ 39 Kurva Indiferen....................................................................................... 40 Garis Pendapatan-Konsumsi................................................................... 42 Bagan Alir Kerangka Pemikiran Operasional......................................... 50 Diagram Kartesius (Important and Performance Analisys)…...………. 59 Important and Performance Matrix………………………….………... 99 Important and Performance Matrix Responden Kelas Atas…………... 116 Important and Performance Matrix Responden Kelas Menengah..…… 117 Important and Performance Matrix Responden Kelas Bawah………... 118



DAFTAR LAMPIRAN



Halaman 1. 2. 3. 4. 5 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.



Negara-neraga Importir Beras Dunia Periode 1998-2006....................... Kinerja Produksi Padi Tahun 1970-2005................................................ Volume Impor Beras Menurut Negara Asal Utama Tahun 2001-2005.. Negara-neraga Produsen Beras Dunia Periode 1998-2006..................... Perkembangan Pengeluaran Pangan menurut kelompok pangan........... Bagan Alir Sistem Penggilingan Padi Diskontunyu................................ Bagan Alir Sistem Penggilingan Padi Modifikasi Kontinyu................... Bagan Alir Proses Pembuatan Beras Kristal........................................... Kadar Amilosa, Kepulenan, dan Bentuk Padi......................................... Daftar Istilah SNI.................................................................................... Indikator Tahapan Keluarga Berencana……………………………….. Perhitungan IPA Kelas Atas.................................................................... Perhitungan IPA Kelas Menengah.......................................................... Perhitungan IPA Kelas Bawah................................................................ Kuesioner Penelitian................................................................................ Gambar Beras..........................................................................................



145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 156 157 158 159 160 165



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Beras adalah komoditas pangan pokok yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Menurut Sawit (2000) dalam Ariani (2004), beras harus dipandang sebagai barang kuasi publik, yang tidak saja berfungsi sebagai barang privat tetapi juga barang publik. Banyak kepentingan publik dihasilkan oleh beras, dan beras berperan penting dalam ketahanan pangan, stabilitas ekonomi, dan lapangan kerja. Bahkan menurut penelitian Timmer (1996) dalam Amang dan Sawit (1999), membuktikan secara empiris bagaimana eratnya kaitan antara pertumbuhan ekonomi dan ketahanan pangan, didapat kesimpulan bahwa tidak ada negara yang dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi tanpa terlebih dahulu memecahkan masalah ketahanan pangan. Ketahanan pangan di Indonesia sangat erat kaitannya dengan beras. Salah satu cara mengupayakan ketahanan pangan adalah dengan diselenggaraannya Pekan Padi Nasional 2008 dengan tema Inovasi Teknologi Padi Mengantisipasi Perubahan Iklim Global Dalam Rangka Mendukung Ketahanan Pangan. Salah satu tujuan dari kegiatan tersebut adalah memperagakan berbagai varietas unggul dan komponen teknologi pra-pasca panen yang prospektif untuk meningkatkan produksi guna mencapai ketahanan pangan dan perbaikan efisiensi usaha tani guna peningkatan pendapatan petani.



1



1



Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2008. Seminar Nasional Padi. http://bbpadi.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=118&Itemid=46&limit=1 &limitstart=2 (8 April 2008)



Bustaman (2003) menyatakan bahwa beras juga sangat penting terkait jumlah produsen dan konsumennya di Indonesia. Dari sisi produsen, usahatani padi di Indonesia melibatkan 25,4 juta rumah tangga. Sedangkan dari sisi konsumen, sekitar 30 persen dari total pengeluaran rumah tangga miskin dipergunakan untuk membeli beras. Saat ini lebih dari 90 persen penduduk Indonesia mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Dari sisi gizi dan nutrisi, beras relatif unggul dari pangan lain. Seluruh bagian beras dapat dimakan, dengan kandungan energi 360 kalori dan protein 6,8 gr per 100 gr. Pangsa beras pada konsumsi energi per kapita mencapai 54,3 persen. Artinya, lebih dari setengah dari energi yang kita gunakan bersumber dari beras. Selain itu, sekitar 40 persen sumber protein juga dipenuhi dari beras. Ini menunjukkan posisi beras yang sangat strategis sebagai penopang ketahanan pangan di Indonesia. Beras memiliki sejarah panjang dalam kehidupan bangsa Indonesia. Sebagian besar beras dikonsumsi setelah diolah menjadi nasi. Memakan nasi terkait erat dengan budaya makan dan citra status sosial di masyarakat. Mengkonsumsi beras dianggap meningkatkan prestise dibanding sumber karbohidrat lainnya. Saat ini masyarakat luas berpendapat bahwa makanan pokok selain beras seperti jagung, umbi-umbian, dan sagu dianggap sebagai orang tidak mampu. Upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras telah dilakukan melalui program-program diversifikasi pangan. Pada tahun 1950-an dilakukan upaya melalui Panitia Perbaikan Pangan Rakyat dan beberapa upaya lainnya sampai tahun 1974 dengan dikeluarkannya Inpres 14/1974 tentang Perbaikan



Mutu Makanan Rakyat (PPMR). 2 Kebijakan tersebut kemudian disempurnakan dengan Impres 20/1079. Namun secara operasional, diversifikasi pangan belum dapat terlaksana dengan efektif. Surono (1998) dalam Selamet (2003) menyatakan bahwa pola konsumsi beras masyarakat Indonesia tidak dapat diubah secara drastis karena berkaitan dengan budaya masyarakat yang sudah demikian melekat. Hal tersebut merupakan cerminan sosial budaya dari interaksi potensi produksi dan preferensi dalam proses waktu, sehingga menghasilkan suatu pola konsumsi bahan pangan pada setiap etnis (Saragih, 1998 dalam Selamet, 2003). Berikut data konsumsi energi dan protein penduduk Indonesia berdasarkan jenis pangan pada tahun 2006. Tabel 1 Rata-Rata Konsumsi Energi dan Protein Berdasarkan Jenis Pangan di Indonesia Tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9



Jenis Pangan Padi-padian Umbi-umbian Ikan Daging Telur dan susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Minyak dan lemak



Konsumsi Energi/kapita/hari (kal) 992,93 51,08 44,56 31,27 43,35 40,2 64,42 36,95 234,5



Sumber : BPS, 2008 (diolah) 3



Konsumsi Protein/kapita/hari (gr) 23,33 0,41 7,49 1,95 2,51 2,66 5,88 0,39 0,45



Tabel 1 menunjukkan bahwa pada tahun 2006 tingkat konsumsi jenis pangan padi-padian perkapita penduduk Indonesia masih sangat tinggi baik sebagai konsumsi energi maupun konsumsi protein dibandingkan jenis pangan lainnya. Konsumsi beras perkapita yang tinggi, disertai jumlah penduduk Indonesia yang sebagian besar mengkonsumsi beras menyebabkan konsumsi



2 3



Krisnamurti, Bayu. 2006. Difersifikasi Pangan. www.ekonomirakyat/org/edisi-19/artikel-4.htm (10 Februari 2006) Badan Pusat Statistik. 2006. Average Daily per Capita Consumption of Energy by Commodity Group 2006. http://www.bps.go.id/sector/consumpexp/table4-5.shtml (6 April 2008)



beras nasional yang tinggi setiap tahunnya. Berikut merupakan data total konsumsi beras Indonesia tahun 2000-2005. Tabel 2 Data Konsumsi Beras di Indonesia Tahun 2000-2005 Jumlah Penduduk (000 jiwa) 205.843 209.732 212.003 215.276 217.854 220.969



Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005



Konsumsi/kapita (kg) 103,532 102,440 100,048 100,360 98,748 95,888



Total Konsumsi (000 ton) 21.311 21.448 21.210 21.605 21.512 21.188



Sumber : BPS, 2008 (diolah) Tabel 2 dapat memperlihatkan bahwa dari tahun 2000-2005, konsumsi total beras nasional Indonesia relatif stabil dan hanya sedikit berfluktuasi. Tabel yang sama juga menunjukkan bahwa konsumsi beras perkapita penduduk Indonesia



cenderung



menurun



dari



tahun



ke



tahun



terkait



dengan



penganekaragaman pangan sebagai efek perubahan pendidikan, pendapatan, dan gaya hidup. Namun penurunan tersebut tidak tercermin dalam konsumsi total beras nasional. Hal ini diduga akibat peningkatan jumlah penduduk. Pertumbuhan penduduk setiap tahunnya mengakibatkan kebutuhan konsumsi total beras tetap tinggi. Kebutuhan beras yang tinggi tersebut dapat disediakan dengan memproduksi sendiri dan mengimpor dari negara lain. Indonesia adalah salah satu negara pengimpor beras besar di dunia (Lampiran 1). Menurut Suryana et al. (2001), selama ini produksi beras Indonesia sangat berfluktuasi. Sekitar tahun 1984 pertanian Indonesia menjadi sorotan dunia dikarenakan Indonesia mampu berswasembada



beras.



Namun



demikian,



tahun-tahun



berikutnya



hasil



pertumbuhan produksi beras Indonesia terus mengalami penurunan. Dillon et al. (1999) mengemukakan bahwa penyebab penurunan produksi dikarenakan : (1)



stagnasi dan degradasi teknologi; (2) kesuburan tanah yang makin menurun; (3) kejenuhan intensitas tanam; (4) rendemen penggilingan yang semakin menurun; (5) serangan hama dan penyakit; dan (6) iklim yang tidak normal. Ini menyebabkan menurunnya hasil dan total produksi padi dalam bentuk beras sehingga berdampak negatif baik dalam profitabilitas usahatani maupun produksi beras nasional. Kinerja produksi padi di Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 2. Saat ini Indonesia juga mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Beberapa negara yang menjadi lumbung beras impor bagi Indonesia diantaranya adalah Thailand dan Vietnam (Lampiran 3). Amang dan Sawit (1999) menyatakan bahwa beras di pasar dunia amat tipis, yaitu 4-7 persen dari total produksi dunia. Pasarnya jauh dari sempurna karena sekitar 80 persen ekspor beras dikuasai oleh beberapa negara. Negara-negara produsen beras dapat dilihat pada Lampiran 4. Beras yang dijual di pasar dunia merupakan sisa konsumsi domestik (residual goods). Pasar yang tipis dan oligopolistik ini yang membuat harga beras lebih tidak stabil ketimbang komoditas lain seperti gandum, jagung, dan kedelai. Bagi negara besar seperti Indonesia, bergantung pada pasar impor jelas berisiko. Mengingat pentingnya beras bagi masyarakat Indonesia, sejalan dengan adanya upaya peningkatan produktivitas, beras yang dihasilkan seharusnya dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen yang terus berkembang seiring berjalannya waktu. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, seharusnya diperhatikan segala aspek yang mencakup kuantitas, kualitas dan kontinuitas bagi para konsumen beras.



1.2 Perumusan Masalah Beras dikonsumsi oleh masyarakat baik individu, rumah tangga, maupun usaha jasa. Konsumen beras pun terdiri dari beragam kelas sosial, baik ditinjau dari pekerjaan, pendapatan, kekayaan, dan variabel kelas sosial lainnya. Garis pendapatan-konsumsi menunjukkan bahwa perbedaan pendapatan yang diperoleh menyebabkan perbedaan pola konsumsi pada setiap konsumen. Perbedaan pendapatan merupakan salah satu indikator perbedaan kelas sosial. Hal ini menyebabkan perbedaan perilaku konsumen dalam mengkonsumsi beras pada kelas sosial yang berbeda. Menurut Sutrisno (1998) dalam Selamet (2003), pada kelas menengah ke atas, semakin meningkat pendapatan kelas tersebut, semakin menurun konsumsi berasnya, beralih ke susu dan telur, dan jajanan lainnya yang cenderung protein. Ini memperlihatkan bahwa bagi kelas menengah ke atas, beras termasuk jenis barang inferior. Namun untuk kelompok menengah ke bawah, peningkatan pendapatan cenderung membuat konsumsi pangan pokok beralih ke beras. Ini memperlihatkan bahwa bagi kelompok menengah ke bawah, beras termasuk jenis barang normal, di mana jika pendapatan meningkat, konsumsi barang tersebut juga meningkat. Kemajuan di berbagai bidang telah mempengaruhi pola permintaan pangan, termasuk permintaan beras sebagai salah satu makanan pokok. Tantangan dalam permintaan pangan di masa yang akan datang diantaranya adalah : (1) pertumbuhan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan masyarakat, (2) perubahan struktur demografi, dan (3) globalisasi preferensi konsumen (Suryana dan Purwanto, 1998).



Perilaku konsumen dalam pembelian bahan pangan termasuk beras berkembang seiring kemajuan tersebut. Peningkatan pendapatan masyarakat mengakibatkan peningkatan tuntutan terhadap mutu. Di sisi lain, perubahan demografi seperti tingkat pendidikan, tingkat urbanisasi, dan tingkat partisipasi angkatan kerja wanita disertai kemajuan transportasi dan komunikasi saat ini, mempengaruhi preferensi konsumen. Konsumen lebih menekankan pada keseimbangan mutu, gizi, dan estetika. Sedangkan meningkatnya partisipasi angkatan kerja wanita, khususnya daerah perkotaan mendorong konsumen memilih bahan pangan yang dikemas sedemikian rupa sehingga mereka merasa nyaman dalam berbelanja, mudah dimasak, dan mudah menyiapkannya. Data tentang Perkembangan Pengeluaran Pangan Menurut kelompok Pangan (Lampiran 5) menunjukkan bahwa proporsi pengeluaran terhadap kebutuhan pangan dari tahun ke tahun (1993-2002) cenderung menurun (kecuali antara tahun 1996-1999). Ariani (2004) menyatakan bahwa kenaikan proporsi pengeluaran untuk pangan meningkat pada tahun 1996-1999 karena tingkat kesejahteraan masyarakat menurun sejak krisis ekonomi melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997.



Pada periode pemulihan (1999-2002), tingkat



kesejahteraan meningkat kembali, terlihat dari menurunnya pangsa pengeluaran pengan meskipun kondisinya masih lebih buruk dibandingkan sebelum krisis. Tahun 2002, proporsi pengeluaran untuk padi-padian menurun sedangkan untuk pangan hewani menjadi meningkat. Ini menunjukkan kualitas konsumsi pangan masyarakat Indonesia yang semakin membaik. Persaingan pemasaran beras saat ini sangat ketat dengan banyaknya pelaku pemasaran beras, baik produsen dan pedagang beras lokal, serta distributor



beras impor. Dalam usaha meningkatkan produksi beras, sejumlah varietas padi unggul telah disebarluaskan. Keanekaragaman varietas tersebut juga memberi keragaman sifat dan mutu beras yang dihasilkan. Peningkatan produksi untuk memenuhi pasaran menyebabkan konsumen lebih leluasa memilih mutu beras yang dikehendaki (Damardjati, 1982 dalam Ambarinanti, 2007).



Banyaknya



pilihan produk beras baik berupa jenis beras, kemasan, harga, rasa, dan hal lainnya serta perbedaan dan pengaruh lingkungan budaya, kelas sosial, daya beli, motivasi, dan gaya hidup membentuk perilaku konsumen yang berbeda-beda. Hal ini menuntut para produsen untuk menyediakan produk beras yang sesuai dengan keinginan konsumen, khususnya segmen pasar yang dituju. Selama ini pemerintah berusaha keras pada peningkatan kuantitas dan produktivitas beras untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Namun selain peningkatan kuantitas, preferensi dan kepuasan yang terus berkembang menuntut adanya peningkatan pada kualitas beras yang selama ini dikonsumsi. Untuk menghasilkan beras yang sesuai dengan harapan konsumen, langkah awal yang harus diperhatikan produsen adalah pengetahuan mengenai perilaku konsumen. Pengetahuan mengenai preferensi perlu dilakukan agar setiap keputusan yang diambil tidak bertentangan dengan harapan konsumen, mengingat semua keputusan konsumsi ada ditangan konsumen. Sedangkan pengetahuan mengenai kepuasan konsumen perlu diketahui agar dapat ditingkatkan kinerja produk yang dinilai konsumen masih kurang memuaskan. Pulau Jawa memiliki peran besar dalam produksi padi nasional. Akibat lahan yang lebih subur, jaringan irigasi yang tersedia, dan teknologi usahatani yang lebih maju dibandingkan di luar Jawa, produksi padi di Jawa cukup tinggi.



Selama 30 tahun terakhir, Jawa rata-rata menyumbang 59,8 persen terhadap produksi padi nasional (Amang dan Sawit, 1999). Jawa Timur adalah salah satu propinsi yang merupakan sentra produksi padi di Indonesia. Data menunjukkan bahwa Jawa Timur mempunyai rata-rata produksi per hektar padi tertinggi dibandingkan propinsi lainnya di Indonesia pada tahun 2001-2005 (BPS, 2005). Jawa Timur juga mempunyai populasi penduduk yang cukup tinggi, menempati urutan kedua setelah Jawa Barat. Hal ini menyebabkan konsumsi total beras di propinsi ini juga tinggi sebanding dengan jumlah penduduk yang berada dalam propinsi tersebut. Surabaya sebagai ibukota propinsi Jawa Timur, adalah kota yang sedang berkembang dan merupakan kota tujuan pemasaran beras dari beberapa daerah sentra produksi beras di Jawa Timur. Kota ini juga memiliki struktur masyarakat yang beraneka ragam. Keragaman tersebut meliputi budaya, gaya hidup, pendidikan dan pekerjaan, serta tingkat perekonomian yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Keragaman yang tercipta tentu mempengaruhi masyarakat di kota tersebut dalam pengambilan keputusan konsumsi suatu produk, termasuk konsumsi beras. Kecamatan Mulyorejo adalah kecamatan dengan pemukiman penduduk paling merata diantara diantara kecamatan lainnya di Surabaya. Kecamatan ini mempunyai penduduk dengan latar belakang status sosial yang beragam dari kelas bawah, menengah, dan atas, serta dan memperoleh beras dengan membeli (bukan memproduksi sendiri). Hal ini sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan.



Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dikaji pada penelitian ini adalah : 1. Bagaimana karakteristik konsumen beras berdasarkan kelas sosial ? 2. Bagaimana proses pengambilan keputusan yang dilakukan konsumen dalam pembelian beras? 3. Bagaimanakah preferensi konsumen terhadap beras dikaitkan dengan atributatribut beras? 4. Bagaimana tingkat kepuasan konsumen terhadap beras dikaitkan dengan atribut-atribut beras? 5. Bagaimana rekomendasi bauran pemasaran yang sesuai berdasarkan studi perilaku konsumen?



1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan : 1. Mengkaji karakteristik konsumen beras. 2. Menganalisis proses pengambilan keputusan yang dilakukan konsumen dalam pembelian beras. 3. Menganalisis preferensi konsumen terhadap beras dikaitkan dengan atributatribut beras. 4. Menganalisis tingkat kepuasan konsumen terhadap beras dikaitkan dengan atribut-atribut beras. 5. Menyusun rekomendasi bauran pemasaran yang sesuai berdasarkan studi perilaku konsumen.



1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak yang terkait, diantaranya : 1. Bagi produsen dan pengusaha beras, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam menjalankan usaha setelah mengetahui preferensi dan kepuasan konsumen terhadap atribut beras. 2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan subsektor pangan. 3. Bagi peneliti lain, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang komoditi beras.



1.5 Ruang Lingkup Penelitian ƒ



Penelitian ini terfokus pada preferensi dan kepuasan konsumen terhadap atribut-atribut beras.



ƒ



Penelitian akan dilakukan di Kelurahan Mulyorejo Kecamatan Mulyorejo Surabaya Jawa Timur.



ƒ



Responden adalah konsumen beras yang telah mengerti prosedur tanya jawab dalam kuesioner dan telah memiliki aksesibilitas pribadi dalam mengambil keputusan, serta bersedia mengisi kuesioner yang telah disediakan.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1



Asal Usul dan Klasifikasi Padi Setyono dalam Suryana (2003) menyatakan bahwa Padi (Oryza Sativa)



merupakan tanaman pertanian kuno yang asal usulnya masih diperdebatkan. Bukti sejarah di Propinsi Zheijiang, Cina Selatan, menunjukkan bahwa penanaman padi di Asia telah dimulai 7000 tahun yang lalu. Beberapa Negara yang diduga menjadi daerah asal padi adalah India Utara bagian Timur, Bangladesh Utara, dan daerah yang membatasi Negara Burma, Thailand, Laos, Vietnam, Cina bagian Selatan. Tinjauan tersebut bertentangan dengan hikayat-hikayat kuno Jawa yang menyatakan bahwa tanaman padi adalah tanaman asli Indonesia dan merupakan keturunan dari Dewi Sri dan Retna Dumila. Padi yang merupakan keturunan Dewi Sri pada akhirnya menjadi padi sawah, sedangkan padi yang merupakan keturunan Retna Dumila menjelma menjadi padi gogo (Siregar, 1981). Hitchcock dalam Manurung dan Ismunaji (1988) mengklasifikasikan padi (Oriza Sativa) sebagai famili Gramineae. Berdasarkan klasifikasi ini, tanaman padi dimasukkan dalam sub-famili Festucoidae. Genus Oryza mempunyai 20 spesies, tetapi yang dibudidayakan adalah Oryza Sativa L. di Asia dan Oryza Glaberrima Steund di Afrika. Berdasarkan penelitian Lu dan Chang dalam Manurung dan Ismunaji (1988), proses evolusi dari Oryza Sativa berkembang mnejadi tiga ras ecogeographic, yakni Sinica (Japonoca), Indica, dan Javanica. Namun yang sekarang ini berkembang di Indonesia adalah Oriza Sativa Japonica.



2.2



Teknologi Pascapanen Padi Beras adalah bahan pangan yang berasal dari padi yang sudah tidak



memiliki kulit ari dan sekam. Ada dua cara pengolahan untuk mengubah gabah menjadi beras, yaitu secara tradisional dengan ditumbuk, dan secara modern dengan alat-alat atau mesin. Walaupun saat ini masih ada pengolahan dengan cara ditumbuk, namun sebagian besar pengolahannya telah beralih pada pengolahan modern. Untuk mengubah beras menjadi gabah, ada dua fase pengolahan. Fase pertama adalah melapaskan kulit atau sekam dari caryopsis yang menghasilkan beras pecah kulit. Beras ini memiliki kandungan vitamin B yang tinggi, tepatnya pada bagian pericarp. Namun berasnya kurang enak dimakan dan tidak dapat disimpan lama karena baunya mudah apek. Pada fase kedua, lapisan caryopsis dan pericarp dikikis, yaitu dengan cara disosoh. Derajad kejernihan dari beras yang keluar dari mesin penyosoh tersebut tergantung setelan mesin penyosoh yang disesuaikan dengan mutu beras yang diinginkan. Semakin jernih beras yang diinginkan, semakin banyak bagian beras bernilai gizi yang disosoh sehingga menjadi dedak. Walaupun nilai gizinya berkurang, namun penampakannya menjadi lebih menarik di mata konsumen (Siregar dalam Selamet, 2003). Nilai gizi yang berkurang diantaranya adalah karbohidrat dan protein menurun sekitar satu persen dan lemak menurun sekitar setengah persen. Menurut Suismono dan Damardjati dalam Suryana (2003), berdasarkan teknik penggilingan, penggilingan padi dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu : (1) sistem penggilingan padi diskontinyu; (2) sistem penggolongan padi



modifikasi kontinyu; dan (3) sistem penggilingan kontinyu. Sistem penggilingan kontinyu dan modifikasi kontinyu dapat meningkatkan efisiensi kerja, kapasitas produksi, dan mutu beras (grader). Sistem penggilingan padi diskontinyu adalah sistem penggilingan yang menggunakan mesin pemecah kulit dan penyosohan yang manual (Lampiran 6). Sistem penggolongan padi modifikasi kontinyu adalah sistem penggilingan yang proses pemecahan kulit berasnya secara kontinyu, tetapi proses penyosohannya secara manual (Lampiran 7). Sedangkan sistem penggilingan kontinyu adalah sistem penggilingan padi yang terdiri dari satu unit mesin penggiling secara kontinyu (langsung atau ban berjalan), kapasitas 1000 kg per jam, yang dilengkapi mesin-mesin pembersih gabah, pemecah kulit, pengayak beras pecah kulit (paddy separator), penyosoh (polisher), dan ayakan beras (grader). Untuk meningkatkan mutu penampakan beras, dapat dilakukan juga dengan cara pemolesan beras giling. Proses pemolesan adalah proses penyosohan beras disertai pengkabut uap agar penampakan beras lebih mengkilap (Lampiran 8). Dalam sistem pengkabut uap, terjadi reaksi antara lemak yang terkandung dalam bekatul dan air yang akan menghasilkan beras lebih mengkilap, bersih, dan cemerlang. Beras yang diolah sampai pada proses ini disebut beras kristal (Suismono dan Damardjati dalam Suryana, 2003). Untuk menambah daya tarik konsumen, biasanya beras kristal ini diberi bahan pewangi yang disemprot bersamaan dengan pengkabutan air. Aroma wangi tambahan tersebut akan bertahan sekitar satu bulan. Sedangkan daya tahan mutu beras kristal dapat sampai empat bulan. Namun kandungan butir utuh (beras



kepala) menjadi berkurang setelah pemolesan, karena sebagian butir utuh menjadi patah akibat gesekan selama proses pemolesan (Thahir et al., 1999).



2.3



Karakteristik Beras Beras secara biologi adalah bagian biji yang terdiri dari : (1) aleuron,



lapisan terluar yang sering kali ikut terbuang dalam proses pemisahan kulit; (2) endospermia, tempat sebagian besar pati dan protein beras; dan (3) embrio yang marupakan calon tanaman baru. 4 Komposisi zat gizi beras dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Komposisi Zat Gizi Beras Per 100 gram Komponen Gizi Energi (kkal) Protein (gr) Total Lemak (gr) Karbohidrat (gr) Total Fiber (gr) Total Gula (gr) Kalsium (mg) Magnesium (mg) Fosfor (mg) Kalium (mg)



Kadar 358,00 6,50 0,52 79,15 2,80 3,00 4,23 23,00 95,00



Komponen Gizi Natrium (mg) Seng (mg) Tembaga (mg) Mangan (mg) Selenium (mg) Thiamin (mg) Riboflavin (mg) Niasin (mg) Vitamin B6 (mg)



Kadar 1,00 1,10 0,21 1,04 15,10 0,56 0,05 4,11 0,17



Sumber : Nutrition Analyser (2008) Penduduk di berbagai negara memiliki selera yang berbeda terhadap kandungan amilosa yang terdapat di dalam beras. Penduduk Filipina, Malaysia, Thailand, dan Indonesia menyukai rasa nasi dari beras dengan kandungan amilosa medium (20-25 persen), sedangkan Jepang dan Korea menyukai beras dengan kadar amilosa rendah (13-25 persen). Kandungan amilosa ini mempengaruhi kandungan rasa nasi secara keseluruhan sebesar 65 persen. Amilosa adalah rangkaian dari unit-unit gula (glukosa) yang menyusun molekul-molekul besar dari pati beras. Kandungan 4



Wikipedia Indonesia. 2008. Kandungan Beras. http://id.wikipedia.org/wiki/Beras#Kandungan_beras (6 April 08)



amilosa mempengaruhi kepulenan nasi, sifat pemekaran volume beras, dan cepatnya nasi mengeras setelah dimasak. Semakin kecil kadar amilosa beras, maka nasi akan semakin pulen, semakin tidak mekar, dan semakin lama menjadi keras satelah dingin. Aroma pada beras ternyata dipengaruhi



juga oleh suhu dan udara.



Apabila beras disimpan pada suhu diatas 15° C, setelah 3-4 bulan, beras akan mengalami perubahan aroma dan rasa. Semakin tinggi suhu udara dan semakin lama beras disimpan, akan semakin menurun rasa dan aroma nasinya. Ukuran beras secara umum digolongkan atas butir sangat panjang (> 7 mm), panjang (6-6,9 mm), sedang (5-5,9 mm) dan pendek (< 5 mm). sedangkan bentuknya digolongkan menjadi tiga tipe, yaitu lonjong (ramping), sedang, dan bulat (Lampiran 9). Di pasaran internasional, beras ukuran panjang mempunyai preferensi yang tinggi serta memberikan perbedaan harga yang jelas. Berbeda dengan di Indonesia, ukuran biji beras tidak memberikan perbedaan terhadap harga beras (Damardjati dan Oka dalam Damardjati, 1995).



2.4



Standardisasi Beras di Indonesia Menurut Damardjati (1990), di Indonesia belum ada klasifikasi dan



standardisasi beras secara resmi yang digunakan sebagai patokan dalam perdagangan maupun yang dianut oleh konsumen secara luas. Standar mutu beras giling sangat diperlukan oleh konsumen dan produsen sebagai kepastian terhadap mutu yang diinginkan dan untuk pembinaan perbaikan mutu beras di tingkat petani dan di tingkat penggilingan. Namun hingga saat ini belum ada standardisasi beras sebagai kriteria mutu beras yang diterima dalam sistem perdagangan secara



nasional. Kriteria mutu yang ditetapkan Deptan dan BULOG seperti yang ada pada Tabel 4 bertujuan untuk penyimpanan pangan yang didasarkan atas fisik beras dan kurang memperhatikan preferensi konsumen sehingga kurang dapat digunakan di pasaran bebas. Keterangan tabel 4 dapat dilihat pada Lampiran 10. Tabel 4 Persyaratan Kualitas Beras Pengadaan Dalam Negeri Tahun 2003 No 1 2 3 4



No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12



I. Persyaratan Umum Bebas hama dan penyakit yang hidup Bebas bau apek, asam atau bau-bau asing lainnya Bersih dari campuran dedak dan katul Bebas dari tanda-tanda adanya bahan kimia yang membahayakan baik secara visual maupun secara organoleptik II. Persyaratan Khusus Satuan Mutu Mutu Mutu Mutu Mutu Komponen Mutu Pengukuran I II III IV V Derajat Sosoh Min (%) 100 100 100 95 min 85 min Kadar Air Max (%) 14 14 14 14 15 Beras Kepala Min (%) 100 95 min 84 min 73 min 60 min Butir Utuh Min (%) 60 50 40 35 35 Butir patah Max (%) 0 5 15 25 35 Butir Menir Max (%) 0 0 1 2 5 Butir Merah Max (%) 0 0 1 3 3 Butir Kuning/Rusak Max (%) 0 0 1 3 5 Butir Mengapur Max (%) 0 0 1 3 5 Butir Asing Max (%) 0 0 0,02 0,05 0,2 3 Butir Gabah Max 0 0 1 2 Butir/100 gr 10 Campuran Varetas Lain Max (%) 5 5 5 10



Sumber : Deptan dan BULOG (2003) Preferensi yang dimaksud adalah rasa, kepulenan, dan aroma. Atributatribut tersebut merupakan ungkapan perasaan selera pribadi, sehingga sulit diukur. Karena itu dalam perdagangan, atribut-atribut ini tidak dimasukkan dalam grade beras. Beberapa atribut mutu yang yang diuraikan di atas, baik yang tercantum pada standar beras nasional maupun atribut lain seperti rasa, aroma, dan warna merupakan atribut mutu intrinsik. Selain atribut tersebut, dalam pemasaran beras ada beberapa atribut mutu ekstrinsik yang telah berkembang seperti merek, kemasan, label (informasi), serta sertifikasi keaslian varietas beras dan sistem budidaya padi.



Untuk mencapai standar mutu beras nasional dilakukan melalui penyusunan suatu konsep standar mutu beras yang dapat diterima secara luas. Saat ini konsep semacam itu telah ada dengan dikeluarkannya beras berlabel Standar Nasional Indonesia (SNI). Badan Standardisasi Nasional (BSN) menyusun konsep standar mutu beras giling dengan memperhatikan standar mutu beras Filipina dan Amerika Serikat, standar mutu beras BULOG, hasil analisis contoh beras dari beberapa propinsi, dan hasil penelitian Badan Litbang Pertanian (Deptan, 1999).



2.5



Penelitian Terdahulu Jufri (2006) melakukan penelitian tentang analisis perilaku konsumen



dan strategi pemasaran beras Super Ciherang LDM Sri Jaya Karawang. Penelitian dilakukan secara sengaja di Kecamatan Tempuran, Karawang, Jawa Barat. Sampel yang diambil sebanyak 92 orang yang sudah pernah mengkonsumsi Super Ciherang LDM Sri Jaya Karawang. Data yang diperoleh dianalisis dengan tabulasi sederhana, analisis komponen utama, dan analisis konjoin. Dalam penelitian ini, dikemukakan bahwa manfaat yang dicari adalah untuk memenuhi kebutuhan pokok karena makan nasi (beras) sudah menjadi kebiasaan. Namun dalam mengkonsumsi beras, terdapat indikator kualitas yang sangat diperhatikan pada atribut beras. Hal itu adalah keragaman butir beras, warna beras, kepulenan nasi, kemekaran beras, dan ukuran kemasan beras. Strategi pemasaran yang perlu dibenahi meliputi strategi produk, harga, distribusi, dan promosi. Untuk strategi produk, diharapkan LDM Sri Jaya Karawang dapat menyediakan beras dengan tingkat keseragaman yang tinggi, berwarna putih, nasinya pulen, beraroma, mekar dan memperbanyak beras dengan



kemasan 20 kg. Pada strategi harga, harus diupayakan harga yang beragam terutama untuk beras eceran/kiloan dan pemberian potongan harga untuk pembelian partisi besar. Pemasaran beras kepada konsumen kelas atas dan kelas menengah sebaiknya dilakukan melalui pasar swalayan karena konsumen menginginkan tempat berbelanja yang mudah dicapai, kualitas produk yang baik, pelayanan yang memuaskan, dan suasana yang nyaman. Strategi distribusi untuk kelas bawah yaitu dengan menyediakan beragam beras, baik harga maupun jenisnya, serta kedekatan pedagang dengan lokasi perumahan. Promosi dapat dilakukan dengan komunikasi lisan antara pedagang dengan pembeli. Untuk konsumen kelas menengah atas, penyampaian informasi dapat dilakukan dengan menggunakan



katalog



harga



yang



biasa



dikeluarkan



supermarket



dan



penyampaian informasi pada kemasan beras. Penelitian yang dilakukan oleh Selamet (2003), mengenai analisis proses keputusan konsumen dalam pembelian beras dan strategi pemasaran beras. penelitian ini berlokasi di Kelurahan Tegalleja, Kecamatan Bogor Tengah dengan responden sebanyak 60 orang. Dari seluruh responden tersebut, 30 responden digolongkan sebagai kelas atas dan 30 responden lainnya digolongkan sebagai kelas bawah. Dalam penelitiannya, kelas sosial sangat berpengaruh terhadap perbedaan sikap serta tindakan yang diambil konsumen kelas atas dan kelas bawah dalam proses keputusan pembelian beras. Selain itu, proses keputusan pembelian beras juga dipengaruhi variabel-variabel lain terutama motivasi dan keterlibatan, budaya, situasi pembelian dan komunikasi, pengetahuan tentang beras, sumber daya waktu dan kognitif, serta gaya hidup responden.



Pada tahap pengenalan kebutuhan, keterlibatan terhadap beras tinggi, terutama pada kelas bawah. Secara umum, pengetahuan kelas atas terhadap beras lebih banyak dibandingkan dengan kelas bawah, namun sumber-sumber informasi yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian beras kelas atas dan kelas bawah relatif tidak ada perbedaan. Dalam evaluasi alternatif, kelas atas lebih teliti dalam memutuskan beras mana yang akan dibeli. Namun, baik kelas atas maupun kelas bawah telah memperhatikan sejumlah atribut yang ada dalam pembelian beras. Keputusan pembelian beras kelas atas berdasarkan nama jenis/varietas beras, kenyamanan dan kepraktisan dalam pembelian, namun mereka relatif kurang setia pada satu tempat pembelian. Keputusan pembelian kelas bawah lebih didasarkan pada harga, kedekatan dan pelayanan tempat pembelian. Kelas bawah sebagian besar belum mendapat kepuasan dalam pembelian beras dibandingkan dengan kelas atas. Namun dalam menyikapi keluhan, baik kelas bawah maupun kelas atas mengedepankan sikap percaya pada tempat pembelian. Strategi pemasaran yang penting bagi kelas bawah adalah harga beras yang beragam dan terjangkau. Sedangkan strategi untuk kelas atas adalah pengutamaan mutu beras sebagai produk beserta jasa yang menyertainya. Suryana (2003) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian beras domestik dan impor. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Babakan Kecamatan Bogor Tengah dengan melibatkan 100 responden. Dalam penelitian itu disebutkan bahwa perilaku konsumen dalam pembelian bahan pangan berkembang seiring dengan berkembangnya kemajuan di berbagai bidang. Peningkatan pendapatan masyarakat mengakibatkan terjadinya



tuntutan terhadap kualitas. Konsumen lebih menekankan pada keseimbangan mutu, gizi, serta estetika. Perubahan struktur demografi seperti tingkat pendidikan, pengetahuan, gaya hidup, kemajuan teknologi, transportasi, dan komunikasi pada saat ini mempengaruhi selera atau preferensi konsumen. Pengolahan data dengan Analisis Faktor menghasilkan tiga komponen utama yang dipertimbangkan konsumen pada setiap kelas sosial. Variabel utama yang paling dominan mempengaruhi responden kelas bawah adalah keragaman jenis beras di toko, perolehan informasi dari penjual, dapat membeli dengan cara berhutang, lokasi penjual, dan daya tahan beras, sedangkan variabel dominan pada kelas menengah adalah rasa beras, kepulenan beras, daya tahan beras, dan kenyamanan lokasi pembelian. Variabel yang mempengaruhi konsumen kelas atas adalah beragam jenis beras yang dijual, pengetahuan tentang beras, kemasan beras, iklan beras, dan keutuhan butir beras. Strategi pemasaran yang sebaiknya dilakukan mencakup strategi produk, strategi harga, strategi promosi, dan strategi distribusi. Dalam strategi produk, pemasar hendaknya melakukan grading pada beras sejenis, menjaga kebersihan, menyalurkan beras yang pulen, dan lebih memperhatikan kemasan yang menarik. Strategi harga yang harus dilakukan adalah menyesuaikan harga jual dengan pasar sasaran yang dituju serta menerapkan harga sesuai dengan kualitas grading beras. Strategi promosi yang dilakukan adalah dengan melakukan personel selling dari penjual kepada konsumen serta menggunakan iklan pada media elektronik, cetak, atau spanduk dengan target konsumen wanita. Strategi distribusi dilakukan dengan cara menyesuaikan lokasi penjualan, penataan tempat penjualan, dan



pelayanan dengan target pasar, serta menyediakan beragam jenis dan harga beras di tempat penjualan. Penelitian yang dilakukan Yuniarti (2002) mengenai analisis perilaku konsumen produk beras kemasan pada kaum wanita. Dari 100 responden yang dilibatkan, didapat kesimpulan bahwa kaum wanita, baik ibu rumah tangga maupun wanita bekerja, dalam mengkonsumsi beras, melalui tahap-tahap pengambilan keputusan. Proses tersebut dipengaruhi berbagai macam faktor pembeda yang turut mempengaruhi perilaku dan keputusan pembelian mereka seperti sumber informasi yang diperoleh, penilaian terhadap produk beras kemasan, hingga preferensi konsumen terhadap produk tersebut. Dikatakan bahwa perilaku konsumen beras kemasan saat ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pendapatan yang meningkat, gaya hidup, dan bertambahnya beragam produk beras kemasan. Hal ini menyebabkan konsumen mulai membandingkan harga dan mutu produk, meminta pengemasan yang lebih baik dan menarik, dan lebih peka terhadap informasi dan periklanan. Penelitian yang dilakukan oleh Ningsih (1999) mengenai konsep standar mutu beras berdasarkan preferensi konsumen dan pedagang beras di Surabaya mengemukakan bahwa secara umum perhatian responden terhadap mutu beras telah demikian tingginya. Ini terlihat dari banyaknya responden yang memilih kriteria mutu sebagai faktor yang paling menentukan jika mereka membeli beras. Dari sampel yang diwawancarai sebanyak 80 orang, sebanyak 70 persen rumah tangga dan 85,7 persen rumah makan memilih kriteria mutu sebagai faktor yang paling menentukan dalam pembelian beras, selain rasa beras dan faktor lainnya.



Damardjati (1990), melakukan penelitian untuk mengetahui perilaku konsumen di daerah perkotaan terhadap mutu beras dikaitkan dengan harga yang harus dibayar oleh konsumen untuk setiap kilogram beras yang mereka beli. Selain itu, penelitian ini mencoba membandingkan pola permintaan konsumen terhadap karakteristik yang dikelompokkan berdasarkan lokasi (Medan, Jakarta, dan Ujung Pandang) serta berdasarkan tingkat pendapatan (rendah, sedang, dan tinggi). Hasil penelitiannya mengemukakan bahwa konsumen di Jakarta lebih menyukai kelompok beras dengan rasa nasi pulen, sedangkan di Ujung Pandang para konsumen lebih menyukai nasi yang lebih keras, sementara di Medan konsumen menyukai beras lokal dengan rasa nasinya relatif pera tetapi mempunyai aroma. Share pengeluaran untuk beras dalam total pengeluaran untuk makanan dipengaruhi oleh harga beras dan pendapatan konsumen, namun tidak dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga. Share pengeluaran untuk beras dalam total pengeluaran untuk makanan akan menurun jika pendapatan per kapita per bulan konsumen meningkat. Dengan kata lain, konsumen akan mengutamakan kualitas makanan dengan meningkatkan pengeluaran untuk makanan selain beras.



BAB III KERANGKA PEMIKIRAN



3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1



Konsumen dan Perilaku Konsumen Kotler (2000) mendefinisikan konsumen sebagai individu atau kelompok



yang berusaha untuk memenuhi atau mendapatkan barang atau jasa untuk kehidupan pribadi atau kelompoknya. Konsumen juga dapat didefinisikan sebagai setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahkluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen). Konsumen adalah orang yang melakukan tindakan menghabiskan nilai barang dan jasa setelah mengeluarkan sejumlah biaya. Tujuan utama dari mengkonsumsi barang dan jasa adalah untuk memenuhi kebutuhan dan diukur sebagai kepuasan yang diperoleh. Besarnya kepuasan konsumen diukur dari sejumlah nilai yang diperoleh dari mengkonsumsi suatu barang dan jasa terhadap biaya yang dikeluarkan (Kotler, 2000). Menurut Engel et al. (1994) perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. Definisi lain dari perilaku konsumen adalah proses pengambilan keputusan yang mensyaratkan aktivitas individu yang mengevaluasi, memperoleh, menggunakan, atau mengatur barang dan jasa (Simamora, 2004), sedangkan menurut Sumarwan



(2004) perilaku konsumen adalah semua kegiatan tindakan serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi. Perilaku konsumen merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh produsen dengan tujuan memberikan kepuasan kepada konsumen. Mempelajari perilaku konsumen berarti mempelajari bagaimana konsumen membuat keputusan dengan menggunakan sumberdaya yang dimiliki (waktu, uang, dan usaha) untuk memperoleh produk dan jasa yang mereka inginkan. Dimana didalamnya menyangkut pembahasan tentang jenis alasan, waktu, tempat, dan frekuensi pemakaian suatu produk barang dan jasa. Perilaku konsumen mencerminkan tanggapan mereka terhadap berbagai rangsangan dari produk dan dari mereka sendiri yang berupa pengaruh lingkungan, perbedaan individu, dan proses psikologis.



3.1.2



Karakteristik Karakteristik konsumsi menurut Sumarwan (2004) meliputi pengetahuan



dan pengalaman konsumen, kepribadian konsumen, dan karakteristik demografi konsumen. Konsumen yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak mengenai produk mungkin tidak termotivasi untuk mencari informasi, karena konsumen sudah merasa cukup dengan pengetahuannya untuk mengambil keputusan. Konsumen yang mempunyai kepribadian sebagai seorang yang senang mencari informasi, (information seeker) akan meluangkan waktu untuk mencari informasi lebih banyak. Pendidikan adalah salah satu karakteristik demografi yang



penting. Konsumen yang berpendidikan tinggi cenderung mencari informasi yang banyak mengenai suatu produk sebelum ia memutuskan untuk membelinya. Selain itu, Sumarwan (2004) juga berpendapat bahwa semua penduduk berapapun usianya adalah konsumen. Oleh karena itu, pemasar harus memahami distribusi usia penduduk dari suatu wilayah yang akan dijadikan target pasarnya. Perbedaan usia akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap produk. Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi preferensi dan persepsi konsumen dalam proses keputusan untuk menerima sesuatu yang baru, baik produk maupun jasa. Seseorang yang berumur relatif muda, akan lebih cepat menerima sesuatu yang baru. Pendapatan merupakan imbalan yang diterima seseorang dari pekerjaan yang dilakukannya. Jumlah pendapatan akan menggambarkan besarnya daya beli seorang konsumen. Karena alasan inilah konsumen perlu mengetahui pendapatan konsumen yang menjadi sasarannya (Sumarwan, 2004). Besar kecilnya pendapatan yang diterima konsumen dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pekerjaannya. Pekerjaan akan berpengaruh terhadap besar kecilnya pendapatan yang akan diperoleh. Pendidikan formal penting dalam membentuk pribadi dengan wawasan berfikir yang lebih baik. Karakteristik konsumen yang berguna untuk mengetahui sebuah segmentasi pasar yang dapat dibagi dalam empat kategori yaitu demografi, perilaku, profil psikografi, dan karakteristik kepribadian. Ukuran demografi konsumen yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pendapatan, agama, status perkawinan, pendidikan, etnik dan kebangsaan, memiliki dua manfaat penting dalam proses segmentasi. Pertama, hal itu dapat digunakan baik secara terpisah



maupun dikombinasikan untuk mengembangkan berbagai subbudaya dimana para anggotanya saling berbagi nilai, kebutuhan, ritual, dan perilaku tertentu. Contohnya kombinasi pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan, dapat dipergunakan untuk mengembangkan kelas sosial konsumen. Manfaat kedua, variabel demografi dapat digunakan untuk menggambarkan para konsumen yang diklasifikasikan menjadi segmen melalui sarana lainnya (Sunarto, 2006). Sunarto (2006) menyatakan bahwa dasar penting untuk segmentasi perilaku adalah harga, manfaat yang dicari, dan tingkat penggunaan. Segmentasi menurut elastisitas harga didasarkan atas konsep ekonomi, dimana kelompok konsumen yang berbeda akan memberikan reaksi yang berbeda terhadap perubahan harga produk atau jasa. Ide dari segmentasi manfaat adalah mengembangkan produk dan jasa dengan mutu tertentu yang diinginkan oleh kelompok konsumen yang homogen. Sedangkan dasar segmentasi pasar yang penting adalah perilaku penggunaan. Sunarto (2006) juga menyatakan bahwa kebanyakan segmentasi psikografi atau kepribadian dikombinasikan dengan segmentasi perilaku. Sebagai awalan, pemasar memilih konsumen menjadi pengguna berat, moderat, dan ringan atas sebuah merek dan kemudian menganalisis satu atau lebih segmen ini melalui inventaris psikografi dan atau kepribadian. Akhirnya, para pemasar merancang pesanan promosi, serta distribusi, dan strategi penetapan harga yang paling efektif untuk segmen ini berdasarkan karakteristik kepribadian atau psikografi.



3.1.3



Proses Pengambilan Keputusan Keputusan konsumen yang dilakukan dalam bentuk tindakan membeli



harus melalui beberapa tahap tertentu. Tahapan ini dimulai dengan pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan hasil pembelian konsumen terhadap produk yang dibeli. Tahapan-tahapan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut. Pengenalan Kebutuhan



Pencarian Informasi



Evaluasi Alternatif



Pembelian



Hasil Gambar 1. Tahap-Tahap Proses Pengambilan Keputusan Sumber : Engel et al. (1994) Tahapan-tahapan dalam proses pengambilan keputusan tersebut adalah : 1. Pengenalan Kebutuhan Proses pembelian suatu produk oleh konsumen dimulai ketika suatu kebutuhan mulai dirasakan dan dikenali. Adanya kebutuhan tersebut disebabkan konsumen merasakan adanya ketidaksesuaian antara keadaan yang nyata dengan keadaan yang diinginkan. Ketika ketidaksesuaian itu melebihi suatu tingkat tertentu, maka kebutuhan dikenali (Engel et al., 1994). Pengenalan kebutuhan muncul ketika konsumen menghadapi suatu masalah, yaitu suatu keadaan yang



sebenarnya terjadi (Sumarwan, 2003). Timbulnya kebutuhan tersebut dapat dipicu oleh stimuli intern, yaitu kebutuhan dasar seseorang seperti rasa lapar dan haus. Stimuli yang timbul pada suatu tingkat tertentu dan menjadi sebuah dorongan yang memotivasi konsumen untuk segera memuaskannya. 2. Pencarian Informasi Setelah konsumen tergerak oleh suatu stimuli maka kemungkinan mereka akan berusaha untuk mencari lebih banyak informasi. Menurut Engel et al. (1994) pencarian informasi yang merupakan tahap kedua dari proses keputusan pembelian merupakan aktivitas yang termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan dan perolehan informasi dari lingkungan. Pada tahap ini sumber informasi konsumen terdiri dari (1) sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga), (2) sumber komersil (iklan, penjual), dan (3) sumber pengalaman. 3. Evaluasi Alternatif Evaluasi alternatif merupakan proses dimana suatu alternatif pilihan dievaluasi dan dipilih untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Untuk memilih alternatif, konsumen menggunakan atribut tertentu yang disebut sebagai kriteria evaluasi. Kriteria yang sering digunakan oleh konsumen antara lain harga, merek, dan kriteria yang bersifat hedonik (prestise, status). Kriteria ini biasanya bervariasi sesuai dengan kepentingan relatif mereka. Setelah menentukan kriteria yang biasa digunakan untuk menilai alternatif, maka konsumen memutuskan alternatif mana yang akan dipertimbangkan. Menurut Engel et al. (1994) tahap ini terdiri dari menentukan alternatif pilihan, menilai alternatif pilihan, dan terakhir menyeleksi kaidah keputusan. Kaidah keputusan adalah strategi yang digunakan konsumen untuk menyeleksi alternatif-alternatif pilihan yang ada.



4. Pembelian dan Hasil Tindakan pembelian merupakan tahap besar terakhir dari proses keputusan pembelian. Pada tahap ini, konsumen harus mengambil keputusan mengenai kapan membeli dan di mana membeli. Menurut Engel et al. (1994) pembelian merupakan fungsi dari dua determinan, yaitu niat pembelian dan pengaruh lingkungan. Pengaruh lingkungan dan perbedaan individu juga mempengaruhi keputusan pembelian seseorang. Menurut Engel et al. (1994) terdapat dua faktor yang mempengaruhi pembelian dan keputusan pembelian. Faktor pertama adalah sikap atas pendirian orang lain. Pendirian orang lain dapat dipengaruhi oleh alternatif yang disukai seseorang tergantung pada (1) intensitas dari pendirian negatif terhadap alternatif yang disukai konsumen, dan (2) motivasi konsumen untuk memenuhi keinginan orang lain. Perilaku proses keputusan pembelian tidak berhenti begitu pembelian dilakukan. Evaluasi lebih jauh dalam bentuk perbandingan kinerja produk berdasarkan harapan. Hasilnya adalah kepuasan dan ketidakpuasan. Kepuasan mengukuhkan loyalitas pembeli, sementara ketidakpuasan dapat menyebabkan keluhan.



3.1.4



Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pengambilan Keputusan Proses keputusan konsumen untuk membeli suatu produk tidak terbentuk



begitu saja, tetapi dipengaruhi oleh banyak faktor, menyebabkan keputusan yang diambil setiap konsumen berbeda-beda. Menurut Engel et al. (1994) terdapat tiga



hal pokok yang mempengaruhi proses keputusan pembelian, yaitu pengaruh lingkungan, perbedaan individu, dan proses psikologis.



3.1.4.1 Pengaruh Lingkungan Konsumen hidup dalam lingkungan yang kompleks. Perilaku proses keputusan mereka dipengaruhi oleh (1) budaya; (2) kelas sosial; (3) pengaruh pribadi; (4) keluarga; dan (5) situasi. Budaya adalah seperangkat nilai gagasan, sikap dan simbol lain yang bermakna yang melayani manusia berkomunikasi, membuat tafsiran, dan mengevaluasi sebagai anggota masyarakat. Pengaruh budaya terhadap pengaruh konsumen adalah (1) mempengaruhi struktur konsumsi, (2) mempengaruhi bagaimana individu mengambil keputusan, dan (3) merupakan variabel utama di dalam penciptaan dan komunikasi makna di dalam produk (Engel et al., 1994). Menurut Kotler (2000), kelas sosial adalah pembagian di dalam masyarakat yang terdiri atas individu yang berbagai nilai, minat, dan perilaku yang sama, atau kelompok-kelompok yang relatif homogen dalam suatu masyarakat yang tersusun secara hierarki. Kelas sosial yang berbeda cenderung memunculkan perilaku konsumsi yang berbeda. Kelas sosial tidak hanya ditentukan oleh pendapatan, tetapi juga ditentukan oleh pekerjaan, prestasi, pribadi, interaksi, pemilikan, orientasi, nilai, kesadaran kelas, dan sebagainya (Engel et al., 1994). Pengaruh pribadi adalah tekanan yang dirasakan untuk menyesuaikan diri dengan norma dan harapan yang diberikan oleh orang lain. Sebagai konsumen, perilaku sering dipengaruhi oleh orang-orang yang berhubungan dekat



atau berhubungan erat dengan kita, yaitu kelompok acuan ataupun pemimpin opini. Kelompok acuan didefinisikan sebagai orang atau kelompok yang mempengaruhi secara bermakna perilaku individu. Keluarga merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh terhadap sikap, perilaku individu, dan perilaku pembelian. Setiap anggota keluarga memegang peranan penting mencakup penjaga pintu, pemberi pengaruh, pengambil keputusan, pembeli, dan pemakai. Situasi dapat memberikan pengaruh yang kuat dalam perilaku konsumen. pengaruh situasi ini dapat timbul dari pengaruh fisik (lokasi, tata ruang, suara, warna), lingkungan sosial (orang lain), waktu atau momen, tugas (tujuan dan sasaran), serta keadaan antasedan (suasana hati dan kondisi sementara konsumen).



3.1.4.2 Perbedaan Individu Menurut Engel et al. (1994), perbedaan individu adalah faktor internal yang menggerakkan dan mempengaruhi perilaku. Perilaku mereka dipengaruhi oleh (1) sumberdaya konsumen; (2) motivasi dan keterlibatan; (3) pengetahuan; (4) sikap; (5) kepribadian, gaya hidup, dan demografi. Sumberdaya konsumen atau apa yang tersedia di masa datang berperan penting dalam keputusan pembelian. Setiap konsumen membawa tiga sumberdaya ke dalam situasi pengambilan keputusan, yaitu (1) sumberdaya ekonomi (pendapatan dan kekayaan), (2) sumberdaya kognitif (kapasitas untuk pengolahan informasi), dan (3) sumberdaya temporal (waktu).



Motivasi adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhannya dan memperoleh kepuasan dari pemenuhan kebutuhan tersebut. Perilaku yang termotivasi diprakarsai oleh pengaktifan kebutuhan atau pengenalan kebutuhan. Kebutuhan atau motivasi diaktifkan ketika ada ketidakcocokan antara kondisi yang diinginkan dengan kondisi aktual. Keterlibatan mengacu pada tingkat relevansi yang disadari dalam tindakan pembelian dan komsumsi. Bila keterlibatan tinggi, ada motivasi lebih kuat untuk memperoleh dan mengolah informasi secara lebih lengkap. Pengetahuan didefinisikan sebagai informasi yang disimpan di dalam ingatan. Pengetahuan dibagi dalam tiga kategori, yaitu (1) pengetahuan produk, mencakup atribut produk dan kepercayaannya, (2) pengetahuan membeli, yaitu dimana dan kapan membeli, dan (3) pengetahuan pemakaian (dari ingatan konsumen dan iklan). Sikap merupakan keseluruhan evaluasi yang dilakukan konsumen. sikap ini dilakukan konsumen berdasarkan pandangannya terhadap produk dan proses belajar baik dari pengalaman sendiri atau dari orang lain. Masing-masing sikap ini akan bergantung pada kualitas pengalaman komsumen dengan objek sikap sebelumnya. Kepribadian, demografi, dan gaya hidup merupakan sikap yang penting untuk mengerti mengapa orang memperlihatkan perbedaan dalam mengkonsumsi produk dan preferensi merek. Kepribadian dalam perilaku konsumen didefinisikan sebagai respon yang konsisten terhadap stimulasi lingkungan. Demografi mendeskripsikan pangsa konsumen dalam istilah usia,



pendapatan, dan pandidikan. Gaya hidup merupakan pola yang digerakkan orang untuk menghabiskan sumberdaya yang dimiliki.



3.1.4.3 Pengaruh Psikologis Kotler



(2000)



menyebutkan



bahwa



pembelian



yang



dilakukan



dipengaruhi oleh empat faktor psikologis utama, yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan dan keyakinan, serta pendirian. Sedangkan proses psikologis sendiri meliputi tiga proses, yaitu (1) pemrosesan informasi, (2) pembelajaran, dan (3) perubahan sikap dan perilaku. Pemrosesan informasi mengacu pada proses yang dengannya suatu stimulus diterima, ditafsirkan, disimpan dalam ingatan, dan belakangan diambil kembali. Pembelajaran merupakan proses di mana pengalaman menyebabkan perubahan dalam pengetahuan, sikap, dan perilaku. Perubahan sikap atau perilaku adalah proses psikologis terakhir yang berkaitan dengan keputusan yang akan diambil oleh konsumen.



3.1.5



Atribut Produk Menurut Engel et al. (1994), keunikan suatu produk dapat dengan mudah



menarik perhatian konsumen. Keunikan ini dapat terlihat dari atribut-atribut yang dimiliki oleh suatu produk. Atribut produk adalah karakteristik suatu produk yang berfungsi sebagai atribut evaluatif selama pengambilan keputusan di mana atribut tersebut tergantung pada jenis produk dan tujuannya. Atribut produk terdiri dari tiga tipe, yaitu ciri-ciri atau rupa (features), fungsi (function), dan manfaat (benefit). Penjual perlu mengetahui sikap konsumen yang mendukung atau tidak



mendukung produk mereka. Penjual perlu sekali mengetahui alasan pada sikap ini, terutama pada atribut yang diinginkan konsumen seperti tipe ciri dan tipe manfaat. Atribut pada tipe ciri dapat berupa ukuran, karakteristik suatu produk (rasa, warna, harga), komponen atau bagian-bagiannya, bahan dasar, proses manufaktur, servis atau jasa, penampilan, harga, susunan maupun trademark atau tanda merek dan lain-lain. Sementara tipe manfaat dapat berupa kegunaan, kesenangan yang berhubungan dengan indera, dan non material seperti kesehatan dan kemudahan serta kenyamanan. Sedangkan menurut Limbong dan Sitorus (1987) yang dimaksud dengan atribut produk adalah mutu, penampilan, pilihan gaya, merek, pengemasan, dan jenis produk. Sementara menurut Kotler (2000), atribut adalah mutu ciri dan model produk.



3.1.6



Preferensi Konsumen Preferensi konsumen didefinisikan sebagai pilihan suka atau tidak suka



oleh seseorang terhadap suatu produk barang atau jasa yang dikonsumsi. Menurut Kotler (2000), preferensi konsumen menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagai pilihan produk yang ada. Teori preferensi digunakan untuk menganalisis tingkat kepuasan bagi konsumen, misalnya bila seseorang konsumen ingin mengkonsumsi produk dengan sumberdaya terbatas maka ia harus memilih alternatif sehingga nilai guna atau utilitas yang diperoleh mencapai optimal. Preferensi konsumen dapat diketahui dengan mengukur tingkat kegunaan dan nilai relatif penting setiap atribut yang terdapat pada suatu produk. Atribut fisik yang ditampilkan pada suatu produk dapat menimbulkan daya tarik pertama



yang dapat mempengaruhi konsumen. Penilaian terhadap produk menggambarkan sikap konsumen terhadap produk tersebut dan sekaligus dapat mencerminkan perilaku konsumen dalam membelanjakan dan mengkonsumsi suatu produk. Konsumen memiliki sikap berbeda-beda dalam menimbang atribut yang dianggap penting. Mereka akan memberikan perhatian terbesar pada atribut yang memberikan manfaat-manfaat yang dicarinya. Pasar sebuah produk sering disegmentasikan berdasarkan atribut yang menonjol dalam kelompok konsumen yang berbeda (Kotler, 2000).



3.1.7



Kepuasan Konsumen Engel et al., (1994) mengungkapkan bahwa kepuasan merupakan hasil



evaluasi pasca konsumsi, bahwa sesuatu yang dipilih melebihi atau tidak melebihi harapannya. Tingkat kepuasan konsumen dapat digambarkan seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2. Tujuan Perusahaan



Nilai Produk bagi Konsumen



Kebutuhan dan Keinginan Konsumen



Harapan Konsumen terhadap Produk



Produk



Tingkat Kepuasan Konsumen Gambar 2. Tingkat Kepuasan Konsumen Sumber : Engel et al., (1994) Kotler (2000) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang dan kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi/kesannya



terhadap kinerja (hasil suatu produk) dengan harapan-harapannya. Kepuasan merupakan fungsi dari persepsi atas kinerja dan harapan. Jika kinerja berada di bawah harapan, maka konsumen akan merasa puas. Sebaliknya, jika kinerja memenuhi harapan, maka konsumen akan puas. Umumnya harapan konsumen merupakan perkiraan atau keyakinannya tentang apa yang akan diterimanya apabila ia membeli atau mengkonsumsi suatu produk. Sedangkan kinerja merupakan persepsi konsumen terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk yang bersangkutan. Kotler mendefinisikan bahwa terdapat empat perangkat untuk melacak dan mengukur kepuasan pelanggan. Keempat perangkat tersebut adalah sebagai berikut : a. Sistem Keluhan dan Saran Perusahaan yang berfokus pada pelanggan mempermudah pelanggannya untuk memberikan saran dan keluhan. Hal ini dilakukan untuk melaksanakan komunikasi dua arah. Informasi yang diperoleh merupakan sumber gagasan yang baik untuk meyakinkan perusahaan bertindak cepat untuk menyelesaikan masalah. b. Survei Kepuasan Pelanggan Perusahaan-perusahaan akan mengukur kepuasan pelanggan secara langsung dengan melakukan survei berkala jika perusahaan tidak dapat menggunakan keluhan sebagai ukuran kepuasan konsumen. Perusahaan akan mengirimkan daftar pertanyaan atau menelepon pelanggan-pelanggan terakhir mereka sebagai sampel acak dan menanyakan apakah mereka sangat puas, puas, biasa saja, kurang puas, atau sangat tidak puas terhadap aspek kinerja perusahaan.



Selain



mengumpulkan



informasi



tentang



kepuasan



pelanggan,



perusahaan juga mengajukan pertanyaan tambahan untuk mengukur keinginan pelanggan untuk membeli ulang. Pembelian ulang biasanya tinggi jika kepuasan pelanggan tinggi. c. Belanja Siluman Perusahaan-perusahaan dapat membayar orang-orang untuk bertindak sebagai pembeli potensial guna melaporkan hasil temuan mereka tentang kekuatan dan kelemahan yang mereka alami ketika membeli produk perusahaan dan produk pesaing. Para pembelanja siluman itu bahkan dapat menyampaikan masalah tertentu untuk menguji apakah staf penjualan dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan baik. d. Analisis Pelanggan yang Hilang Perusahaan terus menghubungi para pelanggan yang berhenti membeli atau berganti pemasok untuk mempelajari sebabnya. Bukan saja penting untuk melakukan wawancara keluar ketika pelanggan mulai berhenti membeli, tetapi juga harus memperhatikan tingkat kehilangan pelanggan. Jika tingkat kehilangan pelanggan meningkat, itu menunjukkan bahwa perusahaan gagal memuaskan pelanggannya.



3.1.8



Garis Anggaran dan Kurva Indiferen Karena keterbatasan pendapatan, konsumen tidak mungkin memenuhi



semua keinginan dan kebutuhannya tanpa batas. Pilihan yang nantinya diambil adalah pilihan yang menghasilkan kepuasan optimal bagi konsumen. Pilihan yang mungkin dipilih konsumen tersebut dapat dinyatakan pada garis anggaran. Garis



ini merupakan kombinasi komoditi yang tersedia bagi konsumen jika ia membelanjakan sejumlah uang tetap (dalam hal ini penghasilannya) pada tingkat harga tertentu komoditas tersebut. garis ini terkadang disebut garis isocost, karena semua titik pada garis tersebut mengungkapkan sejumlah barang dengan pengorbanan biaya yang sama. Garis anggaran mengandung beberapa sifat penting, yaitu : (1) titik-titik pada garis anggaran menggambarkan sekumpulan barang-barang yang harga belinya persis menghabiskan seluruh penghasilan konsumen; (2) titik-titik diantara garis anggaran dan titik nol menggambarkan sekumpulan barang-barang yang harga belinya lebih rendah daripada pendapatan rumah tangga; (3) titik-titik di atas garis anggaran menggambarkan kombinasi barang-barang yang harga belinya melampaui pendapatan konsumen. Garis anggaran untuk dua komoditi dapat dilihat pada Gambar 3. Kuantitas barang B



c b



Garis Anggaran



a Kuantitas barang A



Gambar 3. Garis Anggaran Pendapatan nominal yang berbeda menghasilkan garis anggaran yang berbeda pula. Semakin besar pendapatan konsumen, garis anggarannya semakin menjauhi nol (c), sedangkan semakin kecil pendapatan akan menghasilkan garis anggaran yang semakin mendekati titik nol (a). Ini berarti konsumen dengan pendapatan lebih kecil mempunyai daya beli yang lebih rendah dibandingkan konsumen yang pendapatannya lebih tinggi.



Apabila harga nominal semua komoditi berubah secara proporsional, dengan pendapatan yang konstan, garis anggaran juga akan mengalami perubahan sesuai perubahan harga. Peningkatan harga akan menyebabkan garis anggaran bergeser ke luar atau menjauhi titik nol (c). Sedangkan penurunan harga akan menyebabkan garis anggaran bergeser ke dalam atau mendekati titik nol (c). Untuk harga bertingkat pada suatu komoditi, harga yang lebih mahal menuntut garis anggaran yang lebih jauh dari titik nol daripada harga yang lebih murah. Ini konsumen dengan pendapatan lebih besar memiliki kemampuan mengkonsumsi produk yang harganya lebih tinggi dibandingkan konsumen yang pendapatannya lebih rendah. Dari seluruh alternatif komoditas yang ditawarkan pada konsumen, akan dipilih alternatif yang menghasilkan kepuasan optimal. kombinasi komoditi yang menghasilkan kepuasan yang sama ditunjukkan oleh kurva indiferen (Gambar 4). Titik dimanapun di atas kurva menunjukkan kombinasi alternatif yang lebih disukai oleh konsumen dibandingkan dengan kombinasi yang ditunjukkan oleh titik-titik pada kurva indiferen. Sedangkan titik yang berada di sebelah kiri dan bawah kurva merupakan kelompok barang yang bersifat kurang memuaskan dibandingkan dengan titik-titik pada kurva. Kuantitas barang B



Kurva Indiferen



Kuantitas barang A



Gambar 4. Kurva Indiferen



Himpunan beberapa kurva indiferen dinamakan peta indiferen. Semakin jauh kurna indiferen dari titik nol, semakin tinggi tingkat kepuasan yang didapatkan dari kombinasi barang manapun yang ditunjukkan oleh titik-titik pada kurva tersebut. Garis anggaran menerapkan berbagai kemungkinan yang tersedia bagi konsumen. Sedangkan kurva indiferen menggambarkan berbagai preferensi konsumen. Untuk memperkirakan kenyataan yang dilakukan konsumen, garis anggaran dan kurva indiferen harus digabungkan. Kepuasan maksimum konsumen akan tercapai pada titik saat kurva indiferen menyinggung garis anggaran (titik equilibrium). Telah dijelaskan sebelumnya bahwa semakin tinggi pendapatan, garis anggarannya juga akan semakin menjauhi titik nol. Untuk setiap tingkat pendapatan yang berbeda, terdapat kurva indiferen yang berbeda pula dengan posisi ekuilibrium di mana kurva indiferen menyinggung garis anggaran yang relevan. Jika titik-titik equilibrium tersebut dihubungkan, maka kita akan menelusuri garis pendapatan-konsumsi (Gambar 5). Garis ini menggambarkan bagaimana pola konsumsi berubah karena perubahan pendapatan dengan harga relatif dipertahankan tetap konstan. Semakin tinggi pendapatan konsumen, maka akan semakin tinggi daya belinya dan semakin tinggi kepuasan yang akan diperolehnya. Pada harga bertingkat, posisi garis anggaran yang semakin jauh dari titik nol juga menunjukkan bahwa harga nominal pada titik-titik yang berada pada garis anggaran tersebut lebih mahal daripada garis anggaran yang lebih dekat dengan titil nol. Kurva indiferen yang berbeda pada garis anggaran yang berbeda



(berdasarkan perbedaan harga nominal) memperlihatkan bahwa kepuasan konsumen lebih tinggi jika mengkonsumsi produk dengan harga lebih tinggi. Untuk komoditi beras, harga yang lebih tinggi menunjukkan kualitas yang lebih baik sehingga dengan membeli beras dengan harga yang lebih tinggi kemungkinan besar konsumen akan mendapatkan kepuasan yang lebih tinggi juga. Kuantitas barang B



Garis pendapatan-konsumsi E3 E2 E1



Kuantitas barang A



Gambar 5. Garis Pendapatan-Konsumsi



3.1.9



Skala Likert Menurut Simamora (2005), skala Likert adalah skala yang memberi



peluang kepada responden untuk mengekspresikan perasaan mereka dalam bentuk persetujuan terhadap suatu pernyataan. Jumlah pilihan jawaban bisa tiga, lima, tujuh, yang jelas harus ganjil. Informasi yang diperoleh dari skala Likert berupa skala pengukuran ordinal.



3.1.10 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif menggambarkan dan meringkaskan berbagai kondisi, situasi, atau berbagai variabel. Analisis deskriptif berkaitan dengan pengumpulan data untuk memberikan gambaran atau penegasan suatu konsep atau gejala, juga untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sehubungan dengan status objek saat ini. Analisis deskriptif terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah, keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya. Sifatnya hanya mengungkap fakta. Hasil penelitian lebih ditekankan pada pemberian gambaran secara objektif tentang keadaan yang sebenarnya dari objek yang diselidiki. Akan tetapi, guna mendapatkan manfaat yang lebih luas disamping mengungkap fakta, diberikan interpretasi yang cukup kuat (Wirartha, 2006).



3.1.11 Customer Satisfaction Index (CSI) Customer Satisfaction Index digunakan untuk menentukan tingkat kepuasan



pelanggan



secara



menyeluruh



dengan



pendekatan



yang



mempertimbangkan tingkat kepentingan dari atribut-atribut kualitas jasa yang diukur. Skor IPA dari setiap dimensi dan atribut kualitas jasa digunakan untuk menghitung nilai CSI, sehingga dapat diketahui tingkat kepuasan terhadap kinerja pelayanan (Hidayati, 2004).



3.1.12 Important and Performance Analysis (IPA) Analisis ini merupakan dasar bagi manajemen dalam pengambilan keputusan tentang tindakan apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki kinerja perusahaan demi meningkatkan kepuasan pelanggan. Dari analisis ini akan



dihasilkan empat kuadran yang terbentuk dari tingkat kepentingan dan tingkat kinerja. Tingkat kepentingan yang dimaksud adalah seberapa penting suatu atribut bagi pelanggan. Sedangkan tingkat kinerja adalah kinerja aktual dari atribut yang dirasakan oleh konsumen. Tingkat kinerja ini erat kaitannya dengan penilaian konsumen. Setiap kuadran yang terbentuk merupakan penilaian dari konsumen terhadap atribut-atribut produk. Dari kuadran-kuadran tersebut akan didapat kesimpulan mengenai produk yang ada di pasaran saat ini dan produk yang diharapkan konsumen sehingga dapat diambil tindakan bagi produsen terkait dengan upaya menghasilkan suatu produk yang dapat memuaskan konsumen.



3.1.13 Bauran Pemasaran Bauran pemasaran merupakan seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus-menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran (Kotler, 2005). Bauran pemasaran merupakan kumpulan variabel yang terdiri dari produk (product), harga (price), saluran distribusi (place), dan promosi (promotion), yang semuanya harus saling mendukung satu dengan yang lainnya. 1. Produk (product) Produk merupakan elemen kunci dalam penawaran pasar (market offering). Produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan produk yang dipasarkan (Kotler, 2005). Produk-produk yang ditawarkan meliputi barang fisik, jasa, pengalaman, acaraacara, orang, tempat, properti, organisasi, dan gagasan. Dalam penyusunan



penawaran permintaan pasar, pemasar perlu bertindak berdasarkan bauran produk, lini produk, merek, kemasan, dan label. Menurut Kotler (2005), dalam merencanakan tawaran pasar, pemasar perlu berfikir melalui lima level produk dimana tiap levelnya akan menambah nilai pelanggan dan akan membentuk hierarki nilai pelanggan. Level paling dasar adalah manfaat inti (core benefit), yaitu jasa dan manfaat dasar yang sesungguhnya dibeli oleh pelanggan. Pada level kedua, pemasar harus merubah manfaat inti menjadi produk dasar (basic product). Pada level ketiga, pemasar menyiapkan produk yang diharapkan (expected product) yaitu serangkaian atribut dan kondisi yang biasanya diharapkan oleh para pembeli ketika mereka membeli produk tersebut. Pada level keempat, pemasar menyiapkan produk yang ditingkatkan (augmented product), yaitu produk yang melampaui harapan pelanggan. Pada level terakhir, pemasar menjadikan produknya menjadi produk potensial (potential product), yang mencakup peningkatan dan transformasi yang pada akhirnya akan dialami produk tersebut dimasa yang akan datang. 2. Harga (price) Harga adalah bentuk pengorbanan ekonomi yang dilakukan oleh konsumen untuk mendapatkan nilai suatu produk. Secara tradisional harga berperan menjadi penentu utama dari pilihan pembeli. Konsumen selalu membandingkan pengorbanan yang mereka berikan melalui harga yang akan mereka bayarkan dengan persepsi nilai produk yang akan mereka miliki. Pada dasarnya seorang pelanggan membeli suatu produk hanya jika produk tersebut lebih dibandingkan dengan jumlah uang yang dibayarkan untuk memperoleh produk tersebut.



Harga merupakan satu-satunya elemen bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan. Harga juga merupakan bauran pemasaran yang fleksibel, karena harga dapat berubah dengan cepat tidak seperti ciri khas (feature) dan perjanjian distribusi. Pengaruh harga terhadap konsumen merefleksikan beberapa faktor, antara lain harga yang menurut konsumen pantas dibayarkan untuk sebuah produk, alternatif harga yang tersedia bagi konsumen, harga yang dibayarkan konsumen di masa lalu, dan sensitifitas konsumen terhadap perubahan harga (Assail dalam Widaningsih, 2004). Produk dengan nilai (value) yang lebih tinggi kepada pelanggannya. 3. Saluran Distribusi (place) Kesuksesan dalam pemasaran senanatiasa diawali oleh kemampuan memilih dan menggunakan saluran distribusi yang tepat. Keputusan saluran distribusi merupakan salah satu keputusan yang paling kritis yang dihadapi oleh menejemen. Saluran yang dipilih akan sangat mempengaruhi semua keputusan pemasaran. Hal ini disebabkan karena saluran distribusi akan menjamin ketersediaan produk dipasaran. Menurut Kotler (2000), terdapat empat level saluran pemasaran untuk barang konsumen, yaitu : (1) saluran level nol (saluran pemasaran langsung), (2) saluran satu level berisi perantara penjual seperti pengecer, (3) saluran dua level berisi dua perantara, umumnya adalah pedagang besar pemborong, dan pengecer. 4. Promosi (promotion) Menurut Kotler (2000), promosi adalah kunci dalam kampanye pemasaran, yang terdiri dari kumpulan kiat, intensif, umumnya bersifat jangka pendek dan dirancang untuk menstimuli pembelian sejumlah produk oleh



konsumen. promosi menjadi hal yang penting saat ini karena dalam pemasaran modern konsumen memerlukan lebih banyak pengembangan produk yang baik, penawaran dengan harga yang menarik, dan kemudahan untuk dijangkau. Bauran komunikasi pemasaran terdiri dari lima komponen utama, yaitu : (1) periklanan, semua bentuk penyajian dan promosi non personal atas ide, barang, atau jasa yang dilakukan oleh perusahaan sponsor tertentu, (2) promosi penjualan, terdiri dari berbagai insentif jangka pendek yang mendorong keinginan untuk mencoba atau membeli suatu produk atau jasa, (3) hubungan masyarakat dan publisitas, berbagai program untuk mempromosikan dan atau melindungi citra perusahaan atau masing-masing produknya, (4) penjualan pribadi, interaksi langsung dengan pembeli atau lebih guna untuk presentasi, menjawab pertanyaan dan penerimaan pesanan, dan (5) pemasaran langsung, penghubung non personal lain untuk berkomunikasi secara langsung dengan pelanggan dan mendapatkan tanggapan langsung dari pelanggan, dan calon pelanggan tertentu.



3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Beras adalah komoditas pangan pokok yang dikonsumsi lebih dari 90 % penduduk Indonesia. Ini mengakibatkan konsumsi beras nasional yang meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Permintaan beras yang tinggi ini menunjukkan bahwa prospek beras saat ini dan di masa mendatang akan sangat menguntungkan. Seiring meningkatnya jumlah penduduk dari waktu ke waktu, terjadi pula perkembangan preferensi konsumen terhadap beras. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan pendidikan dan pendapatan, serta perubahan gaya hidup sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan kesadaran kualitas dan



kontinyuitas keberadaan beras. Selain itu, adanya berbagai karakteristik konsumen dan kelas sosial menyebabkan preferensi yang berbeda antar konsumen. Perbedaan ini membutuhkan penanganan yang berbeda pula dalam kebijakan atau strategi yang akan dihasilkan para pengusaha beras. Konsep pemasaran yang dihasilkan menitikberatkan kepada apa yang diinginkan konsumen. Dengan ini diharapkan apa yang diproduksi sesuai dengan apa yang dibutuhkan dan diharapkan konsumen. Penelitian mengenai perilaku konsumen beras saat ini dirasakan sangat diperlukan untuk membantu tersalurkannya produk yang sesuai dengan pasar target yang ingin dikuasai produsen. Dalam penelitian ini, konsumen terlebih dahulu dibedakan berdasarkan kelas sosialnya, yaitu kelas bawah, menengah, dan atas. Kemudian perilaku konsumen tersebut dibandingkan, sesuai alur proses keputusan pembelian dan preferensi konsumen tersebut. Studi perilaku konsumen yang akan dilakukan terkait dengan karakteristik, proses keputusan pembelian, serta preferensi konsumen beras. Melalui analisis deskriptif, karakteristik dan proses keputusan konsumen akan disusun secara ringkas untuk melihat gambaran berbagai kondisi, situasi, atau variabel. Selain itu, analisis ini juga



menjawab pertanyaan-pertanyaan



sehubungan dengan status objek yang sedang diteliti saat ini. Metode yang digunakan dalam menganalisis preferensi konsumen adalah Important & Performance Analisys (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). Hasil dari analisis ini adalah preferensi konsumen mengenai atribut-atribut beras. Apa saja atribut yang dianggap sangat penting, penting, biasa, tidak penting, bahkan sangat



tidak penting dari suatu produk, dalam hal ini adalah beras. Selain itu, penelitian ini juga akan menunjukkan kinerja atribut-atribut beras yang selama ini berada di pasaran, serta kepuasan konsumen secara keseluruhan terhadap atribut-atribut beras. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait dengan preferensi konsumen saat ini sehingga dapat menjadi dasar dalam rekomendasi strategi pemasaran mengenai tindakan apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki kinerja sesuai harapan konsumen.



• Beras merupakan makanan pokok yang dikonsumsi lebih dari 90 % penduduk Indonesia • Permintaan beras nasional yang tinggi karena peningkatan jumlah penduduk • Berkembangnya preferensi konsumen terhadap kualitas dan kontinyuitas beras



Produsen harus menghasilkan beras yang sesuai dengan harapan dari target pasar yang dituju



Studi perilaku konsumen



Karakteristik



Proses keputusan pembelian



Analisis Deskriptif



• Perbedaan Individu • Pengaruh Lingkungan • Proses Psikologis



Tingkat kepentingan konsumen terhadap atribut beras



Tingkat kepuasan konsumen terhadap atribut beras



Important &Performance Analisys (IPA)



Customer Satisfaction Index (CSI)



Perilaku konsumen yang mewakili beberapa segmen pasar beras



Rekomendasi bauran yang sesuai berdasarkan studi perilaku konsumen



Gambar 6. Bagan Alir Kerangka Pemikiran Operasional



BAB IV METODE PENELITIAN



4.1



Lokasi dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan Mulyorejo Surabaya Jawa



Timur. Penentuan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu sentra produksi padi di Indonesia, dan Surabaya adalah salah satu kota besar dengan tingkat konsumerisme yang tinggi di provinsi tersebut. Kecamatan Mulyorejo merupakan kecamatan dengan persentase lahan pemukiman penduduk terbesar dibandingkan kecamatan lainnya. Selain itu, kecamatan ini juga mempunyai penduduk dengan latar belakang status sosial yang beragam dari kelas bawah sampai kelas atas, dan memperoleh beras dengan membeli (bukan memproduksi sendiri). Pengumpulan data di lokasi penelitian dilakukan pada bulan Februari Maret 2007.



4.2



Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer



dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara terhadap konsumen dipandu kuesioner yang telah disediakan sebelumnya. Data sekunder diperoleh dari studi di Perpustakaan LSI IPB, Perpustakaan Sosial Ekonomi Pertanian, Pusat Studi Sosial Ekonomi, Badan Pusat Statistik, Kantor Kelurahan dan Kecamatan Mulyorejo, buku, internet, dan literatur-literatur lainnya yang terkait dengan topik penelitian.



4.3



Metode Penarikan Sampel Metode penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah



Non Probability Sampling, yaitu dengan metode Convinience Sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan terhadap konsumen yang pada saat tersebut sedang berada di rumah dan bersedia mengisi kuesioner yang telah disediakan. Konsumen juga harus memenuhi persyaratan sebagai responden, yaitu seseorang yang telah mengerti prosedur tanya jawab dalam kuesioner dan telah memiliki aksesibilitas pribadi dalam pengambilan keputusan. Telah dijelaskan pada perumusan masalah bahwa perbedaan kelas sosial akan mempengaruhi perbedaan sikap serta tindakan yang diambil konsumen dalam proses keputusan pembelian beras dan atribut-atribut yang dianggap penting. Hal ini mengakibatkan adanya kebutuhan strategi pemasaran yang berbeda bagi setiap kelas sosial. Lapisan kelas sosial dalam penelitian ini dibuat dengan menggunakan kriteria tahapan keluarga sejahtera yang dikeluarkan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), yaitu Keluarga Pra Sejahtera, Keluarga Sejahtera I (KS I), Keluarga Sejahtera II (KS II), Keluarga Sejahtera III (KS III), dan Keluarga Sejahtera III plus (KS III plus). Keterangan mengenai karakteristik pembagian oleh BKKBN tersebut dapat dilihat pada Lampiran 11. Lapisan tersebut kemudian disederhanakan menjadi tiga kelas sosial berdasarkan tingkatan ekonomi, yaitu kelas bawah terdiri dari Keluarga Pra Sejahtera dan KS I, kelas menengah terdiri dari KS II, dan kelas atas terdiri dari KS III dan KS III plus. Penentuan jumlah sampel dari populasi yang akan diteliti ditentukan dengan rumus Slovin dalam



Umar (2002). Jumlah penduduk Kelurahan



Mulyorejo adalah 16.390 orang. Berdasarkan perhitungan Slovin, untuk mengetahui jumlah responden, dapat diformulasikan dengan rumus : n =



16.360 N = = 99,39 (dibulatkan ke atas menjadi 100) 2 1 + Ne 1 + 16.360 (0,1) 2



Keterangan :



N = jumlah populasi n = jumlah sampel e = persen



kelonggaran



ketidaktelitian



karena



kesalahan



pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir (10 %). Berdasarkan perhitungan di atas, maka responden dalam penelitian ini berjumlah 100 orang. Penentuan jumlah sampel pada masing-masing kelas ditentukan secara merata. Hal ini dikarenakan jumlah KK pada setiap kelas terbagi hampir rata. Kelas bawah di Kelurahan Mulyorejo sebanyak 33,17 persen, kelas menengah 33,55 persen, sedangkan kelas atas 33,27 persen. Sampel diambil dari kelas bawah 33 orang, kelas menengah 33 orang, dan kelas atas 34 orang.



4.4



Metode Pengumpulan Data



Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan teknik survei. Teknik survei adalah pengumpulan data primer dengan melakukan tanya jawab dengan responden (Simamora, 2004). Instrumen utama yang digunakan dalam



penelitian



ini



adalah



berupa



kuesioner,



yang



disusun



untuk



mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik , proses pengambilan keputusan, preferensi, dan kepuasan konsumen beras di Surabaya. Jenis kuesioner tersebut adalah pertanyaan terstruktur dan pertanyaan tidak terstruktur. Pertanyaan terstruktur adalah pertanyaan yang jawabannya telah ditentukan sebelumnya, sehingga responden cukup memilih jawaban yang telah



disediakan pada pertanyaan tersebut. Sedangkan pertanyaan tidak terstruktur adalah daftar pertanyaan yang memberi kebebasan kepada responden untuk menjawab pertanyaan itu dengan cara yang bebas, menurut pengertiannya sendiri, menurut logikanya sendiri, dengan memakai istilah dan gaya bahasanya sendiri. Kuesioner tersebut terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama adalah pertanyaan mengenai identitas dan karakteristik umum responden, bagian kedua adalah mengenai proses pengambilan keputusan pembelian konsumen, dan bagian ketiga adalah pertanyaan mengenai tingkat kepentingan dan kinerja atribut beras menurut konsumen. Pengumpulan data dilakukan dengan mendatangi tempat tinggal konsumen. Konsumen yang dijumpai ditanyai kesediaannya untuk menjadi responden. Apabila konsumem tersebut bersedia,



baru dilakukan pengisian



kuesioner. Kategori responden yang diambil adalah orang yang telah mengerti prosedur tanya jawab dalam kuesioner dan telah memiliki aksesibilitas pribadi dalam mengambil keputusan mengenai pembelian beras.



4.5



Metode Pengolahan dan Analisis Data



Penelitian ini menggunakan analisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel 2003 untuk perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) dan untuk tabulasi deskriptif yang meringkas dan



mempermudah pemahaman mengenai proses keputusan pembelian. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan Minitab 14 untuk analisis tingkat kepentingan dan kepuasan pelanggan atau Importance and Performance Analysis (IPA).



4.6.1



Analisis Deskriptif



Analisis ini adalah analisis yang menghasilkan output data sampai pada taraf deskriptif, yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah dipahami dan disimpulkan. Kesimpulan yang diberikan selalu memiliki dampak faktual yang jelas sehingga semuanya selalu dapat dikembalikan langsung pada data yang diperoleh (Winartha, 2006). Metode analisis deskriptif digunakan untuk mendapatkan gambaran tentang identitas dan latar belakang konsumen secara keseluruhan serta untuk mengetahui proses pengambilan keputusan konsumen. Langkah awal dalam analisis deskriptif adalah membuat tabel frekuensi sederhana berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari kuesioner. Data tersebut kemudian dikelompokkan berdasarkan jawaban yang sama,



ditabulasikan, kemudian dipersentasikan. Langkah



berikutnya adalah menginterpretasikan data hasil tabulasi tersebut.



4.6.2



Customer Satisfaction Index (CSI) Customer Satisfaction Index digunakan untuk menentukan tingkat



kepuasan



pelanggan



secara



menyeluruh



dengan



pendekatan



yang



mempertimbangkan tingkat kepentingan dari atribut-atribut kualitas jasa yang diukur. Metode pengukuran CSI ini meliputi tahap-tahap sebagai berikut (Stratford, 2007) : (1). Menghitung weighting factors (WF), yaitu mengubah nilai rata-rata tingkat kepentingan atau mean important score (MIS) masing-masing atribut menjadi angka persentase (%) dari total nilai rata-rata tingkat kepentingan untuk seluruh atribut yang diuji. Rumusnya :



WF =



MISi x 100% Total MIS



Dimana : i = atribut ke-i (2). Menghitung weigted score (WS), yaitu nilai perkalian antar nilai rata-rata tingkat kinerja atau kepuasan atau mean satisfaction score (MSS) masingmasing atribut dengan weighting factors masing-masing atribut. Rumusnya : WS = MSS x WF (3). Menghitung weighted average total (WAT), yaitu menjumlahkan weigted score dari semua atribut. Dalam penelitian ini, atribut berjumlah 20.



Rumusnya : WAT = WS1+WS2+….+WS20 (4). Manghitung customer satisfaction index (CSI), yaitu weighted average total (WAT) dibagi highest scale (HS) atau skala maksimal yang digunakan (penelitian ini menggunakan skala maksimal 5), kemudian dikali 100 %. Rumusnya : CSI =



WAT x 100% HS



Tingkat kepuasan responden secara menyeluruh dapat dilihat dari kriteria tingkat kepuasan. Kepuasan tertinggi dicapai bila CSI menunjukkan 100 %. Rentang kepuasan berkisar dari 0 – 100 %. Berdasarkan Simamora (2005), untuk membuat skala linier numerik, pertama-tama kita cari rentang skala (RS) dengan rumus : RS =



m−n b



Dimana :



m = skor tertinggi n = skor terendah b = jumlah kelas atau kategori yang akan dibuat



Untuk penelitian ini, rentang skalanya adalah : RS =



100 % − 0 % = 20 % 5



Berdasarkan rentang skala di atas, maka kriteria kepuasannya adalah sebagai berikut : 0 % < CSI ≤ 20 %



=



sangat tidak puas



20 % < CSI ≤ 40 %



=



tidak puas



40 % < CSI ≤ 60 %



=



biasa



60 % < CSI ≤ 80 %



=



puas



80 % < CSI ≤ 1.00 %



=



sangat puas



4.6.3



Importance and Performance Analysis (IPA)



Alat analisis lain yang digunakan adalah Importance and Performance Analysis (IPA) atau Analisis Tingkat Kepentingan dan Kinerja. Tingkat kepentingan yang dimaksud adalah seberapa penting suatu atribut bagi pelanggan. Sedangkan tingkat kinerja adalah kinerja aktual dari atribut yang dirasakan oleh konsumen. Tingkat kinerja ini erat kaitannya dengan penilaian konsumen. Tingkat kepentingan dan kinerja dalam penelitian ini menggunakan 5 tingkat skala Likert. Tingkat kepentingan penilaiannya terdiri dari sangat penting diberi nilai 5, penting diberi nilai 4, biasa diberi nilai 3, tidak penting diberi nilai 2, dan sangat tidak penting diberi nilai 1. Begitu juga untuk kinerja, penilaian dengan 5 tingkat skala dari kinerja yang dianggap sangat tidak baik dengan nilai



1, tidak baik dengan nilai 2, biasa dengan nilai 3, baik dengan nilai 4, sampai kinerja yang dianggap sangat baik dengan nilai 5. Dalam analisis data ini terdapat dua buah variabel yang diwakili oleh huruf X dan Y, dimana X menunjukkan tingkat kinerja suatu produk, sementara Y menunjukkan tingkat kepentingan konsumen. Bobot penilaian atribut produk setiap responden (Xi) dan bobot penilaian kepentingan setiap responden (Yi) dirata-rata dan diformulasikan ke dalam diagram kartesius. Masing-masing atribut diposisikan dalam sebuah diagram, dimana skor rata-rata penilaian terhadap kinerja ( X ) menunjukkan posisi suatu atribut pada sumbu X, sementara posisi atribut pada sumbu Y ditunjukkan oleh skor rata-rata tingkat kepentingan atribut ( Y ). Rumusnya :



X=



∑ Xi n



dan



Y=



∑ Yi n



Dimana : X = bobot rata-rata tingkat penilaian kinerja atribut produk



Y = bobot rata-rata penilaian kepentingan pelanggan n = jumlah responden Diagram kartesius yang dimaksud di sini adalah suatu bangun yang dibagi menjadi empat bagian yang dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada suatu titik ( X , Y ). Nilai X dan Y digunakan sebagai pasangan koordinat titik-titik atribut yang memposisikan suatu atribut terletak dimana pada diagram kartesius. Rumusnya : n



X=



∑ Xi i =1



K



n



dan



Y=



∑ Yi i =1



K



Dimana : X



=



rata-rata dari rata-rata bobot tingkat kinerja responden atribut produk



Y



=



rata-rata dari rata-rata tingkat kepentingan responden atribut produk



K



=



banyaknya atribut yang mempengaruhi kepuasan pelanggan



Penjabaran diagram kartesius ditunjukkan pada gambar berikut.



Penting



Y I



II



Prioritas utama



Prioritas Prestasi



KEPENTINGAN



Y



Tidak Penting



III



IV



Prioritas Rendah



Berlebihan



X



X Tidak Baik



KINERJA



Baik



Gambar 7. Diagram Kartesius (Important and Performance Analisys) Sumber : Supranto (2001) Keterangan : 1. Prioritas Utama : Atribut yang berada pada kuadran ini memiliki tingkat



kepentingan yang cukup tinggi, namun memiliki kinerja di bawah rata-rata atau dinilai konsumen kurang memuaskan. Dengan demikian, kinerja atributatribut yang berada pada kuadran ini harus ditingkatkan agar dapat memuaskan konsumen. 2. Pertahankan Prestasi : Atribut pada kuadran II menjadi kekuatan produk



karena memiliki tingkat kepentingan dan kinerja yang tinggi. Semua atribut harus tetap dipertahankan karena atribut-atribut ini merupakan keunggulan dari produk tersebut.



3. Prioritas Rendah : Atribut pada kuadran III memiliki tingkat kepentingan



dan kinerja yang relatif rendah. Peningkatan kinerja atribut-atribut yang termasuk pada kuadran ini sebaiknya dilakukan setelah kinerja atribut-atribut pada kuadran I telah ditingkatkan sehingga sesuai dengan harapan konsumen karena peningkatan kinerja atribut-atribut pada kuadran III dianggap tidak penting oleh konsumen. 4. Berlebihan : Atribut yang berada pada kuadran ini adalah atribut yang



memiliki kinerja relatif baik namun tingkat kepentingannya rendah. Kinerja atribut-atribut pada kuadran ini dianggap berlebihan oleh konsumen sehingga investasi pada atribut-atribut pada kuadran ini sebaiknya dialihkan pada peningkatan kinerja atribut-atribut pada Kuadran I.



4.6



Definisi Operasional



1. Konsumen adalah setiap orang yang melakukan pembelian suatu produk atau jasa dengan tujuan untuk mengkonsumsi produk atau jasa tersebut, dalam penelitian ini produk yang dimaksud adalah beras. 2. Responden adalah konsumen beras yang telah mengerti prosedur tanya jawab



dalam kuesioner dan telah memiliki aksesibilitas pribadi dalam mengambil keputusan, serta bersedia mengisi kuesioner yang telah disediakan, dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu kelas bawah, kelas menengah, dan kelas atas. 3. Kelas Bawah adalah kelompok responden yang berasal dari keluarga Pra



Sejahtera dan Keluarga Sejahtera Tahap I. 4. Kelas Menengah kelompok responden yang berasal dari keluarga Keluarga



Sejahtera Tahap II.



5. Kelas Atas kelompok responden yang berasal dari Keluarga Sejahtera Tahap



III dan Keluarga Sejahtera Tahap III plus. 6. Atribut Produk adalah karakteristik atau ciri-ciri yang dimiliki suatu produk



yang berfungsi sebagai atribut evaluatif selama pengambilan keputusan. Dalam penelitian ini atribut yang diteliti berjumlah 19 atribut, yaitu kepulenan beras, aroma nasi, warna beras, kebersihan beras, broken, keseragaman butir beras, varietas beras, daya tahan beras, kemasan beras, merek, iklan beras, harga beras, lokasi penjual beras, keragaman varietas di tempat pembelian beras, keragaman harga di tempat pembelian beras, kenyamanan tempat pembelian, informasi oleh pedagang, pelayanan di tempat pembelian beras, dan kemudahan memperoleh beras. 7. Kualitas atau Mutu adalah keseluruhan ciri serta sifat beras yang



berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. 8. Karakteristik Responden dalam penelitian ini meliputi data responden



tentang usia, jenis kelamin, status pernikahan, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan. 9. Tahap Pengenalan Kebutuhan adalah tahap dimana konsumen menyadari



adanya kebutuhan untuk mengonsumsi beras. Tahap ini dijelaskan dengan mengetahui alasan/motivasi makan nasi (beras), kebutuhan beras per bulan dalam satuan kilogram, frekuensi makan per hari, serta pentingnya mengkonsumsi nasi dibandingkan bahan pangan lainnya. 10. Tahap Pencarian Informasi adalah tahap dimana konsumen mengaktifkan



kembali informasi mengenai beras yang pernah dikonsumsi atau konsumen



mencari informasi baru mengenai beras lain di pasaran. Tahap ini dijelaskan dengan mengetahui jenis pangan pokok dan jenis beras yang diketahui responden, sumber informasi, informasi yang dianggap penting untuk diketahui, serta sumber informasi yang paling dipercaya responden untuk pengambilan keputusan. 11. Tahap Evaluasi Alternatif adalah proses dimana suatu alternatif pilihan jenis



beras dievaluasi dan dipilih konsumen untuk memenuhi kebutuhannya. Tahap ini diukur dengan mengetahui pertimbangan awal konsumen mengenai atributatribut yang dianggap penting dalam melakukan pembelian. Dalam penelitian ini, atribut yang dipertimbangkan adalah 20 atribut. 12. Tahap Pembelian adalah tahap terpenting dalam proses keputusan pembelian



konsumen dimana pada tahap ini konsumen mengambil keputusan mengenai kapan konsumen akan melakukan pembelian beras, dimana pembelian tersebut dilakukan, dan bagaimana pembelian akan dilakukan. 13. Tahap Pasca-pembalian adalah tahap dimana konsumen melakukan



penilaian terhadap beras yang telah dibeli atau dikonsumsinya. Tahap ini diukur dari tingkat kepuasan konsumen. Jika konsumen merasa puas, maka ia akan melakukan pembelian ulang. Namun jika konsumen merasa tidak puas, maka ia akan mengalihkan pembelian ke tempat, produk atau jenis beras lainnya. 14. Faktor Pengaruh Lingkungan adalah faktor yang mempengaruhi proses



keputusan pembelian konsumen, dimana faktor ini terbentuk dari pengaruh budaya, kelas sosial, keluarga, dan situasi.



15. Faktor Perbedaan Individu adalah faktor internal yang menggerakkan dan



mempengaruhi perilaku konsumen. Faktor ini terbentuk dari sumber daya konsumen, motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, gaya hidup, dan demografi. 16. Faktor Proses Psikologis adalah faktor yang mempengaruhi proses keputusan



pembelian konsumen dimana proses psikologis ini dipengaruhi oleh proses pengolahan informasi, pembelajaran, dan perubahan sikap dan perilaku. 17. Strategi Produk adalah strategi yang berhubungan dengan segala sesuatu



yang ditawarkan ke pasar untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan produk yang dipasarkan. Dalam penelitian ini, strategi yang dimaksud terkait dengan kinerja sifat fisik beras. 18. Strategi



Harga



adalah



strategi



yang



berhubungan



dengan



bentuk



pengorbanan ekonomi yang dilakukan oleh konsumen untuk mendapatkan nilai suatu produk. 19. Strategi Distribusi adalah strategi yang berhubungan dengan berbagai



kegiatan yang dilakukan pelaku perdagangan beras yang membuat produknya terjangkau dan tersedia bagi responden. 20. Strategi Promosi adalah strategi yang berhubungan dengan kegiatan pelaku



perdagangan beras untuk mengkomunikasikan beras yang dijualnya dan menganjurkan responden untuk membelinya.



BAB V KARAKTERISTIK UMUM DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK UMUM SAMPEL



5.1



Karakteristik Umum Daerah Penelitian



Kelurahan Mulyorejo adalah salah satu kelurahan di Kecamatan Mulyorejo. Kelurahan ini diambil sebagai contoh daerah di Kecamatan Mulyorejo karena ketersediaan data untuk penelitian. Keseluruhan wilayahnya merupakan dataran dengan luas sekitar 301 Ha, berada pada ketinggian rata-rata 3 meter dari permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata 3000 mm/tahun. Kelurahan Mulyorejo berbatasan dengan beberapa kelurahan, antara lain : ƒ



Sebelah Utara



: Kelurahan Kalijudan



ƒ



Sebelah Selatan



: Kelurahan Manyar Sabrangan



ƒ



Sebelah Barat



: Kelurahan Mojo dan Pacar Kembang



ƒ



Sebelah Timur



: Kelurahan Suterejo dan Kalisari



Pemanfaatan lahan di Kelurahan Mulyorejo antara lain untuk pemukiman 252 Ha, bangunan 46 Ha, sarana rekreasi dan olahraga 2 Ha, dan lain-lain 1 Ha. Berikut merupakan perincian data penggunaan lahan di Kelurahan Mulyorejo. Tabel 5 Penggunaan Lahan di Kelurahan Mulyorejo Penggunaan Lahan Pemukiman real estate Pemukiman umum Pemukiman pejabat pemerintah Pemukiman ABRI Perkantoran Sekolah Pertokoan Rekreasi dan olahraga Lain-lain Total



Sumber : Profil Kelurahan Mulyorejo, 2008



Luas (Ha) 200 50 1 1 3 30 3 1 11 301



Persentase (%) 66.67 16, 67 0,33 0,33 1 10 1 0,33 3,67 100,00



Tabel 5 memperlihatkan bahwa pemanfaatan lahan terbanyak di kelurahan Mulyorejo adalah untuk pemukiman dengan persentase total 84 persen. Setelah itu, untuk bangunan sekolah dengan persentase 10 persen. Jumlah penduduk di Kelurahan Mulyorejo sebanyak 16.390 jiwa yang terdiri dari 4199 kepala keluarga, dengan rincian 8.136 jiwa laki-laki dan 8.254 jiwa perempuan. Pertumbuhan penduduk tahun ini sekitar 1,92 persen per tahun. Usia penduduk beragam dari yang baru lahir sampai di atas 58 tahun. Kelurahan Mulyorejo terdiri dari 12 RW. RW 1 – 4, disebut Perkampungan Lama, dimana sebagian besar penduduknya merupakan Keluarga Pra Sejahtera dan KS I. KS II dan KS III sebagian besar bertempat tinggal di RW 5 – 8. Daerah ini terletak di Perumahan Wisma Permai dan sekitarnya. Sedangkan pada RW 9 – 12, sebagian besar lahannya merupakan perumahan elit yang berada di daerah Dharma Husada yang hampir seluruh penduduknya merupakan KS III plus. Tabel 6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Status Kesejahteraan Keluarga di Kelurahan Mulyorejo No 1 2 3 4 5



Status Kesejahteraan Keluarga Keluarga Pra Sejahtera Keluarga Sejahtera I Keluarga Sejahtera II Keluarga Sejahtera III Keluarga Sejahtera III Plus Total



Jumlah (KK) 596 797 711 698 1397 4199



Persentase (%) 14,19 18,98 16,93 16,62 33.27 100,00



Sumber : BKKBN Provinsi Jawa Timur, 2008 Kesejahteraan penduduk dapat dilihat dari data komposisi penduduk berdasarkan status kesejahteraan keluarga yang disusun oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional di Provinsi Jawa Timur. Tingkat kesejahteraan penduduk di Kelurahan Mulyorejo dapat dilihat pada Tabel 6. Terlihat bahwa Keluarga Sejahtera III Plus mempunyai persentase yang lebih tinggi dibandingkan



tiga kelas lainnya. Hal tersebut sesuai dengan kenyataan bahwa pemukiman real



estate merupakan pemukiman terluas di Kelurahan Mulyorejo. Tabel 7 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Penduduk di Kelurahan Mulyorejo No I 1 a



b c 2 a b 3 a b c 4 5 a b 6 a b 7 a b 8 a b c d II



Mata Pencaharian JASA/PERDAGANGAN Jasa Pemerintahan/Non Pemerintahan Pegawai Negeri 1). Pegawai Negeri Sipil (PNS) 2). ABRI 3). Guru 4). Dokter 5). Bidan 6). Mantri Kesehatan/Perawat Pensiunan Pegawai Swasta` Jasa lembaga Keuangan Perbankan Asuransi Jasa Perdagangan Warung Kios Toko Jasa Penginapan (Kos) Jasa Angkutan/Transportasi Angkutan bermotor Mobil Kendaraan Umum Jasa Hiburan/Tontonan Bioskop Billyard Jasa Pelayanan Hukum dan Penasehat Notaris Pengacara Jasa Ketrampilan Tukang Kayu Tukang Batu Tukang Jahit/Bordir Tukang Cukur INDUSTRI Total



Jumlah (orang)



Persentase (%)



413 54 174 130 4 7 16 3.695



6,25 0,82 2,63 1,97 0,06 0.11 0,24 55,89



15 2



0,23 0,03



125 130 27 115



1,89 1,97 0,41 1,74



12 19



0,18 0,29



1 3



0,02 0,05



2 3



0,03 0,05



250 515 11 6 882 6.611



3,78 7,79 0,17 0,09 13,34 100.00



Sumber : Profil Kelurahan Mulyorejo, 2008 Mata pencaharian penduduk di Kelurahan Mulyorejo cukup beragam seperti yang dapat dilihat pada Tabel 7. Sebagian besar penduduk di Kelurahan Mulyorejo mempunyai mata pencaharian sebagai pegawai swasta (55, 89 persen), industri (13,34 persen), dan pegawai negeri (11,84 persen). Dari data yang didapat, tidak ada penduduk yang bekerja di bidang pertanian. Hal ini



menunjukkan bahwa mereka tinggal di perkotaan yang mengharuskan mereka mendapatkan beras dengan membeli, bukan memproduksi sendiri.



5.2



Karakteristik Umum Responden



Jumlah responden dalam penelitian ini berjumlah 100 orang yang terbagi dalam tiga kelas, yaitu kelas bawah 33 orang, kelas menengah 33 orang, dan kelas atas 34 orang. Responden kelas bawah adalah penduduk Kelurahan Mulyorejo yang bertempat tinggal di Perkampungan Lama (RW 1 sampai 4), yang hampir seluruhnya termasuk dalam kategori Keluarga Sejahtera I. Responden kelas menengah adalah penduduk yang bertempat tinggal di Wisma Permai (RW 5). Sedangkan untuk responden kelas atas, dipilih lokasi perumahan elit di RW 9 dan RW 10. Karakteristik responden dilihat dari usia, jenis kelamin, suku bangsa, status pernikahan, jumlah penghuni rumah tangga, pendidikan terakhir, pekerjaan responden, pekerjaan pasangan, dan pendapatan rata-rata keluarga per bulan. Karakteristik umum responden dalam penelitian ini secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 8. Usia responden berkisar antara 20 – 79 tahun. Ini merupakan usia yang cukup matang dalam pengambilan keputusan tentang beras yang dikonsumsi, baik oleh diri sendiri dan keluarga. Tidak ada range yang sangat mendominasi usia responden, namun responden terbanyak adalah konsumen berusia 40 – 49 tahun (26 persen), sebagian besar diisi oleh kelas menengah. Diikuti konsumen yang berusia 50 – 59 tahun (24 persen), yang sebagian besar diisi oleh kelas atas. Selanjutnya konsumen yang berusia 30 – 39 tahun (20 persen), sebagian besar berasal dari kelas bawah.



Hampir seluruh responden berjenis kelamin perempuan (97 persen). Hal ini dikarenakan pengambilan data sebagian besar dilakukan pagi sampai sore hari sehingga sebagian besar laki-laki sedang bekerja. Selain itu, data ini menunjukkan bahwa pengambil keputusan mengenai konsumsi beras sampai saat ini masih didominasi oleh perempuan. Berkaitan dengan suku bangsa, suku Jawa merupakan suku yang mendominasi penelitian ini (52 persen). Hal ini dapat dipahami karena penelitian ini berlokasi di Surabaya dimana sebagian besar penduduknya didominasi oleh suku Jawa. Suku yang juga tergolong banyak dalam penelitian ini adalah suku Madura (33 persen). Bahkan pada kelas bawah, responden dari suku Madura lebih banyak dibandingkan suku Jawa. Ini dikarenakan Madura yang terletak dekat Surabaya, sehingga banyak warganya yang mencari penghasilan sekaligus juga bermukim di Surabaya. Sebagian besar warga Madura yang bekerja di Surabaya merupakan orang-orang tidak mapan di daerah mereka sendiri dan tidak mempunyai cukup pendidikan untuk mencari pekerjaan di tempat lain. Mereka bekerja di Surabaya karena tersedia lebih banyak sumber penghasilan yang dirasakan cocok untuk mereka. Terlihat pada Tabel 8 bahwa pada kelas menengah dan kelas atas telah terdapat suku-suku lainnya, walaupun jumlahnya sedikit. Sebagian besar responden berstatus telah menikah (95 persen). Ini menunjukkan bahwa sebagian besar pengambil keputusan mengenai beras adalah seseorang yang berstatus telah menikah. Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui juga bahwa sebagian besar pengambil keputusan mengenai beras adalah perempuan. Sehingga dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sebagian



besar pengambil keputusan mengenai beras adalah seorang perempuan yang telah menikah atau seorang istri. Jumlah penghuni rumah tangga sebagian besar berjumlah 4 – 6 orang (67 persen). Kelas atas cenderung memiliki lebih banyak penghuni rumah dibandingkan kelas bawah dan menengah. Hal ini dikarenakan kelas atas sebagian besar mempunyai pembantu. Sedangkan kelas bawah penghuni rumah terdiri dari anggota keluarga saja. Jumlah penghuni rumah akan berpengaruh pada jumlah beras yang dibeli setiap bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan terakhir responden terbanyak adalah SMA (31 persen), S1 (26 persen), dan SD (15 persen). Apabila dilihat dari masing-masing kelas, kelas bawah didominasi oleh responden berpendidikan SD. Kelas menengah didominasi oleh responden berpendidikan SMA, sedangkan kelas atas mayoritas Sarjana. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kelas sosial, maka semakin tinggi pula pendidikannya. Tingkat pendidikan ini menyebabkan semakin peka terhadap informasi dalam proses keputusan pembelian beras. Dilihat dari sisi pekerjaan, sebagian besar responden adalah ibu rumah tangga (40 persen), wiraswasta (21 persen), dan pegawai negeri (20 persen). Apabila dirinci pada masing-masing kelas, terlihat bahwa responden kelas bawah dan kelas atas sebagian besar menjadi ibu rumah tangga. Sedangkan responden kelas menengah sebagian besar adalah pegawai negeri. Alasan menjadi ibu rumah tangga bagi responden kelas bawah berbeda dengan responden kelas atas. Responden kelas bawah cenderung beralasan tidak punya pendidikan yang cukup, sehingga tidak ada alternatif bekerja lainnya selain ibu rumah tangga. Sedangkan



alasan responden kelas atas yang tidak bekerja adalah pendapatan keluarga telah cukup, dan alasan lainnya seperti tidak diperbolehkan bekerja oleh suami sehingga bisa lebih konsentrasi melakukan kewajiban sebagai ibu rumah tangga. Sedangkan dari segi pekerjaan pasangan, sebagian besar responden memiliki suami yang berwiraswasta (40 persen), pegawai negeri (22 persen), dan pegawai swasta (13 persen). Jika dilihat dari masing-masing kelaspun, pekerjaan pasangan yang terbanyak adalah sebagai wiraswasta. Tingkat pendidikan secara tidak langsung juga berpengaruh pada penghasilan per bulan. Ini dikarenakan tingkat pendidikan akan mempengaruhi pekerjaan seseorang. Pendapatan yang dihitung pada penelitian ini adalah pendapatan rata-rata keluarga per bulan. Pendapatan rata-rata keluarga per bulan yaitu pendapatan seluruh anggota keluarga yang bekerja dan dipakai untuk pengeluaran keluarga. Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa pendapatan keluarga kelas bawah per bulan paling banyak berkisar di bawah Rp 500.000,00. Pendapatan kelas menengah paling banyak terdapat pada range Rp 1.500.000,00 sampai kurang dari Rp 2.500.000,00, sedangkan penghasilan kelas atas dominan diatas Rp 4.500.000,00 per bulannya. Hal ini sesuai dengan indikator BKKBN yaitu semakin tinggi pendapatan keluarga, maka semakin tinggi pula tingkatan keluarga sejahtera. Semakin tinggi pendapatan, maka seseorang akan lebih leluasa dalam pemilihan beras yang akan dikonsumsi. Pendapatan yang berbeda akan mempengaruhi pilihan beras yang berbeda pula pada setiap konsumen.



Tabel 8 Karakteristik Responden Beras Berdasarkan Kelas Sosial Karakteristik Responden Usia : − 20 - 29 − 30 - 39 − 40 - 49 − 50 - 59 − 60 - 69 − 70 - 79 Jenis Kelamin : − Perempuan − Laki-laki Suku Bangsa − Jawa − Madura − Sunda − Padang − Batak − Maluku − Palembang − Makasar − WNI Keturunan Status Pernikahan − Menikah (masih bersama pasangan) − Belum menikah − Lain-lain (cerai/ pasangan meninggal)



Responden Berdasarkan Kelas Sosial Kelas Bawah Kelas Menengah Kelas Atas



Total



2 11 9 8 2 1



8 3 11 5 4 2



1 6 6 11 9 1



11 20 26 24 15 4



32 1



31 2



34 0



97 3



14 19 0 0 0 0 0 0 0



18 8 0 2 2 1 0 1 1



20 6 4 1 0 0 1 0 2



52 33 4 3 2 1 1 1 3



29 2



32 0



34 0



95 2



2



1



0



3



Pendidikan − Tidak tamat SD − SD − SMP − SMA − Akademi − S1 − S2 − S3



6 14 6 6 1 0 0 0



1 1 3 12 7 9 0 1



0 0 0 13 0 17 1 2



7 15 9 31 8 26 1 3



Jumlah Penghuni Rumah − 0-3 − 4–6 − 7–9 − 10 - 12



13 16 3 0



8 21 3 1



0 23 7 4



21 60 13 5



Pekerjaan − Ibu RT − Pegawai Negeri − Pegawai Swasta − Wiraswasta − Pensiunan − Mahasiswa − Pembantu − Buruh



17 0 3 8 0 0 1 4



8 12 5 4 1 3 0 0



15 8 2 9 0 0 0 0



40 20 10 21 1 3 1 4



Lanjutan Tabel 8 Karakteristik Responden Beras Berdasarkan Kelas Sosial Karakteristik Responden Pekerjaan Pasangan − Pegawai Negeri − Pegawai Swasta − Wiraswasta − Pensiunan − Sopir − Tukang becak − Buruh bangunan − Tidak Bekerja (termasuk cerai&meninggal) − Belum ada pasangan Pendapatan Rata-rata keluarga (Rp) − < 500.000 − 500.000 – < 1.500.000 − 1.500.000 – < 2.500.000 − 2.500.000 – < 3.500.000 − 3.500.000 - < 4.500.000 − > 4.500.000



Karakteristik Responden Berdasarkan Kelas Sosial Kelas Bawah Kelas Kelas Atas Menengah



Total



2 2 16 0 2 1 6 2



11 4 12 5 0 0 0 1



9 7 12 6 0 0 0 0



22 13 40 11 2 1 6 3



2



0



0



2



19 14 0 0 0 0



0 3 15 11 4 0



0 0 0 11 10 13



19 17 15 22 14 13



BAB VI PROSES KEPUTUSAN PEMBELIAN BERAS



Mengkonsumsi beras merupakan hal yang biasa bagi penduduk Indonesia. Tetapi belakangan ini proses keputusan pembelian beras terus berkembang. Hal ini salah satunya disebabkan oleh tingkat pendidikan dan pendapatan



masyarakat



Indonesia



yang



cenderung



meningkat



sehingga



mempengaruhi konsumsi beras baik dalam pengenalan kebutuhan akan beras, informasi yang diperoleh konsumen, alternatif pilihan yang semakin berkembang, berbagai cara pembelian, serta tingkat kepuasan konsumen dalam mengkonsumsi beras sekaligus bagaimana mereka menanggapi kepuasan atau ketidakpuasan setelah mengkonsumsi beras. Selain itu, terdapat berbagai pilihan beras yang terus berkembang di pasaran sehingga memungkinkan konsumen untuk memilih beras yang sesuai dengan yang mereka inginkan. Keputusan mengkonsumsi beras oleh responden dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut.



6.1



Pengenalan Kebutuhan



Keputusan membeli suatu produk diawali ketika konsumen menyadari adanya kebutuhan akan produk tersebut. Kebutuhan akan beras dimotivasi oleh dua manfaat yaitu manfaat utilitarian dan manfaat hedonis. Manfaat utilitarian adalah manfaat fungsional dari beras, sedangkan manfaat hedonis adalah manfaat beras yang mencakup respon emosional, kesenangan panca indera, dan pertimbangan estetika.



Sebagian besar responden kelas bawah, menengah, maupun kelas atas mengkonsumsi beras dengan memperhatikan manfaat hedonis, yaitu karena sudah kebiasaan (58 persen). Ini berarti responden beranggapan bahwa tindakan mengkonsumsi beras dibandingkan bahan pangan pokok lainnya adalah karena budaya Indonesia yang terbiasa mengkonsumsi nasi untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat. Responden yang paling banyak dimotivasi oleh alasan ini adalah kelas bawah (20 persen), kelas menengah (19 persen), dan kelas atas (17 persen). Tabel 9



Alasan Utama Responden Mengkonsumsi Beras dalam Pemenuhan Karbohidrat Alasan



Rasanya lebih enak Kemudahan mendapatkan Harga terjangkau Lebih mengenyangkan Kebiasaan Mudah diolah Kandungan gizi Total



Alasan Utama Responden Mengkonsumsi Beras dalam Pemenuhan Karbohidrat Berdasarkan Kelas Sosial Kelas Bawah Kelas Menengah Kelas Atas Total (%) (%) (%) (%) 2 5 8 15 2 2 5 9 0 3 0 3 5 0 0 5 20 19 17 56 4 1 0 5 0 3 4 7 33 33 34 100



Alasan lain yang mempengaruhi responden dalam pembelian beras masih didasari manfaat hedonis, yaitu nasi lebih enak dibandingkan bahan pangan lain (15 persen). Selanjutnya adalah alasan utilitarian yaitu kemudahan mendapatkan beras dibandingkan bahan pokok lainnya (9 persen), dan kandungan gizi yang dianggap cukup baik dalam pemenuhan karbohidrat tubuh (7 persen). Nasi juga merupakan bahan pangan yang dianggap lebih mengenyangkan dibandingkan bahan pangan lain (5 persen) dan dianggap memiliki harga cukup terjangkau dibandingkan beberapa jenis pangan pokok lainnya (3 persen). Dianggapnya



nasi



sebagai



bahan



pangan



yang



lebih



mengenyangkan



dibandingkan bahan pangan pokok lainnya juga merupakan alasan hedonis karena penelitian dari Australian Human Nutrition Unit menyatakan bahwa beras berada



pada urutan kesepuluh dalam indeks kekenyangan bahan pangan (Holt, 1999 dalam Suryana, 2003). Tabel 10 Frekuensi Responden Mengkonsumsi Nasi Dalam Sehari Frekuensi Satu kali sehari Dua kali sehari Tiga kali sehari Lebih dari tiga kali sehari Total Rata-rata konsumsi beras per kg per orang per hari



Frekuensi Responden Mengkonsumsi Nasi Dalam Sehari Berdasarkan Kelas Sosial Kelas Bawah Kelas Menengah Kelas Atas Total (%) (%) (%) (%) 1 0 3 4 3 9 11 23 21 24 20 65 8 0 0 8 33 33 34 100 0.33 0.25 0.23



Frekuensi mengkonsumsi nasi masih terpusat pada makan nasi tiga kali dalam sehari (65 persen). Pada setiap kelas, baik kelas bawah, menengah, dan kelas atas, frekuensi mengkonsumsi nasi tiga kali sehari juga menempati urutan pertama. Ini menunjukkan rata-rata konsumsi beras masyarakat Indonesia masih tinggi. Sebesar 23 persen responden mengkonsumsi nasi dua kali sehari. Selanjutnya 8 persen responden mengkonsumsi nasi lebih dari tiga kali sehari, seluruhnya merupakan responden kelas bawah. Sisanya (4 persen) mengkonsumsi nasi satu kali sehari, yang terdiri dari 1 responden kelas bawah, dan 3 responden kelas atas. Terdapat perbedaan alasan antara responden kelas bawah dan kelas atas dalam mengkonsumsi nasi satu kali sehari. Responden kelas bawah beralasan pendapatan keluarganya tidak cukup untuk makan nasi lebih dari satu kali sehari. Oleh karena itu, diganti oleh makanan pokok lainnya seperti singkong dan nasi jagung. Sedangkan alasan responden kelas atas adalah diversifikasi pangan, sehingga konsumsi nasi sengaja diganti pangan pokok lain seperti roti, sereal, dan kentang.



Selain dilihat dari frekuensi makan setiap hari, kebutuhan responden akan beras juga dapat ditunjukkan oleh rata-rata konsumsi beras per hari. Ratarata konsumsi beras per orang per hari dalam setiap kelas diperoleh dari kebutuhan beras total per bulan dibagi dengan jumlah total penghuni rumah tangga dalam satu kelas, lalu dibagi jumlah hari dalam satu bulan. Tabel 10 juga memperlihatkan bahwa semakin tinggi kelas sosial seseorang, maka konsumsi berasnya akan semakin menurun. Ini ditunjukkan dari tingkat ketergantungan akan beras pada responden kelas bawah lebih tinggi daripada kelas-kelas lainnya, yaitu 0,33 kg per orang per hari. Sedangkan untuk kelas menengah 0,25 kg per orang per hari, dan kelas atas 0,23 kg per orang per hari. Hal ini disebabkan semakin tinggi kelas sosial, maka akan semakin mudah untuk melakukan diversivikasi dalam pemenuhan karbohidratnya. Data Susenas tahun 2005 menyatakan bahwa konsumsi beras per kapita per hari penduduk Indonesia adalah 0,26 kg. Dibandingkan data susenas ini, responden kelas bawah mengkonsumsi lebih banyak dari rata-rata konsumsi beras penduduk Indonesia, sedangkan kelas menengah dan kelas atas mengkonsumsi lebih rendah dari rata-rata.



6.2



Pencarian Informasi



Setelah pengenalan kebutuhan terjadi, maka konsumen akan mencari informasi yang berhubungan dengan beras, baik pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan (pencarian internal) maupun informasi yang diperoleh dari lingkungan (pencarian eksternal).



Tabel 11 Sumber Informasi Tentang Beras Yang Akan Dibeli Sumber Informasi Penjual Teman/kenalan Keluarga Iklan Diri sendiri Total



Sumber Informasi Tentang Beras Yang Akan Dibeli Berdasarkan Kelas Sosial Kelas Bawah Kelas Menengah Kelas Atas Total (%) (%) (%) (%) 23 20 14 57 3 1 5 9 4 7 8 19 0 2 3 5 3 3 4 10 33 33 34 100



Sumber informasi tentang beras pada seluruh kelas didominasi oleh penjual beras. Total responden yang menyatakan hal tersebut dari ketiga kelas sebesar 57 persen. Ini dikarenakan sumber informasi lainnya, terlebih iklan, sangat terbatas (5 persen). Responden yang sumber informasinya berasal dari iklan hanya terdapat pada kelas menengah dan kelas atas saja. Informasi tentang beras juga diperoleh melalui pencarian eksternal lainnya yaitu dari keluarga (19 persen) dan teman atau kenalan (9 persen). Pencarian informasi secara internal menempati urutan ketiga setelah penjual dan keluarga sebesar 10 persen. Tabel 12 menunjukkan bahwa walaupun informasi terbanyak diperoleh dari penjual, namun informasi yang paling dipercaya responden adalah informasi yang berasal dari diri sendiri (42 persen). Alasannya adalah responden lebih percaya pada pengalaman pribadi yang telah masuk ke dalam ingatan mengenai beras apa yang mereka konsumsi setiap hari. Setelah informasi dari diri sendiri, sebagian responden juga percaya pada informasi yang diberikan oleh penjual beras (31 persen). Penyebabnya adalah penjual beras dianggap lebih mengetahui perkembangan informasi tentang beras dan sebagian responden berlangganan beras telah cukup lama. Hal ini menyebabkan mereka yakin pada informasi dari penjual beras, sehingga penjaul beras dapat dijadikan sumber yang kredibilitasnya baik. Selanjutnya adalah informasi yang diperoleh dari keluarga (19 persen).



Keluarga menjadi sumber informasi terpercaya ketiga setelah diri sendiri dan penjual beras karena informasi yang diberikan oleh keluarga biasanya tidak jauh berbeda dengan informasi internal responden sehingga informasi tersebut dianggap benar oleh responden. Selain itu, sumber informasi yang dipercaya adalah teman atau kenalan (7 persen) dan iklan (2 persen). Kepercayaan terhadap teman atau kenalan dipengaruhi oleh lingkungan pergaulan responden. Semakin responden dekat dengan teman atau kenalan itu, tentu akan semakin besar tingkat kepercayaan responden mengenai informasi yang diberikan teman atau kenalan. Iklan menempati urutan terakhir dalam tingkat kepercayaan responden. Hal ini dikarenakan informasi yang didapat dari iklan seringkali tidak sesuai dengan apa yang ada dalam kenyataan sehari-hari. Tabel 12 Sumber Informasi Yang Paling Mempengaruhi Responden Sumber Informasi Penjual Teman/kenalan Keluarga Iklan Diri sendiri Total



Sumber Informasi Yang Paling Mempengaruhi Responden Berdasarkan Kelas Sosial Kelas Bawah Kelas Menengah Kelas Atas Total (%) (%) (%) (%) 12 9 10 31 3 2 2 7 5 10 3 18 0 0 2 2 13 12 17 42 33 33 34 100



Varietas beras yang paling sering disebutkan oleh responden adalah Pandan wangi (26 persen) dan Rojolele (19 persen) seperti data pada Tabel 13. Hal ini dikarenakan varietas beras yang sudah terkenal. Kelas sosial yang berbeda memberikan perbedaan yang nyata pada jumlah varietas beras yang diingat. Kelas bawah mengingat hanya sedikit varietas beras, sedangkan kelas menengah dan atas mengingat cukup banyak karena pembelian beras kelas atas dan menengah memakai kemasan yang tercantum nama varietas beras.



Beberapa responden kelas bawah menyebutkan varietas beras yang pernah mereka dengar, tetapi mereka mengaku tidak mengkonsumsi beras tersebut. Terdapat beberapa responden dari berbagai kelas sosial salah menyebutkan merek beras yang mereka konsumsi sebagai varietas beras. Selain itu, banyak juga yang mengaku tidak mengetahui varietas beras. Kelompok ini digolongkan dalam lain-lain yang menempati persentasi terbesar dalam tabel 12, yaitu 31 persen. Tabel 13 Varietas Beras Yang Diingat Responden Varietas Cianjur IR Sentra ramos Pandan wangi Rojolele Membramo Aromatik Lain-lain Total



6.3



Varietas Beras Yang Diingat Responden Berdasarkan Kelas Sosial Kelas Bawah Kelas Menengah Kelas Atas (%) (%) (%) 0 1 3 0 3 5 1 2 2 3 13 10 5 5 9 0 1 1 0 1 4 24 7 0 33 33 34



Total (%) 4 8 5 26 19 2 5 31 100



Evaluasi Alternatif



Tahap ketiga dari proses keputusan pembelian adalah evaluasi alternatif . Dalam proses ini konsumen akan melakukan proses evaluasi pilihan produk dan merek, dan memilihnya sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Hal ini dilakukan dengan cara membandingkan berbagai pilihan yang tersedia di pasar. Responden mempertimbangkan beberapa kriteria yang pada akhirnya dapat dipilih produk yang sesuai dengan kebutuhannya. Evaluasi alternatif dalam penelitian ini dilakukan dengan memberikan nilai berurutan pada variabel-variabel awal yang dipertimbangkan konsumen dalam mengkonsumsi beras. Tidak boleh ada variabel yang dinilai yang sama oleh



seorang responden. Variabel yang dianggap paling penting akan diberi nilai minimal yaitu satu. Semakin besar nilai yang diberikan konsumen, maka semakin menunjukkan bahwa variabel tersebut semakin tidak dipertimbangkan oleh konsumen dalam keputusan pembeliannya. Setelah itu, nilai-nilai tersebut dijumlahkan per atributnya. Variabel yang memiliki nilai total terkecil adalah atribut yang paling dipertimbangkan konsumen dalam memutuskan pembelian beras. Sebaliknya, atribut yang memiliki nilai total paling besar adalah atribut yang paling tidak dipertimbangkan konsumen. Berikut ini merupakan total nilai yang diberikan setiap kelas. Tabel 14 Total Nilai Terhadap Variabel-variabel Awal Yang Dipertimbangkan Responden Sebelum Membeli Beras Variabel Awal Kepulenan Aroma Penampakan Beras Tempat Pembelian Daya Tahan Merek dan Kemasan Varietas Harga Kemudahan Mendapatkan Iklan Total



Total Nilai Variabel-variabel Awal Yang Dipertimbangkan Responden Sebelum Membeli Beras Bardasarkan Kelas Sosial Kelas Bawah Kelas Menengah Kelas Atas Total Nilai Nilai Nilai Nilai % % % % Total Total Total Total 94 1,71 94 1,71 86 1,56 274 4,98 189 3,44 114 2,07 130 2,36 422 7,67 100 1,82 91 1,65 84 1,53 275 5 170



3,09



175



3,18



186



3,38



550



10



196 249



3,56 4,53



149 263



2,71 4,78



186 222



3,38 4,04



531 734



9,65 13,35



249 70 178



4,53 1,27 3,24



241 151 216



4,38 2,75 3,93



232 216 200



4,22 3,93 3,64



722 437 586



13,13 7,95 10,66



320 1815



5,81 33



321 1815



5,84 33



328 1870



5,96 34



969 5500



17,61 100



Setelah didapat nilai total untuk setiap atribut dan nilai total keseluruhan, lalu dicari persentasenya untuk setiap atribut. Ini dilakukan agar dapat diketahui lebih jelas perbandingan setiap variabel dalam satu kelas maupun dengan kelas lainnya dalam persen. Tabel 15 menunjukkan peringkat dari variabel-variabel yang dipertimbangkan responden dalam pembelian beras. Peringkat ini



merupakan kelanjutan dari Tabel 14. Peringkat pertama dari Tabel 15 merupakan variabel yang mempunyai nilai total dan persentase terkecil dalam Tabel 14. Peringkat pertama merupakan variabel yang paling dipertimbangkan responden dalam pembelian beras. Tabel 15 Urutan Variabel-variabel Awal Yang Dipertimbangkan Responden Sebelum Membeli Beras Variabel Awal Kepulenan Aroma Penampakan Beras Tempat Pembelian Daya Tahan Merek dan Kemasan Varietas Harga Kemudahan Mendapatkan Iklan



Urutan Variabel-variabel Awal Yang Dipertimbangkan Responden Sebelum Membeli Beras Bardasarkan Kelas Sosial Kelas Bawah Kelas Menengah Kelas Atas Total 2 2 2 1 6 3 3 3 3 2 1 1 4



6



4 (2)



6



7 8 (1)



4 9



4 (1) 7



5 9



8 (2) 1 5



8 5 7



8 6 5



8 4 7



9



10



9



10



Pada Tabel 15, dapat dilihat bahwa secara keseluruhan, atribut yang paling dipertimbangkan konsumen adalah kepulenan. Namun apabila dilihat pada setiap kelas, kepulenan termasuk pada peringkat dua pada setiap kelas, baik kelas bawah, menengah, dan kelas atas. Hal ini menunjukkan bahwa kepulenan adalah atribut yang sangat penting bagi responden secara keseluruhan, namun bukan yang paling dominan dalam setiap kelas. Bagi kelas bawah, yang terpenting adalah harga beras mengingat pendapatan yang mereka peroleh sangat terbatas. Bagi kelas menengah dan kelas atas, variabel yang terpenting adalah penampakan beras. Hal ini dikarenakan tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan kelas bawah, sehingga kelas menengah dan kelas atas menuntut adanya kualitas yang



baik untuk beras yang dikonsumsi, salah satunya adalah dari penampakan beras secara fisik. Secara keseluruhan penampakan fisik menempati urutan kedua sebagai variabel yang dipertimbangkan responden. Aroma menempati urutan ketiga secara keseluruhan responden. Pada kelas bawah, atribut ini menempati urutan keenam, sedangkan pada kelas menengah dan kelas atas, atribut ini menempati urutan ketiga. Atribut yang menempati urutan keempat menurut konsumen secara keseluruhan adalah harga. Kelas bawah menganggap harga adalah hal yang paling utama sebagai variabel yang dipertimbangkan responden. Kelas menengah menempatkan harga pada urutan kelima, sedangkan kelas atas pada urutan keenam. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kelas sosial, semakin tidak dipertimbangkan harga dibandingkan variabel lainnya. Hal ini dikarenakan semakin tinggi kelas sosial, pendapatan yang dimiliki juga semakin besar sehingga akan lebih mengutamakan kualitas dan kepuasan dalam mengkonsumsi suatu produk dibandingkan harga produk tersebut. Daya tahan adalah atribut yang menempati urutan kelima secara keseluruhan. Berdasarkan kelas sosial, daya tahan menempati urutan ketujuh untuk kelas bawah, urutan keempat bagi kelas menengah dan kelas atas. Kelas bawah sebagian besar membeli beras dalam jumlah sedikit sehingga tidak mementingkan daya tahan beras. Sedangkan pada kelas menengah dan kelas atas yang membeli beras dalam jumlah relatif banyak, tentu mempertimbangkan daya tahan sebagai variabel yang penting. Tempat pembelian menempati urutan keenam menurut responden secara keseluruhan. Responden menganggap tempat pembelian yang strategis sangat



penting. Kelas bawah dan kelas atas menempatkan tempat pembelian pada urutan keempat, sedangkan kelas menengah urutan kelima. Sebagian besar responden kelas atas menganggap tempat pembelian sangat penting karena mereka menyukai tempat pembelian yang nyaman. Responden kelas bawah menganggap tempat pembelian sebagai variabel yang penting untuk dipertimbangkan karena sebagian besar dari kelas ini memilih tempat yang dekat sehingga tidak banyak keluar biaya untuk melakukan pembelian beras karena frekuensi pembelian beras kelas bawah lebih besar dibandingkan kelas sosial lainnya. Selain itu, kelas bawah juga mempertimbangkan diperbolehkannya berhutang dalam menentukan tempat pembelian beras mereka. Kemudahan memperoleh beras menjadi urutan ketujuh. Kelas atasdan kelas bawah menempatkan atribut ini pada urutan kelima, sedangkan kelas menengah pada urutan ketujuh. Kelas atas mempertimbangkan variabel ini dikarenakan kelas atas mengkonsumsi lebih beragam beras sehingga terkadang beras tertentu tidak selalu tersedia di tempat pembelian beras. Kelas bawah memepertimbangkan variabel ini karena pemilihan beras sangat terbatas bagi mereka. Hanya beras tertentu yang dapat terjangkau oleh mereka. Varietas, serta merek dan kemasan secara keseluruhan menempati urutan ke-8 dan ke-9. Penilaian total ini tidak jauh berbeda dengan penilaian setiap kelas sosial. Ini menunjukkan atribut tersebut tidak terlalu dipertimbangkan dalam pembelian beras. Namun terlihat juga bahwa kelas atas lebih mempertimbangkan variabel merek dan kemasan dibandingkan kelas bawah dan kelas menengah. Ini menunjukkan tuntutan kelas atas terhadap kualitas beras lebih tinggi daripada kedua kelas sosial lainnya.



Iklan adalah atribut yang paling tidak dipertimbangkan dalam evaluasi alternatif pada proses keputusan pembelian beras. Penilaian ini diperoleh dari responden secara keseluruhan maupun pada setiap kleas sosial. Kelas sosial yang berbeda tidak terlalu mempengaruhi penilaian responden terhadap iklan beras. Hal ini dikarenakan keadaan beras yang sebenarnya terkadang tidak sesuai dengan apa yang dipromosikan.



6.4



Proses Pembelian



Setelah konsumen memutuskan alternatif yang dipilihnya, maka konsumen akan melakulan pembelian. Pembelian konsumen meliputi keputusan konsumen mengenai apa yang dibeli, kapan membeli, dimana membeli, dan bagaimana cara membayarnya. Tabel 16 memperlihatkan bahwa dari 100 responden dalam penelitian ini, hampir seluruh responden (97 persen) menyatakan mengkonsumsi beras dalam negeri. Hanya 3 responden yang mengkonsumsi beras impor, dan semuanya merupakan responden kelas atas. Hal ini disebabkan oleh daya beli konsumen kelas atas yang lebih tinggi dibandingkan kelas lainnya. Selain itu, sebagian besar responden kelas atas didukung oleh pengetahuan, informasi, gaya hidup, dan pendidikan yang memungkinkan responden sadar akan kualitas beras yang lebih baik. Tabel 16 Jenis Beras Yang Dikonsumsi Responden Jenis Beras Beras Domestik Beras Impor Total



Jenis Beras Yang Dikonsumsi Responden Berdasarkan Kelas Sosial Kelas Bawah Kelas Menengah Kelas Atas (%) (%) (%) 33 33 31 0 0 3 33 33 34



Total 97 3 100



Beras domestik dikonsumsi oleh hampir seluruh responden baik dari kelas bawah, menengah, dan atas. Alasan responden berdasarkan hasil wawancara dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17



Alasan Utama Konsumen Lebih Memilih Mengkonsumsi Beras Domestik atau Beras Impor Alasan Utama



Kemudahan mendapatkan Harga terjangkau Mengutamakan produk dalam negeri Total Alasan Utama Kualitas lebih baik Lebih enak Total



Responden Beras Domestik (jumlah dan %) 44 32 11 77 Responden Beras Impor (jumlah dan %) 2 1 3



Hampir seluruh responden memilih beras domestik dibandingkan beras impor. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden merasa beras domestik memiliki kelebihan dibandingkan beras impor. Tabel 17 menunjukkan bahwa 44 persen responden memilih beras domestik karena lebih mudah didapat dibandingkan beras impor. Beras domestik sangat mudah dijumpai di berbagai tempat penjual beras, baik untuk kalangan bawah, menengah, dan atas. Sebanyak 32 persen responden menyatakan bahwa harga beras domestik lebih terjangkau dibandingkan beras impor. Sisanya (11 persen) menyatakan bahwa mereka lebih mengutamakan produk dalam negeri dibandingkan produk luar negeri karena beras domestik dinilai masih dapat memenuhi harapan konsumen terhadap beras yang dikonsumsi. Sedangkan 3 responden yang mengkonsumsi beras impor menyatakan alasannya memilih beras impor karena kualitas beras impor secara keseluruhan lebih baik dibandingkan beras domestik (2 persen), dan rasa beras impor lebih enak dibandingkan beras domestik (1 persen).



Pembelian produk dapat digolongkan ke dalam pembelian yang terencana sepenuhnya, pembelian separuh terencana, dan pembelian yang tidak terencana. Karena pembelian produk beras yang memiliki keterlibatan tinggi, maka lebih cocok digolongkan pada pembelian yang direncanakan, baik sepenuhnya atau separuhnya terencana. Selain itu, karena kebutuhan akan beras merupakan kebutuhan pokok yang sangat penting, maka setiap responden akan menyediakan sebagian pendapatannya untuk membeli beras. Hal ini sesuai dengan data yang terdapat pada Tabel 18, yaitu 66 persen responden menyatakan merencanakan pembelian beras sepenuhnya dengan menetapkan kriteria varietas, merek, atau harga tertentu. Sedangkan 30 persen responden menyatakan sudah mengetahui akan membeli beras tetapi belum memutuskan varietas atau merek yang akan dibelinya, sampai mendapatkan informasi yang lengkap dari penjaul atau display di toko (separuh terencana). Tabel 18 Cara Responden Memutuskan Pembelian Beras Cara Memutuskan



Direncanakan terlebih dahulu dengan menentukan varietas/merek yang akan dibeli Direncanakan terlebih dahulu tanpa menentukan varietas/merek yang akan dibeli Tidak direncanakan/spontan Total



Cara Responden Memutuskan Pembelian Beras Berdasarkan Kelas Sosial Kelas Kelas Kelas Bawah Menengah Atas (%) (%) (%) 17 22 27



Total (%) 66



13



10



7



30



3 33



1 33



0 34



4 100



Semakin tinggi kelas sosial, varietas beras turut mempengaruhi pembelian. Tabel 19 memperlihatkan bahwa kelas atas dan kelas menengah menyebutkan berbagai varietas beras yang sering dikonsumsinya. Sedangkan pada responden kelas bawah, hanya 3 responden yang bisa menyebutkan varietas yang dikonsumsinya. Secara keseluruhan, 25 persen responden beras menyatakan



pandan wangi sebagai beras yang paling sering dikonsumsi. Sedangkan 44 persen responden termasuk dalan kelompok lain-lain, yaitu tidak tahu, tidak ingat, dan salah menyebutkan merek. Tabel 19 Varietas Beras Yang Sering Dikonsumsi Responden Varietas Cianjur IR Sentra ramos Pandan wangi Rojolele Lain-lain Total (%) Harga rata-rata beras yang sering dikonsumsi (Rp/kg)



Varietas Beras Yang Sering Dikonsumsi Responden Berdasarkan Kelas Sosial Kelas Bawah Kelas Menengah Kelas Atas (%) (%) (%) 0 1 3 0 3 2 0 1 6 2 11 12 1 5 9 30 12 2 33 33 34 4.832



6.124



Total (%) 4 5 7 25 15 44 100



9.950



Harga rata-rata beras yang sering dikonsumsi semakin mahal dengan meningkatnya kelas sosial. Rata-rata beras yang sering dikonsumsi masyarakat kelas bawah berharga Rp. 4.823 per kg. Kelas menengah sering mengkonsumsi beras dengan harga Rp. 6.724 per kg, sedangkan kelas atas mengkonsumsi beras dengan harga rata-rata Rp. 9.950 per kg (harga bulan April). Setelah peneliti mewawancarai penjual di beberapa warung terdekat, pasar tradisional, dan juga supermarket/mall, maka beras yang biasa dikonsumsi konsumen kelas bawah berdasarkan harga beras yang disebutkan adalah IR 64 kualitas IV. Sedangkan konsumen kelas menengah rata-rata mengkonsumsi, IR 64 kualitas III, II, dan I, Rojolele oplosan, Pandan Wangi oplosan, dan Ciherang. Konsumen kelas atas biasa membeli Pandan wangi, Rojolele, Cianjur, dan Sentra ramos dengan kualitas I. Selain itu, kelas atas juga mengkonsumsi beras aromatik dan beras impor seperti Istana Bangkok.



Sebagian besar responden membeli beras satu bulan sekali (43 persen) dan 2-6 hari sekali (19 persen) seperti yang terlihat pada Tabel 20. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas sosial yang tinggi memiliki frekuensi pembelian yang sedikit namun dalam jumlah yang besar. Tabel 20 Jangka Waktu Pembelian Beras Dalam Satu Bulan Jangka Waktu 1 bulan sekali 2 minggu sekali 1 minggu sekali 2 – 6 hari sekali Setiap hari Total (%)



Jangka Waktu Pembelian Beras Dalam Satu Bulan Berdasarkan Kelas Sosial Kelas Bawah Kelas Menengah Kelas Atas (%) (%) (%) 0 17 26 1 9 8 5 7 0 19 0 0 8 0 0 33 33 34



Total (%) 43 18 12 19 8 100



Jangka waktu pembelian beras terkait dengan ukuran pembelian beras. Responden kelas bawah sebagian besar membeli beras setiap 2-6 hari sekali (19 persen). Hal ini sangat wajar bila dilihat dari perolehan pendapatan yang tidak menentu sehingga responden memilih membeli beras secara eceran, seperti yang terlihat pada Tabel 21 dimana 26 persen responden membeli beras kurang dari 5 kg. Hampir semua responden kelas menengah dan kelas atas memilih membeli beras setiap bulan atau 2 bulan sekali. Pekerjaan dan penghasilan rumah tangga yang stabil serta tuntutan kepraktisan membuat kelompok ini cenderung membeli beras tidak terlalu sering dan dalam jumlah besar yaitu lebih dari 25 kg (19 persen) dan 25 kg (14 persen). Tabel 21 Ukuran Pembelian Beras Dan Harga Rata-Rata Yang Sering Dibeli Berat Dalam Kemasan (Kg) 25 Total (%)



Ukuran Pembelian Beras Berdasarkan Kelas Sosial Kelas Bawah Kelas Menengah Kelas Atas (%) (%) (%) 26 0 0 7 7 3 0 9 5 0 14 7 0 3 19 33 33 34



Total (%) 26 17 14 21 22 100



Keputusan responden dalam menentukan tempat pembelian beras disajikan pada Tabel 22, dimana secara berurutan responden membeli beras di warung



(33 persen), supermarket atau mall (29 persen), pasar tradisional (25



persen), toko beras dan agen (12 persen), dan juga ada yang di penggilingan (1 persen). Warung merupakan tempat pembelian dominan responden kelas bawah dengan pertimbangan tidak ada sarana transportasi pribadi sehingga responden memilih tempat pembelian yang mudah dijangkau dan tidak mengeluarkan ongkos. Selain itu, di warung biasanya konsumen boleh membeli dengan cara berhutang. Sisanya membeli beras di pasar tradisional karena pertimbangan lebih murah. Tabel 22 Tempat Pembelian Beras Yang Biasa Dikunjungi Responden Tempat Pembelian



Pasar tradisional Warung Supermarket&mall Toko khusus beras&agen Penggilingan Total (%)



Tempat Pembelian Beras Yang Biasa Dikunjungi Responden Berdasarkan Kelas Sosial Kelas Bawah Kelas Menengah Kelas Atas (%) (%) (%) 7 13 5 26 6 1 0 9 20 0 5 7 0 0 1 33 33 34



Total (%) 25 33 29 12 1 100



Kelas menengah sebagian besar membeli di pasar tradisional (13 persen), supermarket dan mall (9 persen), warung (6 persen), dan toko khusus beras (5 persen). Alasan yang dikemukakan adalah karena jaraknya yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggal untuk pembelian di warung, pasar tradisional, dan toko khusus beras. Lokasi tempat tinggal kelas menengah ini tidak terlalu jauh dari pasar tradisional, serta di sekitar tempat tinggal tersebut terdapat toko khusus beras. Alasan lainnya yaitu tersedia banyak pilihan, pelayanan baik, dan kualitas yang terjamin.



Kelas atas sebagian besar memilih membeli beras di supermarket atau mall (20 persen), toko khusus beras (7 persen), dan pasar tradisional (5 persen). Pembelian di toko khusus beras biasanya dilakukan dengan memesan melalui telepon. Sedangkan pembelian di pasar tradisional biasa dilakukan oleh pembantu. Lebih mudah bagi responden kelas atas untuk memilih tempat pembelian beras karena memiliki sarana transportasi pribadi, alat komunikasi, serta pendapatan yang lebih tinggi. Alasan responden kelas atas memilih tempat pembelian tersebut adalah karena kualitas yang terjamin (13 persen), lokasi yang mudah dijangkau (8 persen), dan suasana yang nyaman (4 persen). Tabel 23 Pertimbangan Utama Responden Membeli Beras di Tempat Tertentu Alasan Lokasi mudah dijangkau Harga terjangkau Suasana nyaman Pelayanan Memuaskan Boleh berhutang Kualitas Terjamin Tersedia banyak pilihan Total (%)



Pertimbangan Utama Responden Membeli Beras di Tempat Tertentu Berdasarkan Kelas Sosial Kelas Bawah Kelas Menengah Kelas Atas (%) (%) (%) 21 15 8 3 1 1 0 2 7 0 3 4 9 0 0 0 3 13 0 9 1 33 33 34



Total (%) 44 5 9 7 9 16 10 100



Peranan suami dan istri dalam pengambilan keputusan pembelian beras pada setiap rumah tangga memiliki ciri khas masing-masing. Namun dalam hal pengambilan keputusan pembelian beras, sebagian besar pengambil keputusan adalah istri. Hal ini terlihat pada Tabel 24 dimana sebagian besar (95 persen) pengambil keputusan adalah istri karena sebagian besar suami sibuk mencari nafkah sehingga keputusan tersebut diserahkan kepada istri. Tetapi ada 3 persen suami yang memutuskan pilihan terhadap beras. Dari hasil wawancara, diketahui bahwa suami yang mengambil keputusan mengenai beras yang dikonsumsi keluarganya juga menjadi pengambil keputusan dalam hal lain yang biasanya



menjadi peran seorang istri. Ini dikarenakan istri yang bekerja sehingga akan lebih mudah bagi keluarga tersebut bila keputusan pembelian beras diserahkan pada suami. Sisanya (2 persen) memutuskan sendiri beras yang akan dikonsumsi karena belum menikah dan tinggal jauh dari orang tua. Tabel 24 Pengambil Keputusan Pembelian Beras Pengambil Keputusan



Pengambil Keputusan Pembelian Beras Berdasarkan Kelas Sosial Kelas Bawah (%) Kelas Menengah (%) Kelas Atas (%)



Istri Suami Diri sendiri Total (%)



6.5



30 1 2 33



31 2 0 33



34 0 0 34



Total (%) 95 3 2 100



Pasca Pembelian



Setelah membeli beras yang diinginkan dan membandingkan kenyataan atau hasilnya dengan pertimbangan awal, maka akan terbentuk sikap tertentu yang akan mempengaruhi niat pembelian di masa yang akan datang. Sikap tersebut tergantung pada penilaian konsumen setelah membeli dan mengkonsumsi beras tersebut. Penilaian tersebut salah satunya dapat digambarkan dalam keluhan yang dialami konsumen. Tabel 25 memperlihatkan bahwa responden yang memiliki keluhan (60 persen) lebih banyak dibandingkan responden yang tidak memiliki keluhan (40 persen) terhadap beras yang dikonsumsinya. Tabel 25 Keluhan Responden Terhadap Beras Yang Dibelinya Keluhan Tidak ada keluhan Ada keluhan Total (%)



Keluhan Responden Terhadap Beras Yang Dibelinya Total (%) Berdasarkan Kelas Sosial Kelas Bawah (%) Kelas Menengah (%) Kelas Atas (%) 12 9 19 40 21 24 15 60 33 33 34 100



Tabel 26 meringkaskan keluhan yang disampaikan responden. Dari 60 persen responden yang mengalami keluhan, keluhan terbanyak adalah harga mahal (12 persen). Keluhan kedua adalah kurang bersih seperti terdapat kerikil



dan gabah (11 persen). Keluhan ketiga adalah beras tercampur dengan beras lain (9 persen). Selanjutnya adalah baunya apek (8 persen) dan berat netto tidak sesuai ukuran (6 persen). Selain itu, terdapat terdapat keluhan lain seperti broken, tidak tahan lama, pera, ketersediaan tidak kontinyu, dan pelayanan yang kurang memuaskan. Keluhan responden kelas bawah yang terbanyak adalah mahalnya harga beras dan selanjutnya baunya apek. Keluhan kelas menengah dan kelas atas lebih beragam dibandingkan kelas bawah. Keluhan kelas menengah yang terbanyak adalah kurang bersih, sedangkan kelas atas adalah tercampurnya beras yang mereka beli dengan beras jenis lain. Tabel 26 Keluhan Dalam Pembelian Beras Yang Sering Dialami Responden Alasan



Berat netto tidak sesuai kemasan Kurang bersih Broken Tercampur dengan beras jenis atau varietas lain Apek Harga mahal tidak sesuai kualitas Tidak tahan lama Pera Ketersediaan dan kontinyuitas Pelayanan penjual kurang memuaskan Total



Keluhan Dalam Pembelian Beras Yang Sering Dialami Responden Berdasarkan Kelas Sosial Kelas Kelas Kelas Bawah Menengah (%) Atas (%) (%) 0 5 1 2 6 3 1 2 1 0 4 5 8 0 0 10 2 0 0 2 1 0 3 0 0 0 3 0 0 1 21 24 15



Total (%) 6 11 4 9 8 12 3 3 3 1 60



Cara konsumen menanggapi keluhan tersebut berbeda-beda. Dapat dilihat pada Tabel 27 bahwa cara terbanyak yang dilakukan konsumen adalah menyampaikan keluhan tersebut pada penjual dan tetap membeli beras dengan jenis yang sama di tempat yang sama (36 persen). Cara lain konsumen menanggapi keluhan adalah dengan tidak melakukan apa-apa (32 persen).



Kelas sosial yang paling dapat menerima keluhan adalah kelas bawah. Terbukti bahwa jumlah terbanyak dari cara menanggapi keluhan adalah tidak melakukan apa-apa (22 persen). Sedangkan kelas menengah (7 persen) dan kelas atas (3 persen) menanggapi keluhan dengan menyampaikan pada penjual namun tetap membeli beras dengan jenis dan tempat yang sama. Bagi kelas menengah dan kelas atas, tetap membeli beras dengan jenis yang sama di tempat yang sama menandakan bahwa keluhan tersebut masih berada dalam batas toleransi responden. Cara responden kelas bawah menghadapi keluhan dengan tidak melakukan apa-apa disebabkan latar belakang pendidikan yang rendah sehingga tidak terbiasa mengeluaskan pendapat atas ketidakpuasan. Selain itu, mereka menyadari bahwa keluhan yang mereka alami terhadap kualitas beras dikarenakan ketidakmampuan mereka untuk membeli beras dengan kualitas lebih baik. Tabel 27 Cara Responden Menanggapi Keluhan Cara Menghadapi Keluhan



Menyampaikan keluhan pada penjual dan tetap membeli beras dengan jenis dan tempat yang sama Membeli beras jenis sama di tempat yang berbeda Membeli beras yang berbeda di tempat yang sama Tidak melakukan apa-apa Menukar beras sesuai yang diinginkan Menceritakan pada orang lain tentang keluhan tersebut Total (%)



Cara Responden Menanggapi Keluhan Pada Setiap Kelas Sosial Kelas Kelas Kelas Bawah Menengah Atas (%) (%) (%) 9 16 11



Total (%)



36



1



2



6



9



1



3



5



9



22 0 0



7 1 4



3 6 3



32 7 7



33



33



34



100



Apabila harga beras dinaikkan, tidak ada responden yang menjawab akan mengganti dengan pangan lain. Sebagian besar menjawab tidak terpengaruh dan akan terus mengkonsumsi beras yang sama (70 persen). Kelas sosial yang



menjawab ini paling banyak pada kelas atas seperti yang terlihat pada Tabel 28. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kelas sosial seseorang, maka semakin tidak terpangaruh pada perubahan harga beras. Sisanya (30 persen) akan mengganti dengan beras yang lebih murah namun harus tetap beras. Ini menandakan budaya memakan nasi yang sudah sangat melekat sehingga sangat sulit diganti dengan jenis pangan pokok lainnya. Tabel 28 Perilaku Konsumen Beras Apabila Harga Beras Naik Niat Pembelian Berulang



Membali pangan pokok lain Mengganti dengan beras yang lebih murah Tidak terpengaruh Total (%)



Perilaku Konsumen Beras Apabila Harga Beras Naik Pada Setiap Kelas Sosial Kelas Bawah Kelas Kelas Atas (%) Menengah (%) (%) 0 0 0 15 18 33



13 20 33



2 32 34



Total (%) 0 30 70 100



Perlakuan responden apabila beras yang diinginkan tidak tersedia di tempat pembelian disajikan pada Tabel 29. Sebanyak 50 persen dari responden akan mencari beras yang diinginkan ke tempat yang lain, sedangkan 47 persen responden akan membeli beras yang ada di tempat yang sama. Sisanya (3 persen) akan menunda pembelian beras. Tabel 29 Perlakuan Responden Apabila Beras Yang Diinginkan Tidak Tersedia Perlakuan



Mencari beras yang diinginkan ke tempat lain Membeli beras yang ada di tempat yang sama Menunda pembelian beras Total (%)



Perlakuan Responden Apabila Beras Yang Diinginkan Tidak Tersedia Berdasarkan Kelas Sosial Kelas Bawah Kelas Menengah Kelas Atas (%) (%) (%)



Total (%)



8



23



19



50



23



9



15



47



2 33



1 33



0 34



3 100



Sebagian besar responden kelas bawah (23 persen) memilih membeli beras lain yang ada di tempat yang sama. Hal ini dikarenakan range harga beras di tempat pembelian kelas bawah tidak terlalu lebar sehingga masih terjangkau. Selain itu, di tempat tersebut bisa membeli dengan cara berhutang sehingga dapat dibayar kemudian. Alasan lainnya adalah kemudahan ke tempat pembelian tanpa mengeluarkan biaya. Berbeda dengan kelas bawah, kedua kelas lainnya, terlebih kelas atas, akan memilih mencari beras yang diinginkan di tempat yang lain. Hal ini dikarenakan golongan ini benar-benar menginginkan beras yang mereka harapkan sehingga mereka memperoleh manfaat dan kepuasan yang mereka cari terlepas dari harga dan tempat membeli beras. Masih dapat ditoleransinya keluhan-keluhan tersebut, baik oleh kelas bawah, menengah, dan atas, menyebabkan sebagian besar responden berniat membeli kembali (86 persen) seperti yang terlihat pada Tabel 30. Sisanya (14 persen) tidak berniat membeli lagi. Tabel 30 Perilaku Konsumen Beras Pada Niat Pembelian Berulang Niat Pembelian Berulang



Berniat membeli kembali Tidak berniat membeli kembali Total (%)



Perilaku Konsumen Beras Pada Niat Pembelian Berulang Pada Setiap Kelas Sosial Kelas Bawah Kelas Kelas Atas (%) Menengah (%) (%) 32 28 26 1 5 8 33 33 34



Total (%) 86 14 100



BAB VII TINGKAT KEPENTINGAN DAN TINGKAT KINERJA ATRIBUT BERAS



Preferensi konsumen menunjukkan pilihan suka atau tidak suka oleh seseorang terhadap berbagai pilihan beras yang ada, sedangkan kepuasan adalah penilaian konsumen terhadap apa yang diharapkan dengan membeli dan mengkonsumsi beras, dimana harapan tersebut kemudian dibandingkan dengan kinerja yang diterimanya setelah mengkonsumsi beras tersebut. Teori preferensi digunakan untuk menganalisis tingkat kepuasan bagi konsumen. Misalnya bila seseorang konsumen ingin mengkonsumsi produk dengan sumberdaya terbatas maka ia harus memilih alternatif sehingga nilai guna atau utilitas yang diperoleh mencapai optimal. Preferensi konsumen dapat diketahui dengan mengukur perbandingan nilai rata-rata tingkat penilaian kepentingan yang terdapat pada berbagai atribut beras. Atribut yang mempunyai nilai tertinggi merupakan atribut yang sangat mempengaruhi konsumen dalam memilih beras yang akan dikonsumsi. Sebaliknya, atribut yang mempunyai nilai terendah merupakan atribut yang kurang diperhatikan konsumen dalam pemilihan beras. Nilai rata-rata tingkat penilaian kinerja atribut beras menggambarkan kepuasan konsumen. Atribut dengan nilai tertinggi merupakan atribut yang dinilai paling memuaskan konsumen, sedangkan atribut dengan nilai terendah merupakan atribut yang dinilai paling tidak memuaskan oleh konsumen. Dalam penelitian ini, preferensi



dan kepuasan konsumen terhadap beras ditinjau dari tingkat kepentingan dan tingkat kinerja 19 atribut beras. Konsumen memiliki sikap berbeda-beda dalam menimbang atribut yang dianggap penting. Mereka akan memberikan perhatian besar pada atribut yang memberikan manfaat yang dicarinya. Pasar sebuah produk sering disegmentasikan berdasarkan atribut yang menonjol dalam kelompok konsumen yang berbeda (Kotler, 2000). Belakangan ini preferensi dan kepuasan konsumen mengenai beras terus berkembang. Hal ini salah satunya disebabkan oleh tingkat pendidikan dan pendapatan yang cenderung meningkat sehingga mempengaruhi permintaan konsumen terhadap beras. Berdasarkan perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) pada Tabel 31, kepuasan total konsumen yang telah terpenuhi oleh atribut-atribut beras yang berada dalam penelitian ini sebesar 70,03 persen. Sisanya belum terpuaskan oleh kinerja atribut-atribut beras yang selama ini dikonsumsi. Tabel 31 Perhitungan CSI Total Atribut Yi WF A. Kepulenan nasi 4.19 0.063697 B. Aroma Nasi 3.78 0.057464 C. Warna beras 4.02 0.061113 D. Kebersihan Beras 4.36 0.066282 E. Keutuhan butir beras (broken) 3.69 0.056096 F. Keseragaman butir beras (tidak tercampur) 3.56 0.054120 G. Nama varietas beras 2.96 0.044998 H. Daya tahan beras untuk disimpan 3.72 0.056552 I. Kemasan beras 2.83 0.043022 J. Merek 2.45 0.037245 K. Iklan Beras 2.21 0.033597 L. Harga beras 3.82 0.058072 M. Lokasi penjual beras 3.76 0.057160 N. Keragaman varietas di tempat pembelian beras 3.10 0.047127 O. Keragaman harga di tempat pembelian beras 3.31 0.050319 P. Kenyamanan tempat pembelian 3.28 0.049863 Q. Pemberian informasi oleh pedagang 3.43 0.052144 R. Pelayanan di tempat pembelian beras 3.34 0.050775 S. Kemudahan memperoleh beras 3.97 0.060353 Total 65.78 1 CSI = (3.501280/5) x 100 % = 70.03 %



Xi 3.88 3.49 3.69 3.65 3.53 3.40 3.48 3.34 3.38 3.36 3.10 3.01 3.81 3.52 3.49 3.32 3.56 3.24 3.88 66.13



WS 0.247145 0.200550 0.225506 0.241928 0.198019 0.184007 0.156595 0.188884 0.145415 0.125144 0.104150 0.174798 0.217780 0.165886 0.175614 0.165546 0.185631 0.164512 0.234168 3.501280



Untuk mengetahui atribut yang dianggap penting dan kinerjanya belum memuaskan, kuesioner dianalisis dengan Important and Performance Analysis (IPA) yang mengukur tingkat kepentingan dan kinerja atribut-atribut beras sehingga didapat hasil seperti yang terlihat pada Tabel 32. Tabel 32 Perhitungan IPA Total Atribut A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S



Tingkat Kepentingan n Σ Xi Y



Σ Yi



Tingkat Kinerja n



419 378 402 436 369 356 296 372 283 245 221 382 376 310 331 328 343 334 397



388 349 369 365 353 340 348 334 338 336 310 301 381 352 349 332 356 324 388



100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100



Jumlah Jumlah Atribut



Y



100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100



4.19 3.78 4.02 4.36 3.69 3.56 2.96 3.72 2.83 2.45 2.21 3.82 3.76 3.10 3.31 3.28 3.43 3.34 3.97 65.78



19



Jumlah Jumlah Atribut



3.462105



X



X 3.88 3.49 3.69 3.65 3.53 3.4 3.48 3.34 3.38 3.36 3.1 3.01 3.81 3.52 3.49 3.32 3.56 3.24 3.88 66.13



19 3.480526



Catatan : Keterangan huruf dapat dilihat pada atribut CSI Tabel 31



Setelah didapatkan perhitungan seperti Tabel 32, selanjutnya nilai-nilai tersebut dimasukkan dalam diagram kartesius. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan gambar tersebut, diketahui bahwa ketidakpuasan konsumen sebagian besar diakibatkan atribut yang dianggap penting oleh konsumen seperti keseragaman butir beras (F), daya tahan beras untuk disimpan (H), dan harga beras (L) kinerjanya belum memuaskan.



Important and Performance Analysis 3.4805



4.5



D A C



Tingkat Kepentingan



4.0



L



B



H



S M



E



F



3.5



R



Q



3.462



O



P



N G



3.0



I



J



2.5 K



2.0 3.0



3.1



3.2



3.3



3.4



3.5



3.6



3.7



3.8



3.9



Tingkat Kinerja



Gambar 8. Important and Performance Analysis Kelas sosial yang berbeda akan menyebabkan perilaku konsumen yang berbeda dalam mengkonsumsi beras. Bagi kelas menengah ke atas, beras merupakan barang inferior yang konsumsinya menurun jika konsumen mengalami peningkatan pendapatan. Sedangkan bagi kelas menengah ke bawah, beras merupakan barang normal yaitu barang yang konsumsinya menurun ketika pendapatan konsumen meningkat. Selain itu, terdapat perbedaan pada atributatribut yang dianggap penting serta tingkat kepuasan yang menyertainya. Kelas sosial yang berbeda membutuhkan rekomendasi strategi yang berbeda pula. Oleh karena itu, untuk kelas sosial yang berbeda, selanjutnya akan dibahas secara terrpisah.



7.1 Customer Satisfaction Index (CSI)



Customer Satisfaction Index atau Indeks Kepuasan Konsumen digunakan untuk menanalisis tingkat kepuasan total konsumen dengan memperhitungkan



nilai rata-rata tingkat kepentingan dan kinerja atribut beras. Perhitungan CSI terhadap atribut-atribut beras pada setiap kelas sosial dapat dilihat pada Tabel 33, 34, dan 35. Perhitungan dalam analisis ini dimulai dengan menentukan weighted



factor yang diperoleh dari pembagian antara nilai rata-rata kepentingan setiap atribut (Xi) dengan total keseluruhan tingkat kepentingan atribut (Σ Xi). Nilai



weighted factor digunakan untuk menghitung nilai weighted score dengan mengalikan weighted factor dengan nilai rata-rata kinerja setiap atribut (Yi). CSI diperoleh dari total nilai weighted score dibagi skala yang digunakan (lima) lalu dikalikan 100 persen. Tabel 33 Perhitungan Customer Satisfaction Index Atribut Beras Kelas Atas Atribut



Yi 4.212121 4.090909 4.363636 4.545455 4.121212



Weighted Factor 0.05732 0.05567 0.059381 0.061856 0.056082



Kepulenan nasi Aroma Nasi Warna beras Kabersihan beras Keutuhan butir beras (broken) Keseragaman butir beras (tidak tercampur) Nama varietas beras Daya tahan beras untuk disimpan Kemasan beras Merek Iklan Beras Harga beras Lokasi penjual beras Keragaman varietas di tempat pembelian beras Keragaman harga di tempat pembelian beras Kenyamanan tempat pembelian Pemberian informasi oleh pedagang Pelayanan di tempat pembelian beras Kemudahan memperoleh beras Total



4.151515 3.878788 3.848485 4.424242 4.090909



Weighted Score 0.237963 0.215933 0.228529 0.273664 0.229428



4.272727 3.757576 4.303030 3.666667 3.090909 2.363636 3.727273 3.818182



0.058144 0.051134 0.058557 0.049897 0.042062 0.032165 0.050722 0.051959



4.181818 3.878788 4.060606 3.636364 3.666667 2.818182 3.969697 3.545455



0.243149 0.198338 0.237776 0.181443 0.154227 0.090647 0.201350 0.184217



3.818182



0.051959



3.848485



0.199963



3.666667 3.939394 3.575758



0.049897 0.053608 0.04866



3.969697 3.878788 3.666667



0.198076 0.207935 0.178419



3.545455 3.515152 72.57576



0.192990 0.198588 3.852634



4.000000 0.054433 4.151515 0.056495 73.48485 1 3.852634 x 100 % = 77.05 % CSI = 5



Xi



Berdasarkan perhitungan, diketahui bahwa CSI bagi kelas atas adalah 77,05 persen. Artinya atribut-atribut beras telah memuaskan konsumen kelas atas sebesar 77,05 persen, sedangkan sisanya belum dapat terpuaskan oleh kinerja atribut-atribut beras sehingga kinerja atribut-atribut beras tersebut perlu terus ditingkatkan. Nilai tersebut berada pada selang 60 % < CSI ≤ 80 %, sehingga dapat dikatakan bahwa secara umum indeks kepuasan konsumen untuk atribut beras yang diuji berada pada kriteria puas. Walaupun secara keseluruhan konsumen telah puas, namun kinerja atribut-atribut beras tersebut tetap harus ditingkatkan agar kepuasan konsumen mendekati 100 persen atau pada taraf sangat puas. Tabel 34 Perhitungan Customer Satisfaction Index Atribut Beras Kelas Menengah Atribut



Yi



Kepulenan nasi Aroma Nasi Warna beras Kabersihan beras Keutuhan butir beras (broken) Keseragaman butir beras (tidak tercampur) Nama varietas beras Daya tahan beras untuk disimpan Kemasan beras Merek Iklan Beras Harga beras Lokasi penjual beras Keragaman varietas di tempat pembelian beras Keragaman harga di tempat pembelian beras Kenyamanan tempat pembelian Pemberian informasi oleh pedagang Pelayanan di tempat pembelian beras Kemudahan memperoleh beras Total



4.242424 3.878788 4.060606 4.454545 3.818182



Weighted Factor 0.063723 0.058261 0.060992 0.066909 0.057351



3.727273 3.545455 3.757576 3.878788 3.333333



Weighted Score 0.237514 0.206563 0.229183 0.259527 0.191170



3.515152 2.909091



0.052799 0.043696



2.878788 3.515152



0.151998 0.153598



4.121212 3.090909 2.212121 2.000000 3.545455 3.757576



0.061903 0.046427 0.033227 0.030041 0.053254 0.056441



2.484848 3.454545 3.424242 2.727273 3.484848 3.545455



0.153819 0.160384 0.113778 0.08193 0.185584 0.200108



3.181818



0.047792



3.393939



0.162205



3.424242 3.333333



0.051434 0.050068



3.121212 2.878788



0.160536 0.144136



3.545455



0.053254



3.69697



0.19688



3.030303 4.060606 63.93939



0.15586 0.247666 3.393624



3.424242 0.051434 4.060606 0.060992 66.57576 1 3.393624 x 100 % = 67.87 % CSI = 5



Xi



Berdasarkan perhitungan, diketahui bahwa CSI bagi kelas menengah adalah 67,87 persen. Artinya atribut-atribut beras telah memuaskan konsumen kelas menengah sebesar 67,87 persen, sedangkan sisanya belum dapat terpuaskan oleh kinerja atribut-atribut beras sehingga kinerja atribut-atribut beras tersebut perlu terus ditingkatkan. Nilai tersebut berada pada selang 60 % < CSI ≤ 80 %, sehingga dapat dikatakan bahwa secara umum indeks kepuasan konsumen untuk atribut beras yang diuji berada pada kriteria puas. Walaupun secara keseluruhan konsumen telah puas, namun kinerja atribut-atribut beras tersebut tetap harus ditingkatkan agar kepuasan konsumen mendekati 100 persen atau pada taraf sangat puas. Tabel 35 Perhitungan Customer Satisfaction Index Atribut Beras Kelas Bawah Atribut



Yi



Weighted Factor



Xi



Kepulenan nasi Aroma Nasi Warna beras Kabersihan beras Keutuhan butir beras (broken) Keseragaman butir beras (tidak tercampur) Nama varietas beras Daya tahan beras untuk disimpan Kemasan beras Merek Iklan Beras Harga beras Lokasi penjual beras Keragaman varietas di tempat pembelian beras Keragaman harga di tempat pembelian beras Kenyamanan tempat pembelian Pemberian informasi oleh pedagang Pelayanan di tempat pembelian beras Kemudahan memperoleh beras Total



4.242424 3.484846 3.757576 4.212121 3.242424



0.071575 0.058793 0.063395 0.071063 0.054703



3.878788 3.151515 3.575758 2.757576 3.272727



Weighted Score 0.277623 0.185288 0.226684 0.195963 0.17903



3.000000 2.303030



0.050613 0.038855



3.242424 3.151515



0.164110 0.122452



2.848485 1.818182 2.121212 2.333333 4.303030 3.818182



0.048057 0.030675 0.035787 0.039366 0.072597 0.064417



3.575758 3.151515 3.090909 3.848485 2.454545 4.151515



0.171841 0.096672 0.110615 0.151500 0.178193 0.267429



2.393939



0.040389



3.424242



0.1383



2.939394 2.666667



0.049591 0.044990



3.484848 3.303030



0.172817 0.148603



3.272727



0.055215



3.424242



0.189069



2.696970 0.045501 3.242424 3.818182 0.064417 4.181818 59.27273 1 64.36364 3.393103 x 100 % = 67.86 % CSI kelas bawah = 5



0.147534 0.269381 3.393103



Berdasarkan perhitungan, diketahui bahwa CSI kelas bawah adalah 67,86 persen. Artinya atribut-atribut beras telah memuaskan konsumen kelas bawah sebesar 67,86 persen, sedangkan sisanya belum dapat terpuaskan oleh kinerja atribut-atribut beras sehingga kinerja atribut-atribut beras tersebut perlu terus ditingkatkan. Nilai tersebut berada pada selang 60 % < CSI ≤ 80 %, sehingga dapat dikatakan bahwa secara umum indeks kepuasan konsumen untuk atribut beras yang diuji berada pada kriteria puas. Walaupun secara keseluruhan konsumen telah puas, namun kinerja atribut-atribut beras tersebut tetap harus ditingkatkan agar kepuasan konsumen mendekati 100 persen atau pada taraf sangat puas. Dari ketiga tabel, dapat dilihat bahwa setiap kelas dalam penelitian ini merasa puas terhadap atribut beras yang telah dikonsumsi. Namun indeks kepuasan konsumen setiap kelas tersebut berbeda nilainya. Kelas atas mempunyai nilai CSI lebih tinggi dibandingkan kelas menengah, dan kelas menengah mempunyai nilai CSI lebih tinggi dibandingkan kelas bawah. Ini menandakan semakin tinggi kelas sosial, kepuasan terhadap atribut beras yang dikonsumsi akan semakin tinggi. Nilai CSI setiap kelas sosial yang berada di bawah 100 persen menunjukkan adanya atribut-atribut beras yang dianggap belum memuaskan bagi konsumen kelas atas, menengah, maupun bawah. Untuk mengetahui atribut apa belum memuaskan, selanjutnya data dianalisis dengan IPA. Pembahasan awal terkait tingkat kepentingan dan tingkat kinerja atribut-atribut beras. Selanjutnya hasil yang diperoleh akan dimasukkan pada diagram IPA yang menentukan posisi setiap atribut berdasarkan tingkat kepentingan dan tingkat kinerjanya.



7.2 Tingkat Kepentingan Atribut Beras



Tingkat



kepentingan



akan



mempengaruhi



kepuasan



konsumen.



Peningkatan kinerja atribut yang dianggap penting akan meningkatkan kepuasan total lebih tinggi dibandingkan peningkatan kinerja atribut yang dianggap tidak begitu penting oleh konsumen. Semakin tinggi nilai yang diperoleh, berarti semakin penting atribut tersebut. Informasi mengenai tingkat kepentingan terhadap atribut-atribut beras diperoleh melalui kuesioner yang disebarkan dengan penentuan bobot menggunakan skala Likert. Responden diminta menggolongkan atau memilih atribut-atribut yang ada ke dalam lima skala, dari sangat tidak penting yang bernilai 1, tidak penting bernilai 2, biasa bernilai 3, penting bernilai 4, dan sampai sangat penting bernilai 5.



7.2.1



Tingkat Kepentingan Atribut Beras Kelas Atas



Nilai rata-rata tingkat kepentingan responden kelas atas dapat dilihat pada Tabel 36. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa kebersihan dari benda selain beras merupakan atribut yang dianggap paling penting dibandingkan atributatribut lainnya. Hal ini ditunjukkan dari nilai rata-rata tingkat kepentingan tertinggi (4,55) yang dimiliki oleh atribut kebersihan beras. Iklan beras memiliki nilai rata-rata terendah (2,36). Hal ini menunjukkan bahwa iklan beras merupakan atribut yang dianggap paling tidak penting oleh konsumen.



Tabel 36 Tingkat Kepentingan Atribut Beras Responden Kelas Atas No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19



7.2.2



Atribut-atribut Beras Kepulenan nasi Aroma nasi Warna beras Kebersihan beras Keutuhan butir beras (broken) Keseragaman butir beras (tidak tercampur) Varietas beras Daya tahan beras Kemasan beras Merek Iklan Beras Harga beras Lokasi penjual beras Keragaman varietas di tempat pembelian beras Keragaman harga di tempat pembelian beras Kenyamanan tempat pembelian Informasi oleh pedagang Pelayanan di tempat pembelian beras Kemudahan memperoleh beras



Y 4,21 4,09 4,36 4,55 4,12 4,27 3,76 4,30 3,67 3,09 2,36 3,73 3,82 3,82 3,67 3,94 3,58 4,00 4,15



Urutan Kepentingan 5 8 2 1 7 4 12 3 14 (1) 16 17 13 11(2) 11 (1) 14 (2) 10 15 9 6



Tingkat Kepentingan Atribut Beras Kelas Menengah



Nilai rata-rata tingkat kepentingan responden kelas menengah dapat dilihat pada Tabel 37. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa kebersihan dari benda selain beras merupakan atribut yang dianggap paling penting. Hal ini ditunjukkan dari nilai rata-rata tingkat kepentingan tertinggi (4,45) dibandingkan atribut-atribut lainnya. Iklan beras memiliki nilai rata-rata terendah (2,00). Hal ini menunjukkan bahwa iklan beras merupakan atribut yang dianggap paling tidak penting oleh konsumen. Tingkat pendapatan konsumen kelas menengah yang relatif lebih tinggi dibandingkan konsumen kelas bawah menyebabkan konsumen kelas menengah lebih leluasa memilih beras yang mereka konsumsi sehingga dalam konsumsi beras mereka mengutamakan kualitas beras yang dikonsumsi, salah satunya adalah kebersihan beras.



Tabel 37 Tingkat Kepentingan Atribut Beras Responden Kelas Menengah No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19



7.2.3



Atribut-atribut Beras Kepulenan nasi Aroma nasi Warna beras Kebersihan beras Keutuhan butir beras (broken) Keseragaman butir beras (tidak tercampur) Varietas beras Daya tahan beras Kemasan beras Merek Iklan Beras Harga beras Lokasi penjual beras Keragaman varietas di tempat pembelian beras Keragaman harga di tempat pembelian beras Kenyamanan tempat pembelian Informasi oleh pedagang Pelayanan di tempat pembelian beras Kemudahan memperoleh beras



Y 4,24 3,88 4,06 4,45 3,82 3,52 2,91 4,12 3,09 2,21 2,00 3,55 3,76 3,18 3,42 3,33 3,55 3,42 4,06



Urutan Kepentingan 2 5 4 (1) 1 6 9 14 3 13 15 16 8 (1) 7 12 10 (1) 11 8 (2) 10 (2) 4 (2)



Tingkat Kepentingan Atribut Beras Kelas Bawah



Nilai rata-rata tingkat kepentingan responden kelas bawah dapat dilihat pada Tabel 38. Terlihat bahwa harga beras merupakan atribut yang dianggap paling penting dibandingkan atribut-atribut lainnya. Hal ini ditunjukkan dari nilai rata-rata tingkat kepentingan tertinggi (4,30) yang dimiliki oleh atribut harga beras. Pendapatan yang didapat rata-rata konsumen kelas bawah sangat terbatas. Pengeluaran untuk beras merupakan bagian pengeluaran terbesar bagi mereka dibandingkan pengeluaran untuk kebutuhan yang lain. Pengeluaran untuk beras tersebut tentu sangat erat hubungannya dengan harga beras. Hal ini menyebabkan harga beras menjadi atribut yang sangat penting bagi responden kelas bawah. Kemasan beras memiliki nilai rata-rata kepentingan terendah (1,82). Hal ini menunjukkan bahwa kemasan beras merupakan atribut yang dianggap paling tidak penting oleh konsumen. Responden kelas bawah menyatakan bahwa



kemasan beras dianggap tidak mempengaruhi rasa beras yang akan dikonsumsi sehingga tidak dianggap penting. Tabel 38 Tingkat Kepentingan Atribut Beras Responden Kelas Bawah No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19



Atribut-atribut Beras Kepulenan nasi Aroma nasi Warna beras Kebersihan beras Keutuhan butir beras (broken) Keseragaman butir beras (tidak tercampur) Varietas beras Daya tahan beras Kemasan beras Merek Iklan Beras Harga beras Lokasi penjual beras Keragaman varietas di tempat pembelian beras Keragaman harga di tempat pembelian beras Kenyamanan tempat pembelian Informasi oleh pedagang Pelayanan di tempat pembelian beras Kemudahan memperoleh beras



Y 4,24 3,48 3,76 4,21 3,24 3,00 2,30 2,85 1,82 2,12 2,33 4,30 3,82 2,39 2,94 2,67 3,27 2,70 3,82



Urutan Kepentingan 2 6 5 3 8 9 16 11 18 17 15 1 4 (1) 14 10 13 7 12 4 (2)



Apabila dibandingkan antara ketiga kelas yang ada dalam penelitian ini, harga beras merupakan atribut terpenting bagi kelas bawah. Kelas menengah menempatkan harga dalam urutan ke-8, sedangkan bagi kelas atas harga menempati urutan ke-13. Terlihat bahwa semakin tinggi kelas sosial seseorang, harga menjadi atribut yang semakin tidak dipertimbangkan dalam mengkonsumsi beras. Salah satu indikator keluarga sejahtera adalah pendapatan. Dapat dikatakan bahwa semakin tinggi kelas sosial seseorang, maka semakin tinggi pula pendapatan yang diperolehnya. Tingginya pendapatan tersebut menyebabkan pengeluaran yang dialokasikan untuk beras merupakan sebagian kecil dari pendapatannya. Hal ini menyebabkan harga menjadi atribut yang dianggap tidak penting seiring meningkatnya kelas sosial seseorang.



Yang terpenting bagi kelas menengah dan kelas atas dalam penelitian ini adalah bersih dari benda selain beras. Walaupun kelas menengah dan kelas atas sama-sama mengutamakan kebersihan beras dalam mengkonsumsi beras, nilai rata-rata kepentingan kelas atas (4,55) lebih tinggi dibandingkan kelas bawah (4,45). Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kelas sosial seseorang, maka kebersihan beras merupakan atribut menjadi sangat penting dalam mengkonsumsi beras. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, ini terkait tingkat pendidikan dan pendapatan konsumen. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka dia akan semakin memperhatikan kualitas beras yang dikonsumsinya, dalam hal ini adalah kebersihan. Selain itu, semakin tinggi pendapatan, maka akan semakin leluasa memilih beras yang tersedia di pasar. Atribut iklan sangat tidak penting bagi kelas atas dan kelas menengah karena mempunyai nilai rata-rata kepentingan terendah pada kelas bawah, menengah, maupun atas. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, iklan beras sangat terbatas. Ini menyebabkan konsumen menjadi terbiasa mencari informasi mengenai beras dengan bertanya langsung pada penjual beras atau bertanya pada kenalan. Ini membuat iklan beras menjadi atribut yang dianggap tidak penting. Bagi kelas bawah, yang paling dianggap tidak penting adalah kemasan beras karena tidak berpengaruh pada rasa beras yang dikonsumsi.



7.3 Tingkat Kinerja Atribut Beras



Tingkat kinerja yang akan dibahas adalah tingkat kinerja setiap atribut pada kelas sosial yang berbeda. Tingkat kinerja ini mencerminkan kepuasan konsumen terhadap setiap atribut beras. Semakin tinggi nilai yang diperoleh,



berarti semakin puas konsumen terhadap atribut tersebut. Tingkat kinerja diperoleh melalui kuesioner yang menanyakan mengenai kinerja beras yang dikonsumsi oleh responden. Tingkat kinerja tersebut diukur dari penilaian masingmasing responden terhadap atribut-atribut beras dengan menggunakan skala Likert, dari atribut yang kinerjanya sangat tidak baik bernilai 1, tidak baik bernilai 2, biasa bernilai 3, baik bernilai 4, dan sangat baik bernilai 5.



7.3.1



Penilaian Kinerja Atribut Beras Kelas Atas



Nilai rata-rata tingkat kinerja untuk setiap atribut yang didapat dari responden kelas atas dapat dilihat pada Tabel 39. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa atribut yang memiliki tingkat kinerja terendah adalah iklan beras, sedangkan atribut yang memiliki tingkat kinerja tertinggi adalah kebersihan beras. Hal ini ditunjukkan dari nilai rata-rata tingkat kinerja terendah (2,82) yang dimiliki oleh atribut iklan beras dan nilai rata-rata tingkat kinerja tertinggi (4,42) yang dimiliki oleh atribut kebersihan beras. Iklan beras dianggap sangat tidak memuaskan bagi konsumen kelas atas. Konsumen pada kelas ini menganggap iklan beras sangat terbatas dan tidak menarik. Apabila ada iklan beras, informasi yang diberikan dalam iklan sangat sedikit. Kebersihan beras menjadi atribut yang dianggap sangat memuaskan karena beras yang dikonsumsi oleh konsumen kelas atas dianggap sangat bersih dari gabah, kerikil, ataupun serangga.



Tabel 39 Tingkat Kinerja Atribut Beras Responden Kelas Atas No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19



7.2.2



Atribut-atribut Beras Kepulenan nasi Aroma nasi Warna beras Kebersihan beras Keutuhan butir beras (broken) Keseragaman butir beras (tidak tercampur) Varietas beras Daya tahan beras Kemasan beras Merek Iklan Beras Harga beras Lokasi penjual beras Keragaman varietas di tempat pembelian beras Keragaman harga di tempat pembelian beras Kenyamanan tempat pembelian Informasi oleh pedagang Pelayanan di tempat pembelian beras Kemudahan memperoleh beras



X 4,15 3,88 3,85 4,42 4,09 4,18 3,88 4,06 3,64 3,67 2,82 3,18 3,85 3,85 3,97 3,88 3,67 3,55 3,51



Urutan Kinerja 3 7 (1) 8 (1) 1 4 2 7 (2) 5 10 8 (3) 14 6 9 (1) 8 (2) 13 7 (3) 9 (2) 11 12



Penilaian Kinerja Atribut Beras Kelas Menengah



Nilai rata-rata tingkat kinerja untuk setiap atribut yang didapat dari responden kelas menengah dapat dilihat pada Tabel 40. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa atribut yang memiliki tingkat kinerja terendah adalah daya tahan beras untuk disimpan, sedangkan atribut yang memiliki tingkat kinerja tertinggi adalah kemudahan memperoleh beras. Hal ini ditunjukkan dari nilai rata-rata tingkat kinerja terendah (2,48) yang dimiliki oleh atribut daya tahan beras untuk disimpan dan nilai rata-rata tingkat kinerja tertinggi (4,06) yang dimiliki oleh atribut kemudahan memperoleh beras. Daya tahan beras untuk disimpan dianggap sangat tidak memuaskan bagi konsumen kelas menengah. Konsumen pada kelas ini menginginkan membeli beras dalam jumlah yang banyak untuk jangka waktu yang cukup lama. Ini dikarenakan alasan kepraktisan dan hemat biaya transportasi. Namun beras yang mereka beli akan berwarna kekuningan dan muncul serangga jika disimpan lebih



dari satu bulan. Ini membuat daya tahan menjadi atribut yang kinerjanya dinilai paling buruk bagi konsumen kelas menengah. Kemudahan memperoleh beras menjadi atribut yang dianggap sangat memuaskan karena beras yang dikonsumsi oleh konsumen kelas menengah selalu tersedia di warung atau pasar tradisional. Tabel 40 Tingkat Kinerja Atribut Beras Responden Kelas Menengah No Atribut-atribut Beras X 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19



7.2.3



Kepulenan nasi Aroma nasi Warna beras Kebersihan beras Keutuhan butir beras (broken) Keseragaman butir beras (tidak tercampur) Varietas beras Daya tahan beras Kemasan beras Merek Iklan Beras Harga beras Lokasi penjual beras Keragaman varietas di tempat pembelian beras Keragaman harga di tempat pembelian beras Kenyamanan tempat pembelian Informasi oleh pedagang Pelayanan di tempat pembelian beras Kemudahan memperoleh beras



3,73 3,55 3,76 3,88 3,33 2,88 3,51 2,48 3,45 3,42 2,73 3,48 3,55 3,39 3,12 2,88 3,69 3,03 4,06



Urutan Kinerja 4 6 (1) 3 2 12 15 (1) 7 17 9 10 16 8 6 (2) 11 13 15 (2) 5 14 1



Penilaian Kinerja Atribut Beras Kelas Bawah



Nilai rata-rata tingkat kinerja untuk setiap atribut yang didapat dari responden kelas bawah dapat dilihat pada Tabel 41. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa atribut yang memiliki tingkat kinerja terendah adalah harga beras, sedangkan atribut yang memiliki tingkat kinerja tertinggi adalah kemudahan memperoleh beras. Hal ini ditunjukkan dari nilai rata-rata tingkat kinerja terendah (2,45) yang dimiliki oleh atribut harga beras dan nilai rata-rata tingkat kinerja tertinggi (4,82) yang dimiliki oleh atribut kemudahan memperoleh beras. Tabel 41 Tingkat Kinerja Atribut Beras Responden Kelas Bawah



No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19



Atribut-atribut Beras Kepulenan nasi Aroma nasi Warna beras Kebersihan beras Keutuhan butir beras (broken) Keseragaman butir beras (tidak tercampur) Varietas beras Daya tahan beras Kemasan beras Merek Iklan Beras Harga beras Lokasi penjual beras Keragaman varietas di tempat pembelian beras Keragaman harga di tempat pembelian beras Kenyamanan tempat pembelian Informasi oleh pedagang Pelayanan di tempat pembelian beras Kemudahan memperoleh beras



X 3,88 3,15 3,58 2,76 3,27 3,24 3,15 3,58 3,15 3,09 3,85 2,45 4,15 3,42 3,48 3,30 3,42 3,24 4,18



Urutan Kinerja 3 11(1) 5 (1) 14 12 10 (1) 11 (2) 5 (2) 11 (3) 13 4 15 2 9 (2) 6 8 9 (1) 10 (2) 1



Harga beras dianggap sangat mahal bagi konsumen kelas bawah. Konsumen kelas bawah mengalami keterbatasan dalam memilih beras yang akan dikonsumsi karena pendapatan yang sangat terbatas. Ini mengakibatkan konsumen kelas bawah merasa kinerja harga beras tidak memuaskan. Kemudahan memperoleh beras menjadi atribut yang dianggap sangat memuaskan karena beras yang dikonsumsi oleh konsumen kelas bawah selalu tersedia di warung atau pasar tradisional. Apabila dibandingkan antara ketiga kelas sosial yang ada dalam penelitian ini, kelas bawah dan kelas menengah menganggap kemudahan memperoleh beras sebagai atribut yang tingkat kinerjanya paling tinggi. Sedangkan kelas atas menganggap tingkat kinerja terbaik berada pada atribut kebersihan beras. Walaupun kemudahan memperoleh beras bagi kelas bawah dan kelas menengah sama-sama menjadi atribut yang dianggap mempunyai kinerja paling baik, namun berdasarkan nilai rata-rata tingkat kinerja, kelas menengah (4,06)



mempunyai nilai rata-rata yang lebih rendah dibandingkan kelas bawah (4,18). Ini dikarenakan beras yang dikonsumsi oleh kelas bawah lebih mudah didapatkan daripada beras yang dikonsumsi kelas menengah. Kelas bawah tidak terlalu mementingkan kualitas beras dibandingkan harga. Sedangkan bagi kelas menengah, ada pertimbangan-pertimbangan lain yang harus dipenuhi oleh beras yang dikonsumsi. Bagi kelas atas, beras yang dikonsumsi hanya ada di tempattempat tertentu dan terkadang tidak tersedia secara kontinyu. Kebersihan beras pada kelas atas menjadi atribut yang paling memuaskan dengan nilai rata-rata kinerja sebesar 4,42. Pada kelas bawah, atribut ini menempati urutan ke-14 dan mempunyai nilai rata-rata sebesar 2,76. Sedangkan pada kelas menengah atribut ini menempati urutan kedua dengan nilai rata-rata sebesar 3,88. Dapat dilihat bahwa semakin tinggi kelas sosial, beras yang dikonsumsi akan semakin bersih. Ini terkait dengan tingkat pendapatan konsumen. Semakin tinggi kelas sosial, besar kemungkinan beras yang dikonsumsi akan semakin mahal sehingga kebersihan beras tersebut semakin terjamin. Atribut yang dianggap paling buruk kinerjanya bagi kelas bawah adalah harga beras. Ini dikarenakan pandapatan yang diperoleh kelas bawah sebagian besar dihabiskan untuk membeli beras sehingga mereka merasa harga beras masih terlalu mahal. Kinerja harga beras dianggap lebih baik pada kelas menengah dibandingkan kelas atas. Ini dikarenakan perbedaan harga beras yang dikonsumsi dan perbedaan tempat pembelian beras. Beras yang dikonsumsi kelas atas relatif lebih mahal dibandingkan beras yang dikonsumsi kelas menengah. Selain itu, tempat pembelian beras sebagian besar konsumen kelas atas memungkinkan harga beras yang semakin mahal.



Bagi kelas menengah, kinerja yang dianggap paling tidak memuaskan adalah atribut daya tahan beras untuk disimpan. Bagi kelas bawah dan kelas atas atribut ini menempati urutan kelima dalam nilai rata-rata kinerja. Kelas bawah membeli beras tidak dalam jumlah yang banyak sehingga beras yang masih dalam keadaan baik saat dikonsumsi. Kelas atas membeli beras dalam jumlah yang relatif banyak dibandingkan kelas bawah. Namun rata-rata konsumen kelas atas mempunyai alat penyimpan beras yang dapat menghindarkan beras dari kerusakan dalam jangka waktu tertentu sehingga daya tahan beras lebih terjaga. Bagi kelas atas, kinerja yang dianggap paling buruk adalah iklan beras. Ini tidak jauh berbeda dengan penilaian kelas menengah dan kelas bawah. Iklan beras dianggap terbatas dan tidak menarik.



7.4 Important and Performance Matrix



Important and Performance Matrix merupakan suatu bentuk diagram yang dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada suatu titik ( X , Y ). Jika total X dibagi jumlah atribut dalam penelitian, akan didapat X , sedangkan total Y dibagi jumlah atribut dalam penelitian, akan didapat



Y.



Sumbu X (sumbu mendatar) akan diisi skor tingkat kinerja (performance), dan sumbu Y (sumbu tegak) akan diisi skor untuk tingkat kepentingan (important).



Important and Performance Matrix diperlukan untuk melihat kedudukan 19 atribut beras yang diperoleh berdasarkan skor tingkat kepentingan dan skor tingkat kinerja berdasarkan 100 responden, sehingga dapat dikaitkan antara pentingnya atribut-atribut tersebut dengan kenyataan yang ada. Dari pengetahuan



tersebut, dapat difokuskan usaha-usaha yang harus dilaksanakan berdasarkan 4 kuadran dalam diagram IPA. Atribut-atribut yang ada dalam kuadran I dianggap paling berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan, karena keberadaan atribut-atribut ini dinilai sangat penting oleh pelanggan sedangkan tingkat kinerjanya masih belum memuaskan. Oleh karena itu, atribut-atribut dalam kuadran ini perlu ditingkatkan kinerjanya dan penanganannya perlu diprioritaskan. Atribut-atribut yang terletak pada kuadran II merupakan atribut-atribut yang



dianggap



berprestasi



oleh



konsumen



sehingga



kinerjanya



perlu



dipertahankan dan bila mampu ditingkatkan karena tingkat kinerja aktual pada umumnya telah sesuai dengan harapan pelanggan. Atribut-atribut yang terletak pada kuadran III merupakan atribut yang kurang penting atau rendah pengaruhnya bagi konsumen, dan tingkat kinerja atribut-atribut tersebut juga masih rendah. Walaupun atribut-atribut pada kuadran ini juga perlu ditingkatkan kinerjanya, namun peningkatan kinerja tersebut tidaklah menjadi prioritas utama, karena apabila kinerja atribut-atribut pada kuadran III ditingkatkan, tidak akan meningkatkan kepuasan total konsumen secara signifikan. Oleh karena itu, atribut-atribut yang paling penting untuk ditingkatkan kinerjanya adalah atribut-atribut yang berada pada kuadran I, karena dianggap penting oleh konsumen. Atribut yang berada pada kuadran IV merupakan atribut yang mempunyai tingkat kinerja yang sangat baik walaupun memiliki tingkat kepentingan yang rendah. Kinerja atribut-atribut ini perlu dipertimbangkan kembali karena dirasakan terlalu berlebihan dalam pelaksanaannya. Maka yang



perlu dilakukan adalah mengelola investasi yang ada sehingga dapat dikontribusikan secara optimal dan proporsional sesuai prioritas yang telah ditentukan, yaitu pada atribut-atribut yang dianggap penting oleh konsumen, dan kinerjanya belum memuaskan sehingga dibutuhkan peningkatan kinerja. Nilai rata-rata dari skor tingkat kepentingan dan skor tingkat kinerja responden kelas atas yang diplotkan pada diagram kartesius untuk responden kelas bawah dengan X adalah 3,79 dan Y adalah 3,87 menghasilkan diagram sebagai berikut. Important and Performance Analysis 3.794 4.5 S



Tingkat kepentingan



D



C



4.0



E



B



A



F



P



R I



L



H



NM G



3.868



O



Q



3.5 J



3.0



2.5



K



3.0



3.5



4.0



4.5



Tingkat kinerja



Gambar 9. Important and Performance Matrix Responden Kelas Atas



Berdasarkan Gambar 9, hasil diagram kartesius untuk responden kelas atas dapat diringkas sebagai berikut.



Tabel 42 Hasil Important and Performance Matrix Responden Kelas Atas Kuadran I 1. Kemudahan mendapatkan beras (S) 2. Pelayanan penjual (R)



Kuadran II 1. Kepulenen (A) 2. Aroma (B) 3. Warna (C) 4. Kebersihan (D) 5. Broken (E) 6. Kesaragaman butir beras (F) 7. Daya tahan beras (H) 8. Kenyamanan tempat pembelian (P)



Kuadran III Kuadran IV 1. Kemasan (I) 1. Varietas beras 2. Merek (M) (G) 3. Iklan (K) 2. Keragaman 4. Informasi penjual varietas (N) (Q) 3. Keragaman harga di tempat 5. Harga (L) pembelian (O) 4. Lokasi penjual beras (J)



Nilai rata-rata dari skor tingkat kepentingan dan skor tingkat kinerja responden kelas menengah yang diplotkan pada diagram kartesius untuk responden kelas bawah dengan X adalah 3,37dan Y adalah 3,50 menghasilkan diagram sebagai berikut. Impor tant and P er fermance Analy sis 3. 365



D



4. 5



Tingkat kepentingan (Yi)



H



4. 0



A C



Kua dra n I Prio rit a s U t a m a F



3. 5



R



P



B



E



M



L



O



Q



S



Ku a dra n II P e rta h a n k a n P re s ta s i 3. 504



N



I G



3. 0 Ku a dra n III P ri o ri ta s R e n da h



Ku a dra n IV B e rl e bi h a n



2. 5 J K



2. 0 2. 50



2. 75



3. 00



3. 25



3. 50



3. 75



4. 00



4. 25



Tingka t kine rja (X i)



Gambar 10. Important and Performance Matrix Responden Kelas Menengah



Berdasarkan Gambar 10, hasil diagram kartesius untuk kelas menengah dapat diringkas sebagai berikut.



Tabel 43 Hasil Important and Performance Matrix Responden Kelas Menengah Kuadran I 1 Broken (E) 2 Keseragaman butir (F) 3 Daya tahan (H)



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Kuadran II Kepulenen (A) Aroma (B) Warna (C) Kebersihan (D) Harga beras (L) Lokasi penjual (M) Informasi penjual (Q) Kemudahan mendapatkan beras (S)



Kuadran III 1. Iklan (K) 2. Keragaman harga di tempat pembelian (O) 3. Kenyamanan di tempat pembelian (P) 4. Pelayanan penjual (R)



Kuadran IV 1. Varietas beras (G) 2. Kemasan (I) 3. Merek (J) 4. Keragaman varietas di tempat pembelian (N)



Nilai rata-rata dari skor tingkat kepentingan dan skor tingkat kinerja responden kelas bawah yang diplotkan pada diagram kartesius untuk responden kelas bawah dengan X adalah 3,39 dan Y adalah 3,12 menghasilkan diagram sebagai berikut. Important and Performance Analysis



Tingkat kepentingan (Yi)



4. 5



3. 388 L



A



D



4. 0



M



C



3. 5



Kuadran I Prioritas Utama



Kuadran II Pertahank an Pres tas i



B E



3. 0



Q O



F



3. 120 H



Kuadran IV B erlebihan



R P



2. 5



Kuadran III Prioritas Rendah



S



N



G



K



J



2. 0 I



2. 50



2. 75



3. 00



3. 25



3. 50



3. 75



4. 00



4. 25



Tingkat kinerja (Xi)



Gambar 11. Important and Performance Matrix Responden Kelas Bawah



Berdasarkan Gambar 11, hasil diagram kartesius untuk responden kelas bawah dapat diringkas sebagai berikut.



Tabel 44 Hasil Important and Performance Matrix Responden Kelas Bawah Kuadran I 1. Aroma (B) 2. Kebersihan (D) 3. Broken (E) 4. Harga (L)



Kuadran II 1. Kepulenan (A) 2. Warna (C) 3. Lokasi Penjual (M) 4. Informasi Penjual (Q) 5. Kemudahan mendapatkan beras (S)



Kuadran III 1. Keseragaman butir (F) 2. Varietas beras (G) 3. Merek (J) 4. Kemasan (I) 5. Kenyamanan di tempat pembelian (P) 6. Pelayanan di tempat pembelian (R)



Kuadran IV 1. Daya tahan (H) 2. Iklan (K) 3. Keragaman harga di tempat pembelian (O) 4. Keragaman varietas di tempat pembelian (N)



Pembahasan terhadap hasil dari Important and Performance Matrix akan dilakukan per atribut dengan dibandingkan antar kelas yang berbeda. Untuk mempermudah tujuan tersebut, dibuat tabel penggabungan hasil IPA seluruh kelas sehingga dapat dilihat dengan jelas perbedaan preferensi dan kepuasan berdasarkan penilaian tingkat kepentingan dan tingkat kinerja antara ketiga kelas sosial dalam penelitian ini. Hasil penggabungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 45.



Tabel 45 Hasil Important and Performance Matrix Seluruh Kelas Sosial Kuadran I 1. Kemudahan



Hasil IPA Kelas Atas Kuadran II Kuadran III 1. Kepulenen (A) 1. Kemasan (I)



Kuadran IV 1. Varietas beras



mendapatkan beras (S) 2. Pelayanan penjual (R)



2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Kuadran I 1 Broken (E) 2 Keseragaman butir (F) 3 Daya tahan (H)



1 2 3 4 5 6 7 8



1. 2. 3. 4.



Kuadran I Aroma (B) Kebersihan (D) Broken (E) Harga (L)



1 2 3 4 5



Aroma (B) 2. Lokasi penjual Warna (C) beras (M) Kebersihan (D) 3. Iklan (K) Broken (E) 4. Informasi penjual Kesaragaman butir (Q) beras (F) 5. Harga (L) Daya tahan beras (H) Kenyamanan tempat pembelian (P) Hasil IPA Kelas Menengah Kuadran II Kuadran III Kepulenen (A) 1. Iklan (K) Aroma (B) 2. Keragaman harga Warna (C) di tempat Kebersihan (D) pembelian (O) Harga beras (L) 3. Kenyamanan di Lokasi penjual (M) tempat pembelian Informasi penjual (P) (Q) 4. Pelayanan penjual Kemudahan (R) mendapatkan beras (S) Hasil IPA Kelas Bawah Kuadran II Kuadran III Kepulenan (A) 1 Keseragaman butir Warna (C) (F) Lokasi Penjual (M) 2 Varietas beras (G) Informasi Penjual 3 Merek (J) (Q) 4 Kemasan (I) Kemudahan 5 Kenyamanan di mendapatkan beras tempat pembelian (S) (P) 6 Pelayanan di tampat pembelian (R)



(G) 2. Keragaman varietas di tempat pembelian (N) 3. Keragaman harga di tempat pembelian (O) 4. Merek (J) Kuadran IV beras 1. Varietas (G) 2. Kemasan (I) 3. Merek (J) 4. Keragaman varietas di tempat pembelian (N)



Kuadran IV 1 Daya tahan (H) 2 Iklan (K) 3 Keragaman harga di tempat pembelian (O) 4 Keragaman varietas di tempat pembelian (N)



A. Kepulenan Nasi



Kepulenan adalah atribut yang dianggap penting dan kinerjanya dinilai telah memuaskan oleh semua kelas (kuadran II). Kepulenan sejak awal telah menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih beras sehingga atribut kepulenan dari beras yang dikonsumsi responden dinilai kinerjanya baik. Ini dikarenakan responden mayoritas suku Jawa sehingga menyukai nasi yang pulen. B. Aroma Nasi



Aroma pada kelas bawah dianggap penting namun kinerjanya tidak memuaskan (kuadran I). Konsumen menginginkan beras yang lebih enak



aromanya (wangi dan segar) dibandingkan aroma nasi dari beras yang selama ini dikonsumsi. Beras yang dikonsumsi responden kelas bawah adalah beras curah yang kurang diperhatikan penyimpanannya oleh pemasok dan penjual. Selain itu, beras yang dikonsumsi responden kelas bawah adalah beras yang tidak diberi



essence saat pemolesan sehingga aromanya dianggap kurang memuaskan. Aroma bagi kelas menengah dan kelas atas masuk dalam kuadran II, yaitu atribut yang tingkat kepentingan dan tingkat kinerjanya tinggi. Ini dikarenakan responden kelas menengah dan kelas atas mengkonsumsi beras yang beraroma. C. Warna Alami Beras



Warna beras bagi semua kelas sosial masuk dalam kuadran II, yaitu atribut yang tingkat kepentingan dan tingkat kinerjanya tinggi. Warna sejak awal telah menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih beras sehingga atribut warna dari beras yang dikonsumsi responden dinilai kinerjanya baik. Warna yang putih dianggap penting karena lebih meningkatkan selera makan. D. Kebersihan Beras



Kebersihan beras pada kelas bawah dianggap penting namun kinerjanya tidak memuaskan (kuadran I). Beras yang dikonsumsi responden kelas bawah adalah beras curah yang kurang dijaga kebersihannya, baik oleh pemasok maupun oleh penjual. Masih terdapat banda lain selain beras seperti gabah dan kerikil. Walaupun hanya sedikit, namun konsumen menginginkan beras yang lebih bersih. Kebersihan beras bagi kelas menengah dan kelas atas masuk dalam kuadran II, yaitu atribut yang tingkat kepentingan dan tingkat kinerjanya tinggi. Ini dikarenakan kebersihan sejak awal telah menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih beras sehingga atribut kebersihan dari beras yang dikonsumsi



responden dinilai kinerjanya baik. Kebersihan dianggap penting karena lebih meningkatkan selera makan. E. Keutuhan Butir Beras (Broken)



Bagi kelas bawah, butir patah atau broken pada beras dianggap penting sedangkan kinerjanya kurang memuaskan (kuadran I). Beras yang selama ini dikonsumsi konsumen kelas bawah rata-rata kinerjanya dinilai buruk karena masih ada konsumen yang mengkonsumsi beras dengan broken antara 15-25 persen. Keutuhan butir berhubungan dengan volume nasi saat ditanak. Beras yang tidak banyak brokennya akan menjadi lebih banyak saat ditanak. Bagi kelas menengah, keutuhan butir beras juga masuk pada kuadran I. Kelas menengah merasa kinerja keutuhan butir beras masih kurang memuaskan pada beras yang mereka konsumsi. Atribut ini penting karena keutuhan butir menjadi suatu hal yang mempengaruhi penampakan nasi yang telah dimasak. Keutuhan butir beras bagi kelas atas masuk dalam kuadran II, yaitu atribut yang tingkat kepentingan dan tingkat kinerjanya tinggi. Ini dikarenakan keutuhan butir sejak awal telah menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih beras sehingga beras yang terpilih adalah beras yang kinerjanya baik. Keutuhan butir dianggap penting karena berpengaruh pada penampakan beras yang telah dimasak.



F. Keseragaman Butir Beras



Keseragaman butir beras pada kelas bawah masuk pada kuadran III, yaitu atribut yang tingkat kepentingan dan kinerjanya dinilai rendah. Beras yang dikonsumsi konsumen kelas bawah adalah beras curah sehingga sering tercampur



dengan beras yang varietas atau bentuk butir atau ukuran butirnya berbeda. Ini membuat kinerja keseragaman butir beras dinilai tidak baik oleh konsumen. Bagi kelas menengah, keseragaman butir beras juga masuk pada kuadran I. Kelas menengah merasa kinerja keseragaman butir beras masih kurang memuaskan pada beras yang mereka konsumsi. Atribut ini penting karena keseragaman butir menjadi suatu hal yang mempengaruhi penampakan nasi yang telah dimasak. Selain itu, beras yang tercampur akan berubah rasanya. Keseragaman butir beras bagi kelas atas masuk dalam kuadran II, yaitu atribut yang tingkat kepentingan dan tingkat kinerjanya tinggi. Ini dikarenakan keseragaman butir sejak awal telah menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih beras sehingga beras yang terpilih adalah beras yang kinerjanya baik. Keseragaman butir dianggap penting karena berpengaruh pada penampakan dan rasa beras yang telah dimasak. G. Nama Varietas Beras



Varietas beras pada konsumen kelas bawah masuk pada kuadran III, yaitu tingkat kepentingn dan kinerja yang rendah. Varietas beras dianggap tidak begitu penting karena mereka tidak mempermasalahkan beras varietas apa yang mereka konsumsi. Buktinya adalah kebanyakan responden kelas bawah tidak dapat menyebutkan dengan pasti nama varietas beras yang selama ini mereka konsumsi. Ini dikarenakan beras yang mereka beli adalah beras curah tanpa kemasan sehingga mereka tidak mengetahui beras varietas apa yang mereka konsumsi. Walaupun dianggap tidak penting, varietas beras dikenal konsumen kelas menengah (kuadran IV). Konsumen kelas menengah tidak menyadari bahwa varietas beras berhubungan dengan rasa beras yang mereka konsumsi. Varietas



beras yang dikonsumsi dikenal karena sebagian konsumen kelas menengah membeli beras dalam jumlah besar sehingga beras yang dibeli tersebut disertai kemasan yang mencantumkan varietas dan merek beras. Seperti konsumen kelas menengah, konsumen kelas atas mengetahui varietas beras yang mereka konsumsi walaupun atribut tersebut dianggap tidak penting bagi mereka (kuadran IV). Alasan mereka agak berbeda dengan kelas menengah. Kelas atas menyatakan bahwa beras yang terkenal varietasnya belum tentu rasa dan penampakannya baik. Pada beras yang sama varietasnya, terkadang berbeda kualitasnya. Kinerja varietas beras dinilai baik karena sebagian besar konsumen kelas atas mengetahui varietas beras yang mereka konsumsi .Ini dikarenakan konsumen kelas atas membeli beras dalam kemasan sehingga tercantum varietasnya. H. Daya Tahan Beras Untuk Disimpan



Bagi kelas bawah, atribut ini termasuk kuadran IV yaitu berlebihan. Daya tahan beras dianggap tidak penting bagi konsumen kelas bawah karena konsumen kelas bawah membeli beras dalam jumlah kecil dengan frekuensi yang tinggi. Kinerja daya tahan beras dinilai baik karena ketika beras yang dibeli akan dikonsumsi, beras tersebut masih dalam keadaan baik (seperti ketika beras tersebut dibeli). Berbeda dengan kelas bawah, kelas menengah memasukkan atribut ini pada kuadran I. Daya tahan beras dianggap penting bagi konsumen kelas menengah karena mereka biasa membeli beras dalam jumlah yang banyak sehingga mengharapkan beras tersebut dapat bertahan dalam keadaan baik hingga konsumsi terakhir. Konsumen yang membeli beras untuk keperluan konsumsi satu



bulan menyatakan bahwa beras yang mereka konsumsi keadaannya menjadi buruk di hari-hari terakhir bulan pembelian. Terdapat serangga, warna kekuningkuningan, serta bila dimasak aromanya tidak seenak waktu pembelian pertama kali. Ini menyebabkan kinerja daya tahan beras dinilai kurang baik dan perlu ditingkatkan lagi. Atribut ini dimasukkan ke kuadran II oleh responden kelas atas. Daya tahan beras dianggap penting karena konsumen kelas atas memilih membeli beras dengan jumlah banyak dengan alasan kepraktisan. Namun konsumen kelas atas memiliki alat penyimpan beras yang dapat membuat beras lebih tahan lama sehingga kinerja daya tahan beras dianggap baik. I. Kemasan Beras



Bagi kelas bawah dan kelas atas, kemasan beras dimasukkan kuadran III, yaitu atribut yang tingkat kepentingan dan tingkat kinerjanya rendah. Kemasan beras dianggap tidak penting karena konsumen kelas bawah sering membeli beras curah tanpa kemasan. Kinerja kemasan beras dinilai kurang memuaskan karena beras yang mereka konsumsi ditempatkan dalam plastik belum tentu terjaga kebersihannya. Bagi kelas atas, kemasan beras yang dikonsumsi dinilai tidak memuaskan karena kemasannya tidak menarik dan informasi yang dibutuhkan mengenai beras tidak tercantum dengan lengkap pada kemasan. Kemasan yang menarik belum tentu rasanya sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen. Bagi kelas menengah, walaupun kemasan dinilai layak dan menarik karena dilengkapi gambar dan keterangan lain mengenai beras, kemasan yang diikutsertakan sewaktu pembelian dianggap tidak penting oleh konsumen karena kemasan hanyalah pembungkus untuk membawa beras tersebut. Hal itu membuat



kemasan dimasukkan dalam kuadran IV oleh kelas menengah. Data-data yang terdapat pada kemasan seperti merek dan varietas, juga berat bersih tidak terlalu penting bagi konsumen kelas menengah karena terkadang tidak mencerminkan beras yang sebenarnya. J. Merek



Penilaian terhadap merek hampir sama dengan kemasan karena merek tercantum dalam kemasan. Bagi kelas bawah, merek beras dimasukkan kuadran III, yaitu atribut yang tingkat kepentingan dan tingkat kinerjanya rendah. Merek beras kinerjanya dianggap tidak baik karena konsumen kelas bawah sering membeli beras curah tanpa kemasan tempat mencantumkan merek. Merek dianggap tidak penting bagi kelas menengah. Buktinya adalah mereka tidak mempermasalahkan beras yang mereka konsumsi mereknya apa. Bagi kelas menengah dan kelas atas, merek dimasukkan dalam kuadran IV. Mereka menganggap merek beras yang dikonsumsi dinilai tidak penting karena



merek tertentu tidak mencerminkan kualitas beras yang sebenarnya.



Merek yang terkenal belum tentu rasanya sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen. Kinerja merek dinilai memuaskan karena merek yang mereka konsumsi terkenal. Mereka mengetahui merek tersebut dari kemasan beras yang mereka beli. K. Iklan Beras



Kinerja iklan beras dianggap memuaskan karena menurut konsumen kelas bawah iklan beras menarik. Namun iklan beras dianggap tidak penting dalam konsumsi beras sehari-hari sehingga kelas bawah memasukkan iklan pada kuadran IV. Apabila ada iklan beras, iklan itu ditujukan bagi konsumen kelas



menengah dan kelas atas. Informasi dari iklan dianggap tidak penting karena dianggap tidak sesuai dengan informasi yang dibutuhkan konsumen kelas bawah. Bagi kelas menengah dan kelas atas, iklan dimasukkan pada kuadran III. Iklan beras dinilai tidak penting karena tidak mampengaruhi keputusan konsumsi beras oleh konsumen. Selain itu, kinerja iklan beras juga dianggap buruk, karena iklan dinilai tidak menarik karena informasi dari iklan beras sangat terbatas dan tidak intensif sehingga konsumen lebih memilih informasi dari penjual beras. L. Harga Beras



Harga beras bagi kelas bawah dianggap sangat penting dan kinerjanya selama ini tidak memuaskan (kuadran I). Harga beras yang selama ini dikonsumsi konsumen kelas bawah dianggap masih terlalu mahal karena pendapatan yang diperoleh rata-rata responden kelas bawah masih rendah dan persentase terbesar dari pengeluaran kelas bawah adalah untuk beras. Bagi kelas menengah, harga beras dinilai penting dan konsumen merasa harga yang selama ini ada sudah relatif terjangkau dan sesuai dengan beras yang mereka beli (kuadran II). Harga tersebut perlu dipertahankan dan kalau memungkinkan diturunkan dengan tidak menurunkan kualitas beras sehingga konsumen merasa semakin puas. Bagi kelas atas, harga beras dimasukkan kuadran III, dimana harga tersebut dianggap tidak penting namun memiliki kinerja tidak memuaskan. Pendapatan kelas atas relatif lebih tinggi dibandingkan pendapatan kelas sosial lainnya. Hal ini menyebabakan kelas atas tidak begitu peduli apabila harga beras yang harus dibayar lebih tinggi asalkan kualitas beras ditingkatkan sesuai harapan mereka.



M. Lokasi Penjual Beras



Bagi kelas bawah, lokasi penjual beras dimasukkan pada kuadran II. Lokasi sangat penting karena pendapatan mereka yang kecil dan frekuensi pembelian mereka tinggi karena setiap kali membeli dengan ukuran kecil (kiloan), sehingga lokasi penjual beras haruslah dekat dan strategis agar mereka mudah membeli beras tanpa mengeluarkan biaya. Lokasi penjual beras dinilai cukup dekat dengan rumah sehingga dapat dengan mudah dijangkau tanpa mengeluarkan biaya. Kelas menengah memasukkan lokasi penjual beras pada kuadran II. Lokasi penjual beras dianggap penting bagi konsumen kelas menengah karena mereka mencari lokasi yang mudah dijangkau karena dekat, ataupun lancar taransportasinya, baik untuk kendaraan pribadi dan kendaraan umum. Kinerja atribut ini dinilai memuaskan karena perumahan tempat mengambil sampel dekat dengan pasar. Walaupun ada yang membeli beras agak jauh dengan tempat tinggal mereka, namun mereka menganggap jarak tersebut cukup dekat karena adanya sarana transportasi pribadi. Konsumen kelas atas memasukkan atribut ini pada kuadran III. Lokasi penjual beras dianggap tidak penting bagi konsumen kelas atas karena mereka mempunyai alat transportasi pribadi yang dapat mengantar mereka walaupun tempat pembelian beras tersebut jauh. Lokasi yang dikunjungi konsumen kelas atas untuk membeli beras dinilai jauh karena ketersediaan beras yang mereka inginkan tidak ada di sembarang tempat pembelian. N. Keragaman Varietas Beras Di Tempat Pembelian



Keragaman varietas di tempat pembelian pada semua kelas dinilai sangat berlebihan (kuadran IV). Bagi kelas bawah, keragaman varietas beras di tempat pembelian dianggap tidak penting. Walaupun di tempat pembelian tersebut tersedia berbagai varietas beras, namun beras yang mereka konsumsi hanyalah beras yang harganya terjangkau oleh mereka. Bagi kelas menengah, karena varietas tidak penting, maka keragaman varietas di tempat pembelian juga dianggap tidak penting. Bagi kelas atas, keragaman beras di tempat pembelian tidak berpengaruh bagi mereka. Apabila beras yang biasa mereka konsumsi tidak tersedia, mereka akan mencari beras yang sama di tempat lain, bukan mengganti dengan beras lainnya. O. Keragaman Harga Di Tempat Pembelian Beras



Keragaman harga di tempat pembelian pada kelas bawah dan kelas atas dinilai sangat berlebihan (kuadran IV). Bagi kelas bawah, keragaman harga beras di tempat pembelian dianggap tidak penting. Walaupun di tempat pembelian tersebut tersedia berbagai harga beras, namun range harga yang terjangkau bagi mereka sangat kecil. Sedangkan bagi kelas atas, keragaman harga bukanlah sesuatu yang penting karena mereka mempunyai pendapatan yang relatif tinggi sehingga beras yang mereka konsumsi tidak dinilai berdasarkan harga namun berdasarkan kualitas. Bagi kelas menengah, keragaman harga termasuk kuadran III. Keragaman harga di tempat pembelian tidak penting karena harga beras yang ingin mereka beli berada pada range yang sempit. Menurut mereka, harga merupakan jaminan kualitas. Harga yang terlalu rendah akan mencerminkan kualitas beras yang tidak baik, sedangkan harga yang terlalu tinggi, tidak sesuai



dengan pendapatan mereka. Walaupun kinerja atribut ini buruk, namun itu tidak menjadi masalah bagi mereka. P. Kenyamanan Tempat Pembelian



Atribut ini dimasukkan ke kuadran III oleh konsumen kelas bawah dan kelas menengah. Konsumen kelas bawah menyatakan tidak butuh tempat yang nyaman karena transaksi yang dilakukan hanya sebentar. Kinerja atribut ini dianggap buruk oleh konsumen karena memang keadaan tempat membeli beras yang sering mereka kunjungi kurang rapi dan bersih. Kenyamanan tempat pembelian tidak penting bagi konsumen kelas menengah. Ini dikarenakan interaksi dalam pembelian beras berlangsung cepat. Walaupun tempat pembelian beras mereka tidak nyaman, itu tidak menjadi masalah berarti untuk mereka. Kelas atas memasukkan atribut ini pada kuadran II. Sebagian besar responden membeli beras di mall atau supermarket untuk sekalian berbelanja keperluan lainnya sehingga kenyamanan tempat pembelian beras menjadi atribut yang penting. Kenyamanan tempat pembelian dianggap baik oleh responden sehingga perlu dipertahankan kinerjanya, bahkan ditingkatkan.



Q. Pemberian Informasi Oleh Pedagang



Pemberian informasi oleh penjual dimasukkan pada kuadran II oleh konsumen kelas bawah dan menengah. Bagi kelas bawah, informasi beras yang diperoleh dari pedagang beras dianggap penting karena hanya dari penjual beras konsumen kelas bawah bisa mendapatkan informasi. Informasi tersebut dinilai lengkap dan benar. Kepercayaan tersebut timbul karena hubungan antara pembeli dan penjual beras yang baik (bertetangga) sehingga konsumen percaya mereka



mendapat informasi yang benar dan dapat dipercaya. Bagi kelas menengah, informasi yang diberikan oleh penjual beras dianggap penting bagi konsumen karena informasi mengenai beras sangat sulit dijumpai dalam sumber informasi lain seperti iklan. Informasi tersebut dinilai baik kinerjanya karena sebagian besar informasi dianggap lengkap dan benar. Kedua kelas ini memberi nilai memuaskan pada atribut informasi penjual karena berkesempatan berhadapan langsung sehingga bisa langsung berkomunikasi. Bagi kelas atas, informasi dari penjual beras dimasukkan pada kuadran III. Atribut ini dinilai tidak penting karena mereka biasa mendapatkan informasi dari sumber lain, seperti kemasan. Kinerja atribut ini dinilai buruk karena karena membeli beras di supermarket yang penjualnya terkadang pengetahuannya terbatas. R. Pelayanan Di Tempat Pembelian Beras



Bagi konsumen kelas bawah dan menengah, pelayanan di tempat pembelian dimasukkan ke kuadran III. Bagi konsumen kelas bawah, pelayanan penjual tidak dianggap penting karena lokasi penjual yang dekat dengan rumah dan jumlah beras yang dibeli relatif sedikit. Kinerja pelayanan di tempat pembelian dinilai buruk karena terkadang konsumen harus mengantri sehingga pelayanan penjual dianggap buruk. Bagi kelas menengah, pelayanan penjual tidak penting karena interaksi dalam pembelian beras berlangsung cepat dan tidak merepotkan sehingga butuh pelayanan. Atribut ini dinilai buruk karena memang pelayanan di tempat pembelian beras kelas menengah sangat terbatas. Kedua kelas ini lebih mementingkan manfaat utilitarian seperti ketersediaan beras dan harga beras dalam memilih tempat pembelian dibandingkan pelayanan yang baik. Hal



tersebut menyebabkan atribut ini dianggap tidak penting oleh kelas bawah maupun kelas menengah. Bagi kelas atas, atribut ini dimasukkan pada kuadran I. Pelayanan penjual dinggap penting oleh konsumen kelas atas karena mereka membeli beras dalam jumlah yang besar. Pelayanan penjual dinilai kurang memuaskan karena pembeli yang meminta berasnya diantar kerumah terkadang terlambat datang dari waktu yang ditentukan. Selain itu, keramahan penjual juga dinilai kurang. S. Kemudahan Memperoleh Beras



Bagi konsumen kelas bawah dan kelas menengah, kemudahan memperoleh beras dimasukkan pada kuadran II. Kemudahan memperoleh beras merupakan atribut yang penting karena apabila beras yang diinginkan tidak ada, konsumen kelas bawah akan kebingungan menentukan beras lain yang rasa dan harganya cocok. Konsumen kelas menengah akan kehilangan lebih banyak waktu untuk memilih beras lain sebagai pengganti atau kehilangan tenaga dan biaya tambahan untuk mencari beras yang sama di tempat lain. Penjual beras dianggap mampu menyediakan beras yang dibutuhkan konsumen kelas bawah dan kelas atas dengan baik. Ini dikarenakan jenis beras yang dikonsumsi konsumen kelas bawah kebanyakan adalah beras curah yang selalu tersedia. Kelas menengah juga mengkonsumsi beras yang mudah dicari, selalu tersedia, dan tidak berbeda jauh dengan beras lainnya sehingga ketersediannya baik. Atribut ini oleh kelas atas ditempatkan pada kuadran I. Kemudahan memperoleh beras dianggap sangat penting bagi responden kelas atas. Semakin tinggi pendapatan seseorang, maka dia akan sangat memperhatikan kualitas suatu produk walaupun harganya relatif mahal. Beras dengan kualitas yang baik hanya



dapat dijumpai pada tempat-tempat pembelian tertentu dan ketersediaannya pada suatu tempat tidak kontinyu. Secara keseluruhan, kepulenan nasi sangat penting bagi ketiga kelas sosial. Dalam evaluasi alternatif, kepulenen menempati peringkat pertama pada atribut-atribut yang dipertimbangkan sebelum membeli beras. Kepulenan juga termasuk dalam kuadran II pada diagram kartesius IPA yang berarti kepulenan nasi sangat penting bagi konsumen dan kinerjanya dianggap telah memuaskan. Berdasarkan hasil dari proses keputusan pembelian dan Important and



Performance Analysis, maka kepulenen nasi sebaiknya dipertahankan kinerjanya karena sangat mempengaruhi preferensi dan kepuasan konsumen pada ketiga kelas sosial. Harga beras adalah atribut utama yang paling dipertimbangkan konsumen kelas bawah pada proses evaluasi alternatif. Dalam penilaian IPA, harga termasuk dalam kuadran I yang artinya atribut ini sangat penting dan kinerjanya dianggap belum memuaskan. Bagi kelas menengah, harga beras menempati urutan kelima, dan bagi kelas atas, atribut ini menempati urutan keenam dalam proses evaluasi alternatif. Sedangkan dalam penilaian IPA, harga beras termasuk dalam kuadran II untuk kelas menengah yang berarti atribut ini penting bagi konsumen dan kinerjanya dianggap telah memuaskan. Untuk kelas atas, harga beras termasuk kuadran III yang artinya atribut ini dianggap tidak penting dan kinerjanya tidak memuaskan. Semakin tinggi kelas sosial, atribut harga semakin tidak dipertimbangkan dalam mengkonsumsi beras. Berdasarkan hasil dari proses keputusan pembelian dan Important and Performance Analysis, harga beras sangat mempengaruhi preferensi dan kepuasan konsumen kelas bawah. Untuk itu,



harga beras sebaiknya ditingkatkan kinerjanya untuk kelas bawah. Untuk kelas menengah dan kelas atas, kinerjanya sebaiknya dipertahankan. Bagi konsumen kelas atas dan kelas menengah, penampakan fisik beras (warna, kebersihan, broken, dan keseragaman butir) merupakan atribut yang menempati peringkat pertama dalam evaluasi alternatif sebagai atribut yang dipertimbangkan sebelum membeli beras. Sedangkan pada penilaian IPA, yang paling penting bagi kedua kelas tersebut adalah kebersihan beras. Atribut ini termasuk pada kuadran II yang berarti kebersihan beras sangat penting bagi konsumen dan kinerjanya dianggap telah memuaskan. Kelas bawah menempatkan penampakan fisik beras pada urutan ketiga setelah harga dan kepulenan dalam pertimbangan sebelum membeli beras. Pada diagram kartesius IPA kelas bawah, kebersihan termasuk pada kuadran I yang berarti kebersihan beras sangat penting dan kinerjanya dianggap belum memuaskan. Berdasarkan hasil dari proses keputusan pembelian dan Important and Performance Analysis, kebarsihan beras sangat mempengaruhi preferensi dan kepuasan konsumen. Untuk itu, kebersihan beras sebaiknya dipertahankan kinerjanya untuk kelas atas dan kelas menengah. Sedangkan bagi kelas bawah, kebersihan beras sebaiknya ditingkatkan.



7.5 Rekomendasi Bauran Pemasaran



Perbedaan atribut yang mempengaruhi kepuasan konsumen berbeda pada setiap kelas sehingga rekomendasi bauran pemasaran juga berbeda antar kelas sosial.



7.5.1 Strategi Produk



Kotler (2000) mendefinisikan produk sebagai segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen. Strategi produk merupakan strategi yang dilaksanakan perusahaan berkaitan dengan produk yang dipasarkan. Bagi Kelas bawah, produk yang perlu diprioritaskan peningkatan kinerjanya adalah kebersihan beras, aroma beras, dan keutuhan butir beras (broken). Pihak-pihak yang terkait seperti petani beras, pemilik penggilingan, pengusahan beras, dan penjual beras harus menjaga kebersihan beras agar tidak ada benda asing atau serangga yang mengotori beras dengan proses pasca panen yang menjaga kebersihan dan selalu menutup wadah penyimpanan beras. Pemberian essence aroma pada pemolesan beras dan pengaturan suhu ruang penyimpanan beras di bawah 15 ° C dapat dilakukan untuk menjaga aroma. Penjemuran gabah yang optimum (kadar air minimal 14 %) juga perlu dilakukan untuk meningkatkan keutuhan butir beras (broken). Apabila atribut-atribut pada kuadran I telah terpenuhi, akan lebih baik jika atribut lain seperti keseragaman butir beras, kemasan, merek, dan varietas juga ditingkatkan kinerjanya walaupun dianggap tidak begitu penting. Untuk kelas menengah, atribut-atribut yang harus diprioritaskan peningkatan kinerjanya adalah broken, keseragaman butir beras, dan daya tahan beras. Pihak-pihak yang terkait diharapkan tidak mencampur-campurkan beras yang berbeda varietas, bentuk maupun ukuran bulir untuk menjaga harga tetap terjangkau. Selain itu, berat netto beras dalam kemasan juga harus diperhatikan agar sesuai dengan berat netto yang tercantum dalam kemasan. Konsumen kelas



menengah mengharapkan keseragaman butir beras yang dikonsumsi walaupun harga yang dibayarkan manjadi lebih mahal. Untuk menjaga daya tahan beras, pihak yang berhubungan dengan sub sektor usahatani sebaiknya melakukan proses pasca panen yang menjaga mutu gabah, dan pihak-pihak yang terkait dengan sub sektor hilir harus memperhatikan keadaan penyimpanan beras baik dari segi suhu udara dan wadah penyimpanan. Bagi konsumen kelas atas, kinerja sebagian besar atribut beras yang mereka konsumsi telah memuaskan. Kemasan dan merek beras perlu ditingkatkan kinerjanya walaupun tidak dianggap penting bagi konsumen. Kemasan harus menarik dan informatif sesuai dengan kebutuhan konsumen. Secara keseluruhan, atribut seperti kepulenan nasi dan warna putih beras harus dipertahankan. Atribut-atribut yang diusahakan harus sesuai dengan produk yang diinginkan konsumen. Sebaiknya dilakukan grading dengan berpatokan pada Standar Nasional Indonesia sehingga beras dapat disalurkan sesuai grade pada segmen-segmen pasar yang berbeda.



7.5.2 Strategi Harga



Harga merupakan satu-satunya elemen bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan. Bagi kelas bawah, harga beras dianggap masih terlalu mahal. Strategi yang dapat dilakukan adalah menjaga agar biaya produksi beras efisien, membeli gabah dari sentra produksi padi atau pemasok yang harganya rendah dengan biaya pengangkutan yang rendah pula. Bagi kelas atas, harga dinilai terlalu berlebihan. Ini menandakan tidak menjadi masalah apabila harga beras dinaikkan asalkan kinerja atribut lain yang



belum sesuai dengan harapan konsumen bisa terpenuhi. Peningkatan harga ini tentu harus sesuai dengan mutu beras yang dijual dan harga harus mempertimbangkan pesaing.



7.5.3 Strategi Distribusi



Bagi kelas bawah, kemudahan mendapatkan beras sudah memuaskan. Kenyamanan dan pelayanan di tempat penjual beras lebih baik jika ditingkatkan kinerjanya walaupun tidak begitu dianggap penting oleh konsumen. Lokasi yang dekat dengan tempat tinggal dan diperbolehkannya berhutang penting bagi konsumen kelas bawah. Bagi kelas menengah, selain atribut kenyamanan dan pelayanan, keragaman harga di tempat pembelian juga perlu ditingkatkan walaupun dianggap tidak penting juga oleh konsumen. Sedangkan untuk kelas atas, kemudahan mendapatkan beras dan pelayanan di tempat pembelian sangat perlu ditingkatkan kinerjanya. Penjual sebaiknya bermitra dengan pemasok yang menguasai teknologi penggilingan modern yang menghasilkan beras dengan mutu penampakan SNI sehingga tersedia adalah beras yang bermutu dan ketersediaannya kontinyu untuk konsumen kalas atas. Pelayanan oleh penjual dapat ditingkatkan dengan keramahan di tempat penjualan, dan menyediakan layanan pesan antar yang baik. Untuk menjaga mutu beras agar tetap terjaga, sebaiknya penjual menghindari persediaan yang berlebihan dan memilih lokasi pemasok yang tepat. Pemasok yang tepat adalah pemasok yang dekat dengan lokasi penjual beras dan atau dekat dengan sentra produksi beras.



7.5.4 Strategi Promosi



Promosi bagi kelas bawah akan lebih efektif dengan pendekatan dari sisi penjual karena hubungan penjual dengan konsumen kelas bawah sangat dekat. Spanduk di tempat-tempat pembelian beras (salah satunya pasar tradisional) bisa digunakan untuk konsumen kelas menengah karena mereka biasa membeli sendiri beras yang akan dikonsumsi sehingga spanduk tersebut dapat langsung terbaca oleh konsumen. Bagi kelas atas, promosi dengan iklan lebih baik lewat katalog harga yang dikeluarkan supermarket karena konsumen kelas atas biasa mendapat informasi mengenai produk-produk pangan lain dari katalog tersebut saat sedang berbelanja. Promosi juga dapat dilakukan dengan menggunakan media kemasan. Spanduk di tempat-tempat pembelian beras bisa digunakan untuk konsumen kelas menengah karena konsumen kelas menengah. Promosi juga dapat dilakukan dengan menggunakan media kemasan.



BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN



8.1 Kesimpulan



6. Terdapat beberapa perbedaan karakteristik konsumen beras berdasarkan kelas sosialnya. Semakin tinggi kelas sosial, tingkat pendidikan dan rata-rata pendapatan per bulan keluarganya akan semakin tinggi. Hal ini mempengaruhi perilaku konsumen dalam mengkonsumsi beras. 7. Perbedaan dalam proses pengambilan keputusan terdapat pada pertimbangan utama dalam mengkonsumsi beras, frekuensi dan ukuran pembelian, serta tempat membeli beras. 8. Konsumsi beras kelas atas mempertimbangkan kualitas, ketersediaan, pelayanan, dan kenyamanan di tempat pembelian. Kelas menengah mempertimbangkan kualitas yang sesuai dengan harga, ketersediaan, informasi dan lokasi penjual beras. Kelas bawah sangat mempertimbangkan harga beras. 9. Atribut yang paling berpengaruh terhadap kepuasan konsumen namun kinerjanya belum memuaskan adalah atribut yang berada pada kuadran I. Semakin tinggi kelas sosial, atribut yang termasuk dalam kuadran ini semakin sedikit. Ini menandakan semakin tinggi kelas sosial, kepuasan yang diperoleh dari beras yang dikonsumsi semakin tinggi. 10.



Kualitas produk sebaiknya terus ditingkatkan. Kontinyuitas dan pelayanan



di tempat penjualan beras penting bagi kelas atas. Bagi kelas bawah, sangat penting untuk menyediakan beras yang terjangkau. Promosi sebaiknya dilakukan melalui penjual beras, spanduk, dan katalog harga supermarket.



8.2 Saran



1. Berdasarkan proses pengambilan keputusan dan analisis IPA, diketahui bahwa konsumen kelas atas sangat memperhatikan kualitas beras yang dikonsumsi. Sebaiknya untuk konsumen kelas atas didistribusikan beras dengan kualitas yang baik secara kontinyu melalui penjual-penjual yang memperhatikan pelayanan dan kenyamanan tempat penjualan. 2. Konsumen kelas bawah sangat memperhatikan harga beras dalam proses keputusan pembelian beras dan termasuk atribut yang berada pada kuadran I dalam analisis IPA. Itu artinya konsumen menganggap harga beras sebagai atribut yang penting namun kinerjanya buruk karena dianggap mahal. Untuk konsumen kelas bawah, sebaiknya didistribusikan beras yang lebih terjangkau harganya. 3. Pemerintah sebaiknya mendukung terciptanya kualitas beras yang sesuai keinginan konsumen dengan menyediakan input produksi yang bermutu dengan harga terjangkau dan melakukan pendampingan pada petani dalam proses produksi dan pasca panen.



DAFTAR PUSTAKA



Adriana, R. 2007. Penawaran Beras Dunia dan Permintaan Impor Beras Indonesia serta Kebijakan Perberasan di Indonesia. Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Amang, S. dan M. H. Sawit. 1999. Kebijakan Beras dan Pangan Nasional. Bogor : IPB Press. Ambarinanti, M. 2007. Analisis Faktor-faktor yang Dapat Mempengaruhi Produksi dan Ekspor Beras Indonesia. Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ariani, M. 2004. Dinamika Konsumsi Beras Rumah Tangga dan Kaitannya dengan Diversifikasi Konsumsi Pangan, Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Jakarta : Badan Penelitian dan Pembangunan Pertanian, 2004, hal. 541-558. Badan Pusat Statistik. 2005. Kinerja Produksi Padi Tahun 1970-2005. Jakarta : Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik. 2005. Data Konsumsi Beras di Indonesia. Jakarta : Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik. 2005. Rata-rata Produksi Per Hektar Padi (Padi Sawah dan Padi Ladang) menurut Propinsi. Jakarta : Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik. 2005. Volume Impor Beras Menurut Negara Asal Utama Tahun 2001-2005. Jakarta : Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik. 2006. Average Daily per Capita Consumption of Energy by Commodity Group 2006. http://www.bps.go.id/sector/consumpexp/table45.shtml (6 April 2008) Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2008. Seminar Nasional Padi. http://bbpadi.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&task=vie w&id=118&Itemid=46&limit=1&limitstart=2 (8 April 2008) Bustaman, A. D. 2003. Analisis Integrasi Pasar Beras di Indonesia. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.



Damardjati., D. S. 1990. Hubungan Sosial Ekonomi Konsumen Terhadap Preferensi Mutu dan Harga Beras serta Klasifikasi Mutu dan Gabah di Indonesia. Prosiding Hasil Penelitian Pasca Panen. Karawang : Balai Penelitian Tanaman Pangan. 1995. Karakterisasi Sifat dan Standardisasi Mutu Beras sebagai Landasan Pengembangan Agribisnis dan Agroindustri Padi di Indonesia. Bogor : Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama. Departemen Pertanian. 1999. Rancangan Standar Nasional Indonesia : Beras Giling. Jakarta : Departemen Pertanian. Dillon, H.S., dkk. 1999. Rice Policy : A Framework for The Next Millenium. BULOG. Jakarta. Engel J. F., dkk. 1994. Perilaku Konsumen. Jilid II. Edisi keenam. Jakarta : Binarupa Aksara. Hidayati, P.E. 2004. Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggan terhadap Kinerja Pelayanan Grapari Telkomsel Jakarta Utara. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jufri. 2006. Analisis Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran Beras Super Ciherang Lumbung Desa Modern (LDM) Srijaya Kecamatan Tempuran Kabupaten Karawang. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kotler, P. 2000. Manajemen Pemasaran. Jilid I. Edisi Millenium. Jakarta : Prenhallindo. Jakarta. 2005. Manajemen Pemasaran. Jilid II. Edisi Millenium. Prenhallindo. Jakarta. Krisnamurti, B. 2006. Difersifikasi Pangan. www.ekonomirakyat/org/edisi19/artikel-4.htm. (10 Februari 2006) Limbong, W. H. dan P. Sitorus .1987. Tataniaga Pertanian. Edisi Kedua. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Bogor. Lipsey, R. G., dkk. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Jakarta : Binarupa Aksara. Manurung, S. O. dan M. Ismunadji. 1988. Morfologi dan Fisiologi Padi, Padi. Buku 1. Bogor: Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Nazir, M. 1985. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia



Ningsih, R. 1999. Evaluasi Konsep Standar Mutu Beras Berdasarkan Preferensi Konsumen dan Pedagang Beras di Surabaya. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nutrition Analyser. Rice Compotition. http://www.nutritionanalyser.com/food_composition/?group=Cereal+Grains+ and+Pasta&food (6 april 08) Selamet, R. 2003. Analisis Proses Keputusan Konsumen dalam Penelitian Beras dan Strategi Pemasaran Beras. Skripsi. Program Studi Agribisnis. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Simamora, B. 2004. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2005. Analisis Multivariat Pemasaran. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Stratford. Stratford-on-Avon District Council Customer Satisfaction Index June 2004. http\\www.stratford.gov.uk\community\council-805.cfm.htm. (29 Januari 2007). Subandrio, T.www.Suara merdeka.com/harian/0407/24/opi4.htm. (10 Februari 2006). Sumarwan, U. 2004. Perilaku Konsumen : Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Jakarta: Ghalia Indonesia. Sunarto. 2006. Perilaku Konsumen. Yogyakarta : Amus. Supranto. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan. Jakarta : Rineka Cipta. Suryana, A. dan A. Purwoto. 1998. Perspektif dan Dinamika Penawaran, Permintaan dan Konsumsi Pangan. Agromika. Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia. Jakarta Suryana, A dkk. 2001. Bunga Rampai Ekonomi Beras. LPEM-FEUI. Suryana, A.T. 2003. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Keputusan Pembelian Beras Domestik dan Impor (Kasus di Kelurahan Babakan, Kecamatan Bogor Tengah). Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Siregar, H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Jakarta : PT. Sastra Hudaya.



Thahir, R. dkk. 1999. Teknik Penyosohan Beras dengan Pengabut Air. Buletin Warna. Bogor : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Umar, H. 2000. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Widaningsih, D. M. 2004. Analisis Persepsi Konsumen atas Harga, Merek dan Kualitas Minyak Goreng Tropical di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wikipedia Indonesia. 2008. Kandungan http://id.wikipedia.org/wiki/Beras#Kandungan_beras (6 April 08)



Beras.



Wirartha, I. M. 2006. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Yogyakarta : Andi. Yuniarti. 2002. Analisis Perilaku Konsumen Produk Beras Kemasan Pada Kaum Wanita. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.



Lampiran 1 Negara-neraga Importir Beras Dunia Periode 1998-2006 Negara



1998 1999 2000 Filipina 2.185 1000 900 Nigeria 900 950 1.200 Indonesia 5.765 3.729 1.300 Saudi 775 750 992 Arabia 844 1.313 1.100 Iran 2.520 1.220 639 Total 12.289 8.962 6.130 Dunia 27.670 24.925 22.872 Sumber : USDA (2008) dalam Adriana (2007)



Impor Beras Dunia (000 Ton) 2001 2002 2003 850 1.250 1.300 1.000 1.897 1.300 1.300 3.500 1.448 950 938 1.150 1.000 964 2.750 475 313 1.112 5.575 8.862 8.060 22.205 27.813 27.575



2004 1.100 1.369 650 1.500 650 801 6.070 27.184



2005 1.890 1.777 500 1.357 500 785 6.809 29.009



2006 1.800 1.600 550 1.200 550 600 6.300 28.451



145



Lampiran 2 Kinerja Produksi Padi Tahun 1970-2005 Uraian Luas panen a. Rata-rata (Ha) b. Pertumbuhan (%) c. Koefisien variasi (%) Produktifitas a. Rata-rata (%) b. Pertumbuhan (%) c. Koefisien variasi (%) Produksi a. Rata-rata (Ton) b. Pertumbuhan (%) c. Koefisien variasi (%)



1970-1979



1980-1989



1990-1999



2000-2005



8.433.180 0,94 2,16



9.677.411 1,78 2,11



11.133.183 1,28 2,28



11.676.525 - 0,17 1,73



2,87 0,16 7,96



3,86 3,53 2,46



4,34 0,00 1,72



4,47 1,22 0,60



24.199.909 1,10 7,93



37.468.896 5,32 2,45



48.325.540 1,29 2,68



52.251.176 1,04 1,35



Sumber : BPS, 2008 (diolah)



146



Lampiran 3 Volume Impor Beras Menurut Negara Asal Utama Tahun 2001-2005. Negara Asal Taiwan China Thailand Myanmar Vietnam India Pakistan Amerika Serikat Lainnya Jumlah Total



2001 (000 kg) 0 24.728 189.656 25.441 142.512 2.047 26.110 177.889 56.350 644.733



2002 (000 kg) 3.542 126.768 418.698 111.687 561.729 405.032 32.281 13.393 132.250 1.805.380



2003 (000 kg) 9.601 54.440 492.114 41.399 506.013 108.797 49.071 107.608 59.463 1.428.506



2004 (000 kg) 10.600 111 129.421 2.500 58.810 923 0 16.676 17.735 236.867



2005 (000 kg) 1 126.409 44.773 327 2.184 15.923 189.617



Sumber : BPS, 2008 (diolah)



147



Lampiran 4 Negara-neraga Produsen Beras Dunia Periode 1998-2006 Negara



1998 1999 2000 China 139.100 138.936 131.536 India 86.000 89.700 84.871 Indonesia 31.583 33.445 32.000 Bangladesh 19.524 20.551 23.875 Vietnam 20.108 20.962 20.473 Thailand 15.589 16.500 16.830 AS 5.798 6.502 5.941 Total 311.904 320.058 309.585 Dunia 394.082 408.392 396.894 Sumber : USDA (2008) dalam Adriana (2007)



Impor Beras Dunia (000 Ton) 2001 2002 2003 126.700 124.306 122.180 91.600 93.340 71.820 32.500 32.960 33.411 25.086 24.310 25.187 20.600 21.036 21.527 17.057 17.499 17.198 6.563 6.714 6.536 313.316 313.451 291.323 398.107 399.072 377.509



2004 112.462 88.530 35.024 26.152 22.082 18.011 6.420 302.261 391.626



2005 125.363 83.130 34.830 25.600 22.716 17.360 7.462 308.999 400.707



2006 126.414 91.790 34.959 28.758 22.772 18.200 7.113 322.893 418.002



148



Lampiran 5 Perkembangan Pengeluaran Pangan menurut kelompok pangan Kelompok pangan Padi-padian Umbi-umbian Pangan hewani Kacang-kacangan Sayur + buah Minyak + lemak Makanan/minuman jadi Tembakau + sirih lainnya Total pengeluaran pangan - Rp/kapita/bulan -%



1993 18,1 0,9 22,8 4,1 13,7 3,9 18,2 8,2 10,1



Kota 1996 1999 17,7 21,1 0,9 0,9 22,8 19,3 3,4 3,8 14,7 13,0 3,8 4,3 19,2 20,2 7,1 7,9 10,4 9,5



31.908 49,8



48.278 48,0



101.394 56,2



2002 16,4 0,9 21,6 3,3 13,0 3,4 21,2 10,7 9,5



1993 29,0 1,9 17,0 3,8 13,4 4,9 10,0 9,1 10,9



desa 1996 1999 27,6 31,5 1,5 1,5 17,4 15,3 3,5 3,6 13,7 13,3 4,7 5,3 12,2 10,6 8,8 8,9 10,6 10,0



144.352 52,8



21.228 63,6



33.345 63,3



76.854 70,2



2002 27,0 1,4 16,8 3,6 12,8 4,3 11,4 12,7 10,0 101.692 66,6



Sumber : Susenas (1993, 1996, 1999, 2002) dalam Ariani, 2004.



149



Lampiran 6 Bagan Alir Sistem Penggilingan Padi Diskontinyu



Gabah Kering Giling



Pemecahan Kulit



Pengayakan



Beras Pecah Kulit



Penyosohan



Beras Giling



Lampiran 7 Bagan Alir Sistem Penggilingan Padi Modifikasi Kontinyu



Gabah Kering Giling



Pemecahan Kulit I



Pengayakan Beras Pecah Kulit I Pemecah Kulit II



Pengayakan Beras Pecah Kulit II Beras Pecah Kulit



Penyosohan



Beras Giling



Lampiran 8 Bagan Alir Proses Pembuatan Beras Kristal



Gabah Kering Giling



Pemecahan Kulit (2 kali) Pengayakan Beras (2 kali) Beras Pecah Kulit



Penyosohan (2 kali)



Beras Giling



Pemolesan



Beras Kristal



Lampiran 9 Kadar Amilosa, Kepulenan, dan Bentuk Padi Golongan Cere



Cere Kadang Berbulu



Nama Padi PB 42 Cisadane Dodokan Ciliwung Danau atas Batur IR-66 Walanai Way Seputih Sentani Memberamo Cibodas Digul Cirata Indragiri Pungkur Ciherang Margasari Konawe Singkil Cimelati



PB-36 Kr. Aceh Semeru Sei Lilin Cisanggarung IR-74 Lariang Cisokan IR-64 IR-65 IR-70 IR-72 C-22 Lusi Laut Tawar Barumun Atomita 4 Bengawan Solo Kalimutu Maros Gajah Mungkur Cilosari Batang Anai Lalan Banyu Asin Cere Indica Jati luhur Way Warem Cilamaya muncul Celebes-1 (Aromatik) Sintanur (Aromatik) Sumber : PT. Sang Hyang Sri (2003)



Kadar Amilosa (%) 27 20 23 22 29 29 28 25 22 20 19 24 27 24 23,5 23 23 27 23 23 19



Tekstur Nasi



Bentuk Nasi



Pera Pulen Pulen Pulen Pera Pera Pera Sedang Pulen Pulen Pulen Sedang Pera Sedang Pulen Sedang Pulen Sedang Pulen Pulen Pulen



Ramping Gemuk Ramping Ramping Sedang Bulat Sedang Bulat Gemuk Gemuk Bulat Sedang Ramping Ramping Sedang Ramping Panjang Bulat Sedang Sedang Sedang Ramping Panjang Ramping Ramping Panjang Ramping Panjang Ramping



25 24 28 27 24 29 25 27 24,1 0 28 31 27 6 28 25-27 21,33 25 23,5 23 23,2 23 27 27 22 27,6 27 21 20 18



Sedang Sedang Pera Pera Sedang Pera Sedang Pera Sedang Ketan Pera Pera Pera Ketan Pera Pera Pulen Sedang Sedang Pulen Sedang Pulen Pera Pera Pulen Pera Pera Pulen Pulen Pulen



Ramping Panjang Gemuk Ramping Ramping Agak Gemuk Ramping Sedang Ramping Sedang Ramping Panjang Ramping Panjang Ramping Ramping Ramping Bulat Ramping Sedang Gemuk Sedang Sedang Ramping Sedang Bulat Besar Ramping Ramping Panjang Sedang Bulat Besar Bulat Besar Bulat Besar Ramping Panjang Ramping Panjang



Lampiran 10 Definisi Istilah SNI 1. Bekatul adalah lapisan terluar dari beras pecah kulit yang terdiri pericarp,



testa dan



aleuron.



2. Derajat sosoh adalah tingkat terlepasnya lapisan bekatul dan lembaga dari



butir beras. 3. Derajat sosoh 100% adalah tingkat terlepasnya seluruh lapisan bekatul dan



lembaga. 4. Derajat sosoh 95% adalah tingkat terlepasnya sebagian besar lapisan bekatul



dan lembaga dari butir beras sehingga sisa yang belum terlepas sebesar 5 %. 5. Derajat sosoh 85% adalah tingkat terlepasnya sebagian besar lapisan bekatul



daft lembaga dari butir beras sehingga sisa yang belum terlepas sebesar 15%. 6. Kadar air adalah jumlah kandungan air di dalam butir beras yang dinyatakan



dalam satuan persen dari berat basalt (wet basis). 7. Butir kepala adalah beras balk sehat maupun carat yang mempunyai ukuran



lebih besar atau sama dengan 0,60 bagian dari panjang rata-rata butir beras utuh. 8. Butir utuh adalah butir-butir beras baik sehat maupun cacat, yang utuh tidak



ada yang patah sama sekali. 9. Butir patah adalah butir beras baik sehat maupun cacat yang mempunyai



ukuran lebih kecil dari 0,60 bagian tetapi lebih kecil dari 0,25 bagian panjang rata-rata butir beras utuh. 10. Menir adalah butir beras patah, baik sehat maupun cacat yang mempunyai



ukuran lebih kecil atau sama dengan 0,25 bagian butir beras utuh. 11. Butir merah adalah butir beras utuh, beras kepala patah, maupun menir yang



berwarna merah akibat faktor genetis. 12. Beras kuning adalah butir beras utuh, kepala, patah, dan menir berwarna



kuning akibat proses fisis atau aktifitas mikroorganisme. 13. Butir mengapur adalah butir beras yang separuh bagian atau lebih berwarna



putih seperti kapur (chalky) dan bertekstur lunak disebabkan oleh faktor fisiologis.



14. Butir rusak adalah butir beras utuh, kepala, patah dan menir benwarna



putih/bening, putih mengapur, kuning dan berwarna merah yang mempunyai lebih dari satu bintik yang merupakan noktah. Beras yang berbintik kecil tunggal yang tidak potensial (kemungkinan tidak menjadi rusak) tidak termasuk butir rusak. 15. Benda using adalah benda-benda yang tidak tergolong beras, misalnya butir



tanah, pasir, ketikil, jerami, malai, biji-bijian lain dan bangkai serangga. 16. Butir gabah adalah butir beras yang sekamnya belum terkelupas atau hanya



terkelupas sebagian. 17. Campuran varietas lain adalah butir beras dari varietas lain yang tercampur



pada varietas dominan.



Lampiran 11 Indikator Tahapan Keluarga Berencana



No. 1.



TAHAPAN KELUARGA BERENCANA Keluarga Pra Sejahtara Keluarga Sejahtera Tahap I (KS I)



INDIKATOR



Apabila tidak bisa memenuhi salah satu indikator atau lebih dari lima indicator KS-I 2. • Melaksanakan ibadah menurut agamanya oleh masing-masing anggota keluarga. • Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih. • Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk dipakai di rumah, bekerja, sekolah, dan bepergian. • Bagian yang terluas dari lantai rumah bukan dari tanah. • Bila anak sakit dan atau PUS ingin ber-KB dibawa ke sarana kesehatan. 3. Keluarga • Anggota keluarga menjalankan ibadah agama secara teratur. Sejahtera • Paling kurang sekali seminggu, keluarga makan daging, ikan, Tahap II (KS II) atau telur. • Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru pertahun. • Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni rumah. • Seluruh anggota keluarga dalam tiga bulan terakhir dalam keadaan sehat. • Paling kurang satu anggota keluarga usia 15 tahun ke atas berpenghasilan tetap. • Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bisa baca tulisan latin. • Seluruh anak berusia 5-15 tahun bersekolah. • Bila anak dua atau lebih keluarga yang masih PUS memakai kontrasepsi. 4. Keluarga • Mempunyai upaya meningkatkan pengetahuan agama. Sejahtera • Sebagian dari penghasilan dapat disisihkan untuyk tabungan Tahap III keluarga. (KS III) • Makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan itu dapat dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar anggota keluarga. • Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. • Rekreasi bersama di luar rumah paling kurang 1 kali/6 bulan. • Dapat memperoleh berita dari surat kabar/radio/TV/majalah. • Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi sesuai kondisi daerah. 5. Keluarga • Secara teratur atau pada waktu tertentu dengan sukarela Sejahtera memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam Tahap III Plus bentuk materiil. • Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif dalam perkumpulan/yayasan/institusi masyarakat Sumber : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional



Lampiran 12 Perhitungan IPA Kelas Atas Atribut A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S



Tingkat Kepentingan n Σ Xi Y 139 135 144 150 136 141 124 142 121 102 78 123 126 126 121 130 118 132 137



33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33



4.212121 4.090909 4.363636 4.545455 4.121212 4.272727 3.757576 4.303030 3.666667 3.090909 2.363636 3.727273 3.818182 3.818182 3.666667 3.939394 3.575758 4.000000 4.151515



Σ Yi



Tingkat Kinerja n



X



137 128 127 146 135 138 128 134 120 121 93 105 127 127 131 128 121 117 116



33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33



4.151515 3.878788 3.848485 4.424242 4.090909 4.181818 3.878788 4.060606 3.636364 3.666667 2.818182 3.181818 3.848485 3.848485 3.969697 3.878788 3.666667 3.545455 3.515152



Jumlah Jumlah Atribut



73.48485 19



Jumlah Jumlah Atribut



72.09091 19



Y



3.867624



X



3.794258



Lampiran 13 Perhitungan IPA Kelas Menengah Atribut A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S



Tingkat Kepentingan n Σ Xi Y 140 128 134 147 126 116 96 136 102 73 66 117 124 105 113 110 117 113 134



33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33



4.242424 3.878788 4.060606 4.454545 3.818182 3.515152 2.909091 4.121212 3.090909 2.212121 2.000000 3.545455 3.757576 3.181818 3.424242 3.333333 3.545455 3.424242 4.060606



Σ Yi



Tingkat Kinerja n



X



123 117 124 128 110 95 116 82 114 113 90 115 117 112 103 95 122 100 134



33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33



3.727273 3.545455 3.757576 3.878788 3.333333 2.878788 3.515152 2.484848 3.454545 3.424242 2.727273 3.484848 3.545455 3.393939 3.121212 2.878788 3.696970 3.030303 4.060606



Jumlah Jumlah Atribut



66.57576 19



Jumlah Jumlah Atribut



63.93939 19



Y



3.503987



X



3.365231



Lampiran 14 Perhitungan IPA Kelas Bawah Atribut A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S



Tingkat Kepentingan n Σ Xi Y 140 115 124 139 107 99 76 94 60 70 77 142 126 79 97 88 108 89 126



33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33



4.242424 3.484848 3.757576 4.212121 3.242424 3.000000 2.30303 2.848485 1.818182 2.121212 2.333333 4.303030 3.818182 2.393939 2.939394 2.666667 3.272727 2.69697 3.818182



Σ Yi



Tingkat Kinerja n



X



128 104 118 91 108 107 104 118 104 102 127 81 137 113 115 109 113 107 138



33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33



3.878788 3.151515 3.575758 2.757576 3.272727 3.242424 3.151515 3.575758 3.151515 3.090909 3.848485 2.454545 4.151515 3.424242 3.484848 3.30303 3.424242 3.242424 4.181818



Jumlah Jumlah Atribut



59.27273 19



Jumlah Jumlah Atribut



64.36364 19



Y



3.119617



X



3.38756



Lampiran 15. Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN ANALISIS PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP BERAS DI KELURAHAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR



No Responden : Responden yang terhormat, Saya, Endang Pudji Astuti adalah Mahasiswa Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor (IPB) yang sedang melakukan penelitian tentang Preferensi Konsumen Terhadap Beras Di Kota Surabaya. Penelitian ini merupakan bagian dari skripsi yang saya kerjakan. Demi tercapainya hasil yang diinginkan, mohon kesediaan Anda untuk ikut berpartisipasi dalam mengisi kuesioner ini secara lengkap dan benar. Informasi yang diterima dari kuesioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan akademis. Atas bantuannya saya ucapkan terima kasih. Identitas Responden Beri tanda silang (X) pada jawaban yang Anda pilih. Nama : Alamat : No. Telp : Usia : ......................... tahun Suku bangsa : Jenis kelamin : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan Status pernikahan : ( ) Sudah Menikah ( ) Belum Menikah Jumlah anggota keluarga (seluruh keluarga yang tinggal dalam satu rumah, termasuk pembantu) : ............... orang Pendidikan terakhir : ( ) Tidak Bersekolah ( ) SD ( ) SLTP ( ) SMU ( ) Diploma ( ) Sarjana ( ) Pasca Sarjana Pekerjaan : ( ) Ibu Rumah Tangga ( ) Pegawai Negeri (PNS) ( ) Pegawai Swasta ( ) Wiraswasta ( ) Mahasiswa/ Pelajar ( ) Lainnya, ................ Pekerjaan pasangan : ( ) Ibu Rumah Tangga ( ) Pegawai Negeri (PNS) ( )Pegawai Swasta ( ) Wiraswasta ( ) Mahasiswa/ Pelajar ( ) Lainnya, ................ Rata-rata pendapatan keluarga per bulan (Rp) : ( ) < 500.000 ( ) 500.000-999.999 ( ) 1.000.000-1.499.999 ( ) 1.500.000-2.000.000 ( ) 2.000.000-2.499.999 ( ) 2.500.000-2.999.999 ( ) 3.000.000-3.499.999 ( ) 3.500.000-3.999.999 ( ) >4.000.000 Berapa pengeluaran untuk beras perbulan : Rp....................................... Proses Keputusan Pembelian Beri tanda silang (X) pada jawaban yang Anda pilih. I. 1.



Pengenalan Kebutuhan Beras yang Anda Konsumsi : a. Beras dalam negeri, alasannya........................................................................................................... ........................................................................................................................................................... ..........................................................................................................................................................



2.



b. Beras impor, alasannya..................................................................................................................... ........................................................................................................................................................... ........................................................................................................................................................... Apa motivasi/alasan Anda membali beras sebagai makanan pokok dibandingkan dengan makanan pokok jenis lain (jagung, sagu, singkong, ubi, gaplek, dll) ? a. Faktor rasa e. Kebiasaan b. Mudah didapat f. Mudah diolah c. Harga terjangkau g. Kandungan gizi d. Prestise h. Lainnya, sebutkan............................................... e. Lebih Mengenyangkan



3. 4.



Seberapa penting mengkonsumsi nasi (beras) setiap hari bagi Anda ? a. Sangat penting b. Penting c. Biasa d. Tidak penting e. Sangat Tidak Penting Berapa kali rata-rata Anda mengonsumsi nasi (beras) dalam sehari ? a. 1 kali b. 2 kali c. 3 kali d. > 3 kali



II. Pencarian Informasi 5. Dari manakah Anda mendapat informasi tentang produk beras ? a. Penjual/tempat membeli b. Teman/Kenalan c. Iklan media massa d. Keluarga e. Diri sendiri f. Lainnya,........................... 6. Sumber informasi manakah yang paling Anda percaya dalam menentukan keputusan pembelian beras ? a. Penjual/tempat membeli b. Teman/Kenalan c. Iklan media massa d. Keluarga e. Diri sendiri f. Lainnya,........................... 7. Menurut Anda, informasi apa yang penting untuk anda ketahui ? a. Atribut fisik beras (kepulenan, aroma, rasa, warna,dll) b. Tempat penjualan beras c. Harga beras d. Lainnya, sebutkan....................................................................................................... III. Evaluasi Alternatif 8. Atribut beras apa yang paling Anda pertimbangkan dalam membeli beras ? Urutkan mana yang paling Anda pertimbangkan (nilai 1) sampai yang paling tidak Anda pertimbangkan (nilai 10) a. Kepulenen nasi [ ] b. Aroma nasi [ ] c. Sifat fisik beras (warna alami, kebersihan, keutuhan butir beras/broken, [ ] keseragaman butir) d. Jenis/varietas beras [ ] e. Daya tahan beras [ ] f. Merek & kemasan beras [ ] g. Tempat pembelian beras [ ] h. Harga Beras [ ] i. Kemudahan mendapatkan beras [ ] j. Iklan beras [ ] IV. Proses Pembelian 9. Bagaimana cara Anda memutuskan pembelian beras : a. Terencana ` b. Tergantung situasi c. Mendadak 10. Siapakah yang sering membeli beras ke tempat penjualan? a. Suami d. Orangtua b. Istri e. Pembantu c. Anak h. Lainnya, sebutkan........... 11. Apa jenis/varietas beras yang paling sering dibeli ? a. Ciherang d. Cianjur g. Beras impor (Siam, Saigon, dll) b. Muncul e. Setra Ramos h. Tidak tahu c. Pandan Wangi f. Rojolele i. Lainnya, sebutkan................................... 12. Sebarapa sering Anda membeli beras ? a. Setiap hari c. Seminggu sekali e. Sebulan sekali b. Antara 2-6 hari d. Dua minggu sekali f. Lainnya, sebutkan...................... 13. Berapa harga beras yang Anda beli sekarang ? Rp..................../ kg 14. Berapa banyak beras yang Anda beli setiap kali membeli ? a. < 5 kg b. 5 – 10 kg c. > 10 kg 15. Dalam melakukan pembelian beras, yang menjadi pertimbangan dalam memilih tempat berbelanja adalah: a. Dekat dengan tempat tinggal/kantor d. Produk selalu tersedia b. Pelayanan memuaskan e. Kualitas produk relatif lebih baik c. Suasana berbelanja nyaman f. Lainnya,................................................ 16. Dimanakah Anda biasa membeli beras ? a. Pasar tradisional, alasannya........................................................................................................................ b. Pasar swalayan, alasannya.......................................................................................................................... c. Kios/ warung pedagang eceran, alasannya................................................................................................. d. Penjual keliling, alasannya......................................................................................................................... e. Lainnya, sebutkan........................................, alasannya............................................................................ 17. Jarak lokasi pembelian dengan tempat tinggal Anda : a. < 1 km b. 1-5 km c. > 5 km



IV. Pasca Pembelian 18. Jika beras yang Anda akan beli tidak tersedia, maka Anda akan : a. Membeli beras jenis lain di tempat yang sama b. Mencari beras yang sama di tempat lain c. Tidak jadi membeli / menunda pembelian beras 19. Apabila harga beras mengalami kenaikan, apakah yang akan Anda lakukan ? a. Membeli pangan pokok lain b. Tetap membeli beras dengan yang harganya lebih murah c. Tetap membeli beras yang sama (tidak terpengaruh) 20. Dalam membeli beras, apakah Anda pernah ada keluhan ? a. Ya B. Tidak 21. Bila jawaban no. 20 ”Ya”, Bentuk keluhan apa yang sering Anda alami ? (jawaban boleh lebih dari satu) Jawaban : 22. Apa yang Anda lakukan bila menghadapi keluhan ? a. Menyampaikan keluhan ke Penjual, namun tetap membeli beras yang sama di tempat yang sama b. Membeli beras yang sama di tempat lain c. Membeli beras jenis lain di tempat yang sama d. Tidak ada e. Lainnya,............................................................................................................................................ Preferensi Konsumen Beras • Tingkat Kepentingan Atribut-atribut Beras Petunjuk pengusian kuesioner : Berikut ini akan ditampilkan tabel yang berisi daftar atribut-atribut beras. Anda diminta untuk menilai tingkat kepentingan setiap atribut dengan memberi tanda silang (X) pada pada kolom yang telah disediakan. No. Atribut Beras Tingkat Kepentingan Sangat Tidak Biasa Penting Sangat Tidak Penting Penting Penting 1 Kepulenan nasi 2 Aroma Nasi 3 Warna alami beras 4 Bersih dari benda selain beras 5 Keutuhan butir beras (broken) 6 Keseragaman butir beras (tidak tercampur) 7 Nama jenis/varietas beras 8 Daya tahan beras untuk disimpan 9 Kemasan beras 10 Merek 11 Iklan Beras 12 Harga beras 13 Lokasi penjual beras 14 Keragaman jenis/varietas beras di tempat pembelian 15 Keragaman harga di tempat pembelian beras 16 Kenyamanan tempat pembelian 17 Pemberian informasi oleh pedagang 18 Pelayanan di tempat pembelian beras 19 Kemudahan memperoleh beras • Tingkat Kinerja Atribut-atribut Beras Petunjuk pengusian kuesioner : Berikut ini akan ditampilkan tabel-tabel yang berisi daftar atribut beras. Anda diminta untuk menilai tingkat kepentingan setiap atribut dengan memberi tanda silang (X) pada pada kolom yang telah disediakan.



Atribut (1)



Sangat Tidak Pulen



Tidak Pulen



Tingkat Kinerja Atribut Biasa Pulen



Sangat Pulen



Kepulenan nasi Atribut (2) Aroma nasi



Sangat Tidak Wangi



Atribut (3) Warna alami beras



Sangat Tidak Putih



Atribut (4)



Sangat Tidak Bersih



Tingkat Kinerja Atribut Tidak Wangi Biasa



Wangi



Sangat Wangi



Tingkat Kinerja Atribut Tidak Putih Biasa



Putih



Sangat Putih



Tingkat Kinerja Atribut Tidak Bersih Biasa Bersih



Sangat Bersih



Bersih dari benda selain beras Atribut (5)



Sangat Tidak Baik (Broken > 35%)



Tingkat Kinerja Atribut Tidak Baik Biasa (Broken (Broken 25%-34%) 15%-24%)



Baik (Broken 5%-14%)



Sangat Baik (Broken 0%-4%)



Keutuhan butir beras (broken) Atribut (6)



Sangat Tidak Seragam



Tingkat Kinerja Atribut Tidak Biasa Seragam Seragam



Sangat Seragam



Keseragaman butir beras (tidak tercampur) Atribut (7)



Sangat Tidak Diketahui/dikenal



Tingkat Kinerja Atribut Tidak Biasa Diketahui/ Diketahui/dikenal dikenal



Sangat Diketahui/ dikenal



Jenis/varietas beras Atribut (8)



Sangat Tidak Lama



Tingkat Kinerja Atribut Tidak Lama Biasa



Lama



Sangat Lama



Daya tahan beras untuk disimpan Atribut (9)



Sangat Tidak Menarik



Tingkat Kinerja Atribut Tidak Menarik Biasa Menarik



Sangat Menarik



Kemasan beras Atribut (10)



Sangat Tidak Terkenal



Tingkat Kinerja Atribut Tidak Biasa Terkenal Terkenal



Sangat Terkenal



Merek Atribut (11) Iklan beras



Sangat Tidak Menarik



Tingkat Kinerja Atribut Tidak Menarik Biasa



Menarik



Sangat Menarik



Atribut (12) Harga Beras



Sangat Mahal



Atribut (13) Lokasi penjual beras



Sangat Jauh



Atribut (14)



Sangat Tidak Beragam



Mahal



Jauh



Tingkat Kinerja Atribut Biasa



Murah



Tingkat Kinerja Atribut Biasa Dekat



Tingkat Kinerja Atribut Tidak Biasa Beragam Beragam



Sangat Murah



Sangat Dekat



Sangat Beragam



Keragaman jenis/varietas beras di tempat pembelian Atribut (15)



Sangat Tidak Beragam



Tingkat Kinerja Atribut Tidak Beragam Biasa Beragam



Sangat Beragam



Keragaman harga beras di tempat pembelian Atribut (16)



Sangat Tidak Nyaman



Tingkat Kinerja Atribut Tidak Biasa Nyaman Nyaman



Sangat Nyaman



Kenyamanan tempat pembelian Atribut (17)



Sangat Tidak Lengkap&benar



Tingkat Kinerja Atribut Tidak Biasa Lengkap Lengkap&benar &benar



Sangat Lengkap&benar



Pemberian informasi oleh pedagang Atribut (18)



Sangat Tidak Memuaskan



Tingkat Kinerja Atribut Tidak Memuaskan Biasa Memuaskan



Sangat Memuaskan



Pelayanan di tempat pembelian beras Atribut (19) Kemudahan memperoleh beras



Sangat Susah



Susah



Tingkat Kinerja Atribut Biasa Mudah



Sangat Mudah



Lampiran 16. Gambar Beras



Beberapa Varietas Beras yang Dikonsumsi Responden



I



II



III



Contoh Beras Kualitas I, II, III, IV Varietas IR 64



Wawancara Penjual Beras



IV