Bab-3-TEORI DASAR PEMBORAN BERARAH [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB III TEORI DASAR PEMBORAN BERARAH



Pemboran berarah adalah suatu seni membelokkan lubang sumur untuk diarahkan ke suatu sasaran tertentu didalam formasi yang tidak terletak secara vertikal dibawah kepala sumur. Didalam membor suatu formasi, sebenarnya selalu diinginkan lubang vertikal, karena dengan lubang yang vertikal operasinya lebih mudah, dan juga umumnya biayanya lebih murah dari pada pemboran berarah. Jadi pemboran berarah hanya dilakukan karena alasan – alasan dan keadaan khusus saja. Berdasarkan lintasan lubang bor terdapat 3 macam jenis pemboran, antara lain yaitu : • Vertical Drilling ( Pemboran Vertikal ) Pemboran yang memiliki lintasan bor menembus secara tegak lurus terhadap tempat dan kedudukan menara bor. • Directional Drilling ( Pemboran Berarah ) Teknik pemboran di mana arah pemboran dibelokkan mengikuti lintasan yang telah direncanakan untuk mencapai target yang telah ditentukan. • Horizontal Drilling Pemboran dengan merupakan pengembangan dari teknologi directional drilling dengan kemiringan hingga mendekati 90 deg, atau sejajar formasi, dan memiliki inklinasi 85 – 105 deg.



9 Analiis Lintasan Pemboran Berarah Lubang 12 1/4" pada Sumur "X" Lapangan "Z" di Jawa Timur Hiroshi Evan Mulyanizcha



10



Pada Gambar 3.1 di bawah ini, menunjukkan perbedaan dari 3 jenis lintasan lubang pemboran. Terlihat jelas perbedaan lintasan antara pemboran vertikal (Vertical Drilling), pemboran berarah (Directional Drilling), dan pemboran horisontal (Horizontal Drilling).



Gambar 3.1 (a) Directional, (b) Horizontal, dan (c) Vertical Drilling 11)



3.1



Tujuan dan Alasan Penggunaan Pemboran Berarah (Directional Driling) Pemboran berarah dilakukan dengan tujuan memudahkan kita mencapai



formasi yang dituju tanpa harus menembus formasi yang tidak ingin dilewati. Dimana mengatasi keadaan disaat sasaran atau target tidak mungkin dicapai dengan pemboran vertikal dengan berbagai alasan. Penggunaan sumur berarah



11)



Menunjukan nomor urut daftar pustaka



Analiis Lintasan Pemboran Berarah Lubang 12 1/4" pada Sumur "X" Lapangan "Z" di Jawa Timur Hiroshi Evan Mulyanizcha



11



diharapkan dapat menjangkau zona produktif yang lebih luas dibandingkan dengan sumur vertikal, sehingga produksi hidrokarbon diharapkan bisa meningkat, meskipun dilakukan dengan resiko dan biaya yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan sumur vertikal. Alasan-alasan dilakukan pemboran berarah adalah sebagai berikut: •



Alasan topografis







Alasan geologis







Alasan ekonomi







Alasan teknis



3.1.1 Alasan Topografis Pemboran berarah dilakukan apabila keadaan di permukaan tidak memungkinkan untuk mendirikan lokasi pemboran, dan biasanya alasan topografis menjadi alasan yang paling umum untuk mencapai lapisan yang tidak dapat dicapai dengan cara biasa, seperti : a. Formasi produktif terletak di bawah paya – paya atau sungai Terdapatnya mengharuskan



formasi



menggunakan



produktif metoda



yang



terletak



directional



di



drilling,



bawah karena



memungkinkan untuk memasang platform di atas sungai.



Analiis Lintasan Pemboran Berarah Lubang 12 1/4" pada Sumur "X" Lapangan "Z" di Jawa Timur Hiroshi Evan Mulyanizcha



sungai tidak



12



Pertimbangan topografis terletak di bawah paya – paya atau sungai dapat dilihat pada gambar 3.2 di bawah ini.



Gambar 3.2 Pertimbangan Alasan Topografis11)



b. Formasi produktif terletak di bawah bangunan pemukiman atau perkantoran. Terdapatnya formasi produktif yang terletak di bawah bangunan atau perkantoran mengharuskan menggunakan metoda directional drilling, karena tidak memungkinkan untuk memasang platform di tanah yang sudah terdapat



Analiis Lintasan Pemboran Berarah Lubang 12 1/4" pada Sumur "X" Lapangan "Z" di Jawa Timur Hiroshi Evan Mulyanizcha



13



bangunan ataupun perkantoran. Pertimbangan topografis terletak di bawah bangunan atau perkantoran dapat dilihat pada gambar 3.3 di bawah ini.



Gambar 3.3 Pertimbangan Alasan Topografis11)



c. Formasi produktif terletak di bawah tebing terjal. Lokasi yang seperti ini disebut juga rough condition. Bila dibuat straight hole drilling menembus reservoir, harus dibuat lokasi pada tebing-tebing terjal, tebing-tebing diratakan dan dikeraskan, jalan harus dibuat untuk mencapai lokasi. Selain pekerjaannya berat, akan memerlukan biaya yang sangat tinggi. Titik lokasi



Analiis Lintasan Pemboran Berarah Lubang 12 1/4" pada Sumur "X" Lapangan "Z" di Jawa Timur Hiroshi Evan Mulyanizcha



14



dibuat pada daerah yang memungkinkan, kemudian lubang diarahkan menembus target. Gambarannya dapat dilihat pada gambar 3.4.



Gambar 3.4 Pertimbangan Alasan Topografis11)



3.1.2 Alasan Geologis Pemboran berarah pada kondisi ini dilakukan untuk menghindari kesulitan apa yang akan dihadapi apabila dibor secara vertikal, seperti : a. Adanya kubah garam atau saltdome Pemboran berarah yang dilaksanakan pada reservoir yang terletak di bawah lapisan kubah garam (salt dome), teknik-teknik pengeboran berarah



Analiis Lintasan Pemboran Berarah Lubang 12 1/4" pada Sumur "X" Lapangan "Z" di Jawa Timur Hiroshi Evan Mulyanizcha



15



digunakan untuk mengarahkan sudut-sudut sulit yang biasanya mengandung cadangan minyak atau gas. Pengeboran melalui kubah garam atau salt dome dapat menimbulkan masalah seperti lost circulation dan masalah korosi atau corosion. Dalam situasi seperti ini akan lebih baik untuk menghindari formasi garam tersebut dengan melakukan pemboran berarah, gambarannya dapat dilihat pada gambar 3.5.



Gambar 3.5 Pertimbangan Alasan Geologis11)



Analiis Lintasan Pemboran Berarah Lubang 12 1/4" pada Sumur "X" Lapangan "Z" di Jawa Timur Hiroshi Evan Mulyanizcha



16



b. Adanya patahan Patahan yang ada sebaiknya dihindari karena akan mengakibatkan terjadinya kehilangan lumpur (loss circulation), akan memasuki formasi yang bertekanan tinggi atau juga dapat mengakibatkan terjadinya penyimpangan arah dan sudut kemiringan terhadap lubang bor pada pemboran berarah. Gambarannya dapat dilihat pada gambar 3.6.



Gambar 3.6 Pertimbangan Alasan Geologis11)



3.1.3 Alasan Ekonomi Dalam beberapa hal pelaksanaan pemboran berarah relatif lebih menguntungkan dibandingkan dengan pemboran vertikal, yaitu apabila lapangan tersebut terletak pada daerah pegunungan atau pada lapangan dengan kondisi



Analiis Lintasan Pemboran Berarah Lubang 12 1/4" pada Sumur "X" Lapangan "Z" di Jawa Timur Hiroshi Evan Mulyanizcha



17



seperti yang disebutkan pada alasan geografis dengan memperhitungkan faktorfaktor sebagai berikut, a. Biaya pembebasan lahan b. Pemindahan peralatan c. Pengolahan limbah Pemboran yang dilakukan dengan sistim gugusan sumur (cluster system) untuk menghemat luasnya lokasi pemboran, seperti di lepas pantai. Di permukaan dibuat beberapa sumur, kemudian di bawah permukaan lubang sumur tersebut menyebar. Gambarannya dapat dilihat pada gambar 3.7.



Gambar 3.7 Pertimbangan Alasan Ekonomi11)



Analiis Lintasan Pemboran Berarah Lubang 12 1/4" pada Sumur "X" Lapangan "Z" di Jawa Timur Hiroshi Evan Mulyanizcha



18



3.1.4 Alasan Teknis Alasan teknis adalah sebagai berikut : - Relief well - Side wall tracking



a. Relief Well



Relief well adalah pemboran berarah (directional drilling) yang dibuat menembus target pada sumur yang sedang bermasalah, contohnya adalah sumur yang sedang mengalami blowout yang terbakar. Target dari relief well adalah titik pada sumur dengan formasi yang menimbulkan blowout, melalui relief well dipompakan cairan untuk memadamkan api. Gambarannya dapat dilihat pada gambar 3.8.



Gambar 3.8 Pertimbangan Alasan Teknis11)



Analiis Lintasan Pemboran Berarah Lubang 12 1/4" pada Sumur "X" Lapangan "Z" di Jawa Timur Hiroshi Evan Mulyanizcha



19



b. Side Well Tracking



Bila terdapat peralatan yang tertinggal di dalam lubang, dan setelah diusahakan untuk mengambilnya dengan melakukan fishing job, tapi tidak berhasil. Peralatan tersebut disemen dan dilakukan directional drilling untuk mengelakkan peralatan tersebut. Pemboran ini disebut dengan side well tracking.



3.2 Tipe – Tipe Pemboran Berarah Pemboran berarah memiliki beberapa jenis lintasan sesuai dengan kondisi formasi yang akan dituju. Tipe-tipe dari lintasan pemboran berarah antara lain, yaitu : 3.2.1 Build Up-and-Hold Trajectory Pembentukan sudut dilakukan setelah kick-off point, pemboran dilakukan dengan 2 lintasan, lintasan pertama dilakukan dengan membangun sudut hingga besar sudut yang diinginkan (build up section) dan lintasan kedua dilakukan dengan mempertahankan sudut (hold) hingga mencapai sasaran. Pemboran tipe ini dibagi 2 jenis, yaitu: a. Shallow deviation type Pada tipe ini titik belok (kick-off point) terletak pada kedalaman yang tidak terlalu dalam dari permukaan tanah. Pembentukan sudut dilakukan sampai besar



Analiis Lintasan Pemboran Berarah Lubang 12 1/4" pada Sumur "X" Lapangan "Z" di Jawa Timur Hiroshi Evan Mulyanizcha



20



yang diinginkan, setelah itu dilakukan pertambahan sudut sampai ke target yang direncanakan. Keuntungan dari pemboran tipe ini adalah: •



Meminimalisasi dogleg







Meminimalisir terjadi stuck







Meminimalisasi drag



b. Deep deviation type Tipe pemboran ini tidak jauh berbeda dengan shallow deviation type, perbedaan pada tipe ini pembelokan atau titik belok (kick-off point) terletak lebih dalam dibandingkan shallow deviation type. Pemboran ini biasanya digunakan untuk pemboran berarah dimana target pemboran terletak di bawah kubah garam. 3.2.2 Return to vertical (“S” type) Tipe pemboran jenis ini biasa disebut pemboran tipe S. Hal ini disebabkan karena bentuknya menyerupai huruf S. Setelah titik belok (KOP) dilakukan build up hingga inklinasi tertentu dan kemudian dilakukan pemboran dengan mempertahankan sudut inklinasi ini. Pada kedalaman tertentu kemudian dilakukan drop off (mengurangi inklinasi) hingga akhirnya inklinasi lubang kembali vertikal.



3.2.3 Modified “S” type Pada tipe pemboran ini, setelah titik belok (KOP) dilakukan build up hingga sudut inklinasi tertentu dan kemudian pemboran dilanjutkan dengan



Analiis Lintasan Pemboran Berarah Lubang 12 1/4" pada Sumur "X" Lapangan "Z" di Jawa Timur Hiroshi Evan Mulyanizcha



21



mempertahankan sudut inklinasi tersebut. Pada kedalaman tertentu kemudian dilakukan drop off



hingga inklinasi tertentu kemudian pemboran dilanjutkan



kembali dengan membor tangent section kedua.



3.3



Jenis Operasi Pemboran Berdasarkan perbedaan tekanan hydrostatik dan hydrodinamis dari fluida



pemboran yang digunakan pada saat pemboran terhadap tekanan formasi, maka metode operasi pemboran dibagi menjadi 3, berikut merupakan metode – metode pemboran berdasarkan perbedaan tekanan tersebut. 3.3.1 Manage Pressure Driling Merupakan metode pemboran yang paling umum untuk digunakan dalam operasi pemboran, yang mana dalam metode ini menjaga agar tekanan hydrostatik sama ataupun lebih besar sedikit dibandingkan dengan tekanan formasi. Dalam metode ini juga menjaga agar equivalent circulating density (ECD) dari lumpur agar tetap sama. Permasalahan dalam manage pressure drilling adalah apabila diaplikasikan pada pemboran horizontal rawan terjadinya stuck pipe. 3.3.2 Overbalance Drilling Metode ini mempunyai tujuan agar selama proses pemboran tekanan hydrostatik lebih besar dari tekanan formasi itu sendiri. Pada penerapan metode ini, ECD yang terjadi biasanya lebih besar, dalam artian bahwa berat lumpur yang digunakan jauh di atas yang dibutuhkan untuk menyeimbangkan tekanan formasi.



Analiis Lintasan Pemboran Berarah Lubang 12 1/4" pada Sumur "X" Lapangan "Z" di Jawa Timur Hiroshi Evan Mulyanizcha



22



Permasalahan pada penerapan metode ini adalah rawan terjadinya lost circulation, yang juga menyebabkan formation damage (skin) pada lubang bor. Namun, metode ini diterapkan pada umumnya untuk menghindari permasalahan stuck pipe, dan menjaga agar formasi tidak runtuh. 3.3.3 Underbalanced Drilling Pada metode ini proses pemboran dilakukan dengan menjaga agar tekanan hydrostatik jauh di bawah tekanan formasi. Metode ini memiliki tingkat bahaya yang cukup tinggi, karena selama proses pemboran harus juga mengatasi masalah kick yang terjadi pada saat yang bersamaan. Untuk mengatasi masalah kick tersebut, dipasangkan alat rotating head yang menjaga tekanan balik pada lubang sumur bor. Metode ini menjaga agar lubang bor ini tetap dalam keadaan flowing sehingga gas yang digunakan untuk menginjeksi fluida pemboran dapat dipakai untuk injeksi ulang.



3.4



Peralatan Bottom Hole Assembly Bottom Hole Assembly (BHA) adalah rangkaian peralatan bawah



permukaan yang dipasang pada rangkaian drill string agar dapat diatur kelenturannya sehingga dapat mengikuti pola lintasan yang direncanakan. Pengaturan sudut kemiringan dan sudut arah dapat dilakukan dengan mengatur atau mengombinasikan rangkaian BHA biasanya dilakukan setelah mencapai sudut tertentu. Pengaturan ini termasuk diantaranya mengatur titik kontak, memilih jarak penempatan stabilizer dari bit, memilih ukuran drill collar



Analiis Lintasan Pemboran Berarah Lubang 12 1/4" pada Sumur "X" Lapangan "Z" di Jawa Timur Hiroshi Evan Mulyanizcha



23



tertentu, mengatur Weight on Bit (WOB) dan Rotation Per Minute (RPM), serta mengatur jarak stabilizer pertama, kedua, dan seterusnya. Susunan BHA yang berhasil baik saat digunakan pada suatu sumur, belum tentu berhasil baik pula saat diterapkan di sumur lain, hal ini terjadi karena pengaruh dari formasi yang dibor. Dari uraian di atas, maka sangat diperlukan pengalaman di dalam pengaturan rangkaian BHA agar diperoleh hasil yang baik di dalam operasi pemboran berarah. Berikut ini merupakan susunan peralatan yang digunakan untuk menyusun rangkaian BHA dalam suatu operasi pemboran yang sering digunakan.



3.4.1



Down Hole Mud Motor Peralatan ini merupakan alat yang berfungsi menggerakkan pahat tanpa



harus memutar rangkaian pipa pemboran. Penggerak utama pada motor adalah fluida pemboran atau lumpur pemboran yang dipompakan dari permukaan menuju motor melalui drill string. Fluida tersebut menggerakkan mekanisme motor. Pada motor tersebut dilengkapi dengan bent sub atau bent housing untuk membelokkan lintasan sumur dengan lengkungan yang halus. Ada dua macam downhole mud motor, yaitu : a. Turbine motor Motor hidrolik dengan multi stage yang terdiri dari rotor dan stator. Metode yang digunakan turbine motor adalah menciptakan kekuatan putaran pada pahat yakni dengan menggunakan momentum fluida. Strator berada pada bagian motor



Analiis Lintasan Pemboran Berarah Lubang 12 1/4" pada Sumur "X" Lapangan "Z" di Jawa Timur Hiroshi Evan Mulyanizcha



24



yang diam dan berfungsi sebagai pengarauh alira fluida pemboran ke rotor. Akibat adanya aliran fluida pemboran yang menumbuk rotor, maka rotor akan berputar. Putaran ini akan diteruskan ke pahat melalui batang penggerak. Jumlah stage tergantung pada besarnya torsi atau kekuatan yang diinginkan. Turbine motor membangkitkan tenaga dengan menggunakan momentum fluida, maka tekanan sepanjang motor relatif konstan pada saat operasi untuk suatu laju aliran tertentu. Turbine motor mempunyai beberapa keuntungan, yakni baik digunakan pada temperature tinggi ( di atas 300° F ) dan pada bagian oil base mud.



Gambar 3.9 Turbine Motor11)



Analiis Lintasan Pemboran Berarah Lubang 12 1/4" pada Sumur "X" Lapangan "Z" di Jawa Timur Hiroshi Evan Mulyanizcha



25



b. Positive Displacement Motor Alat ini digerakkan oleh pompa dengan rotor berbentuk helisiodal yang berperan sebagai rotor tersekat di dalam stator. Jika fluida dialirkan, rotor akan bergerak memberikan jalan kepada fluida untuk mengalir. Rotor bergerak karena adanya perbedaan tekanan di dalam motor yang dihasilkan oleh lumpur. Dapat dilihat pada gambar 3.10.



Gambar 3.10 PDM11)



Analiis Lintasan Pemboran Berarah Lubang 12 1/4" pada Sumur "X" Lapangan "Z" di Jawa Timur Hiroshi Evan Mulyanizcha



26



3.4.2



Steerable System Merupakan sistem pemboran yang dapat dikontrol arah pemborannya



secara langsung ketika pemboran berlangsung. Bagian sistem ini meliputi pahat bor, bent sub/bent housing, DHDM, MWD, dan stabilizer yang merupakan kombinasi BHA. Operasi pemboran steerable system dapat menggunakan 2 cara, yaitu sliding mode dan rotary mode. Sliding mode adalah suatu kegiatan pemboran dengan menggunakan DHDM sebagai penggerak dari pahat bor dan drill string tidak diputar, dilakukan jika akan melakukan perubahan arah pemboran. Rotary mode adalah suatu kegiatan pemboran menggunakan DHDM dan rotary table yang berfungsi untuk menggerakan bit. Cara ini dilakukan dengan memutar drill string jika membor lubang dengan arah tidak berubah. 3.4.3



Crossover Crossover adalah alat yang digunakan untuk menyambung dua jenis pipa



yang berbeda ulir atau diameternya. Dalam prakteknya yang disambung adalah, a. Drill Collar dengan Drill Collar. b. Drill Collar dengan Tubing. c. Drill Collar dengan bit. d. Drill Pipe dengan HWDP/HWDC. e. Drill Collar dengan HWDP/HWDC.



Analiis Lintasan Pemboran Berarah Lubang 12 1/4" pada Sumur "X" Lapangan "Z" di Jawa Timur Hiroshi Evan Mulyanizcha



27



3.4.4



Drill Collar Drill Collar adalah pipa baja yang berfungsi sebagai penyalur gerak putar



dari drill pipe ke pahat dan pemberat pada pahat untuk laju penembusan dan meluruskan rangkaian pipa permboran atau rangkaian drill string. 3.4.5



Heavy Weight Drill Pipe (HWDP) Merupakan salah satu jenis drill pipe yang memiliki fungsi khusus, yaitu



pemberi beban pada bit (WOB) dan sebagai penyeimbang drill string. Dalam pemboran horizontal penggunaan HWDP penting artinya sebagai pemberi WOB yang cukup menggantikan fungsi drill collar dan mendapatkan laju penembusan atau rate of penetration (ROP) yang baik. Penggunaan drill collar yang banyak akan menaikkan beban drag dan torsi pada drill string sehingga akan menghambat pemboran (misalnya terjepit, dll), maka penggunaan HWDP sangat berguna sebagai pengganti drill collar. 3.4.6



Drill Pipe Drill Pipe adalah pipa baja yang ukuran dan beratnya lebih ringan



dibandingkan dengan Drill Collar, drill pipe ini berfungsi untuk : a. Menghubungkan kelly dengan drill collar. b. Memperpanjang string untuk memungkinkan penembusan lebih dalam. c. Meneruskan tenaga putar dari rotary table ke pahat. d. Memungkinkan pahat bor dinaik-turunkan. e. Menjadi media untuk aliran fluida lumpur bor dari swivel ke pahat bor.



Analiis Lintasan Pemboran Berarah Lubang 12 1/4" pada Sumur "X" Lapangan "Z" di Jawa Timur Hiroshi Evan Mulyanizcha



28



3.4.7 Stabilizer Stabilizer berfungsi sebagai penjaga kesetimbangan drill string. Stabilizer dalam pemboran horizontal sangat penting, karena merupakan peralatan dalam BHA, dimana penempatan dan ukuran stabilizer sangat mempengaruhi kerja BHA. Disamping itu stabilizer dapat digunakan untuk merubah beban pada pahat bor (WOB). 3.4.8 Reamer Berfungsi untuk membuka atau memperbesar diameter lubang sumur agar sumur pemboran tidak menyempit serat menghaluskan dinding sumur bor, diletakkan di atas pahat bor setelah bit sub, regular reamer ditempatkan di bawah BHA. String reamer ditempatkan di bawah drill string untuk memperbesar diameter lubang sumur bagian atas pahat bor. Istilah reamer dan stabilizer kadang – kadang dapat ditukar karena alat ini mempunyai fungsi untuk mencapai tujuan yang sama, biasanya dipakai pada formasi keras dan abrasive. 3.4.9 Bent Sub Bent sub merupakan suatu alat pembelok berupa pipa sambungan yang memiliki sudut tertentu, yang terletak di atas motor dan turbine pada rotary assembly. Bent sub ini adalah alat yang digunakan dalam rangkaian peralatan BHA yang berfungsi untuk memberikan sudut pada lubang bor saat sedang dilakukan operasi pemboran pada suatu sumur.



Analiis Lintasan Pemboran Berarah Lubang 12 1/4" pada Sumur "X" Lapangan "Z" di Jawa Timur Hiroshi Evan Mulyanizcha



29



Susunan BHA umumnya terdiri dari : Bit, Reamer, Down Hole Motor, Drill Collar, Non Magnetic Drill Collar, Bent Sub, Heavy Weight Drill Pipe, dan Drilling Jar dengan pola susunan tertentu mengikuti prinsip fulcrum atau pendulum.



 Prinsip Fulcrum Prinsip ini menunjukkan penempatan stabilizer dekat dengan pahat akan memperkecil jarak titik tangensial dari pahat bor. Ketika ada pembebanan pada pahat bor sehingga memperbesar sudut kemiringan yang akan dihasilkan. Pengaturan jarak penempatan, jumlah dan ukuran stabilizer dapat dilakukan untuk mengatur laju pertambahan sudut disamping pembebanan pada pahat bor (WOB). Penggambaran efek Fulcrum dalam memperbesar sudut kemiringan lintasan lubang bor dapat dilihat lebih jelas dari gambar 3.11 di bawah ini.



Gambar 3.11 Prinsip Fulcrum11)



Analiis Lintasan Pemboran Berarah Lubang 12 1/4" pada Sumur "X" Lapangan "Z" di Jawa Timur Hiroshi Evan Mulyanizcha



30



 Prinsip Pendulum Prinsip Pendulum memperlihatkan bila jarak dari titik tangensial diperbesar dengan cara menempatkan stabilizer pada jarak yang lebih jauh dari pahat bor, maka akan menyebabkan gaya gravitasi cenderung menarik pahat bor ke arah sumbu vertikal lubang bor yang menyebabkan sudut kemiringan yang dihasilkan mengecil. Untuk lebih jelasnya prinsip Pendulum yang mengakibatkan mengecilnya sudut kemiringan dari lintasan dapat dilihat dari gambar 3.12 dibawah ini.



DROP ANGLE



Gambar 3.12 Prinsip Pendulum11)



 Prinsip Stabilisasi Prinsip Stabilisasi digunakan untuk mempertahankan sudut kemiringan lubang bor yang telah dicapai. Hal ini dapat dicapai dengan pola susunan BHA dengan



menempatkan



beberapa



stabilizer pada



rangkaian



BHA untuk



mengimbangi pembebanan dan titik tangensial. Perlu diperhatikan dalam pengontrolan sudut kemiringan adalah WOB, putaran pahat bor drill string serta



Analiis Lintasan Pemboran Berarah Lubang 12 1/4" pada Sumur "X" Lapangan "Z" di Jawa Timur Hiroshi Evan Mulyanizcha



31



hidrolika dari pahat bor. Putaran pahat bor dan drill string, serta hidrolika yang berlainan akan menimbulkan pembesaran lubang.



3.5



Peralatan Survey Pemboran Berarah Selama operasi pemboran berarah, setiap telah dicapai titik – titik



dikedalaman tertentu mengukur sudut kemiringan dan sudut arah lubang bor (melakukan survey). Dari pengukuran ini dapat diketahui penyimpangan sudut dari sasaran yang direncanakan sehingga dari setiap titik pengukuran ini dapat mengkoreksi penyimpangan bila arah dan kemiringan telah menyimpang dan mengarahkan kembali ke sasaran semula. Tujuan dilakukan survey pada directional drilling adalah : •



Untuk memonitor lintasan sumur sehingga dapat dibandingkan dengan lintasan yang direncanakan.







Untuk mencegah “collision “ dengan “ existing well “ di sekitarnya.







Untuk menentukan orientasi yang diperlukan untuk menempatkan alat pembelok ( deflection tools) pada arah yang tepat.







Untuk menentukan lokasi yang tepat dari dasar sumur ( koordinat dasar sumur).







Untuk menghitung dogleg serivity.



Peralatan yang digunakan terbagi dalam beberapa macam, yaitu : a.



Magnetic Single Shot



Analiis Lintasan Pemboran Berarah Lubang 12 1/4" pada Sumur "X" Lapangan "Z" di Jawa Timur Hiroshi Evan Mulyanizcha



32



Peralatan survey ini mencatat inklinasi sumur dan arah utara magnet dari lubang sumur. Prinsip alat ini adalah berupa pemotretan dimana sebuah kompas dan unit pencatat sudut yang berbentuk cakram dipotret bersama oleh sebuah kamera dan didapat penyimpangan. Alat ini tidak mengukur arah jika ditempatkan di dalam pipa baja atau casing. Biasanya peralatan ini ditempatkan pada Non Magnetic Drill Collar.



Gambar 3.13 Magnetic Single Shot11)



b.



Multishot Peralatan survey ini berguna untuk merekam sejumlah data inklinasi dan



arah azimuth lubang sumur pada berbagai kedalaman dalam beberapa kali pengukuran.



Analiis Lintasan Pemboran Berarah Lubang 12 1/4" pada Sumur "X" Lapangan "Z" di Jawa Timur Hiroshi Evan Mulyanizcha



33



Peralatan ini diturunkan dengan wireline dari permukaan dan pencatatan hasil surveinya diperoleh ketika pemakaian rangkaian pipa bor dicabut keluar dari lubang sumur.



Gambar 3.14 Multishot11) c.



MWD (Measurement While Drilling) Merupakan suatu teknik pencatatan variasi pengukuran dalam lubang bor



dan hasil pengukuran ditransmisikan ke permukaan dengan memanfaatkan sirkulasi lumpur saat pemboran berlangsung. Alat ini digunakan untuk mengontrol sudut kemiringan dan sudut arah, selain itu MWD juga berfungsi mendeteksi zona bertekanan tinggi, korelasi logging, memonitoring beban gaya serta torsi di pahat bor.



Analiis Lintasan Pemboran Berarah Lubang 12 1/4" pada Sumur "X" Lapangan "Z" di Jawa Timur Hiroshi Evan Mulyanizcha



34



d.



LWD (Logging While Drilling) Merupakan suatu peralatan yang diletakkan pada rangkaian di dekat pahat



bor, untuk mengukur data dari formasi yang akan dibor dan mengirimkannya ke permukaan secara langsung, ketika proses pemboran sedang berjalan. Prinsip kerja LWD sama dengan prinsip kerja dari alat wireline logging lainnya, yang menggunakan emisi sinar gamma untuk mengevaluasi formasi.



3.6



Metoda – Metoda Perhitungan Hasil Survey Pemboran Berarah Ada beberapa metoda yang dapat menentukan koordinat titik-titik survey



ini seperti yang tidak dijelaskan pada sub bab peralatan survey. Dalam menganalisa persoalan, semua metoda yang akan dijelaskan berdasarkan perhitungannya kepada pengukuran 3 besaran, yaitu kedalaman sumur ( MD ), perubahan sudut kemiringan ( I ), dan sudut arah (A) yang dicatat oleh alat-alat survey. 3.6.1 Metoda Tangential Prinsip dari metoda ini adalah menggunakan sudut inklinasi dan azimuth dari titik awal interval yang menghitung “ vertical depth”, “departure”, dan posisi. ∆ TVD = ∆ MD cos I 2 ..........................................................................(3.1) ∆H



= ∆ MD sin I 2 ...........................................................................(3.2)



∆E



= ∆ D sin A2 = ∆ MD sin I 2 sin A2 ...........................................(3.3)



∆N



= ∆ D cos A2 = ∆ MD sin I 2 cos A 2 .........................................(3.4)



Analiis Lintasan Pemboran Berarah Lubang 12 1/4" pada Sumur "X" Lapangan "Z" di Jawa Timur Hiroshi Evan Mulyanizcha



35



Dimana : ∆ MD = pertambahan measured depth, feet ∆ TVD = pertambahan TVD, feet ∆H



= pertambahan departure, feet



∆N



= pertambahan koordinat arah Utara, deg



∆E



= pertambahan koordinat arah Timur, deg



3.6.2 Metoda Balanced Tangential Metoda ini membagi dua interval dimana untuk bagian atas digunakan sudut inklinasi dan azimuth pada titik awal interval dan untuk bagian bawah digunakan sudut inklinasi dan azimuth pada titik akhir interval. Prinsip dari metoda ini ditunjukkan pada gambar 3.15 berikut ini.



Gambar 3.15 Balanced Tangential Method : (a) Vertical Section (b) Plan View11)



Analiis Lintasan Pemboran Berarah Lubang 12 1/4" pada Sumur "X" Lapangan "Z" di Jawa Timur Hiroshi Evan Mulyanizcha



36



Dimana : A



= Azimuth, deg



H



= Horizontal Departure, feet



I



= Inclination, deg



MD = Measured Depth, feet TVD = True Vertical Depth, feet



 ∆MD  ∆H 1 =   sin I 1 .......................................................................................(3.5)  2   ∆MD  ∆H 2 =   sin I 2 ......................................................................................(3.6)  2  ∆H = ∆H 1 + ∆H 2 =



∆MD (sin I 1 + sin I 2 ) .....................................(3.7) 2



 ∆MD  ∆TVD1 =   cos I 1 ..................................................................................(3.8)  2   ∆MD  ∆TVD 1 2 =   cos I 2 ...............................................................................(3.9)  2  ∆TVD = ∆TVD1 + ∆TVD2 =



∆MD cos I 1 + cos I 2 2



∆N = ∆N 1 + ∆N 2 = ∆H cos A1 + ∆H cos A2 =



(



)



............................(3.10)



∆MD (sin I1 cos A1 + sin I 2 cos A2 ) 2 ............(3.11)



∆E = ∆E1 + ∆E 2 = (∆H 1 sin A1 + ∆H 2 sin A2 ) =



∆MD (sin I1 sin A1 + sin I 2 sin A2 ) 2 ............(3.12)



Analiis Lintasan Pemboran Berarah Lubang 12 1/4" pada Sumur "X" Lapangan "Z" di Jawa Timur Hiroshi Evan Mulyanizcha



37



3.6.3 Metoda Angle Averaging Prinsip dari metoda ini adalah menggunakan rata-rata dari sudut inklinasi dan sudut azimuth dalam menghitung “ vertical depth”, “ departure”, dan posisi. Perhitungan dengan metoda ini hampir sama dengan metoda tangential.  I + I2  ∆H = ∆MD sin  1  ...............................................................................(3.13)  2   I + I2  ∆TVD = ∆MD cos 1  ..........................................................................(3.14)  2   I + I 2   A1 + A2  ∆E = ∆MD sin  1  .........................................................(3.15)  sin   2   2   I + I 2   A1 + A2  ∆N = ∆MD sin  1  ........................................................(3.16)  cos  2   2  3.6.4 Metoda Radius of Curvature Metoda ini menganggap bahwa lintasan yang melalui dua stasion berbentuk kurva yang mempunyai radius of curvature tertentu, dengan prinsip pada gambar 3.16 di bawah ini.



Gambar 3.16 Metoda Radius of Curvature



Analiis Lintasan Pemboran Berarah Lubang 12 1/4" pada Sumur "X" Lapangan "Z" di Jawa Timur Hiroshi Evan Mulyanizcha



38



Dimana : H



= Horizontal Departure, feet



I



= Inclination, deg



MD = Measured Depth, feet R



= Radius, feet



TVD = True Vertical Depth, feet



∆TVD =



360∆MD (cos I 1 − cos I 2 ) 2Π (I 2 − I 1 )



..........................................................(3.17)



∆H =



360∆MD (cos I 1 − cos I 2 ) ................................................................(3.18) 2Π (I 2 − I 1 )



∆N =



360 2 ∆MD(cos I 1 − cos I 2 )(sin A2 − sin A1 ) .........................................(3.19) 4Π 2 ( A2 − A1 ) (I 2 − I 1 )



∆E =



360 2 ∆MD(cos I 1 − cos I 2 )(cos A1 − cos A2 ) .........................................(3.20) 4Π 2 ( A2 − A1 )(I 2 − I 1 )



3.6.5 Metoda Minimum of Curvature Persamaan metoda minimum of curvature hampir sama dengan persamaan metoda balanced tangential, kecuali data survey dikalikan dengan faktor RF ( Ratio Factor ).  2   2  tan RF =     DL   DL  radian



...................................................................(3.21)



Dimana : DL = Dogleg angle



Analiis Lintasan Pemboran Berarah Lubang 12 1/4" pada Sumur "X" Lapangan "Z" di Jawa Timur Hiroshi Evan Mulyanizcha



39



cos DL = cos(I 2 − I 1 ) − sin I 1 sin I 2 (1 − cos( A2 − A1 )) ............................(3.22) Atau, Dogleg (˚/100 ft)



=



∆I ∆MD .................................................(3.23)



Penambahan kedalaman vertikal pada setiap penambahan panjang lintasan, ∆TVD ∆TVD =



∆MD (cos I 1 + cos I 2 )RF 2



........................................................(3.24)



Penambahan jarak penyimpangan arah horizontal, ∆H ( horizontal departure ) ∆HD =



∆MD (sin I1 + sin I 2 )RF 2



Measured Depth (ft) =



........................................................(3.25)



InklinasiB − InklinasiA BUR



.........................................(3.26)



V sec = cos ( Azimuth b – Azimuth a) x Closure Distance ..................(3.27) Dimana, Closure distance =



N 2 + E2



.......................................................(3.28)



Penambahan arah koordinat Utara (∆N) dan koordinat Timur (∆E) ∆N =



∆MD (sin I 1 cos A1 + sin I 2 cos A2 )RF ..........................................(3.29) 2



∆E =



∆MD (sin I 1 sin A1 + sin I 2 sin A2 )RF 2



...........................................(3.30)



Analiis Lintasan Pemboran Berarah Lubang 12 1/4" pada Sumur "X" Lapangan "Z" di Jawa Timur Hiroshi Evan Mulyanizcha