Bahasan Diskusi 6 - 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 537 Tahun 2000, hal-hal tertentu apa saja kah yang mendasari penyesuaian perhitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan? Jelaskan! Jawaban : Hal-hal tertentu yang dimaksud dalam Kepdirjen No. KEP-537/PJ./2000 adalah sebagai berikut : 1. Wajib Pajak Berhak Atas Kompensasi Kerugian; Kompensasi kerugian adalah kompensasi kerugian fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan, Surat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 31A Undang-undang Pajak Penghasilan. Besarnya pajak penghasilan pasal 25 dalam hal wajib pajak berhak atas kompensasi kerugian adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung dengan dasar penghiutngan PPh dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut serta pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai dengan ketentuan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Undang-undang Pajak Penghasilan, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. 2. Wajib Pajak Memperoleh Penghasilan Tidak Teratur; Penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak, yang bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, harta dana tau modal, kecuali penghasilan yang telah dienakan pajak penghasilan yang bersifat final. Tidak termasuk dalam penghasilan teratur adalah keuntungan selisih kurs dari utang/piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harga (capital gain) sepanjang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha pokok, serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil. Besarnya PPh Pasal 25 dalam hal wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur adalah sebesar pajak penghasilan yang dihitung dengan dasar penghitungan PPh dikurangi dengan pajak penghasilan yang dipotong atau dipungut serta pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai dengan ketentuan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Undang-undang Pajak Penghasilan, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Dasar penghitungan pajak penghasilan adalah jumlah penghasilan neto menurut SPT Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu setelah dikurangi dengan penghasilan tidak teratur yang dilaporkan dalam SPT tersebut. 3. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak Yang Lalu Setelah lewat Batas Waktu Yang Ditentukan; Apabila SPT PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan, maka besarnya PPh Pasal 25 dihitung sebagai berikut : a. Untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya SPT Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya PPh Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu dan bersifat sementara. b. Setelah Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan, besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali sebagai berikut : 1) Sebesar Pajak Penghasilan yang terutan menurut SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak yang lalu dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan/atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Undang-undang Pajak Penghasilan,



4.



5.



dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak yang berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan. 2) Dalam hal Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian atau dalam hal Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, maka besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi Wajib Pajak yang berhak atas kompensasi kerugian atau bagi Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur sebagaimana diuraikan diatas. Penghitungan kembali tersebut berlaku mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan, yaitu 3 bulan setelah akhir tahun pajak. Apabila besarnya PPh Pasal 23 yang dihitung kembali sebagaimana dimaksud pada angka 2 diatas, lebih besar dari PPh Pasal 25 yang dihitung mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan bulan disampaikannya SPT Tahunan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada angka 1 diatas, maka kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran. Wajib Pajak Diberikan Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Dalam hal Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan, besarnya PPh Pasal 25 adalah : a. Untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan bulan sebelum disampaikannya SPT Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya PPh Pasal 25 yang dihitung berdasarkan SPT Tahunan Sementara yang disampaikan Wajib Pajak pada saat mengajukan permohonan izin perpanjangan. b. Setelah Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan, besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan tersebut dengan memperhatikan ketentuanketentuan sebagai berikut : 1) Menurut SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak yang lalu dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan/atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24 Undang-undang Pajak Penghasilan, dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak yang berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan. 2) Dalam hal Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian atau dalam hal Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, maka besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi Wajib Pajak yang berhak atas kompensasi kerugian atau bagi Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur sebagaimana telah diuraikan diatas. Apabila besarnya PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada angka 2 diatas lebih besar dari PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada angka 1, maka kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran. Wajib Pajak Membetulkan Sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Yang Mengakibatkan Angsuran Bulanan Lebih Besar Dari Angsuran Bulanan Sebelum Pembetulan;



6.



Dalam hal Wajib Pajak dalam tahun pajak berjalan membetulkan sendiri SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu, besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan Pembetulan tersebut dengan memperhatikan ketentuan kompensasi dan ketentuan penghasilan tidak teratur dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan. Apabi;a besarnya PPh Pasal 25 setelah pembetulan SPT Tahunan lebih besar dari PPh Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan, atas kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 dan masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran. Apabila besarnya PPh Pasal 25 setelah pembetulan SPT Tahunan lebih kecil dari PPh PAsal 23 sebelum dilakukan pembetulan, maka atas kelebihan setoran PPh Pasal 25 dapat dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulan-bulan berikutnya setelah penyampaian SPT Tahunan Pembetulan. Terjadi Perubahan Keadaan Usaha Atau Kegiatan Wajib Pajak Apabila sesudah 3 bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak, Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa Pajak Penghasilan yang akan terutang tahun pajak tersebut kurang dari 75% dari Pajak Penghasilan yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya PPh Pasal 25, Wajib Pajak dapat mengajukan pengurangan besarnya PPh Pasal 25 secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak Terdaftar. Pengajuan permohonan pengurangan besarnya PPh Pasal 25 harus disertai dengan penghitungan besarnya Pajak Penghasilan yang akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan. Apabila dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal diterima surat permohonan Wajib Pajak, Kepala KPP tidak memberikan keputusan, maka permohonan Wajib Pajak tersebut dianggap diterima dan Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran PPh Pasal 25 sesuai dengan penghitungannya untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan. Apabila dalam tahun pajak berjalan Wajib Pajak mengalami peningkatan usaha dan diperkirakan Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari 150% dari Pajak Penghasilan yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya PPh Pasal 25, besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan harus dihitung kembali berdasarkan perkiraan kenaikan Pajak Penghasilan yang terutang tersebur oleh Wajib Pajak sendiri atau Kepala KPP tempat Wajib Pajak Terdaftar.



Sumber Bahasan :  Buku Materi Pokok Perpajakan Edisi 3 Karya Abdul Halim dan Amin Dara Penerbit Universitas Terbuka  Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-537/PJ./2000 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Dalam Tahun Pajak Berjalan Dalam Hal Tertentu