Artificial LFT Tugas Tekpro 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ARTIFICIAL LFT



DISUSUN OLEH SANTI BIANTONG 15.012.10 TEKNIK PERMINYAKAN C SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI BALIKPAPAN 2018



KATA PENGANTAR



DAFTAR ISI HALAMAN COVER KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN BAB II DASAR TEORI BAB III PERHITUNGAN BAB IV KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA



DAFTAR GAMBAR



DAFTAR TABEL



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang



Pada setiap sumur minyak baru yang sudah siap untuk diproduksi, biasanya diharapkan minyak mengalir ke permukaan dengan tenaga yang tersedia secara alami pada reservoir sumur minyak itu sendiri. Proses ini akan berlangsung sampai pada satu titik dimana tenaga yang tersedia akan berkurang, sehingga kemampuan untuk mengangkat minyak ke permukaan akan terhenti. Agar minyak yang masih dalam sumur dapat lagi mengalir ke permukaan, maka perlu menggunakan Artificial Lift. Artificial Lift adalah suatu metode yang diipakai untuk memproduksi minyak mentah dari sumur setelah tekanan yang tersedia secara alami dalam sumur itu tidak mampu lagi untuk mengangkat minyak ke permukaan. “Sembur buatan” dilakukan dengan maksud untuk mempertahankan tingkat produksi agar tetap tinggi, karena kemampuan produksi suatu sumur akan terus berkurang dengan bertambahnya waktu. Atau kemampuan sumur yang bersangkutan untuk berproduksi sejak awal ditemukan sangat kecil, sehingga perlu dilakukan sumur buatan. 1. 2. 3. 4.



Beberapa jenis artifial lift yang akan dibahas pada makalah ini, yaitu: Electrical Submersible Pump (ESP) Gas Lift (GL) Sucker Rod Pump (SRP) Progressive Cavity Pump (PCP)



1.2 Rumusan masalah 1. Apa yang dimaksud dengan ESP,GL, SRP dan PCP ? 2. Bagaimana prinsip kerja dari ESP, GL,SRP dan PCP? 3. Peralatan apa saja yang digunakan pada ESP, GL,SRP dan PCP? 4. Bagaimana contoh perhitungan dari ESP, GL,SRP dan PCP? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan ESP, GL,SRP dan PCP 2. untuk mengetahui prinsip kerja dari ESP, GL,SRP dan PCP 3. untuk mengetahui peralatan-peralatan yang digunakan pada ESP, GL,SRP dan PCP 4. untuk dapat menyelesaikan contoh perhitungan dari ESP, GL,SRP dan PCP.



BAB II DASAR TEORI



Pada setiap oil production well yang siap untuk diproduksikan, diharapkan fluida akan mengalir ke permukaan dengan menggunakan tenaga / tekanan reservoir yang tersedia secara alami. Biasanya proses ini akan berlangsung sampai pada satu titik dimana tenaga yang tersedia akan berkurang, sehingga kemampuan untuk mengangkat fluida kepermukaan akan berkurang atau berhenti sama sekali. Supaya fluida yang masih ada didalam sumur dapat mengalir lagi kepermukaan, maka diperlukan tenaga pengganti yang lazim disebut artificial lift. Artificial lift merupakan sebuah mekanisme untuk mengangkat hidrokarbon, umumnya minyak bumi, dari dalam sumur keatas permukaan. Ini biasanya dikarenakan tekanan reservoirnya tidak cukup mampu tinggi untuk mendorong minyak sampai ke atas permukaan maupun tidak ekonomis jika mengalir secara alami. Artificial lift terdiri dari dua kelompok komponen : fasilitas dipermukaan ( surface facilities ) dan dalam sumur ( down hole facilities ). Surface production facility Peralatan produksi permukaan merupakan peralatan yang berfungsi sebagai media pengangkut, pemisah dan penimbun. Terdiri dari : Well Header, Gathering System, Manifold System, Separator, Treating Facilities, Oil Storage, Pump. Down hole production facility Peralatan bawah tanah terdiri dari, rangkaian pipa produksi penyekat (packers) dan peralatan pengontrol aliran. Termasuk : casing, tubing, liner, packer, down hole choke, sliding side door, down hole safety valve, pompa dan lain sebagainya. Ada beberapa jenis artificial lift yaitu, 1) Electrical Submersible Pump 2) Gas Lift 3) Sucker Rod Pump 4) Progressive Cavity Pump 5) Hidraulic Pump Unit 6) Jet Pump 7) Plunger 3.2. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN METODE PRODUKSI ARTIFICIAL Untuk memilih salah satu metode artificial lift yang tepat untuk suatu sumur ada beberapa factor yang mempengaruhi pemilihan metode artificial lift. Adapun factor yang perlu diperhatikan dalam memilih metode artificial lift, atara lain : 1. Inflow Performance Konsep aliran fluida masuk ke dalam lubang sumur atau Inflow Performance merupakan ulah kerja sumur yang tergantung aliran dari reservoir menuju ke lubang sumur. Inflow Performance dikontrol oleh karakteristik reservoir seperti tekanan reservoir, produktivitas dan karakteristik fluida.



Inflow Performance sumur biasanya diperlihatkan dalam bentuk produktivitas formasi yaitu besarnya barel minyak atau fluida dari sumur yang dapat diproduksikan pada tekanan reservoirnya. Salah satu bentuk produkstivitas formasi dapat diperkirakan dengan perhitungan Produktivity Indeks (PI). Productivity Indeks disini hanya merupakan gambaran secara kualitatif mengenai kemampuan suatu sumur untuk berproduksi pada suatu kondisi tertentu. Untuk melihat kelakuan sumur berproduksi, maka harga PI dinyatakan secara grafis, yaitu grafik yang menunjukan hubungan antara tekanan alir dasar sumur (Pwf) dengan laju produksi. Grafik tersebut adalah Inflow Performance Relantionship (IPR). Dimana dalam pemilihan metode untuk gas lift harus memperhatikan Produktivity Indeks (PI) dari sumur tersebut yang merupakan salah satu persyaratan bahwa untuk continuous flow digunakan pada sumur yang mempunyai PI tinggi (> 0.5 B/D/psi) dan Ps tinggi relative terhadap kedalaman sumur sedangkan untuk intermittent flow gas lift digunakan pada sumur yang mempunyai PI rendah (< 0.5 B/D/psi) dan Ps rendah. 2. Laju Produksi Total laju produksi liquid yang dihasilkan adalah control dalam pemilihan metode pengangkatan. Laju produksi yang tinggi akan dibutuhkan pengangkatan gas lift dan ESP. Yang penting di sini adalah kondisi reservoir itu sendiri, yaitu tekanan yang mengontrol besarnya laju produksi liquid. Batasan besar laju produksi dalam pemilihan metode artificial lift sebagai berikut : a. Bila laju produksi > 20000 B/D, maka metode artificial lift yang cocok digunakan adalah ESP b. Bila laju produksi antara 2000 – 10000 B/D dapat menggunakan semua metode artificial lift kecuali Rod Pump c. Bila laju produksi antara 100 – 1000 B/D dapat menggunakan semua metode artificicl lift d. Bila laju produksi < 100 B/D, yang digunakan adalah semua metode artificial lift, kecuali ESP 3. Water Cut Water cut secara langsung mempengaruhi laju produksi total. Water cut yang tinggi mempengaruhi inflow performace yang sesungguhnya. Air juga menghasilkan penambahan kehilangan tekanan di dalam tubing, akibatnya densitasnya yang lebih besar dari minyak sehingga akan membutuhkan tekanan yang lebih besar untuk mengangkatnya kepermukaan. Menurut Kermit. E Brown yang paling cocok dengan kondisi seperti ini adalah pengangkatan dengan menggunakan ESP. 4. Gas Liquid Ratio (GLR)



GLR mempengaruhi pemilihan metode artificial lift, terutama desain dari mekanisme pengangkatan. Semua metode pengangkatan mengalami penurunan effesiensi dengan bertambahnya GLR, sampai dengan 2000 scf/bbl dapat ditangani oleh semua metode pengangkatan. Sucker rod memiliki effesiensi kira-kira 40% bila GLR di atas 2000 scf/bbl. Pada 2000 – 5000 scf/bbl, intermittent flow gas lift lebih effesien digunakan karena gas keluar sejalan dengan perputaran gas (injeksi gas). Pada continuous flow gas lift penambahan gas akan menurunkan tekanan alir dasar sumur (Pwf) sehingga menghasilkan effesiensi pengangkatan yang kecil, karena banyaknya gas dalam kolom akan dapat mengakibatkan adanya back pressure karena besarnya Pwf tidak dapat mengatasi kehilanggan tekanan. Bagaimanapun GLR yang tinggi akan menjadi problem bagi metode pengangkatan buatan. 5. Kedalaman Lubang Bor Batasan penggunaan metode artificial lift terhadap kedalaman lubang bor adalah sebagai berikut : a. Bila kedalaman sumur > 12000 ft, maka metode artificial lift yang dapat digunakan hanya Hydraulic Pump b. Bila kedalamannya 10000 – 12000 ft, maka yang digunakan adalah semua metode artificial lift, kecuali ESP karena adanya batasan temperature c. Bila kedalamannya < 8000 ft, maka semua metode artificial lift dapat digunakan 6. Ukuran Casing dan Tubing Ukuran casing disini untuk membatasi ukuran tubing. Semua metode artificial lift dapat menggunakan tubing 4,5 dan 5,5 in. Pada metode gas lift dengan menggunakan continuous flow, tubing 2 in dapat digunakan untuk laju produksi < 1000 B/D, sedngakan untuk laju produksi > 5000 B/D menggunakan casing > 7 in dan tubing > 3,5 in. Pada dasarnya semakin kecil ukuran casing semakin kecil pula laju produksi yang dihasilkan. Pipa yang berukuran terlalu kecil akan mengakibatkan friction loss yang besar dan mengakibatkan pengurangan effesiensi volumetric dari gas lift dan ESP. 7. Tipe Komplesi Desain artificial lift juga tergantung tipe komplesi, apakah dengan open hole atau menggunakan interval perforasi. Pertimbangan utama adalah inflow performace. Pada open hole, caving dan problem pasir dapat mengurangi inflow performance. Pada interval perforasi, penyumbatan lubang perforasi menurunkan inflow performance. Dipertimbangkan juga untuk dual atau triple tubing completion, selain itu dilihat kondisi lapangan. Sebagai contoh apakah tersedia gas atau tidak apabila nantinya metode artificial lift yang akan dipasang adalah gas lift, bila ada maka tubing dikomplesi dengan menambah side pocket mandrel sebagai tempat valve gas lift.



Bila tidak ada gas, bisa juga menggunakan compressor, tetapi harga sebuah compressor sangat mahal sehingga perlu diperhitungkan secara matang pemilihan metode artificial lift yang akan digunakan. 8. Karakteristik Fluida Reservoir Karakteristik fluida reservoir yang mempengaruhi cara produksi yaitu viscositas, dan faktor Volume Formasi. Karakteristik ini akan dapat mempengaruhi lolosnya minyak dengan metode pangangkatan buatan. a. Viscositas Untuk viscositas minyak yang tinggi biasanya sewaktu diproduksi ikut membawa pasir atau padatan lainya, sehingga apabila digunakan plunger fits (rongga antara plunger dan core barrel) yang kecil maka plunger akan cepat aus. Untuk itu apabila viscositas minyak tinggi maka sebaiknya digunakan plunger fits yang besar sehingga effesiansi pompa akan tinggi. b. Faktor Volume Formasi Faktor Volume Formasi (FVF) menggambarkan angka barrel dari fluida yang diangkat, yang disesuaikan dengan kondisi di permukaan. Faktor ini harus dipertimbangkan untuk semua metode pengangkatan. Perlu diingat bahwa FVF yang tinggi atau rendah tidak menunjukan performance yang lebih baik dalam perbandingan antara metode pengangkatan. 9. Temperatur di dalam sumur Temperatur seperti juga tekanan, semakin dalam temperature semakin besar. Sebuah katub gas lift yang telah diset tekanan buka/tutupnya dipermukaan (work shop) tekanan settingnya akan berubah pada saat katub tersebut dipasang didalam sumur selama katub tersebut dioperasikan. Dengan demikian tekanan setting katub tersebut harus diperhitungkan terhadap temperature di titik kedalaman di mana katub tersebut akan dipasang. Untuk memperoleh gambaran temperature pada setiap titik kedalaman di dalam sumur yang di teliti, survey mengenai temperature sangat disarakan, tetapi apabila hal ini tidak dilaksanakan karena berbagai alasan seperti waktu dan biaya maka dilakukan pendekatan berikut. Ambil data tempertur dari hasil test produksi pada saat sumur pertama dibor (pressure build-up test), kemudian ambil data temperature dipermukaan selama sumur tersebut dioperasikan. Tarik garis dari kedua titik tersebur maka akan diperoleh distribusi temperature pada setiap kedalaman di dalam sumur Batasan temperature untuk metode artificial lift adalah :



1. Sucker Rod Pump sangat bagus pada temperature 550oF 2. ESP terbatas pada temperature < 250oF untuk standart dan < 350oF untuk ESP dengan special motor dan kabel 3. Hydraulic Pump dapat beroperasi pada temperature 300oF untuk standart material dan 500oF untuk special material 4. maksimum temperature untuk gas lift adalah 350oF 10. Mekanisme Pendorong a. Depletion Drive Reservoir Ketika tekanan reservoir turun, liquid akan mengalir dengan fluida terangkat ke atas permukaan dengan bantuan gas yang terlarut. Tidak adanya aquifer atau fluida injeksi unutk membantu mengekspansi fluida (menambah bantuan tenaga pendorong) menjadikan recovery rendah. Pada mula-mulanya metode artificial lift tidak digunakan pada sumur masih “flowing”, jika ingin dipasang metode artificial lift setelah komplesi sumur, maka pertimbangan desain harus sudah disiapkan. Produksi yang semakin rendah dengan semakin bertambahnya waktu produksi adalah karakteristik depletion drive, ditunjukan dengan penurunan tekanan reservoir yang cepat dan diikuti dengan turunnya laju produksi. Pertimbangan hal ini dapat menentukan metode artificial lift yang akan digunakan. Dengan adanya gas, maka metode gas lift yang paling dipertimbangkan. b. Water Drive Reservoir Water influx atau injeksi air menyebabkan fluida reservoir bergerak/pindah ke lubang bor. Dari adanya water infux ini diharapkan recovery lebih besar dari depletion drive dan water cut yang semakin besar, water cut yang tinggi ditambah dengan optimum pengangkatan yang besar dibandingkan dengan semua mekanisme pendorong yang ada, maka metode artificial lift yang akan digunakan dapat diseleksi sesuai dengan keadaan tersebut c. Gas Cap Drive Reservoir Pada reservoir dua fasa, fasa gas berasal dari gas cap dan liquid berasal dari oil zone. Perpindahan minyak dari formasi ke lubang bor adalah dari ekspansi gas cap. Perubahan GOR terhadap produksi mempengaruhi pemilihan metode artificial lift yang akan digunakan. Dengan adanya gas, maka metode gas lift lebih diperhitungkan karena metode gas lift paling toleransi terhadap gas. 11. Kondisi Permukaan



Ada beberapa factor dipermukaan yang dapat mempengaruhi dalam pemilihan cara produksi, seperti fasilitas permukaan (peralatan), tempat dan penyediaan sumber tenaga (power source) untuk pengangkatan buatan. Fasilitas peralatan di permukaan akibat adanya surface choke, flow line dan separator yang secara langsung dapat mempengaruhi pengangkatan fluida reservoir ke permukaan. Peralatan di permukaan ini dapat mempengaruhi kehilangan tekanan sehingga dalam memilih metode produksi selalu berhubungan dengan tekanan di permukaan, hal ini dapat terlihat pada perencanaan matode produksi dimana akan selalu memperhitungkan beam (choke) performance dan horizontal flow. Pada suatu lapangan minyak lepas pantai (offshore) ada hal yang perlu dipertimbangkan, karena pada offshore mempunyai tempat yang terbatas dan merupakan daerah yang sering menimbulkan korosi. Pada umumnya cara yang digunakan adalah metode produksi yang prinsipnya mempunyai sedikit peralatan yang ada di permukaan, dan biasanya digunakan untuk kondisi lubang sumur yang miring. Yang dimaksud dengan sedikit peralatan di permukaan adalah termasuk peralatan distribusi pipa, peralatan unutk penyediaan sumber tenaga atau power source. Sedangkan untuk lapangan minyak di darat biasanya problem (kesulitan) ini pengaruhnya kecil, kecuali pada daerah khusus seperti adanya daerah terpencil dan banyak H2S. 12. Problem Operasi Produksi Problem operasi yang sering dijumpai dalam memproduksikan suatu sumur yaitu problem pasir, paraffin, scale, korosi, BHT dan iklim. Untuk problem pasir (unconsolidated) dimana dengan adanya aliran produksi maka pasirpasir tersebut akan terikut aliran. Apabila digunakan metode pompa maka pasir-pasir ini akan mengakibatkan goresan-goresan yang tajam pada plunger pompa sehingga akan mengakibatkan kerusakan dan effesiensi pompa menurun. Untuk minyak jenis paraffin dimana titik tuangnya adalah tinggi maka dengan adanya penurunan temperature sepanjang aliran akan mengakibatkan minyak tersebut membeku, sehingga akan dapat menyumbat aliran minyak di dalam pipa. Jika penyumbatan terjadi di tubing string, wellhead atau flowline akan menyebabkan backpressure sehingga akan mengurangi effesiensi, maka pembersihan dan pencegahan sangat dibutuhkan. Sucker rod pumping lebih menguntungkan daripada metode yang lain karena rods akan terus-menerus membersihkan paraffin (scraping action). High-temperature fluids dan inhibitor dapat disirkulasikan pada hydraulic system. Plunger menjalankan secara otomatis paraffin scarapers (pembersihan paraffin)



Adanya air yang terproduksi dapat mengakibatkan terjadinya endapan (scale) dan korosi. Scale adalah senyawa dalam bentuk padatan sebagai hasil reaksi antara ion-ion tertentu yang terjadi dalam suatu system larutan. Pada prinsipnya scale akan terjadi apabila air mengandung ion-ion yang mampu membentuk senyawa yang kelarutannya terbatas atau terjadi perubahan kondisi atau komposisi air yang bisa memperkecil larutan senyawa. Senyawa tersebut bisa membentuk system suspensi dengan air dan akan membentuk sumbatan-sumbatan pada beberapa tempat, atau senyawa itu bias melekat pada pipa. Macam-macam scale yang berat adalah senyawa CaSO4, BaSO4 dan senyawa Fe. Kebanyakan scale yang mengandung Fe adalah hasil korosi. Pengendapan scale akan mengurangi ID dari tubing sehingga akan mengurangi effesiensi. Pencegahannya dengan bahan kimia additive dapat memberikan umur pompa yang lebih panjang dan dapat memelihara tubing. Plungers akan menjaga tubing tetap bersih. Korosi dapat disebabkan oleh electrolysis antara tipe metal yang berbeda, H2S atau CO2 yang terkandung dalam fluida produksi, salinitas yang tinggi atau saturasi air asin atau proses oksidasi dari metal. Kasus gas lift dengan corrosive gas dapat di atasi dengan menginjeksikan gas dehydrated. Kondisi iklim permukaan yang sangat berbeda akan mempengaruhi pemilihan peralatan pengangkatan. Iklim yang sangat panas menyebabkan masalah kelebihan panas pada peralatan permukaan dan fasilitas pendingin harus disediakan. Iklim yang sangat dingin menyebabkan masalah pembekuan untuk bahan bakar sehingga isolasi dan pemanasan sangat dibutuhkan. Juga untuk daerah yang mempunyai angin kencang dapat menyebakan kerusakan pada permukaan dan debu atau kabut dapat menyebabkan masalah operasional. 13. Ekonomi Dalam pemilihan metode produksi hendaknya perlu dipertimbangkan factor ekonomi yang menyangkut nilai ekonomis dari penggunaan metode produksi yang akan digunakan, baik secara konvensional maupun mekanik serta bahan dan peralatan pendukungnya. Hal ini penting karena menyangkut banyaknya yang akan dikeluarkan untuk mengusahakan pengangkatan buatan pada sumur yang sudah tidak dapat mengalirkan minyak secara alamiah, sehingga penekanan biaya perlu diperhitungkan agar didapatkan hasil yang diharapkan. Adapun hasil yang diharapkan adalah dapat memperoleh minyak seoptimal mungkin dengan biaya artificial lift yang rendah. Oleh karena itu ada faktor-faktor yang perlu diperhatikan agar dapat menyesuaikan penggunaan metode produksi yang tepat pada sumur yang akan dilakukan artificial lift. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan tersebut adalah : 1. Initial capital investment



2. Biaya operasi per bulan atau indicator pemasukan 3. Umur peralatan 4. Banyak sumur yang akan digunakan metode artificial lift 5. Tersedianya cadangan peralatan 6. Umur sumur



2.1 ELECTRICAL SUBMERSIBLE PUMP (ESP) Electrical Submersible Pump (ESP) merupakan salah satu jenis artificial lift yang prinsip kerjanya mengangkat fluida dengan energy motor yang ditransfer ke subsurface pump yang semuanya diletakkan di dalam sumur. ESP biasa juga disebut Reda-pump karena pembuat pompa yang paling terkenal adalah dari Reda ini menggunakan prinsip sentrifugal, dimana rotor melemparkan fluida ke samping kemudian ditangkap oleh suatu sudu-sudu stator yang diarahkan kembali ke bagian tengah yang diterima oleh rotor berikutnya di sebelah atas. Pada dasarnya Electrical Submersible Pump adalah pompa sentrifugal bertingkat banyak dimana setiap tingkat terdiri dari dua bagian, yaitu impeller (bagian yang berputar) dan diffuser (bagian yang diam) serta memiliki poros yang dihubungkan langsung dengan motor penggerak. Motor penggerak ini menggunakan tenaga listrik yang disupply dari permukaan dengan perantaraan kabel listrik, sedangkan sumber listrik diambil dari power plant yang ada di lapangan minyak. Laju produksi fluida berpengaruh terhadap pemilihan jenis dan ukuran pompa. Hal ini terjadi karena setiap jenis pompa memiliki laju produksi optimum sesuai yang dianjurkan berdasarkan jenis dan ukuran pompa tersebut. Dengan berlalunya waktu dan jumlah fluida yang terproduksikan dari reservoar tersebut, maka saat ini sumur – sumur tersebut sudah mengalami penurunan tekanan sehingga sudah tidak dapat untuk mengalirkan fluida resevoar secara natural flow dengan produksi water cut tinggi sehingga digunakan artificial lift dalam hal ini yaitu Electric Submergible Pump. Tujuan utama ESP adalah meningkatkan produktivitas dan effisiensi pompa tersebut, dengan cara perlu dilakukannya desain ulang agar lebih optimal dalam penggunaan pompa.



o o o



1. 2. 3. 4. 5.



Ciri – ciri ESP : Diameter kecil, sesuai dengan lubang sumur yang terbatas. Panjang, untuk mengimbangi diameter yang kecil untuk menghasilkan daya angkat yang mencukupi. Jumlah stage sangat mudah diatur. Pompa dan motor bisa ditandem untuk menghasilkan daya angkat hidrolika untuk mengatasi kedalaman sumur dan tekanan pipa alir produksi. ESP umumnya terdiri dari : Motor listrik Protector Multistage centrifugal pump Separator gas Lain – lain seperti : electric cable, surface switchboard, Junction box



2.1.1 Mekanisme kerja : Prinsip kerja pompa Electrical Submersible Pump motor listrik berputar pada kecepatan relative konstan, memutar pompa (impeller) melewati poros (shaft)yang disambungkan dengan bagian protector. Power disalurkan ke peralatan bawah permukaan melalui kabel listrik konduktor yang diklem pada tubing. Cairan memasuki pompa pada bagian intake dan dilepas ke tubing ketika pompa sedang beroperasi. Kelakuan pompa berada pada harga efisiensi tertinggi apabila hanya cairan yang terproduksi. Tingginya volume gas bebas menyebabkan operasi pompa tidak efisien.



2.1.2



Peralatan Electrical Submersible Pump Peralatan Electric Submersible Pump (ESP) dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu peralatan di atas permukaan dan peralatan di bawah permukaan. Peralatan bawah permukaan peralatan ini dalam satu kesatuan di ujung tubing produksi dan dibenamkan ke dalam fluida sumur. Motor listrik dipasang pada bagian paling bawah kemudian diatasnya dipasang protector. Selanjutnya pompa dan gas separator sebagai tempat masuknya fluida kedalam pompa pada rangkaian ESP yang dipasang pada bagian atas. Motor listrik dihubungkan ke switchboard oleh kabel listrik yang diletakkan (dijepit) sepanjang tubing. Adapun komponen-komponen dari ESP adalah sebagai berikut : o Down Hole Equipment : 1. Motor 2. Protector/Seal Section 3. Intake/Gas Separator 4. Pump 5. Cable 6. Psi Unit o Optional : 1. Check Valve 2. Bleeder Valve o Surface Equipment : 1. Well Head 2. Junction Box 3. Switchboard 4. Transformer 1) Down Hole Equipment



a. Pressure Sensing Instrument (PSI) PSI atau Pressure Sensing Instrument adalah suatu alat yang mencatat tekanan dan temperatur di dalam sumur. Secara umum PSI Unit mempunyai 2 komponen pokok, yaitu : PSI Down Hole Unit, Dipasang dibawah Motor Type Upper atau Center Tandem, karena alat ini dihubungkan pada Wye dari Electric Motor yang seolah-olah merupakan bagian dari Motor tersebut. PSI Surface Readout, Merupakan bagian dari sistem yang mengontrol kerja Down Hole Unit serta menampakkan (display) informasi yang diambil dari Down Hole Unit. b. Motor Jenis motor electrical submersible pump adalah motor listrik induksi dua kutub tiga fasa yang diisi dengan minyak pelumas khusus yang mempunyai tahanan listrik (dielectric strength) tinggi. Dipasang paling bawah dari rangkaian, dan motor tersebut digerakkan oleh arus listrik yang dikirim melalui kabel dari permukaan. Motor berfungsi untuk menggerakan pompa dengan mengubah tenaga listrik menjadi tenaga mekanik. Fungsi dari minyak tersebut adalah : Sebagai pelumas. Sebagai tahanan (isolasi). Sebagai media penghantar panas motor yang ditimbulkan oleh perputaran rotor ketika motor tersebut sedang bekerja. Jadi minyak tersebut harus mempunyai spesifikasi tertentu yang biasanya sudah ditentukan oleh pabrik, yaitu berwarna jernih, tidak mengandung bahan kimia, dielectric strength tinggi, lubricant dan tahan panas. Minyak yang diisikan akan mengisi semua celah-celah yang ada dalam motor, yaitu antara rotor dan stator. Motor berfungsi sebagai tenaga penggerak pompa (prime mover), yang mempunyai 2 (dua) bagian pokok, yaitu : Rotor (gulungan kabel halus yang berputar). Stator (gulungan kabel halus yang stasioner dan menempel pada badan motor). Stator menginduksi aliran listrik dan mengubah menjadi tenaga putaran pada rotor, dengan berputarnya rotor maka poros (shaft) yang berada ditengahnya akan ikut berputar, sehingga poros yang saling berhubungan akan ikut berputar pula (poros pompa, intake, dan protector).



c. Protector Protector (Reda) sering juga disebut dengan Seal Section (Centrilift) atau Equalizer (ODI). Secara prinsip protector mempunyai 4 (empat) fungsi utama, yaitu : Untuk melindungi tekanan dalam motor dan tekanan di annulus. Menyekat masuknya fluida sumur kedalam motor. Tempat duduknya thrust bearing (yang mempunyai bantalan axial dari jenis marine type) untuk merendam gaya axial yang ditimbulkan oleh pompa. Memberikan ruang untuk pengembangan dan penyusutan minyak motor sebagai akibat dari perubahan temperatur dari motor pada saat bekerja dan saat dimatikan. Secara umum protektor mempunyai 2 (dua) macam tipe, yaitu : Positive Seal atau Modular Type Protector. Labyrinth Type Protector. Untuk sumur-sumur miring dengan temperatur > 300°F disarankan menggunakan protektor dari jenis positive seal atau modular type protector. d. Intake (Gas Separator) Intake dipasang dibawah pompa dengan cara menyambungkan sumbunya (shaft) memakai coupling. Intake merupakan saluran masuknya fluida dari dasar sumur ke pompa menuju permukaan. Untuk jenis-jenis tertentu, intake ada yang dipasang menjadi satu dengan housing pompa (intregrated), tetapi ada juga yang berdiri sendiri. Ada beberapa jenis intake yang sering dipakai, yaitu : Standard Intake, dipakai untuk sumur dengan GLR rendah. Jumlah gas yang masuk pada intake harus kurang dari 10% sampai dengan 15% dari total volume fluida. Intake mempunyai lubang untuk masuknya fluida ke pompa, dan dibagian



luar dipasang selubung (screen) yang gunanya untuk menyaring partikel masuk ke intake sebelum masuk kedalam pompa. Rotary Gas Separator dapat memisahkan gas sampai dengan 90%, dan biasanya dipasang untuk sumur-sumur dengan GLR tinggi. Gas Separator jenis ini tidak direkomendasi untuk dipasang pada sumur-sumur yang abrasive. Static Gas Separator atau sering disebut reverse gas separator, yang dipakai untuk memisahkan gas hingga 20% dari fluidanya. e. Unit Pompa Unit pompa merupakan Multistages Centrifugal Pump, yang terdiri dari : impeller, diffuser, shaft (tangkai) dan housing (rumah pompa). Di dalam housing pompa terdapat sejumlah stage, dimana tiap stage terdiri dari satu impeller dan satu diffuser. Jumlah stage yang dipasang pada setiap pompa akan dikorelasi langsung dengan Head Capacity dari pompa tersebut. Dalam pemasangannya bisa menggunakan lebih dari satu (tandem) tergantung dari Head Capacity yang dibutuhkan untuk menaikkan fluida dari lubang sumur ke permukaan. Impeller merupakan bagian yang bergerak, sedangkan diffuser adalah bagian yang diam. Seluruh stage disusun secara vertikal, dimana masing-masing stage dipasang tegak lurus pada poros pompa yang berputar pada housing. Prinsip kerja pompa ini adalah fluida yang masuk kedalam pompa melalui intake akan diterima oleh stage paling bawah dari pompa, impeller akan mendorongnya masuk, sebagai akibat proses centrifugal maka fluida tersebut akan terlempar keluar dan diterima oleh diffuser. Oleh diffuser, tenaga kinetis (velocity) fluida akan diubah menjadi tenaga potensial (tekanan) dan diarahkan ke stage selanjutnya. Pada proses tersebut fluida memiliki energi yang semakin besar dibandingkan pada saat masuknya. Kejadian tersebut terjadi terus-menerus sehingga tekanan head pompa berbanding linier dengan jumlah stages, artinya semakin banyak stage yang dipasangkan, maka semakin besar kemampuan pompa untuk mengangkat fluida.



f.



Electrical Cable Kabel yang dipakai adalah jenis tiga konduktor. Fungsi utama dari kabel tersebut adalah sebagai media penghantar arus listrik dari switchboard sampai ke motor di dalam sumur. Kabel harus tahan terhadap tegangan tinggi, temperatur, tekanan migrasi gas dan tahan terhadap resapan cairan dari sumur. Untuk itu maka kabel harus mempunyai isolasi dan sarung yang baik. Bagian dari kabel biasanya terdiri dari : Konduktor (conductor) Isolasi (insulation) Sarung (sheath) Jaket (jacket) Ada dua jenis kabel yang biasa dipakai yaitu : round dan flat cable. Pada jenis round cable di bagian luar sarungnya dibungkus lagi dengan karet (rubber jacket). Biasanya kabel jenis round ini memiliki ketahanan yang lebih lama daripada jenis flat cable, tetapi memerlukan ruang penempatan yang lebih besar. Secara umum ada dua jenis kabel yang biasa dipakai di lapangan, yaitu : Untuk low temperature, disarankan untuk pemasangan pada sumur-sumur dengan maximum 200°F. Pada high temperature, kabel disarankan untuk pemasangan pada sumur-sumur dengan temperatur yang cukup tinggi sampai mencapai mencapai 400°F. Untuk sumur bersuhu tinggi (lebih 250°F) perlu dipasang epoxy untuk melindungi kabel, O-ring dan seal.



g. Check Valve dan Bleeder Valve Check valve biasanya dipasang pada tubing (2 – 3 joint) di atas pompa. Bertujuan untuk menjaga fluida tetap berada di atas pompa. Jika check valve tidak dipasang maka kebocoran fluida dari tubing (kehilangan fluida) akan melalui pompa yang dapat menyebabkan aliran balik dari fluida yang naik ke atas, sebab aliran balik (back flow) tersebut membuat putaran impeller berbalik arah, dan dapat menyebabkan motor terbakar atau rusak. Jadi umumnya check valve digunakan agar tubing tetap terisi penuh dengan fluida sewaktu pompa mati dan mencegah supaya fluida tidak turun ke bawah. Bleeder valve dipasang satu joint di atas check valve, mempunyai fungsi mencegah minyak keluar pada saat tubing dicabut. Fluida akan keluar melalui bleeder valve. h. Centralizer Berfungsi untuk menjaga kedudukan pompa agar tidak bergeser atau selalu ditengah-tengah pada saat pompa beroperasi, sehingga kerusakan kabel karena gesekan dapat dicegah. 2) Peralatan Atas Permukaan a) Wellhead Wellhead atau kepala sumur dilengkapi dengan tubing hanger khusus yang mempunyai lubang untuk cable pack-off atau penetrator. Cable pack-off ini biasanya tahan sampai tekanan 3000 psi. Tubing hanger dilengkapi juga dengan



lubang untuk hidraulic control line, yaitu saluran cairan hidraulik untuk menekan subsurface ball valve agar terbuka. Gambar 2 memperlihatkan tubing hanger dengan cable pack-off. Wellhead juga harus dilengkapi dengan “seal” agar tidak bocor pada lubang untuk kabel dan line. Wellhead di desain untuk tahan terhadap tekanan 500 psi sampai 3000 psi.



b) Junction Box Junction box ditempatkan di antara kepala sumur dan switchboard untuk alasan keamanan. Gas dapat mengalir keatas melalui kabel dan naik ke permukaan menuju switchboard, yang bisa menyebabkan terjadinya kebakaran, karena itu kegunaan dari junction box ini adalah untuk mengeluarkan gas yang naik keatas tadi. Junction box biasanya 15 ft (minimum) dari kepala sumur dan normalnya berada diantara 2 sampai 3 ft di atas permukaan tanah. Fungsi dari junction box antara lain : Sebagai ventilasi terhadap adanya gas yang mungkin bermigrasi kepermukaan melalui kabel agar terbuang ke atmosfer. Sebagai terminal penyambungan kabel dari dalam sumur dengan kabel dari swichboard. c) Switchboard Switchboard adalah panel kontrol kerja di permukaan saat pompa bekerja yang dilengkapi dengan motor controller, overload dan underload protection serta alat pencatat (recording instrument) yang bisa bekerja secara



manual ataupun otomatis apabila terjadi penyimpangan. Switchboard ini dapat digunakan untuk tegangan dari 440 volt sampai 4800 volt. Fungsi utama dari switchboard adalah : Untuk mengontrol kemungkinan terjadinya downhole problem seperti: overload atau underload current. Auto restart setelah underload pada kondisi intermittent well. Mendeteksi unbalance voltage. Pada switchboard biasanya dilengkapi dengan ammeter chart yang berfungsi untuk mencatat arus motor versus waktu ketika motor bekerja.



d) Transformer Merupakan alat untuk mengubah tegangan listrik, bisa untuk menaikan atau menurunkan tegangan. Alat ini terdiri dari core (inti) yang dikelilingi oleh coil dari lilitan kawat tembaga. Keduanya, baik core maupun coil direndam dengan minyak trafo sebagai pendingin dan isolasi. Perubahan tegangan akan sebanding dengan jumlah lilitan kawatnya. Biasanya tegangan input transformer diberikan tinggi agar didapat ampere yang rendah pada jalur transmisi, sehingga tidak dibutuhkan kabel (penghantar) yang besar. Tegangan input yang tinggi akan diturunkan dengan menggunakan step-down transformer sampai dengan tegangan yang dibutuhkan oleh motor.



Catatan :  ESP dapat dipakai untuk laju produksi 300 sampai 60000 BPD.  Dapat dipakai untuk fluida viskositas tinggi.  Dapat dipakai untuk sumur-sumur air atau sumur injeksi air pada proyek waterflood. Untuk sumur injeksi, arah impeller harus dibalikkan.  Untuk sumur kepasiran, ESP dapat dipakai sampai derajat kepasiran tertentu, yaitu dengan menggunakan impeller atau diffuser khusus yang terbuat dari NiResist.  Untuk sumur korosif perlu dipasang “Ressistant Coning Hausing” khusus, sumbu as pompa dari bahan K-monel. Apabila terdapat H2S gunakan kabel Al atau kabel biasa dengan ditutup monel.  ESP menghasilkan panas sehingga dapat menurunkan viskositas fluida produksi; hal mana akan membantu sumur dengan masalah parafin.  Untuk sumur bersuhu tinggi (lebih 250°F) perlu dipasang Epoxy untuk melindungi kabel, O-ring, dan seal (gasket).  Untuk sumur miring atau tidak lurus (crooked well) perlu dipasang centralizer agar kabel tidak terkelupas. 2.1.3



Kelakuan Electrical Submersible Pump Beberapa kinerja dari berbagai pompa dihadirkan dalam bentuk catalog yang diterbitkan oleh produsen. Kurva kinerja dari suatu pompa benam listrik menampilkan hubungan antara Head capacity, Read capacity, Horse power dan Eficiency pompa yang disebut dengan “pump performance curve”. Apasitas berkaitan dengan volume, laju alir cairan yang diproduksikan, termasuk juga gas bebas atau gas yang terlarut dalam minyak. Head pompa benam listrik berkaitan dengan specific gravity fluida, dimana jika head diubah menjadi tekanan maka harus dikalikan dengan specific gravity fluida, maka dapat dinyatakan sebagai berikut. Tekanan operasi pompa = (head/stage) x grad. Tekanan fluida x jumlah stage



Bila gas dan cairan sedang dipompa, kapasitas dan head/stage juga gradient tekanan fluida berubah sebagaimana tekanan fluida naik dari tekanan intake ke tekanan discharge. Dengan demikian, persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut. D(P) = h (V) + Gf (V) + d (St) Keterangan: D(P)= perubahan tekanan yang dihasilkan pompa h= head per stage, ft/stage Gf(V) = gradient tekanan fluida, psi/ft d(St) = perubahan jumlah stages Tanda kurung dalam persamaan di atas merupakan fungsi dari kapasitas (V) dan dinyatakan dalam persamaan: V = qsc x VF (aliran satu fasa) VF merupakan volume factor untuk berbagai tekanan dan temperature yang dinyatakan dengan persamaan: VF = WC + (1-WC) Bo + GIP [GLR – (1 –WC) Rs ] Bg Bila tekanan alir dasar sumur (Pwf) diatas harga tekanan gelembung, maka kurva IPR digambarkan dalam persamaan linear: Qsc = PI (Pr – Pwf) Gradient tekanan fluida dalam berbagai tekanan dan temperature dinyatakan dalam persamaan: Gf(V) = 0.433 x p (V) p(V) = W / 350 Dimana W adalah berat material pada kapasitas V berbagai tekanan dan temperature yang mana sama dengan berat pada kondisi standart. 2.1.4



Perawatan Pompa Electrical Submersible Pump Di PERTAMINA EP perawatan ESP dilakukan secara rutin, seperti pembersihan dan penggantian oli pada motor dan protector. Demikian juga dengan hal penyimpanan komponen dari pompa, semua komponen harus disimpan pada tempat yang layak. Hal ini dapat mengurangi kebutuhan penanganan lebih lanjut dan dapat mengurangi resiko kerusakan peralatan yang lebih fatal. Untuk penyimpanan komponen-komponen seperti motor, protector, intake/gas separator, serta pompa semua peralatan ini harus disimpan didalam kotak, dalam peletakkannya pun harus diperhatikan. Sebelum memasukkan pompa atau komponen lain kedalam kotak kita harus meletakkan setidaknya 2 komponen pendukung dengan ¼ jarak dari tiap-tiap ujungnya. Semua peralatan ini harus didukung dengan blok karet. Sedangkan untuk penyimpanan kabel ESP sendiri, kabel tersebut harus disimpan didalam roll yang telah ada. Dan kabel digulung dengan roll tersebut. Masalah-masalah Umum Yang Terjadi Pada ESP Ada beberapa masalah yang sering terjadi pada ESP, diantaranya : a. Masalah Kepasiran



Pasir merupakan salah satu jenis material yang keras yang banyak terdapat didalam lapisan tanah. Pada sumur-sumur yang sudah depletion dan reservoir yang mempunyai pasir unconsolidated, pasir akan mengisi lubang sumur sehingga sangat berbahaya apabila terproduksikan karena akan merusak pompa akibat erosi. Pasir-pasir tersebut akan merusak bagian dalam pompa. Seperti pengikisan shaft pompa, bearing, impeller dan diffuser, serta merusak bagian dalam lainnya. Untuk membantu mengurangi kerusakan yang lebih fatal, komponenkomponen dari ESP harus didesain menggunakan material yang lebih keras. Pemasangan advanced motor protector akan dapat memperpanjang usia kerja ESP karena dapat mencegah abrasi, pasir dan tanah. b. Penanganan Gas Gas merupakan salah satu masalah umum yang sering menyebabkan kerusakan pada ESP. Dalam temperatur tertentu fluida gas tidak dapat dilihat wujudnya tetapi dapat dirasakan tekanannya. Gas yang terlarut didalam fluida dapat menyebabkan pompa tidak berkerja secara optimal. Gas dapat menyebabkan degradasi pada kinerja pompa submersible ini. Untuk menangani hal ini pompa harus dipasang gas separator yang berfungsi untuk memisahkan antara gas dan fluida cair. Untuk desain dari gas separator sendiri disesuaikan dengan sumur-sumur produksi yang banyak mengandung gas atau memiliki kadar gas tinggi. Prinsip kerja dari gas separator dinamis memisahkan antara cairan dan gas dimana cairan yang lebih berat akan mendesak keatas, melalui crossover menuju pompa, sementara fluida yang lebih ringan akan tetap berada ditengah, dan keluar melalui crossover serta melepaskan port kembali kedalam sumur. Gas separator dinamis ini dapat meningkatkan efisiensi rangkaian ESP. Sedangkan untuk meningkatkan produksi sumur yang lebih tinggi kita dapat memasang Advanced Gas Handling (AGH) dimana pemasangan alat ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan produksi secara drastis pada sumursumur yang sebelumnya dianggap terlalu banyak mengandung gas. Dengan alat AGH ini kita dapat mencegah degradasi kinerja pompa dengan mengkondisikan campuran gas cair, alat ini juga dapat memperpanjang usia peralatan dengan mengeliminasi siklus pompa yang disebabkan oleh Gas Lock. Alat ini sangat cocok digunakan didaerah yang berpasir dan abrasive. Untuk masalah yang sering ditimbulkan oleh gas adalah shock loading. Shock loading merupakan kerusakan yang terjadi akibat gelombang yang terjadi di pompa akibat tingginya volume gas dan rendahnya level fluida. Salah satu alat yang digunakan pada gas separator adalah feeder bawah. Penggunaan alat ini secara khusus dapat berguna pada sumur-sumur gas yang bersudut tinggi, karena dapat menjamin jumlah gas maksimum dapat melalui pompa dan berventilasi melalui annulus. c. Scale



Scale merupakan salah satu kerusakan yang disebabkan oleh unsur kimia yang terdapat didalam cairan. Scale ini dapat terbentuk pada bagian komponen ESP seperti terjadi pada motor yang berakibat menurunkan efek pendinginan pada fluida yang mengalir melalui motor. Sedangkan kerusakan yang terjadi pada protector ini dapat menyebabkan rusaknya bearing, dan tersangkutnya fluida pada sel labirin. Scale yang terjadi pada pompa akan menyemen bearing pada saat pompa mengalami shutdown. Akibatnya pompa akan macet dan tidak dapat dihidupkan kembali. Untuk kasus scale yang terjadi pada kabel dapat menyebabkan korosi pada lapisan armor pada kabel dan hilangnya pelindung fisik kabel terhadap kerusakan mekanik. Unsur-unsur kimia yang dapat menyebabkan scale adalah unsur karbonat, karbonat ini terbentuk akibat dari campuran tidak kompatibel yang di injeksi dan fluida sumur serta terjadi perubahan temperatur, tekanan atau zat kimia yang terkandung dalam gas. Selanjutnya sulfat unsur kimia ini terbentuk dari campuran tidak kompatibel antara air formasi dan air laut. Unsur sulfida, unsur ini terbentuk dari sumur-sumur asam, dan oksida menyebabkan korosi yang terjadi setelah pengasaman sumur. Untuk mencegah terbentuknya scale pada ESP kita dapat menginjeksikan cairan kimia untuk mencegah pembentukan, baik secara langsung pada ventilasi annulus maupun melalui jalur injeksi down hole. Pengujian kecocokan kimia dengan elastomer pengasaman inhibitasi untuk pembersihan sumur. d. Temperatur Tinggi Temperatur yang tinggi dapat munyebabkan kerusakan pada ESP khususnya unit bagian bawah, seperti kerusakan seal motor yang akan mengakibatkan kebocoran pada motor yang nantinya motor akan menjadi short atau mati. Selain itu pengaruh temperatur juga berpengaruh terhadap komposisi metal yang berakibat ketahanan metal pada pompa akan menurun. Untuk mencegah agar hal ini tidak terjadi maka dilakukan elastomer atau pengujian kompatibilitas dengan kimia untuk perlindungan terhadap metal pada unit bagian bawah. e. Kerusakan Kabel Banyak hal yang dapat menyebabkan kabel mengalami kerusakan, seperti halnya akibat dari gesekan pada saat pemasangan pompa kedalam sumur yang kurang ketelitian, menipisnya isolasi kabel akibat korosi, kabel mengalami kerusakan akibat dari rakitan sub yang lepas. Untuk mengantisipasi agar hal ini tidak terjadi, dalam pemasangan harus lebih teliti dan kita harus memasang klem kabel. Untuk konstruksinya harus memasang secara flat atau melingkar. Dan dilakukan pengujian elastomer.



2.2 GAS LIFT (GL) Gas lift merupakan jenis artificial lift yang pengangkatan fluida dari dasar sumur yang diterapkan dengan cara menginjeksikan gas bertekanan ke dalam tubing melalui annulus. Pengaliran gas ini



bertujuan untuk menurunkan densitas kolom fluida dalam tubing, sehingga tekanan dalam tubing dapat diperkecil dan laju produksi fluida dapat ditingkatkan. Pemakaian pompa dan gas lift pada suatu lapangan perlu memperhatikan : Karakteristik fluida yang akan diproduksi Kemiringan sumur Rata produksi yang diinginkan Kekompakan formasi Dan lain-lain Khususnya yang akan dibicarakan di bawah ini adalah cara produksi dengan gas lift. Gas lift merupakan salah satu metode pengangkatan buatan di samping metode pemompaan, setelah cara sembur alam tidak dapat dilakukan. Gas lift didefinisikan sebagai suatu proses/ metode pengangkatan fluida dari lubang sumur dengan cara menambahkan gas/ menginjeksikan gas yang relative bertekanan tinggi ke dalam kolom fluida. Pada gas lift ini diperlukan tekanan injeksi yang tinggi, sehingga diperlukan juga kompresor yang mempunyai horse power yang tinggi pula, oleh karenanya dibuat agar horse power kompresor kecil tetapi tekanannya tinggi, yaitu dengan menggunakan valve. Syarat-syarat suatu sumur dapat di gas lift : 1. Tersedianya gas yang memadai untuk injeksi, baik dari reservoir itu sendiri maupun dari tempat lain. 2. Fluid level masih tinggi Pada proses gas lift, pengangkatan fluida didasarkan pada salah satu cara sebagai berikut : 1. Pengurangan gradient fluida 2. Pengembangan dari pada gas yang diinjeksikan 3. Pendorongan fluida oleh gas Proses dari pada gas lift dapat diterangkan dari sebagai berikut : Cairan yang ada pada annulus ditekan oleh gas injeksi, akibatnya permukaan cairan sekarang berada di bawah valve, pada saat ini valve yang pertama membuka sehingga gas akan masuk pada tubing, sehingga density minyak turun akibatnya gradient tekanan kecil dan minyak dapat diangkat ke atas.



2.2.1



Prinsip Kerja Gas Lift Dalam prosesnya, cairan yang berada di dalam annulus akan ditekan oleh gas injeksi, akibatnya permukaan cairan akan berada di bawah valve. Pada saat itu juga valve akan membuka sehingga gas akan masuk ke dalam tubing, maka densitiy (kepadatan) minyak akan menurun yang menyebabkan garadient tekanan kecil, sehingga minyak dapat dengan mudah diangkat ke atas permukaan. Metode sembur buatan memiliki banyak pilihan, pemilihan sembur buatan memiliki kriteria masing-masing. Dalam pemilihan metode yang akan digunakan, banyak faktor yang perlu dipertimbangkan, selain kriteria sumur yang akan diproduksi perlu juga diperhatikan faktor ekonomi yang menyangkut nilai ekonomis dari pengguaanya. Hal tersebut sangat penting karena menyangkut biaya yang akan dikeluarkan saat menggunakan pengangkatan buatan, sehingga penekanan biaya perlu diperhitungkan agar hasil yang didapatkan sesuai dengan harapan.



2.2.2



Tipe Gas Lift Ditinjau dari cara peginjeksian gas, gas lift dapat dibagi menjadi dua, yaitu Continuous Gas lift danIntermittent Gas Lift. Continuous Gas Lift, merupakan cara penginjeksian gas secara terus menerus ke dalamannulus dan melalui valve yang dipasang pada tubing, gas masuk ke



dalam tubing. Secara relatif, yaitu dibandingkan dengan kedalaman sumur, continuous gas lift digunakan apabila tekanan dasar sumur dan produktivity index sumur tinggi. Intermittent Gas Lift, merupakan cara penginjeksian gas secara terputus-putus pada selang waktu tertentu dengan rate yang besar. Dengan demikian injeksi gas merupakan suatu siklus injeksi dan diatur sesuai dengan rate fluida dari formasi ke lubang sumur. Pengaturan frequensi injeksi diatur dipermukaan dengan menggunakan choke, pressure regulator, time cycle controll atau spread dari valve yang didefenisikan sebagai perbedaan antara tekanan casing untuk membuka dan menutup valve. Choke dipermukaan dapat diatur baik berdasarkan terjadinya kenaikan tekanan casing maupun tekanan tubing. Metode intermittent gas lift ini digunakan apabila produktivity index sumur besar dan tekanan statik dasar sumur kecil atau sebaliknya. Maksud dari pada intermittent dan continuous gas lift adalah identik untuk menghasilkan tekanan aliran dasar sumur (FBHP) agar dapat berproduksi pada rate yang diinginkan. Secara keseluruhan proses gas lift dapat dibagi dalam 2 (dua) tahap : o Tahap Un loading Yaitu : proses pengosongan sumur dari fluida workover (fluida yang digunakan untuk mematikan sumur) o Tahap pengangkatan fluida Pada tahap unloading, valve yang bekerja lebih dari satu valve yaitu valve-valve diatas operating valve, sedang pada proses pengangkatan valve yang bekerja hanya satu valve yaitu operating valve yang merupakan valve terbawah.



2.2.3



Peralatan Gas Lift Peralatan gas lift untuk menunjang operasinya sistem pengangkatan minyak dengan menggunakan metode injeksi gas ke dalam sumur dapat dibagian dua kelompok yaitu : A. Peralatan di Atas Permukaan (Surface Equipment) 1) Well Head Gas Lift X-Mastree. Well head sebetulnya bukan merupakan alat khusus untuk gas lift saja, tetapi juga merupakan salah satu alat yang digunakan pada metode sembur alam, dimana dalam periode masa produksi, alat ini berfungsi menggantungkan tubing dan casingdisamping itu well head merupakan tempat duduknya x-mastree. 2) Stasiun Kompresor Gas. Kompresor gas yaitu suatu alat yang berfungsi untuk mendapatkan gas bertekanan tinggi untuk keperluan injeksi. Di dalam stasiun kompresor, terdapat beberapa buah kompresor dengan sistem manifold-nya. Dari stasium kompresor ini dikirimkan gas bertekanan sesuai dengan tekanan yang diperlukan sumur-sumur gas lift melalui stasiun distribusi. Stasiun Distribusi. Dalam menyalurkan gas injeksi dari kompresor ke sumur terdapat beberapa cara, antara lain : o Stasiun distribusi langsung.



o



o



3)



o



o



o



Pada sistem ini gas dari kompresor disalurkan langsung ke sumur-sumur produksi, sehingga untuk beberapa sumur mana membutuhkan gasnya tidak sama, sistem ini kurang efisien. Stasiun distribusi dengan pipa induk. Pada sistem ini lebih ekonomis, karena panjang pipa dapat diperkecil. Tetapi karena ada hubungan langsung antara satu sumur dengan sumur lainnya, maka bila salah satu sumur sedang dilakukan penginjeksian gas sumur lain bisa terpengaruh. Stasiun distribusi dengan stasiun distribusi. Pada sistem ini sangat rasional dan banyak dipakai di mana-mana, gas dibawa dari Stasiun pusat ke stasiun distribusi dari sini gas dikirim melalui pipa-pipa. Alat-alat control Alat-alat kontrol yang dimaksudkan di sini adalah semua peralatan yang berfungsi untuk mengontrol atau mengatur gas injeksi, seperti: Choke kontrol, adalah alat yang mengatur jumlah gas yang diinjeksikan, sehingga dalam waktu yang telah ditentukan tersebut dapat mencapai tekanan tertentu seperti yang diinginkan untuk penutupan dan pembukaan valve. Khusus untuk intermittent gas lift. Regulator, adalah alat yang melengkapi choke kontrol berfungsi jumlah/banyaknya gas yang masuk. Apabila gas injeksi telah cukup regulator ini akan menutup. Khusus untuk intermittent gas lift. Time Cycle Controller, adalah merupakan alat yang digunakan untuk mengontrol laju/rate aliran injeksi pada aliran intermittent berdasarkan interval waktu tertentu/dengan kata lain, kerjanya berdasarkan prinsip kerja jam. Maka alat ini akan membuka regulator selama waktu yang telah ditentukan untuk mengalirkan gas injeksi, setelah selama waktu tertentu regulator menutup dalam selang waktu yang telah ditentukan.



a Penggunaan gas lift pada sumur-sumur minyak mempunyai keuntungan



tersendiri bila dibandingkan dengan metoda pengangkatan lainnya, keuntungan itu antara lain adalah : o  Dapat dilakukan pada sumur-sumur yang mempunyai tekanan sampai 4000 psi, dan dapat menghasilkan rate produksi sebesar 5000 BBL/hari. o Dapat dilakukan untuk sistem komplesi dengan menggunkan tubing yang kecil (macaroni), dengan berbagai jenis valve-valve dan dioperasikan dengan wire line. Dapat digunakan untuk operasi kickoff ataupun untuk proses pengosongan (unloading). o Digunakan pada sumur-sumur yang mempunyai problem kepasiran. o Masih mungkin digunakan pada sumur-sumur yang memilki GOR tinggi. o Umur peralatan relatif lebih lama.



 Mempunyai biaya awal dan biaya operasi lebih murah untuk kondisikondisi seperti di atas.



B. Peralatan di Bawah Permukaan (Sub Surface Equipment) 1) Kamar Akumulasi. Kamar akumulasi merupakan ruang/chamber terbuat dari tubing yang berdiameter lebih besar dari tubing di bawahnya terdapat katup/valve tetap untuk menahan cairan supaya jangan sampai keluar dari kamar akumulasi pada saat dilakukan injeksi. Fungsinya adalah memperkecil tekanan kolom minyak yang berada di atas tubing. 2) Pinhole Collar. Pinhole Collar adalah suatu collar khusus yang mempunyai lubang kecil tempat gas injeksi masuk ke dalam tubing. Letaknya di dalam sumur ditentukan lebih dahulu. Pada umumnya penggunaan collar semacam ini tidak effesien, karena sumur tidak memproduksi secara optimum ratenya. 3) Valve Gas Lift, a. Secara penggunaan, valve gas lift berfungsi untuk : o Memproduksi minyak dengan murah dan mudah tanpa memerlukan injeksi gas yang tekanannya sangat besar. o Mengurangi unloading (kick off) atau tambahan portable compressor. o Kemantapan (stability) mampu mengimbangi secara otomatis terhadap perubahan-perubahan tekanan yang terjadi pada sistem injeksi gas. o Mendapatkan kedalaman injeksi yang lebih besar untuk suatu kompresor dengan tekanan tertentu. o Menghindari swabbing untuk high fluid well atau yang diliputi air. b. Secara berturut-turut perkembangan valve dapat diikuti seperti berikut : o Spring loaded differential valve : Jenis ini paling banyak digunakan pada masamasa yang lalu bekerja berdasarkan kondisi reservoir. Secara normal bila tidak ada gaya-gaya maka valve tersebut akan membuka. Spring loaded



pressure dapat diatur denganAdjust Table Nut agar spring pressure ini dapat berkisar 100-150 psi. Pada saat valveterbuka, maka dua gaya yang bekerja pada tangkai valve : Melalui port dibagian valve, sehingga tekanan injeksi gas sepenuhnya pada kedalaman di manan valve dipasang, akan bekerja seluruh permukaan atau dari steam, dan menekan melawan tekanan dari spring (berusaha untuk menutup). Melalui choke pada dinding sampai valve tersebut. o Mechanically Controlled Differential Valve. Membuka dan menutupnya valve dilakukan dengan kawat dari permukaan. Jenis ini sudah jarang di pakai pada waktu sekarang, karena akan terjadinya banyak kesulitan, kawat mudah putus, korosi effesiensi rendah, prinsip pemikiran kurang populer, saat pemasangan lama, juga sangat sukar operasinya pada saat unloading. Valve jenis ini untuk intermittent flow. o Specific Gravity Differential Valve, Jenis ini biasa dipergunakan untuk continuous flow,dengan menggunakan diafragma karet. Membuka dan menutupnya valve berdasarkan gradient tekanan di tubing bila gradient tekanan di tubing naik, maka valve akan membuka, bila gradient tekanan turun dengan adanya gas injeksi, maka valve akan menutup. o Pressure Charge Bellow Valve, Jenis ini paling umum digunakan dewasa ini, karena mempunyai sifat-sifat khusus, yaitu : • Mudah dikontrol kerjanya, karena otomatis • Operating pressure konstan • Dapat digunakan baik intermittent maupun continuous • Secara normal valve ini akan menutup, karena adanya pressure charge bellow.Sedangkan valve ini akan bekerja karena adanya tekanan injeksi gas. o Flexible Sleave Valve. Yang aliran gas masuk ke dalam tubing adalah karet yang mudah lentur (flexible). Sedangkan valve ini mempunyai dome (ruang) berisi gas kering dengan tekanan tertentu. Tekanan buka valve sama dengan tekanan tutupnya dan juga sama dengan tekanan gas dalam dome. Valve dapat digunakan untuk aliranintermittent maupun continuous dengan injeksi gas diatur dari permukaan.



Ada 4 (empat) macam katup gas lift, yaitu : 1. Casing pressure operated valve, biasanya disebut pressure valve Valve jenis ini 50-100% sensitive terhadap tekanan casing pada posisi tertutup dan 100% sensitive terhadap tekanan casing pada posisi terbuka. Membutuhkan penambahan tekanan casing untuk membuka valve dan pengurangan tekanan casing untuk menutup valve.



Gambar 1.1 Casing Operated Valve 2) 2. Throttling pressure valve Valve ini disebut juga proportional valve atau continuous flow valve. Valve ini sama denganpressure valve pada posisi tertutup, akan tetapi pada posisi terbuka valve ini sensitive terhadap tekanan tubing. Valve ini membutuhkan penambahan tekanan casing untuk membuka dan pengurangan tekanan tubing atau tekanan casing untuk menutup. Gambar 1.2. di bawah ini merupakan gambar ContinuousFlow Valve.



Gambar 1.2. Continuous Flow Valve1) 3. Fluid operated valve Katup ini konstruksinya hampir sama dengan casing pressure operated valve, tetapi tekanan tubing bekerja pada permukaan bagian valve yang lebih luas, sedangkan tekanan casing bekerja pada permukaan yang lebih kecil.Gambar 1.3. dibawah ini memperlihatkan sketsa untuk jenis valve Fluid Operated Valve.



Gambar 1.3. Fluid Operated Valve1) 4. Combination valve Valve ini juga disebut fluid open-pressure closed valve. Valve ini membutuhkan penambahan tekanan fluida untuk membuka dan pengurangan tekanan casing atau tekanan tubing untuk menutup



2.2.4



Instalasi Gas Lift Yang dimaksud di sini adalah semua peralatan lift baik yang berada di dalam sumur maupun yang berada di permukaan, juga termasuk komplesi yang digunakan dalam sistem gas lift tersebut. 1.1. Jenis-Jenis Komplesi Gas Lift a. Komplesi terbuka Yaitu jenis komplesi sumur gas lift, dengan tubing string digantungkan di dalam sumur tanpa memakaipacker maupun standing valve. Jenis komplesi yang demikian dianjurkan untuk sistem continuous gas lift. Jenis komplesi terbuka ini jarang digunakan, tetapi untuk injeksi gas dari bagian tubing dan keluar dari annulus akan lebih ekonomis, atau pada sumur yang mempunyai problem kepasiran. b. Komplesi Setengah Tertutup Yaitu jenis komplesi sumur gas lift, dengan tubing string digantungkan di dalam sumur, menggunakanpacker antara tubing dan casing serta tidak menggunakan standing valve. Jadi di sini pengaruh injeksi gas terhadap formasi produktif dicegah oleh adanya packer. Komplesi semacam ini cocok untukcontinuous maupun intermittent gas lift. c. Komplesi Tertutup Yaitu jenis komplesi sumur gas lift, dengan tubing string digantungkan di dalam sumur, menggunakanpacker dan juga standing valve ditempatkan di bawah valve gas lift terbawah atau ujung tubing string. Dalam hal ini injeksi gas sama sekali tidak



terpengaruh terhadap formasi, karena dihalangi olehpacker dan standing valve. Komplesi ini biasanya digunakan pada sumur-sumur dengan tekanan dasar sumur rendah, dan produktivity index rendah. d. Komplesi Ganda Komplesi ganda ini digunakan pada sumur-sumur yang mana terdapat dua formasi produktif atau lebih, diproduksikan melalui dua tubing yang terpisah dalam satu sumur. Masing-masing formasi produktif tersebut dipisahkan dengan menggunakan packer. Sedangkan susunan tubing tersebut bisa paralel atau sesuai (konsentris). Sistem ini mempunyai keuntungan lebih menghemat gas injeksinya bila production casing cukup besar, sehingga memungkinkan untuk ditempati oleh dua tubing secara bersejajaran. Model sepusat ini digunakan bila diameter casingnya kecil atau tidak memungkinkan untuk ditempati oleh dua tubing yang diletakkan secara sejajar. e. Komplesi Ruang (Accumulation Chamber Lift Instalation) Sistem ini mirip dengan sistem komplesi tertutup, hanya bedanya di sini menggunakan ruang akumulasi. Ruang akumulasi berfungsi untuk memperkecil tekanan kolom minyak yang berada di dalam tubing. Tekanan kolom minyak menjadi kecil, karena akibat rendahnya kolom cairan yang ada di dalam ruang akumulasi, karena adanya packer di dalam tubing. Disamping ruang akumulasi yang berfungsi untuk memperbesar rate produksi minyak yang dihasilkan. Tipe komplesi ini digunakan pada sumur-sumur dengan tekanan dasr sumur rendah serta productivity index yang rendah pula.



2.2.4



f. Pack off Instalation Pada jenis ini, tidak perlu dilakukan penggantian tubing apabila ingin dilakukan pemasangan valve-valve gas lift pada sumur-sumur yang bersangkutan. Hal ini disebabkan, pada kedalaman casingtertentu telah di pasang pack off, di mana berfungsi sebagai penghubung annulus dengan fluida di dalam tubing melalui lubang kecil yang dapat dibuka dan ditutup. Hal ini dapat dilakukan karena terdapat alat yang disebut slidding side door. Jadi pada jenis alat ini, bila suatu saat memerlukan gas lift agar dapat meneruskan produksinya tidak perlu dilakukan penggantian tubing. Dengan menggunakan metode wire line, slidding side door dapat dibuka dan valve gas lift langsung digunakan. kelebihan dan Kekurangan Gas Lift a. Kelebihan o Biaya peralatan dan perawatan yang lebih murah dibandingkan dengan metodepengankatan buatan lainnya. o System dapat didesign untuk berbagai laju aliran o Dapat dipakai pada seluruh kondisi jenis sumur (sumur tegak, miring, mupundalam) o Flexibilitas tinggie. Waktu opersi panjang karena tidak ada alat yang bergerakf. Biaya operasi rendahg. Laju produksi dapat dikontrol dipermukaan



b. Kekurangan



a. Investasi awal cukup besar, terutama bila harus memakai kompresor.



b. Bila gas yang dipakai bersifat korosif, maka dibutuhkan unit penetral. c. Sukar dioperasikan apabila penemuan cairan di dalam tubing sudah rendah.



d. Pada dual completion dengan jarak zona yang jauh dan diameter casing kecil.



e. Harus terdapat gas yang mencukupi 2.2.5 perencanaan Gas Lift Terdiri dari perencanaan terhadap : 1. Jumlah gas yang tersedia 2. Spasi / jarak valve. 3. Jenis valve yang digunakan. 4. Tekanan pambukaan dan penutupan valve. 5. Kompresor. Hal-hal yang harus ditentukan terlebih dahulu sebelum melakukan perencanaan gas lift adalah menentukan caa gas lift mana yang akan dilakukan, continous atau intermittent gas lift. Untuk itu perlu ditinjau : o Produktivitas sumur (PI) o Tekanan statis dasar sumur (SBHP) Batasan-batasan secara relative yang sering digunakan untuk : o PI besar adalah apabila PI > 0,5 o PI kecil adalah apabila PI < 0,5 o SBHP besar apabila SBHP akivalen 70% ketinggian kolom fluida o SBHP kecil apabila ekivalen 40% ketinggian kolom fluida. Valve yang dipasang pada tubing, antara satu dengan yang lainnya mempunyai jarak tertentu dan letak dari pada valve dipengaruhi oleh : 1. Tekanan gas yang tersedia untuk proses unloading 2. Gradient fluida dalam sumur pada saat unloading 3. Inflow performance sumur pada saat unloading 4. Fluida level dalam casing 5. Tekanan dasar sumur dan karakteristik produksi sumur 1-5. 1. PERENCANAAN CONTINOUS GAS LIFT



Apabila dapat diperkirakan gradient tekanan aliran rata-rata dibawah dan diatas titik injeksi, maka P wf dapat dihitung, dengan P wf = P t + G fa L + G fb (D-L) Dimana : P t = tekanan pada well-head L = kedalamam titik injeksi D = kedalaman sumur, Depth G fa = gradient tekanan aliran rata-rata diatas titik injeksi. G fb = gradient tekanan aliran rata-rata dibawah titik injeksi. Dengan demikian tujuan dari pada perencanaan gas lift ini adalah menentukan P wf yang diperlukan supaya sumur dapat berproduksi dengan rate produksi yang diinginkan yaitu dengan cara menginjeksikan gas pada suatu kedalaman tertentu ke dalam tubing, sehingga P wf pada dicapai. Faktor-faktor yang digunakan sebagai pertimbangan di dalam perencanaan continous gas lift : 1. Keperluan valve-valve continous flow. 2. Tekanan separator dan tekanan aliran well-head. 3. Tekanan dan volume injeksi gas. 4. Gradient unloading dan spasi valve. 5. Lokasi valve teratas 6. Ukuran tubing dan rate produksi. 7. Setting dan tekanan valve. 8. Type instalasi yang digunakan. Secara garis besar prosedur perencanaan continous gas lift dapat dibagi menjadi 3 bagian : 1. Penentuan titik injeksi 2. Penentuan spasi valve 3. Pemilihan valve dan pengaturan tekanan operasi valve sebelumvalve dipasang. Data-data yang perlu untuk perencanaan antara lain : 1. Kedalaman sumur 2. Uuran casing dan tubing 3. Kondisi produksi seperti sand problem, paraffin 4. Ukuran dan panjang flow line dipermukaan. 5. Back pressure dari separator 6. Tekanan aliran di tubing (P t) yang diperlukan 7. Rate produksi yang diperlukan 8. Water cut 9. Specific gravity gas injeksi 10. Volume dari tekanan gas injeksi yang tersisa 11. Productivity Index 12. Temperatur dasar sumur



13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.



Temperatur aliran dipermukaan OAPI minyak Specific gravity air SBHP (staic bottom hole pressure) Spacific gravity dan jumlah das yang terlarut pada berbagai tekanan. BO pada berbagai tekanan Viskositas minyak, tegangan permukaan dan sebagainya.



1-5. 2. LANGKAH-LANGKAH PENENTUAN TITIK INJEKSI 1. Plot kedalaman pada ordinat dengan titik nol diatas. 2. Plot tekanan pada absis dan makin kekanan makin besar. 3. Plot SBHP pada total kedalaman sumur 4. Dari harga PI hitung tekanan drwawdown, sesuai dengan rate produksi yang diinginkan. 5. Tentuan P wf = P s – drawdown, plot P wf ini sesuai dengan kedalaman sumur. 6. Dari P s buat grafik gradient tekanan statis sampai memotong sumbu ordinat, titik perpotongan ini merupakan static fluid level sumur. Apabila sumur tidak berisi fluida workover, titik ini dapat digunakan sebagai titik letak valve yang pertama. 7. Dari P wf buat kurva penurunan tekanan di bawah titik injeksi, kurva ini dapat dibuat berdasarkan : Methoda penentuan pressure drop aliran. Grafik pressure traverse curve, missal. Gilbert. 8. Cara lain yang sering kali digunakan adalah dengan menganggap bahwa gradient tekanan dibawah titik injeksi dapat didekati dengan gradient campuran air dan minyak. Apabila cara terakhir ini dilakukan maka pembuatan garis gradient aliran dibawah titik injeksi dibuat dengan cara menarik garis sejajar, dimulai dari P wf, dengan garis statis yang diplot pada langkah 6. 9. Plot tekanan kick-off dipermukaan setelah dikurangi 50 psi dan tekanan operasi permukaan (Pso) pada sumbu tekanan. Pso bisaanya diambil 100 psia lebih kecil dari pada tekanan yang tersedia. 10. Dari Pko – 50 dan Pso – 100 buat garis gradient tekanan gas dengan memperhitungkan berat kolom gas (dengan menggunakan grafik). Perpanjang grafik tersebut sampai memotong garis gradient aliran yang diperoleh dari langkah 7. 11. Titik perpotongan ini merupakan titik keseimbangan antara tekanan gas dalam annulus dengan tekanan dalam tubing. Untuk instalasi gas lift terbuka, titik ini merupakan tinggi kolom fluida dalam sumur saat operasi. 12. Tekanan pada titik dari langkah 10 dikurangi 100 psi, kemudian perpanjang garis gradient aliran dimulai dari titik akhir tersebut dengan panjang yang ekivalen dengan 100 psi. titik yang terakhir ini merupakan titik injeksi gas. 13. Pengurangan 100 psi tersebut diperlukan untuk memastikan bahwa :



gas dapat masuk ke dalam tubing proses unloading dapat dilaksanakan sampai titik injeksi. 14. Plot P wh diabsis dipermukaan. 15. Hubungkan P wh dipermukaan dengan titik injeksi dengan menggunakan pressure treverse curve (dapat dipilih dari salah satu grafik Gilbert), grafik tersebut menunjukkan GLR total yang diperlukan untuk memproduksi sumur. Dengan demikian gas yang diperlukan untuk injeksi dapat ditentukan dari : GLR total – GLR formasi Apabila pressure treverse curve tidak tersedia maka antara injeksi dan P whdapat ditarik garis lurus. Hal ini dilakukan hanya untuk perhitungan spasi valve, sedangkan untuk perencanaan jumlah gas yang diinjeksikan harus digunakan pressure treverse curve. 1-5.3. PENENTUAN LETAK VALVE Perencanaan letak gas lift valve tergantung pada faktor-faktor berikut : 1. Jenis valve yang digunakan. Apabila balanced valve yang digunakan maka tekanan pada valve adalah harus Pso – (15 s/d 25 psi per valve). Apabila unbalanced valve yang digunakan maka tekanan pada valve sebaiknya Pso – 10 psi per valve. 2. Apakah fluida yang akan diproduksikan akan dialirkan ketempat bertekanan atmosdfir atau tidak. Bisaanya ini hanya untuk proses unloading saja. Jika proses unloading dilakukan ke tangki pengumpul dengan tekanan sama dengan tekanan atmosfer dan berlangsung sampai injeksi gas mencapai dasar maka letak masing-masing valve bisa diperdalam. 3. Statik fluid level dan apakah sumur berisi fluida workover Jika static fluid level lebih rendah dari (P c – P t) / Gs, maka valve pertama bisa dipasang pada kedalaman static fluid level. 4. Apakah gas yang tersedia tidak terbatas untuk proses unloading yang akan dilakukan. Ini akan mempengaruhi spacing (letak dan jarak antara valve), yaitu dalam menentukan gradient unloading minimum didalam tubing. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa penentuan letak dan jarak antar valve dapat dilakukan dengan methode grafis dan methode analitis. Kedua methode tersebut akan kita bicarakan dan untuk mempersingkat uraian maka prosedur kerja akan dibicarakan sekaligus diberikan dengan menggunakan contoh. Didalam perencanaan penentuan letak velve, perlulah kita menentukan lebih dahulu jumlah gas yang perlu untuk pelaksanaan gaslift ini. 1-5.4. PENENTUAN SPACING VALVE PADA CONTINOUS GAS LIFT Dalam penentuan spacing valve dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : 1. Secara grafis



2. Secara analitis Faktor-faktor yang mempengaruhi spacing continous gas lift valves : Type dari pada valve gas lift yang digunakan a. Balanced valve v Balance Pressure Valve tidak dipengaruhi oleh tekanan fluida di dalam tubing. Katup ini terbuka dan tertutup pada tekanan yang sama. Misalnya dome charge mempunyai tekanan 700 psig maka tekanan buka dan tutup 700 psig dan jika ada tekanan tubing sebesar 400 psig maka tekanan tubing ini tidak ada pengaruhnya terhadap tekanan buka dan tutup valve ini, yaitu sebesar 700 psig. Oleh karena itu valve ini tidak mempunyai spread. (Gambar 3.5)



Gambar 3.5 Balance Casing Pressure Operated Valve 2) a. Pilot Valve Katup pilot dibuat untuk keperluan intermittent gas lift, dimana diperlukan ukuran port (lubang katup) yang besar karena volume injeksi gas yang diperlukan besar 1. Throttling pressure valve Valve ini disebut juga proportional valve atau continuous flow valve. Valve ini sama dengan pressure valve pada posisi tertutup, akan tetapi pada posisi terbuka valve ini sensitive terhadap tekanan tubing. Valve ini membutuhkan penambahan tekanan casing untuk membuka dan pengurangan tekanan tubing atau tekanan casing untuk menutup. (Gambar 3.6)



Gambar 3.6 Continuouc Flow Valve 2) 2. Fluid operated valve Katup ini konstruksinya hampir sama dengan casing pressure operated valve, tetapi tekanan tubing bekerja pada permukaan bagian valve yang lebih luas, sedangkan tekanan casing bekerja pada permukaan yang lebih kecil. Gambar 3.7 memperlihatkan sketsa untuk jenis valve ini.



Gambar 3.7 Fluid Operated Valve 2) Tekanan untuk membuka valve : Gaya yang berusaha membuka katup :



Fo  Pc( Ap)  Pt ( Ab  Ap) .................................................................. (3-29) Gaya yang berusaha meutup katup :



Fc  Pd ( Ab)  St ( Ab  Ap) ................................................................... (3-30) Dimana : St = tekanan spring, psi Pada saat valve terbuka :



Fo  Fc Pc( Ap)  Pt ( Ab  Ap)  Pd ( Ab)  St ( Ab  Ap)



Ap  Ap   Ap    Pc   Pt 1    Pd  St 1   Ab  Ab   Ab    Bila



Ap = R, maka : Ab



Pt 



Pd  R   St  Pc  ................................................................... (3-31) 1 R 1 R 



Dimana : Ab



=



luas effektif bellow, in2



Ap



=



luas port, in2



Pt



=



tekanan tubing, psig



Pd



=



tekanan bellow yang terisi oleh gas, psig



Pc



=



tekanan casing, psig



St



=



tekanan spring, psi



 R   menunjukan adanya perngaruh 1 R 



Dari persaman di atas dapat dilihat term dari Pc



tekanan casing terhadap tekanan buka valve dan biasa disebut casing effect (CE), sedangkan



 R   disebut dengan casing effect factor (CEF). 1 R 



term 



 R  CE  Pc  ....................................................................................... (3-32) 1 R   R  CEF    ......................................................................................... (3-33) 1 R  Pada saat katup mulai akan menutup terjadi keseimbangan gaya. Dari keseimbangan gaya dapat diturunkan persamaan untuk menghitung tekanan untuk menutup katup, yaitu :



Fo  Fc Dimana : Gaya yang berusaha membuka katup :



Fo  Pt ( Ap)  Pt ( Ab  Ap) atau



Fo  Pt ( Ab) ............................................................................................. (3-34)



Gaya yang berusaha menutup katup :



Fc  Pd ( Ab)  St ( Ab  Ap) .................................................................. (3-35) Maka :



Pt ( Ab)  Pd ( Ab)  St ( Ab  Ap) Pt  Pd  St (1  R)



Pt  Pvc .................................................................................................... (3-36) Pvc  Pd  St (1  R) ............................................................................... (3-37) Pvc adalah tekanan tubing dimana katup gas lift di dalam sumur akan menutup. Tekanan buka pada kondisi permukaan (test rack opening) Untuk menetukan tekanan yang diperlukan untuk membuka katup di permukaan atau di work shop (Ptro), harus diingat bahwa keadaan ini berarti tekanan casing (Pc) sama dengan nol.



 Pd  Pt     St 1 R  Jika tekanan pada dome dikoreksi terhadap 60oF, maka :



 Pd @ 60o F    St .......................................................................... (3-38) Pt    1 R  3. Combination valve Valve ini juga disebut fluid open-pressure closed valve. Valve ini membutuhkan penambahan tekanan fluid untuk membuka dan pengurangan tekanan casing atau tekanan tubing untuk menutup.



b.



Unbalanced valve Unbalanced Pressure Valve dengan Dome sebagai Loading Element Katup ini terdiri dari dome dan below yang menahan stem agar tetap duduk pada lubang valve (seat) pada saat tertutup. Dome ini biasanya diisi dengan nitrogen dengan tekanan tertentu sesuai dengan tekanan buka dalam kondisi sumur. Apabila katup ini dipasang di dalam sumur maka gaya-gaya yang bekerja pada katup ini adalah : Gaya untuk membuka



:



Fo  Pc( Ab  Ap)  Pt ( Ap) …... (3-9)



Gaya untuk menutup



:



Fc  Pd ( Ab) …………………...



Dimana :



(3-10)



Pd



=



tekanan dalam dome, psi



Pc



=



tekanan casing sesuai kedalaman, psi



Pt



=



tekanan tubing sesuai kedalaman, psi



Ab



=



luas effektif bellow, in2



Ap



=



luas port valve, in2



Gambar 3.3 Valve Unbalance Pressure / Casing Operated 2) Pada saat valve tertutup, siap untuk membuka :



Fc  Fo ........................................................................................... (3-11) Pd ( Ab)  Pc( Ab  Ap)  Pt ( Ap) ................................................. (3-12) Atau



Pd  Pc(1 



Ap Ap )  Pt ( ) .......................................................... (3-13) Ab Ab



Apabila perbandingn luas port terhadap luas bellow effektif (Ap/Ab) sama dengan R, maka :



Pd  Pc(1  R)  Pt ( R)



Pc 



Pd  Pt ( R) ........................................................................... (3-14) (1  R)



Dimana : Pc = Pvo =



tekanan gas dalam casing pada saat valve akan terbuka atau tekanan casing yang diperlukan untuk membuka valve pada suatu kedalaman sumur.



Pt



R = 1 R



R 1 R



=



tubing effect (TE) Faktor tubing effect (TEF)



Faktor tubing effect ini bisa diperoleh dari pabrik pembuat katup. Pada saat katup terbuka akan mulai tertutup : Maka gaya-gaya yang bekerja sekitar lubang tempat lalunya gas injeksi (port) adalah sebagai berikut : Gaya untuk menutup



:



Fc  Pd ( Ab) …………………...



Gaya untuk membuka



:



Fo  Pc( Ab  Ap)  Pc( Ap) …... (3-16)



(3-15)



Fc  Fo Pd ( Ab)  Pc( Ab  Ap)  Pc( Ap) Pd ( Ab)  Pc( Ab)



Pd  Pc .......................................................................................... (3-17) Dimana : Pc sering disebut Pvc



=



tekanan gas di dalam casing saat akan tertutup (untuk menutup valve).



Spread yaitu perbedaan antara tekanan gas yang diperlukan pada saat valve akan terbuka dan akan tertutup. Spread



Spread



=



Pvo – Pvc



=



Pd  ( Pt.R)  Pd 1 R



=



( Pd  Pt )( R  Pd )  ( Pd .R) 1 R



=



R ( Pd  Pt ) 1 R



=



TEF ( Pd  Pt )



Spread dapat dipakai pada continuous gas lift, tetapi sangat berguna untuk intermittent gas lift karena spread mengatur jumlah minimum gas yang diinjeksikan untuk setiap cycle penginjeksian gas.



Jika injeksi gas permukaan dihentikan setelah katup terbuka, tekanan pada annulus harus dibuang hingga mencapai tekanan tutup katup (Pvc). Gas tersebut dibuang lewat port valve yang terdapat pada katup gas lift. Besarnya spread dan volume gas di annulus mempengaruhi jumlah gas yang diinjeksikan selama gas terbuang lewat port valve, mungkin jumlah gas yang diinjeksikan lebih besar dari yang dibutuhkan untuk mengangkat minyak, seperti pada jenis intermittent gas lift, spread pada katup harus diset sedemikian rupa hingga jumlah gas yang diinjeksikan lebih rendah dari kebutuhan minimum untuk menggerakan slug cairan minyak ke permukaan. Setelah tekanan buka dan tutup katup ditentukan dalam perencanaan kemudian siapkan katup untuk diisi dengan gas nitrogen hingga mencapai tekanan yang telah ditentukan sesuai dengan tekanan buka di dalam sumur. Semua dilakukan di permukaan/Work Shop, hingga tekanan setting tersebut dikatakan “Test Rack Opening Pressure” atau biasa disingkat PTRO. Tekanan gas di dalam dome dengan volume yang tetap akan naik bila temperature naik dan tekanan akan turun bila temperature turun. Tekanan PTRO ini akan berbeda denagn tekanan buka katup di dalam sumur karena adanya pengaruh temperature. Tekanan buka katup di set pada temperature standart (60oF). Karena selama pengesetan di work shop tekanan tubing dianggap nol, maka tekanan setting pada dome menjadi :



Pc 



Pd  Pt.R 1 R



Pt = 0



Pc 



Pd ....................................................................................... (3-18) 1 R



Kemudian temperature setting standart di work shop dibuat standart 60oF atau 80oF, sehingga :



Pd @ 60 O F Pd @ 60 O F atau Ptro  .............................. (3-19) Pc  1 R 1 R b.



Unbalance Pressure Valve dengan Dome dan Spring Sebagai Loading Element Jenis ini disebut katup dobel element (double element valve) karena mempunyai dua element, yaitu spring dan pressure charged dome. Tekanan buka katup pada kondisi operasi



Pada keadaan ini gaya yang mencoba membuka katup sama dengan gaya yang mencoba menahan agar katup tetap tertutup.



Fc  Fo Dimana : Fo



=



gaya yang mendorong agar bola membuka dari seat



Fc



=



gaya yang berusaha mempertahankan agar bola tetap pada tempatnya



Gambar 3.4 Unbalance Bellow Valve dengan Pressure Charge Dome dan Spring sebagai Loading Element 2)



Gaya yang menahan agar katup tetap menutup



Fc  Pd ( Ab)  St ( Ab  Ap) ......................................................... (3-20) Gaya yang berusaha membuka katup :



Fo  Pvo( Ab  Ap)  Pt ( Ap) ...................................................... (3-21)



Fc  Fo , maka : Pd ( Ab)  St ( Ab  Ap)  Pvo( Ab  Ap)  Pt ( Ap) St



=



tekanan ekivalen yang disebabkan oleh spring tension



Pvo(1 



Ap Ap Ap )  Pt ( )  Pd  St (1  ) Ab Ab Ab



Apabila perbandingn luas port terhadap luas bellow effektif (Ap/Ab) sama dengan R, maka :



Pvo(1  R)  PtR  Pd  St (1  R)



Pvo 



Pd Pt ( R)  St  .............................................................. (3-22) 1 R (1  R )



Jika loading element hanya spring :



Pvo  St 



Pt ( R) .......................................................................... (3-23) (1  R)



Tekanan tutup katup pada kondisi operasi Sebelum katup menutup, maka :



Fc  Fo Gaya yang berusaha menutup katup ;



Fc  Pd ( Ab)  St ( Ab  Ap) ......................................................... (3-24) Gaya yang berusaha membuka katup :



Fo  Pc( Ab  Ap)  Pc( Ap) ........................................................ (3-25) (Pc telah mengganti Pt)



Fo  Fc , maka : Pc( Ab  Ap)  Pc( Ap)  Pd ( Ab)  St ( Ab  Ap) Pc( Ab)  Pd ( Ab)  St ( Ab  Ap) Ganti Pc dengan Pvc :



Pvc  Pd  St (1 



Ap ) Ab



Pvc  Pd  St(1  R) ...................................................... (3-26) Spread (ΔP) = Pvo – Pvc



 Pd Pt ( R)  P    St   Pd  St (1  R) (1  R)  1  R  R  Pd  St (1  R)  Pt  ............................................... (3-27) P   1  R  Atau



P  (TEF )Pd  St (1  R)  Pt  ................................................. (3-28) Jika tidak ada spring (St = 0), maka rumus spread (ΔP) akan sama dengan spread pada single element pressure charge valve MACAM-MACAM PENENTUAN SPACING BALANCED VALVES 1. SECARA GRAFIS a. Gambarkan garis gradient fluida dalam sumur, mulai dari THP = 0 atau pada THP tertentu.



b. Perpanjangan garis tersebut sampai memotong garis gradient gas yaitu Pko– 50, titik potong ini merupakan letak dari valve pertama. c. Buat garis horizontal kiri, dari titil valve pertama sampai memotong garis gradient aliran diatas titik injeksi. d. Dari titik potong pada langkah-langkah dibuat garis sejajar dengan garis pada langkah 2 sampai memotong (Pko – 50) – 25 titik ini adalah tempat valve kedua. e. Kurangi tekanan valve kedua dengan 25 psi, kemudian buat gasir ke bawah sejajar dengan gariske bawah sejajar dengan garis gradient gas (Pko– 50). f. Dari titik valve kedua, buat garis horizontal ke kiri sampai memotong garis gradient aliran diatas titik injeksi. g. Dari titik potong langkah 6 buat garis sejajar dengan garis langkar b sampai memotong garis dari langkah e, titik potong ini merupakan letak valve ke tiga. h. Ulangi langkah e, f, g sampai tercapai titik injeksi. i. Tambahkan satu atau dua valve di bawah titik injeksi untuk keperluan yang akan daang apabila produktivitas sumur telah menurun. 2. SECARA ANALITIS Cara ini dilakukan apabila data sumur (PI, Pt dan sebagainya) tidak tersedia. Data yang diperlukan antara lain. 1. Pko 2. Pwh / THP 3. Gradient unloading (dicari dengan menggunakan grafik) 4. Gradient static fluida yang mematikan sumur. LANGKAH-LANGKAH PENENTUAN SPASI UNBALANCED VALVE 1. SECARA GRAFIS b. Kurangi Pso dengan 100 psig dan buat garis gradient gas sesuai dengan berat kolom gas, garis ini disebut Pc design. c. Tambah THP dengan 200 psig (pada kedalaman nol) kemudian hubungkan titik ini dengan titik injeksi, garis ini disebut Pt design. d. Buat garis gradient fluida yang mematikan sumur mulai dari THP = 0 atau THP = tertentu. e. Perpanjang garis tersebut sampai memotong garis Pko – 50 titik ini adalah titik valve pertama. f. Buat garis horizontal ke kiri sampai memotong Pt design. g. Dari perpotongan langkah e, buat garis sejajar dengan garis dari langkah c sampai memotong Pc design, titik valve kedua.



h.



2.



Ulangi langkah-langkah tersebut antara Pt design dengan Pc design, sampai titik injeksi tercapai.



SECARA ANALITIS Persamaan yang digunakan sama seperti balanced valve hanya untuk Dv2, Dv3 dan seterusnya adalah konstan dan jika perbedaan kedalaman antara 2 valve berurutan =300 ft maka perhitungan dihentikan. Apabila selisih kedalamannya < 300 ft, maka valve diletakkan pada 100 ft dibawah tempat yang seharusnya dan perhitungan dihentikan. 1-5.5. PENENTUAN SPACING VALVE PADA INTERMITTENT GAS LIFT Langkah-langkah penentuan spacing Balanced Valve 1. SECARA GRAFIS Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk perencanaan : a. Plot tekanan pada absis dan kedalaman pada ordinat b. Plot Pko – 50 pada permukaan c. Tentukan gradient gas (dengan grafik) dan buat garis gradient gas dalam sumur mulai dari Pko – 50 dan perpanjangan garis tersebut sampai didasar sumur. d. Plot Pso dipermukaan dan buat garis gradient seperti langkah c e. Plot tekanan tubing di permukaan (untuk intermittent gas lift, tekanan ini equivalent dengan tekanan separator) f. Tentukan gradient unloading dengan menggunakan grafik sesuai dengan ukuran tubing dan rate yang diinginkan. g. Plot garis gradient unloading, berdasarkan Gu dari langkah f mulai dari THP ( = 0 / sesuatu harga tertentu) perpanjang garis tersebut sampai dasar sumur. h. Penentuan spasi valve i. Tentukan kondisi sumur, apakah dimatikan dengan fluida atau tidak. o Apabila sumur tidak dimatikan, maka static fluid level akan merupakan letak dari pada valve ke.1 o Apabila sumur dimatikan dengan fluida sampai dipermukaan, buat garis gradient fluida yang mematikan sumur mula-mula dari permukaan, sesuai dengan gradient statid (Gs) j. Perpanjang garis tersebut (dari langkah g) sampai memotong garis Pko-50, titik p[otong ini merupakan letak valve ke satu. k. Dari titik potong tersebut ( i ) buat garis horizontal kekiri sampai memotong garis gradient unloading. l. Dari titik potong ( j ) buat garis sejajar dengan garis gradient fluida yang mematikan sumur ( h ) sampai memotong garis Pko – 50, titik ini merupakan letak valve ke 2



m. Buat garis (Pko – 75), (Pko – 100) dan seterusnya dan Pso – 25, Pso – 50 dan seterusnya, yang masing-masing sejajar dengan (Pko – 50) dan Pso. n. Lanjutkan prosedur I, j, dan k antara garis gradient – unloading dengan masing-masing garis pada langkah l sampai dasar sumur tercapai. Langkah-langkah penentuan spasi Unbalanced valve Prosedur pengerjaan adalah sebagai berikut : 1. Plot pengerjaan dan kedalaman. 2. Plot Pko – 50 di permukaan 3. Tentukan gradient gas melalui mulai dari Pko – 50 sampai dasar. 4. Plot Pso dipermukaan dan dibuat garis gradient gas seperti pada langkah 3 5. Tentukan Pc design yaitu Pso – 100 dan dibuat garis gradient gas seperti langkah 3 6. Plot THP di permukaan 7. Tentukan gradient unloading dari grafik 8. Buat garis gradient unloading dan perpanjang sampai dasar sumur Perencanaan Spasi Valve 9. Apabila sumur dimatikan dengan fluida sampai permukaan maka buat garis gradient fluida tersebut mulai dari THP = 0 (apabila dialirkan ke pit) atau THP tertentu. 10. Perpanjang garis tersebut sampai memotong garis Pko – 50 titik potong ini adalah letak valve pertama. 11. Dari titik potong ini buat garis horizontal kekiri sampai memotong garis gradient unloading. 12. Dari titik potong langkah 11, buat garis sejajar dengan garis fluida yang mematikan sumur sampai memotong garis Pc design ( 5 ). 13. Lanjutkan prosedur tersebut, antara Pc design dengan garis unloading. 14. Buat tabulasi hasilnya dari masing-masing valve. 15. Gambarkan gradient temperature kemudian tabulasikan hasilnya dari masing-masing valve. Apabila valve yang digunakan spring loaded hal ini perlu dilakukan. 16. Perkirakan tekanan penutupan dipermukaan (psc) dengan jalan menetapkan tekanan penutupan permukaan konstan atau dikurangi 10 psi tiap-tiapo valve (Psc) jika tidak merencanakan untuk sistem dual.



2.3 SUCKER ROD PUMP (SRP)



Sucker Rod Pump juga disebut sebagai Beam Pumping. SRP ini menyediakan energy gerak untuk mengangkat minyak dari reservoir. SRP ini merupakan artificial lift yang efisien, simple, dan tidak sukar untuk dioperasikan pada suatu lapangan, dapat memompa sumur dengan tekanan yang rendah untuk memaksimalkan produksi minyak. Sucker Rod Pump mempunyai dua valve yaitu traveling pump dan standing valve yang akan terbuka/tertutup saat pemompaan dilakukan.



2.3.1 Prinsip Kerja Sucker Rod Pump



1. 2. 3. 4.



Prinsip kerja Pumping Unit yaitu mengubah gerak rotasi dari Prime Mover menjadi gerak naik turun oleh sistem Pitman Crank Assembly, kemudian gerak naik turun ini melalui walking beam di teruskan ke Horse Head di jadikan gerak lurus naik turun (Up Stroke dan Down Stroke) untuk menggerakan plunger melalui rangkaian rod. Adapun kriteria penggunaan Sucker Rod Pump (SRP) yaitu : Produktivitas sumur, Q antara : 100 – 2000 BPD Tekanan reservoir (Pr), dimana Pr sebanding dengan tinggi kolom cairan dalam tubing dimana, minimal 1/3 dari kedalaman perforasi. Kedalaman sumur antara : 8000 – 12000 ft. Kemampuan SRP untuk mengatasi problem : Pasir : sedang Parafin : buruk Scale : baik Korosi : baik GOR : sedang Emulsi : baik



5.



SRP fleksibel untuk mengubah laju produksi dan mudah pengoperasiannya. Faktor – faktor yang mempengaruhi efisiensi volumeteris pompa sucker rod :



1. Karakteristik Fluida : a. Viskositas b. Temperatur 2. Kondisi Operasi : a. Kedalaman pompa b. Kecepatan pompa 3. Karakteristik Sumur: a. Productivity Index (PI) b. Temperatur reservoir 4. Pengaruh Gas : a. Gas pound b. Gas Lock 5.2 Beam Type Pumping Unit Beam Type Pumping Unit atau Sucker Rod Pump merupakan salah satu metoda pengangkatan buatan (artificial lift) yang telah digunakan secara meluas pada lapangan minyak. Peralatan ini yang dapat memberikan gerakan turun naik (reciprocating motion) kepada rod string yang dihubungkan ke positive displacement pump dalam sumur minyak. Prinsip pengambilan fluid dengan Pompa Sucker Rod ini merupakan peralatan yang yang digunakan secara meluas sejak sebelum perang II. Dari sekitar 574.000 sumur produksi di Amerika Serikat disekitar tahun lima puluhan, 88 % menggunakan Metoda pengangkat buatan. 80% sampai 85% menggunakan pompa Angguk (SRP) sebagai pengangkat cairan. Penggunaan yang meluas maka perkembangan dari teknologi Pompa Angguk mendapat perhatian yang cukup besar, terutama yang menyangkut sumur yang dalam, dimana hal yang tadinya kurang penting menjadi sangat penting bagi sumur yang dalam. 5.2.1. Macam – Macam Beam Type Pumping Unit a. Standard atau Conventional Type. Pada tipe ini samson post menopang walking beam pada bahagian tengah. Pumping Unit tipe ini paling banyak dipakai pada industri perminyakan dan tersedia dalam bermacam-macam ukuran (ada yang mencapai 100 Horse Power). b. Low Torque Unit ( Mark II unitorque pumping unit ) Pada tipe ini, samson post menopang walking beam pada bagian ujung belakang. Pada ukuran kerangka yang sama, biasanya unit ini membutuhkan Horse Power yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan conventional type. Ia banyak dipakai untuk sumursumur minyak yang dalam dan berproduksi besar. Ukuran yang tersedia tidak bervariasi banyak dengan terbesar sampai mencapai 125 Horse Power. c. Air Balance Unit



(1)



(2) (3) (4)



Pada tipe ini tabung udara yang bertekanan digunakan sebagai penganti counter weight. Pumping Unit ini lebih kecil dan ringan dari tipe unit yang lain dan diperlengkapi dengan air compressor. Ukuran yang dibuat terbatas, tetapi ada yang mencapai 150 Horse Power. API telah membuat standarisasi mengenai jenis peralatan pompa dipermukaan, misalnya : Dari ketiga jenis tersebut diatas, berdasarkan klasifikasinya API menggunakan kode untuk membedakannya, misalnya: Gambar 5.4. Kode API C - 160D 173 64 (1) (2) (3) (4) Artinya : A = Air Balance B = Beam Counter Balance C = Conventional M = Mark II 160 = Peak torque rating, dalam ribuan ln-lb 173 = Polished rod rating, dalam ratusan lb 64 = Panjang langkah (stroke) maximum, in (biasanya dapat diatur 54 in dan 48 in, tergantung pabrik pembuatnya) 2.3.2



3



Peralatan Sucker Rod Pump



Peralatan di Atas Permukaan (Surface Equipment) Peralatan ini berfungsi untuk mengubah energi dari prime mover ke pompa sucker rod kemudianditeruskan ke peralatan bawah permukaan. 1. Prime Mover (Penggerak utama) Penggerak mula (motor) ini disesuaikan dengan tempat dan tersedianya sumber tenaga tersebut, Sebagai contoh motor listrik atau reciprocating engine dengan putaran 800 – 1200 RPM dipakai untuk menggerakkan Pumping Unit (3-phase, 440 volt, 60 cycle). 2. Gear Reducer Gear reducer berfungsi sebagai penerus daya dari Electric Motor dengan menurunkan kecepatan putaran, dari putaran tinggi menjadi putaran rendah. 3. Brake (Rem) Rem berfungsi untuk mengatur posisi horse head kalau pumping unit harus dimatikan untuk keperluan perbaikan pada well atau saat Pumping Unit itu sendiri. 4. Crank Arm Crank Arm disambungkan pada sumbu putaran rendah yang keluar dari gear box yang berputar 360 derajat. Lobang dari crank juga sebagai tempat kedudukan pit-man yang akan merubah gerak putar menjadi gerak lurus dan tempat merubah perpanjangan dari langkah pompa. Crank Arm juga sebagai tempat dari kedudukan counter weight dan kedua sisinya mempunyai gerigi yang digunakan sebagai tempat jalannya tool yang akan memposisikan counter weight. 5. Pitman



Pitman dipasang untuk menghubungkan crank dengan walking beam. Berfungsi untuk merobah gerakan berputar dari gear box menjadi gerakan turun naik pada walking beam. 6. Counter Weight Pada crank balance pumping unit, counter weight dipasang pada crank, sedangkan pada beam balance pumping unit, counter wight dipasang pada ujung belakang walking beam. 7. Walking Beam Walking Beam sebagai tempat kedudukan kepala kuda. Walking-beam ini berfungsi sebagai pengungkit pompa,yang mana pergerakannya ke atas dan ke bawah (upstroke & down stroke) lebih kurang 45 derajat atau 1/8 lingkaran. 8. Samson Post Merupakan kaki penyangga atau penopang walking beam supaya SRP dapat berdiri tegak 9. Saddle Bearing Adalah tempat kedudukan dari walking beam dengan sampson post pada bagian atas. 10. Equalizer Adalah bagian atau dari pitman yang dapat bergerak secara leluasa pada saat operasi berlangsung. 11. Horse Head Horse-head ditempatkan diujung walking beam dengan bentuk 1/8 lingkaran agar gerakan 1/8 lingkaran tersebut menjadi gerakan naik turun yang digunakan untuk mneruskan gerakan baik turun ke rangkaian rod string. 12. Bridle Bridle, merupakan nama lain dari wire line hanger, yaitu sepasang kabel baja yang disatukan pada carrier bar, dengan demikian carrier bar bergantung pada bridle dan bridle kemudian dihubungkan antara horse head dengan rod string. 13. Carrier Bar atau Hanger Polished rod masuk ke dalam carrier bar dan di atasnya dipasang clamp sehingga carrier bar melalui wire line atau sling yang di bagian atas disambungkan ke horse head, dapat mengangkat dan menghantar polish rod ke atas dan ke bawah. 14. Stuffing Box. Dipasang diatas kepala sumur (well head) berfungsi : Sebagai pencegah atau menahan minyak agar minyak tidak ikut keluar atau bocor karena dilengkapi dengan seal didalam stuffing bersama-sama dengan naik turunnya polished rod, juga berfungsi sebagai dudukan untuk polished rod dapat bergerak naik turun dengan bebas dan lurus. 15. Wellhead Untuk mengalirkan fluida dari rangkaian tubing ke flowline. B. Rod String (Rangkaian Batang Isap) 1. Polished Rod Polished rod berfungsi untuk menghubungkan rod string dengan wireline hanger atau sling yang dibagian atas disambungkan dengan horse head, dapat mengangkat dan menghantar polished rod ke atas dan kebawah atau sebagai pengikat. 2. Pony Rod



Pony rod berfungsi sebagai penyelaras untuk menyesuaikan panjang rangkaian sucker rod yang dibutuhkan dan juga digunakan untuk menyesuaikan kedalaman pompa. Biasanya panjang pony rodmulai dari : 2’, 4’, 6’, 8’, 10’ dan 12 feet. 3. Sucker Rod Rangkaian batang isap (rod string), berfungsi untuk menyampaikan tenaga gerak dari pumping unit ke pompa. Energi yang ditransmisikan dari peralatan di permukaan ke bawah permukaan melalui rangkaiansucker rod. Sucker rod adalah stang baja yang pejal, menurut standar API mempunyai panjang 25 feet dan 30 feet. Ukuran Sucker Rod menurut API : 5/8”, ¾”, 7/8”, 1” dan 1 1/8”. Ujung sucker rod berupa pin-pin, atau box-pin, untuk menyambung sucker rod untuk membentuk rangkaian (rod string) digunakansucker rod coupling, dan untuk menyambung dua ukuran yang berbeda digunaka reducer coupling (misalnya 7/8” x ¾ “ ) C.Peralatan di Bawah Permukaan (Sub Surface Equipment) Peralatan bawah permukaan ini terdiri dari beberapa bagian, antara lain : Ø Tubing Hanger Ø Tubing Ø Pompa (Sub Surface Pump) Ø Dll. 1. Tubing Hanger Tubing hanger adalah komponen yang digunakan dalam penyelesaian sumur produksi minyak dan gas. Hal ini juga berfungsi untuk menutup di daerah anulus dan produksi. Macam-macam tubing hanger antara lain : a. Tubing Hanger Flange Type b. Tubing Hanger Bowl Type 2. Tubing Tubing produksi melindungi casing dari keausan, korosi, dan deposisi oleh-produk, seperti pasir / lumpur, parafin, dan asphaltenes. Tujuan dan desain tabung dalam tubing produksi adalah untuk memungkinkan cepat, efisien, dan aman. Alat penyambung antar tubing bernama kopling, atau collar. Panjang tubing menurut standar API terbagi dalam dua range, yaitu: 1. Range I, panjang ± 6 meter atau 20 – 24 feet 2. Range II, panjang ± 9 meter atau 28 – 32 feet, Sedangkan diameter nominalnya mulai dari ¾ in sampai 4 in OD. 3. Pompa (Sub Surface Pump) 1. Tubing Pumps



Plunger tersambung pada string, working barrel tersambung pada tubing string. Travelling valve disambungkan ke plunger, standing valve dibawah pipe joint (pipa pendek yang disambungkan ke standing valve). 2. Rod Pumps 1. RHA : Rod Stationary Heavy Wall Barrel, Top Anchor Pump 2. RWA : Rod Stationary Thin Wall Barrel, Top Anchor Pump 3. RSA : Rod Stationary Thin Wall Barrel, Top Anchor Soft Packed Plunger Pump 4. RHB : Rod Stationary Heavy Wall Barrel, Bottom Anchor Pump 5. RWB : Rod Stationary Thin Wall Barrel, Bottom Anchor Pump 6. RSB : Rod Stationary Thin Wall Barrel, Bottom Anchor Soft Packed Plunger Pump 7. RHT : Rod Travelling Heavy Wall Barrel, Bottom Anchor Pump 8. RWT : Rod Travelling Thin Wall Barrel, Bottom Anchor Pump 9. RST : Rod Travelling Thin Wall Barrel, Bottom Anchor, Soft Packed Plunger Pump 10. TH : Tubing , Heavy Wall Barrel Pump 11. TP : Tubing , Heavy Wall Barrel Soft Packed Plunger Pump Komponen-komponen pompa bawah permukaan (Sub Surface Pump): a. Working Barrel yaitu merupakan liner tempat naik turunnya plunger. b. Plunger yaitu suatu batang yang terbuat dari metal dan bergerak naik turun (sesuai dengan prinsip pemompaan) yang berfungsi untuk mengangkat fluida dari dasar sumur ke kolom tubing hingga sampai ke permukaan. Diameter Plunger Rate 1 ¼ in – ½ in 100 bbl 1 ½ in – 1 ¾ in 200 bbl 1 ¾ in – 2 in 300 bbl 2 in – 2 ¼ in 400 bbl 2 ¼ in – 2 ½ in 500 bbl 2 ½ in – 2 ¾ in 600 bbl c. Travelling valve yaitu katup berbentuk bola, yang bergerak membuka dan menutup dan terletak pada plunger. Valve ini akan membuka disaat plunger bergerak turun (down sroke). d. Standing Valve



yaitu katup yang berbentuk bola dan terletak pada bagian bawah pompa yang berfungsi untuk mengalirkan fluida satu arah dari dasar sumur ke ruang barrel pompa. e. Gas / Mud Anchor Gas/mud anchor, dipasang di bawah pompa untuk memecahkan gelembung gas (mencegah terjadinya gas pound), dan menahan lumpur supaya tidak memasuki pompa. Untuk menghindari turunnya efficiency volumetric pompa yang diakibatkan oleh banyaknya gas yang terhisap oleh pompa, maka dipasang Gas Anchor yang berfungsi untuk memisahkan gas dari cairan formasi sebelum cairan diisap dan masuk ke dalam pompa. Komponen dipasang dibagian bawah dari pompa, yang berfungsi : · Untuk memisahkan gas dari minyak agar supaya gas tersebut tidak ikut masuk ke dalam pompa bersam-sama dengan minyak, karena adanya gas akan mengurangi efisiensi pompa. · Untuk menghindarkan masuknya pasir atau padatan ke dalam pompa. · Mengurangi atau menghindari terjadinya tubing stretch. Ada 4 type gas anchor : a. Poorman type Larutan dalam minyak yang masuk ke dalam anchor akan melepaskan diri dari larutan (bouyancy effect). Minyak akan masuk ke dalam barrel melalui suction pipe, sedangkan gas yang telah terpisah akan dialirkan ke annulus. b. Packer type Minyak masuk melalui ruang dinding anchor dan suction pipe. Kemudian minyak jatuh di dalam annulus antara casing dan gas anchor dan ditahan oleh packer, selanjutnya minyak masuk ke dalam pompa melalui suction pipe. Disini minyak masuk ke dalam annulus sudah terpisah dari gasnya. c. Marsh type d. Cup type Minyak masuk melalui ruang dinding anchor dan suction pipe. Kemudian minyak jatuh di dalam annulus antara casing dan gas anchor dan ditahan oleh packer, selanjutnya minyak masuk ke dalam pompa melalui suction pipe. Di sini minyak masuk ke dalam annulus sudah terpisah dari gasnya.



2.3.3 Keuntungan dan Kerugian Pompa Sucker Rod Kelebihan Pompa Sucker Rod adalah : 1. Tidak mudah rusak. 2. Mudah diperbaiki di lapangan. 3. Fleksibel terhadap laju produksi, jenis fluida dan kecepatan bisa diatur. 4. Keahlian orang di lapangan sangat baik. 5. Dari jauh akan terlihat tidak ada gerakan kalau pompa mati. 6. Harganya relatif murah.



Sedangkan kekurangan Pompa Sucker Rod adalah : 1. Berat dan butuh tempat luas, transportasi sulit. 2. Tidak baik untuk sumur miring / off shore. 3. Butuh unit besar sekali untuk laju produksi besar dan sumur dalam.



3.1 PROGRESSIVE CAVITY PUMP (PCP) Pompa PCP ditemukan oleh seorang Perancis bernama Rene’ Moineau pada tahun 1920, oleh karena itu PCP juga sering disebut dengan nama “pompa Moyno”. Pompa jenis ini pertama diperkenalkan oleh Robbins and Myers Inc. di California, Amerika Serikat pada tahun 1936, tapi penggunaannya masih terbatas pada industri makanan dan bahan kimia. Aplikasi PCP di dunia perminyakan baru dimulai sejak tahun 1981. Progressive Cavity Pump merupakan salah satu jenis pompa putar (rotary pump) yang terdiri dari rotor berbentuk ulir yang digerakkan oleh penggerak mula melalui rods dan drive head serta berputar di dalam stator yang merupakan bagian diam dari pompa yang dihubungkan ke permukaan oleh tubing. PCP terdiri dua komponen utama yaitu rotor dan stator yang bergerak secara rotary dan dalam keadaan normal akan memompa fluida dan mendorongnya ke permukaan secara positif. Arti positif di sini adalah bahwa fluida yang telah masuk ke dalam pompa seluruhnya akan didorong ke permukaan tanpa adanya fluida yang mengalir balik seperti yang terjadi pada pompa ESP. Dengan demikian, PCP ini juga disebut dengan pompa pemindahan positif atau positif displacement pump. 3.1.1 Elemen Utama dan Desain PCP Pompa ini memiliki 2 elemen utama yaitu rotor dan stator (Lihat gambar 3, dibawah). Rotor sebagai penggerak PCP, berbentuk batang spiral yang terbuat dari alloy steel atau stainless steel yang dibalut dengan chrome. Ada juga yang terbuat dari chrome seara keseluruhan. Biasanya memiliki panjang 1.5 – 14 meter dengan diameter ¾ – 1 inch. Sedangkan stator sebagai seal rotor (wadahnya) yang berbentuk spiral, terbuat dari steel tube diluarnya dan elastomer berbahan nitrile rubber atau viton rubber didalamnya (merupakan co-polymer acrylonitrile & butadine). Stator dengan desain khusus memiliki elastomer yang terbuat dari teflon. Biasanya memiliki panjang yang kurang lebih sama dengan rotor yaitu sekitar 1.5-14 meter namun dengan ukuran diameter yang lebih besar antara 2.5-4.5 inch. Desain PC Pump terdiri dari single external helical gear (rotor) yang berputar secara ekesentrik didalam double internal helical gear (stator). Keduanya sama-sama memiliki minor dan major diameter. 3.1.2 Prinsip Kerja PCP Sesuai dengan namanya, pompa PCP memiliki prinsip kerja dimana ruang atau cavity yang berpindah sepanjang stator dengan membawa cairan. PCP mempunyai dua komponen utama, yaitu rotor yang berbentuk single helix yang berputar di dalam stator berbentuk double helix dengan ukuran diameter minor yang sama, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.1 dibawah ini.



Perpaduan dari bentuk single helix rotor dan double helix stator tersebut akan membentuk suatu rongga kosong atau cavity di antara keduanya. Pada waktu rotor berputar secara eksentris di dalam stator, rongga-rongga yang terbentuk seolah-olah bergerak naik dari ujung masuk (suction) dan ujung keluar (discharge) dari pompa. Aliran fluida yang terjadi bersifat non pulsating dan secara kontinyu pada laju yang konstan. Hal ini disebabkan ketika rongga yang satu mengecil, rongga berikutnya akan terbentuk dengan volume (rate) yang sama dengan rongga yang mengecil sebelumnya. Volume yang terbentuk atau luas penampang rongga (cavity) selalu sama walaupun posisi rotor dalam stator berbeda-beda, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2.



Putaran yang berasal dari motor di permukaan diteruskan melalui rod (stang) ke rotor yang berputar dalam stator. Dengan putaran ini, maka terbentuk rongga-rongga atau cavity. Cavity ini bergerak ke atas dengan membawa cairan dari ujung masuk ke ujung keluar pompa. Gambar 2.3 berikut memperlihatkan rongga-rongga atau cavity yang berpindah akibat berputarnya rotor di dalam stator.



Sekat-sekat yang terbentuk antara rotor dan stator membuat laju fluida yang terangkat manjadi konstan, dengan demikian pertambahan laju fluida sesuai dengan kecepatan putaran rotor. 3.1.3



Peralatan Pompa PCP Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa komponen utama dari pompa PCP adalah stator dan rotor. Gambar 2.4 menunjukkan rangkaian pompa PCP secara keseluruhan. Peralatan pompa dapat dibagi menjadi peralatan utama di bawah permukaan dan peralatan di atas permukaan, serta peralatan tambahan. Peralatan di bawah permukaan terdiri dari : • Stator • Rotor • Rod Peralatan di atas permukaan terdiri dari : • Prime mover (penggerak mula) • Drive Head Peralatan tambahan yang biasa digunakan : • Backstop brake • Lo-flo Pump-off Control • No turn tool • Mud/gas anchor



3.1.4 ANALISA SISTEM NODAL UNTUK PERENCANAAN PCP 3.1.4.1 Inflow Performance Relationship (IPR) Dalam memproduksi suatu sumur, baik itu sumur minyak ataupun gas, sangat diperlukan adanya informasi mengenai kelakuan dari reservoirnya.. Kelakuan reservoir biasanya ditunjukkan dengan adanya aliran (inflow) dari reservoir itu sendiri yang disebabkan adanya tekanan reservoir (Pr). Aliran dari reservoir kedalam lubang sumur tergantung dari drawdown atau pressure drop dalam reservoir, Pr – Pwf, dimana Pwf adalah tekanan alir didasar sumur (bottomhole flowing pressure) Aliran dari reservoir ke lubang sumur tersebut dinamakan inflow performance, dan kurva yang dihasilkan antara laju produksi dengan tekanan alir dasar sumur disebut inflow performance relationship, atau lebih dikenal dengan istilah kurva IPR. Jadi kurva IPR merupakan kurva yang menunjukkan kelakuan produksi suatu sumur.



Kurva IPR ini dikembangkan dari persamaan Darcy yang mampu memprediksikan laju alir fluida, baik minyak maupun gas, dari reservoir ke lubang sumur. Secara umum persamaan Darcy dapat dituliskan sebagai berikut :



3.1.4.2 Persamaan Differential Pressure (P) Untuk PCP a. P Dalam Pipa (Tubing) Kurva IPR sangat dibutuhkan untuk melihat kelakuan dari reservoir. Tetapi dalam memproduksikan fluida dari reservoir tersebut, maka kurva IPR saja belum cukup untuk melihat atau menentukan laju produksi fluida yang dihasilkan. Oleh karena itu perlu adanya kurva lain yang diharapkan dapat berpotongan dengan kurva IPR sehingga dapat diketahui satu titik yang menunjukkan harga laju produksi dan harga tekanan alir dasar sumur yang diinginkan. Kurva tersebut biasa disebut kurva sensitivitas atau kurva intake seperti yang terlihat pada Gambar 3.2.



b. P Dalam Pompa Jika kurva IPR dan kurva tubing intake tidak berpotongan seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.3, maka hal tersebut menandakan bahwa sumur



tersebut sudah tidak berproduksi secara alamiah lagi, atau sering disebut dengan sumur mati. Jika suatu sumur tidak dapat berproduksi lagi, maka hal tersebut dapat disebabkan oleh banyak faktor, tapi pada umumnya hal tersebut diakibatkan karena tekanan alir dasar sumur sudah mengalami penurunan sehingga tidak mampu lagi untuk mengangkat fluida ke permukaan. Pada saat itulah diperlukan adanya pengangkatan buatan (artificial lift) untuk mengangkat sisa fluida yang masih ada di dalam sumur.



Pompa dalam artificial lift digunakan untuk mengangkat fluida yang sudah tidak dapat dialirkan lagi oleh tekanan didalam sumur ke permukaan. P) yang dihasilkanDifferential pressure ( pompa akan digunakan oleh fluida dari dasar sumur untuk naik ke permukaan. P yang dihasilkan olehMakin besar pompa, makin banyak fluida yang akan terangkat. Pengaruh pompa pada sumur yang telah mati tersebut dapat dilihat dari skema seperti pada Gambar 3.4 berikut.



Dari skema diatas terlihat bahwa tekanan alir dasar sumur tidak dapat lagi mengangkat fluida, sehingga ketika Pp fluida dapatdipasang pompa sebesar terangkat kembali ke permukaan. Persamaan differential Pressure P)1) pada pompa yang akan digunakan( disini dipengaruhi oleh head pompa, gradien fluida didalam pompa, dan jumlah stage yang dimiliki oleh pompa, dapat dinyatakan sebagai berikut : (tekanan yang dihasilkan pompa) = (head per stage) x (gradien fluida) x (jumlah stage) P =Dengan menyatakan bahwa Pout – Pin, maka pernyataan diatas dapat ditulis dalam bentuk matematis sebagai berikut : fdP h(V)xG (V)xd(St) (3.4) dimana : dP = perbedaaan tekanan yang dihasilkan pompa, psi h = head per stage, ft/stage Gf = gradien fluida dalam pompa, psi/ft d(St) = jumlah stage h dan Gf merupakan fungsi dari kapasitas, V Pada table Down-Hole Pump Productline, pompa PCP memiliki jumlah stage yang sudah tetap. Oleh karena itu d(St) pada persamaan (3.4) diatas menjadi konstan, sehingga persamaan P pompa untuk PCP menjadiakhir sebagai berikut :



c. Analisa Sistem Nodal untuk Pompa Analisa Sistem nodal menggunakan titik-titik nodal yang berfungsi sebagai pembatas antara sistem inflow dengan sistem outflow. Pembagian menjadi dua bagian sistem akan mempermudah dalam menganalisa bagian-bagian sumur dari sistem tersebut. Dalam tugas akhir ini titik nodal yang dipilih adalah pada dasar lubang sumur. Dengan asumsi bahwa working fluid level (WFL) dari fluida reservoir tepat berada di dasar lubang sumur maka pompa yang dipasang adalah didepan reservoir. Gambar 3.7 berikut memperlihatkan pompa yang dipasang tepat di depan reservoir dengan titik nodal didasar sumur.



Dengan titik nodal yang berada pada dasar sumur, maka sistem inflow merupakan sistem aliran fluida dari reservoir saja (aliran melalui media berpori) dan sistem outflow adalah aliran fluida di dalam pompa dan tubing. Kurva yang dihasilkan dari kedua sistem diatas adalah kuva IPR dan pump intake, dengan tekanan yang sama pada sistem ini adalah tekanan pada dasar sumur, yaitu tekanan alir dasar sumur (Pwf) sehingga plot dari kedua kurva tersebut adalah Pwf terhadap q. 3.1.5



Kelebihan dan Kekurangan PCP Keunggulan PC pump terletak pada tingginya efisiensi volumetric yang mencapai 80%. Dibandingkan dengan metode artificial lift lain, PC Pump merupakan yang tertinggi efisiensi



volumetriknya. PC pump sangat baik dalam mengatasi masalah kepasiran dan paraffin. Keunggulan lainnya adalah a. Desain pemasangan peralatan yang cukup sederhana b. Tidak terjadi gas lock c. Mampu mengangkat hampir keseluruhan jenis oil (sekitar 5-42 0API) d. Penggunaaan energy yang efisien Kekurangan PC Pump terletak pada rentannya dengan temperature yang tinggi. Batas maksimum suhu tertinggi adalah 250 F. Beberapa kekurangan PC Pump adalah a. Sensitif terhadap tekanan yang berlebihan b. Tidak kompatibel dengan beberapa chemical, H2S & oil gravity yang tinggi. c. Kedalaman yang bisa dicapai sekitar 6000 ft. Sangat rendah bila dibandingkan dengan ESP & gas lift yang mencapai 15,000 ft. d. Flow rate PC pump hanya sekitar 8000 bpd. Sangat rendah bila dibandingkan dengan ESP yang mencapai 50,000 bpd & Gas Lift yang mencapai 80,000 bpd. (Dunia Migas).



BAB III PERHITUNGAN 3.1 Perhitungan Electrical Submersible Pump Langkah Kerja Perencanaan ESP 1. Isi data yang diperlukan (data sumur, reservoir, dan fluida). 2. Hitung berat jenis rata-rata dan gradien tekanan fluida produksi menurut persamaan :



Bila mengandung gas, kurangi GF sekitar 10%. 3. Tentukan kedudukan pompa (HPIP) kurang lebih 100 ft di atas lubang perforasi teratas. Jarak antara motor dan lubang perforasi teratas (HS) kurang lebih 50 ft. 4. Tentukan laju produksi diinginkan dengan cara memilih kemudian mencoba harga Pwf untuk menghitung harga laju total menurut persamaan :



Apabila harga tersebut belum sesuai, ulangi memilih harga Pwf dengan penjajalan. 5. Hitung pump intake pressure (PIP) menurut persamaan : PIP = Pwf - GF × (HS-HPIP)



(5)



Harga PIP harus lebih besar dari BPP (tekanan jenuh); bila tidak terpenuhi, ulangi langkah 4 dan 5 dengan laju produksi yang lebih rendah. 6. Hitung arus cairan kerja (Zfl) menurut persamaan :



7. Tentukan kehilangan tekanan sepanjang tubing (Hf) setiap 1000 ft dengan membaca pada grafik friction loss berdasarkan persamaan William Hazen, dimana : HF = friction loss per 1000ft x pump setting depth (MD) / 1000



(7)



8. Hitung total dynamic head (TDH) menurut persamaan:



9. Pilih jenis dan ukuran pompa dari katalog perusahaan pompa bersangkutan dan gambar yang menunjukkan efisiensi maksimum untuk laju produksi yang diperoleh di langkah 4. Baca harga head capacity (HC) dan daya kuda motor (HP motor) pada laju produksi tersebut. 10. Hitung jumlah stages (tingkat) :



11. Hitung daya kuda yang diperlukan. HP = HP motor × Jumlah stages



(10)



12. Tentukan jenis motor yang memenuhi HP tersebut. 13. Untuk masing-masing jenis motor, hitung kecepatan aliran di annulus motor (FV). Jenis motor dan OD motor terkecil yang memberikan FV > l ft/detik adalah pasangan yang harus dipilih.



14. Baca harga arus listrik (A) dan tegangan listrik (Vmotor) yang dibutuhkan untuk jenis motor yang bersangkutan. 15. Dari harga arus listrik tersebut pilih jenis kabel pada Gambar 7 (dianjurkan memilih jenis kabel yang mempunyai kehilangan tegangan di bawah atau sekitar 30 volt tiap 1000 ft). ΔVkabel = (HS - 50) × ΔV/1000 ft



(12)



Contoh Soal: 16. Pada suatu sumur akan dipasang suatu ESP. Di gudang hanya tersedia pompa REDA G-180, G-110, E-35 (listrik 60 Hz). Casing 9-7/8”,



62.8 lb / ft ID  8.625" sedalam 3800’. Tubing 3.5” OD. PI  22 bbl / d / psi ,



Ps  370 psig .



WC  70% . THP  120 psig ,



SGoil  0.85 , SGwater  1.012 , qtotal  3800 BPD . Coba design pompanya!



Jawab:



Penentuan Jenis Pompa Dari ketiga pompa, yang cocok untuk Q  3800 BPD adalah pompa G-110 (gambar 16).



Penentuan Jumlah Sudu-sudu Dengan input Q  3800 BPD , didapat head capacity  3675 ft / 100 stages Penentuan Pwf :



Pwf  Ps 



q 3800  370   197.27 psi PI 22



Penentuan SG rata-rata:



SGtotal  SGoil 1  WC   SGwater WC   0.9634 Kedalaman working fluid:



Dwfl  TD   3800 



Pwf 0.433 SG



197.27 0.433 0.9634



 3327.09 ft Dari gambar 20, dengan input Q  3800 BPD ,



IDtubing  3" , tubing old, didapat H f  60 ft / 1000 ft Menghitung total dynamic head:



2.31  THP  TD  H f  SG 2.31 120  60   3327.09    3800  Penentuan jumlah sudu-sudu (impeller): 0.9634  1000   3842.83 ft



TDH  Dwfl 



TDH head capacity 3842.83  3675 / 100  104.5667 stages stages 



Penentuan Jenis Motor



q TDH SG 135770 38003842.830.9634  135770  103.62 HP HHP 



Dengan efisiensi 68%, maka untuk menghasilkan HHP diperlukan tenaga:



BHP 



HHP











103.62  152.38 HP 0.68



Dari BHP  152.38 HP dan listrik 60 Hz, pada tabel 5 dipilih Tandem motor 465 series 160 HP, dan didapat voltage  1270 V dan ampere  80 A .



Penentuan Kabel / Trafo Karena penurunan tegangan tidak boleh melebihi 30 V / 1000 ft , maka penurunan tegangan per ampere maksimumnya adalah:



30V / 1000 ft  0.375 V / A / 1000 ft 80 A Sehingga dipilih ukuran kabel 1 Cu aatau 2/0 Al dengan penurunan tegangan 0.307 V / A / 1000 ft . Panjang kabel yang diperlukan adalah sepanjang kedalaman sumur ditambah dengan kabel dari well head ke sumber listrik yaitu  TD  Lsurface  3800  100  3900 ft











3900 ft 80 A  95.78 V Sehingga penurunan tegangan total   0.307 A 1000 ft   V



1



Daya trafo  1.73 1270  95.7880  189024.5 VA  189.02 kVA Voltage trafo  1270  95.78  1365.78 V , sehingga harus dipilih trafo yang kVA-nya lebih dari 189.02 kVA, dan secondary volts-nya lebih dari 1365.78 V. Dari tabel 7, dipilih 3 trafo 1 fasa 75 kVA dengan primary volts 12500 V dan secondary 2400 V.



Penentuan Switchboard Harus dipilih switchboard yang maximum volts-nya lebih dari 1365.78 V, dan HP-nya lebih besar dari BHP, yaitu 152.38 HP. Dari table 8, dipilih class 150 MDFH type 76 A, size 4, maximum volts 1500 V, 250 HP, maximum full load amps 150 A.



Penentuan Starter Motor Dari perhitungan sebelumnya, diketahui bahwa penurunan tegangan (loss)  95.78 V . Untuk starter motor dibutuhkan 3x-nya, yaitu 3  95.78  287.35 V Pada motor dengan voltage 1270 V untuk bisa distarter membutuhkan 35% voltage rating, yaitu sebesar



0.35  1270  444.5 V Sisa voltage di motor  Vtrafototal  loss  1365.78  287.35  1078.43 V Karena sisa voltage di motor masih lebih besar daripada voltage rating, maka motor dapat distart.



Hasil Design Peralatan



Nama Alat



Spesifikasi



Pompa Motor Kabel Trafo Switchboard



G-110, 60 Hz Tandem motor 456 Series, 140 HP 1 Cu 2 Al 3 trafo 1 fasa 75 kVA, primary 12500 V 100 MDFH type 76A size 4



3.2 Sucker Rod Pump Contoh Soal Suatu sumur mempunyai laju produksi 600 BFPD , PI  4.1 B / D / psi . Tekanan static dasar sumur



216 psi . Kedalaman sumur 1200 ft . Water cut 70%, SGtotal  1.012 . Rod grade C dan efisiensi 70%. Tubing tidak dianker. Jawab: Langkah 1 – Hitung Pump Displacement



PD 



q 600   857.14 B / D Eff 0.7



Langkah 2 – Pilih Unit API dan Panjang Stroke Tekanan dasar sumur:



Pwf  Ps 



q 600  216   69.66 psi PI 4.1



Ketinggian kolom fluida dari dasar sumur:



Dwfl 



Pwf 0.433



G



69.66 1.012  162.80 0.433



ft



Kedalaman level fluida dari permukaan:



D  TD  Dwfl  1200  162.80  1037.20 ft Dengan anggapan pompa diletakkan ditengah-tengah kolom fluida, maka jarak pompa dari dasar sumur:



D pump 



Dwfl 2







162.80  81.40 ft 2



Kedalaman pompa dari permukaan:



D pump  L  D  1200  77.49  1118.60 ft  1119 ft Dari grafik 5, dengan input grafik D pump  1119 ft dan PD  857.14 B / D , dipilih pompa B yang paling mendekati kurva, dengan Unit API  57 dan panjang stroke 42”.



Langkah 3 – Pilih Ukuran Tubing, Plunger, Rod dan Kecepatan Pompa Karena kedalaman minimum pompa B adalah 1150 ft, maka kedalaman pompa diubah jadi 1150 ft agar memenuhi kriteria. Untuk pompa B, digunakan tabel 7, didapat: Ukuran tubing = 3” Ukuran plunger = 2 ¾” Ukuran rod = 7/8” Kecepatan pompa:



N  24 



1150  1150 24  19  24 spm 1300  1150



Langkah 4 – Hitung Fraksi Panjang Rod, Ukuran Tubing, Plunger, dan Rod Cek kecepatan sinkron:



N



237000 237000 237000 n   8.59 , jauh dari bilangan bulat, OK!! 241150 nL NL



Dari tabel 14 dengan ukuran rod 7/8”, didapat:



Ar  0.601 in 2 , M r  2.16 lb / ft Dari tabel 15 dengan ukuran plunger 2 ¾”, didapat:



Ap  5.94 in 2 , pump constant K  0.881 bbl / d / in / spm Dari tabel 16 dengan ukuran tubing 3”, didapat:



At  2.59 in 2 Langkah 5 – Pembulatan Ukuran Rod Panjang rod  1200  1150  50 ft Karena sudah sesuai kelipatan 25 ft, maka panjang rod tetap 50 ft. Langkah 6 – Hitung Acceleration Factor







4224  0.343 SN 2  70500 70500 2



Langkah 7 – Tentukan Panjang Stroke Efektif Panjang stroke efektif:



S P  S  e p  et  e r SP  S 



40.8 L2 5.20 GLDA p 5.20 GDA p   E EAt E



 L1     A1 



40.8 1119 0.343 5.20 1.01211191037.205.94 S P  42  30  10 6   30  10 6 2.59 2







5.20 1.0121037.205.94  1119    30  10 6   0.601 



S P  45.06 ft Langkah 8 – Tentukan Laju Produksi Laju berdasarkan Sp dan ukuran plunger:



Q  K S P N Ev  0.88145.06240.7  666.98 B / D Displacement pump dari laju produksi yang diinginkan dan efisiensi:



PD  857.14 B / D Karena Q  PD , maka laju berdasarkan Sp dan ukuran plunger belum memenuhi laju yang diinginkan, sehingga kita coba mengganti pompa yang cocok. Dipilih pompa E, dengan Unit API  57 dan panjang stroke 42”. Kembali ke langkah 6.



Langkah 6 – Hitung Acceleration Factor



6424  0.523 SN 2   70500 70500 2



Langkah 7 – Tentukan Panjang Stroke Efektif Panjang stroke efektif:



S P  S  e p  et  e r SP  S 



40.8 L2 5.20 GLDA p 5.20 GDA p   E EAt E



 L1     A1 



40.8 1119 0.523 5.20 1.01211191037.205.94 30  10 6   30  10 6 2.59 2



S P  64  



5.20 1.0121037.205.94  1119    30  10 6   0.601 



S P  67.37 ft Langkah 8 – Tentukan Laju Produksi Laju berdasarkan Sp dan ukuran plunger:



Q  K S P N Ev  0.88167.37240.7  997.12 B / D



Displacement pump dari laju produksi yang diinginkan dan efisiensi:



PD  857.14 B / D Karena Q  PD , maka laju berdasarkan Sp dan ukuran plunger sudah memenuhi laju yang diinginkan.



Langkah 9 – Hitung Berat Rod



Wr  Lr Ar  11192.16  2417.04 lb Langkah 10 – Hitung Berat Fluida



W f  0.433G LAP  0.294Wr   0.4331.01211195.94  0.2942417.04  2601.24 lb Langkah 11 – Hitung PPRL, Cek Terhadap Beam Load



PPRL  W f  Wr 1     2601.24  2417.041  0.523  6282.14 lb



MPRL  Wr 1    0.127 G  2417.041  0.523  0.1271.012  842.54 lb Dari table 1 (Rating Pompa Menurut API), pompa yang digunakan adalah 160 – 173 – 64, sehingga didapat rating 17300 lb. Karena PPRL masih dibawah rating, maka design masih aman. Langkah 12 – Hitung Maximum Stress, Cek terhadap yang Diijinkan



 max 



PPRL 6282.14   10452.81 psi Ar 0.601



 min 



MPRL 842.54   1401.89 psi Ar 0.601



Untuk Rod Conventional grade C, maximum allowable stress-nya adalah 30000 psi. Karena maximum stress masih dibawah maximum allowable, maka design masih aman. Langkah 13 – Hitung Counterballance Effect



Langkah 14 – Tentukan Posisi Counterweight agar Counterbalance Ideal Counterballance yang ideal adalah:



Ci 



PPRL  MPRL 6282.14  842.54   3562.34 lb 2 2



Posisi counterweigth yang tepat:



Langkah 15 – Hitung Peak Torque Dengan asumsi tidak akan meleset lebih dari 5% counterbalance ideal, maka peak torque:



PT  PPRL  0.95 Ci 



S 64  6282.14  0.953562.34  92733.31 lb  in 2 2



Langkah 16 – Hitung HHP, Hf, HP brake dan Pilih Motornya Hydraulic horse power:



H h  7.36  10 6 q LN  7.36  10 6 6001.0121037.20  4.64 HP Friction horse power:



H f  6.3110 7 Wr S N  6.3110 7 2417.046424  2.34 HP Brake horse power:



H b  1.5 H h  H f   1.5 4.64  2.34  10.47 HP Dengan asumsi efisiensi motor 70%, maka diperlukan motor dengan rating:



HPmotor 



Hb











10.47  14.95 HP 0.7



Jenis SRP : Conventional – API Size = 160



Data yang Dihitung PD, bbl/d Fluid level, ft Pump depth, ft Stroke length, in Pump speed, spm Plunger diameter, in SG Fluids Tubing Size (un-anchored),in Sucker Rod Size, in Service Factor



Karakteristik Operasi 857.14 1037.20 1119 64 24 2.75 1.012 3



PPRL, lb MPRL, lb PT, lb-in PRHP, hp Maximum Stress, psi Minimum Stress, psi EBHP, hp NPHP (70%), hp



6282.14 842.54 92733.31 6.98 10452.81 1401.89 8.72 14.95254



7/8 1



3.3 Progressive Cavity Pump 3.2.1 Prosedur Perhitungan Pump Intake untuk PCP Pengolahan data yang dilakukan adalah dengan melakukan iterasi tekanan dari suction pompa PCP. Adapun prosedur perhitungan untuk menentukan pump intake dari pompa PCP adalah sebagai berikut : 1. Membuat kurva IPR dari data sumur yang tersedia. Kurva ini sangat penting karena akan menunjukkan karakteristik dan kelakuan dari reservoir itu sendiri.



2. Menentukan kehilangan tekanan sepanjang tubing dengan menggunakan kurva pressure traverse dari data sumur yang tersedia, sehingga didapatkan harga penurunan tekanan untuk setiap laju alir tertentu. Kemudian data tersebut diplot untuk menghasilkan kurva tubing intake. Jika kurva tubing intake tidak berpotongan dengan kurva IPR (kurva tubing intake diatas kurva IPR), maka hal itu menandakan bahwa sumur tersebut memerlukan pengangkatan buatan. 3. Menentukan tipe pompa PCP yang akan digunakan, berdasarkan kedalaman dari lubang sumur, yang disesuaikan dengan kemampuan angkat (lifting capacity) pompa dari tabel Moyno Down-Hole Pump Productline. Sebagai contoh adalah tipe pompa PCP 50-N-340, dimana angka 50 menunjukkan kemampuan pengangkatan sedalam 5000 ft, N menunjukkan volume fluida yang diangkat (Low, Nominal, High Volume), sedangkan angka 340 menunjukkan kapasitas fluida yang dapat diproduksi tiap harinya untuk putaran pompa sebesar 100 RPM. 4. Menentukan range (selang data) pada kurva performa pompa dari tipe pompa yang telah ditentukan diatas untuk tiap RPM-nya. Selang data yang diambil adalah harga laju alir, q untuk harga head sepanjang kurva RPM. Untuk mempermudah pengambilan data dari kurva performa pompa, maka dilakukan interpolasi pada kurva tersebut untuk setiap RPM. 5. Mensesuaikan selang data laju alir yang diambil dari kurva performa pompa dengan selang data dari tubing intake pada butir (1) diatas. Untuk mempermudah perhitungan, maka selang data yang sesuai dari tubing intake tersebut diinterpolasi. 6. Data tekanan dari tubing intake dengan laju alir yang sama dengan laju alir dari kurva performa pompa diasumsikan sebagai tekanan discharge (Pout) dari pompa (diasumsikan bahwa panjang pompa PCP, rotor + stator, dapat diabaikan dibandingkan dengan kedalaman lubang sumur). P 7. Dengan menganggap suatu harga Pass), maka tekanan suctionpompa ( (Pin) dari pompa akan didapat dengan Pass.persamaan Pin = Pout - P pompa 8. Selanjutnya menghitung dengan persamaan (3.4) diatas. Sifat fisik fluida yang mengalir didalam pompa (Z, Bo, Bg dan Rs) dihitung menggunakan korelasi dengan kodisi tekanan rata-rata (Pave) dari pompa, (Pin + Pout)/2, dan temperatur laju alir di dasar sumur. P yang 9. Perbedaan tekanan pompa, didapat dari butir (7) tersebut Pass pompadibandingkan dengan pada butir (6) diatas. Jika hasilnya berbeda maka dilakukan itersi dengan P tersebutcara memasukkan harga Pkedalam persamaan Pin = Pout – P atau Pinsampai didapat harga yang sama dengan perhitungan sebelumnya. Pout yang digunakan disini tetap, yaitu tekanan dari tubing intake. 10. Tekanan suction pompa (Pin) yang telah didapat merupakan tekanan alir dasar sumur (Pwf) dengan asumsi bahwa WFL (working fluid level) berada diatas sumur sehingga pompa dipasang tepat didepan reservoir. 11. Selanjutnya dapat dibuat kurva pump intake antara Pwf terhadap qsc yang memperlihatkan kemampuan angkat pompa PCP pada RPM tertentu. Jika kurva pump



intake tersebut digabung dengan kurva IPR, maka perpotongan kedua kurva tersebut merupakan laju alir pompa PCP pada kondisi sumur. 3.3.2 PENGGUNAAN ANALISA SISTEM NODAL DALAM PERENCANAAN PCP a) Persiapan Data Data yang digunakan pada tulisan ini adalah data hipotesis, yaitu data sumur dengan kedalaman 5000 ft.. Data selengkapnya untuk kedua sumur tersebut adalah sebagai berikut :



b) Hasil Perhitungan Pompa PCP yang digunakan pada data sumur adalah model 50-N-340. Contoh perhitungan dibawah ini adalah untuk pompa PCP model 50-N-340 dengan putaran pompa pada 200 RPM. Sedangkan untuk putaran pompa pada 400 RPM dan 600 RPM akan dituliskan hasil akhir perhitungannya saja. A. 200 RPM • Membuat kurva IPR Dengan mengasumsikan beberapa nilai Pwf, tentukan laju alir dengan persamaan: Qsc = J (Pr – Pwf) . = 1.3889 x (1800 – Pwf)















Pemilihan pompa PCP Berdasarkan data kedalaman dari sumur sedang (5000 ft), maka dipilih pompa PCP dengan model 50-N-340. Model ini dipilih karena laju produksi yang dapat dihasilkan cukup besar, yaitu 340 BFPD untuk 100 RPM. Melakukan interpolasi data pada pump performance curve. Selang data laju alir sepanjang kurva 200 RPM pada pump performance curve model 50-N-340 (Lampiran B.III) adalah 456 – 675 BFPD. Persamaan hasil interpolasinya adalah sebagai berikut : H = -0.1274(V)2 + 115.92(V) – 20232 Melakukan interpolasi data pada tubing intake Selang data laju alir tubing intake yang sesuai dengan laju alir pada pompa diatas adalah antara 400 – 800 stbl/d dengan selang tekanan antara 1800 – 1760 psi. Persamaan hasil interpolasi selang data tubing intake diatas adalah : Pout = -0.1(q)2 + 1840 Dengan menganggap tekanan tubing intake sebagai tekanan discharge (Pout) P pompadari pompa. asumsikan Pass) sebesar 1000 psi, maka( didapatkan tekanan suction (Pin) untuk pompa untuk berbagai harga laju alir, q.



Melakukan Perhitungan P Pompa Perhitungan P pompa dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. a. Contoh perhitungan untuk q = 600 stbl/d, tentukan tekanan rata-rata (Pave) dari Pout dan Pin pompa : Pave = (Pout + Pin)/2



b.



c.



d.



e.



f.



= (1780 + 780)/2 = 1280 psi Tentukan factor volume, VF dengan menghitung terlebih dahulu sifat fisik dari fluida (Z, Bo, Bg, dan Rs) dengan menggunakan korelasi pada tekanan rata-rata (Pave) dan temperatur alir sumur. Dari data : Pave = 1280 psi T = 150 oF Dengan menggunakan korelasi didapatkan : Z = 0.8762 Bo = 1.1416 bbl/STB Rs = 258.887 scf/bbl Bg = 0.000517 cu-ft/scf VF = wc + (1 – wc)Bo + GIP{GLR – (1 – wc)Rs]Bg = 0.75 + (0.25) (1.1416) + 1[100 – (0.25)(258.887)](0.000517) = 1.05367 bbl/STB Menghitung kapasitas, V dengan menggunakan persamaan (3.10) V = qsc x VF = (600)(1.05367) = 632.2004 bbl/d Menghitung H(V) dengan menggunakan persamaan interpolasi pada poin keempat diatas H = - 0.1274(V)2 + 115.92(V) – 20232 = - 0.1274(632.2004)2 + 115.92(632.2004) – 20232 = 2133.775 ft Menghitung Gf(V) dengan menggunkan persamaa (3.12)



Hitung P pompa dengan menggunakan persamaaan (3.13) Pp = H(V) x Gf(V) = (2133.775)(0.42461) = 906.0274 psi g. Tabel berikut adalah perhitungan untuk iterasi pertama, dimana baris yang diberi warna hitam merupakan baris yang tidak dapat digunakan lagi dalam



perhitungan Pp atau Pinselanjutnya, karena pada baris ini mempunyai nilai negatif. • Melakukan iterasi untuk Pin pompa Pp pada perhitungan diatas belum sama dengan dilakukan iterasi dengan memasukkan Pp atau Pin tersebut harga pada perhitungan selanjutnya. Hasil perhitungan dan iterasi selengkapnya untuk pompa PCP model 50-N-340, 200 RPM dapat dilihat pada table 4.4. • Membuat kurva pump intake Buat kurva qsc vs Pin sebagai sensitivitas terhadap kurva IPR (gambar 4.1)



BAB IV KESIMPULAN



DAFTAR PUSTAKA



https://iatmismmigas.wordpress.com/2013/01/05/artificial-lift/ http://www.pusdiklatmigas.com/file/t2-_optimasi_pompa_---_Ganjar_Hermadi.pdf http://fatmapetroleum.blogspot.co.id/2011/07/gas-lift.html