Askep Individu Lansia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PROSES KEPERAWATAN PADA INDIVIDU LANSIA



Disusun oleh: Siti Sri Hana Munifah



1810701001



Levia Kharisma



1810701006



Dinda Raisyah Nabila



1810701008



Dimas Zuhrul Anam



1810701023



UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA JAKARTA SELATAN 2020



DAFTAR ISI Daftar Isi..................................................................................................................... Kata Pengantar........................................................................................................... BAB I Pendahuluan.................................................................................................... A. Latar Belakang............................................................................................... B. Rumusan Masalah.......................................................................................... C. Tujuan Penulisan............................................................................................ BAB II Pembahasan................................................................................................... A. Definisi........................................................................................................... B. Klarifikasi....................................................................................................... C. Pendekatan Perawatan Lanjut Usia................................................................ D. Tujuan Asuhan Keperawatan Lanjut Usia..................................................... E. Fungsi Keperawatan Lanjut Usia................................................................... F. Asuhan Keperawatan Lanjut Usia.................................................................. BAB III Penutup........................................................................................................ A. Kesimpulan.................................................................................................... B. Saran ..............................................................................................................



i



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan di negara maju dan negara berkembang, maka bertambahlah usia harapan hidup penduduk negara tersebut. Hal ini berarti, akan bertambahnya populasi penduduk lanjut usia (lansia). Di Indonesia dan beberapa negara berkembang lainnya seseorang dikelompokkan ke dalam golongan lansia jika umur kronologisnya sudah 60 tahun (Kane, 1994). Penyakit pada usia lanjut dengan gejala khas yaitu multipatologi (lebih dari satu penyakit), kemampuan fisiologis tubuh yang sudah menurun, tampilan gejala yang tidak khas/ menyimpang, dan penurunan status fungsional (kemampuan kreraktivitas). Penyakit-penyakit yang ditemukan pada pasien geriatri umumnya adalah penyakit degeneratif kronik (Kane, 1994). Setiap orang pasti ingin memiliki masa tua yang bahagia tetapi keinginan tidaklah selalu dapat menjadi nyata. Pada kehidupan nyata, banyak sekali lansia-lansia yang menjadi depresi, stress, dan berpenyakitan. Banyak kita temukan lansia yang dikirim ke panti jompo dan tidak terurus oleh keluarga, ada lansia yang diasingkan dari kehidupan anak cucunya meskipun hidup dalam lingkungan yang sama, ada lansia yang masih harus bekerja keras meskipun sudah tua, dan masih banyak hal-hal lainnya yang menjadi penyebab (Lueckenotte, 2000; Hall & Hassett, 2002). Perawat sebagai tenaga kesehatan yang porfesional mempunyai kesempatan paling besar untuk memberikan pelayanan/asuhan keperawatan yang komprehensif dengan membantu klien memenuhi kebutuhan dasar yang holistik. Perawat memandang klien sebagai mahluk bio-psiko-



1



sosiokultural dan spiritual yang berespon secara holistik dan unik terhadap perubahan kesehatan atau pada keadaan krisis. Asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat tidak bisa terlepas dari aspek spiritual yang merupakan bagian integral dari interaksi perawat dengan klien. Perawat berusaha untuk membantu memenuhi kebutuhan spiritual klien sebagai bagian dari kebutuhan yang menyeluruh, klien antara lain dengan memfasilitasi pemenuhan kebutuhan spiritual klien tersebut, walaupun perawat dan klien tidak mempunyai keyakinan spiritual atau keagamaan yang sama. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimana asuhan keperawatan pada lansia (Lanjut Usia) dengan gangguan psikososial . C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan umum : Untuk mengidentifikasi pemahaman perawat terhadap pemenuhan kebutuhan psikososial klien pada pasien lansia. 2. Tujuan Khusus : a. Mengetahui pemahaman perawat tentang pengertian kebutuhan psikososial klien pada pasien lansia. b. Mengetahui



pemahaman



perawat



tentang



intervensi



asuhan



keperawatan psikososial yang diberikan terhadap pasien lansia c. Mengetahui pemahaman perawat tentang bagaimana seharusnya memberi perlakuan terhadap Lansia.



2



BAB II PEMBAHASAN A. DEFINISI Pengkajian keperawatan pada lansia adalah suatu tindakan peninjauan situasi lansia untuk memperoleh data dengan maksud menegaskan situasi penyakit, diagnosis masalah, penetapan kekuatan dan kebutuhan promosi kesehatan lansia. Data yang dikumpulkan mencakup data subyektif dan data obyektif meliputi data bio, psiko, sosial, dan spiritual, data yang berhubungan dengan masalah lansia serta data tentang faktor-faktor yang mempengaruhi atau yang berhubungan dengan masalah kesehatan lansia seperti data tentang keluarga dan lingkungan yang ada. Proses asuhan  keperawatan pada usia lanjut adalah kegiatan yang dimaksudkan



untuk



memberikan



bantuan,



bimbingan,



pengawasan,



perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia secara individu, seperti di rumah/lingkungan keluarga, panti werda maupun puskesmas, yang diberikan oleh perawat untuk asuhan keperawatan yang masih dapat dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas social yang bukan tenaga keperawatan, diperlukan latihan sebelumnya atau bimbingan langsung pada waktu tenaga keperawatan melakukan asuhan keperawatan di rumah atau panti (Depkes, 1993 1b). B. KLASIFIKASI Adapun asuhan keperawatan dasar yang diberikan, disesuaikan pada kelompok lanjut usia, apakah lanjut usia aktif atau pasif, anatra lain; 1.



Lanjut usia aktif, asuhan keperawatan dapat berupa dukungan tentang personal hygiene, kebersihan gigi dan mulut atau pembersihan gigi palsu, kebersihan diri termasuk kepala, rambut, badan, kuku, mata, serta telinga; kebersihan lingkungan seperti tempat tidur dan ruangan;



3



makanan sesuai, misalnya porsi kecil bergizi, bervariasi dan mudah dicerna, dan kesegaran jasmani. 2.



Lanjut usia pasif, yang tergantung pada orang lain. Hal yang perrlu diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia pasif pada dasarnya sama seeperti pada lanjut usia aktif, dengan bantuan penuh oleh anggota keluarga atau petugas.



C. PENDEKATAN PERAWATAN LANJUT USIA 1. Pendekatan psikis Di sini perawat mempunyai



peranan  penting mengadakan



pendekatan edukatifpada klien lanjut usia, perawat dapat berperan seebagai supporter, interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Perrawat harus selalu memegang prinsip  “Tripple S”, yaitu Sabar, Simpatik, dan Service. Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih dari lingkugan, termasuk perawat yang memberikan perawatan. Untuk itu perawat harus selalu menciptakan suasana aman, tidak gaduh, membiarkan mereka melkukan kegiatan dalam batas kemampuan dan hobi yang dimilikinya. Perawat harus dapat membangkitkan semangat dan kreasi klien lanjut usia dalam memecahkan dan mengurangi rasa putus asa, rasa rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik, dan kelainan yang dideritanya. Hal ini perlu dilkukan karena perubahan psikologi terjadi bersama dengan berlanjutnya usia.Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi , berkurangnya kegairahan keinginan , peningkatan kewaspadaan, perubahan



4



pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran di waktu siang, dan pergeseran libido. Perawat harus sabar mendengarkan cerita-cerita dari masa lampau yang membosankan, jangan mentertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila lupa atau kesalahan.  Harus diingat, kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan tertentu. Bila perawat ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bias melakukannya secara perlahan-lahandan bertahap, perawatharus dapat mendukung mental mereka kea rah pemuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu diuasahakan agar di masa lanjut usia ini mereka dapat merasa puas  dan bahagia. 2. Pendekatan social Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya perawat dalam pendekatan social. Memberikan kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesame kklien lanjut usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi, pendekatan social ini merupakan suatu pegangan bagi perawat bahwa orang yang diahadapinya adalah makhluk social yang membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya perawat dapat menciptakan hubungan social antara lanjut usia dan lanju usia dan perawat sendiri. Perawat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lanjut usia untuk mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi, missal jalan pagi, menonton film, atau hiburan-hiburan lain. Para lanjut usia perlu dirangsang untuk mengetahui dunia luar, seperti menonton televise, mendengarkan radio, atau membaca surat kabar dan majalah. Dapat disadari bahwa pendekatan komunikasi dalam perawatan tidak kalah pentingnya denganh upaya pengobatan medis dalam proses penyenbuhan atau ketenangan para klien lanjut usia. Tidak sedikit klien tidak dapat tidur karena stress, stress memikirkan penyakit, biaya hidup, keluarga yang di rumah sehingga menimbulkan



5



kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan. Untuk menghilangkan



rasa



jemu



dan



menimbulkan



perhatian



terhadap



sekelilingnya perlu diberi kesempatan kepada lanjut usia untuk menikmati keadaan di luar, agar merasa masih ada hubungan dengan dunia luar. Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian di antara lanjut usia (terutama yang tinggal dip anti werda), hal ini dapat diatasi dengan berbagai usaha, antara lain selalu mengadakan kontak dengan mereka, senasib dan sepenanggungan, dan punya hak dan kewajiban bersama. Dengan demikiian perawat tetap mempunyai  hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun terhadap mempunyai hubungan komunikasi baik sesame mereka maupun terhadap petugas yang secara langsung berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan social bagi lanjut usia dip anti werda. D. TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN LANJUT USIA 1.



Agar lanjut usia dapat melakukan kegiatan sehari-hari seecara mandiri



2.



Mempertahankan kesehatan dan kemampuan dari mereka  yang usianya telah lanjut usia dan jalan perawatan dan pencegahan



3.



Membantu memperrtahankan serta membesarkan semangat hidup klien lanjut usia



4.



Merawat dan menolong klien lanjut usia yang menderita penyakit atau mengalami gangguan tertentu (kronis maupun akut)



5.



Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnose yang tepat dan dini, bila mereka menjumpai suatu kelainan tertentu



6.



Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang menderita suatu penyakit atau gangguan , masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perrlu suatu pertolongan



E. FOKUS KEPERAWATAN LANJUT USIA 1.



Peningkatan kesehatan (health promotion)



6



2.



Pencegahan penyakit (preventif)



3.



Mengoptimalkan fungsi mental



4.



Mengatasi gangguan kesehatan yang umum



F. ASUHAN KEPERAWATAN LANJUT USIA 1. PENGKAJIAN Pada pengkajian klien dengan gangguan hubungan sosial : menarik diri melalui observasi (data objektif) dan komunikasi (data subjektif). Dalam keadaan klien menolak untuk berkomunikasi, maka akan sukar didapat data subjektif. Mungkin klien akan menjawab pertanyaan kita dengan singkat seperti : tidak, ya , tidak tahu. Pengkajian diarahkan pada perilaku menarik diri, faktor pencetus, stresor pencetus, sumber koping, dan mekanisme koping. Secara objektif dapat ditemukan data seperti : 1. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul 2. Menghindari



dari



orang



lain



(menyendiri).



Klien



tampak



memisahkan diri dari orang lain : pada saat makan. 3. Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain atau perawat. 4. Tidak ada kontak mata. Klien lebih sering menunduk 5. Berdiam diri di kamar/tempat terpisah. Klien kurang mobilitasnya 6. Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap. 7. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari. Artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan. 8. Posisi janin pada saat tidur. Wawancara 1. Pandangan lanjut usia tentang kesehatannya 2. Kegiatan yang mampu dilakuakn lanjut usia 3. Kebiasaan lanjut usia merawat diri sendiri



7



4. Kekuatan fisik lanjut usia: otot, sendi, penglihatan, dan pendengaran 5. Kebiasaan gerak badan/olah raga/senam lanjut usia 6. Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, buang air besar/kecil 7. Perrubahan-perubahan fungsi tubuh yang sangat bermakna dirasakan 8. Kebiasaan lanjut usia dalam memelihara kesehatan dan kebiasaan dalam minum obat 9. Masalah-masalah seksual yang dirasakan Pemeriksaan fisik Pemeriksanaan dilakukan dengan cara inspeksi, palpilasi, perkusi, dan auskultasi untuk mengetahui perubahan sistem tubuh. 1.



Pengkajian sistem persyarafan: kesimetrisan raut wajah, tingkat kesadaran adanya perubahan-perubahan dari otak, kebanyakan mempunyai daya ingatan menurun atau melemah,



2.



Mata: pergerakan mata, kejelasan melihat, dan ada tidaknya katarak. Pupil: kesamaan, dilatasi, ketajaman penglihatan menurun karena proses pemenuaan,



3.



Ketajaman pendengaran: apakah menggunakan alat bantu dengar, tinnitus, serumen telinga bagian luar, kalau ada serumen jangan di bersihkan, apakah ada rasa sakit atau nyeri ditelinga.



4.



Sistem kardiovaskuler: sirkulasi perifer (warna, kehangatan), auskultasi denyut nadi apical, periksa adanya pembengkakan vena jugularis, apakah ada keluhan pusing, edema.



5.



Sistem gastrointestinal: status gizi (pemasukan diet, anoreksia, mual, muntah, kesulitan mengunyah dan menelan), keadaan gigi, rahang dan rongga mulut, auskultasi bising usus, palpasi apakah perut kembung ada pelebaran kolon, apakah ada konstipasi (sembelit), diare, dan inkontinensia alvi.



6.



Sistem genitourinarius: warna dan bau urine, distensi kandung kemih, inkontinensia (tidak dapat menahan buang air kecil), frekuensi, tekanan, desakan, pemasukan dan pengeluaran cairan.



8



Rasa sakit saat buang air kecil, kurang minat untuk melaksanakan hubungan seks, adanya kecacatan sosial yang mengarah ke aktivitas seksual. 7.



Sistem kulit/integumen: kulit (temperatur, tingkat kelembaban), keutuhan luka, luka terbuka, robekan, perubahan pigmen, adanya jaringan parut, keadaan kuku, keadaan rambut, apakah ada gangguan-gangguan umum.



8.



Sistem muskuloskeletal: kaku sendi, pengecilan otot, mengecilnya tendon, gerakan sendi yang tidak adekuat, bergerak dengan atau tanpa bantuan/peralatan, keterbatasan gerak, kekuatan otot, kemampuan melangkah atau berjalan, kelumpuhan dan bungkuk



Faktor yang mempengaruhi pengkajian pada lansia a.



Interelasi (saling keterkaitan) antara aspek fisik dan psikososial: terjadi penurunan kemampuan mekanisme terhadap stres, masalah psikis meningkat dan terjadi perubahan pada fisik lansia.



b.



Adanya penyakit dan ketidakmampuan status fungsional.



c.



Hal-hal yang perlu diperhatikan saat pengkajian, yaitu: ruang yang adekuat, kebisingan minimal, suhu cukup hangat, hindari cahaya langsung, posisi duduk yang nyaman, dekat dengan kamar mandi, privasi yang mutlak, bersikap sabar, relaks, tidak tergesagesa, beri kesempatan pada lansia untuk berpikir, waspada tanda-tanda keletihan.



II.



Diagnosa Keperawatan 1. Harga diri rendah berhubungan dengan merasakan/mengantisipasi kegagalan pada peristiwa-peristiwa kehidupan. 2. Koping



individu



tidak



efektif



berhubungan



dengan



ketidakseimbangan



sistem



saraf;



kehilangan



memori;



ketidakseimbangan



tingkah



memecahkan masalah.



9



laku



adaptif



dan



kemampuan



3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional/maturasional. 4. Ketidakpatuhan berhubungan dengan sistem penghargaan pasien; keyakinan kesehatan,nilai spiritual, pengaruh kultural. III.



Intervensi keperawatan Terdapat beberapa pendapat untuk menentukan urutan prioritas, yaitu: Penentuan prioritas diagnosis ini dilakukan pada tahap perencanaan setelah tahap diagnosis keperawatan. Dengan menentukan diagnosis keperawatan, maka perawat dapat mengetahui diagnosis mana yang akan dilakukan atau diatasi pertama kali atau yang segera dilakukan 1. Berdasarkan tingkat kegawat an (mengancam jiwa) Penentuan prioritas berdasarkan tingkat kegawatan (mengancam jiwa) yang dilatarbelakangi oleh prinsip pertolongan pertama, dengan membagi beberapa prioritas yaitu prioritas tinggi, prioritas sedang dan prioritas rendah. a. Prioritas tinggi: Prioritas tinggi mencerminkan situasi yang mengancam kehidupan (nyawa seseorang) sehingga perlu dilakukan terlebih dahulu seperti masalah bersihan jalan napas (jalan napas yang tidak effektif). b. Prioritas sedang: Prioritas ini menggambarkan situasi yang tidak gawat dan tidak mengancam hidup klien seperti masalah higiene perseorangan. c. Prioritas rendah: Prioritas ini menggambarkan situasi yang tidak berhubungan langsung dengan prognosis dari suatu penyakit yang secara spesifik, seperti masalah keuangan atau lainnya. 2. Berdasarkan kebutuhan Maslow Maslow menentukan prioritas diagnosis



yang



akan



direncanakan



berdasarkan



kebutuhan,



diantaranya kebutuhan fisiologis keselamatan dan keamanan, mencintai dan memiliki, harga diri dan aktualisasi diri. Untuk



10



prioritas diagnosis yang akan direncanakan, Maslow membagi urutan tersebut berdasarkan kebutuhan dasar manusia, diantaranya: a.



Kebutuhan fisiologis Meliputi masalah respirasi, sirkulasi, suhu, nutrisi, nyeri, cairan, perawatan kulit, mobilitas, dan eliminasi.



b.



Kebutuhan keamanan dan keselamatan Meliputi masalah lingkungan, kondisi tempat tinggal, perlindungan, pakaian, bebas dari infeksi dan rasa takut.



c.



Kebutuhan mencintai dan dicintai Meliputi masalah kasih sayang, seksualitas, afiliasi dalam kelompok antar manusia.



d.



Kebutuhan harga diri Meliputi masalah respect dari keluarga, perasaaan menghargi diri sendiri.



e.



Kebutuhan aktualisasi diri Meliputi masalah kepuasan terhadap lingkungan.



1.



Diagnosa 1 Tujuan : Tidak terjadi Penurunan Harga Diri, Mampu mengungkapkan perasaan. a.



Dorong



pengungkapan



perasaan,



menerima



apa



yang



dikatakannya. Rasionalnya: membantu pasien/orang terdekat untuk memulai menerima perubahan dan mengurangi ansietas mengenai perubahan fungsi/gaya hidup. b.



Bantu pasien dengan menjelaskan hal-hal yang diharapkan dan hal-hal tersebut mungkin di perlukan untuk dilepaskan atau dirubah. Rasionalnya: memberi kesempatan untuk mengidentifikasi kesalahan



konsep



dan



mulai



melihat



pilihan-pilihan;



meningkatkan orientasi realita. c.



Berikan



informasi



dan



komunitas.



11



penyerahan



ke



sumber-sumber



Rasionalnya: memungkinkan pasien untuk berhubungan dengan grup yang diminati dengan cara yang membantu dan perlengkapan pendukung, pelayanan dan konseling. 2) Diagnosa 2: Tujuan : Koping positif



individu meningkat, tidak terjadi



kesalahan konsep a.



Kaji munculnya kemampuan koping positif, misalnya penggunaan teknik relaksasi keinginan untuk mengekspresikan perasaan. Rasionalnya: jika individu memiliki kemampuan koping yang berhasil dilakukan dimasa lampau, mungkin dapat digunakan sekarang untuk mengatasi tegangan dan memelihara rasa kontrol individu



b.



Perbaiki kesalahan konsep yang mungkin dimiliki pasien. Rasionalnya: membantu mengidentifikasi dan membenarkan persepsi realita dan memungkinkan dimulainya usaha pemecahan masalah.



3) Diagnosa 3: Tujuan : Mengatasi Ansietas / rasa takut a.



Pahami rasa takut/ansietas Rasionalnya: perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk terbuka sehingga dapat mendiskusikan dan menghadapinya.



b.



Kaji tingkat realita bahaya bagi pasien dan tingkat ansietas. Rasionalnya: respon individu dapat bervariasi tergantung pada pola kultural



yang dipelajari. Persepsi yang menyimpang dari situasi



mungkin dapat memperbesar perasaan. c.



Dorong pasien untuk berbicara mengenai apa yang terjadi saat ini dan apa yang telah terjadi untuk mengantisipasi perasaan tidak tertolong dan ansietas.



12



Rasionalnya: menyediakan petunjuk untuk membantu pasien dalam mengembangkan kemampuan koping dan memperbaiki ekuilibrium. 4) Diagnosa 4: Tujuan : Meningkatkan kualitas Spritual, kultural dan Kesehatan a.



Tentukan kepercayaan kultural, spiritual dan kesehatan. Rasionalnya: memberikan wawasan mengenai pemikiran/faktorfaktor yang berhubungan dengan situasi individu. Kepercayaan akan meningkatkan persepsi pasien tentang situasi dan partisipasi dalam regimen keperawatan.



b.



Kaji sistem pendukung yang tersedia bagi pasien. Rasionalnya:



adanya



keluarga/orang



terdekat



yang



memperhatikan/peduli dapat membantu pasien dalam proses penyembuhan. D. Evaluasi Penilaian keperawatan adalah mengukur keberhasilan dari rencana, dan pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan lansia. Beberapa kegiatan yang harus diikuti oleh perawat, antara lain: 1.



Mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan,



2.



Mengumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang diharapkan,



3.



Mengukur pencapaian tujuan,



4.



Mencatat keputusan atau hasil pengukuran pencapaian tujuan,



5.



Melakukan revisi atau modifikasi terhadap rencana keperawatan bila perlu.



Jenis Evaluasi menurut Ziegler, Voughan – Wrobel, & Erlen (1986, dalam Craven & Hirnle, 2003), terbagi menjadi tiga jenis, yaitu: 1.



Evaluasi struktur Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan sekeliling tempat pelayanan keperawatan diberikan. Aspek 13



lingkungan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi dalam pemberian pelayanan. Persediaan perlengkapan, fasilitas fisik, rasio perawat-klien, dukungan administrasi, pemeliharaan dan pengembangan kompetensi staf keperawatan dalam area yang diinginkan. 2.



Evaluasi proses Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat, dan apakah perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan sesuai wewenang. Area yang menjadi perhatian pada evaluasi proses mencakup jenis informasi yang didapat pada saat wawancara dan pemeriksaan fisik, validasi dari perumusan diagnosa keperawatan, dan kemampuan tehnikal perawat.



3.



Evaluasi hasil Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons perilaku lansia merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat pada pencapaian tujuan dan kriteria hasil. Evaluasi formatif dilakukan sesaat setelah perawat melakukan tindakan pada lansia. Evaluasi hasil/sumatif: menilai hasil asuhan keperawatan yang diperlihatkan dengan perubahan tingkah laku lansia setelah semua tindakan keperawatan dilakukan. Evaluasi ini dilaksanakan pada akhir tindakan keperawatan secara paripurna. Hasil evaluasi yang menentukan apakah masalah teratasi, teratasi



sebagian,



atau



tidak



membandingkan antara SOAP



teratasi,



adalah



dengan



cara



(Subjektive-ObjektiveAssesment-



Planning) dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. S



(Subjective) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari lansia setelah tindakan diberikan.



O



(Objective)



adalah



informasi



yang



didapat



berupa



hasil



pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan. A



(Assessment) adalah membandingkan antara informasi subjective dan objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil



14



kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi. P



(Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisis.



Contoh: S : Lansia mengatakan sudah menghabiskan makanannya O : Porsi makan habis, berat badan naik, semula BB=51 kg menjadi 52 kg A : Tujuan tercapai P : Rencana keperawatan dihentikan



15



BAB III PENUTUP A.



Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahsan maka dapat disimpulkan bahwa : Proses asuhan  keperawatan pada usia lanjut adalah kegiatan yang dimaksuddkan



untuk



memberikan



bantuan,



bimbingan,



pengawasan,



perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia secara individu, seperti di rumah/lingkungan keluarga, panti werda maupun puskesmas, yang diberikan oleh perawat untuk asuhan keperawatan yang masih dapat dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas social yang bukan tenaga keperawatan, diperlukan latihan sebelumnya atau bimbingan langsung pada waktu tenaga keperawatan melakukan asuhan keperawatan di rumah atau panti (Depkes, 1993 1b). Di sini perawat mempunyai



peranan  penting mengadakan



pendekatan edukatifpada klien lanjut usia, perawat dapat berperan seebagai supporter, interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Perrawat harus selalu memegang prinsip  “Tripple S”, yaitu Sabar, Simpatik, dan Service. Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih dari lingkugan, termasuk perawat yang memberikan perawatan. Untuk itu perawat harus selalu menciptakan suasana aman, tidak gaduh, membiarkan mereka melkukan kegiatan dalam batas kemampuan dan hobi yang dimilikinya. Perawat harus dapat membangkitkan semangat dan kreasi klien lanjut usia dalam memecahkan dan mengurangi rasa putus asa, rasa rendah



16



diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik, dan kelainan yang dideritanya. B. Saran Intervensi yang diberikan oleh perawat lebih luas tidak sebatas pada pemenuhan kewajiban psikososial . Intervensi belum dapat dilakukan secara optimal karena adanya faktor penghambat yang berasal dari perawat, situasi ruang perawatan yang sibuk oleh tugas rutinitas, dan adanya petugas kerohanian. Perbedaan pelaksanaan ritual pada pasien lansia dalam memenuhi kebutuhan psikososial. Pelaksanaan ritual yang dijalankan oleh pasien lansia yang satu dengan pasien lansia yang lain berbeda-beda yang dipengaruhi oleh tingkat psikososial, perkembangan, pengalaman, kondisi sakit, agama atau kepercayaan yang dianut pasien.



17



DAFTAR PUSTAKA Nugroho, Wahyudi. 2000. Keperawatan Gerontik Ed: 2. EGC. Jakarta Setiabudhi, Tony dan Hardywinoto. 2005. Panduan Gerontologi: Tinjauan dari Berbagai Aspek. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.



18