Bab 1 Faktor Ats [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Kondisi gawat darurat merupakan keadaan dimana pasien memerlukan pemeriksaan medis segera dan apabila tidak dilakukan pemeriksaan akan berakibat fatal bagi pasien tersebut. Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan suatu pelayanan disuatu rumah sakit yang memberikan pelayanan terhadap pasien yang mengalami penyakit akut, kronis serta yang mengalami trauma sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. IGD sendiri mempunyai tujuan untuk melakukan pelayanan kesehatan secara optimal bagi pasien secara cepat, tepat dan akurat yang sesuai dengan standar kegawat daruratan untuk mencegah kecacatan dan kematian (Kartikawati, 2011). Metode Australian Triage Scale (ATS), membagi pasiennya menjadi 5 kategori yang menunjukan pada kecepatan waktu yang digunakan untuk penanganan pasiennya, akan tetapi masih berprinsip pada ABCD. ATS lebih efektif dibandingkan dengan metode triase lainnya (Nuraniyah 2015. Pelaksanaan triase dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor pemberian pelayanan kesehatan (performance), faktor pasien, dan faktor perlengkapan triase yang digunakan di instalasi tersebut. Pada faktor pemberian kesehatan dimana pemberian kesehatan salah satunya adalah perawat, juga dipengaruhi oleh persepsi kemudian pengalaman tentang triase



1



2



di IGD. Persepsi ini akan mempengaruhi pada pengambilan keputusan dalam menentukan lebel warna apakah yang diberikan pada pasien sehingga efeknya nanti pada penanganan untuk menentukan tindakan (Triastuti, 2015). Tahun 2016 metode ATS telah digunakan hamper diseluruh rumah sakit pemerintah. Bila ditelaah, metode ATS sebenarnya tidak berbeda jauh sengan system labeling yang ada, dimana ATS berprinsip pada penilaian jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), dan sirkulasi (circulation) atau primary survey. Hal yang membedakan ATS adalah pembagian kategorinya, ATS membagi pasiennya menjadi 5 kategori yang menunjukkan pada kecepatan waktu yang digunakan untuk penanganan pasien. RSKIA Kota Bandung merupakan rumah sakit pemerintah yang memiliki fasilitas lengkap dalam pelayanan Khusus Ibu dan Anak di IGD. Dengan adanya kebijakan Direktur yang mengharuskan semua yang datang ke IGD di skrining untuk menentukan pasien mana gawat darurat atau tidak gawat darurat. Dikarenakan pasien yang datang berkunjung ke IGD RSKIA Kota Bandung khususnya kasus obgyn dan



kasus anak.



Sehingga banyak pasien yang false emergensi datang ke IGD. Berdasarkan data dari Medical Recored RSKIA Kota Bandung pada tahun 2017 jumlah 10580 pasien. Dimana pemilahan pasiennya masih menggunakan sistem labeling. Tetapi dalam standar pelaksanan oprasia Mengunakan sistem ATS, Pada tahun 2015 sudah terakreditasi parnipurna. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada 3 orang perawat didapatkan hasil, 2 orang perawat tidak mengetahui apa itu ATS dan 1 orang perawat mengatakan



3



mengetahui apa itu ATS akan tetapi tidak begitu memahami seperti apa itu ATS. Ketika dilakukan wawancara pada kepala ruangan IGD didapatkan data bahwa metode ATS sedang dalam proses penyusunan untuk dijadikan sebagai metode pemilahan pasien. Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah salah satu unit di rumah sakit yang harus dapat memberikan pelayanan darurat kepada masyarakat yang menderita penyakit akut dan mengalami trauma sesuai dengan standar. Menurut (Permenkes 2009), data kunjungan pasien ke IGD di seluruh Indonesia mencapai 4.402.205 orang (91,33%) dari seluruh total kunjungan di Rumah Sakit Umum dimana 12% berasal dari rujukan.



Jumlah yang



signifikan ini memerlukan perhatian yang besar, oleh karena itu rumah sakit perlu mempersiapkan segala sesuatunya diantaranya adalah sistem pemilahan pasien. Dilihat dari keadaan pasien seharusnya pasien yang masuk ke IGD adalah pasien-pasien yang gawat darurat.Walaupun begitu, pada kenyataannya banyaknya pasien yang datang ke IGD tidak semuanya gawat darurat. Sistem pemilahan pasien umumnya dikenal sebagai triase. Triase adalah proses pengambilan keputusan yang komplek dalam rangka menentukan pasien mana yang beresiko meninggal, beresiko mengalami kecacatan atau resiko memburuk keadaan kliniknya apabila tidak mendapatkan penanganan medis segera, dan pasien mana yang dapat dengan aman menunggu (Kartikawati, 2011 ). Triase merupakan pintu masuk paling awal sebagai garda utama memilah korban gawat darurat berdasarkan skala prioritasnya sehingga pasien



4



tersebut mendapat penanganan yang tepat. Hal tersebut sangat penting untuk pasien agar para klinisi di rumah sakit pada khususnya tidak saling lemparmelempar pasien termasuk di dalamnya kebutuhan terapi setiap korban didasarkan pada penilaian kondisi ABC (Airways, Breathing,Circulation). Triase juga berlaku untuk pemilahan penderita di lapangan atau pada keadaan bencana. Triase juga berguna untuk menentukan rumah sakit rujukan mana yang sesuai dengan kondisi penderita. Konsep Triage pertama kali diperkenalkan pada waktu perang dunia I oleh tim dokter dari Prancis sewaktu menolong korban perang di lini depan. Sewaktu masa perang dimana jumlah korban lebih dari faslitas dan tenaga medis yang tersedia harus dilakukan pemisahan antara para korban (Triage) demi mendapatkan hasil yang optimal. Triase pertama kali dilakukan tahun 1797 oleh Dominique Jean Larrey ahli bedah, dengan cara memilah kasus berdasarkan kondisi luka. Prioritas utama saat itu adalah tentara dengan luka ringan dapat segera kembali ke medan perang setelah dilakukan penanganan minimal. Konsep triase dilakukan saat itu karena pertempuran mengakibatkan banyak korban sementara ahli bedah Napoleon terbatas (Habib, 2016). Florence Nightingale menggunakan konsep triase selama perang crime dengan cara memilah korban perang yang mungkin atau tidak mungkin bertahan hidup dan memerlukan perawatan lebih lanjut (Thomas, Bernardo & Herman 2003, dalam Semonin, 2008). Seiring dengan berkembangnya bidang gawat maka triase diterapkan sebagai metode pemilahan di rumah sakit yang ada di Amerika Serikat (Habib, 2016). Berdasarkan uraian latar



5



belakang dan hasil dari studi pendahuluan yang telah peneliti lakukan, Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Australian Triage Scale (ATS) di IGD RSKIA Kota Bandung Tahun 2018”.



B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang muncul dalam penelitian ini adalah “Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Australian Triage Scale (ATS) di IGD RSKIA Kota Bandung Tahun 2018 ?”.



C. Tujuan Tujuan penelitian untuk mengeksplorasi faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Australian Triage scale (ATS) di RSKIA Kota Bandung.



D. Manfaat 1. Manfaat Teoritis Hasil



penelitian



perkembangan



ini



ilmu



diharapkan keperawatan



dapat



menjadi



khususnya



Australian Triage Scale (ATS) gawat darurat.



masukan



tentang



bagi



pelaksanaan



6



2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Mendapat pengalaman baru dalam melaksanakan penelitian tentang pelaksanaan Australian Triage Scale (ATS) di IGD RSKIA Kota Bandung. b. Bagi Rumah Sakit Sebagai data awal bagi rumah sakit dalam meningkatkan mutu dan kinerja perawat yang berhubungan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan Australian Triage Scale (ATS). c. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan masukan dalam proses pembelajaran, dan hasil penelitian ini dapat menjadi sumber dalam menambah pengetahuan tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan Australian Triage Scale (ATS).



E. Ruang Lingkup 1. Ruang Lingkup Waktu Penelitian akan dilakukan pada Bulan Maret 2018 2. Ruang Lingkup Tempat Tempat penelitian dilakukan di IGD RSKIA Kota Bandung 3. Ruang Lingkup Materi Materi ini berfokus pada keperawatan gawat darurat tentang pelaksanaan Australian Triage Scale (ATS).