ARDS [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Yuni
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Near drowning



Volume air teraspirasi



Takipneu/edema paru



Compliance paru



ARDS



Asidosis respiratory



Perubahan AGD pco2,po2



Trauma paru



Penurunan



gg. pertukaran gas Kelemahan otot



Intoleransi aktifitas



Learning Objektif : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Etiologi Ards Patofisiologi Ards Manifestasi klinis Ards Pemeriksaan penunjang ards Penatalaksanaan ards Konsep pengkajian ards Diagnosa ards Inteervensi keperawatan ards



MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS III “Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) ” Dosen Pembimbing : Nugroho Ari Wibowo, S.Kep,Ns., M.Kep



Disusun Oleh: Nur Afifa



(20171660020)



Arum Puspita Dewi



(20171660060)



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA TAHUN AKADEMIK 2019



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas Rahmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Acute Respiratory Distress Syndrome” penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dalam mata kuliah KEPERAWA KRITIS III di universitas muhammadiyah surabaya. Dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi menyempurnakan pembuatan makalah ini. Kami ucapkan terima kasih kepada pihak yang membantu dalam proses pembuatan makalah ini. Diharapkan makalah ini dapat menjadi penambah wawasan kita dan bermanfaat untuk pembaca makalah ini.



Surabaya, 20 Oktober 2020



Penyusun



ii



DAFTAR ISI



Kata Pengantar .................................................................................................



ii



Daftar Isi ..........................................................................................................



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................



1



1.2 Rumusan masalah .............................................................................



3



1.3 Tujuan................................................................................................



3



1.4 Manfaat .............................................................................................



3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi .............................................................................................



4



2.2 Etiologi .............................................................................................



4



2.3 Patofisiologi .....................................................................................



6



2.4 Manifestasi Klinis ............................................................................



9



2.5 Pemeriksaan Penunjang.....................................................................



10



2.6 Penatalaksanaan................................................................................



12



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian ........................................................................................



16



3.2 Diagnosa Keperawatan .....................................................................



18



3.3 Intervensi Keperawatan ....................................................................



20



BAB IV PENUTUP 5.1 Kesimpulan .......................................................................................



22



5.2 Saran .................................................................................................



23



iii



DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................



23



SKEMA ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM.....................



24



iv



BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah salah satu penyakit



paru akut yang memerlukan perawatan di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) dan mempunyai angka kematian yang tinggi. Pendekatan dalam penggunaan model ventilasi mekanis pada pasien ARDS masih kontroversial. American European Concencus Conference Committee (AECC) merekomendasikan pembatasan volume tidal dan positive end expiratory pressure (PEEP) sebagai strategi penanganan ARDS (Tarigan, 2018) Pada tahun 1994, peneliti di Amerika dan Eropa pada AmericanEuropean Consensus Conference (AECC) mengeluarkan sebuah kriteria diagnosis yang diterima dengan luas untuk mendiagnosis untuk ARDS: onset akut, perbandingan tekanan parsial oksigen dibanding fraksi oksigen kurang dari sama dengan 200 dan tidak tergantung tekanan positif akhir ekspirasi/PEEP, infiltrat bilateral yang tampak dari foto toraks AP/PA, dan tekanan baji arteri pulmonalis 18 mmHg atau kurang, atau tidak ada tanda hipertensi atrium kiri. Definisi AECC dikritik karena tidak mempertimbangkan level PEEP. Telah diketahui bahwa penambahan PEEP akan memperbaiki oksigenasi, sebuah pengamatan yang tampak pada definisi ARDS pertama. PO2/FiO2 arteri akan berubah dengan berubahnya level PEEP sehingga pasien yang memenuhi



1



kriteria ARDS dapat berubah menjadi tidak memenuhi kriteria bila PEEP dinaikkan. Selain itu, AECC juga memperkenalkan definisi baru: acute lung injury (ALI) yang lebih luas dari ARDS karena memasukkan kelainan dengan hipoksemia dengan derajat lebih ringan (PaO2/ FiO2 Pada 2012, disetujui definisi Berlin untuk memperbaiki beberapa keterbatasan diagnosis ARDS. Derajat hipoksemia dibagi menjadi 3, yaitu ringan, sedang, dan berat, berdasarkan rasio PO2/FiO2 arteri dan kebutuhan PEEP (5 cm H2O atau lebih) yang dapat diberikan melalui endotracheal tube atau non-invasive ventilation.2 Akut didefinisikan sebagai gejala ARDS yang muncul dalam 1 minggu sejak sebuah faktor risiko diketahui. Dua poin penting berikutnya adalah: (1) meskipun ARDS berbeda dengan edema paru kardiogenik, namun pada ARDS dapat terjadi hipertensi atrium kiri selama perawatan, (2) meskipun penggunaan B-type natriuretic peptide sedang meningkat sebagai alat diagnostik untuk gagal jantung kongestif akut, namun kemampuannya untuk membedakan ARDS dengan edema paru non kardiogenik masih belum jelas.5 Beberapa peneliti menyebutkan bahwa ultrasonografi (USG) toraks dapat mendeteksi alveolar-interstitial syndrome sehingga dapat membantu mendiagnosis ARDS. Hal ini didasarkan pada patofisiologi ARDS yang merupakan edema paru. Ultrasound lung comets (ULCs) adalah tanda penebalan septa interlobular yang diakibatkan oleh edema hidrostatik, seperti yang terjadi pada edema paru, atau oleh fibrosis paru seperti pada penyakit jaringan ikat.6 Studi The Large Observational Study to Understand the Global Impact of Severe Acute Respiratory Failure (LUNG SAFE) menyebutkan bahwa ARDS masih belum sepenuhnya



dapat



dikenali



dan



terdiagnosis



menggunakan



definisi



2



AmericanEuropean Consensus Conference (AECC) dan juga definisi Berlin. Pengenalan akan ARDS meningkat seiring dengan meningkatnya derajat keparahan penyakit, namun masih di bawah 80% pada ARDS berat. Faktor independen yang mempengaruhi adalah usia muda, berat badan prediktet yang rendah, adanya sepsis ektra paru atau pankreatitis



1.2



Rumusan Masalah Bagaimana gambaran Asuhan Keperawatan Acute Respiratory Distress



Sindrom?



1.3



Tujuan



1.3.1



Tujuan Umum



Mampu menerapkan Asuhan Keperawatan Acute Respiratory Distress Sindrom 1.3.2



Tujuan Khusus 1. Melakukan pengkajian Asuhan Keperawatan Acute Respiratory Distress Sindrom 2. Menetapkan Diagnosa, perencanaan, tindakan, evaluasi, dokumentasi Asuhan Keperawatan Acute Respiratory Distress Sindrom



1.4 Manfaat Diharapkan asuhan keperawatan ini dapat memberikan wawasan sekaligus sebagai pengetahuan bagi pengembangan ilmu keperawatan anak yang dapat diaplikasikan dikalangan institusi terutama dalam pemberian Asuhan



3



Keperawatan Acute Respiratory Distress Sindrom.



4



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan sindrom, kumpulan observasi klinis dan fisiologis yang menggambarkan suatu keadaan patologis. Patogenesis ARDS belum sepenuhnya jelas dan belum ada gold standard untuk mendiagnosis. ARDS ditandai dengan edema paru non kardiogenik, inflamasi pada paru, hipoksemia, dan penurunan komplians paru.1-3 ARDS adalah kelainan yang progresif secara cepat dan awalnya bermanifestasi klinis sebagai sesak napas (dyspneu dan tachypneu) yang kemudian dengan cepat berubah menjadi gagal napas. ARDS pertama kali dideskripsikan pada tahun 1967 oleh Asbaugh dkk yang memaparkan 12 kasus dengan gejala gawat napas, gagal napas hipoksemik, dan infiltrat patchy bilateral pada foto toraks pasien dengan rentang usia 11-48 tahun. 2.2 Etiologi Dahulu ARDS sering disebut sebagai edema paru non kardiogenik, terminologi deskriptif yang menjelaskan patogenesis kelainan ini.Tidak seperti gagal jantung kongestif yang menyebabkan edema paru karena peningkatan tekanan hidrostatik karena tekanan jantung kiri yang meningkat, pada ARDS yang mengisi alveoli adalah cairan eksudat. Barier alveolar-kapiler mengalami peningkatan permeabilitas, sehingga cairan yang mengandung protein masuk ke dalam alveoli. Adanya cairan pada alveoli menyebabkan penurunan komplians sistem pernapasan, right-to-left shunting, dan hipoksemia. Meskipun PCO2 arteri secara umum berada dalam batas normal, namun ventilasi dead space meningkat yang tergambar pada peningkatan minute ventilation. Hipertensi pulmonal sering menyertai ARDS dan beberapa mekanisme yang mungkin terjadi adalah vasokonstriksi hipoksik, deposisi fibrin intravaskuler pada pembuluh darah paru, dan penekanan pembuluh darah oleh ventilasi tekanan positif yang digunakan sebagai terapi keadaan ini.



5



Adult Respiratory Distress Syndrome dapat disebabkan karena inflamasi, infeksi, gangguan vaskular dan trauma di intratorakal maupun ekstratorakal. Menentukan etiologi ARDS sangat penting secara klinis agar dapat dilakukan tatalaksana dengan tepat. Acute Respiratory Distress Syndrome dapat disebabkan oleh mekanisme langsung di paru maupun mekanisme tidak langsung di luar paru. Etiologi ARDS akibat kelainan primer paru dapat terjadi akibat aspirasi, pneumonia, inhalasi toksik, kontusio paru, sedangkan kelainan ektraparu terjadi akibat sepsis, pankreatitis, transfusi darah, trauma dan penggunaan obat-obatan seperti heroin Penyebab ARDS terbanyak adalah akibat pneumonia baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, maupun jamur, dan penyebab terbanyak selanjutnya adalah sepsis berat akibat infeksi lain di luar paru Beberapa faktor risiko yang diketahui dapat meningkatkan terjadinya ARDS adalah usia tua, jenis kelamin perempuan (terutama pada kasus trauma), riwayat merokok, dan riwayat alkoholik. Skor APACHE (Acute Physiology and Chronic Health Evaluation) yang semakin besar juga meningkatkan risiko kejadian ARDS. Saat ini faktor risiko yang sedang dipelajari adalah faktor risiko genetik yaitu asosiasi antara variasi gen (gen FAS) dengan tingkat kejadian ARDS. 1. Kerusakan Paru Langsung. a. Pneumonia b. Aspirasi cairan lambung c. Kontusio paru d. Near drowning e. Trauma inhalasi 2. Trauma tidak langsung a. Trauma b. Fraktur multiple c. Flail chest d. Trauma kepala e. Luka bakar f. Transfusi g. Overdosis obat



6



h. Pankreatitis i. Pasca bypass kardiopulmonal j. Sepsis 2.3 Patofisiologi Kelainan utama pada ARDS adalah adanya inflamasi yang disebabkan oleh aktivasi neutrophil, dan untuk mengerti patogenesisnya perlu diperhatikan hal-hal berikut: 1. Faktor-faktor yang menyebabkan akumulasi cairan di interstitial paru dan di distal alveolus 2. Mekanisme yang mengganggu reabsorpsi cairan edema Berdasarkan karakteristik gambaran histopatologinya, ARDS dibagi menjadi 3 fase seperti tampak pada gambar 1 yaitu: 1. Fase akut (hari 1-6) = tahap eksudatif -



Edema interstitial dan alveolar dengan akumulasi neutrofil, makrofag, dan sel darah merah



-



Kerusakan endotel dan epitel alveolus



-



Membran hialin yang menebal di alveoli



2. Fase sub-akut (hari 7-14) = tahap fibroproliferatif -



Sebagian edema sudah direabsorpsi



-



Proliferasi sel alveolus tipe II sebagai usaha untuk memperbaiki kerusakan



-



Infiltrasi fibroblast dengan deposisi kolagen



3. Fase kronis (setelah hari ke-14) = tahap resolusi -



Sel mononuclear dan makrofag banyak ditemukan di alveoli



-



Fibrosis dapat terjadi pada fase ini



7



Gambar 1. Fase ARDS



Proses terjadinya ARDS melibatkan kerusakan pada endotel kapiler paru dan sel epitel alveolus karena produksi mediator proinflamasi lokal maupun yang terdistribusi melalui arteri pulmonalis. Hal ini menyebabkan hilangnya integritas barrier alveolar-kapiler sehingga terjadi transudasi cairan edema yang kaya protein. (Gambar 2)



1. Kerusakan endotel kapiler paru Kerusakan endotel kapiler paru berperan dalam terjadinya ARDS. Kerusakan endotel tersebut menyebabkan permeabilitas vaskular meningkat sehingga terjadi akumulasi cairan yang kaya akan protein. Kerusakan endotel ini dapat terjadi melalui beberapa mekanisme. Mekanisme yang utama adalah terjadinya kerusakan paru melalui keterlibatan netrofil. Pada ARDS (baik akibat infeksi maupun non-infeksi) menyebabkan neutrofil terakumulasi di mikrovaskuler paru. Neutrofil yang teraktivasi akan berdegranulasi dan melepaskan beberapa mediator toksik yaitu protease, reactive oxygen species, sitokin proinflamasi, dan molekul pro-koagulan. Mediatormediator inflamasi tersebut menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular dan hilangnya fungsi endotel yang normal. Hal tersebut menyebabkan terjadinya akumulasi cairan yang berlebihan di interstitial dan alveoli. Selain neutrofil dalam patogenesis ARDS, platelet juga mempunyai peran yang penting. Studi yang ada membuktikan efek sinergisme antara platelet dengan neutrofil yang menyebabkan kerusakan paru.



8



2.



Kerusakan epitel alveoli Dalam patogenesisnya kerusakan endotel saja tidak cukup menyebabkan



ARDS. Kerusakan sel epitel alveoli juga merupakan faktor yang penting. Neutrophil berperan dalam meningkatkan permeabilitas paraselular pada ARDS. Dalam keadaan normal neutrophil dapat melintasi ruang paraselular dan menutup kembali intercellular junction sehingga barrier epitel dan ruang udara di distal alveoli tetap utuh. Pada kondisi patologis neutrofil dalam jumlah besar dapat merusak epitel alveoli melalui mediator inflamasi yang dapat merusak intercellular junction dan melalui mekanisme apoptosis atau nekrosis sel epitel. Sel alveolus tipe I (yang menyusun 90% epitel alveoli) merupakan jenis sel yang paling mudah rusak. Kerusakan sel tersebut menyebabkan masuknya cairan ke dalam alveoli dan menurunnya bersihan cairan dari rongga alveoli. Sel tipe II bersifat tidak mudah rusak dan memiliki fungsi yang penting dalam memproduksi surfaktan, transport ion, dan lebih lanjut dapat berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel alveoli tipe I. Kerusakan pada kedua sel tersebut menyebabkan penurunan produksi surfaktan dan penurunan elastisitas paru.



3.



Resolusi dari inflamasi dan edema alveoli Pada tahap awal resolusi ARDS ditandai dengan pembersihan cairan



edema dari rongga alveoli, dimana cairan tersebut akan direabsorpsi ke sistem limfatik paru, mikrosirkulasi paru dan rongga pleura. Pembersihan cairan edema dari rongga alveoli membutuhkan transport aktif sodium dan klorida yang akan membuat gradient osmosis sehingga air dapat direabsorpsi. Pada kondisi ARDS, pembuangan cairan edema dari alveoli terjadi lebih lambat karena epitel alveoli mengalami kerusakan.



9



Gambar 2. Perbandingan alveolus normal dan alveolus pada ARDS



Disfungsi selular dan kerusakan yang terjadi pada ARDS berdampak pada:



- Ketidak sesuaian antara ventilasi (V) dan perfusi (Q)  V/Q mismatching disertai dengan shunting



- Hipertensi pulmonal - Penurunan elastisitas paru (stiff lungs) dan hiperinflasi alveoli yang tersisa



- Gangguan proses perbaikan paru yang normal



 fibrosis paru pada



stadium lanjut



2.4 Manifestasi Klinis a. Gejala : -



Adanya aspirasi , inhalasi, infeksi difus paru



-



Kesulitan napas



b. Tanda : -



Pernapasan : cepat, mendengkur, dangkal



10



-



Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan, contoh : retraksi intercostal atau substernal, pelebaran nasal, memerlukan oksigen konsentrasi tinggi



-



Bunyi napas : pada awal normal. Krekels, ronchi dan dapat terjadi bunyi napas bronkial



-



Ekspansi dada menurun atau tak sama



-



Peningkatan fremitus



-



Sputum sedikit, berbusa



-



Pucat atau sianosis



-



Penurunan mental atau bingung



2.5 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang utama yang dilakukan pada pasien-pasien ARDS adalah foto rontgen toraks dan analisa gas darah. Pemeriksaan lain juga dapat dilakukan untuk mencari etiologi, menilai prognosis, dan komplikasi, tetapi tidak spesifik untuk menegakkan diagnosis ARDS. a.



Radiologi Foto toraks merupakan pemeriksaan utama yang dapat dengan mudah



dilakukan. Foto toraks dapat membantu menyingkirkan diagnosis penyakit paru lain, menyingkirkan penyebab kardiologis, serta menegakkan diagnosis ARDS. Pada ARDS, umumnya ditemukan adanya infiltrat difus bilateral atau unilateral yang dapat memburuk secara cepat dalam 3 hari. Infiltrat yang ditemukan umumnya terletak interstisial dan/atau alveolar. Pada tahap awal, infiltrat dapat ditemukan menyebar hingga ke perifer dan dapat memburuk menjadi infiltrat difus bilateral dengan penampakan ground glass. CT scan dapat dilakukan hanya apabila foto toraks tidak dapat menyimpulkan penyebab distress pernapasan. CT scan umumnya lebih sensitif untuk mendeteksi adanya



emfisema



interstisial,



pneumomediastinum,



efusi



pleura,



dan



limfadenopati mediastinal.



11



b.



Analisa Gas Darah Analisa gas darah (AGD) pada umumnya dapat menunjukkan hipoksemia dan



alkalosis respiratorik. Kadar PaO2 / FiO2 juga dapat dinilai melalui analisa gas darah. Pemeriksaan AGD juga dapat dilakukan dengan cepat, mudah, dan akses yang tersedia dengan baik. c.



Laboratorium Tidak terdapat pemeriksaan spesifik untuk ARDS. Beberapa pemeriksaan



laboratorium yang dapat dilakukan adalah: a.



Darah rutin: dapat ditemukan leukositosis atau leukopenia, terutama bila terdapat sepsis. Trombositopenia juga dapat ditemukan bila terdapat koagulasi intravaskular diseminata.



b.



Fungsi ginjal: fungsi ginjal umumnya menurun bila terdapat komplikasi pada ARDS akibat adanya iskemia ataupun nekrosis tubular akut



c.



Fungsi hepar: dapat menurut bila terdapat kerusakan hepatosit atau kolestasis



d.



Kultur darah atau sputum: dapat menunjukkan adanya sepsis atau fokus infeksi. Kultur darah juga dapat membantu menentukan pemberian antibiotik. Pemeriksaan laboratorium lain yang dapat dilakukan adalah brain



natriuretic peptide (BNP) dan sitokin interleukin (IL)-1, IL-6, dan IL-8. BNP 30x/menit atau terjadi peningkatan kebutuhan FiO2 > 60% (dengan menggunakan simple mask) untuk mempertahankan PaO2 sekitar 70 mmHg atau lebih dalam beberapa jam.



-



Lebih spesifik lagi dapat diberikan ventilasi dengan rasio I:E terbalik disertai dengan PEEP untuk membantu mengembalikan cairan yang tertimbun di alveoli dan mengatasi mikro-atelektasis sehingga akan memperbaiki ventilasi dan perfusi (V/Q)



-



Tergantung tingkat keparahannya maka penderita dapat diberi ventilasi non-invasif seperti CPAP, BIPAP atau Positive Pressure Ventilation. Metode ini tidak direkomendasikan bagi penderita dengan penurunan kesadaran atau dijumpai adanya peningkatan kerja otot pernafasan disertai peningkatan laju nafas dan peningkatan PCO2 darah arteri.



-



Saat ini telah terbukti bahwa pemberian volume tidal 10 - 15 ml/kg dapat mengakibatkan kerusakan bagian paru yang masih normal sehingga dapat terjadi rupture alveolus, deplesi surfaktan dan kerusakan pada membra alveolar-kapiler. Untuk menghindari hal tersebut maka digunakan volume tidal yang rendah (6 ml/kg) dengan tekanan puncak inspirasi < 35 cmH2O, plateu inspiratory pressure < 30 cmH2O serta pemberian PEEP antara 8-14 cm H2O untuk mencegah atelektasis dan kolaps alveoli.



-



Untuk memperkecil risiko barotrauma dapat dipakai mode Pressure Control



-



Pemeriksaan AGD (Analisa Gas Darah) dipakai sebagai parameter keberhasilan dan panduan terapi.



-



Restriksi cairan dan diuresis yang cukup akan mengurangi peningkatan tekanan hidrostatik di kapiler paru dan mengatasi kelebihan cairan paru (lung water). Akan tetapi harus diingat bahwa dehidrasi yang berlebihan akan menurunkan perfusi jaringan dan mencetuskan gagal ginjal.



-



Prone position akan memperbaiki V/Q karena akan mengalihkan cairan darah sehingga tidak terjadi atelektasis.



14



-



Inhalasi nitric oxide/prostasiklin akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah di paru sehingga secara nyata memperbaiki hipertensi pulmonal dan oksigenasi arteri. Pemberian nitric oxide tidak akan berpengaruh terhadap tekanan darah sistemik, namun demikian efek samping subproduk NO berupa peroksi nitrit dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan paru. Oleh karena itu pengunaannya sangat ketat yaitu pada keadaan ekstrem dimana terjadi hipoksemia akut yang refrakter terhadap tindakan suportif yang diberikan.



3. Terapi penyakit dasar Terapi penyakit dasar ARDS tergantung dari penyebabnya dimana penyebab tersering adalah infeksi baik di paru maupun di luar paru. Untuk infeksi paru sendiri karena ARDS merupakan bagian dari kondisi sepsis yang berat maka dalam pemilihan antibiotik dianjurkan dengan kombinasi dua antibiotik dari golongan yang berbeda yang mempunyai efek antipseudomonas. Kombinasi tersebut misalnya dari golongan sefalosporin yang mempunyai efek antipseudomonas (seftasidim, sefoperazon) atau golongan karbapenem (imipenem, meropenem) diberikan bersama dengan golongan kuinolon (siprofloksasin, levofloksasin) atau dengan golongan aminoglikosid



(Amikin).



Untuk



meningkatkan



angka



keberhasilan



pengobatan maka antibiotik tersebut harus diberikan sedini mungkin (< 4 jam) sejak diagnosis pneumonia ditegakkan. Untuk penyakit dasar lain yang potensial dapat diatasi yaitu pada ARDS akibat overdosis obat yang diatasi dengan pemberian antidotumnya bila ada, pada TB yang berat, immune reconstitution inflamation syndrome (IRIS) dan juga pada ARDS akibat infeksi pneumocystic jiroveci, pada semua keadaan tersebut selain terapi untuk penyakit dasarnya diberikan juga terapi tambahan dengan steroid. 4. Targeted Drug Treatment Terapi target difokuskan pada regresi lesi patologi dan mengurangi jumlah cairan dalam paru, namun sayangnya tidak ada bukti objektif akan keberhasilan metode tersebut (table 3)2-6 -



Surfaktan sintetik secara aerosol ternyata bermanfaat untuk ARDS pada neonatus, tetapi tidak pada ARDS.



15



-



Kortikosteroid diberikan untuk mengurangi reaksi inflamasi pada jaringan paru terutama pada ARDS akibat TB yang berat, infeksi pneumocystic jiroveci dan pada IRIS. Pada inflamasi akibat penyakit dasar yang lain pemberian steroid menunjukkan hasil yang tidak memuaskan, sehingga tidak direkomendasikan pada ARDS terutama pada fase awal. Beberapa sumber menyarankan pemberian metilprednisolon secara pulsed untuk mencegah fase fibrosis yang destruktif.



-



Pemberian N-asetil-sistein banyak memberikan harapan namun masih dalam penelitian



-



Ketokonazol diharapkan dapat menghambat pelepasan TNF oleh makrofag, tetapi masih diperlukan penelitian dalam jumlah sample yang lebih besar



-



Diuretik ditujukan untuk mencegah kelebihan cairan, dan hanya diberikan bila eksresi cairan oleh ginjal terganggu. Dengan demikian penggunaan diuretik tidak rutin, karena tidak sesuai dengan patogenesis ARDS.



-



Transfusi darah diperlukan untuk menjaga kadar Hb lebih dari 10 gr%, tetapi mengingat kemungkinan terjadinya TRALI (Transfusion-Related Acute Lung Injury) maka tranfusi hanya diberikan bila ada oksigenasi jaringan yang inadekuat



-



Extracorporeal Membrane Oxygenation (ECMO) adalah suatu sistem prolonged cardiopulmonary bypass yang banyak berhasil mengobati bayi baru lahir yang mengalami gagal nafas akibat aspirasi mekonium, hernia diafragma dan infeksi virus yang berat. Penggunaan EMCO untuk ARDS hasilnya masih kontroversial.



16



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian a.



IDENTITAS  Nama



: An. A



 Usia



: 17th



 Pekerjaan



: Pelajar



 Suku



: Jawa



 Agama



: Islam



 Alamat b.



: Manukan



KELUHAN UTAMA



Dirujuk ke IRD dr. Soetomo dari Rumah Sakit BDH dengan diagnosis near drowning dan mengeluh sesak napas. c.



RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG



Sesak napas dirasa sejak 3 jam SMRS. Sesak napas setelah pasien tenggelam di kolam air tawar. Pasien tenggelam kira-kira 10 menit. Ketika dikeluarkan dari kolam pasien batuk disertai sedikit darah dan lumpur. Pasien pingsan dan kebiruan. Pasien segera dibawa ke rumah sakit terdekat, setelah diberi oksigen pasien sadar. Kolam tempat pasien tenggelam tidak terlalu dalam namun mengandung lapisan lumpur yang tebal. Sebelum tenggelam pasien loncat dari pinggir kolam, ketika tidak timbul ke permukaan, pasien segera dicari dan saat ditemukan dan ditolong, posisi kepala pasien ada dalam lapisan lumpur. d.



RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Tidak terkaji



e.



RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Tidak terkaji



f.



PEMERIKSAAN FISIK a.



Keadaan umum : Lemah



b.



Kesadaran



: Composmetis



17



c.



Tanda-tanda vital : Tekanan darah 100/60 mmHg, frekuensi nafas 44×/menit, nadi 130×/menit, dan suhu aksiler 36,0° C.



d.



Kepala dan leher :



Didapatkan dispnea, tidak ada tanda-tanda anemis, ikterus, dan sianosis. Tidak didapatkan pembesaran kelenjar getah bening maupun peningkatan tekanan vena jugularis e.



Paru-paru



:



Pada regio toraks, inspeksi pergerakan dada simetris. Pada palpasi didapatkan fremitus raba menurun pada kedua lapang paru. Perkusi didapatkan keredupan pada kedua lapang paru. Auskultasi didapatkan suara bronkovesikuler pada kedua lapang paru. Didapatkan ronki basah halus pada kedua lapang paru. f.



Jantung



:



Pada pemeriksaan jantung, suara jantung S1 dan S2 tunggal, tidak didapatkan bising jantung maupun irama galop. g.



Abdomen



:



Pada pemeriksaan abdomen, hepar dan lien tidak teraba, tidak didapatkan massa intra abdomen dan nyeri tekan, serta bising usus dalam batas normal. h.



Ekstremitas



:



Pemeriksaan anggota gerak tidak didapatkan edema, tidak didapatkan jari tabuh, serta tidak didapatkan pembesaran kelenjar getah bening di ketiak maupun lipatan paha.



g.



PEMERIKSAAN PENUNJANG a.



Laboratorium darah :



-



Hb 16,6 g/dL, SGOT 38/μL, Leukosit 3.300/ μL, SGPT 15/μL, PLT 409.000/μL, Albumin 3,73 g/dL. Granulosit 76,6%, BUN 7,3 mg/dL, Hct 48,1%, SK 0,86%, PTT 12,3 detik,



18



-



Natrium 133 mmol/L, APTT 27,9 detik, Kalium 3,3 mmol/L, GDA 286 mg/dL, Klorida 98 mmol/L.



b.



Pemeriksaan Analisa gas darah (Oksigen Jackson Rees 10 lpm): pH 7,17, pCO2: 51 mmHg, pO2 80 mmHg, HCO3 16,6 mmol/L, BE - 9,9 dan SO2 92,2%.



c.



Foto toraks :



Perselubungan pada kedua lapang paru, dan berkonsultasi pada SMF Ilmu Penyakit Jantung, didapatkan edema paru non cardiogenic yang bisa disebabkan penyakit dasarnya (drowning).



3.2



Diangnosa Keperawatan 1.Gangguan pertukaran gas bd perubahan membrane alveolus-kapiler 2. Intoleransi aktivitas bd kelemahan otot



Data Ds : px mengalami sesak nafas 3jam,mengalami



Etiologi Mekanisme kompensasi paru



MK Gangguan pertukaran gas



batuk sedikit berdarah dan lumpur , dan mengalami pucat dan kebiruan Sesak nafas perubahan Do:



AGD



- px terpasang pasang ventilator - Pemeriksaan TTV : Td 100/60mmHg, RR 44 x/menit, N 130 x/menit, S 36.0oC



Gangguan pertukaran gas



- Hasil AGD : pH 7,17, pCO2: 51 mmHg, pO2 80 mmHg, HCO3 16,6



19



mmol/L, BE - 9,9 dan SO2 92,2%. Inspeksi: asimetris, kanan Perkusi: Hipersonor/Redup Palpasi : Fremitus raba menurun di lapang paru kanan Auskultasi :ronki basah halus dan bronkovesikuler pada 1/3 bawah paru kiri, vesikuler menurun pada paru kanan Ds : px keadaan lemah dan



trauma pada paru



intoleransi aktivitas



tampak pusing mengalami kebiruan Do : - keadaan umum lemah



Penurunan pCO2: 51 mmHg, pO2 80 mmHg



- Terpasang ventilasi - Pemeriksaan TTV : Td 100/60mmHg, RR 44



sesak



x/menit, N 130 x/menit, S 36.0oC - Hasil AGD : pH 7,17,



kelemahan otot



pCO2: 51 mmHg, pO2 80 mmHg, HCO3 16,6 mmol/L, BE - 9,9 dan SO2



intoleransi aktivitas



92,2%.



20



3.3.



Intervensi Keperawatan



1. Gangguan pertukaran gas bd perubahan membrane alveolus-kapiler Tujuan : untuk membantu meningkatkan oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolus-kapiler dalam batas normal KH : -



Dipsnea menurun



-



Bunyi napas tambahan menurun



-



PCO2 membaik



-



PO2 membaik



Intervensi : Observasi 1.



Monitor frekuensi,irama,kedalaman, dan upaya napas



2.



Monitor pola napas



3.



Monitor kemampuan batuk efektif



4.



Monitor adanya produksi sputum



5.



Monitor adanya sumbatan jalan napas



6.



Palpasi kesimetrisan ekspansi paru



7.



Auskultasi bunyi napas



8.



Monitor saturasi oksigen



9.



Monitor nilai AGD



10. Monitor hasil x-ray toraks Terapeutik 1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi klien 2. Dokumentasi hasil pemantauan Edukasi 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu



2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot



21



Tujuan : untuk meningkatkan respon fisiologis terhadap aktivitas yang membutuhkan tenaga. KH : -



Frekuensi nadi meningkat



-



Keluhan lelah menurun



-



Dispnea saat aktivitas menurun



-



Dispnea setelah aktivitas menurun



Intervensi : Observasi 1. Identifikasikan gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional Terapeutik 1.



Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus



2.



Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif



3.



Berikan aktivitas distraksi yang menenagkan



Edukasi 1. Anjurkan tirah baring 2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap 3. Ajarkan strategi koping yang mengurangi kesehatan



BAB IV



22



PENUTUP 4.1 Kesimpulan Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan sindrom, kumpulan observasi klinis dan fisiologis yang menggambarkan suatu keadaan patologis. Patogenesis ARDS belum sepenuhnya jelas dan belum ada gold standard untuk mendiagnosis. ARDS ditandai dengan edema paru non kardiogenik, inflamasi pada paru, hipoksemia, dan penurunan komplians paru.1-3 ARDS adalah kelainan yang progresif secara cepat dan awalnya bermanifestasi klinis sebagai sesak napas (dyspneu dan tachypneu) yang kemudian dengan cepat berubah menjadi gagal napas. ARDS pertama kali dideskripsikan pada tahun 1967 oleh Asbaugh dkk yang memaparkan 12 kasus dengan gejala gawat napas, gagal napas hipoksemik, dan infiltrat patchy bilateral pada foto toraks pasien dengan rentang usia 11-48 tahun.



4.2 Saran Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan kita tentang asuhan keperawatan Acute respiratory distress syndrome (ARDS). Kami selaku penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami menghadarkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca agar makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi.



23



DAFTAR PUSTAKA



Bakhtiar, Arief. 2018. Acute Respiratory Distress Syndrome. JURNAL RESPIRASI JR. Vol. 4 No. 2 Mei 2018 ARDS Definition Task Force. Acute Respiratory Distress Syndrome, The BerlinDefinition. JAMA. 2012;307(23). Matthay MA, Zemans RL. The Acute Respiratory Distress Syndrome: Pathogenesis and Treatment. Annu Rev Pathol. 2011;6:147-63 Ware L, Matthay M, Evans T. Acute Respiratory Distress Syndrome. BMJ Best Practice. 2018. Amin Z, Pitoyo C, Uyainah A, Rumende M, Singh G, Amanda A. Acute respiratory distress syndrome. Ina J CHEST Crit Emerg Med. 2016;3:54–6. Thompson B, Chambers R, Liu K. Acute Respiratory Distress Syndrome. N Engl J Med.2017;377:562–72. American Medical Association. Acute Respiratory Distress Syndrome: the Berlin Definition.JAMA.2012;307:2526-33. Harman E, Pinsky M. Acute Respiratory Distress Syndrome. Medscape. 2018. Chen W, Ware L. Prognostic factors in the acute respiratory distress syndrome. Clin TranslMed.2015;4:23. Fan E, Brodie D, Slutsky AS. Acute respiratory distress syndrome advances in diagnosis and treatment



24



SKEMA ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM Pasien tenggelam kira-kira 10 menit, posisi kepala pasien ada dalam lapisan lumpur.



Near Drowning



Aspirasi cairan Foto thorax : Perselubungan pada kedua lapang paru, dan berkonsultasi pada SMF Ilmu Penyakit Jantung, didapatkan edema paru non cardiogenic



Edema paru non kardiogenik



Batuk mengeluarkan sedikit darah dan lumpur, Perkusi: Hipersonor / Redup, Auskultasi :ronki basah halus dan bronkovesikuler pada 1/3 bawah paru kiri, vesikuler menurun pada paru kanan



Acute Respiratory Distress Syndrom Hasil AGD : pH 7,17, pCO2: 51 mmHg, pO2 :80 mmHg, HCO3 : 16,6 mmol/L



Asidosis Respiratory



Dispnea



MK : Gangguan pertukaran gas



Inspeksi: asimetris, kanan Palpasi : Fremitus raba menurun di lapang paru kanan Px mengalami sesak nafas 3jam, mengalami pucat dan kebiruan terpasang ventilator, RR : 44x/mnt Keadaan lemah, dispneu dan tampak pusing mengalami kebiruan, TD: 100/60 mmHg, N: 130 x/menit



Trauma pada paru



Penurunan PCO2, PO2



Kelemahan otot 25 MK : Intoleransi Aktifitas



26