Buku Besar Patra Tanpa Cover [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ii



KATA PENGANTAR Puji



syukur



penulis



panjatkan



kepada



Allah



SWT



yang



telah



melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan Buku Besar Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” ITB ini. Buku Besar ini dibuat sebagai wadah untuk mengarsipkan sejarah dan keberjalanan PATRA 51 tahun ke belakang sebagai pendukung pendidikan anggota. Begitu banyak manfaat yang penulis dapat selama penulisan Buku Besar ini. Saat mengumpulkan data sebagai konten dari Buku Besar ini, penulis mendapat banyak ilmu yang belum pernah didapat selama di bangku kuliah. Melalui wawancara tokoh-tokoh alumni Teknik Perminyakan yang berasal dari berbagai angkatan, penulis mendapat cerita, kritik, dan saran dari mereka yang merupakan sosok-sosok terdahulu yang telah mempertahankan keberadaan Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” dan membuatnya menjadi semakin besar dan kuat hingga sekarang. Dalam keberjalanan pembuatan Buku Besar ini, penulis dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Allah SWT penulis.



atas limpahan



rahmat dan karunia-Nya kepada



2. Orang tua dan keluarga atas kasih sayang, semangat, dan doa kepada penulis. 3. Bapak Nazar Machmud selaku Ketua Himpunan Pertama Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” ITB. 4. Bapak Uki Kustaman Basarah selaku Alumni Teknik Perminyakan ITB angkatan 1973. 5. Bapak Lendo Novo selaku Alumni Teknik Perminyakan ITB angkatan 1983. 6. Bapak Ervan Maksum selaku Alumni Teknik Perminyakan ITB angkatan 1990. 7. Seluruh massa Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” ITB yang telah membantu dan mendukung penulisan Buku Besar ini.



Badan Pengurus Periode 2015/2016 Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” Institut Teknologi Bandung



iii Penulis



menyadari



bahwa



dalam



penulisan



Buku



Besar,



masih



terdapat kekurangan, baik disengaja maupun tidak. Untuk itu saran dan kritik dari pembaca sangat diharapkan oleh penulis. Semoga Buku Besar ini dapat memberi manfaat baik bagi pembaca maupun penulis sendiri. Bandung, Februari 2016



Badan Pengurus 2015/2016



Badan Pengurus Periode 2015/2016 Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” Institut Teknologi Bandung



iv



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................ ii DAFTAR ISI ................................................ iv DAFTAR GAMBAR .............................................. v DEKADE 1963-1970 ........................................... 6 DEKADE 1976-1980 .......................................... 13 DEKADE 1986-1990 .......................................... 16 DEKADE 1991-1995 .......................................... 25



Badan Pengurus Periode 2015/2016 Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” Institut Teknologi Bandung



v



DAFTAR GAMBAR Gambar 1. HM. Nazar Machmud.................................. 6 Gambar 2. Uki Kustaman Basarah.............................. 13 Gambar 3. Djoko Siswanto.................................... 16 Gambar 4. Lendo Novo........................................ 22 Gambar 5. Ervan Maksum...................................... 25



Badan Pengurus Periode 2015/2016 Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” Institut Teknologi Bandung



6



DEKADE 1963-1970 MIMPI TEKNIK PERMINYAKAN DAN PATRA ITB DALAM PERSPEKTIF SEJARAH PERMINYAKAN NASIONAL



Gambar 1. HM. Nazar Machmud Ketua Himpunan Pertama PATRA Disampaikan pada Dies Emas Patra ITB



Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum wr wb Salam sejahtera, Tanpa terasa, saya sebagai Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” yang pertama, masih diberi izin oleh Allah SWT untuk menghadiri, menyaksikan, bahkan menjadi salah satu pembicara dalam peristiwa Dies Emas Patra yang bersejarah ini. Dari beberapa sub-tema yang disodorkan Panitia, saya memilih sub tema Mimpi Patra yang sesungguhnya melatar belakangi pembentukan Teknik Perminyakan ITB dan berarti juga pembentukan Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA”. Kampus ini mengingatkan saya pada pengalaman 50 tahun yang lalu ketika Grufron Ahmad, salah seorang dosen senior Jurusan Tambang waktu



Badan Pengurus Periode 2015/2016 Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” Institut Teknologi Bandung



7 itu menanyakan pendapat saya untuk membentuk Jurusan Teknik Perminyakan di ITB, terpisah dari Jurusan Tambang. Saya yang waktu itu sangat terkesan pada kisah dalam buku “Perang Minyak di Timur Tengah”, karangan pengarang Aceh, M. Nur el Ibrahimy, terbitan tahun 1954, langsung secara spontan mengatakan setuju. Kemudian setelah beberapa kali bertemu, saya diminta untuk mensosialisasikannya di kalangan mahasiswa Tambang. Kebetulan waktu itu saya sebagai Ketua Olahraga Himpunan Mahasiswa Tambang (HMT). Rencana beberapa staf pengajar melalui Grufron Ahmad untuk membentuk Jurusan Teknik Perminyakan di ITB antara lain dilatar-belakangi oleh terbitnya Undang-undang No. 14 Tahun 1963 tentang Perjanjian Karya - menggantikan sistem konsesi IMW 1899 – sebagai tindak lanjut setelah disahkannya Undang-undang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Nomor 44 Prp tahun 1960. Dasar hukum diperlukan untuk mengemban amanah Pasal 33 UUD R.I Tahun 1945 agar kekayaan alam yang terkandung dalam bumi dan air, seperti kekayaan minyak bumi, dapat dimanfaatkan sebesarbesarnya bagi kesejahteraan rakyat. Hakikat kebijakan nasional, Perjanjian Karya, adalah untuk menunjukkan kepercayaan diri bangsa Indonesia pada kemampuan sendiri untuk dalam waktu yang sesingkat-singkatnya melaksanakan sendiri usaha-usaha dalam pengusahaan minyak dan gas bumi. Kelemahannya, Pemerintah belum memiliki sumber daya manusia yang profesional di sektor perminyakan dalam jumlah yang mencukupi untuk mendukung semangat kemandirian tersebut. Maka karenanya ditetapkanlah bahwa Perjanjian karya berlaku 30 tahun untuk New Area dan 20 tahun untuk Old Area dengan perkiraan SDM profesional dan handal di sektor perminyakan sudah cukup tersedia. Itulah mimpi bangsa, mimpi Teknik Perminyakan ITB, dan mimpi Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA”. Penanda-tanganan Perjanjian Karya dibayangi nuansa yang mengarah kepada kompromi, karena Pemerintah menyadari kelemahan dibidang sumber daya manusia. Ibnu Sutowo, Presiden Direktur PN. Permina, lalu meluncurkan gagasan bahwa untuk menerapkan sepenuhnya pemilikan minyak oleh negara dapat ditempuh dengan cara menguasai manajemen pengusahaan minyak. Dengan demikian, menurut Ibnu Sutowo, kekuatan ekonomi minyak akan beralih dari pemilik modal kepada Negara Tuan Rumah. Ibnu Sutowo memperkenalkan Badan Pengurus Periode 2015/2016 Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” Institut Teknologi Bandung



8 bentuk kerjasama baru yang disebut Perjanjian Kontrak Bagi Hasil (KBH) atau lebih populer disebut Production Sharing Contract (PSC). Perusahaan Minyak Refining Associates of Canada Ltd (Refican) merupakan perusahaan pertama yang menanda-tangani PSC pada tanggal 10 Maret 1964, lalu disusul perusahaan Independent



Indonesian American Petroleum Company (IIAPCO) pada tanggal 18 Agustus 1966. Para Staf Pengajar Teknik Perminyakan di ITB menyadari bahwa sejarah perminyakan tanah air tergolong tertua di dunia. Minyak di Indonesia pertama kali ditemukan di Majalengka pada tahun 1871



atau



12



tahun



setelah



ditemukan



minyak



pertama



di



Titusville, Pennsylvania, Amerika Serikat, pada tahun 1859. Indonesia yang dulu bernama Hindia Belanda pernah menjadi penghasil minyak terbesar nomor lima di dunia setelah Amerika Serikat, Uni Soviet, Venezuela dan Iran, pada tahun 1940 dengan pproduksi sebesar 162.000 barrel minyak per hari. Sampai akhir tahun 1963, dasar hukum yang dipakai di industri minyak Indonesia adalah Indische Mijn Wet (IMW) 1899 yang kemudian pada tahun 1910 ditambahkan Pasal 5A, yang selanjutnya disebut Kontrak 5A, yang tujuan utamanya adalah untuk melibatkan Pemerintah Hindia Belanda secara langsung agar dengan kekuasaan yang ada padanya berhak pembagian keuntungan.



mengendalikan



produksi



minyak



dan



Aspirasi melaksanakan amanah Ps. 33 UUD 1945, khususnya di sektor minyak, diawali ketika Jepang kalah perang dan Belanda telah meninggalkan tanah jajahannya. Para pemuda dan pekerja minyak membentuk Laskar Minyak dengan bantuan pejuang kemerdekaan, serta dukungan rakyat dan tokoh-tokoh daerah. Laskar Minyak merebut dan mempertahankan lapangan-lapangan produksi dan instalasi-instalasi minyak dari tangan tentara Jepang di Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, dan



Jawa



Timur



yang



telah



ditinggalkan



oleh



Belanda



dan



sekutunya. Belanda melancarkan Agresi Militer I dan II pada tahun 1946 – 1949 diikuti dengan blokade ekonomi terhadap Indonesia yang baru lahir dengan tujuan pokok merebut kembali lapangan-lapangan dan instalasi-instalasi minyak yang dikuasai Laskar Minyak. Sengketa tersebut diakhiri



Badan Pengurus Periode 2015/2016 Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” Institut Teknologi Bandung



sudah lewat



9 Konperensi Meja Bundar (KMB) tanggal 27 Desember 1949 yang menetapkan agar seluruh industri minyak yang sudah dikuasai oleh Laskar Minyak dikembalikan kepada pemilikya semula. Sebagai kompensasinya Belanda harus mengembalikan Irian Barat kepada Indonesia. Pihak Indonesia menghormati keputusan tersebut tetapi sebaliknya Pihak Belanda mencuranginya. Belanda malahan memberikan konsesi kepada perusahaan minyak NNGPM untuk masa 75 tahun dari tahun 1956 sampai 2031 di wilayah kerja Irian Barat, yang kini bernama Papua. Belanda diusir dari Irian Barat dengan kekuatan perang Belajar dari kecurangan Belanda itu maka pada tanggal 2 Agustus 1951 muncul Mosi Teuku Mohammad Hasan di DPR(S) sebagai tindak lanjut mewujudkan amanah konstitusi agar kekayaan alam dimanfaatkan



untuk



sebesar-besar



kesejahteraan



rakyat.



Mosi



tersebut melahirkan Undang-undang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Nomor 44 Prp tahun 1960 sebagai dasar hukum untuk menerapkan kebijakan nasional di sektor migas, yang berarti juga menghapus IMW 1899. Sementara itu Perjanjian Karya telah disampaikan sejak tanggal 27 Agustus 1961 kepada tiga perusahaan minyak asing yang mewakili kepentingan Belanda, Inggris, dan Amerika yaitu PT. Stanvac Indonesia, PT. Caltex Pasific Indonesia, dan PT. Shell Indonesia. Pihak asing pada dasarnya tidak rela melepas sistem konsesi yang diatur IMW 1899 dan berkali-kali mencoba menundanya sehingga habis kesabaran Pemerintah Indonesia. Perjanjian Karya itu disepakati dalam bentuk Tokyo Heads of Agreement tanggal 1 Juni 1963 dan ditanda-tangani tanggal 25 September 1963. Kemudian secara unilateral Indonesia menyatakan mengakhiri hakhak absolut pemegang konsesi pertambangan berdasarkan Kontrak 5A produk kolonial tahun 1899. Perjanjian Karya kemudian disahkan sebagai Undang-undang No. 14 Tahun 1963 tanggal 28 Nopember 1963. Tiga perusahaan asing tersebut akhirnya menandatangani Perjanjian Karya setelah Bung Karno lewat Memori Penjelasan Atas UU No. 14 Tahun 1963 mengancam dengan ucapan: “Bekerjasama dengan aturan baru atau gulung tikar”. Bersamaan dengan itu Bung Karno mengundang Rusia dan Cina untuk menggantikan posiisi Amerika, Inggris, dan Belanda. Perusahaan



Badan Pengurus Periode 2015/2016 Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” Institut Teknologi Bandung



10 minyak yang sebelumnya memegang hak wilayah konsesi diberi prioritas mengalihkan operasinya menjadi kontraktor Perusahaan Negara. Dalam rangka mendukung kebijakan Pemerintah itulah maka Staf Pengajar Jurusan Teknik Perminyakan ITB yang baru dibentuk menugaskan kepada mahasiswa, Julyusman, agar menyusun skripsi tentang Konservasi Minyak sebagai bagian dari kebijakan hidrokarbon. Sayangnya kebijakan ITB ini tidak pernah menjadi kebijakan nasional. Alih-alih menerapkan kebijakan dengan pendekatan kaidah-kaidah reservoir engineering yang diberlakukan adalah kebijakan mengejar target produksi. Iklim politik di saat kelahiran Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA”, bahkan sejak masih berbentuk Formateur, penuh dengan suasana intrik. Karenanya, Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” lebih memilih mencoba melakukan pendekatan kepada organisasi yang jelas seperti PN. Permina. Peluang itu diperoleh ketika saya dan Daulat Tarigan, Kahim Kedua, diundang menghadiri acara Wisuda Akademi Perminyakan Permina (APP) yang terletak di Jalan Ganeca berbatasan langsung dengan kampus ITB. Saya duduk berdampingan dengan Presdir PN. Permina, Ibnu Sutowo. Peluang itu tidak disia-siakan. Saya informasikan bahwa ITB sudah punya Jurusan Teknik Perminyakan. Ibnu Sutowo tidak percaya, maka dengan nekat saya ajak membuktikannya. Diapit oleh Daulat Tarigan dan saya, kami bertiga berjalan kaki dari APP ke gedung Teknik Perminyakan menyusur gedung Arsitektur dan Kimia. Pertama kali saya ajak ke ruang Kepala Bagian dan kemudian meninjau laboratorium yang masih sangat sederhana. Sayangnya, tidak ada tindak lanjut setelah itu. Mungkin Staf Pengajar “ngeri” bertemu dengan Ibnu Sutowo yang bagi masyarakat perminyakan dipandang sebagai setengah dewa. Beda dengan mahasiswa yang memandang semua manusia sama di hadapan Tuhan, maka bisa bicara santai apa adanya. Peluang untuk mewujudkan mimpi Teuku Mohammad Hasan dan kawan-kawan untuk menjadikan kekayaan minyak sebagai modal awal pengembangan usaha minyak nasional dan pembangunan bangsa sesungguhnya sudah terbentang lebar setelah ditanda-tanganinya Perjanjian Karya. Kuncinya adalah konsekwen dan konsisten dengan



Badan Pengurus Periode 2015/2016 Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” Institut Teknologi Bandung



11 cita-cita



Konstitusi 1945 khususnya Undang-undang Pertambangan



Minyak dan Gas Bumi Nomor 44 Prp tahun 1960. Cita-cita itu seyogyanya sejak awal dilakukan dengan berbagai upaya menambah cadangan baru paling tidak setara menggantikan cadangan minyak terkuras, menjalankan kebijakan konservasi minyak dan gas bumi sebagai bagian dari kebijakan hidrokarbon, amanah menjadikan lapangan-lapangan tua sebagai modal pengembangan industri migas nasional oleh Perusahaan Negara, dan Pemerintah mengurangi beban pajak kepada Pertamina lebih ringan dibandingkan dengan kontraktor PSC. Peluang-peluang untuk menambah cadangan baru dengan biaya rendah pada hakikatnya telah dijamin oleh ketentuan ketika berakhirnya masa kontrak Old Area dan New Area termasuk relenguishment prospek yang belum dieksploitasikan. Peluang lain adalah memanfaatkan hak



IP 10 persen sambil menambah pengalaman



Perusahaan Negara di offshore, serta going abroad. Khusus going abroad, strategi seharusnya bukan pada kegiatan eksplorasi tetapi dengan memanfaatkan aset sumber daya manusia yang berpengalaman untuk merehabilitasi beberapa lapangan tua, dengan tujuan to improve oil recovery (IOR), sebelum bergiat ke eksplorasi di negara-negara yang secara politik belum sempat bangkit sebagai negara baru,. Kepercayaan Pemerintah kemudian semakin menunjukkan tren menurun kepada Perusahaan Negara, sebaliknya fokus kebijakan perminyakan nasional lebih ditekankan pada upaya mengejar target produksi dengan mengundang sebanyak-banyaknya perusahaan minyak asing. Untuk itu, secara periodik terus mengupayakan penciptaan iklim investasi yang semakin menarik. Kekecewaan agak terobati karena di belakang kesuksesan PSC tersebut berperan sejumlah besar Alumni Teknik Perminyakan (ATMers) ITB. Paling tidak mimpi Teknik Perminyakan dan Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” ITB tampak nyata terwujud. Namun di sisi lain mimpi Laskar Minyak dan Founding Fathers tenggelam dalam mimpi para elit pemimpin yang lebih fokus pada target kepentingan diri dan golongan sendiri. Kesimpulan sederhana yang dapat kita petik dari perjalanan sejarah di atas adalah telah lunturnya kekuasaan politik yang ada pada Pemerintah untuk mewujudkan mimpi membangun kekuatan



Badan Pengurus Periode 2015/2016 Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” Institut Teknologi Bandung



12 usaha perminyakan yang mandiri. Hal itu tidak terlepas dari kentalnya warisan budaya yang buruk dari sistem ekonomi feodal di masa kerajaan-kerajaan, rasa rendah diri (minder waardig heid complex) yang mudah kagum terhadap superioritas Bangsa-bangsa Barat akibat lamanya dijajah, serta maraknya penyakit ujub (senang dipuji) dan riya (suka pamer) di kalangan elit bangsa. Bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki mimpi besar. Paling tidak bangsa ini, Teknik Perminyakan dan Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” ITB pernah punya mimpi. Lebih baik memiliki secercah mimpi daripada tidak sama sekali. Bangsa ini harus tetap mempunyai mimpi besar untuk menyelamatkan kekayaan alam gas bumi, kekayaan-kekayaan alam lainnya, terutama kekayaan maritim. Ingatlah bahwa kesejahteraan rakyat dan kemakmuran negeri adalah titipan anak cucu. Karenanya berjanjilah untuk tidak terperangkap dalam pemeo: “Jamane jaman edan, yen ora melu edan ora keduman”. Sebaiknya berpeganglah pada nasihat: “Ning sakbegja-begjane sing edan, isih luwih begja



sing eling lan waspodo”. Terima kasih atas perhatiannya;



“Serai serumpun dibuang sayang. Baru dibuang kalau nak makan. Wassalamu’alaikum saya ucapkan. Salah dan khilaf mohon dimaafkan”.



Badan Pengurus Periode 2015/2016 Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” Institut Teknologi Bandung



13



DEKADE 1976-1980 KAMPUS INISIATOR



Gambar 2. Uki Kustaman Basarah Ketua HMTM “Patra” ITB Periode 1977/1978



Kampus inisiator, begitulah Mas Uki Kustaman Basarah menyebut kampus ganesha. Beliau merupakan salah satu alumni teknik perminyakan ITB angkatan 73. Ketika masanya, beliau mengabdi sebagai ketua HMTM “Patra” ITB periode 77/78. Saat ini Mas Uki tengah sibuk mengembangkan perusahaannya yang bergerak di bidang ship di Selat Malaka (Batam, Singapura, dan Malaysia) sejak tahun 2004 setelah mendapatkan konsesi dari Menteri Perhubungan di masa pemerintahan SBY. Sebelumnya izin kerja tengah diajukan dimasa Gusdur yang pada waktu, Menteri Perhubungan RI merupakan sahabat karib dan teman seangkatannya selama menjalani pendidikan di teknik perminyakan ITB, Mas AlHilal Hamdi. Berkat ketekunan dan keuletannya, kini perusahaan kargo tersebut telah sebelas tahun mengalami perkembangan yang sangat signifikan.



Badan Pengurus Periode 2015/2016 Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” Institut Teknologi Bandung



14 Selama



masa



pengabdiannya



sebagai



ketua



himpunan,



Mas



Uki



bersama teman-teman TM 73/74 melakukan suatu terobosan untuk menyelesaikan antrian panjang kolikulum 1 dan 2, atau kini yang sering kita sebut ‘kerja praktik’. Pada masa kelam itu, tiap mahasiswa beresiko menunggu 2-3 tahun karena perusahaan oil and



gas hanya membuka kerja praktik lapangan untuk 3-5 orang tiap tengah tahunnya. Bisa dibayangkan jumlah seluruhnya jika hanya sedikit perusahaan yang membuka kerja praktik lapangan untuk pengambilan data dan penyusunan skripsi/ tugas akhir. Terlebih



lagi,



pada



waktu



itu



2/3



dari



keseluruhan



dosen



departemen teknik perminyakan tengah melanjutkan studi di USA, beberapa diantaranya seperti Mas Iman Sungkowo yang juga tengah menjabat sebagai ketua departemen teknik perminyakan (saat ini sering kita sebut sebagai ketua prodi), Mas Kana, Mas Pudjo, Mas Purwanto, almarhum Mas Rafadi Ghafar, dll sehingga mengakibatkan minimnya hubungan kerja sama antara akademisi ITB dengan pihak perusahaan. Belum lagi dosen yang hanya mengajar pada weekend yaitu Mas Faisal dan Bambang Chandra. Sebagai kahim yang merasa hal ini perlu diselesaikan, Mas Uki atas persetujuan Mas Iman Sungkowo berinisiatif untuk mengunjungi perusahaan oil and gas bersama teman-temannya. Aktivis-aktivis yang terkenal pada jamanya yang juga bekerja sama dalam menyelesaikan permasalahan kolikulum ini, yaitu Mas AlHilal Hamdi yang menjabat sebagai kepala department bidang akademik Patra; Mas Hatta; Mas Bambang Wudarsono; Mas Alimin, Mas Arifin R.D; Mbak Nenny yang menjabat sebagai bendahara Patra; Mbak Metiko; dll. Bersama dengan badan pengurus HMTM ‘Patra’ lainnya, Mas Uki memberanikan untuk menemui direktur beberapa oil and gas seperti Caltex, arco (sekarang BP), Total, chevron, asamera, dll. Dan hasilnya sangat memuaskan, jumlah mahasiswa teknik perminyakan ITB yang diterima kp akhirnya meningkat sebanyak 3-5 kali lipat. Akhirnya, mahasiswa pun tidak perlu rebut-rebutan, dan antri yang tak berkesudahan. Namun dibalik perjuangan mereka, Mas Uki sangat berkesan dengan pengalamannya bertemu dengan Pak Majdi Hassan, salah satu petinggi di Caltex. Beliau sangat ingat bagaimana Pak Majdi mengungkapkan kekecewaanya kedapa depatemen teknik perminyakan ITB waktu itu yang memilki hubungan yang



Badan Pengurus Periode 2015/2016 Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” Institut Teknologi Bandung



15 minim



dengan



perusahaan.



Namun,



Mas



Uki



tetap



memberikan



penjelasan ke Pak Majdi dengan legowo dan penuh perhatian. Pada jamannya, juga ada berbagai cerita unik yang taklepas merupakan sejarah yang mewarnai Indonesia. Dimulai dari G30S/PKI, sehingga ITB mengalami waktu vakum yang sangat signifikan mengakibatkan tidak adanya ITB angkatan 76. Belum lagi kasus Malari yang memaksa beberapa mahasiswa ITB sejumlah 11 orang dari 102 orang dari ‘Daftar Hitam ITB’ dipenjara di Subang. Tersebut beberapa diantaranya ialah Mas AlHilal, Mas Rizal Ramli, Mas Kemal Tarub (Ketua Dewan Badan Eksekutif Mahasiswa ITB), Mas Yusman, Mas Saferi Jamal, Almarhum Mas Irzadu Mirwan, dll. Ke-11 mahasiswa ini merupakan kesatria ITB yang tengah memperjuangkan hak-hak Indonesia atas Soeharto. Namun



nyantanya,



belenggu



Soeharto



lebih



nyata



dan



mereka



akhirnya terpenjara. Selama menjadi mahasiswa, Mas Uki menghabiskan waktunya untuk memperjuangkan hak Indonesia bersama teman-teman seperjuangannya, ITB 73 hingga lahirlah “Buku Putih” yang berisi tuntutan mahasiwa untuk Soeharto dan peredarannya merupakan suatu kejahatan yang ditetapkan oleh rezim Soeharto. Mengungkap seluruh jajaran seluk beluk kerusakan moral bangsa pada waktu itu. Pada jamannya juga, ada istilah yang sangat dicintai oleh mahasiswa dengan pergerakannya, “Gerakan Anti Kebodohan” (GAK). Begitulah Mas Uki menceritakan kisahnya, dijaman emas kepemimpinan ITB 73. Melalui kesempatan ini, Mas Uki berpesan kepada mahasiswa ITB, terutama Teknik Perminyakan. Tetaplah menginspirasi dunia dan jadilah inisiator-inisiator muda Ganesha yang mengharumkan nama bangsa.



Badan Pengurus Periode 2015/2016 Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” Institut Teknologi Bandung



16



DEKADE 1986-1990 KEMBANG KEMPIS GERAKAN KEMAHASISWAAN ERA ORDE BARU



Gambar 3. Djoko Siswanto Ketua HMTM “Patra” ITB Periode 1989/1990



Cerita pada awal 80-an berawal dari keadaan kampus yang kian hari kian melemah dalam artian kegiatan-kegiatan kampus tak begitu lagi bergairah. Banyak hal yang menyebabkan hal tersebut terjadi, namun yang paling kentara adalah efek dari persitiwa NKK/BKK yang dikeluarkan oleh pemerintah sekitar hampir sepuluh tahun lalu yang notabene merupakan pemerintahan orde baru. Salah satu efek paling besar adalah pembubaran Dewan Mahasiswa pada awal tahun 1982 yang merupakan dampak dari represifitas pemerintah melalui kampus pada saat itu. Keputusan pembubaran Dewan Mahasiswa pun diambil atas persetujuan 22 ketua himpunan dan 44 ketua unit pada saat itu. Pada tahun 1982 juga, terbentuk Forum Ketua Himpunan Jurusan (FKHJ) dan Badan Koordinasi Satuan Kegiatan (BKSK) yang tetap mengkoordinasikan kegiatan kemahasiswaan terpusat ITB. Kuatnya represifitas birokrasi kampus terhadap kegiatan kemahasiswaan menyebabkan munculnya kelompok-kelompok studi. Kegiatan kemahasiswaan mengarah pada studi mendalam mengenai ideologi, politik, hukum, ekonomi, sosial dan budaya, apalagi setelah aliran filsafat posmodernisme masuk ke Indonesia.



Badan Pengurus Periode 2015/2016 Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” Institut Teknologi Bandung



17 Kegiatan kemahasiswaan tidak dapat dikatakan mati. Tokoh-tokoh mahasiswa seperti Umar Djuoro, Amir Sambodo, Hendardi, dan Syafrudin Tumenggung tetap mempertahankan ruh kemahasiswaan. Muncul event seperti AMISCA Cup, HMS Cup, HMT Cup dan HIMAFI Cup atau Ganesha Football League agar persatuan mahasiswa ITB tetap terjaga. Gerakan Mahasiswa ITB mulai bergulir saat FKHJ 1985-1986 dipimpin oleh Pramono Anung (TA’82) dan Justiani (IF’82). Demonstrasi mulai kembali dilakukan salah satunya saat menyambut kedatangan PM Inggris Margareth Thatcher. Selain itu terdapat pula aksi memotong kepala bebek sebagai tanda bahwa Indonesia jangan membebek bangsa barat, yang besamaan dengan kedatangan PM Perancis Francois Mitterand yang diikuti oleh 3000 massa. Aksi ini membangkitkan kembali semangat dan kepercayaan pada mahasiswa akan kekuatan mahasiswa.Jatuhnya pemerintahan Marcos di Filipina tahun 1986 juga mempercepat gerakan mahasiswa ITB. Mulai tahun 1987-1989, muncul tokoh mahasiswa seperti Fadjroel Rachman (KI’82), Syahganda (GD’84), Enin Supriyanto (SR’84), Ondos Koekeritz (GL ‘82), Hotasi Nababan (SI’84), Lendo Novo (TM’84) dari ITB, serta Ferry Juliantono dari UNPAD yang mendirikan Badan Koordinasi Mahasiswa Bandung (BKMB) dan Komite Solidaritas



Mahasiswa



dan



Rakyat



(KSMR).



BKMB



dan



KSMR



mengadakan advokasi dan aksi demonstrasi atas kasus penggusuran tanah di Kacapiring, Cimacan, dan Badega. Sedikit menengok ke dalam organisasi kemahasiswaan yang bernama Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan “PATRA” ITB yang pada saat itu (1986) sudah berumur sekitar 23 tahun. Pada periode sekitar 1986-1990, himpunan ini sudah mulai banyak berkembang dari sisi kegiatan yang dilaksanakan. Salah satu kegiatan yang rutin dilakukan adalah arak-arakan wisuda yang pada saat itu masih boleh dilakukan sebebas-bebasnya oleh masing-masing himpunan. Kegiatan



lain



yang



rutin



pula



dilakukan



adalah



kegiatan



Orientasi Studi Jurusan untuk mahasiswa baru di Teknik Perminyakan. Meskipun pada saat itu aturan dari rektorat masih belum memperbolehkan adanya kegiatan OS, tapi karena kebutuhan yang cukup mendesak untuk tetap mendidik dan menanamkan nilainilai yang perlu ditanamkan pada saat itu maka kegiatan OS tetap



Badan Pengurus Periode 2015/2016 Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” Institut Teknologi Bandung



18 dilaksanakan walaupun berstatus ilegal. Selain itu, HMTM “PATRA” mulai mencoba merambah dunia jurnalistik dengan adanya program menulis majalah yang berisi tentang keilmuan dan isu-isu seputar teknik perminyakan. Walaupun program majalah ini masih tergolong redup dibanding program lain yang biasa dilakukan, tapi setidaknya pernah ada beberapa majalah yang telah dihasilkan pada saat itu. Selain program majalah, mulai juga ditingkatkan intensitas program seminar keilmuan yang dilaksanakan oleh himpunan dengan bantuan dari para dosen teknik perminyakan dalam pencarian pembicara. Meskipun keadaan kampus secara umum sedang bergejolak, tapi di lingkungan akademik Teknik Perminyakan ITB hubungan antara dosen dan mahasiswa masih sangat baik dan erat. Terbukti dari rutinnya rapat antara ketua himpunan dan dosen Teknik Perminyakan untuk menentukan rekomendasi mahasiswa yang diberi beasiswa dan rekomendasi mahasiswa yang sudah harus diwanti-wanti karena proses studinya kurang baik. Hubungan antara PATRA dan organisasi kemahasiswaan terpusat pun cukup baik dan saling mendukung, salah satunya dengan adanya perwakilan dari PATRA yang menjadi perangkat di kepengurusan awal FKHJ yakni Mas Lendo Novo yang secara tidak terduga (walau ada beberapa hal yang menjadi penyebabnya) menjadikan dirinya menjadi ketua himpunan selama dua periode.



Mas Djoko Siswanto



terpilih menjadi ketua himpunan pada tahun 1989 dan mengalami cukup banyak kejadian pada saat beliau menjabat. Salah satu aksi yang diikuti oleh anggota PATRA pada saat itu adalah demonstrasi penolakan kedatangan Menteri Dalam Negeri Jenderal Rudini pada Agustus 1989 yang disinyalir merupakan salah satu aktor penyebab terjadinya insiden penggusuran tanahtanah milik rakyat badega setahun sebelumnya. Jenderal Rudini yang pada saat itu hendak melakukan penataran mata kuliah P-4 kepada mahasiswa baru angkatan 1989 disambut dengan demonstrasi dan pelemparan telur. Usaha penolakan ini menyebabkan adanya beberapa mahasiswa yang ditangkap dan dipenjara. Setelah kejadian itu, kampus seolah meredup kembali karena ketegangan yang dihasilkan dari sistem represif yang diberlakukan oleh pihak



kampus



kembali



terasa.



Kasus



penangkapan



beberapa



mahasiswa akibat demonstrasi tersebut menjadi fokus utama para mahasiswa pada masa itu, akhirnya diputuskan bahwa FKHJ mesti Badan Pengurus Periode 2015/2016 Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” Institut Teknologi Bandung



19 membagi fokus menjadi dua bagian besar yang akan mengurusi kasus penangkapan mahasiswa dengan goal harus bisa dibebaskan dan akan mengurusi kegiatan-kegiatan di dalam kampus yang seolah kembali meredup dan hampir mati. Pada saat itu, PATRA yang diwakili Mas Djoko Siswanto menjadi penanggung jawab dalam kegiatan internal kampus sebagai sekjend FKHJ. Aksi yang digalang pada kepengurusan tersebut sebagai bentuk penolakan dan aksi protes terhadap penangkapan beberapa mahasiswa dilakukan dalam bentuk aksi mogok kuliah selama dua minggu. Di kalangan mahasiswa Teknik Perminyakan sendiri cukup banyak mahasiswa yang ikut aksi mogok kuliah walaupun sempat ada pertentangan dengan beberapa senior pada saat itu dan beberapa dosen yang merasa kurang setuju degan aksi tersebut. Aksi ini akhirnya terhenti ketika pihak rektorat



yang



pada



saat



itu



diwakili



oleh



Bapak



rektor



mengeluarkan sebuah tulisan kepada media dengan judul “ITB Akan Tetap Bisa Berjalan Walau Hanya dengan Mahasiswa S2” sebagai bentuk perlawanan dari pihak rektorat terhadap aksi mogok kuliah yang dilakukan oleh mahasiswa. Setelah aksi mogok kuliah, FKHJ yang pada saat itu dipimpin perwakilan oleh PATRA mencoba untuk mengadvokasi kebijakan soal legalitas



kegiatan



OS



yang



sudah



lama



dilarang



oleh



pihak



rektorat. Salah satu pengajuan yang diberikan oleh mahasiswa kepada pihak rektorat adalah melakukan kegiatan bersih-bersih kampus yang merupakan kedok yang disepakati oleh para mahasiswa agar kampus kembali berkegiatan dan OS bisa disisipkan dalam kegiatan tersebut. Akhirnya pihak rektorat pun setuju dan memperbolehkan mahasiswa melakukan kegiatan bersih-bersih kampus yang pada kenyataannya akhirnya dilanjutkan dengan kegaitan OS dari masing-masing jurusan. Berbicara soal Orientasi Studi Jurusan, ada beberapa hal yang pada saat itu menjadi nilai-nilai penting yang tak pernah luput ditanamkan pada setiap proses Orientasi Studi Jurusan Teknik Perminyakan yakni: jiwa nasionalisme dalam bentukan penolakan korupsi dan skeptisisasi terhadap pihak militer dan pemerintah, jiwa idealis yang selalu diarahkan agar menjadi mahasiswa yang kuat dan teguh secara pendirian dalam setiap proses kehidupan, dan jiwa tangguh dalam menghadapi setiap tantangan dan rintangan



Badan Pengurus Periode 2015/2016 Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” Institut Teknologi Bandung



20 yang menghadang. Sedikit mengulas soal jiwa idealis, pada masamasa itu masih banyak ideologi-ideologi yang beredar di dalam kampus sebagai akibat dari infiltrasi organ-organ ekstrakampus yang masih cukup bebas berkeliaran dan beberapa yang terasa pada saat itu adalah banyaknya aliran dalam agama Islam yang beredar (karena kebetulan Mas Djoko Siswanto juga aktif di Masjid Salman ITB pada periode 1986-1990) dan masih adanya bau-bau sisa pergerakan ideologi komunis yang dahulu terakumulasi dalam partai politik PKI. Hal tersebut cukup terasa mengganggu bagi sebagian mahasiswa dan juga rektorat, terbukti dari program penataran P4 yang masih dipertahankan pada masa itu sebagai salah satu bentuk doktrinasi ideologi orde baru dan perlawanan terhadap ideologi-ideologi yang beredar. Terlepas dari ideologi mana yang benar, para mahasiswa pada masa itu dipaksa untuk memiliki suatu landasan bertindak dalam setiap pergerakannya sehingga ideologi menjadi barang yang wajib dimiliki. Berbagai macam metode yang biasa dilakukan masih sama seperti masa-masa sebelumnya yang terkenal berorientasi pada kekerasan yang mendidik jiwa dan mental sampai beberapa metode inovasi dari sisi pengembangan keilmuan seperti tugas menerjemahkan buku-buku berbahasa inggris ke dalam bahasa indonesia agar bisa dikonsumsi oleh banyak anggota. Pada masa akhir kepengurusan Mas Djoko Siswanto yaitu sekitar tahun 1990, pemerintah pada saat itu mengeluarkan peraturan yang merupakan sinyal pencabutan terhadap aturan NKK-BKK yang sudah lama berlaku salah satunya di kampus ITB. Setelah keluar peraturan tersebut, PATRA berinisiatif untuk membentuk suatu Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga himpunan agar nantinya himpunan ini bisa memiliki legitimasi yang lebih kuat dan bentukan yang lebih jelas dan terus berkembang menjadi lebih baik lagi. Walaupun pada kenyataannya ketika proses pembuatan AD/ART tersebut masih berlangsung, Mas Djoko Siswanto harus meninggalkan kampus karena masa studi yang telah selesai dan kepengurusannya pun dilanjutkan oleh Mas Usman Pasarai TM ’87. Pada periode 1986-1990 diatas, tersebar paradigma bahwa minyak mentah di dunia akan segera habis dalam kurun waktu sekitar 10 tahun. Namun pada kenyataannya, dunia teknik perminyakan pada



Badan Pengurus Periode 2015/2016 Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” Institut Teknologi Bandung



21 saat itu sedang dalam masa pengembangan teknologi baru yang disebut



secondary



recovery



dan



Teknik



Perminyakan



ITB



pun



menjadi salah satu program studi yang dituntut untuk bisa mengembangkan teknologi tersebut. Walau paradigma minyak habis itu tetap beredar tapi tak membuat mahasiswa Teknik Perminyakan ITB kesulitan mencari pekerjaan setelah lulus menjadi sarjana dari ITB karena pada saat itu pun harga minyak masih relatif tinggi sehingga pihak industri pun masih membutuhkan banyak lulusan dari Teknik Perminyakan untuk membantu industri mengembangkan dunia migas di Indonesia maupun Internasional. Hipotesa yang beredar berkaitan dengan harga minyak yang cukup tinggi pada saat itu dengan gelagat mahasiswa Teknik Perminyakan ITB pada saat itu adalah terciptanya suasana yang kondusif dari dalam diri banyak mahasiswa untuk mengembangkan diri dalam berkegiatan di luar dunia akademiknya karena tidak ada kekhawatiran soal sulitnya lapangan kerja nantinya setelah menjadi sarjana. Tapi entah benar ataupun tidak, tetap saja pada masa ini banyak hal yang lebih fundamental dan menjadi alasan kuat mengapa pergerakan mahasiswa pada umumnya di ITB dan di PATRA pada khususnya masih diganderungi oleh banyak mahasiswa pada masa itu meskipun sempat kebingungan dan kelimpungan akibat represifitas pemerintah melalui kampus yang memaksa mahasiswa perlu mencari kemahasiswaannya.



bentukan



baru



dari



Badan Pengurus Periode 2015/2016 Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” Institut Teknologi Bandung



gerakan-gerakan



22



MEKAR SEMANGAT KEMAHASISWAAN DI BALIK TEMBOK “KEKUASAAN”



Gambar 4. Lendo Novo Ketua HMTM “Patra” ITB Periode Angkatan 1986/1987



Saat angkatan 83 mulai masuk ke teknik perminyakan, sekretariat himpunan di rasa cukup sepi dikarenakan berlakunya NKK/BKK sehingga kegiatan kemahasiswaan/organisasi cenderung ditekan, karenanya



hal



tersebut



berdampak



pada



keberjalanan



Patra.



Berangkat dari hal tersebut, beberapa hal mulai dilakukan, dari hal-hal kecil seperti membawa karpet, karambol ke himpunan sampai mengisi dengan kegiatan-kegiatan internal. Kegiatankegiatan disini berupa kegiatan yang mewadahi minat-minat mahasiswa perminyakan saat itu, seperti english club atau majalah himpunan. Bahkan majalah himpunan Patra saat itu merupakan salah satu majalah yang paling bagus di ITB, sampai rektorat pun mendukung dan memberi dana untuk keberjalanan majalah Patra tersebut. Dengan hal-hal yang disebutkan diatas, himpunan yang ±5 tahun terakhir sepi karena NKK/BKK menjadi lebih ramai dari sebelumnya. Mendengar cerita dari Mas Lendo selaku kahim, ada beberapa poin penting yang dilakukan disini, yaitu HMTM Patra disaat itu memfasilitasi minat-minat mahasiswa teknik perminyakan, sehingga himpunan pun menjadi ramai dengan kegiatan, begitupun dengan sekretariatnya.



Ada hal yang menarik ketika diakhir



Badan Pengurus Periode 2015/2016 Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” Institut Teknologi Bandung



23 kepengurusan angkatan 83, tepatnya ketika akan terjadi pemilihan untuk kahim selanjutnya. Di waktu itu ada dua kubu pada angkatan di bawah angkatan Mas Lendo, dan mahasiswa di jaman itu terkenal apabila ada hal yang dirasa tidak cocok, maka penyelesaiannya dengan fisik. Menghindari hal tersebut maka angkatan dibawah Mas Lendo meminta Mas Lendo menjadi penengah sekaligus naik kembali menjadi kahim untuk menghindari konflik yang terjadi. Hasilnya, Mas Lendo pun kembali menjadi kahim di periode selanjutnya, alias menjadi kahim untuk dua periode. Selain terkait kahim yang menjabat dua kepengurusan, ada hal lain yang menarik, terkait hubungan mahasiswa dengan dosen. Sudah rahasia umum bagi mahasiswa TM kalau di awal berdirinya TM di ITB, adalah hal biasa apabila dosen tidak masuk bahkan sampai satu semester, begitupun yang terjadi di angkatan 80an tersebut. Menghadapi hal tersebut mahasiswa TM melakukan protes dengan cara berbeda pada umumnya, yaitu dengan menutupi gedung jurusan perminyakan dengan kain kafan, sebagai simbol matinya kegiatan belajar mengajar di TM akibat tidak adanya dosen. Kabar burung yang beredar, bahwa dosen memiliki banyak proyek yang dilakukan bahkan harus ke luar kota, sehingga kelas pun terabaikan. Hal tersebut ditindak lanjuti dengan pertemuan antara dosen dan mahasiswa, di pertemuan itu pun mahasiswa menuntut dosen agak tidak meninggalkan kelas begitu lama sehingga proses belajar-mengajar dapat berlangsung. Sadar akan hal tersebut, dosen pun lebih rajin masuk kuliah, dan mulailah adanya asisten dosen yang akan menggantikan dosen mengajar apabila dosen terkait berhalangan. Hal tersebut kuatnya daya tawar mahasiswa di jaman tersebut.



menunjukan



Di waktu tersebut KM-ITB belum berdiri seperti sekarang ini, sebagai perintisnya yaitu FKHJ atau Forum Ketua Himpunan Jurusan. Mas Lendo selaku Ketua Himpunan Patra, juga menjadi Sekjen atau Sekretaris Jendral FKHJ, yang kurang lebih seperti Ketua KM-ITB di zaman sekarang. Di angkatan 80an, kemahasiswaan terpusat pun cenderung lesu akibat adanya NKK/BKK, sebagai usaha untuk membuat kampus lebih “ramai” maka ada beberapa hal yang coba dilakukan. Yang pertama dengan membuat lomba poster protes, yaitu dengan menyediakan ribuan lembar kertas untuk selanjutnya



Badan Pengurus Periode 2015/2016 Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” Institut Teknologi Bandung



24 diisi tentang protes oleh massa kampus, baik itu protes terkait kepemimpinan



dibawah



Pak



Soeharto,



terkait



kampus,



terkait



akademik ataupun hal lainnya. Hal tersebut cukup menarik dan pemenangnya diberikan domba, dimana selanjutnya domba tersebut dipilok tulisan Soeharto dan dipotong oleh massa kampus. Ya hal yang cukup berani, mengingat keadaan di zaman tersebut. Selanjutnya dengan mengadakan mimbar bebas yang isinya siapapun massa kampus yang ingin menyampaikan protes secara lisan. Sebagai info, supaya membuat ramai, maka dipasai pengeras suara yang cukup banyak, sehingga kampus benar-benar menjadi ramai, terutama apabila hari sabtu dengan adanya mimbar bebas ini. Kedua hal tersebut ternyata memanaskan kampus gajah.



memang



benar-benar



berhasil



Selanjutnya bentuk protes tidak berhenti di kampus ganesha saja, massa kampus pun turun ke jalan sebagai bentuk penyampaian protes tersebut. Namun hal tersebut dilakukan dengan rapi, bahkan sebelumnya ada perwakilan yang berkonsultasi dengan mantan kopasus supaya tahu untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Protes dilakukan dalam bentuk pawai ke sekitar dago, juga ke daerah sekitar unpad du. Kampus lain yang awalnya dingin pun menjadi ikut terpanasi melihat yang dilakukan massa kampus gajah ini. Berhasil dengan turun ke jalan, lebih jauh lagi mulai diwacanakan untuk turun ke DPR. Hal tersebut pun berhasil dengan semangat kampus ITB yang sampai ke kampus-kampus lainnya. Harapannya dengan adanya protes ini, mahasiswa akan lebih kritis dan empati untuk melihat yang dihadapi masyarakat dan bangsa ini kedepannya. Terkait masalah NKK/BKK yang kental sekali dengan jaman 80an ini, ada hal menarik yang terjadi di kampus gajah. Mahasiswa merasa jauh lebih bebas di kampus, bebas disini dalam hal tekanan dibawah razim Pak Soeharto. Sebagai contoh, apabila keluar dari kampus, kekuatan rezim soeharto sangat terasa. Menarik karena seolah-olah mahasiswa, dalam hal ini mahasiswa ITB di kampusnya, terbebas dari pengaruh Rezim Soeharto dan bebas untuk mengekspresikan apa yang dirasakannya.



Badan Pengurus Periode 2015/2016 Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” Institut Teknologi Bandung



25



DEKADE 1991-1995 MENJADI ALUMNI ITB YANG BERMANFAAT BAGI INDONESIA



Gambar 5. Ervan Maksum Ketua HMTM “Patra” ITB Periode 1993/1994



Mas Ervan Maksum merupakan salah satu alumni Teknik Perminyakan ITB 90 yang telah memberikan kontribusi nyata untuk bangsa Indonesia, di sector Non-oil and gas. Setelah melanjutkan



Energy Engineering-Mechanical di Kungliga tekniska högskolan, Swedan dan menetap sekitar 12 tahun di program



master



swedan, Mas Ervan memutuskan untuk kembali ke Indonesia, sebuah pilihan yang jarang dipilih oleh lulusan ITB ketika sudah mapan dengan kehidupan di luar negeri. Dengan beasiswa dari STINT



Scholarship yang merupakan rekomendasi dari Bapak Saswinando Susmoyo, dosen teknik kimia ITB yang ‘pada jamannya’ merupakan dosen killer, Mas Ervan berhasil menyelesaikan studinya. Beliau percaya bahwa dosen bukanlah suatu penghambat, semakin sering kita berdiskusi dengan dosen, mengutarakan pendapat, dan mengedepankan nilai kebenaran, seorang mahasiswa tentunya dapat mengambil nilai-nilai inspiratif dari dosen dan menjadikannya sebagai penyemangat.



Badan Pengurus Periode 2015/2016 Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” Institut Teknologi Bandung



26 Selama menempuh pendidikan di TM ITB, Mas Ervan merupakan Ketua Himpunan yang ‘keras kepala’. Sangking keras kepalanya beliau, Mas Doddy Abdasah (DA) yang waktu itu menjabat sebagai ketua jurusan/prodi TM ITB pernah mengatakan, “Kamu jangan sok kritis ya dek, kamu itu disini hanya tamu, dimana rasa hormat kamu kepada tuan rumahmu!”dengan penuh canda tawa, begitulah Mas Ervan menirukan Mas DA. Segala hal yang dianggap tidak benar dan tidak beralasan, selalu beliau perdebatkan. Mungkin nilai-nilai itulah yang kini telah menjadi tradisi “Patra”, kritis dan inspiratif. Selama masa pengabdiannya di HMTM “Patra” ITB, Mas Ervan telah menyelesaikan circular problem pada masanya mengenai Rektorat-FKHJ-AD/ART-KK. Salah satu hal menarik adalah karena masanya merupakan masa transisi setelah NKK/BKK, maka muncul arahan



dari



dari



pusat



alias



rektorat



terkait



organisasi



kemahasiswaan. Sebagai bentuk implementasi dari arahan tersebut maka di kepengurusannya banyak dipusingkan dengan pembahasan AD/ART PATRA. Selama menjadi mahasiswa juga, beliau disibukkan dengan keaktifannya sebagi pengurus Gamais, asisten Fluida Reservoir, dan kegiatan kemahasiswaan lainnya. Beliau beranggapan, aktivitas yang sedemikian rupa dapat meningkatkan pengalaman mahasiswa dalam memahami ‘the art of giving feedback



to public’. Beliau beranggapan bahwa Patra memiliki perbedaan dengan himpunan timur jauh lainnya waktu itu, yaitu HMT dan GEA. Jika dibandingkan, HMT dan GEA lebih solid dan lebih kental



psikologi gank nya jika dibandingkan dengan Patra. Oleh karena itu, beliau berpesan kepada Patra muda saat ini untuk tetap meningkatkan solidaritas sesamanya. Angkatan Mas Ervan juga mengalami hal yang mirip dengan keadaan sekarang (2015), yaitu ketika masuk ke TM, harga minyak saat itu sedang naik dan diikuti dengan grade TM yang meningkat. Sialnya mendekati akhir masa kuliah, harus menghadapi jatuhnya harga minyak, dijamannya harga minyak bahkan mencapai dibawah USD 20. Hasilnya memang banyak teman seangkatannya ya tidak bekerja di industri migas, termasuk beliau sendiri. Seperti yang beliau bilang sebelumnya, mental dan leadership, menjadi kunci untuk menghadapi hal seperti ini, supaya dapat survive dengan keadaan kedepannya.



Badan Pengurus Periode 2015/2016 Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” Institut Teknologi Bandung



27 Cukup banyak pesan yang ingin disampaikan oleh Mas Evan, dia mengatakan



bahwa



“big



competence



will



refers



to



bid



responsibilities”. Sebagai lulusan Teknik Perminyakan ITB, kita dituntut lebih untuk memberikan kontribusi kepada bangsa ini. Sebagai mahasiswa adalah waktu yang tepat untuk meningkatkan kemampuan softskill dan leadership kita melalui kegiatan kemahasiswaan. Jangan biarkan orang jahat berkuasa dan pada akhirnya orang-orang baik hanya berdiam ditepian jurang. Dengam memperkaya pengalaman dan pengetahuan kita dengan teori-teori delegating, approaching, lean organization dan lainnya, tentunya dapat menjadikan kita sebagai lulusan yang kompetitif: efisien dan produktif. Dengan proporsi yang tepat, 10% hasil pembelajaran di kelas, 20% memalui komunikasi, dll serta 70% melalui praktek, Mahasiswa Teknik Perminyakan ITB tentunya dapat menunjukkan eksistensinya untuk lebih berkarya bagi bangsanya. Karena percayalah, hanya kita yang berhak mendefinisakn kehidupan kita, bukan orang lain. Ditulis oleh: Bintan Pradika, 12213068 (direvisi Israr 18/01)



Badan Pengurus Periode 2015/2016 Himpunan Mahasiswa Teknik Perminyakan (HMTM) “PATRA” Institut Teknologi Bandung