Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Syok Neurogenik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA SYOK NEUROGENIK



Dosen Pengampu : Ns. Johanis Kerangan, S.Kep , M.Kep Ns. Marlyn Anggelina Pondete, S.Kep



Oleh : Kelompok 3 Apsari Tampanguma Graciela Kolondam Nadia Lohonauman Christine Sinubu Herman Monigir



FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO 2019



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syok adalah setiap keadaan yang mengakibatkan tidak tercukupinya kebutuhan oksigen jaringan, baik karena suplainya berkurang atau kebutuhannya yang meningkat, menimbulkan tanda-tanda syok. Diagnosa adanya syok harus didasarkan pada data-data baik klinis maupun laboratorium yang jelas yang merupakan akibat dari berkurangnya perfusi jaringan. Syok mempengaruhi kerja organ-organ vital dan penanganannya memerlukan pemahaman tentang patofisiologi syok. Syok neurogenik merupakan penyakit kegawatdaruratan berupa syok distribuif yang menyebabkan penurunan tekanan darah , kegagalan perfusi dan hipoksia jaringan. Syok neurogenik terjadi akibat hilangnya tonus otonom oleh kerusakan medulla spinalis , kondisi ini umumnya terjadi setela cedera pada system saraf pusat , misalnya cedera medulla spinalis atau cedera otak traumatic. Tata laksana syok neurogenik difokuskan dalam mengatasi penurunan resistensi vaskuler sistemik yang terjadi akibat peningkatan kapasitas vena . biasanya tata laksana dilakukan dengan pemberian cairan isotonic intravena .



B. Rumusan Masalah 1. Untuk Mengetahui pengertian syok neurologic? 2. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis syok? 3. Untuk mengetahui etiologi syok neurogenik? 4. Untuk mengetahui Manifestasi klinik syok neurogenik? 5. Untuk mengetahui Patofisiologi dari syok neurogenik! 6. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang pada syok neurogenik ? 7. Untuk mengetahui penatalaksanaan syok neurogenik ! 8. Asuhan keperawatan syok neurogenik !



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Syok Syok adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif. Kemudian diikuti perfusi jaringan dan organ yang tidak adekuat, yang akibat akhirnya gangguan metabolik selular. Pada beberapa situasi kedaruratan adalah bijaksana untuk mengantisipasi kemungkinan syok. Seseorang dengan cidera harus dikaji segera untuk menentukan adanya syok. Penyebab syok harus ditentuka (hipovolemik, kardiogenik, neurogenik, atau septik syok). (Bruner & Suddarth,2002). Syok neurogenik merupakan penyakit kegawatdaruratan berupa syok distribuif yang menyebabkan penurunan tekanan darah , kegagalan perfusi dan hipoksia jaringan. Syok neurogenik terjadi akibat hilangnya tonus otonom oleh kerusakan medulla spinalis , kondisi ini umumnya terjadi setela cedera pada system saraf pusat , misalnya cedera medulla spinalis atau cedera otak traumatic.



B. Jenis-Jenis Syok 1. Syok Hypovolemik adalah Syok yang merujuk pada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat. Syok hipovolemik ini paling sering timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik). Perdarahan eksternal akut akibat trauma tembus dan perdarahan hebat akibat kelianan gastrointestinal merupakan 2 penyebab syok hemoragik yang paling sering ditemukan. Syok hemoragik juga bisa terjadi akibat perdarahan internal akut ke dalam rongga toraks dan rongga abdomen



2. Syok kardiogenik adalah Syok yang disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali . syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada definisi yang jelas dari parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih



dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang jelas antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik.



3. Syok distributif adalah Syok yang terjadi ketika volume darah secara abnormal berpindah tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah berkumpul dalam pembuluh darah perifer. Tipe tipe syok distributif ada 3 yaitu: 



Syok neurogenik : syok spinal yang merupakan bentuk dari syok distributif,



syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh, sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels). Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cedera spinal, atau general anestesi yang terlalu dalam). 



Syok anafilaktik : Anafilaksis adalah reaksi alergi umum dengan efek pada



beberapa sistem organ terutama kardiovaskular, respirasi, kutan dan gastro intestinal yang merupakan reaksi imunologis yang didahului dengan terpaparnya alergen yang sebelumnya sudah tersensitisasi. 



Syok sepsis : Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributif dan



disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas. Insiden syok septik dapat dikurangi dengan melakukan praktik pengendalian infeksi, melakukan teknik aseptik yang cermat .



C. Etiologi Syok Neurogenik 1. Trauma medula spinalis. 2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada fraktur tulang. 3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal. 4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom). 5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.



D. Manifestasi Klinis Syok Neurogenik Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia. bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan. Menurut Kenneth dkk (2007) tanda dan gejala syok neurogenik terdapat 2 kategori yang pertama efek dari cardioinhibitory seperti bradiaritmia, dan yang kedua adalah vasodepresi yang membuat pembuluh darah perifer menjadi dilatasi dan terjadi hipotensi. Penilaian fisik bisa diliat dengan bradikardi, hipotensi, hipotermia yang menyebabkan warna kulit menjadi merah, hangat, kulit kering, flaccid paralysis pada penderita cedera tulang belakang. Tanda tanda ini mungkin akan termasuk tidak ada vena jugularis (akibat dari vasodilatasi dan sirkulasi darah keperifer menurun), berkurangnya vena sentral dan arteri kanan tetapi tekanan pada arteri paru meningkat, ph darah mengarah ke asam, akibat dari perfusi jaringan atau penurunan cardiac output dan penumpukan karbondioksida, perubahan status mental, dan penurunan suara bising usus akibat tidak adekuatnya suplai darah ke abdomen karena mengkompensasi dari syok tersebut.



E. Patofisiologi Syok Neurogenik Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi jaringan dalam syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial karena penurunan resistensi pembuluh darah sistemik (systemic vascular resistance). Sebagai tambahan, penurunan dalam efektifitas sirkulasi volume plasma sering terjadi dari penurunan venous tone, pengumpulan darah di pembuluh darah vena, kehilangan volume intravaskuler dan intersisial karena peningkatan permeabilitas kapiler. Akhirnya, terjadi disfungsi miokard primer yang bermanifestasi sebagai dilatasi ventrikel, penurunan fraksi ejeksi, dan penurunan kurva fungsi ventrikel. Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler dengan akibat sekunder terjadi berkurangnya cairan dalam sirkulasi. Syok neurogenik mengacu pada hilangnya tonus simpatik (cedera spinal). Gambaran klasik pada syok neurogenik adalah hipotensi tanpa



takikardi atau vasokonstriksi kulit. Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan vasodilatasi menyeluruh di regio splanknikus, sehingga perfusi ke otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut atau nyeri. Syok neurogenik bisa juga akibat rangsangan parasimpatis ke jantung yang memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke pembuluh darah. Misalnya pingsan mendadak akibat gangguan emosional. Pada penggunaan anestesi spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali neurogenik sfingter prekapiler dan menekan tonus venomotor. Pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi dan ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak jelas yang menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinkop, syok neurogenik disebabkan oleh gangguan persarafan simpatis descendens ke pembuluh darah yang mendilatasi pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya hipotensi dan bradikardia.



F. Pemeriksaan Penunjang syok Neurogenik 1. Pemeriksaan Darah 2. Kimia serum, termasuk elektrolit, BUN, dan Kreatinin 3. DPL dan profil koagulasi 4. AGD dan oksimetri nadi 5. Pemeriksaan curah jantung 6. Laktat serum 7. Urinalisis dengan berat jenis, osmolaritas, dan elektrolit urin. 8. Elekrokardiogram (EKG), foto Toraks, Ultrasonografi jantung. 9. Tes fungsi ginjal dan hati.



G. Penatalaksanaan Syok Neurogenik Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasopressor seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut. Kemudian konsep dasar berikutnya adalah dengan penggunaan prinsip A(airway) - B(breathing) - C(circulation) dan untuk selanjutnya dapat diikuti dengan beberapa tindakan berikut yang dapat membantu untuk menjaga keadaan tetap baik (life support), diantaranya: 1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg).



2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otot-otot respirasi. 3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi. 4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif (adrenergik, agonis alfa yang kontraindikasi bila ada perdarahan seperti ruptur lien) : 



Dopamin: merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa dengan norepinefrin. Dan jarang terjadi takikardi.







Norepinefrin : efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan obat



yang terbaik karena pengaruh



vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus. 



Epinefrin : pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap jantung, sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenik.







Dobutamin Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui



vasodilatasi



mengalami



syok



perifer.



neurogenik



Pasien-pasien harus



diterapi



yang



diketahui/diduga



sebagai



hipovolemia.



Pemasangan kateter untuk mengukur tekanan vena sentral akan sangat membantu



pada



kasus-kasus



syok



yang



meragukan.



Intervensi yang dapat dilakukan oleh perawat menurut Kenneth dkk (2007): 1. Mengelola jalan nafas 2. Pemantauan urin yang keluar 3. Menilai jika terjadi distensi pada kandung kemih 4. Mengajarkan batuk efektif dan cara nafas yang baik 5. Melakukan perawatan kulit 6. Melakukan ROM 7. Memantau nutrisi yang masuk pada klien 8. Pastikan klien diberikan dukungan psikologi dan pendidikan kesehatan bagi keluarga pasien



BAB III TINJAUAN KASUS A. CASE STUDY Seorang laki-laki usia 50 tahun dibawa ke unit gawat darurat setelah mengalami insiden kecelakaan. Keluarga mengatakan mobil ATV yang dikendarai pasien menabrak batu dan pohon hingga mobil tersebut terbalik. Hasil pemeriksaan menunjukkan klien sadar dan bisa mengikuti perintah, tekanan darah 88/60 mmHg, frekuensi pernafasan 14x/menit, SpO2 89%. Capilary refill > 2 detik dan suhu 360C. Pasien tidak dapat menggerakkan kakinya. Hasil X-ray menunjukkan adanya fraktur di C7.



B. PENATALAKSANAAN/PENGKAJIAN ABCDE Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan. Penatalaksanaan Syok Neurogenik Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut. 1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg). Posisi Trendelenburg. 2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan oksigen dari otototot respirasi. 3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi.



4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan seperti ruptur lien) : Dopamin Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi. Norepinefrin Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. 5. Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus. Epinefrin pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum pemberian obat ini harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan pada pasien syok neurogenik Dobutamin Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer. Pasien-pasien yang diketahui/diduga mengalami syok neurogenik harus diterapi sebagai hipovolemia. Pemasangan kateter untuk mengukur tekanan vena sentral akan sangat membantu pada kasus-kasus syok yang meragukan. Kesimpulan Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama pasien mengalami syok.



C. Diagnosa Prioritas 1. Ketidakefektifan pola nafas b/d cedera di cervikal C7 Intervensi a. Posisikan pasien head up (00 - 300) b. Auskultasi suara nafas, catat hasil penurunan daerah ventilasi atau tidak adanya suara tambahan c. Kolaborasi dalam pemberian oksigen terapi



d. Monitor pernafasan dan status oksigen yang sesuai e. Monitor suara nafas seperti snoring



2. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b/d gangguan transport O2, gangguan aliran arteri dan vena Intervensi a. b. c. d.



Monitor TTV Monitor status cairan Tinggikan kepala 0-300 tergantung pada kondisi pasien Catat perubahan pasien dalam merepson stimulus



3. Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuscular Intervensi a. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi b. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan c. Ajarkan pasien atau keluarga tentang teknik ambulasi d. Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi e. Berikan alat bantu jika pasien memerlukan



DAFTAR PUSTAKA Alexander R H, Proctor H J. Shock. Dalam buku: Advanced Trauma Life Support Course for Physicians. USA, 1993 ; 75 – 94 Atkinson R S, Hamblin J J, Wright J E C. Shock. Dalam buku: Hand book of Intensive Care. London: Chapman and Hall, 1981; 18-29. Bartholomeusz L, Shock, dalam buku: Safe Anaesthesia, 1996; 408-413 Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock. Dalam buku: Darovic G O, ed, Hemodynamic Monitoring: Invasive and Noninvasive Clinical Application. USA : EB. Saunders Co. 1995 ; 441 – 499. Haupt M T, Carlson R W. Anaphylactic and Anaphylactoid Reactions. Dalam buku: Shoemaker W C, Ayres S, Grenvik A eds, Texbook of Critical Care. Philadelphia, 1989 ; 993 – 1002. Kenneth dkk. 2007. What you should know about neurgogenic shock. American Nurse Today February 2007