Bab Ii Dasar Teori [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II DASAR TEORI



2.1. Pengertian Dasar Proses Pemesinan Proses pemesinan adalah suatu proses yang digunakan untuk mengubah bentuk suatu produk dari logam menjadi suatu benda kerja dengan cara pemotongan atau perautan. Pada proses pemotongan logam dalam hal ini proses pemesinan terjadi gerak relatif dari pahat atau mata potong terhadap benda kerja yang akan menghasilkan gram dan permukaan-permukaan benda kerja secara bertahap akan membentuk komponen yang dikehendaki. Dimana pada proses pemotongan tersebut pahat atau mata potong dipasang pada suatu mesin perkakas (tergantung pada proses dan mesin yang digunakan). Dan untuk sementara, dapat kita klasifikasikan dua jenis pahat atau mata potong yaitu pahat bermata potong tunggal dan pahat bermata potong jamak. Gerak relatif pahat terhadap benda kerja dapat kita pisahkan menjadi d ja komponen, yaitu gerak potong (cutting movement) dan gerak makan, maka proses pemesinan dikelompokkan menjadi 7 (tujuh) macam proses yang berlainan yaitu: I Proses Membubut Proses Menggurdi 3. Proses Mengefrais



(Turning) (Drilling) (Milling)



4 Proses Menggerinda Rata



(Surface Grinding)



5. Proses Menggerinda Silinder



(Cylindrical Grinding)



6. Proses Menyekrap



(Shaping)



Proses Menggergaji dan Memarut (Sawing and Broaching)



2.2. Elemen Dasar Proses Pemesinan Berdasarkan gambar teknik, dimana dinyatakan spesifikasi geometry suatu produk komponen mesin. Salah satu atau beberapa jenis proses pemesinan harus dipilih sebagai suatu proses atau suatu urutan proses yang digunakan untuk membuatnya. Bagi tingkatan proses, ukuran obyek ditentukan dan pahat harus membuang sebagian material dan benda kerja atau yang sering disebut geram sampai dengan ukuran obyektif tadi. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara menentukan penampang geram (sebelum terpotong). Selain itu, setelah berbagai aspek teknologi ditinjau dari kecepatan pemotongan geram dapat dipilih supaya waktu pemotongan sesuai dengan yang dikehendaki, pekerjaan ini seperti akan timbul dalam setiap perencanaan proses pemesinan yaitu: 1. Kecepatan potong



(cutting speed)



: v (m/min)



2. Kecepatan pemakanan



(feeding speed)



: ^/(mm/min)



3 Kedalaman potong



(depth of cut)



: a (mm)



4. Waktu pemotongan



(cutting time)



: tc (min)



5 Kecepatan penghasilan geram (rate of metal removal) : Z (cm3/min) Elemen proses pemesinan tersebut dapat dihitung berdasarkan nensi benda kerja, pahat serta besaran dari mesin perkakas yang digunakan. Untuk besaran dari mesin perkakas diatur tergantung dari jenis perkakasnya. Oleh karena itu rumus yang dipakai untuk menghitung setiap elemen proses pemesinan dapat berlainan. Setiap proses yang ditinjau akan diperkenalkan dua sudut pahat yang penting yaitu sudut potong utama principal cutting edge angel) dan sudut geram (rake angel). Kedua sudut tersebut akan mempengaruhi antara lain penampang geram, gaya pemotongan, serta umur pahat. Dengan memperhatikan kedua sudut tersebut dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya semua proses pemesinan itu serupa.



2.3. Proses Membubut (Turning) Benda kerja dipegang oleh pencekam yang dipasang pada ujung poros utama (spindel) lihat gambar 2.1. dengan mengatur lengan pengatur yang terdapat pada sisi muka kepala diam, putaran poros utama (n) dapat dipilih Harga putaran poros utama umumnya dibuat bertingkat, dengan aturan yangtelah distandarkan, misalnya: 630; 710; 800; 1000; 1220; 1400; 1600; 1800; dan 2000 rpm. Untuk mesin bubut dengan putaran motor variabel, kecepatan putaran poros utama tidak lagi bertingkat melainkan bersinambungan (continue). Pahat dipasangkan pada kedudukan pahat dan kedalaman potong ( a ) diatur dengan menggeserkan peluncur silang melalui roda pemutar (skala pada pemutar menunjukkan selisih harga diameter, uengan demikian kedalaman potong adalah setengah harga tersebut). Pahat bergerak translasi bersamaan dengan kereta



dan gerak makan (/) yang tersedia pada mesin bubut bermacam-macam dan menurut tingkatan yang telah



distandarkan,



misalnya



:



0.1; 0.112; 0.125;



0.14;



0.16.................................................................................................(mm/(r)). Gambar 2.1. Mesin Bubut (Lathe)



Elemen dasar dari proses bubut dapat diketahui atau dihitung dengan menggunakan rumus yang dapat diketahui atau dihitung dengan menggunakan rumus yang dapat diturunkan dengan memperhatikan gambar 2.2. Kondisi pemotongan ditentukan sebagai berikut:



Benda kerja : dQ



Pahat



= Diameter mula



: mm



dm



= Diameter akhir



: mm



I,



= Panjang pemesinan



: mm



= Sudut potong utama



:0



: Kr Yo



= Sudut geram



Mesin bubut : a



= Kedalaman potong



: mm



: mm / = Gerak makan Gambar 2.2. Proses Bubut n



: mm/(r)



= Putaran poros utama (benda kerja ): (r)/min



Elemen dasar dapat dihitung dengan rumus-rumus sebagai berikut:



1. Kecepatan potong :



Dimana,



: m/min.........................................(2.2)



: mm...........................................................(2.3) d = diameter rata-rata



2. Kecepatan makan : v f = f . n : mm/min..........................................(2.4)



3. Waktu pemotongan



min..................................................(2.5)



4. Kecepatan penghasilan geram : Z = A . V Dimana: penampang



geram sebelum terpotong A = f . a : m m 2 ..................................................................................(2.6) Maka: Z=.f. a. v : cmVmin..........................................................................(2.7) Pada gambar 2.2 diperlihatkan sudut potong utama (kr, principal cutting edge angel) yaitu merupakan sudut antara mata potong mayor (proyeksinya pada bidang referensi) dengan kecepatan makan v/. Besarnya sudut tersebut ditentukan oleh geometry pahat dan cara pemasangan pahat pada mesin perkakas (orientasi pemasangannya). Untuk harga ( a ) dan (/) yang tetap maka sudut ini menentukan besarnya lebar terpotong ( b , width of cut) dan tebal geram sebelum terpotong (h, underformed chip thickness) sebagai berikut:



> Lebar pemotongan : b -—-—: mm...................................................(2.8) sin K r > Tebal geram sebelum terpotong : h =/. sin Kr : mm..........................(2.9) Dengan demikian, penampang geram sebelum terpotong dapat Jituliskan sebagai berikut: f . a b . h :mm2.............................................................................(2.10) Perlu dicatat bahwa tebal geram sebelum terpotong ( h ) belum tentu sama dengan tebal geram (hc, chip thickness) dan hal ini antara lain dipengaruhi oleh sudut geram (y0) kecepatan potong dan material benda kerja.



r- Proses yang biasanya dilakukan pada mesin bubut (pahat bermata potong tunggal gerak potong berupa putaran benda kerja dan gerak makan berupa gerak translasi pahat). 1. Bubut silindrik (Turning)



2. Bubut muka (Facing)



Gambar 2.4. Proses bubut muka



3. Bubut alur (Grooving)



Gambar 2.5. Proses bubut alur



4. Pemotongan (Cut off)



Gambar 2.6. Proses pemotongan dengan mesin bubut 5. Meluaskan lubang (Boring) Gambar 2.7. Proses bubut meluaskan lubang



6. Bubut bentuk (Forming)



Gambar 2.8. Proses bubut bentuk



2.4. P roses Menyekra p (Shaping) Proses sekrap merupakan proses yang hampir sama dengan proses bubut, dalam hal ini gerak potongnya tidak merupakan gerak rotasi melainkan gerak translasi yang dilakukan oleh pahat, lihat gambar 2.9. Benda kerja yang dipasang pada meja sementara pahat (serupa dengan pahat bubut) dipasangkan pada pemegangnya. Kedalaman potong ( a ) dapat ditetapkan (dengan cara menggeserkan pahat) melalui skala pada pemutar. Gerak makan seperti halnya pada proses bubut dapat dipilih dan pada saat langkah balik berakhir meja atau



pahat bergerak sejauh harga yang dipilih tersebut. Panjang langkah pemotongan (£,)diatur sesuai dengan panjang renda kerja (£w) ditambah dengan jarak pengawalan(£v)dan jarak r-engakhiran {£„). Apabila hal ini ditetapkan maka perbandingan kecepatan RSj quick return ratio) menjadi tertentu harganya (tergantung dari kontruksi mesin). Dalam hal ini kecepatan mundur (tidak memotong jadi merupakan waktu yang hilang / non produktif) harus lebih tinggi daripada kecepatan maju (memotong). Kecepatan potong rata-rata dan kecepatan makan ditentukan oleh jumlah langkah permenit ( n p ) yang dapat dipilih dan diatur pada mesin perkakas yang bersangkutan. Elemen dasar pada proses sekrap dapat dihitung dengan menggunakan rumus-rumus berikut, lihat gambar 2.10. Benda kerja : £ w = Panjang pemotongan benda kerja t v = Langkah pengawalan



: mm



i n - Langkah pangakhiran



: mm



l t = Panjang pemesinan



: mm



= t v +l„+l H



Pahat



: Kr = Sudut potong utama y0 = Sudut geram



Mesin sekrap : / = Gerak makan



;



: mm



:mm



:0 :0 : mm/langkah



a = Kedalaman potong : mm uimbar 2.9. Mesin Sekrap (Shaper) dan Mesin Sekrap Meja (Planer)



Gambar 2.10. Proses Sekrap np = Jumlah langkah per menit Rs



=



: Perbandingan



langkah/min kecepatan



Elemen dasar bagi proses sekrap adalah: 1



Kecepatan potong rata-rata:



m/min................(2.11)



2



Kecepatan makan: v/ =/. np : mm/min.............................................(2.12)



3



Waktu pemotongan



-



Kecepatan penghasilan geram: Z = A.v : cmVmin.........................(2.14)



min....................................................(2.13)



Dimana .4 =/. a = h . b : mm2.....................................................(2.15) Seperti halnya pada proses membubut tebal geram sebelum terpotong ( h ) dan lebar pemotongan ( b ) ditentukan o\eh f a dan Kr lihat rumus (2.8) dan (2.9)



US. Proses Gurdi (Drilling) Pahat gurdi mempunyai dua mata potong dan melakukan gerak potong karena di putar poros utama mesin gurdi. Putaran tersebut dapat dipilih dari beberapa tingkatan putaran yang tersedia pada mesin gurdi, atau d tetapkan sekehendak bila sistem transmisi putaran mesin gurdi merupakan - stem berkesinambungan.fkep less spindle drive). Gerak makan dapat iipilih bila mesin gurdi mempunyai sistem gerak makan dengan tenaga motor (power feeding). Untuk jenis mesin gurdi yang kecil (mesin gurdi bangku) gerak makan tersebut tidak dapat dipastikan karena tergantung pada kekuatan tangan untuk menekan lengan poros utama, lihat gambar 2.11. Selain itu, proses gurdi dapat dilakukan pada mesin bubut dimana



benda kerja diputar oleh pencekam poros utama dan gerak makan dilakukan oleh pahat gurdi yang dipasang pada kedudukan pahat {tool-post) atau kepala gerak {tailstock). Dari gambar 2.11. dapat diturunkan ramus untuk beberapa elemen pada proses gurdi yaitu : Benda kerja : £ w =Panjang pemotongan benda kerja



: mm



Pahat



: mm



: d = Diameter gurdi



:0



Kr = Sudut potong utama = ^ sudut ujung (point angle)



Mesin gurdi : n = Putaran poros utama Gambar 2.11. Proses Gurdi



Vf = Kecepatan makan



Elemen proses gurdi adalah:



: (r)/min



: mm/min



1. Kecepatan potong :



m/min...........................................(2.16)



2 Gerak makan per mata potong :



mm/(r).......................(2.17)



Dimana : z = 2 3. Kedalaman potong : 4. Waktu pemotongan :



Dimana



a



~\ '( 2 1 8 )



t c = — \ min...........................................(2.19) v f



£ , = t v +£ w +t H t n =------- : mm tankr



it d 2 v f . 5. Kecepatan penghasilan geram : Z - -----------— : cm /min............(2.20) 4 1000



2.6. Proses Freis (Milling) Dua jenis utama dari pahat freis (milling cutter) yaitu pahat freis lubung atau mantel (slab milling cutter) dan pahat freis muka (face milling cutter). Pahat freis termasuk pahat bermata potong jamak dengan jumlah mata potong sama dengan jumlah gigi freis (z), sesuai dengan jenis ahat yang dipakai, dikenal dua macam cara yaitu mengefreis datar (slab milling) dengan sumbu putaran pahat freis selubung sejajar permukaan benda kerja dan mengefreis tegak (face milling) dengan sumbu putaran



hat freis muka tegak lurus permukaan benda kerja. Selanjutnya mengefreis datar dibedakan menjadi dua macam cara yaitu, mengefreis naik (up milling atau conventional milling) dan mengefreis turun (down milling). Proses mengefreis turun akan menyebabkan benda kerja lebih tertekan ke meja dan meja terdorong oleh pahat yang mungkin pada suatu saal (secara periodik) gaya dorongnya akan melebihi gaya dorong ulir atau roda gigi penggerak meja. Apabila sistem kompensasi gerak balik tidak begitu baik, maka mengefreis turun dapat menimbulkan getaran bahkan kerusakan. Proses mengefreis naik lebih banyak dipilih karena alasan tersebut sehingga dinamakan cara konvensional akan tetapi mengefreis naik dapat mempercepat keausan pahat karena mata potong lebih menggesek benda kerja yaitu pada saat mulai memotong (dimulai dengan ketebalan geram nol) dan selain itu permukaan benda kerja akan lebih kasar. Dengan semakin banyaknya kontruksi mesin freis maka mengefreis turun cenderung dipilih sebab lebih produktif dan lebih halus hasilnya karena pemotongan dimulai dari ketebalan geram yang besar maka mengefreis turun tidak cianjurkan bila benda kerja terlalu keras (benda kerja hasil proses rengerolan panas dengan permukaan yang terlalu keras). Mengefreis naik tau turun memang perlu dipilih dengan tepat dengan memperhatikan jrbagai hal seperti yang disinggung diatas termasuk analisis sistem pemotongan (kondisi benda kerja, lenturan dan cara pemegangan atau pengekleman). Pahat freis dengan diameter tertentu dipasangkan pada poros utama mesin freis dengan perantaraan poros pemegang untuk pahat freis selubung atau langsung melalui hubungan poros dan lubang konis (untuk pahat freis muka yang mempunyai poros konis). Putaran poros utama dapat dipilih sesuai dengan tingkatan putaran yang tersedia pada mesin freis. Posisi sumbu utama mesin dapat horisontal atau vertikal



tergantung dari jenis mesinnya. Benda kerja yang dipasangkan pada meja dapat diatur kecepatan makannya tergantung dari harga gerak makan pergigi yang diingikan, besarnya kecepatan makan antara lain dipengaruhi oleh jumlah gigi (z) dari pahat freis karena untuk kecepatan makan yang sama, maka gerak makan pergigi (fz) menjadi berlainan bila jumlah gigi berbeda. Elemen-elemen dasar pada proses freis dapat ditentukan dengan memperhatikan gambar 2.12. dalam hal ini rumus yang digunakan berlaku bagi kedua cara mengefrais, mengefrais tegak atau mengefrais turun, yaitu: Benda kerja : w = Lebar pemotongan



: mm



£ w = Panjang pemotongan



: mm



a = Kedalaman potong



: mm



Pahat freis : d =



Diameter luar



: mm



z =



Jumlah gigi (mata potong)



: cm3/min



Kr =



Sudut potong utama



:0



= 90° untuk pahat freis selubung Mesin freis : n = Putaran poros utama



: (r)/min



V f = Kecepatan makan



: mm/min v f a xv



4 Kecepatan penghasilan geram: z=



; cm /min,....................(2.24)



%



2.". Gaya Dan Daya Potong Dalam Proses Pemesinan 2.7.1. Gaya Dan Daya Potong Pada Proses Bubut Rumus empiris gaya dalam proses bubut dapat di tentukan dari kekuatan tarik. Untuk kekuatan tarik harga gaya potong spesifiknya dapat diperkirakan dari tabel yaitu dengan rumus A'< = ks J . J . . f



2



. CK■ C . C V B .C V .....................................(2.25) R



Maka gaya potong pada pembubutan adalah : Fv = k s . A : ( N ) Dimana: ks = Gaya potong spesifik : (N) A = Penampang geram sebelum terpotong : (mm2) Daya potong pada proses bubut adalah : A't--/:''-V- : ( k W ) .......................................................................(2.26) c



60000



Dimana: Fy — Fv — ks .A Dimana: Fv = Gaya potong : (N) v = Kecepatan potong : (m/min) 2.7.2. Gaya Dan daya Potong Pada Proses Drilling Momen dan gaya pemotongan pada proses menggurdi ini didapat berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan memilih satu set pahat gurdi dari berbagai diameter dengan geometry yang sama yang merupakan geometry standart dan bisa digunakan untuk menggurdi suatu jenis material benda kerja.



Hasil yang diperoleh dengan berbagai kondisi penggurdian umumnya menghasilkan rumus korelasi sebagai berikut: M, = C i . c / v . / ' : ( N . m m ) .......................................................(2.27) Fz = C 2 . c T ./"



......................................................................(2.28)



Dimana : Mt



- Momen puntir



Fz



= Gaya tekan



d /



= Diameter gurdi = Gerak makan



Ci,C2



: (N.mm) : (N) : (mm) : (mm/r)



= Konstanta yang harganya dipengaruhi oleh jenis benda kerja dan pemakaian cairan pendingin.



x,y,m,n = Pangkat untuk diameter dan gerak makan dalam rumus korelasi momen dan gaya. Gaya potong spesifik dalam proses gurdi dapat didefinisikan sebagai berikut: (2 29)



*,=4........................................................................................... dimana : kd = Gaya potong spesifik penggurdian



Ft = Gaya tangensial pada mata potong, merupakan gaya kopel akibat momen puntir dan titik tangkap gaya tersebut dianggap pada pertengahan mata potong. = -^:(N) ( d / 2 ) A = Penampang geram sebelum terpotong = dX



: (mm2) 4



Dengan harga x dan y dipengaruhi oleh jenis benda kerja dan harga rata - rata atau harga terbaik. Baja



x=l,8



; y = 0,78



Besi tuang



x = 1,7



; y = 0,60



Kuningan



x=l,9



; y = 0,73



Aluminium



x = 1,9



; y = 0,83



Dengan memasukkan harga diatas kedalam rumus dan menetapkan gaya potong spesifik. Kdu = 8 C j diperoleh hubungan: kd = kd u d - 0 J f 0 J 2 k d u d - 0 J f0'40



; Besi tuang kd = kdi.i d 4)1 f'0'27



;Baja kd =



; Kuningan kd = kdu d '01 f'0'17



;



Aluminium Dengan demikian daya potong: M , 2 .7t.n........................................................................ c



60.000.000



Dimana : M, = Momen puntir : (N.mm) n = Putaran



: (r /min)



Gerak makan: / = 0,084 \[d : (untuk baja = 0,8 mm/r) / = 0,\\[d : (untuk besi tuang)



2.8. Komponen Untuk Waktu Produksi Waktu untuk menghasilkan produk atau waktu yang diperlukan untuk menghasilkan suatu pekerjaan (memotong bagian tertentu produk) dengan cara tertentu (digunakan suatu jenis pahat) adalah merupakan variabel penting dalam



rangka penentuan kondisi optimum. Sesuai dengan tujuan optimasi maka diinginkan pembagian waktu menurut komponennya sehingga dapat diketahui komponen waktu yang mana yang mungkin dapat diperkecil. Secara garis besar dapat dikelompokkan dua macam komponen waktu yaitu komponen yang dipengaruhi variabel dan komponen waktu bebas. - Adapun komponen-komponen yang dipengaruhi variabel proses yaitu: tc



=



Waktu pemotongan sesungguhnya = L < = ' < - : (min/prod)..................................................(2.31) v



(



f



n



f



d ■ yr = Waktu penggantian pahat yang dibagi rata untuk jumlah yang dihasilkan sejak pahat yang baru dipasang sampai pahat tersebut diganti karena aus



Dimana : td - Waktu penggantian /pemasangan pahat: (min) T = Umur pahat: (min) Y - Bagian umur pahat yang digunakan untuk menyelesaikan satu produk Komponen waktu bebas (non produktif) (



a



=hw



+t



AT



+t



RT + W + — : (min/prod) Dimana:



ia - Waktu non produktif



: (min/prod)



tuv = Waktu pemasangan benda kerja : (min/prod) tAT = Waktu penyiapan, yaitu waktu yang diperlukan untuk membawa/menggerakkan pahat pada posisi mula sampai pada posisi siap untuk memotong : (min/prod)



tRi



-



Waktu



pengakhiran



yaitu



membawa/menggerakkan



waktu



pahat



yang



kembali



diperlukan keposisi



untuk



semula



:



(min/prod) tuw = Waktu pengambilan produk : (min/prod) — = Bagian dari waktu penyiapan mesin beserta pelengkapannya n




c t , . ^ : : (Rp/prod)................................................'.....................(2.36) Dimana: Ce = Ongkos pahat



: (Rp/produk)



ce = Ongkos pahat per mata potong : (Rp/mata potong) Y = Sebagian dari umur pahat (yang berkurang akibat pemakaiannya setiap menghasilkan produk) merupakan rasio antara waktu efektif tc dengan umur pahat T : (mata potong/prod). Sedangkan ongkos pahat permata potong dapat diuraikan sebagai berikut: • Pahat tanpa pengasahan



: Rp/mata potong................................(2.37) Dimana: ce = Ongkos mata potong pahat C0ti = Harga sisipan karbida



: Rp/mata potong : Rp



e = Jumlah mata potong sisipan karbida yang bisa dimanfaatkan CSh = Harga badan pahat (pemegang sisipan) termasuk peralatan/ komponen dan suku cadang badan pahat sampai aus/rusak



: Rp r = Jumlah pemakaian



cSi ts = Ongkos penyetelan pahat diluar mesin dimana c„ adalah ongkos operasi penyetelan per menit dan ts adalah waktu penyetelan : (menit). Z = Jumlah gigi apabila pahat merupakan jenis pahat freis dengan karbida sisipan (untuk pahat bubut Z = l ) • Pahat yang dapat diasah



: Rp/mata potong..............................(2.38) Dimana: Cotb = Harga pahat HSS atau pahat dengan karbida sisipan yang dipatri keras (brazed carbide tip), dalam kondisi siap pakai (tajam)



: Rp



rg = Jumlah pengasahan yang mungkin dilakukan , sampai mata potong menjadi terlalu pendek ( diperkirakan sekitar 4 s.d 15 k a l i ) c g t g = Ongkos pengasahan pahat, tergantung pada ongkos operasi permenit untuk proses pengasahan cg, dan waktu pengasahan



cs,ts = Ongkos penyetelan pahat pada tool shank atau tool blok, yang dilakukan diluar mesin perkakas NC : Rp/mata potong. 2.10. Umur Pahat Umur pahat di definisikan sebagai waktu penggunaan pahat secara efektif dalam pemesinan. Kriteria umur pahat adalah batas harga keausan sebagai batas kritis dimana pahat tidak boleh digunakan lagi. Semakin besar keausan tersebut pahat mesin masih tetap digunakan maka pertambahan keausan akan semakin cepat dan suatu saat akan fatal akibatnya. Kerusakan tidak hanya terjadi pada pahat saja tetapi juga bisa



merusak mesin perkakas bahkan bisa membahayakan operator, oleh sebab itu untuk menghindari hal tersebut ditetapkan suatu batas keausan yang dianggap sebagai batas kritis dimana pahat tidak boleh digunakan lagi. Didalam proses perautan persamaan Taylor menyatakan hubungan antara beberapa parameter yang terlibat: -



Rumus dasar pahat dapat ditulis sebagai berikut: v . T " = CT.....................................................................................(2.39) Dimana : v



= Kecepatan potong



: (m/min)



T



= Umur pahat



: (min)



n



= Pangkat umur pahat O =



Konstanta Taylor -



Konstanta Taylor secara lebih umum dapat dituliskan seperti rumus empirik berikut :



.............................................................................(2.40)



Dimana : VB = Keausan tepi yang dianggap sebagai batas umur pahat harganya dipilih antara 0,3 - 1 mm : (mm)



m = Pangkat untuk batas keausan tergantung dari kualitas pahat serta jenis dan kondisi benda kerja; harga rata - rata 0,45. h



= Total geram sebelum terpotong : (mm)



p



= Pangkat untuk tebal geram sebelum terpotong



b



= Lebar pemotongan : (mm)



q



= Pangkat dari lebar pemotongan Harga relatif kecil berkisar 0,05 - 0,13



CTVB



=



Kecepatan potong ekstrapolatif (m/min) ; secara teoritik akan menghasilkan umur pahat sebesar 1 menit, untuk VB = 1 mm, h = 1 mm dan b = 1 mm, merupakan harga spesifik bagi kombinasi suatu pahat terutama sudut potong utama efektif. Kekakuan sistem pemotongan dan kondisi benda (non tread, anneled, normalized dan sebagainya) sangat berpengaruh. Pemakaian cairan pendingin yang tepat menaikkan harga CTVB-



Pada perhitungan harga eksponen dan konstanta rumus pahat taylor dapat mencapai harga yang bervariasi, tergantung pada kualitas pahat dan benda kerja. Karena dipasaran terdapat berbagai macam pahat dari berbagai macam pabrik pembuat, maka kualitas pahatpun akan bervariasi. Umumnya pabrik pembuat pahat memberikan data umur pahat ( data permesinan ) sesuai dengan jenis pahat yang dibuat serta jenis pemakaiannya. Dalam data tersebut, benda



kerja terlebih dahulu diklasifikasikan sesuai dengan tingkat kemudahan untuk dipotong ( ketermesinan ; machinability ). Data tersebut sesuai dengan rumus Taylor yang berbentuk: v 7 " = C / " a " ......................................................................................(2.41) Jadi dalam hal ini batasan keausan ( V B atau K ) telah ditetapkan sehingga harga konstanta C telah mencakup harga tersebut. Rumus ini berlaku untuk sudut kr = 90 °, untuk sudut lain tidak ada informasinya. Oleh sebab itu dapat digunakan harga pendekatan dengan cara menaikkan harga C sebesar 20% bilak r = 7 5 ° , dan 30% bilakr = 450.



2.11. Komponen Biaya Operasi Per menit Kegiatan perusahaan ditentukan oleh kegiatan operator yang melayani mesin. Dengan demikian, segala daya dan upaya seharusnya dicurahkan supaya mereka (mesin dan operator) dapat bekerja dengan efektif. Berbeda dengan mesin produksi lainnya, yang dapat bekerja hampir secara terus menerus, mesin perkakas pada umumnya bekerja (aktif



memotong benda kerja) hanya dalam waktu yang pendek. Hampir seluruh waktunya habis pekerjaan-pekerjaan non produktif serta pekerjaan lainnya sesuai dengan kesibukan operator. Dalam setahun di Indonesia rata-rata dianggap setiap pabrik hanya bekerja selama 50 minggu (2 minggu cuti minggu lainnya untuk pemeliharaan mesin, perbaikan dan lain sebagainya). Dalam satu minggu hari kerjanya berjumlah 5 atau 6.



Apabila jam kerja efektif diperkirakan sekitar 2 jam kurangnya dari jadwal (untuk istirahat resmi, kemalasan atau bergegas untuk pulang), maka menit kerja efektif bagi operator dapat dihitung dengan rumus: - Biaya penyusutan tetap



: (Rp/tahun)...............................................(2.42) Dimana: Cf = Ongkos tetap atas pemilik mesin : (Rp/tahun) C 0 = Harga pembelian mesin lengkap dengan peralatannya, ongkos pengangkutan dan pemasangan termasuk training operator (mesin siap berproduksi): (Rp) y = Umur mesin produktif yang ditetapkan bagi mesin yang bersangkutan, atau periode penyusutan (deprecation period) : (tahun)



Iptt = Besarnya bunga (premium), pajak (tax), dan asuransi (insurance): (%) -



Ongkos variabel langsung Cd = L . 12 : (Rp/tahun)................................................................(2.43) Dimana:



Cd = Ongkos variabel langsung per tahun : (Rp/tahun) L



= Upah operator mesin



perbulan (dapat pula dimasukkan ongkos kesejahteraan, bonus, dan lain sebagainya): (Rp/bulan) -



Total menit kerja per tahun Ji = jam kerja normal x jam kerja efektif x 50 x 60 : (min/tahun)........................................................................(2.44)



-



Ongkos variabel tak langsung



: (Rp/tahun)...................................................(2.45) Dimana: Ci - Ongkos variabel tak langsung bagi mesin yang bersangkutan per tahun: (Rp/tahun) CF = Ongkos total (pemeliharaan ruang dan pengangkutan) bagi bagian yang bersangkutan per tahun : (Rp/tahun) Q



= Ongkos tak



langsung bagi perusahaan yang bersangkutan per tahun: (Rp/tahun) W = rasio antara bagian ongkos total yang dibebankan bagi bagian yang bersangkutan terhadap ongkos total: (prosentase)



A j = luas lantai yang diperlukan mesin termasuk daerah sekitarnya untuk meletakkan benda kerja atau produk : (m2)



Aj = jumlah total luas lantai dari bagian yang bersangkutan yang digunakan mesin: (m2) Sehingga: - Ongkos operasi dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut:



: (Rp/menit)......................................................(2.46) BAB III DATA DAN PERENCANAAN PROSES



3.1. Deskripsi Benda Kerja Gambar 3.1 Hasil benda kerja



Benda yang akan dikerjakan adalah pembuatan poros penghubung gear box dengan screw conveyor. Berikut ini adalah gambar dari hasil proses pembuatan poros penghubung gear box dengan screw conveyor dengan material Baja ST60. Gambar 3.2 Awal benda kerja



3.2. Urutan Proses Pemesinan £ 3.1 Urutan Proses Pengerjaan Poros penghubung Gear Box Dengan Screw Conveyor