Artikel Tebu (1111) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TEKNOLOGI PENGOLAHAN KOMODITI PERKEBUNAN HULU a. Nira Nira tebu merupakan cairan hasil perasan yang diperoleh dari penggilingan tebu yang memiliki warna coklat kehijauan. Nira tebu selain mengandung gula, juga mengandung zat-zat lainnya (zat non gula). Perbedaan kandungan sukrosa dalam batang tebu berlainan karena dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu: a. cara pemeliharaan b. jenis tebu c. iklim d. umur tebu (Widyastuti, 1999). Perolehan nira tebu yang mengandung sukrosa, diperoleh dari tebu dengan pemerahan dalam unit penggilingan setelah melalui proses dalam unit pencacah tebu. Proses ini dimaksudkan untuk mempermudah proses ekstraksi berikutnya. Dalam unit penggilingan tebu, nira terperah keluar, yang tersisa adalah ampas (Kultsum, 2009). Nira tebu mengandung senyawa-senyawa kimia baik yang membaur terlarut maupun yang membentuk koloid. Komposisi senyawa kimia di dalam nira tebu berbeda-beda tergantung jenis tebu, lokasi penanaman dan umur tebu saat dipanen (Purnomo, 2003). Sifat-sifat Fisik Nira Tebu : 1. Warna Menurut Arifa (2008), nira hasil penggilingan tebu memiliki warna coklat kehijauan. Warna yang dihasilkan dari pemerahan tebu, tergantung dari umur tanaman tebu tersebut. Jika umur tanaman tebu muda yang diperah, maka nira yang dihasilkan akan berwarna hijau muda namun keruh, sedangkan batang tebu yang sudah tua akan menghasilkan nira tebu dengan warna yang lebih gelap, biasanya berwarna lebih kecoklatan. Nira tebu adalah cairan yang diperoleh dari pemerasan batang tebu. Nira tebu berbentuk suspensi berwarna gelap dan mengandung gula dengan sejumlah udara yang membentuk buih dari permukaannya (Dewi, 2007). 2. Aroma Sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Rahmad, dkk. (2013), menyatakan bahwa aroma nira tebu yang siap digiling memiliki aroma yang sangat khas dan segar. Berbeda dengan nira yang telah melalui proses pemanasan, aroma yang dihasilkan mendekati aroma gula merah. Aroma ini sangat khas dan dapat dikenali oleh siapapun.



3. Kekentalan Menurut Tzia dan Liadakis (2003), nira tebu memiliki kekentalan yang mirip dengan kekentalan air biasa. Hal ini disebabkan karena nira tebu mengandung 75 persen air, sedangkan sisanya serat 13 persen dan padatan terlarut sebesar 12 persen. b. Gula Kristal Putih (GKP) Gula kristal putih (GKP) merupakan bahan pemanis alami dari bahan baku tebu atau bit yang digunakan untuk keperluan konsumsi rumah tangga maupun untuk bahan baku industri pangan. Manfaat gula disamping sebagai sumber kalori, yang dapat menjadi alternatif sumber energi dan di sisi lainnya gula juga dapat berfungsi sebagai bahan pengawet dan tidak membahayakan kesehatan konsumen (Sugiyanto, 2007). Untuk menghasilkan Gula Kristal Putih (GKP) berkualitas tinggi perlu ditunjang dari mutu bahan bakunya, yaitu tebu. Apabila tebu yang digunakan berkualitas tinggi maka Gula Kristal Putih (GKP) yang dihasilkan juga berkualitas tinggi, ditunjang pula dengan proses produksi yang berkualitas tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa mutu bahan baku menjadi salah satu faktor penting di dalam perusahaan untuk menunjang kelancaran proses produksi dalam menghasilkan produk berkualitas tinggi. Penjelasan mengenai kriteria uji syarat mutu gula kristal putih adalah sebagai berikut: 1. Polarisasi menunjukkan kadar sukrosa dalam gula, semakin tinggi polarisasi semakin tinggi kadar gulanya. Batasan minimal kadar polarisasi adalah 99,5 %. 2. Warna kristal dapat dilihat secara langsung dengan mata, secara kualitatif dengan cara membandingkan dengan standar dapat diketahui tingkat



keputihan



(whiteness) gula. Penggunaan peralatan (spektrofotometer refleksi) diperlukan untuk pengukuran kuantitatif yang dinyatakan dalam CT (colour type). Semakin tinggi nilai CT semakin putih warna gulanya. Untuk gula GKP kisaran nilai CT sekitar 5 sampai 10. Pada penentuan premi mutu gula warna kristal ini merupakan salah satu tolak ukur utama yang menentukan. 3. Warna larutan gula berkisar dari kuning muda (warna muda) sampai kuning kecoklatan (warna gelap) diukur dengan metode ICUMSA (International



Commission for Uniform Methods of Sugar Analysis), dinyatakan dalam indeks warna. Semakin besar indeks semakin gelap warna larutan. Batasan maksimal indeks warna untuk GKP adalah 300 iu. 4. Besar jenis butir adalah ukuran rata-rata butir kristal gula dinyatakan dalam milimeter. Persyaratan untuk GKP adalah 0,8 sampai 1,1 mm. 5. Kadar SO2 gula produk kita berkisar 5 sampai 20 ppm, ini disebabkan sebagian besar pabrik gula menggunakan proses sulfitasi, sehingga terdapat residu SO2 seperti pada kisaran tersebut. Adanya residu SO2 menjadi kendala untuk konsumsi industri makanan atau minuman, yang biasanya menuntut bebas SO2. Kadar SO2 maksimal yang diperkenankan di Indonesia adalah 30 ppm. 6. Kadar air adalah jumlah air (%) yang terdapat dalam gula, biasanya batasan maksimal 0,1%. Gula yang mengandung kadar air tinggi cepat mengalami penurunan mutu/kerusakan dalam penyimpanan, berubah warna, mencair dan sebagainya (Kuswurj, 2009). c. Derajat Brix Brix adalah jumlah zat padat semu yang larut (dalam gr) setiap 100 gr larutan. Jadi misalnya brix nira = 16, artinya bahwa dari 100 gram nira, 16 gram merupakan zat padat terlarut dan 84 gram adalah air. Untuk mengetahui banyaknya zat padat yang terlarut dalam larutan (brix) diperlukan suatu alat ukur. Baik buruknya kualitas nira tergantung dari banyaknya jumlah gula yang terdapat dalam nira. Untuk mengetahui banyaknya gula yang terkandung dalam gula lazim dilakukan analisa brix dan pol. Kadar pol menunjukkan resultante dari gula (sukrosa dan gula reduksi) yang terdapat dalam nira (Tjokroadikoesoemo, 1984). d. Defekasi Cara Defekasi merupakan cara yang paling sederhana tetapi hasil pemurniannya juga belum sempurna, terlihat dari hasil gulanya yang masih berupa kristal yang berwarna merah atau coklat. Pada pemurnian ini hanya dipakai kapur sebagai pembantu pemurnian. Pemurnian cara defekasi adalah cara pemurnian yang paling sederhana, bahan pembantu yang digunakan hanya berupa kapur tohor. Kapur tohor



digunakan untuk menetralkan asam-asam yang terdapat dalam nira. Nira yang telah diperoleh dari mesin penggiling diberi kapur hingga diperoleh nilai pH sedikit alkalis (pH 7,2). Nira yang telah diberi kapur kemudian dipanaskan sampai mendidih, kemudian endapan yang terjadi dipisahkan. Muqidah (2013) menjelaskan bahwa proses defekasi merupakan proses pemurnian nira yang dilakukan dengan penambahan susu kapur sampai pH 7,2 – 7,4. Proses defekasi dilakukan pada defekator dan didalamnya terdapat pengaduk sehingga larutan yang bereaksi dalam defekator menjadi homogen. e. Fungsi Bahan a) Larutan Iodium Iodin merupakan salah satu anggota halogen yang berupa padatan pada temperatur kamar hingga untuk keperluan percobaan mudah ditangani. Iodin mempunyai karakteristik antara lain sifat polaritas yang signifikan dalam golongannya hingga kelarutannya dalam pelarut dengan berbagai tingkat kepolaran dapat di identifikasi (Yazid, Estien dan Nursanti, Lisda, 2006). Uji Iodin bertujuan untuk mengetahui adanya polisakarida. Polisakarida yang ada dalam sampel akan membentuk komplek adsorpsi berwarna spesifik dengan penambahan iodium. Polisakarida jenis amilum akan memberikan warna biru. Desktrin akan memberikan warna merah anggur, sedangkan glikogen dan pati mengalami hidrolisis parsial akan memberikan warna merah coklat (Bintang, Maria, 2010). b) HCL Hidrogen klorida (HCl) adalah asam monoprotik, yang berarti bahwa ia dapat berdisosiasi melepaskan satu H+ hanya sekali. Dalam larutan asam klorida, H+ ini bergabung



dengan



molekul



air



membentuk



ion



hidronium,



H3O+:



HCl + H2O → H3O+ + Cl− Ion lain yang terbentuk adalah ion klorida, Cl−. Asam klorida oleh karenanya dapat digunakan untuk membuat garam klorida, seperti natrium klorida. Asam klorida adalah asam kuat karena ia berdisosiasi penuh dalam air. Asam monoprotik memiliki satu tetapan disosiasi asam,



Ka,



yang



mengindikasikan tingkat disosiasi zat tersebut dalam air. Untuk asam kuat seperti



HCl, nilai Ka cukup besar. Beberapa usaha perhitungan teoritis telah dilakukan untuk menghitung nilai Ka HCl. Ketika garam klorida seperti NaCl ditambahkan ke larutan HCl, ia tidak akan mengubah pH larutan secara signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa Cl− adalah konjugat basa yang sangat lemah dan HCl secara penuh berdisosiasi dalam larutan tersebut. Untuk larutan asam klorida yang kuat, asumsi bahwa molaritas H+ sama dengan molaritas HCl cukuplah baik, dengan ketepatan mencapai empat digit angka bermakna (Sridianti, 2014). c) Aquadest Aquadest atau aquadestilata atau air denim adalah Air yang telah dimurnikan, yang telah dilepaskan dari zat besi, mangan, zinc, kapur dan sejenisnya. Umumnya digunakan untuk keperluan laboratorium dan pengolahan produk tertentu yang membutuhkan tingkat kemurnian air dengan ph normal (Yudistira, 2011). d) Tepung tapioka Tepung tapioka, tepung singkong, tepung kanji, atau aci adalah tepung yang diperoleh dari umbi akar ketela pohon atau dalam bahasa indonesia disebut singkong. Tapioka memiliki sifat- sifat yang serupa dengan sagu, sehingga kegunaan keduanya dapat dipertukarkan. Tepung ini sering digunakan untuk membuat makanan, bahan perekat, dan banyak makanan tradisional yang menggunakan tapioka sebagai bahan bakunya (Badan Litbang Pertanian, 2011). e) Natrium Tiosulfat Natrium Tiosulfat berupa hablur besar, tidak berwarna, atau serbuk hablur kasar. Mengkilap dalam udara lembab dan mekar dalam udara kering pada suhu lebih dari 33°C. Larutannya netral atau basa lemah terhadap lakmus. Sangat mudah larut dalam air dan tidak larut dalam etanol. Natrium tiosulfat juga berperan sebagai antidot untuk keracunan sianida. Kegunaan lain dari natrium tiosulfat yaitu pembuat larutan sekunder, sebagai anti klor, sebagai pencuci film dan melarutkan senyawa perak halide (Olson, 2007).



f. SNI GKP No



Parameter Uji



Satuan



Persyaratan GKP 1



GKP 2



1.



Warna



1.1



Warna kristal



CT



4,0-7,5



7,6-10,0



1.2



Warna larutan (ICUMSA)



IU



81-200



201-300



2.



Besar jenis butir



mm



0,8-1,2



0,8-1,2



3.



Susut pengeringan (b/b)



%



maks 0,1



maks 0,1



4.



Polarisasi (°Z, 20°C)



“Z”



min 99,6



min 99,5



5.



Abu konduktiviti (b/b)



%



maks 0,10



maks 0,15



6.



Bahan tambahan pangan



6.1



Belerang dioksida



mg/kg



maks 30



maks 30



7.



Cemaran logam



7.1



Timbal (Pb)



mg/kg



maks 2



maks 2



7.2



Tembaga (Cu)



mg/kg



maks 2



maks 2



7.3



Arsen (As)



mg/kg



maks 1



maks 1



DAFTAR PUSTAKA Arifa, E.N., 2008. Sari Tebu Asli, Tawarkan Beragam Khasiat dan Manfaat. http://bandung.detik.com. [26 September 2014]. Badan Litbang Pertanian. 2011. Proses Pengolahan Tepung Tapioka. Sinartani Edisi 4-10 Mei 2011 No. 3404 Tahun XLI. 10 hlm. Bintang, Maria. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga Dewi, F.R., 2007. Pengaruh Jenis Mikroba dan Varietas Tebu terhadap Efisiensi Fermentasi Nira menjadi Etanol. Skripsi. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang, Malang. Kultsum, U., 2009. Pengaruh Variasi Nira Tebu (Saccharum officinarum) dari beberapa Varietas Tebu dengan Penambahan Sumber Nitrogen (N) dari Tepung Kedelai Hitam (Glycine soja) sebagai Substrat terhadap Efisiensi Fermentasi Etanol. Skripsi. Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Malang, Malang. Mulqiah, K. (2013). Proses Pembuatan Gula. Yogyakarta : Gajah Mada Press. Olson. 2007, Kimia Farmasi, Jakarta : Erlangga. Purnomo, 2003. Penentuan Rendemen Gula Tebu Secara Cepat. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sugiyanto. C. (2007). “Permintaan Gula di Indonesia”. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 8, No. 2, Desmber 2007, hal 113-127. Sridiati. 2014. Perbedaan antara etanol dan alkohol. Bogor : Penebar Swadaya. Tjokroadikoesoemo.1984. Ekstraksi Nira Tebu. Surabaya: Yayasan Pembangunan Indonesia Sekolah Tinggi Teknologi Industri. Tzia, C. dan G. Liadakis, 2003.Extraction Optimization in Food Engineering. Marcel Dekker, Inc. USA. Yazid, Estien dan Nursanti, Lisda. 2006. Penuntun Praktikum Biokimia untuk Mahasiswa Analis. Yogyakarta: CV Andi Offset Yudistira, 2011. Ekstraksi Nira Tebu. Surabaya : Yayasan Pembangunan Indonesia Sekolah Tinggi Teknologi Industri.



Widyastuti, C., 1999. Diktat Kuliah Teknologi Gula. UPN Veteran Jawa Timur, Surabaya.