Buku Sifat Koligatif Larutan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



PENGANTAR Apa yang terjadi jika segelas air dibiarkan dalam keadaan terbuka? lamakelamaan air akan berkurang karena menguap. Air membentuk uap air dan meninggalkan gelas. Nah, apa yang terjadi jika air dibiarkan dalam keadaan tertutup? Apabila Anda mengamati botol yang berisi air, maka Anda akan menemukan tetes-tetes air di dinding bagian dalam botol. Hal tersebut menunjukkan bahwa air dalam botol juga mengalami penguapan. Air membentuk uap air dan kembali lagi membentuk air karena dalam keadaan tertutup. Apabila air tersebut diganti menjadi air gula, maka apa yang akan terjadi? Fenomenafenomena diatas merupakan contoh fenomena penurunan tekanan uap.



Gambar 1.1 Uap air mengembun di dalam botol



Penurunan tekanan uap merupakan salah satu contoh sifat koligatif larutan. Sifat koligatif larutan merupakan sifat- sifat larutan yang bergantung pada banyaknya partikel zat terlarut dalam larutan dan tidak bergantung pada sifat atau identitas partikel zat terlarut. Sifat koligatif larutan dapat terjadi pada larutan nonelektrolit dan larutan elektrolit. Sifat koligatif larutan meliputi penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan osmosis. Diantara keempat macam sifat koligatif larutan tersebut, penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih dan penurunan titik beku saling berkaitan, sedangkan tekanan osmotik tidak berkaitan dengan ketiga sifat tersebut. Ketentuan larutan pada pembahasan ini adalah larutan yang bersifat tidak mudah menguap (nonvolatil) dan relatif encer.



1



2



PENURUNAN TEKANAN UAP Ketika sejumlah air disimpan di dalam sebuah wadah tertutup pada waktu tertentu, lama kelamaan pada dinding bagian dalam wadah tersebut akan terbentuk tetes-tetes air. Hal ini terjadi karena air di dalam wadah tersebut menguap membentuk uap air. Penguapan merupakan proses perubahan fasa dari cair menjadi gas. Penguapan air dapat dituliskan dalam persamaan sebagai berikut. H2O(l)  H2O(g)



(a)



(b)



Gambar 1.2 (a) Penguapan air (b) Molekul-molekul Air di Permukaan



Peristiwa yang terjadi saat penguapan adalah molekul-molekul zat cair meninggalkan permukaan cairan membentuk fasa gas. Hal ini disebabkan oleh molekul-molekul pada bagian permukaan cairan tersebut memiliki energi yang dapat mengatasi gaya antarmolekul zat cair.



Gambar 1.3. Proses kesetimbangan air dalam fasa cair dan gas dalam wadah



Ketika konsentrasi partikel dalam fasa uap meningkat, beberapa partikel tersebut akan kembali menjadi cair, yang disebut mengembun. Setelah beberapa saat, kesetimbangan antara air dalam fasa cair dan gas akan tercapai. Bagaimana kesetimbangan tersebut dapat tercapai? Kesetimbangan tercapai ketika laju molekul cairan menguap sama dengan laju molekul gas mengembun. Jumlah partikel zat cair yang berubah menjadi gas sama dengan jumlah partikel zat cair 2



3



yang berubah dari fasa gas. Akibatnya, jumlah molekul gas konstan. Jumlah partikel zat cair pada fasa gas akan memberikan tekanan yang disebut dengan tekanan uap jenuh. Besarnya tekanan uap jenuh untuk setiap zat tidak sama, tergantung pada suhu dan jenis zat. Perhatikan tekanan uap jenuh beberapa zat cair pada volume tetap berikut.



Tekanan uap (mmHg)



Suhu (°C) Gambar 1.4. Kurva hubungan antara tekanan uap dan suhu beberapa zat cair pada volume tetap



Kurva di atas menggambarkan hubungan suhu dengan tekanan uap jenuh zat cair. Keempat garis zat cair tersebut menunjukkan bahwa tekanan uap semakin besar seiring dengan kenaikan suhu. Suhu yang semakin tinggi menyebabkan bertambahnya energi kinetik molekul-molekul zat untuk meninggalkan permukaan dan berubah menjadi fasa gas. Pada suhu 40°C, tekanan uap air lebih kecil daripada ketiga zat cair lainnya. Dietil eter, kloroform, dan karbon tetraklorida memiliki gaya antarmolekul yang lebih lemah dibandingkan dengan air sehingga untuk membentuk fasa gas membutuhkan energi yang lebih kecil daripada air. Akibatnya, ketiga zat cair tersebut lebih mudah membentuk fasa gas atau lebih mudah menguap. Dengan demikian, zat yang lebih sukar menguap memiliki tekanan uap yang lebih rendah daripada zat yang lebih mudah menguap.



3



4



PENURUNAN TEKANAN UAP LARUTAN NONELEKTROLIT Pada saat pelarut murni mencapai keadaan setimbang, laju penguapan molekul pelarut sama dengan laju pengembunan uap pelarut. Uap pelarut tersebut menimbulkan tekanan uap pelarut murni. Apabila di dalam pelarut terdapat suatu zat terlarut nonelektrolit nonvolatil, bagaimana tekanan uap larutan tersebut? Adanya zat terlarut tersebut menyebabkan laju penguapan pelarut berkurang. Hal ini disebabkan oleh jumlah partikel pelarut di permukaan berkurang karena terhalang oleh molekul zat terlarut sehingga jumlah partikel uap pelarut yang terbentuk juga berkurang. Tekanan uap yang ditimbulkan disebut dengan tekanan uap larutan. Untuk mencapai kesetimbangan, maka hanya sedikit partikel uap yang kembali menjadi cair. Tekanan uap larutan lebih rendah daripada tekanan uap pelarut murni. Selisih antara tekanan uap larutan dan pelarut murninya disebut dengan penurunan tekanan uap.



(a). Tekanan uap pelarut murni



(c). Keadaan kesetimbangan



(b). Pengaruh zat terlarut terhadap tekanan uap



(d). Laju penguapan turun akibat adanya zat terlarut



(e). Keseimbangan tercapai kembali dengan molekul fasa gas lebih sedikit



Gambar 1.5. Proses Penuruan Tekanan Uap Larutan Nonelektrolit Nonvolatil



HUKUM RAOULT Penelitian tentang tekanan uap larutan yang mengandung zat terlarut nonvolatil telah dilakukan oleh Francois M. Raoult dan dihasilkan hukum Raoult. Persamaan hukum Raoult dinyatakan sebagai berikut.



4



5



P = Xp. P° P adalah tekanan uap larutan, Xp adalah fraksi mol pelarut, dan P° adalah tekanan uap pelarut. Secara matematis, hukum Raoult merupakan persamaan linear y = mx + b, dimana y = P, x = Xp, m = P°, dan b = 0. Dengan demikian, apabila P diekstrapolasikan terhadap Xp maka akan dihasilkan garis lurus dengan kemiringan yang menunjukkan P°. Hukum Raoult berlaku untuk larutan ideal, yaitu suatu larutan yang antaraksi antara terlarut-terlarut, pelarut-pelarut, dan pelarut-terlarut sama. Sedangkan untuk larutan nonideal, hanya berlaku pada larutan yang sangat encer. Dengan demikian, hukum Raoult ini berlaku untuk larutan yang encer.



tekanan uap pelarut



fraksi mol pelarut, Xp Gambar 1.6 Kurva hubungan antara tekanan uap pelarut dan fraksi mol pelarut larutan ideal dan nonideal pada volume dan temperatur tetap.



Fraksi mol merupakan perbandingan mol suatu komponen dengan mol total komponen dalam larutan. Suatu larutan terdiri atas zat pelarut dan zat terlarut dengan komposisi yang berbeda-beda. Fraksi mol zat pelarut dalam larutan dinyatakan sebagai berikut.



𝐦𝐨𝐥 𝐩𝐞𝐥𝐚𝐫𝐮𝐭



Fraksi mol pelarut = 𝐦𝐨𝐥 𝐩𝐞𝐥𝐚𝐫𝐮𝐭+𝐦𝐨𝐥 𝐳𝐚𝐭 𝐭𝐞𝐫𝐥𝐚𝐫𝐮𝐭



atau



Xp =



𝒏𝒑 𝒏𝒑 + 𝒏𝒕



5



6



Sedangkan fraksi mol zat terlarut dalam larutan dinyatakan sebagai berikut. Fraksi mol zat terlarut =



𝐦𝐨𝐥 𝐳𝐚𝐭 𝐭𝐞𝐫𝐥𝐚𝐫𝐮𝐭 𝐦𝐨𝐥 𝐩𝐞𝐥𝐚𝐫𝐮𝐭+𝐦𝐨𝐥 𝐳𝐚𝐭 𝐭𝐞𝐫𝐥𝐚𝐫𝐮𝐭



atau



Xt =



𝒏𝒕 𝒏𝒑 + 𝒏𝒕



Penurunan tekanan uap (ΔP) pelarut akibat adanya zat terlarut nonelektrolit dapat dihitung dari hukum Raoult, yaitu sebagai berikut. P = Xp. P° Karena Xp + Xt = 1 atau Xp= 1- Xt, maka P = (1- Xt). P° P = P°- Xt. P° P°- P = Xt. P° (P°- P) merupakan selisih antara tekanan uap pelarut murni dengan tekanan uap larutan. Jadi, penurunan tekanan uap pelarut murni dapat dirumuskan sebagai berikut. ∆P = Xt. P°



6



7



PENGANTAR Pernahkah Anda memasak air? Ketika memasak air, kita memanaskannya di atas kompor dalam waktu tertentu hingga air tersebut mendidih. Pada saat mendidih, air akan membentuk gelembung-gelembung gas yang menunjukkan bahwa air telah matang. Setelah itu kita akan mengangkatnya dari atas kompor. Apabila kita ingin membuat sirup, maka kita akan menambahkan sejumlah gula ke dalam air kemudian memanaskannya. Gula tersebut akan larut membentuk air gula. Ketika mendidih, air gula tersebut juga akan membentuk gelembunggelembung gas. Nah, apabila jumlah air dan air gula yang dipanaskan sama besar, maka apakah waktu yang dibutuhkan untuk memasak keduanya juga sama? Fenomena membuat sirup tersebut merupakan salah satu contoh fenomena yang terkait dengan materi yang akan kita pelajari, yaitu kenaikan titik didih.



Gambar 2.1 (a) Memasak air



(b) Memasak air gula



DIAGRAM FASA Perubahan fasa padat, cair, dan gas dapat digambarkan melalui diagram tekanan (P) terhadap suhu (T). Gejala turunnya tekanan uap zat cair karena adanya zat terlarut dapat dijelaskan dengan adanya perubahan bentuk diagram fasa. Berikut ini merupakan diagram fasa air dan larutan dalam air pada volume tetap.



7



8



1 atm



Tekanan



Suhu °C Gambar 2.2. Diagram fasa air dan larutannya pada volume tetap



Pada diagram tersebut, sumbu tegak menyatakan tekanan dan sumbu mendatar menyatakan suhu. Grafik dengan garis penuh menunjukkan perubahan fasa air murni, sedangkan grafik dengan garis putus-putus menunjukkan perubahan fasa larutan. Grafik perubahan fasa larutan berada lebih rendah atau di bawah grafik perubahan fasa air murni. Hal ini berarti bahwa tekanan uap larutan lebih rendah daripada pelarut murninya. Seperti yang dipelajari sebelumnya, penambahan zat terlarut nonelektrolit nonvolatil menyebabkan penurunan tekanan uap. Titik T merupakan titik tripel yang menunjukkan kesetimbangan tiga fasa, yaitu fasa padat, cair, dan gas. Garis TA menunjukkan kesetimbangan antara fasa cair dan gas untuk air. Tekanan 1 atm merupakan tekanan udara luar atau tekanan atmosfer. Apabila dari titik sumbu tegak yang menunjukkan tekanan 1 atm ditarik garis mendatar, maka garis ini akan memotong garis TA pada titik K dan garis T’A’ pada titik K’. Garis yang ditarik dari titik K tegak lurus terhadap sumbu mendatar akan memotong pada titik L yang menyatakan titik didih air. Sedangkan garis yang ditarik dari titik K’ akan memotong pada titik L’ yang menyatakan titik didih larutan. Apabila kita perhatikan, titik K’ berada di sebelah kanan titik K, artinya titik didih larutan lebih tinggi daripada titik didih air sebagai pelarut murni. Jadi, larutan mengalami kenaikan titik didih. Bagaimana suatu zat cair dapat mendidih? Molekul-molekul zat cair akan merenggang sehingga terjadi gaya antarmolekul melemah. Energi kinetik rata-rata 8



9



molekul zat cair dalam fasa gas lebih besar daripada dalam fasa cair. Untuk membentuk fasa gas, gaya antarmolekulnya harus lebih kecil daripada energi kinetik molekul-molekulnya. Energi kinetik tersebut dapat diperbesar dengan cara menaikkan suhu. Pada saat tekanan zat cair sama dengan tekanan udara luar, zat cair akan mencapai kesetimbangan dinamis dan terbentuk zat cair fasa gas. Suhu ketika kesetimbangan tercapai inilah yang disebut dengan titik didih. Tercapainya titik didih ditandai dengan terbentuknya gelembung-gelembung gas pada zat cair. Misalnya, titik didih air pada tekanan 1 atm adalah 100,0°C. Proses mendidih air dapat dirumuskan sebagai berikut. H2O(l)  H2O(g)



100°C



Gambar 2.3. Molekul Fasa Cair dan Gas dari Air



KENAIKAN TITIK DIDIH LARUTAN NONELEKTROLIT Hasil percobaan menunjukkan bahwa penambahan suatu zat terlarut menyebabkan kenaikan titik didih. Larutan tersebut akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mendidih atau mencapai titik didihnya. Kenaikan titik didih tersebut disebabkan oleh jumlah partikel di dalam suatu larutan lebih banyak daripada jumlah partikel di dalam pelarut murninya. Pada dasarnya, prinsip kenaikan titik didih ini sama dengan penurunan tekanan uap pada larutan. Keberadaan zat terlarut menurunkan tekanan uap larutan. Molekul-molekul zat terlarut pada permukaan larutan menghalangi molekul pelarut untuk menguap dan menurunkan jumlah relatif molekul pelarut yang dapat membentuk fasa gas. Rendahnya tekanan uap larutan mengakibatkan larutan sukar mendidih.



9



10



zat terlarut nonvolatil



zat terlarut



Gambar 2.4. Pengaruh Zat Terlarut terhadap Titik Didih Larutan. (a) Pada pelarut, kesetimbangan terjadi antara cairan murni dan uapnya ketika jumlah molekul yang menguap dan mengembun sama. (b) Pada larutan, kesetimbangan tercapai ditandai dengan tekanan uap yang lebih rendah dan larutan sukar mendidih.



Untuk mencapai titik didih larutan, tekanan uap larutan harus sama dengan tekanan atmosfer. Hal tersebut membutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk memperbesar energi kinetik dalam larutan. Energi kinetik yang besar akan meningkatkan gerakan molekul-molekul menjadi semakin cepat dan dapat mengatasi gaya tarik-menarik antar molekul di dalam larutan tersebut. Titik didih larutan nonelektrolit nonvolatil lebih tinggi daripada pelarut murninya. Selisih antara titik didih larutan dengan titik didih pelarut murni disebut dengan kenaikan titik didih larutan. Seperti yang telah dijelaskan bahwa sifat koligatif tidak dipengaruhi oleh jenis suatu zat yang dilarutkan melainkan oleh jumlah partikel yang ada di dalamnya, yang dinyatakan dengan konsentrasi. Pada bahasan kenaikan titik didih, satuan konsentrasi yang digunakan adalah molalitas. Hal ini disebabkan molalitas tidak dipengaruhi suhu sehingga konsentrasi zat terlarut dalam berbagai suhu tetap. Molalitas dinyatakan sebagai banyaknya mol zat terlarut yang dilarutkan dalam 1 kg (1000 g) pelarut. Satuan molalitas adalah mol per kg (mol/kg). Molalitas dengan lambang “m” dirumuskan sebagai berikut. molalitas =



atau m =



Larutan 1 molal glukosa dalam air akan menghasilkan kenaikan titik didih yang sama harganya dengan larutan 1 molal sukrosa dalam air dan sama pula harganya apabila digunakan larutan 1 molal fruktosa dalam air. Apabila zat terlarutnya tetap 1 molal, namun pelarutnya berbeda (bukan air), maka kenaikan titik didihnya akan berubah. Besarnya kenaikan titik didih untuk 1 molal larutan dinyatakan dengan tetapan kenaikan titik didih molal (Kb). 10



11



Nilai tetapan kenaikan titik didih ini bersifat spesifik untuk masing-masing pelarut atau bergantung pada jenis pelarut. Hal ini disebabkan oleh gaya antar molekul pada setiap pelarut berbeda-beda. Contoh : Kb air adalah 0,51°C/m, artinya 1 mol (6,02 x 1023 molekul) zat nonelektrolit apa saja yang dilarutkan dalam 1000 g air atau 1 molal zat nonelektrolit apa saja akan menaikkan titik didih air sebesar 0,51°C. Beberapa titik didih dan tetapan kenaikan titik didih beberapa pelarut pada tekanan 1 atm dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1 Titik Didih dan Tetapan Kenaikan Titik Didih Molal Beberapa Pelarut



Nilai kenaikan titik didih dapat ditentukan dengan memperhatikan kemolalan larutan. Tabel 2.2 Hubungan antara Molalitas Larutan dan Kenaikan Titik Didih



Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa kenaikan titik didih berbanding lurus dengan molalitas larutan. Besarnya kenaikan titik didih merupakan hasil kali antara Kb dengan molalitas larutan, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut. ΔTb= Tb - Tb° ΔTb = Kb x m 11



12



PENGANTAR Pernahkah Anda menikmati es putar? Es putar merupakan salah satu jajanan sejenis es krim di Indonesia. Es putar memiliki tekstur yang lebih kasar dibandingkan dengan es krim dan dibuat secara tradisional. Pada pembuatan es putar, adonan es dimasukkan ke dalam sebuah tabung yang kemudian direndam di dalam wadah yang berisi es batu dan garam dapur. Adonan es kemudian diputar terus menerus sampai adonan tersebut membeku. Mengapa adonan es diletakkan di dalam es batu dan garam dapur? Apa fungsinya? Es batu dan garam dapur tersebut berfungsi sebagai cairan pendingin untuk membekukan adonan es. Fenomena tersebut merupakan salah satu contoh fenomena yang terkait dengan materi yang akan kita pelajari, yaitu penurunan titik beku.



Gambar 3.1 (a) Pembuatan Es Putar



DIAGRAM FASA Seperti pada pembahasan sebelumnya, gejala turunnya titik beku zat cair karena adanya zat terlarut dapat dijelaskan dengan adanya perubahan bentuk diagram fasa. Berikut ini merupakan diagram fasa air dan larutan dalam air pada volume tetap.



12



13



1 atm



P (mmHg)



T (°C) Gambar 3.2 Diagram fasa air dan larutannya pada volume tetap



Pada diagram tersebut, sumbu tegak menyatakan tekanan dan sumbu mendatar menyatakan suhu. Grafik dengan garis penuh menunjukkan perubahan fasa air murni, sedangkan grafik dengan garis putus-putus menunjukkan perubahan fasa larutan. Grafik perubahan fasa larutan berada lebih rendah atau di bawah grafik perubahan fasa air murni. Hal ini berarti bahwa tekanan uap larutan lebih rendah daripada pelarut murninya. Titik T merupakan titik tripel yang menunjukkan kesetimbangan tiga fasa, yaitu fasa padat, cair, dan gas. Garis TB menunjukkan kesetimbangan antara fasa cair dan padat untuk air. Tekanan 1 atm merupakan tekanan udara luar atau tekanan atmosfer. Apabila dari titik tekanan 1 atm tersebut ditarik garis mendatar, maka garis ini akan memotong garis TB pada titik M dan garis T’B’ pada titik M’. Garisyang ditarik dari titik M tegak lurus terhadap sumbu mendatar akan memotong pada titik N yang menyatakan titik beku air. Sedangkan garis yang ditarik dari titik M’ akan memotong pada titik N’ yang menyatakan titik beku larutan. Apabila kita perhatikan, titik N’ berada di sebelah kiri titik N, artinya titik beku larutan lebih rendah daripada titik beku air sebagai pelarut murni. Jadi, larutan mengalami penurunan titik beku. Bagaimana suatu zat cair dapat membeku? Molekul-molekul zat cair akan merapat sehingga terjadi gaya tarik menarik antar molekul sangat kuat. Energi kinetik rata-rata molekul zat cair dalam fasa cair lebih besar daripada dalam fasa padat. Untuk membentuk fasa padat, gaya antar molekulnya harus maksimal 13



14



dengan cara energi kinetik molekul-molekulnya sangat kecil. Energi kinetik tersebut dapat diperkecil dengan cara menurunkan suhu. Pada kondisi tertentu, zat cair akan mencapai kesetimbangan dinamis dan membentuk fasa padat. Suhu ketika kesetimbangan tercapai inilah yang disebut dengan titik beku. Misalnya, titik beku air pada tekanan 1 atm adalah 0°C. Proses membeku air dapat dirumuskan sebagai berikut. H2O(l)  H2O(s)



Gambar 3.3 Molekul fasa padat dan cair dari air



PENURUNAN TITIK BEKU LARUTAN NONELEKTROLIT Hasil percobaan menunjukkan bahwa penambahan zat terlarut nonelektrolit nonvolatil menurunkan titik beku larutan. Bagaimana hal tersebut dapat terjadi? Pada pelarut murni mencapai keadaan setimbang, laju molekul pelarut membeku sama dengan laju molekul pelarut mencair. Suhu ketika kesetimbangan dinamis ini tercapai disebut dengan titik beku pelarut murni. Apabila suatu zat terlarut nonelektrolit ditambahkan ke dalam pelarut murni, maka laju molekul pelarut membeku menjadi berkurang. Pada saat proses pembekuan larutan, molekul zat cair yang membeku terlebih dahulu adalah molekul-molekul pelarut. Adanya molekul-molekul zat terlarut memberikan jarak antarmolekul pelarut saat akan berikatan untuk membentuk fasa padat. Akibatnya, gaya antarmolekul pelarut menjadi lemah. Untuk membentuk fasa padat, gaya antar molekul pelarut harus cukup mengatasi energi kinetik rata-rata. Oleh karena itu, diperlukan suhu yang lebih rendah agar larutan dapat membeku. Titik beku larutan nonelektrolit lebih rendah daripada pelarut murninya. Selisih antara titik beku larutan dengan titik beku pelarut murni disebut dengan penurunan titik beku larutan. 14



15



(a). kesetimbangan pada titik beku pelarut



(b). kesetimbangan terganggu oleh zat terlarut



(c). kesetimbangan tercapai kembali pada suhu rendah



Gambar 3.4 Proses Penuruan Titik Beku Larutan



Seperti pada bahasan kenaikan titik didih, satuan konsentrasi yang digunakan adalah molalitas. Hal ini disebabkan molalitas tidak dipengaruhi suhu sehingga konsentrasi zat terlarut dalam berbagai suhu tetap. Larutan 1 molal glukosa dalam air akan menghasilkan penurunan titik beku yang sama harganya dengan larutan 1molal sukrosa dalam air dan sama pula harganya apabila digunakan larutan 1 molal fruktosa dalam air. Apabila zat terlarutnya tetap 1 molal, namun pelarutnya berbeda (bukan air), maka penurunan titik bekunya akan berubah. Besarnya penurunan titik beku untuk 1 molal larutan dinyatakan dengan tetapan penurunan titik beku molal (Kf). Nilai tetapan penurunan titik beku ini bersifat spesifik untuk masingmasing pelarut atau bergantung pada jenis pelarut. Hal ini disebabkan oleh gaya antarmolekul pada setiap pelarut berbeda-beda. Contoh : Kf air adalah 1,86°C/m, artinya1 mol (6,02 x 1023 molekul) zat nonelektrolit apa saja yang dilarutkan di dalam 1000 g air akan menurunkan titik beku air sebesar 1,86°C. Beberapa titik beku dan tetapan penurunan titik beku beberapa pelarut pada tekanan 1 atm dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut. Tabel 3.1 Titik Beku dan Tetapan Penurunan Titik Beku Beberapa Pelarut



15



16



Nilai penurunan titik beku dapat ditentukan dengan memperhatikan kemolalan larutan. Perhatikan hubungan molalitas larutan dengan penurunan titik beku berikut. Tabel 3.2 Hubungan antara Molalitas Larutan dan Penurunan Titik Beku



Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa penurunan titik beku berbanding lurus dengan molalitas larutan. Besarnya penurunan titik beku merupakan hasil kali antara Kf dengan molalitas larutan, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut. ΔTf = Tf ° – Tf ΔTf = Kf x m



PENGANTAR Pernahkah Anda sakit hingga dirawat di rumah sakit? Jika pernah, maka Anda pasti juga pernah diinfus bukan? Untuk memasukkan cairan infus tersebut, biasanya kalian akan ditusuk dengan menggunakan jarum. Cairan dalam infus merupakan larutan yang mengandung zat-zat tertentu yang dibutuhkan oleh tubuh untuk mengembalikan stamina, misalnya vitamin. Kira-kira bagaimana proses cairan infus tersebut dapat masuk ke dalam tubuh kalian? Mengapa darah dalam tubuh tidak ikut keluar ketika memasukkan cairan infus? Fenomena tersebut merupakan contoh fenomena yang terkait dengan materi yang akan kita pelajari, yaitu tekanan osmosis. 16



17



Gambar 4.1. Proses memasukkan cairan infus



PROSES OSMOSIS DAN TEKANAN OSMOTIK Data hasil penelitian menunjukkan ketika pelarut murni dan larutannya dipisahkan dengan membran semipermeabel maka volume pelarut murni berkurang dan volume larutannya bertambah. Nah, sekarang bagaimana proses osmosis dari dua larutan yang berbeda konsentrasi? Pada tabung tersebut dimasukkan larutan yang sama dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0,5M dan 1,0 M. Kedua larutan dipisahkan oleh membran semipermeabel. Membran semipermeabel dapat dilewati oleh molekul-molekul pelarut dari kedua arah. Namun jumlah molekul pelarut dari kedua arah yang dapat melewati membran berbeda. Hal ini disebabkan oleh banyaknya molekul zat terlarut yang menghalangi molekul pelarut untuk berpindah. Jumlah molekul pelarut yang berpindah dari larutan 0,5 M lebih besar daripada jumlah molekul pelarut dari larutan 1,0 M. Dengan kata lain, laju aliran molekul pelarut dari larutan 0,5 M lebih besar daripada larutan 1,0 M. Proses yang terjadi disebut dengan proses osmosis, yaitu perpindahan molekul-molekul pelarut melalui membran semipermeabel dari pelarut ke larutan atau dari larutan konsentrasi rendah (encer) ke larutan konsentrasi tinggi (pekat).



17



18



Tekanan diperlukan untuk mencegah peningkatan volume Tekanan osmosis Larutan 1,0 M Larutan 0,5 M Membran Semipermeabel Zat terlarut



Pelarut



(a)



(b)



(c)



Gambar 2.7. Tekanan Osmotik dari Dua Larutan yang Berbeda Konsentrasi. (a) Aliran molekul pelarut dari kedua arah kolom. (b) Pada kesetimbangan, terjadi perbedaan volume pada kedua kolom. (c) Tekanan osmotik larutan.



Perpindahan molekul pelarut ini menyebabkan perubahan volume pada kedua kolom, dimana terjadi kenaikan volume larutan 1,0 M. Akibatnya, akan ada tekanan yang menekan keluar molekul pelarut dari larutan 1,0 M melalui membran. Pada saat kesetimbangan dinamis, jumlah molekul pelarut dari larutan 0,5 M yang melewati membran semipermeabel sama dengan jumlah molekul pelarut dari larutan 1,0 M. Tekanan pada saat kesetimbangan ini disebut dengan tekanan osmotik, yang diartikan sebagai tekanan eksternal yang diperlukan untuk melawan peristiwa osmosis yang terjadi. Harga tekanan osmosis berbeda untuk setiap konsentrasi. Tabel 4.1 Hubungan antara Tekanan Osmotik dan Konsentrasi



Berdasarkan tabel 4.1 di atas, konsentrasi berbanding lurus dengan tekanan osmosis. Semakin besar konsentrasi larutan maka semakin besar pula tekanan osmosisnya. Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Jacobus Henricus van’t 18



19



Hoff, pada larutan ideal berlaku hukum gas ideal sehingga persamaan gas ideal adalah sebagai berikut. P. V = n. R. T P= n/v merupakan konsentrasi suatu larutan, molaritas (M), sehingga nilai tekanan osmosik suatu larutan (π) dapat dinyatakan sebagai berikut. π = M. R. T



π adalah tekanan osmotik (atm), M adalah molaritas (mol/V), R adalah tetapan gas ideal (0,082 L atm K-1 mol-1), dan T adalah suhu (K). Tekanan osmosis bermanfaat dalam kehidupan manusia. Salah satu fenomena tekanan osmotik adalah tekanan osmotik pada sel darah merah. Apabila sel darah merah diletakkan dalam air murni, maka apa yang terjadi? Air akan mengalir masuk ke dalam sel darah melalui selaput sel sehingga sel darah merah menjadi menggelembung dan pecah. Air dikatakan bersifat hipotonik terhadap sel darah merah. Apabila sel darah merah diletakkan dalam larutan NaCl ±5%, maka air dalam sel darah merah akan mengalir keluar menuju larutan NaCl ±5%. Sel darah merah akan mengecil dan mengerut karena kehilangan pelarutnya. Larutan NaCl ±5% bersifat hipertonik terhadap sel darah merah. Ketika sel darah merah diletakkan dalam larutan NaCl ±0,9%, ternyata sel darah merah tetap dalam kondisi semula. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah air yang masuk ke sel darah merah dan air yang keluar dari sel darah merah sama banyak. Kondisi demikian dinamakan isotonik. Perhatikan gambar berikut!



19



20



molekul air molekul zat terlarut



Gambar 4.3 Sel darah merah. (A) Sel darah merah dalam larutan isotonik. (B) Sel darah merah dalam larutan hipotonik. (C) Sel darah merah dalam larutan hipertonik.



Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa larutan isotonik adalah dua buah larutan yang dipisahkan oleh membran semipermeabel memiliki tekanan osmosis sama. Larutan hipotonik adalah larutan yang memiliki tekanan osmosis lebih rendah daripada larutan lain yang dipisahkan oleh membran semipermeabel. Larutan hipertonik adalah larutan yang memiliki tekanan osmosis lebih tinggi daripada larutan lain yang dipisahkan oleh membran semipermeabel.



20



21



PENGANTAR Pada pembahasan subbab-subbab sebelumnya, Anda telah mengetahui beberapa fenomena terkait sifat koligatif larutan nonelektrolit nonvolatil dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, ketika Anda memasak air gula maka akan diperlukan waktu yang lebih lama daripada memasak air biasa. Hal tersebut menunjukkan bahwa titik didih air gula lebih tinggi daripada air. Nah, sekarang bagaimana apabila Anda memasak air garam? Apakah waktu yang dibutuhkan untuk mendidihkanya lebih lama daripada air gula? Salah satu contoh lain adalah penaburan garam di jalan bersalju pada negara-negara yang bermusim dingin. Penaburan garam tersebut bertujuan untuk mencairkan salju agar jalanan tidak licin. Mengapa garam lebih dipilih daripada bahan lainnya misalnya urea untuk mencairkan salju?



Gambar 5.1. Penaburan garam di jalanan untuk mencairkan salju



Kedua fenomena tersebut merupakan fenomena kenaikan titik didih dan penurunan titik beku. Fenomena penurunan tekanan uap dan tekanan osmotik juga dapat Anda temui dalam kehidupan. Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita akan mempelajari materi sifat koligatif larutan elektrolit nonvolatil. IONISASI (DISOSIASI) Data hasil penelitian menunjukkan penurunan titik beku larutan elektrolit lebih besar daripada larutan nonelektrolit. Sifat koligatif lainnya juga menunjukkan gejala yang sama. Hal tersebut disebabkan oleh zat terlarut 21



22



elektrolit mengalami ionisasi dalam larutan menjadi ion-ionnya dan menghasilkan partikel yang lebih banyak. Perhatikan gambar ionisasi natrium klorida dalam air berikut.



Gambar 5.2. Proses disosiasi NaCl dalam air.



Satu mol NaCl dilarutkan dalam air maka akan dihasilkan 1 mol ion Na+ dan 1 mol ion Cl- atau terbentuk 2 mol ion. NaCl(aq)  Na+(aq) + Cl-(aq) Larutan NaCl termasuk larutan elektrolit kuat dimana harga derajat ionisasinya adalah 1. Sedangkan harga derajat ionisasi untuk larutan elektrolit lemah adalah 0 < α < 1. Hubungan antara jumlah mol zat terlarut dan jumlah mol ion yang terdapat dalam larutan telah dikaji oleh van’t Hoff. Pada larutan elektrolit A, zat terlarut A terionisasi sebesar α. A







nB



Awal :



x mol



Terurai :



xa mol



nxa mol



Akhir :



(x - xa) mol



nxa mol



Jumlah mol keseluruhan pada akhir reaksi ialah sebagai berikut. A + B = [ x – xa + nxa ] mol = x[1- a + na] mol atau x[1 + na - a] mol = x[1 + a(n-1)] mol 22



23



Nilai [1 + α (n –1)] merupakan faktor perkalian dari jumlah mol semula, disebut dengan faktor van’t Hoff yang dilambangkan dengan i. i = [1 + α (n –1)]



α adalah derajat ionisasi dan n adalah jumlah mol yang dihasilkan setiap satuan zat terlarut. Untuk larutan nonelektrolit, nilai i adalah 1 karena zat terlarut nonelektrolit dalam larutannya tidak mengalami ionisasi. Misalnya, larutan sukrosa yang mengandung 1 mol sukrosa dilarutkan ke dalam air maka akan terbentuk 1 molekul sukrosa dalam larutan tersebut. Nilai i larutan sukrosa adalah i = [1 + 0 (1–1)] = 1 Untuk larutan elektrolit, nilai i lebih dari 1 karena mengalami ionisasi sebesar α. Misalnya, nilai i larutan NaCl yang terionisasi sempurna menjadi Na+ dan Cladalah i = [1 + 1(2 – 1)] = 2 Sedangkan nilai i larutan CaCl2 yang juga terionisasi sempurna menjadi Ca2+ dan 2Cl- adalah i = [1 + 1(3 – 1)] = 3 SIFAT KOLIGATIF LARUTAN ELEKTROLIT NONVOLATIL Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sifat koligatif larutan tergantung pada jumlah partikel zat terlarut, baik molekul maupun ion, yang ada dalam larutan. Suatu larutan senyawa kovalen 0,100 m yang tidak mengalami disosiasi mengalami penurunan titik beku sebesar 0,186°C. Pada larutan NaCl 0,100 m yang terdisosiasi sempurna dengan nilai i sebesar 2, molalitas total larutan adalah 0,200 m (0,100 m Na+ + 0,100 m Cl-). Jadi, kita dapat memperkirakan bahwa 0,100 m larutan elektrolit kuat 1:1 ini akan mengalami penurunan titik beku sebesar 2 x 0,186°C atau 0,372°C. Namun faktanya, penurunan titik beku yang teramati pada percobaan hanya sebesar 0,348°C. Nilai tersebut sekitar 6% lebih kecil dari nilai yang kita hitung. Untuk lebih lanjut, perhatikan hasil percobaan dan perhitungan penurunan titik beku larutan NaCl dan MgSO4 pada berbagai konsentrasi ditunjukkan tabel di bawah ini.



23



24



Tabel 5.1 Hasil Percobaan dan Perhitungan Penurunan Titik Beku Larutan NaCl dan MgSO4 pada Berbagai Konsentrasi



Berdasarkan tabel tersebut, penurunan titik beku hasil percobaan lebih kecil daripada hasil perhitungan. Perbedaan kedua hasil tersebut disebabkan oleh antaraksi elektrostatik antara ion-ion (kation dan anion). Dalam larutan elektrolit, partikel-partikel zat terlarut tidak terdistribusi secara acak. Setiap kation memiliki lebih banyak anion di dekatnya daripada kation. Beberapa kation dan anion bertumbukan dan bergabung bersama. Selama beberapa waktu ion-ion tersebut berinteraksi, maka terbentuklah partikel tunggal yang disebut dengan pasangan ion. Hal inilah yang menurunkan konsentrasi efektif dan menyebabkan turunnya harga penurunan titik beku (sama halnya pada kenaikan titik didih, penurunan tekanan uap, dan tekanan osmotik).



Perhatikan gambar pembentukan pasangan ion pada larutan NaCl berikut ini. Na+



Cl-



satu pasangan ion Gambar 5.3 Pasangan ion dan sifat koligatif. Larutan NaCl tidak hanya mengandung ion Na+ dan Cl- tetapi juga pasangan ion.



24



25



Makin pekat larutan elektrolit maka makin kecil sifat koligatif larutannya atau makin menunjukkan sifat koligatif seperti larutan nonelektrolit. Hal ini disebabkan jarak kation dan anion lebih dekat dan lebih sering bertumbukan dalam larutan yang lebih pekat. Akibatnya, pasangan ion yang terbentuk lebih banyak. Seperti penjelasan sebelumnya, salah satu ukuran tingkat disosiasi (ionisasi) zat elektrolit adalah faktor vant Hoff, i. Faktor ini merupakan perbandingan nilai sifat koligatif larutan yang sebenarnya (aktual) dengan nilai perhitungan ketika zat dianggap sebagai nonelektrolit. Nilai i dapat dirumuskan sebagai berikut.



i=



hasil aktual hasil perhitu ga (u tuk o elektrolit)



Misalnya, nilai i untuk penurunan titik beku larutan NaCl 0,100 m dapat dihitung sebagai berikut. i=



= 1,86



Nilai faktor van’t Hoff faktor beberapa zat ditunjukkan pada tabel 5.2. Tabel 5.2 Faktor van’t Hoff Beberapa Zat pada 25°C



Dua kecenderungan yang jelas terlihat pada tabel 5.2 yaitu: 1. Pengenceran mempengaruhi nilai i untuk elektrolit. Semakin encer larutan, maka semakin dekat nilai i mendekati nilai ideal. Hal ini dapat disimpulkan bahwa adanya pasangan ion dalam larutan elektrolit menurun dengan pengenceran. 2. Semakin kecil muatan pada ion-ion, maka semakin kecil penyimpangan nilai i dari nilai ideal. Hal ini disebabkan berkurangnya pembentukan pasangan ion seiring dengan kecilnya muatan ionik.



25



26



Adanya faktor van’t Hoff ini membedakan nilai sifat koligatif larutan elektrolit dengan larutan nonelektrolit. Keempat sifat koligatif larutan elektrolit dapat dirumuskan sebagai berikut. ΔP = Xt . P°. i ΔTb = Kb. m. i ΔTf = Kf. m. i π = M. R. T. i



26