Buku Artikel Jurnal Payung [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN SAINTIFIK UNTUK MENGEMBANGKAN LITERASI SAINS ABAD 21



Disusun Dr. H. Uus Toharudin, M.Pd. H. Dadi Setia Adi, M.Sc.,Ph.D Ida Yayu Nurul Hizqiyah, S.Pd., M. Si Dr. Iwan Setia Kurniawan, M.Pd Dr. Yusuf Ibrahim, M.Pd., M.P. Mimi Halimah, S.Pd., M.Si Dr. H. Riandi, M.Si. Gurnita, S. Si., M.P



Mahasiswa Terlibat Adiesty Hereza Destria 155040047 Jumiati 155040002 Na’imatun Sa’diyyah 155040020 Nuraini Syamsiyah 155040015 Rika Tri Ambarwati 155040021



KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat limpahan taufik dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul payung “Implementasi Pembelajaran Saintifik Untuk Mengembangkan Literasi Sains Abad 21” yang dituangkan dalam bentuk artikel ilmiah. Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada ketua pimpinan prodi Ibu Ida Yayu Nurul Hizqiyah, M.Si, pihak sekolah terutama kepala SMA Kartika XIX-1 Bandung Ibu Dra.Hj. Siti Zuraida dan kepada seluruh mahasiswa yang terlibat di dalam penelitian. Semoga segala kebaikan yang telah diperbuat berbuah pahala yang tak terhingga dari Yang Maha Kuasa. Penulis menyadari , bahwa artikel ilmiah ini jauh dari sempurna, baik dari segi isi materi maupun teknik penulisan, hal ini dikarenakan berbagai kekurangan dari penulis. Oleh karenanya penulis sangat menantikan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan artikel ilmiah. Akhirnya, penulis berharap semoga artikel ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi para pembaca. , dan menjadi khazanah bagi dunia ilmu pengetahuan, khususnya di dunia pendidikan biologi.



Bandung, 14 September 2019



Penulis



i



UCAPAN TERIMA KASIH



Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik, terutama kepada : 1.



Dr. H. Uus Toharudin, M.Pd., selaku dosen pembimbing penelitian payung dan pembimbing utama dalam penelitian



2.



H. Dadi Setia Adi, M.Sc.,Ph.D selaku dosen pembimbing pendamping dalam penelitian



3.



Ida Yayu Nurul Hizqiyah, S.Pd., M. Si selaku pembimbing utama dalam penelitian



4.



Gurnita, S. Si., M.P selaku dosen pembimbing pendamping dalam penelitian



5.



Dr. H. Riandi, M.Si. selaku dosen pembimbing pendamping dalam penelitian



6.



Dr. Iwan Setia Kurniawan, M.Pd selaku dosen pembimbing pendamping dalam penelitian



7.



Dr. Yusuf Ibrahim, M.Pd., M.P. selaku dosenpembimbing utama dalam penelitian



8.



Mimi Halimah, S.Pd., M.Si selaku dosen pembimbing pendamping dalam penelitian



9.



Dr. H. Uus Toharudin, M.Pd. selaku Dekan FKIP Universitas Pasundan Bandung



10. Ida Yayu Nurul Hizqiyah, S.Pd., M. Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Pasundan Bandung 11. Prof. Dr. Ir. H. Eddy Jusuf, Sp, M.Si., M. Kom, selaku Rektor Universitas Pasundan 12. Dra. Hj. Siti Zuraida, selaku kepala sekolah di SMA Kartika XIX-1 bandung



ii



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ..................................................................................................... UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................................... DAFTAR MAHASISWA ............................................................................................... DAFTAR DOSEN PEMBIMBING .............................................................................. DAFTAR JUDUL SKRIPSI .......................................................................................... PEMBATAS ARTIKEL BAHASA INDONESIA ...................................................... Isi Artikel dalam Bahasa Indonesia .................................................................................. PEMBATAS ARTIKEL BAHASA INGGRIS ........................................................... Isi Artikel dalam Bahasa Inggris ...................................................................................... PEMBATAS ARTIKEL INDIVIDU ............................................................................. Isi Artikel Individu Penerapan Strategi Pembelajaran Problem Solving Dengan Metode Gallery Walk Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa ................................................. Isi Artikel IndividuPenggunaan Metode Self Directed Learning (SDL) Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Sma Pada Materi Keanekaragaman Hayati ................................................................................................................................ Isi Artikel Individu Penggunaan Contextual Teaching And Learning (CTL) Untuk Mengembangkan Keterampilan Abad Ke-21 (4cs) Siswa SMA................................................................................................................................... .......... Isi Artikel Individu Meningkatkan Kemampuan Siswa Dalam Menginterpretasikan Informasi Melalui Model Pembelajaran Number Head Together Berbantuan Teknologi Informasi ........................................................................................................................... Isi Artikel Individu Efektivitas Inquiry Based Learning (IBL) Berbantuan Video Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Biologi SMA .......................................... DAFTAR MAHASISWA Nama : Nuraini Syamsiyah Npm : 155040015 TTL : Bandung, 22 Januari 1996 Alamat: Kp.areng rt/rw 03/09 Desa Wangunsari kecamatan Lembang Kab.Bandung Barat No.Hp : 081321694884 Email : [email protected] Nama : Adiesty Hereza Destria NPM : 155040047 TTL : Bekasi, 03 Desember 1997 Alamat: Kp. Cibogo RT 002/RW 001 Desa Sindang Mulya Kec. Cibarusah Kab. Bekasiiii No.HP : 085770266215 Email : [email protected]



i ii iii iv v vi vii viii ix



DAFTAR DOSEN PEMBIMBING



1. RIKA TRI AMBARWATI Dosen Pembimbing 1 : Dr. H. Uus Toharudin, M.Pd. Dosen Pembimbing 2 : H. Dadi Setia Adi, M.Sc.,Ph.D 2. NURAINI SYAMSIYAH Dosen Pembimbing 1 : Ida Yayu Nurul Hizqiyah, S.Pd., M. Si Dosen Pembimbing 2 : Gurnita, S. Si., M.P 3. ADIESTY HEREZA DESTRIA Dosen Pembimbing 1 : Dr. H. Uus Toharudin, M.Pd. Dosen Pembimbing 2 : Dr. H. Riandi, M.Si. 4. NA’IMATUN SA’DIYYAH Dosen Pembimbing 1 : H. Dadi Setia Adi, M.Sc, Ph.D Dosen Pembimbing 2 : Dr. Iwan Setia Kurniawan, M.Pd 5. JUMIATI Dosen Pembimbing 1 : Dr. Yusuf Ibrahim, M.Pd., M.P. Dosen Pembimbing 2 : Mimi Halimah, S.Pd., M.Si



iv



DAFTAR JUDUL SKRIPSI



1. Penerapan Strategi Pembelajaran Problem Solving Dengan Metode Gallery Walk Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa 2. Penggunaan Metode Self Directed Learning (SDL) Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMA Pada Materi Keanekaragaman Hayati 3. Penggunaan Contextual Teaching And Learning (CTL) Untuk Mengembangkan Keterampilan Abad Ke-21 (4cs) Siswa SMA 4. Meningkatkan Kemampuan Siswa Dalam Menginterpretasikan Informasi Melalui Model Pembelajaran Number Head Together Berbantuan Teknologi Informasi 5. Efektivitas Inquiry Based Learning (IBL) Berbantuan Video Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswa biologi SMA



v



PEMBATAS ARTIKEL BAHASA INDONESIA



vi



PEMBATAS ARTIKEL BAHASA INGGRIS



vii



PEMBATAS ARTIKEL INDIVIDU



viii



IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN SAINTIFIK UNTUK MENGEMBANGKAN LITERASI SAINS ABAD 21



Dr. H. Uus Toharudin, M.Pd1), Ida Yayu Nurul Hizqiyah, S.Pd., M. Si2), H. Dadi Setia Adi, M.Sc.,Ph.D3), Dr. Iwan Setia Kurniawan, M.Pd4), Dr. Yusuf Ibrahim, M.Pd., M.P.5) Mimi Halimah, S.Pd., M.Si6), Dr. H. Riandi, M.Si.7),Gurnita, S. Si., M.P8) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah implementasi pembelajran saintifik untuk mengembangkan literasi sains abad 21 pada peserta didik. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode pre-eksperiment dan quasi ekseriment dengan desain one gruop pretest-posttest desain dan Quasi Exsperiment Design Dengan Pretest-Posttest Nonequivalent Control Group Design yang di terapkan kepada siswa kelas X dan XI MIA SMA Kartika XIX 1 Bandung. Data penelitian dijaring dengan menggunakan soal keterampilan berpikir kritis, poster kreativitas, lembar observasi komunikasi, lembar observasi kolaborasi, respon siswa, hasil belajar dan interpretasi informasi. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis uji hipotesis dan perhitungan Ngain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya peningkatan yang signifikan terhadap keterampilan berpikir kritis siswa, kreativitas, observasi komunikasi, observasi kolaborasi, respon siswa, hasil belajar dan interpretasi informasi. Dan berdasarkan perhitungan hasil N-gain diketahui bahwa sebagian besar siswa mengalami peningkatan dengan kategori N-gain sedang. Kata kunci : literasi abad 21, keterampilan berpikir kritis siswa, kreativitas, observasi komunikasi, observasi kolaborasi, respon siswa, hasil belajar dan interpretasi informasi.



ABSTRACT This study aims to determine whether the implementation of scientific learning to develop scientific literacy in the 21st century students. The method used in this research is the method of experimentation and quasi experimentation with the design of one group pretest-posttest design and Quasi Experperiment Design with Pretest-Posttest, Nonequivalent Control Group Design that is applied to students of class X and XI MIA Kartika XIX 1 Bandung. Research data were captured using critical thinking skills questions, creativity posters, communication observation sheets, collaboration observation sheets, student responses, learning outcomes and information interpretation. The data obtained were then analyzed using hypothesis test analysis and N-gain calculations. The results showed that there was a significant increase in students' critical thinking skills, creativity, communication observation, collaborative observation, student responses, learning outcomes and information interpretation. And based on the calculation of the results of the N-gain it is known that the majority of students have increased with the moderate N-gain category.



Keywords: 21st century literacy, student’s critical thinking skills, creativity, communication observation, collaboration observation, student responses, learning outcomes and information interpretation. PENDAHULUAN



senada diungkapkan Suyanto (2010;hlm13). Pendidikan lebih dari sekedar pengajaran, yang dapat dikatakan sebagai suatu proses transfer ilmu, transformasi nilai, dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya.



Pendidikan merupakan proses terjadinya pendewasaan yang terjadi karena pembiasaan pola asuh yang ditanamkan, mendewasakan anak dan berlangsung terus menerus, hal 9



Menanggapi kebutuhan siswa mempersiapakan keterampilan untuk pekerjaan di masa depan, pendidikan di sekolah dapat dilakukan secara berbeda. Menurut (Raja, 1991) “pendidikan harus berorientasi seiring dengan perubahan abad ke-21”. Perkembangan abad 21 membutuhkan pendidikan untuk mempersiapkan peserta didik yang mampu menghadapi tuntutan hidup, yaitu memiliki keterampilan dalam pemecahan masalah (Kurniawan, 2016), berpikir keterampilan kreatif (Birgili, 2015; Husamah, 2015a, 2015b),dan kemampuan kognitif yang baik (Hidayah, Salimi, &Susiani, 2017; Wijaya, Sudjimat, & Nyoto,2016). Menurut (Susiana, 2010; Živkovic, 2016) ”banyak ahli percaya bahwa pendidikan adalah mengajarkan siswa untuk berfikir, membuat siswa dapat berfikir secara rasional, dan dapat memecahkan masalah.



Biologi merupakan salah satu cabang ilmu sains yang mengkaji segala sesuatu tentang kehidupan. Menurut Ida Bagus Ari Arjaya (2012:3) Keberhasilan proses pembelajaran biologi di Indonesia akan berimplikasi secara langsung pada pembelajaran sains. Di dalam proses pembelajaran biologi, guru harus memberikan pengalaman belajar yang cukup bagi siswa, karena salah satu karakteristik dari pembelajaran biologi adalah learning by doing. Disamping itu, implementasi modelmodel pembelajaran inovatif memiliki urgensi yang sangat tinggi untuk meningkatkan Higher Order Thinking (HOT) siswa yaitu berpikir kritis dan kreatif. Berpikir kreatif (vicy fidyawati:2016) adalah suatu pemikiran yang berusaha menciptakan gagasan baru, atau dapat juga diartikan sebagai suatu kegiatan mental yang digunakan seseorang untuk membangun ide atau pemikiran yang baru. Berpikir kreatif sering pula disebut dengan berpikir divergen, artinya memberi bermacam-macam kemungkinan jawaban yang sama. Parkin (1995) mengemukakan berpikir kreatif adalah aktivitas berpikir untuk menghasilkan sesuatu yang kreatif dan orisinil. Baer (1993) mengemukakan, berpikir kreatif merupakan sinonim dari berpikir divergen. Ada 4 indikator berpikir divergen, yaitu (1) fluence (kemampuan menghasilkan banyak ide), (2) flexibility (kemampuan menghasilkan ide-ide yang bervariasi), (3) originality (kemapuan menghasilkan ide baru atau ide yang sebelumnya tidak ada), dan (4) elaboration (kemampuan mengembangkan atau menambahkan ide-ide sehingga dihasilkan ide yang rinci atau detail). Lebih lanjut, Baer mengemukakan bahwa kreativitas seseorang ditunjukkan dalam berbagai hal, seperti kebiasaan berpikir, sikap, pembawaan atau keperibadian, atau kecakapan dalam memecahkan masalah. Semiawan (2002) menjelaskan bahwa Kreativitas adalah kemampuan untuk memberikan gagasangagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah. Kreativitas meliputi baik ciri-ciri aptitude seperti kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), dan keaslian (originality) dalam pemikiran, maupun ciri-ciri non aptitude, seperti rasa ingin tahu, senang mengajukan pertanyaan dan selalu ingin mencari pengalaman-pengalaman baru.



Penyelesaian masalah (problem solving) adalah kegiatan yang mengharuskan seseorang untuk melakukan memilih jalan keluar yang bisa dilakukan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang itu sendiri (Lucenario, Yangco, Punzalan, & spinosa, 2016; Nuzliah, 2015; Sudarmo & Mariyati, 2017; Winarso, 2014). Strategi dan model pembelajaran mendorong pengembangan siswa untuk menyelesaikan suatu pemecahan masalah keterampilan yang sangat berguna bagi siswa pada aspek kognitif, psikomotor, dan afektif (Chang et al., 2017; Scott, 2015). Dengan mereka yang terbiasa untuk memecahkan masalah dalam pembelajaran sains,siswa akan lebih terlatih dalam keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah.



10



thinking dan Creativity siswa dapat berkembang secara optimal. Salah satu cara adalah pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning, CTL). Penyampaian informasi dengan memberikan pengetahuan faktual dari guru ke siswa melalui pembelajaran dikelas dan buku teks sudah kurang sesuai lagi, namun nampaknya masih digunakan sebagai pendekatan wajib bagi sebagian besar pembelajaran di berbagai belahan dunia.



Pada era globalisasi di abad ke-21 setiap individu dituntut untuk mampu bersaing pada berbagai tantangan. Tantangan tersebut muncul pada kemajuan ekonomi dan teknologi, kemajuan informasi hingga perubahan lingkungan. (Fong et al, 2014, hlm. 77).Keterampilan tersebut sangat penting untuk membekali siswa agar dapat bertahan di dunia global dan untuk mempersiapkan kesusksesan di masa yang akan datang. Keterampilan berpikir yang dibekalkan kepada siswa merupakan salah satu kecakapan hidup yang harus dikembangkan melalui proses pendidikan. (Trilling & Fadel, 2009, hlm. 48)



“Pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan isi pelajaran dengan lingkungan sekitar siswa atau dunia nyata siswa, sehingga akan membuat pembelajaran lebih bermakna, karena siswa mengetahui pelajaran yang diperoleh dikelas akan bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Pendekatan CTL dengan berbagai kegiatannya menyebabkan pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan bagi siswa, juga dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar”. (M.Nur, 2003, hlm. 2).



US-based Partnership for 21st Century Skills (P21) (2009, hlm. 3), mengidentifikasi kompetensi yang diperlukan di abad ke-21 yaitu “The 4Cs yaitu Communication(komunikasi), Collaboration (kolaborasi), Critical thinking(berpikirkritis),danCreativity(kreativit as), merupakan aspek keterampilan paling penting yang harus dikuasai peserta didik pada jenjang pendidikan”. (NEA, 2010, hlm. 5). “Communication skillmerupakan keterampilan untuk mengungkapkan pemikiran, gagasan, pengetahuan, atau informasi baru yang dimiliki baik secara tertulis maupun lisan.” (NEA, 2012, hlm. 5).“Collaboration skill merupakan keterampilan untuk bekerja bersama secara efektif dan menunjukkan rasa hormat pada tim yang beragam, melatih kelancaran, dan kemauan dalam membuat keputusan yang diperlukan untuk mencapai tujuan bersama.” (Greenstein, 2012, hlm. 6). “Creativity skillmerupakan keterampilan untuk menemukan hal baru yang belum ada sebelumnya, bersifat orisinil, mengembangkan berbagai solusi baru untuk setiap masalah, dan melibatkan kemampuan untuk menghasilkan ide-ide baru bervariasi, serta unik.”(Greenstein, 2012, hlm. 5). “Critical thinking skill merupakan keterampilan untuk melakukan berbagai analisis, penilaian, evaluasi, rekonstruksi, pengambilan keputusan yang mengarah pada tindakan yang rasional dan logis.” (Leen et al, 2014, hlm. 68).



Literasi sains secara langsung berhubungan dengan pemikiran dan sikap ilmiah secara efektif untuk membangun generasi baru yang dapat mengkomunikasikan ilmu dan hasil penelitian kepada khalayak umum. Avianti dkk., (2015, hlm. 225)



mengatakan, “Pendekatan keterampilan proses yaitu suatu pendekatan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menghayati setiap proses penemuan atau penyususnan suatu konsep sebagai keterampilan sains”. Terdapat sembilan keterampilan proses yaitu melakukan pengamatan (observasi), menafsirkan (interpretasi), mengelompokkan (klasifikasi), meramalkan (prediksi), berkomunikasi, berhipotesis, merencanakan percobaan dan penyelidikan, menerapkan konsep, dan mengajukan pertanyaan. Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti keterampilan proses sains siswa hanya pada interpretasi.



Melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran, guru dapat memilih cara pendekatan yang dapat mengembangkan keterampilan abad ke-21 (4Cs) siswa, sehingga Communication, Collaboration, Critical



Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ”interpretasi diartikan sebagai pemberian kesan, tafsiran, pendapat, 11



atau pandangan teoritis terhadap sesuatu hal atau objek”. (Kaelan, 1998) mengemukakan bahwa “interpretasi adalah seni yang menggambarkan komunikasi secara tidak langsung, namun komunikasi tersebut dapat dengan mudah dipahami, interpretasi erta kaitannya dengan jangkauan yangharus dicapai oleh subjek sekaligus pada saat yang bersamaan diungkapkan kembali sebagai suatu struktur identitas yang terdapat di dalam kehidupan, sejarah dan objektivitas”. Kemampuan dalam menginterpretasi harus sering dilatih agar informasi yang diperoleh maksimal. Dalam proses pembelajaran pada keanekaragaman hayati, diperoleh kondisi gambaran peserta didik pada saat berlangsung belum sepenuhnya memahami materi tersebut. Keberhasilan proses kegiatan belajar belajar dapat ditempuh dengan Pemilihan model pembelajaran. Aunurrahman (2012, hlm. 141), “rasionalitas pengembangan model pembelajaran. Model-model pembelajaran dikembangkan terutama diawali dari adanya perbedaan dalam karakeristik siswa”. Pengembangan model pembelajaran bertujuan untuk menciptakan suasana belajar yang dapat membuat siswa nyaman di kelas dan membuat siswa aktif sehingga siswa bisa mendapatkan hasil belajar yang optimal. Berbagai macam model pembelajaran untuk peningkatan kualitas proses belajar mengajar salah satunya dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together (NHT). (Rahmawati, 2014, hlm. 42) “Model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu pembelajaran yang berorientasi pada siswa, yakni dengan melakukan pembelajaran secara berkelompok dan berpusat pada siswa”.



Menurut Djahiri (1992:2) metode adalah upaya atau reka upaya melaksanakan atau mencapai sesuatu dengan menggunakan sejumlah teknik. Dalam kamus besar bahasa Indonesia metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan dikehendaki (KBBI 2008;740). Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru atau instruktur. Salah satu metode pembelajaran yang memberikan kesempatan untuk siswa menemukan sendiri pengetahuannya serta berperan aktif dalam pembelajaran sehingga mampu mengembangkan keterampilan berpikir kritis yaitu metode pembelajaran inquiry. Metode pembelajaran inquiry adalah suatu rangkaian kegiatan yang melibatkan kegiatan belajar secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analisis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri (Egen, 2012). Penerapan metode Inquiry Based Learning (IBL) dalam pembelajaran diharapkan akan mampu meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa karena dampak pengiring dari pelaksanaan pembelajaran Inquiry Based Learning adalah terwujudnya kemandirian belajar peserta didik (Joyce & Well, 1996). Model pembelajaran ini menawarkan pembelajaran yang aktif dan otonom, terutama pada saat peserta didik merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan menguji gagasan yang dihasilkan. Model ini juga bisa meningkatkan keberanian peserta didik untuk mengajukan pertanyaan. Peserta didik akan menjadi lebih terampil dalam ekspres verbal seperti mendengarkan pendapat orang lain dan mengingat apa yang telah diungkapkan (Joyce & Well, 1996).



Abad 21 yang disebut juga abad pengetahuan merupakan era yang penuh dengan persaingan yang berat. Oleh karena itu, faktor penguasaan teknologi memegang peranan yang sangat penting. Untuk menghadapi persaingan tersebut diperlukan sumberdaya manusia yang berkualitas. Pendidikan memainkan peranan strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia. Potensi ini dapat terwujud apabila pendidikan mampu menumbuhkan keterampilan berpikir logis, berpikir kritis, kreatif berinisiatif dan adiftif terhadap perubahan dan perkembangan. Dengan menggunakan metode atau model pembelajaran peserta didik lebih aktif dan lebih efektif dalam belajar (Daryanto, 2017).



METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen salah satu bentuk penelitian ini yaitu preeksperimental design, karena tidak adanya variabel kontrol dan sampel dipilih secara random dan juga menggunakan metode quasi 12



ekperimen dengan perbandingan kelas kontrol. Metode penelitian ini bertujuan implementasi pembelajran saintifik untuk mengembangkan literasi sains abad 21 pada peserta didik.



menilai dan mengingat apa yang telah siswa pelajari selama ini (ismail:2008). Penggunaan galley walk dalam pembelajaran problem solving juga dapat meningkatkan aktivitas siswa. Gallery walk memungkinkan siswa keluar dari banku mereka dan secara aktif terlibat dalam mengumpulkan konsep ilmu yang penting, menulis, dan berbicara didepan umum.



HASIL DAN PEMBAHASAN 1. HASIL DAN PEMBAHASAN PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DENGAN METODE GALERY WALK



B. Respon Siswa Terhadap Pendekatan Pembelajaran



A. Kemampuan Kognitif Siswa Sebelum dan Setelah Pembelajaran Menggunakan Pembelajaran Problem Solving Dengan Metode Gallery Walk



Respon siswa digunakan untuk memperoleh informasi mengenai respon siswa terhadap pembelajaran yang telah dilakukan dengan menggunakan problem solving dengan metode gallery walk. Angket diberikan kepada siswa yang melaksanakan pembelajaran menggunakan problem solving dengan metode gallery walk dilakukan dengan sangat baik dan setiap sintaks pada model PjBL telah dilaksanakan sesuai dengan RPP yang telah rancang sebelum pembelajaran. Respon siswa digunakan untuk memperoleh informasi mengenai respon siswa terhadap pembelajaran yang telah dilakukan dengan menggunakan pembelajaran Angket diberikan kepada siswa setelah menggunakan pembelajaran problem solving dengan metode gallery walk. Setelah data hasil penialain respon siswa terhadap pendekatan pembelajaran problem solving dengan metode gallery wallk., didapatkan hasil presentase ratarata respon positif sebesar 84% sedangkan presentase rata-rata respon negatif sebesar 16%. Dari nilai presentasi tersebut dapat dilihat bahwa lebih besar respon positif terhadap pendekatan pembelajaran problem solving dengan metode gallery wallk dibandingkan dengan respon negatif siswa. Hal ini sebanding dengan nilai posttest siswa dengan hasil persepsi siswa. Data hasil respon siswa dapat dilihat pada grafik 1.



Data hasil penelitian yang dilakukan di SMA Kartika XIX-1 Bandung bahwa pretest dan Posttest menunjukkan perkembangan. Hal ini dilihat dari perbandingan nilai N-Gain ternomalisasi pada setiap siswa dengan perkembangan tertinggi memiliki nilai N-Gain 1,00. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan problem solving dengan metode gallery Walk dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara signifikan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Nur Utami, dengan judul “Keaktifan Model Pembelajaran Problem Solving Berbasis Gallery Walk Terhadap Kemampuan Pemcahan Masalah Materi Segiempat Siswa Kelas VII” yang menyatakan bahwa problem solving dengan metode gallery walk terjadi peningkatan yang signifikan setelah diterapkan model pembelajaran problem solving dengan metode gallery walk. Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa mengajarkan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri Arends (2008, hlm 45). Gallery Walk merupakan suatu cara untuk



13



120% 100% 80% respon positif respon negatif



60% 40% 20% 0% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20



Grafik 1 Diagram Hail Presentase Jawaban Peserta Didik Pada Setiap Item 2. HASIL DAN PEMBAHASAN PENGGUNAAN METODE SELF DIRECTED LEARNING (SDL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA PADA MATERI KEANEKARAGAMAN HAYATI.



Berdasarkan hasil penelitian, kemampuan berfikir kreatif siswa mengalami perkembangan pada kelas eksperimen hasil posttest yang didapatkan menunjukan perkembangan dibandingkan hasil pretest sebelumnya. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya perkembangan rata-rata nilai capaian siswa,yaitu hasil rata-rata pada pretest 68,81 yang meningkat menjadi 81,81 pada Posttest, dengan perolehan nilai terkecil pretest sebesar 75 dan nilai terkecil pada pretest adalah 60, Sedangkan pada postest nilai tertinggi adalah 96 dan nilai terendah adalah 73.



A. Meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi Keanekaragaman Hayati sebelum (pretest) dan sesudah (posttes) menggunakanmetode pembelajaran Self Directed Learning (SDL)



Pada kelas kontrol hasil rata-rata pada prestest 55,09 yang meningkat menjadi 70,16 14



pada posttest. Nilai tertinggi pada pretest 75 dan nilai terendah adalah 40 dan nilai posttest tertinggi 87 dan nilai terendahnya adalah 55. Dapat di lihat juga pada penilaian N-gain perlakuan pada kedua kelas sebagai berikut pada tabel 4.9 dan 4.10. Nilai hasil pretest kemampuan berfikir kreatif siswa yang rendah di bandingkan hasil Posttest yang didapatkan setelah pembelajaran menggunakan metode pembelajaran Self Directed Learning (SDL) disebabkan karena sebelumnya siswa belum mempelajari materi mengenai keanekaragaman hayati, soal yang diberikan berupa soal essay yang memerlukan keterampilan berfikir kreatif yang menyebabkan siswa malas untuk berfikir dan



terdapat 4 orang siswa. Demikian dapat di simpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa dapat berkembang pada penelitian kelas eksperimen dengan menggunakan metode SDL. Berdasarkan tabel 4.9 diatas, Tabel 4.9 Hasil Perhitungan N-Gain Kelas Kontrol



Tabel 4.8 Hasil Perhitungan N-Gain No



Nama siswa



1



Nilai Eksperimen



N-gain



Ket



No



Nama Siswa



1 2



Kelas Kontrol



N-Gain



Ket



PRETEST



POSTTEST



AFH



48



62



0,27



RENDAH



ALN



55



65



0,22



RENDAH



3



ANS



65



78



0,37



SEDANG



4



AUL



70



85



0,50



SEDANG



5



AYU



70



87



0,57



SEDANG



6



DND



73



80



0,26



RENDAH



7



FTR



60



73



0,33



SEDANG



8



GTA



73



85



0,44



SEDANG



9



GTR



40



60



0,33



SEDANG



10



HSL



50



75



0,50



SEDANG



11



LTF



40



57



0,28



RENDAH



12



MIY



48



55



0,13



RENDAH



13



MYL



48



55



0,13



RENDAH



14



MCL



50



65



0,30



SEDANG



15



MDK



40



60



0,33



SEDANG



16



MGH



58



75



0,40



SEDANG



17



MYP



75



83



0,32



SEDANG



Pretest



Posttest



18



NBL



50



60



0,20



RENDAH



AF



75



83



0,32



SEDANG



19



NDI



53



68



0,32



SEDANG



2



AM



75



83



0,32



SEDANG



NRA



55



73



0,40



SEDANG



3



AZ



20



73



80



0,26



RENDAH



21



NRS



43



60



0,30



SEDANG



4



AS



70



83



0,43



SEDANG



PSC



BW



22



50



63



0,26



RENDAH



5



75



80



0,20



SEDANG



RHM



CP



23



50



75



0,50



SEDANG



6



60



73



0,33



SEDANG



53



78



0,53



SEDANG



7



FC



24



RHT



65



80



0,43



SEDANG



RMA



8



GS



63



75



53



75



0,47



SEDANG



0,32



SEDANG



25



RKH



9



FIS



75



96



48



60



0,23



RENDAH



0,84



TINGGI



26



FD



65



78



65



70



0,14



RENDAH



0,37



SEDANG



27



SLL



10



KA



63



80



60



78



0,45



SEDANG



0,46



SEDANG



28



SPD



11



FN



68



80



50



65



0,30



SEDANG



0,38



SEDANG



29



SHL



12 13



HF



70



87



0,57



SEDANG



30



SDQ



55



75



0,44



SEDANG



14



JS



70



82



0,40



TINGGI



31



VTR



50



67



0,34



SEDANG



15



IP



70



85



SEDANG



WLD



0,50



32



65



78



0,37



SEDANG



16



RF



60



75



0,38



SEDANG



17



RB



60



80



0,50



SEDANG



18



JK



70



75



0,17



RENDAH



19



KL



70



80



0,33



SEDANG



20



MR



68



75



0,22



RENDAH



21



NP



70



93



0,77



TINGGI



22



NK



70



80



0,33



SEDANG



23



NA



74



90



0,62



SEDANG



24



NT



70



80



0,33



SEDANG



25



NS



70



80



0,33



SEDANG



26



NC



60



78



0,45



SEDANG



27



RJ



73



85



0,44



SEDANG



28



PA



70



75



0,17



RENDAH



29



RK



70



83



0,43



SEDANG



30



RF



70



80



0,33



SEDANG



31



RA



70



89



0,63



SEDANG



32



ZH



70



95



0,83



TINGGI



didapatkan hasil mengenai perkembangan berpikir kreatif setiap siswa pada kelas kontrol. Siswa yang mendapatkan nilai sedang adalah memiliki nilai N-gain 0,50 termasuk kategori sedang terdapat 22 orang siswa, siswa yang termasuk ke dalam kategori rendah mendapatkan nilai N-gain 0,13 termasuk kategori rendah terdapat 10 orang siswa. Demikian dapat di simpulkan bahwa siswa pada penelitian kelas kontrol tidak berkembang karena tidak diterapkannya metode pembelajaran SDL pada pembelajaran. Dapat di lihat perbedaan pada perlakuan kedua kelas menunjukan perkembangan yang baik dengan pencapaian nilai yang tinggi pada kelas eksperimen, sedangkan pada kelas kontrol hanya mencapai pada kategori sedang saja. Dapat di simpulkan bahwa penggunaan metode SDL ini cukup berkembang pada proses pembelajaran kelas eksperimen. Dalam pendidikan tidak hanya ranah kognitif saja yang perlu digali dan dikembangkan tetapi kemampuan berfikir kreatif siswa harus ikut serta dikembangkan. Sebagian besar sekolah jarang mengembangkan kemampuan berfikir tingkat



mengeluarkan ide kreatifnya, kurang termotivasinya siswa dalam berifikir kreatif, materi yang dijadikan tes belum sepenuhnya dipahami oleh siswa sehingga siswa tidak maksimal dalam mengerjakan prettest. Berdasarkan tabel 4.8 di atas, didapatkan hasil mengenai perkembangan berpikir kreatif setiap siswa pada kelas eksperimen. Siswa yang mendapatkan nilai tertinggi adalah memiliki nilai N-gain 0,84 termasuk kategori tinggi terdapat 3 orang siswa, siswa yang termasuk ke dalam kategori sedang mendapatkan nilai N-gain 0.50 termasuk kategori sedang terdapat 25 orang siswa, dan siswa yang termasuk ke dalam kategori rendah mendapatkan nilai N-gain 0,17 termasuk ke dalam kategori rendah 15



tinggi. Pada umumnya selama kegiatan pembelajaran guru lebih memfokuskan pembelajaran yang dilakukan pada pengembangan penguasaan konsep dari pada keterampilan berpikir tinggi (Fachrunnisa, 2017). Kemampuan berpikir kreatif siswa dalam belajar dapat dikembangkan dengan berbagai cara,salah satuya dengan menggunakan metode pembelajaran pada saat pembelajaran berlangsung yang bertujuan agar motivasi berpikir kreatif siswa dapat berkembang. Penerepan metode pembelajaran yang berbeda diperlukan dalam suatu proses pembelajaran. Proses belajar mengajar dengan menggunakan metode Self Directed Learning (SDL) ini mampu membangkitkan minat belajar siswa yang cukup baik dan efektif karena siswa mempunyai tanggung jawab akan dirinya sendiri terhadap tercapai tidaknya hasil belajar. Self Directed Learning (SDL) ini adalah metodeyang menekankan pengalamannya sendiri, pengalaman yang di maksud disini ialah siswa mampu mencari tahu sendiri terkait dengan pelajaran atau materi yang di berikan oleh pengajar. Dengan menggunakan metode ini pengajar hanya mengarahkan saja apa yang harus di cari tahu oleh para siswa, dan membiarkan siswa tersebut menggali sendiri tentang materi pelajaran yang di berikan oleh pengajar bisa dari buku, internet, informasi seperti hasil wawancara atau hanya bertanya kepada seseorang atau informasi secara visual yang di peroleh dari berbagai sumber media. Dengan metode ini mampu mengarahkan siswa kepada proses yang menggambarkan kegiatan siswa yang optimal, sehingga menumbuhkan siswa belajar aktif dan mampu berfikir kritis. Gibbons (2002:3) mengemukakan bahwa  Self Directed Learning (SDL) merupakan suatu keterampilan dimana seseorang mampu untuk menentukan sendiri dan memilih tujuan yang ingin dicapainya, merencanakan strategi yang akan dilakukan, berusaha untuk memecahkan masalah, memanajemen dirinya, serta mengevaluasi pemikiran dan kinerja yang telah dilakukan. Keterampilan ini akan meningkatkan pengetahuan, keahlian, dan prestasi individu. Self directed learning (SDL) artinya belajar yang bebas menentukan arah rencana, sumber, dan keputusan untuk mencapai tujuan akademik. Proses Self Directed Learning (SDL) mengubah peran pembelajar atau



instruktur menjadi fasilitator atau perancang proses belajar. Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahawa self directed learning (SDL) merupakan proses dimana siswa sebagai subyek berinisiatif belajar tanpa bantuan orang lain, siswa harus merancang, mengatur dan mengontrol kegiatan mereka sendiri, siswa dituntut untuk menentukan tujuan belajar mereka sendiri, merancang strategi untuk mencapai tujuan belajar dan penilaian hasil belajar sendiri serta memilih tanggung jawab untuk menjadi agen perubahan dalam belajar. Berdasarkan hasil perolehan data pretest dan Posttest beserta pemparan yang telah dijelaskan ,maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa sebelum dan setelah pembelajaran menggunakan metode pembelajaran Self Directed Learning (SDL) mengalami perkembangan yang signifikan, hal tersebut dapat dilihat dari perolehan nilai N-Gain pada setiap siswa. B. Keterlaksanaan metode Self Directed Learning (SDL) pada aktivitas siswa Tabel 4.10 Rubrik Penilaian Laporan Hasil Observasi No



Komponen Laporan Hasil Observasi



1



Judul



2



Tujuan



Komponen Berpikir Kreatif Siswa Ketrampilan berpikir lancar (Fluency) Ketrampilan berpikir lancar (Fluency



3



Dasar Teori



Kemampuan berpikir orisinal (orysinality)



4



Alat dan Bahan



Keterampilan merinci (elaboration)



5



Cara Kerja



6



Hasil Pengamatan



7



Analisi data dan Pembahasan



8



Kesimpulan



9



Daftar Pustaka



Keterampilan merinci (elaboration) Ketrampilan berpikir lancar (Fluency Ketrampilan berpikir lancar (Fluency



Indikator Lancar dalam mengemukakan judul hasil observasi penyebab dan uapaya pelestarian keaneragaman hayati. Mengemukakan banyak gagasan menegnai tujuan dari kegiatan observasi yang di lakukan. Memikirkan konsep tersendiri yang berhubungan dengan kegiatan observasi yang di lakukan. Merinci serta satuan alat dan menggolongkan alat dan bahan yang akan di gunakan dalam proses observasi Menuliskan langkah kerja yang di lakukan dengan tahapan yang berurutan dan terperinci.



70% 79%



83%



70%



70%



Lancar dalam mengemukakan hasil pengamatan observasi



91%



Lancar dalam menganalisis dan membahas hasil observasi



95%



Lancar mengemukakan kesimpulan yang telah di peroleh berdasarkan pembahasan hasil observasi yang telah di lakukan. Ketrampilan Lancar mengungkapkan sumber dan berpikir lancar rujukan yang di gunakan dalam (Fluency penyususnan laporan hasilobservasi. Rata-rata nilai Ketrampilan berpikir lancar (Fluency



Skor (%)



80% 70% 79%



Berdasarkan analisis data hasil observasi mengenai aktifitas siswa selama pembelajaran dengan menggunakan metode Self Directed Learning (SDL) , keterlaksanaan metode Self Directed Learning (SDL) pada aktivitas siswa memiliki kriteria sangat baik dengan skor rata-rata adalah 75% dengan kriteria baik. Berdasarkan hasil observasi sebagai tugas dalam metode berpikir kreatif yang pertama dinilai adalah judul, sejauh mana 16



siswa lancar dalam mengemukakan judul hasil observasi penyebab dan upaya pelestarian keaneragaman hayati. Yang kedua adalah tujuan mengemukakan banyak gagasan menegnai tujuan dari kegiatan observasi yang di lakukan. Judul dan tujuan termasuk komponen berfikir kreatif, keterampilan berpikir lancar (Fluency). Dalam penilitian ini para siswa mendapatkan skor 79% dari keseluruhan kelompok yang beratati siswa dianggap lancar dalam mengemukakan tujuan hasil observasi.Penilaian yang ketiga adalah dasar teori,yaitu sejauh mana para siswa memikirkan konsep tersendiri yang berhubungan dengan kegiatan observasi yang di lakukan. Dasar teori termasuk dalam komponan Kemampuan berpikir orisinal (orysinality). Dalam penelitian ini siswa mendapat skor 83% dari keseluruhan kelompok.Penilaian yang keempat adalah alat dan bahan,yaitu sejauh mana siswa merinci serta satuan alat dan menggolongkan alat dan bahan yang akan di gunakan dalam proses observasi. cara kerja yaitu para siswa Menuliskan langkah kerja yang di lakukan dengan tahapan yang berurutan dan terperinci. Alat dan bahan dan cara kerja termasuk dalam komponen Keterampilan merinci (elaboration). Dalam penelitian ini siswa mendapat skor 70% dari keseluruhan kelompok.Selanjutnya siswa membuat hasil pengamatan yang termasuk dalam komponen Ketrampilan berpikir lancar (Fluency). Yaitu para siswa lancar dalam mengemukakan hasil pengamatan observasi .Siswa mendapatkan skor 91% dari keseluruhan kelompok.Selanjutnya siswa membuat nalisis data dan pembahasan, kesimpulan dan daftar pustaka. Hal ini termasuk dalam komponen Berfikir Lancar (Fluency). Siswa Mendapatkan skor 95% dari keseluruhan kelompok. Ketercapaian hasil belajar dipengaruhi oleh proses belajar yang baik dan tepat sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam proses pembelajaran dikelas adalah metode pembelajaran yang digunakan. Metode merupakan salah satu unsur yang sangat penting keberadaannya dalam pendidikan. Karena dengan adanya metode diharapkan mampu membantu guru dan siswa dalam tercapainya tujuan pendidikan sesuai dengan kurikulum yang dicanangkan. Pada prinsipnya bahwa manusia itu harus berusaha dan



berikhtiar dalam mengerjakan suatu pekerjaan atau usaha dan dalam mengerjakan suatu pekerjaan atau usaha tersebut tentu menggunakan cara, cara inilah yang disebut metode. Adapun pengertian metode menurut arti etimologi sebagaimana termaktub dalam suatu sosiologi suatu pengantar yang mengartikan metode adalah cara kerja. (Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar) Dalam pemilihan dan penggunaan metode seorang guru harus mampu mengetahui kelemahan dan kelebihan dari metode yang akan digunakannya serta harus mampu mempertimbangkan aspek efektifitas, efesiensi, dan relevansinya dengan tujuan pembelajaran. Materi yang akan disampaikan,karakteristik siswa dan sebagainya. Sehingga, siswa mampu menangkap, memahami, dan mengaplikasikanmakna yangterkandung di dalam materipembelajaran tersebut. Berdasarkan proses pembelajaran yang telah berlagsung dan penilaian hasil observasi yang dilakukan pada aktivitas siswa dapat di simpulkan bahwa aktivitas siswa selama pembelajaran menggunakan metode pembelajaran Self Directed Learning (SDL) pada materi keanekaragaman Hayati memiliki skor rata-rata 79 % dengan kriteria sangat baik. C. Respon siswa selama mengikuti pembelajaran Angket respon siswa bertujuan untuk Rekapitulasi Data Hasil Perhitungan Angket Respon Siswa No



Pertanyaan YA



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15



Guru memberikan motivasi sebelum menyampaikan materi guru menggunakan metode yang mudah dimenegerti siswa Guru menyampaikan materi pembelajaran berurutan sesuai bab Dalam pembelajaran berlangsung guru mampu menguasai kelas Metode yang di gunakan membuat siswa belajar lebih fokus Guru selalu memberikan waktu siswa untuk bertanya Guru mampu memebuat siswa berfikir kritis Guru mampu membuat siswa berpikir kreatif Guru selalu menjawab pertanyaan siswa dengan jelas Guru memberikan tugas merangkum setelah pembelajaran selesai guru mampu menyesuaikan waktu dengan tepat dalam menyampaikan pembelajaran Guru selalu memberikan pertanyaan kepada siswa Metode mengajar guru membuat siswa tidak bosan saat belajar Metode mengajar guru membuat siswa semangat dalam menjawab pertanyaan Guru selalu memeberikan tugas rumah RESPON POSITIF RESPON NEGATIF



Pilihan Jawaban % TIDAK



22



71%



9



29



94%



2



24



77%



6



25



81%



6



24



77%



7



13



42%



15



31



100%



0



20



65%



21



29



94%



2



20



65%



0



31



100%



0



18



58%



8



30



97%



1



29



94%



2



6



19%



25 75% 22%



% 29% 6% 19% 19% 23% 48% 0% 68% 6% 0% 0% 26% 3% 6% 81%



memperoleh informasi yang lengkap mengenai tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran yang sudah diberikan terhadap 17



proses pembelajaran yang sudah diberikan pada siswa (Arikunto,2013,hlm.195). Angket yang diberikan berupa pernyataan-pernyataan mengenai pembelajaran biologi dan belajar mengguanakan metode pembelajaran Self Directed Learning (SDL) . Hasil analisis angket respon siswa dengan jumlah siswa 32 orang diperoleh hasil data dengan rata-rata 75% menunjukan respon positif dan 22% pada respon negatif, dengan perhitungan setiap aspek yang berbeda-beda. Aktivitas selama pembelajaran mempengaruhi respon siswa terhadap pembelajaran yang telah di lakukan. Addin, dkk (2014) mengemukakan bahwa siswa dengan aktivitas tinggi akan bersemangat mengerjakan tugas yang di berikan oleh guru dan mempunyai motivasi yang sangat tinggi untuk menyelesaikan tugas yang di berikan. Dari hasil ini pula dapat di ketahui siswa merasa senang dan tertarik pada saat proses pembelajaran di lakukan. Hasil persentase respon siswa terhadap pemebelajaran menggunakan metode Self Directed Learning (SDL) menunjukan respon posistif terhadap pembelajaran mengunakan metode Self Directed Learning (SDL) . Respon positif yang di berikan siswa menunjukan sikap siswa terhadap pembelajaran yang di berikan. Respon posistif siswa yang di berikan hampir seluruhnya menunjukan bahwa siswa tertarik dan lebih aktif juga tidak merasa bosan terhadap pembelajaran bilogi, dan juga lebih kreatif . Menurut Gibbons (2002) Perubahan utama dari teacher directed learning menjadi self directed learning adalah sebuah perubahan pengaruh dari guru ke siswa. Untuk siswa, hal ini menunjukkan sebuah perubahan kontrol dari luar menjadi kontrol dari dalam.Siswa memulai membentuk pendapat dan ide mereka, membuat keputusan mereka sendiri, memilih aktivitas mereka sendiri, mengambil tanggungjawab untuk dirimereka sendiri, dan dalam memasuki dunia kerja. Mengisi siswa dengan tugasuntuk mengembangkan pembelajaran mereka, mengembangkan mereka secaraindividual, dan membantu mereka untuk berlatih menjadi peran yang lebihdewasa. Self directed learning tidak hanya membuat siswa belajar secara efektiftetapi juga membuat siswa lebih menjadi dirimereka sendiri. Berdasarkan hasil analisis pada respon siswa setelah pembelajaran menggunakan



metode Self Directed Learning (SDL) dapat di simpulkan bahwa siswa memberikan respon positif terhadap pembelajaran yang telah di laksanakan sehingga respon posistif ini menunjukan antusias terhadap pembelajaran yang telah di lakukan dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih aktif dan mandiri dalam berkelompok dan bebas mengeluarkan ide-ide dalam memecahkan masalah. D. Penilaian Autentik Self Directed Learning (SDL) Kemampuan berpikir kreatif yang berkembang pada siswa pasti tidak lepas dari keberhasilan keterlaksanaan pembelajaran saat menggunakan metode Self Directed Learning (SDL) di kelas, sehingga hasil pembelajaran setelah menggunakan metode Self Directed Learning (SDL) penting untuk di jadikan pertingbangan atas ketercapaian kemampuan berpikir kreatif siswa. Penilaian autentik pembelajaran ini di lakukan pada penugasana laporan hasil observasi dengan kriteria penilaian yaitu proses perancangan judul, tujuan, dasar teori, alat dan bahan, cara kerja, hasil pengematan, analisis data, pembahasan, kesimpulan dan daftar pustaka. Serta evaluasi hasil laporan observasi di lakukan berupa penilaian persentasi siswa. Melihat peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam sisi lain yaitu dengan membuat poster dengan tema penyebab dan upaya pelestarian keanekargaman hayati. Membuat rancangan produk di lakukan pada proses pembelajaran untuk melihat lebih lanjut peningkatan berpikir kreatif dari sisi lainnya. Pada tahap ini siswa di minta menentukan judul rancangan produk yaitu poster di gunakan sebagai alternatif solusi dari metode Self Directed Learning (SDL). Ratarata nilai dalamrancangan produk siswa menunjukan nilai yang cukup baik dengan rata-rata nilai 81. Proses membuat produk yang di lakukan siswa dapat melatih siswa secara tidak langsung untukberpikir kraetif pada saat pembelajaran. (Putra dkk,2016, hlm. 330) menjelaskan bahwa berfikir kreatif merupakan suatu proses berpikir untuk mengungkapkan hubunganhubunganbaru,melihat sesuatu dari sudut pandang baru, dan membentuk kombinasi baru dari dua konsep atau lebih yang suah di kuasai sebelumnya. Adapun berpikir kreatif adalah berpikir lintas bidang, berpikir 18



bisosiatif, berpikir lateral, dan berpikir divergen. Kreatifitas menurut Guilford (1967),dapat di nilai dari ciri-ciri attitude seperti kelancaran, keluwesan,fleksibilitas dan orisinalitas, maupun ciri-ciri non-attitude, antara lain temperamen,motivasi dan serta komitmen menyelesaikan tugas. Hasil posttes kemampuan berpikir kreatif siswa menunjukan adanya peningkatan dengan nilai N-gain setiap siswa nya (Tabel). Perkembangan meningkatnya kemampuan berpikir kreatif siswa adanya pengaruh signifikan dari pembelajaran dengan menggunakan metode Self Directed Learning (SDL) yang telah di lakukan. Penilaian produk di lakukan dengan mengacu pada rubrik penilaian produk yang telah di tetapkan. penilaian produk mendapatkan rata-rata adalah 81. Semua kelompok membuat produk dengan tepat waktu dengan kriteria yang telah di tentukan. Hanya satu kelompok yang memiliki nilai kurang memuaskan di lihat dari hasil yang kurang menarik salah satunya pada pesan yang di sampaikan kurang di pahami pada saat di baca sehingga kurang menunjukan kurangnya inovasi pada saat pembuatan produk.



Directed Learning (SDL) berupa lembar rancangan laporan observasi, pembuatan produk berupa poster dan persentasi dapat di simpulkan bahwa metode Self Directed Learning (SDL) dapat membantu siswa dalam meningkatakan kemampuan berpikir kreatifnya karena selama proses pembelajaran siswa di tuntut untukberpikir kreatif. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN



PENGGUNAAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN ABAD KE-21 (4CS) SISWA SMA A. Critical Thinking Siswa pada Materi Keanekaragaman Hayati Sebelum dan Setelah Pembelajaran Menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol. Hasil dari berpikir kritis menjadikan pemikiran siswa berpikir secara tepat, terarah, beralasan, dan reflektif dalam pengambilan keputusan yang dapat dipercaya. Dilihat dari hasil soal yang sama diberikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol diberikan berupa soal 10 essay dengan perolehan rata-rata pretest kelas eksperimen47,03 dengan perolehan nilai terkecil 34 dan nilai terbesar 65, sedangkan nilai rata-rata posttest menjadi 85,6, dengan perolehan nilai terkecil 75 dan nilai terbesar 100. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai posttest lebih tinggi dibandingkan nilai pretest, artinya terjadi pengembangan berpikir kritis siswa setelah diterapkannya pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), Sedangkan pada kelas kontrol perolehan rata-rata pretest 40,78 dengan perolehan nilai terkecil 30 dan nilai terbesar 60, sedangkan nilai rata-rata posttest menjadi 65,31, dengan perolehan nilai terkecil 50 dan nilai terbesar 80. Dapat disimpulkan bahwa kelas kontrol tidak mengalami pengembangan keterampilan berpikir kritris siswa secara signifikan. Sehingga penggunaan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada kelas eksperimen dapat



Tabel 4.12. Rekapitulasi Nilai Poster Kelompok siswa Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Kelompok 5 Kelompok 6 Rata-rata



Rancangan produk



Presentasi



75 75 85 75 85 65 77



83 80 87 73 80 83 81



Produk (Poster) 85 75 85 85 70 85 81



Hasil autentik pembelajaran metode Self Directed Learning (SDL) terakhir adalah persentasi hasil produk siswa, persentasi ini di lakukan padasaat pembelajaran di tahap akhir yaitu evaluasi pembelajaran. Sebelum memberikan penilaian terkait pesrentasi siswa, terlebih dahulu di buat rubrik sebagai panduan penilaian. Dari persentasi produk dapat di lihat bahwa siswa belum memaksimalkan sumber dan fasilitas yang ada. Beberapa kelompok persentasi dengan asal-asalan sehingga membuat penilaian tidak maksima. Rata-rata penilaian persentasi adalah 81. Berdasarkan penilaian pada hasil pemelajaran menggunakan metode Self mengembangkan Critical Thinking siswa sebesar 38.3%.



19



sebelum perlakuan 54,81 dengan perolehan nilai terkecil 45 dan nilai terbesar 68, sedangkan nilai rata-rata setelah perlakuan menjadi 82,39 dengan perolehan nilai terkecil 69 dan nilai terbesar 100. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai setelah perlakuan Contextual Teaching and Learning (CTL), lebih tinggi dibandingkan nilai sebelum diterapkannya perlakuan CTL artinya terjadi pengembangan komunikasi siswa setelah diterapkannya pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), Sehingga penggunaan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat mengembangkan Communication siswa sebesar 27,8%. Berkembangnya keterampilan komunikasi siswa pada penelitian ini diperkuat dengan adanya perhitungan pada masingmasing siswa. Siswa yang mengalami pengembangan komunikasi memiliki hasil rata-rata N-Gain 70,80 dengan nilai terbesar 100 dan terkecil 34,21 dari jumlah siswa sebanyak 36.orang.



85%



KREATIVITAS POSTER SISWA KETERAMPILAN KOLABORASI SISWA 84% 84% 80% 70%KETERAMPILAN KOMUNIKASI 80%



Presentase(%) Presentase(%) Presentase(%)



60%SISWA 60% 50% 75% 40% 40% 30% 70% 20% 10% 0% 8% 3% kurang



82%



75% 58% 75%



28% 17% 6% 6% cukup cukup



baik baik



sangat sangat baik baik



Berkembangnya keterampilan berpikir kritis siswa pada penelitian ini diperkuat dengan adanya perhitungan pada masingmasing siswa. Siswa yang mengalami pengembangan berpikir kritis pada kelas eksperimen lebih tinggi dengan hasil rata-rata N-Gain 72,45 dengan nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 39,02, dibandingkan hasil kelas kontrol dengan hasil rata-rata N-Gain 40,55dengan nilai tertinggi 64,29 dan nilai terendah 3,85. B. Pengembangan Keterampilan Creativity PosterSiswa Materi Keanekaragaman Hayati Menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)



D. Pengembangan Keterampilan Collaboration Siswa pada Materi Keanekaragaman Hayati Sebelum dan Setelah Pembelajaran Menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)



Kreativitas siswa muncul karena hasil ajakan dari guru dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), tanpa ajakan dan arahan dari guru siswa kurang bisa memunculkan kreativitas yang ada pada dirinya. Melalui pembuatan poster di kelas eksperimen kelas X SMA, melatih siswa untuk menuliskan karya atau kreativitas yang ada di dalam dirinya ke dalam sebuah poster dengan materi keanekaragaman hayati. Didapatkan hasil setelah siswa membuat poster terjadi pengembangan kreativitas siswa dengan perolehan rata-rata 81% dengan nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 37 yang artinya siswa memiliki kreativitas yang sangat tinggi Dapat disimpulkan bahwa pengembangan rata-rata kreativitas siswa mencapai sebesar 81



Hasil dilihat pengisian LKS dan lembar observasi dengan perolehan rata-rata sebelum perlakuan54,22dengan perolehan nilai terkecil 40 dan nilai terbesar 68, sedangkan nilai rata-rata setelah perlakuanmenjadi 84,28 dengan perolehan nilai terkecil 65 dan nilai terbesar 100. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai setelah perlakuanContextual Teaching and Learning (CTL),lebih tinggi dibandingkan nilai sebelum diterapkannya perlakuan CTLartinya terjadi pengembangan kolaborasi siswa setelah diterapkannya pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), Sehingga penggunaan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat mengembangkan siswa sebesar 30.06%.



C. Pengembangan Keterampilan Communication Siswa pada Materi Keanekaragaman Hayati Sebelum dan Setelah Pembelajaran Menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Hasil dilihat pengisian LKS dan lembar observasi dengan perolehan rata-rata



Berkembangnya keterampilan kolaborasi siswa pada penelitian ini diperkuat dengan adanya perhitungan pada masingmasing siswa. Siswa yang mengalami pengembangan kolaborasi memiliki hasil rata20



kemampuan menginterpretasi informasi siswa secara signifikan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Setiawati (dalam Utami, 2013) “Interpretasi adalah salah satu kemampuan yang terdapat dalam keterampilan proses sains, dan interpretasi ini masih kurang dikuasai oleh siswa”. Pada umumnya selama kegiatan pembelajaran guru hanya menyampaikan materi saja dan lebih memfokuskan pembelajaran yang dilakukan pada pengembangan penguasaan konsep daripada keterampilan berpikir tingkat tinggi (Kamilia, 2018). Kemampuan peserta didik dalam menginterpretasi informasi ini dilihat dengan cara peserta didik membuka web yang berkaitan dengan materi ancaman keanekaragaman hayati yang informasi nya bisa diakses dari internet, kemudian siswa memberikan pendapat atau menginterpretasi informasi yang telah didapat dan dibaca. Menurut Ibrahim (dalam Taniredja, 2012, hlm. 62), “Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan dengan tujuan agar dapat melibatkan siswa untuk menelaah materi yang terdapat di dalam pelajaran dan untuk melihat pemahaman siswa terhadap isi pelajaran”. Pembelajaran yang melibatkan peserta didik akan membuat peserta didik lebih aktif dan termotivasi untuk mengeluarkan ide-ide kreatif dalam menginterpretasi suatu informasi. Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu model pembelajaran dengan membentuk siswa belajar dalam kelompokkelompok kecil. Dalam kelompok ini siswa yang dipilih memiliki tingkat kemampuan yang berbeda dari segi budaya, jenis kelamin dan kemampuan akademiknya. Sebagai anggota kelompok, siswa bekerjasama untuk membantu dan memahami suatu bahan pelajaran serta tugas-tugas yang diberikan oleh guru” (Asrida, 2016, hlm. 12).



Presentase(%)



RESPON SISWA TERHADAP CTL 100% 80% 90% 90% 92% 88% 81% 60% 78% 72% 78% 40% 20% 22% 28% 22% 19% 0% 10% 10% 8% 12% 1 2 3 4 5 6 7 8



rata N-Gain 76,11 dengan nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 36,96dari jumlah siswa sebanyak 36.orang. E. Respon Siswa Terhadap Pendekatan Pembelajaran Penilaian mengenai hasil respon siswa terhadap pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) yang terdiri dari bentuk rubric pertanyaan daftar ceklis ya atau tidak. Hasil dari penilaian respon siswa terhadap pendekatan pembelajaran, rata-rata siswa merasa lebih paham dan efektif setelah diterapkannya pendekatan pembelajaranContextual Teaching and Learning (CTL). Setelah data hasil penialain respon siswa terhadap pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), didapatkan hasil presentase rata-rata respon positif sebesar 84% sedangkan presentase ratarata respon negatif sebesar 16%. Dari nilai presentasi tersebut dapat dilihat bahwa lebih besar respon positif terhadap pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dibandingkan dengan respon negatif siswa. Hal ini sebanding dengan nilai posttest siswa dengan hasil persepsi siswa. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN MENGINTERPRETASI INFORMASI DENGAN MODEL NHT BERBANTUANWEB A. Kemampuan



B.



Menginterpretasi



Informasi Siswa Data hasil penelitian yang dilakukan di SMAN 6 Bandung bahwa pretest dan Posttest menunjukkan perkembangan. Hal ini dilihat dari perbandingan nilai N-Gain ternomalisasi pada setiap siswa dengan perkembangan tertinggi memiliki nilai N-Gain 0,90. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan model NHT berbantuan teknologi nformasi dapat mengembangkan



Aktivitas Siswa (Afektif) Selama Proses Pembelajaran Menggunakan Model NHT



Penilaian sikap dilakukan oleh penulis saat pembelajaran berlangsung. Terdapat 4 aspek yang dinilai yaitu sikap religius, sikap jujur, sikap disiplin dan sikap tanggung jawab. Nilai tertinggi untuk setiap penilaian adalah 4 dan nilai terendah adalah 1. Menurut Dahar dalam Devia (2016, hlm. 20) mengatakan bahwa, “sikap seseorang dapat diramalkan 21



perubahannya bila seseorang menguasai bidang kognitif tingkat tinggi”. Berdasarkan hasil analisis terhadap penilaian peserta didik kelas X IPA 2 diperoleh Pada aspek religius yang dilihat yaitu berdoa sebelum pembelajaran dan mengaji terlebih dahulu. Peserta didik sejumlah 32 orang mendapatkan skor 3 dengan jumlah keseluruhan 96 dengan rata-rata 3,00. Melihat dari skor tersebut maka dapat dikatakan pada aspek religius peserta didik telah menunjukkan ada usaha sungguhsungguh dalam melakukan kegiatan yang cukup sering dan mulai konsisten. Sebanyak 32 peserta didik mendapatkan skor 3 pada aspek kejujuran, mempunyai jumlah 96 dan rata-rata 3,00. Maka dapat disimpulkan dari perolehan hasil pada aspek jujur, semua peseerta didik telah menunjukkan ada usaha sungguh-sungguh dalam melakukan kegiatan yang cukup sering dan mulai konsisten terutama dlam berperilaku jujur. Pada aspek disiplin terdapat 12 orang yang mendapat skor 3, dan 20 orang mendapat skor 4. Dengan demikian jumlah skor aspek disiplin adalah 125 dan memiliki rata-rata 3,90. Disimpulkan bahwa hampir sebagian peserta didik memiliki sikap disiplin pada saat proses pembelajaran. Aspek terakhir yang dilihat yaitu tanggung jawab. Pada aspek ini semua peserta didik sebanyak 32 orang mendapatkan skor 4 dengan jumlah total 128 dengan rata-rata 4,00. Maka dapat disimpulkan bhawa semua peserta didik menunjukkan ada usaha sungguhsungguh saat mengerjakan soal-soal pada pembelajaran interpretasi informasi materi keanekaragaman hayati. Berdasarkan hasil observasi tersebut, dapat diketahui bahwa hasil keseluruhan penilaian sikap adalah 109 dari 32 peserta didik yang dinilai, dengan rata-rata nilai adalah 3,40 atau digolongkan dengan kriteria baik. Hal tersebut membuktikan bahwa penilaian keseluruhan sikap peserta didik sudah baik dalam menginterpretasi informasi dengan model Number Head Together (NHT) berbantuan teknologi informasi pada peserta didik kelas X SMA Kartika XIX-1 Bandung. C. Respon Siswa Pembelajaran



Selama



Gambar 2. Diagram Hasil Presentase Jawaban Peserta Didik Pada Setiap Item Penilaian mengenai hasil respon siswa terhadap model pembelajaran NHT berbantuan web pada konsep keanekaragaman hayati terdiri dari rubrik pernyataan daftar ceklis dengan dua pilihan yaitu ya atau tidak. Hasil dari penilaian respon siswa rata-rata siswa merasa lebih paham dan efektif setelah diterapkannya model pembelajaran NHT berbantuan web. Menurut Soekanto (1993, hlm. 48), respon sebagai perilaku yang menunjukkan konsekuensi dari perilaku sebelumnya sebagai tanggapan akan persoalan atau masalah tertentu. Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang atau  sekelompok orang terhadap objek-objek tertentu seperti perubahan lingkungan  atau situasi lain. Setelah data hasil penilaian respon siswa terhadapa model pembelajaran NHT berbantuan web diolah, hasil yang didapatkan yaitu rata-rata respon positif siswa sebesar 60% (penggunaan model pembelajaran number head together berbantuan web dianggap baik) sedangkan pada respon negatif sebesar 40%. Dari nilai presentasi tersebut dapat dilihat bahwa lebih dari separuhnya siswa memberi respon positif terhadap pembelajaran dengan model pembelajaran number head together berbantuan web daripada respon negatif. Hal ini sebanding dengan hasil nilai yang didapat dari postest siswa dengan hasil persepsi atau respon siswa.



5. HASIL DAN PEMBAHASAN EFEKTIVITAS METODE INQUIRY BASED LEARNING BERBANTUAN VIDEO TERDADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA BIOLOGI SMA



Mengikuti



22



data hasil penelitian yang telah dilakukan .hal ini dapat dikatakan bahwa penggunaan strategi pembelajaran inquiry merupakan salah satu strategi pembelajaran yang mampu meningkatkan keterampilan siswa dalam menemukan sesuatu dalam proses pembelajaran dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian proses mental. Hal ini sejalan dengan menurut (Daryanto, 2010 : 157) media pembelajaran video merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian peserta didik sedemikian sehingga proses belajar dapat terjadi.



A. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Sebelum dan Sesudah diberikan perlakuan menggunakan metode inquiry based learning berbantuan video Data hasil penelitian yang di lakukan di SMA Kartika XIX-1 Bandung menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Hal ini dapat di lihat dari hasil rata-rata N-Gain sebesar 0.60 dengan di kategorikan tinggi. Sehingga dapat di simpulkan bahwa penggunaan media pembelajaran video berpengaruh terhadap keterampilan berpikir kritis siswa sehingga terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai pretest dan posttest dari



Hal ini juga sejalan dengan julianda (2018) dari hasil penelitian terdahulu yang berjudul “pengaruh strategi pembelajaran inquiry berbasis keterampilan multiliterasi terhadap keterampilan berpikir kritis siswa” diketahui bahwa pembelajaran dengan menggunakan model inquiry based learning menunjukkan adanya perbedaan sebelum dan sesudah dilakukannya pembelajaran dengan menggunakan model inquiry based learning ini yaitu sebesar 71,26, oleh karena itu perlu dikembangkannya model pembelajaran inquiry based learning berbantuan video terhadap keterampilan berpikir kritis siswa agar memberikan efek dalam proses pembelajaran. Penggunaan media selama proses pembelajaran diharapkan bisa membantu siswa lebih aktif dalam belajar. Hal ini dapat dilihat dari tabel 1 dan 2 hasil dari pretest dan posttest berikut



  Juml ah Peser ta Didik Total Skor Ratarata Skor



5 5



5 6



6 0



6 3



Skor 6 6 5 6



6 9



7 0



7 3



8 0



1



3



6



5



2



1



8



3



1



4



Tabel 1 Hasil Penilaian Penguasaan Konsep (Pretest) Berdasarkan tabel 4.2 di atas, maka dapat diperoleh dari skor hasil penguasaan konsep (Pretest) peserta didik yang bermacammacam. Skor terendah adalah 55 dan skor tertinggi adalah 80. Setelah di analisis, kemudian di dapatkan total skor 2.220 dan rata-rata skor 65,29 atau belum mencapai kriteria ketuntasan maksimum (KKM).



Jumlah Peserta Didik Total Skor Ratarata Skor



80



83



Skor 85 87 89



6



5



4



4



4



90



93



8



3



2.938 86.41



Tabel 2 Hasil Penilaian Penguasaan Konsep (Posttest)



2.220



Berdasarkan tabel 4.8 diatas, maka di peroleh hasil penilaian penguasaan konsep (Posttest) peserta didik dengan jumlah 34



65,29



23



orang memiliki keberagaman nilai. Skor terendah adalah 80 dan skor tertinggi adalah 93. Setelah di analisis, maka di dapatkan total skor 2.983 dan rata-rata skor 86,41 atau sudah mencapai Kriteria Ketuntasan Maksimum (KKM).



4. Penggunaan Contextual Teaching and Learning(CTL) pada kelas eksperimen lebih efektif dapat mengembangkan Critical Thinking siswa sebesar 38.3%. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya perkembangan rata-rata nilai capaian siswa, yaitu hasil rata-rata pada pretest 47,03. 5. Keterampilan kreativitas siswa mengalami perkembangan, dibuktikan dengan adanya perkembangan rata-rata nilai capaian siswa yaitu hasil rata-rata 81%,dengan nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 37 yang artinya siswa mempunyai kreativitas tinggi karena adanya proses yang memunculkan kreativitas siswa. 6. Keterampilan komunikasi siswa mengalami perkembangan. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya perkembangan rata-rata nilai capaian siswa, yaituhasil rata-rata 82,39 serta nilai N-Gain siswa yang mengalami perkembangan dengan nilai tertinggi memiliki nilai N-Gain 100,00. 7. Keterampilan kolaborasi siswa mengalami perkembangan. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya perkembangan rata-rata nilai capaian siswa, yaitu hasil rata-rata pada sebelum perlakuan 54,22 yang meningkat menjadi 84,28serta nilai N-Gain siswa yang mengalami perkembangan dengan nilaitertinggi memiliki nilai N-Gain 100,00 dan untuk nilai N-Gain terendah adalah 36,96. 8. Kemampuan menginterpretasi informasi siswa mengalami perkembangan. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya perkembangan rata-rata nilai capaian siswa, yaitu hasil rata-rata pada pretest 56,44 yang meningkat menjadi 86,34 pada posttest, selisih rata-rata nilai pretest dan postes 29,9. Serta nilai N-Gain siswa yang mengalami perkembangan dengan nilai tertinggi memiliki nilai 0,90 dan untuk siswa yang berkembang dengan kriteria terendah memiliki nilai N-gain adalah 0,42 9. Peserta didik kelas X SMA Kartika XIX1 Bandung telah mampu menginterpretasi informasi dengan menggunakan model Number Head Together (NHT) berbantuan teknologi informasi dengan tepat. Hal ini dibuktikan dengan laporan hasil observasi sikap terhadap peserta



KESIMPULAN Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa: 1. kemampuan kognitif siswa hasil pretest dan hasil postest siswa menunjukan perbedaan yang signfikan (berbeda nyata) antara nilai sebelum menggunakan pembelajaran problem solving dengan metode gallery walk dengan sesudah diberikan perlakuan tersebut. 2. Kemampuan berikir kreatif siswa mengalami perkembangan dengan menggunakan metode Self Directed Learning (SDL). Hasil posttest yang di dapatkan menunjukan perkambangan di bandingkan dengan hasil pretest sebelumnya pada kedua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal tersebut di buktikan dengan adanya perkembangan rata-rata nilai capaian siswa, yaitu hasil rata-rata pada pretest pada kelas experimen yaitu 68,81 yang meningkat menjadi 81,81 yaitu rata-rata nilai posttest yang di dapat. Adapun pada kelas kontrol dengan rata-rata nilai pretest adalah 55,09 yang meningkat menjadi 70,16 pada nilai rata-rata posttest dan nilai N-gain siswa yang mengalami perkembangan pada kedua kelas penelitian dengan nilai tertinggi memiliki nilai N-Gain 1,00 dan untuk nilai N-Gain terendah adalah 0,00. Dapat di simpulkan bahwa perlakuan padasetiapkelas terlihat perbedaannya. 3. Keterampilan berpikir kritis siswa mengalami perkembangan yang signifikan pada kelas eksperimen dibandingkan kelas kontrol, hasil posttest kelas kontrolyang didapatkan menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hasil pretest sebelumnya. Hal tersebut dibuktikandengan adanya perkembangan rata-rata nilai capaian siswa, yaitu hasil rata-rata pada pretest 40,78 yang meningkat menjadi 65,31. 24



didik selama pembelajaran berlangsung. Nilai rata-rata sikap yaitu 87,5% yang berarti sangat baik. 10. Respon siswa terhadap keterlaksanaan pembelajaran dengan model model Number Head Together (NHT) berbantuan teknologi informasi pun direspon baik dilihat dari hasil presentase pada angket respon siswa dengan hasil 60%. 11. Berdasarkan hasil penelitian ini perbandingan antara nilai pretest dan posttest pada materi Sel menunjukkan adanya perbandingan yang sangat signifikan dan adanya peningkatan terhadap kemampuan berpikir kritis pada masing-masing siswa. 12. Peningkatan berpikir kritis ini dapat dilihat dari rata-rata skor yang telah dicapai oleh peserta didik, dengan nilai N-Gain sebesar 0.60 yang di kategorikan Tinggi.



Besemer dan Treffinger. (1981) Analysis Of Creativity Product Re-View and Synthesis. Journal Of Creative Behavior. Birgili, B. (2015). Creative and critical thinking skills in problem-based learning environments. Journal of Gifted Education and Creativity, 2(2), 71–80. https://doi.org/10.18200/JGEDC.2015 214253 Bolstad, R. (2011). Taking a ‘Future Focus’ in Education – What Does It Mean? NZCER Working Paper. Wellington, New Zealand Council for Educational Research. Buck Institute For Education. (2013). Project Based Learning for 21th Century. Diakses dari http://www.bie.org/about/what/ispbl pada tanggal 21 Desember 2015.



DAFTAR PUSTAKA



Buku kita. Devia, Ifdiana. (2016). Perbandingan Hasil Belajar Siswa Menggunakan Model Pembelajaran Problem Based Learning Dengan Numbered Head Together Pada Konsep Virus. Skripsi, Fkip Unpas: Tidak Diterbitkan.



Agus,



Suprijono. (2009). Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM. Aksara. Anik, Pamilu (2007). Mengembangkan kreativitas dan kecerdasan anak. Jakarta: Arends, Richard. (2008). Learning to Teach. Jogjakarta: Pustaka Pelajar



Ferri



Arikunto, Suharsimi. (2009). EvaluasiProgramPendidikan. Jakarta: PT Bumi Asrida. (2016). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) Dan Gaya Belajar Terhadap Keterampilan Sosial Pada Siswa Sman 3 Sigi.  E Jurnal Katalogis, 4(10): Halaman 12. Aunurrahman. (2012). Belajar Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.



wiryawan,(2013) hubungan kemampuan Self Directed Learning dengan penguasaan konsep fisika siswa smp melalui pembelajaran berbasis masalah, universitas pendidikan Indonesia,



Gibbons, M. (2002). The self‐directed learning handbook: Challenging adolescent students to excel. San Francisco, CA: Jossey‐Bass Hamalik, 1994. Media Pendidikan. Bandung: Citra Aditya Bakti



dan



Hurlock. 1990. Child Development diterjemahkan oleh Tjandrasa, Meitasari dan Zarkasih, Muslichah. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga



Avianti, Rahmania., & Bertha Yonata. (2015).Keterampilan Proses Sains Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Materi Asam Basa Kelas XI Sman 8 Surabaya. UNESA Journal of Chemical Education, 4(2), 224-231.



Ida Bagus Ari Arjaya, “Model Self Directed Learning Berbasis 25



Lingkungan Dalam Pembelajaran Biologi”, Universitas Mahasaraswati Denpasar



melalui model PJBL pada materi pencemaran lingkungan di tingkat sma



Jennifer King and Grace Tague, (2001), Development of a self-directed learning readiness scale for nursing education, Murray Fisher,



Nuzliah, N. (2015). Kontribusi motivasi belajar, kreativitas terhadap problem solving (pemecahan masalah) siswa dalam belajar serta implikasi terhadap bimbingan dan konseling di SMPN 29 Padang. Jurnal Edukasi, 1(2), 157– 174.



Johnson, Duanne. (2005). “Teaching and Learning Research Exchange: Chalenges to Implimenting Inquiry: In The Senior science Classroom”, Strilling Mcdowell.



Trilling and Fadel. (2009). 21st century skills: learning for life in our times. Udiani, NI Ketut. 2015 “Pengaruh Model Pembelajaran Inquri Terbimbing Terhadap Hasil Belajar IPA dengan Mengendalikan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas IV SD No.7 Benoa Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Bandung”. Tersedia pada http://pasca.udiksha.ac.id Yogyakarta : Pustaka Pelajar



Justice, C. (2007). “Inquiry in Higher Education: reflection and Direction on Course Design an Teaching Methods”. Journal Innov hight Educ. , 31, 201-21



Kamilia.N. (2018).Mengembangkan keterampilan berfikir kreatif siswa



26



PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DENGAN METODE GALLERY WALK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA Rika Tri Ambarwati(1, Dr. H. Uus Toharudin, M.Pd. (1 H. Dadi Setia Adi, M.Sc.,Ph.D Universitas Pasundan Jl. Tamansari No. 6-8 Bandung e-mail : [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai perkembangan kognitif siswa melalui pembelajaran problem solving dengan metode gallery wallk. Subjek pada penelitian ini yaitu kelas XI MIP di SMA Kartika XIX-1 Bandung, yang dijadikan sebagai sampel adalah siswa sebanyak 30 orang dengan menggunakan metode pre-experimental dengan desain penelitian The One Group Pre-test Post-test. Parameter yang diukur adalah tes kognitif siswa, dan respon siswa terhadap pembelajaran problem solving dengan metode gallery wallk. Hasil penelitian menunjukan bahwa kognitif siswa berkembang setelah menggunakan pembelajaran problem solving dengan metode gallery wallk dengan hasil perhitungan Nilai N-Gain pada setiap siswa. Nilai N-Gain tertinggi sebesar 1,00 dan nilai N-gain terendah sebesar 0,50, hal ini menunjukan bahwa kognitif siswa berkembang setelah menggunakan pembelajaran problem solving dengan metode gallery wallk, dan respon siswa terhadap model pembelajaran hasil presentase rata-rata respon positif (pendekatan pembelajaran problem solving dengan metode gallery walk) sebesar 84% sedangkan presentase rata-rata respon negatif sebesar 16%. Demikian dapat disimpulkan bahwa kognitif siswa dapat berkembang melaui pembelajaran problem solving dengan metode gallery wallk. Kata Kunci : Kognitif Siswa, Problem Solving, problem solving dengan metode gallery walk. ABSTRACT His research aims to obtain information on the development of students ' cognitive learning through problem solving with method wallk gallery. The research on the subject of Class XI MIPA in SMA Kartika XIX-1 Bandung, which was used as a sample is a student as much as 30 people using preexperimental design research with The One Group Pre test Post test. The parameters to be measured are the cognitive test students, and student response towards the learning of problem solving with method wallk gallery. Results of the study showed that students develop after using cognitive learning problem solving with the method of calculation results with wallk gallery Value N-Gain on each student. The value of the N-highest Gain of 1.00 and the value N-lowest gain of 0.50, this indicates that the student's cognitive thrived after using the learning problem solving with method of gallery, and student response wallk against models of learning results percentage of the average response positive (learning approaches problem solving with method of gallery walk) of 84% while the average percentage of the negative response of 16%. Thus it can be concluded that the students can develop cognitive learning through problem solving with method wallk gallery. Key words : students Cognitive, Problem Solving, problem solving with method walk gallery.



transfer ilmu, transformasi nilai, dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya.



PENDAHULUAN Pendidikan merupakan proses terjadinya pendewasaan yang terjadi karena pembiasaan pola asuh yang ditanamkan, mendewasakan anak dan berlangsung terus menerus, hal senada diungkapkan Suyanto (2010;hlm13). Pendidikan lebih dari sekedar pengajaran, yang dapat dikatakan sebagai suatu proses



Menanggapi kebutuhan siswa mempersiapakan keterampilan untuk pekerjaan di masa depan, pendidikan di sekolah dapat dilakukan secara berbeda. Menurut (Raja, 1991) “pendidikan harus berorientasi seiring dengan perubahan 27



abad ke-21”. Perkembangan abad 21 membutuhkan pendidikan untuk mempersiapkan peserta didik yang mampu menghadapituntutan hidup, yaitu memiliki keterampilan dalam pemecahan masalah(Kurniawan, 2016), berpikir keterampilan kreatif (Birgili, 2015; Husamah, 2015a, 2015b),dan kemampuan kognitif yang baik (Hidayah, Salimi, &Susiani, 2017; Wijaya, Sudjimat, & Nyoto,2016). Menurut (Susiana, 2010; Živkovic, 2016) ”banyak ahli percaya bahwa pendidikan adalah mengajarkan siswa untuk berfikir, membuat siswa dapat berfikir secara rasional, dan dapat memecahkan masalah.



kelompok lain. Dalam galeri berjalan peserta didikdidorong untuk mengevaluasi pekerjaan satu sama lain dan memberikan pendapat dan kritik mereka. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian pre-experimental, metode ini tidak ada penyamaan karakteristik dan tidak ada pengontrolan variabel (Sukmadinata, 2013). Berdasarkan metode penelitian tersebut maka dalam pelaksanaannya hanya menggunakan satu kelas, yang dimana kelas tersebut merupakan kelas eksperimen. Desain pada penelitian ini menggunakan one-group Pretest-Post test Design. Pada desain penelitian ini dilakukan tes awal untuk melihat kemampuan awal siswa sebelum diberi perlakuan dan tes akhir setelah diberi perlakuan sehingga dapat dilihat perbandingan antara sebelum dan sesudah diberi perlakuan (Sukmadinata, 2013). Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen pretestdanposttest, dan angket model pembelajaran.



Penyelesaian masalah (problem solving) adalah kegiatan yang mengharuskan seseorang untuk melakukan memilih jalan keluar yang bisa dilakukan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki olehseseorang itu sendiri(Lucenario, Yangco, Punzalan, &spinosa, 2016; Nuzliah, 2015; Sudarmo &Mariyati, 2017; Winarso, 2014).Strategi dan model pembelajaranmendorong pengembangan siswa untuk menyelesaikan suatu pemecahan masalahketerampilan yang sangat berguna bagi siswa pada aspekkognitif, psikomotor, dan afektif (Chang etal., 2017; Scott, 2015). Dengan mereka yang terbiasauntuk memecahkan masalah dalam pembelajaran sains,siswa akan lebih terlatih dalam keterampilan berpikirdan keterampilan memecahkan masalah.



HASIL DAN PEMBAHASAN



A. Kemampuan Kognitif Siswa Sebelum dan Setelah Pembelajaran Menggunakan Pembelajaran Problem Solving Dengan Metode Gallery Walk Data hasil penelitian yang dilakukan di SMA Kartika XIX-1 Bandung bahwa pretest dan Posttest menunjukkan perkembangan. Hal ini dilihat dari perbandingan nilai N-Gain ternomalisasi pada setiap siswa dengan perkembangan tertinggi memiliki nilai N-Gain 1,00. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan problem solving dengan metode gallery Walk dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara signifikan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Nur Utami, dengan judul “Keaktifan Model Pembelajaran Problem Solving Berbasis Gallery Walk Terhadap Kemampuan Pemcahan Masalah Materi Segiempat Siswa Kelas VII” yang menyatakan bahwa problem solving dengan metode gallery walk terjadi peningkatan yang signifikan setelah diterapkan model pembelajaran problem solving dengan metode gallery walk.



Kreativitas adalah cara untuk menemukanpenyelesaian masalah. Banyak masalah yang bisa diselesaikandengan menciptakan ide atau strategi baru (Nuzliah,2015). Untuk itu model pembelajaran yang disarankan peneliti dalam menyelesaikan pemecahan masalah yaitu menggunakan model Gallery Walk. Menurut (Francek, 2006) “Gallery Walk memberikan kesempatan untuk belajar aktif dengan mendorong peserta didik berpartisipasi”. Dengan itu siswa dapat berdiskusi belajar mempromosikan keterampilan berpikir tingkat tinggi sebagaipeserta didik, bertukar ide berdasarkan tugas yang diberikan (Johnson & Mighten, 2005). Dalam galeri berjalan tradisional, biasanya dilakukan dalam kelompok, peserta didik menampilkan tugastugas yang sudah selesai, peserta didik berjalan dari satu pameran ke yang lain untuk mempelajari karya yang dihasilkan oleh 28



Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa mengajarkan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri Arends (2008, hlm 45). Gallery Walk merupakan suatu cara untuk menilai dan mengingat apa yang telah siswa pelajari selama ini (ismail:2008). Penggunaan galley walk dalam pembelajaran problem solving juga dapat meningkatkan aktivitas siswa. Gallery walk memungkinkan siswa keluar dari banku mereka dan secara aktif terlibat dalam mengumpulkan konsep ilmu yang penting, menulis, dan berbicara didepan umum.



dilaksanakan sesuai dengan RPP yang telah rancang sebelum pembelajaran. Respon siswa digunakan untuk memperoleh informasi mengenai respon siswa terhadap pembelajaran yang telah dilakukan dengan menggunakan pembelajaran Angket diberikan kepada siswa setelah menggunakan pembelajaran problem solving dengan metode gallery walk. Angket yang berisi 20 pernyataan . Skala pada angket yang digunakan ialah Ya atau Tidak (Sugiyono, 2014:139). Setelah data hasil penialain respon siswa terhadap pendekatan pembelajaran problem solving dengan metode gallery wallk., didapatkan hasil presentase rata-rata respon positif sebesar 84% sedangkan presentase ratarata respon negatif sebesar 16%. Dari nilai presentasi tersebut dapat dilihat bahwa lebih besar respon positif terhadap pendekatan pembelajaran problem solving dengan metode gallery wallk dibandingkan dengan respon negatif siswa. Hal ini sebanding dengan nilai posttest siswa dengan hasil persepsi siswa. Data hasil respon siswa dapat dilihat pada grafik 1.



B. Respon Siswa Terhadap Pendekatan Pembelajaran Respon siswa digunakan untuk memperoleh informasi mengenai respon siswa terhadap pembelajaran yang telah dilakukan dengan menggunakan problem solving dengan metode gallery walk. Angket diberikan kepada siswa yang melaksanakan pembelajaran menggunakan problem solving dengan metode gallery walk dilakukan dengan sangat baik dan setiap sintaks pada model PjBL telah 120% 100% 80%



respon positif respon negatif



60% 40% 20% 0% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20



Grafik 1 Diagram Hasil Presentase Jawaban Peserta Didik Pada Setiap Item KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian Penerapan Strategi Pembelajaran Problem Solving Dengan Metode Gallery Walk Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa, dapat disimpukan sebagai berikut : Kemampuan kognitif siswa mengalami peningkatan, dengan hasil postets yang



didapatkan menunjukan peningkatan dibandingkan dengan hasil pretest sebelumnya. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya peningkatan rata-rata nilai capaian siswa. Serta nilai N-Gain siswa yang mengalami peningkatan. Sedangkan hasil uji hipotesis dari data pretest dan postest maka diperoleh nilai signifikasi pada Sig (2-tiled) 29



yaitu sebesar 0.000, dengan demikian nilai signifikasi lebih kecil dari 0,05 maka H a diterima dan H0 ditolak. Hasil penilaian respon siswa terhadap pendekatan pembelajaran, di dapatkan hasil presentase rata-rata respon positif (pendekatan pembelajaran problem solving dengan metode gallery walk) tinggi sedangkan presentase rata-rata respon negatif sedikit. Menunjukan bahwa lebih dari setengah jumlah keseluruhan siswa yang menjawab respon positif (pendekatan pembelajaran problem solving dengan metode gallery walk dianggap baik) dan kurang dari setengah jumlah siswa yang menjawab tidak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan kognitif siswa hasil pretest dan hasil postest siswa menunjukan perbedaan yang signfikan (berbeda nyata) antara nilai sebelum menggunakan pembelajaran problem solving dengan metode gallery walk dengan sesudah diberikan perlakuan tersebut.



Hidayah, R., Salimi, M., & Susiani, T. S. (2017). Critical thinking skill: Konsep dan indikator penilaian. Jurnal Taman Cendekia, 1(2), 127–133. Husamah. (2015a). Blended Project Based Learning: Metacognitive Awareness of Biology Education New Students. Journal of Education and Learning, 9(94), 274–281. https://doi.org/10.11591/EDULEAR N.V9I4.2121 Johnson, J.P., & Mighten, A. (2005). Research briefs—a comparison of teaching strategies: Lecture notes combined with structured group discussion versus lecture only. The Journal of Nursing Education, 44(7): 319-322. Kurniawan, M. Fajar. 2016. Analisis Lembar Kerja Siswa Mata Pelajaran Matematika Ditinjau Dari Taksonomi Vllom Revisi: skripsi: Pendidikan Matematika UMS. (tidak diterbitkan)



DAFTAR PUSTAKA Arends, Richard. (2008). Learning to Teach. Jogjakarta: Pustaka Pelajar



Lucenario, J. L. S., Yangco, R. T., Punzalan, A. E., & Espinosa, A. A. (2016). Pedagogical content knowledgeguided lesson study: Effects on teacher competence and students’ achievement in chemistry. Education Research International, 2016, 1– 9.https://doi.org/10.1155/2016/606893 0



Birgili, B. (2015). Creative and critical thinking skills in problem-based learning environments. Journal of Gifted Education and Creativity, 2(2), 71–80. https://doi.org/10.18200/JGEDC.2015 214253 Chang, H., Wang, N., Ko, W., Yu, Y., Lin, L., & Tsai, H. (2017). The effectiveness of clinical problem-based learning model of medico-jurisprudence education on general law knowledge for Obstetrics/Gynecological interns. Taiwanese Journal of Obstetrics & Gynecology, 56(3), 325–330. https://doi. org/10.1016/j.tjog.2017.04.011



Nuzliah, N. (2015). Kontribusi motivasi belajar, kreativitas terhadap problem solving (pemecahan masalah) siswa dalam belajar serta implikasi terhadap bimbingan dan konseling di SMPN 29 Padang. Jurnal Edukasi, 1(2), 157– 174. Raja, R.S. (1991). Education for the twentyfirst century: Asia-Pacific persepective. Bangkok: UNESCO.



Francek, M. (2006). Promoting discussion in the science classroom using gallery walks. Journal of College Science Teaching, 36. Retrieved from http://www.nsta.org/publications/news /story.aspx?id=52391



Scott, C. L. (2015). The futures of learning 3: What kind of pedagogies for the 21st century? Education Research and Foresight. https://doi.org/10.1016/j.pse.20 15.08.005



30



Sudarmo, M. N. P., & Mariyati, L. I. (2017). Kemampuan problem solving dengan kesiapan masuk sekolah dasar. Psikologia (Jurnal Psikologi), 2(1), 38–51. https:// doi.org/10.21070/psikologia.v2i1.1267 Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Susiana, E. (2010). IDEAL problem solving dalam pembelajaran patematika. Kreano Jurnal Matematika KreatifInovatif, 1(2), 73–82. https://doi.org/10.15294/kreano.v1 i2.1491 Suyanto,Ph.D.2010.Model Pembinaan Pendidikan Karakter Di Lingkungan Sekolah. Jakarta : Dirjen Dikdasmen Direktorat Pendidikan Dasar Dan Menegah Kementerian Pendidikan Nasional Wijaya, Etistika Yuni, Dwi Agus Sudjimat, Amat Nyoto, and Universitas Negeri Malang. 2016. “Transformasi Pendidikan Abad 21 Sebagai Tuntutan Pengembangan Sumber Daya Manusia Di Era Global.” Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika 2016 1:263–78. Winarso, W. (2014). Problem solving, creativity dan decision making dalam pembelajaran matematika. EduMa, 3(1), 1–16. Živkovic, S. (2016). A model of critical thinking as an important attribute for success in the 21st century. Procedia Social and Behavioral Sciences, 232, 102–108. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2016. 10.034



31



PENGGUNAAN METODE SELF DIRECTED LEARNING (SDL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA PADA MATERI KEANEKARAGAMAN HAYATI. Nuraini Syamsiyah(1. Ida Yayu Nurul Hizqiyah. S.Pd., M. Si (1Gurnita. S. Si., M.P Universitas Pasundan Jl. Taman Sari No. 6-8 Bandung E-mail :[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai perkembangan keterampilan berfikir kreatif siswa melalui Metode Self Directed Learning (SDL) pada materi keanekaragaman Hayati. Subyek pada penelitian ini yaitu kelas kelas X MIPA di SMA Kartika XIX -1, yang dijadikan sebagai sampel adalah siswa sebanyak 32 orang dengan menggunakan metode quasi experiment dengan desain penelitian posttest-pretest tidak ekuivalen. Parameter yang diukur adalah tes ketermpilan berfikir kreatif siswa, observasi dalam bentuk laporan serta pembuatan poster, respon siswa terhadap pembelajaran metode Self Directed Learning (SDL). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Kemampuan berikir kreatif siswa mengalami perkembangan dengan menggunakan metode Self Directed Learning (SDL), dengan hasil perhitungan nilai N-gain siswa yang mengalami perkembangan pada kedua kelas penelitian dengan nilai tertinggi memiliki nilai N-Gain 1,00 dan untuk nilai N-Gain terendah adalah 0,00, hal ini menunjukan bahwa keterampilan berfikir kreatif siswa berkembang setelah pembelajaran menggunakan metode Self Directed Learning (SDL), selain itu Analisis data hasil observasi siswa menunjukan hasil yang sangat baik dengan laporan hasil observasi menunjukan nilai rata-rata 79% menunjukan nilai rata-rata 81, dan Respon siswa terhadap keterlaksanaan pembelajaran dengan metode Self Directed Learning (SDL) pun dikatakan baik di lihat dari skor rata-rata pada angket respon siswa dengan skor 72% respon positif. Demikian dapat disimpulkan bahwa keterampilan berfikir kreatif pada siswa dapat berkembang dengan metode pembelajaran Self Directed Learning (SDL). Kata Kunci : Keterampilan berfikir kreatif, Metode Self Directed Learning (SDL) ABSTRACT This study aims to obtain information about the development of students' creative thinking skills through the Self Directed Learning (SDL) Method on biodiversity material. The subjects in this study were the class X MIPA class at SMA Kartika XIX -1, which were sampled as many as 32 students using a quasi-experimental method with a non-equivalent posttest-pretest research design. The parameters measured were tests of students 'creative thinking skills, observations in the form of reports and making posters, students' responses to learning the method of Self Directed Learning (SDL). The results of this study indicate that the ability of students to think creatively develops by using the method of Self Directed Learning (SDL), with the calculation of the N-gain value of students who experience development in both classes of research with the highest value having an N-Gain value of 1.00 and for the value of The lowest N-Gain is 0.00, this shows that students' creative thinking skills develop after learning using the method of Self Directed Learning (SDL), besides that the analysis of student observation data shows very good results with reports of observations showing average values 79% showed an average value of 81, and student responses to the feasibility of learning with the method of Self Directed Learning (SDL) were also said to be good in terms of the average score on the student response questionnaire with a score of 72% positive responses. Thus it can be concluded that the creative thinking skills of students can develop with the Self Directed Learning (SDL) learning method. Keywords: Creative thinking skills, Self Directed Learning (SDL) Method,



32



PENDAHULUAN Pendidikan merupakan salah satu komponen yang penting dalam suatu negara. Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Biologi merupakan salah satu cabang ilmu sains yang mengkaji segala sesuatu tentang kehidupan. Menurut Ida Bagus Ari Arjaya (2012:3) Keberhasilan proses pembelajaran biologi di Indonesia akan berimplikasi secara langsung pada pembelajaran sains. Di dalam proses pembelajaran biologi, guru harus memberikan pengalaman belajar yang cukup bagi siswa, karena salah satu karakteristik dari pembelajaran biologi adalah learning by doing. Disamping itu, implementasi modelmodel pembelajaran inovatif memiliki urgensi yang sangat tinggi untuk meningkatkan Higher Order Thinking (HOT) siswa yaitu berpikir kritis dan kreatif. Berpikir kreatif (vicy fidyawati:2016) adalah suatu pemikiran yang berusaha menciptakan gagasan baru, atau dapat juga diartikan sebagai suatu kegiatan mental yang digunakan seseorang untuk membangun ide atau pemikiran yang baru. Berpikir kreatif sering pula disebut dengan berpikir divergen, artinya memberi bermacam-macam kemungkinan jawaban yang sama. Parkin (1995) mengemukakan berpikir kreatif adalah aktivitas berpikir untuk menghasilkan sesuatu yang kreatif dan orisinil. Baer (1993) mengemukakan, berpikir kreatif merupakan sinonim dari berpikir divergen. Ada 4 indikator berpikir divergen, yaitu (1) fluence (kemampuan menghasilkan banyak ide), (2) flexibility (kemampuan menghasilkan ide-ide yang bervariasi), (3) originality (kemapuan menghasilkan ide baru atau ide yang sebelumnya tidak ada), dan (4) elaboration (kemampuan mengembangkan atau menambahkan ide-ide sehingga dihasilkan ide yang rinci atau detail). Lebih lanjut, Baer mengemukakan bahwa kreativitas seseorang ditunjukkan dalam berbagai hal, seperti



kebiasaan berpikir, sikap, pembawaan atau keperibadian, atau kecakapan dalam memecahkan masalah. Semiawan (2002) menjelaskan bahwa Kreativitas adalah kemampuan untuk memberikan gagasangagasan baru dan menerapkannya dalam pemecahan masalah. Kreativitas meliputi baik ciri-ciri aptitude seperti kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), dan keaslian (originality) dalam pemikiran, maupun ciri-ciri non aptitude, seperti rasa ingin tahu, senang mengajukan pertanyaan dan selalu ingin mencari pengalaman-pengalaman baru. Menurut Munandar (2009) Kreativitas adalah kemampuan untuk mengkombinasikan, memecahkan atau menjawab masalah, dan cerminan kemampuan operasional anak kreatif. Menurut Lindren (dalam Yamin, 2013) Berpikir kreatif yaitu memberikan macam-macam kemungkinan jawaban atau pemecahan masalah berdasarkan informasi yang diberikan dan mencetuskan banyak gagasan terhadap suatu persoalan. Guilford (dalam Munandar, 2009) mengemukakan ciri-ciri dari kreativitas antara lain Kelancaran berpikir (fluency of thinking), ,Keluwesan berpikir (flexibility), Elaborasi (elaboration), Originalitas (originality). Proses pembelajaran selama ini masih didominasi oleh guru sehingga belum memberikan kesempatan bagi siswa untuk berkembang secara mandiri melalui penemuan dan proses berpikir. Cara guru mengajar yang hanya satu arah (teacher centered) menyebabkan penumpukan informasiatau konsep saja kurang bermanfaat bagi siswa.Rendahnya tingkat keterampilan berpikir kreatif siswa,memberikan dampak pada kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah dalam situasi nyata. Keterampilan berpikir kreatif di anggap penting karena akan membuat siswa memiliki banyak cara dalam menyelesaikan berbagai persoalan dengan berbagai persepsi dan konsep yang berbeda. (Awang & Ramly, 2008). Penerapan metode pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan kecakapan berpikir kreatif siswa. Salah satu metode yang dapat digunakan oleh seorang guru adalah dengan menggunakan metode Self Directed Learning (SDL).Adapun Cara seorang guru yang di pergunakan dalam mengajar agar proses transfer ilmu berjalan dengan mudah sehingga 33



siswa menjadi lebih paham disebut sebuah metode mengajar. Heri Rahyubi (2012: 236) mengartikan “metode adalah suatu model cara yang dapat dilakukan untuk menggelar aktivitas belajar-mengajar agar berjalan dengan baik”. Hamid Darmadi (2010: 42) berpendapat bahwa “metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan”. Sedangkan menurut Sri Anitah dan Yetti Supriyati (2008: 4.3) “metode adalah suatu cara yang teratur atau yang telah dipikirkan secara mendalam untuk digunakan dalam mencapai sesuatu”. Dari ketiga pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan metode adalah suatu cara dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa. Metode juga dapat dipergunakan oleh seorang pengajar sebagai jalan menuju keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Pemilihan metode yang tepat juga akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Self Directed Learning (SDL) bukanlah suatu model pembelajaran baru di bidang IPA. Guru-guru IPA di Indonesia umumnya telah terbiasa menggunakan model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada kolektivitas dan interaksi sosial siswa di dalam pembelajaran. Namun, hal tersebut dapat berdampak buruk jika kontrol guru dalam proses pembelajaran kurang sehingga mengakibatkan siswa mengobrol, bercanda, tidak semua anggota kelompok berpartisipasi dalam diskusi, dan debat yang berlarut-larut pada suatu permasalahan mendasar. Berbeda halnya dengan model pembelajaran kooperatif, Self Directed Learning (SDL) merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang memungkinkan pembelajar dapat mengambil inisiatif sendiri, dalam mendiagnosis kebutuhan belajarnya, merumuskan tujuan belajar, mengidentifikasi sumber-sumber untuk belajar, memilih dan mengimplementasikan strategi pembelajaran, dan mengevaluasi output pembelajaran (Dalam Ferri Wiryawan, 2013). Jadi, Self Directed Learning (SDL) merupakan suatu kemampuan dari individu untuk dapat berpikir, merencanakan, memilih strategi belajar, dan mengevaluasi performanya sehingga individu dapat menyelesaikan masalahnya secara efektif. Selfdirected learning (SDL) bisa dikatakan kemandirian seseorang dalam kegiatan belajarnya.



Seringkali, proses belajar mengajar tidak berjalan dengan lancar. Hal ini disebabkan oleh penggunaan metode pembelajaran yang direncanakan oleh guru tidak efektif. Penggunaan metode pembelajaran dalam penyampaian konsep kepada siswa yang kurang efektif dan efisien menyebabkan siswa merasa bosan dan semangat dalam belajar. Sehingga hal ini tidak dapat memperbaiki cara belajar siswa. Seharusnya guru memiliki keterampilan yang memadai di bidangnya dan didukung oleh teknik penyajian atau metode pembelajaran yang efektif dan efisien. Tugas guru berusaha menciptakan suasana belajar yang menggairahkan dan menyenangkan bagi siswa. Suasana belajar yang tidak menggairahkan dan menyenangkan bagi siswa biasanya lebih banyak mendatangkan kegiatan pembelajaran yang kurang harmonis. Siswa gelisah duduk berlama-lama di kursi mereka masing-masing. Kondisi ini tentu menjadi kendala yang serius bagi tercapainya tujuan pengajaran dan kompetensi yang diinginkan. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut, guru perlu memilih dan menerapkan metode atau pendekatan pembelajaran yang tepat agar dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam memecahkan masalah. Maka untuk merangsang kemampuan berpikir kreatif siswa, kegiatan pembelajaran harus membawa siswa dalam menjawab permasalahan dengan banyak cara dan mungkin juga banyak jawaban (yang benar) sehingga dapat mengundang potensi intelektual dan pengalaman siswa dalam menemukan sesuatu yang baru, dam metode Self Direct Learning adalah salah satu solusi yang dapat digunakan oleh guru dalam mengajar untuk meningkatkan kemampuan berfikir kreatif siswa. METODE PENELITIAN Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi experiment). Quasi eksperiment didefinisikan sebagai eskperimen yang memiliki perlakuan, pengukuran dampak, unit eksperimennamun tidak menggunakan penugasan acak untuk menciptakan perbandingan dalam rangka menyimpulkan perubahan yang disebabkan perlakuan (Cook &Campbell, 1979). Pada penelitian lapangan biasanya menggunakan 34



rancangan eksperiment semu (Quasi eksperimen). Desain  tidak mempunyai pembatasan yang ketat terhadap randomisasi, dan pada saat yang sama dapat mengontrol ancaman-ancaman validitas. Menggunakan desain penelitian yang termasuk ke dalam penelitian semu (Quasi eksperimen) dengan menggunakan desain penelitian postes-pretes tidak ekuivalen.Selain itu juga menggunakan populasi,sampel, dan cara pengambilan sampel,variabel penelitian, tahap-tahap penelitian, instrument penelitian, teknik pengumpulan data dan analisis data.



Dapat di lihat juga pada penilaian N-gain perlakuan pada kedua kelas sebagai berikut pada tabel 4.9 dan 4.10. Nilai hasil pretest kemampuan berfikir kreatif siswa yang rendah di bandingkan hasil Posttest yang didapatkan setelah pembelajaran menggunakan metode pembelajaran Self Directed Learning (SDL) disebabkan karena sebelumnya siswa belum mempelajari materi mengenai keanekaragaman hayati, soal yang diberikan berupa soal essay yang memerlukan keterampilan berfikir kreatif yang menyebabkan siswa malas untuk berfikir dan mengeluarkan ide kreatifnya, kurang termotivasinya siswa dalam berifikir kreatif, materi yang dijadikan tes belum sepenuhnya dipahami oleh siswa sehingga siswa tidak maksimal dalam mengerjakan prettest. Berdasarkan tabel 4.8 di atas, didapatkan hasil mengenai perkembangan berpikir kreatif setiap siswa pada kelas eksperimen. Siswa yang mendapatkan nilai tertinggi adalah memiliki nilai N-gain 0,84 termasuk kategori tinggi terdapat 3 orang siswa, siswa yang termasuk ke dalam kategori sedang mendapatkan nilai N-gain 0.50 termasuk kategori sedang terdapat 25 orang siswa, dan siswa yang termasuk ke dalam kategori rendah mendapatkan nilai N-gain 0,17 termasuk ke dalam kategori rendah terdapat 4 orang siswa. Demikian dapat di simpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa dapat berkembang pada penelitian kelas eksperimen dengan menggunakan metode SDL. Berdasarkan tabel 4.9 diatas, didapatkan hasil mengenai perkembangan berpikir kreatif setiap siswa pada kelas



HASIL DAN PEMBAHASAN E. Meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi Keanekaragaman Hayati sebelum (pretest) dan sesudah (posttes) menggunakanmetode pembelajaran Self Directed Learning (SDL) Berdasarkan hasil penelitian, kemampuan berfikir kreatif siswa mengalami perkembangan pada kelas eksperimen hasil posttest yang didapatkan menunjukan perkembangan dibandingkan hasil pretest sebelumnya. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya perkembangan rata-rata nilai capaian siswa,yaitu hasil rata-rata pada pretest 68,81 yang meningkat menjadi 81,81 pada Posttest, dengan perolehan nilai terkecil pretest sebesar 75 dan nilai terkecil pada pretest adalah 60, Sedangkan pada postest nilai tertinggi adalah 96 dan nilai terendah adalah 73. Pada kelas kontrol hasil rata-rata pada prestest 55,09 yang meningkat menjadi 70,16 pada posttest. Nilai tertinggi pada pretest 75 dan nilai terendah adalah 40 dan nilai posttest tertinggi 87 dan nilai terendahnya adalah 55.



Tabel 4.9 Hasil Perhitungan N-Gain Kelas Kontrol



Tabel 4.8 Hasil Perhitungan N-Gain No



Nama siswa



Nilai Eksperimen Pretest



Posttest



N-gain



No



Nama Siswa



1



1



AF



75



83



0,32



SEDANG



2



AM



75



83



0,32



SEDANG



3



AZ



2



73



80



0,26



RENDAH



4



AS



70



83



0,43



SEDANG



5



BW



75



80



0,20



SEDANG



6



CP



60



73



0,33



SEDANG



7



FC



65



80



0,43



SEDANG



8



GS



63



75



0,32



SEDANG



9



FIS



75



96



0,84



TINGGI



10



FD



65



78



0,37



SEDANG



11



KA



63



80



0,46



SEDANG



12



FN



68



80



0,38



SEDANG



13



HF



70



87



0,57



SEDANG



14



JS



70



82



0,40



TINGGI



15



IP



70



85



0,50



SEDANG



16



RF



60



75



0,38



SEDANG



17



RB



60



80



0,50



SEDANG



18



JK



70



75



0,17



RENDAH



19



KL



70



80



0,33



SEDANG



20



MR



68



75



0,22



21



NP



70



93



22



NK



70



80



Kelas Kontrol



N-Gain



Ket



PRETEST



POSTTEST



AFH



48



62



0,27



RENDAH



Ket



ALN



55



65



0,22



RENDAH



3



ANS



65



78



0,37



SEDANG



4



AUL



70



85



0,50



SEDANG



5



AYU



70



87



0,57



SEDANG



6



DND



73



80



0,26



RENDAH



7



FTR



60



73



0,33



SEDANG



8



GTA



73



85



0,44



SEDANG



9



GTR



40



60



0,33



SEDANG



10



HSL



50



75



0,50



SEDANG



11



LTF



40



57



0,28



RENDAH



12



MIY



48



55



0,13



RENDAH



13



MYL



48



55



0,13



RENDAH



14



MCL



50



65



0,30



SEDANG



15



MDK



40



60



0,33



SEDANG



16



MGH



58



75



0,40



SEDANG



17



MYP



75



83



0,32



SEDANG



18



NBL



50



60



0,20



RENDAH



19



NDI



53



68



0,32



SEDANG



RENDAH



20



NRA



55



73



0,40



SEDANG



0,77



TINGGI



21



NRS



43



60



0,30



SEDANG



0,33



SEDANG



22



PSC



50



63



0,26



RENDAH



SEDANG



23



RHM



50



75



0,50



SEDANG



RHT



53



78



0,53



SEDANG



23



NA



24



NT



70



80



0,33



SEDANG



24



25



NS



70



80



0,33



SEDANG



25



RMA



53



75



0,47



SEDANG



26



NC



60



78



0,45



SEDANG



26



RKH



48



60



0,23



RENDAH



27



RJ



73



85



0,44



SEDANG



27



SLL



65



70



0,14



RENDAH



28



SPD



60



78



0,45



SEDANG



SEDANG



29



SHL



50



65



0,30



SEDANG



SDQ



55



75



0,44



SEDANG



28



PA



74



70



90



75



0,62



0,17



RENDAH



35



29



RK



30



RF



70



80



0,33



SEDANG



30



31



RA



70



89



0,63



SEDANG



31



VTR



50



67



0,34



SEDANG



32



ZH



70



95



0,83



TINGGI



32



WLD



65



78



0,37



SEDANG



70



83



0,43



kontrol. Siswa yang mendapatkan nilai sedang adalah memiliki nilai N-gain 0,50 termasuk kategori sedang terdapat 22 orang siswa, siswa yang termasuk ke dalam kategori rendah mendapatkan nilai N-gain 0,13 termasuk kategori rendah terdapat 10 orang siswa. Demikian dapat di simpulkan bahwa siswa pada penelitian kelas kontrol tidak berkembang karena tidak diterapkannya metode pembelajaran SDL pada pembelajaran. Dapat di lihat perbedaan pada perlakuan kedua kelas menunjukan perkembangan yang baik dengan pencapaian nilai yang tinggi pada kelas eksperimen, sedangkan pada kelas kontrol hanya mencapai pada kategori sedang saja. Dapat di simpulkan bahwa penggunaan metode SDL ini cukup berkembang pada proses pembelajaran kelas eksperimen. Dalam pendidikan tidak hanya ranah kognitif saja yang perlu digali dan dikembangkan tetapi kemampuan berfikir kreatif siswa harus ikut serta dikembangkan. Sebagian besar sekolah jarang mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi. Pada umumnya selama kegiatan pembelajaran guru lebih memfokuskan pembelajaran yang dilakukan pada pengembangan penguasaan konsep dari pada keterampilan berpikir tinggi (Fachrunnisa, 2017). Kemampuan berpikir kreatif siswa dalam belajar dapat dikembangkan dengan berbagai cara,salah satuya dengan menggunakan metode pembelajaran pada saat pembelajaran berlangsung yang bertujuan agar motivasi berpikir kreatif siswa dapat berkembang. Penerepan metode pembelajaran yang berbeda diperlukan dalam suatu proses pembelajaran. Proses belajar mengajar dengan menggunakan metode Self Directed Learning (SDL) ini mampu membangkitkan minat belajar siswa yang cukup baik dan efektif karena siswa mempunyai tanggung jawab akan dirinya sendiri terhadap tercapai tidaknya hasil belajar. Self Directed Learning (SDL) ini adalah metode yang menekankan pengalamannya sendiri, pengalaman yang di maksud disini ialah siswa mampu mencari tahu sendiri terkait dengan pelajaran atau materi yang di berikan oleh pengajar. Dengan menggunakan metode ini pengajar hanya mengarahkan saja apa yang harus di cari tahu oleh para siswa, dan membiarkan siswa



tersebut menggali sendiri tentang materi pelajaran yang di berikan oleh pengajar bisa dari buku, internet, informasi seperti hasil wawancara atau hanya bertanya kepada seseorang atau informasi secara visual yang di peroleh dari berbagai sumber media. Dengan metode ini mampu mengarahkan siswa kepada proses yang menggambarkan kegiatan siswa yang optimal, sehingga menumbuhkan siswa belajar aktif dan mampu berfikir kritis. Gibbons (2002:3) mengemukakan bahwa  Self Directed Learning (SDL) merupakan suatu keterampilan dimana seseorang mampu untuk menentukan sendiri dan memilih tujuan yang ingin dicapainya, merencanakan strategi yang akan dilakukan, berusaha untuk memecahkan masalah, memanajemen dirinya, serta mengevaluasi pemikiran dan kinerja yang telah dilakukan. Keterampilan ini akan meningkatkan pengetahuan, keahlian, dan prestasi individu. Self directed learning (SDL) artinya belajar yang bebas menentukan arah rencana, sumber, dan keputusan untuk mencapai tujuan akademik. Proses Self Directed Learning (SDL) mengubah peran pembelajar atau instruktur menjadi fasilitator atau perancang proses belajar. Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahawa self directed learning (SDL) merupakan proses dimana siswa sebagai subyek berinisiatif belajar tanpa bantuan orang lain, siswa harus merancang, mengatur dan mengontrol kegiatan mereka sendiri, siswa dituntut untuk menentukan tujuan belajar mereka sendiri, merancang strategi untuk mencapai tujuan belajar dan penilaian hasil belajar sendiri serta memilih tanggung jawab untuk menjadi agen perubahan dalam belajar. Berdasarkan hasil perolehan data pretest dan Posttest beserta pemparan yang telah dijelaskan ,maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa sebelum dan setelah pembelajaran menggunakan metode pembelajaran Self Directed Learning (SDL) mengalami perkembangan yang signifikan, hal tersebut dapat dilihat dari perolehan nilai N-Gain pada setiap siswa.



36



F. Keterlaksanaan metode Self Directed Learning (SDL) pada aktivitas siswa



Menuliskan langkah kerja yang di lakukan dengan tahapan yang berurutan dan terperinci. Alat dan bahan dan cara kerja termasuk dalam komponen Keterampilan merinci (elaboration). Dalam penelitian ini siswa mendapat skor 70% dari keseluruhan kelompok.Selanjutnya siswa membuat hasil pengamatan yang termasuk dalam komponen Ketrampilan berpikir lancar (Fluency). Yaitu para siswa lancar dalam mengemukakan hasil pengamatan observasi .Siswa mendapatkan skor 91% dari keseluruhan kelompok.Selanjutnya siswa membuat nalisis data dan pembahasan, kesimpulan dan daftar pustaka. Hal ini termasuk dalam komponen Berfikir Lancar (Fluency). Siswa Mendapatkan skor 95% dari keseluruhan kelompok. Ketercapaian hasil belajar dipengaruhi oleh proses belajar yang baik dan tepat sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam proses pembelajaran dikelas adalah metode pembelajaran yang digunakan. Metode merupakan salah satu unsur yang sangat penting keberadaannya dalam pendidikan. Karena dengan adanya metode diharapkan mampu membantu guru dan siswa dalam tercapainya tujuan pendidikan sesuai dengan kurikulum yang dicanangkan. Pada prinsipnya bahwa manusia itu harus berusaha dan berikhtiar dalam mengerjakan suatu pekerjaan atau usaha dan dalam mengerjakan suatu pekerjaan atau usaha tersebut tentu menggunakan cara, cara inilah yang disebut metode. Adapun pengertian metode menurut arti etimologi sebagaimana termaktub dalam suatu sosiologi suatu pengantar yang mengartikan metode adalah cara kerja. (Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar) Dalam pemilihan dan penggunaan metode seorang guru harus mampu mengetahui kelemahan dan kelebihan dari metode yang akan digunakannya serta harus mampu mempertimbangkan aspek efektifitas, efesiensi, dan relevansinya dengan tujuan pembelajaran. Materi yang akan disampaikan, karakteristik siswa dan sebagainya. Sehingga, siswa mampu menangkap, memahami, dan mengaplikasikan makna yang terkandung di dalam materi pembelajaran tersebut. Berdasarkan proses pembelajaran yang telah berlangsung dan penilaian hasil



Tabel 4.10 Rubrik Penilaian Laporan Hasil Observasi No



Komponen Laporan Hasil Observasi



1



Judul



2



Tujuan



Komponen Berpikir Kreatif Siswa Ketrampilan berpikir lancar (Fluency) Ketrampilan berpikir lancar (Fluency



3



Dasar Teori



Kemampuan berpikir orisinal (orysinality)



4



Alat dan Bahan



Keterampilan merinci (elaboration)



5



Cara Kerja



6



Hasil Pengamatan



7



Analisi data dan Pembahasan



8



Kesimpulan



9



Daftar Pustaka



Keterampilan merinci (elaboration) Ketrampilan berpikir lancar (Fluency Ketrampilan berpikir lancar (Fluency



Indikator Lancar dalam mengemukakan judul hasil observasi penyebab dan uapaya pelestarian keaneragaman hayati. Mengemukakan banyak gagasan menegnai tujuan dari kegiatan observasi yang di lakukan. Memikirkan konsep tersendiri yang berhubungan dengan kegiatan observasi yang di lakukan. Merinci serta satuan alat dan menggolongkan alat dan bahan yang akan di gunakan dalam proses observasi Menuliskan langkah kerja yang di lakukan dengan tahapan yang berurutan dan terperinci.



Skor (%)



70% 79%



83%



70%



70%



Lancar dalam mengemukakan hasil pengamatan observasi



91%



Lancar dalam menganalisis dan membahas hasil observasi



95%



Lancar mengemukakan kesimpulan Ketrampilan yang telah di peroleh berdasarkan berpikir lancar pembahasan hasil observasi yang telah (Fluency di lakukan. Ketrampilan Lancar mengungkapkan sumber dan berpikir lancar rujukan yang di gunakan dalam (Fluency penyususnan laporan hasilobservasi. Rata-rata nilai



80% 70% 79%



Berdasarkan analisis data hasil observasi mengenai aktifitas siswa selama pembelajaran dengan menggunakan metode Self Directed Learning (SDL) , keterlaksanaan metode Self Directed Learning (SDL) pada aktivitas siswa memiliki kriteria sangat baik dengan skor rata-rata adalah 75% dengan kriteria baik. Berdasarkan hasil observasi sebagai tugas dalam metode berpikir kreatif yang pertama dinilai adalah judul, sejauh mana siswa lancar dalam mengemukakan judul hasil observasi penyebab dan upaya pelestarian keaneragaman hayati. Yang kedua adalah tujuan mengemukakan banyak gagasan menegnai tujuan dari kegiatan observasi yang di lakukan. Judul dan tujuan termasuk komponen berfikir kreatif, keterampilan berpikir lancar (Fluency). Dalam penilitian ini para siswa mendapatkan skor 79% dari keseluruhan kelompok yang beratati siswa dianggap lancar dalam mengemukakan tujuan hasil observasi.Penilaian yang ketiga adalah dasar teori,yaitu sejauh mana para siswa memikirkan konsep tersendiri yang berhubungan dengan kegiatan observasi yang di lakukan. Dasar teori termasuk dalam komponan Kemampuan berpikir orisinal (orysinality). Dalam penelitian ini siswa mendapat skor 83% dari keseluruhan kelompok.Penilaian yang keempat adalah alat dan bahan,yaitu sejauh mana siswa merinci serta satuan alat dan menggolongkan alat dan bahan yang akan di gunakan dalam proses observasi. cara kerja yaitu para siswa 37



observasi yang dilakukan pada aktivitas siswa dapat di simpulkan bahwa aktivitas siswa selama pembelajaran menggunakan metode pembelajaran Self Directed Learning (SDL) pada materi keanekaragaman Hayati memiliki skor rata-rata 79 % dengan kriteria sangat baik.



Directed Learning (SDL) menunjukan respon posistif terhadap pembelajaran mengunakan metode Self Directed Learning (SDL) . Respon positif yang di berikan siswa menunjukan sikap siswa terhadap pembelajaran yang di berikan. Respon posistif siswa yang di berikan hampir seluruhnya menunjukan bahwa siswa tertarik dan lebih aktif juga tidak merasa bosan terhadap pembelajaran bilogi, dan juga lebih kreatif . Menurut Gibbons (2002) Perubahan utama dari teacher directed learning menjadi self directed learning adalah sebuah perubahan pengaruh dari guru ke siswa. Untuk siswa, hal ini menunjukkan sebuah perubahan kontrol dari luar menjadi kontrol dari dalam.Siswa memulai membentuk pendapat dan ide mereka, membuat keputusan mereka sendiri, memilih aktivitas mereka sendiri, mengambil tanggungjawab untuk dirimereka sendiri, dan dalam memasuki dunia kerja. Mengisi siswa dengan tugasuntuk mengembangkan pembelajaran mereka, mengembangkan mereka secaraindividual, dan membantu mereka untuk berlatih menjadi peran yang lebihdewasa. Self directed learning tidak hanya membuat siswa belajar secara efektiftetapi juga membuat siswa lebih menjadi dirimereka sendiri. Berdasarkan hasil analisis pada respon siswa setelah pembelajaran menggunakan metode Self Directed Learning (SDL) dapat di simpulkan bahwa siswa memberikan respon positif terhadap pembelajaran yang telah di laksanakan sehingga respon posistif ini menunjukan antusias terhadap pembelajaran yang telah di lakukan dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih aktif dan mandiri dalam berkelompok dan bebas mengeluarkan ide-ide dalam memecahkan masalah.



G. Respon siswa selama mengikuti pembelajaran Angket respon siswa bertujuan untuk Rekapitulasi Data Hasil Perhitungan Angket Respon Siswa No



Pertanyaan YA



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15



Guru memberikan motivasi sebelum menyampaikan materi guru menggunakan metode yang mudah dimenegerti siswa Guru menyampaikan materi pembelajaran berurutan sesuai bab Dalam pembelajaran berlangsung guru mampu menguasai kelas Metode yang di gunakan membuat siswa belajar lebih fokus Guru selalu memberikan waktu siswa untuk bertanya Guru mampu memebuat siswa berfikir kritis Guru mampu membuat siswa berpikir kreatif Guru selalu menjawab pertanyaan siswa dengan jelas Guru memberikan tugas merangkum setelah pembelajaran selesai guru mampu menyesuaikan waktu dengan tepat dalam menyampaikan pembelajaran Guru selalu memberikan pertanyaan kepada siswa Metode mengajar guru membuat siswa tidak bosan saat belajar Metode mengajar guru membuat siswa semangat dalam menjawab pertanyaan Guru selalu memeberikan tugas rumah RESPON POSITIF RESPON NEGATIF



Pilihan Jawaban % TIDAK



22



71%



9



29



94%



2



24



77%



6



25



81%



6



24



77%



7



13



42%



15



31



100%



0



20



65%



21



29



94%



2



20



65%



0



31



100%



0



18



58%



8



30



97%



1



29



94%



2



6



19%



25 75% 22%



% 29% 6% 19% 19% 23% 48% 0% 68% 6% 0% 0% 26% 3% 6% 81%



memperoleh informasi yang lengkap mengenai tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran yang sudah diberikan terhadap proses pembelajaran yang sudah diberikan pada siswa (Arikunto,2013,hlm.195). Angket yang diberikan berupa pernyataan-pernyataan mengenai pembelajaran biologi dan belajar mengguanakan metode pembelajaran Self Directed Learning (SDL) . Hasil analisis angket respon siswa dengan jumlah siswa 32 orang diperoleh hasil data dengan rata-rata 75% menunjukan respon positif dan 22% pada respon negatif, dengan perhitungan setiap aspek yang berbeda-beda. Aktivitas selama pembelajaran mempengaruhi respon siswa terhadap pembelajaran yang telah di lakukan. Addin, dkk (2014) mengemukakan bahwa siswa dengan aktivitas tinggi akan bersemangat mengerjakan tugas yang di berikan oleh guru dan mempunyai motivasi yang sangat tinggi untuk menyelesaikan tugas yang di berikan. Dari hasil ini pula dapat di ketahui siswa merasa senang dan tertarik pada saat proses pembelajaran di lakukan. Hasil persentase respon siswa terhadap pemebelajaran menggunakan metode Self



H. Penilaian Autentik Self Directed Learning (SDL) Kemampuan berpikir kreatif yang berkembang pada siswa pasti tidak lepas dari keberhasilan keterlaksanaan pembelajaran saat menggunakan metode Self Directed Learning (SDL) di kelas, sehingga hasil pembelajaran setelah menggunakan metode Self Directed Learning (SDL) penting untuk di jadikan pertingbangan atas ketercapaian kemampuan berpikir kreatif siswa. Penilaian autentik pembelajaran ini di lakukan pada 38



penugasana laporan hasil observasi dengan kriteria penilaian yaitu proses perancangan judul, tujuan, dasar teori, alat dan bahan, cara kerja, hasil pengematan, analisis data, pembahasan, kesimpulan dan daftar pustaka. Serta evaluasi hasil laporan observasi di lakukan berupa penilaian persentasi siswa. Melihat peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam sisi lain yaitu dengan membuat poster dengan tema penyebab dan upaya pelestarian keanekargaman hayati. Membuat rancangan produk di lakukan pada proses pembelajaran untuk melihat lebih lanjut peningkatan berpikir kreatif dari sisi lainnya. Pada tahap ini siswa di minta menentukan judul rancangan produk yaitu poster di gunakan sebagai alternatif solusi dari metode Self Directed Learning (SDL). Ratarata nilai dalamrancangan produk siswa menunjukan nilai yang cukup baik dengan rata-rata nilai 81. Proses membuat produk yang di lakukan siswa dapat melatih siswa secara tidak langsung untukberpikir kraetif pada saat pembelajaran. (Putra dkk,2016, hlm. 330) menjelaskan bahwa berfikir kreatif merupakan suatu proses berpikir untuk mengungkapkan hubunganhubunganbaru,melihat sesuatu dari sudut pandang baru, dan membentuk kombinasi baru dari dua konsep atau lebih yang suah di kuasai sebelumnya. Adapun berpikir kreatif adalah berpikir lintas bidang, berpikir bisosiatif, berpikir lateral, dan berpikir divergen. Kreatifitas menurut Guilford (1967),dapat di nilai dari ciri-ciri attitude seperti kelancaran, keluwesan,fleksibilitas dan orisinalitas, maupun ciri-ciri non-attitude, antara lain temperamen,motivasi dan serta komitmen menyelesaikan tugas. Hasil posttes kemampuan berpikir kreatif siswa menunjukan adanya peningkatan dengan nilai N-gain setiap siswa nya (Tabel). Perkembangan meningkatnya kemampuan berpikir kreatif siswa adanya pengaruh signifikan dari pembelajaran dengan menggunakan metode Self Directed Learning (SDL) yang telah di lakukan. Penilaian produk di lakukan dengan



telah di tetapkan. penilaian produk mendapatkan rata-rata adalah 81. Semua kelompok membuat produk dengan tepat waktu dengan kriteria yang telah di tentukan. Hanya satu kelompok yang memiliki nilai kurang memuaskan di lihat dari hasil yang kurang menarik salah satunya pada pesan yang di sampaikan kurang di pahami pada saat di baca sehingga kurang menunjukan kurangnya inovasi pada saat pembuatan produk. Hasil autentik pembelajaran metode Self Directed Learning (SDL) terakhir adalah persentasi hasil produk siswa, persentasi ini di lakukan padasaat pembelajaran di tahap akhir yaitu evaluasi pembelajaran. Sebelum memberikan penilaian terkait pesrentasi siswa, terlebih dahulu di buat rubrik sebagai panduan penilaian. Dari persentasi produk dapat di lihat bahwa siswa belum memaksimalkan sumber dan fasilitas yang ada. Beberapa kelompok persentasi dengan asal-asalan sehingga membuat penilaian tidak maksima. Rata-rata penilaian persentasi adalah 81. Berdasarkan penilaian pada hasil pemelajaran menggunakan metode Self Directed Learning (SDL) berupa lembar rancangan laporan observasi, pembuatan produk berupa poster dan persentasi dapat di simpulkan bahwa metode Self Directed Learning (SDL) dapat membantu siswa dalam meningkatakan kemampuan berpikir kreatifnya karena selama proses pembelajaran siswa di tuntut untukberpikir kreatif. KESIMPULAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa melalui metode Self Directed Learning (SDL) pada materi keanekaragaman hayati, dapat di simpulkan sebagai berikut: 1. Kemampuan berikir kreatif siswa mengalami perkembangan dengan menggunakan metode Self Directed Learning (SDL). Hasil posttest yang di dapatkan menunjukan perkambangan di bandingkan dengan hasil pretest sebelumnya pada kedua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal tersebut di buktikan dengan adanya



Tabel 4.12. Rekapitulasi Nilai Poster Kelompok siswa Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Kelompok 5 Kelompok 6 Rata-rata



Rancangan produk



Presentasi



75 75 85 75 85 65 77



83 80 87 73 80 83 81



Produk (Poster) 85 75 85 85 70 85 81



mengacu pada rubrik penilaian produk yang 39



2.



3.



perkembangan rata-rata nilai capaian siswa, yaitu hasil rata-rata pada pretest pada kelas experimen yaitu 68,81 yang meningkat menjadi 81,81 yaitu rata-rata nilai posttest yang di dapat. Adapun pada kelas kontrol dengan rata-rata nilai pretest adalah 55,09 yang meningkat menjadi 70,16 pada nilai rata-rata posttest dan nilai N-gain siswa yang mengalami perkembangan pada kedua kelas penelitian dengan nilai tertinggi memiliki nilai N-Gain 1,00 dan untuk nilai N-Gain terendah adalah 0,00. Dapat di simpulkan bahwa perlakuan padasetiapkelas terlihat perbedaannya. Analisis data hasil observasi siswa menunjukan hasil yang sangat baik, setelah penerapan pembelajaran dengan metode Self Directed Learning (SDL). Siswa menujukan hasil pemahaman dan ketertarikan pada saat proses belajar muncul dalam dirinya sendiri, terlihat dari nilai hasil penugasan berupa laporan hasil observasi menunjukan nilai rata-rata 79% menunjukan perkembangan yang sangat baik sedangkan pada penugasan dalam produk yaitu pembuatan poster menunjukan nilai rata-rata 81, sedangakan pada tahap akhir penilaian pembelajaran aadalah persentasi menunjukan nilai rata-rata 81. Hal tersebut menunjukan kategori sangat baik terlihat dari skor rata-rata keterlaksanaan metode Self Directed Learning (SDL) dikelas terlaksana dengan baik dan efektif. Respon siswa terhadap keterlaksanaan pembelajaran dengan metode Self Directed Learning (SDL) pun di respon dengan baik di lihat dariskor rata-rata pada angket respon siswa dengan skor 72% respon posirif. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa siswa memberikan respon positif terhadap pembelajaran menggunakan metode Self Directed Learning (SDL) yang telah di laksanakan dan respon posistif ini menunjukan antusias siswa terhadap pembelajaran biologi pada materi keanekaragaman hayati. Sehingga dapat memotivasi siswa untuk belajar mandiri dan bertanggung jawab atas kewajiban dalam belajar dan juga lebih aktif dalam berkelompok dan berdiskusi serta bebas



berpendapat dan mengeluarkan ide-ide yag kreatif untuk memcahkan sebuah masalah. DAFTAR PUSTAKA



Al-Tabany,T.I.B (2017). Mendesain Model Pembelajaran inovatif,Progresif, dan Kontekstual: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum 2013,Jakarta: Kencana Andrea D. Ellinger,(2004) .The Concept of Self-DirectedLearning and Its Implications forHuman Resource Development, Arief, Barda Nawawi. 2003. Kapita Selekta Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti. Bandung Barda Nawawi Arief, 2003, Kapita Selekta Hukum Pidana,Bandung, Citra Aditya Bakti Dimyati dan Mudjiono. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Cetakan kelima. Rineka Cipta. Jakarta. Ferri



wiryawan,(2013) hubungan kemampuan Self Directed Learning dengan penguasaan konsep fisika siswa smp melalui pembelajaran berbasis masalah, universitas pendidikan Indonesia,



Gibbons, M. (2002). The self‐directed learning handbook: Challenging adolescent students to excel. San Francisco, CA: Jossey‐Bass Hamalik, 1994. Media Pendidikan. Bandung: Citra Aditya Bakti Hurlock. 1990. Child Development diterjemahkan oleh Tjandrasa, Meitasari dan Zarkasih, Muslichah. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga



40



Ida Bagus Ari Arjaya, “Model Self Directed Learning Berbasis Lingkungan Dalam Pembelajaran Biologi”, Universitas Mahasaraswati Denpasar



Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta



Jennifer King and Grace Tague, (2001), Development of a self-directed learning readiness scale for nursing education, Murray Fisher, Kamilia.N. (2018).Mengembangkan keterampilan berfikir kreatif siswa melalui model PJBL pada materi pencemaran lingkungan di tingkat sma Komalasari,Kokom. (2013). Pembelajaran Konstekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT. Refika Aditama Miftahul Huda,(2018) “Model-model Pengajaran Dan Pembelajaran: Isuisu Metodis dan Paradigmatis”, Yogjakarta: PT. Pustaka Pelajar Pupuh.Fathurrohman, M.Sobry Sutikno, (2017), “Strategi Belajar Mengajar”, Bandung:PT. Refika Aditama, Purwanto, Ngalim. (2008). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung : Remaja Rosdakarya Riyanto, Yatim. 2009. Paradigma Baru pembelajaran. Jakarta: Kencana Slameto.(2003). Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta :PT. Rineka Cipta Soerjono Soekanto, (2012)Sosiologi Suatu Pengantar. Yogjakarta :Rajawali Perss



Straka. 2000. Conceptions of self-directed learning. Münster: Waxmann Sugihartono, dkk. (2007). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press



41



PENGGUNAAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN ABAD KE-21 (4CS) SISWA SMA Adiesty Hereza Destria(1, Dr. H. Uus Toharudin, M.Pd. (1, Dr. H. Riandi, M.Si. Universitas Pasundan Jl. Tamansari No. 6-8 Bandung e-mail : [email protected]



ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai perkembangan keterampilan abad ke21 (4Cs) yaitu Critical thinking, Creativity, Communication, Collaboration melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada materi keanekaragaman hayati. Subjek pada penelitian ini yaitu kelas X MIPA di SMA Kartika XIX-1 Bandung, yang dijadikan sebagai sampel adalah siswa sebanyak 36 orang dengan menggunakan metode quasi-experiment dengan desain penelitian nonequivalent control group design. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan berpikir kritis kelas eksperimen siswa berkembang setelah pembelajaran menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan hasil perhitungan nilai N-Gain pada setiap siswa, Siswa yang mengalami pengembangan berpikir kritis rata-rata memiliki hasil NGain 72,45 dengan nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 39,02, sedangkan pada kelas kontrol berpikir kritis kurang bekembang dengan hasil perhitungan rata-rata N-Gain 40,55 dengan nilai tertinggi 64,29 dan nilai terendah 3,85. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan kreativitas siswa berkembang setelah pembelajaran menggunakan pendekatanCTL dengan membuat poster didapatkan hasil setelah siswa membuat poster dengan perolehan rata-rata 81% dengan nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 37 yang artinya siswa memiliki kreativitas yang sangat tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan komunikasi siswa berkembang setelah pembelajaran menggunakan pendekatan CTLdengan hasil perhitungan nilai N-Gain pada setiap siswa, Siswa yang mengalami pengembangan komunikasi rata-rata memiliki hasil N-Gain 70,80 dengan nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 34,21. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan kolaborasi siswa berkembang setelah pembelajaran menggunakan pendekatanCTL dengan hasil perhitungan nilai N-Gain pada setiap siswa, Siswa yang mengalami pengembangan komunikasi rata-rata memiliki hasil N-Gain 76,11 dengan nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 36,96. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan berpikir kritis, kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi berkembang setelah pembelajaran pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), sedangkan kelas kontrol yang menggunakan pendekatan konvensional kurang berkembang. Selain keterampilan 4Cs, hasil penelitian lainnya ialah keterlaksanaan pendekatan CTL dengan persentase rata-rata respon positif sebesar 84% sedangkan rata-rata respon negatif sebesar 16%. Demikian dapat disimpulkan bahwa keterampilan abad ke-21 (4Cs) yaitu Critical thinking, Creativity, Communication, Collaboration pada siswa dapat berkembang melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Kata Kunci : Keterampilan Critical Thinking, Keterampilan Creativity, Keterampilan Communication, Keterampilan Collaboration, Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)



42



ABSTRACT This study aims to obtain information about the development of 21st century skills (4Cs), namely Critical thinking, Creativity, Communication, Collaboration through the Contextual Teaching and Learning (CTL) approach to biodiversity material. The subjects in this study were class X Mathematics and Natural Sciences in SMA Kartika XIX-1 Bandung, which were sampled as many as 36 students using a quasiexperimental method with a nonequivalent control group design research design. The results showed that the critical thinking skills of the experimental class students developed after learning using the Contextual Teaching and Learning (CTL) approach with the results of the calculation of N-Gain scores for each student. Students who experienced the development of critical thinking on average had an N-Gain result of 72.45 with the highest score of 100 and the lowest value of 39.02, while in the control class critical thinking is less developed with the average calculation result of N-Gain 40.55 with the highest value of 64.29 and the lowest value of 3.85. The results showed that students' creativity skills developed after learning using the Contextual Teaching and Learning (CTL) approach by producing posters. The results obtained after students made posters with an average of 81% with the highest score of 100 and the lowest value of 37, which means students have very creative creativity. high. The results showed that students' communication skills developed after learning using the Contextual Teaching and Learning (CTL) approach with the results of the calculation of the N-Gain value for each student, Students who experienced communication development on average had an N-Gain score of 70.80 with the highest score of 100 and the lowest value is 34.21 .The results showed that the collaboration skills of students developed after learning using the Contextual Teaching and Learning (CTL) approach with the results of the calculation of the N-Gain value for each student. Students who experienced communication development had an average N-Gain result of 76.11 with the highest score of 100 and the lowest value is 36.96. This shows that critical thinking skills, creativity, communication, and collaboration develop after learning the CTL approach, whereas control classes that use conventional approaches are less developed. In addition to 4Cs skills, the results of other studies are the implementation of the CTL approach with an average percentage of positive responses of 84% while an average of negative responses of 16%. Thus it can be concluded that 21st century skills (4Cs) namely Critical thinking, Creativity, Communication, Collaboration in students can develop through the Contextual Teaching and Learning (CTL) approach Keywords: Critical Skills Thinking, Creativity Skills, Communication Skills, Collaboration Skills. Contextual Teaching and Learning (CTL) Approach. Conventional Approach.



PENDAHULUAN



US-based Partnership for 21st Century Skills (P21) (2009, hlm. 3), mengidentifikasi kompetensi yang diperlukan di abad ke-21 yaitu “The 4Cs yaitu Communication(komunikasi), Collaboration(kolaborasi), Critical thinking(berpikir kritis),danCreativity(kreativitas), merupakan aspek keterampilan paling penting yang harus dikuasai peserta didik pada jenjang pendidikan”. (NEA, 2010, hlm. 5). “Communication skillmerupakan keterampilan untuk mengungkapkan pemikiran, gagasan, pengetahuan, atau informasi baru yang dimiliki baik secara tertulis maupun lisan.” (NEA, 2012, hlm. 5).“Collaboration skill merupakan keterampilan untuk bekerja bersama secara efektif dan menunjukkan rasa hormat pada tim yang beragam, melatih kelancaran, dan kemauan dalam membuat keputusan yang diperlukan untuk mencapai tujuan bersama.” (Greenstein, 2012, hlm. 6). “Creativity skillmerupakan keterampilan untuk menemukan hal baru yang belum ada sebelumnya, bersifat orisinil, mengembangkan



Pendidikan adalah usaha untuk mengatur manusia agar dapat mengerti dirinya sendiri serta dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. “Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.” (Soekidjo Notoatmodjo, 2013, hlm. 16) Pada era globalisasi di abad ke-21 setiap individu dituntut untuk mampu bersaing pada berbagai tantangan. Tantangan tersebut muncul pada kemajuan ekonomi dan teknologi, kemajuan informasi hingga perubahan lingkungan. (Fong et al, 2014, hlm. 77).Keterampilan tersebut sangat penting untuk membekali siswa agar dapat bertahan di dunia global dan untuk mempersiapkan kesusksesan di masa yang akan datang. Keterampilan berpikir yang dibekalkan kepada siswa merupakan salah satu kecakapan hidup yang harus dikembangkan melalui proses pendidikan. (Trilling & Fadel, 2009, hlm. 48) 43



berbagai solusi baru untuk setiap masalah, dan melibatkan kemampuan untuk menghasilkan ide-ide baru bervariasi, serta unik.”(Greenstein, 2012, hlm. 5). “Critical thinking skill merupakan keterampilan untuk melakukan berbagai analisis, penilaian, evaluasi, rekonstruksi, pengambilan keputusan yang mengarah pada tindakan yang rasional dan logis.” (Leen et al, 2014, hlm. 68).



(learning community), (5) pemodelan (modeling), (6) refleksi (refrection), dan (7) penilaian autentik (authentic assesment).” (Trianto, 2009, hlm. 107) Peneliti memilih pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) sebagai salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan abad ke-21 (4Cs) siswa dan melihat sejauh mana keutamaan pendekatan kontekstual dalam rangka merangsang keterampilan abad ke-21 (4Cs), maka perlu dibandingkan dengan pendekatan lain. Selama ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan konvensional, maka pendekatan konvensional inilah yang digunakan sebagai pembanding.



Melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran, guru dapat memilih cara pendekatan yang dapat mengembangkan keterampilan abad ke-21 (4Cs) siswa, sehingga Communication, Collaboration, Critical thinkingdanCreativity siswa dapat berkembang secara optimal. Salah satu cara adalah pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning, CTL). Penyampaian informasi dengan memberikan pengetahuan faktual dari guru ke siswa melalui pembelajaran dikelas dan buku teks sudah kurang sesuai lagi, namun nampaknya masih digunakan sebagai pendekatan wajib bagi sebagian besar pembelajaran di berbagai belahan dunia.



METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode QuasiExsperiment (eksperimen semu), metode yang mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Metode eksperimen semu ini bertujuan untuk memperoleh informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan tidak memungkinkan mengontrol atau memanipulasi semua variabel yang relevan (Sugiyono,2011, hlm. 45). Metode eksperimen semu ini digunakan untuk mengetahui penggunaan Contextual Teaching and Learning(CTL) untuk mengembangkan keterampilan abad ke-21 (4cs) siswa SMA.Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Nonequivalent Control Group Design”. Dalam desain ini, penelitian menggunakan satu kelompok eksperimen dengan kelompok pembanding diawali dengan sebuah tes awal (pretest) yang diberikan kedua kelompok dan kemudian diberi perlakuan (treatment). Penelitian ini diakhiri dengan sebuah tes akhir (posttest) yang diberikan kepada kedua kelompok.



“Pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan isi pelajaran dengan lingkungan sekitar siswa atau dunia nyata siswa, sehingga akan membuat pembelajaran lebih bermakna, karena siswa mengetahui pelajaran yang diperoleh dikelas akan bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Pendekatan CTL dengan berbagai kegiatannya menyebabkan pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan bagi siswa, juga dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar”. (M.Nur, 2003, hlm. 2). “CTLsuatu pendekatan yang berbeda, melakukan lebih dari sekedar menuntun para siswa dalam menggabungkan subjek-subjek akademik dengan konteks keadaan mereka sendiri, CTL juga melibatkan para siswa dalam mencari makna itu sendiri. CTL mendorong mereka melihat bahwa manusia sendiri memiliki kapasitas dan tanggung jawab untuk mempengaruhi dan membentuk sederetan konteks.”(Johnson,2002, hlm. 66).Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran, yaitu “(1) kontruktivisme (contructivism), (2) bertanya (questioning), (3) menemukan (inquiry), (4) masyarakat belajar



HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengembangan Keterampilan Critical Thinking Siswa pada Materi Keanekaragaman Hayati Sebelum dan Setelah Pembelajaran Menggunakan 44



Presentase(%)



85% 80% 75%



eksperimen dapat mengembangkan Critical Thinking siswa sebesar 38.3%. Berkembangnya keterampilan berpikir kritis siswa pada penelitian ini diperkuat dengan adanya perhitungan pada masingmasing siswa. Siswa yang mengalami pengembangan berpikir kritis pada kelas eksperimen lebih tinggi dengan hasil rata-rata N-Gain 72,45 dengan nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 39,02, dibandingkan hasil kelas kontrol dengan hasil rata-rata N-Gain 40,55dengan nilai tertinggi 64,29 dan nilai terendah 3,85.



KREATIVITAS POSTER SISWA 84%



84%



82% 75%



70%



Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol. Hasil dari berpikir kritis menjadikan pemikiran siswa berpikir secara tepat, terarah, beralasan, dan reflektif dalam pengambilan keputusan yang dapat dipercaya. Dilihat dari hasil soal yang sama diberikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol diberikan berupa soal 10 essay dengan perolehan rata-rata pretest kelas eksperimen47,03 dengan perolehan nilai terkecil 34 dan nilai terbesar 65, sedangkan nilai rata-rata posttest menjadi 85,6, dengan perolehan nilai terkecil 75 dan nilai terbesar 100. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai posttest lebih tinggi dibandingkan nilai pretest, artinya terjadi pengembangan berpikir kritis siswa setelah diterapkannya pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), Sedangkan pada kelas kontrol perolehan rata-rata pretest 40,78 dengan perolehan nilai terkecil 30 dan nilai terbesar 60, sedangkan nilai rata-rata posttest menjadi 65,31, dengan perolehan nilai terkecil 50 dan nilai terbesar 80. Dapat disimpulkan bahwa kelas kontrol tidak mengalami pengembangan keterampilan berpikir kritris siswa secara signifikan. Sehingga penggunaan Contextual Teaching and Learning(CTL) pada kelas



B. Pengembangan Keterampilan Creativity PosterSiswa Materi Keanekaragaman Hayati Menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Kreativitas siswa muncul karena hasil ajakan dari guru dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), tanpa ajakan dan arahan dari guru siswa kurang bisa memunculkan kreativitas yang ada pada dirinya. Melalui pembuatan poster di kelas eksperimen kelas X SMA, melatih siswa untuk menuliskan karya atau kreativitas yang ada di dalam dirinya ke dalam sebuah poster dengan materi keanekaragaman hayati. Didapatkan hasil setelah siswa membuat poster terjadi pengembangan kreativitas siswa dengan perolehan rata-rata 81% dengan nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 37 yang artinya siswa memiliki kreativitas yang sangat tinggi Dapat disimpulkan bahwa pengembangan rata-rata kreativitas siswa mencapai sebesar 81



sedangkan nilai rata-rata setelah perlakuan menjadi 82,39 dengan perolehan nilai terkecil 69 dan nilai



C. Pengembangan Keterampilan Communication Siswa pada Materi Keanekaragaman Hayati Sebelum dan Setelah Pembelajaran Menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Hasil dilihat pengisian LKS dan lembar observasi dengan perolehan rata-rata sebelum perlakuan 54,81 dengan perolehan nilai terkecil 45 dan nilai terbesar 68,



terbesar 100. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai setelah perlakuan Contextual Teaching and Learning (CTL), lebih tinggi dibandingkan nilai sebelum diterapkannya perlakuan CTL artinya terjadi pengembangan komunikasi siswa setelah diterapkannya pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), Sehingga 45



dan nilai terendah 36,96dari jumlah siswa sebanyak 36.orang. E. Respon Siswa Terhadap Pendekatan Pembelajaran Penilaian mengenai hasil respon siswa terhadap pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) yang terdiri dari bentuk rubric pertanyaan daftar ceklis ya atau tidak. Hasil dari penilaian respon siswa terhadap pendekatan pembelajaran, rata-rata siswa merasa lebih paham dan efektif setelah diterapkannya pendekatan pembelajaranContextual Teaching and Learning (CTL). Setelah data hasil penialain respon siswa terhadap pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), didapatkan hasil presentase rata-rata respon positif sebesar 84% sedangkan presentase ratarata respon negatif sebesar 16%. Dari nilai presentasi tersebut dapat dilihat bahwa lebih besar respon positif terhadap pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dibandingkan dengan respon negatif siswa. Hal ini sebanding dengan nilai posttest siswa dengan hasil persepsi siswa.



Presentase(%) Presentase(%) Presentase(%)



KETERAMPILAN KOLABORASI SISWA RESPON SISWA TERHADAP CTL KETERAMPILAN KOMUNIKASI 80% 80% 100% SISWA 75% 60% 80% 90% 90% 92% 88% 60% 58%81% 78% 72% 78% 40% 60% 40% 40% 20% 28% 20% 20% 0% 28% 8% 17% 6% 19% kurang 22% cukup baik sangat 0% 22% 6% 0% kurang 10% 10%baik 3% 8% 12% cukup sangat baik 1 2 3 4 5 6 baik 7 8 respon negatif



penggunaan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat mengembangkan Communication siswa sebesar 27,8%. Berkembangnya keterampilan komunikasi siswa pada penelitian ini diperkuat dengan adanya perhitungan pada masingmasing siswa. Siswa yang mengalami pengembangan komunikasi memiliki hasil rata-rata N-Gain 70,80 dengan nilai terbesar 100 dan terkecil 34,21 dari jumlah siswa sebanyak 36.orang. D. Pengembangan Keterampilan Collaboration Siswa pada Materi Keanekaragaman Hayati Sebelum dan Setelah Pembelajaran Menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)



KESIMPULAN



Hasil dilihat pengisian LKS dan lembar observasi dengan perolehan rata-rata sebelum perlakuan54,22dengan perolehan nilai terkecil 40 dan nilai terbesar 68, sedangkan nilai rata-rata setelah perlakuanmenjadi 84,28 dengan perolehan nilai terkecil 65 dan nilai terbesar 100. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai setelah perlakuanContextual Teaching and Learning (CTL),lebih tinggi dibandingkan nilai sebelum diterapkannya perlakuan CTLartinya terjadi pengembangan kolaborasi siswa setelah diterapkannya pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), Sehingga penggunaan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat mengembangkan siswa sebesar 30.06%.



Berdasarkanhasilanalisisdanpembahasan dalam penelitian penggunaan Contextual Teaching and Learninguntuk mengembangkan keterampilan abad ke-21 (4Cs) siswa SMApada materi keanekaragaman hayati dapatdisimpulkansebagaiberikut: Keterampilan berpikir kritis siswa mengalami perkembangan yang signifikan pada kelas eksperimen dibandingkan kelas kontrol, hasil posttest kelas kontrolyang didapatkan menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hasil pretest sebelumnya. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya perkembangan rata-rata nilai capaian siswa, yaitu hasil rata-rata pada pretest 40,78 yang meningkat menjadi 65,31 serta nilai NGain siswa yang mengalami perkembangan dengan nilai tertinggi memilik inilai N-Gain 64,29 dan untuk nilai N-Gain terendah adalah 3,85. Sehingga penggunaan pendekatan pada kelas kontrol tidak secara signifikan dapat mengembangkan berpikir kritis siswa karena pencapaian hasilnya lebih rendah yaitu 24,53%



Berkembangnya keterampilan kolaborasi siswa pada penelitian ini diperkuat dengan adanya perhitungan pada masingmasing siswa. Siswa yang mengalami pengembangan kolaborasi memiliki hasil ratarata N-Gain 76,11 dengan nilai tertinggi 100



46



dibandingkan kelas eksperimen yang menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) lebih tinggi. Hasil posttest eksperimen yang didapatkan menunjukkan perkembangan dibandingkan dengan hasil pretest sebelumnya. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya perkembangan rata-rata nilai capaian siswa, yaitu hasil rata-rata pada pretes t47,03 yang meningkat menjadi 85,6 serta nilai NGain siswa yang mengalami perkembangan dengan nilai tertinggi memiliki nilai N-Gain 100,00 dan untuk nilai N-Gain terendah adalah 39,02. Sehingga penggunaan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada kelas eksperimen lebih efektif dapat mengembangkan Critical Thinking siswa sebesar 38.3%. Keterampilan kreativitas siswa mengalami perkembangan. Hasil yang didapatkan saat membuat poster sangat tinggi. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya perkembangan rata-rata nilai capaian siswa yaitu hasil rata-rata 81%,dengan nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 37 yang artinya siswa mempunyai kreativitas tinggi karena adanya proses yang memunculkan kreativitas siswa, sehingga siswa mampu mengekspresikan ide yang ada di dalam pikirannya ke dalam sebuah poster dan siswa mampu mengembangkan kreativitasnya. Sehingga siswa memiliki kreativitas yang sangat tinggi. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada kelas eksperimendapat mencapai pengembangan rata-rata kreativitas siswa sebesar 81%.



Keterampilan kolaborasi siswa mengalami perkembangan. Hasil setelah perlakuan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) yang didapatkan menunjukkan perkembangan dibandingkan dengan hasil sebelum perlakuan. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya perkembangan ratarata nilai capaian siswa, yaitu hasil rata-rata pada sebelum perlakuan 54,22 yang meningkat menjadi 84,28 serta nilai N-Gain siswa yang mengalami perkembangan dengan nilai tertinggi memiliki nilai N-Gain 100,00 danuntuk nilai N-Gain terendah adalah 36,96. Sehingga penggunaan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada kelas eksperimen dapat mengembangkan Collaboration siswa sebesar 30,6%. Respon siswa terhadap keterlaksanaan pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) pun direspon baik dilihat dari skor rata-rata pada angket respon siswa dengan skor 84% dan 16%. Dengan demikian dapat disimpukan bahwa siswa memberikan respon positif 86% terhadap pembelajaran menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) yang telah dilaksanakan dan respon positif ini menunjukkan antusias siswa terhadap pembelajaran biologi dan berhasilnya penggunaan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) sehingga dapat mengembangkan keterampilan abad ke-21 (4Cs) terdiri dari Critical thinking, Creativity, Communication, Collaboration. DAFTAR PUSTAKA



Keterampilan komunikasi siswa mengalami perkembangan. Hasil setelah perlakuan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) yang didapatkan menunjukkan perkembangan dibandingkan dengan hasilsebelum perlakuan. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya perkembangan ratarata nilai capaian siswa, yaitu hasil rata-rata pada sebelum perlakuan54,81yang meningkat menjadi 82,39 serta nilai N-Gain siswa yang mengalami perkembangan dengan nilai tertinggi memiliki nilai N-Gain 100,00 dan untuk nilai N-Gain terendah adalah 34,21. Sehingga penggunaan Contextual Teaching and Learning (CTL) pada kelas eksperimen dapat mengembangkan Communication siswa sebesar 27,8%.



Agus,



Suprijono. (2009). Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta : Pustaka Pelajar



Anik, Pamilu (2007). Mengembangkan kreativitas dan kecerdasan anak. Jakarta: Buku kita. Arikunto, Suharsimi. (2009). EvaluasiProgramPendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.



47



Besemer dan Treffinger. (1981) Analysis Of Creativity Product Re-View and Synthesis. Journal Of Creative Behavior.



Nur, Muhammad. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNNESA. Persada. Nurhadi. (2002). Pendekatan kontekstual. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional, Dirjendikdasmen.



Buck Institute For Education. (2013). Project Based Learning for 21th Century. Diakses dari http://www.bie.org/about/what/ispbl pada tanggal 21 Desember 2015.



Partnership for 21st Century Skills. (2009). P21 Framework Definitions. Washington, DC: Partnership for 21st Century Skills .



Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.



Redecker, C., et al. (2011). The Future of Learning: preparing for change. Luxembourg: Publications Office of the European Union.



E. Mulyasa. (2006). Kurikulum yang di sempurnakan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya



Sanjaya, Wina. (2006). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.



Greenstein, L. (2012). Assessing 21st Century Skills: A Guide to Evaluating Mastery and Authentic Learning. California: Corwin, A Sage Company



Schleicher,A (2009) Securing quality and equity in education: Lessons from PISA. UNESCO IBE



Johnson, Elaine B. (2007). Contextual Teaching and Learning. Mizan Learning Center (MLC). Bandung.



Siegler, E.L. dan Whitney, F.W. (2000) Kolaborasi perawat – dokter. Jakarta: EGC.



Komalasari, Kokom. (2010). Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama



Stany Wee Lian Fong, et.al. (2014). Monetary and Image Influences on the Purchase Decision of Private Label Products in Malaysia. Journal of Advanced Management Science



Murwani, Elika Dwi. (2006). Peran Guru dalam Membangun Kesadaran Kritis Siswa. Jurnal Pendidikan Penabur Vol. 5 No. 6. Juni 2006. Jakarta : Kepala Jenjang SMAK BPK Penabur



Sugihartono, dkk. (2007). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press. Sugiyono. (2010). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta



Muslich, Masnur. (2009). Melaksanakan PTK Itu Mudah (Classroom Action Research). Jakarta: Bumi Aksara.



Suhaerah, Lilis. (2015). Statistika Dasar. Bandung: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pasundan.



National Education Association (1969). Audiovisual Instruction Department, New Media and College Teaching. Washington, D.C. : NEA.



Suherman,E dan Winataputra, U.S. (1993). Strategi Belajar Mengajar Matematika, Jakarta : Universitas Terbuka



Notoatmodjo S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.



Supratiknya. (2003). Komunikasi Antarpribadi Tinjauan Psikologis. Yogyakarta:



48



Trianto.



(2009). Mendesain Model PembelajaranInovatif Progresif. Surabaya:Kencana



Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU SISDIKNAS 2003).



Trilling and Fadel. (2009). 21st century skills: learning for life in our times. Jossey Bass: USA



Uyanto. (2006) .Pedoman Analisis Data Dengan SPSS. Yogyakarta : Graha Yatim Riyanto. (2009). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana



49



MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM MENGINTERPRETASIKAN INFORMASI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN NUMBER HEAD TOGETHER BERBANTUAN TEKNOLOGI INFORMASI Na’imatun Sa’diyyah(1, H. Dadi Setia Adi, M.Sc, Ph.D(1 Dr. Iwan Setia Kurniawan, M.Pd(1, Dr. Uus Toharudin, M.Pd(2 Universitas Pasundan Jl. Tamansari No. 6-8 Bandung e-mail : [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai perkembangan kemampuan menginterpretasi informasi siswa melalui model Number Head Together (NHT) berbantuan teknologi informasi pada materi keanekaragaman hayati. Subjek pada penelitian ini yaitu kelas X MIPA di SMA Kartika XIX-1 Bandung, yang dijadikan sebagai sampel adalah siswa sebanyak 32 orang dengan menggunakan metode pre-experimental dengan desain penelitian one group pretest-posttest design. Parameter yang diukur adalah tes pretest-postest untuk melihat kemampuan menginterpretasi informasi, lembar observasi aktivitas atau sikap siswa, dan respon siswa terhadap pembelajaran model NHT berbantuan teknologi informasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan menginterpretasi informasi siswa berkembang setelah pembelajaran menggunakan model NHT berbantuan web dengan hasil perhitungan nilai N-Gain pada setiap siswa, nilai N-Gain tertinggi sebesar 0,90 dan nilai N-Gain terendah sebesar 0,42, hal ini menunjukkan bahwa kemampuan menginterpretasi informasi siswa berkembang setelah pembelajaran menggunakan model NHT berbantuan teknologi informasi, selain kemampuan menginterpretasi informasi hasil penelitian lainnya ialah penilaian sikap saat pembelajaran berlangsung dengan menggunakan model NHT berbantuan teknologi informasi dengan rata-rata 3,40 dalam kategori baik, dan respon siswa terhadap model NHT berbantuan teknologi informasi sebesar 60%. Demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan menginterpretasi informasi pada siswa dapat berkembang melalui model pembelajaran NHT berbantuan teknologi informasi. Kata Kunci : Kemampuan menginterpretasi informasi, Model NHT berbantuan teknologi informasi, Model Pembelajaran Number Head Together ABSTRACT This study aims to obtain information about the development of the ability to interpretation student information through the Number Head Together (NHT) model assisted by information technology on biodiversity material. The subjects in this study were Class X MIPA in SMA Kartika XIX-1 Bandung, which were used as samples were 32 students using preexperimental methods with one group pretest-posttest design research design. The parameters measured were the pretest-posttest test to see the ability to interpret information, observation sheets of students 'activities or attitudes, and students' responses to learning of information technology-aided NHT models. The results showed that the ability to interpret student information developed after learning using the web-assisted NHT model with the results of the calculation of the N-Gain value for each student, the highest N-Gain value of 0.90 and the lowest N-Gain value of 0.42, this shows that the ability to interpret student information develops after learning to use the NHT model assisted by information technology, in addition to the ability to interpret information on other research results is the assessment of attitudes when learning takes place using the information technology-assisted NHT model with an average of 3.40 in the good category, and student responses to NHT model assisted by information technology by 60%. Thus it can be concluded that the ability to interpret information on students can develop through NHT learning models assisted by information technology. Keywords: Ability to interpret information, NHT Model assisted by information technology, Number Head Together Learning Model



50



PENDAHULUAN



abad 21. Literasi sains secara langsung berhubungan dengan pemikiran dan sikap ilmiah secara efektif untuk membangun generasi baru yang dapat mengkomunikasikan ilmu dan hasil penelitian kepada khalayak umum. Avianti dkk., (2015, hlm. 225) mengatakan, “Pendekatan keterampilan proses yaitu suatu pendekatan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menghayati setiap proses penemuan atau penyususnan suatu konsep sebagai keterampilan sains”. Terdapat sembilan keterampilan proses yaitu melakukan pengamatan (observasi), menafsirkan (interpretasi), mengelompokkan (klasifikasi), meramalkan (prediksi), berkomunikasi, berhipotesis, merencanakan percobaan dan penyelidikan, menerapkan konsep, dan mengajukan pertanyaan. Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti keterampilan proses sains siswa hanya pada interpretasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ”interpretasi diartikan sebagai pemberian kesan, tafsiran, pendapat, atau pandangan teoritis terhadap sesuatu hal atau objek”. (Kaelan, 1998) mengemukakan bahwa “interpretasi adalah seni yang menggambarkan komunikasi secara tidak langsung, namun komunikasi tersebut dapat dengan mudah dipahami, interpretasi erta kaitannya dengan jangkauan yangharus dicapai oleh subjek sekaligus pada saat yang bersamaan diungkapkan kembali sebagai suatu struktur identitas yang terdapat di dalam kehidupan, sejarah dan objektivitas”. Kemampuan dalam menginterpretasi harus sering dilatih agar informasi yang diperoleh maksimal. Dalam proses pembelajaran pada keanekaragaman hayati, diperoleh kondisi gambaran peserta didik pada saat berlangsung belum sepenuhnya memahami materi tersebut. Keberhasilan proses kegiatan belajar belajar dapat ditempuh dengan Pemilihan model pembelajaran. Aunurrahman (2012, hlm. 141), “rasionalitas pengembangan model



Pendidikan sekarang ini dihadapkan pada era baru yang merupakan era terjadinya percepatan perubahan dalam berbagai aspek, termasuk di bidang pendidikan. Seorang ahli paedagogik dari negara Belanda mengemukakan bahwa “pendidikan ialah bimbingan yang diberikan kepada anak yang belum dewasa oleh orang dewasa untuk mencapai tujuan, yaitu kedewasaan” (Salam, 2011, hlm. 3). Bimbingan yang dimaksud adalah berupa bimbingan proses,orang dewasa sebagai pendidik, anak sebagai manusia yang belum dewasa, dan tujuan pendidikan. Bolstad (2011) berpendapat bahwa “sekolah yang berorientasi masa depan harus memperluas kapasitas intelektual siswa dan memperkuat kemauan dan kemampuan mereka untuk terus belajar sepanjang hidup”. Keterampilan abad 21 dirancang untuk menyongsong generasi emas Indonesia tahun 2045. Keterampilan abad 21 memiliki tujuan pembelajaran abad ke21 menurut Zubaidah (2017) adalah “membangun kemampuan belajar individu dan mendukung perkembangan mereka menjadi pebelajar sepanjang hayat, aktif, pebelajar yang mandiri”. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan bersama dengan guru mata pelajaran biologi di sekolah, pembelajaran di kelas masih menggunakan cara yang berpusat pada guru. Hal tersebut menyebabkan pengetahuan siswa kurang berkembang. Kompetensi lulusan kurikulum 2013 mengharuskan adanya perubahan anatara soft skill dan hard skill yang meliputi aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Kurikulum 2013 merubah pandangan bahwa pembelajaran harus berpusat pada siswa (student centered) serta pembelajaran berbasis kelompok, sehingga proses pembelajaran menjadi interaktif, menarik, menyenangkan dan memotivasi peserta didik. Literasi sains menjadi bekal yang sangat penting bagi siswa untuk menghadapi tantangan di



51



pembelajaran. Model-model pembelajaran dikembangkan terutama diawali dari adanya perbedaan dalam karakeristik siswa”. Pengembangan model pembelajaran bertujuan untuk menciptakan suasana belajar yang dapat membuat siswa nyaman di kelas dan membuat siswa aktif sehingga siswa bisa mendapatkan hasil belajar yang optimal. Berbagai macam model pembelajaran untuk peningkatan kualitas proses belajar mengajar salah satunya dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together (NHT). (Rahmawati, 2014, hlm. 42) “Model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu pembelajaran yang berorientasi pada siswa, yakni dengan melakukan pembelajaran secara berkelompok dan berpusat pada siswa”. Seiring perkembangan zaman, teknologi juga berkembang sangat pesat, karenanya guru dituntut untuk mengikuti perkembangan teknologi dalam kegiatan belajar mengajar, dimana selama ini guru menggunakan buku sebagai media pembelajaran. Zubaidah (2016) mengatakan “Perkembangan teknologi memainkan peran penting dalam pembelajaran dan dapat menciptakan peluang baru yang belum pernah terjadi sebelumnya, namun teknologi semata tidak dapat menjamin keberhasilan pembelajaran. Terdapat banyak sarana pembelajaran bagi guru untuk merangsang belajar dan membantu siswa menciptakan pengetahuan baru”. Redecker et al. (2009) menunjukkan bahwa “penggunaan media sosial dalam belajar mendukung inovasi pedagogis dengan mendorong proses pembelajaran yang didasarkan pada personalisasi, kolaborasi dan perubahan pola interaksi antara siswa dan siswa, juga antara antara siswa dan guru. Teknologi baru membuat tugas-tugas seperti mencari, menyaring, mengolah, mengevaluasi dan mengelola informasi menjadi lebih cepat dan efisien”. Salah satu pemanfaatan teknologi informasi adalah dengan menggunakan website sebagai bahan



ajar. Website dapat diakses melalui internet, sehingga memudahkan guru ataupun siswa dalam proses pembelajaran. Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di atas, penulis akan melaksanakan penelitian tentang “Meningkatkan Kemampuan Siswa Dalam Menginterpretasikan Informasi Melalui Model Pembelajaran Number Head Together Berbantuan Teknologi Informasi”. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Pre-Experimental, yakni metode untuk mendapatkan data yang valid dari data yang akan diteliti hanya menggunakan kelas experiment dan tidak ada kelas kontrol (Sugiyono, 2015, hlm. 74). Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah PreExperimental, yakni metode untuk mendapatkan data yang valid dari data yang akan diteliti hanya menggunakan kelas experiment dan tidak ada kelas kontrol (Sugiyono, 2015, hlm. 74). Berdasarkan metode penelitian tersebut maka dalam pelaksanaannya hanya menggunakan satu kelas, yang dimana kelas tersebut merupakan kelas eksperimen. Desain pada penelitian ini menggunakan one-group PretestPosttestDesign. Pada desain penelitian ini dilakukan tes awal untuk melihat kemampuan awal siswa sebelum diberi perlakuan dan tes akhir setelah diberi perlakuan sehingga dapat dilihat perbandingan antara sebelum dan sesudah diberi perlakuan (Sukmadinata, 2013). Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen pretestdanposttest, lembar penilaianafektif siswa selama proses pembelajaran menggunakan model NHT berbantuan teknologi informasi, serta respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan model NHT.



52



HASIL DAN PEMBAHASAN D. Kemampuan



Menginterpretasi



Informasi Siswa 120 80 40 0 s iu le ig R



r ju Ju



lin sip i D



ab aw J ng gu g n Ta



Data hasil penelitian yang dilakukan di SMAN 6 Bandung bahwa pretest dan Posttest menunjukkan perkembangan. Hal ini dilihat dari perbandingan nilai N-Gain ternomalisasi pada setiap siswa dengan perkembangan tertinggi memiliki nilai N-Gain 0,90. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan model NHT berbantuan teknologi nformasi dapat mengembangkan kemampuan menginterpretasi informasi siswa secara signifikan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Setiawati (dalam Utami, 2013) “Interpretasi adalah salah satu kemampuan yang terdapat dalam keterampilan proses sains, dan interpretasi ini masih kurang dikuasai oleh siswa”. Pada umumnya selama kegiatan pembelajaran guru hanya menyampaikan materi saja dan lebih memfokuskan pembelajaran yang dilakukan pada pengembangan penguasaan konsep daripada keterampilan berpikir tingkat tinggi (Kamilia, 2018). Kemampuan peserta didik dalam menginterpretasi informasi ini dilihat dengan cara peserta didik membuka web yang berkaitan dengan materi ancaman keanekaragaman hayati yang informasi nya bisa diakses dari internet, kemudian siswa memberikan



pendapat atau menginterpretasi informasi yang telah didapat dan dibaca. Menurut Ibrahim (dalam Taniredja, 2012, hlm. 62), “Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan dengan tujuan agar dapat melibatkan siswa untuk menelaah materi yang terdapat di dalam pelajaran dan untuk melihat pemahaman siswa terhadap isi pelajaran”. Pembelajaran yang melibatkan peserta didik akan membuat Rata-Rata peserta didik lebih aktif dan termotivasi untuk mengeluarkan Jumlah ide-ide kreatif dalam menginterpretasi suatu informasi. Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu model pembelajaran dengan membentuk siswa belajar dalam kelompokkelompok kecil. Dalam kelompok ini siswa yang dipilih memiliki tingkat kemampuan yang berbeda dari segi budaya, jenis kelamin dan kemampuan akademiknya. Sebagai anggota kelompok, siswa bekerjasama untuk membantu dan memahami suatu bahan pelajaran serta tugas-tugas yang diberikan oleh guru” (Asrida, 2016, hlm. 12). E.



Aktivitas Siswa (Afektif) Selama Proses Pembelajaran Menggunakan Model NHT Gambar 1. Diagram Rekapitulasi Penilaian Afektif



Penilaian sikap dilakukan oleh penulis saat pembelajaran berlangsung. Terdapat 4 aspek yang dinilai yaitu sikap religius, sikap jujur, sikap disiplin dan sikap tanggung jawab. Nilai tertinggi untuk setiap penilaian adalah 4 dan nilai terendah adalah 1. Menurut Dahar dalam Devia (2016, hlm. 20) mengatakan bahwa, “sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang menguasai bidang kognitif tingkat tinggi”. Berdasarkan hasil analisis terhadap penilaian peserta didik kelas X



53



IPA 2 diperoleh Pada aspek religius yang dilihat yaitu berdoa sebelum pembelajaran dan mengaji terlebih dahulu. Peserta didik sejumlah 32 orang mendapatkan skor 3 dengan jumlah keseluruhan 96 dengan rata-rata 3,00. Melihat dari skor tersebut maka dapat dikatakan pada aspek religius peserta didik telah menunjukkan ada usaha sungguh-sungguh dalam melakukan kegiatan yang cukup sering dan mulai konsisten. Sebanyak 32 peserta didik mendapatkan skor 3 pada aspek kejujuran, mempunyai jumlah 96 dan rata-rata 3,00. Maka dapat disimpulkan dari perolehan hasil pada aspek jujur, semua peseerta didik telah menunjukkan ada usaha sungguh-sungguh dalam melakukan kegiatan yang cukup sering dan mulai konsisten terutama dlam berperilaku jujur. Pada aspek disiplin terdapat 12 orang yang mendapat skor 3, dan 20 orang mendapat skor 4. Dengan demikian jumlah skor aspek disiplin adalah 125 dan memiliki rata-rata 3,90. Disimpulkan bahwa hampir sebagian peserta didik memiliki sikap disiplin pada saat proses pembelajaran. Aspek terakhir yang dilihat yaitu tanggung jawab. Pada aspek ini semua peserta didik sebanyak 32 orang mendapatkan skor 4 dengan jumlah total 128 dengan rata-rata 4,00. Maka dapat disimpulkan bhawa semua peserta didik menunjukkan ada usaha sungguhsungguh saat mengerjakan soal-soal pada pembelajaran interpretasi informasi materi keanekaragaman hayati. Berdasarkan hasil observasi tersebut, dapat diketahui bahwa hasil keseluruhan penilaian sikap adalah 109 dari 32 peserta didik yang dinilai, dengan rata-rata nilai adalah 3,40 atau digolongkan dengan kriteria baik. Hal tersebut membuktikan bahwa penilaian keseluruhan sikap peserta didik sudah baik dalam menginterpretasi informasi dengan model Number Head Together (NHT) berbantuan teknologi informasi



pada peserta didik kelas X SMA Kartika XIX-1 Bandung.



F. Respon Siswa Selama Mengikuti Pembelajaran



Gambar 2. Diagram Hasil Presentase Jawaban Peserta Didik Pada Setiap Item Penilaian mengenai hasil respon siswa terhadap model pembelajaran NHT berbantuan web pada konsep keanekaragaman hayati terdiri dari rubrik pernyataan daftar ceklis dengan dua pilihan yaitu ya atau tidak. Hasil dari penilaian respon siswa rata-rata siswa merasa lebih paham dan efektif setelah diterapkannya model pembelajaran NHT berbantuan web. Menurut Soekanto (1993, hlm. 48), respon sebagai perilaku yang menunjukkan konsekuensi dari perilaku sebelumnya sebagai tanggapan akan persoalan atau masalah tertentu. Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang atau  sekelompok orang terhadap objekobjek tertentu seperti perubahan lingkungan  atau situasi lain. Setelah data hasil penilaian respon siswa terhadapa model pembelajaran NHT berbantuan web diolah, hasil yang didapatkan yaitu ratarata respon positif siswa sebesar 60% (penggunaan model pembelajaran number head together berbantuan web dianggap baik) sedangkan pada respon negatif sebesar 40%. Dari nilai 54



presentasi tersebut dapat dilihat bahwa lebih dari separuhnya siswa memberi respon positif terhadap pembelajaran dengan model pembelajaran number head together berbantuan web daripada respon negatif. Hal ini sebanding dengan hasil nilai yang didapat dari postest siswa dengan hasil persepsi atau respon siswa.



3.



KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian mengembangkan kemampuan menginterpretasi informasi siswa melalui model NHT berbantuan teknologi informasi pada materi keanekaragaman hayati, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.



2.



Kemampuan menginterpretasi informasi siswa mengalami perkembangan. Hasil posttest yang didapatkan menunjukkan perkembangan dibandingkan dengan hasil pretest sebelumnya. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya perkembangan rata-rata nilai capaian siswa, yaitu hasil ratarata pada pretest 56,44 yang meningkat menjadi 86,34 pada posttest, selisih rata-rata nilai pretest dan postes 29,9. Serta nilai N-Gain siswa yang mengalami perkembangan dengan nilai tertinggi memiliki nilai 0,90 dan untuk siswa yang berkembang dengan kriteria terendah memiliki nilai N-gain adalah 0,42 Peserta didik kelas X SMA Kartika XIX-1 Bandung telah mampu menginterpretasi informasi dengan menggunakan model Number Head Together (NHT) berbantuan teknologi informasi dengan tepat. Hal ini dibuktikan dengan laporan hasil observasi sikap terhadap peserta didik selama pembelajaran berlangsung. Nilai rata-rata sikap yaitu 87,5% yang berarti sangat baik.



Respon siswa terhadap keterlaksanaan pembelajaran dengan model model Number Head Together (NHT) berbantuan teknologi informasi pun direspon baik dilihat dari hasil presentase pada angket respon siswa dengan hasil 60%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siswa memberikan respon positif terhadap pembelajaran menginterpretaasi informasi menggunakan model Number Head Together (NHT) berbantuan teknologi informasi. Respon positif ini menunjukkan antusias siswa terhadap pembelajaran biologi. Sehingga dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih aktif dalam berkelompok dan bebas mengeluarkan ide-ide yang kreatif untuk memecahkan sebuah masalah.



DAFTAR PUSTKA Asrida. (2016). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) Dan Gaya Belajar Terhadap Keterampilan Sosial Pada Siswa Sman 3 Sigi.  E Jurnal Katalogis, 4(10): Halaman 12. Aunurrahman. (2012). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Avianti, Rahmania., & Bertha Yonata. (2015).Keterampilan Proses Sains Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Materi Asam Basa Kelas XI Sman 8 Surabaya. UNESA Journal of Chemical Education, 4(2), 224231. Bolstad, R. (2011). Taking a ‘Future Focus’ in Education – What Does It Mean? NZCER Working Paper. Wellington, New Zealand Council for Educational Research. Devia, 55



Ifdiana. (2016). Perbandingan



Hasil Belajar Siswa Menggunakan Model Pembelajaran Problem Based Learning Dengan Numbered Head Together Pada Konsep Virus. Skripsi, Fkip Unpas: Tidak Diterbitkan.



Sukmadinata, N. S. (2013). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Taniredja, T., Pujiati, I., & Nyata. (2012). Penelitian Tindakan Kelas untuk Pengembagan Profesi Guru. Bandung: Alfabeta.



Kaelan. 1998.  Filsafat Bahasa : Masalah dan Perkembangannya. Yogyakarta: Paradigma Offset.



Utami, N. (2013). Perbandingan Penggunaan Model Pembelajaran Learning Cycle 7E dan Group Investigation (GI) dalam Meningkatkan Kemampuan Interpretasi Siswa SMA pada Konsep Pencernaan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.



Kamilia, Nisa. (2018). Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa Melalui Model Pjbl pada Materi Pencemaran Lingkungan Di Tingkat SMA. Bandung: Tidak diterbitkan KBBI Daring. (2019). Diakses tanggal 20 april 2019 dari: https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri /interpretasi



Zubaidah, Siti. (2016). Keterampilan Abad Ke-21: Keterampilan Yang Diajarkan Melalui Pembelajaran. Diakses tanggal 3 mei 2019 dari: https://Www.Researchgate.Net/Pu blication/318013627_Keterampila n_Abad_Ke21_Keterampilan_Yang_Diajarka n_Melalui_Pembelajaran.



Rahmawati. D, S. E. Nugroho, N. M. D. Putra. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together Berbasis Eksperimen Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP. Unnes Physics Education Journal. 3 (1): halaman 41-45. Redecker, C., Ala-Mutka, K., Leis, M., Leendertse, M., Punie, Y., Gijsbers, G., Kirschner, P., Stoyanov, S. and Hoogveld, B. (2011). The Future of Learning: Preparing for Change. Luxembourg, Publications Office of the European Union. Salam, Burhanuddin. (2011). Pengantar Pedagogik: dasar-dasar ilmu mendidik. Jakarta: PT Rineka Cipta. Soekanto, Soerjono. (1993). Sosiologi Sebagai Pengantar. Jakarta : RajaGrafindo Persada. Sugiyono. (2015). Metode penulisan pendidikan. Bandung: Alfabeta



56



EFEKTIVITAS INQUIRY BASED LEARNING (IBL) BERBANTUAN VIDEO TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA BIOLOGI SMA Jumiati(1. Dr. Yusuf Ibrahim, M.Pd., M.P.(1Mimi Halimah, S.Pd., M.Si Universitas Pasundan Jl. Taman Sari No. 6-8 Bandung E-mail : [email protected] ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh dunia pendidikan yang menuntut peserta didik untuk memiliki berbagai keterampilan agar menjadi masyarakat yang berkualitas dan mampu menghadapi persaingan global serta pesatnya perkembangan IPTEK di abad ke-21. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Apakah pembelajaran Inquiry Based Learning (IBL) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Kemampuan berpikir kritis ialah kemampuan berpikir tingkat tinggi yang dimiliki oleh peserta didik agar mampu menghadapi pesatnya perkembangan Abad ke21. Penelitian ini menggunakan metode pre-eksperimental design dengan one group pretestposttest design. Subjek penelitian ini adalah kelas XI MIPA IV berjumlah 34 peserta didik. Pemilihan sampel dilakukan secara random sampling. Data hasil penelitian kemudian dianalisis dengan menggunakan uji N-Gain, uji normalitas dan uji homogenitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai N-Gain sebesar 0.60. Uji Normalitas adalah uji penyebaran data yang berdistribusi normal signifikansi