Antipiretik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI I “ANALISIS EFEK OBAT ANTIPIRETIK"



LAPORAN PRAKTIKUM Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mata Kuliah Farmakologi Toksikologi 1 Jurusan Farmasi Fakultas Olahraga Dan Kesehatan



OLEH : KELOMPOK : IV (EMPAT) KELAS



: A - S1 FARMASI 2019



ASISTEN



: ZULFIANTO DJUFRI



UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN JURUSAN FARMASI LABORATORIUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI 2021



Lembar Pengesahan FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI I “ANALISIS EFEK OBAT ANTIPIRETIK" OLEH : KELOMPOK IV (EMPAT)



1.



Rezky Arwana Putri



(821419093)



2.



Rafika Faisal



(821419105)



3.



Moh. Firmansyah Mustaki



(821419109)



4.



Magrifah Algefina Saipe



(821419092)



5.



Kasibee molote



(821419128)



Gorontalo,



Maret 2022



Mengetahui,



ZULFIANTO DJUFRI



NILAI



KATA PENGANTAR Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan inayahnya sehingga kami sehingga dapat menyelesaikan Laporan Farmakologi Toksikologi 1 tentang “Analisis Efek Obat Antipiretik” Terima kasih saya ucapkan kepada bapak ibu dosen dan asisten yang telah membantu kami baik secara moral maupun materi. Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman seperjuangan yang telah mendukung kami sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ini tepat waktu. Kami menyadari, bahwa laporan Farmakologi Toksikologi 1 “Analisis Efek Obat Antipiretik” yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang. Semoga pada laporan Farmakologi Toksikologi 1 “Analisis Efek Obat Antipiretik” ini dapat menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh



Gorontalo, Maret 2022



Kelompok IV



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...........................................................................................i DAFTAR ISI.........................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1 1.1



Latar Belakang.........................................................................................1



1.2



Rumusan Masalah....................................................................................2



1.3



Tujuan Percobaan.....................................................................................3



1.4



Prinsip Percobaan.....................................................................................3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................4 2.1



Dasar Teori...............................................................................................4



2.2



Uraian Bahan............................................................................................5



2.3



Uraian Obat..............................................................................................7



2.4



Uraian Hewan...........................................................................................9



BAB IIIMETODE KERJA.................................................................................10 3.1



Tempat dan Waktu Pelaksanaan.............................................................10



3.2



Alat dan Bahan........................................................................................10



3.3



Cara Kerja...............................................................................................10



BAB IV HASIL PEMBAHASAN……...............................................................13 4.1



Hasil........................................................................................................13



4.2



Pembahasan.............................................................................................14



BAB V PENUTUP..............................................................................................17 5.1



Kesimpulan..............................................................................................17



5.2



Saran........................................................................................................17



DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Di Indonesia banyak memiliki beragam obat obatan baik itu obat pasaran



maupun obat tradisional atau obat herbal yang digunakan dari dulu hingga sekarang. Sebagai mahasiswa farmasi, sudah seharusnya kita mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan obat, baik dari segi farmasetik, farmakodinamik, farmakokinetik dan juga dari segi toksikologinya. Seiring dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, sebagai mahasiswa farmasi sudah seharusnya mengetahui halhal yang berkaitan dengan obat baik dari segi farmasetik, farmakodinamik, farmakokinetik, dan juga dari segi farmakologi dan toksikologinya. Farmakologi sebagai ilmu yang berbeda dari ilmu lain secara umum pada keterkaitan yang erat dengan ilmu dasar maupun ilmu klinik sangat sulit mengerti farmakologi tanpa pengetahuan fisiologi tubuh, biokimia, dan ilmu kedokteran klinik. Jadi, farmakologi adalah ilmu yang menintregasikan ilmu kedokteran dasar dan menjembatani ilmu praklinik dan klinik. Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi, yaitu cara membuat, memformulasi, menyimpan, dan menyediakan obat. Obat yang paling banyak digunakan untuk menyembuhkan atau mengurangi sakit atau demam adalah dari golongan obat antipiretik Antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan suhu tubuh pada keadaan demam. Antipiretik mempunyai suatu efek pada termostat hipotalamus yang berlawanan dengan zat pirogen. Penurunan demam oleh antipiretik seringkali melalui pengurangan pembuangan panas daripada pengurangan produksi panas. Antipiretik digunakan untuk membantu mengembalikan suhu set point ke kondisi normal dengan cara menghambat sintesa dan pelepasan prostaglandin E2, yang distimulasi oleh pirogen endogen pada hipotalamus (Sweetman, 2008). Obat ini menurunkan suhu tubuh hanya pada keadaan demam namun pemakaian obat golongan ini tidak boleh digunakan secara rutin karena bersifat toksik. Efek samping yang sering ditimbulkan setelah penggunaan antipiretik



1



adalah respon hemodinamik seperti hipotensi, gangguan fungsi hepar dan ginjal, oliguria, serta retensi garam dan air (Hammond and Boyle, 2011). Demam (pyrexia) merupakan kendali terhadap peningkatan suhu tubuh akibat suhu set point hipotalamus meningkat. Alasan yang paling umum ketika hal ini terjadi adalah adanya infeksi, kelainan inflamasi dan terapi beberapa obat. Demam adalah keadaan dimana suhu tubuh lebih dari 37,5ºC dan bisa menjadi manifestasi klinis awal dari suatu infeksi. Suhu tubuh manusia dikontrol oleh hipotalamus. Selama terjadinya demam hipotalamus di reset pada level temperatur yang paling tinggi (Dipiro, 2008; Sweetman, 2008). Mengingat bahwa demam merupakan penyakit yang sering terjadi pada masyarakat di Indonesia, maka kami melakukan percobaan untuk menguji efektivitas obat antipiretik, paracetamol, dan ibuprofen yang diberikan pada hewan uji mencit (Mus musculus). yang telah diinduksi pepton. 1.2



Rumusan masalah



1.



Apakah obat aspilet, natrium diklofenak, ibuprofen dan paracetamol memiliki efektivitas sebagai antipiretik?



2.



Bagaimana proses terjadinya demam dalam tubuh hewan uji



3.



Bagaimana mekanisme kerja dari obat terhadap hewan uji



1.3



Tujuan Percobaan



1.



Untuk menganalisis efek obat aspilet, natrium diklofenak, ibuprofen dan paracetamol pada hewan uji mencit (Mus musculus).



2.



Untuk mengetahui mekanisme dari aspilet, natrium diklofenak, ibuprofen dan paracetamol



1.4



Prinsip percobaan Pengujian efek antipiretik pada mencit berdasarkan turunnya suhu badan



mencit pada pemberian aspilet, natrium diklofenak, ibuprofen dan paracetamol yang dapat menghambat prostaglandin dan menghambat enzim siklooksigenase yang disebabkan penginduksi pepton.



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Dasar Teori



2.1.1 Pengertian Demam Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh normal (>37,5°C). Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh. Demam terajadi pada suhu >37,2°C, biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamu atau parasit), penyakit autoimun, keganasan , ataupun obat – obatan (Surinah, 2015). Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Sebagian besar demam pada anak merupakan akibat dari perubahan pada pusat panas (termoregulasi) di hipotalamus. Penyakit – penyakit yang ditandai dengan adanya demam dapat menyerang



sistem



tubuh.Selain



itu



demam



mungkin



berperan



dalam



meningkatkan perkembangan imunitas spesifik dan non spesifik dalam membantu pemulihan atau pertahanan terhadap infeksi (Sodikin, 2016). 2.1.2 Etiologi Demam Demam sering disebabkan karena infeksi. Penyebab demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia, keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada gangguan pusat regulasi suhu sentral (misalnya perdarahan otak, koma). Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis penyebab demam diperlukan antara lain: ketelitian pengambilan riwayat penyekit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit dan evaluasi pemeriksaan laboratorium, serta penunjang lain secara tepat dan holistic (Nurarif, 2015). Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran. Demam dapat berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan, penyakit metabolik maupun penyakit lain. Demam dapat disebabkan karena kelainan dalam otak sendiri atau zat toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakitpenyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi (Guyton, 2015) 3



2.1.3 Patofisiologi Demam Exogenous dan virogens (seperti; bakteri, virus kompleks antigenantibodi) akan menstimulasi sel host inflamasi (seperti; makrofag sel PMN) yang memproduksi indogeneus pyrogen (Eps). Interleuikin 1 sebagai prototypical eR Eps menyebabkan endothelium hipotalamus meningkatkan prostaglandin dan neurotransmitter, kemudian beraksi dengan neuron preoptik di hipotalamus anterior dengan memproduksi peningkatan “set-point”. Mekanisme tubuh secara fisiologis mengalami (Vasokinstriksi perifer, menggigil),dan perilaku ingn berpakaian yang tebal-tebal atau ingin diselimuti dan minum air hangat. Demam seringkali dikaitkan dengan adanya penggunaan pada “set-point” hipotalamus oleh karena infeksi, alergi, endotoxin atau tumor (Harold, 2015). 2.1.4 Klasifikasi Demam Menurut Nurarif (2015), klasifikasi demam adalah sebagai berikut: a. Demam septik Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam hektik. b. Demam remiten Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septik. c. Demam intermiten Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana. d. Demam kontinyu Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.



4



e. Demam siklik Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula. 2.1.5 Antipiretik Antipiretik adalah obat-obat atau zat-zat yang dapat menurunkan suhu tubuh pada keadaan demam. Antipiretik bekerja dengan merangsang pusat pengaturan panas di hipotalamus sehingga pembentukan panas yang tinggi akan dihambat dengan cara memperbesar pengeluarn panas yaitu dengan menambah aliran darah ke perifer dan memperbanyak pengeluaran keringat (Kalay, 2014). Antipiretik digunakan untuk membantu untuk mengembalikan suhu set point ke kondisi normal dengan cara menghambat sintesa dan pelepasan prostaglandin E2, yang distimulasi oleh pirogen endogen pada hipotalamus. Obat ini menurunkan suhu tubuh hanya pada keadaan demam namun pemakaian obat golongan ini tidak boleh digunakan secara rutin karena bersifat toksik. Efek samping yang sering ditimbulkan setelah penggunaan antipiretik adalah respon hemodinamik seperti hipotensi, gangguan fungsi hepar dan ginjal, oliguria, serta retensi garam dan air (Hammond and Boyle, 2011). 2.1.6 Mekanisme Antipiretik Mekanisme kerja antipiretik adalah dengan mengembalikan fungsi thermostat di hipotalamus ke posisi normal dengan cara pembuangan panas melalui bertambahnya aliran darah ke perifer disertai dengan keluarnya keringat. Zat antipiretik dapat mengikat enzim siklooksigenase yang memicu pembentukan prostalandin, sehingga kadar prostagladin menurun kadarnya di daerah thermostat dan menurunkan suhu tubuh. Penurunan suhu tersebut adalah hasil kerja obat pada sistem saraf pusat yang melibatkan pusat kontrol suhu di hipotalamus (Huang, 2012). Mekanisme kerja antipiretik adalah dengan meningkatkan eliminasi panas, pada penderita dengan suhu badan yang tinggi, dengan cara meningkatkan dilatasi pembuluh darah perifer dan mobilisasiair sehingga terjadi pengenceran darah dan



5



pengeluaran keringat. Penurunan suhu tersebut adalah hasil kerja obat pada sistem saraf pusat yang melibatkan pusat kontrol suhu di hipotalamus (Kalay, 2014). 2.1.7 Obat - Obatan Antipiretik Obat - obatan antipiretik secara umum dapat digolongkan dalam beberapa golongan yaitu golongan salisilat, (misalnya aspirin, salisilamid), golongan paraaminofenol (misalnya acetaminophen, fenasetin) dan golongan pirazolon (misalnya fenilbutazon dan metamizol). Acetaminophen, Non Steroid Antiinflammatory Drugs, dan cooling blanket biasa digunakan untuk mencegah peningkatan suhu tubuh pada pasien cedera otak agar tetap konstan pada kondisi suhu ≤ 37,5ºC Pemberian obat melalui rute intravena atau intraperitonial biasanya juga digunakan pada keadaan hipertermia, yaitu keadaan dimana suhu tubuh lebih dari 41ºC. Suhu ini dapat membahayakan kehidupan dan harus segera diturunkan (Kaneshiro and Zieve, 2013). 2.2



Uraian Bahan



2.2.1 Alkohol (Dirjen POM, 2014) Nama Resmi



: AETHANOLUM



Nama Lain



: Alkohol, etanol, ethyl alkohol



Berat Molekul



: 46,07 g/mol



Rumus Molekul



: C2H6O



Rumus Struktur



: OH



Kelarutan



: Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan dalam eter P.



Pemerian



: Cairan tak berwarna; jernih; mudah menguap; dan mudah bergerak; bau khas dan rasa panas



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup rapat



Khasiat



: Antiseptik (menghambat mikroorganisme)



Kegunaan



: Mensterilkan alat.



6



2.2.2 Na-CMC (Dirjen POM, 2014) Nama Resmi



: NATRII CARBOXYMETHIL CELLULOSUM



Nama Lain



: Natrium Karboksimetil selulosa



Rumus Molekul



: C14H10C12NNaO2



Berat Molekul



: 318,13 g/ mol



Rumus Struktur



:



Pemerian



: Serbuk atau butiran atau kuning gading, tidak berbau, dan bersifat higroskopik



Kelarutan



: Mudah terdispersi dalam air membentuk suspense koloida, tidak larut dalam etanol



Kegunaan



: Sebagai kontrol



2.2.3 Pepton (Dirjen POM, 2014 ) Nama Resmi



: PEPTON



Nama Lain



: Pepton



Rumus Molekul



: C4H6O5N2



Berat Molekul



: 162 g/ mol



Rumus Struktur



:



Pemerian



: Serbuk, kuning sampai coklat, bau khas, tidak busuk



Kelarutan



: Larut dalam air, memberikan larutan berwarna, coklat kekuningan yang bereaksi asam



Kegunaan



: Sebagai kontrol, dan penginduksi demam 7



2.3.



Uraian Obat



2.3.1



Aspilet (Ditjen POM, 1979 : 43) Nama Resmi



: ACIDUM SALICYLICUM



Nama Lain



: Asam salisilat



Rumus Molekul



: C7H6O3



Bobot Molekul



: 138,12



Rumus Struktur



:



Pemerian



: Hablur ringan tak berwarna atau serbuk berwarna putih hampir tidak berbau rasa agak manis dan tajam.



Kelarutan



: Larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol 95 % P. , mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter P. Laruta dalam larutan amonium asetat P, dinatrium hidrogenfosfat P, kalium sitrat P dan natrium sitrat P.



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup baik.



Kegunaan



: Sebagai bahan dasar sintesa aspirin.



2.3.2 Ibuprofen (Dirjen POM, 2014) Nama Resmi



: IBUPROFEN



Nama Kimia



: Ibuprofen, ibuprofenas, ibuprofenox



Rumus Molekul



: C13H18O2



Berat Molekul 



: 206,29 g/ mol



Rumus struktur



:



Pemerian



: Kristal



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup 8



Kegunaan



: Sebagai obat antipiretik



Efek samping



: Mual, muntah, diare, menngantuk,



Kontra indikasi



: Hipersensitif, dan penderita ulkus peptikum.



Indikasi



: Meredakan



nyeri



ringan



sampai



sedang



sehubungan dengan sakit kepala, demam. Farmakologi



: Aktifitas anti inflamasi, antipiretik dan analgesik.



Dosis



: Dewasa : 3 x 2 tab 200 mg, atau 3x1 tab 400 mg.



2.3.3 Natrium Diklofenak (Ditjen POM, 1979) Nama Resmi 







Nama Lain 



: Natrii-diklofenak. Diklofenac sodium



Rumus Molekul 



: C14H10C12NNaO2



Berat Molekul 



: 151,16 g/ mol



Rumus Struktur



:



Pemerian 



: Serbuk



Hablur



hampir



putih,



higroskopik,



melebur pada suhu 284o C. Kelarutan 



: Mudah larut dalam etanol, larut dalam etanol, agak sukar larut dalam air, praktis larut dalam kloroform dan dalam etet



Penyimpanan 



: Dalam wadah kedap udara, terlindung dari cahaya



Kegunaan 



: Analgetikum; antipiretikum



Efek samping



: Distress



gastrointestinal,



pendarahan



gastrointestinal dan timbulnya ulserasi lambung, sekalipun timbulnya ulkus lebih jarang terjadi daripada dengan beberapa antiinflamasi nonsteroid (AINS) lainnya. Peningkatan serum amino transferases lebih umum terjadi dengan obat ini daripada dengan AINS lainnya 9



Kontra indikasi



: Hipersensitif, dan penderita hepar berat



Indikasi



: Meredakan



nyeri



ringan



sampai



sedang



sehubungan dengan sakit kepala, demam Farmakologi



: Aktifitas anti inflamasi, antipiretik dan analgesik.



Dosis



: Dewasa 4x1 tab 500 mg.



2.3.4 Paracetamol (Dirjen POM, 2014) Nama Resmi 



: ACETAMINOPHENUM



Nama Lain 



: Asetamiofen/Parasetamol



Rumus Molekul 



: C8H9NO2



Berat Molekul 



: 151,16 g/ mol



Rumus Struktur



:



Pemerian 



: Hablur atau serbuk hablur putih; tidak



berbau;



rasa pahit Kelarutan 



: Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%) P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian



gliserol



P



dan



dalam



9



bagian



propilenglikol P; larut dalam larutan alkali hidroksida. Penyimpanan 



: Dalam wadah tertutup baik, terlindungdari cahaya



Kegunaan 



: Analgetikum; antipiretikum



Efek samping



: Ruam kulit, sakit tenggorokan, dan muncul sariawan



Kontra indikasi



: Hipersensitif, dan penderita hepar berat



Indikasi



: Meredakan



nyeri



ringan



sampai



sedang



sehubungan dengan sakit kepala, demam Farmakologi



: Aktifitas anti inflamasi, antipiretik dan analgesik.



Dosis



: Dewasa 4x1 tab 500 mg. 10



2.4



Uraian Hewan



2.4.1



Klasifikasi Mencit (Nugroho, 2018)



2.4.2



Kingdom



: Animalia



Filum



: Chordata



Class



: Mamalia



Ordo



: Rodentia



Famili



: Muridae



Genus



: Mus



Species



: Mus musculus



Gambar 2.4 Mencit (Mus musculus)



Morfologi Mencit Morfologi pada mencit yaitu tubuh mencit terdiri dari kepala, badan, leher,



dan ekor. Rambutnya berwarna putih atau keabu-abuan dengan warna perut sedikit lebih pucat. Binatang ini sangat aktif pada malam hari sehingga termasuk golongan hewan nokturnal (Purwo, 2018). 2.4.3 Karakteristik Mencit Karakteristik pada mencit yaitu dapat bertahan hidup selama 1–2 tahun, dan dapat juga mencapai umur 3 tahun. Pada umur 8 minggu, tikus siap dikawinkan. Perkawinan mencit terjadi pada saat mencit betina mengalami estrus. Siklus estrus yaitu 4–5 hari, sedangkan lama bunting 19–21 hari. Berat badan mencit bervariasi.Berat badan mencit jantan dewasa berkisar antara 20–40 gram, sedangkan mencit betina 25–40 gram (Purwo, 2018).



11



BAB III METODE KERJA 3.1



Tempat dan Waktu Pelaksanaan Praktikum



Farmakologi



Toksikologi



1



dengan



materi



efek obat



antipiretik pada hewan uji dilaksanakan pada hari Rabu, 09 Maret pukul 08.00-14.00 WITA sampai selesai. Tempat pelaksanaan praktikum, yaitu bertempat



di Laboratorium Farmakologi Toksikologi 1, Jurusan Farmasi,



Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo. 3.2



Alat dan Bahan



3.2.1 Alat Adapun alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum kali ini, yaitu batang pengaduk, dispo 1 mL, keranjang, sonde oral, stopwatch, termometer badan, dan timbangan 3.2.2 Bahan Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum kali ini, yaitu alkohol 70%,aquadest, aspilet, handskun, ibuprofen, mencit, Na-cmc, natrium diklofenak, paracetamol, tas plastik, dan tisu. 3.3



Cara Kerja



1.



Disiapkan alat dan bahan



2.



Disiapkan mencit dan dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan yaitu Na-cmc, aspilet, natrium diklofenak, ibuprofen dan paracetamol



3.



Dielus-elus bagian daerah tengkuk mencit, agar mencit menjadi jinak dan mudah dipegang.



4.



Diukur suhu badan awal mencit



5.



Diinduksi larutan pepton sebanyak 1 mL pada mencit



6.



Ditunggu hingga 5 menit



7.



Di induksi obat aspilet, natrium diklofenak, ibuprofen dan paracetamol pada mencit yang telah mengalami kenaikan suhu sebanyak 1 mL per oral.



8.



Diamati perubahan suhu pada mencit pada menit ke 20, 40, dan 60.



9.



Dicatat perubahan suhu



12



BAB IV HASIL & PEMBAHASAN 4.1



Hasil Pengamatan



4.1.1



Pengamatan Suhu Mencit Rata – rata suhu mencit menit ke



Perlakuan



ta



to



20’



40’



60’



Kontrol (Na cmc)



33o C



34oC



35o C



37o C



35o C



Aspilet



36o C



37,7o C



36,2o C



36,8o C



36,6o C



Paracetamol



38o C



38,5o C



36,7o C



34,6o C



35o C



Ibuprofen



34,3o C



35,5o C



35o C



35,9o C



36,3o C



Na. diklofenak



35,8o C



36,8o C



33,1o C



33,4o C



33,9o C



4.1.2 Perubahan Suhu Setiap Kelompok Percobaan Wak



Menit



tu



ke-



t0



4.2



Suhu demam



Kelompok perlakuan Na-



Aspilet



Pct



Ibuprofen



Na-diklofenat



34oC



37,7oC



38,5oC



35,5oC



36,8oC



Cmc



t1



20 (t1-t0)



1o C



-1,5oC



-1,8 oC



-0,5oC



-3,7oC



t2



40 (t2-t1)



2 oC



0,6 oC



-2,1 oC



0,9oC



0,3oC



t3



60 (t3-t2)



-2 oC



0,2 oC



0,4 oC



0,4oC



0,5oC



Pembahasan Antipiretik adalah obat yang dapat menekan atau mengurangi peningkatan



temperatur tubuh yang tidak normal. Obat antipiretik yang digunakan pada percobaan kali ini adalah aspilet, natrium diklofenak, ibuprofen dan paracetamol. Adapun tujuan penggunaan obat antipiretik menurut Ganong (2016), yaitu dimana analgetik dan antipiretik sebagai antinyeri sekaligus antidemam. Obat golongan ini bisa digunakan untuk meredakan nyeri akibat radang sendi, cedera, sakit gigi, sakit kepala, atau nyeri haid, sekaligus bisa mengatasi demam.



13



Pada praktikum ini, dilakukan percobaan pada hewan coba mencit yang dibagi ke dalam 5 kelompok yakni dimana kelompok pertama sebagai kelompok kontrol dengan Na-cmc, kelompok kedua diberikan Ibuprofen, kelompok ketiga yang diberikan paracetamol, kelompok keempat diberikan aspilet dan kelompok terakhir diberikan natrium diklofenak. Sebelum melakukan percobaan, alat yang akan di gunakan di bersihkan dengan alkohol 70%. Menurut Stevani (2016), tujuan dibersihkan dengan mengunakan alkohol adalah untuk membebaskan lemak alat kotoran yang melekat serta membebaskan mikroba dan benda-benda asing lainnya. Kemudian, masing-masing mencit ditimbang dan diukur suhu dari masingmasing kelompok sebagai suhu awal. Untuk kelompok kotrol suhu badan awal dari mencit yaitu 34°C, kelompok paracetamol 38,5°C, kelompok ibuprofen 38,5°C, kelompok aspilet 35,5oC dan kelompok natrium klofenak 36,8oC. Dilakukan perhitungan dosis, setelah ditentukan dosis, masing-masing kelompok mencit yang telah ditimbang diberikan penginduksi pepton 5% secara oral. Hal ini dikemukakan oleh Budiman (2010), digunakan metode induksi pepton karena murah, mudah didapat dan tidak bersifat toksik. Selain itu, menurut Ais (2018), Tujuan diberikan pepton yaitu sebagai penginduksi demam, umumnya penginduksi demam berasal dari infeksi zat atau benda asing dalam tubuh. Didalam prosesnya, benda asing yang masuk ke tubuh sebagian besar menjadi protein dan hasil pemecahan protein menyebabkan peningkatan set point pada thermostat hipotalamus sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh. Alasan pemilihan 5% pepton karena pada konsentrasi 5% akan terjadi peningkatan suhu akibat induksi oleh larutan pepton 5%. Sebelum diberikan penginduksi pepton 5% terlebih dahulu dilakukan pengukuran suhu awal tubuh mencit agar peningkatan suhu pada mencit dapat teramati (Sweetman, 2008). Ketika masing-masing kelompok mencit sudah diinduksi pepton 5%, diamati perubahan suhu tubuh mencit. Jika suhu tubuh mengalami kenaikan atau demam. Setelah 30 menit suhu tubuh mencit diukur kembali dengan menggunakan termometer pada dubur mencit dan hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan suhu tubuh pada semua kelompok 14



mencit yang telah di induksi pepton. Hal ini sesuai dengan pendapat I Made (2017), dubur dipilih sebagai tempat mengukur suhu tubuh karena pada bagian ini sensor termometer dapat dengan sempurna bersingungan dengan bagian tubuh lemak. Meskipun ada perbedaan suhu antara lain bagian tubuh yang satu dengan bagian tubuh lainnya. Pada fase ini, mencit mengalami kenaikan suhu atau demam. Adapun mekanisme terjadinya demam, Menurut Hermayadi dan Ariyani (2017), Penyebab eksogen demam antara lain bakteri, jamur, virus dan produk-produk yang dihasilkan oleh agen-agen tersebut (misal: endotoksin). Kerusakan jaringan oleh sebab apapun (misal: cedera tergencet) dapat menyebabkan demam, dan keadaan hipersensitif (misal: reaksi otot atau tranfusi darah). Seluruh substansi di atas menyebabkan selsel fagosit mononuklear, monosit, makrofag jaringan atau sel kupfer membuat pirogen dengan EP (endogenous pirogen). EP adalah suatu protein kecil (berat molekul 20.000) yang mirip interleukin 1, yang merupakan suatu mediator proses imun antar sel yang penting. EP menginduksi demam mulai pengaruhnya pada area preoptik dihipotalamus anterior. EP melepaskan asam arakhidonat



di



hipotalamus



selanjutnya



diubah



menjadi



prostaglandin.



Hipotalamus anterior mengandung banyak neuron termosensitif. Area ini juga kaya dengan serotonin dan norepinefrin yang memperantai terjadinya demam. EP meningkatkan konsentrasi mediator tersebut, selanjutnya kedua mono amino ini akan meningkatkan adenosin monofosfat siklik (AMP siklik) dan prostaglandin di susunan syaraf pusat (Wash, 1997). Pada kelompok pertama yaitu kelompok kontrol, diberika Na-CMC sebanyak 1 mL, setelah menit ke-20 mengalami penurunan suhu 1°C˚, pada menit ke-40 mencit juga mengalami penurunan suhu dengan hasil yakni 2˚C, pada menit ke-60 mencit mengalami penurunan sebesar -2˚C. Hal ini sesuai dengan literatur dimana menurut Winarmo (1985) Na-CMC tidak mengandung obat antipiretik dimana Na-CMC hanya memiliki fungsi dalam pengemulsi. Pada mencit kelompok kedua yang diberikan parasetamol secara oral sebanyak 1 ml menunjukan hasil dimana pada menit ke-20 terjadi penurunan suhu sebanyak -1,8˚C, kemudian pada menit ke-40 mencit pun mengalami 15



penurunan suhu dengan hasil -2,1˚C, Menit ke-60 terjadi penurunan sebesar 0,4˚C. Hal ini menunjukkan bahwa obat parasetamol memiliki efek antipiretik dimana mekanismenya parasetamol akan menghambat sintesis prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan menghambat 2 enzim cyclooksygenase yaitu cyclooksygenase-1 (COX-1) dan cyclooksygenase-2 (COX-2) (Gayton V Hall, 2017). Pada kelompok ke 3 yang diberikan ibuprofen secara oral 1 ml menunjukan hasil dimana pada menit ke-20 terjadi penurunan suhu sebesar -0,5˚C, kemudian pada menit ke-40 terjadi penurunan suhu sebesar 0,9˚C, pada menit ke-60 penurunan yang sama yakni sebesar 0,4˚C. Hal ini membuktikan bahwa di dalam obat ibuprofen memiliki kandungan zat yang dapat memberikan efek antipiretik. Mekanisme kerja dari ibuprofen sendiri yakni dapat menghambat enzim cyclooksygenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi terganggu. Ibuprofen menghambat COX-1dan COX-2 dan membatasi produksi prostaglandin yang berhubungan dengan respon inflamasi. (Katzung, 2002). Pada kelompok ke 4 yang diberikan Na diklofenak secara oral 1 ml menunjukan hasil dimana pada menit ke-20 terjadi penurunan suhu sebesar 3,7˚C, kemudian pada menit ke-40 terjadi penurunan suhu sebesar 0,3˚C, pada menit ke-60 penurunan yang sama yakni sebesar 0,5˚C. Hal ini membuktikan bahwa di dalam obat natrium diklofenak memiliki kandungan zat yang dapat memberikan efek antipiretik. Mekanisme kerja dari Natrium diklofenak dengan cara menghambat enzim cyclooxygenase (COX) sehingga produksi prostaglandin di seluruh tubuh akan menurun. Penghambatan terhadap enzim cyclooxygenase-2 (COX-2) diperkirakan memediasi efek antipiretik (penurunan suhu tubuh saat demam), analgesik (pengurangan rasa nyeri), dan antiinflamasi (anti peradangan). Sedangkan



penghambatan



enzim



COX-1



menyebabkan



gangguan



pada



pencernaan berupa luka atau ulkus di lambung disamping gangguan pembekuan darah (Katzung, 2001). Pada kelompok ke 5 yang diberikan aspilet secara oral 1 ml menunjukan hasil dimana pada menit ke-20 terjadi penurunan suhu sebesar -1,5˚C, kemudian pada menit ke-40 terjadi penurunan suhu sebesar 0,6˚C, pada menit ke-60 16



penurunan yang sama yakni sebesar 0,2˚C. Mekanisme kerja dari obat ini adalah terkait dengan penghambatan aktivitas COX-1, yang berperan untuk metabolisme enzim utama dari asam arakidonat yang merupakan prekursor prostaglandin yang memainkan peran utama dalam patogenesis peradangan, nyeri dan demam (Katzung, 2001). Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa penurunan suhu tubuh mencit yang paling besar yaitu pada kelompok mencit yang diberikan Ibuprofen, suhu tubuhnya cenderung lebih cepat menurun dibanding kelompok obat lain. Hal ini bisa dilihat pada tabel penurunan suhu tubuh pada mencit pada menit ke 20,40, dan 60. Menurut Sari (2015), penggunaan paracetamol dan ibuprofen sebagai terapi nyeri dan demam, lebih efektif menggunakan ibuprofen dengan dosis 5-10 mg/kg dibandingkan paracetamol dengan dosis 10-15 mg/kg. Kemungkinan kesalahan yang terjadi yaitu pada saat menyuntikkan induksi obat pada mencit karena mencit terlalu aktif. Selain itu, kurangnya kesiapan alat thermometer yang akan digunakan untuk mengukur suhu tubuh mencit.



17



BAB V PENUTUP 5.1



Kesimpulan Berdasarkan percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa ibuprofen dan



parasetamol mempunyai efektivitas antipiretik pada mencit, yang ditandai dengan menurunnya suhu tubuh mencit atau suhu tubuh mencit kembali normal setelah diberikan masin-masing obat tersebut. Dan yang mempunyai efek antipiretik yang lebih tinggi adalah parasetamol, dilihat dari penurunan suhu tubuh pada 20 menit pertama. 5.2 `



Saran



5.2.1



Untuk Jurusan Untuk kelancaraan praktikum berikutnya sebaiknya fasilitas dan penuntun



praktikan yang digunakan dalam praktek lebih dilengkapi agar hasil yang diperoleh dalam pengambilan data lebih



maksimal dan kesalahan dalam



pengambilan data berkurang. 5.2.2



Untuk Jurusan Sebaiknya alat-alat yang ada dilboratorium lebih diperhatikan dan dirawat



lagi agar saat praktikum bisa dipergunakan dengan baik maksimal tanpa ada kekurangan. 5.2.3



Untuk Asisten Diharapkan agar kerja sama antara asisten dan praktikan lebih



ditingkatkan dan asisten juga harus banyak memberi wawasan praktikan. Hubungan



antara



asisten



dengan



praktikan



diharapkan



selalu



terjaga



keharmonisannya agar dapat tercipta suasana kerja sama yang baik. 5.2.4 Untuk Praktikan Untuk praktikan diharapkan banyak menguasai materi mengenai objek yang digunakan untuk praktikum. Praktikan diharapkan dapat tepat waktu. Praktikan diharapkan dapat bekerja sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan agar mendapatkan hasil yang maksimal.



18



DAFTAR PUSTAKA Abukakar, M.G., Ukwuani, A.N., and Shehu, R.A., 2008, Phytochemical screening and antibacterial activity of Tamarindus Indica pulp extract, Asian Journal of Biochem, 3(2), 134–138. Bhadoriya, S.S., Ganeshpurkar, A., Narwaria, J., Rai, G., and Jain A.P., 2011, Tamarindus indica: Extent of explored potential, Pharmacognosy Reviews, 5(9): 73–81. Daniyan, S. Y., and Muhammad, H. B., Evaluation of the Antimicrobial Activities and Phytochemical Properties of Extracts of Tamarindus indica Againts Some Diseases Causing Bacteria, African Journal of Biotechnology, Vol 7 (14), 2451-2453. Depkes, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 43. Depkes, 1986, Sediaan Galenika, Departemen Kesehatan Repubik Indonesia, Jakarta. Depkes, 2000, Acuan sediaan herbal, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, BPOM, Jakarta. Domer, F. R., Charles, C., Springfield, T., 1971, Animal Experimental in Pharmacological Analysis, Edisi III, USA, 310-311. Ebadi, M. S., 2002, Pharmachodynamic Basic of Herbal Medicine, CRC Press, New York USA, 395. Farouk, L., Laroubi, A., Aboufatima, R., Benharref, A., and Chait, A., 2008, Evaluation of the analgesic effect of alkaloid extract of Peganum harmala L.: possible mechanisms involved, http://www.ncbi.nlm.nih.gov (diakses tanggal 4 Juli 2012). Hargono, D., 2000, Obat Analgetik dan Antiinflamasi, Cermin Dunia Kedokteran, Jakarta, 37-38. Heyne, K., 1950, Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid III, diterjemahkan oleh Badan Litbang Kehutanan Jakarta, Penerbit Yayasan Sarana Wanaraja, Jakarta.



19



Katzung, B.G., dan Trevor, A.J., 1994, Buku Bantu Farmakologi, diterjemahkan oleh Staf Pengajar Laboratorium Farmakologi FK UNSRI, Penerbit EGC, Jakarta.



20