Askep Pemberian Nebulizer (KEL 8) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Asuhan Keperawatan Pemberian Nebulizer Untuk Mengatasi Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Pada Anak Dengan Penyakit Bronkopneumoni & PPOK ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak 1 yang di ampu oleh: Rani F, S.Kep,Ners.,M.Kep



Oleh: Santi Nurjanah Sely Julistiani Siti Nabilah F Siti Nurahma Tawainella Siti Yoanny Putri Syarah Nur fajar



C1AA18102 C1AA18104 C1AA18106 C1AA18108 C1AA18110 C1AA18112



Kelas 2B PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KOTA SUKABUMI 2019



A. Konsep Dasar Pemberian Nebulizer Untuk Mengatasi Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif pada Anak Bronkopneumonia 1. Pengertian Bronkopneumonia Bronkopneumonia adalah suatu cadangan pada parenkim paru yang meluas sampai bronkioli atau sering diartikan dengan peradangan yang terjadi pada jaringan paru melalui cara penyebaran langsung melalui saluran pernapasan atau melalui hematogen sampai bronkus (Riyadi, S., 2009). Bronkopneumonia adalah radang pada paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infilrat yang di sebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur dan benda asing (Wijayaningsih, 2013). Bronkopneumonia adalah infiltrat yang tersebar pada kedua belahan paru. Dimulai pada bronkiolus terminalis, yang menjadi tersumbat oleh eksudat mukopurulent yang disebut juga “lobular Pneumonia” (Ridha, 2014). 2. Manifestasi klinis Menurut (Wijayaningsih, 2013) manifestasi klinis pada anak bronkopneumonia adalah : a. Biasanya didahului infeksi traktus respiratoris atas b. Demam (390 C – 400 C) kadang-kadang disertai kejang karena demam yang tinggi. c. Anak sangat gelisah, dan adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk, yang dicetuskan oleh bernapas dan batuk. d. Pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan suping hidung dan sianosi sekitar hisung dan mulut. e. Kadang-kadang disertai muntah dan diare f. Adanya bunyi tambahan pernapasan seperti wheezing, ronchi g. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksi serius



h. Ventilasi akan berkurang akibat penimbunan mokus yang menyebabkan atelektasis absorbsi. 3. Etiologi Bronkopneumonia Pada umumnya tubuh terserang bronkopneumonia karena disebabkan oleh



penurunan



mekanisme



pertahanan



tubuh.



Penyebab



terjadinya



Bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri seperti diplococus pneumonia, pneumococcus, stretococcus, hemoliticus aureus, haemophilus influenza, basilus friendlander (klebsial pneumoni), mycobacterium tuberculosis, disebabkan oleh virus seperti respiratory syntical virus, virus influenza dan virus sitomegalik, dan disebabkan oleh jamur seperti citoplasma capsulatum, criptococcus nepromas, blastomices dermatides, aspergillus Sp, candinda albicans, mycoplasma pneumonia dan aspirasi benda asing (Wijayaningsih, 2013). 4. Patofisiologi Bronkopneumonia sering didahului oleh infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh meningkat sampai 39-40oC dan dapat disertai kejang karena demam yang sangat tinggi. Anak yang mengalami bronkopneumonia sangat gelisah, dipsnea, pernapasan cepat, dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung, serta sianosis disekitar hidung dan mulut, merintih dan sianosis (Riyadi, S., 2009). Pneumonia dapat terjadi sebagai akibat inhalansi mikroba yang ada di udara, aspirasi organisme dari nasofaring atau penyebaran hematogen dari fokus infeksi yang jauh. Bakteri yang masuk ke paru-paru menuju ke bronkioli dan alveoli melalui saluran napas yang menimbulkan reaksi peradangan hebat dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan interstitial (Riyadi, S., 2009). Alveoli dan septa menjadi penuh dengan cairan yang berisi eritrosit dan fibrin serta relative sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar. Apabila proses konsolidasi tidak dapat berlangsung dengan baik maka setelah edema dan terdapatnya eksudat pada alveolus maka membran



dari alveolus akan mengalami kerusakan. Perubahan tersebut akan berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah. Sehingga berakibat pada hipoksia dan kerja jantung meningkat akibat saturasi oksigen yang menurun dan hiperkapnia. Penurunan itu yang secara klinis menyebabkan penderita mengalami pucat sampai sianosis. Secara



hematogen



maupun



langsung (lewat



penyebaran



sel)



mikroorganisme yang terdapat didalam paru dapat menyebar ke bronkus. Setelah terjadi peradangan lumen bronkus bersebukan sel radang akut, terisi eksudat (nanah) dan sel epitel rusak. Bronkus dan sekitarnya penuh dengan netrofil bagian Leukosit yang banyak pada saat awal peradangan dan bersifat fagositosis dan sedikit eksudat fibrinosa. Bronkus rusak akan mengalami fibrosis dan pelebaran yang diakibatkan oleh tumpukan nanah sehingga timbul bronkiektasis. Penumpukan nanah tersebut dapat mengurangi asupan oksigen dari luar sehingga penderita mengalami sesak napas (Riyadi, S., 2009) 5. Penatalaksanaan Penatalaksanaan



yang



dapat



diberikan



pada



anak



dengan



bronkopneumonia, menurut (Riyadi, S., 2009) adalah : a. Pemberian obat antibiotik penisilin 50.000 U/Kg BB/hari., ditambah kloramfenikol 50-70 mg/kg BB/hari atau bisa dengan diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. b. Pemberian makanan enteral bertahaap melalui selang nasogatrik pada penderita yang sudah mengalami perbaikan sesak napasnya. c. Jika sekresi lendir berlebih dapat diberikan inhalansi dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier seperti pemberian terapi nebulizer dengan flexotied dan ventolin. Selain bertujuan mengeluarkan dahak juga dapat meningkatkan lebar lumen bronkus.



6. Pengertian Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif



Bersihan jalan napas tidak efektif adalah ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas tetap paten. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017b). 7. Etiologi Penyebab dari bersihan jalan napas tidak efektif ada 2 menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017b) yaitu a. Fisiologis meliputi spasme jalan napas, hipersekresi jalan napas, disfungsi neuromuskuler, benda asing dalam jalan napas, adanya jalan napas buatan, sekresi yang tertahan, hiperplasia dinding jalan napas, proses infeksi, respon alergi, efek agen farmakologis (mis. Anastesi) b. Situasional meliputi merokok aktif , merokok pasif, terpajan polusi 8. Gejala dan tanda Tabel 1 Gejala dan Tanda Mayor & Minor Bersihan Jalan Napas tidak Efektif Keterangan Subjektif



Mayor (tidak tersedia)



Minor 1. Dispnea 2. Sulit bicara 3. Ortopnea



1. Batuk tidak



1.



Gelisah



efektif



2.



Sianosis



3.



Bunyi napas



2. Tidak mampu batuk 3. Sputum berlebih



menurun 4.



4. Mengi, wheezing dan/ atau ronkhi kering



Frekuensi napas berubah



5.



Pola nafas berubah



5. Mekonium di jalan nafas (pada neonatus) (Sumber: (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017b)) 9. Pengertian Nebulizer Terapi nebulizer adalah terapi pemberian obat dengan cara menghirup larutan obat yang sudah diubah menjadi gas yang berbentuk seperti kabut dengan bantuan alat yang disebut nebulizer (Aryani et al., 2009). Terapi nebulizer adalah terapi menggunakan alat yang menyemprotkan obat atau agens pelembab, seperti bronkodilator atau mukolitik, dalam bentuk partikel mikroskopik dan menghantarkannya ke paru (Kusyanti et al., 2012). 10. Tujuan Menurut (Aryani et al., 2009) Terapi nebulizer ini memiliki tujuan sebagai beriku: a. Melebarkan saluran pernapasan (karena efek obat bronkodilator) b. Menekan proses peradangan c. Mengencerkan dan memudahkan pengeluaran sekret (karena efek obat mukolitik dan ekspektoran). 11. Indikasi Indikasi penggunaan nebulizer menurut menurut (Aryani et al., 2009) efektif dilakukan pada klien dengan : a. Bronchospasme akut b. Produksi sekret yang berlebih c. Batuk dan sesak napas d. Radang pada epiglotis 12. Kontraindikasi Kontraindikasi pada terapi nebulizer (Aryani et al., 2009) adalah :



a. Pasien yang tidak sadar atau confusion umumnya tidak kooperatif dengan prosedur ini, sehingga membutuhkan pemakaian mask/ssungkup, tetapi efektifitasnya akan berkurang secara signifikan b. Pada klien dimana suara napas tidak ada atau berkurang maka pemberian medikasi



nebulizer



diberikan



melalui



endotracheal



tube



yang



menggunakan tekanan positif. Pasien dengan penurunan pertukaran gas juga tidak dapat menggerakan/memasukan medikasi secara adekuat ke dalam saluran napas. c. Pemakaian katekolamin pada pasien dengan cardiac iritability harus dengan perhatian. Ketika diinhalasi, katekolamin dapat meningkat cardiac rate dan dapat menimbulkan disritmia. d. Medikasi nebulizer tidak dapat diberikan terlalu lama melalui intermittent positive-pressure breathing



(IPPB), sebab IPPB mengiritasi



dan



meningkatkan bronchospasme. B. Konsep Dasar Pemberian Nebulizer Untuk Mengatasi Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Pada PPOK 1. Pengertian Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) Penyakit Paru Obsruksi Kronis (PPOK) adalah keadaan penyakit yang ditandai



oleh



keterbatasan



reversibel. Keterbatasan berhubungandengan



aliran



aliran udara



udara ini



yang



tidak



biasanya



sepenuhnya



progresif



dan



responperadangan yang abnormal dari paru terhadap



partikel atau udara yang berbahaya (Arif, 2007). Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan suau istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan risestensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan PPOK adalah asma bronchitis, bronchitis kronis, efisema (Soemantri, 2007). 2. Klasifikasi a. Bonkitis kronis



Adanya gangguan klinis yang ditandai dengan hiperproduksi mukus dari percabangan bronkus dengan pencerminan batuk yang menahun. Simtom tersebut terus terdapat setiap hari selama 2 tahun berturut-turut. Hal ini terdapat pada TBC paru, tumor paru, dan abses paru (Muwarni,2011). b. Emfisema Adanya kelainan paru dengan pelebaran abnormal dari ruang udara distal dari bronkiolis terminal yang disertai dengan penebalan dan kerusakan di dinding alveoli (Muwarni, 2011). c. Bronkitis emfisema Adalah campruran bronkitis menahun dan emfisema (Muwarni, 2011). d. Asma kronis dan bronkitis asmatis 1) Asma menahun pada asma bronkial menahun yang menunjukan adanya obstruksi jalan nafas. 2) Bronkitis



asmatis



adalah



bronkitis



yang



menahun



kemudian



menunjukan tanda-tanda hiperaktifitas bronkus, yang di tandai dengan sesak nafas dan wheezing (Muwarni, 2011). 3) Penyakit TBC yang berkembang menjadi PPOM (Muwarni,2011). 3. Etiologi Menurut (Wahid & Suprapto, 2013)ada tiga faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah berisihan jalan nafas tidak efektif pada pasien PPOK yaitu rokok, infeksi dan polusi udara. a. Rokok Menurut (Danusantoso, 2013) Merokok adalah salah satu penyebab utama terjadainya menyebabkan



PPOK.



iritasi



Komponen



pada jalan



nafas.



dari



asap



Secara



rokok



dapat



patologis



rokok



berhubungan dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus. b. Infeksi



Eksasebasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah Haemophilius influenza dan Streptococcus pneumonia. c. Polusi Polusi



tidak



begitu



besar



pengaruhnya



sebagai



faktor



penyebab



bersihan jalan nafas tidak efetif pada PPOK, tetapi bila ditambah merokok risiko akan lebih tinggi. Zat –zat kimia juga dapat menyebabkan PPOK adalah zat –zat pereduksi O2, zat –zat pengoksidasi seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon. 4. Patofisiologi PPOK Penyakit



paru



merokok.Asap oksigen



obstruksi



rokok



toksik)



kronis



menghasilkan



yang



(PPOK) stress



menghambat



terjadi



oksidan



aktivitas



karena



faktor



(produksi



radikal



antiprotease



normal



menyebabkan inflamasi epitel saluran pernafasan, dan disertai aktivitas limfosit T sitotoksik (CD8), makrofag, dan polimorfonukleosit menyebabkan



peningkatakan



aktivitas



protease (elastase) dan



(PMN) kerusakan



dinding alveolus dan bronkus langsung pada paru. Peningkatan aktivitas protease



ini



menyebabkanketidakseimbangan



antara protease



dan



antiprotease, hal ini akan menyebabkan kerusakan dinding alveolus dan bronkus serta peningkatan produksi mucus (Brashers, 2008). Peningkatan produksi mucus pada pasien PPOK terjadi karena iritan dari asap rokok menimbulkan



peradangan



menstimulus perubahan silia



pada



pada



sel-sel



cabang



penghasil



trakeobronkial mucus



bronkus



dan serta



sehingga menyebabkan peningkatan produksi mucus berupa sputum



dan (Buss & Labus, 2013). Mucus dihasilkan oleh sel-sel goblet pada epitel



dan



karbohidrat



submukosa. yang



Unsur utamanya



disebut



musin



adalah



glikoprotein



kaya



yang memberikan sifat seperti gel pada



mucus (Ward, Ward, Leach, & Wiener, 2008). Produksi mukus berlebih yang



berupa



sputum



terjadi



akibat



hyperplasia)



pada



sel-sel



jumlahnya.



Selain



itu,



perubahan



goblet, silia



patologis (hipertrofi



sehingga



yang



sel –sel



melapisi



dan



goblet meningkat



bronkus



mengalami



kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan pada sel penghasil mucus mukosiliaris



dan



sel



silia



ini



mengganggu



system



escalator



dan menyebabkan akumulasi mukus kental dalam jumlah besar



yang sulit dikeluarkan dari saluran nafas (Elizabeth J., 2009). Penumpukan mucus di saluran nafas ini akan menyebabkan masalah bersihan jalan nafas tidak efektif (Somantri, 2012). 5. Penatalaksanaan Penatalaksanaan mengenai penyakit PPOK menurut (Arif, 2007) terdiri dari : a. Pencegahan : mencegahkebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara. b. Terapi eksaserbasi akut dilakukan dengan: 1) Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya di sertai infeksi. Pemberian



antibiotik



seperti



kotrimoksasol,



amoxsilin,



atau



doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi.



Bila



terdapat



infeksi



sekunderatau



tanda



tanda



pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang lebih kuat. 2) Terapi pernapasan



oksigen



diberikan



jika



terdapa



kegagalan



karena hiperkapniadan berkurangnya sensitivias terhadap



CO2. 3) Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkansputum dengan baik. 4) Bronkodilator untuk mengatasi obstruksi jalannafas, termasuk didalamnya golongan adrenergik dan antikolinergik. Pada pasien dapat di berikan salbutamol 5 mg dan atau iptatropium bromida 250 g diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin.



c. Terapi jangka panjang dilakukan dengan : 1) Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangkan panjang dan ampisilin 4x0,25-0,5 perhari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut. 2)



Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.



3) Fisioterapi 4) Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik. 5) Mulkolitik dan ekspetoran 6) Terapi oksigen jangkan panjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas, tipe II. 7) Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.Rehabilitasi untuk pasien PPOK adalah;Fisioterapi, rehabilitasi psikis, rehabilitasi pekerjaan. C. Konsep Asuhan Keperawatan Pemberian Nebulizer Untuk Mengatasi Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Pada Anak Bronkopneumonia Dan PPOK 1. Pengkajian Menurut (Riyadi, S., 2009), fokus pengkajian pada anak bronkopneumonia adalah: a. Biodata Identitas pasien : nama, alamat, umur, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, nama penanggung jawab dan catatan kedatangan. b. Riwayat kesehatan 1) Keluhan utama Keluhan pada pasien dengan bronkopneumonia didapatkan berupa sesak napas, suhu tubuh meningkat.



2) Riwayat kesehatan sekarang Anak lemah, sianosis, sesak napas, adanya suara napas tambahan (ronchi dan wheezing), pernapasan dangkal, batuk, demam, sianosis, mual dan muntah . 3) Riwayat kesehatan keluarga : mengkaji riwayat keluarga apakah ada yang menderita riwayat penyakit yang sama dengan pasien. c. Pemeriksaan fisik 1) Inspeksi : frekuensi irama, kedalaman dan upaya bernapas antara lain takipnea, dispnea progresif, pernapasan dangkal, pektus ekskavatum (dada corong), paktus karinatum (dada burung), barrel chest. 2) Palpasi : Adanya nyeri tekan, massa, peningkatan vokal fremitus pada daerah yang terkena. 3) Perkusi : pekak terjadi bila terisi cairan pada paru, normalnya timpani (terisi udara) resonansi. 4) Auskultrasi : suara pernapasan yang meningkat intensitasnya : a) Suara bronkovesikuler atau bronkhial pada daerah yang terkena. b) Suara pernapasan tambahan-ronchi inspiratoir pada sepertiga akhir inspirasi. 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik aktual maupun potensial (PPNI, 2017). Diagnosa keperawatan yang ditegakkan dalam masalah ini adalah bersihan jalan napas tidak efektif. Bersihan jalan napas tidak efektif merupakan ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten (PPNI, 2017). Bersihan jalan napas tidak efektif masuk ke dalam kategori fisiologis dengan sub kategori respirasi. Penyebab dari bersihan jalan napas tidak efektif adalah hipersekresi jalan napas. Tanda mayor dari bersihan jalan napas tidak efektif secara subyektif (tidak ada),



objektif yaitu batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi, wheezing ronkhi, mekonium di jalan napas. Gejala dan tanda minor dari bersihan jalan napas tidak efektif secara subjektif adalah dispnea, sulit bicara dan ortopnea. Secara objektif adalah gelisah, sianosis, bunyi napas menurn, frekuensi napas berubah, pola napas berubah. Kondisi klinis terkait bersihan jalan napas tidak efektif adalah infeksi saluran napas, stroke, prosedur diagnostik, cedera kepala, guillian barre syndrome, sclerosis multipel, myasthenia gravis. 3. Perencanaan/intervensi keperawatan Perencanaan merupakan fase proses keperawatan yang penuh pertimbangan dan sistematis dan mencangkup pembuatan keputusan dan penyelesaian masalah, perencanaan merujuk pada data pengkajian klien dan pernyataan diagnosa sebagai petunjuk dalam merumuskan tujuan klien dan merancang intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencegah, mengurangi, atau mengilangkan masalah klien (Kozier, B., Erb, Berman, & Snyder, 2010). a. Tujuan keperawatan menurut Nursing Outcome Classification (NOC) yang diharapkan setelah diberikan nebulizer untuk mengatasi bersihan jalan napas tidak efektif, yaitu : 1) Status pernapasan : kepatenan jalan napas Kepatenan jalan napas merupakan suatu kondisi dimana saluran trakeobronkial yang terbuka dan lancar untuk pertukaran udara terbebas dari sumbatan sputum atau benda asing. Adapun kriteria hasil yang diharapkan adalah sebagai berikut : a) Frekuensi pernapasan normal b) Tidak ada dispnea c) Tidak ada suara napas tambahan d) Tidak ada pengunaan otot bantu pernapasan e) Mampu untuk batuk



f) Mampu untuk mengeluarkan secret b. Intervensi Intervensi keperawatan untuk menangani masalah bersihan jalan napas tidak efektif pada Nursing Intervention Clasification (NIC) menurut (Bulechek, G. M., Butcher, Dochterman, & Wagner, 2016). NIC yang direkomendasikan yaitu Pemberian nebulizer. Di bawah ini Prosedur pemberian nebulizer menurut (Lusianah, Indaryani, & Suratun, 2012) 1) Cek program terapi inhalansi 2) Ucapkan salam teraupeutik 3) Lakukan evaluasi keadaan klien atau validasi 4) Lakukan kontrak (waktu, tempat, tindakan yang akan dilakukan) 5) Jelaskan tujuan prosedur inhalansi pada klien 6) Persiapan alat : a) Seperangkat mesin nebulizer b) Obat sesuai indikasi (bisolvon, barotec, atau ventolin ) c) Sungkup nebulizer 1 buah d) Obat pengencer NaCL 0,9% e) Pot sputum 7) Cuci tangan 8) Masukkan cairan NaCL 0,9% pada tempat 9) Masukkan obat sesuai indikasi 10) Sambungkan mesin ke pusat listrik kemudian hidupkan mesin nebulizer 11) Pasangkan masker nebulizer ke hidung 12) Menghidupkan alat nebulizer 13) Pasang timer (10-15 menit) 14) Mengobservasi pengeluaran uap dari alat nebulizer 15) Jika timer sudah berbunyi, lepaskan masker dan matikan mesin nebulizer 16) Ajarkan klien batuk efektif untuk mengeluarkan sekretnya 17) Rapikan klien dan alat-alat



18) Observasi tanda-tanda vital dan keadaan umum klien 19) Cuci tangan 20) Dokumentasikan tindakan keperawatan 4. Implementasi keperawatan Menurut (Kozier, B., Erb et al., 2010) Implementasi keperawatan adalah sebuah fase dimana perawat melaksanakan intervensi keperawatan dari hari ke hari yang sudah direncanakan sebelumnya. Perawat melakukan pengawasan terhadap efektifitas intervensi yang dilakukan, bersamaan dengan menilai perkembangan pasien terhadap pencapaian tujuan atau hasil yang diharapkan. Adapun implementasi yang dilakukan adalah mengobservasi tindakan perawat dalam



penggunaan nebulizer kepada pasien. Setelah selesai dilakukannya



implementasi, tindakan dan respon pasien langsung dicatat dalam format tindakan keperawatan. 5. Evaluasi keperawatan Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku dan kriteria hasil yang telah ditetapkan yaitu terjadinya adaptasi pada individu. Evaluasi pada dasarnya adalah membandingkan status keadaan kesehatan pasien dengan tujuan atau kriteria hasil yang telah ditetapkan (Nursalam, 2017) . Menurut (Dermawan, 2012) evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subjektif, objektif, assesment, planing), adapun komponen SOAP yaitu : a. S (Subjektif) dimana perawat menemui keluhan klien yang masih dirasakan setelah diakukan tindakan keperawatan. Pada pasien anak dengan bronkopneumonia dengan bersihan jalan napas tidak efektif diharapkan tidak mengeluh sesak, batuk berdahak dan dahak susah dikeluar. b. O (Objektif) adalah informasi yang didapatkan berupa hasil pengamatan,



penilaian, pengukuran yang dilakukan perawat setelah tindakan. Evaluasi yang diharapkan dapat dicapai pada pasien anak bronkopneumonia dengan bersihan jalan napas tidak efektif setelah diberikan tindakan nebulizer adalah : 1) Frekuensi pernapasan dalam rentang normal 2) Tidak terdapat dispnea 3) Tidak terdapat suara napas tambahan 4) Tidak ada pengunaan otot bantu pernapasan 5) Mampu untuk batuk 6) Mampu mengeluarkan sekret 7) Tidak terdapat akumulasi sekret c. A (Assesment) adalah kesimpulan dari data subjektif dan objektif, (biasanya ditulis dalam bentuk masalah keperawatan). Ketika menentukan apakah tujuan telah tercapai, perawat dapat menarik satu dari tiga kemungkinan simpulan : 1) Tujuan tercapai; yaitu, respons klien sama dengan hasil yang diharapkan 2) Tujuan tercapai sebagian; yaitu hasil yang diharapkan hanya sebagian yang berhasil dicapai (4 indikator evaluasi tercapai) 3) Tujuan tidak tercapai d. P (Planing) adalah perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,



dimodifikasi,



atau



ditambah



dari



rencana



tindakan



keperawatan yang dilakukan berdasarkan hasil analisa.



Sumber: Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta:EGC Dikutip pada tanggal 23 maret 2020 eprints.ums.ac.id (online)



Raharjoe, N.N. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta : Badan Penerbit IDAI Dikutip pada tanggal 23 maret 2020 eprints.ums.ac.id (online) Suriyadi &Yuliani. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta : Sagung Dikutip pada tanggal 23 maret 2020 eprints.ums.ac.id (online) Tri, W., Marhamah, E., Diniyah, N. 2019. Penerapan Terapi Inhalasi Nebulizer Untuk Mengatasi Bersihan Jalan Napas Pada Pasien Bronkopneumonia. Jurnal Keperawatan. Vol 5 Sutiyo, F. 2016. Penerapan terapi inhalasi untuk mengurangi sesak napas pada anak dengan bronkopneumonia di RSUD DR. Soedirman Kebumen.