13 0 817 KB
BAB 3 TERMODINAMIKA KIMIA
BAB 3 TERMODINAMIKA KIMIA Deskripsi Singkat Termodinamika memusatkan perhatian pada energi dan transformasinya.Hukumhukum termodinamika merupakan batasan-batasan umum yang diberikan alam pada transformasi itu. Pada Bab 3 akan dibahas entropi dan perubahannya, perhitungan energi reaksi termokimia, penentuan kespontanan reaksi, energi bebas Gibbs dan perubahannya, serta penentuan arah reaksi kimia yang berlangsung.
Kompetensi Dasar Setelah mempelajari Bab 3 diharapkan mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan istilah-istilah dalam Hukum II dan III Termodinamika, menentukan spontan atau tidaknya suatu reaksi kimia berlangsung, dan menentukan arah dari suatu reaksi kimia secara termodinamika.
Indikator 1.
Menjelaskan tentang Hukum II Termodinamika meliputi entropi dan perubahannya, perhitungan energi pada reaksi termokimia dengan menggunakan data đ„đ»đđ , ÎS, dan atau energi ikatan, serta menerapkan ÎS° pada penentuan berlangsung atau tidaknya (kespontanan) suatu reaksi kimia.
2.
Menjelaskan tentang Hukum III Termodinamika meliputi energi bebas Gibbs dan perubahannya, penentuan perubahan energi bebas suatu reaksi kimia dengan menggunakan data ÎGfo , serta menerapkan ÎG° pada penentuan arah suatu reaksi kimia.
3.1 Hukum II Termodinamika Banyak
peristiwa alam yang terjadi di sekitar kita tidak cukup untuk dijelaskan
dengan Hukum I Termodinamika dimana kekekalan energi merupakan faktor penentunya. Rumusan hukum tersebut tidak memberikan penjelasan mengenai arah dari dapat atau tidaknya suatu proses dapat terjadi yang disebut derajat kespontanan. Pada tahun 1850, Rudolf
Clausius seorang professor Jerman menemukan sifat
keadaan berkaitan dengan peristiwa perubahan spontan.Clausius menyebutkan, suatu besaran yaitu entropi, yang dalam bahasa Yunani berarti âmemberi arahâ.Pada saat itu telah disadari bahwa entropi (S), merupakan ukuran derajat ketidakteraturan. 49
BAB 3 TERMODINAMIKA KIMIA
Esensi dari Hukum II Termodinamika adalah mendefenisikan sifat baru, entropi yang merupakan fungsi keadaan.Nilai entropi maksimum dicapai pada kondisi kesetimbangan untuk sistem terisolasi. Apabila di dalam sistem terisolasi proses spontan terjadi, maka sejumlah kalor (dQrev)dipindahkan ke dalam sistem secara reversibel (perubahan yang sangat lambat jalannya) pada temperatur T. Entopi yang timbul akibat proses pada sistem didefinisikan sebagai: âđ =
đđđđđŁ đ
(3.1)
Hubungan antara entropi dan reaksi spontan dapat dijelaskan dengan Hukum II Termodinamika: âEntropi semesta meningkat di dalam proses spontan dan tetap tidak berubah di dalam proses kesetimbanganâ. Oleh karena semesta terdiri dari sistem dan lingkungan, perubahan entropi di semesta (ÎSuniv) adalah penjumlahan perubahan entropi di sistem (ÎSsys) dan di lingkungan (ÎSsurr). Secara matematika, Hukum II Termodinamika dapat ditulis sebagai: : ÎSuniv = ÎSsys + ÎSsurr > 0
(3.2)
Proses kesetimbangan : ÎSuniv = ÎSsys + ÎSsurr = 0
(3.3)
Proses spontan
Pada proses spontan hukum ini mengatakan bahwa ÎSuniv harus lebih besar dari nol, tetapi tidak ada batasan pada ÎSsys atau ÎSsurr. Sehingga memungkinkan ÎSsys atau ÎSsurr dapat bernilai negatif, sepanjang hasil penjumlahan keduanya lebih besar dari nol. Pada proses kesetimbangan, ÎSuniv adalah nol. Dalam hal ini ÎSsys atau ÎSsurr harus sama besar, akan tetapi berlawanan tanda. Bagaimana jika dalam beberapa proses ditemukan ÎSuniv bernilai negatif? Apa artinya bahwa proses ini tidaklah spontan dengan arah yang dijelaskan? Bukan, proses ini spontan dengan arah yang berlawanan.
3.1.1 Perubahan Entropi Sistem (ÎSsys) Untuk menghitung ÎSuniv, harus diketahui nilai dari ÎSsys dan ÎSsurr. Pada bagian iniakan lebih fokus pada ÎSsys. Dianggap bahwa sistem ini diwakili oleh reaksi berikut: aA + bB âcC + dD Pada reaksi diatas, perubahan entropi standar (ÎS°) dapat dihitung dengan: o ÎSrx = [đS°(C) + đS°(D)] â [đS°(A) + bS°(B)]
(3.4)
Atau secara umum dengan menggunakan simbol â yang menyatakan penjumlahan dan menggunakan m dan n untuk koefisien stoikiometrireaksi tersebut. o ÎSrx = ânS°(produk) â âmS°(pereaksi)
(3.5)
50
BAB 3 TERMODINAMIKA KIMIA
Contoh 3.1 Dari data nilai entropi standar pada tabel dibawah ini: No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Senyawa CaCO3 CaO CO2 N2 H2 NH3 Cl2 HCl
Entropi Standar(S°) J/K.mol 92,9 39,8 213,6 192,0 131,0 193,0 223,0 187,0
Hitunglah perubahan entropi standar untuk reaksi berikut pada 25°C! a. CaCO3(s) â CaO(s) + CO2(g) b. N2(g) + 3H2(g) â 2NH3(g) c. H2(g) + Cl2(g) â 2HCl(g)
Jawaban o a. ÎSrx = [S°(CaO) + S°(CO2 )] â [S°(CaCO3 )] o ÎSrx = [(1 mol)(39,8 J/K. mol) + (1 mol)(213,6 J/K. mol)] â [(1 mol)(92,9 J/K. mol)] o ÎSrx = 160,5 J/K
Dengan demikian, ketika 1 mol CaCO3 terurai membentuk 1 mol CaO dan 1 mol gas CO2, ada peningkatan entropi sebesar 160,5 J/K. o b. ÎSrx = [2S°(NH3 )] â [S°(N2 ) + S°(H2 )] o ÎSrx = [(2 mol)(193 J/K. mol)] â [(1 mol)(192 J/K. mol) + (3 mol)(131 J/K. mol)] o ÎSrx = â199 J/K
Hasil ini menunjukkan bahwa ketika 1 mol gas N2 bereaksi dengan 3 mol gas H2 untuk membentuk 2 mol gas NH3, ada penurunan dalam entropi sebesar-199 J/K. o c. ÎSrx = [2S°(HCl)] â [S°(H2 ) + S°(Cl2 )] o ÎSrx = [(2 mol)(187 J/K. mol)] â [(1 mol)(131 J/K. mol) + (1 mol)(223 J/K. mol)] o ÎSrx = 20 J/K
Dengan demikian, pembentukan 2 mol gas HCl dari 1 mol gas H2 dan 1 mol gas Cl2 menghasilkan sedikit peningkatan entropi sebesar 20 J/K.
51
BAB 3 TERMODINAMIKA KIMIA
3.1.2 Perubahan Entropi Linkungan (ÎSsurr) Ketika suatu proses eksotermik terjadi di dalam sistem, sejumlah panas dipindahkan ke lingkungan dan meningkatkan berbagai gerak molekul.Akibatnya, ada peningkaan ketidakteraturanpada tingkat molekuler dan entropi lingkungan juga meningkat.Sebaliknya, suatu proses endotermikdi dalam sistem menyerap panas dari lingkungan dan menurunkan entropi lingkungan yang dikarenakan gerak molekul menjadi kurang energetik. Pada proses tekanan tetap perubahan panas sama dengan perubahan entalpi sistem, ÎHsys. Perubahan entropi lingkungan, ÎSsurr, sebanding dengan ÎHsys. ÎSsurrα âÎHsys Tanda negatif diperlukan karena jika proses berlangsung secara eksotermik, ÎHsys bernilai negatif dan ÎSsurrbernilai positif yang sesuai dengan peningkatan entropi. Sementara itu, pada proses endotermik ÎHsys adalah positif dan tanda negatif memastikan bahwa entropi lingkungan mengalami penurunan. Perubahan entropi untuk sejumlah panas juga bergantung pada suhu.Jika lingkungan berada pada suhu yang tinggi, berbagai jenis gerakan molekul sudah cukup energetik. Oleh karena itu, absorpsi panas dari suatu proses eksotermik di dalam sistem secara relatif akan memiliki sedikit dampak pada pergerakan molekuler dan hasil peningkatan entropi akan kecil. Namun, jika suhu lingkungan rendah, kemudian penambahan sejumlah panas yang sama akan menyebabkan peningkatan drastis dalam pergerakan molekuler dan terjadi peningkatan entropi yang lebih besar. Dari hubungan invers antara ÎSsurr dan suhu T (dalam K), yaitu, suhu tinggi, semakin kecil ÎSsurr dan sebaliknya, kita dapat menulis ulang hubungan di atas sebagai:
ÎSsurr =
âÎHsys T
(3.6)
Contoh 3.2 Hitung berapa besar perubahan entropi untuk evaporasi (penguapan) satu gram air pada titik didihnya! Diketahui kalor penguapan air adalah 2,26 kJ/g. Jawaban âÎHsys T 2260 J/g = 373 K
ÎSsurr = ÎSsurr
ÎSsurr = 6,06 J/g. K 52
BAB 3 TERMODINAMIKA KIMIA
Contoh 3.3 Pada sintesis amoniak berdasarkan reaksi berikut: N2(g) + 3H2(g) â 2NH3(g)
ÎH = â92,6 kJ
Tentukan apakah reaksi tersebut berlangsung spontan pada 25 °C! Jawaban âÎHsys T â(â92,6 x 1000)J = 298 K
ÎSsurr = ÎSsurr
ÎSsurr = 311 J/K Maka, perubahan entropi semesta (ÎSuniv)adalah ÎSuniv = ÎSsys + ÎSsurr ÎSuniv = â199 J/K + 311 J/K ÎSuniv = 112 J/K Karena ÎSuniv bernilai positif, dapat dinyatakan bahwa reaksi berlangsung spontan pada 25°C. Penting untuk diingat bahwa hanya karena reaksi berlangsung spontan bukan berarti itu akan terjadi pada laju observasi. Pada kenyataannya, sintesis amoniak terjadi sangat lambat pada suhu ruang. Termodinamika dapat menerangkan apakah reaksi akan terjadi secara spontan di bawah kondisi spesifik, tetapi tidak dapat menerangkan seberapa cepat reaksi tersebut berlangsung.
3.2 Hukum III Termodinamika Pada sub bab sebelumnya telah diketahui hubungan entropi terhadap ketidakteraturan molekuler. Semakin besar ketidakteraturan atau kebebasan gerak atom atau molekul dalam suatu sistem, semakin besar pula entropi sistem.Pengaturan yang paling disukai atau diinginkan dari suatu zat setidaknya dengan kebebasan gerak atomik atau molekuler adalah zat dengan tingkat kristalinitas sempurna pada nol mutlak (0 K).Oleh karena itu, entropi terendah suatu zat dapat dicapai dari kristal sempurna pada nol mutlak. Berdasarkan Hukum III termodinamika, entropi suatu zat dengan kristalinitas sempurna adalah nol pada suhu nol mutlak.Peningkatan suhu menyebabkan kebebasan gerak suatu atom atau molekul juga meningkat, sehingga entropi suatu zat pada suhu diatas 0 K adalah lebih besar dari nol. Sebagai catatan bahwa jika kristal tidak murni atau jika memiliki cacat, maka entropi lebih besar dari nol pada 0 K karena kristal tersebut tidak sepenuhnya diinginkan. 53
BAB 3 TERMODINAMIKA KIMIA
Hukum III Termodinamika memungkinkan penentuan entropi mutlak suatu zat. Entropi zat kristal murni adalah nol pada nol mutlak, maka dapat diukur peningkatan entropi suatu zat ketika dipanaskan pada 25°C. Perubahan entropi (ÎS) dapat diketahui dengan persamaan ÎS = Sf â Si dengan Si adalah nol. Entropi zat pada 25°C kemudian menjadi ÎS atau Sf yang disebut entropi mutlak karena ini adalah nilai yang sebenarnya bukan nilai turunan menggunakan beberapa referensi yang berubah-ubah. Sehingga, nilai-nilai entropi yang dikutip sejauh ini adalah entropi mutlak.Sebaliknya, energi atau entalpi mutlak suatu zat tidak dapat dihitung karena energi atau entalpi nol tidak terdefenisikan.
3.2.1 Energi Bebas Gibbs (G) Hukum II Termodinamika mengatakan bahwa suatu reaksi dapat berlangsung spontan harus menyebabkan terjadinya peningkatan entropi semesta (ÎSuniv> 0).Untuk menentukan tanda dari ÎSunivsuatu reaksi, harus dihitung nilai dari ÎSsys dan ÎSsurr. Perhitungan ÎSsurr seringkali cukup sulit, tergantung pada fungsi termodinamika lain untuk membantu menentukan apakah reaksi akan terjadi secara spontan jika hanya mempertimbangkan sistem itu sendiri. Dari persamaan (3.2) diketahui bahwa pada reaksi spontan, diperoleh: ÎSuniv = ÎSsys + ÎSsurr > 0 Dengan mensubstitusikan âÎH/T ke ÎSsurr, diperoleh: ÎSuniv = ÎSsys â
ÎHsys > 0 T
Kedua sisi persamaan selanjutnya dikalikan dengan T, diperoleh: TÎSuniv = âÎHsys + TÎSsys > 0 Reaksi spontan hanya dinyatakan dalam rentang sifat dari sistem (ÎHsys dan ÎSsys) dan tanpa perlu memperhitungkan lingkungan.Untuk mengatur ulang persamaan di atas menjadi bentuk yang lebih baik, seluruh persamaan dikalikan dengan -1,sehingga tanda >diganti dengan 0
Reaksi tidak spontan.Reaksi spontan dengan arah sebaliknya
ÎG = 0
Sistem berada pada kesetimbangan
Energi bebas dalam konteks ini yakni energi yang tersedia untuk melakukan kerja. Dengan demikian, jika reaksi tertentu disertai dengan pelepasan energi yang dapat digunakan, fakta ini menjamin bahwa hal itu harus spontan, dan tidak perlu khawatir tentang apa yang terjadi terhadap seluruh semesta.
3.2.3 Perubahan Energi Bebas Standar Reaksi yang dilakukan pada kondisi keadaan standar, yaitu, reaktan pada keadaan standarnya dikonversi menjadi produk pada keadaan standarnya, maka perubahan energi bebas disebut perubahan energi bebas standar, ÎG°. Untuk menghitung ÎG° dimulai dengan persamaan: aA + bB âcC + dD perubahan energi bebas standar untuk reaksi ini dapat diperoleh dengan: o ÎGđđ„ = [đÎGfo (C) + đÎGfo (D)] â [đÎGfo (A) + đÎGfo (B)]
atau secara umum, o ÎGrx = ânÎGfo (produk) â âmÎGfo (pereaksi)
(3.9)
55
BAB 3 TERMODINAMIKA KIMIA
Dimanam dan n adalah koefisien stoikiometri.Sedangkan, đ«đđđš adalah energi bebas pembentukan standar, perubahan energi bebas yang terjadi ketika 1 mol senyawa disintesis dari tiap unsur pada keadaan standarnya. Untuk pembakaran grafit: C(grafit) + O2(g)â CO2(g) perubahan energi bebas standar adalah: o ÎGrx = ÎGfo (CO2) â[ÎGfo (C, grafit) + ÎGfo (O2)]
Seperti dalam kasus entalpi pembentukan standar, didefinisikan energi bebas pembentukan standar dari setiap unsur dalam bentuk stabil sebagai nol. Dengan demikian, ÎGfo (C, grafit) = 0
danÎGfo (O2)] = 0
Oleh karena itu, perubahan energi bebas standar untuk reaksi dalam kasus ini secara numeriksama dengan energi bebas pembentukan standar CO2. o ÎGrx = ÎGfo (CO2)
ÎG° dalam kJ dan ÎGfo dalam kJ/mol.
Contoh 3.4 Hitung perubahan energi bebas standar untuk reaksi berikut pada suhu 25°C. (ÎGfo (CH4) = â50,8 kJ/mol; ÎGfo (CO2) = â394,4 kJ/mol; ÎGfo (H2O) = â237,2 kJ/mol; ÎGfo (MgO) = â569,6 kJ/mol) a. CH4(g) + 2O2(g) â CO2(g) + 2H2O(l) b. 2MgO(s) â 2Mg(s) + O2(g) Jawaban o = [ÎGo (CO ) + 2ÎGo (H O)]â [ÎGo (CH ) + 2ÎGo (O )] a. ÎGrx 2 2 4 2 f f f f o = [(1 mol )(â394,4 kJ/mol) + (2 mol)(â237,2 kJ/mol)] â [(1 mol)(â50,8 kJ/mol) + (2 mol)(0 kJ/mol)] ÎGrx o = â818 kJ ÎGrx o = [2ÎGo (Mg) + ÎGo (O )]â [2ÎGo (MgO)] b. ÎGrx 2 f f f o = [(2 mol )(0 kJ/mol) + (1 mol)(0 kJ/mol)] â [(2 mol)(â569,6 kJ/mol)] ÎGrx o ÎGrx = 1139 kJ
Aplikasi Persamaan (3.8) Dalam rangka prediksi tanda dari ÎG berdasarkan persamaan (3.8) harus diketahui ÎH dan ÎS.ÎH negatif (reaksi eksotermik) dan ÎS (reaksi yang menyebabkan peningkatan ketidakteraturan di dalam sistem) cenderung membuat ÎG bernilai negatif, meskipun suhu mungkin mempengaruhi arah dari reaksi spontan. Empat kemungkinan akibat dari hubungan ini adalah: 56
BAB 3 TERMODINAMIKA KIMIA
1 Jika ÎH dan ÎS positif, ÎG kemudian akan bernilai negatif hanya jika TÎS lebih besar dari ÎH. Kondisi ini dapat ditemukan ketika suhu tinggi. 2 Jika ÎH positif dan ÎS negatif, ÎG akan selalu bernilai positif, tanpa memperhatikan suhu. 3 Jika ÎH negatif dan ÎS positif, ÎG akan selalu bernilai negatif, tanpa memperhatikan suhu. 4 Jika ÎH negatif dan ÎS negatif, ÎG kemudian akan bernilai negatif hanya jikaTÎS lebih kecil dari ÎH. Kondisi ini dapat ditemukan ketika suhu rendah.
Contoh 3.5 Panas molar peleburan dan penguapan bensena masing-masing 10,9 kJ/mol dan 31 kJ/mol. Hitung perubahan entropi untuk transisi padat â cair dan cair â gas untuk benzena! Pada tekanan 1 atm, benzena melebur pada 5,5°C dan mendidih pada 80,1°C. Jawaban Pada titik lebur sistem berada pada kesetimbangan. Oleh karena itu, ÎG = 0 dan entropi peleburan diperoleh dengan: 0 = ÎHlebur â Tlebur ÎSlebur ÎSlebur =
ÎHlebur Tlebur
ÎSlebur =
(10,9 kJ/mol)(1000 J/1 kJ) (5,5 + 273) K
ÎSlebur = 39, 1 J/K. mol Sama halnya, pada titik didih ÎG = 0, sehingga diperoleh: ÎSuap =
ÎHuap Tuap
ÎSuap =
(31 kJ/mol)(1000 J/1 kJ) (80,1 + 273) K
ÎSuap = 87,8 J/K. mol
3.2.4 Energi Bebas dan Kesetimbangan Kimia Di bagian ini akan dilihat lebih dekat perbedaan antara ÎG dan ÎG° dan hubungan antara perubahan energi bebas dan konstanta kesetimbangan.Persamaan untuk masing-masing perubahan energi bebas dan perubahan energi bebas standar: ÎG = ÎH â TÎS ÎG° = ÎH° â TÎS° 57
BAB 3 TERMODINAMIKA KIMIA
Penting untuk memahami kondisi dimana persamaan ini berlaku dan jenis informasi yang dapat diperoleh dari ÎG dan ÎG°.Sebagai ilustrasi dengan reaksi berikut: pereaksiâ produk Perubahan energi bebas standar untuk reaksi ini diperoleh dengan ÎG° = ÎG°(produk) â ÎG°(pereaksi) Besaran ÎG° mewakili perubahan ketika pereaksi pada keadaan standarnya dikonversi menjadi produk pada keadaan standarnya.Pada Contoh 3.4 telah diketahui bagaimana ÎG° untuk reaksi dihitung dari energi bebas pembentukan standar pereaksi dan produk yang telah diketahui.Misalkan reaksi dimulai dalam larutan dengan semua pereaksi berada pada keadaan standarnya (semua dengan konsentrasi 1 M).Segerasetelah reaksi dimulai, kondisi keadaan standar tidak ada lagi untuk reaktan atau produk karena tidak tetap pada konsentrasi 1 M. Pada kondisi bukan keadaan standar, harus menggunakan ÎG daripada ÎG° untuk memprediksi arah reaksi. Hubungan antara ÎG dan ÎG° adalah ÎG = ÎG° + RT ln Q
(3.10)
Dimana R adalah konstanta gas (8,314 J/K.mol), T suhu mutlak reaksi, dan Q hasil bagi reaksi. ÎG bergantung pada dua besaran: ÎG° dan RT ln Q. Untuk reaksi yang berlangsung pada suhu T nilai ÎG° adalah pasti tetapi RT ln Q tidak, karena Q bervariasi sesuai dengan komposisi campuran reaksi. Pertimbangkan dua kasus khusus berikut: Kasus 1 : Jika ÎG° bernilai negatif yang besar, nilai RT ln Q tidak akan menjadi cukup positif untuk sesuai dengan ÎG° sampai pembentukan produk yang signifikan terjadi. Kasus 2 : Jika ÎG° bernilai positif yang besar, nilai RT ln Q akan lebih negatif daripada ÎG° yang hanya positif sepanjang pembentukan produk sangat sedikit terjadi dan konsentrasi pereaksi relatif tinggi terhadap produk. Pada kesetimbangan menurut defenisi, ÎG = 0 dan Q = K, dimana K adalah konstanta kesetimbangan. Dengan demikian: 0 = ÎG° + RT ln K atau ÎG° = âRT ln K
(3.11)
Persamaan ini adalah salah satu persamaan termodinamika yang paling penting karena berkaitan dengan konstanta kesetimbangan reaksi terhadap perubahan energi bebas standar.Dengan mengetahui nilai K, kita dapat menghitung ÎG° dan sebaliknya. Untuk reaksi yang memiliki konstanta kesetimbangan sangat besar atau sangat kecil, secara umum sangat sulit.Pengukuran nilai K dilakukan dengan melihat konsentrasi dari 58
BAB 3 TERMODINAMIKA KIMIA
semua spesi yang bereaksi. Sebagai contoh pembentukan nitrogen oksida dari molekul nitrogen dan oksigen: N2(g) + O2(g)â 2 NO(g) Pada 25°C, konstanta kesetimbangan Kc adalah: Kc =
[NO]2 = 4 đ„ 10â31 [N2 ][O2 ]
Nilai Kc yang sangat kecil berarti bahwa konsentrasi NO pada kesetimbangan akan sangat rendah. Dalam kasus ini konstanta kesetimbangan lebih mudah diperoleh dari ÎG° reaksi (sama seperti ÎG° dapat dihitung dari nilai ÎH° dan ÎS°). Disisi lain, konstanta kesetimbangan untuk pembentukan hidrogen iodida dari molekul hidrogen dan iodin dekat ke satu pada suhu ruang.
Contoh 3.6 Hitung konstanta kesetimbangan (Kp) untuk reaksi berikut pada 25°C: (ÎGfo (H2O) = -237,2 kJ/mol) Jawaban o ÎGrx = [2ÎGfo (H2) + ÎGfo (O2)] â [2ÎGfo (H2O)] o ÎGrx = [(2 mol )(0 kJ/mol) + (1 mol)(0 kJ/mol)] â [(2 mol)(â237,2 kJ/mol)] o ÎGrx = 474,4 kJ
Dengan menggunakan persamaan (11), o ÎGrx = âRT ln K p
474,4 kJ x
1000 J = â(8,314 J/K. mol)(298 K) ln K p 1 kJ
ln K p = â191,5 K p = eâ191,5 K p = 7 x 10â84
59
BAB 3 TERMODINAMIKA KIMIA
LEMBAR KERJA MAHASISWA Kerjakan soal-soal dalam kotak berikut ini dengan tepat! 1. Jelaskan 3 prinsip yang dibahas dalam termodinamika! Jawab:
2. Sikloheksana (C6H12) memiliki kalor penguapan 360 J/g pada titik didih 80,7 °C. Berapakah perubahan entropi untuk tiap mol penguapan sikloheksana? Jawab:
60
BAB 3 TERMODINAMIKA KIMIA
3. Berapakah nilai ÎG° pada 298 K untuk reaksi: C(s) + CO2(g)â 2CO(g) Apakah reaksi tersebut akan berjalan secara spontan ke arah pembentukan CO pada suhu 298 K? (ÎGfo (CO) = 137,28 kJ/mol; ÎGfo (CO2) = -394,4 kJ/mol) Jawab:
61
BAB 3 TERMODINAMIKA KIMIA
1. Hitung perubahan entropi standar untuk reaksi berikut pada 25°C! a. 2CO(g) + O2(g)â 2CO2(g) b. 3O2(g)â 2O3(g) c. 2NaHCO3(s)â Na2CO3(s) + H2O(l) + CO2(g) 2. Satu gram es 0°C dimasukkan ke dalam 4 gram air 10°C. Bila diketahui kalor spesifik air 1 kal/g dan kalor lebur es 80 kal/g. Apakah proses peleburan es merupakan peristiwa spontan? 3. Hitung perubahan energi bebas standar untuk reaksi berikut pada 25°C! a. H2(g) + Br2(g)â 2HBr(g) b. 2C2H6(g) + 7O2(g)â 4CO2(g) + 6H2O(l) 4. Kalor pembentukan molar standar dari peroksida pada 298 K adalah -3059 kJ/mol. Perubahan energi bebas molar standar (ÎG°) untuk disosiasi peroksida pada suhu 298 K diberikan di bawah ini. Berapakah nilai ÎS° untuk reaksi ini? 2Ag2O(s)â 4Ag(s) + O2(g)
ÎG° = +22,43 kJ/mol
5. Panas molar peleburan dan penguapan argon adalah 1,3 kJ/mol dan 6,3 kJ/mol. Titik lebur dan titik didih argon adalah â190°C dan â186°C. Hitung perubahan entropi untuk peleburan dan penguapan argon tersebut!
62