Antropologi Forensik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II TINJAUAN PUSTAKA



II.1. Landasan Teori II.1.1. Antropologi forensik Ilmu Antropologi Forensik adalah bidang studi yang berkaitan dengan analisis sisa rangka manusia dalam aspek hukum dengan tujuan untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya tentang rangka manusia yang diperiksa. Pembahasan mengenai ilmu Antropologi forensik mencakup area (wilayah) Antropologi Forensik itu sendiri, batasan Antropologi Forensik, Bidang Keilmuan dalam Antropologi Forensik, serta metode-metode yang digunakan dalam Antropologi Forensik. (Puspitasari, 2010) Menurut American Board of Forensic Anthropology, forensik antropologi adalah aplikasi ilmu pengetahuan dari antropologi fisik untuk proses hukum. Antropologi



forensik membantu mengidentifikasi orang yang meninggal dalam bencana massal, perang, atau karena pembunuhan, bunuh diri, atau kematian karena kecelakaan. (Wibowo, 2009) Antropologi forensik meliputi penggalian arkeologis; pemeriksaan rambut, serangga, plant materials dan jejak kaki; penentuan waktu kematian; facial reproduction; photographic superimposition; detection of anatomical variants; dan analisa mengenai cedera masa lalu dan penanganan medis. Namun, pada pelaksanaannya forensik antropologi terutama untuk menentukan identitas jasad berdasar bukti yang tersedia, yaitu menentukan tinggi badan, jenis kelamin, perkiraan usia, bentuk tubuh, dan pertalian ras. (Wibowo, 2009)



II.1.2. Antropometri



Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. (Ratna, 2005; Alfikri, 2010) Penggunaan antropometri dalam bidang ilmu kedokteran forensik pada tahun 1883 ketika Alphonse Bertillon, pakar polisi Perancis menciptakan sistem identifikasi pidana berdasarkan antropometri. Antropometri forensik adalah spesialisasi ilmiah yang berasal dari disiplin ilmu antropologi forensik dengan 4



5



identifikasi



manusia



dengan



bantuan



teknik



metrik.



Tujuannya



untuk



memperkirakan saat kematian, jenis kelamin, tinggi badan, ras, dan berat badan. Antropometri dibagi menjadi somatometri dan osteometri : (Krishan, 2007) 1) Somatometri Somatometri adalah pengukuran manusia hidup dan mayat termasuk kepala dan wajah. Somatometri berguna dalam perkiraan usia dari segmen tubuh yang berbeda dalam individu. (Krishan, 2007) 2) Osteometri Osteometri mencakup kerangka dan bagian-bagiannya yaitu pengukuran tulang, termasuk tengkorak. Teknik ini telah berhasil digunakan dalam memperkirakan tinggi badan, usia, jenis kelamin, dan ras dalam ilmu forensik dan hukum. (Krishan, 2007) a) Penentuan Tinggi Badan Pada masa yang lalu, para ilmuwan telah menggunakan setiap tulang kerangka manusia dari femur sampai metakarpal dalam menentukan tinggi badan. Para ilmuwan telah mendapat kesimpulan bahwa tinggi badan dapat ditentukan bahkan dengan tulang yang kecil, meskipun mereka mendapati sebuah kesalahan kecil dari perkiraan dalam penelitian mereka. (Krishan, 2007) Berbagai penelitian yang dilakukan pada penentuan tinggi badan menunjukkan bahwa setiap bagian kerangka telah digunakan sebagai estimasi. Salah satu penelitian yang dikenal adalah penentuan tinggi badan yang dilakukan Trotter & Gleser. Selain itu juga masih terdapat beberapa penelitian mengenai penentuan tinggi badan dengan pengukuran tulang. (Krishan, 2007) b) Penentuan Jenis Kelamin Penentuan jenis kelamin merupakan salah satu penentuan termudah dari kerangka jika kerangka masih dalam kondisi baik. Tulang yang sering digunakan adalah tulang pelvis dan tengkorak. (Krishan, 2007)



6



c) Penentuan Ras Penentuan ras lebih rumit dibanding yang lain, meskipun beberapa studi statistik multivariat pengukuran spesifik tulang tengkorak dan beberapa tulang panjang sudah dilakukan. (Krishan, 2007)



II.1.3. Identifikasi II.1.3.1. Identifikasi Forensik Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata. Menentukan identitas personal dengan tepat sangat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan. Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal, jenazah yang membusuk, terbakar, dan bencana alam yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan tubuh manusia atau kerangka. (Andrianto, 2010; Budiyanto, 1997) II.1.3.2. Identifikasi Medik Metode ini menggunakan data umum dan data khusus. Data umum meliputi tinggi badan, berat badan, rambut, mata, hidung, gigi, dan sejenisnya. Data khusus meliputi tatto, tahi lalat, jaringan parut, cacat kongenital, patah tulang, dan sejenisnya. Metode ini mempunyai nilai tinggi karena selain dilakukan oleh seorang



ahli



dengan



menggunakan



berbagai



cara/modifikasi



sehingga



ketepatannya cukup tinggi. Bahkan pada tengkorak/kerangka masih dapat dilakukan identifikasi ini. Melalui identifikasi medik diperoleh data tentang jenis kelamin, ras, perkiraan umur dan tinggi badan, kelainan tulang dan sebagainya. (Andrianto, 2010; Budiyanto, 1997) II.1.3.3. Identifikasi Kerangka Upaya identifikasi pada kerangka bertujuan untuk membuktikan bahwa kerangka tersebut adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur dan tinggi badan, ciri-ciri khusus dan deformitas serta bila memungkinkan dilakukan rekonstruksi wajah. (Andrianto, 2010; Budiyanto, 1997)



7



1) Penentuan Tinggi Badan Jika terdapat seluruh kerangka secara lengkap, maka pengukuran tinggi badan dapat dilakukan dengan pengukuran langsung. Bila hanya terdapat sebagian tulang, perkiraan tinggi badan dapat dilakukan dengan mengukur panjang tulang femur, tibia, fibula dengan menggunakan rumus tertentu. Panjang femur merupakan dasar penentuan tinggi badan yang paling baik. (Brogdon, 1998; Sheperd, 2003) Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan formula regresi untuk estimasi tinggi badan maksimal semasa hidup (dengan standar kesalahan) dari panjang maksimal tulang panjang. Beberapa formula/rumus yang diajukan oleh peneliti-peneliti Barat / Indonesia, antara lain :



Tabel 2.1 Rumus Penentuan Tinggi Badan Rumus Pearson



Laki-Laki TB = 81.306 + 1.88 (Panj. Femur) TB = 78.664 + 2.376 (Panj. Tibia)



Perempuan TB = 1091.76 + 1.201 (Panj. Femur) TB = 80.807 + 2.018 (Panj. Tibia)



TB = 72.57 + 2.15 P.FEMUR +/& 3.27 TB = 81.45 + 2.39 P.TIBIA +/3.80 TB = 75.98 + 2.3922 (Femur) TB = 77.471 + 2.188 (Femur) Rumus Djaja = 80.807 + 2.278 (Tibia) = 76.227 + 2.252 (Tibia) CS Sumber : Budiyanto, A., et al. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik FK-UI. Pp. 197-202. ; Glinka, J. 1990. Antropometri & Antroposkopi. Surabaya : FISIP-UNAIR. Rumus Trotter Glesser



8



Selain rumus-rumus diatas, terdapat pula rumus dengan menggunakan pengukuran panjang telapak kaki, yaitu : Tabel 2.2. Persamaan Penentuan Tinggi Badan dengan Pengukuran Panjang Telapak Kaki Peneliti Handayani Dwi Utami



Laki-Laki Perempuan TB = 71.221 + 3.750 (TKKA) + TB = 71.221 + 3.750 (TKKA) 1.676



+ 1.676



TB = 67.972 + 3.892 (TKKI) ± TB = 67.972 + 3.892 (TKKI) ± 1.635



1.635



TB = 88.116 + 3.007 (Telapak TB = 106.709 + 2.219 (Telapak



Tanuj Kanchan



Kaki Kanan)



Kaki Kanan)



TB = 95.202 + 2.737 (Telapak TB = 104.302 + 2.324 (Telapak Kaki Kiri)



Kaki Kiri)



Sumber : Tanuj, K., et al. 2009. Stature Estimation from Foot Length Using Universal Regression Formula in a North Indian Population. Journal of Forensic Sciences. Volume 55. Hal. 163-166. ; Utami, H.D. 2008. Perbandingan Korelasi Penentuan Tinggi Badan antara Metode Pengukuran Panjang Telapak kaki dan Panjang Telapak Tangan Pada Populasi Ras Mongoloid di Indonesia. Lampung: UNILA.



II.1.4. Tulang Tulang adalah jaringan hidup yang strukturnya dapat berubah bila mendapat tekanan. Tulang mempunyai fungsi protektif, berperan sebagai pengungkit, dan tempat penyimpanan utama untuk garam kalsium. (Snell, 2006) Tulang terdiri dari dua bentuk, tulang kompakta dan tulang spongiosa. Tulang kompakta tampak sebagai masa padat; tulang spongiosa terdiri atas anyaman trabekula. (Snell, 2006) II.1.4.1. Klasifikasi Tulang Tulang dapat dikelompokkan berdasarkan bentuk umumnya : 1) Tulang Panjang Tulang-tulang panjang ditemukan pada ektremitas (contoh, humerus, femur, ossa metacarpi, ossa metatarsal, dan phalanges). Panjangnya lebih besar dari lebarnya. Tulang ini mempunyai corpus berbentuk tubular,



9



diaphysis, dan biasanya dijumpai epiphysis pada ujung-ujungnya. (Snell, 2006) 2) Tulang Pendek Tulang-tulang pendek ditemukan pada tangan dan kaki (contohnya, os scaphoideum, os lunatum, talus dan calcaneus). Bentuk tulang ini umumnya segiempat dan terdiri atas tulang spongiosa yang dikelilingi oleh selapis tipis tulang kompakta. (Snell, 2006) 3) Tulang Pipih Tulang pipih ditemukan pada tempurung kepala (contoh, os frontale dan os parietale). Bagian dalam dan luar tulang ini terdiri atas lapisan tipis tulang kompakta. (Snell, 2006) 4) Tulang Irreguler Tulang-tulang



irreguler



terdapat



pada



tulang-tulang



tengkorak,



vertebrae, dan os coxae. Tulang ini tersusun dari selapis tipis tulang kompakta dibagian luarnya dan bagian dalamnya dibentuk oleh tulang spongiosa. (Snell, 2006) 5) Tulang Sesamoid Tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang ditemukan pada tendotendo tertentu, tempat terdapat pergeseran tendo pada permukaan tulang. (Snell, 2006) II.1.4.2. Perkembangan Tulang Tulang berkembang dengan 2 cara : membranosa dan endochondral. Pada cara yang pertama, tulang berkembang langsung dari membrana jaringan ikat; pada cara yang kedua mula-mula dibentuk model tulang rawan dan kemudian diganti oleh tulang. (Junqueira, 2007:140) Osifikasi membranosa yang terjadi pada kebanyakan tulang pipih, disebut demikian karena terjadi didalam kondensasi jaringan mesenkim. Proses ini juga ikut dalam pertumbuhan tulang-tulang pendek, dan penebalan tulang panjang. (Junqueira, 2007:141) Osifikasi endochondral yang terjadi didalam sepotong tulang rawan hialin yang bentuknya mirip miniatur tulang yang akan dibentuk. Jenis osifikasi ini pada



10



dasarnya bertanggung jawab atas pembentukan tulang panjang dan pendek. (Junqueira, 2007:141) Pada osifikasi endochondral terbentuk pusat osifikasi primer kemudian muncul pusat osifikasi sekunder. Di pusat osifikasi sekunder, tulang rawan tetap pada dua daerah : tulang rawan sendi dan tulang rawan epifisis yang juga disebut lempeng epifisis. (Junqueira, 2007:143) Tulang-tulang epifisis bertanggung jawab atas pertumbuhan memanjang tulang, dan tidak terdapat lagi pada orang dewasa, yang menjadi sebab terhentinya pertumbuhan tulang pada saat dewasa. Penutupan epifisis mengikuti urutan kronologis sesuai tulang yang bersangkutan dan akan tuntas saat berumur 20 tahun. Begitu epifisis sudah menutup, pertumbuhan memanjang tulang tidak dimungkinkan, meskipun pelebaran masih mungkin terjadi. (Junqueira, 2007:143144)



II.2. Penelitian Terkait 1) Nama Peneliti : Handayani Dwi Utami Judul Penelitian : Perbandingan Korelasi Penentuan Tinggi Badan antara Metode Pengukuran Panjang Telapak Kaki dan Panjang Telapak Tangan pada Populasi Ras Mongoloid Indonesia Tahun Penelitian : 2008 Hasil Penelitian : Terdapat korelasi yang kuat antara tinggi badan dan panjang telapak tangan dan telapak kaki. Tingkat korelasi antara telapak tangan terhadap tinggi lebih kuat dibanding panjang telapak kaki terhadap tinggi badan. Penelitian ini juga menghasilkan rumus regresi perkiraan tinggi badan yaitu : TB = 71.221 + 3.750 (TKKA) + 1.676 dengan nilai r : 0.751 TB = 67.972 + 3.892 (TKKI) ± 1.635 dengan nilai r : 0.761 2) Nama Peneliti :



Tanuj Kanchan, Ritesh G. Menezes, Rohan Moudgil,



Ramneet Kaur, M.S. Kotian, Rakesh K. Garg. Judul Peneliti : Penentuan Tinggi Badan menggunakan Panjang Telapak Kaki dengan Rumus Regresi pada Populasi India Utara



11



Tempat Penelitian : Gujjars, desa Patiala Badholi, kecamatan Punjab, India Utara Tahun Penelitian : 2010 Hasil Penelitian : Terdapat hubungan antara tinggi badan dan panjang telapak kaki. Tinggi badan dan telapak kaki memiliki signifikasi yang lebih besar pada laki-laki dibandingan perempuan. Pada penelitian dihasilkan persamaan regeresi perkiraan tinggi badan yaitu : Laki-Laki : TB = 88.116 + 3.007 (Telapak Kaki Kanan) TB = 95.202 + 2.737 (Telapak Kaki Kiri) Perempuan : TB = 106.709 + 2.219 (Telapak Kaki Kanan) TB = 104.302 + 2.324 (Telapak Kaki Kiri)



II.3. Kerangka Konsep



Panjang Telapak Kaki



Tinggi Badan



Bagan 2.1. Kerangka Konsep



II.4. Hipotesis H0 : Tidak adanya hubungan antara pengukuran telapak kaki responden dengan tinggi badan pada Mahasiswa/i FK UPN “Veteran” Jakarta angkatan 2007 usia ≥ 21 tahun. H1 : Adanya hubungan antara pengukuran telapak kaki responden dengan tinggi badan pada Mahasiswa/i FK UPN “Veteran” Jakarta angkatan 2007 usia ≥ 21 tahun.