Bab 2 Waduk [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II LANDASAN TEORI 2.1



Lengkung Kapasitas Waduk



Lengkung kapasitas waduk (storage capacity curve of reservoir) merupakan suatu kurva yang menggambarkan hubungan antara luas muka air (reservoir area), volume (storage capasity) dengan elevasi (reservoir water level). Dari lengkung kapasitas waduk ini akan diketahui berapa besarnya tampungan pada elevasi tertentu, sehingga dapat ditentukan ketinggian muka air yang diperlukan untuk mendapatkan besarnya volume tampungan pada suatu elevasi tertentu, kurva ini juga dipergunakan untuk menentukan besarnya kehilangan air akibat perkolasi yang dipengaruhi oleh luas muka air pada elevasi tertentu. Dari persamaan lengkung kapasitas tinggi dapat ditentukan tinggi muka air waduk dengan persamaan: H = Ch.S0,5 dengan: A



= luas muka air waduk (km2)



S



= volume tampungan total (m3)



Ch



= koefisien Jika kehilangan turut diperhitungkan, kehilangan ini dikalikan luasan untuk



mendapatkan volume kehilangan. Persamaan lengkung kapasitas luasan waduk dapat dinyatakan: A= Ca.S0,5 dengan: A



= luas muka air waduk (km2)



S



= volume tampungan total (m3)



Ca



= koefisien



5



6 Tabel 2. 1 Kapasitas Tampungan Waduk Wonorejo



No



Elevasi (m)



Luas Muka Air Waduk (km²)



1 110 2 120 3 130 4 140 5 150 6 160 7 170 8 180 9 190 10 200 Sumber: http://pustaka.pu.go.id



Tampungan (106 m³)



0 0,105 0,210 0,315 0,420 0,525 0,630 0,735 0,840



0 0,525 2,100 4,725 8,400 13,125 18,900 25,725 33,600 42,525



0,945



Tabel 2. 2 Kapasitas Tampungan Waduk Tugu



No



Elevasi (m)



1 157 2 159 3 160 4 170 5 180 6 190 7 200 8 210 9 220 10 230 11 240 Sumber: http://pustaka.pu.go.id



Luas Muka Air 2



Tampungan



Waduk (km )



(106 m3)



0,00 1,01 22,31 48,96 67,46 82,98 99,13 112,99 130,15 148,67 166,62



0,00 0,01 1,17 4,74 10,56 18,08 27,18 37,79 49,95 63,89 79,65



2.1.1. Langkah-Langkah Menentukan Lengkung Kapasitas Waduk Kapasitas tampungan waduk yang bentuknya beraturan dapat dihitung dengan rumus-rumus untuk menghitung volume benda padat. Kapasitas waduk pada kedudukan alamiah biasanya haruslah di tetapkan berdasarkan pengukuran topografi (Ray K. Linsley, 1989). Perhitungan ini didasarkan pada peta dengan skala 1 : 1000 dan beda tinggi



7 kontur 1m. cari luas permukaan genangan embung yang dibatasi garis kontur. kemudian dicari volume yang dibatasi oleh dua garis kontur yang berurutan dengan menggunakan persamaan pendekatan volume (Soedibyo. 1993). Vx 







1 xZx Fy  Fx  Fy  Fx 3







Dimana: Vx



= Volume pada kontur (m3)



Z



= Beda tinggi antar kontur (m)



Fy



= Luas pada kontur Y (m2)



Fx



= Luas pada kontur X (m2) Dari perhitungan tersebut di atas. kemudian dibuat grafik hubungan antara



elevasi, volume dan dapat dicari luas dari volume waduk setiap elevasi terntentu dari waduk. Langkah-langkah perhitungan lengkung kapasitas tampungan waduk, dapat dilihat sebagai berikut: 1. Mempunyai peta topografi waduk yang akan dibuat lengkung kapasitasnya.



8



Gambar 2. 1 Contoh Peta Topografi Waduk Tambakboyo Kabupaten Sleman 2. Perhitungan kapasitas tampungan waduk Dari peta topografi daerah Waduk Tambakboyo Kabupaten Sleman didapat: a. Elevasi rencana waduk b. Luas Permukaan Selanjutnya untuk menghitung kapasitas tambungan waduk maka dapat menggunakan rumus di atas. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 2. 3 Perhitungan hubungan elevasi, luas dan volume daerah genangan



9 Elevasi Waduk (m)



Luas Permukaan (m²)



140



0.00



141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151



Jumlah Luas Permukaan (m²)



(m)



Volume Embung (m³)



25911.79



1.00



8690.92



h



Volume Komulatif (m³) 0.00



25911.79



8690.92 58352.78



1.00



19531.45



70598.08



1.00



23621.26



32440.99



28222.37



38157.09



51843.63 80302.38



1.00



26861.92



88171.63



1.00



29489.52



42145.29



78705.55



46026.34



108195.07 96394.18



1.00



32234.88



108075.13



1.00



36134.63



50367.84



140429.96



57707.29



176564.58 121200.00



1.00



40516.05



135961.18



1.00



45443.30



63492.71



217080.63



72468.47



262523.93 155318.34



1.00



51904.15



173525.21



1.00



57980.59



82849.87



314428.08



90675.34



372408.67



(Sumber : Perhitungan )



Tabel 2. 4 Hubungan elevasi, luas dan volume daerah genangan Elevasi Waduk (m) 140 141 142 143 144 145 146 147 148



Luas Permukaan (m²) 0.00 25911.79 32440.99 38157.09 42145.29 46026.34 50367.84 57707.29 63492.71



Volume Storage (m³) 0.00 8690.92 28222.37 51843.63 78705.55 108195.07 140429.96 176564.58 217080.63



10 149 72468.47 150 82849.87 151 90675.34 (Sumber : Perhitungan )



262523.93 314428.08 372408.67



Dari tabel hubungan elevasi, luas dan volume daerah genangan kemudian dapar dibuat lengkung kapasitas waduk.



Gambar 2. 2 Grafik hubungan elevasi dengan volume genangan dan luas 2.1.2. Lengkung Kapasitas Waduk di Indonesia



11 Gambar 2. 3 Lengkung Kapasitas Waduk Wonorejo Sumber: http://pustaka.pu.go.id



Gambar 2. 4 Lengkung Kapasitas Waduk Tugu Sumber: http://pustaka.pu.go.id 2.2



Karakteristik Tampungan Waduk



2.2.1. Tampungan Mati Tampungan mati (dead storage) adalah volume air yang terletak dibawah permukaan genangan minimum, dan air ini tidak dimanfaatkan dalam pengoperasian waduk. Air yang ada pada tampungan mati ini tidak dapat digunakan serta diperuntukkan untuk menampung sedimen yang masuk ke waduk. Untuk mencari besar tampungan yang dibutuhkan perlu diketahui tentang laju erosi yang terjadi pada DAS waduk tersebut, berapa sedimen yang masuk sungai dan berapa sedimen yang mengendap di waduk. -



Estimasi erosi yang terjadi di lahan dengan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) A = R.K.L.S.C.P dengan : A = Banyaknya tanah tererosi, ton/ha/thn.



12 R = Faktor erosivitas hujan K = Faktor erodibilitas tanah LS = Faktor panjang dan kemiringan lereng C = Faktor tanaman penutup lahan dan manajemen tanaman P = Faktor tindakan konservasi praktis -



Mengukur sedimen yang masuk ke sungai (DPU Dirjen Pengairan, 1999: 79): SDR = Dengan: SDR = nilainya 0 < SDR < 1 A = luas DAS (ha) S = kemiringan lereng permukaan DAS (%) n = koefisien kekasaran permukaan DAS (Manning) atau bisa juga dengan melakukan pegukuran sedimen di sungai langsung,



SDR = sedimen yang masuk ke sungai / Erosi lahan yang terjadi (A) Bisa juga dengan menggunakan perkiraan SDR berdasarkan luas DAS



Tabel 2. 5 Perkiraan Sediment Delivery Ratio (SDR)



Sumber: PP Kuliah Perencanaan dan Pengelolaan Waduk, 2016



13 Perkiraan sedimen yang mengendap di waduk dengan menggunakan kurva Efisiensi Tangkapan Waduk, yaitu rasio dari jumlah sedimen terendap terhadap total sedimen yang masuk ke waduk,



Gambar 2. 5 Grafik brune untuk mengestimasi sedimen yang mengendap di waduk Langkah-langkah menentukan tampungan mati : 1.



Mengetahui Hujan Wilayah Metode Poligon Thiessen cocok untuk menentukan tinggi hujan wilayah ratarata, apabila pos hujannya tidak banyak dan tinggi hujannya tidak merata. Adapun rumus dari metode tersebut adalah : R= Keterangan: R = Curah hujan rata-rata (mm) Ri= Curah hujan pada pos yang diamati (mm) Ai = Luas yang dibatasi garis polygon (km2)



2.



Mengetahui Erosi Lahan Erosi atau pengikisan adalah proses pelepasan dan pemindahan massa batuan secara alami dari satu tempat ke tempat lain oleh suatu tenaga pengangkut yang ada di permukaan bumi, antara lain air,angin dan gletser. Erosi



14 merupakan



tiga



pengangkutan



proses



yang



(transportation),



berurutan,



yaitu



dan pengendapan



pelepasan



(detachment),



(deposition)



bahan-bahan



tanah oleh penyebab erosi (Asdak, 1995). Erosi tanah adalah proses / peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas,baik disebabkan oleh air,angin atau media alami lainnya. Tipe –Tipe Erosi : a. Erosi percikan (splash erosion) adalah terlepas dan terlemparnya partikel -partikel tanah dari massa tanah akibat pukulan butiran air hujan secara langsung.



Gambar 2. 6 Erosi percikan b. Erosi aliran permukaan (overland flow erosion) akan terjadi hanya dan jika intensitas dan atau lamanya hujan melebihi kapasitas infiltrasi /kapasitas simpan air tanah.



Gambar 2. 7 Erosi aliran permukaan c. Erosi alur (rill erosion) adalah pengelupasan yang diikuti dengan pengangkutan partikel-partikel tanah oleh aliran air larian yang terkonsentrasi di dalam saluransaluran air.



15



Gambar 2. 8 Erosi alur d. Erosi parit/selokan (gully erosion) membentuk jajaran parit yang lebih dalam dan lebar dan merupakan tingkat lanjutan dari erosi alur.



Gambar 2. 9 Erosi parit



3.



Model Erosi a. USLE ( Universal Soil Lost Equation) USLE adalah model erosi yang dirancang untuk memprediksi rata-rata erosi



tanah dalam jangka waktu panjang dari suatu areal usaha tani dengan sistem pertanaman dan pengelolaan tertentu. Bentuk erosi yang dapat diprediksi adalah erosi lembar atau alur, tetapi tidak dapat memprediksi pengendapan dan tidak memperhitungkan hasil sedimen dari erosi parit, tebing sungai dan dasar sungai (Wischmeier dan Smith, 1978 dalam Arsyad, 2000). Wischmeier dan Smith (1978) juga menyatakan bahwa metode yang umum digunakan untuk menghitung laju erosi adalah metode Universal Soil Loss Equation (USLE). Selain itu model USLE (Universal Soil Loss Equation) merupakan model prediksi erosi empirik yang paling populer dan secara luas digunakan sebagai



16 referensi/acuan dalam perencanaan konservasi tanah dan air. Model tersebut dikembangkan berdasarkan pengamatan erosi jangka panjang pada skala plot dan dirancang untuk memprediksi erosi rata-rata tahunan dari suatu lahan dengan penggunaan dan pengolahan tertentu. Variabel dalam aplikasi USLE adalah sebagai berikut : E� =Ri.K.LS.C.P



Keterangan:



EA = banyaknya tanah tererosi per satuan luas per satuan waktu, yang dinyatakan sesuai dengan satuan K dan periode R yang dipilih, dalam praktek dipakai satuan ton/ha/tahun. Ri = faktor erosivitas hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satuan indeks erosi hujan, yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I)



dalam satuan MJ.cm/jam



K = faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan (R) untuk suatu jenis tanah tetentu dalam kondisi dibajak dan ditanami terus menerus, yang diperoleh dari petak percobaan yang panjangnya 22,13 m dengan kemiringan seragam sebesar 9% tanpa tanaman, dalam satuan ton.ha. LS = faktor panjang kemiringan lereng (length of slope factor), yaitu nisbah antara besarnya erosi per indeks erosi dari suatu lahan dengan panjang dan kemiringan lahan tertentu terhadap besarnya erosi dari plot lahan dengan panjang 22,13 m dan kemiringan 9% di bawah keadaan yang identik, tidak berdimensi. C =faktor tanaman penutup lahan dan manajemen tanaman, yaitu nisbah antara besarnya erosi lahan dengan penutup tanaman dan manajemen tanaman tertentu terhadap lahan yang identik tanpa tanaman, tidak berdimensi. Faktor Erosivitas Hujan ( R ) EL30 =6.21 (RAIN)1.21(DAY)−0.47(MAXP)0.53 Keterangan: EL30 = faktor erosivitas hujan rata-rata tahunan RAIN = curah hujan rata-rata tahunan (cm) DAYS = jumlah hari hujan rata-rata per tahun (hari) MAXP= curah hujan maksimum rata-rata dalam 24 jam per bulan untuk kurun waktu satu tahun (cm).



17



Faktor Erodibilitas ( K ) Faktor erodibilitas tanah (K) menunjukkan resistensi partikel tanah terhadap pengelupasan dan transportasi partikel-partikel tanah tersebut oleh adanya energi kinetik air hujan. Meskipun besarnya resistensi tersebut di atas akan tergantung pada topografi, kemiringan lereng, dan besarnya gangguan oleh manusia. Besarnya erodibilitas atau resistensi tanah juga ditentukan oleh karakteristik tanah seperti tekstur tanah, stabilitas agregat tanah, kapasitas.



Gambar 2. 10 Nomograf Tabel 2. 6 Kode Struktur Tanah Untuk Menghitung Nilai K Dengan Nomograf



Sumber : Suripin,2001 Tabel 2. 7 Kode Permeabel Tanah Untuk Menghitung Nilai K Dengan Nomograf



18



Sumber : Suripin,2001 Faktor Panjang Kemiringan Lereng (LS) Pada prakteknya, variabel S dan L dapat disatukan, karena erosi akan bertambah besar dengan bertambah besarnya kemiringan permukaan medan (lebih banyak percikan air yang membawa butir-butir tanah, limpasan bertambah besar dengan kecepatan yang lebih tinggi), dan dengan bertambah panjangnya . Seringkali dalam prakiraan erosi menggunakan persamaan USLEkomponen panjang dan kemiringan lereng (L dan S) diintegrasikan menjadi faktor LSdan dihitung dengan rumus : LS = L0.5(0.00138 S2+ (0.00965 S+ 0.0138) Keterangan: LS = faktor panjang kemiringan lereng (m) S = kemiringan lereng actual (%) Faktor Penutup Lahan (C) Faktor C merupakan faktor yang menunjukan keseluruhan pengaruh dari faktor vegetasi, seresah, kondisi permukaan tanah, dan pengelolaan lahan terhadap besarnya tanah yang hilang (erosi). Faktor Konservasi Praktis (P) Pengaruh aktivitas pengelolaan dan konservasi tanah (P) terhadap besarnya erosi dianggap berbeda dari pengaruh yang ditimbulkan oleh aktivitas pengelolaan tanaman (C), sehingga dalam rumus USLE kedua variable tersebut dipisahkan. Faktor P adalah nisbah antara tanah tererosi rata-rata dari lahan yang mendapat perlakuan konservasi tertentu terhadap



tanah tererosi rata-rata dari lahan yang diolah tanpa tindakan



konservasi, dengan cat atan faktor-faktor penyebab erosi yang lain diasumsikan tidak berubah. Tabel 2. 8 Nilai C Dan P Untuk Berbagai Macam Tata Guna Lahan



19



Sumber : Nippon Koei, 2005 b.



MUSLE ( Modified Universal Soil Lost Equation) Metode MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation) Merupakan sebuah



metode yang digunakan untuk menduga laju sedimentasi yang merupakan metode yang dikembangkan dari metode yang sudah ada sebelumnya yakni metode USLE (Universal Soil Loss Equation). Metode MUSLE dapat menduga laju sedimentasi dengan cukup baik.



MUSLE tidak menggunakan faktor energi hujan sebagai trigger penyebab



terjadinya erosi melainkan menggunakan faktor limpasan permukaan sehingga MUSLE memerlukan faktor sediment delivery ratio (SDR). Faktor limpasan permukaan mewakili energi yang digunakan untuk penghancuran dan pengangkutan sedimen. Model Erosi MUSLE merupakan pengembangan dari persamaan USLE dimana rainfall-runoff sebagai basis persamaan yaitu: E�=Y/SDR……… ………...……………...……... [5] Y = 11,8 (Q .Qp)0.56 x K x L x S x C x P………..…….. [6] Y : hasil sedimentasi (ton) SDR : Sediment Delivery Ratio Q : total volume runoff / limpasan Qp : debit maksimum K : erodibilitas tanah yang dihitung dengan nomograph USLE, dari Wischmeier dan Smith LS : faktor panjang dan kemiringan lereng C dan P : berupa faktor penutupan tanah oleh tanaman (C) dan praktek konservasi tanah (P) yang dihitung berdasarkan nilai-nilai yang telah diadopsi untuk kondisi Indonesia. Volume Limpasan Dihitung menggunakan metode Time Area, dimana Daerah Aliran Sungai dibagi menjadi sub DAS – sub DAS oleh isocrhone yang mempunyai waktu perjalanan air (travel time) yang sama.



20



c. RUSLE ( Revised Universal Soil Lost Equation) RUSLE adalah suatu model erosi yang didesain untuk memprediksi besarnya erosi tahunan (A) oleh aliran permukaan dari suatu bentang berlereng dengan tanaman dan sistem pengelolaan tertentu. Persamaan RUSLE dinyatakan sebagai berikut : E� = Ri. K .L .S .C .P) ……………...………………….[7]



E� = Jumlah tanah yang hilang rata-rata tiap tahun (t/ha/th atau t/acre/th) Ri = faktor erosivitas tanah/ indeks daya erosi K = faktor erodibilitas tanah L = faktor panjang lereng S = faktor kecuraman lereng C = faktor pengelolaan tanaman (vegetasi)/ penutupan lahan P = faktor usaha-usaha pengelolaan dan konservasi Faktor Erosivitas Curah Hujan – Runoff Nilai bilangan r yang digunakan pada RUSLE harus mengukur pengaruh dari pukulan curah hujan dan harus mencerminkan jumlah dan kecepatan dari runoff yang kemungkinan besar dihubungkan dengan hujan e = 0,29 (1-0,72 (-0.082. I )) ) E=



∆ Vk



V = jumlah besarnya curah hujan yang terjadi pada saat hujan dengan satuan mm. e =satuan MJ-ha-1-mm-1 dan I = intensitas curah hujan dengan satuan mm/h .



21



Ri = (EI30)i = EI30 untuk hujan i j = jumlah dari hujan dalam N periode Keterangan: Meninjau metode MUSLE masih dikembangkan berdasarkan metode erosi bersekala plot menyebabkan kelemahan-kelemahan yang ada pada metode USLE sama dengan kelemahan yang terdapat pada metode tersebut. Berikut kelemahan USLE yang ada pada MUSLE juga, beberapa ilmuwan menyatakan beberapa kelemahan dari USLE, diantaranya adalah model tersebut dinilai tidak efektif jika diaplikasikan di luar kisaran kondisi dimana model tersebut dikembangkan. Adaptasi model tersebut pada lingkungan yang baru memerlukan investasi sumber daya dan waktu untuk mengembangkan database yang dibutuhkan untuk menjalankannya (Nearing et al., 1994) Sedangkan kelebihannya sebagai berikut meskipun disadari adanya beberapa kelemahan/keterbatasan dari model- model empiris,khususnya USLE, sampai saat ini telah dan masih diaplikasikan secara luas di seluruh dunia, karena model tersebut mudah digunakan, relatif sederhana dan jumlah masukan atau parameter yang dibutuhkan relatif sedikit dibandingkan dengan model-model lainnya yang bersifat lebih kompleks (ICRAF, 2001; Schmitz dan Tameling, 2000). 2.2.2. Tampungan Efektif Tampungan efektif atau tampungan berguna (usefull storage), menurut Seyhan (Seyhan, 1979:24), adalah volume tampungan diantara permukaan genangan minimum (Low Water Level = LWL) dan permukaan genangan normal (Normal Water Level = NWL). ). Tampungan inilah yang nantinya dioperasikan/ digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Beberapa metode yang digunakan untuk menghitung usefull storage yaitu Kurva Massa dan Sequent Peak. Metode Kurva massa dikemukakan oleh Ripple (1883) untuk menghitung besarnya kapasitas tampung reservoir yang memadai pada tingkatt kebutuhan air tertentu (efektif untuk kebutuhan air yang konstan).Langkah- langkah prosedur kurva massa (Diagram Rippl) yaitu:



22 -



Data debit digambarkan sebagai garis massa debit (massa curve).



-



Kebutuhan air dianggap konstan, sehingga kebutuhan kumulatif bisa digambarkan dengan kemiringan tertentu.



-



Jarak vertikal antara garis massa debit dengan garis kebutuhan kumulatif merupakan kapasitas tampungan. Jarak vertikal terbesar adalah kapasitas yang diperlukan. Jarak tegak antara tangen-tangen yang berturutan menyatakan jumlah air yang dialirkan melalui pelimpah (spill).



Gambar 2. 11 Contoh Kurva Massa Sumber : https://www.scribd.com/document/177037065/Kuliah-PPWaduk-Kurva-Massa-Dan-Sequent-Peak-Ke-5 Untuk metode kedua yaitu Sequent Peak, perhitungan kebutuhan kapasitas reservoir dengan metode ini adalah dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : Kt = Rt – Qt + Kt-1



, jika bernilai positif



Kt = 0



, selainnya



Dengan, Kt = kebutuhan kapasitas tampung pada akhir periode waktu t Kt-1 = kebutuhan kapasitas tampung sebelum akhir periode waktu Rt = Release / kebutuhan air selama periode waktu t Qt = Aliran masuk / inflow selama periode waktu t



23 T = periode waktu t Tabel 2. 9 Contoh perhitungan Usefull Storage dengan Sequent Peak



Sumber: https://www.scribd.com/document/177037065/Kuliah-PP-Waduk-KurvaMassa-Dan-Sequent-Peak-Ke-5 2.2.3. Tampungan Banjir Tampungan banjir atau tampungan tambahan (surcharge storage) adalah volume air diatas genangan normal selama banjir. Untuk beberapa saat debit meluap melalui pelimpah. Kapasitas tambahan ini biasanya tidak terkendali, dengan pengertian adanya hanya pada waktu banjir dan tidak dapat dipertahankan untuk penggunaan selanjutnya (Linsey, 1985:65). 2.2.4. Muka Air Minimum Muka air minimum (low water level/LWL), adalah elevasi terendah bila tampungan dilepaskan pada kondisi normal, permukaan ini dapat ditentukan oleh elevasi dari bangunan pelepasan yang terendah. 2.2.5. Muka Air Normal Muka air normal (normal water level/NWL), adalah elevasi maksimum yang dicapai oleh permukaan air waduk.



24 2.2.6. Muka Air Banjir Muka air banjir banjir rencana adalah elevasi air selama banjir maksimum direncanakan terjadi (flood water level/FWL). 2.3



Inflow Tampungan Waduk



Rangkaian air yang memberikan kontribusi sebagai debit inflow sungai antara lain adalah berasal dari presipitasi (atau saluran) langsung, debit air tanah, dan termasuk juga limpasan permukaan dan limpasan bawah permukaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi volume total limpasan: 1. Faktor-faktor iklim: a. Banyaknya presepitasi. b. Banyaknya evapotranspirasi. 2. Faktor-faktor DAS: a. Ukuran daerah aliran sungai. b. Tinggi tempat rata-rata daerah aliran sungai (pengaruh orografis). Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran waktu limpasan: 1. Faktor-faktor meteorologis: a. Presipitasi. b. Intensitas curah hujan. c. Lamanya curah hujan. d. Distribusi curah hujan dalam daerah pengaliran. e. Arah pergerakan curah hujan. f. Curah hujan terdahulu dan kelembaban tanah. g. Kondisi-kondisi meteorologi yang lain. 2. Faktor-faktor daerah aliran sungai: a. Topografi. b. Geologi. c. Tipe tanah. d. Vegetasi. e. Jaringan drainasi. 3. Faktor-faktor manusiawi: a. Struktur hidrolik. b. Teknik-teknik pertanian.



25 c. Urbanisasi. 2.3.1. Pembangkitan Data Inflow Terdapat tiga model yang digunakan dalam perhitungan-perhitungan hidrologi yaitu model deterministik, model probabilistik, model stokastik. Model stokastik mampu mengisi kekosongan di antara kedua model tersebut, yaitu mempertahankan sifat-sifat peluang yang berhubungan dengan runtun waktu kejadiannya. Termasuk dalam model stokastik adalah proses perpanjangan runtun data. Sedangkan dasar-dasar teknik pembangkitan data dapat dijelaskan seperti berikut, dasar proses perpanjangan runtun data (generated) adalah bahwa prosesnya tidak berubah, dalam arti sifat-sifat statistik proses terhadap runtun data historis tidak berubah terhadap waktu sehingga sifat-sifat kejadian sesungguhnya dapat dipakai untuk membuat runtun data sintetis yang panjang. Kegunaan pembangkitan data debit sungai adalah: a) Untuk memenuhi kebutuhan tampungan waduk dengan data sintetis b) Untuk membantu perancangan waduk akibat data kurang panjang c) Untuk simulasi pengoperasian waduk Pembangkitan data dalam hal ini memerlukan proses dimana kekuatan-kekuatan yang saling bersangkut paut dan menimbulkan pengaruh bertindak menghasilkan suatu rangkaian waktu (time series). Proses terbaik adalah yang sesuai dengan karakteristik fisik dari rangkaian waktu tersebut. Sedangkan dari segi pandang stokastik, aliran sungai bisa dipandang dari empat komponen yaitu: 1) Komponen kecenderungan (Tt) 2) Komponen periodik atau musiman (St) 3) Komponen korelasi (Kt) 4) Komponen acak (t) Yang dapat dikombinasikan secara sederhana sebagai berikut: Xt = Tt + St + Kt + t Konsep dari metode stokastik adalah pembangkitan data dengan cara mempertahankan karakteristik data debit historis, melalui parameter rerata data, standar deviasi dan koefisien korelasi antar waktu.



26 2.3.1.1 Bilangan Random Data debit historis dan sintetik memiliki urutan terjadi berdasarkan proses acak, serta terletak dalam interval waktu tertentu. Urutan nilai ini sering disebut rangkaian waktu (time series). Secara umum nilai ke-i dari variabel X yang merupakan anggota dari suatu rangkaian waktu adalah jumlah dari 2 komponen. Xi = di + ei Dimana komponen deterministik diperoleh dari nilai parameter-parameternya dan nilai sebelumnya dari proses, seperti Xi+1, Xi+2 dan seterusnya. Komponen bilangan acak uniform dengan cara sebagai berikut: t1 = (u1 + u2 + u3 + ………… + u12) – 6 : dst dengan: t1 dan t2



= bilangan acak normal



u1,u2,u3



= bilangan acak uniform



Metode lain untuk memperoleh bilangan acak normal dengan persamaan Box Muller, yaitu: 



 2 . ln(U i )  Cos ( 2 .  . U i 1 )



N i 1 



 2 . ln(U i )  Sin ( 2 .  . U i 1 )



Ni



dengan : N1 dan N2



= bilangan acak normal



u1,u2,u3



= bilangan acak uniform



2.3.1.2 Metode Thomas-Fiering Untuk membangkitkan data debit dapat digunakan model Thomas-Fiering. Model ini menganggap bahwa setahun terbagi menjadi musim atau terdiri dari 12 bulan. Dianggap bahwa data aliran adalah x1.1, x1.2,……x1.12, x2.1, x2.2,……..,xn.12; contoh, indeks pertama menyatakan tahun dimana aliran terjadi dan kedua berjalan secara siklus dari 1 ke 12. Prosedur perhitungan: 1. Perhitungan aliran rata-rata untuk tiap bulannya. 1 n X =  Xi, b n i 1 dengan: X



= debit rata-rata



27 n



= jumlah tahun



Xi,b



= data debit pada tahun ke-i dan bulan ke-b



2. Perhitungan standar deviasi 1/2 2  1 b Sd =   Xi  X   n  1 i 1











3. Perhitungan koefisien korelasi antar aliran dalam waktu i. dan waktu i.-1 n



rj



=



X i 1



i, b



, X i, b 1  n.X b .X b 1



Sd b .Sd b 1. n  1



Persamaan aliran sintetis: q1,b = X b +











rb.Sd b q i,b 1  X b 1 + t i,b . Sd b . 1  rb2  Sd b 1



dengan: qi,b



= debit hasil pembangkitan untuk bulan b dan tahun ke-I



Xb , Xb-1



= rerata debit pada bulan b



rb , rb-1



= korelasi untuk bulan b dan bulan b-1



Sdb , Sdb-1 = standar deviasi bulan b dan bulan b-1 ti,b



= bilangan random bulan b



qi,b-1



= debit pada tahun ke-i dan bulan b



2.3.2. Uji Hipotesis Perlu dipastikan tentang keandalan data sebelum dilakukan perhitungan dan analisis. Untuk itu dilakukan pengujian-pengujian secara statistik. Pengujian dilakukan untuk memastikan ketepatannya agar hasil perhitungan itu dapat digunakan untuk proses lebih lanjut. Pengujian statistik lebih ditujukan untuk menguji parameter-parameternya, antara lain dapat dilakukan dengan membandingkan rerata, variansi, kovariansi, korelasi dan sebagainya. Sedangkan pada pengujian suatu fungsi, diuji keandalan parameterparameter yang membentuk fungsi tersebut. Hipotesa yang dirumuskan dengan harapan untuk ditolak disebut hipotesa nol atau dinyatakan dengan Ho. Penolakan Ho mengakibatkan penerimaan hipotesa alternatif yaitu H1.



28 2.3.2.1 Uji F Uji analisis pada dasarnya adalah menghitung F score, lalu membandingkan dengan F tabel. Yang diuji adalah ketidaktergantungan (independence) atau keseragaman (homogenitas). Uji analisis variansi dapat bersifat satu arah atau dua arah. Prinsip uji hipotesis ini adalah membandingkan variansi gabungan antara kelompok sampel (variance between group) dengan varian kombinasi seluruh kelompok. Untuk pengaman selanjutnya akan digunakan uji F dengan analisa variansi yang bersifat dua arah, dengan hipotesa sebagai berikut: Hipotesa 1 : Ho = hujan homogen dari bulan ke bulan. H1 = hujan tidak homogen dari bulan ke bulan. Hipotesa 2 : Ho = hujan homogen dari tahun ke tahun. H1 = hujan tidak homogen dari tahun ke tahun. Ada dua F score dihitung dengan rumus-rumus berikut:



 n  1  n  x i  x  k



F1 =



  x k



i 1



n



i 1 j1



ij



 xi  x j  x



 k  1  k  x j  x  k



F2 =



2



  x k



i 1 j1



ij



2







2



2



i 1



n







 xi  x j  x



dengan: XI = harga rata-rata untuk bulan i Xj = harga rata-rata untuk bulan j X



= harga rata-rata untuk keseluruhan



Xij = pengamatan untuk bulan i pada tahun j n



= banyak pengamatan perbulan (tahun)



k



= banyak bulan



Tabel 2. 10 Nilai KritisFc Distribusi F F = 0,05 (dk1,dk2) atau (V1,V2)



29



Sumber : Bonnier, Januari 1981 2.3.2.2 Uji T Uji T termasuk jenis uji untuk sampel kecil. Sampel kecil adalah dimana ukuran sampel n < 30. Untuk mengetahui apakah 2 sampel x1 dan x2 berasal dari populasi yang sama, maka dihitung t score dengan rumus:



 x1  x2  t



=







=







1 1  N1 N 2



 N1  1  s12   N 2  1  s2 2 N1  N 2  2



dengan: x1 = rerata dari sampel x1 x 2 = rerata dari sampel x2 s1



= simpangan baku dari sampel x1



s2



= simpangan baku dari sampel x2



30 N1 = ukuran dari sampel x1 N2 = ukuran dari sampel x2 Hipotesa: H0 : sampel x1 dan x2 berasal dari populasi yang sama H1 : sampel x1 dan x2 tidak berasal dari populasi yang sama Harga t tabel dicari pada tabel distribusi student's t untuk derajat bebas  = N1 + N2 – 2 dan  = (Level of Significance) misal 5%. Apabila t score < t tabel, maka H0 diterima, dan jika sebaliknya maka H0 ditolak. Tabel 2. 11Nilai Kritis tc Untuk Distribusi-t uji dua sisi



Sumber : Bonnier, Januari 1981 2.3.2.3 Uji RAPS (Rescaled Adjusted Partial Sums) Data yang digunakan dalam suatu analisis harus dilakukan uji konsistensi (kepanggahan). Data yang tidak sesuai akibat human error, gangguan alat pencatat perlu dikoreksi dan data yang hilang atau kosong diisi dengan menggunakan pembanding data disekitar yang terdekat dan dianggap memiliki karakteristik yang sama (Sri Harto,



31 1993). Dalam penelitia, metode yang digunakan untuk menguji konsistensi data adalah metode RAPS (Rescaled Adjusted Partial sums). Metode RAPS berdasarkan data setempat, dimana data curah hujan maupun data debit yang tersedia di sekitar lokasi sangat terbatas. Bila



yang didapat lebih kecil dari nilai kritik untuk tahun dan



confidence level yang sesuai, maka data tersebut dinyatakan panggah (Sri Harto, 1993). Uji kepanggahan dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan:



dengan: Yi = data hujan ke i Ӯ = data hujan rerata –i Dy = deviasi standard n



= jumlah data



Untuk uji kepanggahan digunakan cara statistik: Q = maks |Sk**|, 0 ≤ k ≤ n, atau R = maksimum Sk** - minimum Sk**, dengan 0 ≤ k ≤ n Nilai Kritik Q dan R ditunjukkan dalam Tabel 2.12



Tabel 2. 12 Nilai Kritik Q dan R



32



2.3.3. Debit Andalan Debit andalan diartikan sebagai debit yang tersedia untuk keperluan tertentu (seperti irigasi, PLTA, air minum dan lain-lain) sepanjang tahun, dengan resiko kegagalan yang telah diperhitungkan. Menurut pengamatan, besarnya andalan yang diambil untuk mengoptimalkan penggunaan



air



dibeberapa



macam



proyek



adalah



sebagai



berikut



(CD.



Soemarto,1986:214) Tabel 2. 13 Besarnya andalan untuk berbagai kegunaan Kegunaan 1. Penyediaan air minum



Keandalan 99 %



2. Penyediaan air indutri



95 – 98 %



3. Penyediaan air irigasi untuk - Daerah iklim setengah lembab



75 – 85 %



- Daerah iklim kering



80 – 95 %



4. Pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Sumber : C.D. Soemarto, Hidrologi Teknik



85 – 90 %



Ada berbagai cara untuk menentukan debit andalan, masing-masing cara mempunyai ciri khas sendiri-sendiri. Pemilihan metode yang sesuai umumnya



33 didasarkan atas pertimbangan data yang tersedia, jenis kepentingan dan pengalaman. Metode-metode untuk analisis debit andalan tersebut antara lain berikut: a. Metode Karakteristik aliran (flow characteristic) Perhitungan debit andalan dengan metode ini antara lain memakai data yang didapatkan berdasar karakteristik alirannya. Metode ini umumnya dipakai untuk : 1.



Daerah pengaliran sungai (DPS) dengan fluktuasi maksimum dan minimumnya relatif besar dari tahun ke tahun.



2.



Kebutuhan yang relatif tidak konstan sepanjang tahun.



3.



Data yang tersedia cukup panjang.



Karakteristik aliran dalam hal ini dihubungkan dengan kriteria sebagai berikut: 1.



Tahun normal, jika debit rata-rata tahunannya sama dengan atau mendekati debit rata-rata dari tahun ke tahun.



2.



Tahun kering, jika debit rata-rata tahunannya di bawah debit rata-rata dari tahun ketahun.



3.



Tahun basah, jika debit rata-rata tahunannya diatas debit rata-rata dari tahun ketahun.



b. Metode tahun penentu (basic year). c. Penentuan debit andalan dengan menggunakan metode ini antara lain dengan menentukan suatu tahun tertentu sebagai dasar perencanaan. d. Metode bulan penentu. e. Metode ini seperti pada karakteristik aliran tetapi hanya dipilih bulan tertentu sebagai dasar perencanaan. f. Metode Q rata-rata minimum. Penentuan debit andalan dengan metode ini berdasar data debit rata-rata bulanan yang minimum ini biasanya dipakai untuk: 1. DPS dengan fluktuasi debit maksimum dan minimum tidak terlalu besar dari tahun ke tahun. 2. Kebutuhan relatif konstan sepanjang tahun. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode karakteristik aliran. Menurut Suyono Sosrodarsono (1980:204), terminologi debit dinyatakan sebagai berikut:



34 1. Debit air cukup (affluent), yaitu debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 95 hari dalam setahun (peluang keandalan 26,02%). 2. Debit air normal, yaitu debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 185 hari dalam setahun (peluang keandalan 50,68%). 3. Debit air rendah, yaitu debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 275 hari dalam setahun (peluang keandalan 75,34%). Debit air kering, yaitu debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 355 hari dalam setahun (peluang keandalan 97,30). 2.4



Outflow Tampungan Waduk



2.4.1. Outflow Melalui Pelimpah Secara umum, hidrograf adalah suatu grafik yang menunjukkan keragaman debit (dapat juga limpasan, tinggi muka air, kecepatan, beban sedimen, dan lain-lain) dengan waktu. Hidrograf periode pendek terdiri atas cabang naik, puncak (maksimum) dan cabang turun. Bentuk umum hidrograf ini dikendalikan oleh faktor-faktor meteorologis (jumlah dan intensitas curah hujan, dan lain-lain), agihan (agihan areal dan waktu curah hujan) dan tanah. Karena itu, hidrograf merupakan salah satu tanggapan aliran sungai terhadap masukan curah hujan. Hidrograf outflow spillway adalah grafik hubungan antara debit outflow spillway dan waktu. Penentuan outflow spillway harus memperhitungkan liku debit diatas spillway. Untuk waduk kecil, besarnya debit antara hidrograf inflow dan outflow hampir sama, nilai puncak dan perbedaan waktu mencapai nilai puncak antara hidrograf outflow dan inflow tidak begitu jauh, jadi debit inflow yang masuk ke inflow cenderung untuk segera dibuang dalam jumlah yang sama. Untuk waduk besar, besarnya debit antara hidrograf inflow dan outflow memperlihatkan perbedaan yang besar, nilai puncak dan perbedaan waktu mencapai nilai puncak antara hidrograf outflow dan inflow cukup jauh, jadi debit inflow yang masuk ke waduk cenderung ditampung terlebih dahulu, atau dengan kata lain outflow dibuang dalam waktu yang lebih lama. Waduk besar baik digunakan sebagai pengendali banjir.



35 2.4.2. Kehilangan Air di Waduk Akibat Evaporasi Evaporasi adalah proses perubahan fisik yang mengubah suatu cairan atau bahan padat menjadi gas melalui proses perpindahan panas. Besarnya harga evaporasi sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang terkadang tidak merata di seluruh daerah (Suyono, 1980:57). Volume kehilangan air di waduk karena evaporasi dihitung dengan rumus: Vew = Ev(t) x A(t) x t x 10 ……………………..(2.25) dengan: Vew = volume evaporasi di waduk (m3) Ev(t) = evaporasi rata-rata yang tercatat di alat ukur (mm/hari) A(t) = luas genangan waduk (km2) t



= jumlah hari (hari)



Sedangkan kehilangan air di sungai karena evaporasi diperhitungkan dengan asumsi bahwa keliling basah pada penampang sungai dalam kondisi jenuh dan bersifat impermeabel. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: Ves = Ev(t) x L(t) x P x t ………………………………….(.2.26) dengan: Ves = volume evaporasi di sungai (m3) Ev(t) = evaporasi rata-rata yang tercatat di alat ukur (mm/hari) L(t) = lebar muka air sungai (m) P



= panjang alur sungai (km)



T



= jumlah hari (hari)



2.4.2.1 Pengambilan Data Evaporasi di Waduk Relatif hanya sedikit waduk-waduk yang mempunyai perhitungan-perhitungan penguapan yang dapat diandalkan untuk bisa dijabarkan dari budget air secara kontinyu, tetapi nilai-nilai dari periode tertentu sering dapat mengecek atau mengkalibrasikan teknik-teknik lainnya. Bila kondisinya sedemikian rupa sehingga hasil-hasil yang memuaskan tidak diperoleh dengan menggunakan budjet air, penguapan dari waduk yang ada dapat ditentukan baik dengan pendekatan aerodinamis empiris maupun budget energi. Kedua metode ini sebaiknya dipakai dalam jangka pendek, mengingat mahalnya biaya yang diperlukan.



36 Pengoperasian stasiun panci (di dekat waduk, tapi tak cukup dekat untuk terpengaruh secara materiil olehnya) untuk pengambilan data, relatif tidak mahal dan akan memberikan hasil-hasil evaporasi waduk yang sebenarnya. Beberapa reabilitas akan diperoleh jika adveksi waduk bersihnya dihitung, tetapi item ini jarang sangat penting kecuali evaporasi musiman atau bulanan dari penguapan tahunannya diperlukan. Untuk studi-studi desain waduk, semua data yang berhubungan bagi daerah tersebut harus dianalisa dengan menggunakan semua teknik untuk mana datanya cocok bila aspek-aspek ekonomi perencanaan sangat memungkinkan, jarang terdapat alasanalasan yang dapat dibenarkan untuk membangun waduk yang besar sebelum diperoleh pengumpulan data yang sekurang-kurangnya 1 atau 2 tahun dari panci dan data meteorologi yang berhubungan dengan lokasi proyek. 2.4.3. Kebutuhan Air Irigasi Pengembangan sumber daya air dalam peningkatan produksi pangan merupakan hal yang penting dalam usaha pertanian, dimana irigasi merupakan salah satu bagian dari program intensifikasi pertanian. Peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi merupakan salah satu bentuk pengembangan sumber daya air bagi pertanian. Penggunaan air irigasi ditetapakan dalam peraturan pemerintah no. 23 pasal 4 dan pasal 7 tahun 1992 tentang irigasi yaitu air irigasi digunakan untuk mengairi tanaman, selain itu digunakan untuk pemukiman, ternak dan sebagainya. Untuk memperoleh hasil produksi yang optimal pemberian air harus sesuai dengan jadwal dengan jumlah dan waktu yang diperlukan tanaman. Dalam pembangunan proyek irigasi banyaknya air diperlukan untuk pertanian harus diketahui dengan tepat, sehingga pemberian air irigasi dapat diefisienkan dengan maksimal. Faktor-faktor yang mempengaruhi banyaknya pemakaian air irigasi adalah: a. Jenis tanaman b. Cara pemberian air c. Jenis tanah d. Cara



pengolahan



dan



pemeliharaan



saluran



serta



bangunan



(dengan



memperhitungkan kehilangan air berkisar 30% - 40%) e. Waktu tanam yang berturutan yang berselang lebih dari dua minggu sehingga memudahkan pergiliran air



37 f. Pengolahan tanah g. Iklim dan cuaca, meliputi; curah hujan, angin, letak lintang, kelembaban, dan suhu udara 2.4.3.1 Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan total air irigasi yang diukur pada pintu pengambilan dalam satu periode adalah hasil kali kebutuhan air disawah dengan faktor efisien dan jumlah hari dalam satu periode penanaman. Rumus yang digunakan: DR =



WR.A.T Ki.1000



………………………………….(2.27)



dengan: DR = kebutuhan air irigasi pada pitu pengambilan (m3). WR = kebutuhan air disawah (mm/hari). A



= luas sawah yang diairi (ha).



Ki = efisiensi irigasi (%). T



= periode waktu pemberian air (hari). = jumlah hari dalam 1 periode x 24 jam x 3600 detik.



Perkiraan kebutuhan air disawah: a. Untuk tanaman padi NFR = Cu + Pd + NR + P – Re …….. ………………(2.28) b. Untuk tanaman palawija NFR = Cu + P – Re ………………………….……….(2.29) dengan: NFR = kebutuhan air bersih disawah (l/dt/ha) Cu



= kebutuhan air tanaman (mm/hari)



Pd



= kebutuhan air untuk kebutuhan tanah (mm/hari)



NR



= kebutuhan air untuk pembibitan (mm/hari)



P



= kebutuhan air karena perkolasi (mm/hari)



Re



= hujan efektif (mm)



Perkiraan kebutuhan air irigasi: a. Untuk tanaman padi IR = NFR/e ……………………………..……………..(2.30) b. Untuk tanaman palawija



38 IR = (Etc – Re)/e ……………………...……………….(2.31) dengan: Etc



= penggunaan konsumtif (mm)



P



= kehilangan air akibat perkolasi (mm/hari)



e



= efisiensi irigasi secara keseluruhan (%)



Langkah-langkah dalam menentukan besarnya kebutuhan air bagi tanaman dapat ditentukan sebagai berikut: 1. Menghitung evaporasi potensial 2. Menghitung kebutuhan air tanaman 3. Menentukan laju perkolasi lahan 4. Menentukan kebutuhan air untuk pengolahan lahan dan pertanian 5. Menghitung curah hujan efektif 6. Menentukan koefisien tanaman 7. Menghitung kebutuhan air disawah 8. Menentukan efisien irigasi 9. Perhitungan kebutuhan air irigasi 2.4.3.2 Neraca Air Neraca air (water balance) merupakan neraca masukan dan keluaran air disuatu tempat pada periode tertentu, sehingga dapat untuk mengetahui jumlah air tersebut kelebihan (surplus) ataupun kekurangan (defisit). Kegunaan mengetahui kondisi air pada surplus dan defisit dapat mengantisipasi bencana yang kemungkinan terjadi, serta dapat pula untuk mendayagunakan air sebaik-baiknya. Manfaat dari adanya neraca air ini antara lain digunakan sebagai dasar pembuatan bangunan penyimpanan dan pembagi air serta saluran-salurannya, sebagai dasar pembuatan saluran drainase dan teknik pengendalian banjir, sebagai dasar pemanfaatan air alam untuk berbagai keperluan pertanian seperti tanaman pangan hortikultura, perkebunan, kehutanan hingga perikanan 2.4.4. Kebutuhan Air Baku Nilai-nilai parameter mutu yang dipergunakan untuk meninjau kecocokan suatu air tertentu bagi pemakaian tertentu sering disebut kriteria. Kriteria mutu air adalah nilai-nilai yang didasarkan pada pengalaman dan kenyataan ilmiah yang dapat dipergunakan oleh pemakainya untuk menetapkan manfaat-manfaat relatif dari air



39 tertentu, sedangkan baku mutu air biasanya untuk menetapkan taraf-taraf batas bagi berbagai bahan kandungan yang dapat disetujui sesuai dengan tujuan pemanfaatan atau pemanfaatan-pemanfaatannya. Sedangkan kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu. Klasifikasi dan kriteria mutu air mengacu pada peraturan pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang menetapkan mutu air ke dalam empat kelas. Macam macam Klasifikasi Air Baku : 1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana kegiatan rekreasi air, pembudidayakan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman, dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Baku mutu air biasanya didasarkan pada salah satu atau beberapa hal dibawah ini: 1. Praktik yang diterapkan atau yang sudah berjalan 2. Perolehan (baku tersebut harus dapat diperoleh dengan mudah atau dengan wajar) 3. Pemukiran ilmiah dengan mempergunakan informasi terbaik yang ada 4. Percobaan-percobaan 5. Pengalaman berdasarkan akibat terhadap manusia Dibawah ini disajikan nilai-nilai baku air minimum berdasarkan ciri-cirinya menurut “Drinking Water Standard And Guidelines”. Tabel 2. 14 Ciri-Ciri Fisik Ciri-ciri fisik Kekeruhan



Batas yang diijinkan 1 satuan



40 Warna 15 satuan Bau 3 angka ambang bau Sumber : Drinking Water Standard and Guidelines



Tabel 2. 15 Ciri-Ciri Kimiawi dalam Miligram Perliter Unsur Atsenikum (As)



Batas yang diijinkan Estetika Kesehatan 0,1



Barium (Ba)



1,0



Kadmium (Cd)



0,01



Klorida (Cl)



2,50



Chromium Tembaga (Cu)



0,05 1,0



Ekstrak Chloroform Carbon (CCC)



0,7



Sianida (CN)



0,2



Fluorida (F)



0,6-1,8



Besi (Fe)



0,3



Timah (Pb) Mangan (Mn)



0,05 0,05



Mercury (Hg) Bahan methylene biru aktif



0,02 0,5



Nitrogen nitrat (NO3 sebagai N)



10,0



Selenium (Se)



0,01



Perak (Ag)



0,05



Sulfat (SO4)



2,50



41 Unsur Bahan padat terlarut semua Seng (Zn)



Batas yang diijinkan Estetika Kesehatan (tak terbatas) 5,0



Aldrin



(ditangguhkan)



DDT



(ditangguhkan)



Dieldrin



(ditangguhkan)



Chlordane



0,003



Endrin



0,0002



Hepta chlor



0,0001



Hepta chlor epoxide



0,0001



Lindane



0,004



Methoxy chlor



0,1



Toxaphene



0,005



Insektisida organophosphorus Azodrin



0,003



Dichlorvos



0,01



Dimethoate



0,002



Ethion



0,02



Herbisida chlorophenoxy 2,4-D



0,1



2,4,5-T (2,4,5-TP dan silvex) 0,01 Sumber : Drinking Water Standard and Guidelines 2.4.5. Pembangkit Tenaga Listrik Tujuan utama dari konsep dasar ini adalah dalam aspek pengembangan sumber daya air seperti pemakaian air, pengaturan waduk dan sistem perencanaan menghasilkan hal yang positif. Sebelum beberapa aspek tersebut memenuhi sasaran maka konsep dasar dari teknik tenaga air perlu diketahui lebih dalam. Perencanaan PLTA umumnya terdiri dari perencanaan dengan tinggi jatuh rendah, perencanaan dengan tinggi jatuh menengah dan perencanaan dengan tinggi jatuh tinggi. Perencanaan dengan tinggi jatuh rendah berkisar antara beberapa feet sampai kurang lebih 50 feet dengan tujuan mendapatkan debit yang besar. Sedangkan



42 perencanaan dengan tinggi jatuh menengah berkisar antara 50-200 feet, tentunya dalam merencanakan dam yang tinggi khusus PLTA adalah cukup mahal sehingga biasanya perencanaan ini dipilih jika kebetulan pada daerah sungainya ada terjunan. Sedangkan perencanaan dengan tinggi jatuh tinggi bekisar antara 200-5000 feet. Perencanaan ini hampir sama dengan perencanaan tipe menengah yaitu menentukan lokasi yang sesuai, mengalirkan air pada saluran terbuka dengan kemiringan yang kecil sampai mencapai beda tinggi antara kanal dan sungai bagian bawah tempat rumah turbin sebesar mungkin sedangkan jarak horisontal antara kanal dan sungai sekecil mungkin. 2.4.5.1 Turbin Terdapat dua jenis turbin, yaitu turbin impuls dan turbin reaksi. Pada turbin impuls, pancaran (jet) air bebas mendorong bagian turbin yang terbuka yang ditempatkan pada tekanan atmosfir. Pada turbin reaksi, aliran air terjadi dengan tekanan pada ruang tertutup. Meskipun energi yang diberikan pada turbin impuls adalah sematamata energi kinetik sedangkan turbin reaksi juga memanfaatkan tekanan disamping energi kinetik, tetapi kedua jenis turbin tersebut tergantung kepada perubahan momentum dari air, sehingga gaya dinamiklah yang berputar atau runner dari turbin tersebut. Untuk PLTA pada umumnya turbin yang dipakai biasanya turbin reaksi. Pada dasarnya turbin reaksi dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Turbin Francis 2. Turbin baling-baling Pada turbin Francis yang biasa air masuk kedalam rumah siput dan bergerak kedalam runner melalui sederet sudut pengatur dengan celah-celah penyempitan yang mengubah tinggi tekanan menjadi tinggi kecepatan. Turbin baling-baling adalah suatu mesin yang digerakkan oleh gerakan aksial dengan runnernya diletakkan di dalam saluran tertutup. Ada satu jenis lagi turbin reaksi yang sering dipakai yaitu turbin kaplan. Turbin kaplan adalah suatu turbin baling-baling dengan daun baling-baling yang dapat bergerak dan gerak majunya dapat diatur agar sesuai dengan kondisi operasi yang baik. 2.4.5.2 PLTA PLTA di waduk adalah PLTA yang mempunyai tampungan air yang ukurannya cukup untuk memungkinkan penampungan air kelebihan musim hujan guna musim



43 kemarau yang dimaksud untuk mengatur pastinya aliran air yang lebih dari pada aliran alamiah minimum. Suatu PLTA aliran sungai biasanya hanya mempunyai kapasitas waduk yang terbatas dan hanya dapat mempergunakan air bila memang datang. Suatu pengembangan tenaga air umumnya meliputi sebuah bangunan sadap, suatu pipa saluran (pipa pesat) untuk mengaliri air ke turbin, turbin-turbin dengan mekanisme pengaturnya, generator pelengkapan kontrol dan tombol penghubung, rumah peralatan, transfromator dan jarak transmisi ke pusat-pusat distribusi. Dalam waduk, biasanya PLTA dibangun dengan dilengkapi pompa untuk membangkitkan energi untuk beban puncak, tetapi pada waktu-waktu tertentu diluar itu airnya dipompa dari kolam air buangan ke kolam hulu untuk pemanfataan yang akan datang. Pompa ini memiliki nilai ekonomis tambahan bagi jaringan daya yang bersangkutan. Penentuan PLTA di waduk dapat diperhitungkan tanpa memperhatikan tampungan (ROR = Run Of River) atau dengan memperhatikan tampungan harian: a.



PLTA di waduk tanpa tampungan (ROR) dengan menggambarkan lengkung durasi atau hubungan antar debit dengan presentasi waktu



b.



PLTA dengan tampungan harian (ROR) Q2 = .Q1



dengan: Q2 = debit dengan adanya tampungan Q1 = debit tanpa adanya tampungan  = perbandingan jumlah jam operasi tanpa adanya tampungan dengan adanya tampungan Pendekatan kapasitas terpasang dengan adanya tampungan “” kali tanpa adanya tampungan. Pada waduk yang mempunyai aktif tertentu, waduk membangkitkan daya PLTA sesuai dengan debit outflow yang tersedia. Rumus pembangkitan tenaga PLTA adalah sebagai berikut : Pw = 9,8 EffPLTA . Q . He dengan : Pw



= daya pembangkit PLTA (kw)



EffPLTA = efisiensi PLTA (%) Q



= debit outflow yang lewat PLTA (m3/det)



He



= head efektif dari PLTA (m)



44 Head efektif suatu PLTA dapat dicari dari hubungan berikut : He = El.MAW – El.TWL – Head loss dengan : El.MAW = elevasi Muka Air Waduk (m) El. TWL = elevasi Tail Water Level di saluran tailrace (m) Head loss = kehilangan tinggi di penstock dan waterway 2.5



Simulasi Pola Operasi Waduk Tergantung dari kebutuhannya, maka lingkup waktu dari simulasi mencakup 1



tahun operasi atau lebih. Salah satu operasi dibagi-bagi menjadi sejumlah periode, misalnya bulanan, 15 harian, 10 harian, mingguan, maupun harian. Persamaan umum simulasi operasi waduk adalah Neraca Keseimbangan Air (water balance). Aturan umum dalam simulasi waduk adalah: 1. Air waduk tidak boleh turun di bawah tampungan aktif. Dalam banyak keadaan, maka batas bawah tampungan aktif ini ditentukan oleh tingginya lubang outlet waduk. 2. Air waduk tidak dapat melebihi batas atas tampungan aktif. Dalam banyak keadaan maka batas atas tampungan aktif ini ditentukan oleh puncak spillway. Apabila terjadi kelebihan air, maka kelebihan ini akan melimpah (spillout). 3. Ada beberapa waduk (waduk multiguna) yang memiliki batasan debit yang dikeluarkan (outflow), baik debit maksimum atau debit minimum. 2.5.1. Pola Operasi Waduk Harian dan Waduk Tahunan Pola operasi waduk adalah suatu acuan pengaturan air untuk pengoperasian waduk-waduk yang disepakati bersama oleh para pemanfaat air dan pengelola melalui Panitia Tata Pengaturan Air (PTPA). Maksudnya adalah sebagai pedoman pengaturan air untuk memenuhi berbagai kebutuhan air dan pengendali banjir, dengan tujuan untuk memenfaatkan air secara optimal dengan cara mengalokasikan secara proporsional sedemikian sehingga tidak terjadi konflik antar kepentingan dan pengendalian banjir pada musim hujan. Waduk tahunan berfungsi sebagai penampung/penyadiaan air dan pengendali fluktuasi debit yang terjadi selama kurun waktu satu tahun, sedangkan waduk harian



45 berfungsi sebagai pengatur/pengendali fluktuasi debit yang terjadi dalam rentang waktu yang relatif pendek, yaitu satu hari saja. Ketersediaan air di waduk tergantung dari kapasitas waduk dan debit inflow yang masuk ke waduk. Fluktuasi debit air yang masuk ke waduk sangat dipengaruhi oleh penutup lahan di hulu waduk. 2.5.2. Simulasi Kapasitas Tampungan Waduk Dalam situasi atau analisa perilaku operasi waduk bertujuan untuk mengetahui perubahan kapasitas tampungan waduk. Persamaan yang digunakan adalah kontinuitas tampungan (mass storage equation) yang memberi hubungan antara masukan, keluaran dan perubahan tampungan. Persamaan secara matematika dinyatakan, sebagai berikut (Mc Mahon, 1978:24) St + 1 = St + Qt – Dt – Et – Lt Dengan kendala 0St+1=C dengan: t



= interval waktu yang digunakan



St



= tampungan waduk pada awal interval waktu



St+1 = tampungan waktu pada akhir interval waktu Qt



= aliran masuk selama interval waktu t



Dt



= lepasan air selama interval waktu t



Et



= evaporasi selama interval waktu t



Lt



= kehilangan-kehilangan air lain dari waduk selama interval waktu t, mempunyai harga yang kecil dan dapat diabaikan



C



= tampungan aktif (tampungan efektif)



Kapasitas tampungan harus dapat menjamin pasokan air dengan keandalan pemenuhan 100%. 2.5.3. Simulasi Luas Lahan yang Dapat Diairi Simulasi luas lahan yang dapat diairi diizinkan dengan peluang kegagalan maksimum sebesar 20%, untuk pemenuhan seluruh kebutuhan air dari kapasitas tampungan yang ada. Dengan mempertimbangkan luas genangan waduk yang bervariasi terhadap waktu, maka lebih lanjut persamaan ditulis sebagai berikut (Sudjarwadi, 1990): St + 1 = St + Qt + Rt(A) – Ot – Et – Pt – SPt(A)



46 dengan: Rt(A) = hujan yang jatuh ke waduk pada interval waktu t, sebagai fungsi luas permukaan air waduk Ot



= pengambilan air waduk selama interval dari t



Et(A) = evaporasi selama interval waktu t, sebagai fungsi luas permukaan di waduk Pt



= limpahan yang melewati bangunan pelimpah selama interval waktu t



SPt(A) = rembesan keluar dari waduk selama interval waktu, sebagai fungsi luas permukaan air waduk mempunyai harga yang kecil dan dapat diabaikan 2.6



Pedoman Pola Operasi Waduk (Rule Curve) Pada pola operasi waduk dimana lepasan berdasarkan status tampungan waduk,



maka dilakukan pembatasan tehadap lepasan apabila tampungan waduk menurun. Untuk menentukan prosentase pemenuhan kebutuhan, lepasan (%) dapat diganti menggunakan solver pada Microsoft Excel. Misalnya untuk kasus pedoman pola operasi waduk pada simulasi pedoman lepasan berdasarkan tampungan dengan kondisi debit air kering (97,30%) menggunakan 10 kelas nilai lepasan agar mendapatkan nilai spillout yang paling minimum dan keandalan yang maksimal. Maka proses pengerjaanya dengan cara: 1. Menentukan interval (%) Tampungan waduk : Dalam studi ini dipakai interval 10% untuk tampungan waduk. 2. Dengan menggunakan solver dimasukkan kriteria spillout yang minimum, keandalan >= 80%, dan kondisi tampungan akhir periode penuh. 3. Diharapkan spillout seminimal mungkin agar dapat dimanfaatkan seefisien mungkin. 4. Buatlah tabel kisaran, batas minimum tampungan waduk (%), dan lepasan (%) seperti dalam contoh dibawah ini:



47



Jika S akhir 50, maka lepasannya 51,93% Dst. Nilai



lepasan



dapat



diganti-ganti



untuk



kondisi



tertentu



dengan



dasar/pertimbangan sebagai berikut: - Kondisi tampungan menurun maka lepasan juga berkurang -Tujuan dari pergantian nilai lepasan ini adalah untuk mendapatkan kondisi yang paling optimal maka dari hasil simulasi yang akan dipakai sebagai lepasan (%) adalah nilai limpahan (Spillout) yang minimum dan keandalan paling maksimum.



Tabel 2. 16 Contoh Rekapitulasi Rule Curve di Waduk Puundoho



48



2.7



Probabilitas Kegagalan Operasi Waduk Penilaian kuantitatif kegagalan waduk dapat didasarkan pada kegagalan menurut



jumlah kejadian (occurance based probability) maupun jumlah kekurangan air (volume based probability). Peluang keandalan dalam operasi waduk didefinisikan sebagai hubungan antara volume waduk dengan volume kebutuhan air, atau bila dinyatakan dalam persamaan adalah sebagai berikut: Rv =



volume nyata yang di suplai dari waduk permintaan kebutuhan air



2.7.1. Probabilitas Keandalan Debit Tampungan Probabilitas kejadian suatu peristiwa ditentukan oleh perbandingan antara banyaknya kejadian terhadap jumlah kejadian yang mungkin dan kejadian yang tidak mungkin (berpeluang atau yang tidak berpeluang). Kejadian suatu peristiwa biasanya dinamakan keberhasilan, sedangkan kejadian yang tidak mungkin dinamakan kegagalan.



49 Probabilitas keandalan debit tampungan adalah suatu kemampuan debit yang tersedia guna memenuhi suatu perencanaan tertentu sepanjang satu periode, dengan resiko kegagalan yang telah diperhitungkan. 2.7.2. Probabilitas Keandalan Tampungan Suatu waduk lazim dikatakan andal apabila waduk tersebut mampu menjamin kebutuhan minimum yang diperlukan. Penentuan yang didasarkan pada analisa catatan historis tak dapat memberikan bukti-bukti keandalan suatu waduk. Adapun probabilitas keandalan tampungan adalah kemampuan suatu tampungan untuk menyediakan kebutuhan air yang direncanakan guna memenuhi kebutuhan, untuk lebih jelasnya dapat dipakai kurva-kurva probabilitas lapangan. Kurva tersebut menunjukan probabilitas bahwa alirannya selama suatu periode dimasa yang akan datang yang sama dengan panjang rangkaiannya ternyata akan mampu mempertahankan jumlah kebutuhan yang diingini tanpa mengalami penurunan. Suatu reabilitas 0,99 menunjukan bahwa hanya 1 dari 100 rangkaian yang akan mengalami penurunan, misalnya suatu waduk dengan kapasitas tertentu memberikan jaminan 99 % kesuksesan pengoperasian selama umur proyek.