8 0 350 KB
MATA KULIAH KEPERAWATAN PASIEN DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS PERAWATAN PASIEN DENGAN TUNA RUNGU
oleh: Rima Dewi A. Akhmad Zainur Ridla Dian Nurani O. Fitri Nurcahyani Julvainda Eka P.U. Yesi Widya L. Edho Choirul H. Siska Novianti Ana Fauziah Mega Indah R. Nanik Sriwangi Dwi Indah W. Dina Aprillia A. Rizal Nurcahya Nur Afifah Agil Bagus Iput Hardianti Nita Eka Wijaya
102310101015 102310101017 102310101019 102310101029 102310101032 102310101052 102310101054 102310101060 102310101063 102310101064 102310101068 102310101069 102310101082 102310101083 102310101093 102310101094 102310101096 102310101097
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2013
PERAWATAN PASIEN DENGAN TUNA RUNGU 1.
Pengertian Tuna Rungu Definisi tuna rungu bila dilihat dari harfiah berasal dari dua kata yaitu tuna
yang berarti kurang dan rungu yang berarti dengar. Istilah tuna rungu mengacu pada pengertian kurang atau tidak dapat mendengar informasi dari bunyi. Orang dikatakan tunarungu apabila ia tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Apabila dilihat secara fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan anak dengar pada umumnya. Pada saat berkomunikasi barulah diketahui bahwa mereka tunarungu. Murni Winarsih (2007: 22) mengemukakan bahwa tuna rungu adalah suatu istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai berat, digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar. Orang tuli adalah yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik memakai ataupun tidak memakai alat bantu dengar dimana batas pendengaran yang dimilikinya cukup memungkinkan keberhasilan proses informasi bahasa melalui pendengaran. Permadi Somad dan Tati Hernawati (1996: 27) menyatakan tuna rungu adalah seorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar, baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengarannya, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak secara kompleks. Pendapat yang serupa juga dipaparkan Murni Winarsih (2007: 23) tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan mendengar baik sebagian maupun seluruhnya yang
kemampuan
diakibatkan oleh tidak
berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengarannya
dalam kehidupan sehari-hari, yang
berdampak terhadap kehidupannya secara kompleks terutama pada kemampuan bahasa sebagai alat komunikasi yang sangat penting. Mohamad Efendi (2006: 57) menyatakan tunarungu adalah seorang yang mengalami gangguan atau
kerusakan pada organ telinga bagian luar, organ
telinga bagian tengah, dan organ telinga bagian dalam sehingga organ tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
2.
Tujuan Perawatan pada Pasien Tuna Rungu Tujuan perawatan yang dilakukan pada pasien dengan gangguan pendengaran
atau pasien tuna rungu antara lain: a. Agar pasien tidak mengalami kehilangan pendengaran yang lebih berat; a. Agar pasien dan keluarga dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan
pendengaran oleh salah satu anggota keluarganya; b. Agar pasien dapat ikut serta dalam aktivitas yang sesuai dengan tingkat perkembangannya meskipun dia mengalami kekurangan; c. Agar pasien mempunyai hubungan dan pengalaman dengan kawan sebayanya; d. Agar pasien dapat berkomunikasi dengan orang lain meskipun dengan menggunakan bahasa isyarat. 3.
Penyebab Tuna Rungu Penyebab ketulian dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: a. Prenatal, meliputi infeksi maternal (rubella), malformasi; a. Perinatal, meliputi hipoksia, prematuritas, hiperbilirubinemia; b. Postnatal, meliputi infeksi (meningitis, ensefalitis), otitis, dan obat-obatan ototoksik (Newell & Meadow, 2005). Menurut Sardjono 7(1997) dalam Kadarsih, 2009, mengemukakan bahwa
faktor penyebab ketunarunguan dapat dibagi ,menjadi 3, yaitu: 1) Faktor-faktor sebelum anak dilahirkan (pre natal), antara lain:
a. Faktor keturunan; b. Cacar air, campak (Rubella, Gueman measles); c. Terjadi toxaemia (keracunan darah); d. Penggunaan pilkina atau obat-obatan dalam jumlah besar; e. Kekurangan oksigen (anoxia); f. Kelainan organ pendengaran sejak lahir. 2) Faktor-faktor saat anak dilahirkan (natal), antara lain: a. Faktor Rhesus (Rh) ibu dan anak yang sejenis; b. Anak lahir premature; c. Anak lahir menggunakan forcep (alat bantu tang); d. Proses kelahiran yang terlalu lama. 3) Faktor- faktor sesudah anak dilahirkan (post natal), antara lain: a. Infeksi; b. Meningitis (peradangan selaput otak); c. Tunarungu perseptif yang bersifat keturunan; d. Otitis media yang kronis; e. Terjadi infeksi pada alat- alat pernafasan. 4.
Klasifikasi Tuna Rungu
Menurut Boothroyd (dalam Murni Winarsih, 2007) klasifikasi tuna rungu adalah sebagai berikut. a.
Kelompok I Kehilangan 15-30 dB, mild hearing losses atau tuna rungu ringan, daya
b.
tangkap terhadap suara cakapan manusia normal. Kelompok II Kehilangan 31-60 dB, moderate hearing losses atau tuna rungu sedang, daya
c.
tangkap terhadap suara cakapan manusia hanya sebagian. Kelompok III Kehilangan 61-90 dB, severe hearing losses atau tuna rungu berat, daya
d.
tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada. Kelompok IV Kehilangan 91-120 dB, profound hearing losses atau tuna rungu sangat berat,
e.
daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali. Kelompok V Kehilangan lebih dari 120 dB, total hearing losses atau tuna rungu total, daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali. Selanjutnya Uden (dalam Murni Winarsih, 2007) membagi klasifikasi
ketunarunguan menjadi tiga, yakni berdasar saat terjadinya ketunarunguan, berdasarkan tempat kerusakan pada organ pendengarannya, dan berdasar pada taraf penguasaan bahasa. 1. Berdasarkan sifat terjadinya a. Ketunarunguan bawaan,
artinya
ketika
lahir
anak
sudah
mengalami/menyandang tuna rungu dan indera pendengarannya sudah tidah berfungsi lagi. b. Ketunarunguan setelah lahir, artinya terjadinya tuna rungu setelah anak 2.
lahir diakibatkan oleh kecelakaan atau suatu penyakit. Berdasarkan tempat kerusakan a. Kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah, sehingga menghambat bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga disebut tuli konduktif. b. Kerusakan pada telinga bagian dalam sehingga tidak dapat mendengar
3.
bunyi/suara disebut tuli sensoris. Berdasarkan taraf penguasaan bahasa a. Tuli pra bahasa (prelingually deaf) adalah mereka yang menjadi tuli sebelum dikuasainya suatu bahasa (usia 1,6 tahun) artinya anak menyamakan tanda (signal) tertentu seperti mengamati, menunjuk, meraih dan sebagainya namun belum membentuk system lambang.
b. Tuli purna bahasa (post lingually deaf) adalah mereka yang menjadi tuli setelah menguasai bahasa, yaitu telah menerapkan dan memahami system lambang yang berlaku di lingkungan. 5.
Dampak pada fungsi normal Kejadian ketulian pada seseorang tidak hanya memberikan dampak terhadap
kurangnya input sensorik namun juga gangguan dalam interaksi dan hubungan antara orang dewasa dan anak-anak. Secara keseluruhan perkembangan seseorang khususnya anak-anak yang memiliki masalah pendengaran dapat dilihat dalam aspek sebagai berikut. a.
Perkembangan bahasa dan komunikasi Kehilangan pendengaran akan menghalangi perkembangan komunikasi mendengar dan bertutur kata karena manusia berkomunikasi dengan mimik muka, sentuhan, gerak tangan, gerak badan, mendengar, dan bertutur kata
b.
tersebut. Perkembangan sosial dan emosi Pada anak yang mengalami masalah pendengaran maka perkembangan sosial dan emosinya sangat dipengaruhi oleh pengalaman, perlakuan yang diterima, dan kemampuan mereka sendiri. Masalah komunikasi akan berpengaruh pada kemandirian, kemampuan bermain, dan berbagi dengan sesama teman
c.
sebayanya. Perkembangan kognitif Perkembangan pada aspek ini merujuk pada cara memahami dan mengatur dunia anak-anak meliputi kemampuan menyerap, menyimpan dan mengingat informasi, mengklasifikasi benda, mendefinisikan, menilai, membandingkan dan membedakan, menciptakan sesuatu, menyelesaikan masalah, dan lainlain. Keterlambatan perkembangan bahasa anak dengan masalah pendengaran
d.
akan memperlambat perkembangan kognitif mereka juga. Perkembangan fisik dan motorik Perkembangan motorik kasar dan halus pada anak dengan masalah pendengaran tidak berbeda dengan anak normal lainnya.
6.
Asuhan keperawatan klien dengan tuna rungu Asuhan keperawatan meliputi 5 langkah utama yaitu pemgkajian, rumusan
diagnosa, rencana tindakan, implementasi, serta evaluasi. 1) Pengkajian
Pengkajian pada umumnya diawali dengan melakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan tersebut antara lain:
a. Inspeksi luar Inspeksi luar merupakan prosedur yang paling sederhana tapi sering terlewat aurikulus dan jaringan sekitarnya diinspeksi adanya deformitas, lesi, dan cairan begitu pula ukuran,simetri dan sudut penempelan ke kepala. b. Pemeriksaan dengan garputala Pemeriksaan pendengaran melalui hantaran udara pada orang dewasa dinilai dengan menempatkan garputala yang telah digetarkan di dekat telinga sehingga suara harus melewati udara agar sampai ke telinga. Penurunan fungsi pendengaran atau ambang pendengaran subnormal bisa menunjukkan adanya kelainan pada saluran telinga, telinga tengah, telinga dalam, sarat pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak. Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran tulang dinilai dengan menempatkan ujung pegangan garputala yang telah digetarkan pada prosesus mastoideus (tulang yang menonjol di belakang telinga). Getaran akan diteruskan ke seluruh tulang tengkorak, termasuk tulang koklea di telinga dalam. Koklea mengandung sel-sel rambut yang merubah getaran menjadi gelombang saraf, yang selanjutnya akan berjalan di sepanjang saraf pendengaran. Pemeriksaan ini hanya menilai telinga dalam, saraf pendengaran dan jalur saraf pendengaran di otak. Jika pendengaran melalui hantaran udara menurun, tetapi pendengaran melalui hantaran tulang normal, dikatakan terjadi tuli konduktif. Jika pendengaran melalui hantaran udara dan tulang menurun, maka terjadi tuli sensorineural. Kadang pada seorang penderita, tuli konduktif dan sensorineural terjadi secara bersamaan. c. Anamnesa Perawat perlu melakukan anamnesa dari keluhan klien seperti : a) Nyeri saat pinna (aurikula) dan tragus bergerak b) Nyeri pada liang tengah c) Telinga terasa tersumbat d) Perubahan pendengaran e) Keluar cairan dari telinga yang berwarna kehijauan
Riwayat kesehatan klien diantaranya : a) Kapan keluhan nyeri terasa oleh klien? b) Apakah klien dalam waktu dekat lalu berenang dilaut, kolam renang, ataukah danau? c) Apakah klien
sering
mengorek-ngorek
telinga
sehingga
mengakibatkan nyeri setelah dibersihkan? d) Apakah klien pernah mengalmi trauma terbuka pada liang telinga akibat terkena benturan sebelumnya? e) Apakah klien seorang petinju atau pegulat yang sering mengalami trauma pada telinganya? 2) Diagnosa Keperawatan a) Diagnosa 1: Perubahan sensori/persepsi
(pendengaran)
berhubungan
dengan
gangguan pendengaran b) Diagnosa 2: Hambatan Komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan mendengar stimulus suara c) Diagnosa 3: Gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan dengan gangguan komunikasi d) Diagnosa 4: Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan diagnosis ketulian pada e) Diagnosa 5: Resiko cedera yang berhungan dengan bahaya lingkungan, infeksi
7. Rencana Keperawatan Diagnosa Diagnosa 1: Perubahan
Tujuan pasien
Kriteria hasil
akan anak mendapat
mendapatkan
dan
Rencana Keperawatan 1. Bantu
keluarga
menyelidiki ahli THT
sensori/persepsi
pendengaran
menggunakan
untuk
(pendengaran)
maksimal yang
alat
spesilais
berhubungan dengan mungkin gangguan pendengaran
dicapai.
bantu
pendengaran, dengan benar keluarga
mencari dalam
masalah 8eficit88. 2. Diskusikan tipe alat bantu
pendengaran
mengetahui
dan perawatan yang
implant
layak,
koklear
tersebut
untuk
alat untuk
memastikan keuntungan maksimal 3. Tekankan pada keluarga
pentingnya
memanajemen bantu
alat
pendengaran
dengan aman dan ajari anak. 4. bantu anak berfokus pada
suara
di
lingkungan
dan
bicarakan
suara
tersebut
untuki
memaksimalkan keterampilan mendengar. 5. untuk dewasa, ajarkan cara menyembunyikan alat bantu, agar alat bantu agar
tidak
terlalu
terlihat. 6. Untuk anak
yang
mengalami kehilangan neural, manfaat
sensori tekankan
penggunaan
implant koklea sejak dini
Diagnosa 2: Hambatan Komunikasi
verbal
berhubungan dengan ketidakmampuan mendengar suara
stimulus
Pasien
akan Keluarga
ikut
serta
dalam
proses
untuk
menghadiri
praktek
program
rehabilitasi
komunikasi
dalam
lingkungan
di
melanjutkan
rumah 2. Ajari bahasa
member stimulasi
guna
pembelajaran
rumah Keluarga
gangguan
keluarga
melanjutkan
komunikasi keterbatan
1. Dorong
pada
di yang
memilki
tujuan
bermakna
untuk
komunikasi 3. Dorong penggunaan
anak
bahasa dan buku di rumah
untuk
menstimulasi komuniasi verbal dan meningkatkan perkembangan nomal 4. Dorong bahasa yang Pasien
akan
menunjukkan
spontan dan perbaiki
Anak
kemampuan
berkomunikasi
untuk
degan orang lain
kemampuan berbicara untuk
meningktakan
membaca
kemampuan bicara. dalam sikap yang 5. Periksa masalah
gerak bibir
diharapkan
kesehatan pada anak yang
Individu
mempengaruhi yang
berkomunikasi dengan
dapat
anak
memnggunakan teknik
pembelajaran
untuk
membaca gerak bibir atau
penggunaan
bahasa isyarat 6. Ajarkan keluarga dan
komunikasi yang
orang
baik
terlibat
lain
yang dengan
perilaku anak yang memfasilitasi membaca gerak bibir untuk
meningkatkan
Diagnosa 3: Gangguan pertumbuhan perkembangan
akan anak
Pasien dan yang
berhubungan dengan gangguan komunikasi
proses komunikasi. 1. Bantu keluarga
mencapai
menunjukkan
menerapakan praktek
tingkat
aktivitas harian
normal
kemandirian
yang
sesuai
anak pada anak ini
yang
dengan
tingkat
untuk meningkatkan
optimal
sesuai dengan usia
perkembangan. disiplin dan
pengasuhan
perkembangan
yang
optimal 2. tegaskan pentingnya peraturan yang pencapaian ditegakkan kemandirian dalam perawatan diri 3. beri anak peralatan yang
dapat
meningkatkan perkembangan kemandirian 4. diskusikan dengan keluarga pentingnya disiplin Pasien
akan
memiliki
dalam
kesempatan
aktivias
yang
untuk berpatisipasi dalam aktivitas bermain
anak ikut serta
dan
bersosialisasi
dengan
sesuai tingkat
perkembangan
dan
menegakkan peraturan,
karena
semua
anak
mempunyai kebutuhan ini 5. deficit keluarga dalam
anak
mainan
hubungan
dan
pengalaman sebaya
untuk
memaksimalkan
mempunyai
dengan
memilih
kawan
indera
penglihatan,
pendengaran
dan
taktil. 6. dorong anak untuk berpatisipasi aktivitas
dalam
kelompok
untuk meningkatkan sosialisasi 7. bantu
anak
mengembangan hubungan
diantara
sekawan sebaya yang dapat mendengar an yang
tuli
untuk
meningkatkan sosialisasi 8. Bantu anak mengikuti
Pasien
akan
diberi
sekolah
pendidikan dalam
ruang
kelompok
dengan
menunjuk
pembicara anak menghadiri
kesempatan
diskusi
secara
mengatur dalam
dan kelompok setengah
lingkaran
regular
untuk
memfasilitasi
kelas regular.
mendengar
dan
membeca gerak bibir 9. sarankan penggunaan
anak berkomunisasi
decoder, yang dapat
dalam
menayangkan
ruang
kelas
program,
tersebut
pada layar deficit. 10.Diskusikan dengan guru dan anak tentang cara
berkomunikasi
secara efektif dengan anak
untuk
menfasiitasi pendidikan anak. 11.Tingkatkan sosialisasi dengan teman sekelas mendorong menikmati Diagnosa Perubahan keluarga
keluaraga
4: Pasien proses ( yang
keluarga
akan
)
pendidikan. 1. antisipasi
mengungkapka
berduka
n perasaan dan
bagian
reaksi sebagai dari
berhubungan dengan menyesuaikan
kekhawatiranya
diagnosis
dengan
pada
ketulian diri
terhadap
kehilangan
kehilangan
pendengaran
pendengaran
anak
anak.
penyesuaian
diri
terhadap kehilangan 2. berikan kesempatan pada keluarga, untuk mengungkapkan perasaan
dan
kekhawatiranya guna meningkatkan keluarga menunjukkan
penyesuaian diri. 3. Bantu keluarga
pemahaman
mengatasi
perasaan
terhadap
berkenaan
dengan
implikasi
respon
kehilangan
terhadap anak, ketika
pendengaran
sifat yang salah yang
sebelumnya
sebenarnya
tidak
diketahui
untuk
meminimalkan perasaan bersalah. 4. Bantu keluarga menyadari
seberapa
besar ketidakmampuan anak dan pengaruhnya yang besar
pada
perkembangan
keluarga
bicara
dan bahasa. 5. diskusikan
dan
keterbatasan
alat
menjadi terlibat
pengeras dengan tipe
dalam program
kehilangan
yang sesuai
pendengaran
Pasien (keluarga) mendapat
kemampuan
keluarga
yang
berbeda
sehingga
keluarga
dapat
membuat keputusan 6. rehabilitasi formal
dukungan
mengungkapka
dengan segera untuk
emosional
n perasaan dan
meningkatkan
kekhawatiran
pertumbuhan
tentang ketidakmampu an
dan
dan
perkembangan anak 7. Siap sedia untuk keluarga, guna 13efici bantuan dan dukungan 8. dorong anggota
akibatnya
keluarga
untuk
mendiskusikan berkenaan
dengan
ketidakmampuan Anggota
untuk
perkembangan
keluarga menyediakan diri
untuk
menjadi sumber tersedia
meningkatkan
yang
optimal anak. 9. Menjadi familiar dengan teknik yang digunakan
untuk
berkomunikasi perawat
jika
menyertai
keluarga dalam jangka panjang 10. Rujuk keluarga ke lembaga yang
komunikasi tepat
bantuan
untuk medis,
Psikiatri, pendidikan, pekerjaan
dan
keuangan
untuk
memastikan seluruh
bahwa kebutuhan
mereka terpenuhi. 11. libatkan keluarga dalam orang
kelompok tua
setempat memiliki
yang yang
anak
tuli
( tuna rungu ) untuk mendapat
dukungan
berkelanjutan. Diagnosa 5: Resiko cedera yang berhungan bahaya infeksi
dengan
lingkungan,
pasien
tidak
akan
Masa bayi Bayi atau anak 1. dorong imunisasi pada
mendapatkan /
tidak
waktu
mengalami
mengalami
untuk
kehilangan
kehilangan
kehilangan
berat
tepat
mencegah
pendengaran
pendengaran yang
yang
sensori
neural, yang di dapat
lebih anak
tidak
karena penyakit pada
masa kanak-kanak terpajan dengan 2. minimalkan tingkat tingkat bunyi bunyi dalam unit yang perawatan intensif, berlebihan
karena
ini
berhubungan dengan kehilangan pendengaran 3. infeksi telinga, deteksi dini
karena
adalah
infeksi
penyebab
kehilangan pendengaran umum. 4. Pastikan
paling
bayi
lahir
baru
mendapat
screening pendengaran
yang
lengkap dan dirujuk sesuai
kebutuhan
untuk
mencegah
14eficit
kemampuan
bicara / komunikasi Masa kanak-kanak 1. kaji kemampuan mendengar bayi dan
anak yang mendapat antibiotic
ototaksik
untuk deteksi dini 2. tingkatkan kepatuhan terhadap
regimen
pengobatan
untuk
otitis media, karena otitis
media
adalah
penyebab
umum
kehilangan pendengaran 3. diskusikan tindakan untuk mencegah otitis media dengan orang tua. 4. Evaluasi kemampuan mendengar anak yang anak mendapat
rentan
terkena
masalah
telinga
imunisasi
kronis/pernafasan
dengan tepat.
untuk
deteksi
dini
gangguan pendengaran. 5. Kaji sumber yang
bunyi
berlebihan
lingkungan
di
anak,
lakukan tindakan yang tepat menurunkan
untuk tingkat
suara karena terpajan bunyi yang berlebihan adalah
penyebab
kehilangan pendengaran
sensori
neural 6. Berpatisipasi
dalam
program
imunisasi
anak untuk mencegah penyakit pada masa kanak-kanak dapat
yang
mendapatkan
kehilangan pendengaran.
2) Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan telah dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat. 3) Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan merupakan hasil penilain terkait implementasi yang telah dilakukan. Evaluasi pada asuhan keperawatan menggunakan berbagai format dan ketentuan, namun pada umumnya menggunakan format SOAP. S yaitu respon subjektif pasien, O adalah respon objektif pasien, A merupakan analisa dari kedua data yang diperoleh, Sedangkan P merupakan planning atau rencana kelanjutan implementasi.
DAFTAR PUSTAKA Kadarsih. 2009. Latihan Bina Persepsi Bunyi Dan Irama Meningkatkan Kemampuan Berbicara Anak Tuna Rungu Wicara Kelas III SLB Negeri Sragen. Surakarta: Program Studi Pendidikan Luar Biasa Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Muhammad, Jamila K.A. 2008. Panduan Pendidikan Khusus Anak-Anak dengan Ketunaan dan Learning Disabilities. Jakarta: Penerbit Hikmah. Murni Winarsih. 2007. Intervensi Dini bagi Anak Tuna Rungu dalam Pemerolehan Bahasa. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Newell, S & Meadow R. Lecture Notes Pediatrika Edisi Ketujuh. Penerbit Erlangga. Pernamari Somad dan Tati Herawati. 1996. Ortopedagogik Anak Tuna Rungu. Bandung. Depdikbud. Wong. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik: Vol 1.Edisi 6. Jakarta: EGC.