Askep Trauma Abdomen [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Dosen



: Ns. Andi Fajriansi, S.Kep



Mata kuliah



: Kegawatdaruratan



ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN TRAUMA ABDOMEN



Disusun Oleh Kelompok 5 Irtawati Nur Laila Ratnawati Ulfa Yunita Upik Sartika Putri



: : : : :



NH0218020 NH0218032 NH0218040 NH0218047 NH0218048



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NANI HASANUDDIN MAKASSAR 2019



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini sebagai salah satu tugas kelompok pada mata kuliah kegawatdauratan dengan judul “ Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan dengan Trauma Abdomen “. Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mengalami hambatan. Namun semuanya itu bisa teratasi berkat bantuan serta partisipasi teman-teman sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Kami



menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari



kesempurnaan dan masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi materi maupun dari segi penyusunan. Oleh sebab itu, demi perbaikan kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih atas segala kebaikan dan bantuan yang diberikan kepada kami semoga diberi balasan oleh Allah SWT.



Makassar , 16 April 2019



Kelompok 5



DAFTAR ISI SAMPUL .............................................................................................................. KATA PENGANTAR ......................................................................................... DAFTAR ISI ....................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... A. LATAR BELAKANG .............................................................................. B. RUMUSAN MASALAH .......................................................................... C. TUJUAN PENULISAN ............................................................................ D. MANFAAT PENULISAN ........................................................................ BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... A. KONSEP DASAR KEPERAWATAN ..................................................... 1. ANATOMI ABDOMEN ..................................................................... 2. DEFINISI ........................................................................................... 3. ETOLOGI ......................................................................................... 4. PATOFISIOLOGI ............................................................................... 5. PATWAY ......................................................................................... 6. MANIFESTASI .................................................................................. 7. KLASIFIKASI .................................................................................... 8. KOMPLIKASI .................................................................................... 9. PENATALAKSANAAN .................................................................... B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN .................................................................................... 2. DIAGNOSA ........................................................................................ 3. INTERVENSI .....................................................................................



BAB III TINJAUAN KASUS ............................................................................... 1. PENGKAJIAN ......................................................................................... 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN .............................................................. 3. INTERVENSI KEPERAWATAN ............................................................ 4. IMPLEMENTASI ..................................................................................... 5. EVALUASI .............................................................................................. BAB IV PENUTUP .............................................................................................. A. KESIMPULAN ......................................................................................... B. SARAN ..................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA



BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Cedera pada abdomen merupakan suatu kondisi yang sulit untuk dievaluasi walaupun dirumah sakit, terlebih di lapangan. Trauma tembus abdomen sudah tentu memerlukan tindakan pembedahan. Trauma tumpul abdomen biasanya lebeh tersamarkan, namun memiliki potensi kematian yang sama. Trauma tumpul maupun tembus abdomen mempunyai ancaman jiwa yang sama yaitu perdarahan dan infeksi (Mallapasi, 2014). Trauma abdomen menempati peringkat ketiga sebagai penyebab kematian setelah cedera kepala dan cedera pada dada. Trauma abdomen merupakan penyebab yang cukup signifikan bagi angka kesakitan dan kematian di Amerika Serikat. Trauma abdomen yang tidak diketahui (terlewatkan dari pengamatan) masih tetap menjadi penyebab kematian yang seharusnya dapat dicegah (preventable death). Diagnosis dan penanganan yang tepat dari trauma abdomen merupakan unsur terpenting dalam mengurangi kematian akibat trauma abdomen. Penilaian sirkulasi saat survey awal harus mencakup deteksi dini dari kemungkinan adanya perdarahan tersembunyi di dalam abdomen pada trauma tumpul (Indah J Umboh, 2017). Penanganan secara sistematik sangat penting dalam penatalaksanaan pasien dengan



trauma.



Perawatan



penting



yang



menjadi



prioritas



adalah



mempertahankan jalan napas, memastikan pertukaran gas secara efektif dan mengontrol perdarahan. Kematian akibat trauma memiliki pola distributif trimordial. Puncak morbiditas pertama terjadi dalam hitungan detik atau menit setelah cedera. Kematian ini diakibatkan oleh gangguan jantung atau pembuluh darah besar, otak, ataupun saraf tulang bekang. Cedera seperti ini sangat parah dan jumlah pasien yang bisa diselamatkan relative kecil. Puncak kedua terjadi dalam hitungan menit sampai jam setelah trauma terjadi. Kematian dalam



periode ini terjadi karena memar intracranial atau perdarahan yang tidak terkontrol akibat robekan atau banyaknya luka. Perawatan dalam satu jam pertama (golden period) sesudah cedera sangat penting untuk mempertahankan nyawa pasien (Kartikawati, 2016). B. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang muncul adalah : 1. Mengetahui konsep dasar Medis Trauma Abdomen 2. Mengetahui konsep dasar keperawatan pada pasien dengan Trauma Abdomen C. Tujuan penulisan 1. Tujuan umum Mampu memahami konsep dasar medis serta konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan Trauma abdomen 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui anatomi Abdomen b. Menjelaskan pengertian Trauma abdomen c. Menjelaskan penyebab terjadinya Trauma abdomen d. Menjelaskan patofisiologi terjadinya Trauma abdomen e. Menampilkan patway Trauma abdomen f. Menjelaskan manisfestasi Trauma abdomen g. Menjelaskan klasifikasi Trauma abdomen h. Menyebutkan komplikasi Trauma abdomen i. Menjelaskan penatalaksanaan Trauma abdomen j. Mampu Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan Trauma abdomen 3.



Manfaat Penulisan 1. Manfaat Umum Diharapkan makalah ini dapat menjadi sumber informasi dan memperkaya ilmu pengetahuan dan wawasan serta dapat menjadi acuan dalam pembuatan makalah selanjutnya.



2. Manfaat praktisi a. Bagi penulis Dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dan pengalaman nyata dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan pasien dengan Trauma abdomen b. Bagi institusi Dapat dijadikan referensi dan bahan bacaan untuk menambah pengetahuan bagi mahasiswa serta dapat dijadikan bahan masukan bagi proses pemebelajaran selanjutnya.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KONSEP DASAR MEDIS 1. Anatomi Abdomen Menurut (Mallapasi, 2014) rongga abdomen terbagi menjadi tiga region yaitu : a. Abdomen bagian atas (Thoraks) Merupakan rongga abdomen yang terletak dibawah diafragma serta tulang iga bagian bawah yang terdiri dari hati, kandung empedu, limfa serta lambung. Cedera pada hati dan limpa dapat mengakibatkan perdarahan yang fatal. b. Abdomen bagian bawah Abdomen bagian bawah terdiri dari usus halus dan usus besar serta kandung kemih, kerusakan pada usus sehingga mengakibatkan infeksi, peritonitis dan syok. Pada wanita, kandungan serta saluran indung telur merupakan abdomen bagian bawah. c. Region Retroperitoneal Bagian ini terletak dibelakang abdomen atas dan abdomen bawah termasuk didalamnya ginjal, uretra, pancreas, dan duodenum posterior. Aorta abdominalis serta vena cava inferior karena letaknya berada di daerah ini sehingga sangat sulit dievaluasi. Bila perdarahan terjadi di region abdomen akan mengakibatkan distorsi dinding abdomen, perdarahan ekspensif pada daerah retroperitoneal dapat tidak terdeteksi 2. Definisi Trauma abdomen merupakan cedera pada abdomen yang dapat berupa trauma tumpul dan tajam yang disengaja ataupun tidak disengaja. Trauma abdomen adalah terjadinya kerusakan pada abdomen yang menyebabkan



perubahan fisiologis sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai organ (Musiha, 2015). Trauma abdomen didefenisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diagfragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau luka tusuk. Trauma pada abdomen mempunyai konsekuensi yang segera harus



diwaspadai



karena



dikhawatirkan



akan



mengakibatkan



syok



(Mallapasi, 2014) 3. Etiologi Kerusakan pada abdomen dapat disebabkan oleh trauma tembus, biasanya dapat berupa tikaman atau tembakan serta trauma tumpul akibat kecelakaan mobil, pukulan langsung ataupun jatuh (Boswick, 2014) Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen umumnya banyak disebabkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terbentur dengan setir kendaraan atau bend tumpul lainnya. Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak sehingga terjadi kerusakan pada bagian abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga disebabkan oleh luka tusuk yang dapat menyebabkan trauma pada organ internal di abdomen (Musiha, 2015). Menurut (Mallapasi, 2014) trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak antara lain : Trauma penetrasi a. Trauma benda tumpul Merupakan trauma abdomen penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau



pukulan,



kecelakaan



kendaraan



bermotor,



cedera



akibat



berolahraga, benturan, ledakan deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Trauma ini 50 % disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.



b. Trauma tembus Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum yang disebabkan oleh luka tembak yang menyebabkan kerusakan yang besar dan serius di dalam rongga abdomen. Selain itu dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk. Dibandingkan dengan luka tembak, luka tusuk menyebabkan trauma yang sedikit pada organ internal di abdomen. Trauma Non penetrasi a. Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh b. Hancur (tertabrak mobil) c. Terjepit sabut pengaman karena terlalu menekan perut d. Cidera akselerasi/deserasi karena kecelakaan olahraga 4. Patofisiologi Trauma abdomen terjadi karena trauma, iritasi, infeksi dan obstruksi. Jika terjadi trauma penetrasi atau non penetrasi memungkinkan terjadinya perdarahan intrabdomen yang serius sehingga pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai dengan penurunan sel darah merah yang dapat mengakibatkan syok hemoragic. Bilaa suatu organ visceral mengalami perforasi maka muncul tanda-tanda perforasi serta tanda iritasi peritoneum tampak cepat. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas, dan distensi abdomen tanpa bising usus bila terjadi peritonitis umum. Bila syok telah berlanjut maka pasien akan mengalami takikardi, dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositotik (Paula 2015)



5. Pathwa Trauma Abdomen (Paula 2015)



Jatuh, kompresi, benda tumpul dll



Pisau, tembakan, ledakan dll



Gaya predisposisi Trauma > elastisitas dan viskositas tubuh Ketahanan jaringan tidak mampu mengkompensasi Trauma Abdomen KERUSAKAN INTEGRITAS KULIT Trauma Tajam



Kerusakan jaringan kulit



Trauma tumpul



Tembakan atau tusukan



Kompresi Organ abdomen



Kerusakan jar. Vaskular



Perdarahan intra abdomen



Melukai rongga abdomen Luka terbuka Inkontinuitas jar. Saraf vaskuler Resiko invasi bakteri patogen



Pelepasan mediator histamine, bradikinin



RESIKO INFEKSI Impuls saraf menyebar disepanjang serabut perifer NYERI AKUT



Organ intra Abdomen bengkak



Perdarahan masif



Kehilangan cairan fisiologis tubuh HIPOVOLEMIK



Kompresi diagfragma Peningkatan TIA



Aliran vena balik Isi sekuncup jantung



Mendesak organ intra abdomen Menekan lambung Lambung distres



Rangsangan nyeri



GANGGUAN PERFUSI JARINGAN SEREBRAL



Aliran darah ke otak



Produksi HCL



Kesadaran



NAUSEA



Ekspansi paru tidak maksimal



POLA NAFAS TIDAK EFEKTIF



6. Manifestasi Klinis Menurut (Musiha, 2015) manifestai klinis pada klien dengan trauma abdomen tergantung pada penyebab terjadinya trauma, antara lain : a. Trauma tembus abdomen (Trauma abdomen dengan penitrasi ke dalam rongga peritoneum) dengan manifestasi : 1) Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ 2) Perdarahan dan pembekuan darah 3) Kematian sel 4) Kontaminasi bakteri 5) Respon stress simpatis Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang menempati sebagian besar rongga abdomen akan sangat rentan untuk mengalami trauma penetrasi. Secara umum organ-organ padat berespon terhadap trauma dengan perdarahan. Sedangkanorgan berongga bila pecah mengeluarkaan isinya dalam hal ini bila usus pecah maka akan mengeluarkan isinya ke dalam rongga peritoneal sehingga akan mengakibatkan peradangan atau iritasi. b. Trauma tumpul abdomen (Trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritoneum) dengan manifestasi antara lain: 1) Kehilangan darah 2) Memar/jejas pada dinding perut 3) Nyeri tekan, nyeri saat di perkusi, nyeri di daerah abdomen 4) Iritasi cairan usus, Kerusakan organ Sedangkan menurut (Mallapasi, 2014) secara umum manifestasi dari trauma abdomen adalah sebagai berikut : 1) Laserasi, memar dan ekomisis 2) Hipotensi 3) Tidak adanya bising usus



4) Hemoperitonium 5) Mual dan muntah 6) Adanya tanda bruit (bunyi abnormal pada auskultasi pembuluh darah biasanya pada arteri karotis) 7) Nyeri , sesak 8) Pendarahan , penurunan kesadaran 9) Tanda kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limfe. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi recumbent 10) Tanda Cullen adalah ekimosis periumbilikal pada perdarahan peritoneum 11) Tanda Grey-Turner adalah ekomisis pada sisi tubuh (pinggang) pada pada perdarahan perdarahan retroperitoneal 12) Tanda coopermail adalah ekomisis pada perineum, skrotum, atau labia pada fraktur pelvis 13) Tanda balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada kuadran kiri atas ketika dilakukan perkusi pada hematoma limfe 7. Klasifikasi Trauma Abdomen Menurut (Boswick, 2014) berdasarkan mekanisme trauma, terbagi menjadi dua yaitu trauma penetrasi dan non penetrasi : a. Trauma Tumpul (Blunt injury) Trauma tumpul diakibatkan oleh suatu pukulan langsung misalnya terbentur setir ataupun bagian pintu mobil yang melesak kedalam karena tabrakan, yang dapat menyebabkan trauma kompresi ataupun crush injury terhadap organ viscera. Hal ini dapat merusak organ padat maupun berongga sehingga mengakibatkan ruptur terutama pada organ yang distensi (mislnya uterus ibu hamil) yang mengakibatkan perdarahan maupun peritonitis. Pasien yang cedera pada pada suatu tabrakan bisa mengalami trauma decelerasi dimana terjadi pergerakan yang tidak sama



antara suatu bagian terfiksir dan bagian yang bergerak seperti rupture hepar. b. Trauma tajam (Penetration injury) Merupakan trauma akibat luka tusuk ataupun luka tembak yang mengakibatkan kerusakan jaringan atau laserasi. Luka tembak dengan kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar terhadap organ viscera dengan adanya efek tambahan berupa temporary



cafitation



dan



bisa



pecah



menjadi



fragmen



yang



mengakibatkan kerusakan lainnya. Luka tusuk sering mengenai hepar (40%), usus halus (30%), diafragma (20%) dan colon (15%). Luka tembak menyebabkan kerusakan yang lebih besar yang ditentukan oleh jauhnya perjalanan peluru dan berapa besar energy kinetiknya maupun kemungkinan pantulan peluru oleh tulang serta efek dari pecahan tulangnya. Luka tembak paling sering mengenai usus halus (50%), colon (40%), hepar (30%) dan pembuluh darah abdominal (25%). Menurut (Musiha, 2015) Trauma pada abdomen dibagi menjadi dua yaitu : 1) Trauma pada dinding abdomen, yang dibagi menjadi dua : a) Kontusio dinding abdomen disebabkan oleh trauma non penetrasi Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera abdomen kemungkinna terjadi penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa yang dapat menyerupai tumor yang disebabkan oleh kecelakaan, motor jatuh atau pukulan. b) Laserasi, merupakan trauma tembus abdomen yang disebabkan oleh luka tembak atau luka tusuk yang bersifat serius dan biasanya memerlukan pembedahan 2) Trauma pada isi abdomen



a) Perforasi organ visceral intraperitoneum, yaitu cedera pada isi abdomen yang disertai dengan adanya cedera pada dinding abdomen b) Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen c) Cedera thoraks abdomen, setiap luka pada thoraks dapat menembus diafragma bagian kiri atau kanan serta hati. 8. Komplikasi a. Trombosi vena b. Emboli pulmonal c. Stress ulerasi dan perdarahan d. Sepsis e. Atelaktasis 9. Penatalaksanaan kegawatdaruratan (Junaidi, 2016) a. Penanganan Awal (Pre Hospital) Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi, jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas. 1) Airway (dengan kontrol Tulang Belakang) Membuka jalan napas menggunakan teknik ‘head tilt chin ligt’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang mengakibatkan tertutupnya jalan napas, muntah, makanan, adanya darah atau benda asing lainnya. 2) Breathing (dengan Ventilasi Yang Adekuat) Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ‘lihat-dengan rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas



atau tidak, Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan). 3) Circulation (dengan Kontrol Perdarahan Hebat) Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 15:2 (15 kali komperasi dada dan 2 kali bantuan napas) Penanganan awal trauma non-penetrasi (trauma tumpul) antara lain : a) Stop makanan dan minuman b) Imobilisasi c) Kirim kerumah sakit d) Diagnostic peritoneal Lavage (DPL) Dilakukan pada trauma abdomen perdarahan intra abdomen, tujuan dari DPL adalah untuk mengetahui lokasi perdarahan intra abdomen. Indikasi untuk melakukan DPL, antara lain: 1) Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya 2) Trauma pada bagian bawah dari dada 3) Hipotensi, hematokrik turun tanpa alasan yang jelas 4) Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat alcohol, cedera otak) 5) Pasien cedera abdominalis dan cedera medulla spinalis (sumsung tulang belakang) 6) Patah tulang pelvis Pemeriksaan DPL dilakukan melalui anus, jika terdapat darah segar dalam BAB atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) mengenai kolon atau usus besar, dan apabila darah hitam terdapat pada BAB atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul)



usus halus atau lambung. Apabila telah diketahui hasil Diagnostic Peritoneal lavage (DPL), seperti adanya darah pada rectum atau pada saat BAB. Perdarahan dinyatakan positif bila sel darah merah lebih dari 100.000 sel/mm3, empedu atau amilase dalam jumlah yang cukup juga merupakan indikasi untuk cedera abdomen. Tindakan selanjutnya akan dilakukan



prosedur



laparatomi.



Kontra



indikasi



dilakukan



diagnostikperitoneal lavage (DPL), antara lain: 1) Hamil 2) Pernah operasi abdominal 3) Operator tidak berpengalaman 4) Bila hasilnya tidak akan merubah piñata-laksanaan Penanganan awal trauma penetrasi (trauma tajam) 1) Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis . 2) Penanganan bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk menfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka. 3) Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan di masukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban bersih. 4) Imobilisasi pasien 5) Tidak dianjurkan member makan dan minum 6) Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang 7) Kirim kerumah sakit b. Penanganan Rumah Sakit (Hospital) 1. Trauma Penetrasi Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, harus dilakukan memeriksa luka secara lokal untuk menentukan dalamnya



luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan. a) Skrinning pemeriksaan rontgen Foto



rontgen



torak



tegak



berguna



untuk



menyingkirkan



kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rongsen abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan ,jalan peluru atau adanya udara Retroperitoneum. b) IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning ini dilakukan untuk menngetahui jenis cedera gijal yang ada. c) Uretrografi : dilakukan untuk mengetahui adanya rupture uretra d) Sistografi Ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya cedera pada kandung kencing, contohnya pada: 1) Fraktur pelvis 2) Trauma non-penetrasi 2. Penanganan pada trauma benda tumpul a. Pengambilan contoh darah dan urin Darah diambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potassium, glukosa, amilase. b. Pemeriksaan rontgen Pemeriksaan rontgen servikal lateral, thoraks, anteroposterior dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada penderita dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retroperitonium atau udara bebas dibawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparatomi segera. c. Study kontras urologi dan gastrointestinal



Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon acendens atau decendens dan dubur. B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian (Paula 2015) a. Primary Survery 1) Airway Memastikan kepatenan jalan napas tanpa adanya sumbatan atau obstruksi 2) Breathing Memastikan irama napas normal atau cepat, pola napas teratur, tidak ada dypsnue, tidak adanya napas cuping hidung, serta suara napas vaskuler 3) Circulation Nadi lemah/tidak teraba, cepat >100x/menit, tekanan darah dibawah normal bila terjadi syok, pucat karena perdarahan, sianosis, kaji jumlah perdarhan dan lokasi, capillary refill >2 detik apabila ada perdarahan, serta penurunan kesadaran 4) Disability Kaji tingkat kesadaran sesuai GCS, respon pupil anisokor apabila adanya diskontuinitas saraf yang berdampak pada medulla spinalis. 5) Exposure/Enviroment Apabila ada Fraktur terbuka di femur dekstra, luka laserasi pada wajah dan tangan, memar pada abdomen dan perut tegang b. Secondary Survery 1) Kepala : wajah, kulit kepala, tulang tengkorak, mata, telinga, dan mulut. Temuan yang di anggap kritis : apabila terdapat patah tulang tengkorak (terbuka/tertutup),



robekan/laserasi



pada



kulit



kepala,



adanya



darah/muntah/kotoran di dalam mulut, adanya pengeluaran cairan serebrospinal dari telinga maupun hidung. 2) Leher : lihat pada bagian depan, trakea, otot-otot leher bahian belakang, vena jugularis. Temuan yang dianggap kritis : apabila terdapat distensi vena jugularis deviasi trakea atau tugging serta emfisema kulit 3) Dada :lihat tampilan fisik, tulang rusuk, penggunaan otot-otot aksesoris, pergerakan dada serta suara paru Temuan yang dianggap kritis : adanya luka terbuka, sucking chest wound (open pnumothoraks), flail chest dengan gerakan dada paradoksial, suara paru hilang atau melemah, gerakan dada saangat lemah dengan pola napas yang tidak adekuat (disertai dengaan gangguan otot aksesoris) 4) Sirkulasi : ditemukannya keadaan bradipnue, takipnue, hipoventilasi atau hiperventilasi 5) Abdomen : memar pada abdomen dan tampak semakin tegang, lakukan auskultasi dan palpasi serta perkusi pada abdomen. Temuan yang dianggap kritis : ditemukannya penurunan bising usus, nyeri tekan pada abdomen bunyi dullnes 6) Pelvis : daerah pubik, stabilitas pelvis, krepitasi dan nyeri tekan Temuan yang dianggap kritis : ditemukannya pelvis yang lunak, nyeri tekan dan stabilitas serta pembengkakan di daerah pubik. 7) Extermitas : ditemukannya fraktur terbuka di femur dextra , ada luka laserasi pada tangan, denyut nadi, sungsi motoric, serta fungsi sensori. Temuan yang dianggap kritis : melemah atau menghilangnya denyit nadi, menurun atau hilangnya fungsi motorik atau sensori. 8) Eliminasi : Adanya incontinensia kandung kemih atau usus mengalami gangguan fungsi



9) Neurosensory : kehilangan kesadaran sementara,vertigo, kehilangan kesadaran sampai koma, perubahan status mental serta kesulitan dalam menentukan posisi. 2. Diagnosa (PPNI, 2017) a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan respon neurologis b. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif c. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan berkurangnya aliran darah ke otak d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ( misalnya abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, presedur operasi, trauma serta latihan fisik berlebihan) e. Nausea berhubungan dengan peningkatan HCL f. Resiko infeksi dibuktikan dengan prosedur 21 nvasive, peningkatan paparan organisme lingkungan



3. Intervensi (PPNI T. P., 2017) NO



Diagnosa Keperawatan



Tujuan & Kriteria Hasil NOC (Sue Moerhead, 2016) efektif NOC : respon Status pernapasan Kriteria hasil : 1. Frekuensi pernapasan dalam batas normal 2. Saturasi oksigen baik 3. Irama napas normal 4. Tidak ada bunyi tambahan saat bernapas



1



Pola napas tidak berhubungan dengan neurologis



2



Hipovolemia berhubungan dengan NOC : kehilangan cairan aktif, kegagalan Keseimbangan Cairan mekanisme regulasi peningkatan Kriteria hasil :



Intervensi Keperawatan NIC Manajemen jalan napas Observasi 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalam, usaha napas) 2. Monitor bunyi napas tambahan 3. Monitor adanya sputum Terapeutik 1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan teknik head-tilt dan chin-lift 2. Posisikan pasien fowler atau semi fowler 3. Berikan minuman hangat 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu 5. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep 6. Berikan oksigen jika perlu Edukasi 1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari jika didak ada kontraindikasi 2. Ajarkan teknik batuk efektif Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran dan mukolitik jika perlu Manajemen Hipovolemia Observasi 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis :



permeabilitas kapiler, kekurangan intake cairan



1. Tekanan darah, nadi, serta frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, suhu tubuh dalam batas normal tekanan darah menurun, turgor kulit menurun, 2. Tidak ada tanda-tanda tekanan nadi menyempit, kekurangan volume dehidrasi, elastisitas turgor cairan, hematocrit meningkat, volume urin kulit baik, membrane mukosa menurun, rasa haus, serta lemah) lembab 2. Monitor input dan output caitan 3. Intake dan output dalam 24 Teraupetik jam seimbang 1. Hitung kebutuhan cairan 4. Tidak terdapat distensi vena 2. Berikan posisi modified trendelenburg jugularis 3. Berikan asupan cairan oral Edukasi 1. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral 2. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis NaCl, RL) 2. Kolaborasi pemberian cairan hipotonis (mis glukosa 2,5%, NaCl 0,4%) 3. Kolaborasi pemberian koloid (mis albumin, plasmanate) 4. Kolaborasi pemberian produk darah (transfuse darah)



Manajemen perdarahan Observasi 1. Identifikasi penyebab perdarahan 2. Monitor terjadinya perdarahan (jumlah) 3. Monitor nilai hemoglobin dan hematocrit sebelum dan setelah kehilangan darah Terapeutik 1. Istirahatkan area yang mengalami perdarahan 2. Berikan kompres dingin jika perlu 3. Lakukan penekana atau bebat jika perlu 4. Tinggikan ekstermitas yang mengalami perdarahan Edukasi 1. Jelaskan tanda-tanda perdarahan 2. Anjurkan melaporkan jika ditemukan tandatanda perdarahan 3. Anjurkan membatasi aktivitas Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian cairan 2. Kolaborasi pemberian transfuse darah 3



jaringan NOC : Manajemen peningkatan tekanan intracranial Perfusi jaringan serebral Observasi serebral berhubungan dengan Kriteria hasil : 1. Identifikasi penyebab tekanan intrakranial berkurangnya aliran darah ke otak 1. Tidak terjadi peningkatan 2. Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK tekanan intracranial (misalnya tekanan darah meningkat, kesadaran Gangguan



perfusi



2. Tidak terdapat sakit kepala 3. Tidak terjadi penurunan tingkat kesadaran (GCS=15) 4. Tidak terjadi muntah



3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



menurun, brakikardia, pola napas ireguler) Monitor MAP (mean arterial preassure) Monitor CVP (central venous preassure) jika perlu Monitor PAWP, PAP, ICP (intra cranial preassure), CPP (cerebral perfusion preassure) Monitor gelombang ICP Monitor status pernapasan Monitor input dan output cairan Monitor cairan serebro-spinal



Terapeutik 1. Minimalkan stimulasi dengan menyediakan lingkungan yang tenang 2. Berikan posisi semifowler 3. Hindari maneuver valvasa 4. Cegah terjadinya kejang 5. Hindari pemberian cairan IV hipotonik 6. Atur ventilator agar PaCO2 optimal Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan jika perlu 2. Kolaborasi pemberian diuretic osmosis jika perlu 3. Kolaborasi pemberian pelunak tinja jika perlu



4



Nyeri akut berhubungan dengan NOC : Manajemen nyeri agen pencedera fisik (misalnya 1. Kontrol nyeri Observasi abses, amputasi, terbakar, 2. Tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, terpotong, mengangkat berat, Kriteri Hasil : frekuensi, kualitas serta intensitas nyeri presedur operasi, trauma serta 1. Klien tampak rileks 2. Identifikasi skala nyeri, serta respon nonverbal latihan fisik berlebihan) 2. Mengenali kapan nyeri terjadi terhadap nyeri menggambarkan faktor 3. Identifikasi faktor yang memperberat nyeri penyebab 4. Monitor efek penggunaan analgesic 3. Menggunakan tindakan Teraupetik pengurangan (nyeri) tanpa 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk anlgesik mengurangi nyeri 3. Melaporkan perubahan 2. Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri terhadap gejala nyeri /nyeri 3. Fasilitasi istirahat dan tidur berkurang Edukasi Melaporkan nyeri yang terkontrol 1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri 3. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian analgesik



5



Nausea



dengan NOC : Fungsi gastrointestinal peningkatan produksi HCL Kriteria hasil : 1. Mual berkurang-hilang 2. Tidak terjadi muntah berhubungan



Manajmen mual Observasi 1. Identifikasi isyarat nonverbal dari ketidaknyamanan 2. Identifikasi dampak mual terhadap kualitas



3. Tidak terjadi nyeri pada lambung 4. Bising usus dalam batas normal



6



hidup (nafsu makan terganggu, tidur terganggu dll) 3. Identifikasi faktor penyebab mual 4. Monitor mual (frekuensi, durasi, tingkat keparahan) Teraupetik 1. Kendalikan faktor lingkungan penyebab mual 2. Berikan makanan dalam jumlah sedikit namun yang disukai pasien Edukasi 1. Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup 2. Anjurkan membersihkan mulut kecuali saat merasa mual 3. Anjurkan makanan tinggi karbohidrat dan rendah lemak 4. Anjurkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi mual Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian antiemetik Resiko infeksi dibuktikan dengan NOC : Perawatan luka prosedur invasif, peningkatan Keparahan infeksi Observasi paparan organisme lingkungan Kriteria hasil: 1. Monitor karakteristik luka (mis drainase, warna, 1. Tidak terdapat kemerahan ukuran, bau) pada luka, cairan yg berbau, 2. Monitor tanda-tanda infeksi serta sputum purulent Terapeutik 2. Tidak terjadi demam, 1. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan menggigil 2. Bersihkan luka dengan NaCl atau pembersih 3. Leukosit dalam batas normal nontoksik



4. Tidak terdapat nekrotik pada luka



jaringan



3. 4. 5. 6. 7.



Bersihkan jaringan nekrotik Berikan salep sesuai dengan kondisi luka Pertahankan teknik steril saat perawatan luka Pasang balutan sesuai jenis kulit Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam sesuai kondisi pasien 8. Berikan suplemen dan vitamin yang mempercepat penyembuhan luka Edukasi 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 2. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein Kolaborasi 1. Kolaborasi prosedur debriment 2. Kolaborasi pemberian antibiotik



BAB III TINJAUAN KASUS A. PENGKAJIAN 1. Identitas Klien Nama



: Tn”B”



Umur



: 45 tahun



Pendidikan



: SMA



Pekerjaan



: Wiraswasta



Agama



: Islam



Alamat



: Pangkep



Tanggal pengkajian



: 20 April 2019



2. Identitas penanggung jawab Nama Umur Alamat Hubungan dengan pasien 3. Riwayat penyakit a. Keluhan utama



: Ny ” A” : 43 tahun : Pangkep : Istri : Nyeri perut kanan atas



b. Riwayat kesehatan Tn”B” masuk rumah sakit diantar oleh keluarganya dengan keluhan nyeri pada perut kanan atas disertai keringat dingin pasca mengalami kecelakaan. Tn”B” mengeluh nyeri dan dirasakan seperti tertekan secara terus menerus disekitar area perut, pasien mengatakan nyerinya pada skala 7 dan pasien merasa sesak. Perjalanan dari tempat kecelakaan pasien pernah muntah 3x dan terdapat jejas pada abdomen sebelah kanan. c. Surver primer TRIASE : KUNING



1) Airway Bebas, tidak ada sumbatan, tidak ada secret, tidak ada fraktur cervical. 2) Breathing Frekuensi nafas 30x/ menit, suara nafas vesikular, tidak tampak jejas pada dada, terpasang alat bantuan nafas simple mask 8 ltr/ menit 3) Circulation tampak memar abdomen kuadran kanan atas, akral dingin, diaphoresis dan takikardi 4) Disability Kesadaran : Respon Verbal, tidak ada tanda lateralisasi, tidak ada cedera pada kepala d. Survey sekunder Pemeriksaan fisik 1) Kepala Bentuk simetris, rambut dan kulit kepala tampak cukup bersih. Kepala dapat digerakkan kesegala arah, pupil isokor, sklera tidak ikhterik, konjungtiva tidak anemis. Hidung simetris tidak ada secret. 2) Leher Tidak ada fraktur servikal 3) Paru-paru Inspeksi : bentuk simetris, gerakan antara kanan dan kiri sama Palpasi : tidak ada krepitasi, tidak teraba deviasi trakhea Perkusi : sonor Auskultasi : vesikular semua sisi paru 4) Abdomen Inspeksi : terdapat jejas pada abdomen kanan atas Auskultasi : tidak terdengar peristaltik usus Palpasi : nyeri tekan + pada daerah memar Perkusi : pekak pada daerah jejas 5) Ekskremitas



Ekstermitas atas dan bawah tidak ada oedem, akral dingin, tampak pucat, oksimetri : 90 %, TD : 140/90 mmHg N: 110x/menit. Klasifikasi Data Data subjektif 1. Pasien mengatakan nyeri pada abdomen atas 2.



Pasien mengatakan nyeri seperti tertekan dan terjadi secara terus menerus



3.



Pasien mengatakan sesak



4.



Pasien mengatakan pernah muntah 3x



Data objektif 1. Terdapat jejas pada bagian abdomen atas 2.



Skala nyeri 7



3.



Ekspresi wajah meringis



4.



Pasien keringat dingin



5.



Pasien tampak sesak



6.



Teraba akral dingin



7.



Tampak pucat



8.



Pasein tampak lemas



9.



TTV : TD: 140/90 mmHg, N:110x/m RR:30x/m



10. Pasien takhikardi 11. Oksimetri 90%



Analisa Data Data DS : Pasien mengatakan sesak DO : -



Pasien tampak sesak



-



Pernafasan : 30x/m



-



Takikardi



Etiologi



Masalah



Respon neurologis



Pola napas tidak efektif



-



Saturasi Oksigen 90%



DS :



kehilangan cairan aktif



Pasien mengatakan pernah



; internal bleeding



Hipovolemia



muntah 3x



DO : -



Terdapat



jejas



pada



bagian abdomen -



pasien



tampak



berkeringat dingin -



akral dingin



-



tampak pucat



-



pasien tampak lemas



DS



Cedera biologis



Pasien mengatakan -



Nyeri



pada



abdomen



bagian atas -



Nyeri seperti tertekan, secara terus menerus



DO -



Skala nyeri 7



-



Ekspresi wajah meringis



-



Frekuensi 30x/m



pernapasan



Nyeri Akut



B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan respon neurologis dibuktikan dengan Pasien tampak sesak , Pernafasan : 30x/m , Takikardi dan Saturasi Oksigen 90% 2. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ; internal bleeding dibuktikan dengan Terdapat jejas pada bagian abdomen , pasien tampak berkeringat dingin, akral dingin , tampak pucat serta lemas 3. Nyeri akut berhubungan dengan cedera biologis dibuktikan dengan nyeri yang dirasakan seperti tertekan, ekspresi wajah meringis, skala nyeri 7 serta pernapasan 30x/m



C. INTERVENSI No 1



2



Diagnosa Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan respon neurologis



Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ; internal bleeding



Noc Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan pola nafas dapat teratasi dengan Kriteria hasil: 1. Frekuensi pernapasan dalam batas normal 2. Satu ras oksigen baik 3. Irama napas normal 4. Tidak ada bunyi tambahan saat bernapas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan keseimbangan cairan dapat teratasi dengan Kriteria hasil : 1. TTV dalam batas normal 2. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa lembab 3. Intake dan output dalam 24 jam seimbang 4. Tidak terdapat distensi vena jugularis



1. 2. 3. 4.



Intervensi Monitor frekuensi pola nafas Posisikan pasien fowler atau semi fowler Kalaborasi pemberian oksigen Kalaborasi pemberian bronkodilator, ekspentoran dan mukolitik



1. Monitor TTV 2. Berikan asupan cairan oral 3. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak 4. Kalaborasi pemberian cairan IV isoton 5. Kalaborasi pemberian produk darah ( transfusi darah )



3



Nyeri akut berhubungan dengan cedera biologis



Setelah dilakukan tindakan keperawatn selama 1x24 jam diharapkan nyeri dapat terkontrol dengan Kriteria hasil : 1. Klien tampak rileks 2. Mengenali kapan nyeri terjadi menggambarkan factor penyebab 3. Menggunakan tindakan pengurangan (nyeri) tanpa analgesik 4. Melaporkan perubahan terhadap gejala nyeri /nyeri berkurang 5. Melaporkan nyeri yang terkontrol



1. Identifikasi lokasi, karakteristik, frekuensi, durasi, kualitas serta intensitas nyeri 2. Identifikasi skala nyeri , serta respon non verbal terhadap nyeri 3. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri 4. Jelaskan penyebab , periode dan pemicu nyeri 5. Kalaborasi pemberian analgesik



D. IMPLEMENTASI No Tanggal & Jam Dx 1 20 april 2019 14.25 WITA



1. 2. 3. 4.



Dx 2 14.30 WITA



1.



2. 3.



4. 5.



Implementasi Melakukan pengukur frekuensi nafas Hasil : Pernapasan 30x/menit Memberikan posisi fowler atau semi fowler Hasil : Posisi pasien semifowler Melakukan Pemberian oksigen Hasil : 8 liter/menit Melakukan kolaborasi pemberian bronkodilator , ekspentoran dan mukolitik Hasil : Terpasang simple mask



Evaluasi S : Pasien mengatakan sesak O: - Pasien tampak sesak - Pernafasan : 30x/m - Saturasi oksigen 90% A : Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan 1. Monitor frekuensi pola nafas 2. Posisikan pasien fowler atau semi fowler 3. Pemberian O2 Memonitor TTV S : Pasien mengatakan pernah muntah 3x serta lemas Hasil - TD: 140/90 mmHg, N:110x/m ,RR:30x/m O : Memberikan asupan cairan oral - Terdapat jejas pada bagian abdomen Hasil : Pasien minum air ½ gelas - pasien tampak berkeringat dingin Menganjurkan menghindari perubahan posisi - akral dingin , tampak pucat, tampak mendadak lemah Hasil : Posisi pasien semifolwer A : Masalah belum teratasi Kolaborasi pemberian cairan IV isoton P: Hasil : Terpasang cairan RL Lanjutkan intervensi Mengkalaborasi pemberian produk darah



(transfusi darah) Hasil : Belum ada indikasi pemberian transfusi darah Dx 3 14.45 WITA



1.



2.



3.



4.



5.



1. Monitor TTV 2. Berikan asupan cairan oral 3. Kolaborasi pemberian transfusi darah jika ada indikasi Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, S : Pasien mengatakan nyeri pada abdomen frekuensi, durasi, kualitas serta intensitas nyeri bagian atas, nyeri seperti tertekan secara terus menerus Hasil : P : nyeri bertambah jika bergerak O: Q : nyeri seperti tertekan - Skala nyeri 7 R : nyeri pada abdomen kanan atas - Ekspresi wajah meringis S : skala nyeri 7 A : Masalah belum teratasi T : nyeri dirasakan terus menerus P: Mengidentifikasi respon nonverbal terhadap Lanjutkan intervensi nyeri 1. Identifikasi skala nyeri , serta respon Hasil : Ekspresi wajah meringis non verbal terhadap nyeri Memberikan teknik nonfarmakologis untuk 2. Menganjurkan klien menggunakan mengurangi nyeri teknik nonfarmakologi untuk Hasil : Pasien menggunakan teknik masase mengurangi nyeri untuk mengurangi nyeri 3. Kolaborasi pemberian analgesik Menjelaskan penyebab , periode dan pemicu nyeri Hasil : Nyeri disebabkan oleh benturan yang terjadi pada saat kecelakaan Melakukan kolaborasi pemberian analgesik Hasil : Pemberian metamizol 5 ml i.v



E. EVALUASI NO 1



TANGGAL & JAM 20 april 2019 Pkl 20.00 WITA



2



20 april 2019 Pkl 20.00 WITA



DIAGNOSA EVALUASI Pola napas tidak efektif S : Pasien mengatakan sesak berkurang berhubungan dengan O : respon neurologis - Pasien tampak rileks - Pernafasan : 22x/m A : Masalah teratasi sebagian P: - Teruskan pemberian oksigen dan tetap posisikan pasien pada posisi semifowler untuk mengurangi sesak. Hipovolemia S : Pasien mengatakan tidak muntah lagi berhubungan dengan O : kehilangan cairan aktif : - Masih terdapat jejas pada bagian abdomen internal bleeding - Pasien tidak berkeringat - Akral hangat - Pasien masih tampak lemah A : Masalah belum teratasi P: -



Berikan asupan cairan oral dan Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak Kolaborasi pemberian transfuse darah jika



PARAF



3



20 april 2019 Pkl 20.00 WITA



ada indikasi Nyeri akut berhubungan S : Pasien mengatakan nyeri berkurang dengan agen cedera O : biologis - Skala nyeri 4 - Ekspresi wajah meringis A : Masalah belum teratasi P: - Kolaborasi pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri



BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen umumnya banyak disebabkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terbentur dengan setir kendaraan atau bend tumpul lainnya. Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak sehingga terjadi kerusakan pada bagian abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga disebabkan oleh luka tusuk yang dapat menyebabkan trauma pada organ internal di abdomen B. SARAN Sebagai perawat diharapkan terus meningkatkan keterampilan dan pengetahuan sehingga mampu memberikan asuhan keperawatan yang spesifik pada pasien dengan Trauma Abdomen.



DAFTAR PUSTAKA Boswick, J. A. (2014). Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC. Indah J Umboh, H. B. (2017). Hubungan penatalaksanaan operatif trauma abdomen dan kejadian laparatomi begatif di RSUD Prof. Dr. R. D Kandou Manado. Jurnal Kedokteran Universitas kedokteran Sam Ratulang Manado, 53. Junaidi, d. I. (2016). Pedoman pertolongan pertama yang harus dilakukan saat Gawat & Darurat medis. Jakarta: C.V Andi Offset. Kartikawati, D. (2016). Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Salemba Medika. Mallapasi, D. M. (2014). Buku Panduan Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS). Makassar: Brigade Siaga Bencana. Musiha, S. N. (2015). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika. Ns. Paula Krisanty, S. M. (2015). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : CV Trans Info Media. PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesi. Jakarta : Dean pengurus pusat. PPNI, T. P. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat. Sue Moerhead, M. J. (2016). Nursing Outcomes Classification (NOC). Oxford: United kingdom .