Buku Annangguru FIX PDF [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Husen
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANNANGGURU dalam perubahan sosial di mandar



ANNANGGURU dalam perubahan sosial di mandar



DR. ACO MUSADDAD HM



Penerbit



@Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit



ANNANGGURU dalam perubahan sosial di mandar Penulis: Dr. Aco Musaddad ISBN : 978-602-51332-2-0 Penata Letak & Desain Sampul Wahyudi Muslimin Penerbit : Gerbang Visual Kantor : Jl. Cendrawasih Samping BTN Cendrawasih Pekkabata, Polewali, Polewali Mandar- Sulawesi Barat 91313 Telp. : +628114222191 email : [email protected] Cetakan Pertama, April 2018 @Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar vi



Pengantar Penerbit Pammase Puang. Annangguru merupakan sosok perekat ukhuwah bangsa ini. Posisinya di masyarakat berada pada tingkatan tertinggi karena ilmu yang dimilikinya. Perannya sebagai panutan dalam satu daerah manjadi nur atau cahaya. Istilah ulama secara luas digunakan di dunia Islam dan paling tidak, setiap muslim mengetahui apa arti istilah tersebut. Di Indonesia, beberapa istilah lokal digunakan untuk menunjukkan berbagai tingkat keulamaan sedangkan istilah yang sering digunakan untuk menyebut ulama adalah kyai. Khusus masyarakat Mandar dalam menyebut seorang ulama dengan menggunakan istilah annangguru, meskipun tetap ada yang menggunakan kyai. Annangguru (Bugis: Angrengguru, Makassar: Anrongguru, Jawa: Kyai) merupakan pengaruh Bugis, berasal dari kata annang yang berarti kelompok atau kaum, guru berarti pimpinan. Jadi, pimpinan suatu kelompok itu disebut annangguru.12 Dalam masyarakat Mandar dan Bugis, annangguru atau angrengguru adalah pemimpin spiritual dalam suatu kelompok. Pasca Perjanjian DR. Aco Musaddad HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar vii Bongayya pengaruh Bugis-Makassar kuat sekali dan sampai ke tanah Mandar, dimana pemimpin spiritual dari daerah tersebut yaitu Sultan Hasanuddin dan Arung Palakka, keduanya menjabat sebagai raja juga sebagai pemimpin spiritual. Penyebutan angrengguru di tanah Bugis berkembang pada tradisi Nahdatul Ulama untuk mereka yang ahli dalam bidang keagamaan, sedangkan untuk kelompok Muhammadiyah dikenal dengan sebutan Tuan Guru (Tn. Guru). Pada tahun 1911, para angrengguru dari kalangan NU di tanah Bugis mulai mendirikan sekolah yang diperuntukkan untuk putra-putra bangsawan, demikian pula dari kelompok Muhammadiyah juga mendirikan sekolah-sekolah yang dipelopori oleh para tuan guru. Referensi tentang annangguru masih sangat sedikit, khususnya di Mandar. DR. Aco Musaddad sebagai salah satu putra terbaik Mandar mempersembahakannya dalam bentuk data dan narasi. Banyak peran-peran annangguru yang ditukilkan dalam lembaran-lembaran naskah ini. Gerbang Visual menjadi jembatan penyediaan sarana literasi lokal, dan semoga selalu mampu berbuat untuk naskah-naskah berikutnya.



Penerbit Wahyudi Muslimin Gerbang Visual



DR. Aco Musaddad HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar viii



Sebuah Pengantar Penelitian ini membahas tentang annangguru di Mandar, kedudukan dan peran annangguru dalam prespektif sosial keagamaan di Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Problem penelitian ini adalah, mengapa annangguru dapat bertahan dalam masyarakat Mandar yang berubah? Annangguru bagi masyarakat Mandar, merupakan sebutan bagi orang yang ahli di bidang keagamaan dan supranatural dan mendapat pengakuan bagi masyarakat, seperti halnya kyai di Jawa atau tuan guru di Lombok. Annangguru sebagai pemimpin kharismatik yang berkedudukan sebagai elit masyarakat, dalam sejarahnya berperan cukup signifikan di semua aspek kehidupan sosial, budaya, agama dan politik. Ia dapat melampaui fungsi khususnya sebagai pemangku di bidang keagamaan dan ditempatkan pada posisi paling tinggi di masyarakat. Hal ini disebabkan karena annangguru masih dipandang sebagai tokoh yang cukup berpengaruh, karena pengetahuan yang ia DR. Aco Musaddad HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar ix miliki dan tingkat spiritualitas yang mendalam. Masih terbatasnya informasi ke masyarakat, Sehingga annangguru dijadikan sandaran untuk menjawab problem-problem sosial, bahkan annangguru dipandang sebagai orang sakti yang mempunyai ilmu yang melebihi manusia pada umumnya, tentunya juga sangat didukung faktor sosiologis masyarakat Mandar yang religious. Olehnya itu ia berstatus sebagai elit sosial, sumber rujukan, pelindung, dengan menjadikan masjid, pengajian kitab, pesantren dan khalaqah tareqat, adalah basis-basis institusinya. Dengan berjalannya waktu, annangguru dalam konteks perubahan masyarakat yang mengglobal dimana sebelumnya sebagai sosok yang diposisikan di masyarakat pada status tertinggi tingkatannya, dan menjadi rujukan utama dalam pengambilan keputusan dalam berbagai segi kehidupan dan penengah di berbagai konflik kemasyarakatan, perlahan mulai terkikis dengan berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Kedudukan dan peran annangguru telah mengalami pergeseran. Yang kemudian tergantikan oleh profesionalisme dan lembaga formal bentukan pemerintah atau informal. Hal-hal tersebutlah memunculkan berbagai macam tantangan bagi annangguru, mulai krisis keannangguruan semakin berkurangnya sosok annangguru yang hadir di tengah masyarakat, stagnasi pengajaran, berkembangnya ormas Islam dan kelompok Islam lainnya pada masyarakat, peralihan posisi dan peran annangguru dan berkembangnya lembaga pendidikan modern, begitu pula regulasi dan yang tak kalah pentingnya adalah tantangan dari informasi global yang begitu cepat. Tantangan-tantangan ini menjadikan annangguru dapat kreatif untuk dapat mempertahankan diri atau survive akibat perubahan masyarakat tersebut, dengan melakukan strategi-strategi, DR. Aco Musaddad HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar x meliputi; kaderisasi untuk melahirkan annangguru-annangguru muda, pembenahan terhadap kajian kitab kuning, melakukan rekruitmen terhadap ormas Islam, aktif berorganisasi serta mendirikan lembaga sosial dan pendidikan, meningkatkan kredibilitas lembaga, dan beberapa annangguru mengikuti pendidikan formal hingga meraih gelar sarjana dan memanfaatkan media cetak dan elektronik sebagai media dakwah. Riset ini adalah penelitian lapangan dengan metode pendekatan kualitatif dengan teori peran Ralp dan Robert Linton dan memadukan teori perubahan sosial W.F. Ogburn dan Arnold Toynbee, dan teori pemimpin kharismatik Max Weber disertasi ini melanjutkan penelitian yang telah ada. Adapun temuan dari penelitian ini adalah: Pertama, hubungan kekerabatan dan intelektual annangguru di Mandar titik temunya di Pambusuang, menjadikan Pambusuang tidak hanya melahirkan annangguru secara biologis tetapi sekaligus mencetak intelektual Annangguru. Kedua , annangguru perempuan tampil sebagai pemimpin kharismatik sekaligus sebagai tokoh emansipasi di mandar, dengan berbagai peran sosial politik dan keagamaan yang ia geluti, seperti politisi, muballighah, pekerja sosial, ketua yayasan sosial dan keagamaan. Ketiga, dengan munculnya regenarasi annangguru maka gelar annangguru tidak lagi disandang oleh tokoh agama yang telah sepuh, namun saat ini gelar annangguru juga telah banyak diberikan pada anak-anak muda yang memiliki ilmu agama yang mendalam dan mendapat pengakuan dari masyakat. Ketiga, annangguru di era modern saat ini telah berkiprah pada level nasional, yang pada awalnya hanya berkiprah pada level lokal. Keempat, temuan riset berikutnya adalah, annangguru tidak hanya sebagai pemimpin DR. Aco Musaddad HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar xi kharismatik tetapi sekaligus pemimpin yang modern dengan berkedudukan sebagai rektor maupun pemimpin LSM. Kelima: Di era perubahan sosial annangguru bukan lagi satu-satunya sebagai sumber rujukan dalam bidang keagamaan, karena semakin banyaknya informasi keagamaan dari berbagai sumber baik elektronik maupun media, dan sarjana agama atau ustadz. Keenam: Pesantren bukanlah satu-satunya sebagai media sentral untuk memberikan pelajaran keagamaan, tetapi perguruan tinggi dan panti asuhan juga memiliki peranan yang sama dengan pesantren. Sekaligus menjadi pusat interaksi antara annangguru dengan lingkungan sekitarnya melalui bimbingan spiritual maupun supranatural. Keenam, annangguru yang tidak mampu berinteraksi dengan perubahan sosial, ia hanya bergelut dengan lingkungan tradisional. Adapun sumbangsih akademik dari penelitian ini adalah: Pertama, menjadikan sumbangan pemikiran baru tentang kedudukan dan peran annangguru sebagai tokoh agama lokal Mandar di era perubahan sosial, sehingga terbuka peluang untuk dilakukan penelitian lanjutan tentunya untuk pengembangan kajian Islamic Studies dengan pendekatan Sosiologi di lingkup Perguruan Tinggi Islam. Kedua, Menyumbangkan dan menambah literatur tentang kedudukan dan peran tokoh agama Islam di Indonesia khususnya di kawasan Mandar yang masih minim literatur ilmiah mengenai studi Islam lokal (Mandar), baik sejarahnya maupun tokoh-tokohnya. Kata Kunci: Kedudukan dan Peran Annangguru, Perubahan Sosial Budaya, Sosial Keagamaan.



DR. Aco Musaddad HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar xii



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL- i PENGANTAR PENERBIT - vi SEBUAH PENGANTAR - viii DAFTAR ISI - xii DAFTAR TABEL - xv DAFTAR GAMBAR - xviii



BAB



I



: PENDAHULUAN - 1 A. Latar Belakang - 1 B. Rumusan Masalah - 10 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian - 10 D. Kajian Pustaka - 11 E. Landasan Teori - 26 F. Metodologi Penelitian - 41 G. Sistematika Pembahasan - 48 DR. Aco Musaddad HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar xiii



BAB



II



BAB III



: KARAKTERISTIK MASYARAKAT MANDAR - 51 A. Sistem Kekerabatan - 52 B. Hubungan Kekerabatan dan Stratifikasi Sosial - 56 C. Agama dan Kepercayaan - 84 D. Upacara Tradisional- 94 : STATUS DAN PERAN PARA ANNANGGURU 106 A. Pimpinan Perguruan Tinggi, Politisi dan Ketua NU - 106 B. Muballigh dan Imam Masjid- 114 C. Pimpinan Pesantren dan Pengajar



Kitab Kuning - 126 D. Pemerhati Anak, Konsultan Spiritual dan Supranatural - 142



BAB IV



: DINAMIKA TANTANGAN ANNANGGURU DALAM MASYARAKAT MANDAR - 169 A. Krisis Keannangguruan dan Stagnasi Pengajaran - 171 B. Organisasi Kemasyarakatan Islam dan Kelompok Islam Lainnya Peralihan Posisi dan Peran - 187 C. Berkembangnya Lembaga Pendidikan Modern 207 D. Regulasi - 219 DR. Aco Musaddad HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar xiv E. Perubahan Teknologi Informasi - 223 BAB



V



:



STRATEGI BERTAHAN ANNANGGURU DALAM DINAMIKA PERUBAHAN - 232 A. Kaderisasi dan Strategi Pengajaran - 233 B. Strategi Rekruitmen - 258 C. Aktif Berorganisasi dan Mendirikan Yayasan 271 D. Peningkatan Kredibilitas Lembaga - 280 E. Pendidikan Formal - 297 F. Menggunakan Information Technology (IT) 306



BAB VI



:



PENUTUP - 315 A. Kesimpulan - 315 B. Saran - 317



DAFTAR PUSTAKA - 320 GAMBAR - 331 LAMPIRAN-LAMPIRAN - 337 TENTANG PENULIS - 344



DR. Aco Musaddad HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar xv



DAFTAR TABEL Tabel 1 Hasil Penelitian terdahulu, 21 Tabel 2 Status/ Kedudukan Annangguru, 158 Tabel 3 Basis Legitimasi Annangguru, 160-161. Tabel 4 Peran Sosial Keagamaan Annangguru, 162. Tabel 5 Annangguru di Tinambung Periode 1950-1970, 174 Tabel 6 Annangguru di Pambusuang Periode 1950-1970, 175. Tabel 6 Annangguru di Campalagian Periode 1950-1970, 176. DR. Aco Musaddad HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar xvi



Tabel 8 Annangguru di Polewali dan Wonomulyo Periode 1970-1980, 177 Tabel 9 Annangguru Periode 1980-1990, 178 Tabel 10 Annangguru Periode 1990-sekarang, 178-179 Tabel 11 Annangguru Muda Pangaji, 179 Tabel 12



Annangguru dan Kitab yang Diajarkan Di Masjid Taqwa Pambusuang pada Tahun 1960-1970-an, 185



Tabel 13



Annangguru yang Duduk sebagai Anggota DPRD Kab. Polewali Mamasa (Polewali Mandar) 19701980-an, 200



Tabel 14



Annangguru yang Pernah Menjabat di Pemerintahan Kab. Polewali Mamasa (Polewali Mandar), 200-201



Tabel 15,16,17 Annangguru dan Kitab yang diajarkannya, 234-237 Tabel 17



Annangguru di Tinambung dan Pendidikan Informal Annangguru Mandar 1950-1980-an, 294-295



Tabel 18



Annangguru di Pambusuang dan Pendidikan Informal Annangguru Mandar 1950-1980-an, 295



DR. Aco Musaddad HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar xvii Tabel 19



Annangguru di Campalagian dan Pendidikan Informal Annangguru Mandar 1950-1980-an, 295



Tabel 20



Annangguru di Polewali, Wonomulyo dan Pendidikan Informal Annangguru Mandar 19501980-an, 296-297



Tabel 21



Annangguru yang Mengikuti Pendidikan Formal, 298



DR. Aco Musaddad HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar xviii



DAFTAR GAMBAR Gambar 1



Silsilah Tomanurung, 60



Gambar 2



Hubungan Kekerabatan Raja-Raja Mandar, Bone, Gowa dan Luwu, 61 Silsilah Para Annangguru, 63



Gambar 3 Gambar 4



Stratifikasi Sosial Orang Mandar versi yang digunakan oleh Shri Heddy Ahimsa Putra, 68.



Gambar 5



Stratifikasi Sosial Orang Mandar versi yang digunakan oleh Darmawan Mas’ud, 77.



Gambar 6



Hubungan Intelektual Para Annangguru, 164.



DR. Aco Musaddad HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar xix Gambar 7



Yayasan Pengurus Islam Panti Asuhan Husnul Khatimah Polewali milik Annangguru Hj. Alwiah, 327



Gambar 8



Madrasah Tsanawiyah Husnul Khatimah Polewali milik Annangguru Hj. Alwiah, 327



Gambar 9



Universitas Asy’ariah Mandar Sulawesi Barat di Polewali milik Annangguru H. Sybli Sahabuddin, 328



Gambar 10



Masjid Kampus Universitas Asy’ariah Mandar sekaligus menjadi Pesantren Mahasiswa, 328 Annangguru Bisri memimpin salat berjamaah di Masjid Taqwa Pambusuang, pusat pengajian kitab kuning di Mandar, 3529



Gambar 12



Gambar 13



Pesantren Nuhiah Pimpinan Annangguru Bisri, 329



Gambar 14



Anak Panti Asuhan Ummahat Lapeo, asuhan Annangguru Hj. Marhumah, 330



Gambar 15



Masjid Taubah Lapeo, peninggalan Annangguru H. M. Thahir, ayah Annangguru Hj. Marhumah, 330



DR. Aco Musaddad HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 1



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, kyai merupakan salah satu elit yang mempunyai kedudukan begitu sangat terhormat dan berpengaruh besar pada perkembangan masyarakat. Kyai menjadi salah satu elit strategis dalam masyarakat karena ketokohannya sebagai figur yang memiliki pengetahuan luas dan mendalam mengenai ajaran Islam. Lebih dari itu, secara teologis ia juga dipandang sebagai sosok pewaris para Nabi, sehingga tidak mengherankan jika kyai kemudian menjadi sumber legitimasi dari berbagai kegamaan, tapi juga dalam semua aspek kehidupannya.1 Dalam berbagai literatur, perbincangan soal kyai selalu saja tidak pernah terlepas dari persoalan perubahan dan gerakan sosial.2 Dan juga dijadikan bahan perbincangan para pengamat dan bahkan



1



Nurul Azizah, Artikulasi Politik Santri Dari Kyai Menjadi Bupati, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm.11 2 Sayfa Aulya Achidsti, Kyai dan Pembangunan Institusi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm. 53.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 2 oleh para kyai sendiri3. Ini dibuktikan dengan banyaknya penelitian yang dilakukan tentang kekyaian4 dari berbagai paradigma. Studistudi sosial tentang pemimpin-pemimpin Islam di Indonesia5 menunjukkan bahwa kyai sebagai elit lokal6 dianggap sebagai tokoh yang mempunyai posisi serta peran sentral dalam masyarakat. Posisi sentral itu terkait dengan kedudukan mereka sebagai orang yang 3



Imam Suprayogo, Kyai dan Politik: Membaca Citra Politik Kyai (Malang: UIN Malang Press, 2007), hlm. 1. 2 Clifford Geertz, The Javanesse Kijaji: The Changing Role of a Cultural Broker, Comparative Studies in Society and History (1959-1960), Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Sosial ”terj. Umar Basalim dkk.” (Jakarta: P3M, 1987), Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES, 1982), Pradjarta Dirdjosanjoto, Memelihara Umat: Kiai Pesantren dan Kiai Langgar di Jawa (Yogyakarta: LKiS, 1999), Imam Suprayogo, Kyai dan Politik: Membaca Citra Politik Kyai (Malang: UIN Malang Press, 2007), Ahmad Patoni, Peran Kiai Pesantren Dalam Partai Politik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), Koiruddin, Politik Kiai: Polemik Keterlibatan Kiai Dalam Politik Praktis (Malang: Averroes Press), dll. 3 Baca, Geertz, The Javanesse Kijaji, dan Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Sosial. 4 Menurut Thompson, bahwa elit lokal dapat terdiri dalam berbagai bentuk berdasar pada sumber daya yang dimilikinya. Ada elit lokal yang muncul karena kekuatan ekonomi yang dimilikinya. Dalam hal ini kita akan melihat pada pengusaha atau tuan tanah di daerah yang mampu menggerakkan masyarakat di sekitarnya di atas fundamental ekonominya itu. Ada pula elit lokal yang kemunculannya bersumber dari kekuasaan publik yang melekat pada dirinya. Dalam hal ini kita akan melihat pada berbagai pejabat birokrasi di daerah-daerah yang dapat menentukan arah sosial dan mengendalikan warga di sekitarnya. Dan terakhir adalah elit lokal yang terbentuk karena kharisma yang dimilikinya. Kharisma ini dapat muncul karena kekuatan fisik maupun kekuatan non-fisik, termasuk legitimasi budaya masyarakat yang menempatkannya menjadi elit lokal. Dalam konteks ini annangguru atau kyai termasuk dalam kategori ketiga, baca, Koiruddin, Politik Kiai, hlm. 24-25. .



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 3 terdidik dan kaya di tengah masyarakat. Sebagai elit terdidik, kyai memberikan pengetahuan Islam kepada penduduk desa, dan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional adalah sarana penting dan basis legitimasi untuk melakukan transfer pengetahuan kepada masyarakat desa tersebut.7 Olehnya itu telah menjadi kebiasaan umum di dunia Islam, bahwa seorang ulama terkenal tentu akan terpanggil untuk melakukan pembelajaran agama melalui sebuah lembaga pendidikan keagamaan. Di Arab Saudi dan Iran, madrasah merupakan lembaga seperti itu. Sedangkan di Indonesaia, lembaga ini secara tradisional disebut pesantren. Pesantren adalah sistem pembelajaran dimana para murid (santri), memperoleh pengetahuan keislaman dari seorang ulama (kyai) yang biasanya mempunyai beberapa pengetahuan khusus.8 Di berbagai daerah di Indonesia penggunaan istilah kyai berbeda dengan ulama. Horikoshi9 dan Mansurnoor10 membedakan kyai dari ulama dalam peran dan pengaruhnya di masyarakat. Ulama adalah istilah yang lebih umum dan merujuk pada seseorang muslim yang berpengetahuan. Kaum ulama adalah kelompok yang “secara jelas mempunyai fungsi dan peran sosial sebagai cendekiawan 7 Endang Turmudi, Perselingkuhan Kiai dan kekuasaaan, “terj. Supriyanto Abdi.” (Yogyakarta: LKiS, 2004), hlm. 1. 8 Endang Turmudi, Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan (Yogyakarta: LKis, 2004) hlm. 28. 7 Baca Horkoshi, terj. Umar Basalim, Kyai dan Perubahan Sosial (Jakarta: P3M, 1987). 8 Baca Mansurnoor Iik Arifin, Isla>m in an Introduction World, Ulama’ of Madura, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 4 penjaga tradisi yang dianggap sebagai dasar identitas primordial individu dan masyarakat”.11 Istilah ulama secara luas digunakan di dunia Islam dan paling tidak, setiap muslim mengetahui apa arti istilah tersebut. Di Indonesia, beberapa istilah lokal digunakan untuk menunjukkan berbagai tingkat keulamaan sedangkan istilah yang sering digunakan untuk menyebut ulama adalah kyai. Khusus masyarakat Mandar dalam menyebut seorang ulama dengan menggunakan istilah annangguru, meskipun tetap ada yang menggunakan kyai. Annangguru (Bugis: Angrengguru, Makassar: Anrongguru, Jawa: Kyai) merupakan pengaruh Bugis, berasal dari kata annang yang berarti kelompok atau kaum, guru berarti pimpinan. Jadi, pimpinan suatu kelompok itu disebut annangguru.12 Dalam masyarakat Mandar dan Bugis, annangguru atau angrengguru adalah pemimpin spiritual dalam suatu kelompok. Pasca Perjanjian Bongayya pengaruh BugisMakassar kuat sekali dan sampai ke tanah Mandar, dimana pemimpin spiritual dari daerah tersebut yaitu Sultan Hasanuddin dan Arung Palakka, keduanya menjabat sebagai raja juga sebagai pemimpin spiritual. Penyebutan angrengguru di tanah Bugis berkembang pada tradisi Nahdatul Ulama untuk mereka yang ahli dalam bidang keagamaan, sedangkan untuk kelompok Muhammadiyah dikenal dengan sebutan Tuan Guru (Tn. Guru). Pada tahun 1911, para angrengguru dari kalangan NU di tanah Bugis mulai mendirikan sekolah yang diperuntukkan untuk putra-putra bangsawan, demikian



9



Lihat, Endang Turmudi, Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan,



hlm. 29. Wawancara dengan Darmawan Mas’ud, (69 Tahun), Guru Besar Antropologi Universitas Negeri Makassar (UNM) di Makassar tanggal 12 Desember 2007. 12



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 5 pula dari kelompok Muhammadiyah juga mendirikan sekolah-sekolah yang dipelopori oleh para tuan guru.13 Annangguru masih dalam perdebatan, apakah ia pengaruh dari tradisi Bugis Makassar atau berasal dari tradisi Mandar, namun menurut analisis penulis bahwa annangguru bersumber asli dari tradisi Mandar, bukan dipengaruhi dari Bugis Makassar, alasannya adalah: Pertama: Penggunaan kata annangguru di Mandar lebih luas, bukan hanya kepada ahli agama dan spiritual, tetapi juga mereka yang mempunyai keahlian khusus seperti pembuat perahu, pembuat rumah kayu dan lain-lain. Kedua: Istilah annangguru sudah dipergunakan sejak tahun 1605, masa pemerintahan Raja Pamboang, I Sallarang Tomatindo Di Agamana, zaman pemerintahannya ia mengangkat Daeng Mamata sebagai pejabat pembantu raja di bidang pertahanan wilayah kerajaan dengan gelar Mara’dia Malolo atau menteri pertahanan dalam istilah modern, Mara’dia Malolo tersebut dibantu oleh tiga staf khusus yaitu Andongguru14 Passinapang (senapan), Andongguru Pakkawusu (pemanah) dan Andongguru Pakkalula (pembuka), mereka adalah yang ahli di bidang pertahanan wilayah, saat itu pengaruh Makassar dan Bugis belum ada di Kerajaan Pamboang Mandar. Ketiga: Annangguru di Mandar digunakan juga oleh perempuan, sedangkan di Bugis dan Makassar hanya kepada laki-laki. Dengan alasan inilah kemudian penulis menyimpulkan bahwa istilah annangguru itu berasal dari Mandar, tidak dipengaruhi dari luar. Kata annangguru merupakan kata yang masih asing di telinga masyarakat Indonesia. Annangguru adalah sebutan bagi ulama di Mandar. Kata ini merujuk kepada figur tertentu yang 13



Wawancara dengan Halilintar, (48 tahun) Dosen UNM di Makassar pada tanggal 23 Desember 2007. 14 Kata andongguru sama dengan annangguru, dimana orang Mandar Majene menyebutnya andongguru, sedangkan orang Mandar Balanipa (Polewali Mandar) menyebutnya annangguru.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 6 memiliki kapasitas dan kapabilitas yang memadai dalam ilmu-ilmu agama Islam. Karena kemampuannya yang tidak diragukan lagi, dalam struktur masyarakat Mandar, khususnya di Polewali Mandar, figur Annangguru memperoleh pengakuan akan posisi penting di masyarakat. Annangguru adalah gelar yang diberikan masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan sebuah tarekat, pesantren dan kelompok-kelompok pengajian kitab. Namun demikian, gelar annangguru sebenarnya tidak hanya melekat kepada ahli agama, atau melekat pada guru-guru tarekat dan pesantren. Penulis menemukan di masyarakat bahwa annangguru di Mandar juga digunakan pada orang yang ahli pada ritual dan keahlian khusus. Oleh sebab itulah penyebutan annangguru dapat merujuk pada tiga gelar. Pertama, annangguru merupakan sebutan bagi orang yang mempunyai profesi khusus. Seperti annangguru lopi atau yang ahli membuat perahu, annangguru boyang yang ahli membuat rumah kayu atau rumah panggung, annangguru pammaca’ atau guru pencak silat, annangguru pangaji yang mengajar membaca al-Qur’an dan lain-lain. Istilah ini masih ditemukan di kampung Mandar seperti, Pambusuang, Campalagian, daerah Tinambung dan sekitarnya namun di perkotaan sudah dihilangkan. Kedua, gelar annangguru ditujukan pada ahli supranatural, yang dapat menyembuhkan orang sakit karena sihir, kerasukan jin atau tama-tamang dan yang mampu melihat hal-hal gaib dan lainlain. Ketiga, gelar annangguru juga diberikan pada orang yang ahli ilmu agama Islam yang menguasai kitab-kitab klasik Islam atau kitab kuning. Dalam disertasi ini fokus penulis adalah pada pengertian annangguru yang kedua dan ketiga, yaitu, mereka yang mempunyai kemampuan supranatural dan sering dikunjungi oleh masyarakat DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 7 untuk minta pertolongan, serta mereka yang ahli dan menguasai ilmu agama Islam. Annangguru di Mandar dan angrengurutta di tanah Bugis dan Makassar mempunyai kesamaan, dan hanya berbeda pada pengistilahan penyebutan, hanya saja annangguru di Mandar juga diberikan kepada kaum perempuan sedangkan di kalangan orang Bugis dan Makassar angrenggurutta hanyalah diberikan pada lakilaki. Dalam konteks Mandar, annangguru sebagai elit masyarakat dalam sejarahnya berperan cukup signifikan di semua aspek kehidupan sosial, budaya, agama dan politik dengan melampaui fungsi khususnya sebagai pemangku di bidang keagamaan. Annangguru ditempatkan pada posisi paling tinggi di tengah masyarakat, karena ia dipandang sebagai tokoh yang cukup berpengaruh karena pengetahuan yang ia miliki, dan tingkat spiritualitas yang mendalam, dan masih terbatasnya informasi ke masyarakat sehingga annangguru dijadikan sandaran untuk menjawab problem sosial, bahkan annangguru dipandang sebagai orang sakti yang mempunyai ilmu yang melebihi manusia pada umumnya. Annangguru dalam konteks perubahan sosial budaya yang sebelumnya ia sebagai sosok yang diposisikan di masyarakat pada status tertinggi tingkatannya, dan menjadi rujukan utama dalam pengambilan keputusan dalam berbagai segi kehidupan dan penengah di berbagai konflik kemasyarakatan, perlahan mulai terkikis dengan berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi, peranan annangguru telah mengalami pergeseran di berbagai aspek kehidupan. Seiring dengan munculnya kaum profesionalisme maupun lembaga-lembaga bentukan pemerintah sebagai lembaga formal maupun nonformal, adalah salah satu bagian kecil yang mempengaruhi peran annangguru. Soejatmiko menyebutkan tiga faktor utama yang mendorong terjadinya perubahan, yaitu



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 8 perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, faktor kependudukan dan ekologi (lingkungan hidup).15 Misalnya, biasanya masyarakat berkonsultasi ke annangguru mengenai masalah pertanian dan perikanan sekarang masyarakat lebih banyak berkonsultasi kepada Petugas Penyuluh Pertanian maupun Perikanan dari instansi terkait begitu pula dengan persoalan kesehatan, masyarakat yang dulunya berobat ke annangguru, sekarang mereka lebih memilih berobat ke mantri, bidan desa maupun dokter. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi kunci perubahan. Dalam konteks ini, negara barat yang berbahasa Inggris, menurut John Naisbit dan Patricia Aburdence, akan mendominasi gaya hidup global.16 Globalisasi sebagai sebuah proses bergerak amat cepat dan meresapi ke segala aspek kehidupan, baik aspek ekonomi, sosial budaya maupun politik. Gejala khas atau baru dari proses globalisasi ini adalah kemajuan teknologi komunikasi, informasi, teknologi dan tranportasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses globalisasi ini berjalan multiarah dan merajut ikatan-ikatan begitu majemuk plural dan kompleks. Inilah kenyataan yang tak terelakkan dan menantang,17 globalisasi menjadikan informasi menjadi terbuka lebar cenderung tak tersaring sampai ke level masyarakat paling bawah sehingga dapat mengubah aspek kehidupan sosial maupun spiritualitas masyarakat.



15



Soejatmiko, Manusia dan Dunia yang sedang Berubah (Jakarta: Grafindo, 1991), hlm. 7. 16 Muhtarom, Reproduksi Ulama di Era Globalisasi: Resistensi Tradisional Isla>m, hlm. 45. 17 Aris Dewanta, Pusaran Globalisasi, dalam “Basis” Nomor 01-02, tahun ke 52, Jan-Feb 2003.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 9 Menurut Irwan Abdullah18, yang dikutip dari Featherstone19, dan Hannez20, bahwa Globalisasi telah menjadi kekuatan besar yang membutuhkan respon tepat karena ia memaksa suatu strategi bertahan hidup (survival strategy) dan strategi pengumpulan kekayaan (accumulative strategy) bagi berbagai kelompok masyarakat. Perubahan karakter masyarakat merupakan hal yang mencolok yang terjadi, khususnya dengan melemahnya ikatan-ikatan tradisional. Pada saat yang bersamaan individu-individu memiliki otonomi yang lebih besar. Dalam dunia semacam ini, minat individual sedang mendapatkan ruang yang lebih luas dalam berekspresi dan juga dalam proses pengambilan keputusan.21 Bagamana annangguru menyikapi perubahan tersebut untuk tetap bertahan di tengah masyarakat? tentunya annangguru mulai memainkan peran-peranya dengan mendesain strategi dalam menghadapi tantangan dalam bentuk perubahan sosial budaya yang tak dapat terbendung di tengah masyarakat. tantangan itu meliputi: Krisis keannangguruan dan stagnasi pengajaran, berkembangnya ormas Islam dan kelompok Islam lainnya, peralihan posisi dan peran annangguru, berkembangnya lembaga pendidikan modern dan perubahan teknologi informasi. Dengan tantangan-tantangan tersebut yang muncul akibat perubahan sosial budaya tentunya annangguru menempu langkah-langkah kongkrit untuk menjawab untuk tetap survive dalam masyarakat melalui pengkaderan annagguru dan perbaikan metode pengajaran, menempuh langkah-



18 Irwan Abdullah, Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 165. 19 Featherstone, Global Cultural: Nationalism, Globalization, and Modernity (London: Sage Publication, 1990). 20 Ulf Hannez, Transnational Connection: Culture, People, Places (London: Routledge, 1996). 21 Irwan Abdullah, Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan, hlm. 165.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 10 langkah untuk merekrut semua golongan, terlibat langsung dalam organisasi kemasyarakatan bahkan mendirikan yayasan sosial yang bergerak di bidang pendidikan, menambah wawasan dengan mengikuti pendidikan formal serta menggunakan IT (information technology) dalam berdakwah. Studi ini dilakukan di Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, fokus pada empat kecamatan yaitu, Kecamatan Balanipa, Mapilli, Campalagian dan Polewali. Polewali Mandar dipilih sebagai tempat penelitian dengan berbagai pertimbangan antara lain: Pertama; Polewali Mandar sebagai kabupaten yang berpenduduk terbanyak di Sulawesi Barat, kedua; banyak memproduksi annangguru dan pusat penyiaran agama Islam masa lampau, dan yang ketiga daerah ini masih mempertahankan tradisi Islam Mandar, ketiga alasan tersebut sehingga tempat ini dipilih. B. Rumusan Masalah Problem utama riset ini adalah mengapa annangguru dapat bertahan dalam masyarakat Mandar yang berubah? Problem ini lalu dijabarkan dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana kedudukan dan peranan annangguru dalam masyarakat Mandar? 2. Apa tantangan yang dihadapi annangguru dalam masyarakat? 3. Strategi apa yang dilakukan annangguru dalam menghadapi dinamika perubahan yang terjadi? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Bertolak dari masalah di atas, maka tujuan Penelitin ini dirumuskan untuk: pertama, secara akademik adalah untuk pengembangan atau evaluasi dari penelitian-penelitian sebelumnya, dan memperkuat teori-teori yang telah dibangun oleh peneliti sebelumnya. Kedua, memberikan penjelasan secara detail kedudukan DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 11 dan peran para annangguru menurut latar belakang mereka sendirisendiri di bidang sosial maupun keagamaan. Ketiga, lalu diuraikan berbagai macam tantangan akibat dampak dari perubahan sosial budaya yang terjadi di tengah masyarakat. Keempat: Kemudian memberikan penjelasan lebih lanjut strategi yang ditempuh annangguru dalam menghadapi dinamika perubahan yang terjadi. Dan akhirnya diberikan kesimpulan bahwa annangguru dapat bertahan di era perubahan sosial budaya yang terjadi saat ini karena ia mampu mengikuti perkembangan yang sedang terjadi, tanpa meninggalkan fungsi-fungsi utama yang melekat pada annangguru. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: Pertama, bagi pengambil kebijakan (pemerintah) dapat menjadikan hasil penelitian sebagai data-data yang membantu dalam pengembangan kajian keagamaan meliputi tokoh maupun institusinya. Kedua, manfaat bagi annangguru muda adalah, sebagai bahan masukan untuk merancang strategi yang lebih matang untuk dapat tetap eksis di tengah masyarakat. Dan yang ketiga, secara teoritik, hasil penelitian ini diharapkan berguna memberi landasan teori bagi kepentingan perluasan ataupun penguatan teori tentang status dan peran (role) , teori pemimpin kharismatik Weber dan teori perubahan sosial W.F Ogburn dan Arnold Y Toynbee dan teori kepemimpinan kharismatik Max Weber, selain hal tersebut di atas, diharapkan juga dapat menjadi salah satu sumber rujukan bagi peminat kajian sosiologi agama di Indonesia, dan secara khusus diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti lanjutan tentang annangguru di Mandar dan sekitarnya. D. Kajian Pustaka Kajian yang membahas annangguru di Mandar masih minim, namun ada beberapa riset yang telah dilakukan di tempat lain, yang mempunyai kesamaan dengan penelitian ini, yakni tentang penelitian tokoh agama Islam. Pertama, tulisan disertasi Horikoshi yang berjudul, A Traditional Leader in a Time of Change: The Kijaji and DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 12 Ulama in West Java22, disertasi ini ingin melihat bagaimana tokoh agama atau kyai di dalam menghadapi perubahan sosial yang terjadi di lingkungannya. Begitu pula dengan disertasi ini yang berjudul Annangguru di Mandar: Kedudukan dan Peranan Annangguru dalam Sosial Keagamaan dengan problem utamanya adalah mengapa annangguru dapat bertahan dalam masyarakat Mandar yang berubah? Jika Horikoshi mengkaji tentang peran tokoh agama Islam di dalam menghadapi arus perubahan sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat luas yang kompleks. Ia mempertahankan kekuatan para ahli agama ini yang berada pada posisi kritis untuk mengemban misi agama Islam sebagai kekuatan yang berdaya lanjut. Maka letak perbedaan antara penelitian Horikoshi dengan penelitian ini adalah, Horikoshi menyoroti lebih luas peran kyai sampai pada aspek ekonomi dan politik. Bedanya dengan disertasi ini hanya konsen kepada bidang sosial dan keagamaan atau interaksi langsung annangguru dalam masyarakat sebagai pengajar, pendidik, imam masjid, pengajar dan pendidik, pemimpin upacara keagamaan, konsultan agama, supranatural dan pengobatan. Jika Horikoshi mendudukkan posisi kyai sebagai mediator atau perantara dan makelar budaya (Cultural Brooker). Mediator didefinisikan sebagai orang atau kelompok yang menempati posisi penghubung dan perantara antara masyarakat dan sistem tradisional yang bercorak perkotaan. Bergantung pada posisi strukturnya dalam jaringan masyarakat yang kompleks, mediator ini dapat diperankan oleh pemimpin tradisional yang membentengi titik-titik rawan dalam jalinan yang menghubungkan sistem lokal. Dengan keseluruhan sistem yang lebih luas dan sering bertindak sebagai penyangga atau penengah antara kelompok-kelompok yang saling bertentangan, menjaga terpeliharanya daya pendorong dinamika masyarakat yang 22



Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Sosial, terj. Umar Basalim dkk.” (Jakarta: P3M, 1987).



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 13 diperlukan bagi kegiatan-kegiatan mereka. Berbeda dengan itu, disertasi ini menempatkan sosok annangguru tidak hanya sebagai mediator, tetapi juga sebagai elit lokal, pelindung dan panutan, istilah mediator yang digunakan Horikoshi tidak digunakan dalam penelitian ini, peneliti lebih cocok menggunakan istilah wasilah. Penelitian Horikoshi yang menempatkan kyai sebagai Cultural Brooker adalah sama dengan apa yang dilakukan oleh Geertz23 dalam studinya di Mojokuto pada tahun 1960-an, tetapi keduanya mempunyai kesimpulan yang berbeda, Geertz menyimpulkan bahwa pengaruh kyai terletak pada pelaksanaan fungsi makelar ini. Ia beranggapan bahwa secara politis kyai tidak berpengalaman dan tidak mempunyai keahlian, tak mampu memimpin masyarakat modern dengan baik. Berbeda dengan Geertz, Horikoshi melihat bahwa ulama dan tokoh Islam yang terdapat di pedesaan Jawa Barat menolak perubahan dan mempertahankan kedudukan yang berpengaruh berupa sistem tradisional. Selain Horikoshi melihat bahwa mereka telah mengatasi dengan cermat masalah ini dalam hubungannya masyarakat bangsa. Lebih jauh ia mengatakan bahwa bentuk dan mekanisme yang dilalui oleh para pemimpin tradisional dalam usaha mempertahankan status-quo mereka berbeda dari tipe kelompok lainnya dan hanya dapat dimengerti dalam konteks tertentu dalam hubungannya dengan bagian masyarakat yang kompleks. Geertz beranggapan bahwa kyai adalah figur yang menjadi penyaring berbagai budaya atau informasi yang datang dari luar ke arah kehidupan kaum santri dengan cara mengambil yang berguna dan membuang yang tidak ada manfaatnya. Peran ini akan macet, manakala arus informasi yang masuk, dari kemacetan fungsi ini, maka akan terjadi kesenjangan budaya antara kyai dengan 23



Baca Geertz, The Javanese Kyai: The Changing Role of Cultural Broker (1959).



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 14 masyarakat, dan tidak jarang kyai ditinggalkan oleh penganut atau santrinya. Ada perbedaan antara Geertz dengan peneltian ini yaitu annangguru ditempatkan sebagai panutan dan tidak menggunakan istilah makelar budaya. Informasi lain yang didapatkan tentang peran kyai adalah terdapat dalam disertasi Mansurnoor24 lewat kajian dengan pendekatan antropologis, melihat bahwa para ulama dalam merespon perubahan-perubahan yang terjadi tidak menunjukkan satupun bentuk kesatuan respon terhadap perubahan. Yang ada adalah kesesuaian antara persepsi dan pemahaman terhadap tantangan dan perubahan di satu pihak dan hakikat respon di lain pihak. Ia juga merekomendasikan tentang perlunya penelitian lebih lanjut yang memfokuskan pada tiga kategori ulama dalam masyarakat yang sedang berubah, yaitu ulama konserfatif, adaptif dan progresif Mansurnoor memberikan hipotesis bahwa afiliasi kelompok, latar belakang, akses, kepada ide-ide dan mobilitas masyarakat yang lebih luas semuanya memprakarsai langkah-langkah yang prodersif dalam merespon kekuatan yang datang dari luar. Sementara itu, ulama yang berasal dari keluarga terhormat (bangsawan) memiliki kesempatan yang lebih untuk memperkaya pengalaman mereka dan membawa inovasi ke dalam wilayah otoritas agama dan pendidikan. Ia juga menambahkan bahwa sepanjang kepemimpinan lokal mereka tidak terusik, para ulama dapat dijadikan sebagai partner oleh elit politik dan pengusaha. Ada perbedaan menyolok antara temuan Mansurnoor tentang ulama (kyai) dengan mengambil setting Madura dengan disertasi ini, jika Mansurnoor menemukan “ulama tidak merespon adanya perubahan”, berbeda dengan sosok annangguru di Mandar sama sekali tidak menafikan perubahan akan tetapi mereka mampu beradaptasi Iik Arifin Mansurnoor, Isla>m in an Introduction World, Ulama of Madura (Yogyakarta: Gadjah Mada Press). 24



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 15 terhadap perubahan yang ada, sehingga annangguru tetap dapat bertahan dan menjadi bagian yang penting dalam masyarakat. Kajian lain tentang kyai juga dilakukan oleh Dhofier25 yang mengkaji tentang tradisi pesantren. Menurutnya, dunia pesantren dengan kyainya tidaklah merupakan sebuah komunitas yang stagnan tanpa perubahan, akan tetapi kyai dan pesantrennya adalah wadah yang memiliki kemampuan untuk berubah seirama dengan perkembangan zaman. Melalui konsep continuity and change, dapat dikemukakan bahwa kyai dengan berbagai perubahan sosial di sekitarnya telah melakukan perubahan dengan cara melestarikan sesuatu yang bernilai baik dan mengambil sesuatu di luar dirinya yang bernilai positif. Melalui kajian di Pesantren Tebuireng dan Pesantren Tegalsari, diperoleh gambaran bahwa pesantren tersebut telah melakukan perubahan secara mendasar di dalam pesantren terkait dengan perubahan sosial di sekelilingnya. Selain itu juga ditemukan bahwa terdapat geneologi kekyaian dalam hubungan antara satu kyai dengan kyai lainnya, terutama di Jawa. Dhofier hanya konsentrasi pada kyai pesantren sedangkan disertasi ini memotret tiga tipologi annangguru sekaligus, sesuai dengan kedudukan dan perannya yaitu: pertama; pimpinan perguruan tinggi, politisi, pelaku tarekat dan muballigh, kedua; Pimpinan Pesantren dan pengajar kitab kuning dan yang ketiga; Pimpinan Panti Asuhan dan konsultan spiritual. Penelitian lain yang menempatkan kyai sebagai figur sentral ialah tulisan Dirdjosanjoto26. Penelitian ini mencoba untuk melihat peran kyai di dalam memelihara umat dengan setting “Kyai Pesantren 25



The Pesantren Tradition: A Study of the Role of the Kyai in the Maintenance of the traditional Ideology of Isla>m in Java”. Disertasi, Anu Canberra, terj. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES, 1981). 26 Dirdjosanjoto, Memelihara Umat: Kiai Pesantren-Kiai Langgar di Jawa (Yogyakarta: LKiS, 1999).



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 16 dan Kyai Langgar“ di masyarakat pesisir Jawa Tengah. Di dalam menghadapi perubahan yang cepat di sekitarnya, kyai ternyata memiliki respon yang berbeda, kyai pesantren memanfaatkan kesempatan terbuka, baik level lokal maupun nasional, sementara kyai langgar mencoba bertahan di level lokal. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sumber kewibawaan dan kekuasaan yang berbeda. Ketika menghadapi persoalan umat, termasuk politik, maka kyai bisa menjalin aliansi yang berubah-ubah tergantung pada kepentingan yang dihadapi. Kyai dalam pandangannya ternyata bisa memerankan dua peran sekaligus, yaitu sebagai mediator dan makelar budaya. Perbedaan antara penelitian Dirdjosanjoto dan penelitian ini adalah terletak pada pembagian fungsi kyai, Dirdjosanjoto menggunakan kata tempat aktivitas seorang kyai untuk menamakan fungsinya, seperti kyai pesantren, kyai yang beraktivitas di pesantren dan lebih terbuka wewenangnya dan kyai langgar, kyai yang beraktivitas di langgar dan terbatas wewenangnya, beda dengan penelitian ini membagi tipologi annangguru sesuai dengan peran dan posisinya, dan annangguru hanya bertahan pada level lokal sama dengan kyai langgar, annangguru di Mandar beda dengan kyai pesantren di Jawa, kyai pesantren dapat memanfaatkan situasi yang terbuka hingga level nasional, sementara annangguru di Mandar yang merespon situasi lokal saja, dan ketiga tipologi annangguru ini tidak mesti memiliki pesantren. Beberapa kajian di atas memberikan gambaran tentang peran elit agama dan institut keagamaan di dalam proses perubahan sosial yang terus berlangsung. Jika penelitian tentang institusi keagamaan (pesantren dan kyai) lebih menekankan pada perubahan sosial yang dihasilkan oleh interaksi antara kyai dengan masyarakat dan lembaga



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 17 pesantren. Kemudian Endang Turmudi27, yang mengadakan penelitian disertasi di Jombang dengan judul “Strugling for the Umma: Changing Leadhership Roles of Kiai in Jombang”, ia fokus pada dunia kyai dan pesantren, yang membidik hubungan antara kyai dengan situasi sosial dan politik yang lebih luas. Ada tiga jenis kyai yang dibahas dalam studi ini yakni kyai pesantren, kyai tarekat dan kyai yang terlibat dalam politik. Dua aspek penting dalam kepemimpinan kyai juga disoroti. Pertama, keterikatan kuat kyai pada Islam dan karena itu kepemimpinannya secara umum dipandang kharismatik. Kedua, independensi masing-masing kyai. Menurut Turmudi, otoritas kyai memiliki keterbatasan legitimasi. Paling tidak ia mempunyai batasan-batasan yang menentukan wilayah atau situasi bagi keberlakuannya. Batasan ini bersifat normatif dan dinyatakan secara longgar dalam konsep “berjuang demi Islam”. Konsep ini dapat digunakan oleh pengikut kyai mana pun atau kelompok dalam masyarakat untuk menilai seorang kyai. Pengaruh kyai dalam politik menurut Turmudi tidak sekuat dalam bidang sosial dan kemasyarakatan. Meskipun menjadi tokoh kharismatik, hanya sedikit pengikut yang merasa terdorong untuk mengikuti langkah politik kyai. Turmudi lebih banyak membahas pada level politik kyai sedangkan pada penelitian ini sama sekali tidak menyinggung masalah politik. Kajian tentang kyai sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya, mendudukkan kyai pada konteks perubahan sosial yang terjadi. Semua kajian tersebut melalui pendekatan digunakan oleh masing-masing peneliti, seperti Geertz, Horikoshi mendudukkan kyai sebagai makelar atau cultur broker. Sedangkan Dhofier menempatkan sebagai individu 27



Endang Turmudi, Strugling for the Umma: Changing Leadhership Roles of Kiai in Jombang,” terj. Supriyanto Abdi”. Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan (Yogyakarta: LKiS, 2003).



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 18 yang secara nyata melakukan perubahan di atas tradisi masingmasing. Kemudian penelitian mengenai kyai di Sulawesi ditulis oleh Abd. Kadir Ahmad28, penelitian yang dilakukan di Bone, Soppeng, Wajo, Sulawesi Selatan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat Bugis memiliki sebutan khusus terhadap ulama, yaitu gurutta atau angrengurutta. Gurutta merupakan konstruksi masyarakat Bugis dengan persyaratan kompetensi akademik dan kultural, jadi fungsi gurutta dalam dinamika sosial adalah sebagai panutan dan mediator. Dinamika sosial yang diakibatkan oleh peran ulama bersifat evolutif dan mementingkan kestabilan sistem sosial. Persamaan penelitian Ahmad Kadir dan disertasi ini adalah keduanya dilakukan di Sulawesi, namun Ahmad Kadir fokus pada suku Bugis di Kabupaten Bone, Soppeng dan Wajo sedangkan penelitian tentang annangguru ini dilakukan di daerah Mandar (suku Mandar) Ahmad Kadir banyak terpengaruh terhadap peran-peran kyai di Jawa dan hampir tidak ada perbedaannya. Penulis berikutnya disertasi Musafir Pababari29, dalam disertasi ini Pababari fokus pada pola hubungan otoritas agama dan politik dalam perpektif sosiologis di Mandar. Dalam kondisi politik pemerintah dipandang akomodatif terhadap kepentingan Islam, maka pengamal tarekat akan memberikan respons positif dan dukungan politik kepada yang berkuasa. Kemudian dalam kondisi politik pemerintah dipandang tidak sesuai, menyimpang, merugikan atau mengancam kepentingan Islam, maka pengamal tarekat akan memberikan kepada pemerintah yang berkuasa, dan munculnya multitafsi>r, dalam perbedaan penafsiran ini kaum internal tarekat



28



Abd. Kadi Ahmad, Ulama dalam Dinamika Sosial di Sulawesi, Disertasi (Makassar: Unhas, 2005). 29 Pababari, Tarekat Qadiriah di Mandar, Disertasi (Makassar: Unhas, 2003).



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 19 akan memberikan respon yang berbeda. Dalam penelitian ini Pababari lebih banyak menyoroti pelaku tarekat, para annangguru pemimpin tarekat dan para muridnya serta otoritas mereka dalam politik. Disertasi Pababari ini adalah satu-satunya disertasi yang membahas masalah elit lokal di Mandar sehingga peneliti cukup terbantu untuk memetakan keannangguruan di Mandar, Pababari lebih fokus kepada tarekat di Mandar, tidak mengurai secara khusus tentang Keannangguruan dari berbagai aspek. Penelitian disertasi ini adalah pengembangan atau evaluasi dari penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini memperkuat teori-teori yang telah dibangun oleh peneliti sebelumnya. Berikut ini diterangkan secara rinci hasil penelitian terdahulu dalam tabel 1: Tabel. 1 Hasil Penelitian Terdahulu No Peneliti dan Judul Perbedaan dengan Tahun Penelitian Penelitian Annangguru di Mandar 1 Clifford Geertz; Secara politis kyai tidak 1960 The javanese berpengalaman dan tidak kyai: the changing mempunyai keahlian, tak role of cultural mampu memimpin broker (1959). masyarakat modern dengan baik. Makelar budaya /penyaring antar berbagai budaya dan informasi ada perbedaan antara geertz dengan peneltian ini yaitu annangguru mempunyai keahlian dan mampu memimpin masyarakat modern DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 20



2



Zamakhsyari Dhofierthe;



Konsentrasi pada kyai pesantren sedangkan disertasi ini memotret tiga tipologi annangguru sekaligus, sesuai dengan kedudukan dan perannya yaitu: Pertama; pimpinan perguruan tinggi, politisi, pelaku tarekat dan muballigh, Kedua; pimpinan pesantren dan pengajar kitab kuning. Ketiga; pimpinan panti asuhan, lsm dan konsultan spiritual.



1982



Hiroko Horikoshi; Horikoshi menyoroti A traditional lebih luas peran kyai leader in a time of sampai pada aspek change: the kijaji ekonomi dan politik. and ulama in west bedanya dengan disertasi java (Disertasi) ini hanya konsen kepada terj. Kiyai dan bidang sosial dan perubahan sosial keagamaan atau interaksi langsung annangguru dalam masyarakat sebagai pengajar, pendidik, imam masjid, pemimpin upacara



1987



Pesantren tradition: a study of the role of the kyai in the maintenance of the traditional ideology of islam in java”. Disertasi, ANU Canberra, terj. tradisi pesantren: studi tentang pandangan hidup kyai 3



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 21 keagamaan, konsultan agama, supranatural dan pengobatan. Horikoshi mendudukkan posisi kyai sebagai mediator atau perantara dan makelar budaya (cultural brooker). mediator didefinisikan sebagai orang atau kelompok yang menempati posisi penghubung dan perantara antara masyarakat dan sistem tradisional yang bercorak perkotaan. horikoshi melihat bahwa ulama dan tokoh islam yang terdapat di pedesaan jawa barat menolak perubahan dan mempertahankan kedudukan yang berpengaruh berupa sistem tradisional. Penelitian tentang annangguru menempatkan sosok annangguru tidak hanya sebagai mediator, tetapi juga sebagai elit lokal, DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 22 pelindung dan panutan, istilah mediator yang digunakan horikoshi tidak digunakan dalam penelitian ini 4



5



Lik Arifin Kyai sebagai elit Mansour Noor; keagamaan dan Islam in an mempunyai peran yang Indonesian world: sangat kuat dalam ulama of madura membangun masyarakat yang religius, pondok pesantren yang dikembangkan oleh kyai dipandang oleh masyarakat sebagai lembaga pendidikan alternatif. Dirdjosanjoto; Perbedaan antara Memelihara penelitian dirdjosanjoto umat: kiai dan penelitian ini adalah pesantren-kiai terletak pada pembagian langgar di jawa fungsi kyai, dirdjosanjoto menggunakan kata tempat aktivitas seorang kyai untuk menamakan fungsinya, seperti kyai pesantren, kyai yang beraktivitas di pesantren dan lebih terbuka wewenangnya dan kyai DR. ACO MUSADDAD HM



1997



1999



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 23 langgar, kyai yang beraktivitas di langgar dan terbatas wewenangnya. Tipologi annangguru dibagi sesuai dengan peran dan posisinya, dan annangguru hanya bertahan pada level lokal sama dengan kyai langgar, annangguru di mandar beda dengan kyai pesantren di jawa, kyai pesantren dapat memanfaatkan situasi yang terbuka hingga level nasional, sementara annangguru di mandar yang merespon situasi lokal saja, dan ketiga tipologi annangguru ini tidak mesti memiliki pesantren. 6



Endang Turmudi;



Strugling for the umma: changing leadhership roles of kiai in Jombang,”terj. supriyanto abdi”.



Fokus pada dunia kyai dan pesantren, yang membidik hubungan antara kyai dengan situasi sosial dan politik yang lebih luas.



DR. ACO MUSADDAD HM



2003



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 24 Perselingkuhan Turmudi lebih banyak kiai dan membahas pada level kekuasaan politik kyai sedangkan pada penelitian ini tidak fokus pada aspek politik saja 7



Pababari;



Fokus pada pola Tarekat Qadiriah hubungan otoritas agama di Mandar dan politik dalam (Disertasi) perpektif sosiologis di Mandar. dalam kondisi politik pemerintah dipandang akomodatif terhadap kepentingan islam, maka pengamal tarekat akan memberikan respons positif dan dukungan politik kepada yang berkuasa Pababari lebih fokus kepada tarekat di mandar, tidak mengurai secara khusus tentang keannangguruan dari berbagai aspek.



2004



8



Abd Ahmad;



2005



Kadir Ahmad Kadir fokus pada suku bugis di kabupaten Ulama Dalam bone, soppeng dan wajo Dinamika Sosial sedangkan penelitian DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 25 di



9



Sulawesi, tentang annangguru ini



(Disertasi)



dilakukan di daerah mandar (suku mandar) ahmad kadir banyak terpengaruh terhadap peran-peran kyai di jawa dan hampir tidak ada perbedaannya.



Nurul Azizah;



Tidak serta merta kyai yang telah memiliki modal sosial/kultural bisa bergeser menjadi pemimpin sekuler. Terjadi perubahan terhadap tradisi kyai yang secara religio-kultural menerima uang cabis dari para santri atau wali santri, sebaliknya pada saat kyai menjadi bupati terjadi perubahan perilaku dimana bupati menjadi pemberi uang cabis ke santri sebagai instrument transaksi poltik. Dalam peran annangguru di Mandar belum terjadi hal yang demikian.



Dari Kyai Menjadi Bupati: Studi Pergeseran Kepemimpinan Pesantren Ke Kepemimpinan Sekuler (Disertasi)



DR. ACO MUSADDAD HM



2012



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 26 10



Suparjo;



Fokus pada hubungan Komunikasi kyai dan santri dalam Interpersonal sebuah pesantren di era Kyai-Santri: modern, penelitian Studi Tentang Annangguru di Mandar Keberlangsungan pola hubungannya lebih Tradisi Pesantren luas (masyarakat).



2013



di Era Modern 11



(Disertasi) Mukhlis Latif;



Imam Lapeo



12



Gerakan Sosial Masyarakat Bengkulu Abad XIX: Peran Elit Politik dan Elit Agama (Disertasi)



Meneliti khusus peran Imam Lapeo dalam mengembangkan tarekat di Mandar Hasil penelitian disertasi ini menunjukkan bahwa motivasi keterlibatan elit politik tradisional dan elit agama (khadi) dalam gerakan social tidaklah tunggal, tetapi dilatar belakangi oleh faktor ekonomi dan politik, motivasi elit politik tradisional dan elit agama terlibat dalam gerakan sosial ditentukan oleh status dan peran yang disandangnya dalam masyarakat, elit politik tradisional perannya lebih



DR. ACO MUSADDAD HM



2014



2015



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 27



13



kuat dibanding elit agama. Sayfa Auliya Perubahan sosial dan 2015 Achidsti; pengaruh politik adalah Kyai dan aspek lain yang menjadi Pembangunan bagian dari implikasi Institusi Sosial transformasi yang dilakukan oleh para kyai dalam pengembangan ilmu agama dan budaya setempat. Bentuk institusi tradisional yang berupa pesantren, perkumpulan tarekat, kebiasaan adat setempat, dan organisasi masyarakat Nahdlatul Ulama (NU) serta berbagai badan lain bentukan NU dan pesantren merupakan sumber daya politik yang laten dan kuat. Sumber: Rangkuman hasil berbagai studi, 2017



E. Landasan Teori Disertasi ini meneliti masalah Annangguru di Mandar, Kedudukan dan Peran Annangguru dalam Perspektif Sosial Keagamaan di Polewali Mandar Sulawesi Barat, dengan problem utama, mengapa annangguru dapat bertahan dalam masyarakat Mandar yang berubah? Dan digunakan beberapa teori dalam DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 28 penelitian ini, adapun yang dimaksud teori disini menurut Heddy Shri Ahimsa Putra adalah: suatu pernyataan, pendapat atau pandangan tentang hakekat suatu kenyataan atau suatu fakta, atau tentang hubungan antara kenyataan atau fakta tersebut dengan kenyataan atau fakta yang lain, dan kebenaran pernyataan tersebut telah diuji melalui metode dan prosudur tertentu.30 Jika pengujian ini dilakukan melalui metode dan prosedur (atau cara dan tata urut) ‘ilmiah’, maka teori tersebut dikatakan sebagai teori yang ilmiah atau teori ilmu pengetahuan, sedang kalau pengujiannya dilakukan dengan tidak dengan menggunakan prosedur ‘ilmiah’ tadi, maka teori tersebut akan dianggap sebagai teori yang ‘tidak ilmiah’ dan karenanya tidak harus diyakini kebenarannya. Jadi, sebuah teori bisa merupakan pandangan tentang hakekat suatu kenyataan atau gejala.31 Dalam disertasi ini digunakan beberapa teori sebagai berikut: 1. Status dan Peran Status adalah kedudukan seseorang yang dapat ditinjau terlepas dari individunya, jadi status merupakan kedudukan objektif yang memberikan hak dan kewajiban kepada orang yang menempati kedudukan tadi. Sedangkan role atau peranan adalah dinamisasi dari status ataupun penggunaan dari hak dan kewajiban. Peranan dan status kait mengkait karena status adalah kedudukan yang memberikan hak dan kewajiban sedangkan kedua unsur ini tidak aka ada artinya kalau tidak dipergunakan.32 Berikut ini dijelaskan teori yang menyangkut dengan status dan peran yaitu: 30



Heddy Shri Ahimsa Putra, Makalah, Paradigma, Epistemologi dan Metode Ilmu Sosial-Budaya, Sebuah Pemetaan (Yogyakarta: CRCS UGM, 2007), hlm. 3. 31 Ibid., 3. 32 Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial (Bandung: Karya Nusantara, 1977), hlm. 94.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 29 Teori Peran (Role Theory) Walaupun Park menjelaskan dampak masyarakat atas perilaku kita dalam hubungannya dengan peran, namun jauh sebelumnya Robert Linton pada tahun 1936, seorang antropolog, telah mengembangkan teori peran. Teori peran menggambarkan interaksi sosial dalam terminologi aktor-aktor yang bermain sesuai dengan yang ditetapkan oleh budaya. Sesuai dengan teori ini, harapan peran merupakan pemahaman bersama yang menuntun kita untuk berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Menurut teori ini, seseorang yang mempunyai peran tertentu misalnya: sebagai dokter, mahasiswa, orang tua, wanita, dan lain sebagainya, diharapkan agar seseorang tadi berperilaku sesuai dengan peran tersebut. Mengapa seseorang mengobati orang lain, karena dia adalah seorang dokter. Jadi karena statusnya adalah dokter maka dia harus mengobati pasien yang datang kepadanya. Perilaku ditentukan oleh peran sosial. Kemudian oleh Ralph Linton membahas struktur sosial dikenal adanya dua konsep yaitu status dan peran. Status merupakan suatu kumpulan hak dan kewajiban, sedangkan peran adalah aspek dinamis dari sebuah status. Menurut Linton, seseorang menjalankan peran ketika ia menjalankan hak dan kewajiban yang merupakan statusnya. Tipologi lain yang dikenalkan oleh Linton adalah pembagian status menjadi status yang diperoleh (ascribed status) dan status yang diraih (achieved status). Status yang diperoleh adalah status yang diberikan kepada individu tanpa memandang kemampuan atau perbedaan antar individu yang dibawa sejak lahir. Sedangkan status yang diraih didefinisikan sebagai status yang memerlukan kualitas tertentu. Status seperti ini tidak diberikan pada individu sejak ia lahir, melainkan harus diraih melalui persaingan atau usaha pribadi.33 Kemudian ada yang menambahkan assigned status, 33



http://nie07independent.wordpress.com/2008/11/18/teoriperubahan-sosial-karl-marx-dan-max-weber/



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 30 kedudukan yang diperoleh karena diberikan bukan karena turunan, tetapi karena pertimbangan tertentu, bisa jadi karena diberi dianggap memiliki kemampuan untuk mendapatkannya.34 Kemudian sosiolog yang bernama Glen Elder membantu memperluas penggunaan teori peran. Pendekatannya yang dinamakan “life-course” memaknakan bahwa setiap masyarakat mempunyai harapan kepada setiap anggotanya untuk mempunyai perilaku tertentu sesuai dengan kategori usia yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Contohnya, sebagian besar warga Amerika Serikat akan menjadi murid sekolah ketika berusia empat atau lima tahun, menjadi peserta pemilu pada usia delapan belas tahun, bekerja pada usia tujuh belas tahun, mempunyai istri/ suami pada usia dua puluh tujuh, pensiun pada usia enam puluh tahun. Di Indonesia berbeda, usia sekolah dimulai sejak tujuh tahun, punya pasangan hidup sudah bisa usia tujuh belas tahun, pensiun usia lima puluh lima tahun. Urutan tadi dinamakan “tahapan usia” (age grading). Dalam masyarakat kontemporer kehidupan dibagi ke dalam masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, dan masa tua, dimana setiap masa mempunyai bermacam-macam pembagian lagi.35 Kemudian Hugo F. Reading36 mengumpulkan arti atau maksud “peranan” dari beberapa ahli antara lain (1) Bagian peran yang akan dimainkan seseorang. (2) Cara-cara yang ditentukan untuk bertingkah laku yang sesuai dengan jabatan. (3) Kewajibankewajiban yang melekat pada suatu posisi. (4) Sikap, nilai dan tingkah laku yang ditentukan terhadap hak-hak yang melekat pada 34 Nurani Soyomukti, Pengantar Sosiologi, Dasar Analisis, Teori, & Pendekatan Menuju Analisis Masalah-Masalah Sosial, & Kajian-Kajian Strategis (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hlm. 384. 35 http://de-kill.blogspot.com/2009/04/Sosiologi-perspektif-realitassosial.html. 36 Hugo F. Reading, Kamus Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: CV. Rajawali, 1986), hlm. 360



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 31 suatu status. (5) Hal-hal yang unik yang diperlihatkan seseorang dalam melaksanakan syarat-syarat dari status tertentu. Kemudian Biddle37 memperkenalkan lima jenis peran, meliputi: (1) Fungsionalisme role theory (teori peran fungsional) yang memfokuskan pada peran dan tingkah laku seseorang yang khusus yang memiliki kedudukan sosial dalam sistem sosial yang stabil. (2) Symbolic Interactionist Role Theory (teori peran intearksional yang simbolis) yang memfokuskan pada peranan aktor secara individual, evaluasi peran tersebut melalui interaksi sosial dan bagaimana pemegang peranan sosial memahami dan menginterpretasikan sebuah tingkah laku. (3) Structural Role Theory (teori peran struktural) yang memfokuskan pada struktur sosial atau kedudukan sosial yang sama-sama menanggung pola tingkah laku yang sama, yang ditujukan pada kedudukan sosial yang lain. (4) Organitation role theory (teori peran organisasi) yang memfokuskan kepada peran yang dihubungkan dengan kedudukan sosial pada sistem sosial yang hirarkis, yang berorientasi pada tugas dan belum direncanakan. (5) Cognitive role theory (teori peran kognitif) yang difokuskan pada hubungan-hubungan antara tingkah laku dan harapan yang terdapat dalam peran. Para ahli ilmu sosial tersebut di atas memberikan pengertian makna kata dari peranan, artinya tindakan yang dilakukan oleh seseorang di suatu peristiwa, atau kumpulan pola tindakan tertentu yang diwujudkan seseorang dalam kerangka struktur sosial tertentu.38 Dengan demikian peranan menunjukkan hubungan sejumlah norma yang berhubungan dengan status atau kedudukan seseorang dalam struktur sosial. Karena yang menjadi fokus penelitian dalam disertasi



Biddle, “Bentuk dan Jenis-Jenis Peran”, dalam Edgar F. Borgotha (Ed.) Encyclopedia of Sociology, hlm. 222-225. 38 R.K. Merton, Social Theory and Social Structure, (New York: Pree Co. Inc. 1975), hlm. 63. 37



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 32 ini adalah kedudukan dan peran, maka konsep kedudukan (status) dan peran menjadi kerangka analisis. Dalam analisis teori peran tersebut di atas, maka dapat ditarik benang merah bahwa annangguru di Mandar berada pada pada posisi peran yang diperkenalkan oleh Biddle yaitu: Fungsionalisme role theory (teori peran fungsional) yang memfokuskan pada peran dan tingkah laku seseorang yang khusus yang memiliki kedudukan sosial dalam sistem sosial yang stabil. Annangguru tampil sebagai pemimpin nonformal di tengah masyarakat yang menjadikannya memiliki kedudukan sosial. 2. Teori Perubahan Sosial Perubahan sosial bukanlah sebuah proses yang terjadi secara tiba-tiba, terlebih lagi ketika perubahan sosial tersebut melibatkan individu atau kelompok sosial sebagai target perubahan.39 Teori perubahan sosial ini digunakan untuk melihat perubahan sosial maupun budaya yang terjadi di tengah masyarakat Mandar. Pengertian perubahan sosial memiliki cakupan yang sangat luas dan bertumpang-tindih dengan perubahan budaya. Ketumpangtindihan ini terjadi karena kecenderungan bahwa perubahan pola budaya akan mempengaruhi struktur sosial. Sebaliknya, perubahan struktur sosial akan mempengaruhi pola perilaku sosial. Untuk analisis yang lebih tajam, para ilmuwan membedakan perubahan dalam masyarakat menjadi tiga jenis yaitu: pertama, perubahan peradaban yang biasanya dikaitkan dengan perubahan unsur-unsur atau aspek yang lebih bersifat fisik, seperti penggunaan bibit unggul, mesin-mesin, sarana komunikasi-transportasi dan lain-lain. kedua, perubahan budaya, yang menyangkut aspek rohaniah, seperti keyakinan, nilai-nilai, pengetahuan. Ketiga, perubahan sosial yang



39



Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial: Perpektif Klasik, Modern, Posmodern dan Poskolonial, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2016), hlm, 362.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 33 menunjuk kepada perubahan aspek-aspek hubungan sosial, pranatapranata masyarakat, dan pola perilaku kelompok.40 Sebagai contoh perubahan sosial adalah semakin banyaknya bermunculan di tengah masyarakat organisasi formal, mulai dari pemerintah maupun nonpemerintah dengan pola hubungan yang lebih rasional, zaman dulu hubungannya lebih kepada emosional dan nonformal. Secara empiris sangat tidak mudah untuk memilah antara perubahan kebudayaan dengan perubahan sosial, ini menunjukkan betapa tak terpisahkannya antara masyarakat dengan kebudayaannya, karena tidak ada masyarakat tanpa kebudayaan dan tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat. Menurut Honigmann, setiap situasi sosial dibentuk oleh tiga komponen budaya yang saling berkaitan yaitu: ideologi, teknologi dan organisasi sosial.41 Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat merupakan sesuatu yang wajar dan akan terus terjadi selama manusia saling berinteraksi dan bersosialisasi. Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan unsur-unsur dalam kehidupan masyarakat baik yang bersifat material maupun immaterial sebagai cara untuk menjaga keseimbangan masyarakat dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang dinamis. Menurut Roy Bhaskar, perubahan sosial biasanya terjadi secara wajar (naturally), gradual, bertahap serta tidak pernah terjadi secara radikal atau revolusioner, proses perubahan sosial. Proses perubahan sosial meliputi: Proses reproduction, yaitu: proses mengulang-ulang, menghasilkan kembali segala hal yang diterima sebagai warisan budaya dari nenek moyang kita sebelumnya. Kemudian proses transformation, yaitu: suatu proses penciptaan hal yang baru (something new) yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi (tools and technologies), yang 40



Mudjia Rahardjo, Sosiologi Pedesaan Studi Perubahan Sosial (Malang: UIN Malang Press, 2007), hlm. 26-27. 41 Ibid., 28.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 34 berubah adalah aspek budaya yang sifatnya material, sedangkan yang sifatnya norma dan nilai sulit sekali diadakan perubahan (bahkan cenderung dipertahankan).42 Beberapa sosiolog berpendapat bahwa penyebab terjadinya perubahan sosial karena adanya kondisi-kondisi sosial primer seperti kondisi geografis, ekonomis, teknologis, maupun biologis. Untuk mengkaji terjadinya perubahan sosial, biasanya digunakan teori evolusioner, teori siklus (lingkaran), teori keseimbangan, teori fungsional, teori konflik dan lain-lain, namun untuk kepentingan dalam hal ini akan digunakan teori materialis W.F. Ogburn dan teori Challenge and Response Arnold Y Toynbee. a. Teori Materialis W.F. Ogburn William Fielding Ogburn lahir di Butler, Georgia pada tanggal 29 Juni 1886. Beliau adalah seorang profesor sosiologi di sebuah Perguruan Tinggi di Portland, Oregon. Selama 4 tahun beliau berda di sana. Kemudian beliau kembali ke Universitas Columbia. Pada tahun 1927, Ogburn dipanggil ke Chicago untuk mengajar pada sebuah Perguruan Tinggi. Beliau menerima gelar akademis kehormatan LL.D dari almamaternya dan juga dari Universitas Carolina Utara. W.F. Ogburn merupakan ilmuwan pertama yang melakukan penelitian terinci mengenai proses perubahan yang sebenarnya terjadi. Beliau telah mengemukakan beberapa teori, suatu yang terkenal mengenai perubahan dalam masyarakat yaitu Cultural Lag (artinya ketinggalan kebudayaan), menurut W.F. Ogburn di dalam menerapkan konsep “cultural lag” pertama-tama harus ditunjukkan adanya dua variabel, yang dikaitkan dengan kebudayaan material dan immaterial, yang dalam keadaan serasi selama jangka waktu tertentu, 42



Agussalim, Perubahan Sosial Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus Indonesia (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002), hlm. 20-21.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 35 misalnya buta huruf dengan pertanian subsistem yang sederhana. Selanjutnya harus ditunjukkan, bahwa salah satu variabel mengalami perubahan yang lebih banyak daripada variabel lainnya. Misalnya keadaan buta huruf secara relatif tidak berubah, sedangkan pertanian subsistem mengalami perubahan karena terjadi industrialisasi. Akhirnya haruslah ditunjukkan, bahwa perubahan tersebut menghasilkan ketidakserasian antara kedua variabel (yang mula-mula serasi). Oleh karena itu W.F. Ogburn lebih memperhatikan derjat atau laju perubahan, maka secara eksplisit fokus tertuju pada bentuk perubahan.43 Perubahan sosial dalam pandangannya mencakup unsur-unsur kebudayaan baik yang bersifat materil maupun yang immaterial dengan menekankan pengaruh yang besar dari unsur-unsur kebudayaan yang materiil terhadap unsur-unsur materil. Kebudayaan materil adalah sumber utama kemajuan. Aspek kebudayaan nonmateriil harus menyesuaikan diri dengan perkembangan kebudayaan materiil, dan jurang pemisah antara keduanya akan menjadi masalah sosial. Menurut Ogburn, teknologi adalah mekanisme yang mendorong perubahan, manusia selamnaya berupaya memelihara dan meyesuaikan diri dengan alam yang senantiasa diperbaharui oleh teknologi.44 Teori Materialis yang disampaikan oleh W.F. Ogburn pada intinya mengemukakan bahwa: Pertama: Penyebab dari perubahan adalah adanya ketidakpuasan masyarakat karena kondisi sosial yang berlaku pada masa yang mempengaruhi pribadi mereka.



43



Soejono Soekanto, Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial, (Jakarta: Ghalia Indonesia 1983), hlm. 98. 44 Robert. H. Laurer, Perspektif tentang Perubahan Sosial. (Jakarta: PT. Rhineka Cipta 1993), hlm. 224



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 36 Kedua: Meskipun unsur-unsur sosial satu sama lain terdapat hubungan yang berkesinambungan, namun dalam perubahan ternyata masih ada sebagian yang mengalami perubahan tetapi sebagian yang lain masih dalam keadaan tetap (statis). Hal ini juga disebut dengan istilah cultural lag, ketertinggalan menjadikan kesenjangan antar unsur-unsur yang berubah sangat cepat dan yang berubah lambat. Kesenjangan ini akan menyebabkan kejutan sosial pada masyarakat. Ketertinggalan budaya menggambarkan bagaimana beberapa unsur kebudayaan tertinggal di belakang perubahan yang bersumber pada penciptaan, penemuan dan difusi. Teknologi, menurut W.F. Ogburn, berubah terlebih dahulu, sedangkan kebudayaan berubah paling akhir. Dengan kata lain kita berusaha mengajar teknologi yang terus menerus berubah dengan mengadaptasi adat dan cara hidup kita untuk memenuhi kebutuhan teknologi. Teknologi menyebabkan terjadinya perubahan sosial cepat yang sekarang melanda dunia. Ketiga: Perubahan teknologi akan lebih cepat dibanding dengan perubahan pada perubahan budaya, pemikiran, kepercayaan, nilainilai, norma-norma yang menjadi alat untuk mengatur kehidupan manusia. Oleh karena itu, perubahan seringkali menghasilkan kejutan sosial yang yang apada gilirannya akan memunculkan pola-pola perilaku baru, meskipun terjadi konflik dengan nilai-nilai tradisional.45 W.F. Ogburn mengidentifikasikan teknologi sebagai penyebab dasar perubahan soisal, yang melalui 5 proses yaitu penciptaan, penemuan, difusi, akumulasi dan penyesuaian. Istilah ketertinggalan budaya merujuk pada kebudayaan simbolis yang tertinggal di belakang perubahan teknologi. Ketertinggalan budaya menggambarkan bagaimana beberapa unsur kebudayaan tertinggal di



45



James. M. Henslin, Sosiologi dengan Pendekatan Mebumi, (Jakarta: Erlangga, 2006), hlm. 222.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 37 belakang perubahan yang bersumber pada penciptaan, penemuan dan difusi. Kesenjangan ini akan menyebabkan kejutan sosial pada masyarakat. Kebudayaan materil adalah sumber utama kemajuan. Aspek kebudayaan non-materiil harus menyesuaikan diri dengan perkembangan kebudayaan materiil, dan jurang pemisah antara keduanya akan menjadi masalah sosial. Menurut Ogburn, teknologi adalah mekanisme yang mendorong perubahan.46 b. “Challenge and Response” Arnold Y. Toynbee. Menurut Arnold Y. Toynbee, lahirnya peradaban diurai dengan teori challange dan response. Peradaban itu lahir sebagai respon (tanggapan) manusia yang dengan segenap daya upayanya menghadapi, menaklukkan dan mengolah alam sebagai tantangan (challange) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Alam menawarkan bermacam tantangan dan kemungkinan. Semakin berat tantangannya, maka manusia juga akhirnya berusaha keras dan gigih untuk merespon alam tersebut. Contohnya masyarakat Jepang yang berusaha keras karena keadaan alam yang berat dengan pegunungannya, sering terjadi gempa, dan lahan pertanian yang tidak luas. Hal semacam itu membuat manusia cenderung mencari caracara untuk pemenuhan hidupnya masing-masing dan akhirnya melahirkan teknologi. Teknologi lahir dan dikembangkan oleh manusia, dan ilmu untuk menguasai dan memanfaatkan lingkungan sehingga kebutuhan terpenuhi. Penerapan teknologi itu juga bertujuan untuk memudahkan kerja manusia, agar meningkatkan efisiensi dan produktifitas. Kemajuan teknologi dan peradaban manusia ini dibagi alvin toffler menjadi 3 bagian:



46



Ibid., hlm. 223, lihat juga Robert. H. Laurer 1993. Perspektif tentang Perubahan Sosial, (Jakarta: PT. Rhineka Cipta, 1993), hlm. 210.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 38 Pertama: Gelombang I, peradaban teknologi pertanian (800SM 1500SM) Kedua : Gelombang II, peradaban teknologi industri (1500SM – 1970M) Ketiga : Gelombang III, peradaban informasi (1970M – sekarang) Ketiga gelombang tersebut menggambarkan dengan jelas bahwa pada Gelombang I manusia bercocok tanam melalui teknologi pertanian yang ada. Baik itu pertanian hutan dengan berpindahpindah dan mengambil hasil hutan, ataupun dengan menetapkan suatu lahan sebagai lahan pertanian tetapnya. Di gelombang II ditandai dengan revolusi industri inggris yang akhirnya melahirkan mesin uap dan mesin-mesin lainnya (terhimpun menjadi pabrik). Mesin-mesin tersebut akhirnya mengganti otot-otot manusia yang tadinya berkerja mengolah bahan-bahan mentah. Lalu pada gelombang III ini adalah merupakan revolusi informasi yang ditandai dengan kemajuan teknologi informasi yang memudahkan manusia berkomunikasi dalam berbagai bidang.47 Lebih lanjut Toynbee mengemukakan teorinya yang terkenal dengan “challenge and response” atau tantangan dan tanggapan tersebut di atas. Dia mengamati, “Bahwa suatu masyarakat yang mampu merespon dan menyesuaikan diri dengan tantangan-tantangan yang ada, maka masyarakat itu akan bertahan dan berkembang. Sebaliknya, jika tidak mampu merespon tantangan yang ada, maka akan mengalami kemunduran dan akhirnya punah”.48



47



http://ricardoizaak.blogspot.com/ http://start-to-logic.blogspot.com/2011/04/teori-teoriperubahandinamika-sosial.html. 48



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 39 Menurut Toynbee, jika suatu tantangan sudah dapat diatasi akan muncul tantangan baru lainnya yang harus dihadapi masyarakat dalam bentuk interaksi timbal balik dengan lingkungannya. Kedua teori perubahan sosial tersebut di atas yang diungkapkan oleh W.F. Ogburn dan Arnold Toynbee digunakan dalam penelitian ini untuk melihat perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat Mandar. Kemudian menjadi tantangan bagi annangguru untuk mempertahankan diri dari arus perubahan yang terjadi di tengah masyarakat berupa perubahan materil maupun immaterial. 3. Teori Kepemimpinan Kharismatik Konsep kharismatik (charismatic) menurut Weber lebih ditekankan kepada kemampuan memimpin yang memiliki kekuatan luar biasa dan mistis. Menurunya, ada lima faktor yang muncul bersamaan dengan kekuasaan kharismatik, yaitu: Adanya seseorang yang memiliki bakat yang luar biasa, adanya krisis sosial, adanya sejumlah ide yang radikal untuk memecahkan krisis tersebut, adanya sejumlah pengikut yang percaya bahwa seseorang itu memiliki kemampuan yang luar biasa yang bersifat transcendental dan supranatural, serta adanya bukti yang berulang bahwa apa yang dilakukan itu mengalami kesuksesan. Melihat defenisi di atas, Weber menggunakan istilah itu untuk menjelaskan sebuah bentuk pengaruh yang bukan didasarkan pada tradisi atau otoritas formal tetapi lebih atas persepsi pengikut bahwa pemimpin diberkati dengan kualitas yang luar biasa. Sebab menurut Weber, kharisma terjadi saat sebuah krisis sosial, seorang pemimpin muncul dengan sebuah visi radikal yang menawarkan sebuah solusi untuk krisis itu, pemimpin menarik pengikut yang percaya pada visi itu, mereka mengalami beberapa keberhasilan yang membuat visi itu terlihat dapat dicapai, dan para pengikut dapat



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 40 mempercayai bahwa pemimpin itu sebagai orang yang luar biasa.49 Sebgaaimana yang diungkapkan oleh Max Weber:



The term charisma will be applied to a certain quality of an individual personality by virtue of wich he is set a part from ordinary men and treated as endowed with supranatural, superhuman, or at least specifically exceptional powers or qualities.50 Istilah kharismatik menunjuk kepada kualitas kepribadian, sehingga ia dibedakan dengan orang kebanyakan. Ia dianggap, bahkan diyakini, memiliki kekuatan supranatural, manusia serba istimewa. Kehadiran seseorang yang mempunyai tipe seperti itu dipandang sebagai seorang pemimpin, yang meskipun tanpa ada bantuan ada bantuan orang lain pun, ia akan mampu mencari dan menciptakan citra yang mendeskripsikan kekuatan dirinya. Pengertian ini bersifat teologis, karena untuk mengidentifikasi daya tarik pribadi yang ada pada diri seseorang, harus menggunakan asumsi bahwa kemantapan dan kualitas kepribadian yang dimiliki adalah anugerah Tuhan. Max Weber mengidentifikasikan bahwa sifat kepemimpinan ini dimiliki oleh pemimpin keagamaan. Kemudian Max Weber51 melakukan pemilihan kepemimpinan dilihat dari otoritas (authority) yaitu: rational grounds, traditional grounds dan charismatic grounds. Pertama: Otoritas rasional didasarkan pada sistem hukum yang berlaku dalam masyarakat, yang ditaati dan diperkuat oleh birokrasi pemerintah. Seringkali yang terjadi, sekedar untuk menentramkan masyarakat, penerapan sistem ini disesuaikan 49



Syamsuddin Abdullah, Agama dan Masyarakat (Pendekatan Sosiologi Agama), (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 41. 50 Max Weber, The Theory of Social and Economic Organization, terj. Talcott Parsons (New York: The Free Press, 1966), hlm. 358. 51 Ibid., hlm. 328.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 41 dengan tradisi, agama dan budaya setempat. Kedua: Otoritas tradisional dimiliki seorang pemimpin bukan karena kemampuan khusus, tetapi karena pengakuan masyarakat secara tradisi dan melembaga. Cirinya, otoritas seorang pemimpin tarikat bersama masyarakat dan ketentuan tradisi yang berlaku. Weber membagi otoritas tradisional ke dalam dua jenis, yaitu, (1) Patriarkhalisme, kekuasaan seorang pemimpin disadarkan pada senioritas (2) Patriamonalisme, kekuasaan seorang pemimpin didasarkan pada kerja sama dengan kerabat atau orang-orang terdekat yang memiliki loyalitas terhadap pemimpin. Ketiga: Otoritas kharismatik didasarkan pada kemampuan khusus yang ada pada diri seseorang. Kemampuan ini melekat pada diri seorang pemimpin yang dipercaya berasal dari anugerah Tuhan. Masyarakat mengakui adanya kemampuan itu berdasarkan kepercayaan, karena kemampuan seorang pemimpin di atas ukuran normal. Kewenangan yang terus menerus seabagaimana pada otoritas tradisional tidak akan terjadi pada otoritas rasional. Karena waktunya terbatas maka pengkultusan pada seorang pemimpin juga tidak terjadi.52 Otoritas kharismatis didasarkan pada person ketimbang hukum impersonal. Pemimpin kharismatik menuntut kepatuhan dari para pengikutnya atas dasar keunggulan personal, seperti misi ketuhanan, perbuatan-perbuatan heroik dan anugerah yang membuat dia berbeda. Institusionalisasi charisma dapat diperoleh melalui beberapa cara, misalnya, bisa melalui hubungan darah, keturunan dan institusi. Dalam masyarakat Indonesia yang masih didominasi oleh keyakinan tradisional, kharisma banyak diturunkan melalui hubungan darah.53 52



Muhammad Asfar, Pergeseran Otoritas Kepemimpinan Politik Kyai, dalam Prisma No. 5 tahun XXIV Mei 2005, hlm. 36. 53 Rusli, Max Weber: Etika Keagamaan, Kharisma dan Kepemimpinan Kharismatik, dalam Religi Jurnal Studi Agama-Agama, Vol. IV, No. 2, Juli 2005. Hlm. 214-215.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 42 Kajian tentang annangguru, mesti mengikutkan kajian tentang kepemimpinan, dan mengkaji tentang kepemimpinan, tidak dapat dilepaskan kajin tentang kharismatik. Kedua hal tersebut, annangguru dan kepemimpinan kharismatik menjadi dua integral yang tak dapat dipisahkan. Sebab di dalamnya terkandung status dan peran yang dimainkan oleh seseorang dengan predikat yang disandangnya dalam suatu masyarakat. Annangguru merupakan status yang terhormat dengan berbagai peran yang disandangnya dalam masyarakat, ketokohan dan kepemimpinan annangguru sebagai akibat dari status dan peran yang melekat padanya, hal tersebut menunjukkan betapa kuatnya peran annangguru dalam memimpin pengajian kitab, pesantren, panti asuhan hingga perguruan tinggi. Dan dapat terlihat bagaimana sosok annangguru dapat tampil sebagai pemimpin nonformal di tengah perubahan sosial budaya tentunya dengan berbagai strategi yang ia lakukan, olehnya itu teori kepemimpinan kharismatik ini masih tetap digunakan di Mandar yang melekat pada diri Annangguru. Pesantren, madrasah, perguruan tinggi, panti asuhan dapat berkembang di tengah-tengah masyarakat, salah satu faktornya adalah hadirnya sosok annangguru yang kharismatik sebagai pemimpin di dalamnya. F. Metodologi Penelitian 1. Metode Kualitatif Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang didasari atas beberapa alasan. Pertama, yang dikaji adalah makna dari suatu tindakan atau apa yang berada di balik tindakan seseorang.54 54



Dalam dunia penelitian sosial, rancangan seperti ini disebut sebagai fenomenologi, artinya hanya yang dikaji adalah sesuatu yang melatarbelakangi tindakan seseorang, dimana setiap tindakan selalu dikaitkan dengan apa yang mendasari tindakan tersebut, (diskusi tentang fenomenologi dalam kelas doktoral 2005, Yogyakarta, pada mata kuliah Metodologi



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 43 Kedua, didalam menghadapi lingkungan sosial, individu memiliki strategi bertindak yang tepat bagi dirinya sendiri, sehingga memerlukan pengkajian mendalam terhadap suatu fenomena.55 Ketiga, penelitian tentang keyakinan, kesadaran dan tindakan individu di dalam masyarakat sangat memungkinkan menggunakan penelitian kualitatif karena yang dikaji adalah fenomena yang tidak bersifat eksternal dan berada di dalam diri masing-masing individu. Keempat, penelitian kualitatif memberikan peluang untuk meneliti fenomena secara holistik. Fenomena yang dikaji merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan karena tindakan yang diakibatkan oleh satu, dua faktor akan tetapi melibatkan sekian banyak faktor yang saling terkait. Kelima, penelitian kualitatif memberikan peluang untuk memahami fenomena menurut emic view atau pandangan aktor setempat. Disini peneliti hanyalah orang yang belajar apa yang menjadi pandangan terutama yang terkait dalam peran para annangguru, Keenam, proses tindakan yang di dalamnya terkait dengan makna subjektif haruslah dipahami dari kerangka penelitian kualitatif.56



Penelitian Sosial “MPS”). Dalam bahasa Weber disebut sebagai tindakan rasional bertujuan atau ada motif-motif yang mendasari tindakan tersebut, gagasan Weber seperti ini disebut sebagai “in order to motive”, dan Schultz menambahkan mengeanai motif tersebut dengan konsepsi because motif. 55 Dalam kajian teori sosial, disebut seabagai agensi, yaitu makna dan motif di dalam tindakan sosial. Di dalam setiap tindakan sosial (sosial action) selalu dijumpai makna dan motif tindakan. Untuk memahami makna dan motif tersebut harus dikaji melalui analisis pemahaman atau interpretative understanding. Lihat, Zamroni, Pengantar Pengembangan Teori Sosial (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992). 56 Dalam kajian antropologi simbolik-interpretatif, sebagaimana ancangan Geertz dikenal dengan konsep “from the native’s of view”, maksudnya bahwa untuk memahami fenomena haruslah menggunakan kerangka pemahaman informan atau masyarakat lokal atau local knowledge. Nursyam, Isla>m Pesisir (Yogyakarta: LKiS, 2004) hlm. 48.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 44 Dengan alasan tersebut di atas mengapa pendekatan kualitatif yang digunakan karena penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah57. Dalam menggunakan pendekatan kualitatif ini, penulis sendiri atau bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama. Hal itu penulis lakukan karena jika memanfaatkan alat yang bukan manusia, dan mempersiapkan dirinya terlebih dahulu sebagai yang lazim digunakan dalam penelitian klasik, maka sangat tidak mungkin untuk mengadakan penyesuaian terhadap kenyataankenyataan yang ada di lapangan. Selain itu hanya manusia sebagai alat sajalah yang dapat berhubungan dengan responden atau objek lainnya. 2. Penelitian Awal Peneliti telah melakukan penelitian awal, sebelumnya melakukan penelitian dengan judul “Islam Mandar, Islam Hilir”, sudah dipublikasikan di media massa dan “Peran Annangguru Dalam Upacara Peralihan”, telah dipresentasikan dalam ujian masuk doktoral tahun 2005 pada UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan sepanjang tahun 2008, penulis telah mengobservasi dan mengambil pengambilan data58 lapangan, terutama pada peran-peran annangguru, aktivitas annangguru dan lain-lain. 57



Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007) hlm. 6. 58



Sumber data dalam penelitian ini ada dua, yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer berupa data tentang praktek kehidupan keannangguruan dalam masyarakat Mandar, yang diperoleh melalui



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 45 Dengan demikian penulis telah memiliki sebagian data awal yaitu informan sebagai pintu masuk, dan memiliki bekal yang cukup, yaitu, “Key Informan” atau nama-nama orang kunci dan subjek penelitian yang dapat dihubungi dan diwawancarai. Dalam pendekatan ini (kualitatif) posisi peneliti adalah sebagai seorang yang sedang belajar mengenai fenomena yang dikaji. Meskipun peneliti berasal dari wilayah Kabupaten Polewali Mandar yang sama, tidak berarti bahwa seluruh fenomena yang terdapat di lapangan telah berada dalam kognisi atau telah menjadi pengetahuan peneliti. Sesuai dengan konsep from the native’s points of view, maka penulis belajar bersama masyarakat mengenai peran-peran dan kedudukan annangguru khususnya dalam menyikapi persoalan sosial dan keagamaan. 3. Menentukan Informan Ada tiga macam informan yang terlibat dalam penelitian ini yaitu: pertama, informan kunci atau key informan, merupakan informan yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi kunci atau pokok yang diperlukan dalam penelitian, informan kunci ini meliputi budayawan Mandar, akademisi dan tokoh masyarakat. kedua, informan utama, adalah mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti, mereka terdiri dari tujuh orang annangguru yang diteliti dalam penelitian ini, tiga perempuan dan empat laki-laki. Dan yang ketiga, informan tambahan adalah mereka yang dapat memberikan keterangan meskipun tidak langsung terlibat.



pengamatan langsung. Sedangkan sumber sekunder berasal dari dua hal: yaitu sumber lisan dan sumber tertulis. Sumber lisan adalah berupa interview kepada tokoh masyarakat, pemuda, sesepuh kampung dan lain-lain, yang mengetahui persis tentang keannangguruan. Sedangkan sumber tertulis diperoleh dari referensi tertulis, penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya atau yang mempunyai keterkaitan dengan penelitian ini.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 46 Ketiga informan tersebutlah yang kemudian memberikan data-data dalam bentuk wawancara yang kemudian dirangkum dalam disertasi ini, dengan jumlah informan secara keseluruhan 26 informan terdiri dari 10 informan kunci, 7 informan utama dan 9 informan tambahan. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengumpulan Data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah: a. Observasi partisipasi (pengamatan terlibat) Teknik ini penulis lakukan dengan menjadi anggota penuh dalam suatu kelompok masyarakat, misalnya, penulis menjadi peserta pengajian kitab kuning yang dibawakan annangguru, baik di masjid maupun yang diselenggarakan di rumah. Dengan teknik seperti ini penulis dapat mengamati secara langsung tanpa ada jarak, sehingga data dapat dengan mudah penulis kumpulkan. Demikian juga di saat penulis mengamati panti asuhan yang diasuh oleh para annangguru, penulis menginap di panti dan mengikuti seluruh kegiatan yang dilakukan annangguru di panti asuhan tersebut. Bahkan penulis menginap beberapa bulan di Pambusuang dan Campalagian di rumah-rumah penduduk untuk mengamati langsung aktivitas masyarakat setempat. Interview mendalam, dalam teknik interview atau wawancara, penulis pertama menentukan responden yang akan diwawancarai, disesuaikan dengan tema yang akan ditanyakan, kemudian yang kedua penulis membuat daftar pertanyaan yang terstruktur, penulis menyusun tema dan pertanyaanpertanyaan yang akan diajukan. Disamping menggunakan wawancara yang terstruktur, penulis juga menggunakan model wawancara tak terstruktur, biasanya penulis lakukan dengan model-model diskusi santai untuk mengorek informasi yang lebih mendalam sehingga responden bisa lebih leluasa dalam menguraikan masalah tertentu. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 47 a. Pencatatan Data Dalam pencatatan data, penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, penulis melakukan catatan lapangan, berupa catatan laporan peristiwa atau catatan tentang peristiwa secara singkat. Kedua, buku harian pengalaman lapangan, buku harian ini penulis ambil dari catatan lapangan, dari catatan lapangan inilah nantinya akan ditarik menjadi analisis data dimulai sejak hari pertama saat pengambilan data. Ketiga, catatan kronologis, catatan yang penulis lakukan untuk mencatat kejadian secara rinci dan kronologis dari waktu ke waktu, catatan kronologis ini banyak penulis lakukan dalam penelitian ini terutama disaat mencatat kegiatan annangguru dalam satu hari, penulis menguraikan secara kronologis dari waktu ke waktu. Keempat, jadwal, penulis menyusun jadwal pengamatan berisi waktu secara rinci tentang apa yang akan dilakukan, dimana, bilamana, apa yang diamati, dan semacamnya. Kelima, alat tape recorder, alat ini seringkali penulis bawa dalam melakukan pengamatan yang disembunyikan di dalam pakaian sehingga tidak mengganggu suasana yang diamati. 3. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan bagian yang amat penting dalam proses sebuah penelitian. Karena dengan analisislah suatu data dapat diberi makna yang pada akhirnya akan berguna dalam pemecahan permasalahan penelitian. Data penelitian ini akan dianalisis secara kasus kualitatif yang dimulai sejak pengumpulan data di lapangan langsung diikuti dengan pekerjaan penulisan, pengkategorisasian, pengklasifikasian, pereduksi, analisis dan penafsiran ke dalam DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 48 konteks seluruh masalah penelitian.59 Agar data tidak hanya bersifat deskriptif tetapi mampu menyentuh dimensi transenden, maka penulis berusaha berpikir kreatif. Adapun langkah-langkah penulis dalam menganalisis data adalah dengan cara melakukan kategorisasi dan kodefikasi data-data, mereduksi data-data, men-display dan mengklasifikasi data, dan membuat verifikasi dan kesimpulan.60 Kategorisasi dan kodefikasi data merupakan proses pengkategorian dan pengkodefikasian terhadap data-data yang didapat di lapangan. Reduksi data merupakan proses pemilahan, pemusatan perhatian, penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari data-data tertulis di lapangan. Display data merupakan proses penyajian sekumpulan informasi dalam bentuk teks naratif, dan model-model penyajian lain yang kemungkinan dapat digunakan. Arah dari penyajian data adalah penyederhanaan, penelaahan, pengurutan, dan pengelompokan informasi yang kompleks, berserakan dan kurang bermakna menjadi satu kesatuan bentuk atau konfigurasi ilmu pengetahuan yang mudah dipahami dan bermakna. Sedangkan verifikasi atau penarikan kesimpulan merupakan aktivitas mencari pemahaman dan pemaknaan terhadap fakta, fenomena, pola konfigurasi yang menghasilkan kesimpulan, proposisi dan teori sebagai temuan penelitian. G. Sistematika Pembahasan Penelitian ini akan dideskripsikan dalam bentuk laporan hasil penelitian yang dibagi menjadi enam bab. Satu bab pendahuluan,



59



Penjelasan lebih lanjut baca Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1989). 60 Mathew B. Miles & A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif Buku Sumber tentang Metode-metode Baru (Jakarta: UIP, 1992) hlm.16.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 49 empat bab pembahasan dan satu bab penutup, dengan uraian sebagai berikut: Bab pertama adalah pendahuluan. Pada pendahuluan dikemukakan secara tajam yang melatarbelakangi sehingga penelitian ini diadakan, yang kemudian dibangun dalam sebuah rumusan masalah. Dalam rumusan masalah ini, dikemukakan tiga rumusan masalah penting yang merupakan penjabaran dari problem dari penelitian ini, rumusan masalah tersebut kemudian dijawab pada bab keempat, kelima dan keenam. Selain rumusan masalah yang dibahas pada pendahuluan juga dibahas tujuan dan manfaat yang akan dicapai dalam penelitian ini, kemudian juga diuraikan tinjauan pustaka, yaitu menguraikan referensi yang mendukung penelitian ini dan apa yang membedakan dengan penelitian sebelumnya. Tentu penelitian ini juga dikuatkan dengan landasan teori. Teori apa yang dibangun untuk melihat tema yang ditulis dan untuk mengoperasionalkan penelitian ini, tentu dibutuhkan metodologi penelitian, sehingga penelitian dapat fokus dan terarah, demikianlah muatan yang terdapat pada bab pertama ini. Bab kedua adalah setting lokasi penelitian. Jika pada bab pertama menyajikan latar belakang penelitian hingga teori yang digunakan, maka lokasi penelitian ditempatkan pada bab kedua. Karakteristik masyarakat Mandar dibahas pada bab ini dan enting juga diterangkan sistem kekerabatan lalu hubungan kekerabatan dan stratifikasi sosial, untuk mengetahui hubungan kekerabatan dan nenek moyang orang Mandar lalu pelapisan-pelapisan sosial dalam masyarakat Mandar, kemudian agama dan kepercayaan diterangkan bagaimana perilaku keagamaan masyarakat setempat dan kepercayaannya, lalu bab ini ditutup dengan upacara tradisional. Bab ketiga membahas status dan peran para annangguru yang diteliti. Pada bab ini menjawab rumusan masalah pertama, yaitu bagaimana posisi dan peran annangguru di masyarakat Mandar? Para annangguru yang diteliti, posisi dan perannya ditempatkan untuk DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 50 mengenal secara singkat life history annangguru yang meliputi biografi, konteks sejarah diri, karakter dominan pribadi, posisi dan perannya, aktivitas sosial keagamaannya dan kontribusi serta falsafah hidupnya. Adapun para annangguru yang diamati, mereka adalah: H. Sybli Sahabuddin, Hj. Syarifah Tanri Ampa, H. Latif Busyra, Hj. Alwiah, Hj. Marhumah, Sopian dan H. Fauzi Al-Mahdali. Bab empat membahas dinamika tantangan annangguru. Pada bab ini menjawab rumusan masalah kedua, yaitu apa tantangan annangguru di tengah masyarakat? Bagian ini menjelaskan secara runtut tantangan-tantangan yang dihadapi oleh annangguru dalam dinamika perubahan masyarakat. Tantangan itu meliputi krisis keannangguruan dan stagnasi pengajaran. Semakin kurangnya jumlah annangguru dan kurangnya minat masyarakat untuk belajar agama (mengaji kitab kuning), adalah tantangan khusus bagi annangguru. Lalu di lingkungan masyarakat muncul organisasi kemasyarakatan Islam dan kelompok lainnya, meliputi kelompok NU, Muhammadiyah. Demikian pula peralihan posisi dan peran, dimana posisi dan peran annangguru mulai dialihkan ke lembaga formal pemerintah, lalu munculnya lembaga pendidikan modern, demikian pula regulasi dan perubahan teknologi informasi, dan tak bisa dipungkiri jika perubahan ini menjadi isu penting saat ini yang juga menjadi tantangan tersendiri bagi annangguru. Bab lima adalah bab kunci yang menjawab problem penelitian disertasi ini, yaitu mengapa annangguru dapat bertahan dalam masyarakat Mandar yang berubah? Sekaligus menjawab pertanyaan rumusan masalah ketiga, yaitu strategi apa yang dilakukan annangguru dalam menghadapi dinamika perubahan yang terjadi? Bab ini merupakan lanjutan dari bab sebelumnya yang menerangkan tantangan bagi annangguru dalam menghadapi dinamika perubahan masyarakat. Pembahasan bab lima yaitu strategi bertahan annangguru dalam dinamika perubahan. Isi bab ini menguraikan strategi yang dilakukan annangguru dalam beradaptasi DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 51 dengan perubahan masyarakat meliputi; kaderisasi dan strategi pengajaran, strategi rekruitmen, aktif berorganisasi dan mendirikan yayasan, peningkatan kredibilitas lembaga, mengikuti pendidikan formal dan dan menggunakan informasi teknologi (IT). Bab enam sebagai bab terakhir penutup. Pada bab ini memberikan kesimpulan terhadap penelitian ini, dengan fokus menyimpulkan pada rumusan masalah lalu ditutup dengan saran agar kemudian akan ada penelitian selanjutnya untuk mengkritik atau melanjutkan penelitian disertasi ini.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 51



BAB II KARAKTERISTIK MASYARAKAT MANDAR Kabupaten Polewali Mandar merupakan lokus sasaran dalam penelitian ini, Polewali Mandar merupakan salah satu dari enam kabupaten di Propinsi Sulawesi Barat, propinsi ini merupakan hasil pemekaran dari Sulawesi Selatan pada tahun 2004. Sebelum dimekarkan, Sulawesi Selatan berdiam empat suku bangsa utama, yang masing-masing menyebut dirinya: Mangkasara (orang Makassar) mendiamin butta Mangkasara (negeri Makassar), Ugi’ (orang Bugis) mendiami tana Ugi’ (negeri Bugis), Toraya (orang Toraja), mendiamin tana Toraja (negeri Tortaja) dan Mandar (orang Mandar) mendiamin tana Mandar (negeri Mandar).1 Kabupaten Polewali Mandar yang mayoritas didiami orang Mandar berpenduduk sekitar 422.793 jiwa. Kecamatan terpadat penduduknya adalah Kecamatan Polewali 59.434 jiwa2. Darmawan Mas’ud Rahman, Puang dan Daeng: Sistem Nilai Budaya Orang Balanipa-Mandar, (Surakarta: Zadahaniva Publishing, 2014), hlm. 29 2 Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Polewali Mandar, Polewali Mandar Dalam Angka, 2016, hlm.77 1



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 52 Penggunaan Mandar sebagai nama suku seringkali berhadap-hadapan dengan beberapa kelompok sub-suku yang hidup di bekas Kerajaan di Mandar seperti Paneiq, Pakkaoq, Pallea, Pattaeq, Mamasa, Mamuju, Baras dan lain sebagainya. Sebagian orang dari sub suku ini tidak menganggap diri mereka sebagai orang Mandar, dan sebagian orang Mandar juga menganggap bahwa mereka juga bukan bagian dari orang Mandar. Padahal, Mandar memiliki budaya yang terbuka dan dapat menerima siapa saja menjadi orang Mandar. Budaya Mandar mengenal filsafat keterbukaan melalui tuturan “inai-



inai tau mandundu wai marandangna to Mandar anna meloqi menjari to Mandar, to Mandarmi tuqu” (siapa saja yang pernah meminum air beningnya orang Mandar, lantas ia berkeinginan menjadi orang Mandar, maka menjadi orang Mandar-lah ia). Tuturan ini merefleksikan sikap keterbukaan dan kebesaran hati budaya Mandar untuk menerima orang luar sebagai bagian dari keluarga besar Mandar. Dengan demikian, menjadi orang Mandar bukanlah persoalan bahasa atau suku, tetapi keinginan dan niat baik untuk menjadi bagian dari orang Mandar,3 berikut ini diuraikan tentang karakteristik masyarakat Mandar sebagai berikut: A. Sistem Kekerabatan Menurut Goodnough4 bahwa masyarakat Melayu Polynesia mempunyai tipe bilokal dan berkeluraga luas. Hal ini dapat ditemukan dalam masyarakat Mandar yang garis keturunan ayah dan ibu dipegang secara berimbang karena menganut sistem extended family yang bersifat bilateral. Nama belakang biasanya disandarkan nama ayah karena dalam masyarakat Mandar tidak mengenal sistem nama famili. Kekerabatan bilateral ini juga nampak pada sistem 3



Muh.Idham Khalid Bodi, Kamus Besar Bahasa MandarIndonesia, (Surakarta Zada Haniva: 2010), hlm. 1-2 4 Ibid,.51. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 53 panggilan bagi yang telah berkelurga, orang yang sudah menikah disapa sesuai dengan nama anak pertamanya baik itu laki-laki maupun perempuan, misalnya a’bana Kafrawi (bapaknya Kafrawi). Dan adakalanya juga berasal dari nama kemanakan baik dari pihak ayah maupun ibu. Sistem tersebut dinamakan dipasingonai ana’ anna’ ana’naure (dinamakan dengan nama anak dan nama kemanakan), sistem penamaan ini mengandung nilai fungsi budaya yaitu untuk membangun keakraban agar unsure musyawarah, tolong menolong dan kesayangan tetap terpelihara. Sistem kekerabatan orang Mandar mengenal konsep 1) sarruang. Keluarga yang berada pada lapisan inti (keluraga batih) terdiri atas ayah, ibu dan anak; 2) sangana, keluarga yang didasarkan adanya hubungan darah baik dari ayah maupun ibu. Struktur sangana dibedakan atas family (sangana) dekat dan famili jauh. Famili dekat mulai dari sepupu sekali hingga sepupu tiga kali. Famili jauh mulai dari sepupu empat kali hingga sepupu lima kali; 3) Sibija; kelompok kerabat yang diketahui statusnya melalui dengan cara mattuttung bija-bija atau penelusuran asal-usul, namun derajat kedekatan darah tidak memiliki ketersambungan genetik, namun terbentuk melalui jalur perkawinan antara dua pihak; 4) Sisambung sangana (persambungan keluarga). Kelompok kerabat secara darah yang tidak memiliki ketersambungan genetik, namun terbentuk melalui jalur perkawinan antara dua pihak; 5) Sikkappung (sikampung). Kekerabatan berdasarkan tempat asal atau kampong yang sama lebih bermakna sosial. Dalam beberapa konteks, tingkat kekerabatan dengan sekampung sangat tinggi dan bisa sederajat dengan tingkat keakraban persaudaraan, terutama jika dipertemukan di tempat lain atau di rantau. Dengan demikian, kekerabatan tidak hanya diartikulasikan dalam hubungan sedarah tetapi juga dalam konteks



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 54 hubungan simbolik yang mengaitkan jejaring sosial berdasarkan kesamaan kampung, suku dan bahkan ideologi.5 Kemudian sistem dan istilah kekerabatan bagi orang Mandar selalu dikaitkan dengan perpektif kosmologi yang melahirkan perspektif kosmogini. Jenjang generasi ego melambangkan lino (bumi). Istilah-istilah kekerabatan yang masuk dalam kategori ego ini adalah luluare (saudara) yang terdiri atas kaka’ (kakak) kandi’. Demikian halnya dengan boyang pissang, penda’dua dan pentallung (sepupu sekali, kedua dan ketiga). Jenjang generasi di atas ego merupakan lambing dari tangngana langi (langit tengah) yang meliputi kama’ (orang tua) dan jenjang generasinya (saudara ayah, ibu, sepupu ayah-ibu dan seterusnya). Jenjang generasi di atas kama’ adalah lambing dari langi’na langi’ (bagian atas langit) yang meliputi kanne’ (kakek-nenek) dan jenjang generasinya (saudara dan sepupu kakek-nenek dan seterusnya). Jenjang di bawah ego merupakan lambing dari tangngana buriliuang (tengah bumi) yang meliputi lapisan ana’ (anak laki-laki maupun perempuan). Jenjang generasi satu tingkat di bawah ana’ merupakan lambing dari buri’liuang (dasar bumi) yang meliputi lapisan appo (cucu dan cicit).6 Sistem kekerabatan dalam masyarakat Mandar dalam penggunaan istilah kanne’ (kakek) digunakan kepada kakek maupun nenek. Kemudian dalam masyarakat Mandar sangatlah jarang ditemukan sebuah keluarga batih menempati rumah secara sendirisendiri. Mereka biasanya bergabung dengan sanak famili luas (extended family) yang terdiri atas sepupu kedua belah pihak, kemanakan dari ayah atau ibu, paman dan bibi yang belum berkeluarga, dan nenek dari ayah ataupun ibu, bahkan keluarga yang



5



Idham Khalid Bodi, Kamus Besar Bahasa Mandar-Indonesia,



6



Ibid., 11-12



hlm. 11. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 55 jauh yang hanya mengaku ada hubungan darah setelah dilakukan matuttung bija-bija (menelusuri asal-usul). Kemudian di dalam memilih jodoh selalu memilih keluarga yang dekat dalam daerah yang terbatas, kriteria yang paling utama dan pertama dilakukan oleh masing-masing pihak ialah mappe’issani rumbu api (mencari tahu asal usul), langkah ini dilakukan untuk mengetahui sifat dan tingkah laku masing-masing calon untuk menjaga kekompakan rumah tangga, sehingga banyak ditemukan terjadi perkawinan antara sepupu sekali atau dua kali. Dalam prinsip perkawinan masyarakat Mandar yang ingin dicapai adalah terwujudnya keluarga sirondo-rondoi atau siamase-masei (bekerja demi kepentingan bersama), sianoang pa’mai atau sitannoang pa’mai (saling sayang menyayangi) dan sibaliparri (saling bantu membantu).7 Khusus konsep sibaliparri adalah sebuah konsep manajemen ekonomi rumah tangga, pembagian kerja secara baik antara suami dan istri, ini dapat ditemukan dalam keluarga-keluarga Mandar hingga saat ini, misalnya dalam membuat minyak kelapa, menangkap ikan di laut, membuat periuk, pembagian kerja biasanya dilakukan disesuaikan berdasarkan usia dan jenis kelamin dan banyaknya tenaga yang dibutuhkan, kaum pria mengerjakan pekerjaan berat, misalnya jika suami menangkap ikan di laut, dan istri berperan untuk memasarkannya atau mengeringkan untuk dimakan atau dijual, dan jika suami bertugas memanjat kelapa, istri berperan untuk menanaknya untuk dijadikan minyak kelapa dan biasanya dibantu oleh anak perempuannya.



7



Lihat Darmawan Mas’ud, Puang dan Daeng, hlm. 61. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 56 E. Hubungan Kekerabatan dan Stratifikasi Sosial 1. Hubungan Kekerabatan Orang Mandar adalah salah satu suku yang menetap di Pulau Sulawesi tepatnya di Sulawesi Barat, asal-usul kesatuan Lita atau Tana Mandar, di jelaskan bahwa Pitu Ulunna Salu (Tujuh Hulu Sungai) dan Pitu Ba, Bana Binanga (Tujuh Muara Sungai), adalah Negara Wilayah (Kesatuan) Mandar. Orang-orang dari wilayah permukiman itu, merasa bersaudara semuanya. Orang. Asal-usul kekerabatan orang Mandar dimulai dari mitologi Tomanurung, cerita asal-usul suatu masyarakat tak dapat terlepas dari miotologi sebagai jalan keluar untuk melacak sejarah asal usul masyarakat, sosok generasi manusia pertama sangatlah penting untuk melihat hubungan kekerabatannya dengan suku bangsa lain dan untuk keberlanjutan sejarah sosial sebuah masyarakat. Pakar lontar Mandar Muis Mandra mengatakan sedikitnya ada empat cerita tomanurung yang tercatat dalam berbagai lontara Mandar yaitu: Tonisesse’ Ditangalor (orang yang datang dari perut ikan Tingalor) Tomenete Ditarrauwe (orang yang datang melalui pelangi), Tobisse Di tallang (orang yang datang melalui belahan bambu), Tokombong Dibura (orang yang datang dari busa air).8 Namun keempat Tomanurung tersebut di atas yang sangat popular di masyarakat adalah Tobisse Ditallang dan Tokombong Dibura. Tomanurung adalah orang yang turun dari langit sebagaimana yang diceritakan dalam lontara Mandar: Inilah yang menjelaskan pertama kali pada manusia di Mandar. Ulu Sa’danlah tempatnya daratan. Itulah tempat tibanya orang yang diturunkan dari langit, dialah yang memperistrikan Tokombong Dibura. Dia melahirkan anak yang bernama Tobanua Pong. Dia melahirkan anak Ilando 8



Wawancara Muis Mandra di Somba Majene, tanggal 17 April



2008. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 57 Belua, dialah yang tiba di Makassar. Saudaranya bernama Ilaso Kepang, dialah yang tiba di Luwu, Ilando’guntu’ dialah yang tiba di hulu Sa’dan. Usu’sambaba dialah yang tinggal di Karonangang, Pa’dorang dialah yang tiba di Bettuang, dialah yang memperistrikan bernama Iratibia dan dialah yang melahirkan Sundidi, yang melahirkan Sibanangang. Sibananganglah tiba di Mamasa dan Massupu’. Ibokkapadang dialah yang tinggal di Mambulilling. Dialah yang menikah dengan Isanrabone di Buttu Bulo, orang yang datang di dari Mekkah bawa perahu. Dari perkawinanyalah lahir Ibelorate yang beristrikan Tomete’engbassi. Tomete’engbassilah yang melahirkan Idaeng Lumalle’, yang melahirkan anak sebelas orang. Anak pertamanya bernama Idaeng Tumana yang tinggal di Pe’uranang. Anak yang kedua bernama Ilambersusu yang tinggal di Mukki’. Anaknya yang ketiga bernama Idaeng Manganan’ yang tinggal di Tabulawang. Anaknya yang keempat bernama Isahalima yang tinggal di Tabang. Anak yang kelima bernama Pullaomesa yang tiba di Ulu Salu, itulah neneknya Tubala. Anaknya yang keenam bernama Taqandiri yang tiba di Mamuju. Anak yang ketujuh bernama Idaeng Palulung yang tinggal di Sendana. Anaknya yang kedelapan yang bernama Tonibikung yang tiba di Mala’bo. Anaknya yang kesembilan Talambusna yang tiba di Mambu, dialah neneknya Tonigandang. Anaknya yang kesepuluh bernama Tonipani’bulu yang tiba di Botteng. Anaknya kesebelas bernama Topali, dialah yang melahirkan Tabittoeng. Tabittoenglah yang melahirkan Taurraurra yang menikah dengan Lemo dan lahirlah Iweapas. Iweapaslah yang diperisterikan Puang digandang yang melahirkan Todilaling9 (Arayang Balanipa I).



9 Lihat Suridi, Ensiklopedia, Sejarah dan Kebudayaan Mandar, hlm. 364-365.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 58 Keterangan di atas, diperkuat dengan silsilah yang disusun oleh Andi Saiful Sinrang yang dirangkum dari berbagai silsilah yang terdapat di Mandar maupun di Bugis dan Makassar. Dalam silsilah itu, Orang Mandar percaya bahwa mereka berasal dari satu nenek moyang (leluhur) yaitu Ulu Sa'dan yang bernama Tokombong Dibura' (laki-laki) dan Tobisse Ditallang (perempuan). Mereka disebut juga Tomanurung Dilangi'. Dari pernikahan mereka, lahir seorang anak bernama Tobanua Pong atau Tobanua Posi yang kemudin mempunyai tujuh orang anak tapi hanya lima orang yang diketahui namnya, yaitu: Ilando Belua' (Perempuan, si panjang rambut). Dialah yang pergi ke Gowa. Ilaso kepang (Laki-laki, si besar kepala). dialah yang pergi ke luwu' kemudian Ilando guttu (Laki-laki, si panjang lutu). dialah yang menetap di Ulu Sa'dan Yusu' sambamban (laki-laki). dia menetap di karonaga. Ipadora' (laki-laki). dialah yang pergi dan menetap di bittung. Adapun wilayah di tanah Mandar yang meliputi Pitu Ulunna Salu', yang terdiri atas: Tabulahan, Aralle, Mambi, Bambang, Rantebulawan, Matangnga, Tabang, kemudian kawasan Pitu Ba'bana Binanga ialah: Balanipa, Sendana, Banggae, Pamboang, Tappalang, Mamuju, Binuang. Hubungan kekerabatan Pitu Ba’bana Binanga dan Pitu Ulunna Salu’ bertemu di Daeng Lumalle turunan ketujuh dari Tomanurung di Ulu Sa’dan, ia memiliki sebelas putra yang dikenal dengan sebutan mara’dia sappulo mesa (sebelas raja) dalam silsilah raja-raja Mandar yang diramu dari berbagai lontar oleh Andi Syaiful Sinrang dijelaskan, adapun putra-putra Daeng Lumalle adalah: (1) Lambususu di Kalumpang, (2) Tabang Batu di Simboro, (3) Tambuli Buli Bassi di Tappalang, (4) Daeng Manga’na di Tabulahan, (5) Isahalima di Tabang, (6) Dg Tumanang di Pe’urangan, (7) Dg Palulung di Ulumanda dan Tubbi Tara’manu, (8) Simbadatu di Matangnga, (9) Daeng Majannang, (10) Ta’andiri Makke Daeng di Mamuju, Sendana dan Pamboang, (11) Tonipani Bulu di Balanipa. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 59 Kesebalas putra Daeng Mangalle tersebut kemudian menjadi raja di wilayah Pitu Ulunna Salu dan Pitu Ba’bana Binanga, khusus Tonipani Bulu memiliki ia dikaruniai dua anak di Mandar putra dan putri yang putra bernama Tabittoeng kemudain berputra bernama Taurraurra kemudian menikah dengan Tolemo dan melahirkan Weapas lalu menikah dengan Puang Digandang yang kemudian melahirkan I Manyambungi yang bergelar Todilaling Arayang Balanipa I, yang naik tahta pada tahun 1560 M, Todilaling inilah yang menurunkan raja-raja Balanipa dan sebagian raja di wilayah Pitu Ba’bana Binanga. Kemudian anak kedua dari Tonipani Bulu bernama Irerasi yang kemudian menikah dengan Batara Gowa Tuminanga ri Paralakenna VII yang kemudian menurunkan raja-raja Gowa berikutnya termasuk Sultan Hasanuddin Raja Gowa XVI (1653-1669 M)10 Tonipani Bulu kemudian hijrah ke Bone dan ia diangkat menjadi raja Bone pertama yang bergelar Mattasi Lompoe Manurungnge Ri Matayang Mangkau Bone I sekitar tahun 1330-1358 M yang kemudian menurunkan raja-raja Bone.11 Tonipani Bululah yang menurunkan raja-raja Balanipa (Mandar) melalui I Manyambungi, kemudian Irerasi yang menikah dengan Batara Gowa VII. Dan Tonipani Bulu kemudian diangkat menjadi Raja Bone I. Hubungan kekerabatan inilah sehingga orang Mandar menyatakan diri bersaudara dengan orang Bugis, Makassar begitu pula dengan Luwu dan Toraja, sehingga dari kalangan bangsawan Mandar mereka disapa daeng untuk mengikuti Makassar dan puang



10



Lihat silsilah raja-raja Gowa di Balla Lompoa Gowa Sulawesi



Selatan 11



Dapat dilihat pada silsilah raja-raja Bone di Museum Arung Palakka di Wattampone, Bone Sulawesi Selatan. Dan Silsilah raja-raja Mandar tulisan tangan Andi Syaiful Sinrang. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 60 untuk mengikuti Bugis dan Toraja. Hubungan kekerabatan tersebut dapat dilihat di silsilah raja-raja Mandar berikut ini: Silsilah Tomanurung



Sumber : Syaiful Sinrang DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 61 Hubungan Kekerabatan Raja-Raja Mandar, Bone, Gowa dan Luwu



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 62 Lalu bagaimana hubungan kekerabatan para annangguru yang menjadi fokus pembicaraan dalam penelitian ini? Hubungan kekerabatan annangguru di Mandar khususnya Pambusuang bermula sejak kedatangan seorang ulama besar di Mandar yang bernama Syekh Addyn atau guru ga’de, menurut Syekh Abu Syahin, guru ga’de berasal dari bahasa Jawa guru gede yang berarti guru besar yang silsilahnya berasal dari Maulana Malik Ibrahim12. Syekh Addyn kemudian menikah dengan bangsawan kerajaan Balanipa putri Pappuangan Napo, dan kemungkinan besar masih turunan langsung dari Imanyambungi Todilaling maradia Balanipa I (1540-1560 M), Syekh Addyn kemudian mendirikan mesjid pada tahun 1720 M sebagai pusat pengajian kitab-kitab agama Islam, hasil dari pernikahan Syekh Addyn dan Putri Pappuangan Napo ini melahirkan Syekh Abdullah Addyn yang kemudian menjadi imam masjid yang dibangun ayahnya sekaligus memimpin pengajian kitab (1755-1793 M), kemudian dilanjutkan putranya yang bernama Syekh Maemanah Annangguru Matowa (1793-1823M), lalu tampil putra Syekh Maemanah, yaitu Syekh Muh Nuh (1825-1828M) yang memiliki tiga istri dan sepuluh putra, turunan Muh Nuh inilah yang melahirkan para annangguru yang menjadi imam dan pimpinan pengajian kitab di Masjid Taqwa Pambusuang, dan di masa Muh Nuh banyak orang Arab yang keturunan sayyid yang berdatangan di Mandar kemudian menikah dengan anak cucu Muh Nuh. Selanjutnya dapat dilihat dalam silsilah Syekh Addyn berikut ini:



12



Dikenal sebagai Sunan Gresik (w. 1419 M/882 H) adalah nama salah seorang Walisongo, yang dianggap yang pertama kali menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Ia dimakamkan di desa Gapurosukolilo, kota Gresik, Jawa Timur, ia juga dikenal sebagai wali yang memiliki kontribusi dalam penyiaran Islam di tanah Jawa, silsilahnya sampai pada rasulullah saw melalui Husain bin Ali. Hasil wawancara dengan Muchtar Hussain, guru besar UIN Alauddin Makassar, 23 Juni 2009. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 63 Silsilah Para Annangguru



Dari silsialh tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa annangguru di Mandar memiliki hubungan kekerabatan ke dalam lingkungan keluarga kerajaan Balanipa yang masih turunan dari Tomanurung diUlu Sa’dan dan sekaligus memiliki hubungan kekerabatannya juga langsung dari Arab melalui pernikahan antara Syekh Addyin dari Maghribi dengan putri bangsawan kerajaan Balanipa dan beberapa turunannya kemudian menikah lagi dengan orang-orang Arab yang silsilahnya sampai kepada Rasulullah SAW.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 64 2. Stratifikasi Sosial Bagi para sosiolog seperti Karl Marx dan Max Weber13 melihat adanya perbedaan sosial yang muncul di masyarakat secara vertikal. Ia kebanyakan bertumpu pada sudut pandang ketidaksamaan derajat (inequality) yang timbul karena perbedaan ekonomi semata. Seorang antropolog mencoba menekuni persoalan serupa dengan pandangan yang lebih jauh dan mendalam. Ia tidak hanya melihat kepada suatu persoalan yang bertumpu pada ketidaksamaan vertikal belaka, seperti hanya melihat perbedaan ekonomi saja, akan tetapi, dia ingin mencari sesuatu yang tidak universal dalam perbedaan vertikal. Bahkan dia ingin melihat arti stratifikasi sosial atau pembuluan (keturunan) tersebut secara menyeluruh dalam berbagai kaitan aspek budaya yang melekat padanya. Stratifikasi sosial dalam pengertian pembahasan ini adalah: sebagaimana yang dikutip Soerjono Soekanto14 dari Pitirim A. Sorokin, mengatakan bahwa stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Sistem stratifikasi sosial dapat ditemukan pada berbagai kualifikasi sosial, misalnya, kelas sosial, ras, gender, kelahiran atau umur. Berbagai hal ini dapat dibuat tingkatannya, dalam perjenjangan yang secara esensial berkaitan dengan status dan prestise (prestige), hingga berkaitan dengan kualitas ekonomis. Masyarakat modern mungkin lebih menekankan kualitas ekonomis, misalnya stratifikasi kelas sosial. Sedangkan stratifikasi masyarakat tradisional, kuno, feudal akan lebih didasari pada status. Akan tetapi semua masyarakat menggabungkan keduanya. Sistem stratifikasi sosial bisa ketat atau longgar. Misalnya, ada penjenjangan yang terbuka dalam mobilitas di 13



Max Weber, Class, Status and Party dalam Class, Status and Power, Bendix and Lipset (ed). (New York: The Free Press), hlm. 21-28. 14 Soerjono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar (Jakarta: CV. Rajawali), hlm. 220. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 65 antara kelas-kelas sosial masyarakat kontemporer. Di dalam masyarakat yang lain, yang berdasarkan pada kasta (caste), misalnya, batas-batas antarstrata adalah ketat dan tak tertembus, dan mempunyai mekanisme yang terbangun dengan kuat di mana strata yang lebih tinggi dapat menolak strata yang lebih rendah.15 Bertolak dari pandangan tersebut, kelihatannya orang Mandar menerima stratifikasi sosial tidak seluruhnya merupakan kedudukan lahiriah belaka. Penentuan yang utama bertumpu kepada bagaimana pandangan masyarakat sekitarnya terhadap berbagai hal yang dikaitkan kepada kualitas manusia, khusus kualitas pribadi, dan fokus itulah yang dinilai dan menentukan kedudukan seseorang di mata masyarakat. Di daerah Mandar terdapat juga terdapat sistem pelapisan sosial. Dalam masyarakat ini kedudukan seseorang dalam tingkatan tertentu ditentukan berdasarkan asal-usul ibunya lebih dulu, apakah ibunya dari kalangan bangsawan atau bukan? Derajat kebangsawan si ibu inilah yang menentukan tingkatan anak-anaknya dan kemungkinan perkawinannya atau jodohnya. Seperti halnya dengan kerajaan lain, masyarakat Mandar juga terbagi dalam berbagai tingkatan.16 Salah satu tolak ukur yang dipakai membedakan kedudukan seseorang secara vertikal di Mandar adalah adanya perhitungan kadar darah. Kadar darah itu dimiliki oleh seseorang karena pertalian seseorang dengan orang lain melalui hubungan perkawinan. Darah seseorang secara berantai dapat diturunkan dari satu generasi ke



Nicholas Abercrombie dkk, Kamus Sosiologi, “terj. Desi Noviyani” (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hlm. 557-558. 16 Heddy Shri Ahimsa-Putra, Minawang Hubungan Patron-Klien di Sulawesi Selatan (Yogyakarta: Gadjah Mada Press), hlm. 101. 15



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 66 generasi berikutnya.17 Nilai kebangsawan orang Mandar diukur dan dipadankan dengan ana’ batu, tinggi rendah kadar darah kebangsawan, kadarnya diungkapkan dengan menyebut ‘sekian ana’ batu’. Ana’ batu adalah istilah ukuran yang digunakan oleh tukang emas untuk mengukur sesuatu benda emas atau perak dalam menentukan berat dalam jumlah gramnya. Istilah ana’ batu dalam arti simbolis dalam masyarakat tradisional Mandar dipakai mengukur nilai atau kadar kebangsawanan seseorang. Seseorang yang mempunyai kadar darah dianggap sebagai seorang yang berharga seperti seorang yang menghargai emas. Untuk puang ressu’ atau puang sangnging atau puang murni (puang ranum dinilai dengan 16 anak batu atau 100%) , puang tallu parapa’ (puang ¾ atau 75 % ) 12 ana’ batu , puang sassigi (puang ½ atau 50%) 8 ana’ batu, puang seperapa’ (puang ¼ atau 25 %) 4 ana’ batu, kemudian untuk puang sallesor (puang yang kurang ¼ atau 12 ½ % ) 2 ana’ batu kemudian puang dipisupai anna’ sarombong (puang yang digosok baru menghasilkan bau harum ini merupakan kata-kata perumpamaan untuk puang tingkatan paling bawah atau 5-6 % ) 1 ana’ batu.18 Untuk mengetahui kadar kebangsawanan di Mandar memiliki rumus tersendiri, ketentuan di Mandar, tommuane anna’ towaine para mapa’batti (laki-laki dan perempuan masing-masing menurunkan turunan dalam posisi yang sama). \Rumus: (Kadar bapak + Kadar ibu): 2 = Kadar anak Atau (A+I): 2 = a Keterangan: A= kadar bapak (Ama) I = kadar ibu (Indo) a = kadar anak (ana’) Darmawan Mas’ud Rahman, Disertasi, Puang dan Daeng: Studi Mengenai Nilai-Nilai Budaya Orang Balanipa Mandar (Ujung Pandang: Universitas Hasanuddin, 1987), hlm. 101-102. 18 Suradi Yasil, Ensiklopedia Sejarah dan Kebudayaan Mandar, (Makassar: Forum Studi & Dokumentasi Mandar), hlm. 103-104 17



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 67 Contoh pertama, jika puang sangnging/ressu menikah dengan puang sangnging/ressu (16+16): 2 = 16, maka kadar anaknya adalah puang sangnging atau 16 ana’ batu. Kedua, jika puang sangnging/ ressu menikah dengan puang sassigi (16+8): 2 = 24: 2 = 12, maka menghasilkan puang tallu parapa. Ketiga, jika puang sangnging menikah dengan tau pia, (16+0): 2 = 16: 2 = 8, maka menghasilkan puang sassigi. Keempat, jika yang terjadi puang sangnging menikah dengan batua kalau puang sangnging laki-laki dan batua perempuan disebut dengan istilah tomappesawei batuanna tetapi jika sebaliknya puang sangnging perempuan dan batua yang laki-laki, disebut dengan istilah nasusu’ taro’dana dan ini sangat jarang terjadi karena akan didepak dari istana, perhitungannya (16+0) : 2 = 16 : 2 = 8, menghasilkan puang sassigi Kelima, jika puang sassigi kawin dengan tau biasa / tau pia, (8 + 0) : 2 = 8 : 2 = 4, menghasilkan puang seperapa. Keenam, puang seperapa menikah dengan tau biasa / tau pia (4 + 0) = 4: 2 = 2, menghasilkan puang sallesso. Ketujuh, puang sallesso menikah dengan tau biasa/tau pia, (2 + 0): 2 = 2: 2 = 1 maka menghasilkan puang dipisupai anna’ sarombong. Kedelapan, jika puang dipisupai anna sarombong menikah dengan tau biasa, (1 + 0): 2 = ½ ana’ batu = menghasilkan puang lupus atau kadar puangnya sudah habis.19 Dalam stratifikasi sosial atau pelapisan masyarakat Mandar diuraikan lebih lanjut dalam penelitian ini dengan menggunakan uraian Heddy Shri Ahimsa Putra dan Darmawan Mas’ud, adapun uraian oleh Heddy Shri Ahimsa Putra sebagai berikut:



19



Wawancara dengan Mukhlis Hannan, budayawan Mandar, dan dosen Ilmu Budaya Universitas Asy’ariah Mandar, Polewali Mandar, pada tanggal 31 Mei 2012. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 68



Todiang Laiyana



Tau maradeka Batua Stratifikasi Sosial Orang Mandar versi yang digunakan oleh Shri Heddy Ahimsa Putra Dalam risetnya di Sulawesi Selatan mengenai Minawang Hubungan Patron-Klien di Sulawesi Selatan, ia menjelaskan secara detail tentang stratifikasi sosial orang Mandar hingga pada hak dan kewajibannya, Heddy Shri Ahimsa Putra mengatakan bahwa masyarakat Mandar seperti halnya juga dengan kerajaan lain terbagi dalam berbagai tingkatan, dan secara garis besarnya terdapat tiga golongan atau tingkatan, yaitu orang-orang yang sedikit banyak mempunyai darah bangsawan, yang disebut to diang layana (yang memiliki darah bangsawan). Dalam sistem pelapisan tersebut mereka menduduki tingkat teratas. Golongan kedua adalah golongan orangorang merdeka, yang mencakup sebagian besar warga masyarakat Mandar. Sebab selain meliputi orang-orang biasa yang bebas termasuk juga di dalamnya kalangan bangsawan rendahan serta orang-orang biasa yang mempunyai jabatan tinggi. Golongan ini dinamakan maradeka (orang yang bebas). Kategori terakhir yang menempati anak tangga terbawah dalam system tingkatan yang berlaku adalah budak. Berbagai golongan di atas ternyata masih dibedakan lagi dalam beberapa kategori dengan tingkatan yang berlainan. Kelompok DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 69 pertama, to diang laiyana, terdiri dari lima kategori, yang berturutturut dari atas ke bawah adalah sebagai berikut: kategori pertama meliputi raja yang memerintah beserta dengan keturunannya. Mereka ini dikenal sebagai arajang. Kategori kedua, yang dikenal dengan sebutan ana’ matola payung, merupakan orang-orang keturunan dari raja-raja sebelumnya yang menikah dengan wanita yang masih sederajat. Jadi di sini tercakup orang-orang yang mempunyai kemungkinan untuk menduduki jabatan maradia (jabatan raja atau kepala daerah Mandar) bilamana jabatan tersebut kosong. Kategori berikutnya adalah maradia tallu parapa (maradia tiga perempat), yang terdiri dari keturunan para pria arajang atau ana’matola payung dengan wanita dari kategori tau pea nae. Kategori keempat adalah puang sassigi atau orang-orang setengah yang lahir dari perkawinan antara matola pajung dengan wanita tau pea. Terakhir yakni orangorang seperempat atau puang siparapa, yang merupakan anak-anak dari perkawinan seorang pria matola payung dengan wanita dari tingkatan batua. 20 Golongan kedua dalam masyarakat adalah golongan maradeka, yang juga terbagi dalam beberapa tingkatan. Tingkatan pertama diduduki oleh tau pea atau orang-orang yang dapat kita katakana sebagai kelas para pejabat pemerintahan, sebab ia mencakup regent-regent atau kepala daerah. Disini juga masih ada pembagian lagi berdasarkan atas keturunan yang mana seseorang termasuk. Pertama adalah tau pea nae, yang mencakup orang-orang yang dapat dipilih untuk menduduki jabatan-jabatan tinggi, misalnya orang-orang keturunan pabicara serta keturunan dari para pejabat dulu yang sudah meninggal, keturunan pappuangang yang asli dan sebagainya. Kedua yaitu tau pea, yang meliputi orang-orang atau



20 Lihat, Heddy Shri Ahimsa Putra, Minawang, Hubungan PatronKlien di Sulawesi Selatan, hlm.101-102.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 70 keturunan yang berhak menempati jabatan kepala-kepala yang lebih rendah, misalnya saja bali paja, to matowa serta jabatan lainnya. Dalam kategori tau pea nae ternyata masih ada tingkatan-tingkatan lagi berdasarkan atas keturunan pejabat yang mana seseorang itu, mereka yang termasuk orang-orang yang dapat menduduki jabatan pabicara, jadi yang termasuk dalam bijana pabicara lebih tinggi martabatnya daripada mereka yang tergolong bijana papuangang, dan ini selanjutnya lebih tinggi daripada bijana kaliang, yakni mereka yang dapat diangkat menjadi kali. Dengan pembagian tingkatan atas dasar tinggi rendahnya jabatan yang ditempati kita dapat mengkategorikan serta membuat jenjang berbagai individu dalam bijana sasabuarang, bijana indo tau, bijana bojo dan beberapa kategori lain. Tingkat kedua dalam golongan maradeka ditempati oleh orang-orang merdeka dalam masyarakat yang dikenal dengan nama tau samara, yakni orang-orang merdeka yang tidak menduduki jabatan tertentu dalam sistem pemerintahan, beserta dengan keturunan mereka. Perbedaan dengan mereka yang tidak merdeka (budak) tampak dalam hak pilih untuk jabatan-jabatan tertentu yang umumnya adalah jabatan rendah, yang tetap mereka miliki, disamping hak untuk menempati sebidang tanah dan memilikinya, suatu hak yang juga membawa kewajiban tertentu. Hak-hak serta kewajiban inilah yang membedakan mereka dengan warga masyarakat yang tidak merdeka. Walaupun ada pembagian-pembagian yang tampak ketat dalam masyarakat ini, namun tak ayal terjadi juga beberapa penyimpangan dalam soal status apabila terjadi perkawinan antara mereka yang tidak berbeda jauh tingkatannya. Jika seorang pria dari golongan puang sassigi menikah dengan seorang wanita dari kalngan tau pea, maka kedudukan anak mereka hanya turun sedikit dibanding dengan kedudukan ayahnya, oleh karena itu mereka masih dapat DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 71 dirmasukkan dalam golongan ayahnya yaitu puang sassigi, karena ayah masih tergolong tau pea dan perbedaan antara dua kategori ini tidak begitu besar. Anak-anak semacam ini, yang bagaimanapun juga ternyata tidak sepenuhnya sama dengan ayahnya. Dikatakan sebagai bembe dibaku- baku’ jatuh dalam baku-baku’ artinya jatuh dalam songko’ atau dengan kata lain dia masih dapat menyelamatkan kedudukannya.21 Perkecualian juga kita jumpai dalam perkawinan seorang wanita bangsawan dengan pria dari kalangan yang lebih rendah. Yang hanya terjadi jika perbedaan tingkat antar mereka tidak begitu besarm, misalnya seorang pria tau pea nae dengan wanita golongan wanita puang sassigi. Perkawinan antar mereka bias berlangsung jika si pria bersedia membayar mas kawin yang lebih tinggi lagi. Dan ini dinamakan mabasi atau membeli kedudukan. Hal ini bagaimanapun juga tidak berarti bahwa si pria setingkat dengan wanitanya. Mereka tetap tidak setingkat dan keturunan mereka tetap tidak masuk dalam golongan ibunya puang sassigi, tetapi lebih rendah lagi, yaitu puang seperapa. Hal ini berarti juga bahwa mereka yang termasuk kategori puang siperapa tidak selalu berasal dari perkawinan antara pria matola payung dengan wanita golongan batua. Perkawinan seperti di atas disebut mattitemei puna lambe, yang artinya orang melakukan sesuatu yang tidak pada tempatnya, yang tidak sesuai. Perkawinan seperti ini jika terjadi antara mereka yang berbeda jauh tingkatannya akan mengundang hukuman berat bagi orang yang menjalaninya. Tingkat ketiga, atau yang terendah, ditempati oleh mereka yang tergolong sebagai budak atau batua. Dan ini dibedakan lagi menjadi batua nialli dan batua sossorang. Batua nialli adalah mereka yang menjadi budak karena kalah perang. Mereka merupakan para tawanan perang, yang kemudian dijual, sedang batua sossorang 21



Ibid., 103 DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 72 adalah budak karena pewarisan, artinya menjadi budak karena dia keturunan budak. Tidak di semua tempat golongan budak yang kedua ini bias ditemui. Di Pambusuang misalnya, budak seperti ini tidak dikenal. Juga perbedaan antara keduanya tidak begitu jelas dalam hal tempat tinggal mereka. Mereka tinggal bersama majikan, dan makanan serta pakaian mereka sudah ditanggung. Kekecualian bias terjadi jika apabila mereka sangat berjasa pada majikan. Mereka kemudian bias tinggal di rumah sendiri, dan hanya dalam hal tertentu yang sangat penting saja mereka menjalankan kewajibankewajibannya. Perbedaan baru tampak pada soal hak. Batua sossorang boleh menikmati hasil kerjanya juga. Jadi kalau misalnya dia menanami suatu kebun maka sepertiga pohon yang tetap hidup boleh diterimanya. Selain itu dia juga tidak boleh dijualbelikan oleh majikannya. Kategori lain lagi, yang tidak termasuk dalam salah satu dari tiga golongan di atas adalah yang disebut budak hutang (batua inranang) atau biasanya dikenal sebagai pandeling oleh pegawai kolonial Belanda. Mereka ini adalah orang-orang yang terlibat hutang dan tidak mampu membayar kembali hutang tersebut. Sebagai gantinya mereka menjadi orang yang tunduk pada perintah yang member hutang. Dia harus melayani orang ini. Mereka tinggal di tempat si pemberi uang hingga hutangnya terbayar kembali. Orangorang semacam ini tidak dapat diperjualbelikan dan statusnya tidak diwarisi oleh anaknya. Selain itu mereka juga tidak mendapat bagian dari hasil kerjanya untuk si pemberi hutang.22 Shri Heddy Ahimsa Putra dalam penjelasan sebelumnya membagi stratifikasi sosial di Mandar pada tiga golongan berbeda dengan Darmawan Mas’ud Antropolog Universitas Negeri Makassar



22



Ibid., 104-105 DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 73 dalam penelitian disertasinya membagi pelapisan sosial di Mandar pada empat golongan sebagai berikut:23 Golongan pertama. to diang laiyana, kelompok bangsawan ini, meliputi: tingkatan pertama, Puang ressu’ (ranum), lapisan ini memiliki kadar darah bangsawan dalam perhitungan simbolik, disebut manassa ressu’ (benar-benar ranuh). Ia merupakan hasil dari perkawinan antara seorang ayah dengan ibu yang masing-masing mempunyai kadar darah melabu tongan (utuh dan sempurna). Tingkatan kedua, puang sangnging (murni), lapisan ini mempunyai kadar darah bangsawan dalam perhitungan simbolik yang disebut sangnging. Ia merupakan hasil perkawinan antara seorang ayah dengan ibu yang masing-masing pihak mempunyai kadar darah sangnging. Dapat juga terjadi bila ayah berkadar darah ressu’ dan ibu berkadar darah sangnging atau sebaliknya. Tingkatan ketiga, puang tallupparapa’ (tiga perempa lapisan ini memiliki kadar darah bangsawan dalam perhitungan simbolik disebut tallupparapa’. Ia merupakan hasil perkawinan antara ayah dan ibu yang masing-masing berkadar darah talluparapa’. Dapat juga terjadi sebagai hasil perkawinan antara seorang ayah yang berkadar darah “bangsawan” atau sangngning atau ibu yang berkadar darah separapa’ (seperempat) ataupun sebaliknya. Tingkatan keempat, puang Sassigi (setengah atau separuh), lapisan ini memiliki kadar darah bangsawan dalam perhitungan simbolik yang disebut sassigi’. Ia merupakan perkawinan antara seorang ayah dengan seorang ibu yang masing-masing memiliki perhitungan kadar darah sassigi. Dapat juga terjadi bila ayah memiliki perhitungan kadar dan tallupparapa’ dan ibu separapa’ ataupun sebaliknya. Ia juga merupakan perhitungan dari kadar darah ressu’ Darmawan Mas’ud, Puang dan Daeng: Studi Mengenai NilaiNilai Budaya Orang Balanipa Mandar (Ujung Pandang, disertasi doktor Universitas Hasanuddin), hlm. 59-63. 23



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 74 atau sangnging dengan ibu yang memiliki kadar darah biasa tanpa perhitungan kadar darah tetapi bukan budak. Tingkatan kelima puang Separapa’ (seperempat), lapisan ini memiliki kadar darah bangsawan dalam perhitungan simbolik yang disebut separapa’, yang merupakan hasil perkawinan antara seorang ayah dan seorang ibu yang masingmasing mempunyai perhitungan darah separapa’. Ia juga merupakan hasil perkawinan antara seorang ayah yang mempunyai kadar darah sassigi’ dengan tanpa perhitungan kadar darah tapi bukan budak. Tingkatan keenam, puang Sallessor atau Salleso’ (kurang dari seperempat), lapisan ini memiliki kadar darah bangsawan dalam perhitungan simbol yang disebut sallessor atau sassigi. Merupakan hasil perkawinan antara seorang ayah dengan seorang ibu yang masing-masing mempunyai perhitungan kadar darah seperempat. Dapat juga terjadi bila perkawinan antara seorang ayah yang memiliki kadar separapa’ dan seorang ibu yang tidak memiliki perhitungan kadar darah tetapi bukan budak. Tingkatan ketujuh, puang dipisupai anna’ sarombong (digosok baru muncul bau harum), lapisan ini memiliki kadar darah bangsawan dalam perhitungan simbolik, disebut dipisupai anna sarombong. Merupakan hasil dari perkawinan yang terjadi bila seorang ayah dengan seorang ibu yang masing-masing mempunyai kadar darah dalam perhitungan kurang dari darah sallessor. Dapat juga terjadi dari hasil perkawinan antara seorang ayah yang memiliki kadar darah sallessor kawin dengan seorang ibu yang tidak memiliki perhitungan kadar darah, tetapi bukan budak atau sebaliknya. Golongan kedua: Tau pia (Manusia Pilihan), Tau pia berhak atas kedudukan lembaga ada’ dalam wilayah Amara’diangang (Kerajaan) Balanipa. Ia bertindak dan mewakili rakyat dalam tatanan pemerintah Amara’diangan Balanipa. Mereka itu yang berhak disapa dengan sapaan puang bersama bijanna (turunannya) yang terdiri atas: Tingkatan pertama, Tau pia tongang atau tau pia manassa (pilihan DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 75 asli), lapisan ini tidak pernah memperhitungkan kadar darah yang dimiliki melalui perhitungan persentase. Namun, perhitungan keturunan tetap pada dasar pertautan antara perkawinan antara seorang lelaki yang masih dianggap berdarah asli kaum ada’ sejak nenek moyang keduanya. Tingkatan kedua. Tau pia na’e (hasil perkawinan antara bija mara’dia dengan bija ada’). Lapisan ini merupakan jenjang yang belum ada persatuan paham dalam menentukan kriteria perhitungan keturunan. Karena adanya perkawinan campuran antara bija mara’dia dengan bija ada’, maka perhitungan menurut cara pandangan kedua golongan itu berbeda. Pada masa silam di Balanipa, amara’diangang memiliki beberapa pejabat yang mempunyai garis keturunan tau pia na’e. Dalam memilih jabatan tersebut seseorang harus menentukan secara tegas pilihannya, sehingga sapaan sesuai dengan jabatan yang dipangkunya. Bila yang bersangkutan memilih jabatan ada’ maka sapaanya adalah puang. Demikian pula, jabatan mara’dia sapaan yang tepat adalah daeng. Lapisan itu sampai sekarang banyak menduduki kedudukan formal dan informal utamanya sebagai pemimpin di masa revolusi fisik perjuangan kemerdekaan Indonesia. Tingkatan ketiga, tau pia biasa (pilihan biasa). Lapisan ini adalah hasil perkawinan seseorang yang mewakili darah turunan ada’, kawin dengan seorang yang berdarah biasa yang bukan turunan batua (budak). Lapisan ini pun berhak atas jabatan ada’, bila lapisan tau pia tongang dan tau pia na’e tidak dipilih oleh rakyat karena sifat dan kelakuan yang bersangkutan dianggap tidak baik dan tidak pantas atas jabatan ada’ tersebut. Kemudian tingakatan keempat. Tau samara (biasa), lapisan ini tidak memperhitungkan kadar darah dalam kehidupan berkeluarga. Mereka banyak terlibat dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, sehingga banyak yang berhasil dalam mengelola kehidupan ekonomi, bertukang dan sebagai petani penggarap. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 76 Perkawinan yang terjadi antara jenjang, banyak melibatkan lapisan ini, karena mobilitas sosialnya yang tinggi, juga banyak berhasil di bidang pendidikan. Lapisan ini juga sering disebut tau mardeka (bebas). Golongan ketiga batua (hamba sahaya), secara tradisional lapisan ini masih sering disebut oleh masyarakat, dan terbagi atas lima golongan: batua inrangang (batua karena utang), batua nialli (budak dibeli), batua sassabuarang (budak sejak lahir), batua sossorang (budak turun temurun), batua naluang paleko’ (budak karena membuat kesalahan). Meskipun lapisan budak tersebut tidak tampak lagi di masyarakat Mandar modern, namun istilah tersebut seringkali masih muncul ketika terjadi proses pertunangan seseorang atau masa seseorang ingin memilih jodoh untuk seseorang. Masa ini disebut mappeissangngi rumbu api (saling mencari asal usul), dan mattuttung bija (mencari asal turunan). Perbedaan penyusunan stratifikasi sosial di Mandar antar Shri Heddy Ahmsa Putra dan Darmawan Mas’ud pada pembagian to diang laiyana, Heddy membagi menjadi lima tingkatan sedangkan Darmawan membaginya tujuh tingkatan, demikian pula halnya pada pembagian golongan stratifikasinya, Heddy membaginya menjadi tiga golongan sedangkan Darmawan empat golongan dengan menempatkan tau pia pada tingkatan kedua sedangkan Heddy memasukkan tau pia bagian dari tau merdeka. Seperti pada gambar di bawah ini:



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 77 Todiang Laiyyana Tau Pia Tau Maradeka Batua Pembagian stratifikasi sosial orang Mandar versi yang digunakan Darmawan Mas’ud Stratifikasi sosial ini juga nampak pada hak dan kewajibannya oleh tiap golongan yaitu: Pertama, hak dan kewajiban to diang laiyana, golongan ini berhak menduduki jabatan-jabatan penting dalam dalam susunan struktur pemerintahan kerajaan Balanipa Mandar, misalnya posisi maradia (raja) dijabat oleh puang sangnging, puang ressu, puang talluparapa, kemudian maradia matoa (wakil raja), berhak dijabat puang sangnging, puang ressu, puang tallu parapa dan puang sassigi, kemudian maradia malolo (panglima perang) dijabat oleh puang sangnging dan puang ressu. Hak berikutnya untuk golongan to diang laiyana adalah berhak menduduki jabatan sappulo sokko (dewan menteri), dijabat oleh puang sassigi, puang seperapa, puang salesso tapi harus ada garis keturunan hadat atau tau pia, sehingga mereka disebut juga tau pia nae, golongan ini berhak menduduki jabatan hadat (pemangku hadat atau para menteri). Kemudian kewajiban to diang laiyana adalah, jika golongan ini memiliki budak, maka mereka berkewajiban melindungi dan menghidupi (menafkahinya) seluruh keluarga budak tersebut, bahkan mengawinkannya, juga berkewajiban untuk menuntut ilmu pengetahuan tentang aturan adat istiadat kelak mereka dapat eksis DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 78 dalam menduduki jabatan penting dalam kerajaan. Dan juga berkewajiban mengayomi masyarakat (rakyat) membela kerajaan di tanah Mandar. Kewajiban berikutnya adalah menjadi panutan dan suri teladan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara (kerajaan), serta berkewajiban mengedepankan harkat martabat (ama’labiang), seperti konsisten antara perkataan dan perbuatan. Kedua, hak dan kewajiban tau maradeka, mereka berhak melakukan aktivitas keseharian sesuai dengan profesinya berdasarkan aturan yang berlaku dalam kerajaan dan kewajibannya adalah membayar sima (pajak), mempertahankan kerajaan dari serangan musuh, mematuhi seluruh aturan adat yang adat dan membela kehormatan atau nama baik maradia atau raja sesuai dengan adat kebiasaan. Ketiga, hak dan kewajiban batua, hamba sahaya, golongan ini tidak nampak kepemilikan hak secara penuh dan lebih banyak kewajiban untuk melakukan pengabdiannya kepada puang-nya (tuan), yang berasal dari todiang laiyana atau tau pia. Adapun bentuk pengabdiannya seperti, menjaga dan tambak, sawah, kebun milik puang-nya dengan tidak diberi upah.24 Kemudian stratifikasi sosial di Mandar masih kental terjadi di masyarakat terdapat pada life cycle atau upacara lingkaran hidup diantaranya pada upacara perkawinan dimana dapat dibedakan apakah ia berasal dari golongan todiang laiyana, tau maradeka atau batua terlihat pada mas kawinnya. Sorong atau mas kawin adalah sesuatu yang memiliki nilai moral dan material yang mutlak ada dalam suatu perkawinan. Tanpa adanya mas kawin, perkawianan dianggap tidak sah menurut aturan adat maupun menurut syariat Islam. Sedang menurut adat istiadat suku Mandar, “sorong” adalah



24 Wawancara Mukhlis Hannan, Budayawan Mandar, Mantan Ka. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Polewali Mandar, tanggal 31 Mei 2012.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 79 gambaran harga diri dan martabat wanita yang ditetapkan menurut aturan adat yang disahkan oleh hadat yang tidak boleh diganggu gugat atau ditawar-tawar naik turunnya. Seorang ini adalah milik si wanita yang harus diangkat oleh si pria menurut strata si wanita itu sediri. Sampai saat sorong didaerah mandar dikenal lima tingkatan : Pertama: Sorong bagi anak raja yang berkuasa menggunakan istialah “Tae” yang nilai realnya berfariasi : Satu tae Balanipa nilainya 4 real, satu tae Sendana nilainya 3 real, satu tae Banggae nilainya 2½ real, satu tae Pamboang nilainya 2½ real, satu tae Tappalang nilainya 2½ real, satu tae Mamuju nilainya 2½ real, satu tae Binuang nilainya 2½ real. Kedua: Sorong anak bangsawan 180 dan 300 real. Ketiga: Sorong tau anak pattola hadat bisa 120 atau 160 real. Jika sedang berkuasa menjadi anggota hadat bisa 200 real. Keempat: Sorong tau samar (orang biasa), 60 dan 80 real Kelima: Sorong to batua (budak), 40 real kemudian sorongnya diambil oleh tuannya.25 Semenjak suku mandar, Bugis, Makasar, dan Toraja itu lahir di Sulawesi selatan, telah lahir dan berkembang pula budaya dan adat-istiadat yang mendasari dan mengatur kegiatanya masingmasing. Bila kegiatannya dilakukan dengan suku yang sama maka tidak akan ada masalah. Kalaupun ada masalah penyelesaiannya mudah karena sama-sama berpegang pada budaya dan aturan adat yang sama. Tetapi bila kegiatan itu, masalnya perkawinan dilakukan oleh suku yang berlainan maka timbul masalah tentang budaya dan aturan adat mana yang akan mendasari perkawianan tesebut. Jika kedua belah pihak bersikeras ingin menerapkan budayanya masing-masing, maka perkawinan yang seharusnya terlaksana dengan baik, bisa menjadi batal. Yang demikian ini banyak



25 Anwar Sewang, Sosialisasi Siri Pada Masyarakat Mandar, (Polmas: Yayasan Maha Putra Mandar, 2001), hlm. 5.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 80 terjadi bagi yang belum mengetahui kesepakatan “aturan adat” di sulawesi selatan yang diletakkan oleh tiga bersaudara yaitu ITabittoeng Balanipa (Mandar), La Palangki Aru Palakka (Bugis) dan I Rerasi Gowa (Makassar) sekitar tahun tahun 1460 M yang isinya dalam bahasa Indonesia : “Orang Mandar dan orang Gowa pergi ke Bona, maka Bonelah dia; orang Mandar dan orang Bone pergi ke Gowa maka Gowalah dia; jiak orang Gowa dan orang Bone pergi ke Mandar, maka Mandarlah dia” Ini mengandung pengertian bahwa orang Mandar dan orang Gowa (Makassar) yang berada di Bone (Bugis) harus menggunakan atau memakai adat-istiadat Bone (Bugis) dan sebaliknya seterusnya Jika pria Gowa (Makassar) akan melamar wanita Mandar, menurut adat harus datang melamar di Mandar. Karean acara ini dilakukan di Mandar (dalam lingkungan pihak wanita) maka sesuai kesepakatan adat di Sulawesi Selatan yang harus mendasari pelamaran, perkawinan dan seluruh rangkaiannya adalah budaya dan adat-istiadat Mandar, termasuk “sorong” atau “mas kawin” dan sebaliknya seterusnya. Meskipun ada aturan-aturan adat yang disepakati seperti tersebut diatas, jika ada perselisihan tentang hal ini masih ada jalan lain yang dibenarkan oleh aturan adat dan kaidah yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Sulawesi Selatan selama ini berbunyi :



“Matindoi ada’mua’diang sasamaturuang” Artinya : “Aturan-aturan adat (bisa) tidak berlaku bagi pihak-pihak yang ingin berdamai atau mencari kesepakatan lain yang baik”. Mambottui sorong artinya memutuskan (menetapkan) mas kawin. Pada fase ini seluruh permasalahan yang berhubungan dengan persyaratan mas kawin dan pelaksanaannya telah dibicarakan dan



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 81 diputuskan, utamanya mengenai sorong itu sendiri, belanja, waktu pelaksanan akad nikah, paccandring dan lain-lain. 26 Dalam perkembangannya di daerah Mandar Amma’ pia dapat saja menyatakan bahwa: “Batua dipirangbongi kanne’u karena



ingrang, tapi dite’e andiangmo disanga batua, mardeka nasangmi tau” (nenek saya dulu budak karena hutang, tapi sekarang kita sudah merdeka semuanya). Dalam perkembangannya dan akibat perubahan sosial kemasyarakatan yang terjadi, maka struktur sosial ikut mengalami perubahan. Menurut Darmawan Mas’ud bahwa stratifikasi sosial baru di Mandar, dalam sosiologi ada 2 strata, yaitu: Pertama, stratifikasi sosial karena hubungan darah atau secara genealogis, yang kemudian dibagi lagi menjadi 2 kelompok; yaitu genealogis karena darah (bersaudara) dan karena kawin mawin (siwiya) ini penting karena dalam Mandar inilah yang dikenal mesa lokko’ mesa siri’. Di Mandar dipahami siri’ jika dilihat atau nampak oleh orang, tapi lokko’ “Mararas pai illalang diate” rasa malu yang timbul dari dalam. Contohnya, seorang ibu yang ditanya oleh bapak Prof. Darmawan Mas’ud, “Jika putra ibu di Makassar ditampar orang, apa tanggapan ibu?” Jawabnya, “masiri’ tutau”, tapi jika anak ibu tidak makan? Jawabnya, “malokko’i tutau”. Artinya, siri’ itu nampak dari luar, sedangkan lokko’ itu dari dalam tak nampak, tapi ada efek yang dimunculkan. Kesimpulannya lokko’ itu lebih tinggi dari pada siri’. Kedua, stratifikasi sosial karena profesi, seperti: pegawai, birokrat, legislator, pedagang, guru, dokter. Akhirnya di Mandar agama Islam diterima secara baik, sehingga kali atau qadi’ dan mara’dia sejajar. Kali atau qadi’ sebagai mara’dia-nya syara’ (hukum Islam), dan Mara’dia Banua (raja). Mara’dia berasal dari kata mar’adi 26



Ibid., hlm. 6 DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 82 atau yang diberi kekuasaan. Adat memanggil daeng ke mara’dia sedangkan mara’dia memanggil puang ke adat. Contoh kasus; pada pernikahan adat di Campalagian, Pa’bicara Kenje tidak hadir selaku tokoh adat, sehingga pernikahan ditunda sampai sore. Setelah dihubungi ternyata ia hanya diundang sebagai kerabat, maka dilengkapilah syarat untuk mengundangnya sebagai tokoh adat. Stratifikasi sosial di Mandar itu sebenarnya bukan karena darah tapi karena sifat, (“Medaengma’ mating tapi andiangi medaeng gayangngu, tongandi mara’dia tapi sipa’nya assawuarang”). Artinya mara’dia lebih mengacu kepada simbol sifat. Oleh sebab itulah raja di Mandar diberi hak mar’adi (bahasa Indonesia lama); adikuasa, dalam lontara Mandar. Puang di Napo berkata kepada Todilaling Arayang Balanipa I: “Upakaiyyangngo’o Todilaling upakaraya,



marondong duang bongi anna’, maruppu’-ruppu’ batu, marratasrattas petawung uwalai membali akaiyyangang”. Satu-satunya suku bangsa yang mengeluarkan atau memecat bahkan membunuh mara’dia-nya adalah orang Mandar. Sepuluh raja yang dipecat bahkan ada yang dibunuh seperti Dg. Rioso karena mengganggu permaisuri Mara’dia Sendana. Ia dibunuh karena moralnya yang bejat. Maka dapat dinyatakan pula bahwa strata sosial yang paling tinggi di Mandar adalah karena sifatnya yang baik, untuk itu Arayang Balanipa II Tomeppayung mengatakan, “Cera’



mappamula sipa’ mappacappurang, mappanassa apuangang anna’ atau piyangang” Struktur mala’bi: mala’bi kero, mala’bi pau, mala’bi gau. Mala’bi pau adalah perencanaan, sedangkan kero adalah aplikasi dari perencanaan, mala’bi gau adalah bagaimana memonitoring dari perencanaan ke arah aplikasi. Dalam stratifikasi sosial baru posisi annangguru adalah sebagai profesi. Tetapi karena ia sudah menjadi ada’ makkesyara’, syara’ makkeada’, maka dia masuk dalam struktur pemerintahan. Jadi mara’diana syara’ (qadi’), karena annangguru itu adalah qadi’ dan DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 83 karena qadi’ adalah jabatan, maka annangguru menjadi pelengkap dalam suatu komunitas. Dengan demikian, annangguru masuk dalam stratifikasi baru tapi juga menyatu dalam stratifikasi lama. Penjelasan stratifikasi sosial di atas yang dijelaskan oleh Malinckrodt, Kriekhoff dan Darmawan Mas’ud, adalah stratifikasi masyarakat Mandar lama dan masih diterapkan pada masyarakat Mandar khususnya pada acara kebudayaan atau acara lingkaran hidup seperti upacara kelahiran, perkawinan dan kematian dan upacara adat lainnya, hanya sebatas pada simbol-simbol yang menandakan bahwa keluarga tersebut masih dari kalangan bangsawan, namun dalam kehidupan sehari-hari sudah banyak mengalami perubahan terutama di daerah perkotaan, seiring dengan perubahan zaman, maka muncul stratifikasi sosial baru. Pertama, stratifikasi sosial karena genealogis atau keturunan bangsawan yang didapatkan sejak lahir. Kedua, stratifikasi sosial karena profesi, seperti: ulama, pegawai, birokrat, legislator, pedagang, guru, dokter, yang didapatkan karena usaha sendiri. Dalam stratifikasi sosial lama, annangguru berada pada posisi lapisan tau maradeka ini dibagi dalam dua golongan, yaitu: golongan tau pia tepatnya pada golongan tau pia menempati lapisan kedua sesudah lapisan todiang laiyana. Mereka yang termasuk golongan ini dapat menempati golongan sebagai pa’bicara atau pappuangang dan qadi’ yang disebut puang kali. Kedudukan pa’bicara pappuangang dan qadi’ dapat dikatakan sebagai menteri-menteri kerajaan. Annangguru pada masa lalu berkedudukan sebagai qadi’, meskipun demikian kebanyakan annangguru juga adalah masih keturunan bangsawan, sehingga mereka kadang juga disapa daeng atau puang daeng (sapa’an bagi para bangsawan). Pada stratifikasi sosial lama, sebagian besar annangguru masuk dalam stratifikasi sosial karena genealogis berasal dari turunan bangsawan, sekaligus juga masuk dalam kelompok stratifikasi sosial baru karena profesinya sebagai juru dakwah dan pengajar dan lain-lain. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 84 Kedudukan stratifikasi sosial annangguru di tengah masyarakat Mandar lama maupun modern sebagian besar langsung menempati dua posisi sekaligus, posisi sebagai bangsawan dan tau maradeka yaitu sebagai qadi’, bahkan setelah Islam berkembang dengan baik di tanah Mandar qadi’ dan mara’dia sejajar. Qadi’ sebagai mara’dia-nya syara’ (hukum Islam), dan Mara’dia Banua (raja). Demikian pula pada masyarakat Mandar saat ini, annangguru masih dihormati karena sebagian besar masih keturunan bangsawan dan yang kedua karena profesinya sebagai pengajar, atau juru dakwah. C. Agama dan Kepercayaan Sebelum membahas agama dan kepercayaan orang Mandar, sebaiknya dipaparkan terlebih dahulu mengenai karakter orang Mandar, simbol yang terdapat dalam perahu Sande’27 tidaklah sekedar warisan nenek moyang masyarakat Mandar tapi ia adalah pengejewantahan dari karakter orang Mandar itu sendiri, jika dikaji secara seksama, akan diketahui bahwa di dalam perahu tersebut terkandung nilai-nilai luhur yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Mandar. Adapun nilai-nilai tersebut diantaranya adalah: Pertama, nilai religious. Pembuatan perahu Sande’ merupakan salah satu bentuk eksprsei keagamaan orang Mandar. Kepercayaan kepada hal-hal gaib yang menguasai suatu tempat, melahirkan pola keberagamaan yang unik, aneka macam ritual yang dilakukan disaat pembuatan perahu berupa do’a-do’a, ini merupakan bentuk



27



Perahu khas Mandar terbuat dari kayu sehingga sekilas terlihat rapuh tapi mampu mengarungi lautan luas. Panjang lambungnya 7-11meter dengan lebar 60-80 sentimeter dan di kiri kananya dipasang cadik dari bambu sebagai penyeimbang. Untuk berlayar perahu ini mengandalkan dorongan angin yang ditangkap dengan layar yang berbentuk segitiga. Layar itu mampu mendorong Sande’ hingga 20 knot. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 85 religiousitas orang Mandar. Kedua, nilai budaya. Keberadaan perahu Sande’ merupakan hasil dan cara-cara orang Mandar merespon kondisi alam dimana mereka tinggal. Rintangan dan tangan dari selat Mandar yang arusnya deras disikapi orang Mandar dengan membuat perahu lancip (Sande’) menggunakan layar berbentuk segi tiga dengan cadik di kiri kanan. Hasilnya sebuah perahu yang tidak saja mampu membelah lautan yang cukup ganas dengan stabil, tetapi juga melaju dengan kencang dan berlayar hingga ke mancanegara. Ketiga, nilai identitas. Perahu Sande’ merupakan simbol identitas orang Mandar itu sendiri. Pallayarang (tiang layar utama) sebagai penentu utama kelajuan perahu, merupakan simbol terpacunya cita-cita kesejahteraan masyarakat. Orang-orang Mandar harus senantiasa berjuang untuk menjamin terciptanya kesejahteraan. Perjuangan harus senantiasa memperhatikan keseimbangan agar tidak merugi, hal ini dapat terlihat pada tambera (tali penahan pallayarang) yang senantiasa menjaga pallayarang agar tetap kokoh tegak menjulang. Kekokohan dan keseimbangan harus juga diimbangi oleh sikap fleksibel agar senantiasa mempunyai spirit untuk terus semakin menjadi membaik, hal ini dapat dilihat pada sobal (layar) berwarna putih berbentuk segitiga yang merupakan symbol fleksibilitas yang tinggi, kegigihan, ketulusan, dan kepolosan orang Mandar. Guling (kemudi) sebagai symbol ketepatan mengambil keputusan. Palatto (cadik), baratang dan tadi’ sebagai lambang penyeimbang dan pertahanan serta memiliki jangkauan visi jauh menyongsong masa depan. Semua simbol perjuangan dan keseimbangan tersebut berlandaskan kepada sifat kesucian serta tekad yang tulus, sebagaimana yang tercermin pada warna perahu Sande’, yaitu warna putih yang menyimbolkan bahwa orang Mandar sangat terbuka untuk menghadapi perubahan seperti disebutkan dalam sebuah ungkapan “ibannang pute melo’ dicingga’ melo’ dilango-lango” (orang Mandar bagaikan benang putih yang dapat diberi warna dan dihias). DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 86 Ketiga nilai tersebut di atas merupakan pengejewantahan karakter orang Mandar yang terdapat dalam perahu Sande’ olehnya itu berbagai upaya yang dilakukan untuk melestarikan perahu Sande’, dan lebih penting adalah mengaktualisasikan nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks agama dan kepercayaan, masyarakat Mandar (baca: Polewali Mandar) sebelum memeluk Islam, terdapat unsurunsur normatif mengenai kepercayaan yang tumbuh dalam masyarakat. Pada awalnya, kepercayaan yang dimaksud lebih didasarkan pada rasio tentang kehidupan dunia dan kejadian yang dihubungkan kepada persoalan gaib. Kemudian mereka menyimpulkan bahwa pada alam kehidupan ini terdapat kekuatan gaib yang memberikan pengaruh bagi kehidupan manusia, termasuk berbagai krisis yang dialami, seperti: sakit, kecelakaan, kesurupan, kematian dan sebagainya. Hal yang gaib (Mandar: totandita) adalah sesuatu yang tidak tampak atau tidak terlihat oleh mata. Dalam sistem hubungan dengan alam gaib inilah muncul kepercayaan terhadap kekuatan yang berasal dari sana dan dimanifestasikan sebagai dewa serta diakui sebagai sumber kekuatan yang mempengaruhi kehidupan manusia. Apa yang disebut totandita dalam masyarakat Mandar sebelum datangnya Islam, sama dengan kepercayaan masyarakat Sulawesi Selatan (Bugis, Makassar dan Toraja) yang secara umum mengenal adanya dewa-dewa yang bertugas mengatur alam dan kehidupan. Dari sejumlah dewa itu ditandai adanya dewa tertinggi yang disebut “Dewata Seuwwae” sebagai Tuhan tunggal yang menguasai dan mengatur segalanya. Sedangkan mengenai kepercayaan masyarakat Mandar terhadap dewa sebelum kedatangan Islam, contohnya sebagai berikut: Mereka beranggapan bahwa segala bentuk musibah yang menimpa manusia adalah kehendak sang dewa. Dalam istilah Mandarnya kondisi itu disebut “toto” atau nasib. Oleh DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 87 karena itu untuk menghindari kemungkinan datangnya toto’ sebagai kutukan, diadakanlah penyembahan dengan membuat sesajen-sesajen seperti “sokkol patanrupa” (masakan beras ketan empat warna), yang terdiri dari warna hitam, putih, merah dan kuning. Untuk menciptakan hubungan baik dengan para dewa sehubungan dengan penyembahan yang dimaksud, maka raja sebagai penguasa pemerintahan yang paling bertanggung jawab. Caranya, raja mengadakan upacara pemujaan secara berkala yang diikuti oleh seluruh anggota masyarakat. Upacara tersebut dirangkaikan dengan pattu’du (tari-tarian) dan melantunkan kalinda’da’ (syair-syair pantun). Kebiasaan ini berlangsung terus hingga masyarakat Mandar mengenal sebuah agama. Pada umumnya orang Mandar telah mengenal suatu kepercayaan sebelum agama Islam. Mereka mempunyai dewa-dewa sebagaimana yang telah diuraikan di atas, dan pada sisi lain juga percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Adapun yang menjadi kepercayaan terdahulu dari masyarakat Mandar adalah animisme dan dinamisme, dimana ciri-ciri kepercayaan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: Pertama, animisme, dalam kepercayaan ini mereka beranggapan bahwa alam semesta dikuasai oleh roh-roh. Sedangkan tempat bersemayam roh itu ada di berbagai tempat, seperti pohonpohon besar, contohnya ponna lambe (pohon beringin). Roh tadi merupakan kekuatan yang dapat berpengaruh terhadap manusia. Maka lahirlah tradisi penyembahan yang dinamakan pattorioloang (agama leluhur). Pattorioloang dalam proses perkembangannya telah mendapatkan pengaruh Hindu dan Budha. Kedua, dinamisme, kepercayaan mengenai adanya kekuatankekuatan gaib pada tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang yang



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 88 merupakan manifestasi adanya jima’ (jimat).28 Jenis jima’ ada yang berupa: akar atau potongan-potongan kayu tertentu yang dibungkus dengan kain hitam, putih, kuning dan sebagainya. Batu-batu dan bahan-bahan tembikar yang disimpan pada pusat tiang rumah. Jima’ masih dipergunakan sebagai passinding atau penangkal passera-sera (sesuatu yang dapat mendatangkan bahaya). Jima’ juga digunakan sebagai aka’balang (alat untuk mendatangkan kekebalan). Di samping itu jima’ berfungsi sebagai nagasi koi yaitu memberi sugesti, daya penarik bagi seorang pemuda dan gadis.29 Ketiga, kepercayaan Dewa atau Dehata, Selain animisme dan dinamisme, ada juga kepercayaan pada dewa-dewa di samping Tuhan Yang Maha Esa (Tokuana-Tokua). Dewa yang mereka percaya adalah, dewa langit, yaitu dewa yang menghuni langit, dewa malino atau dewa yang menempati tempat-tempat tertentu, seperti pohon rindang daunnya, batu-batu besar dan lain-lain, ketiga, dewa uwai atau dewa yang menghuni air. Demikianlah kepercayaan orang Mandar sebelum masuknya Islam, yang mereka kenal sebagai agama toriolo, kepercayaan nenek moyang, yang masih mempunyai pengaruh hingga saat ini. Ajaran Islam mulai masuk ke daerah Polewali Mandar, bahkan di kawasan Mandar (Provinsi Sulawesi Barat), menurut Lontara’ 2 Pattodioloang di Mandar30 adalah pada abad XVI-M, yaitu, pada masa Arayang Balanipa IV, Kanna I Pattang yang bergelar Daengta yang memerintah pada XVII-M. Syiar Islam pada masa awal dilakukan oleh Syekh Abdurrahim Kamaluddin, sedangkan daerah yang pertama didatanginya adalah Biring Lembang Jima’ (bahasa mandar), adalah jimat, biasa berisi mantra-mantra, namun setelah mendapat pengaruh Isla>m, jimat berisi ayat-ayat al-Qur’an atau Asma’al-Husna. 29 Nagasi koi, untuk memancarkan aura ketampanan atau kecantikan. 30 Lontara’ Pattodioloang Mandar 2, terj. Azis Syah, hlm. 118. 28



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 89 (sekarang Desa Tammangalle Balanipa). Pada waktu Syekh Abdurrahim Kamaluddin memperkenalkan Islam kepada masyarakat di Biring Lembang, ia mendapat penolakan dengan kalimat berbahasa Makassar “tenamangalle” (tidak menerima), karena mara’dia (raja) dan pembesar kerajaan belum mengenal tentang Islam. Waktu itu banyak orang menyangka bahwa Syekh Abdurrahim Kamaluddin adalah seorang misionaris dari Kerajaan Gowa, sebab hubungan antara Kerajaan Balanipa dan Gowa telah terjalin dengan baik. Maka diabadikanlah tempat tersebut menjadi Tammangalle.31 Syekh Abdurrahim Kamaluddin adalah penganjur Islam berdarah Arab yang berasal dari Sumatera yang kemudian mengislamkan Kerajaan Balanipa pada tahun 1608 atau abad 17 Masehi. Hal ini dipertegas oleh pernyataan Prof. DR. H. Baharuddin Lopa, S.H, bahwa “diketahui agama Islam secara resmi diterima oleh kerajaan-kerajaan Mandar dalam tahun 1608, pada waktu Kerajaan Balanipa diperintah oleh Arayang Balanipa IV Daengta.32 Sedangkan penempatan tahun resmi Kerajaan Balanipa dalam menerima agama Islam dilandaskan pada beberapa alasan sebagai berikut: Pertama, bahwa jauh sebelum datangnya Islam di Sulawesi Selatan dengan Kerajaan Gowa (Makassar) sebagai pusat penyebaran, yaitu sejak Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi Kallonna menjabat sebagai Raja Gowa IX (1510-1546), hubungan Kerajaan Gowa dan Balanipa sudah terjalin dengan baik. Hal itu ditandai saat I Manyambungi Arayang Balanipa I (1520-1540), yang bergelar Todilaling mulai memerintah di Balanipa, ia memerintahkan kepada Puang Dipoyosang supaya berangkat ke Gowa meminjam 31



Sahabuddin, Skripsi Pesantren Nuhiah Pambusuang: Peranannya dalam Masyarakat Kabupaten Polewali Mamasa (Makassar: IAIN Alauddin Makassar, 1986) hlm. 45. 32 Baharuddin Lopa, Hukum Laut, Pelayaran dan Perniagaan (Bandung: Penerbit Alumni, 1984) hlm. 118. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 90 ada’ (undang-undang) yang akan menjadi acuan Kerajaan Balanipa saat itu, maka berangkatlah utusan Puang Dipoyosang ke Gowa.33 Kedua, secara genealogis, ibunda Raja Gowa IX (1510-1546), Karaeng Tumapa’risi Kalonna yang bernama I Rerasi adalah putri dari pembesar Kerajaan Balanipa Tomeppani’ Bulu34. Melalui kejadian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Kerajaan Balanipa Mandar telah mendapat dukungan dari Kerajaan Gowa mulai dari pemberian lontara tata pemerintahan di awal pemerintahan I Manyambungi Todilaling. Kemudian Kerajaan Gowa mempelopori permintaan pengiriman para ulama penganjur Islam dari Sumatera sejak akhir abad-16 atau awal abad ke-17. Rangkaian alasan lain sebagai dasar analisis adalah, bahwa pada tahun 1607 telah diadakan salat Jumat pertama kali di Masjid Tallo pada tanggal 9 November 1607 atau 19 Radjab 1016 H). Saat itu Kerajaan Gowa telah resmi dinyatakan memeluk Islam dan menjadikan Islam sebagai agama kerajaan. Dalam tahun itu pula Kerajaan Gowa memaklumatkan kepada seluruh kerajaan di Sulawesi Selatan untuk menerima Islam sebagai agama dalam kerajaan. Dengan demikian maklumat ini mengilhami Kerajaan Balanipa untuk tidak ragu-ragu menerima Islam yang dibawa oleh Syekh Abdurrahim Kamaluddin. Menurut Mattulada dan J. Nooduyn, kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan dalam masa pertumbuhannya telah membuat perjanjian bahwa, “Barang siapa yang menemukan jalan yang lebih baik, maka ia berjanji akan memberitahukan (jalan yang lebih baik itu) kepada raja-raja yang menjadi sekutunya).35



33



Data di Museum Mandar Majene dan Asrama Todilaling. Lihat, Silsilah Raja-Raja Gowa di Balla’ Lompoa Kabupaten Gowa, Lihat juga Silsilah Raja-Raja Mandar dan Nusantara, ditulis oleh A. Syaiful Sinrang. 35 Team Departemen Agama RI, Textbook Sejarah dan Kebudayaan Isla>m Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Isla>m, Sejarah 34



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 91 Kemudian dalam lontara pattodioloang di diungkapkan masuknya Islam di Mandar sebagai berikut;



Mandar



“Napake’ de’mi ajuma di Balanipa I Tuang Benuang ianau pera-perau doannai lita’ di Balanipa di allo di bongi, madondong diarawiang, amadinginnanna rura, atepuanna agama, ajarcanna pariama aturunna banne’ tau”.36 Artinya: Didirikanlah salat Jumat di Balanipa Tuan di Benuang. Dia yang mendoakan siang, malam dan sore, agar negeri Balanipa aman sentosa dan tentram, usaha pertanian rakyat menjadi subur, usaha perikanan menjadi maju, rakyat taat beragama, tanaman subur, rakyat sehat. Data-data tersebut menguatkan penulis untuk turut mengakui jika Islam masuk di Kerajaan Balanipa pada tahun 1608, dan menjadi agama resmi kerajaan. Setelah masyarakat Mandar memeluk Islam, bentuk kepercayaan kepada dewa dihapuskan sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya, digantikan pada kepercayaan tauhid dengan dasar iman dan takwa. Namun demikian, bentuk kepercayaan pada dewa masih tetap ada, terutama di daerah pegunungan dan pedalaman. Seperti pada kelompok masyarakat primitif di daerah Mamasa, Mambi, Pana dan Sumarorong (Kabupaten Mamasa). Berbagai upacara pemujaan dewa bagi kelompok masyarakat tadi masih dilakukan. Seperti pemali appa’ randanna (empat pantangan dan tata aturan) yang terdiri dari: pa’tatibojongan (tata aturan pertanian), pa’bisuang (tata cara pemujaan dewa), pa’bannetauang (tata cara aturan perkawinan) dan dan Kebudayaan Isla>m (Ujung Pandang: IAIN Alauddin, 1983/1984), hlm. 113. 36 Lontara’ 1 Pattodioloang di Mandar, alih aksara dan terj. Azis Syah (Ujung Pandang: YPK Taruna Remaja, 1993), hlm. 49-50. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 92 politomate atau punda anitu (urusan kematian).37 Sedangkan dewadewa yang mereka sembah dalam upacara ritual adalah: Dehata Buttu (Dewa Gunung), dehata Lita’ (Dewa Tanah), Dehata Tomate Makombong (Dewa Orang Mati Tiba-tiba), Dehata Tomelumbai (Dewa Pelindung), Dehata Tario-rio (Dewa Setan mati).38 Di kalangan orang Mandar yang sudah menjadi penganut agama Islam, terutama di desa-desa, masih dijumpai tanggapan nyata terhadap dunia gaib yang berasal dari konsep kepercayaan lama. Tanggapan yang demikian dinyatakan dalam berbagai upacara yang dilakukan sehubungan dengan kehidupan sehari-hari, seperti upacara mappande banua, maccera’/mappa’giling (ritual) dan sebagainya. Dalam perkembangannya, kepercayaan yang dianut orang Mandar di masa lalu masih banyak yang terus berlangsung meskipun mereka telah mengenal dan masuk agama baru. Agama yang dimaksudkan penulis di sini adalah agama Islam, sedangkan kepercayaan yang dimaksud adalah tradisi yang dilakukan oleh orang-orang Mandar sebelum masuknya Islam. Dengan adanya percampuran antara kepercayaan dari masa lalu dengan agama Islam yang dianut sekarang, muncul penyebutan Islam Mandar. Yaitu, perpaduan antara ajaran Islam dan tradisi lokal Mandar. Bagi masyarakat Mandar Hilir (pesisir), bekas kepercayaan mengenai dewa dalam konsep “totandita” dialihkan dalam pengertian setan sesuai dengan petunjuk al-Qur’an kitab suci umat Islam. Setan diduga menghuni tempat-tempat dalam kepercayaan masyarakat Mandar tergolong angker, seperti gua-gua, pekuburan tua, dan lain-



37



Fachruddin DM, Dakwa dan Adat Malilling di Kecamatan Mambi Kabupaten Polewali Mamasa (Skripsi Makassar: IAIN Alauddin FU, 1983), hlm. 21. Penelitian yang dilakukan pada tahun 1983 ini, setelah penulis menyurvei ke masyarakat Mambi di Polewali Mandar pada bulan Februari 2009, tradisi ini masih mereka jalankan. 38 Ibid., hlm. 27. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 93 lain. Lautan tertentu yang banyak menenggelamkan perahu nelayan juga dipercaya dihuni oleh setan yang disebut “pa’bijaga”, seperti Perairan Ngalo’ Kecamatan Sendana Majene yang menenggelamkan pesawat Adam Air yang hingga sekarang tidak ditemukan satupun penumpang dan pesawatnya. Jika setan-setan ini berkeliaran di kampung lalu menyambar manusia, maka ia akan sakit-sakitan atau amba-ambaran (kerasukan), dimana pengobatannya biasa dilakukan oleh annangguru dengan cara mappasoro (memberikan sesajian). Jadi, meskipun Islam telah dianut oleh mayoritas masyarakat Mandar saat ini, namun pengaruh animisme dan dinamisme masih ditemukan di tengah masyarakat desa maupun perkotaan, namun telah banyak dipengaruhi oleh Islam, disinilah peran annangguru yang banyak memberikan pemahaman masyarakat jangan sampai mereka berlaku musyrik, contohnya, masyarakat Mandar sebagian masih banyak mengagungkan benda-benda pusaka atau percaya pada roh halus, namun sudah banyak disinergikan dengan ajaran-ajaran Islam, roh halus dipahami sebagai pengaruh jin dan setan, sebagaimana yang termaktub dalam al-Qur’an sedangkan benda pusaka, dipakai hanya untuk menjaga diri namun semuanya diserahkan pada Allah sebagai maha pelindung dan maha segala segala sesuatu, demikian pula jimat, yang sebelumnya ditulis dalam bahasa Mandar, sekarang diubah dengan nama asma’ al-husna (99 nama Allah), tujuannya bukan untuk menyelamatkan seseorang tapi disimpan untuk takzim atau mengagungkan nama Allah. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa meskipun Islam saat ini telah dianut ratusan tahun silam oleh masyarakat Mandar yang mendiami Kabupaten Polewali Mandar, namun pengaruh animisme dan dinamisme masih ditemukan di tengah masyarakat.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 94 G. Upacara Tradisional Upacara tradisional merupakan bagian integral dari kebudayaan masyarakat pendukungnya yang berfungsi sebagai pengokoh norma-norma yang telah berlaku dalam masyarakat turun temurun. Norma-norma serta nilai-nilai budaya itu ditampilkan dengan peragaan secara simbolis dalam bentuk upacara yang dilakukan dengan penuh hikmat oleh warga masyarakat. Upacara tradisional yang biasa dilakukan oleh orang Mandar antara lain, upacara adat petani, upacara adat nelayan, upacara adat maccera’ arayang (membersihkan alat pusaka), upacara lingkaran hidup (daur hidup), upacara adat lingkungan. Upacara tradisional tersebut banyak dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan sebelum agama Islam dianut oleh masyarakat Mandar, namun disaat Islam menjadi agama resmi mereka, maka upacara tradisional masyarakat Mandar menjadi sebuah upacara tradisional yang dipadukan antara tradisi lokal dan Islam, bahkan upacara tersebut kebanyakan dipimpin oleh seorang annangguru, adapun upacara beserta tata caranya diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Upacara Naik Rumah Baru Dalam upacara menaiki rumah baru, sang pemilik rumah menyiapkan bahan-bahan antara lain: tumbuhan ribu-ribu, banguttuwo, kai-kai, pallili (kapur), ayam jantan berbulu cappaga. Tumbuhan tersebut bersama pallili dimasukkan dalam piring atau mangkok yang diletakkan di atas sebuah wadah disebut kappar kemudian diletakkan dekat posi’ arriang (tiang rumah yang berada di tengah) bersama ayam. Selanjutnya disiapkan pula sokkol lengkap dengan cucur (kue khas Mandar) dan telur di atasnya sebanyak pitu pindang-pindang (tujuh piring kecil) juga diletakkan dekat posi’ arriang. Pemilik rumah suami isteri, sando boyang (dukun rumah), imam atau annangguru duduk dekat posi’ arriang dan undangan



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 95 duduk di ruangan lainnya. Diawali dengan adzan di empat sisi rumah dan satu di tiang rumah. Biasanya dilakukan oleh anak muda pengurus masjid terdekat, lalu annangguru membacakan doa permohonan keselamatan, dan setelah itu sando boyang mengambil darah ayam dari paruhnya dengan cara mengiris sedikit paruh tersebut. Pertama, sando boyang mendoakan pemilik rumah (suami isteri) dengan bahanbahan dari tumbuhan dicampur kapur dan diberi sedikit air. Setelah itu macco’bo (mengoles) posi’ arriang dengan bahan campuran tersebut, dan dari darah ayam. Kemudian undangan diberi sajian berupa hidangan makanan. Upacara ini hampir dilakukan oleh seluruh masyarakat Mandar setiap masuk rumah baru untuk pertama kalinya, di atas menggunakan kata naik rumah baru, karena di Mandar pada umumnya rumah terbuat dari rumah panggung, yang menggunakan tangga jika ingin memasukinya. Pada upacara ini unsur Islamnya sudah dominan karena diawali dengan adzan lalu pembacaan doa oleh annangguru.39 5. Upacara Meuri’ (Upacara Tujuh Bulanan) Setelah seorang perempuan hamil 7 bulan sampai 8 bulan, dilaksanakan upacara meuri’. Adapun maksud upacara meuri’, agar proses melahirkan nanti berjalan lancar, terutama bagi perempuan yang baru pertama kali melahirkan. Dengan kemudahan melahirkan itu si ibu yang baru pertama kali melahirkan tidak akan merasa kesakitan berlebihan. Bahan-bahan untuk upacara meuri’, antara lain: kue-kue berbagai jenis bentuknya, ayam betina 1 ekor, tempayan berisi air, kayu, beras, dan sebagainya. Adapun proses pelaksanaan upacara meuri’ yaitu, perempuan hamil duduk bersanding dengan Aco Musaddad. H. M., Isla>m Mandar, Penelitian Mata Kuliah Sosiologi Agama S2 Hubungan Antar Agama, IAIN Sunan Kalijaga, 2003, hlm. 4. 39



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 96 suaminya. Keduanya memakai pakaian tradisional Mandar lalu suami isteri diminta memilih kue-kue untuk dimakan. Jika yang dipilih kue berbentuk bundar atau bulat, misalnya kue onde-onde, gogos (kue khas Mandar) dan semacamnya maka dapat diperkirakan bayi yang lahir adalah laki-laki. Tetapi jika yang dipilih kue yang berbentuk gepeng, misalnya kue lapis, katirimandi (kue khas Mandar) dan semacamnya, maka dapat diperkirakan bahwa bayi yang lahir adalah seorang bayi perempuan. Selesai ni pande mangirang (ritual makan bagi ibu hamil), si perempuan hamil berbaring di atas kasur kemudian sando piana’ (dukun beranak) menaburkan beras di atas dahi dan perutnya. Ayam yang telah dipersiapkan mencocot beras yang ditaburkan tadi sampai habis. Kemudian dukun meletakkan sebuah piring berisi beras ketan, telur dan lilin yang menyala di atas perutnya, dipindahkan ke bagian dahi. Selanjutnya, dukun mengayun-ayunkan piring beberapa kali dari atas kepala sampai ke kaki perempuan hamil. Setelah itu ayam juga dilambai-lambaikan ke sekujur tubuh toniuri’ (perempuan hamil yang diupacarakan) sebanyak 3 atau 5 kali dan sebanyakbanyaknya 7 kali. Selesai itu ayam dilepas melalui pintu depan rumah dan toniuri’ dibangunkan lalu diantar ke pintu depan rumah. Di pintu depan rumah dukun memegang kayu yang sedang menyala di bagian atas kepala toniuri’ dan nyala api disiram air yang dicampur dengan burewe tadhu (buah pinang), banguttuwo, ribu-ribu, daun atawang dan daun alinduang. Penyiraman dilakukan berkali-kali sampai nyala api padam dan membasahi seluruh badan toniuri’. Bekasnya segera dibuang ke tanah dan pakaian toniuri’ dilepas (nilullusi) untuk dihadiahkan pada sando. Adapun penyiraman air kepada toniuri’, sebanyak 14 kali, agar bayi yang dikandungnya kelak berwajah bagaikan bulan purnama. Sedangkan campuran air dari tumbuh-tumbuhan untuk menyiram api dan badan perempuan hamil terdiri dari ramuan sebagai berikut: DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 97 a.



b.



c. d.



Banguttuwo, adalah tumbuhan yang mudah tumbuh di mana saja, dan selalu awet meskipun sudah lama dipetik. Maka diharapkan agar si bayi tetap sehat dan bugar sampai memasuki usia lanjut. Ribu-ribu, adalah tumbuhan yang bunganya lebih banyak dari pada daunnya. Ini diharapkan agar si bayi kelak lahir setelah dewasa menjadi orang kaya. Daun atawang, diharapkan agar si bayi jauh dari segala macam penyakit. Daun alindung, diharapkan agar si bayi terlindung dari segala macam pengaruh negatif dalam kehidupannya.40



6. Upacara Mappepiana’ (Kelahiran Bayi) Sando piana’ membaringkan perempuan yang akan melahirkan dengan posisi tertentu yang dapat memudahkan kelahiran. Kemudian memberikan tuntunan cara melahirkan, sekaligus memberikan semangat dengan ucapan “pingge ‘dengo’o” (meminta mendorong bayinya keluar dengan cara mengedan). Hal ini dilakukan berkali-kali sampai bayi keluar dari rahim ibu dengan selamat. Setelah jabang bayi keluar, sando piana’ membakar dupa, mencairkan garam dan diminumkan kepada ibu yang baru melahirkan agar tidak terjadi pendarahan berlebihan. Kemudian pammaissang (asam mangga) diberi air secukupnya diremas-remas lalu air remasan diminumkan juga agar peranakan yang tadinya membesar menjadi normal kembali. Bayi yang baru lahir ujung lidahnya diolesi gula merah atau cani’ (madu) dan garam. Hal ini dimaksudkan agar si bayi setelah dewasa memiliki sifat yang manis (baik), dan mempunyai keberuntungan serta ilmu pengetahuan yang dalam.



40 Lihat, Upacara dan Kepercayaan Orang Mandar, hlm. 17, lihat juga, Isla>m Mandar, hlm. 5-6.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 98 Pemotongan tauni (tali plasenta) yang ada pada masa lampau dilakukan dengan menggunakan gigitan sando piana’ atau dengan menggunakan sembilu. Pemotongan tali plasenta dengan gigitan hanya dilakukan kepada bayi atau todiang laiyana (bangsawan), dengan cara kain hitam ke tali plasenta lalu digigit oleh sando piana’ diiringi dengan pukulan sia-sia (alat musik tradisional) mengiringi syair-syair yang bermakna doa dan petuah agar bayi menjadi raja atau pemangku adat dan perkasa, berwibawa dan dapat menjadi panutan masyarakat. Adapun syair-syair tersebut, antara lain sebagai berikut:



Piawa’ aro’o masiga Namabure Pa’amai Menjari Sulo Di Baona dunnia Siri’anna diatenu Padokko dikedhomu Anna’ musarombong Di baona dunia Artinya: Tumbuhlah engkau segera Akan menaburkan budi yang baik Menjadi panutan Harga diri ditanamkan di hatimu Wujudkan dalam tingkah laku Agar engkau harum Di atas dunia Setelah selesai pemotongan tali plasenta, dilanjutkan dengan membungkus bekas potongan tali plasenta dengan kulit waru. Setelah luka diperkirakan sembuh, barulah pembungkusnya dibuka. Setelah pemotongan, tauni langsung diberi ramuan, antara lain:



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 99 a. Garam, dengan maksud si bayi kelak akan menjadi cerdas, pandai memilah-milah mana yang baik dan yang buruk. b. Gula merah, diharapkan si bayi senantiasa meniti kehidupan yang baik dan berbudi pekerti manis. c. Potongan rambut dari ibunya, diharapkan sebagai jimat penolak bala, panjang umur dan awet muda. d. Asam, bermakna agar setiap orang yang memandang bayi itu akan merasa kagum dan simpatik. e. Daun waru, bermakna agar si bayi kelak jauh dari sifat bosan dan putus asa.41 Setelah diberi ramuan, plasenta dimasukkan ke dalam bilangan ditutup kain putih. Selanjutnya tauni ditenggelamkan ke dasar laut. Setelah bayi dibersihkan oleh sando piana’, bayi kemudian segera diselimuti dan langsung diserahkan pada annangguru atau imam. Pada saat annangguru menggendong bayi tersebut, dengan menghadap kiblat, annangguru melantunkan ikamah (makkama’). Ketika annangguru melantunkan kalimat “hayya ala al-falah” mulut annangguru diletakkan di telinga kiri si bayi.



7. Upacara Mappandhai’ di Toyang (Naik Ayunan) Sebelum bayi dinaikkan ke atas ayunan, terlebih dahulu dinyalakan lilin tiga buah di bagian atas kepala, dan dua buah lilin di bawah kaki. Maknanya, dinyalakan lima buah lilin tersebut agar kelak si bayi taat menjalankan salat lima waktu. Kemudian bayi dinaikkan ke atas ayunan oleh ibunya didampingi istri annangguru. Sang ibu mengayun si bayi sambil melantunkan syair lagu-lagu Mandar yang berisi pesan-pesan kehidupan. Adapun syair lagu tersebut adalah sebagai berikut: 41



Ibid., hlm. 15. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 100 Naniondoi icicci (kalau bayi perempuan) Naindoi ikaco (kalau bayi laki-laki) Nadhi dhama-dhamai Tuwo marendeng Diang bappa dalle’na Diang dale mulolongang Damu gula-gulai Andiang dale Nasa dhia-dhianna Nipameangpai dale Nileteanni pai Andiang dhalle Napole mituala Artinya: Aku diayun sicicci/ ikaco Dengan penuh kasih sayang Semoga berumur panjang Dan mendapat rezekinya Bila ada rezeki engkau peroleh Jangan engkau hambur-hamburkan Tiada rezeki Yang selalu ada. Rezeki harus dicari Dan diupayakan pula Tiada rezeki Yang akan datang sendiri. 8. Upacara Ma’akeka’ (Akikah) Upacara ma’akeka’ dilaksanakan pada hari ke tujuh atau hari ke empat belas setelah bayi lahir. Yang menjadi inti upacara ini adalah pemotongan kambing dua ekor buat bayi laki-laki, 1 ekor kambing buat bayi perempuan. Adapun kambing tersebut, adalah DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 101 kambing jantan yang memasuki usia remaja dan sehat.42 Setelah pemotongan kambing, keesokan harinya dilaksanakan acara barazanji di atas rumah43 yang dihadiri para undangan. Pada saat pembacaan kitab al-Barazanji sampai pada kalimat “asyrak al-badru alaina”, para pembaca al-Barazanji berdiri diikuti oleh ibunya dengan membawa kelapa muda yang telah dilubangi menuju orang-orang yang telah ditunjuk untuk menggunting rambut sang bayi. Setelah rambut digunting, potongan rambut dimasukkan ke dalam kelapa. Orangorang yang ditunjuk untuk menggunting rambut bayi tersebut biasanya terdiri dari lima sampai tujuh orang. Mereka dipilih karena dinilai berhasil mendidik anaknya, orang yang memiliki ilmu pengetahuan, orang yang mapan dalam kehidupan ekonomi dan pemuka masyarakat lainnya. Pengguntingan dimulai oleh annangguru kemudian dilanjutkan dengan lainnya. Selesai pengguntingan rambut bayi, dibagikan bingkisan kepada seluruh undangan. Bingkisan tersebut berupa beberapa bungkus sokkol, satu buah telur yang sudah dimasak dan diberi belobelo (hiasan), beberapa buah pisang, sepotong tebu dan sebagainya. Bingkisan tersebut dalam bahasa Mandar disebut barakka’ (berkah). Kemudian pelaksana upacara dan para undangan disuguhi makan yang lauknya terdiri dari daging kambing yang dimasak dalam berbagai jenis. Setelah acara makan bersama ini selesai, maka seluruh rangkaian acara upacara ma’akekai juga selesai.44 9. Upacara Massunna’ (Khitanan) Lihat, Isla>m Mandar, hlm. 7. Menggunakan istilah “di atas rumah” karena kebanyakan rumah di Mandar masih berbentuk rumah panggung yang bahannya dari kayu, meskipun di daerah perkotaan sudah masyarakat Mandar sudah mendirikan rumah batu. 44 Ibid., Isla>m Mandar, hlm. 7-8. 42 43



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 102 Massunna’ adalah pemotongan kulit pada ujung alat kelamin bagi anak laki-laki, dan bagi anak perempuan adalah pengerokan ringan pada alat kelaminnya. Adapun acara dalam upacara massunna’ atau khitanan adalah sebagai berikut: a. Pembacaan kitab al-Barazanji45 Pembacaan kitab al-Barazanji dilakukan secara bergantian, disaat pembacaan akan masuk pada kalimat “asyrak al-badru alaina”, seluruh hadirin berdiri. Pada saat itulah dilakukan acara pallattigian (pengolesan daun pacar yang sudah dihaluskan pada kedua telapak tangan anak yang akan dikhitan, dimulai dari annangguru atau imam masjid terdekat dari rumah yang sedang melakukan upacara massunna’ kemudian oleh pemuka masyarakat setempat secara bergiliran. b. Massunna’ Setelah acara pallattigian, anak yang akan dikhitan duduk di atas kelapa tua. Kemudian sando menjepit kulit bagian ujung alat kelamin anak tersebut lalu sando dengan suara agak keras mengucapkan “allahumma s}halli ala sayyidina Muhammad, dan langsung disambut oleh para undangan dengan ucapan “s}hallu alaih”. Kemudian sando memotong kulit pada bagian ujung alat kelamin si anak sampai putus dan ibu si anak memanggil nama anak tersebut. Setelah anak itu menjawab panggilan ibunya, maka si anak diberi air untuk diminumnya. Setelah anak itu minum, sando memberikan kepada anak itu kunyit, bawang merah dan lombok besar dalam satu tusukan lidi. Ramuan tersebut merupakan penangkal dari gangguan roh jahat. c. Nigeso’ atau Nitata



45



Ibid. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 103 Nigeso atau nitata’, adalah acara meratakan gigi anak yang telah dikhitan, dengan menggunakan batu asahan dan batu keras tetapi halus permukaannya. d. Mambaca Setelah acara massunna’, dilanjutkan dengan acara doa keselamatan yang dilakukan oleh annangguru atau imam bersama para undangan. Kemudian tuan rumah membagikan barakka’ kepada undangan. Tuan rumahpun menyuguhkan makanan kepada undangan untuk disantap bersama-sama. Sesudah makan bersama, para undangan pamit, dan upacara itupun selesai. e. Mattarima Passolo’ (Menerima Angpaw) Jika akan melaksanakan upacara khitanan, biasanya yang punya hajat akan mappepissang (menyampaikan undangan kepada kerabat dan handai taulan) terlebih dulu. Sehubungan dengan mappepissang tersebut, tentu para kerabat dan handai taulan akan datang menyampaikan ucapan selamat kepada anak yang telah dikhitan dan kedua orang tuanya. Setiap passolo’ (undangan) yang datang disuguhi makanan, dan pada kesempatan tersebut passolo’ akan memberikan hadiah (sumbangan) kepada tuan rumah sebagai ucapan terima kasih atas undangan untuk menghadiri upacara tersebut.



10. Upacara Mapparewai Tomate (Pemakaman) Upacara mapparewai tomate, adalah upacara pemakaman orang mati. Adapun rangkaian upacara tersebut antara lain sebagai berikut: a. Mappangajiang tomate, adalah acara pembacaan ayatayat suci al-Qur’an yang pahalanya ditujukan kepada orang yang meninggal dunia. b. Mappandoe’ tomate, adalah acara memandikan mayat. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 104 c. Mambalung tomate adalah mengkafani mayat. d. Massambayangi tomate, adalah acara menyalati mayat. e. Mambulle tomate, adalah memikul mayat dari rumah duka menuju pemakaman. f. Mallamungi tomate, adalah acara menurunkan mayat ke dalam liang lahat.46 Setelah mayat ditimbun dengan tanah galian liang lahat seiring dengan nisulapa’ (pembacaan ayat-ayat al-Qur’an) yang dilakukan oleh empat orang, dari arah timur, barat, utara dan selatan makam. Setelah liang lahat tertimbun penuh, maka dilanjutkan mappake’de’ tinda’ (pemasangan nisan) dan yang terakhir adalah mattalakking (pembacaan doa keselamatan buat orang mati). Masyarakat Mandar sejak dahulu sebelum masuknya Islam, mereka telah melakukan berbagai macam upacara tradisional, yang berkaitan dengan kehidupan mereka, mulai dari kelahiran hingga kematian, upacara tersebut sebagaian besar berasal dari tradisi-tradisi nenek moyang, pada upacara tersebut masih banyak dipengaruhi oleh animisme dan dinamisme, dan yang memimpin upacara tersebut disebut dengan sando. Namun setelah memeluk Islam oleh mayoritas masyarakat Mandar, upacara tradisional tersebut dipengaruhi oleh Islam yang sebelumnya upacara dimulai dengan membaca mantramantra, diganti dengan membaca ayat suci al-Qur’an. Demikian pula pemimpin upacara kini diambil alih oleh imam masjid atau annangguru atau para ustadz, namun kebanyakan dipimpin oleh annangguru. Dari sekian banyak upacara tersebut, sebagian ada yang berasal dari ajaran Islam, seperti, akikah, khitanan dan lain-lain, tetapi tetap dipadukan dengan unsur-unsur tradisi lokal Mandar.



46



Lihat Upacara dan Kepercayaan Orang Mandar, hlm. 23-24. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 106



BAB III STATUS DAN PERAN PARA ANNANGGURU Annangguru yang diteliti pada penelitian ini berdasarkan status (kedudukan) dan perannya di masyarakat, ditinjau dari pribadi maupun institusi yang melekat padanya, sehingga ada tujuh annangguru yang menjadi fokus penelitian disertasi ini, yang penulis anggap memiliki kontribusi sesuai dengan bidangnya masing-masing dan masih tetap eksis di tengah masyarakat Mandar yang berubah, mereka menduduki posisi sebagai: A. Pimpinan Perguruan Tinggi, Politisi dan Ketua NU Pimpinan perguruan tinggi dan politisi hanya ada satu annangguru di Polewali Mandar, bahkan di Sulawesi Barat yang menyandang gelar ini yaitu Annangguru H. Sybli Sahabuddin, sedangkan yang konsentrasi sebagai muballigh adalah Annangguru Sopian, meskipun pada umumnya annangguru adalah muballigh, adapun uraiannya sebagai berikut: DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 107 - H. Sybli Sahabuddin H. Sybli Sahabuddin, biasanya disapa Annangguru Sybli adalah putra kedua dari lima bersaudara dari pasangan annangguru kharismatik, Prof. Dr. Annangghuru Sahabuddin dan ibunya bernama Hj. Hajaniah, dilahirkan di Polewali pada tanggal 20 Agustus 1968, ayahnya adalah tokoh tarekat Qadiriah di Mandar yang dikenal sebagai mursyid Qadiriah menggantikan almarhum Annangguru Shaleh. Masa kecilnya dihabiskan di Kota Ternate, mengikuti ayahnya yang saat bertugas sebagai dosen IAIN Alauddin cabang Ambon hingga ia menamatkan pendidikan dasar di SDN Buseiri Ternate 1984. Kemudian ia hijrah ke kota Ujung Pandang (sekarang Makassar), melanjutkan SLTP pada Pondok Pesatren Modern IMMIM, di pesantren inilah pertama kalinya ia belajar agama Islam, mempelajari dasar-dasar bahasa Arab dari Mustafa Nuri, LC belajar ilmu-ilmu Islam, seperti fiqh, tafsi>r, dari AG. H. Sanusi Baco, LC dan bahasa Inggris diajarkan oleh Azhar Arsyad. Pesantren IMMIM yang kemudian membentuk kepribadian sosok Sybli muda menjadi seorang santri modern, sehingga wawasannya lebih terbuka, sesuai dengan visi pesantren IMMIM memberinya pengetahuan seimbang kepada para santri yaitu ilmu agama dan ilmu umum, dengan kewajiban utama harus menguasai bahasa Arab dan bahasa Inggris, Sybli mengenyam pendidikan di pesantren IMMIM selama 3 tahun (SLTP) setamat dari pesantren IMMIM pada tahun 1984 lalu melanjutkan Madrasah Aliyah Negeri Tala’salapang Makassar tamat 1987, kemudian ia memilih kuliah di Jakarta dan mendaftarkan diri sebagai mahasiswa baru pada Fakultas Ushuluddin Jurusan Akidah Filsafat, sejak dibangku kuliah ia mulai aktif di organisasi kemahasiswaan terutama yang berhaluan ke Nahdatul Ulama atau NU, seperti Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Sarjana (PMII) cabang Ciputat pada tahun 1990, juga aktif di GP Ansor pada tahun 1997. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 108 Disaat telah menyandang gelar sarjana agama di IAIN Ciputat. Ia kemudian melanjutkan program S2 pada perguruan tinggi yang sama dan tamat pada tahun 2002, sebelumnya ia pernah mengenyam pendidikan dakwah di House of Knowledge di Islamabad Pakistan pada tahun 1988-1990. Selama di Islamabad ia aktif di organisasi AMSA (Asean Moslem Student Association) Islamabad Pakistan tahun 1988-1989. Sepulangnya dari Islamabad, Sybli mempersunting Rini Rinawati, dan dikaruniai dua anak yaitu, Cici Muzdillah Avrillah (17 tahun) dan Muhammad Halbi Asqalani (16 tahun). Pada tahun 2002 ia terangkat menjadi pegawai negeri sipil di Departemen Agama di Polewali Mamasa (2002-2009). Dan masuk politik, terpilih menjadi anggotta DPD RI wakil Sulawesi Barat dua periode (2009-2013) dan (2014-2019)1 1. Mengembangkan Universitas Asy’ariah Mandar Universitas Asy’ariah Mandar (UNASMAN) didirikan oleh ayah kandung Annangguru H. Sybli Sahabuddin yaitu, Annangguru Prof. Dr. H. Sahabuddin pada tahun 2004 sekaligus menjabat sebagai rektor pertama di kampus tersebut, sebagai universitas pertama di Sulawesi Barat saat itu dan pengaruh ketokohan annangguru pendirinya menjadikan kampus ini mengalami perkembangan yang sangat cepat, berselang 3 tahun berdirinya, kampus ini telah merangkul ribuan mahasiswa dari berbagai kabupaten di Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan. Pada awal berdirinya UNASMAN hanya terdiri tiga fakultas yaitu, Fakultas Agama Islam (FAI), Fakultas Keguruan Ilmu Pengetahuan (FKIP) dan Fakultas Pertanian (FP). Pada tahun 2006 rektor UNASMAN Annangguru Prof. Dr. H. Sahabuddin meninggal 1 Wawancara Mas’ud Saleh, Sekretaris Pribadi Annangguru Sybli, di Polewali 25 Januari 2017.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 109 dunia, berdasarkan hasil musyawarah civitas akademik UNASMAN, maka dipilihlah Annangguru Sybli, yang saat itu menjabat sebagai pembantu rektor II untuk menduduki kursi rektor, dengan terpilihnya Annangguru Sybli sebagai rektor yang kedua, kampus tersebut mengalami perkembangan pesat dengan dibukanya beberapa fakultas, diantaranya, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan (FISIP), Fakultas Ilmu Komputer (FIK), dan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM). Sehingga secara keseluruhan berjumlah 6 fakultas dengan jumlah mahasiswa sekitar 10.000-an. Dengan dibukanya berbagai kelas jauh di daerah pelosok seperti di Mamasa, Tappalang Majene dan Mamuju, dampaknya memberikan kemudahan masyarakat pedesaan untuk mengenyam pendidikan tinggi dengan biaya murah dan terjangkau, keberadaan kampus UNASMAN di Sulawesi Barat memberikan kontribusi nyata bagi daerah untuk peningkatan sumber daya manusia. Menurut Annangguru Sybli:2 UNASMAN hadir di tengah masyarakat Mandar Sulawesi Barat, sebagai wadah untuk mencerdaskan putra daerah, dan memberikan keringanan kepada putra-putra daerah untuk dapat mengenyam pendidikan yang mudah, murah, terjangkau dan bermutu, dilihat efektivitasnya, putra-putra daerah tidak perlu lagi ke Makassar, atau ke Pulau Jawa untuk kuliah dengan biaya yang mahal karena di daerah sudah terdapat UNASMAN, dan itu terbukti saat ini telah terdapat 10.000-an lebih mahasiswa yang terdapat di kampus ini. Sesuai dengan namanya yang mengabadikan tokoh Islam yang plural yaitu Asy’ari, maka UNASMAN menerima mahasiswa dari berbagai golongan masyarakat, mulai dari kalangan NU, Muhammadiyah, muslim, Kristen dan berbagai suku, sehingga dinamika mahasiswa yang plural menjadikan



2 Wawancara Annangguru Sybli, kertua Yayayasan UNASMAN, di Polewali tanggal 12 Februari 2017.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 110 kampus ini menjadi kaya karena keragaman, buktinya saya membuka kelas jauh di Kabupaten Mamasa, yang mayoritas penduduknya adalah nasrani, dan ternyata UNASMAN dapat diterima di sana. Menurut Basnang Said, keberhasilan Annangguru Sybli mengembangkan UNASMAN karena memang ditunjang oleh beberapa faktor:3 yaitu: Pertama, letak geografis, kampus terletak di Kota Polewali, ibukota Kabupaten Polewali Mandar, merupakan kabupaten yang berpenduduk terbanyak di Sulawesi Barat. Kedua, pengaruh rektor, sebagai tokoh agama yang muda dan enerjik berceramah ke seluruh tanah Mandar dengan mempromosikan kampus. Ketiga, sebagai universitas pertama saat berdirinya di tahun 2004, merupakan alternatif pertama bagi calon mahasiswa untuk kuliah. Keempat, menawarkan mutu yang tak kalah dari kampus lainnya di Kota Makassar. Keempat faktor tersebut yang diutarakan oleh Basnang Said4 selaku Dekan Fakultas Agama Islam, sehingga UNASMAN mengalami perkembangan yang pesat. Tentunya juga ditunjang oleh tokoh pendirinya yaitu, almarhum Annangguru Prof. Dr. H. Sahabuddin dan semenjak tahun 2009, ia mundur dari Rektor UNASMAN dan digantikan oleh kakaknya Hj. Khudriah Sahabuddin, kemudian ia menduduki jabatan sebagai Ketua Yayasan UNASMAN. 2. Ketua PW NU Sulawesi Barat Pertama



3



Wawancara Basnang Said, Dekan FAI, di Pare-Pare, 1 Mei 2010. Pada tahun 2014 Basnang Said dilantik menjadi kepala seksi madrasah Kementrian Agama Republik Indonesia di Jakarta. 4



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 111 K. H. Hasyim Musadi berkunjung di Mandar dalam rangka menghadiri undangan dari Pesantren DDI Kanang Polewali Mandar. Pada pertemuan tersebut dihadiri Gubernur Sulawesi Barat Anwar Adnan Saleh, Rektor Universitas Asy’ariah Mandar, dan Pengurus NU Polewali Mandar, seperti; Hasan Bado dan Akmal Hidayah. Pada kesempatan tersebut Bapak Hasyim Muzadi sebagai ketua PBNU mengatakan: “Apa sudah terbentuk Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama (PW NU) Sulawesi Barat? Jika belum terbentuk, supaya segera dibentuk dan saya akan datang untuk melantik.” Saat itu tahun 2006, sedangkan Provinsi Sulawesi Barat terbentuk pada tanggal 22 September 2004. Sebagai provinsi baru, saat itu belum memiliki Pengurus Wilayah atau PW NU. Pada tahun 2005, dimana PW NU Sulawesi Barat belum terbentuk, Bapak Gubernur Anwar Adnan Saleh mengatakan: “Bahwa saya adalah warga NU. Saya dapat kuliah di APDN karena rekomendasi dari tokoh NU Sulawesi Selatan Pak Yusuf. Padahal saat itu telah berlangsung kuliah beberapa hari. Rekomendasi tersebut berisi bahwa saya adalah pengurus Ansor Kota Makassar dan akhirnya saya diterima menjadi Mahasiswa APDN. Pada prinsipnya, sebagai Gubernur Sulawesi Barat saya sangat setuju jika PW NU Sulawesi Barat segera dibentuk.”5 Kunjungan Hasyim Muzadi benar-benar membuahkan hasil. Terbukti, selesai pertemuan bergeraklah Hasan Bado, Salam Ariyanto, Akmal Hidayah dan lain-lain, melakukan lobi-lobi di beberapa kabupaten Sulawesi Barat untuk segera menyusun panitia 5 Wawancara dengan Akmal Hidayah, Sekretaris PW NU Sulbar, di Polewali, 3 Mei 2010.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 112 persiapan pembentukan PW NU Sulawesi Barat. Hasilnya, Akmal Hidayah, Taksir Ariyanto diposisikan sebagai Steering Committee (SC), bersama dengan Yahya Amin sebagai ketua SC. Pada tingkat SC inilah digodok siapa Bakal Calon (Balon) PW NU Sulawesi Barat. Dari sana muncul beberapa nama di antaranya: Annangguru Sybli, Rektor Unasman; Dr. Nafis, dosen IAIN Alaudin Makassar; Tsabit Nadjamuddin, mantan Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten Polewali Mamasa. Panitia pelaksana kemudian melakukan rapat di Pesantren DDI Kanang, dan ditetapkanlah tiga calon Ketua PW NU Sulawesi Barat, yaitu: Sybli Sahabuddin, Dr. Nafis, dan Tsabit Nadjamuddin. Pada awalnya Sybli kurang diperhitungkan karena masih dianggap junior dibanding dengan dua calon lainnya. Namun, dalam perkembangan forum Tsabit Nadjamuddin membuat manuver politik dengan menggoyang suara Dr. Nafis dan beralih mendukung Annangguru Sybli. Akhirnya ia terpilih menjadi Ketua PW NU Sulawesi Barat pertama. Artinya, masyarakat Mandar yang mayoritas sebagai Nahdyin telah mendudukkan Annangguru Sybli sebagai tokoh muda agama dan akademisi yang dapat diandalkan untuk dapat mewarnai pembangunan di Sulawesi Barat sebagai provinsi baru di Indonesia.6 NU adalah media perjuangan untuk berdakwah, lewat NU ini saya akan membangun Sulawesi Barat menuju masyarakat yang mala’bi atau bermartabat.7



6



Wawancara Akmal Hidayah, Sekretaris PW NU Sulbar, 3 Mei



2010. 7 Wawancara Annangguru Sybli, Ketua PW NU Sulbar, di Polewali 5 Mei 2010.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 113 3. Terpilih Sebagai Anggota DPD RI Wakil Sulawesi Barat (2009-2013 dan 2014-2019) Pada pemilihan umum tahun 2009, Annangguru Sybli secara mengejutkan semua pihak untuk ikut bertarung sebagai anggota DPD RI wakil Sulawesi Barat, bahkan ibunya menanyakan keseriusannya untuk maju sebagai anggota DPD RI, saat itu ia mengatakan pada ibunya, bahwa saya ikut maju sebagai anggota DPD RI untuk membesarkan NU dan UNASMAN di Sulawesi Barat,8 demikian alasan Annangguru Sybli, dan terbukti di saat pemilihan berlangsung ia dipercayakan masyarakat Sulawesi Barat untuk menjadi wakil bersama dengan 3 calon lainnya, semenjak terpilih sebagai senator di senayan, ia bolak-balik antara Jakarta dan Sulawesi Barat, kesibukannya semakin padat, selain sebagai Ketua PW NU Sulawesi Barat, rektor dan senator adalah tugas yang tidak ringan yang membutuhkan waktu dan pemikiran yang serius. Saat ini ia dipercaya sebagai anggota Kelompok Kerja Pembangunan Kawasan Timur Indonesia (POKJA BAKTI) dan Wakil Ketua Komite 3 DPD RI. Kemudian pada pemilihan legislative tahun 2014, Annangguru Sybli terpilih kembali menjadi anggota DPD RI wakil Sulawesi Barat bersama 3 orang rekannya dengan urutan perolehan suara masiingmasing yaitu: Marthen M.Th (63.968 suara), Muhammad Asri Anas (58.154 suara), Annangguru Sybli Sahabuddin (51.581 suara) dan terakhir Iskandar Muda Baharuddin Lopa (48.242 suara).9 Keterpilihan Annangguru Sybli untuk kedua kalinya sebagai anggota DPD RI wakil Sulawesi Barat, merupakan bukti bahwa kematangan berorganisasi dan berpolitik serta keberpihakannya kepada 8



Wawancara Annangguru Sybli, Ketua PW NU Sulbar, di Polewali 5 Mei 2010. 9 Wawancara Mas’ud Shaleh di Polewali, tanggal 30 Januari 2017, dan dapat dilihat juga pada Kantor KPU Sulawesi Barat. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 114 masyarakat, sehingga mendapatkan kepercayaan dari masyarakat untuk duduk sebagai wakil mereka di senayan. B. Muballigh dan Imam Mesjid 1. H. Sayyid Fauzi Al-Mahdali Annangguru Fauzi atau Habib Ahmad Fauzi l bin Jafar bin Thaha al-Mahdali lahir di Campalagian Kabupaten Polewali Mandar 30 Desember 1978, ia merupakan dari pasangan Sayyid Jafar Thaha Al-Mahdali, seorang ulama di Mandar yang pernah menjabat sebagai imam besar Mesjid Merdeka Wonomulyo di era tahun 1980-an dan ibunya bernama Syarifah Abidah, putri Habib Shaleh bin Husen alMahdali seorang ulama yang dikenal sebagai penghafal al-Qur’an, berada dalam lingkungan keluarga yang religius sangat mempengaruhi karakter pertumbuhan Annangguru Fauzi kelak, masa kanak-kanaknya dihabiskan di Campalagian, dimana saat itu Campalagian banyak dikunjungi para pangaji kitta’ atau santri yang datang dari berbagai daerah untuk belajar agama, khususnya belajar dan mengkaji kitab kuning. Pada usia sekolah dasar, Annangguru Fauzi mulai belajar agama, yang dimulai dari belajar mengaji di beberapa ulama kharismatik diantaranya Puang Kali Matoa, ia sempat meminum yang air yang dido’akandari Puang Kali Matoa. Annangguru Fauzi tergolong anak di bawah rata-rata dari segi kecerdasan dibandingkan dengan saudara-saudaranya dan ia tergolong anak yang nakal, hanya ia sangat taat kepada ayahnya, menurut penuturan Annangguru Fauuzi: “Suatu hari saya berangkat mengaji ke rumah guru ngaji saya, yang jaraknya tidak begitu jauh dari rumah, setelah mengaji saya kembali ke rumah, bukannya disambut dengan baik oleh Aba saya, malah saya disuruh kembali pergi DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 115 mengaji, padahal saya sudah pulang mengaji, akhirnya saya kembali ke rumah guru ngaji, dan kembali mengaji”10 Demikianlah Ayahnya yang sangat disiplin mendidik anaknya, selain itu Sayyid Jafar bin Thaha Al-Mahdali merupakan tokoh agama yang sangat disegani di Campalagian, pada tahun 1980an terjadi banjir besar di Campalagian, yang memaksa keluarga Annangguru Fauzi harus hijrah ke Pambusuang, di desa inilah kemudian ia melanjutkan pendidikan tingkat Tsanawiah pada Pesantren Nuhiyah11, masa-masa belajar agama di Pesantren, Annangguru Fauzi sudah mulai menjaga shalat 5 waktunya, sebagaimana pesan orang tuanya: “Jaga shalat 5 waktumu nak, sebodoh apapun kamu, tetapi jika menjaga shalat 5 waktu, insya Allah hidupmu akan diberkahi” 12 Demikian pesan Sayyid Jafar bin Thaha Al-Mahdali kepada putranya, semasa menempuh pendidikan di Pesantren Nuhiyah, 10



Wawancara dengan Annangguru Fauzi, di Polewali pada tanggal, 10 Maret 2017. 11 Pesantren Nuhiyah merupakan pesantren yang dilaqabkan kepada Annangguru Nuh, (putra dari Abdul Mannan, yang nama lengkapnya adalah Haji Muhammad Nuh yang kemudian bergelar Annangguru Kayyang Puayi Toa, yang artinya “Sang guru besar haji tua”. Turunan dari Annangguru Nuh kemudian menjadi Imam di Mesjid Taqwa Pambusuang), Pesantren ini didirikan oleh Prof Dr. Annangguru Mukhtar Husain, ayah Dr. Zainal Arifin Muhktar, Direktur PUKAT UGM, Pesantren Nuhiyah berbeda dengan pesantren-pesantren yang terdapat di pulau Jawa, model pesantren ini, seluruh santri menginap di rumah kediaman para annangguru, untuk belajar kitab-kitab tertentu, sesuai dengan keahlian annangguru tersebut, pada pagi hari pangaji kitta’ atau santri kemudian belajar dalam kelas untuk mengikuti pendidikan formal. 12 Wawancara dengan Annangguru Fauzi, di Polewali pada tanggal 15 Maret 2017. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 116 Annangguru Fauzi rmengalami kesulitan dalam belajar Bahasa Arab meskipun ia rajin dan tekun hadir dan mengikuti proses belajar mengajar, tapi ia tidak mengerti sedikitpun dari mata pelajaran tersebut, meskipun demikian, Annangguru Fauzi sangat percaya pada sebuah keberkahan dari annangguru’ sehingga ia kerap meminum air putih yang telah dido’akan olah annangguru atau meminta dido’akan supaya kelak ilmu yang ia dapatkan dapat berberkah, diantara annangguru yang sempat memberikan pengajaran agama kepada Annangguru Fauzi diantaranya adalah Annangguru Abdurrahman dan Annangguru Burhan, tiga tahun menjadi santri dan akhirnya memutuskan lanjut pada tingkat SLTA di SMA 1 Tinambung, setelah mendapatkan ijazah SMA, ia kemudian meninggalkan tanah kelahirannya di Mandar, dan berkeinginan melanjutkan kuliah di Akademi Pelayaran Indonesia (API), akan tetapi ia tidak mendapatkan restu dari orang tuanya untuk kuliah di API, dan pada tauhun 1998 ia menuju Makassar untuk mendaftar di IAIN Alauddin, karena tidak percaya diri untuk dapat lolos di IAIN, ia kemudian mengatur strategi dengan memilih jurusan yang sangat minim pendaftarnya yaitu Jurusan Kebudayaan Islam pada Fakultas Adab, dan akhirnya dapat diterima di Fakultas Adab IAIN Alauddin Makassar. Masa-masa kuliah, Annangguru Fauzi tergolong mahasiswa yang tidak menonjol di kelas, ia kuliah sekedar menyenangkan hati orang tunya, pada tahun 1999 ia kemudian mencoba mendaftar di Universtas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta tetapi tidak diterima dan kembali ke Makassar, pada tahun yang sama ia mencoba mendaftar pada Ma’had al Biir Makassar dan dapat diterima itupun hanya bertahan satu tahun karena tidak mengikuti mata pelajarannya dalam Bahasa Arab. Setelah beberapa lama menempuh kuliah di IAIN Alaudin Makassar, Annangguru Fauzi kemudian berhasil meraih gelar DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 117 sarajana strata satu, menurut penuturan kerabatnya yang bernama Habib Hamid, bahwa Abanya Fauzi tidak percaya jika anaknya berhasil menyelesaikan kuliah, sehingga ia harus mengutus seseorang ke Makassar untuk mendapatkan informasi, apakah benar Fauzi akan diwisuda atau tidak? setelah mendapatkan informasi bahwa memang benar Fauzi akan segera diwisuda, ayahnyapun berangkat ke Makassar untuk menghadiri wisuda Aannangguru Fauzi, dan Habib Jafar bin Thaha Al-Mahdali ayah Annangguru didaulat mewakili orang tua wisudawan untuk menyampaikan pesan dan kesan. a. Belajar Ke Negeri Yaman Berawal dari informasi seorang ulama Mandar yang menetap di Jakarta bernama Habib Hamid Al-Attas bin Hud yang merupakan ulama yang selalu memfasilitasi anak-anak muda yang ingin mekanjutkan studi atau belajar ke Yaman, Annangguru Fauzi mendengarkan informasi tersebut dari ayahnya tentang Habib Hamid, ia pun akhirnya berkeinginan belajar ke Yaman, tetapi banyak sahabat maupun gurunya yang tidak setuju dengan mengatakan bahwa Yaman adalah Negara yang miskin dan lain-lain, tanpa terpengaruh dengan hal tersebut, kemudian ia berangkat ke Jakarta dan menetap di kediaman bapak Prof Dr. H.Baharuddin Lopa (mantan Jaksa Agung RI di era Presiden Gusdur) sementara waktu, berselang beberapa bulan di Jakarta akhirnya Annangguru Fauzi bertemu dengan Habib Hamid, dan ia langsung mengutarakan niatnya untuk belajar ke Yaman, setelah mendapatkan donator, ia kemudian bertolak ke negeri Yaman pada awal tahun 2005, dan langsung mendaftarkan diri pada lembaga pendidikan keagamaan yang bernama Rubat Tarim di kota Tarim, kitab-kitab yang dipelajari di Rubat Tarim tersebut sama halnya dengan kitab-kitab yang diajarkan di pesantren-pesantren di Indonesia. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 118 Lembaga pendidikan yang saya tempati di Yaman bernama Rubat Tarim, sebuah lembaga pendidikan tertua di Yaman, yang didirikan oleh seorang ulama besar yang Habib Abdullah As-Syatiri, pola pendidikannya tidak jauh bedah dengan pola pendidikan pesantren di Indonesia, saya mulai belajar Bahasa Arab dengan serius, belajar fikih dari kitab-kitab fikih, Kitab Safinah An-Najah karya, Syekh Salim bin Sumair, kitab Matan al-Jurumiyah karya Imam Ibnu Al-Jurum, Kitab Fathul Qarib karya Imam Ibnu Qasim, Muqaddimah Khadramiah karya Abdullah Abd Bafadhol, Fathul Muin karya Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz bin Zainuddi Al-Malibari, dan lain-lain. Selama di Yaman saya mulai mampu memahami kitab-kitab yang pernah saya pelajari di Pesantren Nuhiyah, pikiran saya mulai terbuka, meskipun hanya 2 tahun belajar di Rubat Tarim yang seharusnya ditempuh 7 tahun, atas ijin dari beberapa ulama yang mengajar di sana, kemudian saya dibolehkan pulang ke tanah air, dengan alas an ingin berdakwah. Awal kedatangan saya di Mandar pada bulan November 2007, banyak yang tidak percaya, apakah betul saya dari Yaman, karena pada waktu itu saya pulang dengan membawa kitabkitab gundul, sepengetahuan mereka tidak mungkin saya dapat membacanya. Setelah beberapa bulan menetap di Mandar, saya mulai mengubah penampilan saya, dengan meniru pakaian yang digunakan oleh ulama-ulama Yaman yaitu memakai jubah putih dan serban yang dililit di kepala, saya sangat sadar bahwa saya belum pantas memakai pakaian seperti itu, baik dinilai dari ilmu maupun tingkah laku, tetapi saya hanya meniru saja, untuk meyakinkan masyarakat dan keluarga bahwa saya mampu membaca kitab gundul, suatu hari saya menawarkan diri untuk mengisi pengajian dalam sebuah acara peringatan Isra’ dan Mi’raj di Pambusuang, sayapun memnfaatkan dengan baik kesempatan tersebut dengan megulas isi kitab Safinah An-Najah, dan akhirnya mereka percaya bahwa saya telah mampu membaca kitab gundul. Karena saya belum dikenal masyarakat Mandar secara luas, DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 119 saya menawarkan diri untuk ceramah di mesjid-mesjid sampai ke Malunda perbatasan Kabupaten Mamuju dengan mengenderai motor Viar cicilan, dan pada akhirnya beberapa mesjid dan majelis taklim mengundang saya untuk membawakan pengajian. b. Imam Mesjid Agung Syuhada Mesjid Agung Syuhada berstatus sebagai mesjid kabupaten, yang dibangun pada tahun 1982, era kepemimipinan H. S. Mengga Bupati Polewali Mamasa periode 1980-1989, bangun mesjid ini terletak di jantung Kota Polewali di Jln Hj. Andi Depu, berdekatan dengan Lapangan Pancasila, Rumah Jabatan Bupati, Kantor Kementrian Agama dan Gedung Mandar Convention Center (MCC), didesain sebagai pusat keagamaan kabupaten, sehingga imam Mesjid Agung Syuhada memiliki peran-peran yang sangat strtaegis, karena posisi imam diangkat langsung oleh bupati melalui Surat Keputusan Bupati, sejak awal didirikannya yang menjabat imam adalah Annangguru H. Syuaib Abdullah mulai tahun 1982 hingga tahun 2011. Pada tahun 2011, Annangguru Syuaib Abdullah mulai tidak katif menjadi Imam mesjid disebabkan ketidak setujuannya kepada Ali Baal Masdar, Bupati Polewali Mandar (periode 2006-2009, 20092013) karena dilakukan renovasi besar-besaran terhadap mesjid tersebut, sehingga ia menunjuk Annangguru Bisri pimpinan pesantren Nuhiyah untuk menggantikannya sebagai imam, namun Annangguru Bisri tidak bersedia, kemuadian ia mengusulkan Annangguru Syahid pimpinan pengajian kitab di Pambusuang, Syahid pun tidak bersedia, sehingga kursi Imam Mesjid Syuhada kosong selama 7 bulan. Menutur penuturan Annangguru Fauzi; Suatu hari datang seorang utusan dari tokoh masyarakat Polewali, ia menawarkan kepada saya, supaya bersedia menjadi DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 120 Imam Mesjid Syuhada di Polewali, lalu ia juga mendatangi ayah saya, tetapi ayah saya tidak setuju dengan alas an saya belum pantas menjadi imam, disamping masih terlalu muda, karena telah diminta berkali-kali dan akhirnya ayah saya setuju, tepat awal tahun 2012 saya resmi menjadi Imam Besar Mesjid Agung Syuhada, dan saat itulah saya memulai membenahi mesjid dengan memulai pengajian-pengajian rutin di mesjid setiap malam, yang dihadiri seluruh jama’ah mesjid, melayani masyarakat sekitar jika membutuhkan bantuan seperti, membaca do’a, membawakan pengajian dalam hajatanhajatan dan sebagainya.13 Semenjak resmi menjabat sebagai Imam, Annangguru Fauzi mulai dikenal luas masyarakat Polewali Mandar dan sekitarnya, undangan membawakan tauziah, di berbagai tempat semakin padat, hingga keluar daerah. 2. Sopian Rumah Annangguru Sopian di Pambusuang tidaklah terlalu sulit untuk menemukannya. Selain ia cukup dikenal oleh masyarakat setempat letak atau posisi rumahnya sangat strategis, hanya sekitar 50 meter arah barat Masjid Pambusuang, atau tepat di sebelah kanan rumah almarhum H. Lopa ayah mantan jaksa agung RI di era Gusdur, bapak Prof. Dr. H. Baharuddin Lopa. Hari Senin tanggal 10 Mei 2010 siang usai salat dzuhur, penulis berkunjung ke rumah Annangguru Sopian di Pambusuang. Rumahnya berupa rumah panggung tua yang kira-kira telah berusia puluhan tahun letaknya yang menghadap ke Pantai Pambusuang membuat secara leluasa menghembus ke dalam rumah. Ketika penulis menaiki tangga rumah, kebetulan di teras 13 Wawancara dengan Annangguru Fauzi di Polewali pada tanggal 15 Maret 2017



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 121 berdiri seorang ibu yang berusia sekitar 45 tahun. Dia langsung menyambut penulis dengan senyum, dan mempersilahkan penulis masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu berjejer dua set kursi tamu, di dinding terpajang ukiran ayat kursi dari kayu dan beberapa kitabkitab kuning terletak di meja tamu. Saat itu Annangguru Sopian sedang menghadiri undangan jamaahnya di Polewali. Karena itu penulis sempat menunggu hampir 1 jam di rumahnya ditemani oleh ibu Andi Mulianti, istri Annangguru Sopian bersama putranya yang masih berusia 7 tahun. Menjelang pukul 02.30 wita terdengar ucapan salam dari arah pintu. Nampaknya Annangguru Sopian yang datang. Penulis berdiri dan bersalaman, dan ini adalah pertemuan penulis yang ketiga kalinya dengan beliau. Annangguru Sopian duduk tepat berhadapan dengan penulis dengan mengenakan baju kaos coklat bergaris, celana kain dan kopiah hitam. Ia membuka pembicaraan dengan mengatakan: Saya baru menghadiri undangan pengajian di Polewali yang diadakan salah satu pejabat kabupaten, sebenarnya sudah lama saya janji untuk mengisi ceramah pengajian yang rutin ia adakan di rumahnya, tapi baru kali ini saya mempunyai kesempatan, karena jadwal ceramah saya sangat padat, insya Allah setelah salat ashar saya harus mengisi ceramah di Pamboang Majene yang jaraknya sekitar empat puluh lima kilometer dari Pambusuang, besok pagi saya akan berangkat ke Samarinda untuk mengisi pengajian masyarakat Mandar di sana.14 Demikianlah aktivitas Annangguru Sopian sebagai seorang muballigh keliling dari kampung ke kampung lain hingga menyeberang pulau untuk menyampaikan dakwahnya. Siapa sebenarnya Annangguru Sopian, kenapa ia menggeluti dakwah? Ia lahir dengan nama lengkap Sopian Syahabuddin, ayahnya 14



Hasil Wawancara di Pambusuang, pada tanggal 10 Mei 2010. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 122 Syahabuddin adalah seorang panguma (tukang kebun), dan ibunya sebagai pengurus rumah tangga, kehidupan keluarganya sangat sederhana, seperti mayoritas masyarakat Pambusuang yang hidup sederhana, lingkungan mendesainnya menjadi cinta kepada ilmu agama, anak-anak usia lima tahun harus belajar membaca al-Qur’an pada seorang annangguru pangaji (guru mengaji), masih kecil ia sudah membantu ayahnya, sepulangnya mengaji ia ke kebun untuk menanam pisang dan umbi-umbian di kebun warisan kakeknya yang terletak di lereng Gunung Pambusuang, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara ia merasa bertanggung jawab untuk membantu ayahnya. Pada usia tujuh tahun ia masuk sekolah formal di Madrasah Ibtidaiyah Pambusuang, sejak duduk di bangku sekolah dasar bakat ceramah sudah nampak, ia sering tampil mewakili sekolah dalam lomba ceramah yang diadakan di kecamatan. Bakatnya semakin nampak ketika ia duduk di bangku tsanawiyah di Tinambung, saat itu ia tampil sebagai dai cilik pada acara maulid Nabi Muhammad saw yang diadakan sekolahnya yang menghadirkan pejabat kabupaten dan tokoh masyarakat, pertama kalinya ia tampil sebagai penceramah di masjid saat ia duduk di kelas dua pada Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Tinambung, karirnya di bidang dai semakin menonjol di saat ia kuliah di Universitas Muslim Indonesia Makassar pada Fakultas Syariah. a. Takmir Masjid dan Dosen di Makassar Pada tahun 1984, ia menjadi Ketua Takmir Masjid Kampus Universitas Muslim Indonesia (UMI), sebagai ketua takmir masjid ia mendapatkan fasilitas tempat tinggal dalam kompleks masjid, hal tersebut sangat menguntungkan baginya, karena tak perlu ia mengeluarkan biaya untuk menyewa kamar setiap bulannya bahkan DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 123 makan tiga kali sehari ditanggung oleh masjid sebagai fasilitas pengurus takmir, tugas pokoknya adalah mengatur kegiatan keagamaan di masjid tersebut mulai dari jadwal imam, penceramah dan diskusi keagamaan yang diadakan tiap bulan di masjid demikian pula pada bulan Ramadhan tiba, ia mengatur jadwal pengisi acara tarwih satu bulan hingga yang membawakan khutbah Idul Fitri. Ia juga pernah menjabat sebagai imam masjid selama satu tahun, dan sesekali sebagai na>ib (pengganti penceramah) jika berhalangan, karena kepiawaiannya dalam menyampaikan ceramah, hingga ia diminta untuk mengisi pengajian rutin setiap malam Jumat di kampus. Penguasaanya pada ilmu agama sangat mendalam jika diukur dengan standar rata-rata mahasiswa S1, itu berkat di saat ia duduk di bangku tsanawiyah dan aliyah di Mandar, ia aktif berguru agama pada beberapa annangguru di antaranya ia belajar ilmu Syaraf pada Annangguru Abdurrahman Fattah, ilmu Fiqh pada Annangguru Abdullah, Ilmu Kala>m pada Annangguru Muhammad Said, dan ilmu Hadits dan Tafsi>r pada Annangguru Muhammad Rasyid dan Annangguru Djalaluddin Gani, Ilmu Tas}awuf ia perdalam pada Annangguru Saleh dan Annangguru Yusuf. Para annangguru inilah yang berpengaruh pada dirinya terutama dalam tema ceramahnya yang lebih fokus pada ceramah-ceramah tas}awuf. Setelah menyelesaikan kuliah sarjananya, ia diminta pihak yayasan untuk mengabdi pada almamaternya UMI sebagai dosen agama Islam di beberapa fakultas, dan dosen tetap pada Fakultas Syariah (19902002). Menyandang gelar sarjana dan berprofesi sebagai dosen, terasa hambar jika tidak mempunyai pendamping hidup, maka pada tahun 1992 ia menikah dengan Andi Mulianti, dan dikaruniai empat orang anak, yaitu: Andi Rifai, Andi Sofi, Andi Kaffih dan Andi DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 124 Malikullah, ketiga anaknya lahir di Makassar, kemudian yang lahir terakhir di Pambusuang. Semenjak mengabdi di UMI sebagai dosen, ia juga aktif mengisi ceramah dan pengajian di masjid-masjid Kota Makassar atau memenuhi undangan khusus yang diadakan oleh para pengusaha atau pejabat pemerintah kota. b. Muballigh Tarekat Minatnya belajar tas}awuf di saat usianya masih remaja, ia sangat tekun mengikuti pengajian yang dibawakan oleh Annangguru Saleh di tahun 1970-an, ia kemudian kembangkan kajian tas}awuf lewat pendekatan dakwah, hampir semua tema ceramahnya bertemakan tas}awuf, sejak tahun 2002 ia bersama keluarganya pindah ke Mandar tepatnya di Pambusuang, pada awal menetap di Pambusuang, ia hanya berdiam diri dalam rumah dengan memperbanyak membaca kitab-kitab kuning yang telah lama ia tinggalkan, tidak sempat ia bawa ke Makassar saat masih kuliah dan menjadi dosen. Ia kemudian mengambil keputusan untuk konsentrasi sebagai muballigh di tempat kelahirannya, kurang lebih dua bulan membaca kembali kitab-kitab kuning yang ia pelajari beberapa tahun yang lalu dan masih tersimpan di lemari rumahnya. Di saat tiba di Pambusuang setelah beberapa tahun di Makassar, saya membaca kembali kitab-kitab tas}awuf yang pernah diajarkan Annangguru Saleh dan beberapa kitab-kitab tafsi>r dan fiqh lainnya, tapi saya lebih berminat mengkaji tas}awuf.15 Pada bulan September 2002, ia diundang oleh saudara sepupunya untuk mengisi pengajian bulanan yang dilaksanakan di 15 Hasil wawancara Annangguru Sopian, di Pambusuang, pada tanggal 10 Mei 2010.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 125 Tinambung, semenjak mengisi acara pengajian di Tinambuang, undangan berdakwah semakin mengalir, beberapa kali penulis mengikuti ceramahnya, yang ia bawakan dalam bahasa Mandar, yang bertemakan tentang hakikat penciptaan. Pada tahun 2004 ia mulai masuk dapur rekaman di Makassar, hasil rekaman ceramahnya dalam bentuk compact disc, laris di pasaran, dan pada tahun 2009, ia disponsori salah seorang caleg DPR RI dari PDIP untuk rekaman dakwah yang kemudian dibagikan gratis kepada masyarakat. Dunia dakwah adalah hidupnya, ia mengatakan: Saya akan terus berdakwah untuk mengembangkan Islam sesuai dengan metode saya sendiri, selama dapat diterima oleh masyarakat, seorang muballigh harus mempunyai karakter dan ciri khas, jika ia ingin langgeng di hati masyarakat, bahasa yang saya gunakan adalah bahasa Mandar, karena saya lebih banyak berdakwah di kalangan masyarakat Mandar hingga ke Malaysia.16 Pada tahun yang sama 2009, ia terlibat sebagai tim sukses untuk memenangkan pasangan calon bupati Polewali Mandar Ali Baal Masdar dan Nadjamuddin Ibrahim. Dengan mengkampanyekan Ali Baal Masdar di Pambusuang dan sekitarnya, ia kerap kali menjadi pengisi acara ceramah Islam pada acara-acara keagamaan yang dihadiri calon bupati tersebut. Tidak ada larangan untuk mendukung salah satu calon, selama calon tersebut terbukti pembangunannya terutama di bidang agama.17 c. Bercita-cita mendirikan Perguruan Tinggi 16



Hasil wawancara di Pambusuang tanggal, 23 Mei 2010. Hasil wawancara di Pambusuang tanggal 23 Mei 2010.



17



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 126 Selain sebagai muballigh, ia bercita-cita mendirikan perguruan tinggi di Mandar, alasannya untuk memberikan kontribusi kepada daerah di bidang pengembangan sumber daya manusia, perguruan tinggi merupakan laboratorium ilmu pengetahuan, sebagai provinsi yang baru Sulawesi Barat masih membutuhkan sarana pendidikan tinggi untuk pengembangan sumber daya manusia. “Olehnya itu saya sangat berkeinginan mendirikan perguruan tinggi di daerah ini, karena jika kita ingin maju dan sejajar dengan daerah lain yang sudah berkembang, seharusnya pembangunan dimulai dari pengembangan sumber daya manusia.18 Ide ini muncul tatkala ia keliling berdakwah di tanah Mandar, masih banyaknya generasi muda yang tidak sempat menempuh pendidikan tinggi karena akses yang jauh serta biaya kuliah yang mahal. C. Pimpinan Pesantren, Guru Kitab Kuning Pada bagian ini dipaparkan dua annangguru yang konsisten dan fokus pada pembinaan pesantren dan mengajarkan kitab kuning,19 di Polewali Mandar hanya ada dua annangguru yang konsisten di bidang ini yaitu: 1. H. Latif Busyra H. Latif Busyra atau akrab dengan panggilan Annangguru Latif lahir di Sumenep Madura pada tahun 1946, ayahnya bernama 18



Hasil wawancara di Pambusuang pada tanggal 23 Mei 2010. Kita>b kuning adalah, kita>b pengetahuan yang berisi ajaran Islam > , seperti ilmu Fiqh, Tafsi>r, Hadits, Tas{awuf dan lain-lain, ditulis dalam bahasa Arab tanpa harakat, biasa juga disebut kita>b gundul, kita>b ini ditulis rata-rata sebelum abad 19. 19



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 127 Busyra seorang guru mengaji (guru agama) di Masalembu, nenek moyangnya secara turun temurun menetap di Madura sejak pendudukan Belanda, dari garis ayahnya adalah darah Mandar, saat itu orang-orang Mandar banyak bermukim di Pulau Masalembu salah satu kecamatan yang masuk dalam wilayah Kabupaten Sumenep, sedangkan ibunya adalah keturunan Bugis Bone. Masa kanak-kanak ia habiskan di Masalembu hingga tamat di Sekolah Rakyat. Busyra ayahnya tergolong tokoh masyarakat Masalembu yang dihormati oleh masyarakat setempat, yaitu masyarakat Mandar yang mayoritas mendiami Pulau Masalembu, yang masih kuat memegang adat istiadatnya, dengan latar belakang lingkungan keluarga yang berpengaruh, menjadikannya mudah dikenal oleh masyarakat sekelilingnya, Latif Busyra berkembang seperti dengan anak-anak pada umumnya, ia juga dikenal sebagai lingkungan keluarga yang taat menjalankan ajaran Islam. Semenjak kecil hingga berusia empat belas tahun, putra kedua dari tujuh bersaudara ini mendapat pendidikan langsung dari ayahnya yang berprofesi sebagai guru mengaji dan guru agama di salah satu madrasah di Masalembu ia mulai belajar dasar-dasar ilmu agama Islam mulai membaca alQur’an, tata bahasa Arab, Fiqh, Tauhi>d, Tarikh Islam dan sebagainya, ia juga belajar agama di beberapa kyai di Madura dari pesantren ke pesantren, dalam usianya yang masih belia, semangat untuk menuntut ilmu sangat tinggi. Ia tidak puas belajar di Masalembu, pada tahun 1967 ia mengikuti ayahnya berlayar ke tanah Mandar berangkat dari Masalembu dengan menggunakan perahu yang biasa memuat penumpang tujuan Sulawesi Selatan. Setibanya di Mandar, ia kemudian berguru pada beberapa annangguru kharismatik yaitu, belajar tas}awuf dan tarekat pada Annangguru Thahir, beliau adalah Imam Masjid Taubah Lapeo, sehingga beliau juga kadang disapa dengan sebutan Imam Lapeo, DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 128 kemudian belajar berbagai macam ilmu agama pada Annangguru Maddapungan, pencetus pengajian kitab kuning di Campalagian, belajar Fiqh pada Annangguru Muh. Zain Mahdi dan Muhammadiyah dan belajar ilmu Tafsi>r dan Hadits pada Annangguru Mahmud Ismail. Dengan tekun ia mendatangi satu persatu para annangguru tersebut untuk memperdalam ilmu agamanya, sesuai dengan klasifikasi keilmuannya. Latif Busyra belajar agama dengan sistem pengajian tradisional. Ia mengunjungi rumah para annanggurunya bersama-sama dengan temannya yang lain. Pengajian dengan cara ini disebut dengan istilah mangaji kitta’, suatu pengajian sebagai lanjutan dari tingkat dasar. Dari sistem pengajian yang ditempuhnya itu, rupanya ia memperoleh tambahan ilmu yang dicari, tapi tetap belum merasa cukup dan puas walaupun sejumlah annangguru telah membimbing, menjadikan ia terus belajar dan memperbanyak membaca kitab-kitab klasik lainnya. Kadang ia juga mendatangi annangguru dengan seorang diri dengan mengajaknya diskusi dari berbagai hal ilmu agama, atau biasa disebut dengan model private, dengan alasan dapat bertanya secara leluasa. Menurut Dumar Kasim:20 Pada tahun 1970-an, Latif Busyra sering mendatangi annangguru untuk belajar agama di rumahnya, atau di masjid, ia paling sering mendatangi Annangguru Maddapungan, ia adalah annangguru yang menguasai semua ilmu agama Islam, mulai dari Tafsi>r, Hadits, hingga persoalan-persoalan mawaris, dan Annangguru Mahmud Ismail, annangguru yang satu ini spesifikasinya pada ilmu Fiqh, ia banyak belajar Fiqh kepada beliau dan kadang kalau ia membutuhkan nasehatnasehat hidup dan meminta petunjuk, Latif Busyra mendatangi Annangguru Thahir, beliau merupakan 20 Wawancara Dumair Kasim, Peserta Pangaji Kitta’ tahun 1970an, di Campalagian, pada tanggal 12 Mei 2010.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 129 annangguru yang sangat berpengaruh di tanah Mandar, karena ia diyakini masyarakat sosok annangguru yang sekaligus sebagai wali Allah, yang memiliki banyak keistimewaan, dampaknya saat ini makamnya paling ramai diziarahi oleh masyarakat.21 Belajar selama beberapa tahun di Campalagian kepada beberapa annangguru menjadikan ilmu agamanya semakin dalam tapi tidak membuatnya menyombongkan diri justru semakin tawad}u. Dalam menuntut ilmu pengetahuan, ia dikenal sebagai seorang murid yang pandai. Cepat dalam memahami apa yang disampaikan oleh annangguru. Ilmu Fiqh, Tafsi>r dan Hadits adalah yang paling diminati, selain itu pemahamannya dalam bahasa Arab, sangat membantu dalam pemahaman Fiqh dalam mengistinbatkan hukum. Pada tahun 1972 ia menikah dengan St. Salma, wanita yang berdarah Bugis Bone, diperkenalkan oleh pamannya, karena memang jodoh, tidak terlalu lama perkenalan mereka, akhirnya Latif Busyra memantapkan hati untuk segera mempersuntingnya, dari pernikahan mereka dikaruniai empat orang anak. a. Memimpin Pengajian Kitab Kemampuannya dalam berbagai ilmu agama yang diwarisi oleh Annangguru Maddapungan, Mahmud Ismail, Muh. Zain dan Muh. Thahir, mulai berbuah hasil, pada tahun 1970, ia mulai didatangi oleh santri atau pangaji kitta, untuk belajar agama, pelan tapi pasti demikian ungkapan yang sering kita dengar, Latif Busyra mulai diminati masyarakat, untuk menitipkan anaknya belajar agama Islam terlebih lagi saat itu annangguru di Campalagian mulai 21 Wawancara Annangguru Latif Busyra, Pimpinan Pondok Pesantren Salafiah, di Campalagian, pada tanggal 10 Mei 2010.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 130 meninggal dunia satu persatu atau usianya telah udzur, menjadikan legitimasi Latif Busyra semakin kuat. Sebenarnya saya mulai mengajar kitab kuning pada tahun 1969, dua tahun setelah saya tiba dari Madura. Dimana dua tahun itu saya gunakan belajar kepada annangguru, disamping itu saya juga sudah mulai dijadikan asisten dalam istilah sekarang, untuk menggantikan Annangguru Maddapungan untuk mengisi pengajian atau memandu pangaji kitta’ jika beliau berhalangan, ini merupakan kebanggaan tersendiri. Pada saat itu saya mulai membawakan kitab Tafsi>r al- Jala>lain di Masjid Pappang dan pengajian kitab Fiqh Kaifayat al-Akhyar yang diadakan di rumah. 22 Berbekal ilmu yang diperoleh, kemudian ia ajarkan kepada pangaji kitta’, yang mulai ia rintis pada tahun 1970-an dan diadakan di kediamannya di Desa Pappang, Campalagian. Santri berdatangan dari berbagai penjuru wilayah di tanah Mandar, Bugis, Makassar hingga Kalimantan. Pangaji kitta’ berdatangan dari berbagai wilayah di Sulawesi dan Kalimantan, mereka menetap di rumahrumah penduduk. Mulai pagi hingga malam hari mereka belajar membaca dan memahami kitab kuning, dari berbagai macam kitab yang telah diajarkan sebelumnya oleh para annangguru sebelum saya. Pengajian pagi hingga sore hari saya adakan di rumah, dan pengajian umum antara salat maghrib dan isya di Masjid Pappang. Minat dan kecintaannya pada ilmu agama Islam utamanya pembelajaran kitab kuning semakin terlampiaskan, tatkala ia memutuskan untuk bermukim di Campalagian untuk mengabdi pada 22 Wawancara Annangguru Latif Busyra, Pimpinan Pondok Pesantren Salafiah Campalagian, 11 Mei 2010.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 131 masyarakat dengan mencerdaskan generasi muda, tidak mengenal lelah secara terus-menerus dengan ikhlas ia mengajar anak-anak muda yang berminat memperdalam ilmu agama Islam karena ia berpandangan: Sumber ilmu Islam dari kitab kuning, jika ingin menguasai ilmu agama Islam belajarlah langsung dari kitab aslinya yaitu kitab klasik yang bertuliskan bahasa Arab, ditulis oleh para ulama yang tidak diragukan lagi keilmuannya, begitu pula jika ingin menggali ilmu hadits dan tafsi>r, harus menguasai bahasa Arab, karena tidak ada jalan lain untuk memahami ilmu agama kecuali menguasai ilmu alatnya yaitu bahasa Arab.23 Prinsipnya adalah ilmu yang didapatkan akan ia tularkan semua kepada anak muridnya, pembinaan akhlak lebih ia utamakan, karena dengan akhlak yang mulia, ilmu dapat kita serap dengan baik. b. Pesantren Salafiah, Cita-Cita yang Terkabulkan Annangguru Latif Busyra sejak tahun 1970 ia mulai mengajarkan kitab kuning di rumah maupun di masjid dengan model pengajian tradisional, sehingga saat itu ia mulai berkeinginan untuk mendirikan sebuah pesantren yang sederhana yang dapat menampung semua pangaji kitta’, yang tersebar di rumah-rumah penduduk, dan menyekolahkan bagi mereka yang berkeinginan melanjutkan sekolah tapi tidak mempunyai biaya. Cita-cita itu terwujud setelah dua puluh tujuh tahun menanti, tepatnya pada tahun 1997, ia mendirikan pesantren dan diberi nama Salafiah atau tradisional, ia merekrut pangaji kitta’ senior untuk mengabdi di pesantren tersebut. Atas bantuan pemerintah daerah dan beberapa donatur lainnya, pesantren 23 Wawancara Annangguru Latif Busyra, Pimpinan Pondok Pesantren Salafiah, di Campalagian, pada tanggal 11 Mei 2010.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 132 ini kemudian berkembang dengan baik, para santrinya berdatangan dari berbagai daerah di kawasan timur Indonesia. Ia tidak hanya mengajarkan ilmu agama tapi juga menyajikan ilmu-ilmu umum. Rumah kayu miliknya dijadikan bagian dari fasilitas santri, seperti dapur, dan tempat belajar dan tetap melanjutkan pengajian kitab di rumahnya seperti biasa, mulai pagi hingga malam hari ia tetap didatangi oleh pangaji secara bergantian. Dengan usia yang tidak muda, ia tetap bersemangat untuk mengajar justru ia merasa sakit jika tidak mengajar. Menurut Labbay: “Annangguru Latif Busyra adalah sosok yang sangat bersemangat dan sumber motivasi bagi para santrinya, ia adalah annangguru yang kharismatik yang sangat kami hargai, ia tidak pernah marah, jika ada yang berbuat kesalahan, ia menegurnya dengan pelan, setiap kali memberikan pengajian, keutamaan akhlak adalah selalu menjadi pengantarnya, karena ia mengatakan ilmu yang dalam tanpa didukung oleh akhlak yang mulia adalah siasia.”24 Meskipun ia aktif memimpin pengajian kitab di pesantrennya, ia juga aktif berorganisasi, ia tercatat sebagai unsur Ketua Majelis Ulama Indonesia Polewali Mandar, dan Pengurus NU Polewali Mandar, ia juga aktif mengisi ceramah dan pengajian di luar Campalagian dan sering mendapat undangan dari pejabat kabupaten untuk membaca doa pada acara formal maupun nonformal. c. Terlibat Menjadi Tim Sukses Bupati dan Gubernur Keterlibatan Annangguru Latif Busyra sebagai tim sukses pada Pilkada di Sulawesi Barat, khususnya di Polewali Mandar cukup 24 Wawancara Labbay, Guru Pesantren Salafiah, di Campalagian, pada tanggal 13 Mei 2010.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 133 intens, sebagai yang diungkapkan salah satu tim sukses Ali Baal Masdar: Pada pemilihan bupati Polewali Mandar 2009 dan pemilihan gubernur periode 2011-2016 serta periode 2017-2022, Annangguru Latif terlibat langsung dalam mengkampanyekan Ali Baal Masdar, disaat mencalonkan diri menjadi bupati Polewali Mandar periode 2009-2013, dan pada saat ikut bertarung pada pemilihan gubernur Sulawesi Barat periode 2011-2016 pada periode ini Ali Baal Masdar kalah, kemudian periode berikutnya yaitu 2017-202225, Pada saat penacalonan bupati pasangan Ali Baal Masdar dan Nadjamuddin Ibrahim, periode 2009-2013 sebagai bupati incumbent, ia merekrut tokoh-tokoh yang berpengaruh terutama tokoh agama, berkat kharisma yang dimiliki dan ketokohannya di Kecamatan Campalagian, wilayah yang berpenduduk terbanyak di enam belas kecamatan di Polewali Mandar, menjadikan pasangan Ali Baal Masdar terpilih kembali, alasan yang paling signifikan sehingga ia memberikan dukungan ke Ali Baal Masdar adalah karena perhatian yang sangat serius kepada pendidikan terutama pengembangan pendidikan agama pada masyarakat Polewali Mandar. Ia selalu mendampingi Ali Baal Masdar berkampanye di wilayah Campalagian sebagai pembaca doa atau penceramah. Bahkan kerap kali Annangguru Latif Busyra mengundang pasangan calon bupati Ali Baal Masdar dan Nadjamuddin Ibrahim untuk hadir di pesantren yang ia pimpin terutama pada acara keagamaan seperti maulid Nabi Muhammad saw dan acara silaturrahmi lainnya. Ini menggambarkan bahwa Annangguru Latif adalah sosok yang dapat 25



Wawancara Amiluddin Aco, Tim Sukses Ali Baal Masdar, di Polewali, pada tanggal 14 Februari 2017. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 134 berinteraksi dengan pemerintah atau lingkungan di luar pesantrennya, meskipun saat itu ada juga suara dari masyarakat yang kurang setuju jika ia mendukung salah satu calon, namun ia membantahnya dengan mengatakan: “Kita harus memberikan doa dan dukungan kepada yang terbaik dan yang terbukti telah melakukan perubahan terhadap pembangunan di Polewali Mandar”. 26 Atas dukungan tersebut, akhirnya Ali Baal Masdar terpilih kembali menduduki kursi bupati untuk kedua kalinya dengan perolehan suara 42% dari 260.000 suara pemilih di Kabupaten Polewali Mandar. Dengan dukungan tersebut Ali Baal Masdar menepati janji dengan memberikan perhatian serius untuk perkembangan pesantren di Polewali Mandar, terutama pengembangan program keagamaan, dengan melibatkan para annangguru dalam mengambil kebijakan pro kepada rakyat. Demikian pula di saat pemilihan bupati pada tahun 2014, ia kembali memberikan dukungan untuk pasangan Andi Ibrahim Masdar dan H. M. Natsir Rahmat, dan berhasil memenangkan pasangan ini, dan pemilihan gubernur Sulawesi Barat periode 2017-2022, Annangguru Latif Busyra tetap memberikan restu terhadap pasangan ini.27 Annangguru Latif dalam prinsip hidupnya adalah mengabdilah dengan ikhlas, dan jangan pernah mengeluh, dan berusahalah secara terus menerus hingga kamu meraih apa yang kamu cita-citakan. Prinsip tersebut ia buktikan dalam perjalanan hidupnya yang panjang, ia terus belajar agama, tanpa mengenal lelah, dan



26



Wawancara Annangguru Bisri, Pimpinan Pesantren Salafiah di Campalagian, pada tanggal 13 Mei 2010. 27 Wawancara Aminuddin, tokoh pemuda Mandar di Polewali, pada tanggal 13 Februari 2017. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 135 bercita-cita mendirikan sebuah pondok pesantren, dan terwujud setelah dua puluh tahun ia berusaha. 2. Bisri Pimpinan Pesantren Nuhiah ini dikenal sebagai Annangguru Muda, lahir pada tahun 1962 di Pambusuang, sebuah desa yang banyak melahirkan annangguru, dan merupakan pusat pengajian kitab kuning di Mandar, Pambusuang masuk dalam Kecamatan Balanipa, terletak sekitar 35 kilometer sebelah barat Polewali ibukota kabupaten, terlahir sebagai anak kelima dari tujuh bersaudara menjadikan Bisri banyak bermain dengan saudara-saudaranya. Kedua orang tuanya adalah asli Pambusuang, ayahnya bernama Jinnis seorang tukang kayu yang sangat terkenal di Pambusuang, ia pandai membuat rumah kayu, atau rumah panggung khas orang Mandar, ia kerap kali dipanggil membuat rumah, tidak hanya dari Pambusuang tapi hingga kabupaten tetangga, Majene. Ibunya bernama Battirannah pengurus rumah tangga dimana dari garis ayah dan ibunya masih keturunan Annangguru Nuh, pencetus pengajian kitab di Pambusuang. Masa kecil Annangguru Bisri ia habiskan di Pambusuang, berada di lingkungan masyarakat yang sangat kental dengan nuansa religius, yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan, karena letak geografis Pambusuang berada di tepi pantai, seperti halnya daerah lain di Sulawesi Barat, kebanyakan terletak di pesisir pantai. Dengan kondisi lingkungan tersebut berpengaruh bagi Annangguru Bisri, sehingga pada pagi hari ia bermain di pantai dan sore hari ia mengaji di Masjid Taqwa Pambusuang, bersama dengan anak-anak seusia dengannya. Menjadi sebuah tradisi di Pambusuang, anak-anak yang berusia empat sampai lima tahun diwajibkan belajar mengaji atau dititipkan pada annangguru pangaji untuk belajar membaca al-Qur’an DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 136 dan ilmu Tajwi>d. Pembelajaran membaca al-Qur’an dilakukan di Masjid atau di rumah annangguru. Saat itu Bisri belajar mengaji pada Annangguru Abd. Gani (Imam Masjid Taqwa Pambusuang 19721984) pada pagi dan sore hari bersama dengan anak-anak seusianya, dan kadang dilakukan di masjid. Annangguru Abd. Gani adalah tokoh agama yang sangat berpengaruh karena ilmunya, ia masih keluarga dekat dengan ayah Bisri, di rumahnya ramai dikunjungi anak-anak yang ingin belajar membaca al-Qur’an. Mereka belajar membaca alQur’an dengan suka cita, setiap kali mereka selesai belajar membaca al-Qur’an, anak-anak tersebut diwajibkan mengambilkan air minum di sumur kampung buat annangguru, satu anak wajib mengambil air satu ember. Tradisi ini sudah berlangsung sejak dahulu, dan masih bertahan hingga sekarang. Di saat berusia lima tahun ia sudah fasih membaca al-Qur’an dan bahkan telah menghafal surah-surah pendek dalam al-Qur’an, berkat bimbingan annangguru pangaji (guru mengaji). Pada usia enam tahun ia sudah mulai membantu annanggurunya untuk mengajarkan anak-anak yang lebih muda darinya untuk membaca al-Qur’an. Ia menikah dengan Aifah yang masih ada hubungan saudara dari garis ibunya dan dikaruniai lima orang anak, yaitu: Adibah, Khalil, Fitri Zulfika dan Salman al Farisi. 1. Belajar di Madrasah dan Mengaji Kitab Kuning Pada tahun 1979 ia mulai belajar di kelas formal di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Pambusuang, satu-satunya sekolah madrasah di Pambusuang, jarak sekolah dari rumahnya sekitar 500 meter, terletak di jalan poros Majene-Polewali. Madrasah ini sangat diminati anak-anak Pambusuang. Banyak tokoh-tokoh Mandar yang pernah mengenyam pendidikan di Madrasah ini, diantaranya: Prof. Dr. Baharuddin Lopa, Jaksa Agung RI di era Presiden Gus Dur dan Prof. Dr. Anwar Sewang, Guru Besar UIN Makassar. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 137 Menurut penuturan Tammalele teman sekolah Annangguru Bisri: Annangguru Bisri adalah anak yang paling cerdas di kelas, sehingga sering menjadi juara kelas, karakter yang ceria membuat banyak teman seusianya senang bergaul dengannya. Ia paling menyukai pelajaran bahasa Arab dan Ilmu Pengetahuan Alam, dia selalu meraih angka tertinggi di mata pelajaran tersebut.28 Aktivitas Annangguru Bisri sepulang dari sekolah madrasah ia tetap melanjutkan belajar agama di rumah annanggurunya, dan mengikuti pengajian di masjid, atau maghrib dan isya bergabung dengan pangaji kitta’, yang usianya lebih dewasa, ia hanya sebagai peserta mustami (pendengar). Pada tahun 1985, ia melanjutkan pendidikan di Madrasah Tsnawiyah (MTs) Tinambung, berjarak sekitar tujuh kilometer dari Pambusuang. Setiap hari ia ke sekolah dengan menggunakan sepeda. Selama tiga tahun belajar di madrasah tsanawiyah, selain belajar agama ia juga belajar ilmu umum sebagai penyeimbang dari ilmu agama yang ia miliki, namun minat yang kuat pada ilmu agama tak dapat dibendung. Di saat usianya tiga belas tahun, ia menyisihkan waktu untuk belajar agama secara private atau berkelompok dengan mendatangi rumah-rumah annangguru. Setiap sore hari setelah menunaikan salat ashar dan salat isya ia mendatangi beberapa annangguru, diantaranya ia memperdalam ilmu Nahwu kepada Annangguru Alwi. Annangguru turunan Arab ini masih turunan Rasulullah yang fokus mengajarkan kitab Nahwu. Kemudian ia belajar ilmu Syaraf pada Annangguru Abd. Kadir dan ilmu Nahwu dan Syaraf pada Annangguru Nawawi.



28



Wawancara Tammalele, Guru Pesantren Nuhiah, di Pambusuang, tanggal 16 Mei 2010. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 138 Meskipun aktif belajar agama di Pambusuang, ia juga aktif dengan kegiatan organisasi di sekolahnya, dengan mengikuti kegiatan pramuka dan aktif di kepengurusan OSIS, dan kegiatankegiatan ekstrakurikuler lainnya.29 Setelah merampungkan pendidikan di MTs Tinambung, ia tetap berminat belajar di madrasah dan akhirnya memutuskan sekolah di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Lampa, berjarak sekitar lima belas kilometer dari kediamannya di Pambusuang, dan menyelesaikan pendidikan di MAN pada tahun 1991. Tamat dari MAN, Annangguru Bisri kuliah di IAIN Alauddin Makassar di Fakultas Ushuluddin, jurusan Akidah dan Filsafat, meski hanya sampai semester empat, kemudian ia memilih untuk menjadi santri di Pesantren Modern Gontor Jawa Timur. Kurang lebih dua tahun belajar bahasa Arab dan Inggris di Gontor, kemudian kembali ke kampus untuk merampungkan kuliah pada tahun 2002, jurusan pendidikan agama Islam di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) DDI Polewali. Sebelum mendapatkan gelar sarjana ia mengikuti pendidikan Takhassus bahasa Arab di Jakarta pada tahun 1998, dan pengkaderan ulama di Masjid Raya Makassar tahun 1999. 2. Mengajar Kitab Kuning dan Imam Masjid Pambusuang Annangguru Bisri mulai aktif mengajar kitab kuning pada tahun 1994, saat itu, ia menjadi pengganti Annangguru Yasin (Imam Masjid Pambusuang) jika berhalangan memimpin pengajian kitab di masjid. Pada tahun 2000, ia mulai mengajar kitab kuning di rumahnya dan mulai dikenal oleh kalangan pangaji kitta’, sehingga aktivitasnya banyak tercurahkan mengajar di rumah. Posisi Annangguru Yasin sebagai pemimpin pengajian kitab dan imam Masjid Taqwa 29 Wawancara Annangguru Bisri, Pimpinan Pesantren Nuhiah, di Pambusuang pada tanggal 17 Mei 2010.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 139 Pambusuang, mulai ia tanggalkan sejak tahun 2007, karena usianya yang telah udzur, sehingga untuk imam dan pengajian kitab di Pambusuang ia digantikan tiga annangguru yang masih muda yaitu Muhasib (42 tahun), Syahid (48 tahun) dan Bisri (50 tahun). Pada tahun 2009 berdasarkan hasil musyawarah masyarakat Pambusuang lalu ditetapkanlah Annangguru Bisri sebagai Imam Masjid Taqwa dan pemimpin pengajian kitab di Pambusuang sampai sekarang (tahun 2017, dan telah menjadi tradisi di Pambusuang bahwa yang boleh menduduki sebagai Imam di Masjid Taqwa adalah keturunan dari Annangguru Nuh, disamping syarat lainnya seperti mampu membaca kitab kuning dan memahaminya, serta bacaan al-Qur’an yang fasih. Imam yang terpilih secara otomatis menjadi pemimpin pengajian kitab kuning. Semenjak diberi amanah untuk menggantikan Annangguru Yasin sebagai imam masjid, ia lebih banyak konsentrasi di masjid untuk memimpin jamaah salat fardu, lalu dilanjutkan dengan pengajian di malam hari. 3. Penyuluh Agama dan Pemimpin Pesantren Sejak tahun 2005 Annangguru Bisri terangkat menjadi pegawai negeri sipil di Departemen Agama (sekarang Kementerian Agama), sebagai penyuluh agama ditempatkan di Kecamatan Balanipa. Sebagai penyuluh agama ia banyak bersentuhan langsung dengan masyarakat, berbagai program kegiatan sosial keagamaan ia lakukan sebagai penyuluh agama, seperti; pembinaan Taman Pendidikan Al-Qur’an, pembinaan majelis taklim dan lain-lain.30 Selain menjadi penyuluh agama, ia juga diangkat oleh yayasan sebagai Pimpinan Pesantren Nuhiah Pambusuang sejak tahun 2007. Setelah menjabat sebagai Pimpinan Pesantren Nuhiah, ia 30 Wawancara dengan Annangguru Bisri, Pimpinan Pesantren Nuhiah Pambusuang, pada tanggal 18 Mei 2010.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 140 banyak melakukan perubahan-perubahan di pesantren termasuk menganjurkan kepada para santri supaya tidak hanya menguasai bahasa Arab secara aktif tapi mereka diwajibkan supaya menguasai bahasa Inggris dan keterampilan lainnya seperti komputer. Meskipun usianya masih relatif muda namun ia telah mengemban amanah yang begitu besar di Pambusuang, seperti diangkat menjadi Imam Masjid Taqwa Pambusuang sekaligus pemimpin pengajian kitab kuning dan Pemimpin Pesantren Nuhiah, tiga tugas ini bukan tugas ringan di tengah masyarakat Pambusuang yang kritis, dan masih kental dengan tradisi lokal. Berbagai macam persoalan kadang muncul di tengah masyarakat, tentu sebagai pemegang otoritas tertinggi di tengah masyarakat seperti imam dan pemimpin pengajian, harus mampu memberikan jawaban dari setiap persoalan yang muncul.31 Pengabdian Annangguru Bisri terhadap pengembangan pengajian kitab kuning tidak diragukan lagi dimana sejak berusia tiga puluh tahun ia telah mengajar dan berpendapat bahwa: “Pengajian kitab kuning harus tetap dipertahankan di Pambusuang karena kajian kitab merupakan sumbersumber keilmuan Islam, jadi kunci untuk memahaminya harus menguasai ilmu alatnya yaitu bahasa Arab”. Ia tak mengenal lelah untuk memberikan pelajaran agama terhadap para santrinya, baik di masjid, rumah, hingga di pesantren. Selain aktif mengajar dan imam, ia juga aktif berorganisasi, tercatat sebagai Pengurus NU dan MUI Kabupaten Polewali Mandar.



31 Wawancara Anwar Sewang, Guru Besar UIN Makassar, di Pambusuang, pada tanggal 18 Mei 2010.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 141 D. Pemerhati Anak, Konsultan Spiritual dan Supranatural Annangguru yang bergelut pada bidang pemerhati anak dan konsultan spiritual di Polewali Mandar ada tiga, dan mereka adalah dari kalangan perempuan. Mereka adalah: 1. Hj. Marhumah Hj. Marhumah atau Annangguru Marhumah lahir di Desa Lapeo Campalagian, 31 Oktober 1931, di desa tersebut terdapat makam ulama besar, yaitu Annangguru Thahir ayah Annangguru Marhumah, orang Mandar mempercayai bahwa Annangguru Thahir adalah seorang wali. Pada tahun 1960-an tanah Mandar pernah digoncang oleh gempa yang sangat hebat, sehingga salah satu menara Masjid Lapeo posisinya menjadi miring dan hampir tumbang tapi karena berkat karamah Annangguru Thahir, menara tersebut dapat berdiri tegak seperti sedia kala. Saat ini makam tersebut tetap ramai dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai daerah, dan masih banyak cerita yang mengkisahkan kekaramahan Annangguru Thahir. Jika dilihat dari garis keturunan Annangguru Marhumah dari garis ayahnya adalah ulama s}ufi yang terkenal dengan sebutan Tosalama’ Imam Lapeo, orang tuanya memberikan nama Sitti Marhumah. Sejak kecil dikenal masyarakat sebagai anak yang patuh dan taat kepada orang tua, jujur, pemberani, dan punya kemauan keras. Latar belakang keluarga yang taat beragama sangat berpengaruh dalam kehidupannya sejak kanak-kanak. Kakeknya adalah Muhammad bin Haji Abd. Karim Abtalahi, disamping bekerja sebagai petani dan nelayan, juga menjadi guru mengaji al-Quran. Guru mengaji yang handal diwariskan oleh nenek Annangguru Muh. Thahir Imam Lapeo yaitu, H. Abd. Karim Abtalahi kepada anaknya Muhammad. Kakek buyutnya adalah seorang penghafal al-Quran yang terkenal di zamannya. Neneknya bernama St. Rajiah, menurut silsilah keturunannya berasal dari Hadat Tanggelang, suatu daerah DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 142 yang berstatus distrik dalam wilayah pemerintahan Swapraja Balanipa dahulu, sekarang termasuk pemerintahan wilayah Kec. Campalagian, Kab. Polewali Mandar. Di usia kanak-kanak khatam Al-Quran beberapa kali melampaui teman-teman sebayanya. Menjelang usia remaja, mulai belajar bahasa Arab dengan mempelajari ilmu Nahwu, Syaraf dan Tajwi>d yang dibimbing langsung oleh ayahnya. Selain pada ayahnya belajar agama, ia juga berguru pada beberapa annangguru dalam rentang waktu 1955-1960 diantaranya ia belajar fiqh pada Annangguru Ghalib, Tafsi>r pada Annangguru Sayyid Hasan Alwi serta belajar Hadits pada Annangguru Habib Alwi di Pambusuang. Meskipun ia seorang wanita namun semangatnya tidak kalah dengan kaum pria, dimana zaman itu masih sangat langka seorang wanita menggeluti pengajian kitab kuning. Tapi karena lingkungan keluarga yang mendukung dan secara pribadi kecintaannya pada ilmu agama sehingga statusnya sebagai wanita bukanlah menjadi sebuah rintangan, hal itu tidaklah mengherankan karena memang ia adalah putri seorang annangguru kharismatik yang berpengaruh. Annangguru Marhumah adalah anak ketiga dari sepuluh bersaudara, mereka adalah, Aras Thahir, Nadjamuddin Thahir, Aisah Thahir, Aminah Thahir, Asiah Thahir, Aminah Thahir, Muthalib Thahir, St Rahmah Thahir, dan Ruqiyah Thahir. Ia bersama saudarasaudaranya dibekali ilmu agama oleh ayahnya sebagai bekal mereka nantinya. Harapan ayahnya kemudian terbukti karena kesembilan saudaranya berkiprah di masyarakat sebagai annangguru, seperti Annangguru Aisah yang sangat terkenal di tahun 1980-an, Annangguru Aminah Thahir pernah menjadi dosen di Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga sekitar tahun 1975-1985 dan kini memimpin sebuah panti asuhan di Makassar. Annangguru DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 143 Nadjamuddin Thahir dosen agama di Palu, demikian pula saudaranya yang lain. Pendidikan formal Annangguru Marhumah ia tempuh di madrasah ibtidaiyah tamat 1950 dan madrasah tsanawiyah tamat 1960 di Lapeo, kemudian ia melanjutkan Pendidikan Guru Agama (PGA) 4 tahun di Pare-pare dan tamat pada tahun 1968.\ a. Menjalani Profesi Sebagai Guru Agama Islam dan Membina Majelis Taklim Di saat usianya tiga puluh enam tahun, Annangguru Marhumah terangkat sebagai guru agama di bawah naungan Pendidikan Agama Islam (PENAIS),32 ditempatkan di Kecamatan Campalagian, profesi ini ia jalani hingga pensiun pada tahun 1987. Menjadi guru agama tidaklah berat baginya, sebagai alumni PGA Pare-Pare, ia telah diajarkan bagaimana menjadi seorang guru, didukung ilmu agama yang didapatkan dari ayahnya dan dari beberapa annangguru di Pambusuang sebelum berangkat ke Pare-Pare untuk belajar. Ia ditempatkan di Madrasah Tsanawiyah Campalagian sebagai guru agama Islam, selain mengajar di kelas formal ia juga mengajar kelas tambahan bahasa Arab di sore hari. Di lingkungan masyarakat Campalagian khususnya di desa Lapeo, ia cukup disegani dan disenangi oleh masyarakat, bukan hanya karena putri Annangguru Thahir, tapi karena ilmu yang dimiliki, dan keramahannya pada masyarakat tanpa membedabedakan status sosialnya. Tidak puas hanya berprofesi sebagai guru agama untuk tingkat anak-anak, kemudian ia merintis majelis taklim untuk ibu-ibu. Majelis taklim ini didirikan untuk mempererat tali



32 PENAIS kemudian berubah menjadi Perwakilan Departemen Agama (1969) dan berubah lagi menjadi Departemen Agama (1970), sekarang menjadi Kementerian Agama.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 144 silaturrahmi antara sesama ibu dan menambah wawasan keagamaannya. Masjid Taqwa Lapeo menjadi pusat pengajian majelis taklim, materi pengajian dibawakan langsung oleh Annangguru Marhumah dan kadang memanggil pembicara dari luar Campalagian. b. Menyantuni Anak Terlantar dan Anak Yatim Piatu Sebagai seorang wanita yang enerjik dan berwawasan, melihat kondisi di sekelilingnya dimana semakin banyak anak-anak terlantar yang tak mampu mengenyam pendidikan karena kondisi ekonomi, dan semakin terpuruknya moral di tengah masyarakat karena pengaruh-pengaruh dari luar, ia kemudian merintis pembangunan panti asuhan, kemudian diberi nama at-T{ahiriyah yang ia nisbatkan kepada ayahnya. Panti asuhan inilah yang merangkul anak-anak yatim piatu dan terlantar kemudian disekolahkan pada madrasah. Terobosan ini ia lakukan untuk menyelamatkan generasi muda dari ketertinggalan dan kebodohan, karena menurutnya: Masa depan bangsa ada pada generasi mudanya, kualitasnya dan yang lebih penting adalah moralnya, inilah yang saya tanamkan pada anak didik saya.33 Pernyataannya tersebut tidaklah sebatas teori namun ia mampu buktikan dengan mendirikan panti asuhan dan madrasah yang digunakan untuk menampung anak-anak yang kurang mampu dan yatim piatu, lalu disekolahkan pada madrasah yang terletak berdekatan dengan lokasi panti asuhan.



33



Wawancara Annangguru Marhumah, di Campalagian, 28 Mei



2010. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 145 c. Konsultan Spiritual dan Supranatural Memasuki masa pensiun pada tahun 1987 sebagai guru agama di madrasah tsanawiyah, tidaklah membuat kesibukannya berkurang, justru ia semakin sibuk apalagi semenjak kakaknya wafat, Annangguru Aisah. Annangguru Aisyah banyak didatangi masyarakat untuk berkonsultasi dari berbagai hal masalah kehidupan dan permintaan untuk didoakan supaya lancar dan memperoleh kemudahan, serta bahagia dunia dan akhirat. Status itu kemudian perlahan datang kepadanya, masyarakat kemudian meyakini bahwa yang pantas dan tepat menggantikan Annangguru Aisah adalah adiknya Annangguru Marhumah, kharismatik kakaknya dan ayahnya dimiliki oleh Annangguru Marhumah, sehingga saat itu hingga sekarang kediamannya sangat ramai dikunjungi oleh masyarakat mulai pagi hingga malam hari untuk berkonsultasi masalah kehidupan dan banyak permintaan masyarakat untuk didoakan. Meskipun saat ini usianya tidak muda lagi sudah tergolong sepuh, delapan puluh tahun, tapi ia masih bersemangat melayani masyarakat di rumah kayunya, warisan dari ayahnya. Selama kurang lebih lima puluh tahun ia berkiprah di masyarakat dalam berbagai bidang sosial keagamaan mulai dari sebagai pengajar agama, konsultan spiritual, dan membina panti asuhan ia tetap memilih hidup untuk hidup sendiri, tidak bersuami dan lebih fokus menyekolahkan ponakan dan cucu-cucunya supaya mereka menjadi manusia yang bermanfaat bagi keluarga, masyarakat dan agama. Ia tidak pernah merasa kesepian dalam hidupnya karena memiliki panti asuhan yang dihuni oleh ratusan anak panti asuhan yang dianggap sebagai anak kandungnya sendiri.34



34 Wawancara Dalil Falihun, Cucu Annangguru Thahir, di Makassar pada tanggal 1 Juni 2010.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 146 2. Hj. Syarifah Tanri Ampa Kediaman Hj. Syarifah Tanri Ampa atau Annangguru Syarifah terletak di Kecamatan Mapilli, 25 kilometer dari Polewali ibukota Kabupaten Polewali Mandar (Polman). Ia mendiami rumah berlantai dua. Rumah tersebut sekaligus juga didiami anak-anak putri panti asuhan yang berjumlah sekitar 15 orang. Di depan kediaman Puang Ampa, begitu biasa annangguru disapa, berdiri masjid panti asuhan yang berukuran sekitar 25 x 30 m menghadap ke utara, bersebelahan dengan asrama panti asuhan putra. Ia lahir di Pambusuang pada tanggal 3 Mei 1955 dari pasangan Sayid Husain alAttas dan Syarifah Fatimah Assagaf. Ayahnya dikenal sebagai pedagang kopra di tahun 1960-an dan ibunya adalah Annangguru Pangaji (guru mengaji al-Qur’an). Sebagai keturunan sayid, keluarganya sangat dihargai oleh masyarakat. Kakeknya adalah Sayid Muhdar al-Attas seorang ulama besar penganjur Islam di daerah Mapilli dan sekitarnya. Ia berasal dari Kabupaten Barru Sulawesi Selatan, datang ke Mandar pada tahun 1920, dan langsung membuka pengajian-pengajian agama di daerah Mapilli. Semenjak kecil ia dididik secara ketat oleh ibu dan kakeknya untuk belajar agama di rumah, mulai dari belajar membaca al-Qur’an dan pengetahuan dasar bahasa Arab. Berbeda dengan putri seorang annangguru lainnya, ia malah menyukai hobi naik kuda yang sempat ditentang oleh ayahnya dengan mengatakan perempuan tidak boleh menunggang kuda karena kurang baik dilihat. Terlahir sebagai anak keempat dari enam bersaudara, mereka adalah: Sayid Abdullah, Sayid Baso, Sayid Attas, Syarifah Permaisuri, dan Syarifah Maryam. Saudara-saudaranya berkiprah dari berbagai profesi, Sayid Abdullah dan Sayid Baso adalah sebagai pengusaha, kemudian Sayid Attas bermukim di Australia sebagai dosen, saudara perempuan yang lain sebagai pengurus rumah tangga. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 147 Pendidikan formalnya dimulai di Sekolah Dasar (1972), kemudian lanjut di Madrasah Tsanawiyah Lampa (1978), dan Madrasah Aliyah Negeri MAN Lampa (1981). Kecintaan pada ilmu agama mendorongnya untuk belajar di Pesantren Wahid Hasyim di Jawa Timur (1985-1988), kemudian di Pesantren Demak (19881990). Di kedua pesantren tersebut ia belajar dari berbagai macam ilmu agama, mulai dari fiqh hingga tas}awuf. Bakatnya tidak hanya di bidang agama, ia juga sangat menyukai keindahan yang menjadikannya mengikuti kursus menjahit dan pelatihan tanam pangan. Semasa remaja banyak lelaki yang ingin meminangnya namun karena mereka segan sehingga niat itu tidak terwujud hingga akhirnya ia masih hidup sendiri atau belum menikah, tetapi karena kesibukan dalam berbagai macam kegiatan membuatnya tidak merasa kesepian. a. Membina Panti Asuhan al-Muhdar dan Berorganisasi Pada tahun 1990 ia kembali ke Mandar setelah beberapa tahun di Pulau Jawa menimba ilmu agama, kemudian ia langsung mengaktifkan diri untuk meneruskan yayasan keluarganya yang bergerak di bidang panti asuhan dan pendidikan. Ilmu yang didapatkan setelah beberapa tahun belajar agama dan keterampilan yang dimiliki, kemudian diajarkan langsung kepada anak panti mulai dari belajar membaca al-Qur’an hingga pelajaran agama lainnya. Di bidang keterampilan ia ajarkan bagaimana caranya menanam tanaman dengan baik, dengan memanfaatkan lahan yang kosong di sekitar panti asuhan. Demikian pula anak-anak yang berminat untuk belajar menjahit dan salon kecantikan ia ajarkan semuanya, karena ia berpandangan, ilmu itu harus dipraktekkan dan diamalkan, dan ia selalu mengarahkan kepada seluruh anak panti untuk dapat hidup mandiri setelah mereka keluar dari panti asuhan. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 148 Di bidang pembinaan umat, Annangguru Syarifah sejak tahun 1992 aktif sebagai pembimbing haji bagi calon haji yang biasa digelar di masjid panti asuhannya, bahkan pada tahun 2000-an ia bekerja sama dengan travel perjalanan haji dan umrah untuk memberangkatkan jamaah haji ke Arab Saudi. Pada tahun 1996 ia terpilih sebagai Ketua Muslimat NU Polewali Mandar, sejak aktif di NU ia banyak keluar daerah untuk mengikuti pertemuan nahdiyin pada tingkat provinsi maupun nasional. Kiprahnya di NU sangat relevan dengan aktivitasnya saat ini sebagai pembina panti asuhan dan muballigh. Selain aktif di muslimat NU, Penyuluh Keluarga Berencana (PKB), ia juga aktif dan menjadi Ketua Kelompok Tani Polewali Mandar dan pada tahun 1998 ia mengaktifkan diri untuk memberikan perlindungan pada anak dan perempuan, dengan melihat kondisi saat ini kekerasan pada anak dan perempuan telah menjadi tema nasional yang menjadikannya untuk meluangkan waktu di bidang dalam bentuk Lembaga Swadya Masyarakat (LSM) Perlindungan Anak dan Perempuan.35 b. Terpilih menjadi Anggota DPRD Polewali Mandar (1999-2004) Aktivitas dan kontribusinya dalam pembangunan umat, rupanya dilirik oleh salah satu partai politik yang berhaluan dakwah, yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS), saat itu pamannya H. S. Mengga, bupati Polewali Mamasa dua periode (1980-1990), mengajaknya bergabung bersama dengan petinggi PKS lainnya. Dengan niat untuk berdakwah dan melakukan perubahan di Polewali Mandar, akhirnya ia memilih untuk terlibat dalam membesarkan PKS di Polewali Mandar, beberapa kali pertemuan partai dan pengajian 35 Wawancara St. Rahmah, Pengurus Panti Asuhan al-Muhdar, di Mapilli 7 Juni 2010.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 149 digelar di panti asuhan miliknya, menandakan keseriusan Annangguru Syarifah Tanri Ampa untuk terjun ke dunia politik yang selama ini tidak pernah ia bayangkan. Pada pemilihan umum tahun 1999, ia terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Polewali Mandar dengan suara terbanyak di Daerah Pemilihan (DAPIL II) yang kemudian mendudukannya menjadi legislator wakil perempuan dari PKS. Selama lima tahun ia menjadi legislator, fokus pada kegiatan-kegiatan politik yang menyita banyak waktunya, dengan lebih banyak mendatangi masyarakat, sehingga ia dapat melihat langsung keinginan masyarakat di lapangan untuk selanjutnya dijadikan sebuah usulan kebijakan pada eksekutif. Pada Pemilihan Umum 2004 ia terpilih kembali menjadi anggota DPRD dari Partai Demokrat, dengan suara terbanyak kedua dari seluruh calon legislatif, namun ia mengundurkan diri dengan alasan untuk konsentrasi membina panti asuhan warisan dari kakeknya, ia mengatakan: “Sebagai anggota DPRD banyak hal yang bertentangan dengan hati nurani saya, seakan-akan saya berdosa dan doa saya tidak dikabulkan oleh Allah swt, lebih baik saya memilih mundur, dan konsentrasi sebagai pembina panti asuhan.”36 Keputusan Annangguru Syarifah untuk mengundurkan diri sebagai anggota DPRD Polewali Mandar, menghentakkan para politisi lainnya, karena peluang untuk menjadi unsur pimpinan DPRD sangat terbuka sebagai pemegang suara kedua terbanyak, namun ia tetap teguh untuk tetap mundur dan sulit untuk diubah lagi dan akhirnya ia digantikan oleh calon lain dari Partai Demokrat yaitu,



36 Wawancara Annangguru Syarifah, Pimpinan Panti Asuhan alMuhdar, di Mapilli pada tanggal 7 Juni 2010.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 150 Andi Mappangara yang saat ini menjabat sebagai wakil ketua 1 DPRD Kabupaten Polewali Mandar.37 c. Konsultan Spiritual dan Supranatural Semenjak mundurkan diri sebagai anggota DPRD, ia kemudian konsentrasi membina panti asuhan yang selama lima tahun ditinggalkan karena fokus sebagai anggota dewan. Ia mulai membenahi administrasi dan pembinaan kepada anak-anak panti terutama pembinaan akhlak, sikapnya yang konsisten menjadikannya semakin populer di Polewali Mandar, kediamannya di Panti Asuhan Mapilli mulai dikunjungi oleh masyarakat untuk berkonsultasi masalah agama dan suprantural, atau masalah pribadi dan lain-lain, ia pun memberikan waktu untuk mereka, sehingga kesibukannya semakin bertambah, selain melayani tamu yang ingin konsultasi ia juga banyak menerima undangan dari masyarakat sebagai pengisi majelis taklim dan lain-lain. Kiprah dan kontribusi Annangguru Syarifah Tanri Ampa dalam pembinaan umat, berangkat dari panti asuhan dan madrasah kemudian ia salurkan ke masyarakat. Prinsipnya berbuatlah apa yang kamu bisa lakukan untuk orang lain dan jangan pernah selalu ingin menerima imbalan, karena imbalan yang hakiki itu dari Allah swt.38 Tanpa mengenal lelah ia ingin menghabiskan sisa hidupnya untuk memberikan pelayanan dan bimbingan kepada masyarakat terutama bimbingan agama. Ia ingin melanjutkan citacita kakeknya, Sayid al-Muhdar al-Attas yaitu sebagai ulama yang selalu meluangkan waktunya untuk pembinaan umat dan memberikan



37



Wawancara Alimuddin Lidda, Anggota DPRD Polewali Mandar (1999-2004), di Polewali pada tanggal 8 Juni 2010. 38 Wawancara Annangguru Syarifah, Pimpinan Panti Asuhan alMuhdar, di Mapilli 7 Juni 2010. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 151 pendidikan agama kepada masyarakat sebagai bekal hidup dan selalu menyandarkan diri kepada Allah swt. Memperhatikan anak-anak yang kurang mampu terutama anak yatim piatu, supaya mereka disekolahkan seperti halnya anak-anak lainnya, terutama memberikan pembinaan agama. Itulah sebabnya kemudian Annangguru Syarifah memilih meninggalkan dunia politik dan konsentrasi pada pembinaan panti asuhan dan madrasah miliknya. 3. Hj. Alwiah Hj. Alwiah di kalangan keluarganya disapa Ummi Lawi, masyarakat umum biasanya menyapa dengan sebutan Annangguru Alwiah, ia lahir di Pambusuang pada tanggal 18 Oktober 1943. Sebagai anak kedua dari empat bersaudara, adapun saudara adalah H. Maknun, Hj. Lulu dan H. Saggaf. Sebagaimana halnya mayoritas annangguru di Mandar yang lahir dan besar di lingkungan annangguru, iapun demikian karena ayahnya adalah Annangguru yang bernama Fatahannu tokoh agama yang dihormati di kalangan masyarakat Pambusuang aktivitas kesehariannya adalah sebagai pengajar kitab kuning sedangkan ibunya bernama St. Asyiah seorang guru mengaji atau Annangguru Pangaji, kakek dari ayahnya adalah seorang annangguru yang lama bermukim di tanah suci Makkah belajar agama di Masjid al-Haram, dari garis kakeknya inilah keturunan langsung Annangguru Nuh pencetus pengajian kitab kuning di Pambusuang putra Syekh Addyin pendiri Masjid Taqwa Pambusuang berasal dari Gersik Jawa Timur, menurut beberapa sumber ia masih keturunan Maulana Malik Ibrahim penganjur Islam di tanah Jawa. Sejak kecil ia didik untuk belajar agama, yang dimulai belajar membaca al-Qur’an dan ilmu Tajwi>d, sejak usia tujuh tahun ia telah mengkhatamkan al-Qur’an beberapa kali, pada usia lima belas tahun DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 152 ia dididik langsung oleh ayah dan kakeknya belajar bahasa Arab, seperti qawa>id, nahwu syaraf. Pendidikan formalnya ia tempuh di Madrasah Ibtidaiyah Pambusuang dan Madrasah Tsanawiyah Tinambung, semasa belajar di madrasah ia tergolong anak yang cerdas dan mudah bergaul dengan siapa saja tanpa melihat status sosialnya, terbukti ia mempunyai banyak teman dan sangat sopan terhadap orang yang lebih tua, demikianlah didikan ayahnya supaya ia bergaul dengan siapa saja dan menghargai yang lebih tua darinya. Ia bercita-cita menjadi guru agama, atas minat tersebut kemudian ia disarankan oleh ibunya supaya sekolah di Pendidikan Guru Agama (PGA 4 tahun) di Polewali, selama empat tahun ia belajar di PGA, tapi baginya belum merasa cukup kemudian ia melanjutkan kuliah di Fakultas Tarbiyah IAIN Alauddin dan berhasil meraih gelar sarjana (Dra) di bidang pendidikan Agama Islam. a. Guru Agama dan Kepala Sekolah Pada tahun 1970-an di Kantor Departemen Agama Kabupaten Polewali Mamasa (sekarang Polewali Mandar) di bawah pimpinan H. Mahmoeddin, membutuhkan guru-guru agama yang akan ditempatkan di beberapa madrasah yang terdapat di kecamatan, sehingga sebagian besar lulusan PGA langsung diangkat sebagai guru agama, yang kemudian diusulkan untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Salah satu guru agama yang terangkat PNS adalah Annangguru Alwiah yang ditempatkan di Madrasah Tsanawiyah Tinambung, hanya beberapa tahun di Tinambung, ia dimutasi ke Madrasah Tsanawiyah (MTs) DDI Polewali pada tahun 1983, semenjak itulah ia kemudian menetap di Polewali. MTs DDI yang terletak di Kelurahan Wattang Polewali, tepatnya di tengah ibukota kabupaten, menjadikan sekolah ini sangat diminati, meskipun hanya sekolah swasta di bawah naungan Daru ad-Dakwah wa-Irsyad (DDI), DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 153 tetapi antusias orang tua sangat tinggi untuk menyekolahkan anaknya di sekolah ini, Annangguru Alwiah yang mengajarkan mata pelajaran Bahasa Arab dan ilmu Fiqh, menjadi salah satu guru yang disenangi oleh siswa. Saya diajar Annangguru Alwiyah pada tahun 1982 di MTs DDI Polewali, ia mengajar ilmu Fiqh dan Bahasa Arab, dengan penguasaan materi yang bagus dan cara mengajar yang mudah dimengerti. Iapun menganggap kami siswanya sebagai anak sendiri sehingga kami sangat akrab.39 Demikianlah kedekatannya dengan siswa, terkesan sebagai guru yang bersahaja, murah senyum namun sangat disiplin. Ia mendidik siswanya supaya memanfaatkan waktu dengan sebaikbaiknya. Pada prinsipnya ia lebih mengutamakan pembinaan akhlak, karena akhlak yang baik adalah kunci kesuksesan. Pada tahun 1990 ia diangkat menjadi Kepala Sekolah MTs DDI Polewali, sebagai guru senior dan berpengalaman sebagai pertimbangan utama sehingga ia diangkat. MTs DDI dibawah kepemimpinannya semakin maju dan sukses, terbukti semakin banyaknya prestasi yang diraih sekolah ini untuk bersaing dengan sekolah-sekolah negeri lainnya. Kharismatik Annangguru Alwiyah yang dikenal masyarakat luas membuat banyak orang tua yang menitipkan anaknya untuk sekolah di MTs DDI. Selain beraktivitas sebagai kepala sekolah dan pengajar, ia masih sempat mengajar mengaji anak-anak tetangga pada sore hingga malam hari. Baginya mengajar agama adalah cita-cita sejak kecil yang membantu untuk mencerdaskan generasi muda dan mempelajari ilmu agama sebagai bekal hidup.



39 Wawancara Wahyuni, Alumnus MTs DDI Polewali, di Polewali 10 Juni 2010.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 154



b. Aktivitas Sosial Membina Panti Asuhan dan Konsultan Spiritual dan Suprantural Panti Asuhan Husnu al-Kha>timah didirikan oleh Annangguru Alwiyah setahun sebelum ia pensiun, motivasi mendirikan panti asuhan adalah keprihatian melihat anak-anak kurang mampu dan anak-anak yatim yang tidak mendapat pendidikan dan pembinaan akhlak dari orang tuanya. Semenjak ia mendirikan panti asuhan kesibukannya semakin bertambah meskipun telah memasuki masa pensiun. Malam tanggal 12 Juni 2010 tepat pukul 20.00 wita, penulis tiba di kompleks Yayasan Husnu al-Kha>timah, terletak di jalan Olahraga Kelurahan Wattang Polewali, sebuah yayasan panti asuhan dibawah Pimpinan Annangguru Alwiyah yang didirikan sejak tahun 2002, berjarak kurang lebih lima ratus meter dari kediaman penulis. Panti asuhan dan kediamannya menyatu dan terletak tepat di belakang masjid panti asuhan. Rumah tersebut berlantai dua, lantai pertama berdinding batu bata dengan lantai tegel sedangkan lantai dua berdinding dan berlantai kayu. Setelah bertanya pada salah seorang anak panti asuhan yang bernama Rahim, penulis langsung diantar ke rumah annangguru. Di ruang tamu telah dipenuhi oleh pengunjung yang akan berkonsultasi. Biasanya yang dikonsultasikan adalah perihal kehidupan sehari-hari, seperti, sulit dapat jodoh, ingin melakukan perjalanan jauh untuk mencari kerja atau bersekolah, bahkan yang ingin mendapatkan dan mempertahankan posisi tertentu dalam sebuah instansi atau perusahaan. Di sana penulis juga menemukan seorang ibu yang minta didoakan supaya suaminya tetap sayang dan mencintainya. Berprofesi sebagai konsultan spiritual dan kehidupan adalah sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Semenjak ia mendirikan panti asuhan masyarakat semakin banyak DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 155 yang mengunjunginya untuk bersilaturrahmi dan berkonsultasi bagi mereka mempunyai problem keluarga atau masalah apa saja. Selain aktif sebagai pembina panti asuhan dan konsultan spiritual, ia juga aktif berorganisasi di muslimat NU dan membina taman pendidikan al-Qur’an (TPA) miliknya. Selain panti asuhan yang ia dirikan pada tahun 2002 ia juga mendirikan madrasah tsanawiyah di atas tanah yang diwakafkan oleh Andi Sa’ad Pasilong (mantan Bupati Polewali Mamasa). Sejak tahun 2008 ia bekerja sama dengan salah satu travel umrah dan haji milik keluarganya di Jakarta untuk membuka cabang di Polewali Mandar. Para annangguru yang diamati tersebut terdiri dari tujuh annangguru tiga diantaranya adalah annangguru perempuan selebihnya adalah annangguru laki-laki, salah satu keunikan di Mandar adalah bahwa annangguru juga dapat dikenakan oleh perempuan. Pada umumnya annangguru tersebut lahir dan besar di lingkungan annangguru, secara geneologis keturunan annangguru diantaranya adalah putra atau putri seorang annangguru, yaitu: Annangguru Sybli, putra Annangguru Sahabuddin; Annangguru Marhumah, putri Annangguru Thahir; Annangguru Syarifah Tanri Ampa, cucu Sayid Muhdar al-Attas, ulama dari Barru kemudian mengajarkan pengajian kitab kuning di Mapilli; Annangguru Alwiyah, cucu Annangguru Syahabuddin, Pimpinan Pengajian Kitab di Pambusuang pada masanya; demikian pula Annangguru Bisri dan Annangguru Sopian adalah masih turunan langsung dari Syekh Abdullah bin Addyin, pemimpin pengajian kitab di Pambusuang (1755-1793); kemudian Annangguru Latif Busyra, putra dari Busyra, seorang tokoh agama yang disegani di Masalembu. Pendidikan nonformal mereka semuanya dimulai dari belajar membaca al-Qur’an dan ilmu Tajwi>d yang dipandu langsung oleh keluarga dekat mereka, lalu dilanjutkan dengan mempelajari DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 156 kitab kuning pada annangguru. Pendidikan formal semuanya berlatar belakang pendidikan agama Islam yang dimulai dari belajar di madrasah atau pesantren. Hanya dua annangguru tidak meraih gelar sarjana yaitu: Annangguru Marhumah dan Annangguru Latif Busyra. Pilihan untuk belajar di madrasah atau pesantren dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dan masyarakat yang berlatar belakang pendidikan agama, seperti di Pambusuang. Hubungan intelektual para annangguru tersebut bertemu pada Sayid Alwi pengajar kitab kuning di Pambusuang sekitar tahun 1899-1910 dan putranya bernama Sayid Hasan Alwi (Imam Masjid Taqwa Pambusuang 1934-1944) yang belajar agama langsung pada ayahnya. Adapun hubungannya sebagai berikut: Annangguru Sybli belajar agama langsung pada ayahnya, Annangguru Sahabuddin, murid dari Annangguru Saleh, sedangkan Annangguru Saleh belajar agama pada Sayid Hasan Alwi putra Sayid Alwi. Annangguru Sopian belajar agama langsung pada Annangguru Saleh murid Annangguru Sayid Hasan Alwi, lalu Annangguru Marhumah belajar agama atas bimbingan ayahnya Annangguru Thahir, murid dari Sayid Alwi. Demikian pula Annangguru Latif Busyra belajar agama pada Annangguru Thahir, murid Sayid Alwi. Annangguru Bisri belajar pada Annangguru Syauka’ding murid dari Annangguru Saleh. Adapun Annangguru Syarifah belajar agama pada keluarganya di Pambusuang yang keturunan sayid, menurut H. Suaib Abdullah putra Annangguru Abdullah Said, sebagian besar keturunan sayid di Pambusuang belajar agama dipantau langsung keluarganya yang kemungkinan besar salah satu keluarganya belajar pada Sayid Hasan Alwi. Hubungan intelektual ini memberikan gambaran kajian keagamaan di Mandar sejak dahulu telah terorganisir dengan baik lewat pengajian kitab dari generasi ke generasi. Pambusuang sebagai pusat kajian kitab kuning memberikan penguatan bahwa ketujuh DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 157 annangguru tersebut sumber keilmuannya berasal dari Pambusuang. Pembagian pada tiga tipologi annangguru di atas berdasarkan pada kedudukan dan perannya di masyarakat yaitu: Pertama: annangguru yang berkiprah pada dunia kampus, politisi dan pelaku tarekat dan annangguru yang fokus pada dunia dakwah atau menjadi seorang muballigh, yaitu Annangguru Sybli dan Annangguru Sopian. Kedua: annangguru yang hidup di lingkungan pesantren dan pembinaan pengajian kitab kuning. Dalam kategori ini adalah: Annangguru Latif Busyra dan Annangguru Bisri. Ketiga: annangguru yang konsentrasi sebagai pembina panti asuhan dan konsultan spiritual dan supranatural. Pada bagian ketiga ini disandang oleh tiga annangguru perempuan yaitu: Annangguru Marhumah, Annangguru Alwiah dan Annangguru Syarifah Tanri Ampa. Ada perbedaan antara annangguru laki-laki dan perempuan yaitu: annangguru yang berjenis kelamin perempuan memiliki panti asuhan, sedangkan annangguru yang berjenis kelamin laki-laki tidaklah demikian mereka lebih konsentrasi pada pengembangan institusi pendidikan dan dakwah. Ketiga annangguru perempuan tersebut belum ada yang menikah, hingga usia mereka sudah tergolong tua, apakah ini faktor kebetulan atau tidak? Para annangguru perempuan tersebut selain berasal dari turunan annangguru mereka juga masih tergolong darah bangsawan Mandar, sehingga selain disapa dengan sebutan annangguru, masyarakat kadang menyapa dengan panggilan puang atau daeng.40 Salah satu faktor inilah sehingga kaum pria segan melamarnya. Meskipun mereka tidak menikah tetapi dalam 40 Puang dan daeng adalah sapaan yang diperuntukkan bagi masyarakat Mandar yang masih tergolong turunan bangsawan.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 158 pandangannya, mereka memiliki anak yang cukup banyak, yaitu anak-anak panti asuhan, menurut penuturan Annangguru Syarifah. Anak saya tersebar di mana-mana, waktu saya menjabat sebagai anggota dewan, jika ada kunjungan luar kota, saya selalu dijemput anak saya yang pernah diasuh di panti asuhan yang telah sukses di perantauan. Jadi, saya selalu enak jika mendatangi satu daerah. Di saat saya berkunjung ke Kalimantan dan Jawa, saya tidak pernah menyangka jika anak yang pernah saya asuh di panti telah berhasil, syukur Alhamdulillah.41 Demikian pula yang dirasakan oleh Annangguru Alwiyah dan Annangguru Marhumah. Anak-anak panti yang mereka pernah asuh telah banyak yang sukses. Tujuh annangguru tersebut di atas yang menjadi obyek penelitian dalam disertasi ini, dapat dirangkumkan dalam tabel di bawah ini yang meliputi status atau kedudukannya, basis-basis legitimasinya dan peranannya di tengah masyarakat, dalam tabel di bawah ini nampak perbedaan dan persamaan antara annangguru yang satu dengan yang lainnya, yang terurai dalam tiga tabel berikut ini: Tabel 2 Status/ Kedudukan Annangguru No 1



2



Nama Annangguru Status / Kedududukan H. Sybli Rektor Universitas Asy’ariah Mandar Sahabuddin Polewali Mandar, Ketua PW.NU Sulawesi Barat, Anggota DPD MPR RI Wakil Sulawesi Barat, Mursyid Tarekat Qadiriah H. Fauzi al-Mahdali Muballigh, Imam Mesjid



41



Hasil wawancara di Mapilli, pada tanggal 7 Juni 2010. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 159 3



4



5



6



7



H. Latif Busyra



Pimpinan Pengajian Kitab, Pimpinan Pesantren Salafiah Campalagian Spiritual Bisri Imam Masjid Taqwa Pambusuang, Pimpinan Pesantren Nuhiah dan Pimpinan Pengajian kitab di Pambusuang, Penyuluh Agama Kementrian Agama di Kec Balanipa, Sumber Rujukan Spiritual Hj. Marhumah Pimpinan Majelis Taklim Campalagian, Sumber rujukan Spiritual, Pimpinan Panti Asuhan atTahiriyah Hj. Syarifah Tanri Pimpinan Panti Asuhan H.S. alAmpa Muhdar al-Attas, Pimpinan LSM Perlindungan Anak dan Perempuan, sumber rujukan spiritual dan supnatural Hj. Alwiah Pimpinan Panti Asuhan Husnu alKhatimah, sumber rujukan spiritual dan suprnatural, Pembina Taman Pendidika al-Qur’an Sumber Data yang diolah dari berbagai sumber 2017



Tabel 2 menggambarkan status annangguru di tengah masyarakat, status (kedudukan) diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial. Sedangkan kedudukan sosial (social status) artinya tempat seseorang secara umum dalam masyarakat sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulan, prestise, hak dan kewajibannya. Namun untuk DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 160 mempermudah dalam pengertiannya maka dalam kedua istilah di atas akan dipergunakan dalam arti yang sama dan digambarkan dengan istilah “kedudukan” (status) saja. Masyarakat pada umumnya mengembangkan dua macam kedudukan (status), yaitu sebagai berikut: pertama, ascribed status yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memerhatikan perbedaaan rohaniah dan kemampuan. Kedudukan ini diperoleh karena kelahiran. Kedua, achieved status yaitu kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha yang disengaja. Kedudukan ini bersifat terbuka bagi siapa saja, tergantung dari kemampuan masing-masing dalam mengejar serta mencapai tujuannya. Kadang-kadang dibedakan lagi satu macam kedudukan, yaitu assigned status, merupakan kedudukan yang diberikan. Status ini sering berhubungan erat dengan achieved status, dalam arti bahwa suatu kelompok atau golongan memberikan kedudukan yang lebih tinggi kepada seseorang yang berjasa telah memperjuangkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat.42 Status (kedudukan) annangguru berada pada ascribed status dan achieved status, yang diperoleh sejak lahir sekaligus diusahakan mencapai kedudukan tersebut. Tabel 3 Basis Institusi Annangguru No Nama Annangguru Basis Kelembagaan 1 H. Sybli Sahabuddin 1.Universitas Asy’ariah Mandar 2.Kelompok Tarekat Qadiriah Mandar 2 H. Fauzi al-Mahdali Kelompok Pengajian 42



http://www.scribd.com/doc/13055094/makalah-sosiologi-peran-



norma. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 161 3



4



5



6 7



H. Latif Busyra



1.Pesantren Salafiah Campalagian 2.Kelompok Pengajian Kitab Kuning Campalagian Bisri 1.Pesantren Nuhiah. 2.Masjid Pambusuang Pengajian Kitab Pambusuang Hj. Marhumah 1. Panti Asuhan at-Tahiriah Lapeo 2. Kelompok Majelis Taklim Campalagian Hj. Syarifah Tanri Panti Asuhan H.S.Muhdar Ampa Hj. Alwiah Panti Asuhan Husnu al-Khatimah



Tabel 3 di atas, menggambarkan basis kelembagaan annangguru, Basis institusi merupakan tempat kewenangan seorang annangguru atau tempat pengakuan eksistensi keannangguruannya dalam melaksanakan tugas keseharian. Adapun basis-basis kelembagaan annangguru dapat dilihat di tabel 10 di atas, setiap annangguru mempunyai basis legitimasi yang sama atau sekaligus berbeda, sesuai dengan kedudukannya di dalam masyarakat, misalnya Sybli Sahabuddin sebagai ketua yayasan Unasman basis kelembagaannya adalah kampus Unasman, berbeda dengan Busyra Latif sebagai pimpinan Pesantren Salafiah sekaligus sebagai basis legitimasinya.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 162 Tabel 4 Peran Sosial Keagamaan Annangguru No Nama Annangguru 1 2 3 4



5 6



7



Peran Sosial Keagamaan Annangguru H.Sybli Sahabuudin Dosen, Musyid Tarekat, Senator H. Fauzi al-Mahdali Muballigh H. Latif Busyra Pengajar Kitab Kuning Bisri Pengajar Kitab Kuning, Guru Madrasah, Imam Masjid dan Penyuluh Agama Hj. Marhumah Konsultan Supranatural dan Spiritual, Pemerhati Anak Hj. Syarifah Tanri Konsultan Supranatural dan Ampa Spiritual, Pemerhati Anak, Pengajar Pengajian al-Qur’an Hj. Alwiah Konsultan Supranatural dan Spiritual, Pemerhati Anak dan Guru Madrasah



Tabel 4 memetakan peranan (role) annangguru dalam masyarakat Mandar. Peran tersebut ia duduki sesuai dengan statusnya atau kedudukannya di tengah masyarakat. Berdasarkan peran annangguru di Mandar, penulis telah membedakan berdasar pada tipologi annangguru sebagaimana telah diuraikan pada bab I, yaitu; annangguru yang berkedudukan sebagai Pimpinan Perguruan Tinggi, Pimpinan Tarekat, politisi dan muballigh, kemudian Pimpinan Pesantren dan pengajian kitab serta annangguru berkedudukan sebagai Pimpinan Panti Asuhan dan konsultan supranatural dan spiritual. Masalah tarekat, annangguru mempunyai peran tersendiri di tengah masyarakat. Annangguru berperan sesuai dengan kedudukan atau posisinya pada institusi atau lembaga formal maupun nonformal yang dipimpin. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 163 Misalnya sebagai Pimpinan Pesantren, berperan sebagai manager dalam mengatur lembaga formal dan disisi lain ia sebagai pengajar ilmu agama. Demikian pula kedudukannya sebagai pemimpin lembaga pendidikan atau sosial, ia berperan sesuai dengan jabatannya. Semakin banyak status yang ia miliki semakin banyak pula peran yang ia lakukan, misalnya: Annangguru Sybli ia memiliki beberapa status seperti sebagai anggota DPD RI wakil Sulawesi Barat, ketua yayasan Asy’ariah Mandar, muballigh, mursyid tarekat, posisinya tersebut menjadikan ia memiliki peranan yang lebih luas di tengah masyarakat, jabatannya sebagai anggota DPD RI membuatnya harus bersentuhan dengan masyarakat luas di berbagai profesi sesuai dengan peran-peran anggota DPD RI, yang sudah melampaui fungsinya sebagai annangguru yang hanya berkiprah di bidang keagamaan. Jika dibandingkan dengan Annangguru Sopian yang hanya berstatus sebagai muballigh, atau annangguru yang fokus sebagai pembina pengajian kitab. Ketujuh annangguru tersebut di atas memiliki hubungan intelektual melalui jalur pendidikan agama informal yang berpusat di Pambusuang sebagai pusat pengajian kitab agama-agama Islam, pendidikan yang diperoleh para annangguru tersebut dari berbagai macam ilmu agama, mulai dari ilmu tajwid, dasar-dasar bahasa Arab hingga belajar kitab-kitab kuning yang terdiri dari kitab tafsir, fiqh, nahwu, tasawuf, ushul fiqh dan lain-lain. Adapun hubungan intelektual tersebut dapat dilihat pada skema di bawah ini:



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 164 Skema hubungan intelektual para annangguru



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 165 Pada skema hubungan intelektual annangguru di atas dapat diuraikan: Annangguru Syarifah Tanri Ampa belajar kepada ibunya Annangguru Fatimah Assegaf dasar-dasar agama Islam, meliputi ilmu Tajwid, dan bahasa Arab. Kemudian Annangguru Fatimah Assegaf belajar agama kepada Annangguru Saleh, seterusnya Annangguru Saleh belajar berbagai macam ilmu agama seperti Tasawuf, Tafsir, Hadits melalui pengajian di Mesjid Taqwa Pambusuang yang dipimpin oleh Sayyid Hasan Alwi yang juga pendiri Madrasah Arabiah Islamiah di Pambusuang, Sayyid Hasan Alwi belajar langsung dari ayahnya Sayyid Alwi, beliau adalah pimpinan pengajian kitab kuning di Pambusuang sekitar tahun 1890 M. Annangguru Sybli belajar pada ayahnya Annangguru Prof Sahabuddin ilmu Tasawuf, yang ia terima dari Annangguru Saleh, demikian pula halnya Annangguru Bisri belajar berbagai macam ilmu agama dari Annangguru Syauka’ding, murid dari Annangguru Saleh, sedangkan Annangguru Latif Busyra dan Annangguru Marhumah belajar ilmu agama langsung dari Annangguru Tahir murid dari Annangguru Sayyid Hasan Alwi, kemudian Annangguru Alwiah belajar agama dari ayahnya Annangguru Fatahannu murid dari Annangguru Shahabuddin Imam Masjid Taqwa dan pimpinan pengajian kitab di Pambusuang (1922-1934 M), kakek dari Annangguru Alwiah, sedangkan Annangguru Shahabuddin selain pernah menimba ilmu di Mekkah ia juga pernah belajar kepada Sayyid Alwi. Kesimpulannya adalah hubungan intelektual para annangguru tersebut bertemu pada Sayyid Hasan Alwi yang istrinya masih keturunan Syekh Addyin (w. 1755 M) atau guru Gede pendiri pengajian kitab pertama di Mandar.43 43 Hasil wawancara dengan Annangguru Syuaib Abdullah, Imam Masjid Agung Syuhada Polewali, 5 April 2009



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 169



BAB IV DINAMIKA TANTANGAN ANNANGGURU DALAM MASYARAKAT MANDAR Perubahan yang terjadi pada masyarakat disebut dengan perubahan sosial. Apakah perubahan itu mengenai pakaian, alat transportasi, pertambahan penduduk, ataupun tingkah laku anak muda. Pada beberapa pemikir terdapat tiga tipe perubahan yaitu: perubahan peradaban, perubahan budaya dan perubahan sosial. Perubahan budaya berhubungan dengan perubahan yang bersifat rohani seperti keyakinan, nilai, pengetahuan, ritual, apresiasi seni, dan sebagainya. Sedangkan perubahan sosial terbatas pada aspek hubungan sosial dan keseimbangannya. Meskipun begitu perlu disadari bahwa sesuatu perubahan di masyarakat selamanya memiliki mata rantai di antara elemen yang satu dan elemen yang lain dan dipengaruhi oleh elemen yang lain. Berikut adalah teori yang membahas tentang perubahan sosial. Untuk itu, terlebih dahulu perlu dicatat bagaimana tingkat dan sifat peralihan dari perubahan itu sendiri di masyarakat. Pada masyarakat yang tergolong bersahaja relatif jarang dan lamban terjadi perubahan-perubahan. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 170 Pada masyarakat semacam itu elemen-elemen dasarnya seperti tradisi, ritual dan hierarki sosial yang berlangsung, biasanya dipegang kuat oleh para warga secara bersama-sama. Pergolakan revolusi dan gerakan emansipasi serta penemuan-penemuan baru di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan sosial jika dilihat dari sebabnya menurut WJH spott, ada perubahan yang datangnya dari luar, seperti visi, pendudukan, kolonialisme dan termasuk juga wabah penyakit. Di samping itu ada perubahan yang datangnya dari dalam dan perubahan ini dibagi menjadi dua yaitu perubahan episode dan perubahan terpola. Perubahan episode adalah perubahan yang terjadi sewaktu-waktu biasanya disebabkan oleh kerusuhan atau penemuan-penemuan. Sedangkan perubahan terpola adalah perubahan yang memang direncanakan atau diprogramkan sebagaimana yang dilakukan dalam pembangunan. Dari berbagai macam sebab perubahan sosial, semuanya bisa dikembalikan pada tiga faktor utama yaitu: faktor fisik dan biologis, faktor teknologi dan faktor budaya. Posisi pendidikan dalam perubahan sosial sesuai dengan pernyataan Eisenstadt, institusionalisasi merupakan proses penting untuk membantu berlangsungnya transformasi potensi-potensi umum perubahan sehingga menjadi kenyataan sejarah dan pendidikan menjadi salah satu institusi yang terlibat dalam proses tersebut. Pendidikan adalah suatu institusi pengkonservasian yang berupaya menjembatani dan memelihara warisan-warisan budaya masyarakat. Di samping itu pendidikan berfungsi untuk mengurangi kepincangan yang terjadi dalam masyarakat. Pendidikan harus dipandang sebagai institusi penyiapan anak didik untuk mengenali hidup dan kehidupan itu sendiri, jadi bukan untuk belajar tentang keilmuan dan keterampilan, karena itu yang DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 171 terpenting bukanlah mengembangkan aspek intelektual tetapi lebih pada pengembangan wawasan, minat dan pemahaman terhadap lingkungan sosial budaya.1 Annangguru dalam perkembangannya dalam masyarakat Mandar yang berubah mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman dan semakin derasnya arus globalisasi masyarakat Mandar mengalami perubahan, baik budaya maupun sosial yang berdampak pada eksistensi annangguru di tengah masyarakat. Akibat perubahan dalam masyarakat tersebut menjadi sebuah tantangan bagi annangguru, adapun tantangan itu adalah: A.



Krisis keannangguruan dan Stagnasi Pengajaran Krisis keannangguruan dan stagnasi pengajaran annangguru adalah dua kata yang sangat berkaitan, krisis keannangguruan yang dimaksud adalah annangguru secara individu, sedangkan stagnasi ajaran adalah pola, cara, dan materi yang disampaikan annangguru yang mengalami penurunan, masalah personal dan stagnasi pengajaran meliputi: 1. Krisis Kader Annangguru Krisis kader annangguru terjadi karena semakin banyaknya annangguru yang meninggal dunia, atau semakin kurangnya annangguru kharismatik di tengah masyarakat, jadi krisis keannangguruan diartikan sebagai berkurangnya annangguru dari segi kuantitas maupun kualitas. Sehingga para santri yang belajar pada kelompok pengajian kita>b kuning maupun di pesantren nantinya diharapkan dapat menjadi seorang annangguru atau ulama yang meneruskan perjuangan gurunya. Yaitu, mengajarkan ilmu agama 1 http://prasetyowidi.wordpress.com/2010/01/03/definisiperubahan-sosial-dan-tipe-tipe-perubahan-sosial/.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 172 kepada masyarakat dan mengamalkannya dengan berpegang teguh kepada nilai-nilai moral. Tradisi mentransfer atau mengajarkan keilmuan Islam di tempat-tempat pengajian kita>b kuning di Mandar sejak awal perkembangannya pada abad 18 M hingga pasca kemerdekaan dan orde baru berlangsung dengan baik. Salah satu prestasi dari adanya tradisi pengajian dan pesantren di Mandar adalah bertambahnya jumlah annangguru dari waktu ke waktu. Bahkan setiap daerahpun kini memiliki annangguru kharismatik yang menjadi panutan masyarakat. Misalnya, Annangguru Shaleh kelahiran Pambusuang yang kemudian membuka pengajian di Majene, diikuti oleh Puayi Daeng. Kemudian Annangguru H. M. Tahir di Lapeo, Annangguru Mas’ud di Wonomulyo. Seorang annangguru sesungguhnya bukan hanya memiliki kepandaian dan penguasaan yang mendalam terhadap ilmu agama. Tetapi, juga dituntut menguasai berbagai kemampuan lain yang berkaitan dengan sikap dan kehidupan, yaitu, annangguru itu wara’, salik, sederhana, komitmen terhadap kesejahteraan umat lahir batin, mandiri, independent atau memiliki pribadi yang tidak terikat dari pengaruh apapun. Pengajian kita>b pada masa lalu inilah yang menjadi lokomotif untuk mencetak calon annangguru-annangguru terbaik, dikarenakan bentuk pengajian dan pengajaran dikelola dengan profesional dan penuh tanggung jawab. Ditambah dengan animo masyarakat begitu tinggi untuk memperdalam ilmu agama. Hal itu terlihat pada masa H. Nuh (1825-1858) hingga Annangguru Abdullah Said (1984) di Pambusuang, demikian pula pada masa Annangguru Maddapungan (1853-1954).



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 173 Menurut catatan Annangguru Syu’aib Abdullah2 Imam Masjid Agung Syuhada Polewali, bahwa salah satu ulama yang cukup berperan di Mandar yang mencetak banyak annangguru adalah Sayyid Hasan Al-Yamani (wafat di Makkah 1973). Adapun muridmurid Sayyid Hasan al-Yamani adalah: Annangguru H. S. Hasan bin Sahal (Pambusuang), Annangguru H. Matini (Pambusuang), Annangguru H. Jawhari (Pambusuang dan Lapeo), Annangguru H. Kanna Khadijah (Campalagian), Annangguru H. Pg. Kali Ma’mun (Polewali), Annangguru H. Mahmud Imam Pappang (Campalagian), Annangguru H. Mahmud Kali Binuang (Binuang), Annangguru H. Muhammad Zain (Campalagian), Annangguru H. Maddappungan (Campalagian), Annangguru Dg. Ma’mun Imam Wattang (Polewali), Annangguru H. Abd. Hafidz (Pambusuang), Annangguru H. Suyuti (Pambusuang), Annangguru H. Nadjamuddin (Lapeo), Angrengguru H. Muh Nur Imam Masjid Raya Makassar 1952. Di Polewali Mandar telah berdiri cukup banyak madrasah, pesantren, dan kampus perguruan tinggi di bawah naungan Departemen Agama. Meskipun demikian, kuantitas dan kualitas pendidikan Islam modern ternyata tidaklah menjamin munculnya ananngguru-annangguru muda, tapi yang justru terjadi adalah krisis keannangguruan.3 Berdasarkan data yang penulis temukan di masyarakat, jumlah annangguru di Polewali Mandar dari tahun ke tahun mengalami penurunan.



2



Hasil Wawancara Annangguru Syu’aib Abdullah, Imam Masjid Syuhada Polewali, pada tanggal 10 September 2010 di Polewali. 3 Krisis keannangguruan adalah: semakin berkurangnya annangguru yang ditemukan dalam masyarakat, bahkan ada beberapa daerah di Mandar yang sudah tidak memiliki annangguru. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 174 Berikut daftar tabel annangguru mulai tabel 11 sampai tabel 17, data mulai tahun 1950-2010, penentuan periode bukan berdasarkan kelahiran dan kematian tetapi berdasarkan pada masa kejayaan atau produktif annangguru berkiprah di masyarakat, disertai dengan spesifikasi keilmuan, berikut ini pembagiannya sebagai berikut: Tabel 5 Annangguru di Tinambung Periode 1950-1970 No 1. 2. 3.



Nama Annangguru Annangguru H. Djalaluddin Gani Annangguru H. Ka’do Annangguru H. M. Shaleh



Spesifikasi Ilmu Ilmu Tafsi>r dan Hadits Ilmu Fiqh Ilmu Tas}awuf dan



Tarekat Ilmu Balaghah Ilmu Qawa>’id



4. Annangguru Latif Subaidi 5. Annangguru H. Jurairi Data pribadi: Annangguru Syu’aib Imam Masjid Syuhada Polewali Tabel 5 adalah daftar nama annangguru di Kecamatan Tinambung yang masa kepopuleran annangguru tersebut pada tahun 1950-1970, kelima annangguru tersebut di atas memiliki spesifikasi keilmuan yang berbeda, khusus annangguru H. M. Shaleh adalah mursyid tarekat Qadiriah, juga dikenal sebagai annangguru tareka’ (tarekat), sedangkan Annangguru H. Djalaluddin Gani, dalam struktur Kerajaan Balanipa ia menjabat sebagai qa>di’ atau penasehat mara’dia (raja) di bidang keagamaan, atau disebut dengan mara’dia syara’ (raja syariah, hukum agama).



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 175



Tabel 6 Annangguru di Pambusuang Periode 1950-1970 No 1.



5. 6.



Nama Annangguru Spesifikasi Ilmu Annangguru H. Abdullah Ilmu Tafsi>r, Hadits, Fiqh Keba’ Annangguru H. Abd Hadi Ilmu Fiqh dan Hadits Annangguru H. Ismail Ilmu Hadits dan Fiqh Annangguru H. S. Thaha alIlmu Hadits Mahdali Annangguru H. S. Hasan Alwi Dira>sah al-Isla>miyah Annangguru H. Hafidz Ilmu Tafsi>r, Hadits dan



7.



Annangguru H. Suyuti



2. 3. 4.



Nahwu Ilmu Hadits dan



Tas}awuf Dira>sah al-Isla>miyah Ilmu Hadits dan Tafsi>r



8. 9.



Annangguru H. Ghalib Annangguru H. Nadjamuddin Matini Data pribadi: Annangguru Syu’aib Imam Masjid Syuhada Polewali Tabel 6 adalah nama annangguru di Pambusuang, pada masa ini adalah masa kejayaan annangguru di Pambusuang, kedudukan dan peranan annangguru sangat tinggi dalam masyarakat, karena ditunjang oleh ilmu agama yang sangat mendalam, mereka juga adalah annangguru kharismatik. Pada masa ini pula Pambusuang ramai dikunjungi oleh pangaji kitta’. Masjid Taqwa Pambusuang menjadi pusat kajian kita>b, secara bergantian para annangguru membawakan pengajian dari berbagai disiplin ilmu agama.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 176 Tabel 7 Annangguru di Campalagian Periode 1950-1970 No. 1. 2.



Nama Annangguru Spesifikasi Ilmu Annangguru H. M. Thahir Ilmu Tas}awuf dan Tarekat Annangguru H. Dira>sah al-Isla>miyah 4 Maddapungan 3. Annangguru H. M. Zein Ilmu Fiqh 4. Annangguru H. Ilmu Fiqh, Tafsi>r dan Hadits Nadjamuddin Thahir 5. Annangguru Hafidz Lapeo Ilmu Fiqh 6. Annangguru H. Mahmud Ilmu Tafsi>r dan Hadits Ismail 7. Annangguru H. Mahdi Ilmu Fiqh 8. Annangguru H. Ilmu Fiqh Muhammadiyah Data pribadi: Annangguru Syu’aib Imam Masjid Syuhada Polewali Tabel 7 menampilkan annangguru di Campalagian periode 1950-1970. Pada periode ini, terdapat beberapa annangguru yang mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan kajian Islam di Mandar khususnya di Campalagian, yaitu: Annangguru Maddapungan, pencetus pengajian kita>b di Wilayah Campalagian; Annangguru Thahir adalah annangguru barakka’, sosok annangguru yang diyakini oleh masyarakat Mandar bahwa ia adalah waliullah, karena masa hidupnya banyak kejadian luar biasa terjadi pada diri Annangguru Thahir, sehingga beliau juga dikenal sebagai 4 Annangguru Maddeppungan sebagai pencetus pengajian kita>b kuning di Campalagian, melahirkan beberapa annangguru pangaji kitta’ yaitu: Annangguru H. Mahmud, Annangguru H. Mahdi, Annangguru H. Muh Nur, Annangguru H. M. Zein, Annangguru H. Muhammadiyah.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 177 tomassalama’ (yang diberi karamah oleh Allah). Masjid yang didirikannya di Lapeo menjadi tempat konsultasi keagamaan oleh masyarakat setempat. Tabel 8 Annangguru di Polewali dan Wonomulyo Periode 1970-1980 No Nama Annangguru Spesifikasi Ilmu 1. Annangguru H. M. Idrus Dira>sah al-Isla>miyah 2. Annangguru H. Muhsin Thahir Ilmu Tafsi>r dan Hadits 3. Annangguru H. Arif Lewa Dira>sah al-Isla>miyah 4. Annangguru H. Mas’ud Ilmu Tafsi>r dan Hadits 5. Annangguru H. Mochtar Dira>sah al-Isla>miyah Badawi Data pribadi: Annangguru Syu’aib Imam Masjid Syuhada Polewali Pada tabel 8 di atas terdapat lima annangguru, mereka adalah annangguru yang menjabat sebagai imam masjid: Annangguru H. M. Idrus, Imam Masjid Taqwa Manding Polewali; Annangguru H. Muhsin Thahir, Imam Masjid Jami Polewali; Annangguru H. Mas’ud, Imam Masjid Raya Merdeka Wonomulyo; Annangguru H. Arif Lewa Imam Masjid Jami Polewali; dan yang terakhir Annangguru H. Mochtar Badawi Imam Masjid Ar-Rahman Polewali. Annangguru tersebut selain sebagai pemangku masjid atau imam mereka juga mengajarkan kita>b kuning di rumah mereka masing-masing, bahkan ada yang pernah menjabat sebagai Anggota DPRD Kabupaten Polewali Mamasa (sekarang Polewali Mandar), yaitu: Annangguru H. Muhsin Thahir dan Annangguru H. M. Idrus, sedangkan yang memiliki yayasan pendidikan adalah Annangguru H. Mas’ud di Wonomulyo.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 178 Tabel 9 Annangguru Periode 1980-2000 No 1.



Nama Annangguru Wilayah Spesifikasi Ilmu Annangguru H. Abd Pambusuang Ilmu Hadits Rahman 2. Annangguru H. Yasin Pambusuang Ilmu Fiqh 3. Annangguru H. Polewali Ilmu Tas}awuf Sahabuddin 4. Annangguru H. Polewali Ilmu Tafsi>r Mahmoeddin Data pribadi: Annangguru Syu’aib Imam Masjid Syuhada Polewali Tabel 9 menampilkan annangguru pada periode 19802000. Pada periode ini annangguru mulai berkurang, di Pambusuang hanya 2 yaitu Annangguru H. Abd Rahman dan Annangguru Yasin (Imam Masjid Taqwa Pambusuang), sedangkan di Polewali yaitu Annangguru Sahabuddin pendiri Universitas Asy’ariah Mandar dan Annangguru H. Mahmoeddin, (Kepala Kantor Departemen Agama) di era tahun 1980-1990-an Tabel 10 Annangguru Periode 2000-sekarang No Nama Annangguru Wilayah Spesifikasi Keannangguruan 1. Annangguru H. Sybli Polewali Annangguru Sahabuddin Tareka’ (guru tarekat) 2. Annangguru H. Latif Campalagian Annangguru Busyra Pangaji (guru kita>b kuning) DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 179 3.



Annangguru Sopian



Pambusuang



Annangguru



Mapilli



(Muballig) Annangguru Panti



Polewali



Annangguru Panti



Campalagian



Annangguru



Panda’wa 4. 5. 6. 7.



Annangguru Hj. Sy. Tanri Ampa Annangguru Hj. Alwiyah Annangguru Hj. Marhumah Annangguru Sayid Fauzi



Barakka’ Polewali



Annangguru



Panda’wa (Muballigh)



Pada tabel 10 di atas adalah para annangguru yang diamati dalam penelitian ini, spesifikasinya bukan pada penguasaan keilmuannya tetapi pada spesifikasi keannangguruan yang melekat padanya. Tabel 11 Annangguru Muda Pangaji No. Nama Annangguru Muda Spesifikasi Ilmu 1. Annangguru Muhasib Ilmu Fiqh 2. Annangguru Syahid Ilmu Fiqh 3. Annangguru Bisri Dira>sah al-Isla>miyah 4. Annangguru Sayid Fauzi Ilmu Fiqh Tabel 11 menampilkan annangguru muda yang hanya berjumlah empat orang, mereka inilah yang tetap eksis di masyarakat saat ini sebagai annangguru pangaji di Pambusuang. Dari data



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 180 tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadinya krisis keannangguruan disebabkan hal-hal sebagai berikut: Pertama: Banyaknya jumlah annangguru yang telah meninggal dunia dan tidak mempunyai kader atau generasi. Contohnya, di Kecamatan Polewali sebagai ibukota kabupaten saat ini hanya terdapat dua annangguru, yaitu: Annangguru Sybli Sahabuddin, Rektor Universitas Asy’ariah Mandar; dan Annangguru Hj. Alwiah. Di Kecamatan Wonomulyo hanya terdapat satu annangguru yaitu, Annangguru Bayanuddin Imam Masjid Merdeka Wonomulyo. Di Kecamatan Campalagian ada dua annangguru yaitu: Annangguru Syarifuddin Muhsin Thahir, Imam Lapeo; dan Annangguru Latif, Pimpinan Pondok Pesantren Salafiah Parappe. Kedua: Pengkaderan keannangguruan tidak berjalan secara maksimal, berbeda dengan awal perkembangan pengajian. Pengkaderan annangguru muncul dari pengajian-pengajian kita>b kuning yang diselenggarakan setiap saat, yang mengkaji berbagai kita>b mulai dari pengenalan membaca huruf-huruf hijaiyyah hingga pengkajian kita>b-kita>b tafsi>r maupun kita>b tas}awuf, atau annangguru muncul karena faktor geneologis karena ayahnya seorang annangguru kharismatik, biasanya otomatis putranya menjadi seorang annangguru. Ketiga: Kurangnya minat generasi saat ini untuk sekolah agama dan memperdalamnya. Mereka lebih cenderung belajar ilmuilmu umum, dan bercita-cita ingin menjadi insinyur, dokter, polisi, pengusaha, politisi dan lain-lain, ini juga terjadi pada anak annangguru. Keempat: Pilihan lain, beberapa putra annangguru, mengenyam pendidikan di luar wilayah Mandar, bahkan ke luar



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 181 negeri. Di saat mereka lulus, memilih untuk mencari kerja di tempat lain. 2. Stagnasi Pengajaran Keagamaan (Kajian Kita>b Kuning) Stagnasi berasal dari bahasa Inggris, dari kata “stagnant” artinya yang diam tidak mengalir, atau juga “stagnancy” yang berarti keadaan diam/stagnan tanpa perubahan.5 Dalam bahasa Arab “mauqu>f / mauqifu>n hariju>n” yang berarti “situasi yang krisis”. Sedangkan Pengajaran berarti sesuatu tugas dan aktivitas yang diusahakan bersama oleh guru dan muridnya. Pengajaran ini dirancang oleh guru secara sisitematik dan teliti untuk melaksanakannya dengan kaedah dan teknik mengajar yang sesuai, membimbing, menggalak dan memotivasi murid supaya mengambil inisiatif untuk belajar, demi memperoleh ilmu pengetahuan dan menguasai kemahiran yang diperlukan.6 Stagnasi pengajaran keagamaan (kita>b kuning) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terjadinya kajian yang monoton, tidak mengalami perkembangan dan cenderung tidak menyesuaikan dengan arus globalisasi yang begitu cepat. Akibatnya, kajian-kajian keagamaan yang diajarkan oleh annangguru terkesan stagnan, tidak mengalami perkembangan sehingga berdampak kepada makin kurangnya minat masyarakat untuk melakukan kajian kita>b. Meskipun banyak generasi muda yang menjalani studi di bidang keagamaan Islam, namun mereka cenderung berhenti menjadi intelektual Islam, dan bukan berlanjut menjadikan dirinya meraih posisi sebagai annangguru. Kita>b kuning sebagai kurikulum 5 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1996), hlm. 550. 6 http://sarinapraktikum.blogspot.com/2009/07/definisi-pengajarandan-pembelajaran.html.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 182 pesantren ditempatkan pada posisi yang istimewa. Sebab, keberadaannya menjadi unsur utama dan sekaligus ciri pembeda antara pesantren dan lembaga pendidikan Islam lainnya.7 Namun demikian, pada pesantren-pesantren atau kelompok-kelompok pengajian kita>b kuning8 di Mandar maupun pesantren-pesantren di daerah Bugis (Sulawesi-Selatan), penyebaran keilmuan, jenis kita>b dan sistem pengajaran kita>b kuning memiliki kesamaan, yaitu sorogan dan bandongan. Secara keseluruhan kita>b kuning yang diajarkan di pesantren dan pada komunitas pengajian dapat dikelompokkan dalam delapan bidang kajian, yaitu: nahwu dan sharaf, fiqh, us}hu>l fiqh, tas}awuf dan etika, tafsi>r, hadits, tauhi>d, tarikh dan balaghah. Teks-teks kita>b ini ada yang sangat pendek, ada juga yang berjilid-jilid. Pengelompokkan kita>b kuning ini, dapat digolongkan dalam tiga tingkat, yaitu: kita>b tingkat dasar, kita>b tingkat menengah dan kita>b tingkat atas. Selain itu, berdasarkan periode pengarang (mus}annif), sebelum dan sesudah abad ke-19 M, kita>b kuning dapat dikelompokkan menjadi dua: Pertama, al-Kutub al-Qadimah atau kita>b klasik salaf dan al-Kutub al-‘As}riyyah. Sedangkan kita>b kuning yang dibaca oleh pangaji kitta’ 7



Zamakhsyari Dofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES, 1982), hlm. 51. 8 Ciri khas pengajian kita kita>b kuning di Mandar adalah, dibentuknya kelompok pengajian kita>b kuning, bentuknya nonformal yang diikuti oleh semua kalangan usia dan tidak mengikat, bahkan pesertanya kebanyakan telah menyandang gelar sarjana agama bahkan master agama atau mereka yang telah nyantri di pesantren namun masih perlu memperdalam kita>b kuning, mereka belajar dari awal, mulai dari nahwu sharaf sampai pada pengkajian kita>b - kita>b tafsi>r, fiqh dan tas{awuf, kelompok pengajian ini digelar di masjid dan di rumah annangguru. Sedangkan pesantren adalah sekolah formal yang juga mengajarkan membaca kita>b kuning yang dimasukkan dalam ekstrakurikuler. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 183 di Pambusuang adalah al-Kutub al-Qadimah, yaitu kita>b - kita>b yang ditulis pada abad-19 M. Adapun ciri-ciri kita>b ini adalah: Pertama, bahasa pengantar seutuhnya menggunakan bahasa klasik, terdiri atas sastra liris (nadzam) atau prosa liris (natsar). Kedua, tidak mencantumkan tanda baca, seperti koma, titik, tanda seru, tanda tanya dan sebagainya. Ketiga, tidak mengenal pembabakan alinea atau paragraf. Sebagai penggantinya adalah jenjang uraian seringkali disusun dengan kata kitabun, ba>bun, fashlun, raf’un, tanbi>h dan tatimmatun. Keempat, isi kandungan kitab banyak berbentuk duplikasi dari karya ilmiah ulama sebelumnya. Kitab sumber diperlukan sebagai matan, yang dikembangkan menjadi resume (mukhtasar atau khula>shah), syarah, taqrirat dan sebagainya. Kelima, khusus kitab salaf yang beredar di lingkungan pesantren, pengarang harus tegas berafiliasi dengan madzhab sunni dan hanya dimiliki terbatas oleh kyai sebagai studi banding.9 Basis kajian kitab di Polewali Mandar adalah Masjid Taqwa, Pesantren Nuhiah Pambusuang dan Pesantren Salafiah Parappe, Campalagian. Pengajaran kitab-kitab kuning di tempat tersebut sulit diprediksi kapan selesai diajarkan kepada pangaji sebab kitabnya cukup banyak, meskipun ada pula yang tipis. Di samping isinya juga cukup beraneka dan mencakup bidang keagamaan yang luas. Pengajaran kitab kuning oleh annangguru, baik yang dilakukan di masjid, rumah maupun pesantren menggunakan beberapa metode yaitu: 9 Ari Widodo dkk, Struktur Keilmuan Pesantren “Studi Komparatif antara Pesantren Tebuireng Jombang dan Mu’allim Muhammadiyah Yogyakarta”. Dalam Istiqra, Jurnal Penelitian Isla>m Indonesia (Departemen Agama Republik Indonesia, vol. 02, nomor 01, 2003), hlm. 7.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 184 Pertama, metode sorogan, metode ini digunakan untuk mengajarkan materi dalam kitab-kitab kuning. Dalam praktiknya, santri membaca kitab secara bergantian, kemudian jika terjadi kekeliruan maka annangguru yang membetulkannya. Kedua, metode bandongan, metode ini digunakan oleh annangguru untuk menerangkan arti kitab-kitab kuning kepada santrinya, dengan cara annangguru membaca kitab. Dalam praktiknya santri hanya mencatat apa yang diterangkan oleh annangguru. Ketiga, metode ceramah, metode ini biasa digunakan untuk menjelaskan materi di dalam lingkungan madrasah atau pesantren. Dalam praktiknya, materi disampaikan secara lisan oleh seorang annangguru muda10 atau ustadz kepada santrinya dan terkadang ada tanya jawab antara annangguru muda dan santri. Berdasarkan uraian-uraian di atas, stagnasi pengajaran annangguru mengarah kepada beberapa sumber: Pertama, materi kajian kitab kuning pada awal perkembangannya hingga saat ini tampak sulit diprediksi kapan selesai diajarkannya kepada santri dan itu diajarkan pada pengajian kitab kuning di masjid maupun pesantren, karena kitab-kitab tersebut sangat tebal11 meskipun ada juga tipis12, sehingga santri pada umumnya hampir tidak ada yang tamat membaca kitab-kitab kuning yang tebal, kecuali kitab-kitab yang tipis. Materi kajian kitab kuning dengan model seperti ini disajikan pada hampir seluruh pesantren



10



Istilah annangguru muda diberikan kepada annangguru yang masih berusia di bawah 40 tahun. 11 Adapun kita>b-kita>b yang tebal, seperti, Riyad as-Salihin, Fath- alQari>b, Fath al-Baary, tafsi>r Jalalain dan lain-lain. 12 Adapun kita>b - kita>b yang tipis yang diajarkan, seperti, Nahwu Syaraf, Syarah ala Matn al- Rajiyah, dan lain-lain. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 185 tradisional di tanah air yang berhaluan pada ideologi Nahdlatul Ulama (NU). Dengan demikian, mereka mempunyai tradisi bahwa materi ‘aqidah, syari’ah, yang menyambungkan ilmunya dengan ulama-ulama klasik khususnya di lingkaran madzhab Syafi’i. Oleh karena itu kitab-kitab kuning yang diajarkan merupakan upaya menyambung tradisi Islam klasik yang dianggap mata rantainya sampai pada Rasulullah saw. Kedua, para annangguru mengajarkan kitab-kitab kuning secara turun temurun dari annangguru pendahulunya. Pola ini sudah berlangsung lama, sejak berdirinya pengajian kitab di Mandar. Di sana hampir tidak membahas permasalahan kontemporer sama sekali atau menggunakan kitab-kitab Islam karangan ulama kontemporer. Terutama pada kitab fiqh, tafsi>r maupun kajian Islam lainnya. Berikut ini tabel annangguru dan kitab yang diajarkannya: Tabel 12 Annangguru dan Kitab yang Diajarkan Di Masjid Taqwa Pambusuang pada Tahun 1960-1970-an No Nama Annangguru Kitab yang Diajarkan 1 Annangguru H. Yusuf Syarh al- Hikam 2 Annangguru H. Fiqh Maddapungan 3 Annangguru H. Muh Minha>j al-Abidi>n Shaleh 4 Annangguru H. Jalaluddin Tafsi>r Al-Jala>lain Gani 5 Annangguru H. Muh Said Tauhi>d 6 Annangguru H. Abd Tas}awuf Rasyid DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 186



Pengajian kitab pada masa annangguru sebagaimana yang digambarkan tabel di atas, menurut Annangguru Muhasib (35) merupakan masa kejayaan pengajian kitab di Mandar yang berpusat di Pambusuang. Karena pada masa itu adalah masa para annangguru kharismatik masih hidup dan diyakini masyarakat sangat dalam ilmu agamanya terutama dalam penguasaan kitab-kitab kuning sesuai dengan keahlian mereka. Dengan adanya kondisi seperti itu, masyarakat benar-benar ingin menyerap ilmu sebanyak-banyaknya dari para annangguru tersebut. Pada masa itu annangguru hanya dua yaitu, annangguru pangaji (annangguru yang mengajarkan kitab kuning) dan annangguru tareka’ (annangguru yang mengajarkan tarekat). Metode pembelajaran kitab kuning di Mandar (masjid dan pesantren) belum mengalami inovasi secara keseluruhan, sehingga dalam kenyataan mereka masih tetap monoton dengan metode sorogan dan bandongan. Dalam hal ini perlu adanya introspeksi diri bagi annangguru selaku pengajar kitab kuning untuk melakukan inovasi secara modern di tempat pengajian kitab untuk menghindari kejenuhan pangaji. Dalam pembelajaran kitab kuning perlu adanya inovasi dalam metode yang tentunya disesuaikan dengan kondisi saat pembelajaran dilaksanakan. Di Pambusuang selaku pelopor lahirnya pembelajaran kitab kuning harus berani melakukan inovasi untuk menyesuaikan perkembangan zaman tentunya dipelopori oleh annangguru muda. Lalu mengubah pola pikir pangaji, dengan adanya doktrin tongngang loa (bahasa Mandar) artinya, apapun yang dikatakan annangguru mutlak kebenarannya. Pentingnya motivasi untuk memberikan semangat baru pada pangaji sehingga dalam mencari DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 187 ilmu dapat maksimal apa yang ia dapat dan amalkan. Tradisi metode pengajaran kitab kuning (salaf) tetap eksis di era sekarang, tapi tidak mengalami perkembangan dikarenakan: Pertama, adanya keyakinan bahwa metode wetonan, sorogan/ bandongan, memiliki banyak kelebihan meskipun terdapat kekurangan, dan tidak dicoba metode baru. Kedua, annangguru sudah merasa cukup menggunakan metode salaf yang mudah diterapkan bertahun-tahun tanpa memperhatikan kondisi pangaji, perkembangan zaman dan kejenuhan saat belajar. Ketiga, masih ada peminat untuk mempelajari kitab kuning tapi tidak berkembang, sehingga untuk ke arah inovasi pendekatan yang diperhatikan tanpa mengganti metodologi yang ada. Keempat, adanya anggapan kitab kuning adalah referensi yang masih dapat dipertanggung jawabkan keabsahannya, dengan metode yang lama dan monotonpun masih tetap bertahan. Kelima, keyakinan begitu pentingnya kitab kuning menjadi sebuah pembelajaran utama dalam belajar Islam, tetapi tidak terpikirkan bagaimana cara mengembangkan metode pengajarannya. Dalam hal pengajaran kitab kuning harus berani menginovasi metode pengajaran (pendekatan-pendekatannya) untuk kemajuan pendidikan Islam dalam pondok pesantren maupun pengajian di Masjid dan di rumah annangguru, juga menghilangkan sifat kebosanan pangaji dalam belajar tentunya disesuaikan dengan kondisi saat pembelajaran dilaksanakan. Perlu adanya instropeksi bagi annangguru yang konsen mengajarkan kitab kuning supaya menumbuhkan sikap perjuangan dalam arti yang sesungguhnya. Termasuk perjuangan dalam kemajuan pengajian kitab melalui penambahan kitab-kitab Islam modern dan metode pengajaran yang DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 188 seiring dengan perkembangan zaman. Demi kemajuan Islam dalam bidang pendidikan. Dengan kemajuan teknologi dapat dipastikan semua kegiatan pasti terdapat perubahan, baik perubahan kearah positif (berubah menjadi baik) atau kearah negatif (semakin tertinggal/ dan tersingkirkan) termasuk dalam kegiatan belajar mengajar yang didalamnya terdapat metode pengajaran. Oleh karena itu perlu pembenahan-pembenahan atau inovasi-inovasi untuk terciptanya perubahan ke arah positif dan menghilangkan kesan ketinggalan zaman pada pangaji kitta’ di pesantren, masjid maupun di rumah annangguru. B. Organisasi Kemasyarakatan Islam dan Kelompok Islam Lainnya Pada penelitian ini, yang dimaksud dengan organisasi kemasyarakatan Islam adalah, Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah baik secara struktural maupun kultural. Masyarakat Polewali Mandar adalah masyarakat religius, terbukti ada lebih kurang 1000 masjid di Sulawesi Barat, dan 761 masjid berada di Kabupaten Polewali Mandar. Selain penduduknya terbanyak dibanding lima kabupaten lain di Sulawesi Barat, Polewali Mandar juga sangat kental dengan tradisi budaya Islam Mandar, yang merupakan paduan antara Islam dengan budaya setempat. Selain itu, tradisi Nahdatul Ulama (NU) juga telah mengakar sejak lama, terutama di wilayah Kecamatan Balanipa, Tinambung, Campalagian, Polewali, dan sejumlah kecamatan lainnya. Lain halnya dengan Kecamatan Wonomulyo yang merupakan pusat perkembangan Muhammadiyah. Dengan demikian, dinamika masyarakat di Mandar sangat identik dengan keberagamaannya. Banyak ahli yang menggunakan konsepsi Geertz tentang agama yang DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 189 melihatnya sebagai pola bagi tindakan (pattern for behavior). Dalam hal ini, agama merupakan pedoman yang dijadikan sebagai kerangka interpretasi tindakan manusia. Selain itu, agama juga merupakan pola tindakan, yaitu sesuatu yang hidup dalam diri manusia dan tampak dalam kehidupan kesehariannya. Disini agama dilihat sebagai sistem kebudayaan.13 Berdasarkan teori tersebut, keberagamaan masyarakat Polewali Mandar dapat dibedakan pada dua dinamika kelompok14 besar dalam masyarakat, yaitu Kelompok Nahdatul Ulama (NU) dan Kelompok Muhammadiyah. 1. Nahdhatul Ulama



13



Clifford Geertz, Kebudayaan dan Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1992), hlm. 8-9. Tulisan Geertz ini juga diedit oleh Michael Banton dalam judul Anthropological Apprroaches to The Study of Religion (London: Tamstock Publications, 1986), hlm. 1-40. 14 Dinamika kelompok masyarakat sering dipahami kelompokkelompok dalam masyarakat, namun yang dimaksud dengan kelompok adalah: suatu unit yang terdapat individu, yang mempunyai kemampuan untuk berbuat dengan kesatuannya dengan cara dan dasar kesatuan persepsi, sedangkan dinamika berarti tingkah laku yang satu secara langsung mempengaruhi warga yang lain secara timbale balik. Jadi dinamika kelompok berarti adanya interaksi dan interdependensi antara anggota kelompok yang satu dengan anggota kelompok yang lain secara timbal balik dan antara anggota dengan kelompok secara keseluruhan. Dengan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa dinamika kelompok berarti suatu kelompok yang teratur dari dua individu atau lebih yang mempunyai hubungan psikologis secara jelas antara anggota yang satu dengan yang lain. Dengan kata lain antar anggota kelompok mempunyai hubungan psikologis yang berlangsung dalam situasi yang dialami bersama-sama. Lihat, Drs. Slamet, Dinamika Kelompok, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 7-9.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 190 Nahdatul Ulama (NU) organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia, yang mendasarkan paham keagamaan kepada sumber ajaran Islam al-Quran, hadits, ijma’ dan qiyas dalam memahami dan menafsirkan Islam dari sumbernya tersebut, NU mengikuti paham Ahlu as-Sunnah wa Al- Jamaa>h dengan menggunakan jalan pendekatan (al-madzhab) di bidang akidah NU mengikuti ajaran yang dipelopori oleh Imam Abu Mansur Al Maturidi, di bidang fiqh NU mengikuti jalan pendekatan salah satunya dari Muhammad bin Idris Assyafii dan Imam Ahmad bin Hambal, di bidang tas}awuf NU mengikuti antara lain Imam Junaidi Al bagdadi dan Imam Al ghazali serta imam-imam yang lain. NU mengikuti pendirian bahwa, Islam adalah agama yang fitri, yang bersifat menyempurnakan segala kebaikan yang sudah dimiliki manusia. Paham keagamaan yang dianut oleh NU bersifat menyempurnakan nilai-nilai baik yang sudah ada dan menjadi ciri-ciri suatu kelompok manusia, seperti suku maupun bangsa dan tidak bertujuan menghapus nilai-nilai tersebut. Sikap kemasyarakatan NU berdasar pada pendirian keagamaan NU menumbuhkan sikap kemasyarakatan yang bercirikan pada: sikap tawasut, i’tidal, sikap tasamuh dan sikap tawazun. Sikap tawasut dan i’tidal berintikan kepada prinsip hidup yang menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus di tengahtengah kehidupan bersama. NU dengan sikap dasar ini akan selalu menjadi kelompok panutan yang bersikap dan bertindak lurus dan selalu bersifat membangun serta menghindari segala bentuk pendekatan yang bersifat tatarruf (ekstrim). Sikap tasamuh, sikap toleran terhadap perbedaan pandangan, baik dalam masalah keagamaan, terutama yang bersifat furu’ atau yang menjadi masalah khilafiyah serta dalam masalah kemasyarakatan dan kebudayaan. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 191 Sikap tawazun, sikap seimbang dan ber-khidmah, menyerasikan khidmah kepada Allah swt dan khidmah kepada sesama manusia serta lingkungan hidupnya. Menyelaraskan kepentingan masa lalu dan masa kini serta masa yang akan datang. Sikap amar ma’ruf nahi munkar, selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan yang baik, berguna dan bermanfaat bagi kehidupan bersama serta menolak dan mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan dan merendahkan nilai-nilai kehidupan.15 Kelompok Nahdhatul Ulama atau NU di Polewali Mandar dibedakan menjadi dua bagian yaitu, NU tradisional atau kultural dan NU modern. a. Kelompok NU Tradisional atau Kultural Pada umumnya masyarakat Polewali Mandar yang berada di pedesaan dikelompokkan pada NU tradisional. Hal itu terlihat nyata dari tradisi-tradisi dan pola kehidupan mereka. Antara lain karena kelompok-kelompok pengajian kitab kuning yang dipimpin langsung para annangguru muda maupun sepuh di daerah Pambusuang dan Campalagian bercorak NU tradisional. Baik dari kitab-kitab yang digunakan, dan pola pengajarannya masih mempertahankan tradisi pengajaran lama yang banyak digunakan pesantren-pesantren tradisional NU di Pulau Jawa. Karena itulah hampir semua nilai dan gaya hidup annangguru di Polewali Mandar bercorak NU tradisional. Kondisi tersebut dapat dipahami karena dididik dan dibesarkan oleh nilai pengajaran yang bercorak NU yang justru relevan dengan gaya hidup masyarakat Mandar pedesaan yang masih sangat kuat mempertahankan tradisi-tradisi lama. Tokohtokoh NU tradisional seperti: Annangguru Yasin, Imam Masjid 15 http://nusetendo.wordpress.com/2010/02/19/dasar-dasar-pahamkeagamaan-nu/#more-64.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 192 Taqwa Pambusuang dan pemimpin pengajian kitab di Pambusuang; Annangguru Syarifuddin, Imam Masjid Taubah Lapeo; dan Annangguru Latif, Pimpinan Pondok Pesantren Salafiah Pambusuang, banyak memberi corak kepada masyarakat lokal tentang keagamaan lewat pengajian-pengajian dan ceramah-ceramah di masjid. Kelompok NU tradisional ini dalam ritualnya, terlihat pada upacara-upacara lingkaran hidup atau rites de pessage16 yang meliputi upacara kehamilan (pitung bulang) atau toniuriq. Yaitu, sebuah upacara ritual yang dilakukan pada ibu hamil pada usia kehamilan tujuh bulan. Upacara ini sering dibuat besar-besaran terutama pada kehamilan pertama, sedangkan pada kehamilan kedua, ketiga dan seterusnya hanya pemberian (berkah) dalam upacara yang lebih sederhana. Dalam upacara ini yang paling utama adalah membaca alQur’an surah Maryam dan surah Yusuf. Pembacaan al-Qur’an surah Maryam mengandung makna sebuah permintaan jika anak yang dilahirkan perempuan maka akan memiliki kesucian seperti kesucian Maryam. Sedangkan bacaan surah Yusuf dimaksudkan agar laki-laki yang dilahirkan akan menjadi manusia seperti Nabi Yusuf as. Selanjutnya dibacakan kitab al-Barazanji dengan harapan bayi yang akan dilahirkan kelak memiliki sifat-sifat sebagaimana sifat Nabi Muhammad saw, sebagaimana terdapat dalam kitab al-Barazanji yang banyak bercerita tentang kehidupan Nabi Muhammad saw sejak dilahirkan hingga beliau wafat. Upacara toniuriq ada yang dilakukan secara sederhana ada pula yang sangat mewah tergantung status sosial dan kemampuan ekonomi bagi penyelenggara. Selain upacara toniuriq, pada upacara khitanan dan perkawinan, dalam ritual 16 Rites of Passage “Upacara Peralihan” dipopulerkan oleh Antropolog Belanda Arnold van Gannep.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 193 pembacaan kitab al-Barazanji selalu dilakukan selain pembacaan alQur’an sebagai sajian utama. Demikian pula halnya pada perayaan Maulid Nabi Muhammad saw. Masyarakat komunitas NU merayakannya dengan sangat meriah berpusat di Desa Pambusuang, Lapeo, antara lain dengan arak-arakan sayyang pattu’du (kuda menari). Dalam sejarahnya, sebelum masuknya agama Islam di Mandar, kuda identik dengan kekerasan, kekuasaan dan kekuatan dan sekaligus juga sebagai kemewahan. Namun, setelah Islam menjadi panutan bagi masyarakat Mandar, kuda dididik, dilatih dan dimanfaatkan sebagai sarana tranportasi serta olahraga dan untuk keperluan lainnya. Artinya, dalam masyarakat Islam Mandar kuda tetap diberlakukan sebagaimana hewan yang berguna bagi manusia serta sangat dihargai keberadaannya. Dalam pendidikan para santri di Mandar, fungsi kuda menjadi sangat penting. Bagi para santri yang telah tamat mengaji, mereka harus dapat membuktikan bahwa dengan kasih sayang, dirinya dapat menaklukkan kuda (dalam arti menungganginya) sesuai iringan bunyi rebana yang ditabuh puluhan santri yang mengaraknya keliling kampung. Gambaran singkat ini menunjukkan, betapa kelompok NU tradisional lebih kental kepada upacara-upacara keagamaan dengan tetap mempertahankan tradisi leluhur. b. Kelompok NU Modern Kelompok NU modern adalah bagian dari masyarakat Polewali Mandar yang telah berbaur dan bergelut dengan arus perubahan yang terjadi di tengah masyarakat. Secara kultural mereka adalah NU namun dalam aplikasi kehidupan sehari-harinya lebih banyak menyesuaikan dengan zaman dan lebih terbuka wawasannya terhadap perubahan. Contohnya, dalam memilih pendidikan, DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 194 kelompok NU tradisional lebih banyak tertuju pada madrasah tradisional yang masih sangat kental dengan tradisi-tradisi lokal. Namun, kalangan NU modern sudah mulai terbuka untuk menyekolahkan anaknya pada sekolah modern atau pesantren modern hingga ke Pulau Jawa. Kelompok masyarakat NU modern banyak ditemukan di Polewali sebagai ibukota kabupaten. Pada kehidupan mereka, ritual keagamaan sebagaimana dilakukan oleh kalangan NU tradisional sudah mulai ditinggalkan. Komunitas para nahdyin modern ini banyak yang menjadi pegawai negeri sipil, pedagang dan pengusaha. Bagi kalangan mereka yang masih dipertahankan adalah mengenai penentuan 1 Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri tetap mengacu pada ketetapan pemerintah. Ada beberapa tempat yang menjadi basis NU modern: Pertama, Masjid Agung Syuhada di Pekkabata Polewali yang terletak tengah-tengah Kota Polewali. Jamaah masjid ini terdiri dari berbagai kalangan, baik masyarakat NU maupun Muhammadiyah. Masjid Syuhada diimami oleh seorang annangguru kharismatik, yaitu Syu’aib Abdullah yang sangat moderat terhadap perubahan masyarakat. Komunitas lingkungan masjid ini kebanyakan adalah pejabat daerah yang secara kultural adalah NU, namun dalam aplikasi kehidupan keseharian mereka tidak fanatik. Kedua, kampus Universitas Asy’ariah Mandar, adalah kampus terbesar di Sulawesi Barat. Ketua yayasannya adalah Annangguru Sybli yang juga mantan ketua PW NU Sulawesi Barat. Posisi kampus UNASMAN dan para mahasiswanya ini adalah NU modern karena telah mengadopsi pola pendidikan modern yang diterapkan sejak lama. Annangguru Sybli sangat berpengaruh dalam memberikan corak pada perguruan tinggi ini, karena ia juga sebagai Pemimpin Tarekat Qadiriah di Sulawesi Barat. Dengan demikian, DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 195 jamaahnya terdiri dari komunitas NU tradisional yang berbasis di pelosok dan NU modern di perkotaan. Ketiga, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Daru adDakwah Wa al- Irsyad (DDI) merupakan perguruan tinggi Islam yang didirikan oleh ulama-ulama NU yang berhimpun dalam DDI. Yayasan ini pernah diketuai oleh Prof. Dr. Muiz Kabri (tokoh NU Sulawesi Barat, sebagai PB DDI yang berkantor di Makassar Sulawesi Selatan. Organisasi kemasyarakatan ini digerakkan oleh NU modern di Polewali Mandar yang diketuai oleh Drs. H. Anwar Sewang sebagai Ketua Yayasan Institut Agama Islam (IAI) DDI yang memiliki cabang pendidikan hingga ke pelosok, mulai dari madrasah Ibtidaiyah hingga ke perguruan tinggi. DDI fokus pada gerakan pengembangan sumber daya manusia. Organisasi ini didirikan oleh angrengguru H. Ambo Dalle, seorang ulama kharismatik dari tanah Bugis Sulawesi Selatan yang kemudian melahirkan banyak kader ulama NU di di Polewali Mandar. Di antaranya adalah Annangguru Sahabuddin pendiri Universitas Asy’ariah Mandar di Polewali Mandar dan Drs. Anwar Sewang pendiri STAI DDI Polewali. Kedua perguruan tinggi inilah yang memberi corak terhadap NU modern di Polewali Mandar melalui dunia pendidikan. 2. Muhammadiyah Mayoritas penduduk Polewali Mandar adalah Nahdatul Ulama, dan hanya sebagian kecil yang menjadi anggota Muhammadiyah. Basis Muhammadiyah terdapat di Kecamatan Wonomulyo yang berjarak 17kilometer sebelah Barat kota Polewali. Dalam skala Provinsi Sulawesi Barat, penduduk Kabupaten Polewali Mandar yang terbanyak masuk dalam organisasi Muhammadiyah. Hal ini dibuktikan bahwa kepengurusan inti Muhammadiyah untuk DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 196 tingkat Provinsi berada di Polewali. Ketua dipegang oleh H. Yusuf Tuali mantan Wakil Bupati Polewali Mandar periode 2004-2009. Sedangkan Ketua Muhammadiyah untuk Kabupaten Polewali Mandar dipegang oleh H. Asly Kaduppa seorang pengusaha muslim yang sukses. H. Asly Kaduppa lebih banyak mengendalikan Muhammadiyah di Wonomulyo yang berbasis pada pedagangpedagang Bugis Mandar yang telah lama bermukim di Wonomulyo. Di kecamatan ini kegiatan Muhammadiyah dipusatkan di dua masjid, yaitu: Masjid Sidodadi dan Masjid Sumberjo. Kelompok Muhammadiyah ini terbagi dua. Pertama, mereka yang masuk ke Muhammadiyah dan murni menjadikan Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan dan dakwah. Muhammadiyah dijadikan sebagai sebuah organisasi gerakan pembaharuan dalam bidang pendidikan dan dakwah sesuai dengan tujuan organisasi saat didirikannya di Yogyakarta pada tahun 1912. Tokoh-tokoh dari kelompok ini adalah para aktivis LSM, aktivis mahasiswa pemuda Muhammadiyah dan lain-lain banyak bergerak di daerah Wonomulyo dan Polewali. Secara kultural sebagian kelompok ini juga menjalankan tradisi-tradisi NU seperti wirid-an, tahlil-an, dan barazanji. Kemudian kelompok kedua adalah: Muhammadiyah doktrinal. Yaitu, kelompok Muhammadiyah secara organisasi adalah Muhammadiyah dan pola hidupnya juga mempraktikkan pola-pola Muhammadiyah, seperti Muhammadiyah yang berkedudukan di Polewali. Mereka mendirikan masjid khusus bagi warga Muhammadiyah yang terletak di jalan Ahmad Yani, yaitu Masjid Utsman Ibn Affan. Masjid dibangun atas kontribusi warga Muhammadiyah, pengurus dan jamaahnya berasal dari Muhammadiyah Polewali. Kegiatan dakwah dan taklim dilakukan di masjid ini, para dai dan pengajarnya adalah Muhammadiyah. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 197 Perbedaan yang sering terjadi dengan NU terutama dalam penentuan awal Ramadhan dan hari raya Idul Fitri. Pada tahun 1430 H atau 2009, Muhammadiyah lebih awal satu hari melakukan salat Idul Fitri di banding dengan NU dan pemerintah. Pusat salat Idul Fitri untuk Kabupaten Polewali Mandar dipusatkan di lapangan Gaspol Polewali. C.



Peralihan Posisi dan Peran Sebelum membahas tentang peralihan posisi dan peran annangguru di masyarakat akan diulas sedikit tentang kiprah annangguru sebagai sumber rujukan, pelindung di tengah masyarakat yang diakui mengetahui banyak persoalan keagamaan sekaligus sosial politik dan kemasyarakatan. Dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan masyarakat Islam pada setiap wilayah, ulama merupakan pengendali kehidupan sosial kemasyarakatan Islam, termasuk di Indonesia dalam proses Islamisasi, ulama merupakan pembentuk watak kehidupan sosial kultur yang religius karena kharismatiknya. Dalam kaitan perjuangan bangsa Indonesia merebut kemerdekaan, ulama turut serta memperlihatkan kebolehannya memimpin perjuangan dalam berbagai peran. Dengan besarnya peran dan pengaruh ulama di Indonesia sejak masa penjajahan, Belanda terpaksa harus mengakui dan berusaha mengatasi pengaruh tersebut dengan berbagai taktik strategi. Antara lain, dengan membuat taktik politik yang membuat masyarakat kurang percaya dan tidak menyukai ulama. Ada pula dengan cara memberikan dukungan atau suaka politik kepada golongan-golongan tertentu yang dimusuhi ulama sambil mengadakan adu domba. Oleh karena itu Harry J. Benda dalam tulisannya mengakui: Sebagaimana dalam masyarakat Islam lainnya, guru agama dan ahli kitab suci Islam, kyai dan ulama, sejak awal DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 198 merupakan unsur sosial yang paling penting dalam masyarakat Indonesia.17 Setelah masa kemerdekaan, banyak di antara ulama yang memegang kendali dalam struktur pemerintahan. Dengan pesantren sebagai pusat kegiatannya, kondisi tersebut telah menjadi pertahanan serta pengendalian masyarakat Islam atas otoritas dan kharismanya. Kaitannya dengan kondisi ini Zamakhsyari Dhofier mengatakan: “Para kyai yang memimpin pesantren besar, telah berhasil memperluas pengaruh mereka di seluruh wilayah negara, dan sebagai hasilnya mereka diterima sebagai bagian dari elit nasional. Sejak Indonesia merdeka, banyak diantara mereka yang diangkat menjadi menteri, anggota parlemen, duta besar dan pejabat-pejabat tinggi pemerintah.”18 Pengakuan J. Benda dan Dhofier mengenai peranan ulama di Indonesia, juga diinformasikan oleh sejarah mengenai peranan para annangguru di daerah Polewali Mamasa (sekarang Polewali Mandar) pada masanya. Misalnya, keterlibatan annangguru dalam memperebutkan kemerdekaan sebagai pejuang tangguh, berawal dari tingkah laku politik etik Belanda yang terdapat dalam Rtiloge van Deventer (irigasi, migrasi, dan edukasi). Dengan peraturanperaturannya yang tertera pada Staatblad nomor 219 tahun 1925, upaya Belanda menghalangi pendidikan Islam semakin nampak. Kebijakan tersebut benar-benar menyebabkan para annangguru di



17



Harry J. Benda, The Crescent and The Rising Sun, terj. Daniel Dhakidae dengan judul “Bulan Sabit dan Matahari Terbit”, (Jakarta: Pustaka Jaya), hlm. 32. 18 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1982), hlm. 57. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 199 Pambusuang makin radikal dan agresif menentang penjajahan Belanda. Pada tahun 1930-an, terjadi migrasi penduduk pegunungan ke daerah pesisir dan bertemu dengan para transmigrasi dari Pulau Jawa yang mayoritas nonmuslim. Mereka diberi fasilitas pendidikan oleh Belanda berupa pengadaan gedung-gedung sekolah ala Barat, sementara di Belanda juga mengeluarkan resolusi “kerja paksa” yang ditekankan pada masyarakat umum. Akibat dari tindakan Belanda tersebut menyebabkan pengajian kitab di Pambusuang mulai goyah dan tidak terkendali dengan baik seperti semula. Menghadapi keadaan tersebut, Annangguru Syahabuddin bin Bukhari (pemimpin pengajian kitab kuning di Pambusuang 1922-1934) mengeluarkan fatwa untuk mengadakan aksi unjuk rasa terhadap pemerintah kolonial Belanda. Salah seorang keluarga annangguru yang bernama Haji Daengna Ma’ta (Kepala Desa Pambusuang) mendatangi kantor kontrolir Belanda di Polewali. Akibatnya, banyak annangguru yang ditangkap oleh Belanda, termasuk Annangguru Syahabuddin dan tidak diperkenankan melanjutkan pengajian.19 Pasca kemerdekaan banyak di antara mereka yang menempati posisi penting dalam struktur pemerintahan. Demikian pula yang dialami oleh Annangguru Syarifuddin. Pemerintah menawarkan kepadanya sebagai Kepala Pengadilan Agama Kabupaten Polewali Mamasa, namun karena beliau telah lanjut usia maka jabatan tersebut diserahkan kepada keponakannya yang bernama Annangguru Muhsin Thahir putra Annangguru Thahir



19 Wawancara Annangguru Syauka’ding, Alumnus pangaji kitta’ Pambusuang, di Majene 21 Juli 2010.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 200 Lapeo.20 Para annangguru di era tahun 1960-1980 banyak diberi peran penting oleh pemerintah, mulai dari posisi eksekutif hingga legislatif yang mempunyai kedudukan dalam masyarakat, sebagaimana tercantum pada tabel 9 dan 10 di bawah ini: Tabel 13 Annangguru yang Duduk sebagai Anggota DPRD Kab. Polewali Mamasa (Polewali Mandar) 1970-1980-an No



Nama Annangguru



1



Annangguru Jalaluddin Gani Annangguru Muhsin Thahir Annangguru Muh Idrus



2 3 4 5



Annangguru Syuaib Keba Annangguru S. Jafar



Utusan Partai PPP P. Golkar



Periode 1972-1977



P. Golkar



1977-1982/19821987 1977-1982/19821987 1982-1987



P. Golkar



1982-1987



P. Golkar



Tabel 14 Annangguru yang Menjabat di Pemerintahan Kab. Polewali Mamasa (Polewali Mandar) No Nama Jabatan Periode Annangguru



20 Wawancara Annangguru Alwiah, Pembina Panti Asuhan Husnul Khatimah Polewali, di Polewali 22 Juli 2010.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 201 1



Annangguru H. Zainal Abidin Annangguru H. Mahmoeddin



Ka. Perwakilan 1970-1973 Depag pertama 2 Ka. Perwakilan 1973-1975 Depag kedua 1975-1984 Ka. Kantor Depag Pertama Pada tabel 13 dan 14 digambarkan jumlah annangguru yang menjadi Anggota DPRD Kabupaten Polewali Mamasa pada tahun 1970-1980-an. Di sini tampak para annangguru masih diberikan peran oleh masyarakat untuk duduk di kursi legislatif. Namun, mulai tahun 1990-an sampai 2000-an tidak ada lagi annangguru yang duduk sebagai anggota DPRD. Demikian pula di birokrasi, diawal berdirinya Depertemen Agama, hanya dua annangguru yang pernah menjabat Kepala Kantor Departemen Agama (Perwakilan dan Departemen) yaitu, Zainal Abidin dan Mahmoeddin. Kedudukan dan peran annangguru telah mengalami pergeseran. Begitu pula kepatuhan masyarakat terhadap annangguru sudah menunjukkan sikap yang berlainan. Padahal salah satu ciri masyarakat Mandar sejak dahulu adalah ditempatkannya annangguru pada posisi tertinggi. Ciri ini terlihat pada pola hubungan antara annangguru dengan masyarakat dan annangguru dengan para santri. Masyarakat senantiasa patuh dengan apa yang difatwakan oleh annangguru, petunjuknya selalu diikuti, yang dalam istilah santri adalah “Sami’na wa ata’na” (kami dengar dan kami patuh). Dalam konteks kekuasaan, pola ini lebih dikenal sebagai traditional authority relathionship (hubungan otoritas tradisional). Pola hubungan ini ditandai oleh beberapa hal: adanya hubungan yang bersifat sangat pribadi (highly personal), tidak lugas, adanya kewajiban yang tidak terbatas, merupakan persekutuan



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 202 antara yang punya dan yang tidak punya, hubungan bersifat vertikal, dan adanya upaya menjaga keseimbangan “Hubungan atas bawah”.21 Menurut Zamakhsyari Dhofier: “Otoritas tradisional yang dimiliki kyai, menurut pengamatan sementara, bersumber pada tiga hal, meskipun pertama lebih menentukan. Pertama, karena kedalaman ilmunya; kedua, karena status ekonomi yang dimilikinya; dan ketiga, karena keturunan kyai sebelumnya atau paling tidak orang yang dekat dengannya”.22 Kyai atau annangguru yang sebelumnya dianggap sebagai orang yang menguasai hampir semua persoalan seperti agama, pertanian, kesehatan, sosial, ekonomi, politik dan sebagainya, sekarang sudah mulai bergeser. Peran-peran annangguru perlahan diambil oleh pemerintah yang berkedudukan di kabupaten hingga desa. Annangguru tidak selamanya didudukkan sebagai sosok yang harus mampu mengatasi semua persoalan. Artinya, telah terjadi pemilahan atau spesialisasi peran. Misalnya, pada masa lalu masyarakat berkonsultasi ke annangguru masalah perikanan, kelautan dan pertanian bahkan arsitek sebuah bangunan yang akan dibangun. Sekarang untuk urusan tersebut masyarakat lebih banyak berkonsultasi kepada kalangan atau petugas di bidang masingmasing, seperti penyuluh pertanian, perikanan, arsitek, dokter, dan lain-lain. Dalam urusan pemerintahan, kepala desa maupun camat lebih mempunyai otoritas untuk mengambil keputusan jika terjadi perselisihan di tengah masyarakat. Sampai di sini, pertanyaannya adalah mengapa terjadi pergeseran peran dan kedudukan annangguru 21 MM. Billah, Agama dan Politik: Pergeseran Pola Kepemimpinan, dalam Prisma 5, 1978. 22 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES, 1982).



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 203 di tengah masyarakat? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut akan dikemukakan beberapa peran dan kedudukan annangguru sebelumnya yang cukup berpengaruh di tengah masyarakat Mandar. Di antaranya adalah Annangguru Hasan Alwi bin Sahil, pemimpin pengajian kitab di Pambusuang mulai tahun 1934-1944. Beliau seorang ulama besar keturunan Arab kelahiran Pambusuang. Semasa hidupnya Annangguru Alwi menjadi panutan masyarakat Pambusuang dan sekitarnya, karena ilmunya yang mendalam. Khususnya ilmu-ilmu Islam yang meliputi ilmu hukum Islam (syari’ah), tafsi>r, tas}awuf, fara>id, astronomi dan lain-lain. Penguasaan terhadap berbagai bidang ilmu ke-Islaman menjadikannya mendapat posisi penting di masyarakat. Beliau dianggap bukan sekadar guru kitab dan imam masjid, tetapi juga sebagai tempat rujukan dalam berbagai hal yang terjadi di masyarakat. Seperti dalam kasus persengketaan tanah di Pambusuang dan penentuan posisi Kantor Desa Pambusuang pada tahun 1940-an, peran Annangguru Hasan Alwi sangatlah besar. Pada tahun 1943 di Pambusuang terjadi badai di laut selama beberapa hari, sehingga nelayan banyak yang mengurungkan niatnya untuk menangkap ikan di laut. Tidak satupun nelayan saat itu yang berani melaut, sehingga pada suatu hari Annangguru Hasan Alwi ke tepi pantai dan melihat ke atas langit kemudian mendatangi para nelayan dan mengatakan: “Silahkan kalian melaut atau mencari ikan hari ini karena badai sudah berhenti dan insya Allah kalian akan merasa aman di laut. Tak usah ada yang khawatir akan badai karena sudah berakhir dan tidak akan datang lagi.” Pada saat itu nelayan-nelayan Pambusuang kembali melaut untuk menangkap ikan, betul apa yang disampaikan oleh annangguru bahwa badai telah berlalu. Kejadian ini menandakan bahwa DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 204 Annangguru Hasan Alwi sangat menguasai ilmu astronomi. Setelah kejadian tersebut, nelayan banyak berkonsultasi kepada Annangguru Hasan Alwi tentang hari baik dalam menangkap ikan. Demikian pula saat Kantor Desa Pambusuang akan dibangun, para tokoh masyarakat mendatangi annangguru dan berkonsultasi kepadanya tentang rencana akan dibangunnya kantor desa sekaligus menanyakan arsitek kantor dan letak yang tepat untuk dibangun. Memenuhi permintaan mereka annangguru menggambar kantor desa tersebut dan posisi yang tepat untuk dibangun. Karena itu, akhirnya menjadi kebiasaan masyarakat setempat, setiap akan membangun rumah atau bangunan tertentu mereka selalu berkonsultasi kepada Annangguru Hasan Alwi.23 Demikian pula Annangguru Thahir Imam Lapeo (1838-1952) ulama yang sangat populer di Mandar (Lapeo Campalagian). Masyarakat bahkan sering menyebutnya sebagai wali Allah, karena masyarakat percaya beliau banyak mengetahui semua persoalan, mulai dari persoalan keagamaan hingga sosial kemasyarakatan. Kediaman annangguru yang terletak di Desa Lapeo, jalan poros Polewali Majene, terbuka 24 jam untuk menerima tamu yang ingin berkonsultasi. Menurut pengakuan masyarakat, ia dapat menyelesaikan dengan baik berbagai masalah yang dimohonkan penyelesaian kepadanya. Mulai dari persoalan pertanian yang menyangkut kegagalan panen disebabkan karena hama, tikus, babi, kekeringan, hingga kebanjiran, demikian pula para pedagang yang kurang laris dagangannya, sengketa bisnis maupun kasus penipuan, bagi nelayan yang tangkapannya yang kurang atau kecelakaan di laut hingga pada kekerasan dalam rumah tangga.



23 Wawancara dengan Tammalele, Pambusuang, di Pambusuang 1 Juli 2010.



DR. ACO MUSADDAD HM



Guru



Pesantren



Nuhiah



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 205 Dalam menangani berbagai persoalan masyarakat, ia memberikan solusi dan kiat-kiat yang disertai dengan doa. Merekapun merasa puas dan biasanya mereka yang sedang ditimpa masalah setelah berkonsultasi dengan annangguru persoalan mereka dapat terselesaikan dengan baik.24 Kharisma dan otoritas annangguru mengalir pada putrinya yang bernama Annangguru Marhumah. Hingga saat ini rumah kediaman Annangguru Thahir tetap ramai dikunjungi oleh masyarakat dari berbagai penjuru Mandar hingga dari luar Mandar. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan menguatnya modernisasi serta globalisasi, maka muncul tantangantantangan terhadap peran dan posisi annangguru. Antara lain dengan menguatnya tuntutan profesionalisme keilmuan, makin difungsikannya institusi pemerintahan yang bertugas menangani permasalahan masyarakat sesuai bidang masing-masing. Di samping itu juga, lantaran bertambah banyak persoalan yang dianggap tidak dapat diselesaikan oleh annangguru secara sepihak, dan harus ditangani secara profesional menurut tolok ukur modern. Dalam kondisi ini, tampak bahwa para annangguru makin terpojok dan secara nyata makin ditinggalkan masyarakat karena penyelesaian masalah mereka tidak lagi harus mengandalkan keberadaan annangguru. Kondisi tersebut makin diperparah lantaran banyak annangguru yang tidak berbenah menyesuaikan diri dalam menghadapi perubahan sosial yang begitu cepat di sekitarnya. Dalam perkembangan institusi kenegaraan yang terjadi, pemerintah mulai mengambil peran utama dalam masyarakat menyangkut masalah sosial kemasyarakatan. Seluruh persoalan sosial 24 H. Syarifuddin, Perjalanan Hidup Annangguru Thahir Imam Lapeo dan Pembangunan Masjid Nuruttaubah Lapeo, (Masjid Nuruttauhbah, 2003), hlm. 84-85.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 206 kemasyarakatan kini telah menjadi tanggung jawab negara (pemerintah). Demi mensejahterakan masyarakat itulah, dibentuk berbagai lembaga yang mengurus bidang-bidang tertentu. Lahir pula petugas penyuluh pertanian, perikanan dan perkebunan di setiap kecamatan. Pengurusan tanah yang dulu ditangani lurah atau kepala desa, sekarang masyarakat bisa langsung mengurus ke Kantor Pertanahan di setiap kabupaten. Kementerian Agama bukan hanya mengurus pernikahan lewat Kantor Urusan Agama (KUA), namun juga telah menempatkan penyuluh agama di kecamatan-kecamatan. Begitu pula dalam pengelolaan zakat, infak dan sedekah. Pemerintah telah membentuk lembaga yang mengurusnya, seperti BAZDA (Badan Am di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 148. 29 Sahabuddin A. El-Maknun, Pesantren Nuhiah Pambusuang: Studi Tentang Peranannya Dalam Masyarakat di Kabupaten Polmas, skripsi (Ujung Pandang: IAIN Alauddin 1986), hlm. 58. 27



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 210 pada tahun 1870-an Syekh Baleko, membentuk pengajian kitab kuning yang diikuti oleh masyarakat yang bernuansa salafi.30 Dalam perkembangannya pengajian kitab kuning maju pesat di dua tempat tersebut. Khusus di Pambusuang, pengajian kitab kuning dipimpin langsung oleh annangguru yang sedang menjabat Imam Masjid Taqwa Pambusuang dan berlangsung di masjid atau di rumah annangguru hingga sekarang. Para santri berdatangan dari berbagai tempat, bahkan ada yang telah lulus sarjana S1 maupun S2 ikut sebagai peserta pengajian. Mereka menginap di rumah-rumah penduduk atau di rumah keluarga bagi yang bukan penduduk Pambusuang. Model pengajiannya informal, sedangkan untuk pengajian di rumah annangguru, santri memilih kitab tertentu untuk ia pelajari. Model pengajian kitab di Pambusuang dan Campalagian akhirnya mempunyai corak tersendiri, menjadikan kedua tempat ini sangat dikenal di berbagai tempat sebagai daerah pangaji kitta’ atau pengajian kitab. Inti pengajian kitab adalah mendidik para santrinya untuk menguasai kitab-kitab Islam klasik, mulai dari belajar bahasa Arab hingga membaca kitab-kitab klasik tanpa harakat atau gundul dari berbagai disiplin keilmuan agama. Mulai dari fiqh, tafsi>r, hadits hingga tas}awuf, yang nantinya akan melahirkan ulama yang menguasai Islam dari sumber aslinya yaitu bahasa Arab. Sebagai pembeda dengan pesantren adalah pengajian kitab ini lebih fokus pada kajian kitab kuning. b. Pondok Pesantren 30 Muhdin, Manajemen Pendidikan Pondok Pesantren Salafiah Parappe Kecamatan Campalagian kabupaten Polewali Mandar, Tesis (Makassar: UIN Alauddin, 2008), hlm. 75.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 211 Pesantren atau pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tradisional tertua di Indonesia. Menurut para ahli, lembaga pendidikan ini sudah ada sebelum Islam datang ke Indonesia. Oleh karena itu, namanya berasal dari dua kata bahasa asing yang berbeda. Pondok berasal dari bahasa Arab, funduq yang berarti tempat menginap atau asrama,31 sedangkan pesantren dengan awalan pe- dan akhiran –an, berasal dari kata santri, bahasa Tamil yang berarti para penuntut ilmu,32 atau diartikan juga guru mengaji.33 Karena makna yang dikandung itu maka sebuah pondok pesantren, selalu mempertahankan unsur-unsur aslinya, yaitu: pondok, masjid, pengajian kitab-kitab klasik yang disebut juga kitab kuning, santri, dan kyai atau guru mengaji.34 Pada awal perkembangannya, ada dua fungsi pesantren. Pertama, sebagai lembaga pendidikan; dan kedua, sebagai lembaga penyiaran agama. Meskipun saat ini telah banyak perubahan namun masih melekat inti fungsi utamanya pada pesantren. Di Mandar pesantren tertua adalah Pesantren Nuhiah Pambusuang di Kecamatan Balanipa, didirikan pada tahun 1968 oleh Annangguru H. Mochtar Husein, BA (Prof. Dr. H. Mochtar Husein), kemudian Pesantren Salafiah di Parappe didirikan pada tahun 1997 oleh Annangguru H. Latif Busyra. Kedua pesantren ini adalah pola pesantren tradisional yang berbasis kepada NU, dimana model kedua pesantren tersebut serupa dengan pesantren-pesantren tradisional lainnya di Indonesia. Inti pendidikan yang ditanamkan pondok pesantren adalah watak dan 31



Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai, (Jakarta: LP3ES, 1982), hlm. 18. 32 Lihat, Mohammad Daud Ali dkk, Lembaga-Lembaga Isla>m di Indonesia, hlm. 145. 33 Lihat, Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, hlm. 18. 34 Ibid., hlm. 43. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 212 pendidikan keagamaan, sebagai komunitas belajar keagamaan. Pesantren mempunyai hubungan yang sangat erat dengan masyarakat sekitarnya. c. Madrasah Pada permulaan abad ke-20 muncul lembaga pendidikan Islam baru yang disebut madrasah. Perkataan madrasah berasal dari bahasa Arab, darasa artinya belajar. Dengan demikian, madrasah berarti tempat belajar. Lembaga pendidikan baru ini hadir di tengah dunia pendidikan Islam di Indonesia, terutama di luar Jawa, karena berbagai dorongan dan alasan: Pertama, sebagai manifestasi dan realisasi cita-cita pembaharuan dalam sistem pendidikan Islam di Indonesia. Kedua, sebagai salah satu usaha menyempurnakan sistem pendidikan pesantren, yang dipandang tidak memungkinkan lulusannya memperoleh kesempatan kerja, seperti lulusan sekolah umum yang didirikan oleh pemerintah Belanda. Ketiga, adanya sikap sementara umat Islam lebih condong mengikuti sistem pendidikan model barat yang lebih memungkinkan (anak-anak) mereka maju dalam ilmu ekonomi dan teknologi. Dalam perkembangannya, madarasah sebagai lembaga pendidikan Islam berfungsi menghubungkan sistem lama dengan sistem baru dengan jalan mempertahankan nilai-nilai lama yang baik dan masih dapat dipertahankan kemudian mengambil sesuatu yang baru dalam ilmu ekonomi dan teknologi yang bermanfaat bagi kehidupan umat Islam. Oleh karena itu isi kurikulum madrasah pada umumnya adalah apa yang diajarkan di pesantren, yaitu ilmu-ilmu keagamaan (pendidikan keagamaan) ditambah dengan beberapa materi pelajaran yang disebut dengan ilmu-ilmu umum seperti DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 213 sejarah, ilmu bumi, ilmu hitung, dan sebagainya. Proses belajar mengajar bersifat klasikal dengan perjenjangan. Lulusan memperoleh ijazah yang dapat dipergunakan untuk mencari pekerjaan pada kantor-kantor pemerintah atau perusahaanperusahaan swasta. 2. Tantangan Lembaga Pendidikan Islam Peranan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) akan semakin menentukan dalam mendorong peningkatan produktivitas sektor-sektor industri, dan sektor-sektor pembangunan lainnya. Pembangunan harus semakin mengandalkan sumber daya manusia yang mampu menguasai dan mendayagunakan IPTEK dalam semua bidang kehidupan. Hal tersebut menuntut pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) kearah penguasaan IPTEK secara terarah dan serasi dengan kebutuhan pembangunan. Untuk mengembangkan kualitas SDM yang menguasai IPTEK di masa depan, Lembaga Pendidikan Islam dihadapkan pada beberapa tantangan, yaitu: a. Perlu Meningkatkan Nilai Tambah Dalam suasana ketidakpastian ekonomi global ditandai dengan resesi dunia yang berkepanjangan, menuntut kemampuan bangsa Indonesia meningkatkan produktivitas nasional. Dalam keadaan bangsa Indonesia tidak bisa bersandar lagi pada Sumber Daya Alam (SDA), maka pilihan satu-satunya ialah meningkatkan nilai tambah produk-produk industri dengan mendayagunakan keterampilan dan keahlian dalam berbagai bidang. Berdasarkan hal tersebut, maka tantangan pertama adalah meningkatkan nilai tambah bagi pendidikan Islam, dalam upaya meningkatkan keunggulan kompetitif yang hanya dicapai dengan keunggulan kualitas sumber DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 214 daya manusia dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang tepat guna. b. Perubahan Struktur Masyarakat Sebagaimana layaknya dengan masyarakat yang sedang berkembang, masyarakat Mandar akan terus berubah dan berkembang serta bergeser dari struktur yang tradisional menuju struktur modern. Perubahan struktur masyarakat tersebut berdimensi ganda sehingga menimbulkan berbagai perubahan yang mendasar di berbagai bidang kehidupan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, maka tantangan bagi annangguru adalah melakukan kajian secara menyeluruh terhadap terjadinya perubahan tersebut dan bagaimana implikasinya dalam upaya pengembangan SDM. Persoalannya, transformasi tersebut berlangsung sebagai akibat dari berkembangnya sektorsektor industri yang ditandai dengan munculnya jenis jabatan baru yang semakin beragam dan memerlukan jenis keterampilan dan keahlian baru sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Munculnya jabatan dan keahlian yang semakin beragam ini mengakibatkan timbulnya berbagai bentuk perubahan fisik, pranata sosial dan pergeseran sistem nilai. Maka tidak mengherankan di dalam masyarakat akan terjadi benturan antara nilai-nilai tradisional dengan modernisme yang baru berkembang, sehingga perlu penanganan secara terarah. c. Menguatnya Persaingan di Era Global Semakin terbukanya proses persaingan global yang ditandai dengan munculnya “Pasar bebas”, dituntut untuk mengambil manfaat dari suasana tersebut. Era persaingan dunia ini semakin ketat karena terjadinya proses globalisasi dalam berbagai bidang. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 215 Termasuk bidang pendidikan, bermunculannya lembaga-lembaga pendidikan yang berkelas internasional dan terang-terangan mengadopsi gaya pendidikan barat. Di samping sekolah-sekolah kejuruan yang menjadikan lulusannya siap kerja. Sementara dasar pendidikan nasional Indonesia dapat didefinisikan dalam tiga fungsi mendasar yaitu: pertama, mencerdaskan kehidupan bangsa; kedua, mempersiapkan tenaga kerja yang terampil dan ahli; dan yang ketiga, membina dan mengembangkan pengusaan teknologi. Pada fungsi kedua pendidikan nasional telah menyiapkan tenaga kerja terdidik, terampil, terlatih sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dalam masyarakat industri. Pendidikan dalam kaitannya dengan penyiapan tenaga kerja terdiri dari berbagai jalur (sekolah luar-sekolah), jenis keahlian (menurut cabang keahlian), jenjang keahlian (terampil, mahir dan ahli), dan jenjang pendidikan. Program pendidikan persiapan kerja bisa melalui SLTP keterampilan, SLTA kejuruan, pendidikan tinggi profesional, kursus-kursus keahlian/ keterampilan dan pelatihan kerja. Program pendidikan persiapan kerja harus lentur dan selalu berwawasan lingkungan agar pendidikan keterampilan dan keahlian dapat selalu disesuaikan dengan kebutuhan akan jenis-jenis keterampilan dan keahlian profesi yang selalu berubah.35 Dengan demikian, tantangan ketiga annangguru adalah: Pertama, meningkatkan daya saing dalam menghasilkan karya-karya yang bermutu sebagai hasil dari pengusaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Harus disadari bahwa dalam era 35 Wardiman Djojonegoro, Menyiapkan Dunia Pendidikan Menghadapi Abad 21, dalam Visi Global: Antisipasi Indonesia Memasuki Abad 21, Yaya M. Abdul Aziz, ed, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 57-58.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 216 persaingan global saat ini, kelemahan lembaga pendidikan Islam adalah penguasaan pada IPTEK menyebabkan lemahnya sumber daya manusia dan ini merupakan tantangan paling besar bagi para pengelola lembaga pendidikan Islam seperti: pesantren, madrasah dan pengajian kitab. Kedua, pendidikan merupakan bagian dari perjalanan hidup umat manusia yang ingin maju. Pendidikan adalah salah satu aspek dalam Islam dan menempati kedudukan yang sentral, karena peranannya dalam membentuk pribadi muslim yang utuh sebagai pembawa misi ke-khalifah-an. Jika pendidikan Islam diorientasikan pada misi dan fungsi kehidupan manusia, maka orientasi ini lebih bernuansa pada performansi manusia, yaitu bagaimana manusia seharusnya berperan/ berkiprah sebagai khalifah Allah dan sekaligus sebagai hamba Allah. Sungguh performansi yang begitu sempurna! Bagaimana kita bisa meraih performansi yang begitu agung dan sempurna? Tentu saja melalui pendidikan yang di dalamnya terdapat proses pembelajaran. Tapi pertanyaan kembali muncul, format pendidikan seperti apa yang dapat membentuk pribadi muslim yang utuh? Apakah format pendidikan seperti yang ada sekarang sudah cukup ideal? Kenyataannya, output dari lembaga pendidikan kita yang ada sekarang belum mampu mencetak generasi muslim yang Qur’ani dan itu bukan hal mudah! Ketiga, secara umum memang tidak bisa dipungkiri bahwa kualitas pendidikan Islam yang dikelola oleh annangguru masih sangat rendah. Ini nampak sekali pada komponen pendidikan yang ada, baik itu pendidik, sarana, prasarana, kurikulum dan dana yang kurang memenuhi standar. Pendidik yang dikelola misalnya, banyak yang belum berkualifikasi sebagai pendidik yang profesional karena secara akademis mereka belum memiliki kualifikasi untuk menjadi DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 217 seorang pendidik (guru). Sarana dan prasarana yang ada masih jauh dari layak. Kurikulum pendidikan masih terjebak pada dikotomi antara pendidikan agama dan pendidikan umum serta anggaran pendidikan kita masih jauh dari standar. Keempat, dari luar sistem pendidikan yang ada, arus globalisasi dan informasi juga turut memberi pengaruh pada cara pandang masyarakat terhadap pendidikan, terutama pendidikan agama. Sehingga fenomena yang muncul adalah menomorduakan pendidikan agama. Kelima, begitu kompleks gambaran permasalahan dalam pendidikan yang dipimpin oleh annangguru, karena selain tantangan internal pendidikan juga dihadapkan pada tantangan eksternal sebagai imbas dari globalisasi. Pendidikan Islam yang identik dengan lembaga pendidikan bernama madrasah, pengajian-pengajian kitab tradisional, pesantren memang masih mendapat predikat sekolah “kelas dua“ dari sebagian masyarakat kita yang notabene mayoritas muslim. Untuk mengubah atau bahkan menghilangkan sama sekali image negatif itu banyak hal yang harus dibenahi, di antaranya adalah perubahan orientasi. Orientasi pendidikan Islam selama ini adalah untuk memahami ilmu agama. Kondisi ini membuat pendidikan kita terisolasi dengan sendirinya. Paradigma ini harus diperbaharui karena al-Qur’an menuntun kita untuk menuntut ilmu seluas-luasnya. Ilmu agama dan ilmu duniawi haruslah konvergen, sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an dalam surah al-Qasas : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah



kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi.”



Jelas sekali tuntunan al-Qur’an di atas, dan untuk saat ini konvergensi ilmu agama dan ilmu umum dalam sisitem pendidikan DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 218 sudah diimplementasikan dalam kurikulum madrasah mulai jenjang ibtidaiyah sampai jenjang aliyah. Berkaitan dengan hal tersebut, di Polewali Mandar sejak tahun 2000 bermunculan beberapa sekolah-sekolah yang berstandar nasional maupun internasional, yang semakin banyak peminatnya mulai dari tingkat Play Group, TPA (Taman Pendidikan al-Qur’an) hingga ke tingkat perguruan tinggi, misalnya untuk tingkat TPA di setiap kecamatan terdapat TPA unggulan khusus bagi anak-anak yang berusia 4-6 tahun, mereka diajarkan membaca al-Qur’an dan dasar-dasar bahasa Inggris dan tata cara ibadah dan lain-lain, model pembelajarannya adalah lebih banyak kepada praktek di ajarkan di dalam kelas, kemudian di tingkat sekolah dasar hingga SLTA telah berdiri sekolah berstandar internasional. Dan beberapa sekolahsekolah unggulan lainnya. Sejak Sulawesi Barat mekar dari Sulawesi Selatan sejak tahun 2004, dan dijadikannya Kabupaten Majene sebagai kota pelajar ditandai dengan didirikannya Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar) di tahun 2006 dan pengusulan berdirinya STAIN Majene, menjadikan daerah ini menjadi tujuan utama bagi mahasiswa baik untuk belajar ilmu umum maupun agama, dan begitu pula di Polewali Mandar sejak tahun 2005 telah berdiri beberapa perguruan tinggi di antaranya Akademi Perawat, STAI DDI, dan beberapa perguruan tinggi di Makassar membuka kelas jauh di Polewali Mandar. Hal-hal tersebut merupakan tantangan bagi annangguru yang bergerak di bidang pendidikan, yang selama ini menjadi pengajar di pendidikan nonformal yang konsentrasi mengajarkan bidang keagamaan.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 219 D. Regulasi Pada umumnya annangguru di Polewali Mandar berlatar belakang pendidikan agama dan tidak ada yang berlatar belakang pendidikan umum. Pendidikan agama yang mereka dapatkan rata-rata pendidikan agama nonformal, seperti pengajian kitab kuning yang mereka ikuti mulai dari tingkat dasar belajar nahwu dan syaraf. Kemudian belajar mengaji hingga tingkat yang paling tinggi, yaitu mengkaji kitab-kitab klasik Islam seperti tas}awuf, fiqh, hadits dan tafsi>r. Proses pengajaran seperti itu berlangsung secara turun temurun dari annangguru yang mengajarkan kepada santrinya, dan ketika santri ini menjadi annangguru dia akan mengajarkan pula metode yang sama kepada santri berikutnya. Dampak dari sistem seperti ini adalah annangguru terbentuk untuk mengajarkan kitabkitab klasik saja, sementara semakin banyak persoalan kemasyarakatan yang membutuhkan ilmu-ilmu lain seperti sosial, budaya dan politik. Pada sisi lain, makin banyak sarjana yang lahir dari berbagai bidang keilmuan, sementara kebanyakan annangguru hanya tamatan aliyah. Sedangkan bagi mereka yang sempat sekolah di pondok pesantren juga hanya disamakan setingkat SLTP dan SLTA. Oleh karena itu, tantangan annangguru di bidang ini adalah mengenai pendidikan formal dan pendidikan tinggi. Pendidikan formal adalah pendidikan klasikal yang mempunyai regulasi tertentu yang wajib diikuti oleh peserta didik. Pendidikan formal ini ada yang berstatus negeri dan ada pula yang swasta mulai dari tingkat sekolah dasar hingga ke jenjang perguruan tinggi. Dengan digencarkannya program pemerintah di bidang pendidikan mengenai tuntas belajar 9 tahun dan program pendidikan gratis, tidak ada alasan lagi untuk setiap anak tidak bersekolah. Termasuk menuntut ilmu sampai ke jenjang yang lebih tinggi. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 220 Apalagi dengan makin banyak berdiri perguruan tinggi baik negeri maupun swasta, di bawah naungan NU maupun Muhammadiyah, sehingga lahir sarjana-sarjana yang berkompeten dan berkualitas sudah menjadi tuntutan zaman yang tidak bisa dielakkan lagi. Menurut UU No. 2 tahun 1989 dan peraturan pelaksanaannya, dinyatakan bahwa tujuan pendidikan tinggi adalah: a) Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian; b) Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian serta mengupayakan penggunannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kehidupan nasional. Di sini pembangunan pada hakikatnya adalah upaya manusia untuk merubah, mengelola lingkungan kehidupan, baik fisik, hayati, sosial budaya maupun rohani dengan tujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia dalam segala aspek. Maka, jika dikaitkan dengan pembangunan, sedikitnya ada tiga peran yang dimainkan oleh perguruan tinggi, yakni: 1) sebagai wadah pengembangan sumber daya manusia; 2) sebagai wahana untuk alih dan pengembangan teknologi; 3) sebagai lembaga mitra dalam perencanaan dan pemecahan problematika pembangunan. Berkaitan dengan peran pertama tersebut, kualitas perguruan tinggi amat ditentukan oleh kemampuan menyediakan sumber daya manusia dengan kualifikasi tinggi dan tangguh. Pengertian “tinggi dan tangguh” disini mengandung tiga kompetensi, yaitu (a) kompetensi akademik, (b) kompetensi profesional, dan (c) kompetensi intelektual. Secara garis besar ketiga komponen tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 221 Pertama, kompetensi akademik, berkaitan dengan kiat dan kemampuan metodologi keilmuan dalam rangka penguasaan dan pengembangan ilmu dan teknologi. Kedua, kompetensi profesional, berkaitan dengan wawasan, perilaku dan kemampuan penerapan ilmu dan teknologi dalam realitas kehidupan dalam masyarakat. Ketiga, kompetensi intelektual, berkaitan dengan kepekaan terhadap lingkungan fisik dan sosial yang ada, serta wawasan, sikap dan prilaku yang memihak kepada kebenaran kepentingan rakyat banyak.36 Sebagaimana kita maklumi, bahwa GBHN tahun 1993 meletakkan masalah pengembangan sumber daya manusia (SDM) pada salah satu orientasi pembangunan nasional. Bagi Indonesia sekarang ini, pembangunan SDM merupakan suatu condition sine quanon (masalah darurat). Ada beberapa alasan mengapa pembangunan pembangunan SDM menjadi suatu “ke-fardu-an” nasional sekarang ini yaitu: Pertama, alasan normatif. Bahwa tujuan pembangunan nasional sendiri memang mengamanatkan manusia sebagai sentral dalam pembangunan. Kedua, alasan ekonomis. Bahwa kesinambungan pembangunan hanya akan diperoleh bila pertumbuhan ekonomi dapat dipertahankan. Sementara pertumbuhan ekonomi menghajatkan peningkatan produktivitas yang perlu penerapan teknologi. Teknologi hanya dapat dikuasai oleh SDM yang berkualitas.37 36 Muhammad Tholhah Hasan, Peran Perguruan Tinggi NU dalam Ikut Serta Mencerdaskan Bangsa, dalam Bangkit, N0. 5 Juli-Agustus 1993, hlm. 37. 37 Ibid., hlm. 37.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 222 Ketiga, alasan kompetisi global. Dengan makin terbukanya Indonesia dalam proses globalisasi, maka tidak terhindarkan adanya persaingan yang terbuka. Untuk memasuki persaingan global ini dituntut kemampuan teknologi (dalam rangka ketepatan delivery). Ketiga gambaran di atas, menandakan bahwa kompetensi intelektual secara akademik sangat dibutuhkan. Kenyataan dalam kehidupan bermasyarakat mungkin juga menjadi bagian dari orang-orang yang sering memandang orang lain dari sudut pandang status pendidikan formal. Lihat saja beberapa organisasi kemahasiswaan atau lembaga sosial agama lainnya, lebih cenderung meminta pembicara acara seminar atau diskusi yang mereka adakan baik bertema agama maupun sosial kepada para sarjana-sarjana, baik yang bertitel S1 hingga S3 atau mereka yang sedang memimpin organisasi, meskipun disadari kapasitas keilmuan annangguru mungkin lebih tinggi dibandingkan sarjana tersebut. Dibuktikan beberapa mahasiswa S3 di Polewali Mandar yang sedang menyelesaikan penelitian disertasi tentang keagamaan justru banyak berkonsultasi pada annangguru tertentu di Mandar, namun mahasiswa tersebut lebih dikenal dan mendapatkan undangan sebagai pembicara dibandingkan dengan annangguru tersebut. Ini fenomena yang sering penulis temukan di masyarakat. Mungkin gelar itu penting bagi sebagian orang dalam proses pengembangan diri. Orang yang punya gelar akan lebih percaya diri ketika tampil di depan umum dan bergaul daripada lulusan SMA atau sederajat. Pada saat yang lain gelar itu juga bisa menaikkan status sosial dan mengantarkan seseorang pada posisi pergaulan yang lebih tinggi. Seiring perkembangan zaman, annangguru maupun calon annangguru juga dituntut belajar di bangku kuliah tidak lebih dari sekedar sebuah peta ilmu yang harus dicari sumber ilmu sebenarnya. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 223 Karena perkuliahan di kelas hanya singkat dan terbilang sangat sulit akan membuat kurang maksimal memperoleh ilmu yang lebih mendalam. Regulasi kesarjanaan itu penting untuk diri sendiri dan bentuk pengakuan di tengah masyarakat jika ilmu tertentu itu dikuasai oleh seseorang melalui gelar sarjana yang ia dapatkan, meskipun segelintir orang yang memperoleh gelar sarjana tidak dapat mempertanggungjawabkan (capability) gelar tesebut, namun demikianlah kenyataan di masyarakat selalu melihat apa yang nampak. E. Perubahan Teknologi Informasi Perubahan sosial di Mandar seiring dengan perubahan sosial yang terjadi di seluruh Indonesia, yang datang begitu cepat melalui media elektronik maupun media cetak.38 Kemudian istilah ‘globalisasi’ mulai dipergunakan di beberapa tahun terakhir ini, bukan saja dalam kalangan akademisi, tetapi juga dalam kalangan bisnis dan di antara kaum politis. Sebelum itu dikenal dengan istilah ‘internasional’ untuk bidang politik, dan ‘multinasional’ atau ‘transnasional’ untuk bidang ekonomi dan bisnis.39 Istilah ‘globalisasi’ dipopulerkan oleh Theodore Lavitte pada tahun 1985 dan telah menjadi slogan magic di dalam setiap topik pembahasan 40. Globalisasi diambil dari kata ‘global’ kata ini melibatkan kesadaran baru bahwa dunia adalah sebuah kontinuitas lingkungan yang 38



Wawancara dengan Saikhu, Tokoh Masyarakat Campalagian, di Lapeo pada tanggal 17 November 2010. 39 Ignas Kleden, Pergeseran Nilai Dalam Era Globalisasi, dalam Ekawarta, No. 02 &03, Maret-Juni 1999, hlm. 36. 40 Baharuddin Darus, “Pengembangan Kajian Ekonomi Isla>m pada IAIN di Abad 21”, dalam Syahrin Harahap (ed), Perguruan Tinggi Isla>m di Era Globalisasi, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1998), hlm. 161. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 224 terkonstruksi sebagai kesatuan utuh. Dunia menjadi sangat transparan sehingga seolah tanpa batas administrasi suatu negara. Batas-batas administrasi suatu negara menjadi kabur. Globalisasi menjadikan dunia transparan akibat perkembangan pesat ilmu pengetahuan serta adanya sistem informasi satelit. Arus globalisasi lambatlaun semakin meningkat dan menyentuh hampir semua aspek kehidupan sehari-hari.41 Globalisasi menjadi kekuatan yang terus meningkat,42dan dapat menimbulkan aksi dan reaksi dalam kehidupan. Globalisasi melahirkan dunia yang terbuka untuk saling berhubungan, terutama ditopang dengan teknologi dan informasi ini pada gilirannya dapat mengubah segi-segi kehidupan, baik kehidupan material maupun kehidupan spiritual. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini disatu sisi memberikan kemudahan hidup bagi umat manusia, tetapi disisi lain dapat menimbulkan berbagai perubahan, di antaranya pergeseran nilai. Soejatmiko menyebutkan tiga faktor utama yang mendorong terjadinya perubahan, yaitu: perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, faktor kependudukan, dan ekologi (lingkungan hidup).43 Dalam era global ini informasi keagamaan semakin mudah didapatkan maupun diakses oleh siapa saja dan dimana saja tanpa mengenal waktu dan tempat. Karena itu, annangguru sebagai tokoh agama yang notabene pada masa lalu sebagai tempat rujukan Lihat Peter D. Sutherland, “Tantangan-tantangan Globalisasi” dalam Ade Ma’ruf, Anas Syahrul Alimi (ed), Shaping Globalization (Yogyakarta: Jendela, 2000), hlm. 113. 42 Dirk Mesner, “Jawaban Kaum Sosial Demokrat atas Neoliberalisme”, dalam Shaping Globalization (Berlin: International Confrence, 17th and 18th of June 1998), hlm. 113. 43 Soejatmiko, Manusia dan Dunia yang sedang berubah (Jakarta: Grafindo, 1991), hlm. 7. 41



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 225 terhadap persoalan-persoalan keagamaan, dihadapkan pada tantangan yang tidak mudah dihindari, di antaranya adalah dengan menguatnya informasi dan komunikasi. Di era globalisasi informasi sangat mudah didapatkan. Demikian pula informasi seputar keagamaan, ini merupakan salah satu tantangan annangguru, dimana teknologi dan telekomunikasi mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Indikasinya adalah makin banyak saluran yang dipergunakan untuk menyampaikan informasi kepada pihak lain, seperti radio, televisi, film, surat kabar, telepon, teleks, faksimile maupun internet. Adapun gambaran potensi dari beberapa media informasi tersebut adalah sebagai berikut. 1. Televisi Saat ini hampir tidak ada yang dapat menahan laju perkembangan teknologi informasi. Keberadaan teknologi informasi telah menghilangkan garis-garis batas antara negara dalam hal arus informasi (flow of information).44 Di sini televisi sebagai media informasi, tidaklah hanya menjadi media yang efektif dalam mentransmisikan informasi, melainkan juga mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi perilaku (attitude) perantaranya. Berdasarkan sebuah penelitian, televisi sebagai perangkat audio visual yang mempunyai daya terpa paling besar (44%). Gambar-gambar yang disertai gerakan dalam mengungkapkan suatu maksud lebih mudah



44 I Nyoman Wenten et al., Dampak Globalisasi Informasi Terhadap Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Bali. (Denpasar: Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Bali, 1993/1994), hlm. 84.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 226 diserap oleh penonton, apalagi jika disertai oleh gambar-gambar statis seperti grafik, matriks yang menunjukkan data.45 Media informasi dan komunikasi elektronik ini sempat dimanfaatkan oleh para dai kondang atau pakar di bidang keagamaan untuk menyampaikan informasi. Sebab, media ini dianggap lebih efektif dan dapat disaksikan atau dibaca oleh banyak orang di seluruh penjuru tanah air. Dari siaran televisi itulah muncul nama-nama kondang seperti: Prof. Dr. H. Quraish Shihab dengan tafsi>r al-Misbah nya, Ust. Jeffri al-Bukhari bagi yang mewakili ustadz gaul yang lebih banyak penggemarnya bagi kalangan anak muda, Ust. Arifin Ilham yang lebih populer dengan zikirnya. Mereka adalah para da’i yang populer akibat media informasi maupun komunikasi. Saat ini televisi telah menjadi bagian dari kehidupan rumah tangga dan keluarga. Karena itulah ceramah-ceramah keagamaan dan informasi keagamaan hampir menghiasi tayangannya setiap waktu. Sementara dampaknya, masyarakat jadi lebih suka menikmati pengajian lewat televisi dibandingkan pengajian di masjid, karena informasi di televisi lebih membahas persoalan kontemporer, dan disajikan oleh dai yang sudah mempunyai nama. Demikian pula halnya mengapa sajian-sajian sinetron yang bernuansa dakwah semakin marak disiarkan di televisi, karena penggemarnya juga banyak hingga ke pelosok desa. Masyarakat Polewali Mandar sejak tahun 90-an telah disuguhi tayangan antena parabola, kemudian pada tahun 2000-an beralih ke televisi cable,46 penduduk Polewali Mandar hampir 45 Onong Uchjana Effendi, Ilmu Teori & Filsafat Komunikasi (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993), hlm. 192. 46 Televisi cable, adalah saluran tv yang dikelola oleh swasta, yang disambungkan ke rumah-rumah penduduk, dengan memakai kabel tanpa



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 227 seluruhnya memiliki televisi, jika ada penduduk yang tidak memiliki televisi ia tetap dapat menonton di rumah tetangga, artinya pengaruh siaran televisi dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat di perkotaan maupun di pedesaan.47 2. Radio, Surat Kabar dan Media Sosial Sebagai media komunikasi elektronik, radio juga sangat efektif untuk menyampaikan informasi pada para pendengar. Siaran radio mudah diterima pendengar karena radio tidak mengenal jarak dan rintangan. Radio dapat menjangkau pendengar yang cukup luas. Radio merupakan media informasi yang dapat memberikan hiburan, penerangan dan pendidikan bagi masyarakat. Siaran-siaran keagamaan juga banyak disiarkan di radio. Di Polewali Mandar ada 3 radio mengudara yang sangat akrab dengan masyarakat Polewali Mandar yaitu, Radio STFM, Radio Amanda, Mario FM dan Radio Sawerigading: Siaran-siaran keagamaan lewat radio di Polewali Mandar, Menurut Rusman48 “Saat ini radio di daerah khususnya di Polewali Mandar sudah banyak digunakan oleh para muballigh, khususnya para annangguru untuk berdakwah, baik itu melalui dialog interaktif maupun ceramah monolog, antusiasme para pendengar cukup tinggi dibuktikan banyak penelpon di saat dilakukan interaktif”



antena yang mampu menayangkan lebih dari 30 siaran dalam dan luar negeri, dengan biaya Rp.10.000-Rp.20.000, tergantung siaran yang dipesan. 47 Wawancara dengan Herman, pengelola televisi cable, di Polewali pada tanggal 5 April 2017. 48 Direktur Mario FM, Wawancara di Polewal 5 April 2017 DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 228 Selain radio, surat kabar juga menjadi media informasi dan komunikasi yang memiliki fungsi pendidikan dan hiburan bagi masyarakat massa (mass education and entertainment). Sebagai sarana pendidikan, surat kabar memuat tulisan-tulisan ilmiah yang dapat menambah pengetahuan dan wawasan pembaca, baik berupa artikel, tajuk rencana, opini maupun berita-berita lain. Sebagai sarana hiburan, surat kabar menyediakan tulisan-tulisan yang bersifat hiburan, sosial, keagamaan, budaya dan lain-lain, begitu pula lewat koran-koran lokal seperti, Radar Sulawesi Barat dan Fajar. Globalisasi melalui gencarnya komunikasi, memberikan pengaruh besar terhadap masyarakat Mandar, terutama wawasan keagamaannya. Semakin sering mereka menonton muballig muda melalui televisi yang memberikan penjelasan keagamaan melalui beberapa pendekatan yang menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat sekarang, sehingga dakwah agama tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang serius. Hal ini memberikan dampak kepada para annangguru yang bergerak pada bidang dakwah, sehingga menjadikan pengaruh globalisasi ini sebagai tantangan tersendiri. Menurut Annangguru Fauzi, bahwa dalam konsep sekarang harus disajikan sesuai dengan zaman sekarang, harus lebih terbuka dan luwes, dan tentunya wawasan sangat dibutuhkan karena semakin banyak problem yang dihadapi masyarakat saat ini.49 Tantangan annangguru saat ini di era globalisasi khususnya di bidang dakwah dan pengajaran agama adalah, semakin banyaknya muncul muballigh muda yang ditayangkan lewat televisi, kemudian informasi keagamaan sangat mudah diakses, lewat 49 Wawancara dengan Annangguru Fauzi, di Polewali pada tanggal 1 April 2017.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 229 internet, televisi dan media massa, olehnya itu para annangguru harus mempersiapkan diri untuk menjawab tantangan tersebut. Dibutuhkan keterampilan tersendiri bagi annangguru untuk menyesuaikan perkembangan zaman, tetapi dari segi penguasaan kajian keagamaan, annangguru tidak kalah dengan dai-dai yang sering muncul di layar kaca, namun mereka lebih unggul dari segi metode dakwah. Teknologi dan informasi adalah pendukung utama bagi terselenggaranya globalisasi. Dengan dukungan teknologi dan informasi dalam bentuk apapun dan untuk berbagai kepentingan, dapat disebarluaskan dengan mudah sehingga dapat dengan cepat mempengaruhi cara pandang dan gaya hidup hingga budaya suatu bangsa. Kecepatan arus informasi yang cepat membanjiri masyarakat seolah-olah tidak memberikan kesempatan untuk menyerap dengan filter mental dan sikap kritis. Makin canggih dukungan teknologi tersebut, makin besar pula arus informasi dapat dialirkan dengan jangkauan dan dampak global. Oleh karena itu selama ini dikenal asas “kebebasan arus informasi” berupa proses dua arah yang cukup berimbang yang dapat saling memberikan pengaruh satu sama lain. Namun perlu diingat, pengaruh globalisasi dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh positif yang dapat dirasakan dengan adanya peningkatan kecepatan, ketepatan, akurasi dan kemudahan yang memberikan efisiensi dalam berbagai bidang khususnya dalam masalah waktu, tenaga dan biaya. Sebagai contoh manifestasi informasi pada bidang keagamaan adalah mudah dilihat di sekitar masyarakat, melalui televise, radio, tv cable, internet dan lain-lain. Demikian pula informasi keagamaan lewat artikel dan karya-karya ilmiah lainnya dapat cepat diakses melalui internet. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 230 Sedangkan pengaruh negatif yang bisa muncul karena adanya informasi teknologi dan komunikasi misalnya dari globalisasi aspek ekonomi, terbukanya pasar bebas memungkinkan produk luar negeri masuk dengan mudahnya. Dengan banyaknya produk luar negeri dan ditambah harga yang relatif lebih murah dapat mengurangi rasa kecintaan masyarakat terhadap produk dalam negeri. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukkan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia. Pada hakikatnya teknologi diciptakan, sejak dulu hingga sekarang ditujukan untuk membantu dan memberikan kemudahan dalam berbagai aspek kehidupan, baik pada saat manusia bekerja, berkomunikasi, bahkan untuk mengatasi berbagai persoalan pelik yang timbul di masyarakat. Informasi dan teknologi tidak hanya membantu dan mempermudah manusia tetapi juga menawarkan caracara baru di dalam melakukan aktivitas-aktivitas tersebut sehingga dapat mempengaruhi budaya masyarakat yang sudah tertanam sebelumnya. Budaya atau kebudayaan adalah kerangka acuan perilaku bagi masyarakat pendukungnya yang berupa nilai-nilai (kebenaran, keindahan, keadilan, kemanusiaan, kebijaksanaan, dll) yang berpengaruh sebagai kerangka untuk membentuk pandangan hidup manusia yang relatif menetap dan dapat dilihat dari pilihan warga budaya itu untuk menentukan sikapnya terhadap berbagai gejala dan peristiwa kehidupan. Jadi, bagaimana informasi dan teknologi ini dapat mempengaruhi nilai-nilai yang telah tumbuh di masyarakat khususnya masyarakat Mandar, sangat tergantung dari sikap masyarakat tersebut. Seyogyanya, masyarakat harus selektif dan bersikap kritis terhadap informasi dan teknologi yang berkembang sangat pesat, sehingga semua manfaat positif yang terkandung di DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 231 dalam informasi dan teknologi mampu dimanifestasikan agar mampu membantu dan mempermudah kehidupan masyarakat, dan efek negatif dapat lebih diminimalkan. Tapi hal tersebut menimbulkan masalah bagi annangguru sebagai tokoh agama berlatar belakang Islam tradisional, dalam pengembangan dakwah dan pengajaran Islam masih menggunakan pola-pola tradisional, sehingga ia harus bersaing dan membendung arus globalisasi tersebut dengan memberikan perimbangan terhadap metode dakwah yang telah membaur dengan pola-pola modern seperti yang dilakukan oleh para dai atau ustadz dari perkotaan yang sering muncul di layar kaca ataupun informasi keagamaan yang mudah diakses dimana saja. Dampaknya adalah annangguru akan semakin ditinggalkan jika ia hanya mengandalkan metode dakwah dan pengajaran yang terwariskan dari annangguru sebelumnya.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 232



BAB V STRATEGI BERTAHAN ANNANGGURU DALAM DINAMIKA PERUBAHAN Setiap masyarakat senantiasa mengalami perubahan. Perubahan ini dapat terjadi pada setiap aspek kehidupan, baik yang menyangkut tata nilai dan norma, status, fungsi, struktur sosial dan lain sebagainya. Perubahan ini dapat terlihat apabila dibandingkan perkembangan keadaan suatu masyarakat dari zaman ke zaman. Cepat atau lambatnya perubahan sosial pada masyarakat tergantung dari substansi dari masyarakatnya itu sendiri. Masyarakat kota lebih cepat berubah dibandingkan dengan masyarakat desa. Pada masyarakat terasing (terisolasi) perubahan sosial berjalan sangat lambat bahkan cenderung terjadi stagnasi. Masyarakat ini sering disebut dengan masyarakat tertutup, contohnya masyarakat yang terdapat di pedalaman Polewali Mandar seperti beberapa desa yang terdapat di pegunungan. Namun, walaupun demikian perubahanperubahan sosial budaya tetap saja terjadi untuk jangka waktu yang panjang. Pada masyarakat kota, perubahan sosial budaya lebih terbuka lagi. Perubahan pada fungsi, sistem, dan struktur sosial DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 233 berjalan dengan cepat seiring dengan perkembangan waktu. Masyarakat yang mudah sekali mengalami perubahan sosial sering disebut dengan masyarakat dinamis. Perubahan yang terjadi pada suatu masyarakat dapat menyangkut perubahan nilai-nilai, norma, pola perilaku struktur, susunan lembaga sosial, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial, dan lain sebagainya. Sebagaimana telah dijelaskan pada pembahasan bab lima mengenai tantangan yang dihadapi oleh para annangguru, maka pada bab ini, memberikan penjelasan strategi yang dilakukan oleh para annangguru dalam mempertahankan diri dalam dinamika perubahan yang terjadi di masyarakat. Adapun strategi yang dilakukan annangguru supaya tetap bertahan dalam masyarakat adalah sebagai berikut: A.



KADERISASI DAN STRATEGI PENGAJARAN Strategi pertama adalah kaderisasi dan strategi pengajaran, kaderisasi dalam pembahasan ini merupakan upaya yang dilakukan annangguru untuk melahirkan annangguru-annangguru muda sebagai penerus, kemudian yang dimaksud dengan strategi ajaran adalah sebuah perubahan metode pengajaran kitab kuning yang dilakukan oleh annangguru dengan menyesuaikan dengan perkembangan zaman, meliputi: 1.



Kaderisasi Annangguru Meskipun secara kultural istilah ataupun gelar annangguru seseorang tidak dapat ‘dibeli’ atau diberikan secara formal, namun mengingat struktur sosio-kultural masyarakat yang memposisikan annangguru sebagai sentral kebajikan nilai perlu mendapatkan perhatian, artinya diperlukan wadah yang secara struktural menopang kultur patronase masyarakat tersebut untuk mempersiapkan annangguru-annangguru yang mempunyai DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 234 kredibilitas dan bisa diterima dengan baik di masyarakat. Pondok pesantren adalah wadah tersebut yang memang sudah secara lahir maupun batin bertujuan untuk mempersiapkan calon-calon annangguru yang diharapkan bisa menjadi tulang punggung di masyarakat dalam mengawal isu-isu ideologis strategis terutama soal moralitas dan keagamaan apalagi di era globalisasi saat ini semakin banyak persoalan yang muncul. Sama halnya dengan pesantren, madrasah dalam bentuk formal juga didirikan untuk melakukan peran tersebut, sebagai tempat pendidikan yang bernuansa keagamaan, materi pelajaran yang didominasi oleh pelajaran agama adalah ciri khas yang terus dipertahankan. Namun kondisi saat ini memiliki tuntutan lain, sebagai lembaga pendidikan, madrasah saat ini dipandang sebelah mata dan dianggap sebagai model pendidikan yang kurang bermutu. Banyak persoalan dalam hal ini yang menyebabkan madrasah seakanakan turun kelas dalam pandangan masyarakat. Madrasah saat ini sudah bergeser dari nilai-nilai keagamaan yang dianutnya, menjadi lembaga pendidikan kelas dua atau pilihan terakhir, tentu bukanlah faktor kesalahan internal kelembagaan madrasah semata, melainkan juga sebagai akibat dari lingkungan yang terbentuk pada konstruksi budaya masyarakat di tengah kebutuhan industrialisasi dan sloganslogan modern lainnya. Maka sudah saatnya melakukan pembenahanpembenahan internal untuk meraih kembali citra pendidikan madrasah yang telah lama terlupakan. Melihat pada masa lalu, penting kiranya untuk mengembalikan kembali Pambusuang sebagai wadah kaderisasi annangguru (bentuk dengan penguatan ilmu-ilmu keagamaan) sebagai fokus konsentrasi pembelajaran dan berprinsip pada metode pengamalan ilmu melalui akhlaqul karimah sebagai implementasinya dimana metode disesuaikan dengan zaman itu. Olehnya itu misi utama untuk mempertahankan annangguru supaya tetap eksis di DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 235 masyarakat mulai dirintis semenjak Annangguru Yasin (75 thn), Imam Masjid Taqwa Pambusuang dan pemimpin pengajian kitab di Pambusuang mulai sakit-sakitan karena lanjut usia. Maka sekitar akhir tahun 2009, ia sudah jarang mengikuti salat berjamaah di masjid atau memimpin salat berjamaah. Tugas sebagai imam dan pemimpin pengajian kitab kuning di Pambusuang dipercayakan kepada tiga muridnya, yaitu: Annangguru Bisri, Annangguru Jare’je atau Annangguru Syahid dan Annangguru Muhasib. Mereka inilah yang bertugas secara bergantian sebagai imam dan pemimpin pengajian kitab kuning di Pambusuang, baik di masjid maupun di rumah. Saat masih kuat dan sehat, Annangguru Yasin yang memimpin pengajian kitab di Pambusuang diselenggarakan antara salat maghrib dan salat isya yang bertempat di Masjid Taqwa. Pada sore hari, pengajian kitab diselenggarakan di rumah annangguru dan beliau dibantu oleh tiga annangguru muda yaitu Bisri, Syahid dan Muhasib. Berdasarkan pertemuan penulis dengan Annangguru Syahid, ia menuturkan: Pangaji kitta’ atau santri dari berbagai usia, mulai dari 15 tahun hingga 25 tahun. Masing-masing membawa kitab yang berbeda. Pangaji kitta’ ini terdiri dari berbagai macam latar belakang, mulai dari tingkat tsanawiah hingga yang telah memperoleh gelar sarjana di perguruan tinggi. Mereka berjumlah sekitar 30 orang. Bagi santri pemula membaca kitab Durrah an-Nasihin sebuah kitab hadist, dan bagi santri menengah membaca kitab An-Nasa>ih ad-Diniyah wa al-Was}a>ya al-Imaniyah. Sedangkan santri senior membaca kitab khasiah, sebuah kitab fara>id pembagian harta waris. Pangaji menghadap ke annangguru satu persatu dengan membawa kitabnya masing-masing untuk dibahas, mulai



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 236 dari cara membacanya hingga penjelasan isi kitab tersebut.1 Model pengkaderan annangguru muda di Pambusuang adalah dengan membentuk pengajian-pengajian kitab kuning menggunakan model tutorial. Di tempat tersebut pangaji kitta’ ini mendapatkan kesempatan untuk membaca satu kitab secara tuntas mulai dari kitab nahwu hingga kitab-kitab fiqh. Bagi santri pemula wajib membaca kitab-kitab nahwu dan sharaf bahkan menghapalkannya, sebagai dasar sebelum mengkaji kitab-kitab hadits, tas}awuf maupun kitab fiqh. Jumlah santri pangaji kitta’ di Pambusuang sekitar 60 orang yang berguru pada tiga annangguru muda, dengan latar belakang usia dan pendidikan yang variatif. Seorang pangaji yang bernama Mahmud (22 thn) berasal dari Tinambung, menuturkan: “Bahwa setelah menyelesaikan studinya di UIN Alauddin Makassar pada Fakultas Tarbiyah, saya kemudian memilih untuk mangaji (belajar membaca kitab kuning) di Pambusuang, karena di saat saya kuliah di UIN jurusan bahasa Arab, saya belum merasa puas”. 2 Demikian pula Hamid (19 thn), setelah tamat di salah satu pesantren di Makassar, ia kemudian memilih mangaji kitta’ (belajar kitab kuning) di Pambusuang untuk memperdalam ilmu baca kitabnya sebelum melanjutkan studi di Fakultas Syariah UIN Makassar. Saya memilih belajar membaca kitab kuning di Pambusuang atas saran teman saya yang pernah mengaji di Pambusuang dengan metode yang sederhana tapi 1



Hasil wawancara di Pambusuang, pada tanggal 29 Juli 2010. Hasil wawancara di Pambusuang, pada tanggal 1Agustus



2



2010. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 237 mudah dimengerti, apa yang saya dapatkan di pesantren selama enam tahun, belum sebanding ketika saya mengaji disini, pengajiannya lebih fokus.3 Demikian pula yang diungkapkan oleh Syamsuhri:4 Pengajian kitab di Pambusuang pada umumnya diikuti oleh sarjana-sarjana agama islam yang ingin melanjutkan studinya ke jenjang magister maupun doktoral, atau sekedar ingin memperdalam ilmu agamanya.



Pangaji ini berasal dari berbagai daerah di Polewali Mandar termasuk Pambusuang, Majene, Kalimantan hingga dari Sulawesi Selatan, namun mayoritas berasal dari Sulawesi Barat. Pangaji kitta’ inilah nantinya yang akan mengajar di berbagai tempat di Polewali Mandar, seperti Campalagian, Wonomulyo Tinambung, dan daerah lain. Kaderisasi bagi annangguru pangaji kitta’ terbentuk dengan baik melalui model yang dilakukan tiga annangguru muda: Syahid, Muhasib dan Bisri. Yaitu: melalui pengajian kitab kuning di masjid dan di rumah-rumah, para pangaji secara bergantian mendatangi rumah annangguru mulai pagi hingga malam hari. Sehingga tak ada waktu yang terlewatkan oleh mereka selama belajar di Pambusuang. Adapun kitab yang dipelajari oleh pangaji kitta’ dijelaskan pada tabel 22,23 dan 24 di bawah ini disertai dengan nama annangguru yang mengajar, kitab yang diajarkan, pengarangnya, jadwal pengajian dan jumlah pangaji.



3



Hasil wawancara di Pambusuang, pada tanggal 1 Agustus



2010. 4



Hasil wawancara di Polewali pada tanggal 15 Mei 2015. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 238 Tabel 15 Annangguru dan Kitab yang diajarkannya Jadwal Pengajian kitab di rumah dan masjid annangguru muda Nama KitabPengarang Jadwal Jumlah Annanggur kitab Kitab Pengajia Pangaji u yang n Diajarka n 30-35 pangaji Annanggur al-Allamah Masjid (santri) u Syahid Khasyiah Khabar Taqwa yang al-Fuhamah malam pegang Sabtu kitab, maghrib- masyaraka isya t umum 30 orang tidak memegang kitab Rumah, setiap 30-35 Al-Wa>fi Dr. malam, pangaji Musthafa kecuali Dib Buga malam Sabtu AnSayyid Rumah, Nasa>ih Abdullahi setiap 30-35 AdIbn Alawy malam, pangaji Diniyah Ibn alkecuali wa al- Haddad malam Was}aya> Sabtu DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 239



-



alImaniyah Fath al- Imam Qari>b Allamah Ahmad Husain Assyuhair bi Aby Syuja’



-



-



Nama Annangguru



Tanwi>r al- Qulu>b Durrah anNasihin



Kitabkitab yang diajarkan



al-Jawa>b al-Ka>fi, Annangguru ad-Dau Bisri wa adDawa'



Muhamma d Amin alKurdy -



Rumah, pagi (06.0007.00) (09.0011.00) Siang (13.001500) Sore (15.3018.00) -



30-35



pangaji



30-35



pangaji -



30-35



pangaji



Tabel 16 Pengarang Kitab



Ibn Qayyim DR. ACO MUSADDAD HM



Jadwal Pengajian



Masjid Taqwa malam Senin



Jumlah



Pangaji



50-60



pangaji dan masyarakat umum



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 240 Liman Sa’ala ani adDawa>i 'as-Sya>fi



(maghribisya)



(1420 H, 1999) -



Fiqh alIba>dah Hasan (1306 H, Ayyoub 1986)



-



Nama Annangguru



al-Nas}a>ih adDiniyah



KitabKitab yang diajarkan



Syekh Imam Qutub Tabel 17 Pengarang Kitab



at-Tazhib Annangguru fiMuhasib Adillah Dr. Matni al- Mosthafa Ga>yah Dib Buga wa atTaqri>b (1397 H, 1978) DR. ACO MUSADDAD HM



Rumah, Ba’da Isya (20.0022.00) Masjid Bala’



25-30



pangaji



50-60



pangaji dan masyarakat



Jadwal Pengajian



Masjid Taqwa, malam Kamis (maghribisya)



Jumlah



pangaji



50-60



pangaji dan masyarakat umum



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 241 -



Kitab atTasyrif



Muhasib



Rumah, (15.3018.00) setiap sore



50-60



pangaji



Ketiga annangguru muda tersebut di atas bermukim di Pambusuang dan konsentrasi mengajarkan kitab kuning kepada pangaji kitta’, Annangguru Muhasib dan Annangguru Bisri selain sebagai annangguru pangaji, keduanya juga pegawai negeri sipil, sehingga waktu yang digunakan mengajar setelah mereka pulang dari kantor, dan sebagian besar pangaji kitta’ tersebut berguru pada ketiga annangguru sekaligus. Awal kaderisasi annangguru dilakukan oleh Annangguru Yasin dengan memberikan kepercayaan kepada annangguru muda tersebut untuk memimpin pengajian kitab dan sudah menuai hasil. Saat ini pengajian kitab di Pambusuang dikendalikan oleh tiga annangguru yaitu: Muhasib, Syahid dan Bisri, dan mereka tengah mengkader sekitar enam puluh pangaji yang saat ini sedang belajar di Pambusuang. Tradisi yang berkembang bahwa annangguru itu harus berumur, sudah dapat ditepis oleh langkah yang telah dilakukan ketiga annangguru tersebut dimana mereka ternyata mampu mengemban amanah sebagai pengajar dan imam masjid dengan baik. Uraian di atas menunjukkan kelangkaan annangguru akibat beberapa faktor antara lain kelangkaan lembaga pengkaderannya. Masyarakat mulai mengeluhkan tentang kelangkaan annangguru yang dapat dijadikan panutan dan mampu memberikan nasehat dan pegangan agama yang meyakinkan. Sementara kondisi masyarakat modern sangat rentan dengan pengaruh sekuler yang membuat akidah manusia liar, batinnya keropos dan mengalami depresi. Karena itu, perlu ada upaya DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 242 mengatasi kelangkaan annangguru ini yang selama ini berpusat di Pambusuang dengan membangun wadah khusus untuk pengkaderannya. Dalam rangka mengatasi kelangkaan annangguru ini, sejak tahun 2000-an di Pambusuang telah lahir kelompokkelompok pengajian yang digerakkan oleh annangguru muda atau lembaga nonformal, seperti pengajian kitab kuning yang digerakkan oleh tiga annangguru muda tersebut di atas. Program pengajaran tersebut diikuti oleh berbagai kalangan anak muda mulai yang berusia 15 tahun hingga yang berusia 30 tahun. Kelompok pengajian ini bertujuan menyiapkan kader annangguru yang menguasai ilmu-ilmu agama melalui kitab kuning, baik yang klasik maupun modern. Pengkaderan bermaksud mencetak para ahli agama, pengamal agama, dan pembela agama, terutama menurut paham ahlu sunnah wa aljamaah. Alumni diharapkan mampu mempertahankan ajaran Islam yang benar dan menangkis segala paham yang menyimpang berdasarkan dalil-dalil al-Quran dan hadits dengan mssetode ilmiah serta kaidah-kaidah yang dapat dipertanggungjawabkan dunia dan akhirat. Kompetensi annangguru muda ini menguasai ilmu-ilmu dasar agama dalam bidang akidah, syariah, akhlak secara integral dengan kaidah-kaidah klasik dan didukung dengan metodologi ilmiah modern serta mampu mengkomunikasikan kepada masyarakat untuk diterapkan dalam kehidupan modern. Sehingga regenerasi annangguru di Mandar tetap bertahan dalam dinamika perubahan yang terjadi di masyarakat. 2. Strategi Pengajaran Strategi pengajaran dilakukan annangguru untuk menjawab stagnannya metode pengajaran yang dilakukan annangguru selama ini, yang cenderung tidak menyesuaikan perkembangan zaman, sehingga ditempuhlah beberapa strategi ajaran yaitu: DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 243 a. Memadukan Literatur Islam Klasik dan Modern Literatur klasik merupakan kitab-kitab penopang utama tradisi keilmuan Islam yang ditulis pada abad ke-10 sampai dengan ke-15 M. Beberapa karya penting ditulis sebelum periode tersebut, dan beberapa karya baru dengan corak yang sama terus ditulis, tetapi sejak akhir abad ke-15 pemikiran Islam tidak mengalami kemajuan yang berarti. Pola pemikiran dalam ilmu-ilmu keislaman tetap sama, namun dalam ilmu lain seperti matematika, fisika, kedokteran, paradigmanya telah mengalami perubahan karena pengaruh Eropa.5 Dalam tradisi abad pertengahan ini, ilmu dianggap sistem pengetahuan yang pada dasarnya bisa selesai. Ide untuk memperluas ilmu pengetahuan dianggap absurd bahkan bid’ah. Pandangan ini secara tegas membatasi jenis karya yang bisa ditulis. Aziz Al-Azmeh, yang menganalisis dengan sangat cermat dasar metafisika dari pemikiran Arab abad pertengahan, menyurvei secara singkat jenis karangan para ulama dan ilmuwan zaman itu. Jenis karya itu menurutnya agak terbatas karena setiap mengenai suatu subyek pasti termasuk satu dari tujuh jenis pembahasan berikut, yaitu: pelengkapan atas teks yang belum lengkap; perbaikan teks yang mengandung kesalahan; penjelasan (penafsiran) atas teks yang samar; peringkasan (ikhtisar) dari teks yang lebih panjang; penggabungan atas teks-teks terpisah tetapi saling berkaitan (namun tanpa adanya usaha sintesis); penataan tulisan yang masih simpang siur; dan pengambilan kesimpulan dari premis-premis yang sudah disetujui. Untuk masa pascaklasikpun hal ini masih sah sebagai



5



Karya Albert Hourani yang sangat bagus mengenai prmikiran Arab Modern (1962) menunjukkan bagaimana pemikiran yang secara sadar menyimpang dari tradisipun masih dipengaruhi olehnya. Buku ini tidak menaruh perhatian kepada mereka yang tetap berada di dalam tradisi dan tidak tertarik kepada dialog dengan pemikiran Arab, dikutip dari Martin van Bruinessen, kita>b Kuning (Bandung: Mizan, 1995), hlm. 30. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 244 gambaran pembahasan kitab kuning dan jika kita menambahkan terjemahan ke dalam bahasa setempat sebagai jenis kedelapan, praktis semua kitab yang ditulis ulama Indonesia selama abad yang lalu tercakup dalam delapan jenis ini.6 Survei pendidikan pribumi pertama yang dilakukan pemerintah (Belanda) di Kabupaten Rembang pada tahun 1864 telah pula mencatat kitab yang dipelajari di pesantren. Santri mempelajari dasar-dasar tata bahasa Arab dengan kitab ‘a>mil karya Jurjani (atau awa>mil) dan kitab juru>miyah (yang masih dipelajari di Pesantren).7 Demikian pula kajian kitab kuning di Mandar (Pambusuang dan Campalagian) yang telah berlangsung dari generasi ke generasi sejak tahun 1700-an. Kitab-kitab klasik tersebut terwariskan dari annangguru ke santri atau dari ayah ke anak hingga beberapa generasi, seperti Annangguru Syu’aib Abdullah mewarisi kitab-kitab kuning dari ayahnya Annangguru Abdullah. Demikian pula ayahnya mewarisi dari kakek Annangguru Syu’aib untuk diajarkan kepada pangaji kitta’ di Pambusuang. Menurut penuturan Annangguru Muhasib:8 Pengajian kitab di Pambusuang mencapai puncaknya sekitar tahun 1970 sampai awal 1980. Pada waktu itu pengajian dibawakan oleh sejumlah para annangguru kharismatik. Annangguru Yusuf Polewali membawakan kitab syarh al-Hikam pada malam Ahad. Annangguru Madeppungan Campalagian membawakan kitab fiqh pada malam Senin. Annangguru Saleh Pambusuang membawakan kitab minha>j al- abidi>n pada malam Selasa. Annangguru Jalaluddin membawakan kitab tafsi>r al6



Martin van Bruinessen, kita>b Kuning (Bandung: Mizan, 1995),



7



Ibid., hlm. 29. Hasil Wawancara di Pambusuang, pada tanggal 5 Agustus 2010.



hlm. 31. 8



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 245 Jala>lain



pada malam Rabu. Annangguru Said Pambusuang membawakan kitab tauhi>d pada malam Kamis. Annangguru Abd. Rasyid Sabang Subik membawakan kitab tas}awuf pada malam Sabtu, dan khusus malam Jumat di Masjid Taqwa Pambusuang digunakan membaca kitab Barazanji yang dipimpin langsung Imam Pambusuang Annangguru Mu’thi. Para annangguru yang membawakan pengajian kitab di Masjid Taqwa Pambusuang menggunakan kitab-kitab klasik yang pada umumnya karangan ulama sekitar abad ke 10-15 Masehi. Ketika pengajian kitab di Pambusuang mencapai puncaknya benar-benar diikuti oleh ratusan jamaah yang memenuhi masjid. Sedangkan annangguru yang memandu pengajian rata-rata adalah alumni Timur Tengah yang pada awalnya juga belajar mengaji di Pambusuang atau di Campalagian”. Demikian pula yang disampaikan oleh kepala desa Pambusuang dalam sebuah dialog pencanangan desa SIPMANDAQ untuk desa Pambusuang Bahwa: Pada era tahun 1970-an hingga 1980-an merupakan masa-masa emas pengajian kitab kuning di Pambusuang sebagai pusat pengajian dan pembelajaran kitab kuning, di masa tersebut, para annangguru kharismatik masih hidup, seperti Annangguru Shaleh, Annangguru Thahir Imam Lapeo, Annangguru Said dan lain-lain.9 Literatur Islam modern merupakan kitab yang ditulis oleh ulama-ulama modern sekitar abad 17 ke atas, seperti Bida>yah alMujtahi>d karangan Ibn Rushd sebagai pengganti kitab-kitab klasik



9 Wawancara dengan H. Mansur (50 thn) kepala desa Pambusuang, pada tanggal 9 September 2016.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 246 syafi’i, kitab bida>yah ini belakangan juga dicetak di Indonesia, yang berarti makin besarnya minat masyarakat. Kitab fiqh As-Sunnah, yang terdiri dari 14 jilid, karya pengarang Mesir modern Sayyid Sabiq, dengan cepat juga mendapat tempat di kalangan pesantren. Untuk mempertahankan tradisi pengajian kitab di Pambusuang, annangguru muda juga mencoba memadukan antara kitab kuning klasik dan modern sebagai tambahan wawasan bagi para pangaji kitta’. Salah satu annangguru muda yang mencoba mengajarkan kitab Islam modern di Pambusuang adalah Annangguru Bisri. Penulis sempat bertemu dengan Annangguru Bisri, ia sedang membawakan pengajian. Malam itu Annangguru Bisri membawakan pengajian kitab yang dikarang oleh seorang ulama modern, Hasan Ayyoub. Judulnya, fiqh al-Iba>dah yang ditulis sekitar tahun 1406 H atau 1987. Setelah berbincang sejenak tentang berbagai hal, annangguru kemudian mengajarkan kitab tersebut. Caranya, pangaji kitta’ menghadap satu persatu. Setiap orang mempunyai kesempatan untuk membaca kitab tersebut dan menterjemahkan isinya dan mengulas apa maksud isi kitab. Setelah itu dia mendapatkan penjelasan tambahan dari annangguru. Pangaji kitta’ sebagian besar telah mengusai tata bahasa Arab. Rata-rata pangaji kitta’ mempunyai kesempatan sekitar 5 menit untuk mengurai isi kitab di depan annangguru, setelah pangaji kitta’ mendapatkan giliran untuk membaca dan menterjemahkan isi kitab, selanjutnya annangguru memberikan penjelasan secara umum dan evaluasi dari hasil bacaan pangaji kitta’ secara keseluruhan meliputi tata bahasa, terjemahan, hingga kandungan kitab tersebut. Setelah itu lalu dibuka sesi tanya jawab, pengajian ini berlangsung hingga pukul 23.00 wita. Ulasan-ulasan yang dilakukan annangguru dalam kajian fiqh banyak menyentuh persoalan-persoalan yang tengah dihadapi masyarakat dalam berbagai hal. Kitab-kitab modern ditulis oleh DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 247 ulama modern, perlu disajikan kepada pangaji kitta’ untuk memahami pemikiran-pemikiran Islam kontemporer sehingga pangaji kitta’ tidak hanya mengetahui pemikiran ulama klasik tetapi juga memahami tulisan para ulama modern. Bentuk kajian kitab modern tidak hanya disuguhkan kepada para pangaji kitta’ tetapi juga kepada masyarakat umum. Penulis salat maghrib berjamaah di Masjid Taqwa Pambusuang. Malam itu bertepatan dengan jadwal pengajian kitab yang akan dibawakan oleh Annangguru Muda Muhasib (35 thn), yang juga berprofesi sebagai guru agama di salah satu SMP di Balanipa. Salat jamaah Maghrib saat itu dipimpin oleh Annangguru Bisri, terdiri dari 5 shaf dan masing-masing shaf terdiri dari 25-30 jamaah. Pada rakaat pertama imam membaca surah Ya>sin hingga ayat ke 15, dan pada rakaat kedua dilanjutkan hingga ayat ke 25. Salat jamaah dan dzikir berlangsung sekitar 15 menit, lalu dilanjutkan dengan salat sunnah rawatib. Setelah salat, jamaah yang berjumlah kurang lebih seratus orang, separuhnya masih tinggal di masjid. Dari jumlah tersebut kira-kira 30 orang adalah pangaji kitta’ selebihnya adalah mustami’ (pendengar). Annangguru Jare’je, panggilan akrab Annangguru Muhasib, kemudian melangkah ke depan dan menaiki tempat duduk khusus annangguru yang berukuran sekitar 100x70 cm dan tinggi sekitar 50 cm. Di depan annangguru ada tempat khusus bagi kitab yang siap dibacakan. Pangaji kitta’ duduk setengah lingkaran di depan annangguru. Sedangkan di belakang pangaji kitta’ ikut pula para jamaah yang terdiri para orang tua yang berusia sekitar 50-70 tahun. Pangaji kitta’ masing-masing membawa kitab yang akan dikaji malam itu, yaitu kitab fiqh modern yang ditulis oleh Dr. Mushtofa Diib Baga’ yang berjudul at-Tadzhib fii Adillah Matni alGayat Wa Taqri>b ditulis pada tahun 1397 H atau 1978 Masehi. Pengajian dimulai dengan salam lalu shalawat kepada nabi dan mengirimkan surah al-Fa>tihah kepada pengarang kitab yang akan DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 248 dibaca. Lalu annangguru memberikan prolog tentang bab yang akan diuraikan dan dilanjutkan dengan mempersilahkan kepada salah seorang pangaji kitta’ untuk membaca dan menterjemahkannya. Sesekali annangguru memotong bacaan pangaji kitta’ jika ada yang salah baca atau salah menterjemahkannya. Pembenaran dapat dilakukan oleh annangguru, atau memberikan kesempatan pada pangaji kitta’ yang lain untuk membenarkannya. Setelah bacaan selesai annangguru kemudian mempersilahkan kepada pangaji kitta’ untuk memberikan penjelasan tentang isi kitab yang telah dibaca dan meminta pendapat yang lain, mulai dari qawa>id atau tata bahasa, terjemahan hingga penjelasannya menjadi bahan diskusi antara annangguru dan pangaji kitta’. Dalam pengkajian ini yang mempunyai hak suara hanyalah pangaji kitta’ sedangkan mustami’ yang duduk di belakang para pangaji hanya sebagai pendengar. Setelah terjadi dialog, penjelasan atau kesimpulan akhir dijelaskan oleh annangguru, lalu dilanjutkan pada bacaan berikutnya. Dalam satu kali pertemuan biasanya hanya menyelesaikan sekitar 1 hingga 3 halaman. Pengajian dengan memadukan kitab modern dan klasik berlangsung sekitar lima tahun terakhir yang dipelopori oleh para annangguru muda yaitu Bisri, Syahid dan Muhasib yang sebelumnya belum pernah dilakukan. Menurut penuturan Annangguru Bisri, “Memadukan kajian kitab klasik dan modern merupakan metode baru yang digunakan dalam sejarah pengajian kitab di Mandar khususnya di Pambusuang dan mendapatkan respon positif dari masyarakat”.10 Metode penyajian dengan memadukan kitab klasik dan modern memang diminati oleh para pangaji kitta’ menurut Rusdi (25 tahun) peserta pangaji: 10



Hasil wawancara di Pambusuang, pada tanggal 11 Agustus 2010. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 249 Terobosan yang dilakukan oleh para annangguru muda ini dengan mengajarkan kitab klasik dan modern kepada kami itu sangat tepat sehingga kita dapat melihat perkembangan pemikiran dalam Islam, yang diungkapkan oleh ulama dari berbagai generasi dan saya pikir ini adalah hal yang baru di Pambusuang.11 Dampak yang dihasilkan atas strategi ini adalah merangsang anak didik untuk mengetahui lebih banyak tentang sejarah pemikiran atau penafsiran dalam Islam, kemudian dampak lainnya adalah mereka dapat menjawab persoalan yang dihadapi masyarakat saat ini. Annangguru Syahid yang mengajarkan ilmu fara’id, lebih banyak memberikan tugas kepada para pangaji-nya yang kemudian mereka presentasikan pada pertemuan berikutnya, artinya adalah bahwa kajian kitab yang disajikan para annangguru lebih terbuka dan siap menerima saran, sehingga pengajian-pengajian dengan metode ini akan berkembang bukan sebaliknya. Kitab kuning merupakan hasil kerja keras para sarjana Islam klasik yang menyimpan segudang jawaban atas permasalahanpermasalahan masa lalu. Sementara itu, di sisi lain adalah generasi yang hidup di ruang dan kondisi yang berbeda serta menghadapi peliknya problematika modern. Upaya yang dilakukan annangguru untuk tetap merespon modernitas dan mempertahankan kitab kuning tersebut adalah memadukan keduanya. Namun menjadikan kitab kuning sebagai pedoman yang ’sepenuhnya laku’ adalah tindakan yang kurang bijaksana, karena hanya al-Quran dan hadist-lah yang bersifat universal. Diibaratkan seorang anak yang mendapat warisan harta yang berlimpah dari orang tunya, akan tetapi apabila anak tersebut tidak mampu memperbaharui melakukan invosai terhadap 11



Hasil wawancara di Pambusuang, pada tanggal 11 Agustus 2010. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 250 warisan ayahnya tersebut dalam merespons dinamika perubahan zaman, maka harta tersebut akan habis secara sia-sia dan tidak bermanfaat. Kesimpulannya, harta ayahnya akan habis dan hanya meninggalkan cerita pada anak cucunya. Dengan pendekatanpendekatan di atas untuk memahami kitab kuning dengan membenahi strategi pengajaran, maka tradisi pengajaran kitab kuning di Mandar tetap bertahan, karena ia tetap menyesuaikan dengan zaman. Kitab kuning yang dipelajari oleh pangaji akan tetap aktual, up to date dan layak pakai sepanjang masa. Dengan berbekal pendekatan tekstual dan pemahaman yang terwariskan secara turun temurun maka akan menjadikan pengajaran kitab kuning yang dibaca hanya sekedar setumpuk kertas peninggalan ratusan tahun silam. Tetapi dengan dibandingkannya dengan kitab modern maka kitab klasik itu seakan berjilid dan seakan ada jembatan yang terbentang antara kitab klasik dan modern yang menjadi penghubung yang kuat. Realitas mengatakan bahwa yang berhasil menjadi pemikir-pemikir besar Islam Indonesia adalah mereka yang betul-betul mampu mengusai khazanah Islam dengan baik antara klasik dan modern. Tokoh seperti Gus Dur, K. H. Mustafa Bisri, Prof. Quraisy Syihab, Prof. Said Aqil Siraj, dll adalah tokoh-tokoh yang berlatar belakang pendidikan pesantren dan kitab kuning. Penulis sangat yakin bahwa orang yang mampu mengusai kitab kuning dengan sempurna klasik maupun modern adalah orang yang layak meneruskan estafet intelektual pemikiran Islam masa depan. Hal tersebut sedang dirintis oleh annangguru di Mandar. b. Memasukkan Kajian Tarekat di Kalangan Kampus Tarekat beserta jamaahnya (pengikut) biasanya merupakan gejala dari kehidupan tradisi Islam di pedesaan, dan jumlah pengikutnya akan mencapai puncak pada masa-masa krisis. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 251 Namun, dengan merebaknya barang-barang elektronik; televisi, jalan beraspal, dan tersedianya kendaraan angkutan yang murah sampai ke pelosok desa, tampaknya justru telah mengakibatkan jumlah pengikut tarekat mengalami penurunan secara mencolok, meski tidak di seluruh wilayah menunjukkan gejala yang sama. Di pihak lain, beberapa tarekat mendapatkan pengikut baru di kalangan penduduk perkotaan, dan tidak hanya di lingkungan masyarakat tradisional. Beberapa orang guru tarekat sempat menarik perhatian kalangan berpendidikan dan berhasil mendapatkan murid-murid di kalangan menengah atas. Sebagian dari murid baru ini termasuk orang-orang muslim yang berlatar belakang modernis atau sekuler. Mereka merasa tidak puas dengan suasana keagamaan tradisional yang tidak memberi sentuhan emosional di lingkungan mereka. Dengan kata lain, mereka ingin mencari pengalaman keagamaan yang bersifat langsung dan emosional melalui tarekat. Sebagian tarekat juga menjalankan sejumlah fungsi lain yang tidak bersifat keagamaan. Dalam praktiknya, setiap tarekat sekaligus juga berfungsi sebagai jaringan sosial, karena keanggotaan tarekat melahirkan sejumlah hubungan sosial yang akhirnya dapat dimanfaatkan. Terutama bagi orang-orang yang baru mencari penghidupan di kota, jaringan tarekat dapat berguna dalam mendapatkan pekerjaan, bantuan-bantuan ketika dalam kesulitan, dan seterusnya. Bagi sebagian anggotanya, tarekat juga berfungsi sebagai pengganti keluarga yang memberikan kehangatan dan perlindungan dan tidak didapatkan pada tempat lain.12 Dengan mulai memudarnya perkembangan tarekat di pedesaan Mandar membuat beberapa tokoh tarekat modern berusaha membuka kawasan baru, yaitu menjadikan kampus dan kalangan elit 12



Lihat, Martin van Bruinessan, kita>b Kuning, hlm. 205-206.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 252 perkotaan menjadi sasaran pengajian tarekat mereka. Strategi ini dinilai cukup efektif dan menjanjikan guna menangkal berbagai dampak negatif yang muncul akibat globalisasi dan modernisasi, seperti misalnya sekularisasi dan materialisme yang berlebihan. Dengan melakukan pengajian tarekat di kampus, sama halnya para annangguru telah melakukan adaptasi terhadap perkembangan masyarakat dunia perguruan tinggi sekaligus menanamkan (mewariskan) ajaran Islam sesuai dengan paham tarekat yang menjadi keyakinan mereka turun temurun. Sejak awal tahun 2000 pengajian tarekat Qadiriah misalnya, berlangsung di rumah Annangguru Sahabuddin di Makassar. Pengajian dihadiri berbagai tokoh masyarakat Mandar di Makassar mulai dari pejabat teras Kanwil Departemen Agama Sulawesi Selatan, Guru Besar Universitas Hasanuddin Makassar, serta beberapa annangguru lain. Pengajian diawali dengan membaca shalawat nabi, dilanjutkan membaca kitab tas}awuf. Selanjutnya diadakan dialog dengan jamaah sekaligus mencoba memadukan antara mystic truth dan intellectual truth, antara mystic experience dan cognitive experience. Pengajian tarekat terus berkembang di perkotaan bahkan kadang dipusatkan di Baruga Syekh Yusuf Makassar atau di Pesantren IMMIM Makassar. Semenjak Sahabuddin menjabat sebagai Rektor Universitas Asy’ariah Mandar (UNASMAN), ia menjadikan kampus sebagai tempat kajian tarekat yang diikuti oleh berbagai kalangan masyarakat. Dengan demikian, UNASMAN yang didirikan oleh Annangguru Sahabuddin pada tahun 2002, memberikan dinamika tersendiri dalam perkembangan tarekat di Mandar. Sahabuddin sebagai rektor sekaligus murid Annangguru Saleh, Pimpinan Tarekat Qadiriah di Mandar, menjadikan kampus UNASMAN tak dapat dipisahkan dari nuansa tarekat. Pada tahun 2007, penulis sempat berkunjung ke rumah jabatan Rektor UNASMAN, yang saat itu masih dijabat oleh Prof. Dr. Annangguru DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 253 Sahabuddin. Rumah jabatan rektor tepat berdiri berdampingan dengan masjid kampus. Di ruang tamu terpajang foto tokoh tarekat Qadiriah Syekh Alwi al-Maliki, dan beberapa jilid kitab kuning di lemari yang tersimpan di ruang tengah. Sepeninggal Annangguru Sahabuddin, Rektor UNASMAN dipegang oleh putranya Annangguru Sybli Sahabuddin. Pada kepemimpinan Annangguru Sybli tarekat Qadiriah di kalangan institusi kampus makin berkembang. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya digelar berbagai kegiatan tarekat Qadiriah di lingkungan kampus UNASMAN. Salah satu kegiatannya adalah pengajianpengajian tarekat di masjid kampus atau di rumah dinas annangguru (rektor) serta memperoleh perhatian cukup besar dari civitas academica. Dengan adanya pengajian halaqah di lingkungan kampus telah memberikan ruang ideal mengenai bagaimana pikiran-pikiran ilmiah dapat menjelaskan kepercayaan yang serba mistis dengan memadukan pengalaman empiris mengenai eksistensi Tuhan. Untuk sekadar contoh, apa yang disampaikan dalam pengajian dapat dianalogikan dengan memberikan pemahaman mengenai lemari, meja, jendela, kursi dan lain-lain yang terbuat dari kayu yang pada esensinya adalah kayu. Demikian juga dengan Tuhan, bahwa Tuhan ada dimana-mana dalam bentuk esensi, karena Tuhan yang menciptakan esensi itu pada dirinya. Pandangan itu sangat rasional dan mirip dengan pandangan filosof kaum eksistensialisme Soren Kierkegaard. Menurut penuturan Tammalele13 “Salah satu ritual yang sangat penting dalam tarekat Qadiriah adalah salat 27 Ramadhan atau massambayang bukku’. al-Alim al-Allama as-Syekh Annangguru Shaleh pada tahun 1950-an dalam menyambut malam lailah alqadr yang diyakini jatuh pada tanggal 27 Ramadhan. Beliaulah yang memprakarsai ritual tersebut serta 13



Wawancara di Pambusuang, tanggal 14 November 2015 DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 254 diselenggarakan di Gunung Salabose yang berada pada bagian timur Kota Banggae, Kabupaten Majene, atau sekitar 10 km sebelah barat Desa Pambusuang. Di Gunung Salabose ini terdapat makam seorang ulama besar Syekh Abdul Mannan yang setiap saat orang dapat berziarah. Pada awalnya salat 27 Ramadhan dilaksanakan di kediaman Annangguru Shaleh di Pambusuang, yang selanjutnya diselenggarakan dari rumah ke rumah. Namun, karena jumlah jamaah semakin banyak, akibatnya rumah orang-orang pun tidak dapat menampung lagi. Saat itulah Annangguru Shaleh melakukan salat istikharah, selesai salat beliau menetapkan renungan Lailah al-qadr selanjutnya akan ditempatkan di Gunung Salabose, tepatnya di anak bukit yang bernama “Bukku”. Maka, di bukit inilah dimulai awal upacara dilakukan perenungkan makna lailah al-qadr yang diyakini jatuh pada tanggal 27 Ramadhan setiap tahunnya. Malam itu pula sekaligus dijadikan puncak pertemuan tahunan seluruh jamaah tarekat Qadiriah. Hingga saat ini masyarakat sekitar menyebut upacara tadi massambayang bukku’ yang diambil dari nama anak bukit yang terletak di Gunung Salabose”. Berdasarkan penuturan masyarakat setempat, di atas gunung itu Annangguru Saleh sering bertemu Syekh al-Maliky, dan karena itulah Annangguru Shaleh memilih tempat tersebut. Tentu hal ini merupakan mitos untuk melegitimasi kharisma Sang Annangguru, yang secara sosiologis merupakan fakta sosial. Seluruh rangkaian ritual 27 Ramadhan dilaksanakan dengan cara berjamaah di dalam masjid yang berukuran 15x15 meter. Nampak terasa sesak, bahkan di luar masjid pada acara ritual berlangsung tidak ada pemisahan antara s}af (barisan dalam salat) laki-laki dan perempuan, baik itu di halaman masjid maupun di halaman rumah penduduk. Secara sosiologis hal ini menunjukkan entitas sosial yang kuat di antara pengamal tarekat DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 255 dalam membangunan solidaritas mereka. Para pengunjung datang ada yang berjalan kaki, naik kendaraan, bahkan terdapat pula kendaraan dinas dan angkutan umum yang digunakan para jamaah untuk menghadiri upacara tersebut. Tujuan pelaksanaan ritual ini adalah untuk memperbanyak ibadah salat dalam rangka taqarrub kepada Allah swt. Karena nilai ibadah pada malam lailah al-qadr diyakini nilai pahalanya lebih mulia dari seribu bulan. Menurut Kesa14 (mantan sekretaris pribadi Annangguru Shaleh), “Pengamal tarekat Qadiriah meyakini bahwa lailah al-qadr jatuh pada tanggal 27 Ramadhan hal itu berdasarkan suatu keyakinan bahwa setiap ayat dalam al-Qur’an mempunyai makna hakiki yang mendalam. Kata lailah al-qadr disebut sebanyak 3 kali, masing-masing hurufnya 9, jika 9 x 3 maka jumlahnya 27 yang berarti lailah al-qadr diturunkan pada malam 27 Ramadhan. Argumen tersebut merujuk pada kitab yang ditulis oleh Ahmad Ibn Muhammad al-Shawy alMaliky dalam kitabnya yang berjudul khasiyah tafsi>r alJala>lain jilid IV. Setelah Annangguru Saleh wafat, pimpinan upacara ritual bukku’ dilanjutkan oleh Annangguru Sahabuddin (salah seorang murid yang cerdas dan banyak mendampingi Annangguru Saleh semasa hidupnya). Hal itu berlangsung selama putra Annangguru Shaleh yang bernama Ilham Shaleh masih menuntut ilmu di Makkah. Sedangkan ketika Ilham Shaleh telah kembali ke Mandar, posisi Annangguru Sahabuddin langsung digantikan oleh Ilham Shaleh. Sejak itulah terjadi konflik otoritas Pimpinan Tarekat Qadiriah antara Sahabuddin dan Ilham Shaleh LC. Pada masa itu pula Annangguru Sahabuddin mengambil sikap kontroversial dengan memindahkan upacara ritual itu untuk pertama kalinya di Pondok Pesantren Modern 14 Wawancara dengan Refat Kesa, mantan Sekretaris Pribadi Annangguru Saleh, di Majene pada 10 April 2010.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 256 IMMIM Tamalanrea Makassar pada tanggal 27 Ramadhan 1424 H, bertepatan pada hari Jumat tanggal 21 Nopember 2003. Ketetapan tersebut dilakukan setelah diadakan konsolidasi dengan pengikut yang melakukan upacara yang sama pada tanggal 25 Ramadhan 1424 H/19 Nopember 2003”. Upacara ritual ini benar-benar diciptakan sendiri oleh Annangguru Sahabuddin, dan setelah beliau wafat dilanjutkan oleh putranya Annangguru Sybli Sahabuddin. Di bawah kepemimpinan Sybli Sahabuddin tarekat Qadiriah mulai masuk kampus dan mendapat sambutan yang sangat antusias dari mahasiswa dan jamaah tarekat Qadiriah. Termasuk pelaksanaaan salat lailah al-qadr yang dulunya diadakan pada tanggal 25 Ramadhan dan 27 Ramadhan di Baruga Syekh Yusuf Makassar, tapi saat ini dipimpin oleh putra Annangguru Sahabuddin di kampus Universitas Asy’ariah Mandar Polewali yaitu Annangguru Sybli Sahabuddin. Sekilas gambaran mengenai peristiwa tersebut sempat dialami oleh penulis sebagai berikut: “Pada bulan Ramadhan 1431 H, digelar sambayang bukku’. Tepat pukul 19.00 wita, setelah buka puasa malam ke 25 Ramadhan 1431 Hijriyah, jamaah Qadiriah mulai berdatangan di kompleks kampus UNASMAN, tepatnya berkumpul di Masjid Kampus Unasman. Mereka datang dari Makassar Sulawesi Selatan, Majene, Mamuju dan Polewali Mandar. Mereka terdiri dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat biasa, mahasiswa, pegawai negeri sipil hingga pejabat, pengusaha dan politisi. Jumlah jamaah yang malam itu berkumpul tidak kurang dari seribu orang. Annangguru Sybli Sahabuddin bergabung dengan jamaah tepat pukul 20.00 wita, diikuti beberapa jamaah lainnya. Beliau mengenakan baju koko putih, sarung putih, kopiah putih dan sorban putih yang dililit di lehernya. Sybli langsung duduk di s}af paling depan bersama DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 257 dengan Sekretaris Kabupaten Polewali Mandar (SEKKAB) Bapak H. M. Natsir Rahmat, dan beberapa pejabat daerah lainnya. Tepat pukul 20.25 wita, adzan isyapun dikumandangkan oleh seorang santri dari pesantren mahasiswa UNASMAN. Selesai adzan, seluruh jamaah berdiri menunaikan salat rawatib, dilanjutkan dengan salat isya 4 rakaat yang diimami oleh Annangguru Sybli. Kemudian secara berurutan dilanjutkan dengan salat qada’ 17 rakaat, salat tasbih 4 rakaat 2 kali salam, salat taubat 2 rakaat, salat hajat 2 rakaat, salat tarwih 20 rakaat dan salat witir 11 rakaat. Selesai salat dilanjutkan dengan dzikir dan doa. Salat bukku’ ini berlangsung sekitar tiga setengah jam. Usai salat Annangguru Sybli menyampaikan tausiah sekitar 15 menit. Isinya memberikan penjelasan tentang tujuan dan manfaat sambayang bukku’ dalam perspektif tarekat Qadiriah”. Tarekat di Mandar beberapa tahun terakhir mengalami perkembangan baik di perkotaan maupun di pedesaan. Salah satu faktor penyebabnya adalah strategi annangguru dengan mengubah metode penyampaian tarekat yang lebih terbuka tentunya juga didukung perubahan sosial, dimana proses modernisasi diiringi pula oleh memudarnya ikatan sosial tradisional, telah menimbulkan kekosongan emosional dan moral. Lalu tampillah tarekat sebagai kebutuhan yang dirasakan orang banyak tersebut. Tarekat seperti itu menawarkan suasana emosional dan spiritual yang semakin sulit dicari dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu, proses depolitisasi Islam beberapa dasawarsa ini mendorong umat tidak lagi menaruh perhatian pada cita-cita politik Islam tetapi kepada pengalaman rohani dan akhlak pribadi. Strategi ini pula yang memasukkan tarekat di kalangan kampus perguruan tinggi yang kemudian ikut menambah populeritas tarekat



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 258 dan sekaligus populeritas annanggurunya yang mengajarkan tarekat tersebut. Walaupun suburnya perkembangan tarekat sebagian disebabkan oleh depolitisasi Islam, namun sebagai akibat potensi politik tarekat dalam arti terbatas, tentunya menjadi semakin nampak. Jumlah pengikut seorang annangguru tarekat rata-rata jauh lebih banyak daripada pengikut annangguru lainnya, dan pengaruh terhadap pengikutnya lebih besar karena gudang suara yang digenggamnya. Tarekat di Mandar pada awalnya identik dengan orang-orang tua dan kalangan masyarakat pedesaan, namun setelah kajian tarekat dan pengajian-pengajiannya dimasukkan dalam kampus yang diikuti justru kebanyakan mahasiswa, akademisi dan masyarakat umum menjadikan tarekat bukan lagi issu yang eksklusif yang hanya dipahami oleh kalangan tertentu, dan bahkan salat lailat al-Qadr yang dibawakan oleh tarekat Qadiriah, justri digelar di halaman kampus. Atas ide ini tarekat Qadiriah yang dulunya hanya populer di pedesaan tapi saat ini sudah dipahami bahkan digeluti oleh kalangan kampus. B. STRATEGI REKRUITMEN Strategi rekruitmen dan pelestarian adalah strategi kedua yang dilakukan annangguru untuk menghadapi berkembangnya organisasi kegamaan Islam dan kelompok Islam lainnya, yang dimaksud dengan strategi rekruitmen pada pembahasan ini adalah, pola yang dilakukan oleh annangguru untuk merekrut semua kelompok tersebut sebagai sebuah kekuatan dalam masyarakat, maka annangguru menempuh beberapa strategi rekruitmen yaitu: 1. Membuka Kajian Keagamaan dan Organisasi Extra Kampus Annangguru Sybli sebagai Rektor Universtas Asy’ariah Mandar (kini menjabat sebagai ketua yayasan UNASMAN) mempunyai peran penting dalam memajukan kampusnya, dengan DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 259 mendesain kampus menjadi kampus semua golongan, baik NU, Muhammadiyah, moderat atau dari kalangan mana saja, hingga nonmuslimpun diberikan kesempatan terbuka untuk kuliah di UNASMAN. Setiap mahasiswa diberikan peluang untuk membentuk kelompok kajian keagamaan dan aktif di organisasi extra kampus. Secara formal, aktivitas keagamaan di perguruan tinggi umum memperoleh landasan dari ketetapan: MPRS Nomor II Tahun 1960 dan Undang-Undang Perguruan Tinggi Nomor 22 Tahun 1961, yang mewajibkan pengajaran mata kuliah agama di perguruan tinggi negeri. Legitimasi formal semacam itu mendapat tempat bagi tumbuhnya kelompok-kelompok kajian keagamaan di kampus, apalagi pada dasawarsa 1970-an terjadi arus masuk perguruan tinggi dari kalangan kaum santri. Gejala ini telah turut mempengaruhi perkembangan aktivitas keagamaan di kampus dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan berbagai gerakan keagamaan di kalangan mahasiswa. Situasi semacam itu mendapat dukungan pula dari kebijakan pemerintah terhadap perguruan tinggi.15 Semenjak 1978, pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kini Menteri Pendidikan Nasional, mengeluarkan kebijakan tentang Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK). Dimana pada intinya membatasi gerakan mahasiswa di bidang politik dan lebih memfokuskan diri pada kegiatan-kegiatan studi. Kebijakan tersebut mendorong pertumbuhan kelompok studi yang meluas di kalangan mahasiswa. Gejala ini dapat dilihat sebagai upaya pencarian bentuk baru aktivitas mahasiswa setelah peranannya sebagai kekuatan politik yang mampu mendesakkan perubahan (agent of social change) mengalami stagnasi. Upaya pencarian bentuk baru yang tetap menjadikan kampus sebagai sentral kegiatan, secara



15



Mimbar Jumal Agaau & Budaya, Vol. 24, No. 4, 2007, hlm. 481-



482. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 260 simultan ikut pula mengembangkan tradisi keilmuan dalam bentuk pengembangan intelektual. Kelompok studi yang pada mulanya bergerak dalam bidang ilmu pengetahuan umum dengan segera memasuki pula lapangan keagamaan. Suatu hal yang amat menarik diamati adalah kelompok studi keagamaan ini justru tumbuh subur di perguruan tinggi umum. Hal ini membawa kepada asumsi bahwa telah terjadi perubahan orientasi di kalangan pemikir-pemikir Islam, termasuk generasi mudanya, dalam arti transformasi kultural melalui proses pencarian identitas dan orientasi baru sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Motivasi mahasiswa melakukan kegiatan keagamaan di kampus sering tidak terlepas dan materi dan proses pembelajaran yang terjadi dalam pendidikan formal di kampus yang bersangkutan. Penekanan dalam substansi mata kuliah, apakah cenderung lebih menekankan pada aspek syariah, akidah, keilmuan atau lainnya yang termuat dalam mata kuliah Agama Islam mendorong motivasi mahasiswa dalam berperilaku yang sesuai dengan tekanan substansi tersebut. Di samping itu, faktor-faktor lainpun tidak sedikit memiliki andil, misalnya dalam proses pembelajaran penunjang, seperti diskusi-diskusi pendalaman materi perkuliahan, peranan para pendamping atau dosen. Faktor lain yang juga tidak dapat diabaikan adalah Organisasi Mahasiswa Islam, dinamika kehidupan kelompok keagamaan lain dalam perkembangannya juga menjadi faktor penting kehidupan beragama di kampus. UNASMAN sebagai kampus yang terbuka meskipun masih baru, namun telah berdiri beberapa organisasi extra kampus yang berlatar belakang keagamaan, seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), organisasi ini adalah organisasi kemahasiswaan yang menghimpun kalangan netral atau keberpihakannya pada organisasi keagamaan masyarakat, apakah NU atau Muhammadiyah, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang berhaluan ke DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 261 NU, dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang berhaluan ke Muhammadiyah. Selain oeganisasi tersebut di atas terbentuk juga kelompok-kelompok diskusi kampus yang rutin membahas tema mutakhir yang dinilai penting pada masanya, misalnya: peran wanita di era modern, hubungan antara agama, kebebasan berpikir, poligami dan Islam, kebudayaan dan lain-lain. Berkembangnya organisasiorganisasi Islam di dalam kampus perguruan tinggi dan kelompok diskusi tersebut memberikan kontribusi pada perkembangan pemikiran masyarakat sekitarnya, dan tentunya semakin menguatkan identitas annangguru sebagai rektor yang mencerminkan sebagai tokoh agama yang pluralis. Menurut penuturan Annangguru Habib Ahmad al-Mahdali16: Unasman merupakan kampus yang modern namun tidak melepaskan karakter ke NU-annya yaitu dengan menambahkan program ekxtrakurikuler bagi mahasiswa yang disebut dengan pesantren mahasiswa, saya adalah salah satu yang diminta untuk mengisi acara pengajian di mesjid kampus seminggu sekali, ini merupakan strategi untuk menjadikan kampus UNASMAN melahirkan “sarjana pless” yaitu sarjana yang mampu membaca kitab kuning meskipun ia bukan sarjana agama. Dengan model pembelajaran demikian kampus UNASMAN akan memiliki daya tarik bagi calon mahasiswa khususnya di Polewali Mandar dan pada umumnya di Sulawesi Barat.\ 2. Ikon Politik “Mengabdi Untuk Semua” Dalam perkembangannya, konfigurasi politik di Sulawesi Barat tidak lagi monoton. Pada kesempatan pertama mengikuti Pemilu Legislatif 2009, muncul sosok politisi dan partai politik



16



Hasil wawancara di Majene, pada tanggal 12 februari 2017. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 262 pemenang yang beragam. Akankah keragaman politik semacam ini menjadi kekuatan bagi provinsi termuda di Indonesia ini? Pada pemilu legislatif tahun ini, Sulawesi Barat yang berpenduduk sekitar 1 juta jiwa menempatkan tiga sosok wakil masyarakat untuk duduk di kursi DPR RI dan empat sosok politisi di kursi DPD RI. Berdasarkan hasil perolehan suara pemilu, jatah kursi yang ada dibagi rata untuk tiga partai dengan suara terbanyak. Partai Golkar, Partai Demokrat, dan PAN masing-masing memperoleh satu kursi. Selanjutnya, tiga orang yang akan mewakili rakyat Sulbar di DPR adalah mereka yang berhasil meraup suara terbanyak di partainya masing-masing. Dari Partai Golkar muncul nama Ibnu Munzir, politisi yang pernah menjadi anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan (1992-1997) serta DPR RI (1997-1999 dan 19992004). Pada periode DPR RI 2004-2009, ia tidak lagi menjabat sebagai wakil rakyat dan memilih bergelut di sektor swasta. Kini Ibnu Munzir kembali ke parlemen. Tingginya populeritas tokoh sebenarnya secara ideal akan tampak jelas pada perebutan kursi DPR RI. Muh. Asri, yang selama ini dikenal sebagai kader Golkar, misalnya, meraih suara 43.750. Posisi kedua diraih oleh Annangguru Sybli Sahabuddin, dengan perolehan suara 41.866. Peroleh suara Sybli cukup besar dimungkinkan lantaran ia dikenal sebagai Rektor Universitas Asy’ariah Mandar, dan juga putra dari ulama kharismatik Mandar, Annangguru Sahabuddin. Annangguru Sybli dengan jargon kampanyenya “Mengabdi Untuk Semua” ternyata dapat meraup suara dari berbagai kalangan. Tidak hanya dari komunitas NU, tapi juga dari kalangan Muhammadiyah dan masyarakat umum lainnya. Cukup mengejutkan karena dukungan tersebut juga muncul dari kalangan nonmuslim. Dengan kemenangan tersebut mengindikasikan Annangguru Sybli berhasil menjadi milik semua golongan. Selama kampanye pun ia menggunakan tim sukses dari berbagai kalangan. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 263 Hasilnya, pendukung Sybli cukup besar dan tersebar. Seperti di Kabupaten Mamasa yang mayoritas nonmuslim, di daerah perkotaan Polewali juga mendapat dukungan dari kalangan Muhammadiyah, demikian pula para NU tradisional yang banyak bermukim di pedesaan dan NU modern yang bermukim di perkotaan. Sekretaris pribadi Annangguru Sybli, Mas’ud Shaleh menuturkan: Bahwa ikon mengabdi untuk semua, merupakan ikon politik yang mengantarkan Annangguru Syibli menjadi anggota DPD RI, periode 2009-2013 dan 2014-2019, keterlibatannya di dunia politik adalah merupakan desakan dari jama’ah Qadiriah dan masyarakat kampus supaya beliau mencalonkan diri menjadi anggota DPD RI, demikian pula halnya di saat partai Golkar mencari sosok, calon wakil Gubernur Sulawesi Barat (2017-2022) Annangguru Sybli kemudian ditetapkan oleh partai Golkar sebagai calon wakil gubernur untuk mendampingi Hasanuddin Mas’ud, namun berbagai pertimbangan, akhirnya Annangguru Sybli mengundurukan diri dari pencalonan tersebut.17 Strategi yang dilakukan Annangguru Sybli di atas adalah untuk merekrut semua lapisan masyarakat yang terdiri dari dinamika kelompok dalam mengkampanyekan dirinya untuk duduk di kursi senator, ternyata strategi ini berhasil mendudukkannya, untuk merekrut suara NU, Muhammadiyah, bahkan suara nonmuslim. Demikian pula Annangguru Syarifah, ia tak hanya dikenal sebagai Pemimpin Panti Asuhan tapi juga aktivis LSM khusus pada perlindungan anak dan perempuan, dengan jalur LSM ini keannangguruanya tidak dibatasi oleh dinding NU atau tradisional Islam, justru terbuka oleh semua kalangan yang membutuhkan bantuannya.



17



Hasil wawancara di Majene, pada tanggal 12 Februari 2017. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 264 3. Menggelar Zikiran “Politik” Menjelang Pemilihan Bupati Polewali Mandar pada tahun 2013, Annangguru Fauzi memanfaatkan momentum tersebut dengan memanfaatkan salah satu pasangan calon kuat yaitu H.Andi Ibrahim Masdar dan H.M.Natsir Rahmat, untuk menggelar zikir bersama setiap malam Jum’at, di kediaman H.Andi Ibrahim Masdar, yang diberi nama Majelis Zikir AIM BeNar, yang merupakan akronim dari Andi Ibrahim Masdar bersama Natsir, zikiran ini digelar di kediaman Andi IbrahimMasdar sebagai calon bupati Polewali Mandar, yang merupakan adik kandung dari Ali Baal Masdar Bupati Polewali Mandar yang segera mengakhiri masa jabatannya di tahun 2013. Majelis zikir AIM BeNar18 yang didirikan oleh Annangguru Fauzi ini, awal mulanya hanya diikuti oleh simpatisan pada calon pasangan bupati Andi Ibrahim Masdar bersama H.M.Natsir Rahmat, dalam perkembangannya semakin banyak diikuti oleh masyarakat menengah ke atas baik di kalangan pengusaha pejabat, politisi dan tokoh-tokoh masyarakat, pada majelis zikir ini rutin membaca Ratib Al-Haddad19, dengan banyaknya tokoh masyarakat yang bergabung dalam majelis zikir AIM BeNar ini, 18



Majelis Zikir AIM BeNar mulai digelar pada hari Kamis (malam Jum’at) tanggal 15 Mei 2013 dikediaman Andi Ibrahim Masdar, jika dihitung malam Jum’at yang lalu tanggal 30 Maret 2017, maka majelis zikir ini telah digelar kuarang 400 kali. Wawancara Ust Bakri, Imam Mesjid Abdurrahman Matakali, tanggal, di Polewali pada tanggal 1 April 2017, 19 Ratib Al-Haddad berasal dari nama penyusunnaya, yaitu Imam Abdullah bin Alawi Al-Haddad, seorang pembaharu Islam (Mujaddid) yang terkenal. Di antara do’a-do’a yang pernah disusun Ratib Haddad lah yang paling terkenal. Ratib yang bergelar yang bergelar AlRatib Al-Syahir (Ratib Yang Termasyhur) ini, disusun berdasarkan inspirasi pada malam lailatul qadar 27 Ramadhan 1071 Hijriah (bersamaan 26 Mei 1661 M), lihat, https://dalwadakwah.blogspot.co.id/2015/04/ratib-al



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 265 membuat Andi Ibrahim Masdar sebagai calon bupati semakin popular di tengah masyarakat, yang dikenal sebagai calon bupati yang religius, disisi lain memberikan keuntungan tersendiri bagi Annangguru Fauzi sebagaimana yang katakan: “Salah satu strategi dakwah yang saya lakukan di Polewali Mandar adalah, dengan membentuk majelis zikir AIM BeNar, coba bayangkan tanpa saya mengumpulkan orang, mereka datang sendiri, fasilitas sudah disediakan semuanya oleh Bapak Andi Ibrahim Masdar mulai dari tempat, snack dan bahkan saya diberikan amplop di saat selesai zikiran, karena tidak mungkin kalau saya yang akan mengumpulkan jama’ah sebanyak itu, disisi lain dakwah saya bawakan juga sampai ke mereka, jadi saya melihat disini kita saling memanfaatkan”.20 Dalam strategi dakwah yang dilakukan oleh Annangguru Fauzi ini, dengan memanfaatkan momentum pemilihan bupati, saling memberikan keuntungan baik di pihak Andi Ibrahim Masdar sebagai calon bupati, maupun di pihak Annangguru Fauzi sebagai Annangguru muda berstatus sebagai Imam Mesjid Agung Kabupaten, yang ingin lebih dikenal luas oleh masyarakat Polewali Mandar, dan dakwah dapat tersalurkan melalui pendekatan politik. Majelis zikir ini merupakan salah satu strategi politik yang ditempuh Andi Ibrahim sehingga ia bersama H. M. Natsir Rahmat dapat terpilih menjadi bupati maupun wakil bupati Polewali Mandar periode 2014-2019. Setelah pelantikan Bupati Polewali Mandar untuk periode 2014-2019, majelis zikir AIM BeNar tetap berjalan yang digelar setiap malam Jum’at, dan semakin berkembang karena jama’ahnya diikuti hampir seluruh pejabat lingkup pemerintah 20



Wawancara Annangguru Fauzi, di Polewali pada tanggal 15



Maret 2017. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 266 Kabupaten Polewali Mandar, tentunya Annangguru Fauzi semakin dikenal luas terutama lingkup Aparatur Sipil Negara (ASN) Kabupaten Polewali Mandar. Dan setiap tahun diadakan undian umrah bagi jama’ah zikir, dan Annangguru Fauzi diamanahkan oleh bapak bupati sebagai pendamping jama’ah haji umrah. Dianggap berhasil membina majelis zikir, membuat Ali Baal Masdar mengundang Annangguru Fauzi untuk menggelar Zikir bersama setiap malam kamis di kediamannya semenjak bulan Oktober tahun 2016, sebagai sarana silaturrahmi antara tim sukses dan simpatisan, Ali Baal Masdar yang akrab disapa ABM merupakan calon Gubernur Sulawesi Barat yang diusung oleh Partai Gerindra, Nasdem, PDI Perjuangan, PKB, PPP. Melalui zikiran ini yang digelar setiap malam kamis diikuti oleh masyarakat luas tokoh-tokoh politik, pejabat kabupaten dan majelis taklim, berlangsung cukup meriah, Annangguru Fauzi berperan sebagai pemimpin zikir dan menyampaikan tauziah sekitar 20 menit setelah zikiran, yang diawali sambutan sambutan dari tuan rumah, menjelang pemilihan Gubernur Sulawesi Barat 2017, majelis zikir Maju Malaqbiq21 semakin ramai, bahkan diikuti oleh jama’ah dari Kabupaten Majene dan Mamuju. Dan pada malam pemilihan Gubernur Sulawesi Barat yang serentak dilakukan di beberapa daerah di Indonesia tepatnya 15 Februari 2017, Annangguru Fauzi menghimbau supaya majelis zikir Maju Malaqbiq harus digelar, maka pada malam rabu kediaman Ali Baal Masdar didatangi ratusan jama’ah zikir yang datang dari berbagai kabupaten di Sulawesi Barat. Tentunya sebagai tokoh agama muda, Annangguru Fauzi semakin popular di masyarakat Sulawesi Barat, karena beberapa kali momentum kampanye akbar Ali Baal Masdar sebagai calon gubernur, 21



Nama majelis Zikir di kediaman Ali Baal Masdar, diambil dari nama taqline Visi Misinya sebagai calon Gubernur Sulawesi Barat 2017-2022 yaitu Sulawesi Barat Maju Malaqbiq. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 267 Annangguru Fauzi terlibat sebagai juru kampanye bersama dengan Annangguru Sybli. Dua majelis zikir yang diprakarsai oleh Annangguru Fauzi yaitu Majelis Zikir AIM BeNar dan Majelis Zikir Maju Malaqbiq, yang digerakkan dari awal dengan pendekatan politik, mampu menjadikan Annangguru Fauzi dapat survive di tengahtengah masyarakat Mandar. Menurut penuturan salah satu tokoh masyarakat Antusias masyarakat cukup meningkat memberikan dukungan ke bapak Ali Baal Masdar menjadi Gubernur Sulawesi Barat, karena masyarakat Mandar ini sangat religius, sehingga dibutuhkan sosok pemimpin yang memberikan perhatian serius terhadap agama, melalui media zikiran yang dipimpin oleh Annangguru Fauzi setiap malam kamis, merupakan media sosialisasi secara langsung ke masyarakat tentang visi dan misi dan janji kerja Ali Baal Masdar ke masyarakat.22 Media zikiran “Maju Malaqbiq” yang diprakarsai oleh Annangguru Fauzi, menjelang pemilihan Gubernur Sulawesi Barat menjadi media sosialisasi politik, yang dibungkus dalam sebuah majelis zikir, sehingga ada tiga yang dihasilkan dalam media tersebuat, yaitu: melaksanakan zikiran untuk mendekatkan diri kepada Allah dan diberikan kemudahan untuk sukses dalam pemilihan gubernur dan media sosialisasi visi dan misi Ali Baal Masdar sebagai calon gubernur, kemudian yang ketiga, memperkuat pengaruh Annangguru Fauzi ke masyarakat yang lebih luas.



22 Wawancara dengan Asnoen tokoh masyarakat, di Polewali , pada tanggal 3 April 2017



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 268 4.



Pendekatan Supranatural Supranatural23 merupakan sebuah pendekatan yang dilakukan oleh hampir seluruh annangguru di Mandar, karena salah satu peran yang sangat strategis dan masih bertahan saat ini adalah memberikan layanan supranatural pada masyarakat, salah satunya penuturan salah seorang warga masyarakat:



Masae sannaqma andiang mala battang, diang mesa wattu, sitta boyang pissangngu, maungi coba req lao’o pesitai Annangguru Maruhmah, peraui doangano’o malao marruppaq barakkaqna, inai lao maissangi mua malao massaqding bulang, apa’ meloqsanna’ diang annaqu akhirna naunga dzi Lapeo upisita annangguru merau barakkaqna, Alhamdulillah dzi wattuna urundi uwai anu pura najappi annangguru, mala tongangma masa’ding bulang, makanya membalia mai di woyangnna annangguru untuk massiara nasabaq syukura lao di puangataala.24 Artinya: Sudah lama saya tidak bisa hamil, pada suatu hari salah seorang kerabat dekat saya, coba kamu datangi Annangguru Marhumah untuk meminta dido’akan dan semoga kamu mendapatkan berkah dari annangguru, siapa tau kamu dapat terlabat bulan (hamil), keinginan kuat untuk mendapatkan anak, akhirnya saya ke Lapeo untuk menemuai Annangguru Marhumah untuk 23



Supranatural merupakan kelebihan, kemampuan serta kekuatan yang tidak lazim bahkan tidak pada umumnya, yang dimiliki seorang manusia. Kata supranatural itu sendiri terdiri dari 2 kata, supra dan natural yang memiliki arti singkat yaitu di luar ambang kodrati atau ke umum an yang yang terjadi pada manusia.lihat, http://id.m.wikipedia.org>Adikodrati 24 Wawancara dengan Icci Sakinah Ibu Rumah Tangga di Lapeo, pada tanggal 5 April 2017 DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 269 meminta berkahnya, kemudian annangguru memberikan saya air putih yang telah dido’akan, Alhamdulillah berselang beberapa lama, akhirnya saya dapat hamil, makanya saya kembali kesini ke rumah annangguru untuk berziarah sebagai ucapan rasa syukur kepada Allah AWT Annangguru Marhumah yang merupakan putri ulama kahrismatik Annangguru Thahir Imam Lapeo, setiap hari rumah kediaman Annangguru Marhumah dikunjungi oleh ratusan peziarah dari berbagai daerah di pulau Sulawesi bahkan dari Kalimantan, dengan tujuan bermacam-macam untuk meminta berkah dan dido’akan oleh Annangguru. Menurut penuturan Alimuddin tokoh masyarakat Polewali Mandar: “Di kediaman Annangguru Marhumah yang terletak persis di depan mesjid At-Taubah Lapeo, setiap harinya dikunjungi ratusan peziarah dari berbagai daerah, setelah berziarah di makam Imam Lapeo yang terletak di halaman mesjid At-Taubah, para peziarah langsung menuju kediaman Annangguru Marhumah untuk meminta berkah, para peziarah tersebut biasanya membawa makanan yang banyak, bahkan ada yang membawa Ayam, Kambing hingga Sapi, sesuai dengan nadzarnya untuk disembelih dan dibagikan pada anak yatim piatu atau fakir miskin. Sehingga sepengatahuan saya, di kediaman Annangguru Marhumah tidak pernah memasak nasi, karena banyaknya makanan yang dibawa oleh para peziarah setiap harinya”.25 Banyak pengunjung ke kediaman Annangguru Marhumah karena telah banyak yang merasakan berkah dari 25 Wawancara dengan Alimuddin tokoh masyarakat, di Polewali tanggal 5 April 2017



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 270 Annangguru Marhumah tersebut. Demikian pula dengan Annangguru Fauzi, kalau Annangguru Marhumah didatangi para peziarah, berbeda dengan Annangguru Fauzi, ia yang justru mendatangi rumah masyarakat yang membutuhkan untuk dido’akan. Seringkali Annangguru Fauzi mengunjungi masyarakat untuk melakukan pengobatan terutama yang terkena paqissangang (sihir), bahkan pada melakukan pengobatan pada penyakit-penyakit yang telah ditangani dokter ahli seperti leukemia, sebagaimana penuturan Aswan26 warga Polewali: Istri saya menderita penyakit leukemia dan telah berobat hingga ke Makassar, bahkan hampir semua orang pintar (orang yang pandai mengobati) di Mandar saya sudah datangi, suatu hari saya mengundang Annangguru Fauzi untuk datang ke rumah, yang kebetulan rumahnya dengan rumah saya hanya berjarak sekitar 1 kilometer, setibanya di rumah, ia langsung melakukan pengobatan kepada istri saya dengan membaca berbagai macam zikir dan langsung melakukan pengobatan dengan menggunakan air putih, dan saya menemukan sebuah keajaiban tatkala istri saya meminum air yang telah dido’akan oleh Annangguru Fauzi, tiba-tiba istri saya gemetar, dan keringatan sehingga mengeluarkan muntah yang sangat banyak. Berselang beberapa lama ia sudah merasa segar, dan saat ini Annangguru Fauzi masih rutin melakukan pengobatan pada istri saya. Rekrutmen yang dilakukan para annangguru ini berdampak positif pada kiprah dan peran annangguru di tengah masyarakat, di tengah perubahan social yang terjadi, justru semakin banyak masyarakat yang membutuhkan kehadiran annangguru bukan



26



Wawancara di Polewali tanggal 6 Aparil 2017 DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 271 sebatas pada peran-peran keagamaan bahkan sudah menyentuh pada aspek yang lebih luas, seperti pengobatan. C. AKTIF BERORGANISASI DAN MENDIRIKAN YAYASAN Annangguru yang sebelumnya dianggap sebagai orang yang menguasai hampir semua persoalan seperti: agama, pertanian, kesehatan, sosial, ekonomi, politik dan sebagainya, sekarang sudah mulai bergeser. Peran-peran annangguru perlahan diambil oleh pemerintah yang berkedudukan di kabupaten hingga desa. Annangguru tidak selamanya didudukkan sebagai sosok yang harus mampu mengatasi semua persoalan. Artinya, telah terjadi pemilahan atau spesialisasi peran. Misalnya, pada masa lalu masyarakat berkonsultasi ke annangguru masalah perikanan, kelautan dan pertanian bahkan arsitek sebuah bangunan yang akan dibangun. Sekarang untuk urusan tersebut masyarakat lebih banyak berkonsultasi kepada kalangan atau petugas di bidang masingmasing, seperti penyuluh pertanian, perikanan dan arsitek, dokter, dan lain-lain. Berdasarkan perubahan tersebut di atas, annangguru mulai berkiprah di organisasi kemasyarakatan, lembaga sosial dan lain-lain, supaya tetap survive di tengah masyarakat. Menurut Asnun dosen Institut Agama Islam DDI Polewali27, “saat ini annangguru di Mandar telah banyak melakukan inovasi dalam rangka merespon perkembangan jaman, annangguru diantaranya terlibat banyak pada organisasi sosial kemasyarakatan, mendirikan lembaga-lembaga pendidikan, aktif di dunia politik, dan tetap tidak meninggalkan crri khas keannanggurannya yaitu mengajarkan ilmu Agama Islam, baik melalui pengajian, 27



Hasil wawancara di Polewali pada tanggal, 10 Februari 2017. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 272 ceramah, maupun konsultasi-konsultasi pribadi di rumah annangguru”. Berikut ini dijelaskan kiprah annangguru pada organisasi kemasyarakatan Islam (ormas) dan lembaga sosial: 1. NU Sulawesi Barat Ada definisi resmi tentang Nahdataul Ulama atau ke-NU-an, seperti yang tertuang dalam Qanu>n Asasi, bahwa NU adalah satu organisasi yang dalam hal ber-fiqh menganut salah satu madzhab empat, dalam berakidah menganut Asy’aria-Maturidi, dan dalam hal ber- tas}awuf menganut al-Ghazali Junaidi al-Baghdadi.28 Nahdatul Ulama yang berarti kebangkitan ulama adalah salah satu organisasi sosial keagamaan di Indonesia, didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344/ 31 Januari 1926 di Surabaya atas prakarsa K. H. Hasyim Asy’ari dan K. H. Abd. Wahab Hasbullah disingkat NU. Tempat pengurus besar organisasi ini berkedudukan di ibukota negara, Jakarta. NU berakidah Islam menurut paham Ahlusunnah wal jamaa>h, menganut mazhab empat (Hana>fi, Maliki, Syafi’i dan Hambali), berasas Pancasila. Tujuan didirikannya adalah untuk memperjuangkan berlakunya ajaran Islam yang berhaluan Ahlu Sunnah wa al-Jamaah dan menganut madzhab empat di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang berasaskan Pancasila. Keanggotaan NU terdiri atas keanggotaan biasa dan anggota kehormatan. Susunan kepengurusan NU terdiri atas Mustasyar (Dewan Penasehat), Syuriah (Pimpinan Tertinggi NU), dan Tanfiziah (Pelaksana Harian NU). Tingkat kepengurusan terdiri atas Pengurus Besar (PB) untuk tingkat pusat, Pengurus Wilayah (PW) untuk tingkat provinsi, Pengurus Cabang (PC) untuk tingkat kabupaten dan kotamadya, Pengurus Majelis 28 Munawir Abdul Fatah, Tradisi orang-orang NU (Yogyakarta: LKIS, 2006), hlm. Xii.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 273 Wakil Cabang (MWC) untuk tingkat kecamatan, dan Pengurus Ranting (PR) untuk desa dan kelurahan. Pengangkatan pengurus dilakukan untuk waktu 5 tahun bagi PB, 4 tahun bagi PW, 3 tahun bagi PC, MWC dan PR. Pengurus Besar (PB) terdiri atas Mustasyar Pengurus Besar, Pengurus Besar Harian Syuriah, Pengurus Besar Harian Tanfiziah, Pengurus Besar Lengkap Syuriah, Pengurus Besar Lengkap Tanfiziah dan Pengurus Besar Pleno.29 Provinsi Sulawesi Barat yang terbentuk pada hari Rabu tanggal 22 September 2004 sebagai provinsi yang 33, secara otomatis pisah dari provinsi induknya, Sulawesi Selatan. Sebagai provinsi baru tentu belum memiliki Pengurus Wilayah atau PW NU. Pada tahun 2005, K. H. Hasyim Musadi berkunjung di Mandar dalam rangka menghadiri undangan dari Pesantren DDI Kanang Polewali Mandar. Pada pertemuan tersebut dihadiri Gubernur Sulawesi Barat Anwar Adnan Saleh, Rektor Universitas Asy’ariah Mandar, dan Pengurus NU Polewali Mandar seperti; Hasan Bado dan Akmal Hidayah. Pada kesempatan tersebut Bapak Hasyim Muzadi sebagai ketua PBNU mengatakan: “Apa sudah terbentuk Pengurus Wilayah (PW) Sulawesi Barat? Jika belum terbentuk, supaya segera dibentuk dan saya akan datang untuk melantik.” Saat itu tahun 2006 PW NU Sulawesi Barat memang belum terbentuk, dan Bapak Gubernur Anwar Adnan Saleh mengatakan: “Bahwa saya adalah warga NU. Saya dapat kuliah di APDN karena rekomendasi dari tokoh NU Sulawesi Selatan Pak Yusuf. Padahal saat itu telah berlangsung kuliah beberapa hari. Rekomendasi tersebut berisi bahwa saya adalah pengurus Ansor Kota Makassar dan akhirnya saya diterima menjadi mahasiswa APDN. Pada prinsipnya, sebagai Gubernur 29



Ensiklopedia Isla>m, (PT. Intermesa: Jakarta, 1997), hlm. 346. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 274 Sulawesi Barat saya sangat setuju jika PW NU Sulawesi Barat segera dibentuk.” Kunjungan Hasyim Muzadi benar-benar membuahkan hasil. Terbukti, selesai pertemuan bergeraklah Hasan Bado, Salam Ariyanto, Akmal Hidayah dan lain-lain, melakukan lobi-lobi di beberapa kabupaten Sulawesi Barat untuk segera menyusun panitia persiapan pembentukan PW NU Sulawesi Barat. Hasilnya, Akmal Hidayah, Taksir Ariyanto diposisikan sebagai Steering Committee (SC), bersama dengan Yahya Amin sebagai ketua SC. Pada tingkat SC inilah digodok siapa Bakal Calon (Balon) PW NU Sulawesi Barat. Dari sana muncul beberapa nama di antaranya Sybli Sahabuddin Rektor Unasman; Dr. Nafis dosen IAIN Alaudin Makassar; Tsabit Nadjamuddin mantan Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten Polewali Mamasa. Panitia pelaksana kemudian melakukan rapat di Pesantren DDI Kanang, dan ditetapkanlah tiga calon Ketua PWNU Sulawesi Barat, yaitu: Sybli Sahabuddin, Dr. Nafis, dan Tsabit Nadjamuddin. Pada awalnya Sybli kurang diperhitungkan karena masih dianggap junior dibanding dengan dua calon lainnya. Namun, dalam perkembangan forum Tsabit Nadjamuddin membuat manuver politik dengan menggoyang suara Dr. Nafis dan beralih mendukung Sybli. Akhirnya, Sybli Sahabuddin yang terpilih menjadi Ketua PW NU Sulawesi Barat pertama. Artinya, masyarakat Mandar yang mayoritas sebagai nahdyin telah mendudukkan Sybli sebagai tokoh agama dan akademisi yang dapat diandalkan untuk dapat mewarnai pembangunan di Sulawesi Barat sebagai provinsi baru di Indonesia. Semenjak terpilihnya sebagai Ketua PW NU Sulawesi Barat di tahun 2006, Sybli Sahabuddin makin populer di masyarakat. Aktualisasi diri sebagai annangguru di Mandar juga makin menguat dan tidak dimiliki oleh annangguru lain. Apalagi sejak itu sering tampil sebagai pembicara di berbagai forum ilmiah maupun DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 275 keagamaan dalam kapasitasnya sebagai rektor dan Ketua PW NU.30 Demikian juga Annangguru Syarifah yang terpilih sebagai Ketua Muslimat NU Polewali Mandar (1996) sekarang pengurus Muslimat NU Sulawesi Barat, Annangguru Latif Busyra dan Annangguru Bisri, mereka adalah pengurus NU di kabupaten maupun di provinsi, sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia, menjadikan mereka mempunyai jaringan semakin luas, mulai dari jaringan dakwah dan akses ke pemerintah. Tak bisa dipungkiri dengan aktifnya di organisasi, para anangguru ini lebih diperhitungkan dibanding jika tidak berorganisasi. Paling tidak jika mereka ingin mengeluarkan kritik atau masukan kepada pemerintah dengan mengatasnamakan NU akan lebih didengar dibandingkan jika hanya mengatasnamakan perorangan. 2. Yayasan Panti Asuhan dan Pendidikan Ada tiga annangguru perempuan di Polewali Mandar yang cukup eksis di tengah masyarakat. Masing-masing adalah Annangguru Marhumah putri Annangguru Thahir Imam Lapeo, Annangguru Alwiah putri Annangguru Fatahannu, dan Annangguru Syarifah Tanri Ampa putri Sayyid Muhdar al-Attas. Secara geneologis sebagai turunan Annangguru, mereka juga aktif pada lembaga sosial yang bergerak pada bidang pendidikan dan panti asuhan. Panti asuhan yang didirikan oleh ketiga annangguru perempuan tersebut berkembang cukup pesat dengan menggunakan metode pembinaan secara kekeluargaan. Di samping itu, panti asuhan mereka juga sering memperoleh kunjungan dan bantuan dari pejabat kabupaten hingga provinsi. Bahkan di musim kampanye, para anggota DPR wakil Sulawesi Barat banyak juga menjadikan panti



30 Wawancara Akmal Hidayah, Sekretaris PW NU Sulawesi Barat, di Polewali 1 Agustus 2010.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 276 asuhan tersebut sebagai lokasi kampanyenya. Berbekal keprihatinan dan kepedulian yang tinggi kepada masyarakat kurang mampu, ketiga annangguru itu benar-benar termotivasi untuk mendirikan panti asuhan bagi anak-anak yatim piatu. Adapun panti asuhan tersebut adalah: a. Panti Asuhan Husnu al- Khatimah Panti Asuhan Hhusnu al- Khatimah didirikan oleh Annangguru Hj. Alwiah pada 12 Juni 2003. Melalui panti asuhan ini Annangguru Hj. Alwiah bertekad untuk menampung anak-anak terlantar dan yatim piatu. Di sana mereka juga diberikan pendidikan dasar agama sebagai bekal untuk mempelajari ilmu-ilmu lain serta bekal membangun akhlak perilaku sebagai orang muslim. Nama Husnu al-Kha>timah diberikan karena dianggap bermakna baik yang dapat mendatangkan rezeki dan kebaikan. Pernyataan tersebut sempat disampaikan oleh Annangguru Hj. Alwiah sebagai berikut: “Panti asuhan ini saya beri nama Husnu al-Kha>timah, supaya anak-anak panti mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat, dan nama ini adalah nama yang terbaik”.31 Anak panti yang ditampung oleh annangguru berasal dari berbagai macam latar belakang kehidupan. Mulai anak terlantar, anak yang kurang mampu dan anak yatim piatu, dari berbagai kecamatan di Kabupaten Polewali Mandar. Waktu itu penghuni panti asuhan terdiri dari 35 putra dan 25 putri, hingga secara keseluruhan berjumlah 60 anak. Semuanya disekolahkan sampai pada tingkat tsanawiyah. Lokasi panti asuhan terletak di jalan olahraga Kelurahan Wattang Kecamatan Polewali. Bangunan yang terdapat di sana terdiri dari masjid yang luasnya sekitar 12x10 meter persegi. Dua 31 Wawancara dengan Annangguru Alwiyah, Pimp. Panti Asuhan Husnu al-Kha>timah, di Polewali 1 Juni 2010.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 277 rumah panggung yang digunakan untuk pemondokan anak putra dan putri di lantai dua, sedangkan lantai satu untuk kediaman annangguru yang terdiri dari ruang tamu dan perpustakaan, serta ruang makan. Data tahun 2017 panti asuhan Khusnul Khatimah saat ini dihuni sekitar 86 anak panti yang terdiri dari 40 laki-laki, 46 perempuan. Seluruh aktivitas belajar dilakukan di masjid. Pendidikan nonformal diberikan sore, seperti belajar bahasa Arab dan Inggris serta keterampilan lainnya seperti latihan pidato atau jahit menjahit bagi anak putri. Sedangkan antara salat maghrib dan isya diisi pengajian agama, seperti membaca al-Qur’an dan membaca Barazanji. Pengajian dilaksanakan oleh ustadz-ustadz muda yang tinggal di sekitar Polewali dan kebanyakan alumni pesantren atau sarjana dari UIN Alauddin Makassar. Sedangkan pendidikan formal ditempuh di Madrasah Husnu al-Kha>timah yang terletak sekitar 4kilometer sebelah barat panti asuhan. Anak-anak di panti asuhan hanya ditampung hingga tingkat SLTA atau sanawiyah. Setelah tamat dari tsanawiyah mereka dilepas untuk hidup mandiri, dan hanya beberapa orang yang tetap tinggal di panti asuhan untuk membantu annangguru membina adik-adiknya. Menurut keterangan Amma Muni32, salah satu pengurus panti asuhan Khusnul Kahtimah: pantia asuhan milik Annangguru Alwiyah semakin berkembang, baik dari sarana dan prasarana maupun jumlah anak yang menetap di panti, keberadaan panti asuhan milik Annangguru Alwiyah ini, menjadikan Puang Lawi (panggilan lain dari Annangguru alwiyah) semakin dicintai oleh lingkungan sekitarnya, karena ia dipandang sosok yang mampu membantu pemerintah dan masyarakat yang kurang mampu terutama anak-anak terlantar, ia sekolahkan secara cuma-cuma.



32



Hasil wawancara di Polewali, pada tanggal 11 Februari 2017. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 278 b. Yayasan H. S. Muhdar al-Attas Pada awal tahun 1984, Annangguru Hj. Syarifah Tanri Ampa melakukan pembinaan pengajian al-Qur’an bagi masyarakat Bonne-bonne dan sekitarnya. Pengajian tersebut mendapat respon positif dari masyarakat, sehingga dapat berjalan sampai sekarang. Dengan berbagai upaya dan usaha Annangguru Hj. Syarifah Tanri Ampa dapat memajukan pengajian dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Pada tahun 1990-an Annangguru Hj. Syarifah Tanri Ampa mendirikan yayasan panti asuhan, yang diberi nama Yayasan H. S. Muhdar dan mendapat dukungan dari masyarakat sekitarnya terutama Departemen Sosial dan pemerintah setempat. Pada tanggal 3 Mei 1990 panti asuhan secara resmi dibuka, bertepatan dengan tanggal kelahiran annangguru selaku Ketua Yayasan. Alasan dasar mendirikan yayasan adalah untuk pembinaan generasi muda dan membantu bagi anak yang kurang mampu. Nama Yayasan H. S. Muhdar diambil dari nama ayah Annangguru Tanri Ampa. Selain itu juga dikarenakan banyaknya kitab-kitab agama peninggalan almaruhm H. S. Muhdar yang dapat dimanfaatkan dibaca oleh anakanak panti asuhan, dan sangat mubazir jika dibiarkan berdebu di dalam lemari. Pandangan tersebut kemudian diramu dalam sebuah visi dan misi, yaitu: Visinya, memanusiakan manusia dan membentuk peningkatan manusia yang berkualitas, berpengalaman dan berwawasan Islam serta peka terhadap lingkungan. Kemudian misinya adalah agar dapat menemukan jati diri serta hidup mandiri mengabdi kepada Allah swt, kemudian berbakti pada nusa dan bangsa, dan membentuk pribadi anak didik yang berakhlakul karimah dan bermoral. - Perkembangan Yayasan H. S. Muhdar



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 279 Dalam waktu relatif singkat panti asuhan H. S. Muhdar, dapat mendirikan sarana ibadah masjid pada tahun 1990 guna kepentingan anak panti asuhan dan masyarakat setempat. Pada tanggal 3 Mei 1992 Yayasan H. S. Muhdar mendirikan satu unit gedung asrama putri. Pada tahun 1994 panti asuhan mengalami kemajuan yang berarti dengan setiap tahunnya membuka kelas untuk taman kanak-kanak. Jumlah taman kanak-kanak yang telah dibangun mencapai 13 buah pada 5 kecamatan di Polewali Mandar. Sedangkan tenaga pengajarnya diambil dari panti asuhan. Pada tahun 1996, panti asuhan ini mendirikan sebuah unit gedung serba guna yang juga digunakan untuk Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Taman KanakKanak (TK) atau Raodah al- Atfal (RA). Pada perkembangan selanjutnya tahun 2003 mendirikan Madrasah Tsanawiyah Miftahul Khair H. S. Muhdar yang sederajat dengan SMP. Hingga saat ini pembinaan anak yatim, yatim piatu dan anak terlantar pada panti asuhan H. S. Muhdar dengan pendidikan yang diajarkan adalah perpaduan antara pendidikan umum, agama, keterampilan, dan budi pekerti. Annangguru Syarifah Tanri Ampa, selain aktif bergelut di dunia pendidikan dan pembinaan panti asuhan, kini ia juga aktif pada lembaga swadaya masyarakat (LSM) perlindungan anak dan perempuan33. Dampak dari aktivitas annangguru dengan melibatkan diri pada organisasi, lembaga sosial dan LSM, menjadikan mereka semakin survive di tengah masyarakat, dampaknya berupa: 33



Menurut Khalid Rasyid (Kepala KUA Kecamatan Campalagian), salah satu kelebihan dari Annangguru Syarifah Tanri Ampa adalah: Ia merupakan satu-satunya Annangguru perempuan di Mandar yang aktif di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang konsen pada perlindungan terhadap kekerasan ibu dan anak, selain aktif di LSM ia juga memiliki panti asuhan, dan panti asuhannya itu yang kadang digunakan juga untuk menampung korban kekerasan perempuan dan anak. Hasil wawancara di Polewali pada tanggal 14 Februari 2017. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 280 Pertama: Annangguru yang bersangkutan semakin populer karena organisasinya atau panti asuhan yang ia pimpin, misalnya Annangguru Sybli sebagai Ketua PW NU Sulawesi Barat, Annangguru Alwiyah dan Syarifah Tanri Ampa sebagai Pimpinan Panti Asuhan dan Ketua Yayasan Pendidikan. Kedua: Panti Asuhan yang dipimpin menjadi ramai dikunjungi oleh masyarakat luas untuk berkonsultasi dalam berbagai persoalan kehidupan. Ketiga: Legitimasi keannangguruannya semakin kuat karena kiprahnya di masyarakat terbukti dengan lembaga sosial. Keunikan annangguru perempuan di Polewali Mandar yang menjadi pengamatan penulis adalah, rata-rata mereka memiliki panti asuhan dan madrasah dan keunikan lainnya adalah mereka turunan annangguru kharismatik dan sekaligus menjadi konsultan spiritual. Alasan yang paling logis adalah annangguru perempuan lebih mempunyai kapabilitas untuk memelihara anak, karena mereka adalah kaum hawa dibanding annangguru laki-laki. D. PENINGKATAN KREDIBILITAS LEMBAGA Untuk menjawab tantangan annangguru dengan issu persaingan pasar terhadap institusi yang tradisional yang selama ini melekat pada annangguru, maka strategi yang dilakukan adalah peningkatan kredibilitas lembaga. Uraian-uraian tentang problematika kedudukan lembaga-lembaga kependidikan Islam di Indonesia sudah sejak lama dilakukan dan banyak dibicarakan di referensi-referensi. Diawali oleh LP3ES dengan penelitiannya yang dilakukan oleh M. Dawam Rahardjo (1974), yaitu Pesantren dan Perubahan Sosial. Kemudian Kuntowijoyo (1991), dalam Paradigm Islam, dan terakhir tulisan Steenbrink (1986) sarjana barat yang mengungkapkan Pesantren, Madrasah dan Sekolah. Dalam diskusi ini



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 281 banyak dibahas tentang bagaimana cara peningkatan kredibilitas Lembaga Pendidikan Islam? Dalam konteks ini, pertama-pertama yang harus disadari adalah bahwa semua kelemahan-kelemahan yang menjadi persoalan dan problematika pendidikan Islam di Indonesia selama ini adalah produk sejarah yang berkembang sejak zaman sebelum kemerdekaan. Pendidikan Islam berkembang dari tradisi pesantren yang semata menekankan kepada pembinaan batin dan kerohanian. Sedangkan pendidikan dan pengajaran di bidang ilmu pengetahuan umum berasal dari tradisi Eropa Barat yang menekankan kepada kecerdasan. Dua jenis pendidikan dengan tradisi yang terpisah ini berkembang cukup lama yaitu dari sejak abad ke-19 sampai dengan tahun 1970-an. Pola pendidikan ganda tersebut menimbulkan dua golongan masyarakat terpelajar yang terpisah. Yaitu, antara kelompok cendekiawan dan kelompok ulama, baik dalam pergaulan, kebiasaan dan pola pikir. Hal ini mengakibatkan timbulnya berbagai ketimpangan dan ketidakserasian dalam kehidupan masyarakat.34 Melalui upaya pemerintah di bidang pendidikan selama ini telah terbentang jembatan yang menghubungkan bersatunya golongan cendekiawan dan kaum agama di lingkungan masyarakat Islam. Antara lain dengan ditandai berkembangnya empat macam pendidikan Islam yang dapat dilihat perbedaannya dari segi program serta praktik-praktik pendidikan yang dilaksanakan. Keempat macam pendidikan Islam itu ialah: (1) pendidikan pondok pesantren; (2) pendidikan keagamaan (dari ibtidaiyah hingga IAIN); (3) pendidikan umum yang bercirikhaskan Islam; dan (4) pendidikan agama Islam di lembaga-lembaga pendidikan umum.35 Kaitannya dengan pengembangan kualitas sumber daya manusia menjelang era Muhammad Fuad, Eksistensi Lembaga Kependidikan Isla>m di Indonesia, dalam UNISIA, Vol. XXXI, No. 67 Maret 2008, hlm. 69. 35 Ibid,. hlm. 70. 34



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 282 industrialisasi dan teknologi, program-program pendidikan harus peka terhadap berbagai gejolak perubahan yang terjadi dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam rangka menciptakan pendidikan yang luwes, fleksibel, serta relevan dengan kebutuhan berbagai bidang dan sektor pembangunan, maka prioritas pembangunan pendidikan nasional diarahkan pada: Pertama: Penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun. Menghadapi masa depan yang penuh dengan tantangan, maka keberhasilan Wajar Dikdas 9 tahun tidak semata-mata menyangkut penyediaan kesempatan belajar, tetapi juga mutu relevansinya. Artinya, perluasan dan pemerataan di satu sisi dan perbaikan mutu di sisi lain. Kedua: Peningkatan Mutu pada setiap jenis dan jenjang pendidikan. Upaya peningkatan mutu pendidikan serta prioritasnya perlu didasarkan pada suatu konsepsi atau cara berpikir yang benar atau selaras dengan keadaan pendidikan Indonesia dan masalahmasalahnya. Pemahaman terhadap status dan kedudukan Indonesia dalam lingkungan nasional dan global dalam berbagai indikator mutu pendidikan dasar, menengah dan tinggi perlu terus dikaji secara intensif. Untuk itu perlu dilakukan pengukuran secara konsisten terhadap berbagai indikator mutu pendidikan, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.36 Dalam rangka peningkatan mutu semua jenis dan jenjang pendidikan (dasar, menengah, dan tinggi), perlu dipusatkan perhatian pada tiga faktor utama, yaitu, pertama: Kecukupan sumber-sumber pendidikan untuk menunjang proses pendidikan. Sedangkan arti kecukupan adalah penyediaan jumlah dan mutu guru dan tenaga pendidik lainnya: buku teks bagi murid,



36 Yaya M. Abd Aziz (ed), Visi Global: Antisipasi Indonesia Memasuki Abad ke 21, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 57-58.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 283 perpustakaan dan sarana prasarana belajar. Kedua: Mutu proses pendidikan itu sendiri dalam arti kurikulum dan pelaksanaan pengajaran untuk mendorong para siswa belajar lebih efektif. Ketiga: Mutu output dari proses pendidikan dalam arti keterampilan dan pengetahuan yang telah diperoleh para siswa. Ketiga: Pendidikan untuk memacu penguasaan Iptek. Dalam rangka memacu penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) prioritas diarahkan pada upaya pendidikan dan pengembangan IPTEK itu sendiri. Pendidikan IPTEK harus merupakan paduan yang berkesinambungan antara pendidikan dasar IPTEK, pendidikan persiapan akademis, serta pendidikan tinggi IPTEK. Pengembangan IPTEK diprioritaskan pada peningkatan penelitian dan pengembangan di lingkungan pendidikan tinggi. Pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan IPTEK lebih menekankan pada perluasan wawasan IPTEK melalui upaya peningkatan “kemelekan IPTEK” (science and technology literacy). Wawasan IPTEK tersebut perlu dikembangkan melalui mata pelajaran yang telah ada dengan lebih banyak upaya untuk meningkatkan budaya baca. Pada jenjang pendidikan tinggi, pendidikan IPTEK diarahkan untuk memperkuat kemampuan bahasa Indonesia, mengusai IPTEK dalam rangka menunjang pengembangan industri di masa depan. Dengan prioritas pada penguasaan spesialisasi ilmu-ilmu dasar, matematika dan bahasa, serta peningkatan penguasaan bidang-bidang keahlian unggulan. Keempat: Peningkatan relevansi melalui kebijakan, keterkaitan dan kesepadanan. Pendidikan kejuruan dan teknologi, baik yang diselenggarakan melalui sekolah maupun pendidikan luar sekolah, merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional. Pendidikan kejuruan tersebut memiliki kaitan langsung dengan proses industrialiasasi, terutama jika dikaitkan dengan fungsinya DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 284 memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang terampil, fleksibel, dan melek teknologi (technology literate)37. Ketika arus globalisasi telah memasuki semua lingkup kehidupan, menjadikan annangguru semakin kreatif untuk meningkatkan kredibilitas lembaga yang ia pimpin mulai dari tingkat dasar hingga ke perguruan tinggi. Adapun caranya dengan melakukan perubahan-perubahan pengajaran di pesantren atau madrasah sehingga lembaga atau institusi agama tetap bertahan di tengah masyarakat. Proses pengintegrasian dan pencarian sifat dikotomik sistem pendidikan nasional terus berjalan sebagaimana yang telah dilakukan beberapa annangguru di Polewali Mandar, mulai dari pendidikan dasar, menengah dan tinggi, sebagai berikut: 1. Mendirikan Lembaga (Institutsi Pendidikan) Formal dan Modern - Mendirikan Universtas Asy’ariah Mandar Universitas Asy’ariah Mandar atau UNASMAN bermula dari sebuah Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) dan Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIP). Lembaga pendidikan ini berada di dibawah naungan “Yayasan Darud ad-Dakwah wa alIrsyad” (YADDI) yang berasaskan pengabdian demi untuk kemaslahatan umat di bidang pendidikan. Pada tahun 2002 beberapa pengurus dan pengelolanya bersepakat menyatukan dua sekolah tinggi tersebut (merger) dalam satu lembaga yang bernama Universitas Asy’ariah Mandar (UNASMAN) di bawah naungan Yayasan al-Asy’ariah Mandar (YASMAN). Pendirian Perguruan Tinggi (PT) tersebut dikarenakan apresiasi masyarakat pada dunia pendidikan semakin tinggi. Di samping juga untuk menopang sarana pendidikan di Provinsi Sulawesi Barat. Pada momentum itulah 37



Ibid., hlm. 59. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 285 UNASMAN memperoleh posisinya yang strategis sebagai basis pendidikan pertama di tanah Mandar dan laboratorium pencetak Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Sebagai salah satu perguruan tinggi yang berada di Kota Polewali, Universitas Asy’ariah Mandar (UNASMAN) memiliki peran yang cukup besar dalam meningkatkan kualitas SDM dalam mendukung pengembangan kapasitas Polewali. Sebagai perguruan tinggi yang berbasis teknologi informasi dan komputer, lembaga ini mulai beroperasi dengan izin operasional SK Menteri Pendidikan Nasional No.59/D/O/2004, terhitung mulai tanggal 27 April 2004 dan terakreditasi. Staf pengajar yang direkrut terdiri atas dosen tetap yayasan, dosen luar biasa (tidak tetap) dan yang dipekerjakan dari lingkup Kopertis Wilayah IX Sulawesi. Saat ini Universitas Asy’ariah Mandar membina 6 fakultas dengan 12 program studi yaitu; FKIP (Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan, Pendidikan Bahasa Indonesia, Pendidikan Matematika), Pertanian (Agroteknologi, Agribisnis, Peternakan), FISIP (Ilmu Komunikasi, Ilmu Pemerintahan), FIKOM (Sistem Informasi dan Teknik Informasi), FKM (Kesehatan Masyarakat), dan FAI (Agama Islam jurusan Ekonomi Islam). Adapun VISI-nya adalah: Menjadikan pendidikan unggulan yang bermutu dalam pengembangan IPTEK dan IMTAK berorientasi pada tuntunan dan kebutuhan dunia kerja, sehingga sistem pendidikan di Universitas Asy’ariah Mandar harus terarah kepada tuntunan kecerdasan intelektual berupa olah pikiran dan kecerdasan spiritual berupa olah dzikir berhaluan ke-Asy’ariah-an dan ke-Aswajah-an. Tujuan perguruan tinggi ini didirikan, salah satunya untuk menghasilkan lulusan yang mempunyai kemampuan berpikir melalui pendekatan masalah dan kemampuan untuk mengembangkan penampilan profesinya dengan wawasan yang luas. Dampak positif DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 286 dengan berdirinya perguruan tinggi ini antara lain, anak-anak Sulawesi Barat tidak perlu lagi melanjutkan kuliahnya ke Makassar atau ke Pulau Jawa. Cukup di kampung halaman sendiri, dan hingga saat ini UNASMAN juga telah banyak merekrut dosen dari putraputra daerah. Annangguru Sybli sebagai Rektor UNASMAN (20042009), telah menjadikan kampus ini sebagai basis legitimasinya, sebagai corong politik untuk mendapatkan suara dalam pemilihan Anggota DPD RI yang lalu. Dengan menjabatnya Sybli sebagai rektor menjadikan ia mampu bertahan sebagai annangguru di Mandar. Bahkan ia adalah annangguru yang sangat populer karena ditunjang beberapa faktor antara lain yang dimiliki, seperti: sebagai pengajar tarekat, Pimpinan PW NU Sulawesi Barat, dan sebagai Anggota DPD RI. Melalui kampus UNASMAN oleh ayahnya, Sybli justru berhasil bertahan sebagai annangguru, karena ia mampu membaca keinginan masyarakat yang terus berubah. 2. Mendirikan Pondok Pesantren Pengajian kitab merupakan model pengajaran Islam tradisional yang dipimpin seorang annangguru pangaji, di Polewali Mandar ada dua tempat menjadi pusat pengajian kitab yaitu, Pambusuang dan Campalagian, namun seiring dengan perkembangan zaman, dan semakin berkembangnya dunia pendidikan Islam maka annangguru mendirikan pondok pesantren sebagai sekolah formal, adapun pondok pesantren yang didirikan tersebut adalah: a. Pondok Pesantren Salafiah Parappe Campalagian Pondok Pesantren Salafiah ini terletak di Desa Parappe Campalagian, pesantren yang dinisbatkan kepada aliran salaf, namun tetap berinteraksi pada perkembangan modern untuk lebih jelasnya diuraikan berikut ini:



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 287 1) Latar Belakang Berdirinya Pondok Pesantren Salafiah Parappe (PPSP) atau yang lebih dikenal dengan Pondok Pengajian Kitab Kuning/Gundul terletak di Desa Parappe Kecamatan Campalagian. Lebih kurang 30 km arah barat Kota Polewali ibukota Kabupaten Polewali Mandar (Polman). PPSP ini adalah sebuah wadah pendidikan yang hadir secara khusus berorientasi membina dan membentuk generasi-generasi Islam agar faqih fi ad-din melalui kajian-kajian kitab kuning atau kitab gundul (kitab klasik Islam). Sesungguhnya PPSP sudah melaksanakan agenda kegiatannya sejak tahun 1970-an, meskipun dengan sistem yang masih sederhana. Yaitu, dengan cara sorogan atau mangaji tudang di kediaman Annangguru Latif (Pendiri dan Pimpinan PPSP). Dengan melihat perkembangan santri yang terus bertambah dari waktu ke waktu bahkan banyak yang datang dari luar provinsi, maka pengurus mulai mengusahakan tempat yang kondusif untuk menyelenggarakan pembelajaran terhadap mereka. Upaya tersebut terwujud pada tahun 1997 dengan berdirinya Yayasan Pondok Pesantren Salafiah Parappe (YPPSP). Yayasan ini menaungi Madrasah Diniyah, Madrasah ‘Ula atau Ibtidaiyah, Madrasah Wusta’ atau Tsnawiyah dan Madrasah Ulya’ atau Aliyah di bawah naungan Kementerian Agama. Diharapkan kelak PPSP dapat menjadi kiblat pendidikan Islam di tanah Mandar Sulawesi Barat dalam melahirkan ulama-ulama yang profesional di bidangnya. 2) Visi dan Misi PPSP Visinya adalah: Mencetak santri yang alim, saleh dan



kafi.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 288 Misinya adalah: a) Menyelenggarakan proses pendidikan Islam yang berorientasi pada profesionalisme dan mutu serta kemandirian. b) Membentuk santri yang berakhlakul karimah, amanah serta terampil. c) Membentuk lembaga pendidikan yang bernuansa ke-salafiah-an (tradisional) untuk menjawab tantangan-tantangan ke-khalfiyah-an (kemodernan). Menurut Abd Majid (orang tua santri), bahwa pesantren Salafiah Parappe milik Annangguru Latif Busyra merupakan pesantren yang sangat bermutu, terutama pengajarn kitab-kitab klasik kepada santri, dan ini penting karena salah satu cirri khas santri adalah mampu dan menguasai isi kitab kuning, dan terbukti anak saya baru setahun belajar di pesantren ini, sudah mampu membaca kitab kuning dengan baik. Meskipun demekian santri juga dibuka wawasannya melihat perkembangan dunia luar pesantren, sehingga santri dapat merespon perubahan yang terjadi38 3) Program Pendidikan PPSP Program pendidikan PPSP terdiri dari: Formal meliputi; Madrasah Diniyah, madrasah Ula’ (ibtidaiyah), madrasah Wusta’ (tsanawiyah) dan madrasah Ulya’ (aliyah). Kemudian nonformal meliputi: Pengajian pondokan (Pembinan kitab kuning dan pembinaan bahasa asing yaitu: Arab dan Inggris), kemudian kursus kursus, meliputi, bahasa Arab dan Inggris, menjahit, komputer, serta pengembangan budidaya udang lobster, serta latihan ceramah dalam tiga bahasa (Arab, Inggris dan Indonesia). 4) Kegiatan harian PPSP 38



Hasil wawancara di Polewali, pada tanggal 16 Juni



2016. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 289 Mulai pukul 03.30 salat tahajud, belajar bersama dan salat subuh berjamaah, pengajian pondokan, setelah pengajian kemudian santri sarapan pagi, mandi dan persiapan masuk kelas, dilanjutkan dengan salat dhuha, kemudian belajar di kelas, tepat jam 12.00 para santri siap-siap salat dzuhur, lalu pengajian pondok dan salat ashar berjamaah, usai salat para santri berolahraga, kemudian persiapan salat maghrib, lalu dilanjutkan tadarrus setelah menunaikan salat maghrib, para santri tadarrus bersama, kemudian salat isya berjamaah dan makan malam, dilanjutkan belajar malam di kelas, demikianlah kegiatan para santri setiap harinya. Kemudian tambahan bagi santri adalah: setiap malam Jumat berdzikir bersama di masjid, subuh jumat berolahraga lalu dilanjutkan dengan kerja bakti hingga pukul 10 pagi dan pada sore hari shalawatan. b. Pondok Pesantren Nuhiah Pambusuang 1) Latar Belakang Berdirinya Pesantren Nuhiah terletak di Desa Pambusuang, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Berjarak sekitar 300kilometer sebelah utara Kota Makassar Sulawesi Selatan. Luas tanah sekitar 2.825meter persegi dengan bangunan terdiri dari gedung sekolah, asrama santri, masjid, kantor, koperasi, aula dan lain-lain. Lokasinya berada tepat di jalan poros provinsi dan di tengah perumahan penduduk. Pesantren Nuhiah bermula dari pengajian kitab kuning yang didirikan oleh Annangguru Muh. Nuh atau Annangguru Kaiyang (guru besar) Puayi Toa, qadi’ pertama di Pambusuang. Beliau adalah putra pertama Annangguru Memang (Abdul Mannan bin Abdullah Syekh Al-Adiy (w. 1755) salah



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 290 seorang penyiar Islam di tanah Mandar yang silsilahnya berasal dari Maulana Malik Ibrahim (Wali Songo). Annangguru Muh. Nuh adalah orang pertama yang mendirikan pengajian kitab (pesantren tradisional di Mandar). Ia mempunyai sepuluh orang anak, dan semua putranya ikut membantu dalam mengembangkan pengajian kitab yang dilaksanakan di serambi Masjid Pambusuang. Pada mulanya pesantren ini tidak mempunyai nama, hanya disebut “Pangajian Kitta” (Pengajian Kitab Kuning), yang diasuh oleh Annangguru Muh. Nuh sekembali dari Makkah (1823) setelah bermukim di sana selama tujuh tahun. Sepeninggal Annangguru Muh. Nuh, pengajian kitab diambil alih oleh putranya yang bernama Annangguru Lolo, kemudian Annangguru Yasin (Kacing). Pada masa Annangguru Yasin berdatanganlah orang-orang Arab keturunan sayyid dan syarifah dan menikah dengan keluarga Muh. Nuh, sehingga pengajian kitab kuning semakin berkembang pesat, dan kampung Pambusuang dibanjiri para pangaji kitta’. Dalam perkembangannya, pada tahun 1935, Annangguru S. H. Hasan Ibn Sahil cucu Nuh menjadi Imam Masjid Pambusuang sekaligus memimpin pengajian kitab. Maka untuk mengalihkan pengajian dari politik melawan penjajah pada waktu itu, maka pengajian itupun diberi nama Madrasah Arabiah Islami (MAI). Pendidikannya tetap menerapkan sistem halaqah di serambi masjid. Sedangkan para pangaji yang setingkat ibtidaiyah diajar di rumah annangguru, mengikuti system kurikulum Saudi Arabia. Pada zaman Jepang MAI ini sempat ditutup. Pada tahun 1945 MAI dibuka kembali DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 291 oleh cucu Muh. Nuh yang bernama Annangguru Muh. Alwi (Imam Janggo). Nama pengajian diubah menjadi Madrasah Diniyah Isla>miyah (MDI). Penyelenggaraannya hanya berjalan beberapa tahun karena gangguan pemberontakan DI/TII. Pada tahun 1968 (12 Rabiul Awal 1388), salah seorang keturunan Annangguru Muh. Nuh yang berdomisili di Makassar, Mochtar Husain (Prof. Dr. Annangguru H. Mochtar Husain), mengganti MDI menjadi Yayasan Pesantren Nuhiah (diambil dari kata “NUH” menjadi Nuhiah) Pambusuang. Kemudian pada tahun 1981 Pesantren Nuhiah memperoleh bantuan gedung bertingkat dari Saudi Arabiya atas kerja sama dengan bapak Prof. Dr. K. H. Umar Syihab (kakak Ahli Tafsi>r Indonesia Quraish Shihab). Pembangunan gedung berlokasi di tanah wakaf H. Lopa (Ayah kandung Prof. Dr. Baharuddin Lopa, SH). 1) VISI dan MISI VISI: Membina dan mengembangkan ilmu pengetahuan agama Islam menuju terbentuknya muslim yang ilmiah, amaliah, muhsi>n dan mukhli>s dan MISI: Melahirkan insan yang berakhlakul karimah, mengembangkan kegiatan keagamaan, mengembangkan kegiatan keorganisasian pondok pesantren yang realitas dan membentuk manusia yang cerdas, kreatif, mandiri berdasarkan nilai-nilai agama dan budaya. 2) Kurikulum Kurikulum yang dipergunakan Pesantren Nuhiah adalah kurikulum Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan Nasional. Kedua kurikulum dipadukan hingga sejalan dan seimbang guna DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 292 menghasilkan santri yang memiliki kemampuan dan keahlian yang ganda. Di sisi lain para santri dibekali ilmu-ilmu agama atau pendidikan Islam untuk mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya. Agar dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan kemasyarakatan di lingkungannya yang dilandasi nilainilai Islami untuk menghadapi tantangan-tantangan dan pengaruh globalisasi dan informasi. Pesantren tersebut di atas merupakan lembaga pendidikan yang berbasis Islam sebagaimana halnya pesantren lainnya di Indonesia, yang dikelola oleh annangguru. Annangguru mencoba menghadirkan pesantren yang sesuai dengan tuntutan masyarakat, memberikan pembinaan kepada santri pendidikan agama maupun umum, dengan memperkokoh pendidikan moral atau akhlak. Dengan berdirinya pesantren tersebut atas inisiatif annangguru menjadikan annangguru semakin dapat bertahan di tengah masyarakat. Terbukti bahwa annangguru yang memiliki pesantren sebagai lembaga formal, lebih kuat legitimasinya dibanding annangguru yang tidak memiliki lembaga pendidikan. Ia kemudian lebih dikenal masyarakat karena menghadirkan pesantren sebagai lembaga pendidikan yang mengharapkan anak didiknya tidak hanya menguasai ilmu-ilmu agama namun juga menguasai ilmu-ilmu modern seperti komputer dan keterampilan lainnya. Peningkatan kredibilitas lembaga, melalui peningkatan mutu pendidikan dengan merancang visi lembaga pendidikan secara professional merupakan tolok ukur lembaga itu modern atau ketinggalan zaman, dengan strategi peningkatan kredibiltas lembaga yang dilakukan ole para annangguru yang memiliki lembaga pendidikan adalah strategi yang dilakukan untuk bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya. Sehingga peminatnya semakin bertambah. Perguruan tinggi yang didirikan oleh Annangguru DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 293 Sahabuddin lalu dikembangkan oleh putranya Annangguru Sybli merupakan sejarah baru di tanah Mandar, seorang annangguru mendirikan perguruan tinggi sebuah lompatan berpikir yang sangat maju, bahkan di perguruan tinggi ini lebih dominan fakultas umumnya dibanding fakultas agama, hal itu dilakukan untuk merangsang masyarakat untuk menimbah ilmu di UNASMAN. Pola pikir Annangguru Sybli dengan mengembangkan kampus ini berorientasi pada universitas dibawah naungan Kemendiknas, untuk menjawab tantangan yang sedang dihadapi saat ini, yaitu sebagai provinsi baru terbentuk tentu membutuhkan sumber daya manusia yang memadai dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Semenjak berdirinya, ia telah member kontribusi pengembangan sumber daya manusia di Polewali Mandar khususnya dan umumnya di Sulawesi Barat. Demikian pula pesantren yang dipimpin oleh Anangguru Latif Busyra dan Annangguru Bisri yang telah mengalami peningkatan yang dulu hanya pengajian kitab kuning telah diubah menjadi sebuah pesantren yang mensinerjikan antara pendidikan agama dan pendidikan umum, strategi ini dilakukan supaya dapat bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya baik negeri maupun swasta, dan yang paling penting adalah alumninya dapat bersaing untuk mendapatkan pekerjaan, maka dibuatlah kurikulum yang menambahkan keterampilan bagi para santri, seperti penguasaan bahasa asing (Arab dan Inggris), komputer dan keterampilan lainnya. Strategi annangguru dalam peningkatan kredibilitas lembaga adalah: mendesain perguruan tinggi dan pesantren menjadi sebuah lembaga pendidikan yang dapat bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya. Kehadiran sebuah perguruan tinggi dan pesantren dalam masyarakat Mandar bukanlah sekedar menghadirkan saja tetapi bagaimana perguruan tinggi dan pesantren tersebut memiliki dampak dan berkontribusi pada masyarakat luas dan sesuai dengan keinginan DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 294 zaman. Sebagai perguruan tinggi pertama di Sulawesi Barat, Universitas Asy’ariah Mandar tampil sebagai alternatif utama bagi calon mahasiswa di Sulawesi Barat untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Ide dan kreativitas tokoh pendirinya Annangguru Sahabuddin yang memiliki lompatan berpikir ke depan dengan menyiapkan sarana pendidikan tinggi dalam bentuk universitas yang kemudian diwariskan kepada putranya Annangguru Sybli sebagai rektornya. Dengan kehadiran perguruan tinggi tak dapat dipungkiri bahwa sosok annangguru menjadi terdefenisikan lebih luas bukan sekedar pemimpin yang bertugas memimpin upacara-upacara keagamaan, tetapi dapat berkiprah lebih luas. Sebuah sejarah baru, keannangguruan di Mandar mendirikan dan menjabat sebagai rektor. Kehadiran Universitas Asy’ariah Mandar yang bernaung di bawah Kementerian Pendidikan Nasional bukan Kementerian Agama, melihat dan belajar fenomena perguruan tinggi Islam saat ini berlomba-lomba mengubah IAIN menjadi UIN, salah satu alasannya adalah supaya dapat membuka fakultas umum di kampus dan dapat menarik mahasiswa lebih banyak. Salah satu yang membuat Annangguru Sybli semakin populer di Mandar karena kedudukannya sebagai rektor, dan dengan muda ia bergaul dari berbagai golongan dan berbaur dengan masyarakat luas. Ia tidak hanya diundang menjadi penceramah di masjid tetapi ia kerap kali diminta menjadi pembicara pada seminar-seminar. Gerak dan pergaulannya lebih terbuka, seiring semakin berkembangnya universitas yang ia pimpin dengan ditandai semakin banyaknya mahasiswa yang berminat kuliah di kampus tersebut dan semakin banyak fakultas yang didirikan sehingga dapat bersaing dengan perguruan tinggi yang lebih dulu berdiri di Kota Makassar. Kemudian ada dua annangguru yang konsisten dalam pengembangan, pada awal perkembangan pembelajaran Islam di Mandar, annangguru sebagai pengajar menyampaikan ilmunya pada DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 295 pengajian-pengajian kitab kuning yang digelar di rumah annangguru dan di masjid, saat itu belum berdiri sebuah lembaga pendidikan formal seperti pesantren. Lalu muncul Annangguru Bisri Latif di Campalagian mendirikan Pesantren Salafiah yang berasal dari pengajian kitab yang dipimpin oleh annangguru pendahulunya. Demikian pula di Pesantren Nuhiah di Pambusuang yang didirikan oleh Annangguru Mochtar Husain, yang saat ini dipimpin oleh Annangguru Bisri, kehadiran kedua pesantren ini untuk menjawab tantangan zaman, tentang pentingnya sebagai lembaga pendidikan formal. Pesantren bukanlah sejenis institusi pendidikan saja. Pernyataan ini sering disebut dalam wacana-wacana tentang pesantren. Hal tersebut bermakna bahwa pesantren memiliki fungsi dan tugas sosiokultural. Dalam melaksanakan fungsi-fungsi ini, pesantren telah terlibat dalam wacana-wacana modernitas. Nilai-nilai tradisional agama yang berdasarkan Islam sering mendapat tantangan yang diusung pertama kali oleh Pesantren Nuhiah dan Pesantren Salafiah yang keduanya terlahir dari sebuah pengajian kitab Islam secara tradisional, bertujuan menata kehidupan, kemandirian, dengan tujuan puncak menjadi manusia sempurna. Mempelajari agama dari sumber-sumber aslinya ini merupakan situasi dalam sebuah pesantren tradisional, melalui pengajian kitab yang digelar oleh annangguru. Semua ini mendapat tantangan dari motivasi pragmatis dan materialis dalam modernitas dan sistem pendidikan sekuler. Bagaimanapun, semua ini harus dipandang oleh annangguru sebagai tantangan produktif, momen dan kesempatan yang baik untuk melakukan proses adaptasi kreatif, analisa kritis untuk mencari sebuah pengembangan dari dalam. Sebagai motor penggerak pesantren, annangguru hadir untuk menekankan beberapa fungsifungsi sosiokultural yang dianggap penting dalam konteks pesantren hadir dan berbaur dengan perubahan sosial berikut:



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 296 Pertama: dinamika perubahan sosial mempengaruhi keberadaan pesantren secara fundamental dan realistis sehingga menyebabkan problem bagi identitas kultural pesantren dengan pembelajarannya. Lalu berhadapan dengan problem perkembangan dunia pendidikan yang berorientasi pada ilmu pengetahuan dan teknologi, annangguru sebagai pemegang otoritas pesantren mendesain ulang visi misi dan kurikulum pesantren menjadi sebuah yang modern tanpa meninggalkan identitas aslinya. Kedua: nilai-nilai agama Islam dapat secara produktif menggerakkan dan mendorong pesantren sebagai institusi untuk mengimplementasikan tugas sosiokultural dan kerangka kerja social, juga menyediakan unsur-unsur budaya tandingan dalam menghadapi perubahan sosial. Dengan kata lain, praktik sosial yang ideal tentang pesantren dipandang secara inheren sebagai konsekuensi dan hasil doktrin dan motivasi agama Islam. Oleh karena itu, pesantren sebagai institusi pendidikan dapat menjadi budaya tandingan terhadap unsurunsur budaya modern yang merendahkan idealitas spiritual sosial, itu telah dituangkan dalam visi misi Pesantren Nuhiah dan Pesantren Salafiah. Dengan peningkatan kredibilitas lembaga pesantren menjadi sebuah institusi yang memadukan ilmu pengetahuan Islam dan ilmu pengetahuan umun yang didesain oleh annangguru menjadikan pesantren menjadi pusat pengkaderan cendekiawan muslim. Pesantren Nuhiah dan Pesantren Salafiah sebagai pesantren yang dapat menghadapi perubahan sosial dalam dunia modern. Ringkasnya, tugas pesantren dapat dilihat dari kreativitas annangguru sebagai vioner menghadirkan pesantren yang dapat bertahan di era perubahan sosial.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 297 E. PENDIDIKAN FORMAL Sebagaimana diamanatkan di dalam GBHN 1993, pembangunan dalam bidang pendidikan di Indonesia merupakan bagian yang sangat inti dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) menjelang era tinggal landas. Titik berat pembangunan nasional dalam era PJPT II adalah bidang ekonomi seiring dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pengembangan kualitas SDM melalui pendidikan perlu dilaksanakan secara terpadu khususnya rangka meningkatkan kemampuan bangsa Indonesia.39 Sebab dalam era globalisasi yang melanda dunia saat ini bangsa Indonesia saat ini harus mampu mencetak sumber daya manusia yang handal agar mampu menyesuaikan diri dalam modernisasi dan globalisasi. Bukan malah hanyut terbawa arus globalisasi sehingga kehilangan kepribadiannya sebagai umat muslim maupun warga negara yang bertanggung jawab terhadap negara dan bangsa. Premis untuk memulai pendidikan berwawasan global adalah bahwa informasi dan pengetahuan tentang bagian dunia yang lain harus mengembangkan kesadaran dan pemahaman terhadap diri sendiri. Artinya, globalisasi sangat membutuhkan penguatan diri sendiri agar tidak terombang-ambing dalam perubahan dan pembaruan zaman dan untuk memperoleh pribadi yang kuat. Dalam sejarah keannangguruan di Mandar, pendidikan para annangguru banyak ditempuh di pendidikan informal lewat pengajian-pengajian. Caranya adalah dengan mendatangi para ulama dari berbagai disiplin ilmu untuk belajar ilmu agama, seperti yang dilakukan oleh Annangguru Thahir. Pada mulanya beliau belajar agama di Pambusuang, lalu ke Pulau Masalembu dan terakhir di Makkah. Demikian pula Annangguru Saleh, mulai belajar agama di Pambusuang selanjutnya hijrah ke Makkah. Beberapa tahun di sana 39



Ibid., hlm. 56. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 298 belajar Islam, kemudian kembali ke Mandar. Annangguru Gani juga belajar dari berbagai ulama yang terkemuka di tanah Mandar, semuanya ditempuh melalui jalur informal, dan yang dipelajari adalah ilmu agama secara murni. Namun dalam perkembangannya, para annangguru juga dihadapkan pada tuntutan zaman yang terus berubah, serta tantangan dan permasalahan global yang beraneka warna. Dengan demikian, jika annangguru ingin bertahan di tengah kehidupan masyarakat yang makin kompleks, mau tidak mau mereka harus berbenah diri. Antara lain dengan meningkatkan sumber daya keannangguruannya melalui berbagai macam cara yang strategis dan mampu dijadikan bekal untuk proses ke depan. Beberapa langkah strategis dalam rangka peningkatan sumber daya manusia sebagai berikut: - Mengikuti Pendidikan Formal Pendidikan formal merupakan pendidikan yang ditempuh dengan jalur-jalur formalitas dan diatur dalam kurikulum resmi sebagai acuan, mulai tingkat sekolah dasar hingga ke bangku kuliah di perguruan tinggi, dengan peraturan-peraturan yang mengikat. Sedangkan pendidikan nonformal adalah sebuah model pendidikan bebas tidak memilki kurikulum yang terikat. Para annangguru yang berkiprah di tengah masyarakat sekitar tahun 1950-1980-an, hanya memilki kualifikasi pendidikan nonformal atau menimba ilmu lewat pengajian-pengajian kitab di Pambusuang atau di Campalagian. Berikut ini ditampilkan tabel para annangguru dan pendidikannya.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 299 Tabel 25 Annangguru di Tinambung dan Pendidikan Informal Annangguru Mandar 1950-1980-an NO Nama Annangguru Tempat Menimba Ilmu Agama 1. Annangguru Jalaluddin Gani Masjid Taqwa Pambusuang dan Masjid al-Haram Makkah 2. Annangguru Ka’do Masjid Taqwa Pambusuang 3. Annangguru M. Saleh Masjid Taqwa Pambusuang dan Masjid al-Haram Makkah 4. Annangguru Latif Subaidi Masjid Taqwa Pambusuang 5. Annangguru Jurairi Masjid Taqwa Pambusuang Tabel 26 Annangguru di Pambusuang dan Pendidikan Informal Annangguru Mandar 1950-1980-an



Non



Nama Annangguru 1. Annangguru Abdullah Said Keba’ 2. Annangguru H. Abd Hadi 3. Annangguru H. Ismail



DR. ACO MUSADDAD HM



Tempat Menimba Ilmu Agama Masjid Pambusuang Masjid Pambusuang Masjid Taqwa Pambusuang



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 300 4. Annangguru H. Thaha al-Mahdali



5. 6. 7 8 9



Annangguru H. S. Hasan Alwi Annangguru H. Galib Annangguru H. Hafidz Annangguru Suyuti Annangguru Nadjamuddin Matini



Masjid Taqwa Pambusuang dan Masjid al Haram Makkah Masjid al-Haram Masjid Pambusuang Masjid Pambusuang Masjid Pambusuang Masjid Pambusuang dan Masjid al-Haram Makkah



Tabel 27 Annangguru di Campalagian dan Pendidikan Informal Annangguru Mandar 1950-1980-an No



Nama Annangguru



1.



Annangguru Thahir Imam lapeo



2.



Annangguru H. Maddappungan Annangguru H. M. Zain Annangguru H. Hafidz Annangguru H. Mahmud Ismail Annangguru H. Mahdi Annangguru H. Muhammadiyah



3. 4. 5. 7. 8.



DR. ACO MUSADDAD HM



Tempat Menimba Ilmu Agama Masjid Taqwa Pambusuang, Jawa Timur, Masjid al-Haram Makkah Masjid Campalagian dan Masjid al-Haram Masjid Campalagian Masjid Campalagian Masjid Taqwa Pambusuang Masjid Campalagian Masjid Campalagian dan Pambusuang



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 301 Tabel 28 Annangguru di Polewali, Wonomulyo dan Pendidikan Informal Annangguru Mandar 1950-1980-an No Nama Annangguru Tempat Menimba Ilmu Agama 1. Annangguru H. M. Idrus Masjid Taqwa Pambusuang dan Masjid al-Haram Makkah 2. Annangguru H. Muhsin Masjid Taqwa Pambusuang Thahir dan Masjid al-Haram Makkah 3. Annangguru H. Mas’ud Masjid Campalagian dan Masjid Haram Makkah, Hijaz, Salemo dan Pare-pare 4. Annangguru Mochtar Masjid al-Haram Makkah Badawi 5. Annangguru H. Yusuf Masjid al-Haram Makkah Tabel 25, 26, 27 dan 28 di atas menunjukkan nama-nama annangguru periode tahun 1950 hingga 1970-an dimana sebagian besar mengenyam pendidikan agama secara informal melalui pengajian-pengajian kitab kuning yang digelar di masjid-masjid dan berguru kepada ulama-ulama besar, hingga ke Pulau Jawa, maupun ke Makkah. Kharismatik para annangguru muncul karena ilmu agama yang ia kuasai, seperti tas}awuf, tafsi>r, hadist, dan fiqh, ditambah kemampuan memecahkan berbagai macam persoalan di tengah masyarakat. Menjelang tahun 1990-an jumlah annangguru yang memiliki pengaruh kuat masyarakat mulai berkurang. Kecuali sebagian putra-putri annangguru yang masih dianggap mewarisi kharismatik ayahnya, dan masih ditokohkan dalam memecahkan berbagai persoalan kehidupan. Seperti Annangguru Hj. Marhumah putri almarhum Annangguru Thahir dan Annangguru Alwiah putri almarhum Annangguru Kacing. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 302 Pandangan masyarakat terhadap annangguru, berubah sesuai dengan perubahan sosial yang terjadi di tengah masyarakat. Annangguru tidak lagi dijadikan satu-satunya rujukan di masyarakat karena semakin berkembangnya ilmu pengetahuan. Juga karena makin banyaknya putra-putra daerah yang mengenyam pendidikan formal dan meraih gelar sarjana dan memiliki kemampuan cukup dalam mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi masyarakat. Inilah salah satu tantangan berat bagi para annangguru muda untuk dapat tetap survive di tengah masyarakatnya. Beberapa annangguru pada akhirnya berhasil dikenal dan terkenal bukan saja karena kemampuan keagamaan, atau keorganisasian yang dimiliki, tetapi juga karena memiliki potensi keilmuan modern yang diperoleh dari perguruan tinggi. Sejumlah annangguru yang juga memiliki gelar akademik, antara lain: Tabel 29 Annangguru yang Mengikuti Pendidikan Formal No Nama Annangguru Pendidikan Formal/Pekerjaan 1. Prof. Dr. Annangguru H. S3 IAIN Sunan Kalijaga Guru Mochtar Hussein Besar UIN Alauddin Makassar, dan Ketua Yayasan Pesantren Nuhiah Pambusuang. 2. Prof. Dr. Annangguru H. S3 IAIN Sunan Kalijaga Sahabuddin Yogyakarta Guru Besar IAIN (almarhum) Alauddin Makassar, Pendiri dan Rektor UNASMAN 2003-2007 3 Prof. Dr. Annangguru H. S3 Universitas Kebangsaan Danial Djalaluddin Gani, Malaysia, Dosen UIN Makassar LC, MA (almarhum) dan UNASMAN Polewali 4. Annangguru H. Sybli S2 UIN Syarif Hidayatullah Sahabuddin, M. A. Jakarta dan Ketua NU Sulbar



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 303



5.



6.



dan Anggota DPD RI wakil Sulbar Annangguru Dra. Hj. S1 IAIN Alauddin Makassar F. Alwiah Tarbiyah dan Ketua Yayasan Perguruan Islam Husnu alKhatimah dan Pimpinan Panti Asuhan Husnu al-Kha>timah Annangguru H. Latif Busyra Pimpinan Pesantren Salafiah Parappe



Perbedaan annangguru tahun 1950-1970-an dengan annangguru 1980-2000-an salah satunya adalah pendidikan yang mereka ikuti. Pada periode 1950-1970-an mereka banyak mengenyam pendidikan informal berupa pengajian-pengajian kitab kuning dari ulama yang satu ke ulama lainnya. Atau pengajian yang digelar di masjid. Namun pada tahun 1980-2000-an mereka telah mencoba memadukan antara pendidikan informal dan formal, dan berani menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Prof. Dr. Danial Djalaluddin (alm) adalah putra dari Annangguru H. Djalaluddin Gani, ayahnya hanya belajar Islam lewat pengajian-pengajian kitab kuning di Masjid Pambusuang. Namun, putranya belajar Islam lewat jalur pendidikan formal hingga ke perguruan tinggi dan meraih gelar doktor; derajat tertinggi dalam bidang keilmuan menurut tolok ukur akademi. Demikian pula Prof. Dr. Annangguru H. Sahabuddin, murid kesayangan dari Annangguru Shaleh. Sahabuddin mempelajari tarekat lewat pengajian-pengajian informal yang digelar oleh Annangguru Shaleh, kemudian ia mampu melakukan penelitian mengenai tarekat dalam sebuah disertasi doktor di UIN Sunan Kalijaga. Hal yang serupa juga dilakukan Prof. Dr. Annangguru H. Mochtar Hussein, cucu pendiri pengajian kitab di Pambusuang Muh. Nuh. Beliau akhirnya mampu eksis sebagai annangguru dengan DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 304 menyandang gelar guru besar di bidang tafsi>r. Sejumlah indikator tersebut membuktikan bahwa annangguru dapat bertahan saat ini jika mampu memadukan pendidikan informal dan formal sehingga mendapat pengakuan di tengah masyarakat. Di era tahun 2000-an ada beberapa annangguru telah mengikuti pendidikan formal hingga ke jenjang S3 (dioktoral) ini merupakan tuntunan jaman tentang pentingnya pendidikan formal, bahkan terdapat beberapa annangguru yang bergelar guru besar, tetapi rata-rata annangguru di Mandar, telah mendapatkan gelar annnagguru dari masyarakat terlebih dahulu kemudian diikuti gelar akademiknya, dan biasanya annangguru yang memiliki gelar akademik terutama Doktor dan Professor, akan mendapatkan apresiasi yang lebih dari masyarakat, misalnya diundang untuk membawakan materi di forum-forum ilmiah. 40 Annangguru menduduki tempat yang sangat penting dalam masyarakat Mandar dan dalam kehidupan kaum Muslimin. Dalam banyak hal, mereka dipandang menempati kedudukan dan peran keagamaan. Karenanya mereka sangat dihormati oleh masyarakat lainnya, dan pendapat-pendapat mereka dianggap mengikat dalam berbagai masalah yang bukan hanya terbatas pada masalah keagamaan saja melainkan dalam berbagai masalah lainnya. Strategi annangguru pada bagian ini adalah mengenyam pendidikan formal. Adapun pendidikan formal yang dimaksud pada pembahasan ini adalah pendidikan persekolahan, berupa rangkaian jenjang pedidikan yang telah baku, misalnya SD, SMP, SMA, dan PT. Pendidikan nonformal lebih difokuskan pada pemberian keahlian atau skill guna terjun ke masyarakat. Mengenyam pendidikan pada institusi pendidikan formal yang diakui oleh lembaga pendidikan Negara 40



Hasil wawancara dengan Asnun Dosen IAI DDI Polewali, di Polewali pada tanggal 13 Februari 2017. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 305 adalah sesuatu yang wajib dilakukan di Indonesia. Bahkan diwajibkan bagi seluruh warga Negara tanpa terkecuali harus bersekolah minimal 9 tahun hingga lulus SMP. Pendidikan formal sangatlah penting. Pendidikan ini nantinya akan menjadi dasar bagi pendidikan nonformal. Pendidikan nonformal tidak akan mengajarkan sesuatu yang tidak ada di pendidikan formal dan yang didapatkan hanya satu bidang, tidak bermacam-macam seperti yang ada pada pendidikan formal. Maka dari itu pemerintah menyadari akan pentingnya pendidikan formal, SD, SMP, SMA hingga ke perguruan tinggi. Pendidikan formal jelas sangat penting di semua aspek, bukan hanya dalam memasuki dunia kerja, namun beberapa keterampilan dan keahlian bukan hanya diperlukan dalam lapangan kerja saja, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Dalam lapangan kerja, pendidikan formal sangatlah menentukan tingkatan/ jenis pekerjaan yang diambil, tetapi yang banyak terjadi sekarang adalah perlunya sertifikasi keahlian untuk mendukung dan mungkin sebagai syarat utama memasuki lapangan kerja yang dimaksudkan. Banyak sarjana pendidikan (S1) yang menganggur karena kurang memiliki keterampilan di bidang tertentu dan menjadi syarat masuk ke suatu perusahaan. Tidak menutup kemungkinan orang yang bukan sarjana bisa memasuki perusahaan tersebut karena telah memiliki sertifikat kursus dan memiliki keterampilan yang dibutuhkan perusahaan tersebut. Dengan demikian, pendidikan formal perlu dibuat lebih spesifik lagi agar bisa terfokus pada cabang-cabang yang sedang digeluti. Sebagaimana data yang telah diuraikan di atas bahwa banyak annangguru yang mengenyam pendidikan formal bahkan ada beberapa yang meraih gelar doktor bahkan sebagai guru besar atau professor. Perbedaan antara annangguru yang berkiprah di tahun 19601980-an, dan annangguru yang berkiprah 1990-2000-an, adalah: pada pendidikannya, di era 1960-1980-an annangguru memperdalam DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 306 pendidikan agamanya melalui pendidikan informal hingga ke Makkah, sedangkan di era sekarang selain mereka memadukan antara pendidikan informal melalui pengajian kitab kuning dan formal di madrasah hingga perguruan tinggi, dampak bagi annangguru yang menempuh pendidikan hingga ke tingkat sarjana adalah mereka dapat berkiprah lebih luas di masyarakat, misalnya sebagai dosen, pegawai pemerintahan, penyuluh agama dan guru agama pada sekolah umum dan lain-lain. F. MENGGUNAKAN INFORMATION TECHNOLOGY (IT) Dalam perkembangannya, teknologi saat ini tidak hanya berhenti di perkotaan tetapi juga masuk ke level paling bawah masyarakat yaitu pedesaan. Dengan demikian, berbagai informasi dapat begitu cepat diterima di rumah-rumah hingga ke pelosok melalui televisi. Bahkan, pada gilirannya internet pun telah menyelusup sampai ke ruang pribadi jutaan penduduk Indonesia. Melalui media elektronik ini, hampir seluruh informasi, seluruh nilai, dapat diketahui dan diakses oleh siapapun, termasuk digunakan untuk apapun. Demikian pula mengenai VCD atau video compact disc. Hiburan menggunakan keeping elektronik ini juga sudah menjamur di tengah masyarakat. Bahkan diperkirakan, separuh penduduk Polewali Mandar telah memiliki VCD, untuk memutar film atau lagu-lagu daerah Mandar atau Bugis. Sejak terbentuknya Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2004, media koran lokal juga menjadi alternatif utama bagi masyarakat dalam memperoleh berita, baik lokal, nasional, hingga mancanegara. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan berita media cetak, maka diterbitkan koran Radar Sulawesi Barat dan Polewali Pos. Dengan perubahan yang demikian pesat sebagai hasil modernisasi dan teknologi, annangguru mulai memanfaatkannya sebagi media dakwah dalam menyampaikan pesan-pesan mereka. Beberapa model strategi DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 307 dakwah yang telah dilaksanakan para memanfaatkan media modern, antara lain:



annangguru



dengan



1. Ceramah melalui Compact Disc (CD) dan Menulis Buku Hasil pemantauan penulis di lapangan, hampir separuh penduduk Polewali Mandar memiliki video compact disc atau VCD. Mereka rata-rata membeli VCD untuk karaoke, nonton lagu Mandar atau nonton film. Momentum ini dimanfaatkan oleh Annangguru Sopian untuk ceramah lewat VCD, sehingga pada tahun 2005 sampai 2010 Annangguru Sopian telah mengeluarkan 4 album rekaman ceramah yaitu: Pertama: Parallunna Ma’ingarang di Puang (Pentingnya Mengingat Allah) Rekaman pertama dikopi hingga 500 keping yang disebar di sekitar Kabupaten Polewali Mandar. Respon masyarakat cukup baik, terbukti pada tahun 2006, dikopi lagi hingga 500 keping dan semuanya habis terjual di pasaran. Ceramah ini berisi tentang dzikirdzikir. Kedua: Isra’ Mi’ra>j Album ceramah ini disebarkan di tengah masyarakat pada tahun awal tahun 2008. Album kedua inilah yang membuat Annangguru Sopian mulai populer karena mengungkap tentang rahasia isra’ mi’ra>j. Ketiga: Ala’birang Ampe Macoa (Kemuliaan Budi Pekerti) Album ceramah ini berisi tentang moral, dan rekamannya dimulai pada tahun 2009, disponsori oleh salah seorang caleg DPR RI wakil Sulawesi Barat. Album inilah yang terlaris di antara semua album rekaman annangguru. Bahkan karena album ini pula beliau beberapa kali mendapat undangan khusus ke Kuala Lumpur, Malaysia. Di antaranya, bulan Februari 2009 Annangguru Sopian



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 308 mendapat undangan masyarakat Mandar di Kelantan, kemudian bulan Mei 2009 di Tawau. Keempat: Dzikir dan Pikir Album ceramah ini disebarkan di masyarakat Mandar dan sekitarnya pada bulan Mei 2010. Dikopi sekitar 700 keping dan konsumennya kebanyakan anak-anak muda dan masyarakat di luar wilayah Sulawesi Barat seperti Sulawesi Selatan dan Kalimantan. Rekaman ceramah Annangguru Sopian, yang berjumlah empat album dimana tiga di antaranya disampaikan dalam bahasa Mandar. Dampak dan respon masyarakat Mandar sangat luar biasa. Terbukti CD rekaman tersebut tersebar hingga ke masyarakat Mandar di perantauan, seperti masyarakat Mandar di Kalimantan, Sulawesi Selatan, Jawa, hingga Malaysia. Berkat kepopulerannya lewat rekaman ceramah, kesibukan Annangguru Sopianpun makin bertambah untuk memenuhi undangan masyarakat di beberapa tempat. Annangguru Sopian tidak hanya rekaman ceramah, namun beliau juga telah menulis 4 buku, yaitu: Ma’rifat tentang Tuhan (2004), Tuntunan Salat Menurut Syariah dan Hakikat (2006), Kunci Memahami Jalan Menuju Kepada Sang Pencipta (2008), Dua Tammasarang Tallu Tammalaisang (2010). Buku-buku annangguru tersebut banyak dikonsumsi oleh para orang tua untuk memahami Islam dalam pendekatan tas}awuf. Dalam pemahaman Annangguru Sopian, tarekatnya adalah tarekat ahlusunnah wal jamaa>h, karena itu harus disebarluaskan. Meskipun tarekat ini memang tidak ada dalam sejarah tarekat di dunia Islam, namun ia berlandaskan pada hadist nabi: “Bahwa umatku terbagi pada 70 aliran, yang selamat adalah ahlusunnah wal jamaa>h.”



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 309 2. Menulis Essai Islami Lewat Radar Sulawesi Barat dan Polewali Pos Annangguru Sybli adalah satu-satunya annangguru yang menulis di koran, rektor UNASMAN ini selain. Beliau mulai dikenal masyarakat setelah sering menulis essai atau opini tentang keagamaan di Harian Radar Sulawesi Barat dan Polewali Pos. Tulisannya termuat hampir setiap minggu, bahkan pada bulan Ramadhan tulisannya di Radar Sulawesi Barat tentang tas}awuf, fiqh, dan pemikiran Islam lainnya dapat ditemui. Dampak karena tulisannya sering muncul di Koran, undangan untuk ceramah sebagai annangguru makin mengalir. Bahkan pada tahun 1430 H, beliau mendapat undangan dari Bupati Polewali Mandar untuk membawakan khutbah Idul Fitri di lapangan Pancasila Polewali. Dalam diskusi-diskusi keagamaanpun beliau sering menjadi narasumber, dan selalu dimintai tanggapan jika terjadi perselisihan di tengah masyarakat, baik oleh Gubernur Sulawesi Barat maupun Bupati Polewali Mandar, termasuk masalah aliran sesat yang berkembang di salah satu desa di Polewali Mandar pada tahun 2008. Menurut Amri wartawan Radar Sulawesi Barat, bobot tulisan beliau adalah sebagai berikut: “Sybli Sahabuddin adalah penulis essai keagamaan di Radar Sulbar yang paling produktif, tulisannya tentang keagamaan sering dimuat setiap minggu, tulisannya mudah dipahami karena menggunakan bahasa yang sangat sederhana”.41 Menurut Akmal Hidayah: “Saya mulai mengenal pemikiran Annangguru Sybli setelah sering membaca tulisan-tulisan beliau di Radar Sulawesi Barat, beliau adalah ulama yang mempunyai 41 Wawancara dengan Amri, Wartawan Radar Sulbar, di Polewali 27 September 2010.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 310 wawasan luas dalam berbagai persoalan-persoalan kekinian”.42 Strategi-strategi inilah yang dilakukan oleh para annangguru di era perubahan sosial di Mandar. Antara lain dengan ceramah lewat VCD, menulis di koran, menulis buku, sehingga dengan demikian posisi dan keberadaannya sebagai annangguru dapat terus dan lebih dikenal serta bermanfaat bagi umat yang membutuhkannya. Dalam dinamika perubahan yang terjadi di tengah masyarakat Mandar, mengapa para annangguru tetap bertahan di tengah gencarnya arus globalisasi?, karena selain mereka sebagai tokoh agama yang mengajarkan agama, muballig, konsultan spiritual, pemangku masjid, mereka juga terlibat langsung pada bidang sosial, seperti, mereka juga mengaktifkan diri pada organisasi kemasyarakatan Islam, mendirikan lembaga sosial dan pendidikan, menjadi pegawai negeri sipil bahkan sebagai senator, sehingga peran mereka semakin dibutuhkan di tengah masyarakat, annangguru juga mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat, melalui materi kajian kitab kuning yang mereka sajikan dengan lebih banyak diskusi dan membahas persoalan kekinian, demikian pula kajian tarekat, mulai dibuka di kalangan masyarakat yang lebih luas. Ceramah-ceramahnya tidak hanya melalui masjid, tapi dapat juga dinikmati lewat compactt disc (CD), dalam perspektif masyarakat Mandar, bahwa annangguru biasanya telah berusia sepuh sekitar 50 tahun hingga 60 tahunan, namun saat ini ada perkembangan dengan munculnya annangguru-annangguru muda yang berusia, 30 tahun sampai 40 tahunan. Ini diakibatkan karena munculnya pengkaderan annangguru yang begitu cepat, meskipun jumlahnya belum terlalu 42



Wawancara dengan Akmal Hidayah, Sekretaris PW NU Sulawesi Barat, di Polewali 28 September 2010. DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 311 banyak. Sehingga ke depan annangguru di Mandar akan tetap bertahan jika mereka dapat menyesuaikan kondisi perkembangan zaman, dengan mempertahankan yang tradisi lama, yaitu fungsi pokok keannangguruan yaitu, sebagai pemangku keagamaan, juga membuka diri terhadap hal-hal yang baru. Satu-satunya annangguru yang eksis di bidang dakwah adalah Annangguru Sopian, lewat metode dakwah yang langka digunakan di daerah justru ia memberanikan diri untuk mencoba dengan merekam ceramah-ceramahnya dalam bentuk compact disc. Ada beberapa alasan sehingga ia menempuh ide ini, ia terinspirasi pada K. H. Zainuddin MZ, yang awal munculnya direkam lewat CD, kemudian indikator yang ia gunakan jika terobosan ini akan diminati adalah: pertama, sebagian besar masyarakat Mandar memiliki video compact disc; kedua, muballig lokal Mandar yang merekam ceramahnya belum pernah dilakukan; ketiga, menyesuaikan dengan zaman, ceramah boleh dilakukan dimana saja dengan memanfaatkan teknologi modern.43 Strategi yang dilakukan Annangguru Sopian ternyata berhasil, peminat yang memesan CD ceramahnya semakin banyak. Bahkan terjual hingga ke Kalimantan dan Gersik Jawa Timur. Metode ceramahnya yang mudah diterima oleh masyarakat karena menggunakan bahasa daerah Mandar yang jarang mereka dengarkan karena saat ini muballig lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia. Tema yang dibawakan adalah tema tas}awuf, masyarakat Mandar pada umumnya menyukai kajian tas}awuf. Kemudian dari segi efektivitas, dengan berkembangnya informasi dan teknologi atau IT, justru dijadikannya peluang bagi Annangguru Sopian untuk syiar Islam, ceramahnya dapat didengar di rumah-



43 Wawancara Annangguru Sopian di Pambusuang pada tanggal 15 September 2010.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 312 rumah penduduk lewat CD atau HP, dan kadang disiarkan lewat Radio Sawerigading dan STFM. Selain lewat VCD, pesan-pesan agama dapat juga disampaikan lewat tulisan-tulisan, selain aktif ceramah Annangguru Sopian juga menuangkan lewat tulisan di buku yang lebih fokus pada kajian tas}awuf, demikian pula Annangguru Sybli dan Annangguru Danial aktif menulis di Koran Harian Radar Sulbar. Seiring dengan berkembangnya arus globalisasi dan informasi, annangguru di Mandar, tidak lagi terkungkung dalam satu rutinitas pemangku masjid dan pemimpin pengajian kitab, tapi mereka mampu menembus globalisasi dengan mengikuti perkembangan zaman, sehingga mereka tetap mampu survive di tengah masyarakat. Dalam uraian di atas dijelaskan bahwa seorang annangguru muballig dalam konteks perubahan sosial harus mampu mengikuti perkembangan zaman dan menggunakan metode modern dalam menyampaikan dakwahnya, sebagai strategi untuk dapat bertahan dalam gencarnya perubahan. Strategi dakwah yang modern menjadi daya pikat tertentu. Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan atau planning dan management untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi untuk mencpai tujuan tersebut, strategi tidak hanya berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja, melainkan harus menunjukkan bagaimana teknik (cara) operasionalnya. Dengan demikian strategi dakwah merupakan perpaduan dari perencanaan dan manajemen dakwah untuk mencapai suatu tujuan. Di dalam mencapai tujuan tersebut strategi dakwah harus dapat menunjukkan bagaimana operasionalnya secara teknik harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) dapat berbeda sewaktu-waktu bergantung pada situasi dan kondisi. Untuk memantapkan strategi dakwah, maka segala sesuatunya harus dipertautkan dengan komponen-komponen dakwah yaitu: pertama, muballig atau penyampai pesan dakwahnya; kedua, pesan yang DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 313 disampaikan; ketiga, media yang digunakan; keempat, audiens; kelima, dampak dari ceramahnya. Strategi dakwah tersebut digunakan oleh Annangguru Sopian di tengah perubahan sosial di Mandar. Ia memposisikan diri sebagai: pertama, muballig yang berciri khas bahasa daerah, kedua, materi dakwahnya adalah tas}awuf; ketiga, menggunakan media compact disc, kaset dan menulis buku; keempat, audiens adalah mayoritas orang Mandar di berbagai daerah; kelima, dampak ceramahnya adalah semakin banyak undangan untuk berceramah hingga ke luar negeri. Pentingnya strategi dakwah yang diterapkan oleh annangguru untuk mencapai tujuan, sedangkan pentingnya suatu tujuan adalah untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Fokus perhatian dari ahli dakwah memang penting untuk ditujukan kepada strategi dakwah, karena berhasil tidaknya kegiatan dakwah secara efektif banyak ditentukan oleh strategi dakwah itu sendiri. Selain strategi tersebut di atas, masyarakat Mandar saat ini adalah masyarakat terbuka seperti halnya masyarakat lain di Indonesia. Dakwah yang terbuka, lebih cepat dipahami masyarakat dan lebih diminati. Olehnya itu Annangguru Sopian sebagai sosok annangguru yang fokus pada dakwah, menggunakan metode dakwah: Pertama: dakwah secara tatap muka (face to face). Sebuah metode yang ia terapkan jika mendpatkan undangan khusus dari masyarakat dalam bentuk pengajian, dilanjutkan dengan tanya jawab. Metode ini cenderung terbuka dan memuaskan audience, sekaligus memperkuat legitimasi annangguru sebagai ahli agama jika ia mampu menjawab dengan baik pertanyaan audience. Kedua: dakwah melalui media. Metode ini digagas pertama kali oleh Annangguru Sopian dengan menggunakan media elektronik dan ternyata ampuh. Lewat dakwahnya ia semakin populer dan dijangkau oleh masyarakat luas, tidak hanya terbatas pada



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 314 masyarakat Polewali Mandar. Selain media elektronik ia juga menuangkan dakwah lewat tulisan di buku-buku. Dalam strategi dakwah, peranan dakwah sangatlah penting. Strategi dakwah harus luwes sedemikian rupa sehingga dai sebagai pelaksana dapat segera mengadakan perubahan apabila ada suatu faktor yang mempengaruhi. Suatu pengaruh yang menghambat proses dakwah bisa datang sewaktu-waktu, lebih-lebih jika proses dakwah berlangsung melalui media. Pendekatan dakwah yang digunakan Annangguru Sopian dengan memanfaatkan teknologi dan menggunakan bahasa Mandar dipadukan dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam menyampaikan dakwahnya, ternyata mendapat respon positif di masyarakat. Tampil beda dengan muballig lainnya yang sebagian besar menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar, karena mereka sangat kesulitan menggunakan bahasa daerah, sehingga masyarakat merindukan munculnya seorang dai yang mampu keduanya, yaitu bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Annangguru Sopian tampil sebagai tokoh yang mempertahankan budaya lokal, dalam hal ini bahasa Mandar, yang cenderung ditinggalkan oleh generasi muda. Muballig adalah imam dan pemimpin pesan agama, dakwah yang disampaikan Annangguru Sopian adalah dakwah yang sistematis dan objektif, bahasanya ringan sesuai dengan situasi dan kondisi. Tidak harus panjang lebar. Pesan-pesan dakwah sesuai dengan al-Qur'an dan hadits, kadang mengambil contoh dari tradisi lokal dengan selalu tampil dengan meyakinkan, tidak meragukan. Isinya menggambarkan tema pesan secara menyeluruh dan selalu menyesuaikan dengan zaman. Ia juga selektif dan kritis memperhatikan setiap pesan dakwah yang disampaikan.



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 315



BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pada data-data serta pembahasan yang telah penulis paparkan pada bab-bab terdahulu maka diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: Pertama: Annangguru Mandar adalah pemimpin kharismatik, dalam sejarahnya dikenal sebagai seorang pemimpin agama sekaligus tokoh masyarakat. Ia berposisi penting di tengah masyarakat Mandar, dengan posisi penting tersebut menjadikannya sebagai sumber rujukan, panutan sekaligus pelindung, dengan berbekal wawasan keagamaan yang mendalam dan terlahir dari lingkungan annangguru semakin memperkuat posisinya, tentunya didukung oleh karaketristik masyarakat Mandar secara umum yang masih religious. Kedua: Di dalam masyarakat terjadi tiga perubahan sekaligus yaitu, perubahan peradaban yang biasanya dikaitkan dengan DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 316 perubahan unsur-unsur atau aspek yang lebih bersifat fisik, sarana komunikasi-transportasi dan lain-lain. Kemudian perubahan budaya, yang menyangkut aspek rohaniah, seperti keyakinan, nilai-nilai, pengetahuan lalu perubahan sosial yang menunjuk kepada perubahan aspek-aspek hubungan sosial, pranata-pranata masyarakat, dan pola perilaku kelompok. Sebagai contoh perubahan sosial adalah semakin banyaknya bermunculan di tengah masyarakat organisasi formal, mulai dari pemerintah maupun nonpemerintah dengan pola hubungan yang lebih rasional. Perubahan budaya maupun sosial tersebut tentunya mempengaruhi kedudukan maupun peran annangguru yang dulunya sangat kokoh dan tampil tunggal, dan para annangguru yang terlahir di era modern ini melakukan langkah-langkah strategis untuk tetap survive atau bertahan di tengah perubahan sosial budaya yang terjadi di tengah masyarakat. Ketiga: Dalam merespon perubahan sosial maupun budaya para annangguru melakukan berbagai macam strategi dalam bentuk peran-peran sosial maupun keagamaan. Para annangguru dari kalangan perempuan menjadikan panti asuhan sebagai basis legitimasinya, panti asuhan ini kemudian dijadikan annangguru sebagai tempat pembinaan bagi anak-anak terlantar dan yatim piatu, sekaligus sebagai pusat pendidikan keagamaan. Para annangguru yang berkedudukan di panti asuhan tersebut kemudian dimanfaatkan juga untuk memberikan pusat pelayanan pada masyarakat sekitarnya baik masalah spiritual maupun supranatural. Keempat: Para annangguru lainnya yang berkedudukan di pesantren, posisinya sebagai pimpinan pesantren sekaligus berperan sebagai pengajar kitab-kitab agama Islam yang telah terwariskan secara turun temurun, jika dalam perkembangan awalnya pengajian kitab di Mandar dikelolah secara tradisional dalam bentuk pendidikan nonformal, kini annangguru tampil sebagai pembaharu di bidang pendidikan keagamaan dengan mendirikan pesantren atau lembaga DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 317 pendidikan formal supaya dapat bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya sekaligus memberikan sentuhan metode pengajaran yang lebih kreatif sesuai dengan tuntunan zaman, bahkan annangguru kemudian tampil sebagai pencetus berdirinya universitas pertama di Mandar, perguruan tinggi ini diharapkan dapat menjawab tantangan zaman dan yang lebih penting lagi adalah untuk melahirkan sumber daya manusia yang tangguh untuk melanjutkan pembangunan di tanah Mandar. Selain hal tersebut di atas para annangguru kemudian tampil di tengah masyarakat tidak sebatas sebagai pengajar kitab kuning atau muballigh tapi juga tampil sebagai aktivis LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), rektor perguruan tinggi hingga menjadi senator, muballigh yang mampu memanfaatkan situasi politik lokal, peran-peran tersebut menjadikannya semakin populer di tengah masyarakat, dan memberikan pemahaman pada masyarakat, bahwa annangguru juga mampu tampil untuk memimpin lembagalembaga modern, memimpin organisasi. Kelima: Dengan pola interaksi sosial yang dilakukan oleh para annangguru diharapkan kehadiran para annangguru muda dapat melanjutkan keannangguruan di Mandar dengan tampil sesuai dengan perkembangan zaman sehingga tetap dapat survive atau bertahan di era perubahan sosial mapun budaya yang pasti terjadi. Namun tak dapat dielakkan masih banyak annangguru di Mandar saat ini yang tetap stagnan dan kurang mampu berinteraksi keluar karena kurangnya akses yang ia miliki baik secara akademis maupun organisasi sehingga ia kurang dikenal kecuali dari kalangan tertentu saja. Sehingga jika pola ini yang dipertahankan maka annangguru ke depan akan punah baik secara istilah maupun peran kemasyarakatannya tergantikan oleh figur-figur lain. B. Saran Pertama: Dengan melihat dinamika perubahan yang terjadi maka disarankan bagi annangguru untuk, (1) Melakukan kajian ulang DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 318 terhadap statusnya, yakni berusaha melakukan retrospeksi bahwa dirinya bukan satu-satunya institusi tempat masyarakat bertanya mengenai problem kehidupan, sebab kini telah tumbuh dan berkembang berbagai agen yang dapat menjawab berbagai problem yang dihadapi oleh masyarakat. (2) Di sisi lain, annangguru juga mesti menyadari bahwa perubahan sikap masyarakat terhadap peran annangguru yang sebelumnya cukup strategis adalah akibat perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sehingga suka atau tidak para annangguru perlu menyesuaikan diri dengan situasi yang sedang berubah jika ingin tetap survive terus diterima oleh masyarakat. (3) Dengan fenomena demikian, sudah waktunya bagi annangguru dan annangguru muda untuk melakukan langkah-langkah strategis seperti, kaderisasi annangguru dan strategi metodologi pengajaran kitab kuning, ikhtiar meningkatkan kualitas kepribadian dan wawasan intelektualitasnya, misalnya dengan melakukan studi lanjut (post graduate) di lembaga pendidikan formal, yang dengan bekal demikian annangguru lebih siap dalam arti tidak gagap dan tidak mengalami post power syndrome dalam melakukan reposisi fungsi sosialnya di tengah derasnya dinamika perubahan yang tidak lagi berpihak padanya untuk diperlakukan sebagai figur kunci di masyarakatnya, dan menggunakan IT dalam menyampaikan dakwah sebagai tuntutan zaman. Kedua: Bagi para peminat studi tentang sosiologi agama khususnya yang membahas keannangguruan, penulis sarankan bagi peneliti selanjutnya yang meminati studi ini, sebaiknya diadakan penelitian lanjutan yang belum sempat dikaji diantaranya, (1) Jejak keannangguruan di Mandar dalam perspektif historisnya. (2) Pola hubungan kekerabatan dan intelektual annangguru di Mandar dan pola hubungan sesama annangguru di Mandar dan di kawasan sekitarnya. (3) Perbandingan status dan peran annangguru di Mandar



DR. ACO MUSADDAD HM



ANNANGGURU - dalam perubahan sosial di mandar 319 dan di tempat lain. (4) Annangguru dan Tradisi kajian kitab kuning di Pambusuang Ketiga: Bagi para penentu kebijakan mengenai masalah peran-peran tokoh agama dalam pembangunan di Mandar, supaya menjadikan penelitian sebagai salah satu sumber rujukan.



DR. ACO MUSADDAD HM



320



DAFTAR PUSTAKA Abdulfattah, Munawir, Tradisi Orang-Orang NU, Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006. Abdullah,



Irwan, Konstruksi dan Reproduksi Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.



Kebudayaan,



_______________, Makalah, Privatisasi Agama: Globalisasi atau Melemahnya Referensi Lokal? Yogyakarta: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta bekerjasama dengan Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Kantor Wil Provinsi Yogyakarta, 1995.



Agama, Pendidikan Islam dan Tanggung Jawab Sosial Pesantren, Yogyakarta: Pustaka



_______________, dkk (editor), Pelajar, 2008.



_______________, dkk, (editor), Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan Global, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008. Abdullah, M. Amin, Falsafah Kala>m di Era Posmodernisme, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997. Abdullah, Taufiq, Islam dan Masyarakat: Pantulan Sejarah Indonesia, Jakarta: LP3ES, 1997. ______________, Agama dan Perubahan Sosial, Jakarta: Rajawali, 1983.



321 Abercrombie, Nicholas dkk, Kamus Sosiologi, terj. Desi Noviyani dkk, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010. Achidsti, Syafa Aulia, Kiai dan Pembangunan Institusi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015 Ahimsa Putra, H.S, Minawang Hubungan Patron-Klien di Sulawesi Selatan. Yogyakarta: Gajah Mada Press, 1988. Makalah, Paradigma, Epistemologi dan Metodologi Ilmu Sosial-Budaya, Yogyakarta: CRCS-



________________,



UGM, 2007. Ahmad, Abd Kadir, Disertasi, Ulama dalam Dinamika Sosial di Sulawesi Selatan, Makassar: Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin Makassar, 2005. Ali, Muhammad Daud dkk, Lembaga-Lembaga Islam di Indonesia, Jakarta: Grafindo Persada, 1995. Asfar, Muhammad, Pergeseran Otoritas Kepemimpinan Politik Kyai,Vol.5: 29-41 Prisma, 1985. Azizah, Nurul, Artikulasi Politik Santri Dari Kyai Menjadi Bupati, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013. Badan Pusat Statistik, Kabupaten Polewali Mandar Dalam Angka, Polewali Mandar: BPS, 2016 Baharuddin, Nahdatul Wathan dan Perubahan Sosial, Yogyakarta: Genta Press, 2007. Barker, Chris, Cultural Studies : Teori dan Praktek, terj. Nurhadi, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2008.



322 Beilharz, Peter, Teori-Teori Sosial Obsevasi Kritis Terhadap Para Filosof Terkemuka, terj. Sigit Jatmiko, 2002. Boolland, BJ, Pergumulan Islam di Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, 1987. Bruinessen, Martin van, NU, Tradisi, Relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru, Yogyakarta: LKIS, 1994. _________________, Tarekat dan Politik, Amalan untuk Dunia dan Akhirat, Pesantren. Vol. 9:3-4. _________________, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat: TradisiTradisi Islam di Indonesia, Bandung: Mizan, 1995. Budiman, A, Ilmu-ilmu Sosial dan Perubahan Masyarakat Di Indonesia, Bandung: Majalah Kumpulan Karangan, 1983. Burhanuddin, Jajat & Baedawi, Ahmad (eds), Transformasi Otoritas Keagamaan: Pengalaman Islam Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003. Burke, Peter, History and Social Theory, terj. Mestika Zed, Zulfami Sejarah dan Teori Sosial, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001. Bodi, M.Idham Khalid, Kamus Besar Bahasa Mandar-Indonesia, Solo: Zada Haniva, 2002. Campbell, Tom, Tujuh Teori Sosial, terj. F. Budi Hardiman, Yogyakarta: Kanisius, 1994. Collin, Randall, Conflic Sociology, New York: Academic Press, 1975.



323 Dagun, Save M, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara, 2006. Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES, 1990. ____________________, K.H. Hasyim Asy’ari, Penggalang Islam Tradisional, dalam, Prisma, 1984. Dirdjosanjoto, Pradjarta, 1994. Memelihara Umat, Kyai di Antara



Usaha Pembangunan dan Mempertahankan Identitas Lokal di Daerah Muria, Amsterdam: VU Universitas Press.



El Maknun, Sahabuddin A, 1986. Skripsi, Pesantren Nuhiyah



Pambusuang, Suatu Studi Tentang Peranannya Dalam Masyarakat, Ujung Pandang: F.A. IAIN Alauddin, 1986.



Geertz, Clifford, “The Javanesse Kijaji: The Changing Role of a Cultural Broker”, Comperative Studies in Society and History (1959-1960). _______________, Abangan, Santri dan Priyayi dalam Masyarakat Jawa, terj. Aswab Mahasin. Giddens,



dkk, Sosiologi, Sejarah dan Berbagai Pemikirannya, terj. Ninik Rochani Sjam, Yogyakarta:



Anthony



Kreasi Wacana, 2009. Glynn, Frank Mc dkk (ed), Pendekatan Antropologi pada Perilaku Politik, terj. Suwargono dkk, Jakarta: Penerbit UI-Press, 2000. Haryanto, Sindung, Spektrum Teori Sosial, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2016



324 Hefner, Robert W, 1995. ICMI dan Perjuangan Klas Menengah Muslim Indonesia, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1995. ______________, Hindu Javanese, Tengger Tradition and Islam, New Jersey: Princeton University Press, 1985. Horikoshi, Hiroko, Kyai dan Perubahan Sosial, Jakarta: P3M, 1977.



Indonesian Journal of Social and Cultural Antropology, vol. 29, no.2: Departemen Antropologi Indonesia, 2006.



FISIPOL



Universitas



Jackson D Karl, Kewibawaan Tradisional, Islam dan Pemberontakan Kasus Darul Islam Jawa Barat, terj., Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 1990. Jaiz, Hartono Ahmad dkk, Bila Kyai Dipertuhankan, Jakarta: Pustaka Kautsar, 2008. Johnson, Paul Doyle, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, terj. Robert M.Z. Lawang, Jakarta: PT Gramedia, 1986. Jonge, Huub de, Madura, Jakarta: Gramedia, 1984. Juergensmeyer, The New Religious State. Dalam Comperative Politics. Vol. 27: 379-91. Kasali, Rhenald, Change, 2005, Jakarta: PT Gramedia, 1995. Keller, David, Suzanna, Penguasa dan Kelompok Elite, terj. Zahara D Noor, Jakarta: Rajawali, 1984. (ed), Metode-metode Wawancara” dalam, Metodologi Penelitian Masyarakat, Jakarta: LIPI, 1973.



Koentjaraningrat



325 Koentowidjoyo, Paradigma Islam: Interprtesai untuk Aksi, Bandung: Mizan, 1991. Koiruddin, Politik Kiai: Polemik Keterlibatan Kiai Dalam Politik, Praktis Malang: Averroes Press, 2007. Mansurnoor, Lik Arifin, Islam in an Introduction World, Ulama of Madura, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1990. Martin, Redorick, Sosiology Kekuasaan, terj. Hery Yudiono, Jakarta: Raja Grasindo Persada, 1993. Martono, Nanang, Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta: Persada, 2016. ______________, Metode Penelitian Sosial, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2015 Mattulada dkk, Agama dan Perubahan Sosial, Jakarta: CV. Rajawali, 1983. Moleong, L.J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990. Morse, Janice M, Critical Issue in Qualitative Research Methods, New Delhi: Sage Pulicatis, 1994. Mudhor, A, Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat, Yogyakarta: Liberty, 1988. Mughni A, Syafiq, Dinamika Intelektual Islam, Surabaya: Lembaga Pengkajian Agama dan Masyarakat, 2002. Muhtarom, Reproduksi Ulama di Era Globalisasi, Pustaka Pelajar, 2005.



Yogyakarta:



326 Mulkhan, Munir, Runtuhnya Mitos Politik Santri, Yogyakarta: SI Press, 1992. Musaddad, Aco, Islam Mandar, Islam Hilir, Radar Sulbar, November, 2006. Nottingham, Elizabeth, K, Agama dan Masyarakat, terj., Jakarta: Rajawali, 1992. Nursyam, Islam Pesisir, Yogyakarta: LKiS 2004. Pababari, Musafir, Disertasi, Tarekat Qadiriah, Kajian Sosiologis



Pola hubungan Otoritas Agama dan Politik Di Mandar, Makassar: Pascasarjana Universitas Hasanuddin, 2004.



Pals, Danial A, Seven Theories Of Religion, Yogyakarta: Penerbit Qalam, 1996. Patoni, Ahmad, Peran Kiai Pesantren Dalam Partai Politik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007. Perdue D, William, Sociological Theory Explanation, Paradigm and Ideology, USA: Mayfiels Publishing Computer, 1986. Qoyim, Ibnu, Ulama’ di Indonesia pada Akhir XIX dan Awal Abad XX. Sejarah Pemikiran, Rekonstruksi, dalam, Persepsi. Vol.3:25-33, 1993. Rahardjo,



Pergulatan Dunia Pesantren: Membangun dari Bawah, Jakarta: P3M, 1985. M.



Dawam,



______________,1974. LP3ES.



(ed.),



Pesantren dan Pembaharuan, Jakarta:



327 Redaksi, Tim, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008. Ritzer, George, Contemporary Sociology Theory, New York: Mc Graw Hill, Inc, 1992. ____________,Sosiologi Ilmu Pengetahuan terj. Alimandan, Jakarta: Rajawali, 1992. Robertson, Philip, Beberapa Perspektif Sosiologi Pendidikan, terj. Hasan Basri, Jakarta: Rajawali, 1986. Robertson, Roland, (Ed.), Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis, terj. Ahmad Fedyani Syaifuddin, Jakarta: CV Rajawali, 1992. Rofangi, Mahmud, Elit NU: Kyai, Ulama dan Cendekiawan Muslim, al Jami’ah, 1999. Saifuddin, Ahmad Fedyani, Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma. Jakarta: Kencana, 2006. Scharf, Betty R, Kajian Sosiologi Agama, Terj. oleh Machnun Husein, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1995. Scott, James, 1972, Patron-Client Politics and Political Change in



Southeast Asia. The American Political Southeast Asia, 1972.



Setiawanto, R Tikno, Peranan Kyai Dalam Masyarakat Tradisional:



Studi Tentang Pergulatan Politik Kyai Di Tengah Persoalan Sosial dan Budaya Di Kecamatan Muntilan, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2003.



328 Setiyanto, Agus, Gerakan Sosial Masyarakat Bengkulu Abad XIX



(Peran Elit Politik Tradisional dan Elit Agama), Disertasi, Yogyakarta: PPS UIN Sunan Kalijaga. 2015.



Soejatmiko, Manusia dan Dunia yang Sedang Berubah, Jakarta: Grafindo, 1991. Soekanto, Soerjono, Talcott Parsons Fungsionalisme Imperatif, Jakarta: Rajawali Press, 1986. Soyomukti, Nurani, Pengantar Sosiologi, Dasar Analisis, Teori, &



Pendekatan Menuju Analisis Masalah-Masalah Sosial, Perubahan Sosial & Kajian-Kajian Strategis, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010.



Steebrink, Karel A, Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad ke 19, Jakarta: Bulan Bintang, 1984. Sukamto, Kepemimpinan dan Struktur Kekuasaan Kyai. Studi Kasus Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang, dalam, Prisma, 1997. Suparjo, Komunikasi Interpersonal Kiai-Santri (Studi Tentang



Keberlangsungan Tradisi Pesantren di Era Modern, Disertasi, Yogyakarta: PPS UIN Sunan Kalijaga. 2013



Suparlan, Parsudi, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, dalam, Media edisi 14, tahun III/Maret, 1993. _________________, Pesantren, Madrasah Sekolah; Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, Jakarta: LP3ES, 1986. Suprapto, Riyadi, Status dan Peran Elite Agama dalam Proses



Pembangunan Desa Diundangkannya UU Nomor 5/1979, Disertasi, Surabaya: PPS Universitas Airlangga, 1997.



329 Suprayogo, Imam, Kyai dan Politik: Membaca Citra Politik Kyai, Malang: UIN Malang Press, 2007. Suryo, Djoko, Laporan Penelitian Agama dan Perubahan Sosial:



Studi Tentang Hubungan Antara Islam, Masyarakat, dan Struktur Sosial Politik Indonesia, Yogyakarta: PAU-SSUGM, 1992-1993.



Susanto, Astrid S, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, Bandung: Karya Nusantara, 1977. Syamsuddin Abdullah, Agama dan Masyarakat (Pendekatan Sosiologi Agama), (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 41. Turmudi, Endang, Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan, Yogyakarta: Lkis, 2004. Turner, Bryan S, Religion and Social Theory, New Delhi: Sage Publication, 1991. Turner, Jonathan H, Fungsionalime, terj. Anwar Efendi dkk, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010. Usman, Sunyoto, Interaksi Antara Elite Lokal dalam Implemantasi Pembangunan Pedesaan, Pusat Penelitian UGM, Yogyakarta: Pusat Penelitian UGM, 1988. ____________, Politik, Taklid dan Interaksi Guru dalam Tarekat. Yogyakarta: Pusat Antara Universitas Studi Sosial UGM, 1994. Wahid, Abdurrahman, Menggerakkan Tradisi NU, Yogyakarta: Lkis, 2007.



330 Weber, Max the Theory of Social and Economic Organization, terj. Talcott Parsons, New York: The Free Press, 1966. ____________, Essays in Sociology, ed, New York: Oxford University Press, 1946. Wibisono, Koento, Arti Perkembangan Menurut Filsafat Positivisme Auguste Comte, Yogyakarta: Gadjah Mada Universty Press, 1983. Yusuf, Slamet Effendy, Dinamika Kaum Santri, Jakarta: Rajawali Press, 1983. Zamroni, Pengantar Pengembangan Teori Sosial, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992. Ziemek, Manfred, Pesantren dan Perubahan Sosial, Jakarta: P3M, 1986. Zulkifli, s}ufi Jawa, terj. Sibawaihi, Yogyakarta: Pustaka S}ufi, 2003. Sumber Data dari Internet http://www.scribd.com/doc/13055094/makalah-sosiologi-perannorma. http://www.scribd.com/doc/13055094/makalah-sosiologi-perannorma. http://rud1.ngeblogs.com/2009/12/17/pengertian-elit-dan masa/ http://wikipedia.org/wiki/legitimasi_tradisional http://nabilhusein.com/perkembangan-pondokpesantren.html?start=1. http://id.wikipedia.org/wiki/Tarekat http://sarinapraktikum.blogspot.com/2009/07/definisi-pengajarandan-pembelajaran.html http://nusetendo.wordpress.com/2010/02/19/dasar-dasar-pahamkeagamaan-nu/#more-64.



331



Gambar 7



PETA PROVINSI SULAWESI BARAT



332



Gambar 8



PETA KABUPATEN POLEWALI MANDAR SULAWESI BARAT



333



Gambar 9



Yayasan Pengurus Islam Panti Asuhan Husnul Khatimah Polewali milik Annangguru Hj. Alwiah. (Foto: Aco Musaddad. H. M.) Gambar 10



Madrasah Tsanawiyah Husnul Khatimah Polewali milik Annangguru Hj. Alwiah. (Foto: Aco Musaddad. H. M.)



334



Gambar 11



Universitas Asy’ariah Mandar Sulawesi Barat di Polewali, milik Annangguru H. Sybli Sahabuddin. (Foto: Aco Musaddad. H. M.) Gambar 12



Masjid Kampus Universitas Asy’ariah Mandar sekaligus menjadi Pesantren Mahasiswa. (Foto: Aco Musaddad. H. M.)



335



Gambar 13



Annangguru Bisri memimpin salat berjamaah di Masjid Taqwa Pambusuang, pusat pengajian kitab kuning di Mandar. (Foto: Aco Musaddad. H. M.) Gambar 14



Pesantren Nuhiah Pambusuang, Pimpinan Annangguru Bisri. (Foto: Aco Musaddad. H. M.)



336



Gambar 15



Anak Panti Asuhan Ummahat Lapeo, asuhan Annangguru Hj. Marhumah. (Foto: Aco Musaddad. H. M.) Gambar 16



Masjid Taubah Lapeo, peninggalan Annangguru H. M. Thahir, ayah Annangguru Hj. Marhumah. (Foto: Aco Musaddad. H. M.)



337



LAMPIRAN 1 GLOSSARY A



Ada’ amara’diangang: adat kerajaan. Ada’ makkesyara’: hadat yang berasaskan syariah. Aka’balang: alat untuk mendatangkan kekebalan. Amara’diangang: sistem kerajaan. Anak matola payung: keturunan bangsawan murni. Angrengguru: penyebutan tokoh agama bagi orang Bugis. Anrongguru: penyebutan tokoh agama bagi orang Makassar. Apuangang: kebangsawanan. Arayang: kerajaan. Ataupiyangang: manusia pilihan. Atuwoang lino anna’ allo dhiwoe: kehidupan dunia akhirat. B



Balu’bur: jin penunggu rumah. Banguttuwo: tumbuhan yang mudah tumbuh dimana saja, dan selalu awet meskipun sudah lama dipetik. Batua: budak. Batua inranang: budak karena hutang. Batua nialli: budak yang dibeli. Batua naluang paleko’: budak karena membuat kesalahan. Batua sassabuarang: budak sejak lahir. Batua sossorong: budak karena turunan. Bija ada’: turunan hadat. Bija mara’dia: turunan raja. Burewe tadhu : buah pinang.



338 C



Cika: sakit perut. Cucur: kue khas Mandar, terbuat dari gula merah berbentuk bundar. D



Daeng: sapaan keturunan bangsawan/ mara’dia. Dappi ngallo: sebelum subuh. Darras: pembacaan ayat-ayat al-Qur’an secara massal oleh santri.



Dehata buttu: dewa gunung. Dehata langi: dewa langit. Dehata lita’: dewa tanah. Dehata malino: dewa yang menempati banyak tempat. Dewata seuwwae: tuhan tunggal yang menguasai dan mengatur segalanya. Dehata tario-rio: dewa setan mati. Dehata tomate makombong: dewa orang mati tiba-tiba. Dehata tomelumbai: dewa pelindung. Dehata tungga: dewa yang dalam mengatur dunia. Dehata uwai: dewa yang tinggal di air. G



Gogos: Nasi ketan yang dibungkus daun pisang lalu dibakar. J



Jima’: jimat. Jeppeng: tarian khas Arab. K



Kalinda’da’: syair-syair pantun. Karapoppo’: jin yang memakan bayi. Katirimandi: kue khas Mandar terbuat dari tepung berbentuk bulat dan dicampur saus yang terbuat dari gula merah yang encerkan. Kero: tingkah laku



339 L



Laso angin: angin puting beliung. Lokko’: rasa malu yang dirasakan dari dalam hati. Longga’: jin yang berbadan tinggi seperti pohon. Lopi: perahu. M



Ma’alepu: tingkatan pengajian dasar. Ma’baca kitta’ Barazanji: membaca kitab al-barazanji yang dibarengi dengan lagu. Ma’linrung: gaib. Maccera’/ mappa’giling: ritual. Maccera’ arayang: membersihkan alat pusaka. Macco’bo: prosesi ritual dengan cara mengoleskan. Makarra: kekuatan sakti. Makkasiwiang: demam tinggi. Makkora’ang kaiyyang: tingkatan membaca al-Qur’an setelah membaca Juz Amma. Mala’bi: bermartabat. Mala’bi pau: bertutur kata yang baik. Mala’bi gau: bertingkah laku yang baik. Mallamungi tomate: menurunkan mayat ke dalam liang lahat. Mallango’i : membahas berulang-ulang hingga bacaan menjadi lancar, fasih dan dihapal. Mambalaga: membaca kitab Balagah. Mambalung tomate: mengkafani mayat. Mambulle tomate: memikul mayat dari rumah duka menuju pemakaman. Manassa ressu’: benar-benar ranuh. Mangaji kitta’: membaca kitab kuning. Mangera’: menguraikan kalimat bahasa Arab. Manjuz-Amma: membaca Juz Amma. Mannahwu: membaca kitab Nahwu. Manu’ kalepu: ayam utuh dimasak tanpa bulu. Mappake’de’ tinda’: pemasangan nisan. Mappakihi: membaca kitab Fiqh.



340 Mappanassa: mencari kebenaran. Mappande banua: sesajian untuk dewa kampung. Mappande totannita: sesajian untuk dewa yang tidak tampak. Mappande sasi: sesajian untuk dewa laut. Mappandoe’ tomate: memandikan mayat. Mappangajiang tomate: pembacaan ayat-ayat suci al-Qur’an yang pahalanya ditujukan kepada orang yang meninggal dunia. Mapparima: upacara syukuran kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dilaksanakan dalam kurun waktu delapan tahun sekali. Mappasoro: memberikan sesajian. Mappepissang: menyampaikan undangan kepada kerabat dan handai taulan. Mara’dia tallu parapa: kadar kebangsawannya tiga perempat. Mara’dia malolo: menteri pertahanan. Maradeka: orang yang merdeka. Massambayangi tomate: menyalati mayat. Massapina, yaitu: membaca kitab Safinah an-Najah. Massara’ baca: pembacaan ulang ayat-ayat al-Qur’an fokus pada ilmu tajwid. Massarapa: membaca kitab Syaraf. Massunna : (khitan), pemotongan kulit pada ujung alat kelamin bagi anak laki-laki, dan bagi anak perempuan adalah pengerokan ringan pada alat kelaminnya. Mattalakking: pembacaan doa keselamatan buat orang mati. Mattapsir: membaca kitab Tafsir. Mattarima passolo’: menerima angpaw. Mattasoup: membaca kitab Tasawuf. Melabu tongang: utuh dan sempurna. Meuri’: mengurut. Monge’ amateang: penyakit yang mematikan. Monge’ ba’bua: sakit ulu hati. N Nacalla toaja: menanggung atau termakan kutukan nenek moyang. Nagasi koi: memberi sugesti.



341 Narua sai: wabah penyakit. Natora guttur: disambar petir. Ni pande mangirang: ritual memberi makan untuk ibu hamil. Nigeso/ nitata’: acara meratakan gigi anak yang telah dikhitan, dengan menggunakan batu asahan dan batu keras tetapi halus permukaannya. O



Onde-onde: kue khas Mandar, terbuat dari gula merah yang dibalut dengan tepung dan kelapa parut. P



Pa’bannetauang: tata cara aturan perkawinan. Pa’bicara: jabatan dalam kerajaan yang melantik para raja Mandar.



Pa’bijaga amba-ambaran: kerasukan. Pa’bisuang: tata cara pemujaan dewa. Pa’ita-ita, papputika: peramal/suprantural Pa’tatibojongan: tata aturan pertanian. Pacalong: pemain calong. Pakeke: pemain suling. Pakkacaping: pemain kecapi. Pallili: Kapur. Pallattigian: pengolesan daun pacar yang sudah dihaluskan pada kedua telapak tangan. Pammamca: pemain silat. Pangaji: santri. Pangaji kitta’: santri yang sedang belajar membaca kitab kuning. Pappuangang: kelompok kerajaan kecil. Passaulang/ pakkuliwang: makanan yang digunakan untuk persembahan. Passinding: penangkal. Passolo’: undangan. Pattorioloang: agama leluhur. Pattu’du: tarian khas Mandar.



342 Pemali appa’ randanna: empat pantangan dan tata aturan. Pembuluan: keturunan. Peulle : jin yang mengikuti manusia. Pingnge’ dengo’o: meminta mendorong bayi keluar dengan cara mengedan. Pitu pindang-pindang: tujuh piring kecil. Politomate/ punda anitu: urusan kematian. Posi’ arriang: tiang rumah yang persis berada di tengah. Posi’ tana: pusat bumi. Ponna lambe: pohon beringin. Puang: sapaan bagi bangsawan Mandar turunan hadat. Puang dipisupai anna’ sarombong: bangsawan yang digosok/ dicaritahu baru muncul bau harum/ ketahuan turunannya. Puang kali: sebutan ahli agama kerajaan. Puang ressu’: turunan bangsawan murni (‘ranuh’). Puang sallessor/ salleso’: kadar kebangsawanannya kurang dari seperempat. Puang sassigi: kadar kebangsawanannya setengah. Puang siparapa: kadar kebangsawanannya seperempat. R



Rakkeang: baki, wadah untuk sesajian. Ribu-ribu: tumbuhan yang bunganya lebih banyak dari daunnya. S



Salle kalla: mengganti salat. Sando boyang: dukun untuk upacara ritual masuk rumah. Sando banua/ pa’ambi: orang yang mempunyai kekuatan supranatural.



Sando kasiwiang: dukun untuk mengobati orang yang sakit demam tinggi. Sando piana’: dukun beranak. Sipappas li’a anna’ loa: seiring kata dan perbuatan. Sipettuleang: tanya jawab. Siri’: malu yang nampak dari luar.



343 Siwiya: hubungan keluarga. Sokkol patanrupa: sasi ketan empat macam/ warna. Sorong: Mahar. Sumanga’: semangat. Syara’ makkeada’ : syariah yang berhubungan dengan hadat. T



Tama-tamang: kerasukan jin. Tau maradeka: golongan



kedua dalam tingkat kebangsawanan. Tau mendiolo: nenek moyang yang telah meninggal. Tau pia: manusia pilihan. Tau pia na’e: hasil perkawinan antara turunan raja dan hadat. Tau pia tongang/ tau pia manassa: pilihan asli. Tau samar: masyarakat umum. Tau tannita: jin, setan. Tauni: plasenta. To’dona banua: kepala desa, pasaknya kampung. Toaja: roh halus. Todi oro-oroanna: jin penunggu tempat tertentu. Todiang laiyana: turunan bangsawan. Tomawuweng: orang tua, sesepuh. Tongang loa: sumber panutan. Tosalama’: orang yang diberi keselamatan oleh Allah swt. Totamma’: orang yang telah khatam al-Qur’an. Totandita: makhluk halus. Toto’: nasib, takdir.



344



TENTANG PENULIS DR. ACO MUSADDAD HM Menulis biografi, opini adalah profesi yang telah lama digeluti oleh Aco Musaddad HM. Penulis kelahiran Polewal, 6 Oktober ini memulai karirnya sebagai staf pengajar Bahasa Inggris dan Bahasa Arab pada Pesantren Modern IMMIM dan Pesantren Pondok Madinah di Makassar tahun 2002, dan sempat mengajar di Universitas Islam Makassar di tahun yang sama. Pada tahun 2008 mendirikan The Man dar Institute dan sekaligus dosen pada Filasafat Ilmu dan Metodologi Riset pada Sekolah Tinggi Agama Islam DDI (IAI DDI). Diawal berdirinya Radar Sulbar Aco Musaddad HM



345 sebagai salah penulis opini yang cukup intens, kurang lebih seratus tulisannya yang telah dimuat oleh Harian Radar Sulawesi Barat. Karir PNS-nya dimulai tahun 2010 sebagai pejabat fungsional Penyuluh Keluarga Berencana pada kantor Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKB dan PP), dan akhirnya dimutasi ke Kantor Bappeda Polewali Mandar, dan menjabat sebagai Kepala Seksi Kesejahteraan Rakyat (2013-2015), kemudian kepala Bidang Sosial Budaya (2016). Sejak kuliah aktif di berbagai organisasi baik dalam kampus maupun luar kampus dan ikut mendirikan beberapa organisasi daerah, diantaranya; Ikatan Pelajar Mahasiswa Polman Yogyakarta, Forum Komunitas Mahasiswa Mandar Yogyakarta, Ikatan Keluarga Masyarakat Mandar Yogyakarta, Ikatan Mahasiswa Pasca Sarajana Yogyakarta dan lain. Serta ikut mengkoordinir dan pengadaan dan pembangunan Asrama Mandar Todilaling di Taman Siswa dan Asrama Ammana I Wewang di Golo. Konsentrasi dalam penulisan Biografi dimulai Biografi pemikiran Filsafat Sosial Antonio Gramsci (1891-1937) dalam bentuk Skripsi ( S.1.), Religion Experience of Al-Hallaj dalam bentuk Tesis (S.2) dan Annangguru Mandar, sebuah riset tentang Kedudukan dan Peran Para Annangguru Disertasi Doktor (S3), ketiga karya ilmiah ini diselesaikannya di Universtas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Selain aktif menulis, mengajar juga aktif sebagai penceramah di berbagai tempat. Aco Musaddad HM juga aktif di berbagai organisasi keagamaan maupun sosial kemasyarakatan. Diantaranya DPW NU Sulbar, Pernah menjadi Presidium KAHMI Sulbar, saat ini menjadi Presidium Alumni Yogyakarta, aktif di Dewan Pendidikan Polman, Baznas Polman, Badan Wakaf Indonesia (BWI), pernah menjadi pengurus KNPI dan sekarang menjadi MPI dan lain-lain. Saat ini Aco Musaddad HM telah dikarunia dua orang anak Andi Kynthiaphalosa (5 thn), Muhammad Avicenna (8 bulan) dari Istri Dr. HJ. Andi Emy Purnama (Diretur UTD PMI Polewali Mandar).