14 0 1 MB
1. Kajianilmiahterkaitjenisdanklasifikasiantibiotika Minimal mengandungkonten :Golongan-golonganantibiotika (hanyagolonganantibiotika, golongan antivirus, dan anti jamurtidakperludibahas), mekanismekerjagolongangolonganantibiotikatersebut, susptibilitasantibiotikatersebutterhadapmikroorganismespesifik (misal : memilikiaktivitastinggipadabakteri gram negatif, dst), guidelinepemanfaatanantibiotikatersebutbaiksebagaiterapiprofilaksismaupunk uratif, baikempirismaupundenganevidence based.
1. Font Style dan Size Setiapmakalah / tugasdiketikdenganmenggunakan font style times new roman denganukuran 12pt. 2. Margin danSpasi Format makalah / tugasdisusundengan format margin tepiatas 3cm, tepibawah 3cm, tepikanan 3cm, dantepikiri 4cm. Spasijarakantartulisandiatur 1,5spasi.
3. PenulisanTabel Tabeldisusun 1 spasi, diberikannamatabeldannomortabelsesuaiurutanmunculnyatabeltersebut. Jikadalampenyusunanmakalahterdapat BAB dan SUB BAB, makapenomorantabeldiurutkansesuaiurutanmunculnyadalam Sub Bab tersebut. 4. PenyusunanGambar Gambarsedapatmungkindiletakkan di tengah-tengah paper, diberinomordanjudulgambarsesuaidenganurutanmunculnyadalammakalahters ebut. Jikadalampenyusunanmakalahterdapat BAB dan SUB BAB, makapenomorangambardiurutkansesuaiurutanmunculnyadalam Sub Bab tersebut.
KAJIAN ILMIAH JENIS DAN KLASIFIKASI ANTIBIOTIKA
OLEH: Ni Made Krisna Dwiyanti
NIM.161200082
Ni Nyoman Trisnawati
NIM.161200083
Ni Putu Apsari Dewi
NIM.161200084
Ni Putu Indah Karinasari
NIM.161200085
Ni Putu Lydya
NIM.161200086
Ni Putu Monica Pradnyanita Antara
NIM.161200087
Ni Wayan Herlina
NIM.161200088
Ni Wayan Nur Rena Melasari
NIM.161200089
Ni Wayan Yunik Yuliapsari
NIM.161200090
JURUSAN FARMASI PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA 2018 KATA PENGANTAR
PujisyukurpenulissembahkankehadapanTuhan
Yang
MahaEsakarenaatasrahmat-Nya makalahkajianilmiahinidapatdiselesaikantepatwaktu. Makalahkajianilmiah yang berjudul “KajianIlmiahJenis Dan KlasifikasiAntibiotika” inidisusundalamrangkamemenuhisalahsatusyaratdalammenempuhmatakuliahFarmako terapiII yang diampuolehIbuNi Made Oka Dwicandra, S.Farm., M.Farm., Apt.pada Semester GanjilTahunAkademik 2018/2019. Dalampenyusunanmakalahini, penulismengalamibanyakrintangandanhambatan.
Akan
tetapi,
berkatadanyabantuandariberbagaipihak, rintangandanhambatantersebutdapatdiatasisehinggaterwujudlahmakalahini. Terkaithalitu, penulismengucapkanterimakasih yang setulus-tulusnyakepadaIbu Ni Made Oka Dwicandra, S.Farm.,M.Farm., Apt. dosenmatakuliahFarmakoterapi II. Semogajasadanbudibaik
yang
telahdiberikanmemperolehpahala
yang
setimpaldariTuhan Yang MahaEsa. Penulismenyadarisepenuhnyabahwatulisaninimasihjauhdari yang sempurna. Hal inidisebabkanolehterbatasnyapengetahuandanpengalamanpenulisdalammenyusunkary atulisilmiah. Olehkarenaitu, segalakritikdan saran perbaikansangatdiharapkan demi kesempurnaantulisandankarya-karyapenulisberikutnya. semogakaryainidapatbermanfaat.
Akhirnya,
Denpasar, 9 Oktober 2018
Penulis,
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1
LatarBelakang
1.2
RumusanMasalah
1.3
TujuanPenulisan BAB II PEMBAHASAN
2.1
DefinisiAntibiotika
2.2
GolonganAntibiotika(hanyagolonganantibiotika, golongan antivirus, dan anti
jamurtidakperludibahas) 2.3
MekanismeKerjaAntibiotika
(golongan-golongan
antibiotika
tersebut,
susptibilitas antibiotika tersebut terhadap mikroorganisme spesifik (misal: memiliki aktivitas tinggi pada bakteri gram negatif, dst),
Antibiotik bisa diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu: 1. Menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri, seperti beta-laktam (penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem, inhibitor beta-laktamase), basitrasin, dan vankomisin. 2.
Memodifikasi atau menghambat sintesis protein, misalnya aminoglikosid, kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin), klindamisin, mupirosin, dan spektinomisin.
3.
Menghambat
enzim-enzim
esensial
dalam
metabolisme
folat,
misalnya
trimetoprim dan sulfonamid. 4.
Mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat, misalnya kuinolon, nitrofurantoin.
Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja: 1.
Obat yang Menghambat Sintesis atau Merusak Dinding Sel Bakteri
a.
Antibiotik Beta-Laktam Antibiotik beta-laktam terdiri dari berbagai golongan obat yang mempunyai
struktur cincin beta-laktam, yaitu penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem, dan inhibitor beta-laktamase. Obat-obat antibiotik beta-laktam umumnya bersifat bakterisid, dan sebagian besar efektif terhadap organisme Gram -positif dan negatif. Antibiotik beta-laktam mengganggu sintesis dinding sel bakteri, dengan menghambat langkah terakhir dalam sintesis peptidoglikan, yaitu heteropolimer yang memberikan stabilitas mekanik pada dinding sel bakteri Penisilin A) Golongan penisilin Penisilin, seperti antibiotik β-lactam lainnya, menghambat pertumbuhan bakteri
dengan
mengganggu
reaksi
transpeptidation
(ikatan
silang)
dari
pembentukkan dinding sel bakteri. Penghambatan tersebut membuat membran dari bakteri kurang stabil secara osmotik kemudian lisis sel dapat terjadi. Dinding sel bakteri terdiri dari cross-linked polimer polisakarida dan polipeptida kompleks, serta peptidoglikan (juga dikenal sebagai murein atau mucopeptide). Polisakarida mengandung
alternating
gula
amino,
N-acetylglucosamine
dan
asam
N-
acetylmuramic. Lima asam amino peptida ini terkait dengan acid sugarN-
acetylmuramic. Peptida ini berakhir di D-alanyl-D-alanin (Katzung and Trevor, 2015). Penicillin-binding protein (PBP, sebuah enzim) menghapus terminal alanin dalam proses membentuk cross-link dengan peptida di dekatnya. Cross-Link tersebut memberikan dinding sel struktural yang kaku. Struktural antibiotik betalaktam, analog dari substrat D-Ala-D-Ala alami, secara kovalen mengikat ke situs aktif PBP. Pengikat tersebut menghambat reaksi transpeptidasi dan menghentikan sintesis peptidoglikan, sehingga sel mati. Mekanisme yang tepat dari kematian sel belum sepenuhnya dipahami, tetapi autolysins dan gangguan dinding sel morfogenesis terlibat dalam proses tersebut. Antibiotik beta-laktam membunuh selsel bakteri hanya ketika mereka tumbuh aktif dan mensintesis dinding sel (Katzung and Trevor, 2015). Hal tersebut membuat penisilin disebut termasuk antibiotik yang bakterisidal. Keberhasilan penisilin dalam mematikan bakteri terkait dengan ukurannya. Penisilin hanya bersifat efektif terhadap organisme yang tumbuh secara cepat dan mensintesis peptidoglikan dinding sel. Hal tersebut mengakibatkan antibiotik ini tidak aktif terhadap organisme yang memiliki struktur seperti mikobakteria, protozoa, jamur, dan tentunya virus (Mycek et al., 2001). Bila diringkas, penisilin memiliki tiga mekanisme dalam membunuh bakteri, yaitu yang pertama penisilin mengikat protein. Penisilin menginaktifkan protein yang berada dalam membrane sel bakteri. Penngikatan PBP (enzim bakteri yang terlibat dalam sintesis dinding sel) merupakan proses ketika penisilin mengikat protein bakteri. Penisilin menyebabkan sintesis dinding sel terhambat, perubahan morfologi dan lisis dari bakteri yang rentan Kedua, penisilin menghambat transpeptidase. Penisilin menghambat reaksi katalisis-transpeptidase yang dkatalis oleh PBP sehingga pembentukkan ikatan silang yang penting untuk integritas dinding sel tidak terjadi. Ketiga adalah mekanisme autolysin. Enzim degradatif atau autolysin merupakan enzim yang diproduksi oleh kebanyakan bakteri coccus gram positif yang dimana enzim tersebut terlibat dalam remodeling dinding sel bakteri normal. Dengan adanya penisilin, aksi degradatif autolysin didahului dengan hilangnya sintesis
dinding sel. Mekanisme autolitik yang sebenarnya tidak diketahui namun kemungkinan ada penghambatan yang salah dari autolysin. Efek antibakteri penisilin merupakan hasil penghambatan sisntesis dinding sel bakteri dan merupakan destruksi keberadaan dinding sel oleh autolysin (Mycek et al., 2001). Penisilin diklasifikasikan berdasarkan spektrum aktivitas antibiotiknya sebagai berikut.
Golongan
Contoh
Aktivitas
Penisilin G dan
Penisilin G
Sangat aktif terhadap kokus Gram-
penisilin V
dan penisilin
positif, tetapi cepat dihidrolisis oleh
V
penisilinase atau beta-laktamase, sehingga tidak efektif terhadap S. aureus.
Penisilin yang
metisilin,
Merupakan obat pilihan utama untuk
resisten terhadap
nafsilin,
terapi S. aureus yang memproduksi
beta-laktamase/
oksasilin,
penisilinase.
penisilinase
kloksasilin,
Aktivitas antibiotik kurang poten
dan
terhadap mikroorganisme yang sensitif
dikloksasilin
terhadap penisilin G.
ampisilin,
Selain mempunyai aktivitas terhadap
amoksisilin
bakteri Gram-positif, juga mencakup
Aminopenisilin
mikroorganisme Gram-negatif, seperti Haemophilus influenzae, Escherichia coli, danProteus mirabilis. Obat-obat ini sering diberikan bersama inhibitor betalaktamase (asam klavulanat, sulbaktam, tazobaktam) untuk mencegah hidrolisis oleh beta-laktamase yang semakin banyak ditemukan pada bakteri Gramnegatif ini.
Karboksipenisilin
karbenisilin,
Antibiotikuntuk Pseudomonas, Enterobacter,
tikarsilin
danProteus.Aktivitasantibiotik lebih rendah disbanding ampisilin terhadap kokus Grampositif,dan
kurang
piperasilindalam
aktif
melawan
dibanding Pseudomonas.
Golonganini dirusak oleh beta-laktamase. Ureidopenislin
mezlosilin,
Aktivitas antibiotik terhadap
azlosilin,
Pseudomonas, Klebsiella, dan Gram-
dan
negatif lainnya. Golongan ini dirusak
piperasilin
oleh beta-laktamase.
B) Sefalosporin Jamur Cephalosporium menghasilkan beberapa antibiotika yang menyerupai penisilin tetapi resisten terhadap beta-laktamase serta aktif terhadap gram positif maupun bakteri gram negative. Kemudian dikembangkan metode untuk metode yang menghasilkan inti umum dalam skala besar, asam 7-aminosefalosporanat. Hal ini memungkinkan sintesis turunan sefalosporin dengan berbagai kegunaan. Sefamisin (produk fermentasi Streptomyces) dan sejumlah obat-obat ssintetik seperti moksalaktam yang mirip sefalosporin. Inti sefalosporin, asam 7- aminosefalosporanat, sangat menyerupai asam 6aminopenisilanat dan juga terhadap inti antibiotika sefamisin. Aktifitas antimikroba intrinsic sefalosporin alamiah rendah, tetapi pelekatan berbagai gugusan R1 dan R2 telah menghasilkan obat dengan aktivitas terapi yang baik dan toksisitas yang rendah. Sefalosporin mempunyai berat molekul 400-450. Sefalosporin larut dalam air dan relative stabil terhadap perubahan pH dan suhu.Sefalosporin bervariasi dalam resisten terhadap beta lactamase. Garam natrium sefalotin megandung 2,4 meg Na+ /gram. Secara tradisional, sefalosporin dibagi menjadi tiga group utama atau generasi, terutama bergantung pada spectrum aktivitas antimikroba. Semua sefalosporin tidak aktif terhadap enterokokus dan stafilokokus resisten metisilin.
1. Sefalosporin generasi pertama ( sefadroksil, sefazolin, sefaleksin, sefalotin, sefapirin dan sefadrin ) a.
Aktivitas antimikroba Obat ini sangat aktif terhadap kokus gram positif, termasuk pneumokokus,
streptokokus viridan, group streptokokus A hemolitikus dan S. aureus. Diantara gram negative Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, dan Proteus mirabilis sering sensitif, tetapi terdapat aktivitas sangat kecil terhadap Pseudomonas aeruginosa, Proteus indol positif, Enterobacter, Serratia marcescens, Citrobacter dan Acinobacter. Kokus anaerob (misalnya peptococcus, peptostreptococcus) biasanya sensitif, kecuali Bacteriodes fragilis. b.
Penggunaan klinik Sefalosporin generasi pertama mempunyai aktivitas spektrum yang luas dan
relatif tidak toksik, tetapi obat ini jarang sebagai obat pilihan untuk beberapa infeksi.Obat per oral dapat digunakan untuk pengobatan infeksi saluran kemih, luka kecil yang disebabkan oleh stafilokokus, atau untuk infeksi selulitis dan abses jaringan lunak. Pemberian oral sefalosporin tidak dianjurkan untuk infeksi sistemik yang serius. Suntikan intravena sefalosporin generasi pertama mengalami penetrasi denan baik pada kebanyakan jaringan dan merupakan obat terpilih untuk profilaksis pembedahan, terutama sefazolin.Sefalosporin generasi kedua dan ketiga merupakan tawaran yang tidak menguntungkan untuk profilaksis tindakan bedah, jauh lebih mahal dan hendaknya jangan digunakan untuk maksud tersebut. Suntikan intravena generasi pertama mungkin merupakan pilihan untuk infeksi karena merupakan pilihan untuk infeksi karena merupakan obat yang kurang toksik (misalnya K. pneumoniae) dan pada orang dengan riwayat reaksi hipersensitif terhadap penisilin yang ringan tetapi bukan reaksi anafilaksis. Sefalosporin generasi pertama tidak dapat penetrasi ke susunan saraf pusat dan tidak dapat digunakan untuk pengobatan meningitis.
2. Sefalosporin generasi kedua ( sefaklor, sefamandol, sefonosid, seforanid, sefoksitin, sefmetazol, sefuroksim, sefprozil, lorakarbef, dan sefpodoksim) a.
Aktivitas antimikroba
Group obat yang heterogen dengan perbedaan aktivitas, farmakokinetik, dan toksisitas yang sangat bervariasi. Sefalosporin golongan ini aktif terhadap organisme yang dipengaruhi oleh obat generasi pertama, tetapi obat ini mencakup gram negatif yang luas. Enterobacter, Klebsiella (termasuk yang resisten terhadap sefalotin) dan proteus indol-positif biasanya sensitif. Sefamandol, sefuroksim, sefonisid, seforanid, dan sefaklor aktif terhadap H. influenza tetapi tidak terhadap Serratia atau B. fragilis. Sefoksitin, seftemazol, dan sefotetan aktif terhadap B. fragilis dan beberapa strain Serratia tetapi tidak terhadap H. influenza. Semua sefalosporin generasi kedua kurang aktif terhadap Enterokokus atau P. aeruginosa. b.
Penggunaan klinik
Sefaklor digunakan untuk pengobatan sinusitis dan otitis media pada pasien yang alergi atau tidak mempunyai respons terhadap ampisilin dan amoksisilin karena aktivitasnya terhadap H. influenza atau Moraxella catarrhalis, penghasil betalaktamase,. Hanya sefuroksim yang dapat melintasi sawar darah otak sehingga dapat dipertimbangkan untuk pengobatan meningitis. Resistensi terhadap H. influenzae telah ditemui. Sefoksitin, sefotetan (sefamisin) serta sefmetazol dapat digunakan dalam infeksi anaerob campuran tersebut seperti peritonitis atau divertikularis karena aktivitasnya terhadap anaerob (termasuk B. fragilis). Sefamandol (sefuroksim) dapat dipakai untuk pengobatan pneumonia yang terdapat dalam masyarakat.
3.
Sefalosporin
generasi
ketiga
(sefoperazon,
sefotaksim,
seftazidim,
seftriakson, sefiksim dan moksalaktam). a.
Aktivitas antimikroba Keistimewaan utama obat ini (kecuali sefoperazon) adalah meliputi gram
negatif yang luas dan kesanggupannya mencapai susunan saraf pusat. Sebagai tambahan untuk gram negatif yang dihambat oleh sefalosporin yang lain, obat
generasi ketiga juga aktif terhadap Enterobacter, Citrobacter, S. marcescens dan Providencia begitu pula terhadap strain Haemophilus dan Neisseria penghasil betalaktamase. Sementara seftazidin dan sefoperazon mempunyai aktivitas yang kuat terhadap P. aeruginosa, obat lain dalam group hanya menghambat berbagai macam proporsi strain saja. Hanya seftizoksim dan moksalaktam mempunyai aktivitas yang baik terhadap B fragilis. b.
Penggunaan klinik Karena penetrasinya ke sususnan saraf pusat, sefalosporin generasi ketiga
kecuali sefoperazon dan sefiksim dapat digunakan untuk pengobatan meningitis, termasuk meningitis yang disebabkan oleh pneumokokus, H. influenzae dan batang gram negative usus halus yang rentan. Biasanya obat ini tidak dapat diandalkan pada meningitis yang disebabkan oleh P.aeroginosa. Indikasi potensial lainnya termasuk sepsis yang tidak diketahui penyebabnya pada pasien yang immunocompetent dan infeksi yang rentan dimana sefalosporin adalah obat dengan toksisitas sedikit yang tersedia. Pasien neutropenik dengan gangguan sistem imun, pemberian sefalosporin generasi ketiga dapat menjadi efektif bila digunakan secara kombinasi dengan aminoglikosida. C) Monobaktam (beta-laktam monosiklik) Contoh: aztreonam. a) Aktivitas: resisten terhadap beta-laktamase yang dibawa oleh bakteri Gramnegatif. Aktif terutama terhadap bakteri Gram-negatif. Aktivitasnya sangat baik terhadap Enterobacteriacease, P. aeruginosa, H. influenzae dan gonokokus. b) Pemberian: parenteral, terdistribusi baik ke seluruh tubuh, termasuk cairan serebrospinal. c) Waktu paruh: 1,7jam. d) Ekskresi: sebagian besar obat diekskresi utuh melalui urin.
D) Karbapenem
Karbapenem merupakan antibiotik lini ketiga yang mempunyai aktivitas antibiotik yang lebih luas daripada sebagian besar beta-laktam lainnya. Yang termasuk karbapenem adalah imipenem, meropenem dan doripenem. Spektrum aktivitas: Menghambat sebagian besar Gram-positif, Gram-negatif, dan anaerob. Ketiganya sangat tahan terhadap beta-laktamase. Efek samping: paling sering adalah mual dan muntah, dan kejang pada dosis tinggi yang diberi pada pasien dengan lesi SSP atau dengan insufisiensi ginjal. Meropenem dan doripenem mempunyai efikasi serupa imipenem, tetapi lebih jarang menyebabkan kejang. E) Inhibitor beta-laktamase Inhibitor beta-laktamase melindungi antibiotik beta-laktam dengan cara menginaktivasi beta-laktamase. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah asam klavulanat, sulbaktam, dan tazobaktam. Asam klavulanat merupakan suicide inhibitor yang mengikat beta-laktamase dari bakteri Gram-positif dan Gram-negatif secara ireversibel. Obat ini dikombinasi dengan amoksisilin untuk pemberian oral dan dengan tikarsilin untuk pemberian parenteral. Sulbaktam dikombinasi dengan ampisilin untuk penggunaan parenteral, dan kombinasi ini aktif terhadap kokus Gram-positif, termasuk S. aureus penghasil betalaktamase, aerob Gram-negatif (tapi tidak terhadap Pseudomonas) dan bakteri anaerob. Sulbaktam kurang poten dibanding klavulanat sebagai inhibitor betalaktamase.Tazobaktam dikombinasi dengan piperasilin untuk penggunaan parenteral. Waktu paruhnya memanjang dengan kombinasi ini, dan ekskresinya melalui ginjal. b. Basitrasin Basitrasin adalah kelompok yang terdiri dari antibiotik polipeptida, yang utama adalah basitrasin A. Berbagai kokus dan basil Gram-positif, Neisseria, H. influenzae, dan Treponema pallidum sensitif terhadap obat ini. Basitrasin tersedia dalam bentuk salep mata dan kulit, serta bedak untuk topikal. Basitrasin jarang menyebabkan hipersensitivitas. Pada beberapa sediaan, sering dikombinasi dengan neomisin dan/atau polimiksin. Basitrasin bersifat nefrotoksik bila memasuki sirkulasi sistemik.
c. Vankomisin Vankomisin merupakan antibiotik lini ketiga yang terutama aktif terhadap bakteri Gram-positif. Vankomisin hanya diindikasikan untuk infeksi yang disebabkan oleh S. aureus yang resisten terhadap metisilin (MRSA). Semua basil Gram-negatif dan mikobakteria resisten terhadap vankomisin. Vankomisin diberikan secara intravena, dengan waktu paruh sekitar 6 jam. Efek sampingnya adalah reaksi hipersensitivitas, demam, flushing dan hipotensi (pada infus cepat), serta gangguan pendengarandan nefrotoksisitas pada dosis tinggi. 2.
Obat yang Memodifikasi atau Menghambat Sintesis Protein
Obat antibiotik yang termasuk golongan ini adalah aminoglikosid, tetrasiklin, kloramfenikol, makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin), klindamisin, mupirosin, dan spektinomisin. a.
Aminoglikosid
Spektrum aktivitas: Obat golongan ini menghambat bakteri aerob Gram-negatif. Obat ini mempunyai indeks terapi sempit, dengan toksisitas serius pada ginjal dan pendengaran, khususnya pada pasien anak dan usia lanjut. Efek samping: Toksisitas ginjal, ototoksisitas (auditorik maupun vestibular), blokade neuromuskular (lebih jarang). 1) Penggolongan aminoglikosida Aminoglikosida dapat dibagi atas dasar rumus kimianya sebagai berikut :
Streptomisin mengandung satu molekul gula-amino dalam molekulnya.
Kanamisin dengan turunan amikasin, dibekasin, gentamisin, dan turunannya netilmisin dan tobramisin, semuanya mempunyai dua molekul gula yang dihubungkan oleh siklo heksan.
Neomisin, framisetin dan paramomisin dengan tiga gula-amino. 2) Mekanisme kerja aminoglikosida
Aktifitasnya adalah bakterisid, berdasarkan dayanya untuk menembus dinding bakteri dan mengikat diri pada ribosom (partikel partikel kecil dalam protoplasma sel yang kaya akan RNA, tempat terjadinya sintesis protein) didalam sel. Proses translasi (RNA dan DNA) diganggu sehingga biosintesis protein dikacaukan. Untuk
menembus dinding bakteri mencapai ribosom, aminoglikosida yang bermuatan kation positif akan berikatan secara pasif dengan membran luar dinding kuman gram negatif yang mengandung muatan negatif. Terjadinya reaksi kation antibiotik akibat adanya potensial listrik transmembrane sehingga menimbulkan celah atau lubang pada membran luar dinding kuman selain mengakibatkan kebocoran dan keluarnya kandungan intraseluler kuman memungkinkan penetrasi antibiotik semakin dalam hingga menembus membran sitoplasma, proses ini merupakan efek bakteriosid aminoglikosida.
Sintesis protein dinding kuman diawali dengan ikatan antara tRNA codon arginine (C-G-C) pada 30S subunit ribosom dengan anticodon arginine (G-C-G) yang selanjutnya mengalami proses transfer dari tRNA pada posisi A ke P kemudian ke posisi E sehingga terbentuk 70S subunit ribosom, proses ini dikenal sebagai elongasi rantai polipeptida.
Aminoglikosida setelah mencapai protoplas akan mengikat 16S rRNA bagian dari 30S subunit ribosom, akibatnya ikatan codon arginine (C-G-C) dan anticodon (G-CG) tidak terjadi sehingga rangkaian pasangan codon-anticodon yang sesuai tidak terbentuk sehingga terjadi kekacauan biosintesis protein akibat salah baca kode genetik sehingga sintesis protein essential tidak terjadi dan berakhir dengan kematian kuman. Aktifitas potensial listrik transmembran ini sangat tergantung pada ketersediaan oksigen (energy dependent) dan mempunyai korelasi yang kuat terhadap efek bakteriosid aminoglikosida, oleh karena itu pada keadaan anaerob, keasaman yang tinggi (asidosis) atau hiperosmolalitas akan mengurangi aktifitas potensial transmembran. Bila ditemukan adanya infeksi disertai pembentukan abses atau kuman penyebab gram positif (dinding lebih tebal dibanding gram negatif) akan mengurangi keefektifan aminoglikosida akibat menurunnya aktifitas potensial listrik transmembran dikarenakan gangguan suplai oksigen (Leiboviciet al., 2009). b. Tetrasiklin Antibiotik yang termasuk ke dalam golongan ini adalah tetrasiklin, doksisiklin, oksitetrasiklin, minosiklin, dan klortetrasiklin. Antibiotik golongan ini mempunyai spektrum luas dan dapat menghambat berbagai bakteri Gram-positif, Gram-negatif, baik yang bersifat aerob maupun anaerob, serta mikroorganisme lain seperti Ricketsia, Mikoplasma, Klamidia, dan beberapa spesies mikobakteria.
c.
Kloramfenikol Kloramfenikol adalah antibiotik berspektrum luas, menghambat bakteri
Gram-positif dan negatif aerob dan anaerob, Klamidia, Ricketsia, dan Mikoplasma. Kloramfenikol mencegah sintesis protein dengan berikatan pada subunit ribosom 50S. Efek samping: supresi sumsum tulang, grey baby syndrome, neuritis optik pada anak, pertumbuhan kandida di saluran cerna, dan timbulnya ruam. d.
Makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin, roksitromisin) Makrolida aktif terhadap bakteri Gram-positif, tetapi juga dapat menghambat
beberapa Enterococcus dan basil Gram-positif. Sebagian besar Gram-negatif aerob resisten terhadap makrolida, namun azitromisin dapat menghambat Salmonela. Azitromisin dan klaritromisin dapat menghambat H. influenzae, tapi azitromisin mempunyai aktivitas terbesar. Keduanya juga aktif terhadap H. pylori. Makrolida mempengaruhi sintesis protein bakteri dengan cara berikatan dengan subunit 50s ribosom bakteri, sehingga menghambat translokasi peptida. 1)
Eritromisin dalam bentuk basa bebas dapat diinaktivasi oleh asam, sehingga pada
pemberian oral, obat ini dibuat dalam sediaan salut enterik. Eritromisin dalam bentuk estolat tidak boleh diberikan pada dewasa karena akan menimbulkan liver injury. 2)
Azitromisin lebih stabil terhadap asam jika dibanding eritromisin. Sekitar 37%
dosis diabsorpsi, dan semakin menurun dengan adanya makanan. Obat ini dapat meningkatkan kadar SGOT dan SGPT pada hati. 3)
Klaritromisin. Absorpsi per oral 55% dan meningkat jika diberikan bersama
makanan. Obat ini terdistribusi luas sampai ke paru, hati, sel fagosit, dan jaringan lunak. Metabolit klaritromisin mempunyai aktivitas antibakteri lebih besar daripada obat induk. Sekitar 30% obat diekskresi melalui urin, dan sisanya melalui feses. 4)
Roksitromisin
Roksitromisin mempunyai waktu paruh yang lebih panjang dan aktivitas yang lebih tinggi melawan Haemophilus influenzae. Obat ini diberikan dua kali sehari. Roksitromisin adalah antibiotik makrolida semisintetik. Obat ini memiliki komposisi, struktur kimia dan mekanisme kerja yang sangat mirip dengan eritromisin, azitromisin atau klaritromisin. Roksitromisin mempunyai spektrum antibiotik yang
mirip eritromisin, namun lebih efektif melawan bakteri gram negatif tertentu seperti Legionellapneumophila.
Antibiotik
ini
dapat
digunakan
untuk
mengobati
infeksisaluran nafas, saluran urin dan jaringan lunak. Roksitromisin hanya dimetabolisme sebagian, lebih dari separuh senyawa induk diekskresi dalam bentuk utuh. Tiga metabolit telah diidentifikasi di urin dan feses: metabolit utama adalah deskladinosa roksitromisin, dengan N-mono dan N-di-demetil roksitromisin sebagai metabolit minor. Roksitromisin dan ketiga metabolitnya terdapat di urin dan feses dalam persentase yang hamper sama. Efek samping yang paling sering terjadi adalah efek pada saluran cerna: diare, mual, nyeri abdomen dan muntah. Efek samping yang lebih jarang termasuk sakit kepala, ruam, nilai fungsi hati yang tidak normal dan gangguan pada indra penciuman dan pengecap. e. Klindamisin Klindamisin menghambat sebagian besar kokus Gram-positif dan sebagian besar bakteri anaerob, tetapi tidak bisa menghambat bakteri Gram-negatif aerob seperti Haemophilus, Mycoplasma dan Chlamydia. Efek samping: diare dan enterokolitis pseudomembranosa. f. Mupirosin Mupirosin merupakan obat topikal yang menghambat bakteri Gram-positif dan beberapa Gram-negatif. Tersedia dalam bentuk krim atau salep 2% untuk penggunaan di kulit (lesi kulit traumatik, impetigo yang terinfeksi sekunder oleh S. aureus atau S. pyogenes) dan salep 2% untuk intranasal. Efek samping: iritasi kulit dan mukosa serta sensitisasi. g. Spektinomisi Obat ini diberikan secara intramuskular. Dapat digunakan sebagai obat alternatif untuk infeksi gonokokus bila obat lini pertama tidak dapat digunakan. Obat ini tidak efektif untuk infeksi Gonore faring. Efek samping: nyeri lokal, urtikaria, demam, pusing, mual, dan insomnia. 3. Menghambat Enzim-Enzim Esensial dalam Metabolisme Folat a. Sulfonamid dan Trimetoprim Sulfonamid bersifat bakteriostatik.
Trimetoprim dalam kombinasi dengan sulfametoksazol, mampu menghambat sebagian besar patogen saluran kemih, kecuali P. aeruginosa dan Neisseria sp. Kombinasi ini menghambat S. aureus, Staphylococcus koagulase negatif, Streptococcus hemoliticus,H .influenzae, Neisseria sp, bakteri Gram-negatif aerob (E. coli dan Klebsiella sp), Enterobacter, Salmonella, Shigella, Yersinia, P. carinii. 4.
Mempengaruhi Sintesis atau Metabolisme Asam Nukleat
a.
Kuinolon Quinolone atau kuinolon merupakan salah satu golongan antibiotik yang tidak
diisolasi dari organisme, melainkan disintesis secara kimiawi.Kuinolon pertama kali disintesis dari obat anti-malaria chloroquine, dan disebut sebagai nalidixic acid.Agen-agen antibiotik golongan kuinolon selanjutnya disintesis melalui manipulasi rantai samping atau side chain, maupun manipulasi inti dari stuktur kimia kuinolon pertama (Ball, 2003). Kuinolon merupakan antibiotik broad spectrum yang memiliki aktivitas terhadap berbagai patogen. Pemanfaatan kuinolon untuk pengobatan infeksi antara lain infeksi saluran kemih, infeksi saluran pencernaan, infeksi saluran pernafasan, penyakit menular seksual akibat bakteri yang resisten terhadap penisilin, dan infeksi kulit dan tulang. Golongan antibiotik ini merupakan salah satu alternatif yang digunakan di daerah yang secara epidemiologi memiliki prevalensi resistensi penisilin yang tinggi (Sharma et al., 2009). Kuinolon bekerja dengan cara menghambat replikasi dan transkripsi DNA bakteri, yang akhirnya menyebabkan kematian sel bakteri. Hal tersebut dilakukan baik dengan cara menghambat aktivitas DNA gyrase, suatu enzim topoisomerase yang berperan dalam hidrolisis adenosin trifosfat, dan/atau menghambat pelepasan gyrase dari DNA (Sharma et al., 2009). a. Jenis-jenis agen antibiotik golongan kuinolon Pengembangan kuinolon dilakukan hingga beberapa generasi, yang mana agen antibiotik dalam generasi yang sama memiliki kemiripan sifat atau spektrum antibiotik (Ball, 2003). Kuinolon generasi pertama memiliki aktivitas terhadap bakteri gram negatif aerob dan sedikit aktivitas terhadap bakteri gram prositif aerob
dan bakteri anaerob.Generasi kedua, yang lebih dikenal sebagai fluorokuinolon, memiliki aktivitas yang lebih tinggi, sehingga dapat bekerja pada lebih banyak bakteri gram negatif dan cukup banyak bakteri gram positif.Generasi ketiga lebih poten terhadap bakteri gram positif, khususnya bakteri pneumococci, disertai dengan aktivitas yang baik terhadap bakteri anaerob.Generasi keempat kuinolon memiliki aktivitas dengan cakupan yang superior, baik terhadap pneumococci maupun bakteri anaerob (Jacoby, 2005).
Generasi
Jenis Obat
Karakteristik
Pertama
Naldixic acid
Aktif terhadap beberapa bakteri
Oxolinic acid
gram negatif Mudah mengikat protein
Pipemidic acid
(high
protein bound) Waktu paruh yang pendek
Kedua
Norfloxacin Enoxacin Ciprofloxacin Ofloxacin
Protein binding ±50% Waktu paruh lebih panjang Peningkatan
aktivitas
terhadap
bakteri gram negatif
Lomefloxacin Ketiga
Temafloxacin
Aktif terhadap bakteri gram negatif
Sparafloxacin
Aktif terhadap bakteri gram positif
Grepafloxacin Keempat
Temafloxacin
Peningkatan aktivitas, baik pada
Trovaflocain
bakteri
Moxifloxacin
negatif
Gatifloxacin
Aktif terhadap bakteri anaerob dan
gram
bakteri atipikal
b. Nitrofuran
positif
maupun
Nitrofuran meliputi nitrofurantoin, furazolidin, dan nitrofurazon. Absorpsi melalui saluran cerna 94% dan tidak berubah dengan adanya makanan. Nitrofuran bisa menghambat Gram-positif dan negatif, termasuk E. coli, Staphylococcus sp, Klebsiella sp, Enterococcus sp, Neisseria sp, Salmonella sp, Shigella sp, dan Proteus s
Susptibilitas Antibiotika terhadap mikroorganisme spesifik In Vitro Antimicrobial Susceptibility: Aerobic Gram-Positive Cocci
In Vitro Antimicrobial Susceptibility: Gram-Negative Aerobes
Antimicrobial Susceptibility: Anaerobes
Pada prinsipnya tes kepekaan terhadap antimikroba adalah penentuan terhadap bakteri penyebab penyakit yang kemungkinan menunjukkan resistensi terhadap suatu antimikroba atau kemampuan suatu antimikroba untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang tumbuh in vitro, sehingga dapat dipilih sebagai antimikroba yang berpotensi untuk pengobatan (Sennang N, 2010). Uji kepekaan antimikroba (antimicrobial susceptibility testing) dilakukan pada isolate mikroba
yang didapatkan dari spesimen pasien untuk mendapatkan agen antimikroba yang tepat untuk mengobati penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroba tersebut. Dasar penentuan antimikroba secara in vitro adalah MIC (minimum inhibition concentracion ) dan MBC (minimum bactericidal concentration). MIC merupakan konsentrasi terendah bakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan hasil yang dilihat dari pertumbuhan koloni pada agar atau kekeruhan pada pembiakan cair. Sedangkan MBC adalah konsentrasi terendah antimikroba yang dapat membunuh 99,9% pada biakan selama waktu yang ditentukan (Endriani R,2007). Konsentrasi absorbsi obat dari antimikroba ditentukan oleh difusi dari cakram dan pertumbuhan organisme uji dihambat penyebarannya sepanjang difusi antimikroba (terbentuk zona jernih disekitar cakram). Hasil dari tes kepekaan mikroorganisme diklasifikasikan kedalam dua tau lebih kategori, yaitu sensitife dan resisten. Meskipun klasifikasi tersebut memberikan banyak keuntungan untuk kepentingan statistik dan epidemiologi, bagi klinis merupakan ukuran yang terlalu kesar untuk digunakan. Tes kepekaan terhadap antimikroba dilakukan untuk penentuan terhadap bakteri penyebab penyakit yang kemungkinan bakteri penyebab penyakit yang kemungkinan menunjukkan resistensi terhadap suatu antimikroba atau kemampuan suatu antimikroba untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang tumbuh secara in vitro, sehingga dapat dipilih sebagai antimikroba yang berpotensi untuk pengobatan. Berdasarkan pada metode difusi dan dilusi , kedua metode ini digunakan untuk mendapatkan MIC (minimum inhibition concentracion) suatu agen antimokroba. Alasan dilakukan uji kepekaan antimikroba adalah untuk mendapatkan agen antimikroba yang tepat untuk pengobatan penyakit infeksi tertentu. Uji sensitifitas antimikroba tidak dilakukan pada setiap spesimen, melainkan hanya dilakukan pada spesimen dengan jenis mikroba tertentu yang belum diketahui secara umum sensitifitasnya terhadap jenis-jenis antimikroba yang umum digunakan.
2.4
GuidelinePemanfaatanAntibiotika
terapiprofilaksismaupunkuratif, baikempirismaupundenganevidence based. Central Nervous System Infections
PHARMACOLOGIC TREATMENT
• Empiric antimicrobial therapy should be instituted as soon as possible to eradicate the causative organism (Table 36–2). Antimicrobial therapy should last at least 48 to 72 hours or until the diagnosis of bacterial meningitis can be ruled out. Continued therapy should be based on the assessment of clinical improvement, cultures, and susceptibility testing results. Once a pathogen is identified, antibiotic therapy should be tailored to the specific pathogen. The first dose of antibiotic should not be withheld even when lumbar puncture is delayed or neuroimaging is being performed. • With increased meningeal inflammation, there will be greater antibiotic penetration (Table 36–3). Problems of CSF penetration were traditionally overcome by direct instillation of antibiotics intrathecally, intracisternally, or intraventricularly. Advantages of direct instillation, however, must be weighed against the risks of invasive CNS procedures. Intrathecal administration of antibiotics is unlikely to produce therapeutic
concentrations in the ventricles possibly owing to the unidirectional flow of CSF. • Table 36–4 for antimicrobial agents of first choice and alternatives for treatment of meningitis caused by gram-positive and gram-negative microorganisms.
Strength of recommendation: (A) Good evidence to support a recommendation for use; should always be offered. (B) Moderate evidence to support a recommendation for use; should generally be offered. Quality of evidence: (I) Evidence from ≥1 properly randomized, controlled trial. (II) Evidence from≥1 well-designed clinical trial, without randomization; from cohort or case–control analytic studies (preferably from ≥1 center) or from multiple time series. (III) Evidence from opinions of respected authorities, based on clinical experience, descriptive studies, or reports of expert committees. 19
All recommendations are A-III. E. coli, Klebsiellaspp., and Enterobacter spp. common. cVancomycin use should be based on local incidence of penicillin-resistant S. pneumoniae and until cefotaxime or ceftriaxone minimum inhibitory concentration results are available. a b
β-Lactam Antibiotics: Cephalosporins First-generation Cefadroxil (Duricef ) Cefazolin (Ancef ) Cephalexin (Keflex) Second-generation Cefaclor (Ceclor) Cefamandole (Mandol) Cefonicid (Monocid) Ceforanide (Precef ) Cefotetan (Cefotan) Cefoxitin (Mefoxin) Cefprozil (Cefzil) Cefuroxime (Zinacef ) Cefuroxime axetil (Ceftin) Third-generation Cefdinir (Omnicef ) Cefditoren (Spectracef ) Cefixime (Suprax) Cefotaxime (Claforan) Cefpodoximeproxetil (Vantin) Ceftazidime (Fortaz) Ceftibuten (Cedax) Ceftizoxime (Cefizox) Ceftriaxone (Rocephin) Fourth-generation
Carbacephems Loracarbef (Lorabid) Monobactams Aztreonam (Azactam) Penems Doripenem (Doribax) Ertapenem (Invanz) Imipenem (Primaxin) Meropenem (Merem) Aminoglycosides Amikacin (Amikin) Gentamicin (Garamycin) Neomycin (Mycifradin) Netilmicin (Netromycin) Streptomycin Tobramycin (Nebcin) Protein synthesis inhibitors Azithromycin (Zithromax) Clarithromycin (Biaxin) Clindamycin (Cleocin) Chloramphenicol (Chloromycetin) Dalfopristin/Quinupristin(Synercid) Dirithromycin (Dynabac) Erythromycin (Erythrocin) Linezolid (Zyvox) Telithromycin (Ketek)
Cefepime (Maxipime) Fifth-generation Ceftaroline (Teflaro)
Penicillins Natural penicillins Penicillin G Penicillin V Aminopenicillins Ampicillin (Omnipen) Amoxicillin (Amoxil) Bacampicillin (Spectrobid)
Penicillinase-resistant penicillins Isoxazolylpenicillins (dicloxacillin, oxacillin, cloxacillin) Nafcillin (Unipen) Combination with βlactamase inhibitors Augmentin (amoxicillin plus clavulanic acid) Timentin (ticarcillin plus clavulanic acid) Unasyn (ampicillin plus sulbactam) Zosyn (piperacillin plus tazobactam)
Tetracyclines (doxycycline, minocycline, tetracycline, tigecycline) Folate inhibitors Sulfadiazine Sulfadoxine (Fansidar) Trimethoprim (Trimpex) Trimethoprim-sulfamethoxazole (Bactrim, Septra) Quinolones Ciprofloxacin (Cipro) Gemifloxacin (Factive) Levofloxacin (Levoquin) Moxifloxacin (Avelox) Norfloxacin (Noroxin) Ofloxacin (Floxin) Daptomycin (Cubicin) Televancin (Vibativ) Vancomycin (Vancocin) Metronidazole (Flagyl)
In Vitro Antimicrobial Susceptibility: Aerobic Gram-Positive Cocci
In Vitro Antimicrobial Susceptibility: Gram-Negative Aerobes
Antimicrobial Susceptibility: Anaerobes
Antimicrobials of Choice in the Treatment of Bacterial Infection
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA Ball P, 2003. ‘Adverse drug reactions: implications for the development of fluoroquinolones’, J Antimicrob ChemotherVol.51(Suppl 1), hlm. 21-27. Endriani R, Supardi I, SUdigdoadoS, Wartadewi. Penentuan Konsentrasi Hambat Minimal (KHM), konsentrasi bunuh minimal (KBM) dan waktu kontrak ekstrak bawang putih (A. sativum) dibandingan dengan eugenol terhadap S.mutans secara in vitro. JIK. 2007;1:30-5. Jacoby GA, 2005. ‘Mechanisms of resistance to quinolones’, Clin Infect DisVol.41(Suppl 2), hlm.S120-126. Katzung, B.G. and Trevor, A.J., 2015.Basic & Clinical Pharmacology, USA: McGraw-Hill Education. Leibovici L, Vidal L, Paul M. 2009, Aminoglycosides drugs in clinical practice : an evidence approach. Journal of Antimicrobial Chemotherapy. 63,pp 246-251 Mycek, M.J., Harvey R.A, Champe, P.C., and Fisher, B.D., 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar (Terjemahan), Jakarta: Widya Medaka. Sennang N, Wildena, Benny R. Methicilin resistant Staphylococcus aures, antimicrobial susceptibility laboratory test. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory. 2010;17(1):5-8.