Artikel Tambang - MA PA UA EU [PDF]

  • Author / Uploaded
  • imran
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Rabu, 18 November 2015



Mechanical Availability, Physical availability, Used Availability and Effective Utility MA, PA, UA dan Eu merupakan rumus yang digunakan untuk perencanaan perbaikan unit alat berat (Heavy Equipment) dan kendaraan bermesin, berikut ini saya akan menjelaskan kegunaan rumus tersebut untuk menghitung produktifitas alat berat di tambang. A. Mechanical Availability (Ketersedian Mekanis) Merupakan Penghitungan hilangnya waktu kerja alat berat yang diakibatkan oleh Kerusakan mekanis seperti Kerusakan mesin atau bisa juga diakibatkan oleh perawatan service berkala unit alat berat. Untuk menghitung ketersedian mekanis alat berat dapat digunakan rumus berikut : Ma



=



Wt



(Wt+ Wr) x 100% B. Physical Availability (Ketersediaan Fisik ) Merupakan penghitungan hilangnya waktu kerja alat berat yang diakibatkan oleh hal selain kerusakan mekanis diatas, seperti hilangnya waktu kerja yang diakibatkan oleh Hujan, Jalan Licin dan lainnya yang diakibatkan oleh alam. Untuk menghitung ketersediaan fisik alat berat tersebut dapat digunakan rumus berikut : Pa



=



Wt + Wstb



(Wt+ Wr+Wstb) x 100% C. Effective Utilization (Waktu Kerja Efektif) Merupakan penghitungan waktu kerja tersedia yang dapat dimanfaatkan untuk produktifitas alat berat. Untuk menghitung waktu kerja effektif alat berat dapat digunakan rumus berikut : Eu



=



Wt



(Wt+ Wr+Wstb) x 100% D. Use of Availability (Ketersediaan Pemakaian) Merupakan penghitungan waktu alat berat tersebut digunakan untuk beroperasi , pada saat unit tersebut bisa dipergunakan. Untuk menghitung waktu ketersediaan pemakaian dapat digunakan rumus berikut: Ua



=



Wt



(Wt +Wstb) x 100%



Pasti bingung kan ? dengan simbol-simbol rumus tersebut, berikut keterangan dari rumus-rumus yang saya jabarkan tadi : Ma = Merupakan Mechanical Availability Pa = Merupakan Physical Availability Eu = Merupakan Effective Utilization Ua = Merupakan Use of Availability Wt = Total waktu yang digunakan untuk operasional unit Wr = Total waktu yang hilang yang diakibatkan oleh kerusakan unit Wstb = Total waktu standby unit tersebut



Plant Maintenance KPI’s May 24, 2013May 24, 2013 dwigatotsiswanto MaintenanceMaintenance, maintenance planning



“Babak belur tiap hari kerja baikin mesin…. hasil gini-gini aja…. mending nyantai aja”….. Mungkin ini sering kita dengar setiap hari ketika kita bercakap-cakap dengan seorang mekanik di lapangan dan memang harus dimaklumi memang karena orang lapangan cenderung menggunakan tenaga dalam bekerja berbeda dengan yang bergerak di bidang strategy maintenance-nya. Hal ini akan bisa semakin tidak terkendali kalau pekerjaan maintenance unit itu tidak menggunakan atau membuat perencanaan yang baik dan terkendali yang berorientasi dengan target-target yang ditentukan. Dengan praktek tanpa perencanaa yang baik pekerjaan jadi tidak terarah hanya fokus pada pekerjaan yang bersifat breakdown repair saja yang akan menyebabkan pekerjaan jadi tidak terfokus dan akan menguras sumber daya yang lebih dan yang tidak terduga. Apa sih sebenarnya yang dijual oleh “bengkel” ke klien tidak lain adalah menyediakan unit atau peralatan dengan kondisi bagus dan selalu siap (reliable) ketika akan digunakan. Dalam proses menyiapkan unit yang handal dan selalu siap ketika dibutuhkan juga akan dibutuhkan waktu sebagian dari ketersediaan alat untuk proses maintenance itu. Namun perlu diingat perlu ada batasan-batasan sehingga proses maintenance tetap terkendali menyesuaikan berapa persen alat itu dibutuhkan sesuai dengan target unit itu akan digunakan atau seberapa banyak produksi yang



akan dihasilkan oleh unit tersebut. Istilah yang sering digunakan adalah KPI atau Key Performance Indicators yang akan digunakan sebagai batasan atau pun target yang perlu dicapai. Ketersediaan unit secara fisik untuk digunakan dikenal dengan istilah Physical Availability (PA) dengan pengertian berapa persentase unit itu tersedia untuk digunakan tanpa terganggu oleh kerusakan atau perbaikan secara terencana (schedule) maupun tidak terencana (unschedule). Kerusakan di dalamnya juga bisa termasuk kerusakan yang non technical seperti misalnya unit rusak dikarenakan terjadinya accident ini akan mempengaruhi ketersediaan secara fisik. Lho…. itu kan bukan pengaruh maintenance unit rusak tapi kesalahan operasional.. ok..ok… untuk itu maka akan diukur juga ketersediaan unit secara mekanikal atau dikenal Mechanical Availabilty (MA). MA ini hanya akan menghitung ketersediaan unit yang di pengaruhi oleh kerusakan atau perbaikan secara technical. Terus mana yang digunakan PA/MA??? ya terserah yang rental “bengkel” mau pilih PA atau MA tapi kalau sudah orientasinya unit itu digunakan untuk produktivitas tentunya akan tetap menggunakan PA sebagai indicator-nya. Beda untuk konsumsi “bengkel” itu sendiri maka MA akan lebih sesuai digunakan sebagai indikator keberhasilan maintenance. Untuk penghitungan sederhananya adalah PA%=(Total penggunaan jam unit – Total jam kerusakan/ Total penggunaan jam unit) x100 Misal : Unit kendaraan tambang total jam digunakan dalam beroperasi adalah 24 jam (di dalamnya bisa jam unit digunakan bekerja, travel, parkir, rusak / breakdown) dan dalam kurun waktu 24 jam tersebut ada 2 jam unit tersebut rusak maka: PA %= ((24-2)/24) x100 PA %= (22/24) x100 PA% = 91.6 Terus standarnya berapa untuk PA tersebut… Variance.. ini bisa dipengaruhi oleh umur unit dan atau target produksi yang akan dihasilkan oleh unit tersebut sendiri (Akan dibahas terpisah kalau sudah jadi manager :D..) namun untuk unit yang baru rata-rata 90% ke atas.



By the way..anyway.. busway… PA & MA hanyalah sebagai hasil akhir saja sebenarnya karena sebelum tercapai angka persentase tersebut. Faktor penentunya adalah ada beberapa item namun pokoknya adalah seberapa cepat kita melakukan maintenance / perbaikan dan seberapa lama ketahanan unit tersebut digunakan. Semakin cepat pekerjaan digunakan maka ketersediaan unit akan juga bertambah ini dikenal dengan istilah MTTR (Mean Time To Repair). untuk mengukur ketahanan unit dikenal dengan istilah MTBS (Mean Time Between Stoppages) MTTR diartikan berapa lama sih rata-rata unit itu diperbaiki, perhitungannya : MTTR (jam)= Total jam breakdown schedule & unschedule / total pemberhentian dikarenakan rusak schedule & unschedule Misal : Unit rusak selam 100 jam dalam sebulan, total berapa kali unit rusak adalah 10 kali maka dihitung MTTR (jam)=100/10 MTTR (jam)=10 jam Standarnya berapa ya???? variance juga tergantung kebijakan “bengkel” namun sebagai benchmark dari vendor umumnya 8-10 jam bahkan ada yang mengunakan 6 jam dan bahkan ada yang sampai 12 jam. MTBS juga akan berpengaruh terhadap PA/MA. Semakin unit jarang stop maka ketersediaan alat juga akan semakin tinggi. Penghitungannya dengan membagi total jam beroperasi dibagi total berapa banyak unit itu parkir rusak dikarenakan schedule maupun tidak. Rumus sederhananya MTBS (jam) = Total jam unit beroperasi / Total pemberhentian schedule & unschedule Misal total jam unit beroperasi 1 bulan adalah 300 jam dengan 10 kali rusak maka : MTBS (jam) =300/10 MTBS (jam) =30 jam



Targetnya “piro”? lha wani piro?…. variance lagi namun benchmark vendor unit berkisar diangka 80-100 jam. Namun ada juga yang menggunakan standard di bawah range tersebut. Masih ada banyak lagi indikator-indikator keberhasilan maintenance selain disebutkan 3 diatas yang mengarah pada proses demi prosesnya dan sekali lagi PA/MA hanyalah hasil akhir dari berbagai proses strategy maintenance yang digunakan. Misalnya: 



MTFS (Mean Time First Stoppages)







MTBF (Mean Time Between Failure)







SM (Schedule Maintenance)







SA (Service Accuracy)







etc



Demikian sedikit mudah2an bermanfaat buat para “Bengkeler’s” sekalian… tetap utamakan safety ya dalam bekerja..



Pengertian Helpdesk , MTTR, MTBF, RELIABILITY, AVALAIBILITY, METODE DEBLEQ, DIAGRAM CASE panji. ades 2 years ago panji. ades



Helpdesk Menurut Donna Knapp (2004), definisi helpdesk adalah sebuah alat untuk mengatasi persoalan yang didesain dan disesuaikan untuk menyediakan layanan teknis yang dikosentrasikan untuk produk atau layanan yang spesifik. Helpdesk juga dikenal sebagai suatu departemen dalam suatu perusahaan yang digunakan untuk menjawab dan memberikan informasi kepada user. Helpdesk didesain dan disesuaikan untuk internal support system dan digunakan untuk mendukung customer. Biasanya perusahaan menyediakan layanan helpdesk pelanggannya melalui layanan jalur hubungan



langsung, situs web, dan email. Ada juga helpdesk intern yang menyediakan fasilitas helpdesk hanya untuk karyawannya. Pada umumnya fungsi helpdesk mempunyai beberapa fungsi. Fungsi utama adalah menyediakan wadah bagi para pengguna untuk menampung permasalahan dalam berbagai macam komputer. Biasanya helpdesk dikelola dengan menggunakan suatu software. Software ini sering kali menjadi alat yang sangat bermanfaat untuk mencari, menganalisa dan meminimalisasi masalah-masalah tertentu yang umum terjadi pada lingkungan sebuah organisasi. Beberapa helpdesk mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menangani berbagai jenis permasalahan. Pada tingkat pertama helpdesk adalah mempersiapkan untuk menjawab pertanyaan yang paling sering dipertanyakan oleh pengguna dan menyediakan solusi berdasarkan dengan dasar pengetahuan. Helpdesk dalam skala besar umumnya memiliki sebuah team yang bertanggung jawab dalam mengatur sistem permasalahan yang berbeda-beda. Beberapa helpdesk didalamnya terdapat perhitungan waktu bagi analisis untuk mengerjakan tugas seperti mengkaji masalah dan menentukan penanganan masalah. IT Helpdesk merupakan sistem manajemen yang digunakan untuk membantu departemen TI untuk menangani kebutuhan dukungan TI bagi perusahaan (Purwanto, 2011). Customer dari IT Helpdesk ini adalah karyawan-karyawan yang mempunyai permasalahan yang berkaitan dengan teknologi informasi dan biasanya penggunanya adalah divisi atau departemen yang menangani teknologi informasi pada perusahaan atau organisasi.



Mean Time To Repair (MTTR) Menurut Torrel & Avelar (2010), MTTR, atau Mean Time To Repair adalah waktu yang diperlukan untuk memulihkan suatu sistem dari sebuah kegagalan. Dalam hal ini juga termasuk waktu yang dibutuhkan dalam mendiagnosa masalah, waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan teknisi, dan waktu yang diperlukan untuk memperbaiki sistem (hardware). Sama dengan MTBF, MTTR diwakili dalam satuan jam. MTTR menunjukkan nilai availability dan bukan reliability seperti MTBF. Semakin lama MTTR atau semakin tinggi nilai MTTR maka semakin buruk. Sederhananya, jika dibutuhkan waktu lebih lama untuk memulihkan sebuah sistem dari kegagalan atau kerusakan, maka sistem ini memiliki ketersediaan (availability) yang lebih rendah. MTTR adalah parameter yang berguna yang harus digunakan di awal perencanaan dan perancangan tahap dari suatu sistem. Parameter yang digunakan dalam menilai aksesibilitas / lokasi komponen sistem, misalnya sebuah komponen yang sering gagal harus ditempatkan di mana ia dapat dengan mudah dihapus dan diganti.



MTTR juga dapat memberikan informasi untuk penentuan perangkat teknologi mana yang harus diberikan cadangan dan mana yang tidak. Nilai MTTR yang sangat tinggi dapat digunakan sebagai acuan bahwa perangkat teknologi tersebut sebaiknya diberikan cadangan. Pemberian cadangan ini bertujuan agar operasional perusahaan dapat segera berjalan normal ketika terjadi kerusakan. Untuk menghitung perkiraan dari nilai MTTR ini adalah sebagai berikut :



MTTR = Mean Time To Repair. t = Waktu yang diperlukan untuk reparasi. n = Jumlah reparasi yang pernah dilakukan.



Mean Time Between Failure (MTBF) MTBF, atau Mean Time Between Failure (Torrel & Avelar, 2010) adalah ukuran dasar dari keandalan sistem. MTBF merupakan waktu rata-rata yang dibutuhkan oleh sistem untuk bekerja tanpa mengalami kegagalan dalam periode tertentu. Perkiraan nilai MTBF juga dapat memberikan informasi mengenai keandalan suatu perangkat TIK dimana dalam permasalahan ini juga dapat dianalisa tentang kemungkinan human error yang mengakibatkan kegagalan perangkat TIK. MTBF biasanya direpresentasikan dalam satuan jam. Semakin tinggi jumlah MTBF, semakin tinggi keandalan suatu sistem atau produk. Bagi produsen, nilai MTBF ini sangat penting dalam proses pengambilan keputusan, karena dari nilai MTBF maka dapat diketahui masa hidup suatu produk. Pengambilan keputusan ini menyangkut pemilihan produk yang nantinya akan digunakan untuk mendukung suatu sistem yang ada. Nilai MTBF dapat dihitung atau diukur dengan membagi antara total waktu masa optimal dengan jumlah kerusakan yang terjadi. Berikut persamaan untuk menghitung nilai MTBF :



MTBF = Mean Time Between Failure. tUptime = Waktu optimal. n = Jumlah kerusakan yang terjadi.



Reliability (Keandalan) Keandalan / Reliability (Torrel & Avelar, 2010) dapat didefinisikan sebagai nilai probabilitas bahwa suatu komponen atau sistem akan sukses menjalani fungsinya, dalam jangka waktu dan kondisi operasi tertentu. Keandalan digunakan sebagai indikator dari tingkat layanan suatu produk atau jasa. Keandalan suatu layanan dianggap sempurna jika setiap kali produk atau jasa tersebut digunakan tanpa ada kegagalan yang terjadi. Dengan mengetahui informasi tentang keandalan suatu sistem atau produk diharapkan dapat memberikan indikator keandalan suatu layanan produk atau jasa sehingga dapat dilakukan evaluasi tingkat atau kualitas layanannya. MTBF merupakan ukuran dasar dari keandalan sistem. MTBF ini biasanya direpresentasikan dalam satuan jam. Jika dapat diketahui nilai dari MTBF maka dapat diketahui pula nilai reliability. Nilai MTBF ini digunakan untuk menentukan nilai failure rate yang digunakan pada perhitungan nilai reliability.



Availability (Ketersediaan) Definisi ketersediaan (Torrel & Avelar, 2010) adalah probabilitas bahwa perangkat akan melakukan fungsi yang diperlukan tanpa kegagalan dalam kondisi persyaratan untuk jangka waktu tertentu. Sebelum ketersediaan sistem dapat ditentukan, ketersediaan perangkat yang harus dipahami. Penting untuk diingat bahwa setiap perangkat akan memiliki probabilitas kegagalan. Ada dua faktor utama yang terlibat dalam perhitungan ketersediaan: Mean Time Between Failure (MTBF) dan Mean Time To Repair (MTTR). MTBF diperoleh dari membagi antara total waktu masa optimal dengan



jumlah kerusakan yang terjadi. MTTR adalah waktu rata-rata untuk memperbaiki dan mengembalikan perangkat untuk kembali ke keadaan normal. Setelah MTBF dan MTTR diketahui, ketersediaan komponen dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:



Nilai dari availability dan reliability sangat penting untuk dituntut setinggi mungkin bahkan kalau bisa dapat mencapai nilai sempurna. Suatu layanan yang baik tentu dapat memberikan nilai lebih bagi suatu perusahaan. Layanan dalam hal ini dapat berupa kinerja suatu sistem atau kinerja dari manusia. Kinerja yang baik dari suatu sistem dapat memberikan kelancaran operasional bagi perusahaan dimana kelancaran tersebut dapat memberikan keuntungan, baik berupa materi maupun kemudahan dalam proses bisnis.



Penentuan Prioritas Masalah Masalah adalah kesenjangan antara apa yang diharapkan (expected) dengan apa yang aktual terjadi (observed ). Idealnya, semua permasalahan yang timbul harus dicarikan jalan keluarnya. Namun, karena keterbatasan sumber daya, dana, dan waktu menyebabkan tidak semua permasalahan dapat dipecahkan sekaligus, untuk itu perlu ditentukan masalah yang menjadi prioritas. Setelah pada tahap awal merumuskan masalah, maka dilanjutkan dengan menetapkan prioritas masalah yang harus dipecahkan. Prioritas masalah didapatkan dari data atau fakta yang ada secara kualitatif, kuantitatif, subjektif, objektif serta adanya pengetahuan yang cukup. Menurut Azwar (1996), penetapan prioritas dinilai oleh sebagian besar manager sebagai inti proses perencanaan. Langkah yang mengarah pada titik ini, dapat dikatakan sebagai suatu persiapan untuk keputusan penting dalam penetapan prioritas. Sekali prioritas ditetapkan, langkah berikutnya dapat dikatakan merupakan gerakan progresif menuju pelaksanaan. Dalam penentuan prioritas, aspek penilaian dan kebijaksanaan banyak diperlukan bersama-sama dengan kecakapan unik untuk mensintesis berbagai rincian yang relevan.



Metode Delbeq Menurut Intiasari (2011), metode ini memprioritaskan masalah yang dilakukan dengan memberikan bobot (yang merupakan nilai maksimum dan berkisar antara 0 sampai 100) dengan kriteria: 1.Besar masalah yaitu % atau jumlah atau kelompok penduduk yang ada kemungkinan terkena masalah serta keterlibatan masyarakat dan instansi terkait.



2.Kegawatan masalah yaitu tingginya angka morbiditas dan mortalitas, kecenderungannya dari waktu ke waktu. 3. Biaya / dana yaitu besar atau jumlah dana yang diperlukan untuk mengatasi masalah baik dari segi instansi yang bertanggung jawab terhadap penyelesaian masalah atau dari masyarakat yang terkena masalah. 4. Kemudahan yaitu tersediannya tenaga, sarana / peralatan, waktu serta cara atau metode dan teknologi penyelesaian masalah seperti tersediannya kebijakan / peraturan, petunjuk pelaksanaan (juklak), petunjuk teknis (juknis) dan sebagainnya.



Langkah-langkah yang harus dilakukan sebagai berikut: 1. Tentukan dahulu bobot masing-masing kriteria (nilai 0-100). 2. Isi setiap kolom dengan hasil perkalian antara bobot dengan skor masing-masing masalah. Besarnya skor tidak boleh melebihi bobot yang telah disepakati. Bila ada perbedaan pendapat dalam menentukan besarnya bobot dan skor yang dipilih rata-ratanya. 3. Jumlahkan nilai masing-masing kolom tersebut sehingga menjadi sebuah nilai prioritas.



PERANCANGAN SISTEM Desain sistem adalah spesifikasi dari sebuah solusi detail yang berbasis komputer. Desain sistem informasi didefinisikan sebagai tugas yang berfokus pada spesifikasi dari solusi detail yang berbasis komputer. (Whitten & Bentley, 2008)



Use Case Diagram Diagram use case menunjukkan beberapa use case, aktor, dan relasi yang ada dalam sistem. Use case berfokus pada apa yang pemakai harapkan dalam sistem, fungsi-fungsi apa saja yang pemakai inginkan dari sistem, dan fitur apa saja yang pemakai inginkan terhadap sistem yang akan dibangun (Sholiq, 2010:20).



 Twitter  Facebook



 Google  Tumblr  Pinterest



ARTIKEL MENARIK LAINNYA 



TCP dan Pengalamatan IP 



MTBF (Mean Time Between Failures) & MTTF (Mean Time To Repair) by migas | Jun 25, 2012 | Reliability, Uncategorized | 4 comments “MTBF merupakan Jarak Rata-rata antar kerusakan, rumusnya adalah : MTBF = Kurun Waktu dibagi dengan Jumlah Kerusakan yang terjadi Sedangkan MTTR merupakan Waktu Rata-rata yang dibutuhkan untuk reparasi, rumusnya adalah : MTTR = Jumlah waktu reparasi dibagi dengan Jumlah reparasi. Yang diharapkan adalah meningkatkan MTBF & menurunkan MTTR.” Tanya – Manik manik@kotaminyak Rekan Migas, Mohon penerangan cara perhitungan MTBF (mean time between failures) & MTTF (mean time to repair). Tanggapan 1 – Wilis Wirawan ww@sarana-ahli



Dear Pak Manik, Saya coba untuk membantu Bapak. Misalkan



kita



a..



Hari



b..



Hari



c..



Hari



d..



Hari



e..



Hari



f..



Har



memiliki



data



ke ke



historis



0



s.d



100



s.d



ke



107



ke



197



ke ke



200 290



sebuah ke ke s.d s.d s.d s.d



mesin



sebagai 100:



berikut: up-time



107:



down-time



197:



up-time



200: 290: 291:



down-time up-time down-time



g.. Hari ke 291 s.d 390: up-time Dari data di atas diperoleh jumlah kejadian up-time adalah 4. Lama up-time total = 100 + 90 + 90 + 99 = 379 hari. Mean Time Between Failures (MTBF) = (lama uptime total)/(jumlah kegagalan) = 379/4 = 94.75 hari. Formula untuk menghitung Mean Time to Fail (MTTF) sama dengan MTBF. Bedanya terletak pada penggunaannya. MTBF untuk item yang bisa di-repair, sedangkan MTTF untuk item yang tidak di-repair seperti bearing dan transistor. Formula MTBF tersebut di atas hanya untuk estimasi saja. Formula tersebut hanya berlaku bila diasumsikan laju kegagalannya konstan. Bila diinginkan perhitungan yang lebih tepat dapat menggunakan grafik Weibull. Kita lanjutkan ke perhitungan Mean Down Time (MDT) dan Mean Time to Repair (MTTR). Dari data di atas, dapat dihitung jumlah kejadian down-time adalah 3. Lama down-time total = 7 + 3 + 1 = 11 hari. MDT = (lama down-time total)/(jumlah down-time) = 11/3 = 3.67 hari. Beberapa literatur membedakan antara MDT dan MTTR, karena down-time tidak sama dengan repair-time. MTTR = (lama repair-time total)/(jumlah repair). Semoga bisa membantu. CMIIW



Tanggapan 2 – A Rofiudin rofi@sulfindo Sebetulnya yang ditanyakan itu MTTR apa MTTF, kalau MTTF malah saya baru tahu, tahunya sih baru MTBF dan MTTR dan itu yang sering dijadikan target. Maksud beda penggunaan antara MTBF dan MTTF (MTTR?) itu bagaimana? satu untuk yang bisa di repair (MTBF) dan satunya untuk yang tidak bisa direpair (MTTF)



seperti



pada



bearing



dan



transistor.



Itu kalau bapak menghitung part, bagaimana dengan kalau menghitung equipment (pompa misalnya) kan MTTR dan MTBF sama-sama digunakan (sama penggunaannya), karena kita tidak melihat part semacam bearing yang tidak bisa direpair, tetapi kita menentukan waktu rata-rata dari perbaikan sejenis equipment atau bahkan berbagai jenis equipment. Kalau menurut saya untuk part semacam bearing dan transistor ya ikutnya lifetime (ya MTTF itu kali). tidak usah menggunakan MTTF (MTTR?). Tanggapan 3 – Wilis Wirawan ww@sarana-ahli Dear Pak Rofidun, Mungkin subject e-mail ini salah ketik ya, yaitu: tertulis MTTF (Mean Time to Repair). Mungkin maksud Pak Manik (penanya) adalah MTTR (Mean Time to Repair). Istilah



MTTF



(Mean



Time



to



Fail)



saya



jumpai



di



buku



“Reliability,



Maintainability, and Risk” karya David J. Smith. Di situ disebutkan formula MTBF sama dengan MTTF, namun beda pemakaiannya. MTTF untuk item yang tidak di-repair (seperti bearing dan transistor), sedang MTBF untuk item yang direpair. Saya sependapat dengan Pak Rofiudin tentang penggunanan parameter MTBF dan MTTR pompa. Data MTBF ada yang mengacu ke equipment (misal generator, pompa,



dsb), namun ada juga yang mengacu ke komponen (bearing, kapasitor, dsb). Tergantung penggunanya, mau menganalisis equipment atau komponen. Semoga bermanfaat Tanggapan 4 – Syahril Dian Purwono Dear Saudara Manik, MTBF merupakan Jarak Rata-rata antar kerusakan, rumusnya adalah : MTBF = Kurun Waktu dibagi dengan Jumlah Kerusakan yang terjadi Sedangkan MTTR merupakan Waktu Rata-rata yang dibutuhkan untuk reparasi, rumusnya adalah : MTTR = Jumlah waktu reparasi dibagi dengan Jumlah reparasi. Yang diharapkan adalah meningkatkan MTBF & menurunkan MTTR. Tanggapan 5 – Manik manik@kotaminyak Dear Pak Syahril, Bagaimana menentukan MTBF dan MTTF dari suatu alat di awal project jika client minta MTBF dan MTTF di cantumkan, padahal barang itu sendiri belum dibuat dan beroperasi. Apakah MTBF dan MTTF specification dari Fabricator? Tanggapan 6 – A Rofiudin rofi@sulfindo Kok aneh sih pak, ini kan kerjaannya orang maintenance setelah alat itu di operasikan, ini kan data suatu alat, alias yang sudah di alami. kalau baru proyek ya estimasi saja kali, tapi ini tetap aneh,



Maaf kalau saya salah,Tanggapan 7 – Wilis Wirawan ww@sarana-ahli Pak Manik, Data MTBF (Mean Time Between Failure) dapat diperoleh dari pembuat mesin atau komponen, karena pembuat mesin/komponen tentunya sudah punya data yang cukup untuk menentukan MTBF. Selain dari pembuat mesin/komponen, MTBF juga bisa diperoleh dari bank data. Bank data ini memuat laju kegagalan (failure rate) dari bermacam-macam komponen atau jenis mesin. Berdasarkan data failure rate ini dapat diperoleh nilai MTBF. Namun, biasanya bank data ini berlaku umum sehingga nilai MTBF yang diperoleh bisa jadi berbeda jauh dengan kenyataan di lapangan. Semoga membantu. Tanggapan 8 – essam amar essamar68 Pak



Manik,



Dengan diketahui MTTF dan MTBF dari suatu peralatan maka bisa disiapkan sparepart dari peralatan tersebut. Dengan diketahui sparepart yang harus disediakan maka budgetingnya untuk pemeliharan lebih gampang dianggarkan tidak



hanya



main



kira-kira.



Biasanya vendor mempunyai data-data MTTF dan MTBF dari peralatan tersebut. Contohnya untuk suatu plant mengunakan PLC yang terdiri dari beberapa i/o, power supply cpu dll dengan mengetahui MTTF dan MTBF dari peralatan nya kita bisa perkirakan berapa i/o card, cpu dll yang harus disediakan. Karena nggak mungkin kita baru beli peralatan tersebut setelah card tersebut rusak sehingga



plant



tersebut



Semoga membantu Tanggapan 9 – Hayyi Syaiful Bahri



berhenti



beroperasi



ikut rembuk pembahasan pak, kalau



kita



berbicara



Reliability



mengenai



MTBF



berarti



(keandalan)



kita



berbicara



mengenai



suatu



alat.



Nah, jika harus menentukan MTBF alat lebih baik Reliabilitnya yg ditentukan. Jika alat tersebut masih baru bisa dikatakan keandalannya (Reliability) masih tinggi, anggap saja minimal 95% per bulan atau 100% per bulan. lebih jelasnya saya lampirkan jurnal Reliability dan semoga bisa membantu Tanggapan 10 – Edi Triono edi.triono@philips Dear Mas Manik, Sedikit penjelasan: Untuk MTBF (mean time between failures): waktu rata-rata kegagalan/breakdown dari suatu mesin, dihitung dari mesin pertama kali



install / setelah



perbaikan sampai terjadinya kegagalan / breakdown lagi.



Rumus sederhananya:



MTBF = Waktu (lamanya ) mesin running / frekuensi



terjadinya breakdown



selama kurun waktu tersebut MTTR (mean time to repair) : waktu rata-rata yang diperlukan untuk perbaikan terhadap terjadinya breakdown suatu mesin. MTTR wn



=



Jumlah



total



waktu



melakukan



Rumus sederhananya:



(jam/menit/detik)



breakdo



(waktu untuk perbaikan) / frekuensi terjadinya breakdown



Tanggapan 11 – Budhi, Swastioko (Singgar Mulia) Saya 1.



sertakan Reliability



2



attachment



Importance



of



kiriman Components



dari in



Mas a



2. Reliability Model for High voltage Synchronous Machines



Hayyi



Complex



:



System



teknik perawatan ( availability, reability, MTBF, dan MTTF) Availability Availability merupakan aspek yang menjamin bahwa data tersedia ketika dibutuhkan. Dapat dibayangkan efek yang terjadi ketika proses penawaran sedang dilangsungkan ternyata sistem tidak dapat diakses sehingga penawaran tidak dapat diterima. Ada kemungkinan pihak-pihak yang dirugikan karena tidak dapat mengirimkan penawaran, misalnya. Hilangnya layanan dapat disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari benca alam (kebakaran, banjir, gempa bumi), ke kesalahan sistem (server rusak, disk rusak, jaringan putus), sampai ke upaya pengrusakan yang dilakukan secara sadar (attack). Pengamanan terhadap ancaman ini dapat dilakukan dengan menggunakan sistem backup dan menyediakan disaster recovery center (DRC) yang dilengkapi dengan panduan untuk melakukan pemulihan (disaster recovery plan).



Kata “reliability” terjemahan Indonesianya adalah kehandalan, reliable berarti handal. Kadang arti dan makna katanya tertukar dengan kelayakan / layak (yang berarti feasibility / feasible).



Namun definisi formalnya dari reliability adalah : peluang sebuah komponen, sub-sistem atau sistem melakukan fungsinya dengan baik, seperti yang dipersyaratkan, dalam kurun waktu tertentu dan dalam kondisi operasi tertentu pula.



Karena mengandung komponen peluang, maka secara inheren didalamnya ada masalah statistik termasuk : 1. Uncertainty, 2. Probability, 3. Probability Distributions (Weibull, Normal, Exponensial, Log-normal, dsb).



Karena mengandung komponen “melakukan fungsi dengan baik”, maka didalamnya secara inheren pula terdapat faktor kegagalan sistem. Sebab peluang kegagalan dari sebuah mesin (misalnya) adalah kebalikan dari peluang kehandalannya seperti digambarkan dalam ekspresi matematik (cumulative damage/failure distribution function) sbb :



Pf (t) = 1 – R(t) atau R(t) = 1 – Pf(t)



Jadi jika kehandalan sebuah mesin adalah R =90%, maka peluang kegagalan cumulativenya adalah Pf = 10%, atau sebaliknya.



Reliability mengandung komponen waktu, artinya sebuah komponen yang reliable sekarang belum tentu reliable satu tahun kemudian jika ada : 1) mekanisme kerusakan yang beroperasi (”operative damage mechanism”) dan 2) dengan laju kerusakan tertentu (misalnya laju korosi atau aus 0.01 mm/year).



Reliability mengandung faktor komponen atau sub-sistem, artinya untuk mengevaluasi sebuah sistim yang lebih besar (terdiri dari subsistem atau kompenen), maka relabilty masing-masing komponen penunjang haruslah dihitung terlebih dahulu baru kemudian dijumlahkan (atau dikalikan) sesuai dengan hubungan seri, paralel (atau keduanya) dengan mengacu pada teori penjumlahan / kombinasi peluang (De Morgan’s Rule, Bayes Theorem, dsb). Dari sini terlihat bahwa teori reliability kadang-kadang melibatkan perhitungan matematika / statistika yang rumit.



Berbicara reliabilty juga sama artinya dengan berbicara risk (resiko), sebab risk didefiniskan sebagai :



Risk = Probability of Failure X Consequency of Failure



Jadi salah satu komponen risk adalah kebalikan dari reliability (Probability of Failure), oleh sebab itu jika bicara reliability selalu dikaitkan dengan risk.



Di perguruan tinggi teori reliability diajarkan di Teknik Mesin, Teknik Sipil, Tekik Elektro/Fisika dan Teknik Industri. Jika berbicara dari sisi teknik sipil, reliability diajarkan untuk melihat kehandalan sebuah struktur menerima beban tanpa mengalami kegagalan, yakni dengan menggunakan limit state concept (Load Vs Resistance). Analisis reliability dilakukan dengan menggunakan FOSM (first order second moment, atau lainnya) dan Monte Carlo Simulation untuk yang lebih advanced. Dengan reliability dapat ditentukan, secara statistik, remaining life dari struktur,



Jika berbicara dari sisi teknik mesin, reliability dapat berarti melihat kehandalan sebuah mesin (rotating machine) melakukan fungsinya tanpa mengalami kegagalan. Dalam bahasa tekni mesin reliability biasanya dikaitkan dengan konsep maintenance seperti MTBF (mean time between failure), atau RCM (Reliabilitycentered Maintenance), suatu konsep maintenance yang relatif baru di Indonesia. Dengan reliability dapat ditentukan, secara statistik, remaining life dari komponen mesin sehingga dapat dijadwalkan program repair, replacement, dll.



Jika berbicara dari sisi teknik industri / manufaktur, reliability berarti menjalankan program QC dan QA, yakni sampai tingkat kehandalan berapa % produk harus dihasilkan agar memenuhi standar costumer sekaligus masih dalam batas cost effective. Software reliability adalah kehandalan sebuah program komputer untuk menjalankan fungsinya dengan baik, akurat, bug-free, dalam kurun waktu tertentu.



Jika berbicara reliability dari sisi kimia dan metalurgi, berarti berbicara kegagalan logam (komponen mesin atau struktur), failure rate, failure mode, dan failure analysis dari aspek yang lebih mikro (fatigue, brittle fracture, corrosion, dsb). RBI (Risk Based Inspection) adalah salah satu metoda yang sedang trend di Industri untuk mengevaluasi risk (risk leveling, ranking& mapping) untuk pressurized stationary vessel / equipment. Inspeksi kemudian diarahkan pada komponen / section yang memiliki risk dengan score tertinggi.



Jika berbicara dari sisi teknik fisika / elektro / komputasi, reliability berarti menjalankan program QC dan QA, yakni sampai tingkat kehandalan berapa % produk harus dihasilkan agar memenuhi standar costumer sekaligus masih cost effective atau bagaimana memilih jenis instrumen plus lokasi pemasangannya (control valve in piping system misalnya) agar reliability sistem dapat dijamin 99%. Bidang teknik industri juga mengolah data maintenance lebih kuantitatif (MTBF, MTTR, dsb).



Bagaimana Aplikasi Reliability di Indonesia ? Aplikasi reliability di industri Indonesia masih cukup sulit karena reliability dalam pengertian yang lebih luas merupakan masalah budaya dari para pelakunya. Kebiasaan : critical and creative thinking, independent opinion, honesty and integrity, professionalism, competency, serta masalah administrasi seperti detailed and structured documentation, detailed record, dll, belum tumbuh baik disini, karena kita adalah jenis masyarakat yang ingin serba cepat, ingin serba mudah, asal jadi, tidak suka jelimet / detail, masih menyukai filsafat “breakdown maintenance”, dsb. Sehingga masih perlu waktu untuk membangun sistim reliability dalam pengertian yang lebih luas dari pada hanya sekedar perhitungan statistik semata. So, Reliability (similar to Quality) is not just a science or technology BUT, in a broader sense, IT IS A CULTURE.



MisKonsepsi mengenai MTBF Pada umumnya orang mengira bahwa MTBF sama dengan usia operasional suatu produk sebelum produk tersebut mengalami kegagalan atau kerusakan. Faktanya MTBF hanya merupakan hasil angka pengolahan perhitungan statistik yang menunjukkan perkiraan berapa produk tersebut masih berfungsi atau gagal selama periode penggunaan produk. MTBF disini menunjukkan reliabilitas suatu produk bukan usia operasional suatu produk



The Bathub Curves kurva dibawah ini menunjukkan perkiraan tingkat kegagalan suatu produk sepanjang hidupnya. http://gigapod.free.fr/Images/Re-cap/bathtub_curve.jpg The Bathub curve menunjukkan reliabilitas suatu produk dari 3 periode. Infants mortality, Useful lifetime, dan wear out. Pada pabrikan OEM yang bonafid pada umumnya kegagalan pada tahap awal sangat rendah, kegagalan



pada tahap awal ini sering kita sebut dengan DOA (death on arrival) atau produk tersebut gagal sebelum sempat beroperasi Kegagalan pada tahap ini dapat diatasi dengan burnin test. pada PSU Selama burnin test produk tersebut dioperasikan pada suhu ambience yang telah di tentukan (25c, 40c, atau 50c), untuk mempercepat waktu test digunakan 100% ATE testing. Setelah masuk periode useful lifetime, tingkat defective akan menjadi lebih rendah dan konstan dari periode sebelumnya. Pada tahap tidak satupun metode burnint test atau ATE test yang dapat memprediksi kerusakan pada periode ini. Kerusakan pada tahap sangat-sangat random dan biasanya disebabkan oleh temperature dan voltage yang naik turun. ( oleh karena itu jika PSU pengen awet pakai stabilizer dan bersihin PSU agar tidak tertutup debu :D ) Wear Out pada periode PSU telah melewati masa operasionalnya dan tingkat defective akan meningkat, karena usia2 komponen di dalamnya. MTBF ( Mean Time Between Failures) Dari Kurva Bathup diatas, MTBF berperan dalam menunjukkan reliabilitas selama periode penggunaan. Pengertian mengenai MTBF yang benar sangat perlu untuk diketahui agar user tidak terkecoh dan merasa di bohongin oleh produsen mengani MTBF. misal sebuah PSU mempunyai MTBF 100.000Hr, bukan berarti PSU tersebut mempunyai masa operasional selama 100.000 jam atau 11.4 tahun. untuk lebih jelasnya lihat rumus untuk menghitung MTBF dan contoh dibawah ini :



MTBF = T/R dimana : T = Waktu total R = jumlah PSU yang gagal contoh : ada 500.000 orang yang berusia 25 tahun , setelah satu tahun dilakukan pendataan dan ditemukan bahwa 625 orang meninggal dunia. Dari darta ini dapat dihitung MTBFnya MTBF = (500.000 x 1tahun)/625 MTBF = 800 Tahun Dari hasil perhitungan diatas meskipun manusia berusia 25 tahun memiliki MTBF sebsesar 800 tahun. Tetapi saya sangat yakin bahwa umur manusia 25 tahun jauh lebih pendek daripada MTBF. Oleh karena itu MTBF tidak korelasi dengan usia produk. Sekarang saya ingin menjelaskan hubungan antara tingkat kerusakan, prediksi mengenai reliabilitas dan MTBF. Hubungan antara kedua variabel dapat dijelaskan pada rumus dibawah ini



R (t) = e^ - (t/MTBF) dimana : e = 2.718 Contoh : Jika sebuah PSU memiliki MTBF 100.000Hr, dan PSU memiliki usia operasional 5 tahun, maka berapa tingkat kerusakan pada tahun ke 5 ?



R (t) = 2.718^ - ((8760*5/)100,000) R (t) = 0.645 atau 64.5% Jadi setelah 5 tahun masa operasional, 64.5% PSU ini masih beroperasi dengan baik dan 35.5% PSU ini akan rusak.



Produktivitas Alat Berat Oleh : aldinardian-blog | Tanggal : 2015-12-15 23:52:22 | Kategori : Materi Kuliah , | Komentar : 7



Dunia pertambangan sangat erat sekali ketergantungannya dengan alat berat. Kegiatan utama dalam dunia pertambangan adalah gali-muat-angkut dimana pada kegiatan tersebut menggunakan alat berat yang memiliki spesifikasi maupun harga yang bervariasi. Maka perhitungan akan produktivitas alat merupakan modal penting dalam manajemen suatu proyek pertambangan. Dalam perhitungan produktivitas alat berat di dunia pertambangan satuan yang umum digunakan adalahn Ton/jam atau BCM/jam, jika dihasilkan perhitungan dengan satuan yang tidak sesuai atau tidak diinginkan maka perlu dikonversi. Hal ini berkaitan dengan jumlah cadangan yang akan ditambanng, sehingga akan diketahui umur tambang. Dari premis tersebut maka dapat diketahui perhitungan umur tambang adalah:



Kembali lagi pada topik perhitungan produktivitas alat, masing-masing alat berat memiliki perhitungan produktivitas spesifik yang berbeda-beda. Contoh perhitungan produktivitas bulldozer :



Keterangan: Qbd : Produktivitas Bulldozer (LCM/jam) CT : Cycle Time (menit) Kbl : Kapasitas blade (m3) FKbl : Faktor Koreksi blade ( FK : Faktor Koreksi (Efisiensi Kerja, Availability, dll; %)



Fk : Faktor Konversi (missal Swell Factor, % Swell, dll) Berbeda dengan perhitungan produktivitas excavator, yaitu :



Keterangan: Qex : Produktivitas Excavator (LCM/jam) t1 : waktu land bucket (detik) t2 : waktu loaded swing (detik) t3 : waktu dump bucket (detik) t4 : waktu empty swing (detik) Kb : Kapasitas bucket (m3) FF : Fill Factor (%) FK : Faktor Koreksi (Efisiensi Kerja, Availability, dll; %) Fk : Faktor Konversi (missal Swell Factor, % Swell, dll)



Sedangkan perhitungan produktivitas dumptruck adalah :



Keterangan: Qdt : Produktivitas Dumptruck (LCM/jam) t1 : waktu berangkat isi (menit)



t2 : waktu dumping (menit) t3 : waktu pulang kosong (menit) t4 : waktu spotting (menit) t5 : waktu loading (menit) Kb : Kapasitas bak (m3) FF : Fill Factor (%) FK : Faktor Koreksi (Efisiensi Kerja, Availability, dll; %) Fk : Faktor Konversi (missal Swell Factor, % Swell, dll)



Sebenarnya perhitungan produktivitas secara umum sama, yaitu periode waktu (perjam) dibagi dengan CT (Cycle Time), lalu dikalikan dengan kapasitas (bucket, bak,atau blade). Pada masing-masing alat berat yang berbeda-beda adalah dalam perhitungan CT. Kemudian, Faktor koreksi dan Faktor koreksi bucket/bak/blade merupakan pendekatan empiris untuk mencapai keadaan senyata mungkin, karena dalam kenyataannya excavator dengan spek kapasitas bucket 2 m3, hanya mampu menampung material loose sebesar 1,6 m 3 misalnya. Catatan lagi, terdapat angka 60 atau 3600 dalam rumus perhitungan produktivitas spesifik masing-masing alat berat mengindikasikan bahwa waktu edar alat (CT) dalam satuan menit atau detik (yang akan dikonversi dengan angka 60 atau 3600 menjadi jam).



Komentar



Heri Adhahari 2017-01-24 17:24:17 Terimakasih untuk ilmunya pak...



aldinardian-blog 2017-01-31 23:22:47 Wah bang Heri lama tak jumpa. Sukses di Medan dan persiapan lanjut sekolahnya bang.



Rayanto 2016-12-08 02:09:31 bagaimana menentukan produktivitas tlb/beckho loader pak.tolong pencerahannya.



aldinardian-blog 2016-12-13 01:55:26 Haloo Rayanto. Saya coba jawab ya. TLB atau Tractor Loader Backhoe menurut saya hanya alat berat yang mengalami evolusi, maksudnya agar alat ini dapat serba guna, maka 1 alat berat memiliki fungsi ganda. Saya tidak pernah lihat langsung, sepertinya alat ini lebih sering digunakan pada proyek dalam kota ya. Sehingga, alat yang kecil dan serbaguna sangat dianjurkan. Tentu penggunaannya sama dengan backhoe atau loader normal (tidak digunakan sekaligus). Jadi perhitungan produktivitasnya sama saja yaitu periode waktu (perjam) dibagi dengan CT (Cycle Time), lalu dikalikan dengan kapasitas bucket atau bak. Demikian dari saya. Terima kasih sudah berkunjung dan berdiskusi.



Aulia 2016-11-28 15:04:43 maaf bang, saya mau tanya. untuk mendapatkan nilai kb, bf, FK, CT, material density dan swelling factor itu bagaimana ya? terima kasih, mohon bantuannya



aldinardian-blog 2016-12-04 00:18:10 Haloo Aulia. Saya coba jawab ya: 1. Kb (kapasitas bak) itu didapat dari spesifikasi alat. 2. bf (bucket fill factor) ini didapat dari spesifikasi alat atau kalau menginginkan data primer, bisa dicoba dengan melakukan perobaan pada excavator berapa volume maksimal yang mampu ditampung dalam bucket, kemudian dibagi dengan kapasitas bucket, lalu dikali 100%. 3. FK (faktor koreksi), ini merupakan komponen untuk mengoreksi produktivitas alat karena alat tidak mungkin efisien 100%. Penyebabnya bisa berasal dari pergantian shift, ketersediaan alat, human factor. Angkanya merupakan hasil penelitian tentang efisiensi kerja suatu alat. Angkanya berkisar dari 0% jika memang alat tidak bisa bekerja sama sekali hingga 100% jika alat super efektif tidak pernah rusak, tidak pernah terlambat. Biasanya angkanya berkisar dari 70%-85%. Yang sering digunakan yang pernah saya tahu 83% atau 85%. 4. CT (cycle time) ini adalah waktu edar alat. Masing – masing alat memiliki perhitungan sendiri – sendiri. konsepnya adalah jumlah waktu yang dibutuhkan alat dari pekerjaan awal hinggal siap melakukan pekerjaan semula lagi. Misal truck. Dalam 1 CT kita menjumlahkan waktu truck berjalan (bak kosong) dari waste dump menuju ROM (t1), lalu waktu truck memposisikan diri hingga siap alat muat menumpahkan material (t2), lalu waktu yang dibutuhkan truck menuju waste dump (bak isi) (t3), lalu waktu yang dibutuhkan truck memposisikan diri untuk siap menumpahkan material (t4), lalu waktu truck menumpahkan hingga bak kembali kosong dan siap menuju ROM lagi (t5). Sehingga 1 DT truck tersbut adalah t1+t2+t3+t4+t5 . 5. Material density, adalah massa jenis material. Ini biasanya sudah diketahui dari uji lab, sehingga sudah diketahui pada tahap studi kelayakan. Tiap material memiliki kisaran densitasnya masing – masing, misal sandstone 2.0 – 2.6, granit 2.5 – 2.8. 6. Swelling factor atau faktor pengembangan adalah angka yang menunjukkan berapa besar material tersebut mengembang. Ini sebetulnya agak tricky, tapi saya coba jelaskan dengan contoh. Material sebut saja andesit dalam keadaan aslinya volumenya 1m x 1m x 1m = 1m3 dimasukkan dalam kotak dengan volume 1m3. Setelah diledakkan atau diberai menjadi fragment – fragment dan dimasukkan dalam kotak dengan volume 1 m3 juga. Tentunya kotak pertama lebih berat, padahal volumenya sama, yang pertama 1 BCM (Bank cubic meter) dan yang kedua 1 LCM (loose cubic meter). Atau dengan kata lain dengan berat yang sama volume andesit pertama adalah 1 m3, sedangkan andesit kedua 1.25 m3 (karena setelah menjadi fragment, andesit tersebut dalam keadaan tidak mampat lagi alias ada rongga – rongga udara). Kemudian menghitung swell factornya dengan cara. 1 m3 (volume dalam keadaan asli) dibagi 1.25 m3 (volume loose). Sehingga 1 : 1.25 = 0.8. SF andesit adalah 0.8. Andesit di sini hanya contoh, pengembangan bisa pada jenis batuan yang sama. Semoga membantu, salam tambang.



Menggunakan Kompas Geologi Oleh : aldinardian-blog | Tanggal : 2015-12-15 23:52:40 | Kategori : Materi Kuliah , | Komentar : 0



Kompas geologi merupakan instrumen. Pada artikel ini saya akan mengemukakan 3 penggunaan kompas geologi yang saya pahami. 1.



Positioning



Langkah pertama untuk menentukan posisi kita dalam peta menggunakan kompas geologi adalah mengidentifikasi 2 titik patokan. Titik tersebut dapat berupa puncak gunung, ujung pulau (tanjung), muara sungai, atau landmark (gedung, makam, monument, dll) yang terdapat pada peta. Langkah kedua yaitu shoot masing-masing titik tersebut menggunakan kompas geologi. Caranya, letakkan kompas disekitar perut kita dengan telunjuk kompak mengarah lurus (depan kita) kearah salah satu titik patokan, dengan bantuan cermin pada kompas dapat kita lihat titik patokan tersebut tegak lurus dengan garis pada cermin, telunjuk kompasdan visir. Atur hingga gelembung pada nivo kotak seimbang (masuk dalam lingkaran). Baca south pada jarum kompas, atau dapat juga baca jarum north dengan + 180° jika < 180° dan – 180° jika > 180° (hal ini karena sebenarnya kita membaca posisi kita pada arah sebaliknya). Catat sudutnya. Lakukan hal yang sama pada titik patokan yang kedua. Langkah ketiga adalah tarik garis lurus dari masing-masing titik patokan tersebut dengan dasar sudut yang telah kita catat. Perpotongan 2 garis tersebut merupakan posisi kita dalam peta. 2.



Membaca Arah Strike dan Dip



Kegunaan lainnya kompas geologi bagi orang lapangan kebumian adalah untuk membaca arak strike dan dip suatu singkapan. Untuk mengidentifikasi arah strike, pertama-tama kita harus menentukan arah strike singkapan secara umum (gunakan kaidah tangan kiri, pada gambar). Kemudian untuk lebih detailnya kita tempelkan samping kompas (bagian W) pada singkapan tersebut (telunjuk kompas selalu mengarah pada arah strike). Agar lebih mudah untuk penentuan arah strike dan dip, dianjurkan untuk mengalasi singkapan dengan bidang datar (clipboard atau kertas). Atur gelembung pada nivo kotak agar seimbang. Lalu baca sudutnya pada jarum north. Setelah selesai mencatat arah strike, jangan buru-buru kita memindahkan atau mengangkat kompas, dengan menggunakan pensil tarik garis lurus pada clipboard atau kertas tadi yang menempel dengan kompas. Kemudian putar kompas hingga samping kompas menempel tegak lurus dengan garis yang dibuat tadi (bebas pada bagian samping kompas yang mana saja). Pada bagian ini yang kita pehatikan adalah gelembung pada nivo tabung, atur hingga seimbang (tuas pengaturan berada di bagian belakang kompas). Angkat kompas, lalu baca sudut yang terbentuk. Sudut tersebut adalah sudut dip. Format penulisan arah strike dan dip secara umum adalah : N XXX°E/YY°. Dengan XXX adalah angka strike dan YY adalah angka dip. 3.



Penentuan Sudut dan Jarak



Manfaat lainnya dari kompas geologi yang saya ketahui adalah untuk menentukan besar sudut suatu ketinggian, lebih jauh lagi kita dapat mengetahui jarak kita dengan suatu ketinggian tersebut. Lebih mudahnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.



Dari ilustrasi diatas maka hal pertama yang harus diketahui adalah menetukan besar sudut a (alpha). Arahkan kompas geologi ke puncak benda yang ingin kita ketahui ketinggiannya (gedung, gunung, pohon, dll). Intip dari lubang yang terdapat pada tutup kompas, kemudian putar tuas yang berada dibawah kompas geologi, atur hingga gelembung udara pada nivo tabung stabil ditengah (jika sulit, gunakan cermin pada penutup kompas sebagai bantuan). Lalu baca sudutnya. Untuk mengetahui jarak kita dengan benda tersebut (Y), kita gunakan peta dengan mengalikan skalanya. Setelah kita



dapat sudut alpha dan jarak (Y) maka dengan rumus trigonometri sederhana kita cari tinggi X. Misal sudut yang terbentu adalah 60° dan Jarak (Y) adalah 100 meter :



Setelah didapat tinggi X adalah 173,205 meter, jangan lupa ditambah dengan tinggi kompas dari permukaan tanah untuk mengetahui tinggi benda tersebut sebenarnya. Misal jarak kompas dengan permukaan tanah adalah 160 cm, maka diketahui tinggi benda tersebut adalah 173, 205 m + 1,6 m = 174, 805 m.



Manajemen Proyek (Network Planning) Oleh : aldinardian-blog | Tanggal : 2015-12-15 23:52:05 | Kategori : Materi Kuliah , | Komentar : 3



Sebelum mengerjaan suatu kegiatan alangkah lebih baiknya bila telah direncanakan secara matang terlebih dahulu. Bila jenis kegiatan yang akan dikerjakan tergolong kecil, membutuhkan waktu yang sedikit, dan tidak melibatkan banyak individu maupun instansi maka perencanaan sederhana dalam selembar kertas ataupun hanya diingat dalam kepala dapat dikatakan cukup. Lain lagi bila kegiatannya kompleks, misal perencanaan pembangunan pabrik peremuk atau pembuatan dokumen perijinan, maka perencanaan yang bersifat detail dan terperinci merupakan hal yang sangat dianjurkan. Salah satu alat (tool) dalam manajemen proyek adalah network planning. Berikut ada beberapa definisi network planning yang saya dapat dari berbagai pustaka: a.



Network Planning merupakan sebuah alat manajemen yang memungkinkan dapat lebih luas dan lengkapnya perencanaan dan pengawasan suatu proyek. (Soetomo Kajatmo, 1977).



b.



Network Planning adalah salah satu model yang digunakan dalam penyelanggaraan proyek yang produknya adalah informasi mengenai kegiatan-kegiatan yang ada dalam network diagram proyek yang bersangkutan. (Tubagus Haedar Ali, 1995).



c.



Network Planning pada prinsipnya adalah hubungan ketergantungan antara bagian-bagian pekerjaan (variabel) yang digambarkan/divisualisasikan dalam diagram network. (Sofwan Badri, 1997).



Kemudian pertanyaan berlanjut, apa sih kegunaan network planning? Secara umum kegunaan network planning adalah untuk mengelola kegiatan. Berikut poin-poin detail kegunaan tool network planning :



a.



Memberikan perencanaan, penjadwalan, dan pengendalian kegiatan menyeluruh.



b.



Dapat memperkerikan waktu, biaya, serta sumberdaya yang diperlukan.



c.



Sebagai dokumentasi proyek.



d.



Mengetahui kegiatan kritis.



e.



Sebagai alat komunikasi data, masalah, dan tujuan proyek.



Untuk membuat Network Planning data-data yang diperlukan adalah: 1.



Mengetahui jenis-jenis pekerjaannya, dan prasyarat apa yang diperlukan untuk memulai pekerjaan atau kegiatan tersebut, dan kegiatan apa yang dapat dilakukan setelah pekerjaan tersebut selesai.



2.



Taksiran waktu yang diperlukan dalam menyelesaikan masing-masing pekerjaan. Jika pekerjaan tersebut tergolong baru, maka dapat dilakukan perkiraan dengan diberikan waktu lebih (slag).



3.



Biaya yang diperlukan masing-masing kegiatan dan biaya yang diperlukan untuk mempercepat pekerjaan tersebut.



4.



Sumberdaya yang diperlukan pada masing-masing pekerjaan (Tenaga, bahan bakar, peralatan dan perlengkapan, dll).



Kemudian setelah didapat data yang diperlukan, kita dapat membuat diagram Network Planning dengan aturan-aturan sebagai berikut : a.



Setiap kegiatan dinyatakan oleh satu anak panah.



b.



Tidak diperbolehkan adanya dua kegiatan dengan peristiwa awal dan akhir yang sama.



c.



Adanya jaminan kebenaran logika ketergantungan kegiatan.



d.



Harus dihindari keadaan yang menggantung.



e.



Harus dihindari keadaan melingkar.



Contoh Soal Network Planning dalam Manajemen Proyek Pembangunan Pabrik Peremuk:



No Kegiatan



Kegiatan Yang



Waktu



Mendahului



(Minggu)



Simbol



1



Start



ST



-



0



2



Cutting Crusher Station



A



ST



3



3



Pouring Floor & Conveyor



B



A



1



4



Designing Crusher



C



ST



2



5



Building Crusher



D



C



4



6



Pouring Crusher Base



E



B



2



7



Installing Conveyor



F



B



6



8



Curing Crusher



G



E



2



9



Disassembling & Moving Crusher



H



D



5



10 Assembling Crusher



I



F, G, H



4



11 Installing Wire



J



F, G, H



6



12 Final Test



K



I, J



1



13 Finishing



L



K



0



Dari diagram diatas diketahui proyek pembangunan pabrik peremuk akan selesai dalam 18 minggu, dengan kegiatan ST-C-D-H-J-K-L merupakan jalur kritis, dimana jalur tersebut tidak boleh ada keterlambatan, bila terjadi keterlambatan maka dapat dipastikan umur proyek akan lebih lama dari 18 minggu.



Analisis Proksimat Batubara Oleh : aldinardian-blog | Tanggal : 2015-12-15 23:51:33 | Kategori : Materi Kuliah , | Komentar : 8



Artikel ini sedikit membahas tentang batubara. Walaupun batubara merupakan bukan bidang keahlian saya, tetapi dengan pengalaman sebagai asisten batubara pada tahun 2009-2010, ada sedikit bahan yang semoga bermanfaat bagi teman-teman sekalian yang baru mempelajari tentang batubara.



Sebelum lebih jauh saya membahas tentang batubara, ada baiknya kita mengetahui asal mula batubara itu terbentuk. Yups, seperti pelajaran dulu, bahwa secara umum batubara terbentuk dari tumbuh-tumbuhan purba yang mengalami pengendapan pada kondisi tertentu selama jutaan tahun. Pada kondisi tertentu disini yaitu pada kondisi dimana tumbuhan purba tersebut terendapkan pada area tanpa oksigen, sehingga bakteri aerob yang akan membusukkan tumbuhan tersebut tidak mampu berkembang dengan baik. Dengan pengendapan yang lama dengan bantuan tekanan dan suhu yang tinggi maka setelah jutaan tahun akan mengalami proses pembatubaraan (coalification), terbentuklah gambut, lignit, sub-bituminus, bituminous, kemudian antrasit secara berurutan berdasarkan kualitas batubara tersebut. Sebenarnya berdasarkan teori tempat terbentuknya, terdapat 2 teori yang dikenal, teori insitu dan teori drift. Pada teori insitu batubara terbentuk ditempat tumbuhan purba tersebut ada, sedangkan teori drift, tumbuhan purba tersebut mengalami transportasi terlebih dahulu sebelum terendapkan dan mengalami proses coalification. Pada teori insitu biasanya batubara berkualitas baik dan penyebarannya merata (Muara Enim, Sumatera Selatan), sedangkan batubara pada teori drift bersifat menyebar dan kualitas kurang baik dikarenakan terdapat pengotor yang ikut tertransportasi (Delta Mahakam, Kalimantan Timur). Batubara di dunia ini tentunya tidak sama, ada berbagai parameter yang membuat batubara tersebut berbeda, sehingga memiliki sifat dan kualitas yang berbeda pula. Saat ini paling tidak terdapat 16 parameter batubara (Total Sulfur, Calorific Value, Analisis Proksimat, Analisis Ultimat, Analisis Abu, Hardgrove Grindability Index, dll). Tidak semua parameter diujikan pada batubara yang akan dijual, pengujian dilakukan sesuai dengan keperluannya saja, misal untuk bahan bakar tanur maka perlu diketahui nilai kalornya (memenuhi panas yang diperlukan) dan total sulfurnya (mengurangi tingkat korosi tanur). Saat saya menjadi asisten, saya mempelajari 3 pengujian parameter batubara, yaitu analisis proksimat, total sulfur, dan nilai kalor. Analisis Proksimat bertujuan untuk mengkuantifikasi nilai moisture atau air yang dikandung batubara, baik air permukaan (free moisture) maupun air bawaan (inherent moisture), kemudian mengkuantifikasi pula kandungan abu (ash), zat terbang (volatile matters), dan karbon tertambat (fixed carbon). Dalam menghitung kandungan air bawaan secara garis besar adalah dengan membakar sample batubara + 1 gram yang telah digerus kira-kira sebesar 200 mesh. Masukkan sample tersebut dalam oven dengan suhu 105°-110°



C selama 1,5 jam. Dengan asumsi bahwa air akan menguap semua setelah dipanaskan dalam suhu 105°-110°. Kemudian dengan rumus seperti dibawah ini akan diketahui persentase berat air bawaan pada batubara tersebut.



Keterangan : IM : Inherent Moisture (Air Bawaan) m1 : berat wadah



m2 : berat wadah + sample m3 : berat wadah + sample (setelah dari oven)



Komponen analisis proksimat lainnya adalah menghitung kandungan abu. Secara garis besar sama dengan menghitung kandungan air bawaan, tetapi suhu yang digunakan adalah lebih tinggi. Panggang sample dengan suhu 500°C selama 30 menit, lalu naikkan suhu menjadi 750°C kemudian diamkan hingga 1,5 jam. Setelah selesai, dengan menggunakan rumus di bawah ini akan didapat persentase kandungan abu pada sample batubara tersebut.



Keterangan : Ash : Ash Content (Kadar Abu) m1 : berat wadah m2 : berat wadah + sample m3 : berat wadah + sample (setelah dari oven) m4 : berat wadah bersih (setelah dari oven)



Perhitungan selanjutnya adalah perhitungan kandungan zat terbang pada batubara. Pada pengujian ini masih menggunakan 1 gram sample batubara, namun pembakaran dilakukan dengan suhu 900 °C selama 7 menit dan tanpa kontak udara (ventilasi oven/furnace ditutup). Setelah selesai, gunakan rumus dibawah ini untuk menghitung persentase zat terbang batubara tersebut.



Keterangan : VM : Volatile Matters (Zat terbang)



m1 : berat wadah m2 : berat wadah + sample m3 : berat wadah + sample (setelah dari oven)



Setelah kandungan air bawaan, kandungan abu, dan zat terbang telah berhasil didapat, maka perhitungan terakhir dalam analisis proksimat adalah menghitung karbon tertambat (fixed carbon). Rumusnya adalah sebagai berikut :



Keterangan : FC : Fixed Carbon, % IM : Inherent Moisture, % AC : Ash Content, % VM : Volatile Matters, %



Fixed Carbon tidak dapat dihitung dengan pengujian secara langsung di laboratorium, melainkan dengan pengurangan kandungan pengotornya, yaitu kadar air, kadar abu, dan zat terbang. Berikut beberapa istilah dalam perhitungan energy : 1.



BCURA (British Coal Utilisation Research Association) Yaitu rumus untuk menghitung bahan mineral dalam



batubara (MM/Mineral Matter (%) = 1,1A (Ash) + 0,053S (Sulphur) + 0,74 CO 2 – 0,36. 2.



BOE (Barrel of Oil Equivalen) Yaitu konversi barrel minyak terhadap batubara. 1 BOE setara dengan 0,2004 Ton Batubara.



3.



BTU (British Thermal Unit) Yaitu jumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu 1 pound air



sebanyak 1°F, untuk berat jenis maksimum (=1) pada suhu 39,1°F. 1 BTU ekuivalen dengan 1054,35 Joule atau 0,25199 Kcal.



Referensi :



1.



Arif, Irwandy, 2014, Batubara Indonesia, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.



2.



Buku Petunjuk Praktikum Analisis Kualitas Batubara, UPN Veteran Yogyakarta, 2009, Yogyakarta.



3.



Sukandarrumidi, 2004, Batubara dan Gambut, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.



4.



Sukandarrumidi, 2006, Batubara dan Pemanfaatannya, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.